DEDY SUFRIADI file3 Ini Pameran Tunggal Dedy Sufriadi yang ke-2 di Philo Art Space dengan tema The...
Transcript of DEDY SUFRIADI file3 Ini Pameran Tunggal Dedy Sufriadi yang ke-2 di Philo Art Space dengan tema The...
1
DEDY SUFRIADI
THE WORLD OF WORDS
DECEMBER 1 , 2012 - JANUARY 15, 2013 I PHILO ART SPACE
3
Ini Pameran Tunggal Dedy Sufriadi yang ke-2 di Philo Art Space dengan tema The World of Words. Ini sebuah tema besar yang mengacu pada pemaham-an mengenai sebuah dunia yang penuh makna. Sudah sejak lama orang Yunani Kuno mengenal dunia itu dengan sebutan “logos”, bisa kita terjemahkan sebagai ‘kata’, atau ‘ucapan’, juga bisa kita artikan sebagai ‘tatanan’, ‘sistem’, ‘prinsip keteraturan’, dan sejenisnya. Dengan pengertian di atas membuat kita maklum bagaimana munculnya ilmu pengetahuan sangat tergantung pada kata ‘lo-gos’ itu yang pada filsafat Aristoteles menjadi sebuah rangkaian dari kalimat-kalimat yang ter-kait erat satu dengan lainnya sebagai “logika”.
Logos bagi Dedy Sufriadi divisualisasikan seba-gai garis yang mendasari munculnya rupa. Logos pada dasarnya adalah abstrak, dunia bentuk, yang hanya bisa didekati lewat komunikasi, bagaima-na logos itu menyatakan diri. Alam, benda-benda dari mana kita melihatnya sebagai bentuk atau konsep, tak lain merupakan logos.
Logos selayaknya bahasa, sebuah modus bagaimana kita mengekspresikan keinginan, maksud atau ke-hendak. Angka atau huruf bagian dari logos yang menampak dan membuat kita mampu menyampaikan atau memahami sesuatu.
Dedy Sufriadi memilih logos sebagai huruf dan terkadang angka untuk menunjukkan bahwa dunia senirupa merupakan sebuah disiplin yang fleksi-bel, bahwa garis bisa dibuat apa pun sesuai dengan keinginan. Dengan huruf dia bebas menu-lis kembali teks-teks historik, Descartes, Ni-etzsche, dan lain-lain, sebagai pencapaian rupa yang jelas berbeda dengan sekedar menarik garis.
“Sebuah dunia kata-kata” memang dunia yang vari-atif dan selayaknya kita jauhkan dari pandangan sempit sebagai bahasa yang memenjarakan makna. Sebagaimana pengertian tentang makna sebuah kata bukanlah semata-mata muncul dari benda-benda dan harus dikembalikan pada benda-benda itu seolah kata-kata di sini sekedar medium – deskriptif. Kata-kata membentuk maknanya send-
Men
cipt
a Be
rsam
a Lo
gos
kurAtorIAlLOGOS IN
CREATION
This is the second of Dedy Sufriadi solo exhibition
in Philo Art Space, under the theme ‘The World
of Words’. It is a big theme with reference to the
understanding of a world which is full of mean-
ing. It’s been ages the Ancient Greeks called the
world with the word ‘logos’, which may also be
taken for ‘word’ or ‘saying’, or in a broader sense,
as ‘system’, ‘order’, ‘orderly principal’ or similar
notes. With this understanding, we came to the
awareness that the emergence of knowledge de-
pends heavily on the ‘logos’, which in Aristotle’s
philosophy is shaped into a weave of sentences
that is called ‘logics’.
To Dedy Sufriadi, logos is visualized as the line
that founded the emergence of facade. Logos, at
its base, is abstract, a world of forms, that may be
approached only through communication, to see
how logos shows itself. The universe, all matters
that we see through as a form as a concept, are
basically logos.
Logos, as is language, is a manner in which we ex-
press our intention, our objectives, or our desire.
Numbers and letters are a part that is visual from
logos, one that enables us to convey or to under-
stand something.
Dedy Sufriadi chooses logos in its representation
as letter and sometimes numbers to show that
the world of arts is a world of flexible discipline,
that lines can be formed into whatever we wish
it. With letters he is free to rewrite the historic
text, text of Descartes, Nietzsche, and the oth-
ers, as an achievement of form that is not merely
drawing lines.
“A world of words” is a world full of variety, and
we should take it away from the limitation of
language that imprisons the meaning. As is the
understanding of meaning should not be merely
comes from objects and must return to the ob-
jects, as if the words here are only medium – de-
scriptive. Words create their own meaning and,
4
iri bahkan melampaui realitas hidup itu sendiri ketika kita berhadapan dengan kata-kata abstrak , sama sekali tak memiliki referensial kecuali mencari maknanya pada kata-kata yang terkait dengannya.
“Sebuah dunia kata-kata” merupakan sebuah modus ima-jiner, berlapis-lapis makna dan terus saja menggandakan dirinya dalam tindakan kita membaca atau interpretasi. Lukisan Dedy Sufriadi tak lain menampakkan secara blak-blakkan bagaimana lapisan-lapisan imajiner itu mencip-takan realitas tekstual yang kesehariannya tersedia un-tuk dibaca terus-menerus.
Pada pameran tunggalnya yang pertama di Philo Art Space dengan tema Hypertext Discrepancy, Dedy sudah menun-jukkan pemahaman bagaimana kita hidup di dalam dunia di mana makna sebuah teks demikian sulit kita tangkap dan definisikan. Hal ini bisa saja membuat kita ambigu terhadap realitas namun pada anggapan optimis “dunia kata-kata” menawarkan gairah untuk memaknai hidup kita sendiri yang notabene merupakan bentangan tekstual yang demikian luas dan kaya makna. Sulit terdefinisikan justru membuka peluang bagi kita untuk berupaya menciptakan segala kemungkinan!
“Sebuah dunia kata-kata” sebagai “modus imajiner” meng-ingatkan kita pada kondisi kreatif manakala kita sedang menerawang ke segala penjuru waktu dan geografis. Men-cipta tak lain menghasilkan makna kata yang baru seka-ligus menambah atau memperkaya lapisan tekstual yang terdahulu. Dengan konsepsi ini kita terbebaskan dari beban asumsi tentang kebenaran yang melampaui waktu dan ruang yang selayaknya kita jaga dan rawat.
Mencipta selalu berada di dalam dunia kata-kata tapi sekaligus menantangnya untuk kebaruan-kebaruan makna tertentu. Kata-kata tentulah bisa menjadi sebuah reali-tas yang mendikte kedirian kita justru sejauh kita meng-gunakannya sebagai representasi realitas, tidak apabila kita memahaminya sebagai modus imajiner yang bisa kita rubah maknanya jika memang kita menghendaki demikian.
Dengan “sebuah dunia kata-kata” Dedy Sufriadi mengajak kita untuk tidak menunggu di depan realitas namun meny-etubuinya demi menghasilkan kebaruan-kebaruan yang kita rindukan dan hanya jika hal itu kita rindukan terjadi. Mencipta bersama logos! Di dalam kata-kata kita membong-kar kata-kata dan mencipta makna kata-kata baru!
Tommy F Awuy
Kurator
when confronted with abstract words, the
meaning goes beyond the reality itself.
Words lost their referential, unless we pur-
sue the meaning by the words that relate
to them.
“A world of words” is an imaginary form
with layers of meanings that multiply it-
self as we read or try to interpret it. Dedy
Sufriadi paintings blatantly present the im-
aginary layers and create a textual reality
whose daily presence is available to be read
continuously.
In his first solo exhibition in Philo Art Space,
under the theme ‘Hypertext Discrepancy’,
Dedy has shown his understanding how we
are living in a world where the meaning of
text is so elusive and hard to define. This
may make us feel ambiguous towards the
reality, but an optimistic respond to ‘world
of words’ would offer us the passion to
give meaning to our own life, which is no
different than vast textual spread rich in
meaning.
‘A world of words’ as an ‘imaginary form’
reminds us of the creative condition when
our minds wander to all corners of time and
geographical places. To create is no other
than producing new meaning to words,
while also adding to and enrich the previ-
ous textual layer. With this concept, we are
free of the burden of assumption of truth
that goes beyond time and space that we
should take care of.
To create and to be always within the world of words, but also challenging it to give rise to new meanings. Words can be a reality that dictate our selfness if we use it just to represent the reality, but not if we un-derstand them as an imaginary form with which we change meaning if we desire so.With “a world of words” Dedy Sufriadi is in-viting us to not just stand in front of reality, but to copulate with it to produce newness that we all yearn but only if we yearn so. To create with logos! Within words we de-construct words and create new meanings!
Tommy F AwuyCurator
5
Dedy sufriadi lahir di palembang 20 Mei 1976, anak kedua dari 6 bersaudara. Lahir dari keluarga pedagang. Perkenalan dengan seni lukis di mu-lai dari kecil. Mulai serius menekuni seni lukis ketika melanjutkan sekolah di SMSR (sekolah men-egah seni rupa) jurusan seni lukis di Palembang. Meneruskan sekolah di ISI Yogyakarta tahun 1995, selesai sarjana tahun 2004. Sekarang masih studi di pasca sarjana ISI Yogykarta. Kondisi gejolak politik pada era akhir 90an te-lah membawa dampak yang sangat besar pada perkem-bangan tema-tema seni lukis, boleh dikatakan pada periode tersebut ádalah periode begesernya seni lukis abstrak “ekspresonisme Bali” ke seni lukis realisme sosial. Hampir setiap pelukis muda di Indonesia pada era tersebut selalu mengang-kat tema sosial politik yang terjadi, termasuk saya sendiri. Politik dijadikan sumber inspirasi yang tak ada habis-habisnya. Kritik sosial poli-tik selalu mendominasi tema karya seni yang saya tampilkan. Ibarat mata air, kondisi politik indo-nesia yang carut marut merupakan inspirasi yang tak pernah habis.
Perjalanan panjang saya melukis tema-tema real-isme sosialis tidak selamanya berjalan mulus, yang jelas ada dilema yang selalu muncul ketika mulai melukis, saya sadar di suatu pihak tema sosial politik yang diangkat bukan berasal dari dorongan dalam diri saya. Tema tersebut tidak lebih dari tren yang terjadi pada saat itu. Saya juga beranggapan dengan tema semacam itu akan membawa kita pada kritik-kritik sosial yang tidak akan membawa dampak apa-apa. Kekecewaan terse-but diperparah dengan kondisi kenyataan sekitar yang sangat berbeda. Tema-tema realisme sosialis hanya jadi sebuah bahan retorika. Pertentangan terjadi ketika melihat banyak seniman yang meng-gangkat tema realisme sosial tapi hidup dengan pola yang sangat individualis dan bersikap massa bodoh dengan dunia luar.
Perkenalan saya dengan eksistensialisme pada awal tahun 2000, dimulai dari membaca literatur dan buku-buku filsafat eksistensialisme. Walau pada awalnya sangat sulit untuk memahami apa itu ek-sistensialisme, namun pada akhirnya mampu mem-berikan titik terang untuk membuat lukisan dengan tema ideal yang sesuai dengan keinginan saya.
Tema besar eksistensialisme saya kerjakan ham-pir kurang lebih dari 4 tahun. Eksistensialisme ibarat sebuah mata rantai yang sangat panjang, semakin di telusuri semakin menarik bagi saya
Dedy Sufriadi
Seni
lukis
Ded
y Su
fria
di
Dedy Sufriadi was born in Palembang on 20th May
1976, second of 6 children, in a family of trader. He
made his first acquaintance with painting in his child-
hood and formally took education and seriously learn
painting when he enrolled in Palembang SMRS (Sekolah
Menengah Seni Rupa – Secondary School of Arts)
majoring in Painting. He then continued with his formal
education in ISI (Institute Seni Indonesia – Indonesia
Arts Institute) in Yogyakarta, enrolling in 1995, and
finishing his degree in 2004. Now he is still pursuing
post-graduate degree in ISI Yogya.
The political turmoil in the 90’s has brought significant
impact to the thems of paintings. It would be fair to say
that this period marked the shift of abstract paintings
from ’Balinese expressionism’ to ’social realism’. Almost
every Indonesian young painter at that time chose to
present the social political conditions of the time, in-
cluding myself. Politics have become a never-exhausting
source. Like a spring that never runs out of its water, the
chaotic political condition in Indonesia is a never-ending
inspiration.
My long journey in painting social realism themes are
not without hindrance. It was obvious that a dilemma
was always surfacing the moment I started to paint, as I
realized that the topic I was about to paint did not come
from within. The topic was something that was in fash-
ion at the time. I personally believed that this theme
only bring us to social critics that did not have any real
impact in life. My disappointment was exacerbated
when I was confronted with the reality. Social realism
has become a hollow rhetoric. Artists who presented
the social realism theme have taken to live in a very
individualist way and were oblivious to the real world.
This has created a conflict in me.
In the beginning of 2000, I introduced myself to existen-
tialism. It started with reading literature and philosophy
books on the subject. Though it was difficult for me to
understand it at first, it has enlightened me to find my
ideal theme to be presented in my paintings.
6
untuk terus di gali. Yang jelas pada saat itu ada nu-ansa baru bagi saya untuk memandang sebuah persoalan, terutama persolan dalam seni lukis.
Teks mulai muncul di periode eksistensialis. Pada periode ini Teks hadir hanya sebagai sampiran (pe-lengkap), teks berfungsi memberikan penjelasan sing-kat tentang cerita di balik lukisan. Hadirnya teks di periode eksistensialisme tersebut sebagai alternatif untuk memecahkan masalah visual. Ibarat cerita bergam-bar, beberapa bagian akan lebih gampang dipahami jika ditambah teks di dalamnya Akhir-akhir ini teks menjadi kajian dalam seni lukis saya, teks tidak lagi hanya sebatas “penghias”, tetapi lebih jauh teks mengambil peran penting dalam periode ini. Teks bisa berfungsi ganda sebagai elemen artistik (visual) dan estetik.
Sebagai elemen artistik teks berfungsi sebagai peng-ganti unsur garis yang dominan pada lukisan saya ter-dahulu. Di penciptaan karya Seni Lukis sebelumnya, unsur garis-garis tersebut digantikan oleh penulisan rangkaian teks di kanvas. Huruf yang dipakai dalam tulisan sehari-hari ternyata mempunyai karakteristik yang sangat unik dan berbeda satu dengan yang lainnya. Di luar wilayah “makna”, huruf latin, Cina, Arab, dan lainnya ternyata bisa diolah menjadi elemen abstrak yang menarik dan sangat “impresif”.
Teks tidak hanya berbicara persoalan artistik sema-ta. Teks hadir berdampingan dengan unsur-unsur artis-tik lainnya dengan posisi yang sejajar. Bahkan teks bisa mengambil peran lebih sebagai penterjemah semua pikiran, obsesi dan opini saya tentang segala hal, yang tidak bisa di terjemahkan dengan bahasa gambar.
Di pameran Tunggal kali ini teks akan menjadi objek utama kajian seni lukis. Eksplorasi dimulai dengan menghadirkan elemen teks yaitu huruf menjadi karya seni lukis (dua dimensi). Kemudian selanjutnya teks akan menjadi elemen visual lukisan dengan menghadirkan teks-teks yang masih bisa di baca dan teks yang tidak bisa lagi dibaca. Ibarat sebuah layar monitor komputer dengan bermacam link dan hiperteks akan di hadirkan di lukisan lain.
Berbagai eksperimentasi proses kreatif dilakukan, baik eksplorasi bentuk maupun eksplorasi wacana. Artinya: tema, (cerita) lukisan yang akan saya hadirkan akan sangat beragam. Teks yang hadir dapat saja berupa po-tongan teori-teori yang dikutip langsung dari buku, maupun kutipan-kutipan lisan yang ditulis ke kanvas. Walaupun perolehan dan pengaruhnya masih belum memuas-kan pada saat ini, suatu saat akan memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi proses berkarya selanjutnya.
I worked for more than four years with my big theme of
existentialism. I found it to be like a link of chains; the
longer I go with it, the more I found new things in them.
To me, existentialism has given me a new perspective in
looking at an issue, especially issues in the art of paint-
ings.
At this period, the text emerged. At first, text was present
only as a complement: to give a brief description of the
story behind the painting. The presence of text in the
period of existentialism was as an alternative to solve the
visual problem. As in graphic stories, some scenes would
be understood more easily when we insert some text
in them. But along the way, text has become a review
in my paintings; text has taken a more important place,
no longer merely serving as a complement. Text has
now functioned both as an artistic (visual) or aesthetic
element.
As an artistic element, text has replaced the line ele-
ment that was so dominant in my previous works. What
was once represented by lines in my painting, now are
represented by strings of texts on the canvas. The alpha-
bets used daily can have different and unique characters
that define them from one another. Outside the domain
of their ‘meaning’, Roman, Chinese, Arabic, and other al-
phabets are pliable enough to be formed into impressive
abstract elements.
Text does not converse only the artistic matter. Text is now
present as an equal to the other artistic elements. Text can
even surpass the depiction of paintings in conveying and
translating my obsessions and my opinion on myriads of
matters.
In this solo exhibition, text is the main object of the paint-
ing review. The exploration begins with the presenta-
tion of the element of text, the letters, as a painting in
two-dimension. Text will then become the visual element
of the painting, where it is presented by texts that are
readable and text that are no longer readable. Like a
computer monitor with various links and hypertexts, text
will be present in other paintings.
Various experimentations in the creative process were
undertaken; be it exploration of forms or exploration
of discourse. This means that I would be presenting a
variety of themes in my paintings. The texts may be
offered in the form of direct quotations cuts from books,
or quotes of writings written onto the canvas. Though I
personally see the impact of those paintings are not yet
satisfactory, I believe that they have given a meaning and
valuable input to the next artistic process.
7
BRAINSTORMING I 200 x 150 cm I acrylic, oilbar, permanent pen on canvas I 2012
8
THE WORLD OF WORDS I200 x 200 cm I per-manent pen, gold paint on canvas I 2012
9
TEXT #2 I150 x 150 cm I oil on canvas I 2012
10
TEXT #3 I 140 x 200 cm I oil on canvas I 2012
11
HEY YOU #2 I 150 cm x 180 cm I 3panel, acrylic,oilbar,permanent pen on canvas I
2012
12
YES YOU CAN I200 x 200 cm I acrilyc, oilbar, permanent pen on canvas I 2012
13
COGITO I 150 x 150 cm I mixed media on canvas I 2012
14
NIETZSCHE I 150 x 200 cm I permanent pen, oilstick, acrylic on canvas I 2012
FIGURE I 150 x 200 cm I permanent pen, oil-stick, acrylic on canvas I 2012
15
NATURAL BORN #3 I150 x 150 cm I oil, oilstick on canvas I 2012
16
BOLDI150 x 150 cm I Acrylic on Canvas I 2012
NATURAL BORN #2I150 x 200 cm I Acrylic on Canvas I 2012
17
NATURAL BORN I 200 x 200 cm I acrylic, permanent pen on canvas I 2011
THEORY SERIES, READER NO #3 I 200 x 150 cm I acrylic on canvas I 2012
18
CAT AND DOG I150 x 200 cm I permanent pen, oilstick, acrylic on canvas I 2012
19
SUPERFICIAL READER #5 I 150 x 200 cm I acrilyc,oilbar, permanent pen on canvas I 2012
20
THEORY SERIES, SUPERFICIAL READER #4 I 150 x 150 cm I acrilyc, oilbar, permanent pen on canvas I 2012
21
IQRO
I 200 x 200 cm I acrylic on canvas I 2012
22
Theory series, superficial
reader #3
I 200 x 200 cm I acrilyc,oilbar,permanent
pen on canvasI 2012
23
SEMOGA DAMAI SEKALIAN ALAM I 150 x 250 cm I acrylic,permanent pen, oil-
stick on canvas I 2012
24
der wille zur macht
I 200 x 200 cm Iacrylic on canvasI
2011
25
Dedy SufriadiWas born in Palembang, 20 May 1976
2012 Finalis UOB ART AWARD2009 Finalis Tujuh Bintang Art Award 2009, Yogyakarta2008 Lima karya terbaik Kompetisi Seni Visual “Setelah 20 Mei”, Jogja Galery2006 Juara III Lomba Graffiti di Yogyakarta2004 Juara III Lomba Graffiti di AMPTA Yogyakarta 2000 Finalis Philip Morris-Indonesia Art Award1999 Finalis Nokia Art Award1998 Finalis Winsor And Newton Art Competition 1997 Karya Seni Lukis Terbaik Feksiminas IV Yogyakarta 1996 Karya Sketsa Terbaik Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta
Karya Seni Lukis Cat Air & Akrilik Terbaik Minat Utama Seni Lukis, Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta
Selected Solo Exhibition(s)—————————————————————————2012 “The World Of Words” Philo Art Space, Jakarta2011 “The Body Of Text” Shyang Art Space Magelang2010 “Hypertext Discrepancy”. Philo Art space Jakarta2009 “Hypertext” tembi contemporary Yogyakarta2007 “Re-READING”, Melia Purosani Hotel Yogyakarta2007 “UN-Logical”, Jamaican Bar Yogyakarta2003 “EKSISTENSIALISME”, FSR ISI Yogyakarta
CAMP2012 ECO STROKE ART CAMP. Marari Beach Kerala India
Selected Group Exhibition(s)—————————————————————————Pameran “ THE SPEAKING HOUSE” Durbar Hall Gallery, IndiaPameran “Live Inn Harmony” warung YAYA ARTSPACE sanur BaliPameran “ [s]mallseries” I AM artspace yogyakartaPameran “Tanda Mata” Bentara Budaya YogyakartaPameran “Silaturahmi” Bentara Budaya YogyakartaPameran “Isyarat Langit” di GO ARTSPACE SurabayaPameran ARTJOG12. Taman Budaya Yogyakarta.Pameran UOB ART AWARD #2. JakartaPameran “Free kick” Royal Plaza SurabayaPameran “Tanah air pusaka” bentara budaya YogyakartaPameran “The cock still fighting” syhang art space magelangPameran “UOB art award” Gedung UOB jakartaPameran “Magelang Young Collectors” RAC MagelangPameran “ Kembar Mayang”, Museum Widayat Magelang.Pameran “Ruang Yang Sama” Museum H.Widayat MagelangPameran “Magelang Young Collectors” RAC MagelangPameran “ Kembar Mayang”, Museum Widayat Magelang.Pameran “Ruang Yang Sama” Museum H.Widayat MagelangPameran “Meeting Point” Taxsu Art Galery Bali
Awar
dSo
lo20
12 I
Gro
up
26
—————————————————————————Pameran Food And Paper, RAC MagelangPameran Soulscape, The treasure Of Spiritual Art, Galeri Nasional JakartaPameran Soulscape, The treasure Of Spiritual Art, Sang-kring Art Space YogyakartaPameran ARTJOG 11, Taman Budaya YogyakartaPameran MY SPACE, philo art Space JakartaPameran Intelectus Sindicate. AJBS Galeri SurabayaPameran Mandiri Prioritas JakartaPameran Dies Natalis ISI Yogyakarta XXVII. Gallery ISI Yogyakarta —————————————————————————Pameran “Unity: The Return to Art” at Wendt Gallery new york. USAPameran “Tramendum “philo gallery. Gallery nasional ja-kartaPameran “lets fly an arrow,” tujuh bintang gallery yogya-kartaPameran “soulscape, treasure spiritual in art” Toni raka Galeery BaliPameran “ke-Bersamaan” Galery Biasa YogyakartaPameran “Soulscape”, Taman Budaya YogyakartaPameran “Gerakan Seni Abstrak Indonesia” Taman Budaya Yo-gyakarta
—————————————————————————Pameran “Diorama kedamaian”hotel melia purosani yogyakartaPameran “Hiperlink” Tujuh Bintang Art Space YogyakartaPameran “The Dream”, Tujuh Bintang Art Award, Jogja Na-tional Museum. YogyakartaPameran “Subject Ekpose(s)”. Pure Art Space, JakartaPameran “Cogito” Philo art space JakartaPameran “Selayang Pandang Bumi Sriwijaya II. YogyakartaPameran “Guruh Umar Bakri”, Jogja Gallery JogjakartaPameran “Halo-Halo 1”, Manila Contemporary, Manila Philip-pinaPameran “Fresh 4 U”. Jogja Galery JogjakartaPameran “Realitas #3”, Ketik Reg Manjoer. Sangkring art space yogyakartaPameran “HEADLIGHTS 2009”. VWFA Kuala Lumpur Malaysia
—————————————————————————Pameran “Golden Box #2”, jogja gallery JogjakartaPameran “All I Want For Xmas” Manila Contemporary Manila PhilippinaPameran “Versus”, Galeri 678 JakartaPameran “Grand Opening Red Sea Gallery”, AustraliaPameran “Too Much Painting Will Kill You” di Tujuh Bintang Art Space YogyakartaPameran “Perjalanan Seni Lukis Abstrak # 8”, Taman Budaya YogyakartaPameran Rumah Damawangsa JakartaPameran “Setelah 20 Mei”, Jogja Gallery JogjakartaPameran “Fragmentasi”, Philo Art Space Jakarta
2011
2010
2009
2008
27
—————————————————————————Pameran “Perjalanan Seni Lukis Abstrak Indonesia # 5”, Semar Galery MalangPameran “Optimis #2”, Galeri Biasa Yogyakarta. Pameran Bersama, Melia Purosani Hotel YogyakartaPameran “Seni lukis Abstrak #4”, Galery Nasional jakarta
—————————————————————————Pameran Lukisan “Abstrak” di Melia Purosani Yogya-karta Pameran “Through The Limit”, Koa’s Café and Dining YogyakartaPameran Bersama, Hotel Melia Purosani Yogyakarta Pameran Seni Rupa “Vice Versa”, Taman Budaya Yog-yakarta
—————————————————————————Pameran di Four Season Hotel JakartaPameran di Melia Purosani Hotel YogyakartaPameran di Museum Ulen Sentalu Yogyakarta
—————————————————————————Pameran lukis dan patung di Jogja Ekspo Center YogyakartaPameran di Jogja Village Inn Yogyakarta
—————————————————————————Pameran Grand Opening Rumah Seni MuaraPameran Kelompok 8 di Benteng Vredeburg Sanggar Bidar Sriwijaya YogyakartaPameran #2 Issue di Rumah Seni Muara YogyakartaPameran Membaca Ruang-Ruang di Rumah Seni MuaraPameran Pratisara Afandi Adi Karya 2003 Pameran Launching Jurnal Seni Rupa SIDI
—————————————————————————Pameran lima pelukis Yogyakarta, Gallery Prokla- masi JakartaPameran “Fathomless 7”, Mien Gallery YogyakartaPameran di Etnik Kafe Yogyakarta
—————————————————————————Pameran Seni Lukis “Kelompok 8 Sanggar Bidar Sri wijaya”, Benteng Vredeburg YogyakartaPameran Seni Lukis “Imajinasi dan Warna“, Bizete Gallery JakartaPameran Seni Lukis Bertiga di Dirix Art GalleryPameran Dialog Multi Rupa Sanggar Bidar Sriwijaya di PalembangPameran “Realitas II” Kelompok Greget, Purna Budaya YogyakartaPameran Art Festival Bizette Gallery JakartaPameran Total Indonesia Art Award di Jakarta
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
28
—————————————————————————Pameran Seni Rupa Perupa Muda YogyakartaPameran Bersama, Dirix Art Gallery YogyakartaPameran “Kelompok Solusi 4”, Melia Purosani Hotel Yog- yakarta Pameran Seni Rupa Gelar Seni Pertunjukan Rakyat, ISI YogyakartaPameran FKY YogyakartaPameran Seni Rupa Islami KMI ISI Yogyakarta, Masjid Is- tiqlal Jakarta.Pameran Seni Lukis Philip Moris Indonesian Art Award di Gallery Nasional Jakarta.Pameran Seni Lukis “Art Festival”, Bizete Gallery Ja- karta Pameran Seni Rupa “Campur Sari”, Gallery ISI Yogyakarta
—————————————————————————Pameran Seni Lukis Winsor And Newton Art Competition BandungPameran Pekan Kesenian Indonesia, Yogyakarta Pameran Dies Natalis di ISI YogyakartaPameran “Dialog Multi Rupa” Sanggar Bidar Sriwijaya, Purnabudaya YogyakartaPameran Kelompok Solusi 4, Dirix Art Gallery Yogyakarta Pameran Seni Lukis Bizette Gallery BaliPameran Seni Lukis, LIPPO BANK JakartaPameran Seni Lukis Nokia Art Award 1999, Jakarta
————————————————————— ————Pameran “Introspeksi”, Sanggar Driya Manunggal Yogya- kartaPameran Tujuh Pelukis Muda, Hotel Radison YogyakartaPameran “Bercermin”, Sanggar Suwung YogyakartaPameran Seni Lukis Mall Pondok Indah JakartaPameran “Refleksi Zaman”, Benteng Vredeburg Yogyakarta
—————————————————————————Pameran Peksiminas IV, ITB BandungPameran “Realitas” Kelompok Greget`95, Purna Budaya YogyakartaPameran Seni Lukis, Pandean Gallery YogyakartaPameran Seni Lukis, Gallery Kencana YogyakartaPameran Seni Lukis, Gallery Djuruk Yogyakarta
—————————————————————————Pameran Sketsa di Sasana Ajiyasa FSR ISI YogyakartaPameran Kelompok Greget, Sasana Ajiyasa FSR ISI Yogya- kartaPameran “Dialog Dua Kota II ISI-IKJ”, Purna Budaya Yogyakarta
Proyek Seni Publik2005 Lukis Dinding Di Taman Parkir Serangan YogyakartaLukis Relief Di AMPTA YogyakartaLukis Dinding Di IKIP YogyakartaLukis Dinding “ Kareda” Yogyakarta
2004 Lukis Dinding Di AMPTA Yogyakarta
1996
1997
1998
1999
2000
29
This catalogue is published in conjunction with a solo
exhibition
The World Of WordsDedy SufriadiDecember 1, 2012 - January 15, 2013
© Philo Art Space
Jl Kemang Timur 90 C
South Jakarta 12730
Indonesia
t/f: (62 21) 719 84 48
m: +62 811 10 60 47
w: www.philoartspace.com
Curator: Tommy F Awuy
Special thanks: Dedy Sufriadi
Photography of Artworks: Artist
Translator : Andira Sampurno
Design : sutrisno([email protected])
Published by
Philo Art Space
035/2012
Copy Rights © Philo Art Space
All rights reserved. No part of this publication may be repro-
duced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or
by any means, electronic, mechanical, photography, recording or
otherwise, without the written permission from Philo Art Space
30
Text does not converse only the artistic matter. Text is now present as an equal to the other artistic elements. Text can even surpass the depiction of paintings in conveying and translat-ing my obsessions and my opinion on myriads of matters.