debu tambang
-
Upload
muhammad-azhar -
Category
Documents
-
view
223 -
download
4
description
Transcript of debu tambang
Identifikasi Masalah: Analisis Debu Tambang Pada Area Penambangan DMLZ (Deep Mill
Level Zone) Di PT. FREEPORT INDONESIA
Pendahuluan:
Tambang milik PT. Freeport Indonesia di Grasberg merupakan salah satu Penghasil
tunggal tembaga dan emas terbesar di dunia, dan mengandung cadangan tembaga yang dapat
diambil yang terbesar di dunia. Seiring dengan aktifitas kegiatan penambangan di area DMLZ
(Deep Mill Level Zone) tentunya terdapat masalah mengenai kualitas udara yang di sebabkan
oleh debu, sehingga dapat menggangu para pekerja yang melakukan aktifitas kerja pada area
DMLZ.
Debu merupakan salah satu bahan yang seiring disebut sebagai partikel yang melayang
di udara dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 Mikron. Dalam kasus pencemaran udara,
baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor and Out Door Pollution) debu sering dijadikan
salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukan tingkat bahaya baik
terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan juga dapat menggangu daya tembus pandang
mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi
partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran
dan bentuk yang relatif berbeda-beda.
Masalah:
Dari Uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian adalah
menganalisis debu yang timbul akibat aktifitas penambangan pada area DMLZ demi
menunjang keselamatan dan kenyamanan kerja sehingga produksi pun dapat berjalan dengan
lancar.
Kebijakan:
Solusi untuk mengurangi debu di area DMLZ (Deep Mill Level Zone) dapat dilakukan
dengan cara Mengkontrol dengan menggunakan bahan dasar air, dimana metoda ini adalah
metoda yang paling banyak digunakan dan paling efektif untuk mengontrol debu di area
penambangan. Cara penggunaan air juga bervariasi. Dasar dari metoda ini adalah
memasukkan air atau uap kedalam deposit mineral agar menjadi basah dan mengurangi
kesempatan bagi debu untuk dapat mengapung di udara.
Identifikasi Masalah: Keamanan Aktivitas Peledakan dalam Tambang
Pendahuluan
Peledakan merupakan salah satu kegiatan dalam pertambangan yang dibutuhkan untuk
memecahkan batuan padat atau mineral berharga yang kompak agar dapat diolah atau di
produksi dan diambil nilai ekonomisnya. Kegiatan peledakan di tambang merupakan salah
satu kegiatan yang dianggap mempunya resiko cukup tinggi sehingga dalam melaksanakan
kegiatan peledakan perlu ditinjau mengenai aspek keselamatan dan keamanan kerjanya.
Tidak sedikit kecelakaan kerja yang terjadi akibat kelalaian dalam memperhatikan aspek
keselamatan dan keamanan kerja aktivitas peledakan.
Salah satu contoh kasus kecelakaan kerja yang berhubungan dengan aktivitas peledakan
adalah kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Adaro Indonesia pada tahun 2007. Kasusnya
adalah juru ledak meninggal dunia akibat terkena batuan oleh suatu peledakan dari hasil
peledakan yang dikelolanya. Kecelakaan kerja tersebut menewaskan dua orang pekerja dan
satu luka-luka. Kasus yang terjadi di Adaro merupakan salah satu jenis kecelakaan kerja yang
ditengarai disebabkan oleh arah peledakan (keselamatan peledakan) dan terkena batuan hasil
peledakan yang dapat dikategorikan sebagai flyrock pada jarak yang dekat.
Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Selatan meminta PT Adaro untuk
menghentikan aktivitas yang berhubungan dengan peledakan sampai dalam batas waktu yang
belum ditentukan. Ini berarti aktivitas pertambangan batubara di Adaro secara tidak langsung
mengalami gangguan yang tentunya akan berpengaruh pada produksi batubara yang hendak
dicapai.
Permasalahan
Dari contoh kasus diatas dapat dilihat bahwa keamanan aktivitas peledakan masih menjadi
suatu masalah dalam kegiatan pertambangan. Kecelakaan kerja dalam aktivitas peledakan
dapat disebabkan oleh ketidakamanan lokasi peledakan, flyrock, peledakan premature
(premature blasting) dan misfire (gagal ledak). Kecelakaan kerja tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu geometri peledakan, pola peledakan, prosedur kerja peledakan, dan
faktor kesalahan manusia (human error). Untuk kasus kecelakaan di Adaro, penyebab
kecelakaan disebabkan oleh terlalu dekatnya jarak aman dan kesalahan penentuan arah
peledakan. Oleh karena itu diperlukan analisis lebih lanjut dalam hal manajemen peledakan
untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja.
Solusi
Untuk menghindari dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja akibat aktivitas
peledakan dapat diambil kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
a. Penentuan Desain Peledakan yang Aman.
Bagian ini memegang peranan penting dalam mengurangi kecelakaan kerja yang
berhubungan dengan aktivitas peledakan. Rancangan peledakan yang memadai akan
mengidentifikasi jarak aman; jumlah isian bahan peledak per lubang atau dalam setiap
peledakan; waktu tunda (delay period) yang diperlukan untuk setiap lubang ledak atau waktu
tunda untuk setiap baris peledakan; serta arah peledakan yang dikehendaki. Jika arah
peledakan sudah dirancang sedemikian rupa, juru ledak dan blasting engineer harus
berkordinasi untuk menentukan titik dimana akan dilakukan penembakan (firing) dan radius
jarak aman yang diperlukan. Ini perlu dilakukan supaya juru ledak memahami potensi bahaya
yang berhubungan dengan broken rock hasil peledakan and batu terbang (flyrock) yang
mungkin terjadi.
b. Training kepada juru ledak.
Hal ini sangat penting dilakukan, karena sumber daya ini memegang peranan penting untuk
menerjemahkan keinginan insinyur tambang yang membuat rancangan peledakan. Hal ini
sudah diatur dalam Keputusan Menteri, yang mengharuskan setiap juru ledak harus
mendapatkan training yang memadai dan hanya petugas yang ditunjuk oleh Kepala Teknik
Tambang yang bersangkutan yang dapat melakukan peledakan. Juru ledak dari tambang
tertentu tidak diperbolehkan untuk melakukan peledakan di tambang yang lain karena
karakterisktik suatu tambang yang berbeda-beda.
c. Prosedur kerja yang memadai.
Prosedur kerja atau biasa disebut SOP (Safe Operating Procedure) ini memegang peranan
penting untuk memastikan semua kegiatan yang berhubungan dengan peledakan dilakukan
dengan aman dan selalu mematuhi peraturan yang berlaku, baik peraturan pemerintah
maupun peraturan di tambang yang bersangkutan. Prosedur ini biasanya dibuat berdasarkan
pengujian resiko (risk assessment) yang dilakukan oleh tambang tersebut sebelum suatu
proses kerja dilakukan. Prosedur ini mencakup keamanan bahan peledak, proses pengisian
bahan peledak curah, proses perangakaian bahan peledak , proses penembakan (firing)
termasuk jarak aman dan clearing daerah disekitar lokasi peledakan. Untuk kasus kecelakaan
di Adaro, penyebab kecelakaan disebabkan oleh jarak aman dan arah peledakan. Untuk
menentukan jarak aman peledakan dapat diperoleh dari hasil risk assessment (pengujian
terhadap resiko) yang telah dilakukan di tambang tersebut. Risk assessment ini tidak saja
berbicara secara teknik peledakan dan pelaksanaannya, namun perlu juga dimasukkan
contoh-contoh hasil perbandingan dari tambang-tambang yang ada baik di dalam ataupun
luar negeri. Jarak aman dari hasil risk assessment inilah yang seharusnya menjadi acuan bagi
pembuatan prosedur kerja dalam lingkup pekerjaan peledakan di lapangan.
Identifikasi mengenai masalah : Kemantapan lereng
Studi kasus kestabilan lereng disposal di daerah Karuh, Kec. Kintap, Kab.Tanah laut,
Kalimantan selatan
Pendahuluan :
Pada permasalahan ini analisis mengenai lereng disposal yang di perlukan dalam
suatu perancangan disposal,untuk menanggulangi dampak buruk dari suatu lereng
yang dimana kita ketahui bahawa semua lereng berpotensi untuk longsor apabila dia
telah mengalami gangguan. Pada analisis isu ini syarat dari parusahaan untuk lereng
tunggal dengan factor keamanan ≥1,3 dan untuk lereng keseluruhan factor keamanan
≥1,5. Metode perhitungan yang digunakan adalah bishop dengan bantuan software
slide versi.5.0.
Pada perusahaan batubara yang terletak di karuh mempunyai target produksi sebesar
27.000 ton/ bulan. untuk mencapaitarget produksi ini top soil maupun overburden
yang akan di kupas tentunya tidak sedikit, oleh karena itu harus disediakan tempat
untuk penimbunan tanah tersebut. Disposal adalah tempat penimbunan ini harus
direncanakan dengan baik agar timbuan tanah tersebut berada pada kondisi stabil.
Stabilitas lereng disposal tergantung pada factor utama karakteristik material
timbunan. Karakteristik ini menimbulkan prilaku pada batuan, sehingga stabilitas
leering disposal akan berbeda dengan stabilitas lereng batuan pada lokasi
penambangan batubara.
Pada lokasi perusahaan ini merupakan daerah yang termasuk dalam satuan fisiografis
Kalimantan selatan, yang dapat di bagi menjadi atas beberapa satuan geomorfologi.
Daerah ini termasuk dalam kawasan yang tergolong dalam daerah peralihan antara
perbukitan rendah dengan rangkaian pergunungan Meratus yang ada di sebalah
utarannya. Daerah penelitian termasuk kedalam cekungan Barito
Masalah :
Berikut adalah beberapa penyebab ketidakstabilan pada lere ng disposal pada daerah
lokasi penelitian yang terjadi dikarenakan beberapa factor ;
a. Parameter material penyusun disposal
Pada factor ini sangat di pengaruhi oleh karakteristik sifat fisik dan mekanik
material timbunan yang meliputi nilai bobot isi material atau density, nilai kohesi
dan sudut geser dalam. Untuk mendapat kan parameter tersebut di lakukan
beberapa uji sebagai berikut :
a.1. bobot isi material
nilai bobot isi material yang digunkana dalam perhitungan kestabilan lereng
adalah untuk mendapatkan FK minimum yang di anggap FK kritis. Dari hasil
pengujian diketahui isi material disposal berkisar 22,75 kN/m3 sampai 26,57
kN/m3. Bobot material ini menyatakan perbandingan antara berat denga volume
material tersebut. Semakin jenuh material tersebut maka nilai bobot isi semakin
besar dan beban yang di tanggulangi badan lereng semakin besar, dan sebaliknya.
a.2. Kohesi
nilai kohesi yang didapatkan dari perhitungan regresi linear dari data tegangan
normal dan tegangan geser hasil pengujian kuat geser langsung material disposal.
Diperoleh 10,6 kN/m2 sampai 26,7 kN/m2.
a.3. sudut geser dalam
nilai sudut geser dalam ini didapatkan dari perhitungan regresi linear dari data
tegangan normal dan tegangan geser hasil pengujian kuat geser langsung material
disposal. Dari hasil percobaan di laboratorium didapatkan hasil sudut gerse dalam
sebgai berikut adalah 13° sampai 44°
kekuatan material lereng disposal untuk menahan longsoran sanga\t bergantung
pada daya ikatg antara butirnya ( kohesi) dan sudut geser dalam.besarnya kohesi
dan sudut geser dalam ini memepengaruhi besar kecilnya kekuatan geser sehingga
ini factor keamanan juga akan berbeda . dengan memeprhatikan persamaan kuat
geser Mohr-coulomb.
b. Geometri lereng disposal.
Perencanaan suatu lereng yang aman dan idealselain berdasarkan kebutuhan
perusahaan, juga harus benar-benar memperhatiakan perbandingan yang sesuai
antara tinggi jenjang dan lebar jenjang.
c. Air permukaan dan air Tanah
Kondisi air permukaan dan tinggi muka air tanah di pengaruhi oleh curah hujan.
Pada saat kemarau, tinngi muka air tanaha akan cenderung berkurang kare jarang
tejadi hujan dan sebaliknya.
Perubahn tinggi muka air tanah ini dapat terjadi memepengaruhi kestabilan suatu
lereng disposal, begitu pula dengan air permukaan. Dengan adanya air yang
terkandung dalam material pada lereng akan menambah beban lere ng tersebut.
Beban ini dapat mempengaruhi kestabilan lereng disposal.
Kebijakan :
Kebijakan yang harus di lakuakn dalam menghadapi masalah kestabilan lereng
disposal antara lain adalah :
a. Perbaikan geometri lereng
Tindakan ini dilakukan untuk memperoleh geometri lereng yang aman yaitu
perbaikan geometri lereng pada lereng tunggal dapat dilakukan dengan :
1. Menggurangi tinggi lereng, dengan membagi satu lereng yang terlalu tinggi
menjadi beberapa lereng yang lebih pendek atau dengan memotong bagian tas
lereng.
2. Mengurangi sudut kemiringan sehingga lebih landau.
b. Penagan air tanah adan air permukaan
1. Penanganan air permukaan
Untuk penanganan air permukaan pada lereng dapat dilakukan dengan membuat
saluran permukaan. Pembuatan saluran ini berfungsi agar tidak terjadi genangan
air di permukaan lereng pada saat musim hujan dan juga berfungsi untuk
memcegah terjadoi nya erosi dipermukaan tanah.
2. Penangan air tanah
Penurunan muka air tanah dilakuan guna mengurangoi atau menghilangkan gaya
nilai air dan menin gkatkan kuat geser material leren g doisposal. Penurunan muka
air tanah dilakuakn secara horizontal denagn cara pemasangan pipa – pipa
penirisan denga panjang tertentu pada permukaan lereng baik dengan pemompaan
maupun tanpa pemompaan.
c. Stabilitas dengan menggunakan vegetasi
Penggunaan vegetasi atau tanamakn untuk menjaga kestabilan lereng dan
pengontrolan erosi air. Dengan adanya tanaman pada lereng akan meningkatkan
factor keamanan , karena adanya beban tambahan dan gaya Tarik akan di timbulkan
oleh tanaman. Peningkatan factor keamanan dapat berkisaran antara 20-25%
d. Pemantauan lereng disposal
Kegiatan pemantauan lereng disposal secara berkala perlu dilakukan untuk
mengetahui adanya pergerakan tanah yang mungkin terjadi baik yang tampak
dipermukaan maupun yang tidak tampak dipermukaan , dengan demikian apabila
terjadi gejala ketidakstabilan dapat segera dilakukan upaya pencegahan.
Identifikasi Masalah: Keamanan Aktivitas Peledakan dalam Tambang
Pendahuluan
Peledakan merupakan salah satu kegiatan dalam pertambangan yang dibutuhkan untuk memecahkan batuan padat atau mineral berharga yang kompak agar dapat diolah atau di produksi dan diambil nilai ekonomisnya. Kegiatan peledakan di tambang merupakan salah satu kegiatan yang dianggap mempunya resiko cukup tinggi sehingga dalam melaksanakan kegiatan peledakan perlu ditinjau mengenai aspek keselamatan dan keamanan kerjanya. Tidak sedikit kecelakaan kerja yang terjadi akibat kelalaian dalam memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan kerja aktivitas peledakan.
Salah satu contoh kasus kecelakaan kerja yang berhubungan dengan aktivitas peledakan adalah kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Adaro Indonesia pada tahun 2007. Kasusnya adalah juru ledak meninggal dunia akibat terkena batuan oleh suatu peledakan dari hasil peledakan yang dikelolanya. Kecelakaan kerja tersebut menewaskan dua orang pekerja dan satu luka-luka. Kasus yang terjadi di Adaro merupakan salah satu jenis kecelakaan kerja yang ditengarai disebabkan oleh arah peledakan (keselamatan peledakan) dan terkena batuan hasil peledakan yang dapat dikategorikan sebagai flyrock pada jarak yang dekat.
Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Selatan meminta PT Adaro untuk menghentikan aktivitas yang berhubungan dengan peledakan sampai dalam batas waktu yang belum ditentukan. Ini berarti aktivitas pertambangan batubara di Adaro secara tidak langsung mengalami gangguan yang tentunya akan berpengaruh pada produksi batubara yang hendak dicapai.
Permasalahan
Dari contoh kasus diatas dapat dilihat bahwa keamanan aktivitas peledakan masih menjadi suatu masalah dalam kegiatan pertambangan. Kecelakaan kerja dalam aktivitas peledakan dapat disebabkan oleh ketidakamanan lokasi peledakan, flyrock, peledakan premature (premature blasting) dan misfire (gagal ledak). Kecelakaan kerja tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu geometri peledakan, pola peledakan, prosedur kerja peledakan, dan faktor kesalahan manusia (human error). Untuk kasus kecelakaan di Adaro, penyebab kecelakaan disebabkan oleh terlalu dekatnya jarak aman dan kesalahan penentuan arah peledakan. Oleh karena itu diperlukan analisis lebih lanjut dalam hal manajemen peledakan untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja.
Solusi
Untuk menghindari dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja akibat aktivitas peledakan dapat diambil kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
a. Penentuan Desain Peledakan yang Aman.
Bagian ini memegang peranan penting dalam mengurangi kecelakaan kerja yang berhubungan dengan aktivitas peledakan. Rancangan peledakan yang memadai akan mengidentifikasi jarak aman; jumlah isian bahan peledak per lubang atau dalam setiap peledakan; waktu tunda (delay period) yang diperlukan untuk setiap lubang ledak atau waktu tunda untuk setiap baris peledakan; serta arah peledakan yang dikehendaki. Jika arah peledakan sudah dirancang sedemikian rupa, juru ledak dan blasting engineer harus berkordinasi untuk menentukan titik dimana akan dilakukan penembakan (firing) dan radius jarak aman yang diperlukan. Ini perlu dilakukan supaya juru ledak memahami potensi bahaya yang berhubungan dengan broken rock hasil peledakan and batu terbang (flyrock) yang mungkin terjadi.
b. Training kepada juru ledak.
Hal ini sangat penting dilakukan, karena sumber daya ini memegang peranan penting untuk menerjemahkan keinginan insinyur tambang yang membuat rancangan peledakan. Hal ini sudah diatur dalam Keputusan Menteri, yang mengharuskan setiap juru ledak harus mendapatkan training yang memadai dan hanya petugas yang ditunjuk oleh Kepala Teknik Tambang yang bersangkutan yang dapat melakukan peledakan. Juru ledak dari tambang tertentu tidak diperbolehkan untuk melakukan peledakan di tambang yang lain karena karakterisktik suatu tambang yang berbeda-beda.
c. Prosedur kerja yang memadai.
Prosedur kerja atau biasa disebut SOP (Safe Operating Procedure) ini memegang peranan penting untuk memastikan semua kegiatan yang berhubungan dengan peledakan dilakukan dengan aman dan selalu mematuhi peraturan yang berlaku, baik peraturan pemerintah maupun peraturan di tambang yang bersangkutan. Prosedur ini biasanya dibuat berdasarkan pengujian resiko (risk assessment) yang dilakukan oleh tambang tersebut sebelum suatu proses kerja dilakukan. Prosedur ini mencakup keamanan bahan peledak, proses pengisian bahan peledak curah, proses perangakaian bahan peledak , proses penembakan (firing) termasuk jarak aman dan clearing daerah disekitar lokasi peledakan. Untuk kasus kecelakaan di Adaro, penyebab kecelakaan disebabkan oleh jarak aman dan arah peledakan. Untuk menentukan jarak aman peledakan dapat diperoleh dari hasil risk assessment (pengujian terhadap resiko) yang telah dilakukan di tambang tersebut. Risk assessment ini tidak saja berbicara secara teknik peledakan dan pelaksanaannya, namun perlu juga dimasukkan contoh-contoh hasil perbandingan dari tambang-tambang yang ada baik di dalam ataupun luar negeri. Jarak aman dari hasil risk assessment inilah yang seharusnya menjadi acuan bagi pembuatan prosedur kerja dalam lingkup pekerjaan peledakan di lapangan.