debu tambang

15
Identifikasi Masalah: Analisis Debu Tambang Pada Area Penambangan DMLZ (Deep Mill Level Zone) Di PT. FREEPORT INDONESIA Pendahuluan: Tambang milik PT. Freeport Indonesia di Grasberg merupakan salah satu Penghasil tunggal tembaga dan emas terbesar di dunia, dan mengandung cadangan tembaga yang dapat diambil yang terbesar di dunia. Seiring dengan aktifitas kegiatan penambangan di area DMLZ (Deep Mill Level Zone) tentunya terdapat masalah mengenai kualitas udara yang di sebabkan oleh debu, sehingga dapat menggangu para pekerja yang melakukan aktifitas kerja pada area DMLZ. Debu merupakan salah satu bahan yang seiring disebut sebagai partikel yang melayang di udara dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 Mikron. Dalam kasus pencemaran udara, baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor and Out Door Pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan juga dapat menggangu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda. Masalah: Dari Uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian adalah menganalisis debu yang

description

dnakdakn

Transcript of debu tambang

Identifikasi Masalah: Analisis Debu Tambang Pada Area Penambangan DMLZ (Deep Mill

Level Zone) Di PT. FREEPORT INDONESIA

Pendahuluan:

Tambang milik PT. Freeport Indonesia di Grasberg merupakan salah satu Penghasil

tunggal tembaga dan emas terbesar di dunia, dan mengandung cadangan tembaga yang dapat

diambil yang terbesar di dunia. Seiring dengan aktifitas kegiatan penambangan di area DMLZ

(Deep Mill Level Zone) tentunya terdapat masalah mengenai kualitas udara yang di sebabkan

oleh debu, sehingga dapat menggangu para pekerja yang melakukan aktifitas kerja pada area

DMLZ.

Debu merupakan salah satu bahan yang seiring disebut sebagai partikel yang melayang

di udara dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 Mikron. Dalam kasus pencemaran udara,

baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor and Out Door Pollution) debu sering dijadikan

salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukan tingkat bahaya baik

terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan juga dapat menggangu daya tembus pandang

mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi

partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran

dan bentuk yang relatif berbeda-beda.

Masalah:

Dari Uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian adalah

menganalisis debu yang timbul akibat aktifitas penambangan pada area DMLZ demi

menunjang keselamatan dan kenyamanan kerja sehingga produksi pun dapat berjalan dengan

lancar.

Kebijakan:

Solusi untuk mengurangi debu di area DMLZ (Deep Mill Level Zone) dapat dilakukan

dengan cara Mengkontrol dengan menggunakan bahan dasar air, dimana metoda ini adalah

metoda yang paling banyak digunakan dan paling efektif untuk mengontrol debu di area

penambangan. Cara penggunaan air juga bervariasi. Dasar dari metoda ini adalah

memasukkan air atau uap kedalam deposit mineral agar menjadi basah dan mengurangi

kesempatan bagi debu untuk dapat mengapung di udara.

Identifikasi Masalah: Keamanan Aktivitas Peledakan dalam Tambang

Pendahuluan

Peledakan merupakan salah satu kegiatan dalam pertambangan yang dibutuhkan untuk

memecahkan batuan padat atau mineral berharga yang kompak agar dapat diolah atau di

produksi dan diambil nilai ekonomisnya. Kegiatan peledakan di tambang merupakan salah

satu kegiatan yang dianggap mempunya resiko cukup tinggi sehingga dalam melaksanakan

kegiatan peledakan perlu ditinjau mengenai aspek keselamatan dan keamanan kerjanya.

Tidak sedikit kecelakaan kerja yang terjadi akibat kelalaian dalam memperhatikan aspek

keselamatan dan keamanan kerja aktivitas peledakan.

Salah satu contoh kasus kecelakaan kerja yang berhubungan dengan aktivitas peledakan

adalah kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Adaro Indonesia pada tahun 2007. Kasusnya

adalah juru ledak meninggal dunia akibat terkena batuan oleh suatu peledakan dari hasil

peledakan yang dikelolanya. Kecelakaan kerja tersebut menewaskan dua orang pekerja dan

satu luka-luka. Kasus yang terjadi di Adaro merupakan salah satu jenis kecelakaan kerja yang

ditengarai disebabkan oleh arah peledakan (keselamatan peledakan) dan terkena batuan hasil

peledakan yang dapat dikategorikan sebagai flyrock pada jarak yang dekat.

Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Selatan meminta  PT Adaro untuk

menghentikan aktivitas yang berhubungan dengan peledakan sampai dalam batas waktu yang

belum ditentukan. Ini berarti aktivitas pertambangan batubara di Adaro secara tidak langsung

mengalami gangguan yang tentunya akan berpengaruh pada produksi batubara yang hendak

dicapai.

Permasalahan

Dari contoh kasus diatas dapat dilihat bahwa keamanan aktivitas peledakan masih menjadi

suatu masalah dalam kegiatan pertambangan. Kecelakaan kerja dalam aktivitas peledakan

dapat disebabkan oleh ketidakamanan lokasi peledakan, flyrock,  peledakan premature

(premature blasting) dan misfire (gagal ledak). Kecelakaan kerja tersebut dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu geometri peledakan, pola peledakan, prosedur kerja peledakan, dan

faktor kesalahan manusia (human error). Untuk kasus kecelakaan di Adaro, penyebab

kecelakaan disebabkan oleh terlalu dekatnya jarak aman dan kesalahan penentuan arah

peledakan. Oleh karena itu diperlukan analisis lebih lanjut dalam hal manajemen peledakan

untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja.

Solusi

Untuk menghindari dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja akibat aktivitas

peledakan dapat diambil kebijakan-kebijakan sebagai berikut:

a. Penentuan Desain Peledakan yang Aman.

Bagian ini memegang peranan penting dalam mengurangi kecelakaan kerja yang

berhubungan dengan aktivitas peledakan. Rancangan peledakan yang memadai akan

mengidentifikasi jarak aman; jumlah isian bahan peledak per lubang atau dalam setiap

peledakan; waktu tunda (delay period) yang diperlukan untuk setiap lubang ledak atau waktu

tunda untuk setiap baris peledakan; serta arah peledakan yang dikehendaki. Jika arah

peledakan sudah dirancang sedemikian rupa, juru ledak dan blasting engineer harus

berkordinasi untuk menentukan titik dimana akan dilakukan penembakan (firing) dan radius

jarak aman yang diperlukan. Ini perlu dilakukan supaya juru ledak memahami potensi bahaya

yang berhubungan dengan broken rock hasil peledakan and batu terbang (flyrock) yang

mungkin terjadi.

b. Training kepada juru ledak.

Hal ini sangat penting dilakukan, karena sumber daya ini memegang peranan penting untuk

menerjemahkan keinginan insinyur tambang yang membuat rancangan peledakan. Hal ini

sudah diatur dalam Keputusan Menteri,  yang mengharuskan setiap juru ledak harus

mendapatkan training yang memadai dan hanya petugas yang ditunjuk oleh Kepala Teknik

Tambang yang bersangkutan yang dapat melakukan peledakan. Juru ledak dari tambang

tertentu tidak diperbolehkan untuk melakukan peledakan di tambang yang lain karena

karakterisktik suatu tambang yang berbeda-beda.

c. Prosedur kerja yang memadai.

Prosedur kerja atau biasa disebut SOP (Safe Operating Procedure) ini memegang peranan

penting untuk memastikan semua kegiatan yang berhubungan dengan peledakan dilakukan

dengan aman dan selalu mematuhi peraturan yang berlaku, baik peraturan pemerintah

maupun peraturan di tambang yang bersangkutan. Prosedur ini biasanya dibuat berdasarkan

pengujian resiko (risk assessment) yang dilakukan oleh tambang tersebut sebelum suatu

proses kerja dilakukan. Prosedur ini mencakup keamanan bahan peledak, proses pengisian

bahan peledak curah, proses perangakaian bahan peledak , proses penembakan (firing)

termasuk jarak aman dan clearing daerah disekitar lokasi peledakan. Untuk kasus kecelakaan

di Adaro, penyebab kecelakaan disebabkan oleh jarak aman dan arah peledakan. Untuk

menentukan jarak aman peledakan dapat diperoleh dari hasil risk assessment (pengujian

terhadap resiko) yang telah dilakukan di tambang tersebut. Risk assessment ini tidak saja

berbicara secara teknik peledakan dan pelaksanaannya, namun perlu juga dimasukkan

contoh-contoh hasil perbandingan dari tambang-tambang yang ada baik di dalam ataupun

luar negeri. Jarak aman dari hasil risk assessment inilah yang seharusnya menjadi acuan bagi

pembuatan prosedur kerja dalam lingkup pekerjaan peledakan di lapangan.

Identifikasi mengenai masalah : Kemantapan lereng

Studi kasus kestabilan lereng disposal di daerah Karuh, Kec. Kintap, Kab.Tanah laut,

Kalimantan selatan

Pendahuluan :

Pada permasalahan ini analisis mengenai lereng disposal yang di perlukan dalam

suatu perancangan disposal,untuk menanggulangi dampak buruk dari suatu lereng

yang dimana kita ketahui bahawa semua lereng berpotensi untuk longsor apabila dia

telah mengalami gangguan. Pada analisis isu ini syarat dari parusahaan untuk lereng

tunggal dengan factor keamanan ≥1,3 dan untuk lereng keseluruhan factor keamanan

≥1,5. Metode perhitungan yang digunakan adalah bishop dengan bantuan software

slide versi.5.0.

Pada perusahaan batubara yang terletak di karuh mempunyai target produksi sebesar

27.000 ton/ bulan. untuk mencapaitarget produksi ini top soil maupun overburden

yang akan di kupas tentunya tidak sedikit, oleh karena itu harus disediakan tempat

untuk penimbunan tanah tersebut. Disposal adalah tempat penimbunan ini harus

direncanakan dengan baik agar timbuan tanah tersebut berada pada kondisi stabil.

Stabilitas lereng disposal tergantung pada factor utama karakteristik material

timbunan. Karakteristik ini menimbulkan prilaku pada batuan, sehingga stabilitas

leering disposal akan berbeda dengan stabilitas lereng batuan pada lokasi

penambangan batubara.

Pada lokasi perusahaan ini merupakan daerah yang termasuk dalam satuan fisiografis

Kalimantan selatan, yang dapat di bagi menjadi atas beberapa satuan geomorfologi.

Daerah ini termasuk dalam kawasan yang tergolong dalam daerah peralihan antara

perbukitan rendah dengan rangkaian pergunungan Meratus yang ada di sebalah

utarannya. Daerah penelitian termasuk kedalam cekungan Barito

Masalah :

Berikut adalah beberapa penyebab ketidakstabilan pada lere ng disposal pada daerah

lokasi penelitian yang terjadi dikarenakan beberapa factor ;

a. Parameter material penyusun disposal

Pada factor ini sangat di pengaruhi oleh karakteristik sifat fisik dan mekanik

material timbunan yang meliputi nilai bobot isi material atau density, nilai kohesi

dan sudut geser dalam. Untuk mendapat kan parameter tersebut di lakukan

beberapa uji sebagai berikut :

a.1. bobot isi material

nilai bobot isi material yang digunkana dalam perhitungan kestabilan lereng

adalah untuk mendapatkan FK minimum yang di anggap FK kritis. Dari hasil

pengujian diketahui isi material disposal berkisar 22,75 kN/m3 sampai 26,57

kN/m3. Bobot material ini menyatakan perbandingan antara berat denga volume

material tersebut. Semakin jenuh material tersebut maka nilai bobot isi semakin

besar dan beban yang di tanggulangi badan lereng semakin besar, dan sebaliknya.

a.2. Kohesi

nilai kohesi yang didapatkan dari perhitungan regresi linear dari data tegangan

normal dan tegangan geser hasil pengujian kuat geser langsung material disposal.

Diperoleh 10,6 kN/m2 sampai 26,7 kN/m2.

a.3. sudut geser dalam

nilai sudut geser dalam ini didapatkan dari perhitungan regresi linear dari data

tegangan normal dan tegangan geser hasil pengujian kuat geser langsung material

disposal. Dari hasil percobaan di laboratorium didapatkan hasil sudut gerse dalam

sebgai berikut adalah 13° sampai 44°

kekuatan material lereng disposal untuk menahan longsoran sanga\t bergantung

pada daya ikatg antara butirnya ( kohesi) dan sudut geser dalam.besarnya kohesi

dan sudut geser dalam ini memepengaruhi besar kecilnya kekuatan geser sehingga

ini factor keamanan juga akan berbeda . dengan memeprhatikan persamaan kuat

geser Mohr-coulomb.

b. Geometri lereng disposal.

Perencanaan suatu lereng yang aman dan idealselain berdasarkan kebutuhan

perusahaan, juga harus benar-benar memperhatiakan perbandingan yang sesuai

antara tinggi jenjang dan lebar jenjang.

c. Air permukaan dan air Tanah

Kondisi air permukaan dan tinggi muka air tanah di pengaruhi oleh curah hujan.

Pada saat kemarau, tinngi muka air tanaha akan cenderung berkurang kare jarang

tejadi hujan dan sebaliknya.

Perubahn tinggi muka air tanah ini dapat terjadi memepengaruhi kestabilan suatu

lereng disposal, begitu pula dengan air permukaan. Dengan adanya air yang

terkandung dalam material pada lereng akan menambah beban lere ng tersebut.

Beban ini dapat mempengaruhi kestabilan lereng disposal.

Kebijakan :

Kebijakan yang harus di lakuakn dalam menghadapi masalah kestabilan lereng

disposal antara lain adalah :

a. Perbaikan geometri lereng

Tindakan ini dilakukan untuk memperoleh geometri lereng yang aman yaitu

perbaikan geometri lereng pada lereng tunggal dapat dilakukan dengan :

1. Menggurangi tinggi lereng, dengan membagi satu lereng yang terlalu tinggi

menjadi beberapa lereng yang lebih pendek atau dengan memotong bagian tas

lereng.

2. Mengurangi sudut kemiringan sehingga lebih landau.

b. Penagan air tanah adan air permukaan

1. Penanganan air permukaan

Untuk penanganan air permukaan pada lereng dapat dilakukan dengan membuat

saluran permukaan. Pembuatan saluran ini berfungsi agar tidak terjadi genangan

air di permukaan lereng pada saat musim hujan dan juga berfungsi untuk

memcegah terjadoi nya erosi dipermukaan tanah.

2. Penangan air tanah

Penurunan muka air tanah dilakuan guna mengurangoi atau menghilangkan gaya

nilai air dan menin gkatkan kuat geser material leren g doisposal. Penurunan muka

air tanah dilakuakn secara horizontal denagn cara pemasangan pipa – pipa

penirisan denga panjang tertentu pada permukaan lereng baik dengan pemompaan

maupun tanpa pemompaan.

c. Stabilitas dengan menggunakan vegetasi

Penggunaan vegetasi atau tanamakn untuk menjaga kestabilan lereng dan

pengontrolan erosi air. Dengan adanya tanaman pada lereng akan meningkatkan

factor keamanan , karena adanya beban tambahan dan gaya Tarik akan di timbulkan

oleh tanaman. Peningkatan factor keamanan dapat berkisaran antara 20-25%

d. Pemantauan lereng disposal

Kegiatan pemantauan lereng disposal secara berkala perlu dilakukan untuk

mengetahui adanya pergerakan tanah yang mungkin terjadi baik yang tampak

dipermukaan maupun yang tidak tampak dipermukaan , dengan demikian apabila

terjadi gejala ketidakstabilan dapat segera dilakukan upaya pencegahan.

Identifikasi Masalah: Keamanan Aktivitas Peledakan dalam Tambang

Pendahuluan

Peledakan merupakan salah satu kegiatan dalam pertambangan yang dibutuhkan untuk memecahkan batuan padat atau mineral berharga yang kompak agar dapat diolah atau di produksi dan diambil nilai ekonomisnya. Kegiatan peledakan di tambang merupakan salah satu kegiatan yang dianggap mempunya resiko cukup tinggi sehingga dalam melaksanakan kegiatan peledakan perlu ditinjau mengenai aspek keselamatan dan keamanan kerjanya. Tidak sedikit kecelakaan kerja yang terjadi akibat kelalaian dalam memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan kerja aktivitas peledakan.

Salah satu contoh kasus kecelakaan kerja yang berhubungan dengan aktivitas peledakan adalah kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Adaro Indonesia pada tahun 2007. Kasusnya adalah juru ledak meninggal dunia akibat terkena batuan oleh suatu peledakan dari hasil peledakan yang dikelolanya. Kecelakaan kerja tersebut menewaskan dua orang pekerja dan satu luka-luka. Kasus yang terjadi di Adaro merupakan salah satu jenis kecelakaan kerja yang ditengarai disebabkan oleh arah peledakan (keselamatan peledakan) dan terkena batuan hasil peledakan yang dapat dikategorikan sebagai flyrock pada jarak yang dekat.

Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Selatan meminta  PT Adaro untuk menghentikan aktivitas yang berhubungan dengan peledakan sampai dalam batas waktu yang belum ditentukan. Ini berarti aktivitas pertambangan batubara di Adaro secara tidak langsung mengalami gangguan yang tentunya akan berpengaruh pada produksi batubara yang hendak dicapai.

Permasalahan

Dari contoh kasus diatas dapat dilihat bahwa keamanan aktivitas peledakan masih menjadi suatu masalah dalam kegiatan pertambangan. Kecelakaan kerja dalam aktivitas peledakan dapat disebabkan oleh ketidakamanan lokasi peledakan, flyrock,  peledakan premature (premature blasting) dan misfire (gagal ledak). Kecelakaan kerja tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu geometri peledakan, pola peledakan, prosedur kerja peledakan, dan faktor kesalahan manusia (human error). Untuk kasus kecelakaan di Adaro, penyebab kecelakaan disebabkan oleh terlalu dekatnya jarak aman dan kesalahan penentuan arah peledakan. Oleh karena itu diperlukan analisis lebih lanjut dalam hal manajemen peledakan untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja.

Solusi

Untuk menghindari dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja akibat aktivitas peledakan dapat diambil kebijakan-kebijakan sebagai berikut:

a. Penentuan Desain Peledakan yang Aman.

Bagian ini memegang peranan penting dalam mengurangi kecelakaan kerja yang berhubungan dengan aktivitas peledakan. Rancangan peledakan yang memadai akan mengidentifikasi jarak aman; jumlah isian bahan peledak per lubang atau dalam setiap peledakan; waktu tunda (delay period) yang diperlukan untuk setiap lubang ledak atau waktu tunda untuk setiap baris peledakan; serta arah peledakan yang dikehendaki. Jika arah peledakan sudah dirancang sedemikian rupa, juru ledak dan blasting engineer harus berkordinasi untuk menentukan titik dimana akan dilakukan penembakan (firing) dan radius jarak aman yang diperlukan. Ini perlu dilakukan supaya juru ledak memahami potensi bahaya yang berhubungan dengan broken rock hasil peledakan and batu terbang (flyrock) yang mungkin terjadi.

b. Training kepada juru ledak.

Hal ini sangat penting dilakukan, karena sumber daya ini memegang peranan penting untuk menerjemahkan keinginan insinyur tambang yang membuat rancangan peledakan. Hal ini sudah diatur dalam Keputusan Menteri,  yang mengharuskan setiap juru ledak harus mendapatkan training yang memadai dan hanya petugas yang ditunjuk oleh Kepala Teknik Tambang yang bersangkutan yang dapat melakukan peledakan. Juru ledak dari tambang tertentu tidak diperbolehkan untuk melakukan peledakan di tambang yang lain karena karakterisktik suatu tambang yang berbeda-beda.

c. Prosedur kerja yang memadai.

Prosedur kerja atau biasa disebut SOP (Safe Operating Procedure) ini memegang peranan penting untuk memastikan semua kegiatan yang berhubungan dengan peledakan dilakukan dengan aman dan selalu mematuhi peraturan yang berlaku, baik peraturan pemerintah maupun peraturan di tambang yang bersangkutan. Prosedur ini biasanya dibuat berdasarkan pengujian resiko (risk assessment) yang dilakukan oleh tambang tersebut sebelum suatu proses kerja dilakukan. Prosedur ini mencakup keamanan bahan peledak, proses pengisian bahan peledak curah, proses perangakaian bahan peledak , proses penembakan (firing) termasuk jarak aman dan clearing daerah disekitar lokasi peledakan. Untuk kasus kecelakaan di Adaro, penyebab kecelakaan disebabkan oleh jarak aman dan arah peledakan. Untuk menentukan jarak aman peledakan dapat diperoleh dari hasil risk assessment (pengujian terhadap resiko) yang telah dilakukan di tambang tersebut. Risk assessment ini tidak saja berbicara secara teknik peledakan dan pelaksanaannya, namun perlu juga dimasukkan contoh-contoh hasil perbandingan dari tambang-tambang yang ada baik di dalam ataupun luar negeri. Jarak aman dari hasil risk assessment inilah yang seharusnya menjadi acuan bagi pembuatan prosedur kerja dalam lingkup pekerjaan peledakan di lapangan.