dbd
-
Upload
bakryhaikal -
Category
Documents
-
view
63 -
download
3
description
Transcript of dbd
PRESENTASI KASUS
Demam Berdarah Dengue
Disusun Oleh :
Widya Ilmiaty Kamrul
030.10.083
Pembimbing :
dr. Rosida Sihombing, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 14 SEPTEMBER - 21 NOVEMBER 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
DemamDengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus
Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4, dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Dari
4 serotipe dengue yang terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2.1
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue. Di Indonesia Dengue Hemorrhagic Fever pertama kali di
curigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virology baru di peroleh pada tahun
1970. Setelah itu berturut-turut di laporkan kasus dari kota di Jawa maupun dari luar Jawa,
dan pada tahun 1993 telah menyebar keseluruh propinsi yang ada. Berasarkan jumlah kasus
DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Setelah tahun 1968 angka
kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05% (1968) menjadi 8,14%
(1973), 8,65% (1983) dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19% per
100.000 penduduk dengan jumlah penderita 72.133 orang.2
World Health Organization - South-East Asia Regional Office (WHO-SEARO)
melaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat 156.052 kasus dengue dengan 1.396 jumlah
kasus kematian di Indonesia dan case-fatality rates (CFR)0.79%.1
BAB II
2
PRESENTASI KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa : Widya Ilmiaty Kamrul
Pembimbing : dr. Rosida Sihombing, SpA
NIM : 030.10.083 Tanda tangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. P Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 13 tahun Suku Bangsa : Betawi
TTL : Jakarta, 4 Oktober 2002 Agama : Islam
Alamat : Jl. H. Sarbini No.14 Jakarta Timur Pendidikan : -
Orang tua / Wali
Ayah: Ibu :
Nama : Tn. S
Umur : 57 tahun
Alamat : Jl. H. Sarbini No.14 Jakarta Timur
Pekerjaan : Tukang Ojek
Penghasilan: Rp. 2.500.000,00
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam
Nama : Ny. R
Umur : 47 tahun
Alamat : Jl. H. Sarbini No.14 Jakarta Timur
Pekerjaan : PRT
Penghasilan: Rp.1.500.000
Pendidikan : SMP
Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung
I. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. A (ibu kandung pasien).
Lokasi : Bangsal lantai VI Timur, kamar 611.
Tanggal / waktu : 12 Oktober 2015 pukul 16.00 WIB.
Tanggal masuk : 13 Oktober 2015 pukul 06.00 WIB.
Keluhan utama :Demam sejak 5 hari SMRS (sejak rabu sore, 7 oktober 2015)
3
Keluhan tambahan :Sakit kepala, badan pegal, sendi ngilu, mual, nyeri perut, nyeri ulu
hati, nafsu makan berkurang, batuk berdahak, keringatan, mimisan.
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar oleh ibunya dengan keluhan demam
sejak 5 hari SMRS (rabu sore, 7 oktober 2015). Demam mendadak tinggi, dirasakan naik
turun, naik sekitar pukul 15.00 sore dan turun dipagi hari pukul 06.00, demam tidak diukur
dengan termometer tetapi hanya perabaan tangan. Pada malam hari, demam terasa tinggi
tetapi tidak sampai menggigil. Keeseokan harinya (kamis sore, 8 oktober 2015) pasien diantar
ke klinik 24 jam dekat rumah dan diberi obat paracetamol untuk 2 hari, demam berkurang
setelah minum obat. Setelah obat habis, hari Minggu 11 oktober 2015 pasien masih demam
dan dibawa ke Klinik Medika dilakukan pengecekan laboratorium darah dan didapatkan hasil
trombosit yang rendah. Pasien kemudian dirujuk ke RS Kramat Jati. Di RS Kramat Jati
pasien dicek laboratorium lagi, kemudian dianjurkan untuk rawat inap. Besoknya setelah
rawat inap 1 malam (senin pagi, 12 oktober 2015) pasien dirujuk oleh dokter RS Kramat Jati
ke RSUD Budhi Asih dengan alasan keterbatasan alat. Kemudian pasien ke IGD RSUD
Budhi Asih senin sore.
Selain demam, pasien juga mengeluhkan adanya sakit kepala yang hebat, terasa nyut-
nyutan diseluruh kepala sejak adanya demam (5 hari SMRS). Pasien juga mengeluhkan
seluruh badannya pegal-pegal dan sendinya terasa ngilu sehingga minta dipijit terus oleh
ibunya. Keluhan tersebut baru dirasakan sejak 5 hari SMRS. Keluhan mual dirasakan sejak 1
hari SMRS (minggu, 11 oktober 2015) tetapi tidak ada muntah. Pasien juga mengeluhkan
nyeri ulu hati sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan pasien menurun sejak demam, makanan
menjadi tidak berasa sehingga setiap makan hanya 4-5 suap saja dalam sehari, biasanya
makan 3xsehari. Tidak ada keluhan suara serak maupun nyeri tenggorokan. Pasien batuk
berdahak sejak pagi hari SMRS, dahak kental berwarna putih, tidak ada keluhan batuk
berdarah maupun pilek. BAK tidak ada keluhan, warna kuning, nyeri dan BAK berdarah
disangkal. BAB sempat encer 2 hari SMRS, 1x ada ampas, tidak ada lendir dan tidak ada air
dan tidak ada darah. bab berdarah maupun BAB hitam juga disangkal oleh pasien.
Pasien juga menjadi lebih keringatan sejak 1 hari SMRS, 3x ganti baju dalam sehari
karena basah oleh keringat. Tidak ada keluhan timbul bintik-bintik merah dibadan maupun
memar. Keluhan gusi berdarah disangkal, namun pasien mimisan 1 hari SMRS, darah sedikit.
Pasien menyangkal ada bepergian keluar kota dalam 1 bulan terakhir.
4
B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
KEHAMILAN
Morbiditas
kehamilan
Tidak ada. Hipertensi (-), diabetes mellitus (-),
anemia (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-),
infeksi pada kehamilan (-), asma (-)
Perawatan antenatal ANC rutin selama hamil ke bidan Mimit di
Condet, imunisasi TT (+) 2 kali
KELAHIRAN
KELAHIRAN
Tempat persalinan Rumah Sendiri
Penolong persalinan Bidan dan dukun beranak (tante pasien)
Cara persalinanSpontan
Masa gestasi 38 minggu (cukup bulan)
Keadaan bayi
Berat lahir : 2700 gram
Panjang lahir : 49 cm
Lingkar kepala : tidak tahu
Langsung menangis (+)
Merah (+)
Pucat (-)
Biru (-)
Kuning (-)
Nilai APGAR : tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran: Pasien lahir spontan, neonatus cukup bulan
dengan berat badan lahir sesuai masa kehamilan.
C. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 5 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
5
Perkembangan pubertas
Rambut pubis : -
Payudara : +/+
Menarche : -
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik sesuai usia.
D. RIWAYAT MAKANAN
Umur
(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 ASI - - -
2 – 4 ASI - - -
4 – 6 ASI - - -
6 – 8 ASI + PASI + + +
8 – 10 ASI + PASI + + +
10 -12 ASI + PASI + + +
Kesimpulan riwayat makanan: Pasien tidak mengalami kesulitan makan.
E. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG + X X
DPT / PT + + +
Polio + + + +
Campak + X X
Hepatitis B + + +
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap, tapi ibu tidak ingat usia saat
pasien diimunisasi.
F. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No Tanggal lahir (umur)
Jenis kelamin Hidup Lahir
mati Abortus Mati (sebab)
Keterangan kesehatan
1. 11 Desember 1986 (29 tahun) Laki-laki + - - - Sehat
2. 26 November 1990 (25 tahun) Laki-laki + - - - Sehat
3. 14 Juli 1998 Laki-laki + - - - Sehat
6
(17 tahun)
4. 4 Oktober 2002 (13 tahun) Perempuan + - - - Pasien
(Sakit)
b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. A Ny. A
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 28 tahun 18 tahun
Pendidikan terakhir SMA SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada di keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat
penyakit asma, alergi, darah tinggi, penyakit jantung dan kencing manis disangkal.
Kesimpulan riwayat keluarga: tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
G. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien belum pernah sakit seperti
ini sebelumnya.
H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
7
Pasien tinggal bersama ayah, ibunya dan kakak ketiganya dirumah milik sendiri.
Rumah memiliki ventilasi yang cukup, jendela dibuka tiap pagi agar udara dan sinar matahari
dapat masuk ke dalam rumah. Sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari menggunakan
air dari PAM. Sumber air minum dari air galon dan juga masak air. Tidak terdapat
penampungan air dirumah seperti drum penampung ataupun kaleng bekas. Di kamar mandi
ada bak mandi yang dibersihkan 3 x seminggu oleh ibu pasien. Got di depan rumah
dibersihkan oleh kelurahan dan sampah di depan rumah setiap hari diangkut oleh petugas
kebersihan. Daerah tempat tinggal adalah perumahan padat penduduk. Jarak antar rumah
yaitu 40-100m
Kesimpulan keadaan lingkungan: Lingkungan perumahan cukup baik, tetapi padat
penduduk.
I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai tukang ojek dengan penghasilan Rp.2.500.000,-/bulan.
Sedangkan ibu pasien merupakan pembantu rumah tangga (PRT). Menurut ibu pasien
penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Kesimpulan sosial ekonomi: penghasilan ayah dan ibu pasien tersebut cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 September 2015 jam 06.00 WIB di bangsal lantai VI timur kamar 611.
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Kesan Gizi : cukup
Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan : 35 kg
Panjang Badan : 143 cm
Lingkar kepala : 53,5 cm
Lingkar lengan atas : 19,5 cm
8
Status Gizi
- BB / U = 35/46 x 100 % = 82% (Gizi baik)
- TB / U = 143/157 x 100 % = 91% (Tinggi normal)
- BB / TB = 35/ 37 x 100 % = 94% (Gizi baik)
Berdasarkan kurva CDC tahun 2000, gizi anak termasuk dalam gizi baik.
Tanda Vital
Nadi : 128 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas : 24 x /menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 3
Suhu : 39,3 °C, axilla (diukur dengan thermometer air raksa)
KEPALA : Lingkar kepala: 53,5 cm (Menurut kurva Naeilaus: >-2SD - <+2/
Normocephali), ubun-ubun besar sudah menutup
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, tipis
WAJAH : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut, facial
flush(+)
MATA :
Alis mata merata, madarosis (-)
Bulu mata hitam, merata, trikiasis (-)
Visus : normal Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjungtiva anemis : -/- Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Endophtalmus : -/- Lensa jernih : +/+
Strabismus : -/- Pupil : bulat, isokor
Nistagmus : -/-
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+
TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang +/+ Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
9
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung: -/-
Sekret : -/- Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : +/+
BIBIR : mukosa berwarna merah muda, kering (+), sianosis (-)
MULUT : trismus (-),oral hygiene baik, tumbuh gigi (+), mukosa gusi dan pipi
berwarna merah muda.
LIDAH : normoglosia, mukosa merah muda (-), atrofi papil (-), tremor (+), coated
tongue (-),
TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah
LEHER : bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,
tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB,
trakea teraba di tengah
THORAKS : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, deformitas (-), retraksi suprastrenal (-),
retraksi intercostal (-), retraksi subcostal (-)
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung ICS III-V linea sternalis dextra
Batas atas jantung ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal, retraksi
suprastrenal (-), retraksi intercostal (-), retraksi subcostal (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua hemithoraks paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
ABDOMEN :
Inspeksi : perut datar, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut
maupun benjolan, roseola spot (-), kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-).
10
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) di regio epigastrium, turgor kulit baik. Hepar
teraba 2 jari dibawah arcus costae, tepi tajam, konsistensi kenyal,
permuakaan licin dan nyeri tekan (-). Lien tidak teraba.
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 2 x / menit
GENITALIA : Jenis kelamin perempuan
KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas, CRT 2 detik.
STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biseps + +
Triceps + +
Patella + +
Achiles + +
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
11
Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kerniq - -
Laseq - -
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -
KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit
baik, lembab, pengisian kapiler 2 detik, petechie (-).
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium dari IGD pada tanggal 12 Oktober 2015:
Hematologi Hasil Nilai Normal
Leukosit 2.7 ribu/μL (↓) 4.5-13
Eritrosit 3,8 jt/μL 3.8 - 5.2
Hemoglobin 10,3 g/dL (↓) 11,8-15,0
Hematokrit 29 % (↓) 35-47
Trombosit 34 ribu/μL (↓) 229-553
MCV 77,0 fL (↓) 80 – 100
MCH 27,2 pg 26 –34
MCHC 35,4 g/dL 32 –36
RDW 13,2% <14
IV. RESUME
Dari anamnesis didapatkan pasien An.P, 13 tahun datang ke IGD RSUD Budhi Asih
diantar oleh ibunya dengan keluhan febris sejak 5 hari SMRS. Febris mendadak tinggi,
dirasakan naik turun, naik sekitar pukul 15.00 sore dan turun dipagi hari pukul 06.00, febris
tidak diukur dengan termometer tetapi hanya perabaan tangan. Pada malam hari, febris terasa
tinggi tetapi tidak sampai menggigil.
12
Selain demam, pasien juga mengeluhkan adanya chepalgia yang hebat, terasa nyut-
nyutan diseluruh kepala sejak adanya febris (5 hari SMRS). Pasien juga mengeluhkan seluruh
myalgia dan artralghia sehingga minta dipijit terus oleh ibunya. Keluhan tersebut baru
dirasakan sejak 5 hari SMRS. Keluhan mual dirasakan sejak 1 hari SMRS tetapi tidak ada
muntah. Pasien juga mengeluhkan nyeri epigastrium sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan pasien
menurun sejak febris. Pasien batuk berdahak sejak pagi hari SMRS, dahak kental berwarna
putih BAB sempat encer 2 hari SMRS. Pasien juga menjadi lebih keringatan sejak 1 hari
SMRS, tidak ada keluhan timbul ptekie maupun ekimosis. Pasien epistaksis 1 hari SMRS,
darah sedikit.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang,
tekanan darah 120/70mmHg, nadi 128 kali per menit, pernapasan 24 kali per menit dan suhu
39,30C. Bibir tampak kering, terdapat tremor pada lidah, wajah tampak facial flushing. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan episagtrium dan hepar teraba 2 jari dibawah
arcus costae dengan tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan licin dan tidak ada nyeri tekan.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Oktober 2015, didapatkan adanya
leukopenia (2,7ribu/uL), HB menurun (10,3g/dL), hematokrit menurun (29%) dan
trombositopenia (34ribu/uL).
V. DIAGNOSIS BANDING
Demam berdarah dengue
Demam dengue
Demam Tifoid
Demam chikungunya
VI. DIAGNOSIS KERJA
Demam berdarah dengue
Demam tifoid
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
-Pemeriksaan hematologi rutin ulang
-Pemeriksaan gambaran darah tepi
-Pemeriksaan urin lengkap
-Pemeriksaan feses lengkap
-Pemeriksaan serologi anti dengue
13
VIII. PENATALAKSANAAN
a.Non Medika Mentosa
1. Komunikasi, informasi, edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien.
2. Observasi tanda vital terutama tekanan darah, diuresis, tanda-tanda syok
b.Medika Mentosa
1. IVFD Asering 2cc/kgBB/jam
2. PCT 3x400mg
3. Ranitidin 2x50mg
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tgl S O A P
13/10/2015 - Demam (+) - TSS, CM
-Demam berdarah dengue
- IVFD asering 2cc/kgBB/jam
- Sakit kepala (+) - N: 110 x/menit - Inj. Ranitidin
2x50mg iv - Badan pegal (+) - S: 38,6C -Demam tifoid - PCT 3x400mgHP2 - Sendi ngilu (+) - R: 24 x/menit - Cek H2TL
- Nyeri perut (+) - Normosefali - Cek Tubex Tifoid
BB 35kg
- Nyeri ulu hati (+) - Mata: CA -/-, SI -/-
-Anemia
mikrositik
hipokrom
- Nafsu makan ↓ - Mulut: sianosis -, kering (+), termor lidah (+)
TB 143cm
- Batuk berdahak (+) kental putih
- Thoraks: SNV +/+, W -/-. R -/-; BJ 1 dan 2 reg, m -, g -
- Keringetan (+)
- Abdomen: supel, BU +, nyeri tekan + epigastrium, hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan licin, NT (-).
(Demam hari ke-6)
14
- Mimisan (-) - Ekstremitas: akral hangat +, edema (-), CRT < 2 detik
- Timbul bintik-bintik merah di tangan dan kaki
- Kulit: ptekie +
Uji Rumple leed + Minum 2000cc Urin:1000cc, Diuresis: 1cc/kgBB/jam Laboratorium tgl
13/10/2015:
14/09/2015 - Demam (+) - TSS, CM
-Demam berdarah dengue
- IVFD Asering 2cc/kgBB/jam
- Sakit kepala (+) - N: 110 x/menit
- Inj. Ranitidin 2x50mg
15
HP-3 - Badan pegal (+) - S: 38,1C -Demam tifoid - PCT 3x400mg - Sendi ngilu (+) - R: 24 x/menit
BB: 35 kg - Nyeri perut (+) - Normosefali
-Anemia mikrositik hipokrom
- Nyeri ulu hati (+) - Mata: CA -/-, SI -/-
-Ceftriaxone 2x1,5 gr
- Nafsu makan ↓ - Mulut: sianosis -, kering (+), termor lidah (+) -venflon
- Batuk berdahak (+) kental putih
- Thoraks: SNV +/+, W -/-. R -/-; BJ 1 dan 2 reg, m -, g -
-Cek H2TL
- Keringetan (+)
- Abdomen: supel, BU +, nyeri tekan + epigastrium, hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan licin, NT (-).
- Mimisan (-) - Ekstremitas: akral hangat +, edema (-), CRT < 2 detik
- Kulit: ptekie + (demam hari
ke-7)
Minum: 3000cc Urin: 2100cc keruh Diuresis: 2,3cc/kgBB/jam Pemeriksaan laboratorium
tanggal 14/10/2015:
16
15/10/2015 - Demam (+) - TSS, CM
-Demam berdarah dengue
- terpasang venflon
- Sakit kepala (+) - N: 110 x/menit - Diet MB
- Badan pegal (+) - S: 39C -Demam tifoid - Inj. Ranitidin 2x50mg
HP-4 - Sendi ngilu (+) - R: 24 x/menit -Ceftriaxone 2x1,5 gr
(hari ke-2)
- Nyeri perut (+) - Normosefali-Anemia mikrositik hipokrom
-PCT 3x400mg
BB: 35 kg - Nyeri ulu hati (+) - Mata: CA -/-, SI -/-
- Nafsu makan ↓ - Mulut: sianosis -, kering (+), tremor lidah (+)
- Batuk berdahak (+) kental putih
- Thoraks: SNV +/+, W -/-. R -/-; BJ 1 dan 2 reg, m -, g -
- Keringetan (+)
- Abdomen: supel, BU +, nyeri tekan + epigastrium, hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan licin, NT (-).
(Demam hari-8)
- Mimisan (-) - Ekstremitas: akral hangat +, edema (-), CRT < 2 detik
- Kulit: ptekie + -Minum: 5400cc -Urin: 2700cc Diuresis: 3,2cc/kgBB/jam
17
Lab 15/10/2015:
16-17/10/2015
- Demam (+) - TSS, CM -Demam berdarah dengue
-terpasang venflon
- Sakit kepala (↓) - N: 110 x/menit - Diet MB
- Badan pegal (↓) - S: 38,8C -Demam tifoid - Inj. Ranitidin 2x50mg
HP-5-6 - Sendi ngilu (↓) - R: 24 x/menit
-Ceftriaxone 2x1,5 gr (hari ke-3-4)-PCT 400mg, suhu >38
- Nyeri ulu hati(+) - Normosefali -BB: 35kg - Nafsu makan ↓ - Mata: CA -/-, SI -/-
- Batuk berdahak (+) kental putih
- Mulut: sianosis -, kering (+), termor lidah(-)
(Demam hari-9-10)
-Anemia mikrositik hipokrom
- Keringetan (+) - Thoraks: SNV +/+, W -/-. R -/-; BJ 1 dan 2 reg, m -, g -
- Mimisan(-) - Abdomen: supel, BU +, nyeri tekan + epigastrium,
18
hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan licin, NT (-).
- Ekstremitas: akral hangat +, edema (-), CRT < 2 detik
- Kulit: ptekie +
16/10/2015
Minum: 2100cc Urin:3700cc Diuresis: 4,4cc/kgBB/jam
17/10/2015Minum:3300ccUrin: 3000ccDiuresis: 3,5cc/kgBB/jam
18-19/10/2015
- Demam (+) - TSS, CM -Demam berdarah dengue
-terpasang venflon
- Sakit kepala (↓) - N: 110 x/menit
- Diet MB
HP7-8
- Badan pegal (↓) - S: 38,1C -Demam tifoid - Inj. Ranitidin 2x50mg
- Sendi ngilu (↓) - R: 24 x/menit -Ceftriaxone 2x1,5 gr
(hari ke-5)-PCT 400mg, suhu >38
BB 35kg
- Nyeri ulu hati (+) - Normosefali
-Anemia Mikrositik Hipokrom
- Nafsu makan baik - Mata: CA -/-, SI -/-
- Batuk berdahak (+) kental putih
- Mulut: sianosis -, kering (+), termor lidah (-)
(Demam hari-11-12)
- Keringetan (-) - Thoraks: SNV +/+, W -/-.
R -/-; BJ 1 dan 2 reg, m -, g -
- Mimisan (-)- BAB 1x, keras (di hari minggu)
- Abdomen: supel, BU +, nyeri tekan + epigastrium, hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan licin, NT (-).
- Ekstremitas: akral hangat +, edema (-), CRT < 2 detik
- Kulit: ptekie +
Tgl18/10/2015
19
-Minum: 2100cc -Urin: 2000cc -Diuresis: 2,3cc/kgBB/jam
Tgl19/10/2015-Minum: 2100cc-Urin: 1500cc, 1x tdk ditampung-Diuresis:?
20/10/2015 - Demam (-) - TSS, CM -DHF -venflon
- Sakit kepala (-) - N: 92 x/menit -inj. Ceftriaxone
2x1,5gr (hari ke-6)HP-9 - Badan pegal (-) - S: 37C -Demam tifoid
-PCT 3x400mg-Ranitidin 2x50mg -mantoux test-Appendicogram-Rontgen thoraxKonsul Bedah-antasid 3x1 tab-Cek UL, FL, H2TL,CRP, GDT
- Sendi ngilu (-) - R: 20 x/menit
BB 35kg
- Nyeri seluruh perut (+) - Normosefali
-Anemia Mikrositik Hipokrom
- Nyeri ulu hati(+) - Mata: CA -/-, SI -/-
- Nafsu makan baik - Mulut: sianosis -, kering
(-)(Bebas demam hari ke-2)
- Mual(-) - Thoraks: SNV +/+, W -/-. R -/-; BJ 1 dan 2 reg, m -, g -
- Muntah(-)
- Abdomen: supel, BU +, nyeri tekan + epigastrium, hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan licin, NT (-), nyeri tekan titik Mc’Burney (+).
-Susp. Appendisitis
- Batuk berdahak (+) kental putih
- Ekstremitas: akral hangat +, edema (-), CRT < 2 detik
- Keringetan (-) - Kulit: ptekie +
- Mimisan (-) - Obturator sign (-)
- Psoas Sign (-) - Rovsing sign (-)
-Minum: 2100cc-Urin: 1500cc-Diuresis: 1,7cc/kgBB/jam
20
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien anak, perempuan berusia 13 tahun datang dengan keluhan febris sejak 5 hari
SMRS. Febris mendadak tinggi, dirasakan naik turun, naik sekitar pukul 15.00 sore dan turun
dipagi hari pukul 06.00, febris tidak diukur dengan termometer tetapi hanya perabaan tangan.
Pada malam hari, febris terasa tinggi tetapi tidak sampai menggigil.
Selain demam, pasien juga mengeluhkan adanya chepalgia yang hebat, terasa nyut-
nyutan diseluruh kepala sejak adanya febris (5 hari SMRS). Pasien juga mengeluhkan seluruh
myalgia dan artralghia sehingga minta dipijit terus oleh ibunya. Keluhan tersebut baru
dirasakan sejak 5 hari SMRS. Keluhan mual dirasakan sejak 1 hari SMRS tetapi tidak ada
muntah. Pasien juga mengeluhkan nyeri epigastrium sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan pasien
menurun sejak febris. Pasien batuk berdahak sejak pagi hari SMRS, dahak kental berwarna
putih BAB sempat encer 2 hari SMRS. Pasien juga menjadi lebih keringatan sejak 1 hari
SMRS, tidak ada keluhan timbul ptekie maupun ekimosis. Pasien epistaksis 1 hari SMRS,
darah sedikit.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang,
tekanan darah 120/70mmHg, nadi 128 kali per menit, pernapasan 24 kali per menit dan suhu
39,30C. Bibir tampak kering, terdapat tremor pada lidah dan wajah tampak facial flushing.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan episagtrium dan hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costae dengan tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan licin dan tidak ada
nyeri tekan.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Oktober 2015, didapatkan adanya
leukopenia (2,7ribu/uL), HB menurun (10,3g/dL), hematokrit menurun (29%) dan
trombositopenia (34ribu/uL).
Pada demam berdarah dengue terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi
fase demam, kritis, dan masa penyembuhan (convalescence, recovery). Pada kasus ini
terdapat di fase demam, yaitu demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, dijumpai facial
flush, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, dan nyeri perut. Pada pemeriksaan fisik, terdapat
manifestasi perdarahan, yaitu uji bendung positif (≥10 petekie/inch2) merupakan manifestasi
perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal dan bisa terjadi epistaksis.. Kemudian
21
dapat ditemukan hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan
fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
Pada kasus, diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium
(WHO, 2011)1, yaitu demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan termasuk uji bendung positif dan petekie,
epistaksis; pembesaran hati. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
trombositopenia (≤100.000/mikroliter) dan adanya hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan
hematokrit >20% dari nilai dasar / menurut standar umur dan jenis kelamin.
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan dua kriteria klinis pertama ditambah
trombositopenia dan hemokonsentrasi/ peningkatan hematokrit >20%. Dijumpai
hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal, perembesan
plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal), hipovolemia, dan syok, karena
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Perembesan plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Kemudian pada diagnosis banding chikungunya, biasanya seluruh anggota keluarga
dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Demam chikungunya
memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi,
hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan lebih sering dijumpai
nyeri sendi.
Untuk diagnosis demam tifoid ditegakkan dengan gambaran klinis seperi influenza
dengan rasa menggigil, nyeri kepala di bagian frontal, malaise, anoreksia, mual, nyeri perut
yang terlokalisir, batuk kering dan mialgia dengan beberapa tanda-tanda fisik. Awalnya
demam dengan suhu rendah lalu meningkat secara progresif dan pada minggu kedua sering
tinggi (390-400) dan berkelanjutan.12 Demam biasanya berlangsung lebih dari 7 hari atau
berkepanjangan. Selama demam, gejala gastrointestinal seperti muntah, nyeri abdomen,
adalah manifestasi umum pada anak dengan demam tifoid. Pada mulut bisa terdapat nafas
berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput korot (coated
tongue), ujung dan tepinya kemerahan, kadang disertai tremor. Pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung. Hati and limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
Pada pemeriksaan darah perifer lengkap, sering ditemukan leukopenia (300-800/mm3), dapat
pula tejadi kadar leukosit normal atau leukositoss. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa
disertai infeksi sekunder. Selain itu, dapat ditemukan pula anemia ringan dan
22
trombositopenia. Pada pemeriksaan penunjang hitung jenis leukosit dapat terjadi
aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.
Pada kasus, demam tifoid ditegakkan dengan gambaran klinis demam , nyeri kepala,
anoreksia, mual, nyeri perut yang terlokalisir, baruk dan myalgia. Demam yang lebih dari 7
hari atau berkepanjngan, selama demam gejala gastrointestinal seperti nyeri abdomen adalah
manifestasi umum pada tifoid. Pada mulut pasien terdapat bibir kering dan tremor lidah. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan leukopenia, trombositopenia dan tubex tifoid dengan
nilai 4, yaitu positif menunjukan demam tifoid.
Penatalaksanaan medika mentosa pada kasus diberikan cairan asering 2cc/kgBB/jam,
pada tatalaksana DBD menurut WHO 2011 yaitu cairan kristaloid isotonik harus digunakan
selama masa kritis dan untuk berat badan 35kg diberikan cairan rumatan 1800ml yaitu
2cc/kgBB/jam. Pemberian antipiretik yaitu, paracetamol merupakan obat analgetik non
narkotik yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Saraf Pusat
(SSP). Indikasinya yaitu untuk lini pertama bagi penanganan demam dan nyeri sebagai
antipiretik dan analgetik. Dosis paracetamol untuk anak 6-13 tahun; 300mg-1g/kali, dengan
maksimum 4g/hari. Pada kasus diberikan paracetamol 3x400mg. Kemudian diberikan
ranitidin dengan indikasi mengurangi sekresi asam lambung untuk mengurangi gejala
anoreksia dan nyeri pada epigastrium. Dosis terapi ranitidin pada anak usia 1 bulan sampai 16
tahun 2-4mg/kgBB perhari dalam dosis terbagi setiap 6-8jam. Pada kasus diberikan ranitidin
2x50mg intravena. Ceftriaxone merupakan cephalosporin spektrum luas untuk penghambatan
sintesis dinding kuman Dosis total harian yang dianjurkan adalah 50-75mg/kg/hari atau
dibagi menjadi 2 dosis, dosis harian tidak boleh melebihi 2g. Lama pengobatan 4-14 hari,
kecuali pada infeksi yang disertai dengan komplikasi. Pada kasus diberikan ceftriaxone
2x1,5gr intravena.
23
BAB IV
DEMAM BERDARAH DENGUE
2.1 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD.3 DBD adalah salah satu manifestasi
simptomatik dari infeksi virus dengue.
2.2 Epidemiologi1
Gambar. Penyebaran kasus DD/DBD yang dilaporkan WHO
Selama tahun 1980, insidens meningkat tajam dan distribusi virus diperluas ke pulau-
pulau Pasifik dan tropis Amerika. Dalam wilayah terakhir, spesies kembali memenuhi
sebagian besar negara tropis di tahun 1980-an karena pembubaran program pemberantasan
Ae. Aegypti di awal 1970an. Peningkatan penularan penyakit dan frekuensi epidemis juga
merupakan hasil dari peredaran beberapa serotipe di Asia. Ini membewa munculnya DHF di
Kepulauan Pasifik, Karibia, dan Amerika Tengah dan Selatan. Dengan demikian, dalam
waktu kurang dari 20 tahun pada tahun 1998, daerah tropis Amerika dan Pulau Pasifik pergi
24
dari bebas demam berdarah menjadi pemilik masalah DHF yang serius. Setiap 10 tahun,
jumlah rata-rata tahunan kasud DF/DHF dilaporkan ke WHO terus tumbuh
secaraeksponensial. Dari taun 2000 hingga 2008, jumlah rata-rata kasus tahunan adalah 1 656
870, hampir tiga setengah angka untuk tahun 1990-1999, yaitu 479 848. Pada tahun 2008,
dari 69 negara yang tercatat dalam WHO wilayah Timur-Selatan Asia, Pasifik Barat dan
Amerika melaorkan aktivitas demam berdarah.
2.3 Etiologi4
Virus dengue termasuk familia Flaviridae, dari genus Flavivirus. Atas dasar
ekologinya Flavivirus disebut Arbovirus atau virus athropoda-borne untuk menunjukkan
bahwa virus ini ditransmisikan oleh serangga.
Semua Flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang
menimbulkan terjadinya cross reaction (reaksi silang) pada uji serologis, hal ini menyebabkan
diagnosis pasti uji serologis sulit ditegakkan. Ada 4 serotipe dari virus dengue yaitu Den-1,
Den-2, Den-3, Den-4. Infeksi salah satu serotipe virus Den akan menghasilkan antibodi
protektif untuk serotipe tersebut pada waktu yang lama, tetapi tidak ada cross protection
(perlindungan silang) terhadap serotipe virus Den yang lain.
2.4 Patofisiologi5
Virus demam berdarah akan masuk ke dalam makrofag. Menurut antibody dependent
enhancement, antigen infeksi pertama pada makrofag justru menjadi semacam opsonisasi untuk
memfasilitasi virus menempel ke permukaan makrofag dan masuk ke dalamnya. Makrofag akan
melepaskan monokin, sitokin, histamine, dan interferon, yang akan mengakibatkan celah endotel
melebar, selanjutnya terjadi kebocoran cairan intravaskular ke ruang eks-travaskular.
Konsekuensinya, terjadi hipovolemia, hemokonsentrasi, tubuh lemah, edema, dan kongesti
visceral. Perenggangan celah antar sel endotel dapat juga disebabkan oleh virus dengue itu
sendiri. Saat sel endotel terinfeksi DV, terjadi kerusakan sel endotel. Akan tetapi pelebaran celah
sel endotel terutama disebabkan oleh pelepasan sitokin inflamasi.
25
Adapun mekanisme hipotesis antibody dependent enhancement dijelaskan sebagai berikut :
Gambar. Homologus antibodies form non-infectious complexes
Manusia yang pernah terinfeksi demam berdarah akan membuat serum antibodi yang
dapat menetralkan virus dengue yang serotipenya sama (homolog).
Gambar. Heterologous antibodies form infectious complexes
Dalam infeksi berikutnya, antibodi heterolog yang sudah ada sebelumnya membentuk
kompleks dengan serotipe virus baru yang menginfeksi, tetapi tidak menetralkan virus baru.
26
Gambar. Heterologous complexes enter more monocytes where virus replicates
Peningkatan antibodi-terikat adalah proses di mana strain tertentu dari virus dengue,
bergabung dengan antibodi non-penetral, menginisiasi munculnya monosit yang lebih
banyak, sehingga meningkatkan produksi virus. Monosit yang terinfeksi melepaskan
mediator vasoaktif, mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah meningkat dan manifestasi
perdarahan yang menjadi ciri DBD dan DSS
Dengan demikian, manifestasi klinis yang paling penting dalam penyakit DBD adalah
kebocoran plasma. Dan untuk mengetahui tanda-tanda kebocoran plasma bukannya trombosit
yang dipantau tetapi hematokrit. Selain itu, penting juga pemantauan urine output dan
hemostasis. Dari pengalaman dokter, apabila tidak terjadi pendarahan massive, trombosit
3.000 atau 7.000 juga tidak mengakibatkan kematian pasien.
Adapun tingkat keparahan sindrom kebocoran kapiler tergantung ukuran celah
endotel dan lokasi atau daerah yang terkena infeksi, komposisi matriks kompartemen
perivaskular, dan perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik di intra dan
ekstravaskular.
Tekanan hidrostatik dipengaruhi oleh tekanan pompa jantung yang mendorong
plasma keluar dari intravaskular ke ekstravaskular. Tekanan onkotik adalah nilai tekanan zat-
zat yang terkandung dalam darah yang memiliki sifat osmolaritas untuk menahan plasma
tetap berada pada intravaskular. Pada arteri tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan
onkotik maka plasma bisa keluar ke ekstravaskular memberikan nutrisi dan oksigen pada
jaringan tubuh. Sedangkan di mikrokapiler tekanan hidrostatik lebih kecil dari tekanan
onkotik sehingga cairan tubuh yang telah kehilangan nutrisi dan mengandung CO2 dapat
dikembalikan ke dalam pembuluh darah. Perlu dipahami bahwa apabila kita telah mengetahui
kalau kebocoran plasma dipengaruhi oleh tekanan onkotik, penggunaan koloid untuk
meningkatkan tekanan osmotik dapat dilakukan apabila telah diketahui adanya tanda-tanda
kebocoran plasma. Pelebaran celah endotel dapat juga menyebabkan leukosit keluar dari
intravaskular mengejar makrofag yang mengandung virus dengue, sehingga dapat dimengerti
terjadi leukopenia pada DBD.6
Manisfestasi trombositopeni pada infeksi dengue memiliki beberapa hipotesa
penyebab:
1. Terjadi destruksi trombosit akibat interaksi antibody-antigen virus dengue di permukaan
trombosit;
27
2. Kerusakan dinding endotel oleh virus dengue sehingga menyebabkan interaksi trombosit
dengan kolagen subendotel sehingga terjadilah agregasi dan destruksi trombosit;
3. IL-6 menginduksi antibodi IgM antitrombosit sehingga terjadilah destruksi trombosit;
4. Manifestasi pendarahan pada DBD meningkatkan kebutuhan akan trombosit. Manifestasi
(nomor 3) menguatkan bahwa tidak perlu diberikan infus trombosit pada pederita DBD,
karena pada akhirnya trombosit yang di berikan akan didestruksi dengan adanya antibodi
antitrombosit.
Pada kasus dengue, ada masa inkubasi (virus dengue ada dalam tubuh tapi tidak ada
manifestasi klinis penyakit), fase akut (demam hari I-IV), dan fase kritis (hari V-VII), dan
fase konvalesense. Proses plasma leakage hanya terjadi pada fase kritis, dan hanya terjadi
dalam 24-48 jam. Untuk mengidentifikasi fase kritis perhatikan bahwa pada sekitar hari
kelima demam sudah mulai turun, tetapi kematrokit makin meningkat, leukosit makin anjlok,
dan trombosit juga makin anjlok. Leukopeni rata-rata selalu mendahului trombositopeni, dan
trombositopeni mendahului plasma leakage. Pemeriksaan serologi baru dapat terdeteksi
setelah hari kelima, karena disitu kemungkinan besar konsentrasi antibodi cukup di atas batas
deteksi alat. Sedangkan pemeriksaan antigen NS1 dapat dilakukan dari H-1 sampai dengan
hari keempat, kadar optimal NS1 adalah pada hari ketiga. Pemeriksaan antigen NS1 ada dua,
yaitu dengan ELISA dan rapid test. Pemeriksaan dengan ELISA lebih akurat tetapi
membutuhkan waktu yang lama (4 jam). Sedangkan pemeriksaan dengan rapid test hanya
mebutuhkan waktu 5 menit.6
NS1 merupakan non structure protein yang terdapat pada permukaan virus,
merupakan antigen yang letaknya paling luar sehingga paling mudah terdeteksi dan
merupakan biang kerok utama manifestasi respon imun yang telah diterangkan sebelumnya.
Menurut penemu alat rapid test untuk NS1 ini, hari ketiga merupakan puncak kadar
NS1 sehingga paling memungkinkan deteksi NS1 pada hari itu. Akan tetapi setelah hari
kelima, jumlah antigen sudah menurun sampai tidak bisa terdeteksi. Untuk antibodi, dapat
dideteksi setelah kelima demam. Pemeriksaan NS1 tidak bisa menggantikan pemeriksaan
antibodi. Akan tetapi tidak dapat menentukan infeksi yang terjadi primer atau sekunder. Kita juga
telah melupakan uji tourniquet. Padahal uji tourniquet merupakan uji yang paling sederhana dan
spesifik untuk DBD. Perbedaan antara demam dengue dengan demam berdarah dengue, pada
DBD sudah pasti terjadi plasma leakage, sedangkan pada demam dengue tidak terjadi.6
28
2.5 Patogenesis7
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegepty atau
Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus ini adalah organ hepar, nodus limfatikus, sumsum
tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukan bahwa sel-sel monosit dan
makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut
akan difagosit oleh sel monosit perifer.
Virus Den mampubertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut.
Infeksi virus dengue mulai dengan menempelnya virus gemonnya masuk ke dalam sel dengan
bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik
komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit
virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus DEN terjadi di sitoplasma
sel.
Patogenesisnya terjadinya syok berdasarkan hipotesis The Secondary Heterologous
Infection Theory yang dirumuskan oleh Suvatte tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder
oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang
akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu replikasi virus
dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus
dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi
(virus antibodi kompleks) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien
dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung
selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar
hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi
pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan
anoksia, yang dapat berakhir fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna
mencegah kematian.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain, dapat
mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada
29
tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis
tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
Gambar. Replikasi virus
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosine di phospat) sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial sistem) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet factor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulopati intravaskuler
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga
terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak namun tidak berfungsi baik. Di sisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi
sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat
terjadinya syok. Jadi, perdarahan massif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit dan kerusakan dinding
endotel kapiler. Akibatnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
30
Gambar. Secondary heterlogous dengue infection
A. Perubahan hematologi
Infeksi virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang komplek dan unik pada
berbagai mekanisme homeostatik dalam tubuh penderita. Komplek virus antibody yang
terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem koagulasi yang dimulai dari aktivasi faktor XII
(Hageman) menjadi bentuk aktif (XIIa). Selanjutnya faktor XIIa ini akan mengaktifkan faktor
koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga akhirnya terbentuk
fibrin. Disamping itu, selain terhadap sistem koagualsi, faktor XI Ia juga akan mengaktifkan
sistem fibrinolisis, sistem kinin dan sistem komplemen yang kesemuanya memberikan
gambaran betapa kompleksnya akibat yang ditimbulkan oleh virus DBD tersebut.
Secara klinis dapat dijumpai gejala perdarahan sebagai akibat trombositopenia berat, masa
perdarahan dan masa protrombin yang memanjang, penurunan kadar faktor pembekuan II, V,
VII, VIII, IX dan X bersama hipofibrinogenemia dan peningkatan produk pemecahan fibrin
(FDP). Sedangkan aktivasi sistem kinin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah dengan akibat kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan
hematokrit dan efusi cairan serosa. Terbentuknya bradikinin mengakibatkan pelebaran
pembuluh darah yang dapat berlanjut dengan turunnya tekanan darah. Berbagai kelainan
hematologi telah terbukti menyertai perjalanan penyakit DBD, keadaan ini dipakai sebagai
penunjang diagnosis dan untuk penatalaksanaan yang tepat serta untuk penelitian lebih jauh
mengenai patofisiologi DBD.
31
Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik
terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD masih kontroversial. Sebagian
peneliti mengatakan kemungkinan penyebabnya ialah trombopoesis yang menurun dan
destruksi trombosit dalam darah yang meningkat. Peneliti lain menemukan adanya gangguan
fungsi trombosit. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai
penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan sistem retikuloendotelial
khususya limpa dan hati.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:
1. Supresi sumsum tulang
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit
B. Sistem respon imun Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti
netralisasi, anti-hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah
IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi
sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).
Gambar. Perubahan kadar antibodi pada perjalanan infeksi
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-
5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90
hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik
antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer
antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG
meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat
32
ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi
sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang
cepat.
2.6 Manifestasi Klinis1
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue dapat terjadi
asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi undifferentiated
fever (sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD) sebagai infeksi dengue ringan;
sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah dengue (DBD) dan expanded
dengue syndrome atau isolated organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma
leakage merupakan tanda patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta
manifestasi yang tidak lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau
isolated organopathy. Secara klinis, DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak;
sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak (Gambar 1).
a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan
penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul saat demam
reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.
b. Demam dengue (DD)
33
Anamnesis didapatkan keluhan demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot
& sendi/tulang, nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial flushed, lesu,
tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan depresi umum.
Pemeriksaan fisik :
Demam: 39-40°C, berakhir 5-7 hari
Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan), leher, dan dada
Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform
Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal, lengan
atas, dan tangan
Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit yg
normal, dapat disertai rasa gatal
Manifestasi perdarahan
o Uji bendung positif dan/atau petekie
o Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna
(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia)
c. Demam berdarah dengue
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan masa
penyembuhan (convalescence, recovery).
Fase demam
Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang demam. Dijumpai
facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring
hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut.
Pemeriksaan fisik
o Manifestasi perdarahan
Uji bendung positif (≥10 petekie/inch2) merupakan manifestasi
perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal.
Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena.
Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
Epistaksis, perdarahan gusi
Perdarahan saluran cerna
Hematuria (jarang)
34
Menorrhagia
o Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi
hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal, perembesan
plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal), hipovolemia, dan syok, karena
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Perembesan plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi dari saat
demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence) ditandai dengan,
Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar
Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding
kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus = RLD) dan
ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma
Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis, nafas
cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi ≤20 mmHg,
dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang
(>3 detik). Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.
Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit,
kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak dapat segera
diatasi.
Fase penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali
merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat ditemukan
sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial rash seperti pada DD.
d. Expanded dengue syndrome
35
Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal, otak,dan
jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi penyerta, komorbiditas, atau
komplikasi dari syok yang berkepanjangan.
Perjalanan penyakit Infeksi Dengue
Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi dengue,
yaitu:
1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi
2. Fase kritis/perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma dengan
derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites.
3. Fase recovery/penyembuhan/ convalescence: perembesan plasma mendadak berhenti
disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.
2.6 Pemeriksaan Penunjang8
Untuk membantu menegakkan diagnosis demam berdarah dengue dapat dilakukan
dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.
Laboratorium
36
1. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit, dan
trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan akan
menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini
dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue, namun
tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.
2. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue
o Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit, mencapai
puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/ menghilang pada
akhir minggu keempat sakit.
o Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit
ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada
infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.
o Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi
sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun
apabila IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi sekunder.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi,
o Distres pernafasan/ sesak
o Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis terjadi apabilapada perembesan plasma telah mencapai 20%-40%
o Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai edema
paru karena overload pemberian cairan.
37
o Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama
daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri,
kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.
o Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika
felea, dan dinding buli-buli.
2.7 Diagnosis
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO,
2011).1
Kriteria klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama
2-7 hari
Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20 mmHg),
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% dari nilai dasar /
menurut standar umur dan jenis kelamin
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan:
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/
peningkatan hematokrit >20%.
Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
Dijumpai tanda perembesan plasma
o Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
o Hipoalbuminemia
Perhatian
o Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas,
mendukung diagnosis DSS.
38
o Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.
2.8 Diagnosis Banding
Pada awal perjalanan penyakit diagnosis mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi
protozoa seperti demam dengue, campak, influenza, demam chikungunya, leptospirosis dan
malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan
DBD dengan penyakit lain.
DBD harus dibedakan pada demam chikungunya. Pada demam chikungunya biasanya
seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Demam
chikungunya memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu
lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan lebih sering
dijumpai nyeri sendi. Pada demam chikungunya tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal
dan syok.5,6
39
Gambar. Manifestasi mayor pada dengue dan chikunguya2
2.9 Penatalaksanaan1
Tanda kegawatan9
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi dengue,
seperti berikiut.
Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke fase
bebas demam / sejalan dengan proses penyakit
Muntah yg menetap, tidak mau minum
40
Nyeri perut hebat
Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak
Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang hebat,
warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria
Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)
Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab
Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam
Monitor perjalanan penyakit DD/DBD1
Parameter yang harus dimonitor mencakup,
Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain
Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok, serta
mudah dan cepat utk dilakukan
Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap 2-4 jam
pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih sering pada
pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan.
Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien dengan
syok berkepanjangan / cairan yg berlebihan.
Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)
Indikasi pemberian cairan intravena9
Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral
Ancaman syok atau dalam keadaan syok
Prinsip umum terapi cairan pada DBD1,10
Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.
Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan tidak ada
respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.
Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume dan
cairan intravaskular yang adekuat.
Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk
menghitung volume cairan.
41
Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis.
Transfusi suspensi trombosit pada trombositopenia untuk profilaksis tidak dianjurkan
Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat tidak ada
perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan ABCS
yang terdiri dari, A – Acidosis: gas darah, B – Bleeding: hematokrit, C – Calsium:
elektrolit, Ca++ dan S – Sugar: gula darah (dekstrostik)
Tata laksana infeksi dengue berdasarkan fase perjalanan penyakit1
a. Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral apabila anak
masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam
Medikamentosa
o Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.
o Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
o Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahan
saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.
o Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
Supportif
42
o Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit
o Diberikan untuk 48 jam atau lebih
o Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai
keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit
b. Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan + deficit,
disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)
Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah didapat
cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat diberikan
bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil
laboratorium yang tidak normal
Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah review
hematokrit sebelum resusitasi)
Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat /
jalur arteri)
43
Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila
pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat atau
setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian
cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit
Perdarahan hebat
Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah
segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah. Bila
darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur, 10 ml/kg
darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan dan dievaluasi.
Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton dapat
digunakan.
Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense
trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini dapat
menyebabkan kelebihan cairan.
DBD ensefalopati
DBD ensefalopati dapat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak.
Ensefalopati yang terjadi bersamaan dengan syok hipovolemik, maka penilaian
ensefalopati harus diulang setelah syok teratasi.
o Apabila kesadaran membaik setelah syok teratasi, maka kesadaran menurun
atau kejang disebabkan karena hipoksia yang terjadi pada syok
o Pertahankan oksigenasi jalan napas yg adekuat dengan terapi oksigen.
Jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa krisis sudah dilewati maka,
o Cegah / turunkan peningkatan tekanan intrakranial dengan,
Memberikan cairan intravena minimal untuk mempertahankan volume
intravaskular, total cairan intravena tidak boleh >80% cairan rumatan
Ganti ke cairan kristaloid dengan koloid segera apabila hematokrit
terus meningkat dan volume cairan intravena dibutuhkan pada kasus
dengan perembesan plasma yang hebat.
44
Diuretik diberikan apabila ada indikasi tanda dan gejala kelebihan
cairan
Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi 30 derajat.
Intubasi segera untuk mencegah hiperkarbia dan melindungi jalan
napas.
Dipertimbangkan steroid untuk menurunkan tekanan intrakranial,
dengan pemberian deksametasone 0,15mg/kg berat badan/dosis
intravena setiap 6-8 jam.
o Menurunkan produksi amonia
Berikan laktulosa 5-10 ml setiap 6 jam untuk menginduksi diare
osmotik.
Antibiotik lokal akan mengganggu flora usus maka tidak diperlukan
pemberian
o Pertahankan gula darah 80-100 mg/dl, kecepatan infus glukosa yang
dianjurkan 4-6 mg/kg/jam.
o Perbaiki asam basa dan ketidakseimbangan elektrolit
o Vitamin K1 IV dengan dosis:umur < 1tahun: 3mg, <5 tahun: 5mg, >5
tahun:10mg.
o Anti kejang phenobarbital, dilantin, atau diazepam IV sesuai indikasi.
o Transfusi darah, lebih baik PRC segar sesuai indikasi. Komponen darah lain
seperti suspense trombosit dan plasma segar beku tidak diberikan karena
kelebihan cairan dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
o Terapi antibiotik empirik apabila disertai infeksi bakterial.
o Pemberian H2 antagonis dan penghambat pompa proton untuk mencegah
perdarahan saluran cerna.
o Hindari obat yang tidak diperlukan karena sebagai besar obat dimetabolisme
di hati.
Hemodialisis pada kasus perburukan klinis dapat dipertimbangkan.
c. Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor tiap
12-24 jam.
45
Indikasi untuk pulang11
Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.
Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
Nafsu makan telah kembali
Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur
Diuresis baik
Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah
trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.
2.10 Komplikasi11
DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahanginjal,
otak, jantung, paru paru, limpa dan hati. Sehingga tubuh kehabisan darah dancairan
serta menyebabkan kematian.
Ensepalopati.
Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
Disorientasi, prognosa buruk.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
46
1. World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive
Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever.
India: WHO; 2011.p.1-67.
2. Buku ajar Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI Edisi II. Editor : Sumarmo, S Purwo
Sudomo, Harry Gama, Sri rejeki.Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta 2002.
3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam:
Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4.
Jakarta:Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006.p.1774-9
4. Halstead S.B. 2008. Dengue in Tropical Medicine, Science and Practice. Imperial
College Press, London; 5:285-306
5. Soegijanto, S. Ilmu penyakit Anak Diagnosis & Penatalaksanaan. Jakarta : Salemba
Medika. 2002.
6. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Surososo T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana kasus DBD.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004
7. Hadinegoro SRH, et al. (editor). Tata laksana demam berdarah dengue di Indonesia.
Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan. 2004
8. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue Clinical Guidance. Updated
2010 sept 1. Available from: http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html.
9. WHO. Dengue for Diagnosis, treatment, prevention and control. 2009:1-146
10. Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral fluid therapy.
Pediatrics 1957;19:823
11. Demam Berdarah Dengue. Naskah lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis
Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tata laksana Kasus DBD.
47
Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Balai Penerbit, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2005.
12. Rahman AKMM, Ahmad M, Begum RS, Hossain MZ, Hoque SA, Matin A. Typhoid
fever in children – An update. J Chaka Med Coll 2010; 19(2): 135-143
48