Definisi Kejang Demam.docx
Transcript of Definisi Kejang Demam.docx
A. Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus
Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak,
biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak
terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.
Kejang demam merupakan loncatan listrik dari sekelompok neuron di otak, yang timbul
secara mendadak, meluas ke neuron disekitarnya, atau meluas dari massa kelabu ke massa putih,
dengan manifestasi kejang yang disebabkan oleh karena kenaikan suhu tubuh yang bersumber di
luar otak.
B. Klasifikasi Kejang Demam
Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk penggolongan
tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil
dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita,
lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya. Prichard & Mc.Greal, 1985,
membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
tidak khas (atipikal). Ciri-ciri kejang demam sederhana ialah:
1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang sama
seperti yang kanan
2. Usia penderita antara 6 bulan sampai 4 tahun
3. Suhu tubuh 100oF (37,78oC) atau lebih
4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit
5. Keadaan neurologi (fungsi saraf) normal dan setelah kejang juga normal
6. EEG (electro enchepalography-rekam otak) yang dibuat setelah tidak demam adalah normal.
Kejang demam yang tidak memenuhi ketentuan butir tersebut diatas digolongkan sebagai
kejang demam tidak khas (atipikal). Livingstone juga membagi kejang demam menjadi 2
golongan, tetapi dengan ciri-ciri yang sedikit berbeda dibanding dengan penggolongan menurut
Prichard & Mc.Greal. Penggolongan kejang demam tersebut adalah kejang demam sederhana
dan epilepsi yang dicetuskan oleh demam. Ciri-ciri kejang demam sederhana ialah:
1. Kejang bersifat umum.
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit).
3. Usia waktu kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun.
4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun.
5. EEG normal.
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas disebut oleh Livingstone
sebagai epilepsi yang dicetuskan oleh demam.
Contoh epilepsi yang dicetuskan oleh demam menurut Livingstone, adalah:
1. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal/setempat.
2. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam pertama.
3. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam satu tahun.
4. Gambaran EEG, yang dibuat setelah anak tidak demam lagi, adalah abnormal.
Bila butir diatas ditemukan pada anak dengan kejang demam maka anak tersebut
digolongkan sebagai penderita epilepsi yang dicetuskan oleh demam. Fukuyama juga membagi
kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana harus memenuhi ketentuan sebagai berikut, yaitu:
1. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi.
2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun.
3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan-6 tahun.
4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit.
5. Kejang tidak bersifat fokal.
6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca-kejang.
7. Sebelumnya tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas
perkembangan.
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat.
Bila kejang demam tidak memenuhi kriteria tersebut diatas, maka digolongkan sebagai kejang
demam jenis kompleks (Lumbantobing, 1995).
Klasifikasi yang dibuat oleh Prichard & Mc.Greal, Livingstone, dan Fukuyama antara
lain mengacu kepada kemungkinan angka menjadi epilepsi di kemudian hari. Menurut
pengamatan Prichard dan Mc.Greal dari kelompok anak yang menderita kejang demam
sederhana kemungkinan menjadi epilepsi dikemudian hari ialah kurang dari 2%, sedangkan pada
kelompok yang menderita kejang demam yang tidak khas kemungkinannya adalah sekitar 30%.
Livingstone berhasil mengikuti perkembangan 201 anak dengan kejang demam sederhana
selama 10 tahun lebih dan menemukan bahwa 6 (3%) diantara kelompok anak yang diamati
menjadi penderita epilepsi. Selain itu Livingstone juga mengikuti perkembangan 297 anak dari
kelompok epilepsi yang dicetuskan oleh demam selama 10 tahun lebih, dan menemukan fakta
bahwa 273 (93%) diantara mereka menjadi epilepsi.
Kejang demam sederhana tidak meninggalkan gejala sisa, akan tetapi kejang demam kompleks
dapat meninggalkan gejala sisa berupa kelainan neurologis. Kelainan neurologis terbanyak
adalah Hemiparese, Diplegi, Koreoatetosis, serta retardasi mental.
Penderita kejang demam tidak lagi dibagi menjadi kejang demam sederhana dan epilepsi
yang diprovokasi demam, tetapi dibagi menjadi penderita yang tidak perlu pengobatan rumat dan
pengobatan yang memerlukan pengobatan rumat.
C. Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber diluar SSP yang menimbulkan demam dapat
menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah
infeksi saluran nafas atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, exantema subitum, bronkhitis,
dan infeksi saluran kemih.
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam, yaitu:
1). Demam itu sendiri.
2). Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak.
3). Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4). Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
5). Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan tidak diketahui.
6). Gabungan semua faktor diatas.
Infeksi viral paling sering ditemukan pada kejang demam. Hal ini mungkin disebabkan karena
infeksi viral memang lebih sering menyerang pada anak, dan mungkin bukan merupakan sesuatu
hal yang khusus. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang
demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang
demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan
morbilli (campak) (Fenichel GM, 1982).
D. Patofisiologi
Dalam keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat pun akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal (jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital
tubuh) sebanyak 10%-15% sementara kebutuhan oksigen pada otak naik sebesar 20% (Nanny
Selamihardja, 2001). Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang di sebut neurotransmiter dan
terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yang mengakibatkan hipoksia sehingga meniggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak
yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis
setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dan dapat menjadi “matang”
dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsy (Bagian
IKA FK UI, 1985)
E. Manifestasi Klinis
Pada umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral, sering kali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat disertai dengan hemiparesis
sementara (Hemiparesis Tood) yang belangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang terjadi pertama kali
(Soetomenggolo, 1995).
Suhu tubuh yang tinggi dengan kejang yang lama dapat menyebabkan nekrosis neuron
dan kerusakan otak menetap. Kejang yang lama akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat
yang kemudian akan berperan sebagai fokus epilepsi. Penderita kejang demam mungkin
mengalami kekambuhan, kira-kira sepertiga penderita mengalami kambuh lebih dari satu kali.
Kemungkinan kekambuhan bisa lebih besar bila kejang demam pertama terjadi pada usia kurang
dari satu tahun. Kekambuhan pertama yang terjadi dalam tahun pertama setelah kejang demam
awal, dialami oleh 75% kasus, sedangkan dalam dua tahun pertama adalah 90% kasus (Bower,
1974).
Wujud kejang dapat pula berupa mata terbalik keatas disertai kekakuan atau kelemahan
atau terjadi gerakan sentakan berulang tanpa di dahului kekakuan. Serangan pada umumnya
timbul pada awal kenaikan suhu tubuh dan berlangsung kurang dari 10 menit. Kejang seluruh
tubuh ini akan berhenti dengan sendirinyansetelah mendapat pertolongan pertama. Setelah itu
anak tampak capai, mengantuk dan tidur pulas. Begitu terbangun kesadaran sudah pulih kembali.
(Nanny Selamihardja, 2001).
F. Perbedaan Kejang demam dengan Epilepsi
Untuk membedakan kejang demam dengan epilepsi tentunya masingmasing mempunyai kriteria
khusus tersendiri. Kriteria untuk kejang demam antara lain:
1. Usia timbul biasanya mulai 6 bulan sampai 5 tahun.
2. Sebelum kejang didahului oleh demam yang bersumber dari luar SSP.
3. Sebelumnya penderita belum pernah kejang.
4. Gambaran EEG normal.
Sedangkan kriteria untuk epilepsi diantaranya adalah:
1. Sebelum kejang tidak didahului dengan demam.
2. Dapat disertai penurunan suhu tubuh, selama dan sesudah kejang.
3. Kejang tanpa demam yang berulang.
4. Walaupun pada saat kejang terdapat demam, tapi sebelumnya pernah mengalami kejang tanpa
demam dan lebih dari satu kali.
5. Gambaran EEG abnormal walaupun sebelum dan sesudah kejang
(Doleranzo,1991; Soetomenggolo, 1995).
Epilepsi itu sendiri merupakan faktor bawaan yang disebabkan karenan gangguan
keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara
tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah
terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa dibeberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam.
Serangan epilepsy sering terjadi pada saat ia mengalami stress, jiwanya tertekan, sangat capai,
atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam. Memang, menurut survei ada sekitar
15% kasus epilepsi yang didahului dengan gejala kejang demam. Namun, kurang dari 5% anak
kejang demam berkembang menjadi epilepsi. (Nanny Selamihardja, 2001).
G. Terapi
Terapi pada fase akut
Pada sebagian besar kasus kejang demam, kejang berlansung singkat. Ketika penderita
sampai di rumah sakit atau ditempat praktek dokter, kejang telah reda. Dalam hal demikian
tindakan yang perlu adalah mencari penyebab demam, memberikan pengobatan yang adekuat
terhadap penyebab penyakit tersebut, misalnya pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi.
Untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali sebaiknya diberi antikonvulsan. Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya, kejang masih dapat kambuh selama anak masih demam.
Pada sebagian kecil kasus, kejang masih berlangsung atau berulang lagi sewaktu anak
sampai di poliklinik atau di rumah sakit. Pada anak yang sedang mengalami kejang, dilakukan
perawatan yang adekuat. Penderita dimiringkan agar jangan terjadi aspirasi ludah atau lendir dari
mulut. Jalan nafas dijaga agar tetap terbuka lega, tujuannya adalah agar suplai oksigen tetap
terjamin. Bila perlu berikan oksigen. Fungsi vital, keadaan jantung, tekanan darah, kesadaran
perlu diikuti dengan saksama. Bila penderita masih belum sadar dan keadaan tersebut
berlangsung lama, harus diperhatikan kebutuhan dan keadaan cairan, kalori dan elektrolit. Suhu
yang tinggi harus segera diturunkan dengan kompres dingin atau mandi air dingin atau
ditempatkan di kamar ber-AC. Selimut dan pembungkus badan harus dibuka agar pendinginan
badan berlangsung baik.
Pemberian obat penurun demam seperti asetaminofen atau antipiretik lainnya, bila kejang
sedang berlangsung, harus segera dihentikan, ini adalah untuk mencegah agar tidak terjadi
kerusakan pada otak dan meningggalkan gejala sisa atau bahkan kematian. Saat ini diazepam
merupakan obat pilihan. Diazepam diberikan secara intravena atau per rektum. Dosis intravena
ialah 0,3 mg per kg berat badan dan dosis per rektum ialah 5 mg bila berat badan kurang dari 10
kg dan 10 mg bila berat badan lebih dari 10 kg. Berikan pula dosis awal luminal suntikan
intramuskular (dosis 30 mg untuk neonatus; 50 mg untuk yang berusia 1 bulan-1 tahun, dan 75
mg untuk yang berusia lebih dari 1 tahun). Bila kejang belum juga berhenti, 15 menit kemudian
diulangi lagi pemberian diazepam dengan dosis yang sama. Empat jam kemudian diberikan
fenolbarbital (luminal) dengan dosis untuk hari pertama dan kedua 8-10 mg/kg berat badan/hari
dibagi atas 2 dosis, dan pada hari berikutnya sampai demam reda sebanyak 4-5 mg/kg berat
badan/hari dibagi dalam 2 dosis (Lumbantobing, 1995).
Pengobatan Profilaksis Terhadap Kambuhnya Kejang Demam
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, karena serangan kejang merupakan pengalaman yang
menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang demam berlangsung lama dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat). Ada 3 upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Profilaksis intermiten, pada waktu demam.
2. Profilaksis terus-menerus , dengan obat antikonvulsan tiap hari.
3. Mengatasi segera bila terjadi serangan.
a. Profilaksis intermiten
Pada profilaksis intermiten, obat antikonvulsan segera diberi begitu diketahui anak mengalami
demam. Untuk itu dibutuhkan obat yang bekerja cepat. Di samping itu orang tua atau pengasuh
anak harus mengetahui dengan pasti kapan anak mulai demam. Dilihat dari kemungkinan efek
samping obat, cara profilaksis ini lebih menguntungkan dari pada pemberian obat yang terus
menerus. Diazepam yang diberikan melalui mulut (oral) atau rectum dapat diandalkan dalam
pengobatan intermiten (yaitu obat yang diberi hanya waktu demam). Dosis per rektum ialah 5
mg untuk penderita kurang dari 3 tahun dan 10 mg bagi yang berusia lebih dari 3 tahun, diulang
setiap 12 jam. Secara oral dapat diberi 0,5 mg/kg berat badan/hari dibagi dalam 3 dosis bila
penderita sedang demam.
b. Profilaksis Terus menerus (rumat, maintenance)
Dari penelitian didapatkan bahwa pemberian fenolbarbital rumat dapat mengurangi kambuhnya
sebanyak dua pertiga (dari 30% menjadi 8-12%). Efek profilaksis ini tidak didapatkan bila
digunakan fenitoin atau karbamazepin. Obat lain yang dapat juga digunakan untuk profilaksis
kejang demam ialah asam valproat.
DAFTAR PUSTAKA
Livingstone, S. , 1970, Seizure Disorders dalam S.S. Gellis and B.M. Kagen (eds), Current Pediatrics Therapy 6 th, Philadelphia WB. Saunders Company, P. 129.
Nanny Selamihardja, 2001, Tetaplah Tenang Jika Anak Kejang Demam, www. intisari kesehatan.com.
Yuniarti, Evi, 1999, Kejang Demam, Referat untuk memenuhi syarat dalam Program Studi Kepaniteraan di bagian Ilmu Kesehatan Anak, RSUP Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto