DD ske 3.doc
-
Upload
sri-retnowati -
Category
Documents
-
view
21 -
download
1
description
Transcript of DD ske 3.doc
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih sering dijumpai di masyarakat yang dapat menyerang semua kelompok
umur. Infeksi ini lebih sering menginfeksi kaum wanita dibanding kaum pria. Kehamilan dan
menopause merupakan dua keadaan yang menyebabkan peningkatan resiko timbulnya infeksi
saluran kemih, hal ini diduga berhubungan dengan tingkat keasaman urin.
Infeksi saluran kemih ini dapat dibagi atas dua kelompok yaitu infeksi saluran kemih bagian
atas dan infeksi saluran kemih bagian bawah. Infeksi saluran kemih bagian atas meliputi
infeksi pada ginjal (nefritis atau pyelonefritis) dan infeksi pada ureter (ureteritis). Sedangkan
infeksi saluran kemih bagian bawah meliputi infeksi pada kandung kemih (cystitis), infeksi
pada uretra (uretritis) dan pada laki-laki termasuk infeksi pada prostate (prostatitis).
Sistem saluran kemih biasanya steril dari kolonisasi bakteri, namun pada uretra yang
berhubungan langsung dengan dunia luar dan dekat dengan perineum pada wanita,
merupakan tempat yang sangat potensial terhadap kolonisasi mikroba patogen. Perlindungan
alamiah tubuh untuk mencegah menjalarnya infeksi ke saluran kemih bagian atas (ascending)
adalah adanya aliran kemih yang teratur, mekanisme pertahanan dari mukosa saluran kemih
yang berusaha mengeluarkan mikroba patogen dari saluran kemih dimana mukosa saluran
kemih dilapisi oleh mukus yang mampu mencegah perlekatan mikroba dan diproduksinya
IgA sebagai pertahanan lokal pada mukosa untuk mencegah perlekatan mikroba dan
menetralisir toksin yang dihasilkan mikroba, sifat antibakterial dari urin dimana sifat
keasaman dari urin menghalangi tumbuhnya berbagai macam mikroba dan adanya sphincter
yang memisahkan uretra dari kandung kemih dan saluran kemih bagian atas. Beberapa
mekanisme yang dapat menyebabkan menjalarnya infeksi ke saluran kemih bagian atas
antara lain :
1. Mekanisme berkemih yang abnormal yang dapat disebabkan karena terganggunya
aliran urin sehingga bakteri dapat berkembangbiak pada sisa urin.
2. Kerusakan dari uroepitelium, yang diikuti dengan timbulnya infeksi pada epitel
saluran kemih.
3. Kandungan urin yang abnormal, misalnya urin dengan kadar glukosa yang tinggi
misalnya glukosuria, sehingga menjadi tempat yang sangat baik untuk
berkembangbiaknya mikroba.
4. Benda asing, seperti batu, tumor, telur schistosoma dan granuloma, yang
menyebabkan kolonisasi mikroba pathogen, dimana benda asing tersebut bertindak
sebagai reservoir pada infeksi saluran kemih.
5. Hilangnya fungsi sphincter (termasuk dengan penggunaan indwelling kateter),
sehingga hilangnya barrier terhadap penjalaran ke atas infeksi saluran kemih.
6. Kehamilan akan menyebabkan dilatasi saluran kemih, penurunan motilitas dan
meningkatnya volume urin yang tersisa, sehingga menjadi faktor pendorong
timbulnya penjalaran ke atas dari infeksi saluran kemih.
Manifestasi Klinis
a. Infeksi saluran kemih bagian bawah
Uretritis. Uretritis biasanya berhubungan dengan penyakit menular seksual. Pada wanita
sering dipengaruhi adanya infeksi pada organ genital seperti kandidiasis dan vaginitis
non-spesifik. Organisme yang sering terlibat sebagai penyebab uretritis antara lain,
herpes simpleks, Escherichia coli, Staphylococcus saprophyticus (pada wanita muda),
Enterobacteriaceae lain, Neisseria gonorrhoeae, Clamydia trachomatis, Gardnerella
vaginalis, Candida albicans, Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealitikum. Uretritis
umumnya terjadi pada wanita. Dua pertiga kasus disebabkan oleh E.coli. Uretritis yang
berhubungan dengan penyakit menular seksual, biasanya disebabkan oleh Klamidia
trakomatis dan Neisseria gonorrhoeae. Angka kejadian meningkat pada pria
homoseksual. Gambaran klinis dari uretritis adalah frequensi, tidak dapat menahan
kencing, dan disuria.
Cystitis. Cystitis adalah proses peradangan pada kandung kemih. Angka kejadian pada
wanita sepuluh kali lebih sering dibanding pada pria, karena uretra pada wanita
panjangnya kurang dari 2 inci sehingga memudahkan masuknya mikroba ke dalam
saluran kemih. Pada kelompok umur yang lebih tua, biasanya cystitis pada laki-laki
disebabkan karena adanya pembesaran prostat, sedang pada wanita karena adanya
prolapse atau atrofi vagina. Organisme yang mungkin terlibat sebagai penyebab cystitis
adalah Adenovirus, Escherichia coli, Staphilococcus saphrophyticus, Klebsiella
pneumoniae, bakteri koliform lainnya, Proteus mirabilis, Candida albicans dan
Staphylococcus aureus. Gejala yang timbul pada cystitis adalah disuria, seringnya
berkemih (frequency), ”urgency” (tidak mampu menahan kemih), pyuria (adanya lekosit
di dalam urin), dan rasa tidak enak pada daerah suprapubik. Urin sering terlihat keruh,
berwarna merah terang atau merah jambu, karena terjadi proteinuria dan hematuria. Pada
beberapa kasus, cystitis dihubungkan dengan proses bakteremia, dimana akan dijumpai
gejala demam tinggi dan menggigil sampai dengan timbulnya shok septik. Bakteremia
biasanya disebabkan karena adanya benda asing pada saluran kemih seperti akibat
penggunaan kateter.
Prostatitis. Prostatitis akut disebabkan karena bakteri patogen pada saluran kemih.
Bakteri yang bertanggung jawab atas timbulnya prostatitis adalah 80%-nya adalah E.coli,
10-15% Serratia spp, 5-10% Enterococcus, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella,
Proteus, dan kadang-kadang Staphylococcus. Pada keadaan akut, penyakit ini
menimbulkan gejala sistemik yang berat, berupa demam dan dapat diikuti dengan
timbulnya sindroma sepsis. Gejala lain adalah rasa nyeri pada daerah perineum pada saat
duduk, pada punggung bawah dan kadang-kadang pada penis dan rektum. Adanya
keinginan untuk berkemih terus menerus dan sakit saat berkemih. Pembesaran prostat
dapat menekan uretra sehingga tejadi retensi urin yang akut. Pada pemeriksaan colok
dubur akan teraba kelenjar prostat yang halus, lembut, membengkak dan panas.
b. Infeksi saluran kemih bagian atas
Pyelonefritis. Dua puluh lima persen dari kasus cystitis yang tidak diobati, dapat
berlanjut menjadi pyelonefritis, dimana terjadi peradangan pada satu atau kedua ginjal.
Pyelonefritis ditandai dengan adanya nyeri pinggang disertai adanya nyeri tekan pada
ginjal, demam dengan suhu melebihi 38,3°C. Dapat pula dijumpai gejala lain seperti
menggigil, mual dan diare. Pada ginjal yang sudah mengalami hidronefrosis dapat teraba
massa seperti ballon pada abdomen atas. Bakteri yang bertanggungjawab dalam
timbulnya pyelonefritis 75% adalah E.coli. Jika pyelonefritis berlangsung kronis, dapat
menyebabkan timbulnya parut pada ginjal dan penurunan fungsi dari ginjal tersebut.
Ureteritis Proses peradangan pada satu atau kedua ureter. Biasanya disebabkan karena
penyebaran infeksi dari kandung kemih atau infeksi yang berasal dari ginjal.
Pengobatan. Pengobatan infeksi saluran kemih didasarkan pada kultur bakteri penyebab dan
uji kepekaan antimikroba. Sulfonamid dan trimetoprim merupakan antibiotika yang secara
lokal masih sensitif. Penggunaan obat ini dapat secara tunggal atau kombinasi dengan
sulfametoksazol, fluoroquinolon, dan nitrofurantoin. Resistensi terhadap pemakaian ampisilin
sebagai antibiotika sekitar 25% dari keseluruhan kasus. Keberhasilan pengobatan harus
dilihat dengan melakukan kultur urin 1-2 minggu setelah pengobatan.
Retensi Urin
Retensi urin merupakan masalah yang perlu diperhatikan pada masa intrapartum maupun post
partum. Pada masa intrapartum, Sebanyak 16-17 % kasus retensio plasenta diakibatkan oleh
kandung kemih yang distensi akibat retensi urin. Sedangkan insiden terjadinya retensi urin
pada periode post partum, menurut hasil penelitian Saultz et al berkisar 1,7% sampai 17,9%.
Retensi urin post partum menimbulkan komplikasi pada masa nifas. Beberapa komplikasi
akibat retensi urin post partum adalah terjadinya uremia, infeksi, sepsis, bahkan ruptur
spontan vesika urinaria.
Peningkatan tekanan intravesika akibat retensi urin pada periode post partum ini menimbukan
komplikasi akut dan kronik pada ibu. Retensi urin post partum yang berkepanjangan dapat
menyebabkan terjadinya inkontinensia urin. Pada komplikasi akut, manifestasi yang nyata
adalah menimbulkan rasa nyeri sampai menyebabkan kerusakan permanen khususnya
gangguan pada otot detrusor dan ganglion parasimpatis pada dinding kandung kemih.
Sedangkan komplikasi kronik dari retensi urin, menyebabkan refluks ureter, penyakit traktus
urinarius bagian atas dan penurunan fungsi ginjal.
Merujuk terhadap perubahan fisiologis masa nifas, retensi urin post partum dapat disebabkan
oleh keadaan hipotonik dari kandung kemih. Perubahan ini dapat berlangsung selama
beberapa hari sampai beberapa minggu post partum. Selama proses persalinan, trauma tidak
langsung dapat terjadi pada uretra dan kandung kemih. Dinding kandung kemih dapat
mengalami hiperemis dan edema serta sering kali disertai daerah hemoragik. Rasa nyeri pada
panggul yang timbul akibat dorongan kepala bayi saat persalinan serta rasa nyeri akibat
laserasi vagina atau episiotomi dapat mempengaruhi proses berkemih.
Mengatasi masalah berkemih salah satunya dapat dilakukan dengan bladder training
diantaranya kateterisasi baik secara intermitten 4-6 jam sampai tercapai residu urin <150 ml,
bila residu urin >150 ml dipasang kateter menetap selama 24-48 jam. Bladder training
merupakan penatalaksanaan yang bertujuan melatih kembali kandung kemih mencapai tonus
otot otot kandung kemih yang normal sehingga tercapai kembali pola berkemih normal. Pada
perawatan maternal, bladder training dilakukan pada ibu yang mengalami gangguan
berkemih diantaranya pada kasus retensi urin post partum. Dari beberapa literatur, bladder
training dapat dilakukan sebelum masalah berkemih terjadi pada ibu post partum, sehingga
dapat mencegah intervensi invasif yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran
kemih.
Infeksi Nifas
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis setelah persalinan. Suhu
38 °C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya
empat kali sehari.
Penyebab infeksi nifas
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen
(kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan
endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah
streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
Streptococcus haemoliticus anaerobic. Masuknya secara eksogen dan menyebabkan
infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat
yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
Staphylococcus aureus. Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak
ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-
orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi
terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
Escherichia Coli. Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan
infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan
sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
Clostridium Welchii. Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi
sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus
yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
Cara terjadinya infeksi nifas
Infeksi dapat terjadi sebagai berikut:
Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam
uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang
dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh
karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup
dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar
bersalin.
Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-
penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran
udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang
digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali
apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
Faktor Predisposisi Infeksi Nifas
Semua keadaan yang menurunkan daya tahan penderita seperti perdarahan
banyak, diabetes, preeklamsi, malnutrisi, anemia. Kelelahan juga infeksi
lain yaitu pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
Proses persalinan bermasalah seperti partus lama/macet terutama dengan
ketuban pecah lama, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang
baiknya proses pencegahan infeksi dan manipulasi yang berlebihan.
Tindakan obstetrik operatif baik pervaginam maupun perabdominam.
Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah dalam
rongga rahim.
Manifestasi Klinis
a. Infeksi pada perineum, vulva, vagina dan serviks.
Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi dan kadang-kadang
perih bila kencing. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat,
suhu sekitar 38°C dan nadi di bawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup
oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39 -
40°C dengan kadang-kadang disertai menggigil.
b. Endometritis.
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban.
Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu.
Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri
perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat,
akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu
minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya
bertambah dan kadang-kadang berbau.
c. Septicemia dan piemia
Keduanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih
mendadak dari piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan
lemah. Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya
disertai menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 - 40°C, keadaan umum
cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 - 160 kali/menit atau lebih). Penderita
meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-
gejala menjadi seperti piemia.
Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri, dan
suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi
serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran
darah umum. Suatu ciri khusus pada piemia ialah berulang-ulang suhu
meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya
suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika.
Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis.
d. Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga
ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.
Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan
nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan
penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung
dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-
merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang
dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.
e. Sellulitis pelvika (Parametritis)
Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila
suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri di kiri atau
kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap
kemungkinan sellulitis pelvika. Pada perkembangan peradangan lebih lanjut gejala-
gejala sellulitis pelvika menjadi lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba
tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat
dengan tulang panggul, dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah jaringan yang
meradang itu bisa tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi secara
menetap menjadi naik-turun disertai dengan menggigil. Penderita tampak sakit, nadi
cepat, dan perut nyeri.
Pencegahan Infeksi Nifas
a. Masa kehamilan
Mengurangi faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta
mengobati penyakit yang diderita ibu. Koitus pada hamil tua hendaknya
dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan
pecahnya ketuban.
b. Selama persalinan.
Membatasi masuknya kuman di jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban
pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut. Menyelesaikan
persalinan dengan trauma sedikit mungkin. Mencegah terjadinya perdarahan banyak,,
Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi tepat.
c. Selama nifas
Rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat pasien dengan tanda-tanda
infeksi nifas bersama wanita nifas yang sehat.
Daftar Pustaka
Amelia, Sri. 2011. Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih. Departemen Mikrobilogi FK
USU.
Mansjoer, Arif et al. 2005. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I. Jakarta : Media
Aesculapius