definisi Bid'ah menurut Ibn Asyur

6
SEPUTAR PENGERTIAN BID’AH Menurut Ibn ‘Âsyûr yang menjadi penyebab kebanyakan orang mengira bahwa kata Bid’ah, Muh dastât, dan munkar adalah murâdif (bersinonim) adalah karena ketiga lapad ini sudah biasa dipakai untuk mencela. padahal dalam hadis diriwayatkan dari al-Turmudzî “kullu bid’atin d alâlatin” berkata al- Qâd î Abû Bakar bin al-‘Arabî sebagai pen-syarah dalam kitabnya ârid atul ah wadzî ‘alâ Sunan al-Tirmidzî, sebagai berikut: ما ه ا ن ع م ل ولا دعة ب ظ ف ل و حدث م ظ ف ل ل، ن! مي و م مد دعة ن ل وا حدث م ل س ا! ليMuh dats dan bid’ah bukanlah hal yang tercela, keduanya mempunyai makna yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Muh dats (jamaknya Muh datatsât) dan bid’ah sesuatu yang tidak sama 1 , begitupun tidak setiap bid’ah adalah munkar, 1 muhdatsât adalah bagian dari bid’ah sesuai dengan hadis الة ل ض دعة ل ب ك ان ور، ف م4 لا ا اث حدب م م و ك ا! ب9 اD alâlah adalah lawan dari al hidayah, D alâlah dikenal pula dengan maksiat. Contohnya seperti membarukan jenis i’tiqâd atau ibadah atau asal dalam syariat dan tidak ada kembali (asal) terhadap ushul syariah maka itu adalah D alâlah. 1

description

tafsir ulang mengenai bid'ah yang membelenggu

Transcript of definisi Bid'ah menurut Ibn Asyur

Page 1: definisi Bid'ah menurut Ibn Asyur

SEPUTAR PENGERTIAN BID’AH

Menurut Ibn ‘Âsyûr yang menjadi penyebab kebanyakan orang mengira bahwa

kata Bid’ah, Muhdastât, dan munkar adalah murâdif (bersinonim) adalah karena ketiga

lapad ini sudah biasa dipakai untuk mencela. padahal dalam hadis diriwayatkan dari al-

Turmudzî “kullu bid’atin dalâlatin” berkata al-Qâdî Abû Bakar bin al-‘Arabî sebagai

pen-syarah dalam kitabnya âridatul ahwadzî ‘alâ Sunan al-Tirmidzî, sebagai berikut:

ليس المحدث والبدعة مذمومين، للفظ محدث ولف��ظ بدع��ةوال لمعناهما

Muhdats dan bid’ah bukanlah hal yang tercela, keduanya mempunyai makna yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Muhdats (jamaknya Muhdatatsât) dan bid’ah sesuatu yang tidak sama1, begitupun

tidak setiap bid’ah adalah munkar, karena bid’ah seringkali hukumnya mandûb, mubâh,

makrûh misalnya ketika Umar bin al-Khattâb berkata dalam masalah Salat Tarawih

“ni’ma al-bid’ah Hâdihi. Sementara itu Munkar adalah haram, munkar adalah sesuatu

diingkari oleh Syara. diwajibkan untuk seluruh umat muslim menghindari munkar

berdasarkan ayat wal takun minkum dan man ra’a minkum munkaran falyugâdir

biyâdihî2. Jelaslah perbedaan antara mungkar, muhdas dan bid’ah baik itu dalam ranah

1 muhdatsât adalah bagian dari bid’ah sesuai dengan hadis

إياكم ومحدثات األمور، فان كل بدعة ضاللةDalâlah adalah lawan dari al hidayah, Dalâlah dikenal pula dengan maksiat. Contohnya seperti membarukan jenis i’tiqâd atau ibadah atau asal dalam syariat dan tidak ada kembali (asal) terhadap ushul syariah maka itu adalah Dalâlah.

2 Tidak perlu bagi pelaku amar ma’ruf dan nahyi munkar mengikutkan manusia terhadap hasil ijtihad dan madzhabnya, namun hal itu dilakukan sesuasai dengan bahwa hal itu sudah menjadi ijma’ akan kemungkarannya. dan syarat untuk melaksanakan amar ma’ruf adalah dengan ilmu, ketika sesuatu sudah

1

Page 2: definisi Bid'ah menurut Ibn Asyur

lugah atau ranah istilah, hubungan diantaranya adalah ‘Umûm khusus min wajh, maka

sebagian munkar adalah bid’ah dan muhdats, dan sebagian bid’ah dan muhdats adalah

munkar, namun tidak semua bida’h adalah munkar sampai ada dalil yang menunjukkan

akan keharamannya.

Bid’ah menjadi sebuah kata yang paling mashyur dikenal pada masa sekarang,

secara bahasa adalah “al-amr al-Jadîd alladzî lam yasbiq bi nadîrihî (sesuatu yang baru

tanpa terdahului dengan yang serupa), adapun Bid’ah dalam Islam adalah bisa terjadi

dalam dua hal pertama: sesuatu yang baru dan tidak ada contoh dalam agama, kedua:

sesuatu yang diada-adakan dalam urusan agama. Definisi awal diberikan oleh Izuddîn bin

Abî Salam

ما لم يعهد فى عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم Adapun definisi yang kedua adalah definisi dari Abû Ishaq al-Syâtibî : dalam kitabnya al-I’tisâm3

طريقة فى الدين مخترعة تضاهي الشرعية يقص��د بس��لوكهاالمبالغة فى التعبد لله سبحانه

Amalan atau ucapan, yang tidak ada asalnya dalam syari’at, yang menyerupai urusan syara’ padahal bukan, dengan bermakud untuk menglebih-lebihkan dalam beribadah kepad Allah swt.

Bid’ah juga terbagi dua: Pertama yang kembali kepada adat, kedua: kembali

kepada urusan agama, Bid’ah yang tercela adalah sesuatu yang membawa kepada

kesesatan dan menyalahi sunnah atau sesuatu yang ditolak dalam Qawa’id Ushul. Maka

tidak menjadi bid’ah dan bukan kesesatan sunnah Khulafa dan Umat-umat generasi awal.

menjadi kesepakatan seperti wajibnya salat dan haram nya zina. Akan tetapi masalah yang khilaf, atau hasil ijtihad tidak diwajibkan karena ijtihad akan menghasilkan sesuatu yang benar, dan sekalipun salah tidak akan berdosa, maka keluar dari khilaf adalah pilihan terbaik

3 H. 37 Abî Ishâq Ibrâhîm bin Mûsâ bin Muhammad al-Syâtibî (Beirtu: Dâr al-Tsaqâfah al-Islâmiyyah, t.th).

2

Page 3: definisi Bid'ah menurut Ibn Asyur

Bid’ah menjadi terlarang karena melawan (berbalikan) dengan sunnah yang

ditetapkan dan menghilangkan urusan dalam dari syara’ padahal jelas adanya. Bahkan

bid’ah adalah sebuah keniscayaan karena berubahnya sebab-sebab (konteks)4 Bi’dah

yang wâjib, mandzûb, mubâh, ataupun makruh, tidak benar kalau keempat hukum diatas

adalah sesat. Alasan menghadiahkan pahala membaca al-Qu’ran adalah sesuatu yang

bid’ah yang dolalah adalah:

1. Terdapat dalil-dalil yang menunjukkan akan wajib atau istihsan (menganggap)

perbuatan banyak yang baru setelah rasul saw. Setiap hal yang telah menjadi

tradisi dikalangan Umat Islam yang di ACC oleh Syara’ dalam hal wajib, atau

sunat, atau yang telah diizinkan oleh sya’ra bahwa hal itu adalah mubah, atau

sesuatu yang tidak diancam dengan siksaan dengan dikerjakannya yakni makruh,

maka mengerjakannya bukan termasuk perilaku dolalah,perbuatan yang makruh

tanpa termasuk dolalah, sekalipun lapad bid’ah diartikan dengan mengada-adakan

yang cenderung haram dalam agama seperti perspektif al-Syatibi

2. Pesan dari ayat “al-yauma akmaltu lakum dînikum” adalah hal-hal yang bersifat

kulliyah/keseluruhan agama bukan parsialnya, seperti halnya penjelasan Abu

Ishak al-Syatibi, jika tidak demikian maka batal kaidah qiyas dan selainnya dari

sesuatu yang datang baru bermunculan demi kemaslahatan bagi umat. adapun

urusan furu’iyah allah berfirman “likullin ja’alna minkum syiratan wa minhajan

Bid’ah yang terlarang adalah jenis baru dalam perbuatan, i’tiqad ataupun ucapan

yang tidak ada sangkut paut dan kesamaan dengan syara’ yang telah berlaku seperit

ucapan, Tuhan tidak mempunyai kekuasaan, dan seperti keyakinan orang-orang jabariyah

4 Ihya Ulumuddin 2/3.

3

Page 4: definisi Bid'ah menurut Ibn Asyur

dan murjiah, dan keyakinan untuk mengkafirkan perbuatan dosa, karena para imam

terdahulu memvonis orang seperti ini adalah dengan ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu,

contoh dari bid’ah dalam peribadahan adalah seperti menyiksa diri dengan diam dibawah

matahari lihat juga seperti dalam hadis muwatha.

Adapun yang ada kembali dan seperti syara’ maka hal itu tidak termasuk seperti

bidah yang dilarang, baik yang kembalinya secara kulli seperti ruju’nya kaum

mutakalimin dalam beristidalal tentang hudusnya alam, karena hal itu bagian dari berpikir

yang diperintahkan dalam agama, begitu pula mendefinisikan dan mengklasifikasikan

sifat Allah terhadap sifat Nafsi, salabi, ma’ani dan ma’nawiyah, hal ini justru bagian dari

jalan dari bertauhid kepada Allah swt, karenanya Ulama Kalam tidak pernah divonis

sebagai ahli Bid’ah, begitupula seperti menruju’kan bilangan salat tarawih di Ramadhan

kepada hukum sunatnya pada malam hari, karena penentuan waktu dan bilangan yang

disertai dengan ibadah tidak termasuk bid’ah, karenanya Umar berkata terkait salat

Tarawih “ni’ma al-bid’ah hadihi”. Dan seperti menruju’kan haramnya “nabid” terhadap

asal haramnya khamar

4