deep vein thrombosis

22
BAB I PENDAHULUAN Deep Veins thrombosis (DVT) merupakan salah satu jenis venous thromboembolism (VTE) selain pulmonary embolism (PE) 1 . Venous thromboembolism adalah bekuan darah (trombus) yang terbentuk di dalam pembuluh darah vena. Biasanya sebagian besar bekuan darah ini terbentuk pada vena dalam yang terletak di kaki atau pelvis. Keadaan ini disebut dengan Deep Veins Thrombosis (DVT). Jika bekuan atau bagian dari bekuan darah tersebut, pecah dari termpat terbentuknya dan terbawa di dalam sistem sirkulasi darah, terjadilah keadaan yang disebut dengan emboli. Ketika bekuan darah ini mencapai paru, ini yang dinamakan dengan Pulmonary Embolism (PE), sebuah keadaan yang mengancam nyawa 1 . Secara global angka insiden deep veins thrombosis (DVT) adalah 70 sampai 113 kasus per 100.000 jiwa per tahun. Angka ini meningkat secara tajam setelah umur 40 tahun. Adapun beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya DVT antara lain; bertambahnya umur, kurangnya aktivitas tubuh, stroke/paralysis, riwayat venous thromboembolism sebelumnya, pembedahan, riwayat trauma, dan kehamilan 1 . Deep vein thrombosis (DVT) merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin didiagnosis dan diterapi. Terjadinya DVT akan meningkatkan risiko terjadinya bekuan darah yang berulang (recurrent) dan 1

description

trombosis vena dalam lengkap

Transcript of deep vein thrombosis

Page 1: deep vein thrombosis

BAB I

PENDAHULUAN

Deep Veins thrombosis (DVT) merupakan salah satu jenis venous

thromboembolism (VTE) selain pulmonary embolism (PE)1. Venous

thromboembolism adalah bekuan darah (trombus) yang terbentuk di dalam

pembuluh darah vena. Biasanya sebagian besar bekuan darah ini terbentuk pada

vena dalam yang terletak di kaki atau pelvis. Keadaan ini disebut dengan Deep

Veins Thrombosis (DVT). Jika bekuan atau bagian dari bekuan darah tersebut,

pecah dari termpat terbentuknya dan terbawa di dalam sistem sirkulasi darah,

terjadilah keadaan yang disebut dengan emboli. Ketika bekuan darah ini mencapai

paru, ini yang dinamakan dengan Pulmonary Embolism (PE), sebuah keadaan

yang mengancam nyawa1.

Secara global angka insiden deep veins thrombosis (DVT) adalah 70

sampai 113 kasus per 100.000 jiwa per tahun. Angka ini meningkat secara tajam

setelah umur 40 tahun. Adapun beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan

terjadinya DVT antara lain; bertambahnya umur, kurangnya aktivitas tubuh,

stroke/paralysis, riwayat venous thromboembolism sebelumnya, pembedahan,

riwayat trauma, dan kehamilan1. Deep vein thrombosis (DVT) merupakan keadaan

darurat yang harus secepat mungkin didiagnosis dan diterapi. Terjadinya DVT

akan meningkatkan risiko terjadinya bekuan darah yang berulang (recurrent) dan

dapat mengakibatkan komplikasi yang serius seperti pulmonary embolism atau

post-thrombotic syndrome (PTS)1.

Saat ini, sudah terdapat berbagai pilihan terapi yang direkomendasikan

untuk mencegah maupun mengobati terjadinya Venous Thromboembolism

(VTE).1 Oleh karena deep vein thrombosis merupakan sebuah keadaan/penyakit

yang dapat menibulkan komplikasi serius hingga dapat mengancam nyawa, maka

diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai DVT, sehingga dapat dilakukan

manajemen yang tepat terhadap penyakit ini.

1

Page 2: deep vein thrombosis

BAB II

ISI

1.1. Definisi

Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) didalam

pembuluh darah. Trombus adalah bekuan abnormal dalam pembuluh darah yang

terbentuk walaupun tidak ada kebocoran pembuluh darah. Sedangkan, trombus

vena adalah bekuan darah pada vena yang terdiri dari deposit intravaskuler yang

tersusun atas fibrin dan sel darah merah disertai berbagai komponen trombosit dan

lekosit.4

Deep Veins Thrombosis (DVT) adalah suatu kondisi yang terjadi akibat

pembentukan bekuan darah (thrombus) di dalam pembuluh darah vena dalam

pada ektremitas. DVT dapat terjadi pada ektremitas inferior maupun superior.

Pada ektremitas inferior biasanya terjadi pada bagian proksimal atau distal dari

vena popliteal atau pada daerah pelvis. Sedangkan pada ektremitas superior DVT

biasanya terjadi pada vena subclavian atau axillary.2 Hal ini dapat menghambat

aliran darah vena secara parsial maupun total. Terjadinya DVT akan

meningkatkan risiko terjadinya bekuan darah kambuhan (recurrent) dan dapat

mengakibatkan komplikasi yang serius seperti pulmonary embolism atau post-

thrombotic syndrome (PTS). Biasanya sepertiga dari pasien dengan deep veins

thrombotic (DVT) simptomatis juga mengalami Pulmonary Embolism.1

1.2. Epidemiologi

DVT terjadi pada sekitar 2 juta orang di Amerika Serikat setiap tahunnya.

Mortalitas pada pasien DVT biasanya disebabkan oleh Pulmonary Embolism

(PE). Tingkat mortalitas pada pasien yang diterapi dengan antikoagulan

kurang dari 1% 2,3.

Secara Global angka insiden DVT, 70 sampai 113 kasus per 100.000 jiwa

per tahun, yang mana, meningkat secara tajam setelah umur 40 tahun.2

Secara keseluruhan angka insiden DVT di Amerika Serikat sebanyak 48

kasus per 100.000 jiwa per tahun.2

2

Page 3: deep vein thrombosis

Tidak ada perbedaan yang signifikan dari prevalensi DVT antara pria dan

wanita, walaupun angka kekambuhan (recurrent) pada pria lebih tinggi

daripada wanita.2,3

Populasi kulit putih dan hitam memiliki 2.5 sampai 4 kali lebih berisiko

untuk terjadinya thromboembolism dibandingkan dengan populasi Hispanic,

Asian, and kepulauan di Pasifik.2

DVT terjadi 10% - 15% lebih sering selama musim dingin dibandingkan

dengan musim panas, kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya aktivitas

fisik.2

Prevalensi DVT pada pasien rawat inap :2

a. Spinal cord injury : 60% - 80%

b. Major trauma: 40% - 80%

c. Total hip arthroplasty (THA), total knee arthroplasty (TKA), or hip

fracture surgery: 40% - 60%

d. Critical care: 10% - 80%

e. Stroke : 20% - 50%

f. General surgery: 15% - 40%

g. Major gynecologic surgery: 15% - 40%

h. Neurosurgery: 15% - 40%

i. Major urologic surgery: 15% - 40%

j. Medical patients: 10% - 20%

1.3. Etiologi

Berbagai faktor dapat menyebabkan munculnya DVT (Deep Venous

Thrombosis) baik yang bersifat kongenital (variasi anatomi, defisiensi enzim,

mutasi) maupun yang bersifat acquired (pengobatan, penyakit). Berikut ini adalah

penyebab DVT : 5

(a) Peningkatan viskositas darah dan tekanan vena sentral. Peningkatan

kekentalan darah dapat mengurangi aliran darah yang dapat meningkatkan

komponen seluler pada darah dalam policitemia rubra vera atau trombositosis.

3

Page 4: deep vein thrombosis

Selain itu, peningkatan tekanan vena sentral dapat mengurangi aliran dalam vena

pada kaki yang berefek pada vena iliac atau vena cava inferior.

(b) Perbedaan anatomi menyebabkan Venous Stasis. Abnormalitas atau

ketiadaan vena cava inferior atau vena iliac dapat menyebabkan venous stasis.

Dalam trombosis iliocaval, anomali anatomi teridentifikasi pada 60-80% pasien

yaitu adanya penekanan vena iliaka komunis kiri pada persilangan arteri iliaka

komunis. Dimana normalnya vena berjalan di bawah arteri iliaka komunis kanan.

Tertekannya vena iliaka komunis kiri ini menyebabkan terbentuknya

web/anyaman sehingga terjadi stasis vena dan timbul DVT kaki kiri. Gangguan ini

sering disebut dengan sindrom May-Thurner atau sindrom Cockett.

(c) Injuri mekanik pada vena. Injuri mekanik pada dinding vena dapat

menimbulkan stimulus tambahan untuk terjadinya trombosis vena. Pasien dengan

hip arthroplasty yang berhubungan dengan manipulasi vena femoral adalah

kelompok yang beresiko tinggi mengalami DVT dengan 57% thrombus berasal

dari vena femoral. Injuri yang dapat menyebabkan DVT bisa berupa injuri yang

terlihat jelas seperti trauma, intervensi bedah, atau injuri iatrogenik, tetapi dapat

juga berupa injuri yang tidak jelas seperti trauma minor, yang menyebabkan DVT

asimptomatik.

(d) Faktor Genetik. Mutasi genetik dalam kaskade pembekuan darah

menunjukkan resiko tinggi untuk berkembangnya thrombosis vena. Defisiensi

primer koagulasi inhibitor antitrombin, protein C dan protein S terdapat ada 5-

10% pasien dengan DVT. Perubahan prokoagulasi protein enzim seperti faktor V,

faktor VIII, faktor IX, faktor XI dan protrombin. Resistensi faktor prokoagulan

terhadap sistem antikoagulan juga didapatkan adanya mutasi faktor V Leiden pada

10-65% pasien DVT. Mutasi faktor V Leiden menyebabkan terbentuknya faktor

Va yang resisten terhadap aktivasi protein C yang menyebabkan

hiperkoagulabiliti.

Adapun faktor resiko dari DVT yaitu (a) adanya riwayat DVT dapat

mencetuskan adanya thrombosis yang berulang pada pasien 25% pasien DVT; (b)

keganasan terjadi pada 30% pasien yang mengalami thrombosis vena. Mekanisme

4

Page 5: deep vein thrombosis

trombogenik melibatkan koagulasi abnormal terbukti bahwa 90% pasien kanker

memiliki gangguan faktor koagulasi. Kemoterapi dapat meningkatkan resiko

thrombosis vena yang dengan cara berdampak pada endothelium vascular,

kaskade koagulasi, dan lisis sel tumor; (c) meningkatnya usia dapat meningkatkan

perkembangan thrombosis vena; (d) imobilisasi dan kelumpuhan tungkai bawah;

(e) Postoperative trombosis vena; (f) kehamilan dan periode postpartum;

1.1. Patogenesis

Berbeda dengan trombosis arteri, trombosis vena dapat terjadi tanpa adanya injuri

pada venaitu sendiri. Trombosis dapat muncul melalui interaksi antara TF-

bearing mikrovesikel dengan endotelia. Seperti platelet, sel endotelia juga

memiliki sejumlah besar P- selektin yang disimpan di intracelular granulnya yang

dapat diekspresikan saat endotelia sel teraktivasi dan menyediakan reseptor bagi

TF-bearing microvesikel. Dan seperti platelet juga, sel endotelia dapat

mengekspresikan phosphatidylserine pada permukaanya yang nantinya akan

berikatan dan berfusi dengan TF-bearing microvesicles dan menginisiasi

koagulasi. Disamping itu endotelia sel juga akan menyediakan permukaan

katalitik bagi proses koagulasi dari platelet teraktivasi.6

Rudolph Virchow melalui hasil observasi patologi, menyimpulkan ada tiga faktor

utama yang bertanggung jawab atas pembentukan trombus vena. Ketiga faktor

tersebut yaitu; 1) Stasis darah, 2) perubahan dinding pembuluh, 3)

hiperkoagulabilitas.6

Stasis darah

Banyak jalur antikoagulan dicetuskan lewat paparan sel endotelial dengan

komponen-komponen seperti thrombomodulin, EPCR, tissue factor pathway

inhibitor dan heparin like proteoglycans. EPCR dan trombin akan melekat pada

thrombomodulin yang menginisiasi jalur protein C yang bertanggung jawab pada

inaktivasi dari kofaktor Va dan VIIIa, inhibitor jalur tissue factor akan memblok

tissue factor untuk melakukan proses koagulasi dan heparin like proteoglycan

akan menstimulasi aktivitas inhibiori dari antithrombin. Aktivitas dari komponen

antikoagulan ini akan sangat terpengaruh rasio antara permukaan sel endotelia

5

Page 6: deep vein thrombosis

terhadap volume darah. Karenanya darah yang bergerak dari pembuluh besar

menuju mikrosirkulasi akan meningkatkan aktifitas antikoagulan.Namun jika

aliran darah mengalami stasis di pembuluh darah besar, maka interaksi antara

antikoagulan dengan mikrosirkulasi akan menjadi minimal dan berakibat pada

peningkatan kemungkian pembentukan thrombi

Stasis darah vena juga mengaktivasi sel endotelial dalam proses koagulasi sebagai

hasil dari desaturasi hemoglobin yang menimbulkan hipoksia endotelia. Pada

aliran darah yang mengalami stasis, tensi oksigen vena akan menurun. Akibatnya

sel endotelia mengalami hipoksia yang berujung pada iskemia. Iskemia akan

mengaktivasi sel endotelial untuk mengekspresikan P-selektin. P-selektin akan

mengundang infiltrasi leukosit pada dinding pembuluh darah juga jaringan target,

dan berikatan dengan TF-bearing mikrovesikel. 6,7

Perubahan dinding pembuluh

Injuri endotelia pembuluh akan menyebabkan permukaan membran prokoagulan

terpapar dengan molekul-molekul adesif . Sel endotelial yang mengalami

disfungsi ini nantinya akan menghasilkan lebih banyak faktor prokoagulan

(platelet adhesion factor, TF) atau mengsintesis lebih sedikit efektor bagi

antikoagulan ( thrombomodulin, PGI-2, t-PA). Disfungsi dari endotelial ini dapat

diinduksi oleh hipertensi, endotoksin bakteria, radiasi, kelainan metabolik juga

toksin dari asap rokok.8

Hiperkoagulabilitas

Hiperkoagulabilitas diartikan sebagai perubahan dari jalur koagulasi yang

mengundang terjadinya trombosis yang dapat terjadi secara genetik atau

didapat.Kondisi hiperkogulabilitas primer yang sering terjadi diantaranya, 1)

Mutasi Leiden faktor V. Mutasi ini menyebabkan faktor V tesisten terhadap

proteolisi dari protein C sehingga tidak terjadi perlawanan antitombin. 2) Mutasi

gen Protrombin G20210A, yang menyebabkan peningkatan kadar protrombin

yang meningkatkan resiko venus trombosis. 3) Peningkatan kadar homosistein

yang memiliki efek protrombotik. Sedangkan hiperkoagulabilitas sekunder dapat

6

Page 7: deep vein thrombosis

dicetuskan oleh trauma, injuri pembuluh, penggunaan kontrasepsi oral, keganasan

melalui peningkatan sintesi prokoagulan, penurunan sintesis antikoagulan.8

1.1. Diagnosis

Pada pasien dengan trombosis vena dalam dibutuhkan anamnesis,

pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis.

Anamnesis dilakukan dengan dasar sacred seven (lokasi, onset, kualitas,

kuantitas, kronologis, faktor memperberat dan memperingan, dan keluhan

penyerta), fundamental four (penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu,

riwayat keluarga, dan riwayat pribadi/ sosial). Pasien dengan trombosis vena

dalam biasa mengeluh kaki bengkak dan nyeri.9 Pada anamnesis juga bisa

ditemukan faktor resiko terjadinya trombosis vena dalam.

Pada pemeriksaan fisis, tanda-tanda klinis yang klasik tidak selalu ditemukan.

Gambaran klasik DVT adalah edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri,

dapat diraba pembuluh darah superfisial, dan tanda Homan yang positif.9 Tanda

Homan dilakukan dengan cara kaki dalam keadaan fleksi lalu pergelangan kaki

secara paksa di dorsofleksikan. Tanda Homan positif apabila terasa nyeri pada

bagian betis maupun regio popliteal.10 Trombosis vena dalam juga dapat dinilai

menggunakan sistem skor klinik Scarvelis dan Wells (tabel.1).

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis trombosis vena

dalam dapat berupa pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan D-dimer dan

pemeriksaan radiologis berupa venografi/ flebografi, USG doppler, USG

kompresi, venous impedance plethysmography (IPG), dan Magnetic Resonance

Imaging (MRI). D- dimer merupakan produk degradasi fibrin, D-dimer meningkat

pada pasien dengan tromboembolisme vena akut maupun pada kondisi lain seperti

pendarahan, trauma, kehamilan, setelah operasi , dan kanker.11 Secara umum

pemeriksaan D-dimer merupakan pemeriksaan yang sensitif namun tidak spesifik

untuk DVT.11

Venografi atau flebografi merupakan gold standart untuk mendiagnosis DVT baik

pada betis, paha, maupun sistem ileofemoral. Venografi dilakukan dengan

memasukan kontras ke vena melalui kateter lalu diperiksa dengan menggunakan

7

Page 8: deep vein thrombosis

x-ray. Kerugiannya adalah pemasangan kateter vena dan resiko alergi terhadap

bahan radiokontras atau yodium.9 MRI umumnya digunakan untuk mendiagnosis

DVT pada perempuan hamil atau pada DVT di daerah pelvis, iliaka dan vena kava

dimana USG doppler pada ekstremitas bawah menunjukan hasil negatif.9

Tabel .1. Model klinis untuk memprediksi probabilitas DVT11

Karakteristik klinis Skor

Kanker yang aktif 1

Paralisis atau pemasangan gips pada

ekstremitas bawah

1

Rawat inap > 3 hari atau operasi besar <

4 minggu

1

Nyeri tekan yang terlokalisir 1

Pembengkakan seluruh kaki 1

Pembengkakan tungkai >3cm

dibandingkan dengan kaki sebelahnya

1

Pitting edema 1

Riwayat DVT 1

Koateral vena superfisial 1

Alternatif diagnosis yang miripdengan

DVT

-2

Skor ≥ 2 mengindikasikan probabilitas yang tinggi untuk terjadinya DVT

Skor ≤ 2 mengindikasikan probabilitas yang rendah untuk terjadinya DVT

1.2. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari bengkak, nyeri tungkai bawah pada deep vein thrombosis

sangatlah luas, seperti cellulitis, arthritis,neuropathy, arterial occlusion,

lymphedema, ruptured Baker cyst , varicose veins, superficial thrombophlebitis,

and chronic venous insufficiency.

8

Page 9: deep vein thrombosis

Cellulitis

Cellulitis adalah kondisi peradangan akut pada kulit yang ditandai dengan nyeri

lokal, eritema, bengkak, dan heat. Cellulitis dapat disebabkan oleh flora normal

yang berkolonisasi pada kulit (misalnya, S. aureus dan S. pyogenes) atau dengan

berbagai bakteri eksogen.

Lymphedema

Lymphedema dapat dikategorikan menjadi primer atau sekunder. Lymphedema

umumnya kondisi menyakitkan, tetapi pasien mungkin mengalami kusam kronis,

sensasi berat pada tungkai, dan mereka paling sering khawatir tentang penampilan

tungkai. Lymphedema ekstremitas bawah, awalnya melibatkan kaki, secara

bertahap naik sehingga seluruh anggota gerak bawah menjadi edematous. Pada

tahap awal, terdapat edema yang lembut dan mudah lubang dengan tekanan. Pada

tahap kronis, anggota gerak bawah memiliki tekstur kayu, dan jaringan menjadi

mengeras dan fibrosis.

Superficial Thrombophlebitis

Sebuah benang merah menyakitkan adalah tanda yang jelas dari tromboflebitis

superfisial. Ini adalah satu-satunya jenis trombosis vena yang dapat didiagnosis

tanpa pemeriksaan imaging.

Chronic venous insufficiency

Insufisiensi vena kronis dapat terjadi akibat deep vein thrombosis. Oleh karena

deep vein thrombosis, daun katup yang seharusnya halus berangsur-angsur

menjadi menebal dan mengkerut sehingga mereka tidak dapat mencegah aliran

balik darah sehingga vena menjadi kaku dan berdinding tebal. Pasien dengan

chronic venous insufficiency sering mengeluh rasa nyeri di tungkai yang

memburuk dengan berdiri terlalu lama dan membaik dengan menaikan tungkai.

Pemeriksaan menunjukkan peningkatan lingkar tungkai, edema, dan varises

superfisial. Eritema, dermatitis, dan hiperpigmentasi dapat tampak pada daerah

distal kaki, dan ulserasi kulit dapat terjadi pada daerah malleoli medial dan

lateral.5

9

Page 10: deep vein thrombosis

Untuk menentukan apakah mendiagnosis deep vein thrombosis tidak mungkin

tanpa melakukan tes objektif atau pemeriksaan penunjang. Beberapa diagnosis

banding dapat dengan mudah didiagnosis pada saat pemeriksaan awal, sedangkan

yang lain dapat disimpulkan hanya setelah kecurigaan terhadap deep vein

thrombosis ditolak melalui pemeriksaan penunjang. Penyebab gejala dapat

ditentukan dengan mengikuti perkembangan deep vein thrombosis secara hati-

hati. Sekitar 25 persen pasien, bagaimanapun, penyebab sakit, nyeri, dan bengkak

masih belum jelas bahkan setelah mengikuti perjalanan penyakitnya.12

1.3. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan Deep Vein Thrombosis (DVT) pada fase akut : 11

1) Menghentikan bertambahnya thrombus

2) Membatasi bengkak yang progresif pada tungkai

3) Melisiskan atau membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah

disfungsi vena atau sindrom pasca trombosis (post thrombotic syndrome)

di kemudian hari

4) Mencegah eboli

Antikoagulan

Unfractioned Heparin (UFH) merupakan antikoagulan yang sudah lama

digunakan untuk penatalaksanaan DVT pada saat awal. Mekanisme kerja utama

heparin adalah meningkatkan kerja antitrombin III sebagai inhibitor anti

pembekuan dan melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari dinding

pembuluh darah. Terapi ini diberikan dengan bolus 80 IU/kg BB/jam dengan

pemantauan nilai activated partial thromboplastin time (APTT) ekitar 6 jam

setelah bolus untuk mencapai target APTT A1,5-2,5 kali nilai kontrol dan

kemudian dipantau sdikitnya setiap hari. Sebelum memulai terapi heparin, APTT,

masa protrombin (prothrombin time) dan jumlah trombosit harus diperiksa,

terutama pada pasien dengan risiko pendarahan yang tinggi atau dengan

gangguan hati atau ginjal.11

10

Page 11: deep vein thrombosis

Heparin berat molekul rendah (low molecular weight heparin/ LMWH) dapat

diberikan satu atau dua kali sehari secara subkutan dan mempunyai efikasi yang

baik. Keuntungan LMWH adalah risiko pendarahan mayor yang lebih kecil dan

tidak memerlukan pemantauan laboratorium yang sering dibandingan dengan

UFH, keculi pada pasien-pasien tertentu seperti gagal ginjal atau sangat gemuk.

Pemberian antikoagulan UFH atau LMWH ini dilanjutkan dengan antikoagulan

oral yang bekerja dengan menghambat fakto pembekuan yang memerlukan

vitamin K. Antikoagulan oral yang sering digunakan adalah warfarin atau

comarin/derivatnya. Obat ini diberikan bersama-sama awal terapi heparin dengan

pemantauan (international normalized ratio) INR. Heparin diberikan selama

minimal 5 hari dan dapat dihentikan bila antikoagulan oral ini mencapai target

INR yaitu 2,0-3,0 selama dua hari berturut-turut.

Lama pemberian antikoagulan masih bervariasi, tetapi pada umumnya tergantung

pada faktor risiko DVT tersebut. Pasien yang mengalami DVT harus

mendapatkan antikoagulan 6 minggu sampai 3 bulan jika mempunyai faktor

risiko yang reversible atau setidaknya 6 bulan pada pasien idiopatik. Pasien yang

mempunyai faktor risiko molecular yang diturunkan seperti defisiensi antitrombin

III, protein C atau S, activated protein C resistance atau dengan lupus

anticoagulant, antikoagulan oral diberikan lebih lama bahkan dapat seumur hidup.

Pemberian antikoagulan ini juga diberikan pada pasien yang mengalami lebih

dari dua kali episode trombosis vena atau satu kali trombosis pada kanker yang

aktif.

Terapi trombolitik

Terapi ini bertujuan untuk melisiska thrombus secara tepat dengan cara

mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Terapi ini umumnya hanya efektif

pada fase awal dan penggunaannya harus benar-benar dipertimbangkan dengan

bai karena mempunyai risiko perdarahan tiga kali lipat dibandingkan dengan

terapi antikoagulan saja. Pada umumnya terapi ini hanya dilakukan pad DVT

dengan oklusi total, terutama pada iliofemoral.

11

Page 12: deep vein thrombosis

Trombektomi

Terapi ini terutama dengan fistula atriovena sementara, harus dipertimbangkan

pada trombosis vena iliofemoral akut yang kurang dari 7 hari dengan harapan

hidup lebih dari 10 tahun.

Filter vena kava inferior

Filter ini digunakan pada trombosis di atas lutut pada kasus dimana antikoagulan

merupakan kontraindikasi atau gagal mncegah emboli berulang.

1.4. Pencegahan

Resiko terjadinya trombosis vena dalam dapat diturunkan dan dicegah

dengan melakukan gaya hidup yang aktif dan berolahraga secara teratur - setiap

hari jika memungkinkan, seperti berjalan, berenang, dan bersepeda, mengatur

berat badan dengan menyeimbangkan antara olahraga dengan makan makanan

yang sehat, berhenti merokok, menghindari konsumsi alkohol, memeriksa tekanan

darah secara teratur, berkonsultasi kepada dokter jika anda atau keluarga ada yang

mengalami masalah pembekuan darah, jika melakukan perjalanan udara atau

duduk selama lebih dari 4 jam, berjalan atau lakukan peregangan kaki dan tetaplah

terhidrasi dengan baik, menggunakan stocking bisa membantu untuk mencegah

pembekuan darah. Untuk pencegahan trombosis vena dalam pasca pembedahan

atau akibat bedrest yang lama bisa dengan memberikan antikoagulan (heparin,

coumadin, atau xarelto) sebelum atau segera sesudah pembedahan, menggunakan

alat semacam stocking untuk mengompres kaki dan menjaga agar darah tetap

mengalir di pembuluh darah, meninggikan kaki saat di tempat tidur, bangun dan

bergeraklah sesegera mungkin, dan konsumsilah obat pereda nyeri untuk

memudahkan proses pergerakan.13,14,15

1.5. Prognosis

Secara umum DVT dapat sembuh spontan tanpa komplikasi. Morbiditas

jangka panjang yang dapat ditimbulkan adalah post-thrombothic syndrome (PTS)

atau sering disebut dengan post-phlebitic syndrome. PTS terjadi pada 5% kasus

12

Page 13: deep vein thrombosis

DVT asimptomatik. Sebanyak 25-50% pada DVT simptomatik proksimal yang

muncul setelah dua tahun setelah terkena DVT. Kekambuhan DVT yang tidak

ditangani terjadi sebanyak 50% dari kasus setelah tiga bulan. Pada PTS, bekuan

darah yang tidak sembuh sepenuhnya menghambat aliran darah. Hal ini

menyebabkan nyeri pada kaki, bengkak, dan kemerahan. Pada keadaan yang lebih

berat dapat menyebabkan ulkus.16,17

Mortalitas dari DVT disebabkan oleh emboli paru yang massif. Emboli

paru terjadi pada 50% kasus DVT proksimal yang tidak ditangani. Pada DVT

yang telah ditangani, emboli paru hanya terjadi sebanyak 2-4% kasus. Emboli

paru menyebabkan 300.000 kematian di Amerika Serikat.2,3 Pada emboli paru,

terjadi obstuksi anatomi serta pelepasan agen vasoakttif dan bronkoaktif seperti

serotonin menyebabkan terganggunya ventilation–perfusion matching yang

menyebabkan gejala seperti sesak. Peningkatan afterload ventrikel kanan

menyebabkan peningkatan tekanan pada ventrikel kanan dan mengarah pada

dilatasi disfungsi, serta iskemia pada ventrikel kanan. Kematian disebabkan oleh

kegagalan ventrikel kanan. 18

13

Page 14: deep vein thrombosis

BAB III

KESIMPULAN

Deep Veins thrombosis (DVT) merupakan salah satu jenis venous

thromboembolism (VTE) selain pulmonary embolism (PE). Venous

thromboembolism adalah bekuan darah (trombus) yang terbentuk di dalam

pembuluh darah vena. Secara Global angka insiden DVT, 70 sampai 113 kasus

per 100.000 jiwa per tahun, yang mana, meningkat secara tajam setelah umur 40

tahun. Berbagai faktor dapat menyebabkan munculnya DVT (Deep Venous

Thrombosis) baik yang bersifat kongenital (variasi anatomi, defisiensi enzim,

mutasi) maupun yang bersifat acquired (pengobatan, penyakit).

Dalam menegakan diagnosis trombosis vena dalam dibutuhkan anamnesis,

pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis. Pada

pemeriksaan fisis, tanda-tanda klinis yang klasik tidak selalu ditemukan.

Gambaran klasik DVT adalah edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri,

dapat diraba pembuluh darah superfisial, dan tanda Homan yang positif.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis trombosis vena

dalam dapat berupa pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan D-dimer dan

pemeriksaan radiologis berupa venografi/ flebografi, USG doppler, USG

kompresi, venous impedance plethysmography (IPG), dan Magnetic Resonance

Imaging (MRI).Diagnosis banding dari bengkak, nyeri tungkai bawah pada deep

vein thrombosis sangatlah luas, seperti cellulitis, arthritis,neuropathy, arterial

occlusion, lymphedema, ruptured Baker cyst , varicose veins, superficial

thrombophlebitis, and chronic venous insufficiency.

Tujuan penatalaksanaan Deep Vein Thrombosis (DVT) pada fase akut :

menghentikan bertambahnya thrombus, membatasi bengkak yang progresif pada

tungkai ,melisiskan atau membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah

disfungsi vena atau sindrom pasca trombosis (post thrombotic syndrome) di

kemudian hari, serta mencegah emboli. Prognosis dari DVT secara umum DVT

dapat sembuh spontan tanpa komplikasi, serta biasanya mortalitas terjadi karena

emboli paru masif.

14