Definisi lansia.doc
-
Upload
angela-evans -
Category
Documents
-
view
40 -
download
15
Transcript of Definisi lansia.doc
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1. Definisi Lansia
Lansia adalah kelompok usia 60 tahun keatas yang rentan terhadap
kesehatan fisik dan mental. Penuaan atau dikenal dengan aging berarti
merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan
kemampuan berbagai organ, fungsi dan sistem tubuh bersifat
alamiah/fisiologis. Pada umumnya tanda proses menua mulai tampak sejak usia
45 tahun dan memimbulkan masalah di usia sekitar 60 tahun.
Menurut Undang Undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 1998
tentang kesejahteraan lanjut usia, lanjut usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun keatas. Indonesia sendiri menduduki rangking
keempat di dunia dengan jumlah lansia 24 juta jiwa yang belum terlalu
mendapat perhatian. Tidak hanya menghadapi angka kelahiran yang semakin
meningkat, Indonesia juga menghadapi beban ganda (double burden) dengan
kenaikan jumlah penduduk lanjut usia (60 tahun ke atas) karena usia harapan
hidup yang makin panjang bisa mencapai 77 tahun.(Merry, 2008).
2. Masalah lansia
Pada awalnya gangguan keseimbangan adalah hal yang sepele atau
remeh, namun berbeda jika itu terjadi pada lansia. Jatuh adalah masalah yang
melibatkan berbagai fungsi dari tubuh di mulai dari indera yang menerima
1
2
1
input dan diteruskan ke otak dan dari otak akan mengolah data yang diterima
dari indera tersebut. Menurut R. Lord, jatuh adalah „unintensionally comming
to the ground or some lower level and other than as a consequnce of sustaining
a violent blow, loss of consciousness, sudden onset of paralysis as in stroke or
an epileptic seizure‟ jika diinterprestasikan penulis menjadi, jatuh adalah
sesuatu yang datang mengarah ke tanah dan atau akibat dari suatu dorongan
yang kuat, ini mirip kelemahan pada kasus stroke atau gejala epilepsi. Jatuh
melibatkan berbagai komponen seperti limbik sistem, propioseptif, kognitif,
audio visual dan vestibular.
Menurut JAGS 2010 The risk of falling and sustaining an injury as the
resultof a fall increases with age. Jika diinterpretasikan penulis menjadi
peningkatan resiko dari jatuh dan penyertanya berbading lurus dengan
pertambahan usia. Gejala jatuh sering terjadi pada lansia, ini dibuktikan oleh
penelitian Exton-Smith di tahun 1977 menyatakan incidence of falls in 963
people over the age of 65 years. He found that in women, the propotion who
fell increase with age from about 30 % in the 65-69 years age group to over
50% in those over the age of 85 years. In men, the proportion who fell increase
from 13% in 65-69 year age group to levels of approxmiately 30% in those
aged 80 years and over., masih dari intepretasi oleh penulis insiden jatuh
terjadi pada 963 orang dengan usia diatas 65 tahun. Exon-Smith menemukan
bahwa wanita memiliki proporsi yang jatuh meningkat 30 % pada grup usia 65
hingga 69 tahun sedangkan pada usia 85 tahun meningkat menjadi 50 %.
Sedangkan pada pria proporsi jatuh meningkat 13 % pada usia 65 hingga 69
1
3
tahun dan kembali meningkat hingga 30% pada usia 80 tahun keatas.
Pernyartaan Exon-Smith didukung oleh WHO. Menurut WHO prevelansi jatuh
sekitar 28-35% dari penduduk usia 65 tahun keatas sedangkan 32-42% pada
usia 70 tahun.
Di Indonesia indikator umur harapan hidup telah mencapai 70,9 tahun
pada tahun 2010. Hal ini disampaikan pada upacara bendera dalam rangka hari
kesehatan sedunia ke 64 oleh wamenkes Prof dr Ali Gufron Mukti. Sesuai
dengan peningkatan angka harapan hidup maka akan terjadi peningkatan resiko
jatuh karena ini berbanding lurus. Karena adanya peningkatan angka harapan
hidup sehingga terjadi peningkatan jumlah lansia beserta masalahnya terutama
jatuh. Jika dihubungkan antara WHO dan pernyataan wamenkes maka
frequensi jatuh berbanding lurus dengan peningkatan jumlah lansia di dunia,
khususnya Indonesia.
Menurut Nowak dan Hubbard (2000) Older people defined as frail
because of functional limitations were more likely top resent with any geriatric
syndrome and there is now increasing evidence linking frailty specifically to
falls. Jika intepretasikan penulis menjadi Lansia dijabarkan sebagai rapuh atau
tidak stabil karena keterbatasan fungsi yang umum muncul pada sebagai
sindrom pada lansia yang diikuti kelemahan otot sehingga jatuh terjadi. Karena
kerapuhan akibat kelemahan otot tersebut, maka peneliti ingin memberikan
sesuatu intervensi bagaimana meningkatkan kestabilan tanpa membuat rapuh
pada lansia. Kerapuhan pada lansia umumnya disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor endogen dan faktor eksogen. Kerapuhan ini berimplikasi dengan
1
4
munculnya gangguan keseimbangan dan penurunan fungsi yang berkaitan
dengan keseimbangan. Dari gangguan keseimbangan muncul beberapa
implikasi salah satunya adalah jatuh.
Konsep penurunan kekuatan dengan peningkatan resiko jatuh pada lansia.
Keseimbangan bukan hanya tentang otot saja melainkan faktor-faktor
lainnya seperti sistem visual, sistem vestibular. Keseimbangan yang ingin
dikaji lebih lanjut mengenai postur dan equilibrium dari stabilisasi otot otot
core pada lansia. Menurut Iqbal (2008) Postural equlibrium (or balance)
involves actively maintaining the chosen body configuration against gravity,
and internal or external disturbances. Quiet standing implicates incessant
postural adjusment, the involuntary movements aimed to counter to counter
multidimensional disturbance to the standing posture. Postural stability
constitutes an attribute of the musculoskeletal-propiocetive apparatus. Masih
di intepretasikan penulis, keseimbangan postur atau keseimbangan aktif
menjaga konfigurasi tubuh melawan gravitasi juga gangguan dari luar dan
dalam. Berdiri tegap memperlihatkan keseimbangan postural terhadap
berbagai macam gangguan terhadap postur. Kestabilan postur melibatkan
bidang muskuloskeletal dan propioseptif.
Hal-hal diatas menyebabkan terjadinya disabilitas /gangguan pada
berbagai fungsi fungsional yang memerlukan keseimbangan. Gangguan
keseimbangan mempengaruhi segala aktifitas yang akan dilakukkan oleh
manusia, terutam mereka yang sudah sepuh. Untuk mengukur kemampuan
1
5
akan keseimbangan dapat menggunakan POMA Tinnetti Balance test yang
terdiri dari 2 bagian yaitu keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis.
Pada pembahasan Keseimbangan bukan hanya tentang otot melainkan
beberapa faktor lainnya, salah satu yang berpengaruh adalah propioseptif.
Elemen dari propiosepif berupa taktil dan visual. Menurut Riberio dan Oliveira
2007 Propioception is “the perperception of joint and body movements as well
as posisition of the body, or body segmen, in space.” Masih di interpretasikan
penulis propioception atau propioseptif adalah persepsi dari sendi dan
pergerakan tubuh atau bagian tubuh di ruang geraknya.
Pada lansia yang hendak di bahas dalam penelitian ini adalah keseimbangan,
dimana keseimbangan atau balance, menurut Panjan dan Sarbon (2010) adalah
„fundamental ability of human movement. Maintaining balance during anti-
gravitational activities as wellas proper body posture represent a ground-stone
for execution of other secondary movements.‟ Jika di assumsikan oleh penulis
menjadi keseimbangan adalah kemampuan mendasar dari manusia. Menjaga
keseimbangan selama aktivitas anti gravitasi sebagaimana postur tubuh
dijadikan tumpuan untuk melakukkan gerakan lainnya. Keseimbangan
merupakan dasar dari gerakan fungsional manusia baik anak anak hingga
manula. Dari keseimbangan tersebut maka aktivitas lainnya menjadi dapat
dilakukkan secara baik.Keseimbangan menjadi masalah jika diikuti faktor
penyerta lainnya yaitu kompensasi gerakan pada sisi yang kuat sehingga terjadi
over used karena menopang sisi yang lemah. Gerakan kompensasi ini
menyebabkan otot otot tidak bekerja secara seimbang.
1
6
Akibat ketidakseimbangan dalam kerja otot maka muncul kekakuan, dimana
ada otot yang bekerja secara berlebihan dan ada pula otot yang tidak bekerja
seperti fungsinya. Pada lansia masalah otot muncul karena faktor penurunan
massa otot diikuti dengan penurunan fungsi, salah satunya keseimbangan. Pada
lansia terjadi penurunan yang bersifat degeneratif sesuai dengan daur hidup
manusia.
Bentuk penganan fisioterapi yang bisa diberikan pada kondisi kelemahan otot
otot core pada lansia adalah core exercise. Core exercise menurut Rubernstein
(2005) adalah kemampuam lumbal spinalis dan pelvik untuk menyanggga
dirinya dalam keselarasan ketika terlibat dalam gerakan atau posisi yang statik.
Mengingat gangguan keseimbangan pada lansia merupakan merupakan
masalah kebiasaan yang berkaitan dengan fisioterapi seperti menurut Agile
(2012) „motivating older people to actively participate in rehabilitation
programs and promoting adherence, whilst into consiideration patient belifs,
attitude and prefererance. Jika diinterprestasikan penulis menjadi fisioterapi
berperan dalam secara aktif memotivasi lansia secara aktif berpartisipasi dalam
program rehabilitasi dan promotif dengan membangkitkan kesadaran lansia
akan segala kebiasaan dan tingkah lakunya. Fisioterapi berperan penting untuk
mengatasi permasalahan yang timbul pada gangguan penurunan fungsi tubuh
salah satunya keseimbangan, sesuai dengan peran fisioterapi menurut
KEPMENKES NO 517 / MENKES / SK/ VI/ 2008 tentang standar pelayanan
fisioterapi di sarana kesehatan.
“Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukankepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan,
1
7
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik, mekanik), pelatihan fungsi komunikasi”.
Fisioterapi dalam melaksanakan praktek fisioterapi berwenang untuk
melakukan proses fisioterapi yang terdiri dari assessment, diagnosa,
perencanaan, intervensi , evaluasi / re-evaluasi yang semuanya itu merupakan
suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Fisioterapi bersifat independen,
dan berperan dalam mempromosikan pentingnya kesadaran lansia akan
keseimbangan.
B. Identifikasi Masalah
Gangguan keseimbangan merupakan masalah kesehatan yang sering ditemui
pada lansia. Salah satu penyebabnya adalah kelemahan otot otot penegak tubuh
terutama core muscle. Kelemahan otot otot penegak tubuh ini muncul karena
penurunan degeneratif pada lansia, penurunan ini tampak pada bidang kajian
muskuloskeletal dimana terjadi penurunan massa otot secara masive. Akibat
penurunan massa otot diikuti dengan penurunan kekuatan otot.
Adanya penurunan kekuatan otot salah satunya otot otot core diikuti dengan
penurunan aktifitas fungsional. Dasar dari segala gerakan fungsional adalah
keseimbangan. Dijumpai juga adanya ketidakmampuan otot stabilisator trunk
mempertahankan posisi intervertebralis. Kelemahan otot otot yang
mengakibatkan penurunan aktivitas fungsional sehari hari di dapati setelah
proses assesment yang tepat. Pemeriksaan akan dilakukan dengan alat
pemeriksaan keseimbangan yaitu Tinneti Balance test. Hal ini penting karena
untuk menentukan jenis intervensi yang akan diberikan supaya hasil yang
1
8
diharapkan bisa maksimal. Selain itu melakukan evaluasi ulang sangat penting
serta melakukan pencatatan sebagai bahan dokumentasi yang ditujukan untuk
tindakan selanjutnya.
Setelah diagnosa yang didapat adalah kelemahan pada otot-otot core, maka
fisioterapi melakukan perencanaan fisoterapi dengan masalah yang didapat.
Untuk menangani masalah yaitu gangguan keseimbangan akibat penurunan
kekuatan otot otot core, fisioterapi memberikan intervensi Core Exercise.
Pengertian Core Exercise merupakan salah satu faktor penting dalam postural,
yang menggambarkan kemampuan untuk mengontrol atau mengendalikan
posisi dan gerakan sentral pada tubuh. Dengan munculnya kelemahan otot-otot
core atau otot-otot inti dalam penegak tubuh maka akan dibarengi dengan
perubahan bentuk tubuh dari tegak menjadi bungkuk. Fungsi penegak tubuh ini
terkait dengan kekuatan dan kestabilan pada posisi tulang yang terikat oleh
otot. Oleh karena itu otot mempengaruhi posisi tulang yang berimbas pada
perubahan postur tubuh. Perubahan postur juga akan diikuti dengan perubahan
vestibular, dimana verstibular mempengaruhi keseimbangan pada lansia.
C. Perumusan Masalah
“Apakah pemberian core exercise dapat meningkatkan keseimbangan pada
lansia?”
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberian core exercise terhadap peningkatan
keseimbangan pada lansia.
1
9
F. Manfaat penelitian
1. Bagi Institusi Panti Werda
Sebagai referensi tambahan untuk mengetahui pemberian core exercise dapat
meningkatkan keseimbangan pada lansia.
2. Bagi Institusi Pelayanan Fisioterapi
Untuk memberikan wawasan bagi fisioterapi akan intervensi yang aman dan
efektif pada lansia serta menjadi sesuatu aplikatif terhadap lansia yang dapat
diaplikasikan secara nyata di dalam praktik klinis. Penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi fisioterapis dalam menangani
gangguan keseimbangan pada lansia.
3. Bagi Peneliti
Peneliti ini akan memberikan pengetahuan sejauh mana perubahan yang terjadi
pada lansia sebelum dan sesudah pemberian core exercise terhadap
peningkatan keseimbangan.