Degradasi Klorofil Pada Jaringan Sayuran Dipengaruhi Oleh pH
-
Upload
lestari-tia -
Category
Documents
-
view
109 -
download
3
description
Transcript of Degradasi Klorofil Pada Jaringan Sayuran Dipengaruhi Oleh pH
Degradasi klorofil pada jaringan sayuran dipengaruhi oleh pH. Pada media
basa (pH 9), klorofil sangat stabil terhadap panas, sedangkan pada media asam
(pH 3) tidak stabil. Penurunan satu nilai pH yang terjadi ketika pemanasan
jaringan tanaman melalui pelepasan asam, hal ini mengakibatkan warna daun
memudar setelah pemanasan. Penambahan garam klorida seperti sodium,
magnesium atau kalsium menurunkan feofitinisasi, karena terjadi pelapisan
elektrostatik dari garam (Fennema 1996).
Berdasarkan hasil penelitian Umar (1994:46), sawi diketahui mengandung
klorofil. Kandungan klorofil tersebut akan mengalami peningkatan oleh adanya
pengaruh kandungan mineral seperti N, P, K, S, Ca, dan Mg. Rothemund (1956:1)
menyatakan bahwa hanya sel aktif yang berisi butir hijau daun akan mengekspos
cahaya dan melaksanakan proses pembuatan bahan kimia, misalnya fotosintesis.
Butir hijau daun atau klorofil terdapat pada berbagai tanaman.
Tumbuhan yang mengandung klorofil akan mengalami kerusakan. Proses
kerusakan tersebut berjalan secara bertahap. Tahap awal saat tanaman memiliki
pigmen klorofil, karoten dan xantofil, sehingga tanaman tersebut memiliki
bermacam-macam warna. Tahap selanjutnya saat pigmen-pigmen tersebut
mengalami kerusakan, sehingga mengakibatkan warna daun menjadi kekuning-
kuningan. Dan tahap terakhir adalah tahap saat daun-daun gugur dari pohonnya.
Stocley (2005:27) menyatakan bahwa klorofil dapat mengalami kerusakan pada
musim gugur, sehingga muncul warna kuning kecoklatan. Klorofil menyerap
warna biru, ungu, dan merah terang dan memancarkan warna hijau. Selama masa
tumbuh, ekspresi klorofil menutupi pigmen-pigmen lain, seperti xantofil, karoten
dan tannin yang terdapat pada daun.
Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah karena adanya proses transpirasi atau
penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami seperti stomata, hidatoda dan lentisel
yang tersedia pada permukaan dariproduk sayuran daun. Kadar air (85-98%) dan rasio yang
tinggi antara luas permukaan dengan berat produk memungkinkan laju penguapan air
berlangsung tinggi sehingga proses pelayuan dapat terjadi dengan cepat (Van Den Berg &
Lenz, 1973). Selain faktor internal produk, faktor eksternal seperti suhu, kelembaban serta
kecepatan aliran udara berpengaruh terhadap kecepatan pelayuan. Mekanisme membuka dan
menutupnya bukaan-bukaan alami pada permukaan produk seperti stomata dipengaruhi oleh
suhu produk. Pada kondisi dimana suhu produk relatif tinggi maka bukaan-buakaan alami
cenderung membuka dan sebaliknya pada keadaan suhunya relatif rendah maka bukaan alami
mengalami penutupan (Kays, 1991).
Karakteristik alami produk pascapanen sayuran adalah bahan tersebut masih hidup dan masih
melanjutkan fungsi metabolismenya. Aktivitas metabolisme pada sayuran segar ditandai dengan
adanya proses respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan terjadinya pehingkatan
panas pada produk ito sendiri, sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air, pelayuan, dan
pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat. Selama transportasi ke konsumen, produk
sayuran mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada kondisi dan kelembaban memaeu proses
pelayuan (Utama, 2002). Kehilangan air merupakan penyebab utama kerusakan karena tidak hanya
menyebabkan kehilangan jumlah secara langsung, tetapi juga kehilangan kenampakan (layu dan
puccat), kualitas tekstur dan nilai gizi. Transpirasi merupakan proses fifik yang dapat dikontrol
dengan memberikan perlakuan terhadap komoditi seperti pelitinan, pembungkusan dengan plastic
atau dengan memanipulasi lingkungan. Pengaturan suhu merupakan cara yang paling effeetif untuk
memperpanjang umur simpan produk hortikultura (Kader, 2002). Caisim atau sawi bakso merupakan
jehis sawi yang paling banyak dijajakan di pasar-pasar dewasa ini. Caisim adalah jenis sayuran daun
yang gampang rusak, tanpa penanganan yang baik berupa pengemasan, proses pendinginan serta
transportasi yang memadai maka sayuran ini akan ccepat mengalami kemunduran mutu dan
akhimya rusak. Modified Atmosfer Packaging merupakan prosedur tambahan yang diberikan pada
produk untuk mengoptimalkan perlakuan suhu. Dalam pengendalian dan modifikasi gas dalam
atmosfer yang memadi obyek perubahan adalah penurunan gas oksigen dan peningkatan gas
karbondioksida dan kondisi normal. Kondisi ini bertujuan untuk menurunkan laju respirasi yang
tentunya juga berpengaruh terhadap proses pemasakan dan pelayuan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh Modified Atmosfer Packaging dengan plastik polyethylene terperforasi
terhadap mutu fisik eaisim selama penyimpanan pada suhu rendah.