DAYA SAING KOPI INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL … · 2020. 10. 21. · Jakarta, 29 Mei 2020....
Transcript of DAYA SAING KOPI INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL … · 2020. 10. 21. · Jakarta, 29 Mei 2020....
DAYA SAING KOPI INDONESIA DI PASAR
INTERNASIONAL
SKRIPSI
DITA MILIH ANGGRAINI
NIM. 11150920000007
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441H
ii
DAYA SAING KOPI INDONESIA DI PASAR
INTERNASIONAL
Oleh:
DITA MILIH ANGGRAINI
11150920000007
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441H
iii
RIWAYAT HIDUP
Data Diri
Nama : Dita Milih Anggraini
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Sragen, 29 Mei 1997
Agama : Islam
Alamat
: Pondok Baru II/41
RT/RW 001/006.
Pesanggrahan. Jakarta
Selatan. 12320
No. HP : 0815 1182 5793
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. 2003 – 2009 : SD Negeri 09 Pesanggrahan Pagi
2. 2009 – 2012 : SMP Negeri 177 Jakarta
3. 2012 – 2015 : SMA Negeri 87 Jakarta
4. 2015 – 2020 : Agribisnis - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
1. 2015-2016 : Kepala Divisi Pengabdian Masyarakat BPW II
Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia
(ISMPI)
: Ketua Pelaksana Ospek Jurusan Agribisnis
: Wakil Pelaksana Agri Camp Jurusan Agribisnis
: Divisi Humas Kegiatan TOP 2016
: Divisi Acara Kegiatan AKSI 2016
iv
2. 2016-2017 : Anggota Kemahasiswaan HMJ Agribisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
: Kepala Hubungan Masyarakat LSO Sagribisinis
UIN Jakarta
: Kepala Penanggung Jawab Tim Mentoring HMJ
Agribisnis.
: Steering Comitte PBAK 2017
3. 2017-2018 : Ketua Komisi Pengawasan Senat Mahasiswa
Fakultas Sains dan Teknologi
Pengalaman Kerja
2018 : Divisi Pegembangan Bisnis dan Industri
Perum BULOG.
2019 : Admin Sosial Marketing di Scale Up.
2020 : Cashier di Event Big Bad World
: Owner TukangSayur.Co
(Ciputat Area, Bintaro Area, dan Cirendeu Area)
v
vi
LEMBAR PERYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 29 Mei 2020.
Dita Milih Anggraini
1150920000007
vii
ABSTRACT
Dita Milih Anggraini, The Competitiveness of Indonesia’s Coffee in the
International Market. Under the guidance of Iwan Aminudin and Acep
Muhib.
This research aims to 1) Analyze the structure of the coffee market in the
international market, 2) Analyze the comparative advantage possessed by
Indonesian coffee in the international market, 3) Analyze the competitive advantage
of Indonesian coffee in the international market and 4) Analyze the position of
Indonesia's coffee trade in international market. The scope of this research includes
international coffee commodity trading using the Harmonized System (HS) code
0901. The data used are secondary data in the form of time series data from 2008-
2018. Data sourced from the Central Statistics Agency (BPS), Directorate General
of Plantations, Ministry of Agriculture, Ministry of Trade, Ministry of Industry,
Ministry of Finance, Ministry of Economic Affairs, UN Comtrade, Food and
Agriculture Organization, World Bank and International Coffee Organization
(ICO). The method used in this study uses Herfindahl Index (HI) analysis tool to
analyze the structure of the coffee market, the Revealed Comparative Advantage
(RCA) method to analyze and determine the comparative strength of coffee
commodity competitiveness, the Diamond Porter Sistem for internal and external
situation analysis to see the advantages competitive coffee commodity
competitiveness and the Trade Specialization Index (ISP) to analyze the position or
stages of coffee development.
Based on the results HS Code analysis 0901 uses HI known to have a
monopolistic market structure with a value of 726.30. Based on the analysis of the
RCA method, the four largest coffee exporter countries in Indonesia have RCA
values with an average of 3.89. These values mean that Indonesia has a strong
comparative advantage but is still below the countries of Brazil, Colombia and
Vietnam. In addition, Indonesia has strong competitiveness in the main coffee
export destination countries with an average RCA value, namely Morocco (146.49),
Georgia (105.99), Egypt (29.65), United Kingdom (18.35), Germany (10.95), Italy
(8.66), Malaysia (8.29), the United States (6.32), Singapore (5.26) and Japan (2.05).
Based on the results of the analysis with Diamond Porter Sistem Indonesia
has a competitive advantage with strong competitiveness as proven by most of the
main components supporting each other. But there are links that are not mutually
supportive, namely the condition of resource-bound industries and supporting
industries and the conditions of resource-conditions of demand. Based on ISP
analysis of the position or stages of the development of Indonesia's coffee trade
with a value of 0.90. This value shows the coffee commodity is in the fourth stage
or at the maturity stage. Indonesian coffee is already at the stage of standardization
on the technology used. This shows Indonesia as a coffee exporter in the
international market.
Keywords: Coffee, Market Share, Competitive Advantage, and Diamond Porter Sistem.
viii
RINGKASAN
Dita Milih Anggraini, Daya Saing Kopi Indonesia di Pasar Internasional. Di
bawah bimbingan Iwan Aminudin dan Aceb Muhib.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis struktur pasar kopi di pasar
internasional, 2) Menganalisis keunggulan komparatif yang dimiliki oleh kopi
Indonesia di pasar internasional, 3) Menganalisis keunggulan kompetitif yang
dimiliki kopi Indonesia di pasar internasional dan 4) Menganalisis posisi
perdagangan kopi Indonesia di pasar internasional. Ruang lingkup penelitian ini
mencakup perdagangan komoditi kopi secara internasional dengan menggunakan
kode Harmonized System (HS) 0901. Data yang digunakan adalah data sekunder
berupa data time series dari tahun 2008-2018. Data bersumber dari Badan Pusat
Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian,
Kementerian Perdagangan, Kementerian Industri, Kementerian Keuangan,
Kementerian Bidang Perekonomian, UN Comtrade, Food and Agriculture
Organisation, World Bank dan International Coffee Organisation (ICO). Metode
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat analisis Herfindahl Index
(HI) untuk menganalisis struktur pasar kopi, metode Revealed Comparative
Advantage (RCA) untuk menganalisis dan mengetahui kekuatan daya saing
komoditi kopi secara komparatif, Diamond Porter Sistem untuk analisis situasi
internal dan eksternal untuk melihat keunggulan daya saing komoditi kopi secara
kompetitif dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) untuk menganalisis posisi
atau tahapan perkembangan kopi.
Berdasarkan hasil analisis Kode HS 0901 menggunakan HI diketahui
berstruktur pasar monopolistik dengan nilai 726.30. Berdasarkan hasil analisis
metode RCA keempat negara eksportir kopi terbesar Indonesia memiliki nilai RCA
dengan rata-rata 3.89.Nilai tersebut mengartikan bahwa Indonesia memiliki
keunggulan komparatif yang kuat namun masih dibawah negara Brazil, Kolombia
dan Vietnam. Selain itu Indonesia memiliki daya saing kuat di negara tujuan utama
ekspor kopi dengan nilai rata-rata RCA yaitu Maroko (146.49), Georgia (105.99),
Mesir (29.65), Inggris (18.35), Jerman (10.95), Italia (8.66), Malaysia (8.29),
Amerika Serikat (6.32), Singapura (5.26) dan Jepang (2.05).
Berdasarkan hasil analisis dengan Diamond Porter Sistem Indonesia
memiliki keunggulan kompetitif berdaya saing kuat yang dibuktikan dengan
sebagian besar komponen utama saling mendukung. Namun ada keterkaitan yang
tidak saling mendukung yaitu kondisi sumber daya-industri terikat dan industri
pendukung dan kondisi sumber daya-kondisi permintaan. Berdasarkan analisis ISP
posisi atau tahapan perkembangan perdagangan kopi Indonesia dengan nilai 0.90.
Nilai ini menunjukan komoditas kopi berada di tahap keempat atau pada tahap
kematangan. Kopi Indonesia sudah pada tahap standarisasi pada teknologi yang
digunakan. Hal ini menunjukkan Indonesia sebagai eksporter kopi di pasar
internasional.
Kata Kunci: Kopi, Pangsa Pasar, Keunggulan Kompetitif, dan Diamond Porter Sistem.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T atas berkat dan rahmat-Nya karena
dengan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-1.
Penulis menyadari banyak proses yang harus dilalui dalam perkuliahan sehingga
pada akhirnya dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Daya
Saing Kopi Indonesia di Pasar Internasional”. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk menyelesaikan program studi Strata-1 di Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini tentunya tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan serta
dorongan dari berbagai pihak baik yang terlibat secara langsung maupun tidak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapukulan terimakasih
kepada:
1. Kedua orang tua saya papah, mamah, dan adik serta seluruh keluarga besar
tercinta yang tidak pernah menanyakan saya lulus kapan dan saya menjadi
bahagia untuk menyelesaikan tugas akhir program studi Strata-1.
2. Ibu Prof. Dr Lily Surayya E.P., M. Env. Stund selaku dekan Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Ir. Siti Rochaeni, M.Si dan Ibunda Risky Adi P. MM selaku ketua
dan Sekertaris program studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang senantiasa mengingatkan penuh cinta dengan
kelulusan ini.
x
4. Bapak Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si, selaku dosen pembimbing pertama serta
merangkap seperti ayahanda yang telah membimbing untuk memberikan
arahan dan dukungan kepada penulis dan Bapak Drs. Acep Muhib, MM
selaku dosen pembimbing kedua yang telah membimbing penulis dalam
menyusun skripsi yang kebaikanya berlimpah.
5. Ibu Dr, Ir. Elpawati. M.P dan Ibu Puspi Eko Wiranthi M.Sc selaku penguji I
dan II yang senantiasa memberikan masukkan berarti dalam penelitian saya.
6. Teman seperjuangan Arin, Bowo, Asya, Dewi, Ture, Rahmat, dan Boil.
Teman seperjuangan Internship Jepang, Yuanita, Sekar, Zulfa, dan Khumaedi
dan keluarga keduaku Kak Lulu, Abang Noval, dan Naura terimakasih sudah
memberikan perhatian dan kasih sayang yang tidak terhingga.
7. Sahabaku Nadinta, Rika, Shavira, Anka, Faiz, Fikri, dan Rekha terima kasih
atas dukungan, semangat dan menjadi hiburan dikala jenuh. Semoga
persahabatan kita selamanya sampai tua nanti.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih banyak
kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan penelitian ini. Akhir kata penulis
mengharapukulan skripsi ini bermanfaat dan dapat memenuhi apa yang
diharapukulan oleh semua pihak.
Jakarta, Mei 2020
Dita Milih Anggraini
xi
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN UJIAN .................................................................................. v
LEMBAR PERYATAAN ................................................................................ vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
RINGKASAN .................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 17
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 17
1.2. Perumusan Masalah ......................................................................... 25
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 27
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 29
2.1. Tanaman Kopi ................................................................................. 29
2.2. Perdagangan Internasional ............................................................... 32
2.2.1. Manfaat Perdagangan Internasional ...................................... 35
2.2.2. Penyebab Perdagangan Internasional .................................... 36
2.2.3. Teori Perdagangan Internasional ........................................... 39
2.3. Struktur Pasar................................................................................... 45
2.3.1. Pasar Persaingan Sempurna ................................................... 46
2.3.2. Pasar Persaingan Tidak Sempurna ........................................ 47
2.4. Konsep Daya Saing.......................................................................... 51
2.5. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 56
2.6. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 58
xii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 60
3.1. Waktu Penelitian .............................................................................. 60
3.2. Jenis dan Sumber Data..................................................................... 60
3.3. Metode Pengumpulan Data.............................................................. 61
3.4. Metode Analisis Data ...................................................................... 63
3.4.1. Analisis Herfindahl Index (HI) .............................................. 63
3.4.2. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)............... 66
3.4.3. Analisis Diamond Porter Sistem ........................................... 67
3.4.4. Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) .................... 68
BAB IV GAMBARAN UMUM KOPI ............................................................ 71
4.1. Perkembangan Kopi Di Indonesia ................................................... 71
4.2. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kopi di Indonesia ............. 72
4.3. Harga dan Konsumsi Kopi di Indonesia .......................................... 75
4.4. Ekspor dan Impor Kopi Indonesia ................................................... 76
4.5. Luas Areal dan Produksi Kopi Di Dunia ......................................... 77
4.6. Harga Kopi Di Dunia ....................................................................... 79
4.7. Perdagangan Kopi Di Dunia ............................................................ 81
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 83
5.1. Struktur Pasar Kopi Indonesia di Pasar Internasional ..................... 83
5.2. Keunggulan Komparatif Kopi di Pasar Internasional. ..................... 86
5.3. Keunggulan Komparatif Kopi di Negara Tujuan. ........................... 89
5.4. Keunggulan Kompetitif Diamond Porter Sistem ............................ 92
5.4.1. Komponen Utama .................................................................. 93
5.4.2. Komponen Pendukung .......................................................... 118
5.4.3. Keterkaitan Komponen Utama .............................................. 122
5.4.4. Keterkaitan Komponen Pendukung ....................................... 125
5.5. Posisi Perdagangan Kopi Indonesia di Pasar Internasional ............. 126
BAB VI PENUTUP ......................................................................................... 128
6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 128
6.2. Saran ................................................................................................ 128
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 130
xiii
LAMPIRAN ..................................................................................................... 137
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. PDB Atas Dasar Harga Konstan 2015-2019. ............................................... 17
2. Negara Eksportir Kopi Dunia Berdasarkan Kode HS 0901. ........................ 18
3. Produksi, Proporsi dan Laju Pertumbuhan Kopi Dunia 2014-2017. ........... 19
4. Sumber Data. ................................................................................................ 61
5. Daftar Narasumber. ...................................................................................... 63
6. Nilai Herfindahl Index Suatu Industri. ......................................................... 65
7. Luas Areal Kopi di Indonesia Tahun 2008-2018. ........................................ 72
8. Perkembangan Harga Kopi di Indonesia 2008-2018. .................................. 75
9. Luas Areal dan Produksi Kopi di Dunia Tahun 2008-2017. ........................ 78
11. Konsumsi Kopi Dunia. ............................................................................... 81
12. Nilai HI Eksportir Kopi di Pasar Internasional 2008-2018. ....................... 85
13. Luas Areal Perkebunan Kopi, Kakao, dan Kelapa Sawit........................... 89
14. Persyaratan Tumbuh Tanaman Kopi berdasarkan Iklim. ........................... 94
15. Nilai Logistic Performance Index (LPI) Tahun 2018. ............................... 104
16. Kuantiti Nilai Perdagangan di Negara Tujuan Utama. .............................. 106
17. Major Coffee Chain Outlets. ...................................................................... 108
18. Coffee Speciality yang Tersertifikasi Indikasi Geografis (SIG). ................ 122
19. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) Komoditi Kopi. ............................ 126
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Produksi Kopi Indonesia Tahun 2008-2018. ............................................... 20
2. Harga Kopi Dunia. ....................................................................................... 22
3. Grafik Harga Komoditi Relatif Ekuilibrium setelah Perdagangan. ............. 44
4. Penentu Daya Saing Nasional. ..................................................................... 52
5. Kerangka Pemikiran Operasional. ............................................................... 59
6. Kurva ISP sesuai Teori Siklus Produk. ........................................................ 69
7. Luas Areal Kopi Arabika dan Kopi Robusta. .............................................. 73
8. Produksi Kopi Arabika dan Kopi Robusta. .................................................. 74
9. Perkembangan Nilai Perdagangan dan Volume Ekspor. ............................. 76
10.Harga Bulanan Kopi Dunia ......................................................................... 80
11. Nilai Perdagangan dan Volume Ekspor Kopi ............................................ 81
12. Grafik Pangsa Pasar Empat Negara Eksportir Utama Kopi. ...................... 83
13. Nilai RCA Eksportir Terbesar di Pasar Internasional 2008-2018. ............. 86
14. Nilai RCA Kopi Indonesia di 10 Negara Tujuan Utama. .......................... 90
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Produktivitas Kopi Indonesia. ...................................................................... 138
2. Perkembangan Harga Kopi Di Dunia. ......................................................... 139
3. Perhitungan Nilai RCA Eksportir Kopi Terbesar. ....................................... 141
4. Perhitungan RCA Indonesia di Negara Tujuan. ........................................... 143
5. Penyerapan Tenaga Kerja Perkebunan Komoditas Kopi. ............................ 149
6. Pihak Dalam Penyaluran KUR Tahun 2018. ............................................... 151
7. Daftar Industri Pengolahan dengan Bahan Baku Kopi. ............................... 153
8. Daftar Pertanyaan Wawancara. ..................................................................... 156
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian di negara
berkembang, khususnya negara Indonesia. Salah satu penyumbang sumber devisa
negara terbesar adalah subsektor perkebunan. Hal ini dapat dilihat dalam PDB
sektor pertanian yang semakin meningkat pada setiap tahunnya seperti yang tersaji
dalam Tabel 1.
Tabel 1. PDB Atas Dasar Harga Konstan 2015-2019. PDB Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018* 2019**
A. Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan
1,171,445.8
1,210,955.5
1,258,375.7
1,307,373.9
1,354,957.3
1. Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa
Pertanian
906,805.5
936,356.9
970,262.9
1,005,775.9
1,039,255.1
a. Tanaman Pangan 280,018.8 287,216.5 293,858.0 298,146.1 293,127.0
b. Tanaman Hortikultura 127,110.0 130,832.3 135,649.0 145,131.2 153,157.8
c. Tanaman Perkebunan 345,164.9 357,137.7 373,194.2 387,496.7 405,147.5
d. Peternakan 136,936.4 143,036.5 148,688.8 155,539.9 167,741.5
e. Jasa Pertanian dan
Perburuan
17,575.4
18,133.9
18,872.9
19,462.0
20,081.3
2. Kehutanan dan
Penebangan Kayu
60,623.5
60,002.0
61,279.6
62,981.8
63,217.6
3. Perikanan 204,016.8 214,596.6 226,833.2 238,616.2 252,484.6
Dalam Miliar Rupiah. *Angka Sementara
**Angka Sangat Sementara
Sumber: BPS (2020)
Tabel 1 menunjukan PDB Indonesia selama lima tahun, nilai PDB pada
subsektor tanaman perkebunan mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun
2015 tanaman perkebunan menyumbang sebesar Rp. 345.164 Miliar dan
mengalami peningkatan hingga 2019 menjadi Rp. 405.147 Miliar. Total
penerimaan nilai PDB sektor pertanian mengalami kenaikan, dilihat pada semua
18
nilai subsektor pertanian juga mengalami kenaikan pada setiap tahunnya. Pada
tahun 2015 nilai sektor pertanian sebesar Rp. 1.171.445 Miliar menjadi Rp
1.354.957 Miliar pada tahun 2019.
Sektor perkebunan Indonesia memiliki kopi sebagai komoditas unggulan
nasional. Indonesia sebagai negara pengekspor kopi dunia menduduki posisi ke
empat setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia (International Coffe Organization,
2019). Kopi merupakan komoditas yang paling populer untuk diperdagangkan di
dunia. Salah satunya sebagai tulang punggung ekonomi di Amerika Latin, Asia dan
Afrika (Rainforest Alliance, 2016).
Tabel 2. Negara Eksportir Kopi Dunia Berdasarkan Kode HS 0901.
NO
2013 2017
Negara Volume (Kg) Negara Volume (Kg)
1 Brazil 1,701,161,675 Brazil 1,649,487,496
2 Vietnam 1,269,63,247 Vietnam 1,466,204,987
3 Kolombia 547,569,062 Kolombia 720,911,235
4 Jerman 540,658,880 Indonesia 467,797,006
5 Indonesia 534 ,025,073 Horduras 431,490,801
6 Angola 301,034,992 Slovenia 371,200,707
7 Peru 238,698,541 Uganda 286,563,521
8 Uganda 230,985,179 India 263,599,290
9 India 229,295,861 Belgium 253,650774
10 Etopia 218,989,895 Peru 246,019,005
Sumber: UN Comtrade (2019)
Pengembangan tanaman kopi di Indonesia belum menunjukkan hasil positif
dalam peningkatan ekspor yang dilakukan Indonesia di pasar internasional. Tahun
2013 Indonesia menempati peringkat kelima di bawah Brazil, Vietnam, Kolombia
dan Jerman. Indonesia mengekspor sebanyak 534,025,073 Kg dan terjadi
penurunan ekspor di tahun 2017 menjadi 467,797,006 Kg. Namun Indonesia
menempati urutan ke empat dalam peta persaingan komoditi di pasar internasional
19
naik satu peringkat dibanding tahun 2013. Berdasarkan data UN Comtrade pada
2018 Indonesia mengalami lagi penurunan volume menjadi hanya 279,960,851 Kg.
Penurunan volume ekspor dijabarkan pada Tabel 2.
Tabel 3. Produksi, Proporsi dan Laju Pertumbuhan Kopi Dunia 2014-2017.
Negara Produksi Kopi Dunia (Ribu Ton) Proporsi
2017
Laju
Pertumbuhan
2014-2017 2014 2015 2016 2017
Brazil 3.138 2.146 3.407 3.164 33.09 % 0.28 %
Vietnam 1.590 1.724 1.532 1.770 18.51 % 3.64 %
Kolombia 804 841 878 840 8.78 % 1.47 %
Indonesia 652 752 689 654 6.84 % 0.12 %
Honduras 316 347 447 462 4.83 % 13.49 %
Etopia 395 403 438 459 4.80 % 5.18 %
India 327 348 312 350 3.66 % 2.33 %
Urganda 225 219 298 288 3.01 % 8.63 %
Peru 173 198 253 257 2.69 % 14.08 %
Meksiko 215 174 227 240 2.51 % 3.66 %
Lainnya 1.083 1.062 1.061 1.078 11.27 % -0.16 %
Total
Dunia
8.917 9.214 9.544 9.562 100 % 2.35 %
Sumber: International Coffee Organization (2019)
Tabel 3 menunjukan produksi, proporsi dan laju pertumbuhan kopi dunia.
Tahun 2014, produksi kopi dunia mengalami peningkatan secara volume dengan
output produksi 2017 mencapai 9.562 ribu Ton dengan presentase laju pertumbuhan
positif mencapai nilai 2.35%, dengan pertumbuhan positif setiap tahunnya. Brazil
merupakan negara produsen utama kopi dunia disusul dengan Vietnam dan
Kolombia. Indonesia menempati posisi keempat dengan output produksi mencapai
654 ribu Ton pada tahun 2017 atau sama dengan 6.87% produksi kopi dunia.
Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang positif dengan presentase 0.12% selama
tahun 2014-2017. Pertumbuhan mengalami hal positif pada tahun 2015 sebesar
15.4%, tetapi pada tahun 2016 terjadi perlambatan sebesar -8.33% dan pada tahun
20
2017 mengalami penurunan kembali sebesar -5.13% (Indonesia Eximbank Institute,
2019).
Gambar 1. Produksi Kopi Indonesia Tahun 2008-2018.
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2019)
Gambar 1 produksi kopi pada tahun 2007 hingga 2018. Produk kopi
Indonesia sebagian besar merupakan produk yang diekspor ke pasar internasional.
Tahun 2007 produksi kopi mencapai 676,467 Ton dan luas areal 1.295.912 Ha.
Tahun ke tahun produksi kopi Indonesia mengalami fluktuasi. Tahun 2008 produksi
kopi Indonesia tertinggi sebesar 698,016 Ton dengan total luas areal 1.295.110 Ha.
Pada tahun 2017 produksi kopi mengalami peningkatan hingga 717.962 Ton dan
luas areal yang menurun menjadi sebesar 1.238.598 Ha setelah sebelumnya
produksi kopi mengalami stagnan bahkan cenderung menurun. Produksi cenderung
stagnan diakibatkan oleh perkebunan rakyat yang belum maksimal terkelola,
terkendala modal, pengetahuan informasi yang kurang memadai dan teknologi
pengelolaan tanaman yang dimiliki belum optimal (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2018).
580,000
600,000
620,000
640,000
660,000
680,000
700,000
720,000
740,000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
To
n
Tahun
Produksi Kopi Indonesia Tahun 2007-2018
21
Direktorat Jenderal Perkebunan dalam renstra 2015-2019 menempatkan
komoditas kopi menjadi salah satu komoditas yang dijadikan pokok subagenda
prioritas peningkatan agroindustri yaitu peningkatan produksi komoditas andalan
dan prospek ekspor serta mendorong perkembangan agroindustri di pedesaan,
selain komoditas kelapa sawit, kakao, teh, dan kelapa. Pengembangan komoditas
ini dilakukan untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman
perkebunan berkelanjutan dengan cara intensifikasi, rehabilitasi, dan ekstensifikas.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, produksi kopi Indonesia
hingga tahun 2018 didominasi oleh 81.18% kopi jenis robusta yang 95,58%
diusahakan oleh sebagian besar perkebunan milik rakyat (PR) atau berkontribusi
terhadap rata-rata produksi kopi mencapai 537.57 ribu Ton. Provinsi-provinsi yang
berkontribusi paling besar untuk produksi kopi Indonesia adalah Sumatera Selatan,
Lampung, Sumatera Utara, Bengkulu, dan Aceh. Perkebunan rakyat menyerap
tenaga kerja yang cukup besar, sebanyak 1,78juta kepala keluarga dengan rata-rata
kepemilikan sebesar 0.7 Ha. Tidak hanya Perkebunan Rakyat (PR) namun
Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Swasta (PBS) menyerap tenaga
kerja sebanyak 29,600 kepala keluarga dan 34,700 kepala keluarga (BPS, 2018).
Indonesia adalah pemain terkemuka di pasar dunia setidaknya menyumbang
7% dari total produksi kopi dunia dan sekitar 6% dari ekspor global setelah Brazil
33%, Vietnam 18.5% dan Kolombia 8.7%. Namun terlepas dari keberhasilan
menjadi eksportir terbesar di dunia, masih banyak hambatan yang ditemukan
Indonesia sebagai pengekspor kopi ke pasar dunia. (Canada-Indonesia Trade and
Private Sector Assistance Project, 2017). Hambatan dalam negeri yang dihadapi
22
Indonesia yang paling menonjol adalah produktivitas rendah, kualitas kopi, dan
iklim yang mempengaruhi penurunan hasil panen kopi. Produktivitas kopi
Indonesia sebesar 500 kg perHa dengan luas areal mencapai 1.2 juta Ha, kalah
dibandingkan Vietnam yang produktivitasnya mencapai 2,7 Ton perHa dengan luas
lahan 630 ribu Ha. Indonesia belum mampu untuk memaksimalkan produktivitas
lahan. Tingkat kecenderungan membudidayakan kopi jenis robusta lebih tinggi
dibanding jenis arabika. Jenis robusta Indonesia umumnya memperoleh harga yang
lebih rendah dari kopi lain yang diproduksi oleh Brazil dan Kolombia. Permintaan
dunia atas jenis robusta sebesar 30%, sisanya sebesar 70% adalah jenis arabika.
Kopi Indonesia memiliki mutu yang didominasi oleh mutu kelas IV yang memiliki
jumlah nilai cacat 45-60 untuk kelas 4a dan 61-80 untuk kelas 4b (Hasibuan, 2012).
Meningkatnya harga kopi di pasar domestik dan melemahnya harga kopi
dunia menjadi hambatan yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan NewYork Arabica
Coffee Price harga rata-rata kopi arabika di pasar global tahun 2019 tercatat 2.74
US$ perKg. Sedangkan berdasarkan Bursa Liffe London harga kopi jenis robusta
tercatat 1.40 US$ perKg ditahun yang sama. Harga ini menurun jika dibandingkan
dengan tahun 2017.
Gambar 2. Harga Kopi Dunia.
Sumber: NewYork Arabica Coffee Price, Bursa Liffe London (2020) (diolah)
3.29 3.05 2.75 2.741.76 2.01 1.66 1.4
0
2
4
2016 2017 2018 2019
US
$/K
G
Tahun
Harga Kopi Dunia
Arabika Robusta
23
Hambatan tidak hanya berasal dari dalam negeri, namun juga luar negeri.
Persaingan semakin ketat diakibatkan oleh perubahan keseimbangan pasar kopi
dunia dimana terjadi over supply atau kelebihan pasokan kopi dunia, munculnya
negara pesaing yang menghasilkan produk sejenis dan meningkatnya kesadaran
masyarakat dunia akan kelestarian lingkungan asal produk yang diperjualbelikan.
Kelebihan pasokan kopi dunia dapat mempengaruhi harga, dalam laporan
International Coffee Organization (2019) menyatakan bahwa produksi kopi global
mencapai 167.47 juta kantong. Angka tersebut melampaui target sebesar 165.18
juta kantong pada tahun 2017-2018. Hal ini terjadi akibat Brazil mengalami panen
raya kopi 2 tahunan yang mempengaruhi perdagangan dan harga kopi dunia
menurun. Sebagai eksportir utama, Brazil memegang peran penting dalam
penentuan harga kopi global, baik karena kebijakan pemerintahnya ataupun karena
gangguan iklim. Tingginya tingkat persaingan antarnegara produsen kopi baik
negara lama maupun negara baru untuk memperebutkan pangsa pasar di pasar
internasional.
Pada perdagangan kopi saat ini pembeli memiliki standar tinggi pada produk
yang diperjualbelikan. Perubahan atas standar kualitas dan regulasi baik dari
importir perseorangan atau importir yang mempengaruhi terhadap ekspor kopi.
Salah satu kebijakan pangan terbaru dalam perdagangan internasional untuk kopi
salah satunya adalah Ochratoxin A (OTA) (Nugroho, 2014). Ochratoxin A (OTA)
merupakan kontaminasi jamur pada kopi. Pada tahun 2000an terjadi peningkatan
pencemaran Ochratoxin A pada kopi yang memiliki korelasi terhadap
konsumennya. OTA sendiri merupakan racun alami atau mikotoksin yang tidak
24
dapat sepenuhnya dihilangkan saat kopi dipanggang (Food and Agriculture
Organization, 2020). Kebijakan ini berdampak pada kegiatan ekspor Indonesia ke
negara Eropa. Negara Eropa merupakan salah satu negara importir terbesar kopi
dari Indonesia. Negara tersebut menerapukulan pembatasan OTA pada kopi
panggang sejak pertengahan 2005. Negara Eropa mengeluarkan peraturan terbaru
tentang OTA adalah European Commision (EC) No. 1881/2006 tanggal 19
Desember 2006. Selain itu negara Jepang juga mengeluarkan Japan Positive List of
Regulation on Food Safety Standard serta penjabaran tentang Maximal Residual
Level (MRL) yang dikeluarkan pada tahun 2006. Peraturan ini ditunjukkan langsung
terhadap eksportir dan petani Indonesia. Didalam peraturan tersebut Jepang
menetapukulan batasan pestisida pada makanan, tidak terlepas pada komoditi kopi.
Berdasarkan data UN Comtrade (2018), impor kopi Indonesia mengalami
kenaikan menjadi 78.847.137 Kg dengan nilai perdagangan mencapai 155.778.331
US$. Indonesia mengimpor kopi dari negara Vietnam, Brazil dan Timor Leste.
Walaupun Indonesia merupakan negara pengekpor kopi hijau terbesar d idunia
namun laju pertumbuhan impor kopi sendiri semakin signifikan. Peningkatan nilai
impor ini dikarenakan potensi pertumbuhan yang dimiliki kopi Indonesia tidak
diikuti dengan kapasitas dan perbaikan produksii serta regulasi yang mampu
mendorong ekspor produk kopi (Purnadi dan Riris, 2018).
Seiring dengan perkembangan globalisasi, kegiatan ekspor menjadi
semakin penting karena merupakan salah satu penggerak perekonomian suatu
negara. Kegiatan ekspor impor merupakan salah satu indikator ekonomi Indonesia
(Kementerian Perdagangan. 2020). Prospek perkebunan khususnya kopi
25
memberikan peluang untuk meningkatkan kontribusi usaha perkebunan terhadap
pembangunan ekonomi nasional, melalui peningkatan ekspor sebagai devisa,
penyediaan lapangan tenaga kerja, dan pengembangan wilayah. Era globalisasi dan
perdagangan bebas telah mendorong persaingan antarnegara menjadi semakin
ketat. Kegiatan perdagangan ini tidak hanya mencari keuntungan namun setiap
negara berusaha terus meningkatkan kualitas, kuantitas dan loyalitas terhadap
konsumen di negara ekspornya. Adanya pesaing terbesar seperti negara Brazil,
Kolombia dan Vietnam mendorong industri perkopian Indonesia harus mampu
meningkatkan baik dalam kualitas dan kuantitas. Dengan melihat peluang dan
hambatan perlu dilakukan analisis daya saing dalam menghadapi tingkat persaingan
yang terjadi di pasar internasional. Dengan uraian tersebut maka diperlukan
penelitian untuk mengkaji keunggulan komparatif serta keunggulan kompetitif
untuk mempertahankan posisi perdagangan kopi Indonesia dalam perdagangan
internasional dalam upaya pengembangan ekspor kopi di Indonesia secara berkala.
1.2. Perumusan Masalah
Kopi merupakan komoditas unggulan yang dimiliki Indonesia. Hal ini
dikarenakan karena salah satu komoditas yang menyumbang sumber devisa negara
terbesar. Indonesia menjadi negara ke empat dalam pasar kopi dunia. Berdasarkan
data UN Comtrade pada tahun 2017 Indonesia mengekspor sebanyak 467.797.006
Kg ke pasar dunia dan menurun jika dibandingkan dengan tahun 2018.
Permasalahan tersebut tentunya berdampak pada daya saing kopi Indonesia.
Banyaknya pesaing baru yang masuk dalam perdagangan kopi dunia
26
mengakibatkan pesaingan yang semakin ketat. Kesadaran masyarakat akaan
kelestarian lingkungan dan keamanan pangan mengakibatkan konsumen baik
domestik dan dunia menuntut agar kualitas yang diberikan semakin baik. Oleh
sebab itu maka perlu dilakukan analisis daya daing komoditas kopi Indonesia
sehingga mampu diandalkan dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan
pemaparan diatas dapat dirumuskan permasalahan antara lain adalah:
1. Bagaimana struktur pasar kopi di pasar internasional?
2. Bagaimana keunggulan komparatif kopi Indonesia di pasar internasional?
3. Bagaimana keunggulan komparatif kopi Indonesia di negara tujuan utama?
4. Bagaimana keunggulan kompetitif kopi Indonesia di pasar internasional?
5. Bagaimana posisi atau tahapan perdagangan komoditas kopi Indonesia di
pasar Internasional?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis struktur pasar kopi di pasar internasional.
2. Menganalisis keunggulan komparatif yang dimiliki oleh kopi Indonesia di
pasar internasional.
3. Menganalisis keunggulan komparatif yang dimiliki oleh kopi Indonesia di
negara tujuan utama.
4. Menganalisis keunggulan kompetitif yang dimiliki kopi Indonesia di pasar
internasional.
27
5. Menganalisis posisi atau tahapan perdagangan kopi Indonesia di pasar
internasional.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, maka manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi instansi pemerintah dan pelaku usaha sebagai bahan pertimbangan
ataupun masukan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan ekspor
komoditas kopi di pasar internasional.
2. Bagi pembaca sebagai sumber informasi dan perbandingan serta pemasukan
bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
3. Bagi peneliti yaitu meningkatkan kemampuan menganalisa sebuah
permasalahan dengan mengimplementasikan mata pelajaran yang sudah
didapat selama perkuliahan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian memiliki batasan agar peneliti terarah.
Penelitian ini fokus pada komoditas kopi dengan menggunakan kode HS 0901 (kopi
disangrai atau dihilangkan kafeinya maupun tidak: sekam dan kulit kopi: pengganti
kopi mengandung kopi dengan perbandingan berapapun). Kode HS 0901
digunakan untuk mengidentifikasi struktur pasar komoditas kopi, daya saing kopi
di pasar internasional dan posisi perkembangan kopi di Indonesia.
28
Analisis dilakukan dari rentang waktu 2008-2018. Adapun jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deret waktu, data sekunder dan literatur
resmi terkait perdagangan kopi. Data yang diolah adalah nilai perdagangan ekspor
kopi di dunia berdasarkan data United National Comtrade. Selain itu dalam
penelitian ini menganalisis sepuluh negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia
merujuk pada data Badan Pusat Statistik. Sepuluh negara tersebuat yaitu Amerika
Serikat, Jerman, Malaysia, Jepang, Maroko, Georgia, Mesir, Singapura, Italia dan
Inggris. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Herfindahl
Indeks (HI), Revelead Comparative Advantages (RCA), Diamond Porter Sistem dan
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kopi
Komoditas perkebunan yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan
diantaranya adalah tanaman kopi. Kopi (Coffea Sp) merupakan tanaman yang
berasal Ethiopia yang tumbuh di daerah hampir diseluruh pegunungan Ethiopia.
Tanaman kopi mulai masuk ke Indonesia diperkirakan pada tahun 1698-1699 yang
dibawa oleh Belanda yang ditanam secara percobaan dalam masa tanam paksa
karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kopi diperkenalkan di Indonesia lewat
Sri Lanka (Ceylon). Pada awalnya pemerintah Belanda di daerah Batavia (Jakarta),
Sukabumi, dan Bogor. Kopi juga ditanam di Jawa Timur, Jawa Tengan, Jawa Barat,
Sumatera dan Sulawesi. Pada permulaan abad ke-20 perkebunan kopi di Indonesia
hampir seluruhnya terkena hama. Pemerintah Belanda kemudian menanam kopi
liberika untuk menanggulangi hama tersebut. Varietas ini tidak begitu lama populer
dan juga terserang hama. Kopi liberika masih dapat ditemukan di Pulau Jawa, walau
jarang ditanam sebagai bahan produksi komersil. Biji liberika sedikit lebih besar
dibandingkan kopi arabika dan kopi robusta (Olivia, 2014: 23).
Kopi tidak diragukan lagi dalam penyumbang sumber devisa bagi negara
kita. Kopi yang menjadi komoditas unggulan ekspor. Kopi Indonesia saat ini
menempati peringkat keempat terbesar di dunia dari segi hasil volume ekspor dunia.
Komoditas ini memiliki sejarah dan memiliki peran penting bagi pertumbuhan
perekonomian. Kopi yang awalnya dibawa sekitar tahun 1696 oleh pemerintah
30
Belanda yang kala itu berkuasa di Indonesia hingga menjadikan Indonesia sebagai
negara produsen kopi terbesar di dunia. Sekitar 60% dari jumlah produksi kopi
nasional diekspor dan sisanya dikonsumsi nasional (Rahardjo, 2017: 8).
Terdapat banyak spesies tanaman kopi di dunia, akan tetapi yang paling
banyak dibudidayakan diberbagai negara termasuk di Indonesia adalah jenis
arabika dan robusta. Hal tersebut karena kedua jenis ini memiliki kualitas yang baik
diantara yang lainnya. Dua jenis tanaman kopi lainnya yang dibudidayakan adalah
tanaman kopi liberika dan excelsa. Namun populasinya sangat sedikit dibandingkan
kopi arabika dan robusta. Setiap jenis tanaman kopi memiliki beberapa varietas.
Varietas-varietas ini memiliki keunggulan masing-masing yang tidak semua bagus
dan cocok dibudidayakan di daerah yang sama. Mayoritas perkebunan kopi di
Indonesia merupakan perkebunan peninggalan zaman kolonial Belanda. Cirinya
adalah terdapat multivarietas yang ditanam dalam satu areal perkebunan yang sama
(tidak berupa single varietas). Dalam satu kebun terdapat 4-5 jenis varietas tanaman
kopi (Sunandi dan Prastio. 2019:16).
1. Arabika
Sebagaimana umumnya tanaman kopi yang dapat tumbuh tinggi tanaman
kopi arabika dapat mencapai 10-12 meter. Namun tanaman ini dijaga ketinggian
hanya 2.5 meter dengan cara dipangkas (pruning) secara berkala. Tujuan dari
purning adalah untuk meningkatkan produksi buah agar nutrisi tidak banyak
diserap oleh batang, kualitas buah, dan memudahkan panen. Batang tanamanya
relatif lebih kecil dan kurus dibanding dengan tanaman kopi robusta. Daun yang
dimiliki oleh tanaman ini lebih kecil dibandingkan tanaman kopi robusta namun
31
memiliki warna yang lebih hijau. Ciri khas dari tanaman ini adalah susunan buah
yang tidak teratur, buah tidak masak bersamaan, dan biji berbentuk lonjong (oval)
dengan garis tengah berbentuk S. Terdapat beberapa varietas tanaman kopi arabika
diantaranya typical, abyssinia, juria, catimor, borbor, andungsari, kopyol, caturra,
dan sigararutang. Typica merupakan varietas yang ditanam pertama kali di
Indonesia. Persilangan dilakukan untuk meningkatan daya tahan tanaman kopi
terhadap serangan hama. Proses panen pada tanaman kopi arabika biasanya
dilakukan dengan interval waktu 10-14 hari sekali. Panen awal sebanyak 15-20%,
panen raya sebanyak 60-70% (mayoritas buah berwarna merah atau matang), serta
panen sisa sebanyak 15-20%. Ketiga tahap pemanenan memakan waktu selama 2-
3 bulan. Panen awal dapat dikatakan panen percobaan, kopi belum mampu
diidentifikasi kualitasnya. Setelah panen kedua dan ketiga baru terindentifikasi
kualitas buah kopinya. Tanaman kopi arabika ini menghasilkan biji kopi arabika
yang memiliki karakteristik, aroma dan rasa tersendiri diantaranya adalah (1)
cenderung asam, (2) variasi aroma, (3) memiliki kekentalan, (4) kandungan
kafeinnya 0,8%-1,4% dan (5) terdapat jenis speciality coffee (Sunandi dan Prastio,
2019:16).
2. Robusta
Kopi robusta merupakan tanaman untuk mengatasi kerusakan tanaman kopi
arabika akibat serangan penyakit karet daun. Kini tanaman robusta telah
berkembang pesat dan mendominasi areal tanaman kopi di Indonesia. Usaha
penanaman kopi robusta terus berkembang sehingga memerlukan usaha perbaikan
bahan tanamannya melalui kegiatan pemuliaan. Pemuliaan tanaman kopi robusta
32
ini dilakukan di Balai Penelitian Jawa Timur dan Jawa Tengah yang berlokasi di
Malang yang menghasilkan klon-klon dengan nomer seri SA (Sumber Asin) pada
tahun 1926-1926 (Rahardjo, 2012:6).
3. Kopi Liberika dan Kopi Ekselsa
Kopi liberika dan kopi ekselsa dikenal kurang ekonomis dan komersial
karena memiliki banyak variasi bentuk dan ukuran biji serta kualitas cita rasanya.
Kegiatan seleksi terdapat jenis kopi liberika masih mungkin dilakukan terhadap
jenis kopi liberika masih mungkin dilakukan untuk membuktikan nilai ekonomis
dan komersilnya agar dapat dipahami oleh masyarakat. Pohon kopi liberika tumbuh
sangat subur di daerah berkelembapan tinggi dan panas. Di daerah tersebut,
tanaman arabika tidak dapat tubuh dengan baik (Rahardjo, 2017: 7).
Sementara itu kopi ekselsa dapat tumbuh di daerah panas dan kering. Kopi
ekselsa umumnya dapat ditanam dengan tingkat perawatan yang sederhana dan
tanpa dipangkas. Penanganan memperbaiki kualitas cipta rasa kopi dengan seleksi
dan persilangan untuk memiliki nilai jual dan menghasilkan produk kopi ekselsa
secara tepat (Rahardjo, 2017:8).
2.2. Perdagangan Internasional
Menurut Krugman dan Maurice (1994: 4) studi perdagangan dan keuangan
internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang senantiasa hidup dan
kontroversional. Ekonomi internasional mencakup kepentingan-kepentingan yang
lain dan berbeda, karena perdagangan dan investasi internasional terjadi diantara
negara-negara bebas. Perekonomian internasional terdiri dari negara-negara yang
33
bedaulat, masing-masing bebas menentukan kebijakan ekonominya sendiri.
Pengertian terpenting dalam ekonomi internasional secara keseluruhan adalah
gagasan tentang keuntungan perdagangan (gains from trade). Jika suatu negara
menjual barang dan jasa kepada negara lain maka manfaatnya hampir pasti
diperoleh kedua belah pihak. Perdagangan menciptakan keuntungan dengan
memberikan peluang kepada setiap negara untuk mengekspor barang-barang
produksinya menggunakan sebagian besar sumberdaya yang berlimpah terdapat di
negara yang bersangkutan serta mengimpor barang-barang yang produksinya
langka di negaranya.
Perdagangan internasional juga memungkinkan setiap negara melakukan
spesialisasi produk terbatas pada barang-barang tertentu sehingga memungkinkan
mereka mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dengan skala produksi yang
besar. Manfaat perdagangan tidak hanya terbatas dalam perdagangan barang-
barang nyata (tangible goods). Migrasi internasional dan hutang-piutang
internasional pun merupakan perdagangan atau bentuk pertukaran tenaga kerja
dengan barang dan jasa. Selanjutnya terdapat merupakan perdagangan barang
sekarang dengan janji atau kompensasi barang dikemudian hari. Perdaganagn
internasional juga mampu memungkinkan petukaran dalam asset-aset beresiko
(risky assets) seperti saham atau obligasi dapat pula menguntungkan seluruh negara
sehingga memungkinkan setiap negara menganekaragamkan bentuk-bentuk
kekayaan dan mengurangi variasi pendapatan mereka. Bentuk-bentuk perdagangan
tak kentara (invisible) menghasilkan keuntungan sebagaimana dalam perdagangan
(Krugman dan Maurice, 1994:5).
34
Menurut Feriyanto (2015: 9) secara umum perdagangan dapat diartikan
sebuah kegiatan membeli barang dari suatu tempat atau waktu dan menjual barang
itu di tempat atau waktu yang lain. Pengertian lain tentang perdagangan
internasional merupakan suatu kegiatan jual beli dengan maksud mendapatkan
keuntungan melibatkan dua negara atau lebih. Keuntungan yang ingin dicapai tidak
hanya keuntungan finansial tetapi juga promosi, persaingan usaha, atau keuntungan
lainnya. Perdagangan internasional merupakan kegiatan perekonomian dan
perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara
lainnya atas dasar kepentingan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa:
antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah
suatu negara, dan pemerintah suatu negara atau dengan pemerintah negara lainnya
(Feriyanto, 2015: 10). Dapat dipahami perdagangan internasional secara sempit
merupakan kegiatan ekspor impor. Namun dalam arti luas perdagangan
internasional tidak hanya ekspor impor, tetapi dikembangkan sebagai pihak ketiga
antara lain bank devisa, lembaga penjamin pembayaran, perusahaan pengangkutan,
bea cukai, surveyor, asuransi dan lain-lain. Ekspor impor atau bisnis internasional
terutama dilaksanakan melalui perjanjian jual beli. Dalam jual beli, kegiatan jual
disebut ekspor dan kegiatan beli disebut impor. Pihak penjual disebut eksportir dan
pihak pembeli disebut importir. Ekspor adalah perbuatan mengirimkan barang ke
luar Indonesia, sedangkan impor yaitu memasukkan barang dari luar negeri ke
dalam Indonesia (Sutedi. 2014: 7). Kegiatan ekspor dibagi dalam beberapa cara
antara lain:
35
1) Ekspor Biasa adalah pengiriman barang keluar negeri sesuai dengan
peraturan yang berlaku, yang ditunjukan kepada pembeli di luar negeri.
Pengiriman barang keluar negeri ini menggunakan Letter of Credit (L/C)
dengan ketentuan devis.
2) Ekspor Tanpa L/C adalah barang dapat dikirim terlebih dahulu, sedangkan
eksportir belum menerima Letter of Credit (L/C). Pada ekspor ini harus
diperlukan izin khusus dari Departemen Perdagangan.
2.2.1. Manfaat Perdagangan Internasional
Menurut Feriyanto (2015: 11) setiap negara yang melakukan perdagangan
dengan negara lain tentunya akan memperoleh manfaat bagi negara tersebut.
Perdagangan Internasional sendiri seperti tukar menukar barang dan jasa
antarnegara, pergerakan sumber daya melalui batas-batas negara, dan pertukaran
serta perluasan penggunaan teknologi sehingga mampu mempercepat
pertumbuhan. Manfaat tersebut antara lain:
1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara.
Faktor-faktor tersebut antara lain kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan
IPTEK dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap
negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak dapat diproduksi sendiri.
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan
perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang
diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi
36
barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada
kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari
luar negeri. Dengan mengadakan spesialisasi dalam perdagangan, setiap
negara dapat memperoleh keuntungan sebagai berikut:
1) Faktor-faktor produksi yang dimiliki setiap negara dapat digunakan
dengan lebih efisien.
2) Setiap negara dapat menikmati lebih banyak barang dari yang dapat
diproduksi dalam negeri.
3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Para penguasaha tidak selalu
menjalankan alat produksinya dengan maksimal karena mereka khawatir
akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk
mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat
menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan
produk tersebut keluar negera.
4. Transfer teknologi moderen. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu
negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara
manajemen yang lebih moderen.
2.2.2. Penyebab Perdagangan Internasional
Setiap negara dalam kehidupan di dunia pasti melakukan interaksi dengan
negara-negara disekitarnya. Dapat berbentuk kerjasama atau interaksi itu berbentuk
perdagangan antaranegara atau yang lebih dikenal dengan istilah perdagangan
37
internasional. Beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya perdagangan
internasional antara lain: (Feriyanto, 2015: 12)
1. Revolusi Informasi dan Trasportasi
Ditandai dengan berkembangnya era informasi teknologi. Pemakaian sistem
berbasis komputer serta kemajuan dalam bidang informasi, penggunaan
satelit serta digitalisasi pemprosesan data, dan berkembangnya peralatan
komunikasi.
2. Interdependensi Kebutuhan
Masing-masing negara memiliki keunggulan serta kelebihan dimasing-
masing aspek. Dapat ditinjau dari sumber daya alam, manusia, serta
teknologi. Keterlibatan semua aspek dapat berdampak pada ketergantungan
antara negara satu dengan lainnya.
3. Liberalisasi Ekonomi
Kebebasan dalam melakukan kerja sama memiliki implikasi bahwa masing-
masing negara. Setiap negara mencari peluang dengan cara berinteraksi
melalui perdagangan antara negara. Liberalisasi ekonomi dianggap sebagai
kebijakan yang penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta dalam
peningkatkan daya saing.
4. Asas Keunggulan Komparatif
Keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara merupakan nilai tambah
yang dimiliki. Keunikan suatu negara tercermin dari apa yang dimiliki oleh
negara tersebut yang tidak dimiliki negara lain. Hal ini akan membuat negara
38
memiliki keunggulan yang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan bagi
negara tersebut.
5. Kebutuhan Devisa
Perdagangan internasional juga dipengaruhi oleh faktor kebutuhan akan
devisa negara. Dalam memenuhi segala kebutuhannya setiap negara harus
memiliki cadangan devisa yang digunakan untuk melakukan pembangunan.
Sumber devisa adalah pemasukan dari perdagangan internasional.
6. Adanya perbedaan Selera
Dengan adanya perbedaan selera akan memungkinkan suatu negara
melakukan perdagangan. Misalnya negara X dan Y sama-sama menghasilkan
daging sapi dan daging ayam dengan jumlah yang hampir sama. Penduduk
negara X tidak menyukai daging sapi, sedangkan penduduk negara Y tidak
menyukai daging ayam maka akan terjadi ekspor yang saling menguntungkan
diantara kedua negara tersebut.
7. Adanya Keanekaragaman Kondisi Produksi
Perdagangan diperlukan karena adanya keanekaragaman kondisi produksi
disetiap negara. Setiap negara memiliki keanekaragaman yang tidak sama
dalam menghasilkan suatu produk. Misalnya, negara X yang memiliki iklim
tropis bersosialisasi dengan memproduksi pisang dan kopi untuk ditukarkan
dengan barang dan jasa dari negara lain.
8. Perbedaan Kebudayaan dan Gaya Hidup
Perbedaan kebudayaan dan gaya hidup disuatu negara dan negara lainnya
juga mendorong terjadinya perdagangan antarnegara. Misalnya, barang seni
39
atau suatu kerajinan yang dihasilkan suatu negara diciri khususkan sesuai
kebudayaan dan gaya hidup masyarakat di negara yang bersangkutan. Hal ini
merupakan daya tarik suatu negara di negara lain.
2.2.3. Teori Perdagangan Internasional
Menurut Sattar (2018: 339) teori-teori perdagangan internasional mencoba
memahami mengapa sebuah negara mengadakan kerjasama perdagangan dengan
negara-negara lain. Teori-teori tersebut bermanfaat dan dapat membantu kita
mengetahui dan memahami hal-hal berikut:
1. Arah serta komposisi perdagangan terhadap struktur beberapa negara.
2. Efek perdagangan internasional terhadap struktur perekonomian suatu
negara.
3. Ada tidaknya keuntungan akibat dari perdagangan antar negara.
Teori perdagangan internasional yang dikemukakan oleh beberapa ahli
ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu teori klasik dan teori
moderen. Teori-teori yang termasuk klasik antara lain: teori absolute advantage
dikemukakan oleh Adam Smith dan teori comparative advantage oleh David
Ricardo. Sedangkan teori moderen dikemukakan oleh Hecker dan Ohlin. Salah satu
teori moderen adalah teori faktor proporsi (proportion factor).
1. Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantages).
Menurut Sattar (2015: 39) Adam Smith mengungkapukulan teori
keunggulan mutlak yaitu semua negara akan memperoleh manfaat perdagangan
internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan
40
mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keuntungan mutlak (absolute
advantages). Serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki
ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantages). Teori absolute advantages ini
didasarkan kepada beberapa asumsi: faktor produksi yang digunakan hanya tenaga
kerja, kualitas barang yang di produksi kedua negara sama, pertukaran dilakukan
secara barter atau tanpa uang, dan transportasi diabaikan.
Suatu negara harus mengekspor barang dan jasa yang mana mereka lebih
produktif dibandingkan negara lain dan mengimpor barang dan jasa yang negara
lain lebih produktif dibanding negaranya (Griffin dan Pustay, 2015: 147). Suatu
negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain bila masing-masing negara
memiliki keunggulan secara mutlak dalam menghasilkan barang. Teori keunggulan
mutlak ini didasarkan pada labor theory of value yang menyatakan nilai suatu
barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan
suatu barang. Kelemahan teori ini dalam asumsi yang dipakai yaitu:
1) Menganggap tenaga kerja bersifat homogen dan mobilitasnya bebas, dalam
kenyataanya tidak demikian.
2) Menganggap tenaga kerja satu-satunya faktor produksi, sedangkan faktor
produksi bukan hanya satu.
Meskipun memiliki kelemahan, teori ini juga memiliki manfaat dalam
pengembangan konsep-konsep teori lainnya diantaranya:
1) Membantu menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep spesialisasi.
2) Membantu menjelaskan keuntungan-keuntungan yang timbul oleh
perdagangan.
41
Sedangkan menurut Salvatore (2012: 25) perdagangan antara dua negara
didasarkan pada keunggulan absolut. Dalam situasi ini, kedua negara akan
memperoleh keuntungan jika masing-masing melakukan spesialisasi dalam
memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarnya dengan
komoditas lain. Dalam keunggulan ini, sebuah negara berperilaku tidak berbeda
dengan seorang individu yang tidak ingin memproduksi semua komoditi yang
diperlukan. Individu biasanya hanya mampu memproduksi komoditi yang dapat ia
produksi dengan lebih efisien, demikian menukarkan sebagian outputnya dengan
komoditas lain yang ia inginkan, melalui cara ini total output dapat dimaksimalkan.
2. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage)
Adam Smith yang mengemukakan teori keunggulan mutlak, menekankan
bahwa perdagangan internasional terjadi jika ada keunggulan mutlak. Murid Adam
Smith, David Ricardo, memecahkan permasalahan ini dengan mengembangkan
teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage), menyatakan
bahwa sebuah negara harus mengekspor barang dan jasa yang mereka secara relatif
lebih produktif dibanding negara lain dan mengimpor barang dan jasa yang mana
negara lain secara relatif lebih produktif dibanding negaranya teori tersebut
melengkapi teori gurunya. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun
sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap)
negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar
untuk melakukan spesialisasi perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak
(Salvatore, 2012: 27).
42
Perbedaan antara kedua teori ini hampir tidak terlihat. Keunggulan absolut
melihat pada perbedaan produktivitas absolut: keunggulan komparatif melihat
perbedaan produktivitas relatif. Perbedaanya terjadi karena keunggulan absolut
memasukan konsep kerugian kesempatan dalam menentukan barang mana yang
harus diproduksi sebuah negara. Biaya kesempatan (opportunity cost) dari suatu
barang adalah nilai yang diberikan untuk mendapatkan barang tersebut. Prinsip
keunggulan komparatif dan biaya kesempatan adalah dua tanpa disadari (Griffin
dan Putstay, 2015:148). Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja
atau theory of labor value yaitu nilai atau harga suatu produk dibentuk oleh
sejumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya
(Hadiarianti, 2019: 14).
Cost Comparative Advantage (Labour Efficiency) adalah suatu negara akan
memperoleh manfaat dari perdagangan-perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produk. Selain itu, dengan mengekspor barang, negara tersebut dapat
berproduksi relatif lebih efisien. Sedangkan jika mengimpor barang, negara tersebut
berproduksi relatif tidak efisien. Production Comparative Advantage (Labor
Productivity) yaitu perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi,
walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut, asalkan masing-
masing negara memiliki perbedaan didalam Labour Efficiency dan atau Labour
Productivity.
3. Teori Heckscher-Ohlin
Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, mengembangkan teori faktor endownment
relative (theory of relative factor endownment), yang sekarang sering dirujuk
43
sebagai teori Heckscher-Ohlin (Heckscher-Ohlin Theory). Kedua ahli ekonomi
melakukan dua pengamatan dasar sebagai berikut: (Griffin dan Putsay, 2015: 152)
1) Anugrah faktor (jenis sumber daya) bervariasi antar negara.
2) Perbedaan barang-barang berdasarkan jenis faktor yang digunakan untuk
memproduksinya.
Dalam teori ini faktor produksi diperkaya dengan menambahkan faktor
modal. Teori H-O ini dikenal dengan model 2x2x2 karena teori ini kolaborasinya
mengasumsikan dua negara, dua jenis barang, serta dua faktor produksinya.
Hacksche dan Olin menyatakan bahwa keunggulan komparatif yang dimiliki suatu
negara terhadap negara lainnya berasal dari perbedaan kekayaan faktor-faktor
produksi baik tenaga kerja atau pun modal. Dalam negeri dikatakan memiliki
keunggulan komparatif pada produksi barang yang tenaga-kerja-intensif bila dalam
negeri memiliki tenaga kerja yang melimpah (labor-abudant) secara relatif. Dalam
pandangan H-O harga barang sangat ditentukan dengan harga input (faktor
produksi) yang digunakan (Arifin, Rae dan Charles, 2007: 23-25).
Teori Heckscher-Ohlin memberikan penjelasan mengenai proses
terbentuknya keunggulan komparatif. Teori ini memiliki cakupan yang lebih luas
ketimbang model perdagangan sebelumnya. Pada intinya teori standar perdagangan
Heckscher-Ohlin menjelaskan bahwa perdagangan internasional berlangsung atas
dasar keunggulan komparatif yang berbeda dari masing-masing negara. Teori ini
juga menyinggung mengenai dampak-dampak perdagangan internasional terhadap
harga atau tingkat pendapatan dan masing-masing faktor produksi. Pertama, teori
Heckscher-Ohlin mengasumsikan bahwa dunia ini hanya terdiri dari dua negara,
44
dua komoditi, dan dua faktor produksi. Asumsi kedua mengatakan bahwa kedua
tingkat negara tersebut memiliki dan menggunakan tingkat teknologi yang sama.
Asumsi ketiga berbunyi bahwa salah satu dari kedua komoditi tadi bersifat padat
modal, dan yang satu bersifat padat tenaga kerja yang berlaku pada kedua negara.
Lebih lanjut asumsi keempat menyatakan bahwa adanya skala hasil konstan.
Asumsi kelima menyatakan bahwa spesialisasi produksi yang terjadi dimasing-
masing negara setelah perdagangan internasional berlangsung tidak akan lengkap
dan tuntas. Asumsi keenam mengacu pada persamaan di kedua selera negara.
Asumsi ketujuh masyarakat adanya kompetitif sempurna di pasar komoditi maupun
di pasar faktor produksi. Lebih lanjut, asumsi kedelapan mengakui pentingnya
mobilitas internal, maupun menafikan atau menyisihkan kemungkinan terjadinya
mobilitas atau perpindahan faktor produksi antarnegara. Kesembilan, tidak ada tarif
transportasi, tarif maupun berbagai bentuk hambatan lainnya yang menggagu
berlangsungnya perdagangan secara bebas. Asumsi kesepuluh, seluruh sumber
daya produktif (full employment). Kesebelas menyatakan bahwa hubungan dagang
yang terjadi seimbang (Salvatore, 2012: 158).
Gambar 3. Grafik Harga Komoditi Relatif Ekuilibrium setelah Perdagangan.
Sumber: Salvatore (2012: 84)
45
Terlepas dari banyaknya berbagai macam perbedaan dalam penjabaran-
penjabarannya, seluruh model perdagangan internasional pada dasarnya memiliki
kesamaan. Gambar 3 memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi relatif
ekuilibrium dengan adanya perdagangan, yang ditinjau dari analisis keseimbangan
parsial. Karena Px/Py lebih besar dari P1, maka negara 1 mengalami kelebihan
penawaran komoditi X (panel A) sehingga kurva penawaran ekspornya atau S
diperlihatkan oleh panel B mengalami peningkatan. Dilain pihak, karena Px/Py lebih
rendah dari pada P3, maka negara 2 mengalami kelebihan permintaan untuk
komoditi X (panel C) dan ini mengakibatkan permintaan impor negara 2 terhadap
komoditi X atau D, mengalami kenaikan (panel B). Panel B juga menunjukan
bahwa hanya pada tingkat harga P2 maka kuantitas impor komoditi X yang diminta
negara 2 akan persis sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh negara 1.
Dengan demikian P2 merupakan Px/Py atau harga relatif equilibrium setelah
berlangsungnya perdagangan diantara kedua negara tersebut. Tapi jika Px/Py lebih
besar dari P2 maka akan terdapat kelebihan penawaran ekspor komoditi X dan hal
ini akan menurunkan harga relatifnya untuk Px/Py (Salvatore, 2012: 84).
2.3. Struktur Pasar
Perbedaan jumlah penjual dan pembeli akan membentuk perbedaan struktur
pasar. Struktur pasar juga akan mempengaruhi perilaku setiap penjual dan pembeli
terhadap perubahan harga barang atau jasa yang ada di pasar tersebut. Salah satu
46
faktor yang menimbulkan perbedaan adalah posisi perusahaan dalam pasar (struktur
pasar) (Rahardjo dan Manurung, 2015).
2.3.1. Pasar Persaingan Sempurna
Menurut Rahardjo dan Manurung (2015: 145) dilihat dari strukturnya, pasar
dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna (perfect competition market) dan
pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competition market). Karakteristik agar
sebuah pasar dapat dikatakan persaingan sempurna:
1. Homogenitas produk (Homogeneous Product) dimana produk yang mampu
memberikan kepuasan (utilitas) kepada konsumen tanpa perlu mengetahui
siapa produsennya. Konsumen tidak membeli barang atas mereknya tetapi
kegunaannya. Karena semua perusahaan dianggap mampu memproduksi
barang atau jasa dengan kualitas dan karakteristik yang sama.
2. Pengetahuan sempurna (perfect knowledge) yaitu para pelaku ekonomi
mengetahui tentang harga produk dan input yang dijual. Dengan demikian
konsumen tidak akan mengalami perbedaan perlakuan harga jual yang
berbeda dari satu perusahaan lainnya. Dari siapapun produk dibeli, harga
yang berlaku adalah sama.
3. Output perusahaan relatif kecil (small relatively output).
4. Perusahaan menerima harga yang ditentukan pasar (price taker). Perusahaan
menjual produknya dengan berpatokan pada harga yang ditetapukulan pasar.
Karena secara individu perusahaan tidak mampu mempengaruhi harga pasar.
47
Perusahaan melakukan penyesuaian jumlah output untuk mencapai
keuntungan maksimum.
5. Keleluasaan masuk-keluar pasar (free entry and exit).
2.3.2. Pasar Persaingan Tidak Sempurna
Pasar persaingan tidak sempurna memiliki beberapa persyaratan dari pasar
persaingan sempurna misalnya, penjualnya tidak banyak sehingga penjual dapat
menentukan harga dan dapat mengubah keadaan pasar. Ada beberapa pasar
persaingan tidak sempurna yang diakibatkan karena pembeli dan penjual tidak
banyak, yaitu sebagai berikut:
1. Pasar Monopoli
Menurut Rahardjo dan Manurung (2015:159-161) suatu industri dikatakan
berstruktur monopoli bila hanya terdapat satu produsen atau penjual (single firm)
tanpa pesaing langsung atau tidak langsung, baik nyata maupun potensial. Output
yang dihasilkan atau tidak memiliki substitusi (closed substitusion).
Faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya monopoli adalah
perusahaan tidak memiliki pesaing karena adanya hambatan (barriers to entry) bagi
perusahaan lain untuk memasuki industri yang bersangkutan. Dilihat dari
penyebabnya, hambatan masuk dikelompokan menjadi hambatan teknis (technical
barriers to entry) dan hambatan legalitas (legal barriers to entry).
1) Hambatan Teknis (Technical Barriers to Entry).
Ketidakmampuan perusahaan lain dengan perusahaan yang sudah ada
dikarenakan memiliki keunggulan teknis yang disebabkan:
48
a) Perusahaan memiliki kemampuan atau pengetahuan khusus (special
knowledge) yang memungkinkan berproduksi sangat efisien.
b) Tingginya tingkat efisiensi memungkinkan perusahan monopoli memiliki
kurva biaya yang menurun. Semakin besar skala produksi, biaya marjinal
makin menurun, sehingga biaya produksi perunit semakin rendah.
c) Perusahaan memiliki control sumber faktor produksi, baik berupa sumber
daya alam, manusia maupun lokasi produksi. Perusahaan-perusahaan yang
memiliki daya monopoli karena kemampuan teknis disebut perusahaan
monopoli alamiah (natural monopolist).
2) Hambatan Legalitas (Legal Barriers to Entry).
a) Undang-undang dan hak khusus ini tidak semua perusahaan mempunyai daya
monopoli karena kemampuan teknis. Perusahaan-perusahaan yang tidak
efisien tetapi memiliki daya monopoli, hal itu memungkinkan karena secara
hukum mereka diberikan hak monopoli. Hak khusus tidak hanya diberikan
oleh pemerintah, tetapi juga oleh suatu perusahaan lainnya.
b) Hak paten (paten right) atau hak cipta adalah monopoli berdasarkan hukum
karena pengetahuan-kemampuan khusus (special knowledge) yang
menciptakan daya monopoli secara teknik.
2. Pasar Persaingan Monopolistik
Menurut Rahardjo dan Manurung (2015: 183) teori pasar persaingan
monopolistik (monopolistic competition) dikembangkan karena ketidakpuasan
terhadap daya analisis model persaingan sempurna (perfect competition) maupun
monopoli (monopoly). Struktur pasar persaingan monopolistik hampir sama dengan
49
persaingan sempurna. Didalam Industri terdapat banyak perusahaan yang dapat
keluar masuk. Namun produk yang dihasilkan tidak homogen, melainkan
terdiferensiasi (differentiated product). Perbedaan pada satu produk dengan produk
lain tidak begitu jauh. Diferensiasi ini mendorong perusahaan untuk melakukan
persaingan non harga.
Tiga asumsi dasar pasar persaingan monopolistik adalah:
1) Produk yang terdiferensiasi (differentiated product) oleh konsumen dengan
melihat siapa produsennya. Barang-barang tersebut dapat dibedakan oleh kualitas
barangnya, model, bentuk, warna, bahkan oleh kemasan, merek dan penjelasan.
Namun demikian produk tersebut sebenarnya substitusi.
2) Jumlah produsen banyak dalam industri (large number of firms) sehingga
perusahaan menghadapi kurva permintaan masing-masing.
3) Bebas masuk dan keluar (free entry and exit) dikarenakan laba super moral
yang dinikmati perusahaan (existing firm) megundang perusahaan pendatang untuk
memasuki industri. Jika mereka mampu bertahan, dalam jangka panjang dapat
mengalahkan perusahaan yang lain. Tetapi jika kalah mereka harus keluar, agar
kerugian tidak menjadi lebih besar.
3. Pasar Oligopoli
Struktur pasar atau industri oligopoli (oligopoly) adalah pasar yang terdiri
dari sedikit perusahaan (produsen). Setiap perusahaan memiliki kekuatan besar
untuk mempengaruhi harga pasar. Produk homogen atau terdiferensiasi. Perilaku
50
setiap perusahaan akan mepengaruhi perilaku perusahaan lainnya dalam industri
(Rahardjo dan Manurung. 2015: 191).
Dari definisi di atas beberapa unsur penting dalam pasar oligopoli:
1) Hanya sedikit perusahaaan dalam industri (few number of firms).
2) Produk homogen dan terdiferensiasi. Pasar oligopoli merupakan peralihan
antara persaingan sempurna dengan monopolistik.
3) Dalam pasar oligopoli bentuk persaingan antar perusahaan adalah persaingan
harga (pricing strategy) dan non harga (non pricing strategy). Penggolongan
ini memiliki arti penting dalam menganalisa pasar oligopolistik. Semakin
besar tingkat diferensiasi, perusahaan semakin tidak tergantung pada kegiatan
perusahaan lain.
4) Pengambilan keputusan yang saling mempengaruhi (interdependence
decisions) dalam menentukan harga dan jumlah output akan mempengaruhi
perusahaan lain, baik yang sudah ada (existing firms) maupun yang masih
diluar industri (potential firms). Karena guna menahan perusahaan potensial
untuk memasuki industri, perusahaan yang sudah ada mampu menempuh
strategi harga jual terbatas (limited prices), yang membuat perusahaan
menikmati laba super normal dibawah tingkat maksimum.
5) Kompetisi non harga (non pricing competition) dengan memberikan
pelayanan purna jual serta iklan untuk sumber informasi, memberikan citra
yang baik terhadap perusahaan dan merek dagang, serta mempengaruhi
perilaku konsumen. Tidak menutup kemungkinan perusahaan melakukan
observasi untuk memperoleh informasi keadaan, kekuatan, dan kelemahan
51
pesaing nyata maupun potensial. Informasi tersebut penting untuk
memprediksi reaksi pesaing terhadap setiap keputusan yang diambil.
2.4. Konsep Daya Saing
Daya saing ekspor merupakan suatu kondisi untuk memasuki pasar luar
negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar. Daya saing suatu
komoditas dapat diukur atas dasar perbandingan pangsa pasar komositi tersebut
pada kondisi pasar yang tetap (Amir. 2004).
Kemakmuran nasional diciptakan, bukan untuk diwariskan. Kemakmuran
negara tidak tumbuh dari sumbangan alamiah sebuah negara. Daya saing sebuah
negara tergantung pada kapasitas industrinya untuk berinovasi dan melakukan
pembaharuan. Perusahaan memperoleh keunggulan terhadap pesaing dunia yang
terbaik, karena tekanan dan tantangan. Mereka mendapatkan manfaat dari memiliki
pesaing domestik yang kuat, pemasok berbasis daerah asal yang agresif, dan para
pelanggan local demanding. Dalam persaingan global yang semakin meningkat,
negara menjadi semakin penting. Bersamaan dengan beralihnya basis persaingan
menuju pencipta dan asimilasi pengetahuan, peran negara telah berkembang.
Keunggulan kompetitif diciptakan dan dipertahankan melalui proses yang sangat
terlokalisir. Perbedaan dalam hal nilai-nilai kebudayaan, struktur perekonomian,
lembaga, dan sejarah nasional semuanya diberikan kontribusi terhadap keberhasilan
kompetitif. Terdapat perbedaan yang bertarung dalam pola daya saing dalam setiap
negara: tidak ada negara yang dapat atau akan bersifat kompetitif dalam setiap atau
bahkan dalam sebagian besar industri. Beberapa negara berhasil dalam industri
52
tertentu karena lingkungan asalnya bersifat paling berpandangan ke depan, dinamis
dan matang (Chu dan Moon. 2003: 6).
Menurut Cho dan Moon (2003:81) terdapat empat faktor utama yang
menentukan daya saing suatu industri yaitu kondisi faktor sumber daya, kondisi
permintaan, kondisi industri pendukung dan industri terikat serta kondisi struktur,
persaingan dan strategi perusahaan. Faktor tersebut membentuk suatu sistem yaitu
The Diamond of National Advantage dan menciptakan suatu lingkungan dimana
suatu perusahaan lahir dan belajar untuk bersaing. Menambahkan dua variabel
kedalam model yaitu peran kesempatan dan peran pemerintah yang mempengaruhi
model. Penjabaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Penentu Daya Saing Nasional.
Sumber: Cho dan Moon (2003)
Faktor Kondisi (factor conditions) mengacu pada input yang digunakan
sebagai faktor produksi, seperti tenaga kerja, sumber daya alam, modal dan
infrastruktur. Argumen Poter, kunci utama faktor produksi adalah diciptakan bukan
diperoleh dari warisan. Lebih jauh, kelangkaan sumber daya (factor disadvantage)
seringkali membantu negara menjadi kompetitif. Terlalu banyak sumber daya
memiliki kemungkinan disia-siakan, ketika langka dapat mendorong inovasi.
Strategi, Struktur, dan Persaingan
Kondisi
Faktor
Industri Terkait dan Industri
Pendukung
Kondisi
Permintaan
53
Posisi suatu negara dalam faktor-faktor produksi mempengaruhi kemampuan
perusahaan untuk bersaing secara internasional. Faktor-faktor dasar produksi
termasuk tenaga kerja, modal, dan sumber daya alam, tetapi yang ada hal yang
lebih penting yaitu faktor-faktor lanjutan seperti keahlian khusus tenaga kerja,
seorang ilmuan serta infrastruktur. Tenaga kerja mereka lebih sulit ditiru
pesaingnya, dan mereka membutuhkan investasi berkelanjutan untuk menciptakan
sumber daya yang unggul (Frynas dan Kamel, 2015: 63).
Kondisi Permintaan (demand conditions), mengacu pada tersedianya pasar
domestik yang siap berperan menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya
saing. Pasar seperti ini ditandai dengan kemampuan untuk menjual produk-produk
superior, hal ini didorong oleh adanya permintaan barang dan jasa berkualitas serta
adanya kedekatan hubungan antara perusahan dan pelanggan. Porter berpikir
bahwa permintaan lokal tetap sangat penting meskipun ada globalisasi. Pasar
domestik sendiri mempengaruhi cara perusahaan memahami, menafsirkan, dan
merespon kebutuhan para pelanggan. Seberapa besar pasar domestik tidaklah
penting, namun kriteria dan kondisi permintaan. Suatu perusahaan mampu bersaing
lebih baik secara global jika pembeli domestiknya mampu menuntut. Kehadiran
permintaan domestik memberikan sinyal lebih awal terhadap perusahaan tentang
kebutuhan pembeli global yang muncul. Pembeli yang teliti mendorong perusahaan
untuk memenuhi standar yang tinggi dan mendesak mereka untuk meningkatkan
inovasi untuk memasuki segmen pasar yang lebih maju. Seperti halnya kondisi
faktor, hal ini menuntut kondisi domestik membantu perusahaan menghadapi
54
tantangan berat dipersaingan global. Nilai-nilai dan keadaan lokal di negara asal
merupakan stimulus penting untuk berinovasi (Frynas dan Kamel, 2015: 63).
Industri Terkait dan Industri Pendukung (related and supporting industries),
mengacu pada tersedianya serangkaian dan adanya keterkaitan kuat antara industri
pendukung dan perusahaan, hubungan dan dukungan ini bersifat positif yang
berujung pada peningkatan daya saing perusahaan. Porter mengembangkan model
dari faktor kondisi semacam ini dengan klaster industri atau pengelompokan, yang
memberi manfaat adanya pengetahuan teknologi, kedekatan dengan dengan
konsumen sehingga semakin meningkatkan kekuatan pasar. Industri terkait dan
pendukung yang kompetitif secara global didalam home basednya mampu
membantu perusahaan untuk berinovasi dan meningkatkan produk tersebut.
Perusahaan yang berlokasi dekat dengan pemasoknya atau perusahaan terkait dapat
memanfaatkan komunikasi yang lebih baik dan melakukan pertukaran ide serta
inovasi dengan perusahaan industri lainnya. Suatu perusahaan dapat
mempengaruhi upaya teknis pemasok dan berfungsi sebagai tempat pengujian,
penelitian dan pengembangan yang mampu mempercepat inovasi. Pada saat yang
sama, persaingan diantara pemasok dapat menghasilkan input yang lebih rendah
dan kualitas produk yang lebih tinggi. Dalam ekonomi global, suatu negara tidak
harus kompetitif dalam semua industri terkait dan pendukung. Sebagai perusahaan
multinasional, perusahaan mampu mengambil bahan baku, komponen, ataupun
teknologi dari anak perusahaanya di negara lain. Tetapi ketersediaan pemasok lokal
yang memiliki kualitas tinggi dan perusahaan terkait di hombasednya sering
memperkuat keunggulan kompetitif industrinya berbasis rumah di pasar global.
55
Hubungan yang erat antara perusahaan, pemasok, dan industri terkait membantu
perusahaan untuk mencapai kepemimpinan di pasar global dibanyak industri
(Frynas dan Kamel, 2015: 65).
Strategi, Struktur dan Persaingan (firm strategy, structure and rivalry),
mengacu pada strategi dan struktur yang ada pada sebagian besar perusahaan dan
intensitas persaingan pada industri tertentu. Faktor strategi dapat terdiri dari
setidaknya dua aspek yaitu pasar modal dan pilihan karir individu. Pasar modal
domestik mempengaruhi strategi perusahaan, sementara individu seringkali
membuat keputusan karir berdasarkan peluang. Suatu negara akan memiliki daya
saing pada suatu industri dimana personel kuncinya dianggap bergengsi. Struktur
mengikuti strategi. Struktur dibangun guna menjalankan strategi. Intensitas
persaingan (rivalry) yang tinggi mendorong inovasi. Stimulus penting untuk
inovasi adalah tingkat dan karakter persaingan domestik. Dihadapukulan dengan
rival lokal yang kuat, perusahaan dipaksa untuk menurunkan biaya, meningkatkan
kualitas, meningkatkan produksi, mengembangkan dan inovasi dalam proses
produksi. Perusahaan yang menghadapi persaingan ketat di negara sendiri
seringkali mengembangkan keterampilan yang diperlukan yang memungkinkan
untuk berhasil (Frynas dan Kamel, 2015: 66).
Peran dimaksud, bukan sebagai pemain di industri, namun melalui
kewenangan yang dimiliki memberikan fasilitasi, katalis, dan tantangan bagi
industri. Pemerintah menganjurkan dan mendorong industri agar mencapai level
daya saing tertentu. Hal–hal tersebut dapat dilakukan pemerintah melalui kebijakan
56
insentif berupa subsidi, perpajakan, pendidikan, fokus penciptaan dan penguatan
factor conditions, serta menegakkan standar industri (Raharjo. 2018:24).
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelum
penelitian ini dilaksanakan. Penelitian tersebut menjadi bahan rujukan untuk
penulis dalam penelitian. Daya saing kopi Indonesia di pasar internasional sudah
banyak dilakukan dengan variabel-variabel berbeda yang disajikan baik dalam
jurnal maupun penelitian.
Jurnal dengan menggunakan data tahunan 2004-2013. Metodologi yang
digunakan pada penelitian tersebut adalah RCA dan Berlian Porter. Penelitian
tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa nilai RCA Kolombia menduduki
peringkat pertama diantara empat pengekspor kopi dunia lainnya. Keunggulan
kompetitif Indonesia terletak pada SDA yang dimiliki, namun Indonesia juga
memiliki nilai kelemahan didalam SDM, IPTEK dan akses modal yang membangun
industri kopi di Indonesia (Baso dan Ratya. 2018).
Pada penelitian menggunakan data tahunan dari 1990-2011. Metodologi
yang digunakan adalah RCA, CEP dan MSI. Hasil dari penelitian tersebut adalah
nilai RCA Indonesia merupakan paling rendah diantara ke-4 negara pengekspor
lainnya. Market Share di Jepang merupakan pasar potensial bagi komoditas kopi
Indonesia (Purnamasari, dkk. 2014).
Skripsi oleh Anneke Rau (2014). Pada penelitian ini peneliti melakukan
analisis dari tahun 2002-2011. Metodologi yang digunakan adalah RCA, ISP, Teori
57
Berlian Porter. Hasil dari penelitian ini adalah Indonesia memiliki daya saing pada
komoditi kopi terhadap nilai ekspor kopi dunia dan nilai ekspor seluruh komoditi
di dunia namun tergolong lemah. Hal itu juga dibuktikan dengan keterkaitan antara
komponen yang tidak saling mendukukung.
Selanjutnya oleh Muhammad Firmansyah (2017). Penelitian ini melakukan
analisa dari tahun 2004-2014. Kode HS yang digunakan untuk mencari struktur
pasar adalah HS 0901 dan daya saing menggunakan kode HS 0901.11, 0901.12,
0901.21 dan 0901.22. Hasil dari penelitian tersebut adalah komoditas kopi
Indonesia mengalami peningkatan ekspor pada kode HS 0901.11 sedangkan pada
ketiga kode HS lainnya mengalami penurunan ekspor.
Pada jurnal oleh Sari dan Tety (2017). Penelitian ini menggunakan data dari
2001-2012. Dengan menggunakan RCA dan CMSA. Hasil penelitian tersebut
adalah Indonesia memiliki nilai positif serta daya saing Indonesia dipengaruhi oleh
efek distribusi pasar.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada
komoditas yang akan diteliti yaitu kopi. Pada penelitian ini untuk keunggulan
komparatif hanya menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) dan
untuk keunggulan kompetitif menggunakan teori Diamond Porter Sistem. Data
yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder time series tahun 2008-
2018.
58
2.6. Kerangka Pemikiran
Sektor pertanian terutama subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor
yang menyumbang sumber devisa negara yang tinggi. Kopi adalah satu komoditas
unggulan oleh Kementerian Pertanian dibawah Direktorat Jenderal Perkebunan.
Indonesia menduduki posisi keempat negara yang memproduksi kopi di dunia
dengan menguasai pangsa pasar sebesar 7% (Hasibuan, 2012). Indonesia juga harus
mempertahankan posisi, kualitas serta kuantitas merupakan syarat utama untuk
mampu bersaing di pasar internasional.
Tahapan pertama dalam penelitian ini mengunakan metode Herfindahl
Index (HI) untuk menganalisis dan mengetahui gambaran struktur komoditi kopi
saat ini yang diwakili dengan kode HS 0901. Selanjutnya menggunakan metode
Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis dan mengetahui
kekuatan daya saing komoditi kopi secara komparatif. Selanjutnya dilakukan
analisis situasi internal dan eksternal untuk melihat keunggulan daya saing
komoditi kopi secara kompetitif dengan metode Diamond Porter Sistem dan Indeks
Spesialisasi Perdagangan (ISP) untuk menganalisis posisi atau tahapan
perkembangan kopi. Untuk lebih jelas digambarkan dalam diagram alur pemikiran
dari penelitian ini didalam Gambar 5.
59
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional.
Sekor Pertanian Sebagai Sumber Devisa Negara
Indonesia menempati posisi ke-4 berdasarkan volume
di pasar internasional
Mutu kopi Indonesia didominasi kelas IV
Produktifitasn kopi Indonesia rendah
Harga Kopi Dunia Melemah
Masuknya pesaing baru dalam industri kopi
Meningkatnya kesadaran masyarakan tentang kelestarian
lingkungan dan keamanan pangan.
Analisis Daya Saing Ekspor Kopi Indonesia di Pasar
Internasional
Analisis
Struktur dan
Pangsa Pasar
Kopi
Indonesia
Analisis
Keunggulan
Komparatif
Analisis
Keunggulan
Kompetitif
Analisis
Posisi Produk
dalam
Perdagangan
Herfindahl
Index (HI)
(RCA)
Diamond
Porter
Sistem
Indeks
Spesialisasi
Perdaganga
n (ISP)
Daya Saing Kopi Indonesia Di Pasar Internasional
Di Pasar
Internasional
Di Negara
Tujuan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini membahas tentang daya saing kopi Indonesia di pasar
internasional. Penelitian dilakukan pada komoditas kopi dengan kode Harmonized
System (HS). Komoditas kopi yang akan dilakukan penelitian yaitu kopi dengan
kode HS 0901 yaitu kopi digongseng atau dihilangkan kafeinya maupun tidak:
sekam dan kulit kopi: pengganti kopi mengandung kopi dengan perbandingan
berapapun. Penelitian ini dilakukan pada Oktober 2019-Maret 2020.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
berupa data time series dan cross-section. Time series tersebut meliputi data
tahunan dari 2008-2018. Cross-section meliputi negara eksportir kopi dan negara
tujuan ekspor kopi Indonesia yaitu Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, Mesir,
Italia, Jerman, Maroko, Georgia dan Inggris.
Penelitian ini juga menggunakan informasi yang berkaitan dengan kopi
untuk dapat menjabarkan keunggulan kompetitif dan komparatif. Sumber data yang
digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian,
Departemen Jenderal Perkebunan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Bidang
Perekonomian, Intenational Coffee Organization (ICO), United Nation Commodity
Trade (UN Comtrade), The Food and Agriculture Organisation (FAO) dan World
61
Bank yang diakses melalui web resmi instansi terkait. Informasi lainnya didapatkan
dari buku, jurnal, artikel dan berita resmi. Adapun jenis data-data yang digunakan
dan instansi penunjang dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Sumber Data.
No Data Satuan Tahun Sumber
1. Luas Areal Perkebunan Kopi Ha 2008-2018 Kementan RI
2. Produksi Kopi Nasional Ton 2008-2018 Kementan RI
3. Produktivitas Kopi Nasional Ton/Ha 2008-2018 Kementan RI
4. Kode Harmonized System 2012 Kemendag RI
5. Harga Kopi
Harga Kopi Nasional Rp BPS
Harga Kopi Arabika Dunia US$ 2015-2019 NewYork
Coffee Price
Harga Kopi Robusta Dunia US$ 2015-2019 Bursa Liffe
London
6. Nilai Perdagangan
Nilai Perdagangan Ekspor Kopi
Dunia
US$ 2008-2018 UN Comtrade
Nilai Perdagangan Impor Kopi
Dunia
US$ 2008-2018 UN Comtrade
7. Volume Kopi Dunia
Volume Ekspor Kopi Dunia Kg 2008-2018 UN Comtrade
Volume Impor Kopi Dunia Kg 2008-2018 UN Comtrade
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan penulis untuk
mengumpulkan data. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer.
Data sekunder merupakan data yang didapat dari sumber yang menerbitkan dan
bersifat siap pakai. Menurut Wijaya (2013:19) data sekunder mampu memberikan
informasi dalam pengambilan keputusan meskipun dapat diolah lebih lanjut. Data
primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data ke pengumpul data
(Sugiyono, 1999:129). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dan
informasi lainnya yang mendukung penelitian ini adalah:
62
1. Riset Kepustakaan (Library Research). Menurut Nazir (2011: 46) merupakan
teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari, mengkaji, memahami
sumber-sumber data yang terdapat dibeberapa buku terkait dalam penelitian.
Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan membaca laporan maupun jurnal
penelitian terhadap topik kopi.
2. Wawancara (Interview). Menurut Sugiyono (1999: 130) teknik pengumpulan
data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self reported,
atau setidaknya pada pengetahuan dan keyakinan pribadi dengan keyakinan
bahwa:
a) Subyek (informan) merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya
sendiri.
b) Pernyataan oleh subyek (informan) kepada peneliti adalah benar dan
dapat dipercaya.
c) Interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh
peneliti.
Wawancara dilakukan oleh pakar expert dalam bidang yang terkait. Hal yang
dijadikan acuan dalam pemilihan pakar dengan melihat dari teori Diamond Porter
Sistem. Pemilihan narasumber ini dilakukan untuk mengakurasikan data atau
mengkonfirmasi data berdasarkan teori Diamond Porter Sistem yang diperoleh
peneliti agar mampu dipertanggung jawabkan.
63
Tabel 5. Daftar Narasumber.
No Narasumber
1 Narasumber 1
Jabatan Kepala Sub Direktorat Industri Hasil Tembakau dan Bahan
Penyegar
Instansi Kementerian Industri
2 Narasumber 2
Jabatan Kepala Sub Ditjen Tanaman Penyegar
Instansi Kementerian Pertanian
3.4. Metode Analisis Data
Metode analisis daya saing dilakukan secara kuantitatif dengan
menggunkana Herfindahl Index (HI), Revealed Comparative Advantage (RCA),
dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP). Analisis keunggulan kopi Indonesia
juga dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan Diamond Porter Sistem untuk
mengetahui kondisi faktor penentu dalam daya saing kopi Indonesia dan faktor
strategis dalam menghadapi persaingan di pasar internasional. Pengolahan data
menggunakan software Microsoft Exel 2016. Penggunaan kode HS 0901 dirasa
cukup untuk mewakili dalam mengidentifikasi daya saing produk tersebut
dikarenakan menggambarkan kopi secara general di pasar kopi dunia.
3.4.1. Analisis Herfindahl Index (HI)
Herfindahl Index (HI) merupakan alat untuk mengetahui struktur pasar
yang dihadapi oleh industri kopi pada pasar internasional. Untuk perhitungan
pangsa pasar dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Febriyanthi,
2008):
64
𝑺𝒊𝒋 = 𝑿𝒊𝒋
𝑻𝑿𝒋… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … (𝟏)
Keterangan:
𝑆𝑖𝑖𝑗 : Pangsa Pasar Penghasil Kopi Negara ke-j ke Pasar Internasional
𝑋𝑖𝑗 : Nilai Ekspor Kopi Negara ke-j ke Pasar Internasional
𝑇𝑋𝑗 : Total Nilai Ekspor Kopi Dunia ke Pasar Internasional
Untuk mengetahui struktur pasar yang dihadapi suatu industri dapat
dilakukan dengan menggunakan metode Herfindahl Index (HI). Nilai HI
merupakan alat untuk mengukur besar kecilnya perusahaan-perusahaan dalam
suatu industri. Nilai HI mencerminkan penguasaan pangsa pasar oleh suatu negara
dalam pasar internasional. Tahapan pertama untuk menganalisis pangsa pasar
adalah dengan menghitung pangsa pasar setiap negara penghasil kopi di pasar
internasional dengan formulasi berikut (Arsyad, 2008: 365):
𝑯𝑰 = 𝑺𝒊𝒋𝟏𝟐 + 𝑺𝒊𝒋𝟐
𝟐 + 𝑺𝒊𝒋𝟑𝟐 + ⋯ + 𝑺𝒊𝒋𝒏
𝟐 … … … … … … … … … … … . … … … … . . (𝟐)
Keterangan:
HI : Herfindahl Index
𝑆𝑖𝑗 : Pangsa Pasar Penjualan Negara ke I dalam perdagangan kopi
N : Jumlah Negara yang terlibat dalam perdagangan kopi
Nilai Herfindahl Index (HI) dapat disimpulkan sebagai berikut (Hasibuan,
1993):
65
Tabel 6. Nilai Herfindahl Index Suatu Industri.
Ciri-Ciri Monopoli Oligopoli Monopolistik Persaingan
sempurna
HI HI=10.000 2500<HI<10000 100<HI<1000 HI<100
Jumlah
produsen Satu Sedikit Beberapa
Sangat
Banyak
Hambatan
masuk pasar
Sangat
tinggi Tinggi Relatif rendah Tidak ada
Kekuatan
menentukan
harga
Sangat besar Relatif Sedikit Tidak ada
Profit Berlebih Agak Berlebih Normal Normal
Efisiensi Kurang baik Kurang baik Cukup baik Baik
Informasi
pasar
Sangat
terbatas Terbatas
Cukup
terbuka Terbuka
Sumber: Hasibuan (1993)
Pada Tabel 6 nilai HI berada antara nol sampai dengan satu (10.000). Jika
nilai HI mendekati angka nol dapat dikatakan bahwa struktur industri yang
bersangkutan condong ke dalam pasar persaingan sempurna. Sedangkan jika nilai
HI mendekati angka satu dapat dikatakan bahwa struktur industri yang
bersangkutan condong bersifat monopoli. Nilai HI dapat mencerminkan
penguasaan pasar dalam suatu industri dari tahun ke tahun. Apabila nilai HI dari
tahun ke tahun mengalami kenaikan dapat dikatakan pasar industri tersebut
terindikasi berstruktur oligopoli atau bahkan monopoli. Jika keadaan nilai HI
sebaliknya dapat dikatakan pasar industri tersebut terindikasi berstruktur
persaingan sempurna.
Kelebihan Herfindahl Index (HI) atas rasio konsentrasi yakni Herfindahl
Index menggunakan informasi pada semua perusahaan dalam industri, tidak hanya
pangsa pasar dari 4, 8, atau 12 perusahaan dalam pasar. Dengan mengkuadratkan
pangsa pasar setiap perusahaan, Herfindahl Index secara tepat memberikan bobot
66
yang lebih besar kepada perusahaan besar dibanding perusahaan kecil dalam
industri (Salvatore, 2005:51).
3.4.2. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)
Persaingan diantara negara eksportir dapat dilakukan dengan analisis
perbandingan Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA sendiri merupakan
salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif
suatu negara. Menurut Tambunan (2004) RCA dapat mengukur keunggulan
komparatif suatu negara yang didasarkan rasio antar perbandingan ekspor suatu
komoditas disuatu negara terhadap total ekspor negara tersebut dengan
perbandingan nilai ekspor dunia komoditas tersebut terhadap total ekspor dunia.
Kata revealed dalam RCA mengartikan bahwa keunggulan komparatif suatu negara
dapat dilihat dari pola perdagangan yaitu kegiatan ekspornya. Dimana pola kegiatan
ekspornya dapat mencerminkan biaya relatif semahalnya dengan perbedaan non
harga (tidak punya value, kualitas) yang dapat menentukan struktur suatu
perdagangan. Nilai RCA mencerminkan tingkat spesialisasi perdagangan disuatu
negara. Secara sistematis, indeks RCA dapat dirumuskan sebagai berikut (Basri,
2010):
𝑹𝑪𝑨 = 𝑿𝒊𝒌 𝑿𝒊⁄
𝑾𝒌 𝑾𝒕⁄… … … … . . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (𝟑)
Keterangan:
𝑋𝑖𝑘 : Nilai Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar Internasional
𝑋𝑖 : Nilai Total Ekspor Indonesia ke Pasar Internasional
67
𝑊𝑘 : Nilai Ekspor Kopi Dunia ke Pasar Internasional
𝑊𝑡 : Nilai Total Ekspor Dunia ke Pasar Internasional
Nilai RCA digunakan untuk mengidentifikasi tingkat daya saing. Jika nilai
RCA < 1 atau mendekati 0 maka daya saing komoditas tersebut lemah, begitu
sebaliknya jika nilai RCA > 1 maka dapat dikatakan daya saing komoditas tersebut
kuat. Jika suatu nilai RCA semakin tinggi maka tingkat daya saing semakin besar.
3.4.3. Analisis Diamond Porter Sistem
Analisis ini dilakukan pada setiap komponen utama dan pendukung yang
terdapat didalam teori tersebut. Komponen tersebut meliputi empat atribut luas
dari sebuah negara, atribut yang secara individual dan sebagai suatu sistem
menyatakan diamond dari keunggulan nasional, bidang permainan yang dibentuk
dan dioperasikan oleh setiap negara untuk industri-industrinya. Atribut ini adalah
(Cho dan Moon. 2003: 81):
1. Keunggulan karena kondisi terhadap faktor sumber daya (factor condition).
2. Keunggulan karena kondisi permintaan (demand condition).
3. Keunggulan karena industri terkait dan industri pendukung (related and
supporting industry).
4. Keunggulan karena strategi perusahaan dan bentukan persaingan pasar (firm
strategy, structure and rivaly).
Menambahkan dua variabel kedalam model yaitu peran kesempatan dan
peran pemerintah yang mempengaruhi model (Cho dan Moon, 2003:81). Dari hasil
analisis komponen penentu daya saing dapat diketahui komponen yang menjadi
68
keunggulan dan kelemahan daya saing agribisnis kopi Indonesia. Dalam
keunggulan kompetitif memerlukan interaksi keseluruhan komponen yang saling
terikat dan berhubungan untuk menentukan perkembangan suatu industri.
Dalam pengimplikasianya peneliti menggumpulkan data dan literatur yang
dibutuhkan dalam pemenuhan berdasarkan empat komponen utama dan dua
komponen pendukung. Setelah pemenuhan data dan literatur komponen yang
diperlukan, peneliti membuat daftar wawancara untuk memperkuat atau
mengkonfirmasi data dan literatur komponen yang digunakan. Selanjutnya hasil
tersebut dikonfirmasi dengan pakar expert sesuai bidangnya. Hal ini dilakukan agar
keterkaitan komponen baik utama maupun pendukung tepat berdasarkan keadaan
lapangan dan dapat dipertanggung jawabkan.
3.4.4. Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Menurut Kementerian Perdagangan (2014) Indeks Spesialisasi
Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan
perkembangan suatu produk. ISP ini juga menggambarkan apakah suatu jenis
produk, Indonesia cenderung menjadi negara eksportir atau importir. Secara
matematis, ISP dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑰𝑺𝑷 = (𝑿𝒊𝒂 − 𝑴𝒊𝒂)
(𝑿𝒊𝒂 + 𝑴𝒊𝒂)… … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … … … (𝟒)
Keterangan:
𝑋𝑖𝑎 : Nilai Ekspor Komoditi Kopi Indonesia
𝑀𝑖𝑎 : Nilai Impor Komoditi Kopi Indonesia
69
0
1
-1
Secara implisit indeks ini mempertimbangkan sisi permintaan dan sisi
penawaran, dimana ekspor identik dengan suplai domestik dan impor adalah
permintaan domestik, atau sesuai dengan teori perdagangan internasional yaitu teori
net of surplus, dimana ekspor dari suatu barang terjadi apabila ada kelebihan atas
barang tersebut di pasar domestik. Nilai indeks memiliki nilai kisaran antara -1
sampai dengan +1. Jika nilai positif diatas 0 sampai 1, maka komoditas
bersangkutan dikatakan mempunyai daya saing yang kuat atau negara yang
bersangkutan cenderung sebagai pengekspor dari komoditi tersebut. Sebaliknya
jika daya saing rendah negara tersebut cenderung menjadi pengimpor jika nilai
indeksnya negatif dibawah 0 hingga -1.
Indesk ISP tersebut juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat
pertumbuhan suatu komoditi dalam perdagangan yang terbagi menjadi 5 tahapan
sebagai berikut:
Gambar 6. Kurva ISP sesuai Teori Siklus Produk.
Sumber: Kemeterian Perdagangan (2014)
1. Tahap Pengenaan
Ketika suatu industri (forerunner) disuatu negara (A) mengekspor produk-
produk baru dan industri pendatang belakangan (latercorner) di negara (B) impor
T1
T2
T3
T4
T5
70
produk-produk tersebut. Dalam tahap ini, nilai indeks ISP dari industri later corner
ini adalah -1.00 sampai – 0.50.
2. Tahap Subtitusi Impor
Nilai indeks ISP naik antara -0.51 sampai 0.00. Pada tahapan ini industri
negara B menunjukan daya saing yang sangat rendah, dikarenakan tingkat
produksinya rendah dan tidak mampu mencapai skala ekonominya. Industri
tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang kurang baik dan
produksinya belum memenuhi permintaan didalam negaranya. Dengan kata lain
komoditi tersebut, pada tahap ini negara B lebih banyak melakukan kegiatan impor.
3. Tahap Pertumbuhan
Nilai indeks ISP naik antara 0.01 sampai dengan 0.80. Industri di negara B
melakukan produksi dengan skala besar dan memulai untuk meningkatkan
ekspornya. Di pasar domestik, penawaran lebih besar dibanding permintaanya.
4. Tahap Kematangan
Nilai indeks ISP berada pada kisaran 0.81 sampai dengan 1.00. Pada tahap
ini produk yang bersangkutan sudah pada tahap standarisasi menyangkut teknologi
yang dikandungnya. Pada tahapan ini negara B merupakan negara net exporter.
5. Tahap Kembali Mengimpor
Nilai indeks ISP kembali menurun antara 1.00 sampai dengan 0.00. Pada
tahap ini industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya dengan industri
yang ada di negara A, dan produk dalam negeri lebih sedikit dari pada permintaan
dalam negeri.
BAB IV
GAMBARAN UMUM KOPI
4.1. Perkembangan Kopi Di Indonesia
Sejarah kopi di Indonesia dimulai pada tahun 1696 ketika Belanda membawa
kopi dari Malabar, India, ke Jawa. Mereka membudidayakan tanaman kopi tersebut
di Kedawung, sebuah perkebunan yang terletak dekat Batavia. Namun upaya gagal
karena tanaman tersebut rusak oleh gempa bumi dan banjir. Upaya kedua dilakukan
pada tahun 1699 dengan mendatangkan stek pohon kopi dari Malabar. Pada tahun
1706 sampel tanaman kopi yang dihasilkan dari tanaman di Jawa dikirim ke negeri
Belanda untuk diteliti di Kebun Raya Amsterdam. Hasilnya sukses besar, kopi yang
dihasilkan berkualitas sangat baik. Selanjutnya tanaman kopi ini dijadikan bibit
bagi seluruh perkebunan yang dikembangkan di Indonesia. Belanda memperluas
areal bidudaya kopi ke Sumatera, Sulawesi, Bali, dan pulau lainnya yang ada di
Indonesia (Afriliana, 2018: 4).
Pada tahun 1878 terjadi tragedi yang memilukan, hampir seluruh perkebunan
kopi di Indonesia terutama di dataran rendah rusak terserang penyakit karat daun
atau (Ilemileia vastatrix (IIV). Kala itu semua jenis kopi yang ditanam adalah
Arabika. Untuk menanggulanginya, Belanda mendatangkan jenis kopi liberika
yang diperkirakan lebih tahan terhadap penyakit karat daun. Sampai beberapa
tahun, kopi liberika menggantikan kopi arabika di perkebunan dataran rendah. Di
pasar Eropa kopi liberika (Coffea liberica) saat itu dihargai sama dengan kopi
arabika. Namun rupanya tanaman kopi liberika juga mengalami hal yang sama,
rusak terserang karat daun (Afriliana, 2018: 4).
72
Tahun 1907, Belanda mendatangkan spesies lain yaitu kopi robusta (Coffea
robusta). Usaha kali ini berhasil hingga saat ini perkebunan-perkebunan kopi
robusta yang ada di dataran rendah bisa bertahan. Pasca kemerdekaan Indonesia,
seluruh perkebunan kopi Belanda yang ada di Indonesia dinasionalisasikan. Sejak
saat itu Belanda tidak lagi menjadi pemasok kopi dunia (Afriliana, 2018: 5).
4.2. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kopi di Indonesia
Luas areal untuk membudidayakan kopi di Indonesia tahun 2018 mencapai
lebih dari 1.2 juta Ha. Budidaya kopi di Indonesia didominasi oleh kopi yang
diusahakan oleh rakyat atau lebih dikenal dengan perkebunan rakyat (PR) yang
mencapai 95.37%. Sedangkan Perkebunaan Besar Negara (PBN) sebesar 2.25%
dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) 2.48% (Kementerian Pertanian, 2018).
Tabel 7. Luas Areal Kopi di Indonesia Tahun 2008-2018.
Tahun
Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
PR PBN PBS Indonesia PR PBN PBS Indonesia
2008 1.236.842 22.442 35.826 1.295.110 669.942 17.332 10.742 698.016
2009 1.217.506 22.794 25.935 1.266.235 653.918 14.387 14.385 682.690
2010 1.162.810 22.681 24.873 1.210.364 657.909 14.065 14.947 686.921
2011 1.184.967 22.572 26.159 1.233.698 616.429 9.099 13.118 638.646
2012 1.187.669 22.565 25.056 1.235.290 661.827 13.577 15.759 691.163
2013 1.194.081 22.556 25.076 1.241.713 645.346 13.945 16.591 675.881
2014 1.230.495 22.369 24.462 1.230.495 612.877 14.293 16.687 643.857
2015 1.183.244 22.366 24.391 1.230.001 602.371 19.703 17.281 639.355
2016 1.198.900 23.367 24.391 1.246.657 632.005 14.628 17.238 663.871
2017 1.204.882 23.509 24.405 1.253.798 685.799 14.941 17.222 717.962
2018*) 1.210.166 23.525 25.445 1.259.136 685.787 19.926 16.748 722.461
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan RI (2018) PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta
*) Angka sementara
73
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata luas areal selama sebelas
tahun mencapai 1.245.681 Ha. Selama 2008-2018 luas areal pengusahaan budidaya
kopi secara nasional mengalami tren penurunan. Pada tahun 2008 luas areal
perkebunan kopi seluas 1.295.110 Ha dan 2018 menurun hingga mencapai
1.259.136 Ha. Luas lahan perkebunan terendah berada pada tahun 2015 sebesar
1.230.001 Ha. Hal ini terjadi akibat penurunan pada semua lini pengusahaan, PR
mengalami penurunan cukup signifikan sebesar 47.251 Ha, PBN menurun 3 Ha dan
PBS menurun 71 Ha.
Gambar 7. Luas Areal Kopi Arabika dan Kopi Robusta.
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan RI (2018)
Jenis kopi yang diusahakan di Indonesia mayoritas robusta mencapai
81.44% sementara jenis arabika hanya mencapai 18.56% (Kementerian Pertanian.
2018). Berdasarkan Gambar 7 perkembangan luas areal kopi robusta memiliki tren
yang cenderung menurun setiap tahunnya. Berbanding terbalik, luas areal kopi
arabika menunjukan tren kenaikan pada setiap tahunnya. Penanaman kopi jenis
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Lu
as A
real
(H
a)
Tahun
Luas Areal Kopi Arabika dan Kopi Robusta
Robusta Arabika Linear (Robusta) Linear (Arabika)
74
robusta pada tahun 2007-2018 mencapai luas areal rata-rata 946.579 Ha. Sedangkan
untuk jenis arabika hanya mencapai luas areal rata-rata 297.794 Ha.
Gambar 8. Produksi Kopi Arabika dan Kopi Robusta.
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan RI (2018)
Berbeda dengan tren luas areal perkebunan yang menurun, produksi kopi
Indonesia berfluktuatif cenderung mengalami kenaikan. Produksi kopi nasional
sebelas tahun terakhir rata-rata 678.256,64 Ton. Gambar 8 menunjukan
perkembangan produksi kopi menunjukan dua tren yang berbeda, dimana jenis
robusta menunjukan tren produksi yang menurun. Produksi robusta dalam sebelas
tahun terakhir memang menagalami pernurunan produksi. Dilihat pada data
Kementerian Pertanian (2018) tahun 2008 produksinya mencapai 550.920 Ton
namun 2018 produksinya menurun hanya sebesar 487.604 Ton. Sebaliknya tren
pertumbuhan produksi jenis arabika cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada
tahun 2008 produksinya sebesar 147.096 Ton dan 2018 meningkat menjadi 187.031
Ton.
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020
To
n
Tahun
Produksi Kopi Arabika dan Kopi Robusta
Produksi Kopi Robusta Produksi Kopi Arabika
Linear (Produksi Kopi Robusta) Linear (Produksi Kopi Arabika)
75
Berdasarkan data Kementerian Pertanian (2018) produktivitas kopi nasional
sebesar 710.44 Kg/Ha. Perkembangan produktifitas kopi priode 2001-2018
berdasarkan jenis, menunjukkan meskipun luasan jenis arabika hanya memiliki
share kurang dari 20% tetapi produktivitasnya cenderung lebih tinggi dengan rata-
rata sebesar 787.46 Kg/Ha dibandingkan produktivitas jenis robusta hanya sebesar
692.10 Kg/Ha. Dari sisi pertumbuhannya, produktivitas jenis arabika mengalami
rata-rata peningkatan lebih tinggi sebesar 3.55% pertahun sementara jenis robusta
hanya meningkat 0.57% pertahun. Produktivitas kopi di Indonesia menurut status
pengusahaannya disajikan terperinci pada Lampiran 1.
4.3. Harga dan Konsumsi Kopi di Indonesia
Harga kopi ditingkat produsen Indonesia berdasarkan data BPS sebelas
tahun terakhir menunjukan pertumbuhan yang signifikan meningkat. Harga kopi
menunjukan tren peningkatan mencapai rata-rata 7% pertahun. Harga produsen
kopi robusta pada tahun 2008 sebesar Rp. 13.722 perKg meningkat menjadi Rp.
25.305 perKg pada tahun 2018. Data terperinci dapat disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Perkembangan Harga Kopi di Indonesia 2008-2018. Tahun Harga Kopi Pertumbuhan
2008 13.722 -
2009 14.007 2.08 %
2010 14.217 1.50 %
2011 15.673 10.23 %
2012 16.406 4.68 %
2013 15.884 -3.18 %
2014 17.510 10.24 %
2015 19.135 9.28 %
2016 19.813 3.55 %
2017 24.802 25.18 %
2018 25.305 2.3 %
Rata-Rata 17.861 7 %
Sumber: BPS (2019)
76
Konsumsi kopi di Benua Asia memiliki nilai perumbuhan tertinggi didunia,
tidak terlepas dengan negara Indonesia. Pertumbuhan konsumsi kopi Indonesia
memiliki nilai tetinggi yaitu sebesar 4%. Pada tahun 2018/19 konsumsi kopi
Indonesia sebesar 4.800 juta kantong, namun menurun menjadi 4.776 juta kantong
pada 2019/20 (FAO, 2020).
4.4. Ekspor dan Impor Kopi Indonesia
Perkembangan volume dan nilai ekspor kopi dalam kurun waktu 2008-2018
secara volume mengalami penurunan sebesar 1.48% pertahun, namun nilai
ekspornya naik sebesar 1.88% pertahun. Penurunan ekspor kopi Indonesia paling
tinggi terjadi pada tahun 2018 sebesar 40.15% (Kementerian Pertanian, 2019).
Berdasarkan data UN Comtrade tahun 2017 volume ekspor kopi Indonesia
467.797.006 Kg menjadi 279.960.851 Kg di tahun 2018. Hal ini juga
mengakibatkan nilai perdagangan menurun sebesar 31.10% atau mencapai 369.10
juta US$. Data dijabarkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Perkembangan Nilai Perdagangan dan Volume Ekspor.
Sumber: UN Comtrade (2019)
-
500,000,000
1,000,000,000
1,500,000,000
2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020
US
$/K
G
Tahun
Perkembangan Ni la i Perdagangan dan
Volume Ekspor
Volume EksporNilai Perdagangan
77
Kondisi perdagangan kopi cenderung surplus menjadikan kopi penyumbang
devisa negara. Hal ini diperkuat dengan neraca perdagangan kopi selama 2009-
2018 mengalami surplus dengan nilai rata-rata 1.032.40 juta US$ dan nilai rata-rata
ekspor sebesar 1.032.40 juta US$ sedangkan nilai impor rata-rata hanya 58.62 juta
US$. Negara tujuan ekspor tahun 2018 tersebar disepuluh negara tujuan ekspor.
Pasar ekspor kopi utama Indonesia adalah Amerika Serikat yang mencapai total
52.10 ribu Ton dengan nilai perdagangan mencapai 253.77 juta US$ selain itu
terdapat Malaysia, Jepang, Mesir, Italia, Jerman, Maroko, Georgia dan Inggris
(Kementerian Pertanian. 2019) .
Walaupun Indoenesia merupakan negara keempat ekpor kopi dunia masih
melakukan impor kopi dari beberapa negara. Pada tahun 2018 berdasarkan data UN
Comtrade Indonesia mengimpor kopi dari dunia sebanyak 78.847.137 Kg dengan
nilai perdagangan mencapai 155.778331 US$. Indonesia sendiri memiliki tiga
negara terbesar berdasarkan volume impor kopi ke Indonesia. Ketiga negara itu
adalah Vietnam, Brazil dan Timor Leste. Vietnam dengan 64.803.886 Kg dan nilai
perdagangan mencapai 117.145.597 US$. Brazil dengan 4.508.707 Kg yang
mencapai 12.666.590 US$ nilai perdaganganya. Serta Timor Leste mencapai
1.838.700 dengan nilai perdaganganya mencapai 2.477.708 US$.
4.5. Luas Areal dan Produksi Kopi Di Dunia
Perkembangan luas areal kopi di dunia tahun 2008-2017 mengalami tren
meningkat pada setiap tahunnya, ditunjukan pada Tabel 9. Pada tahun 2008-2017
luas areal kopi dunia untuk perkebunan kopi rata-rata mencapai 10.578.156 Ha.
78
Perkembangan luas areal mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0.35 selama
2008-2017. Berdasarkan data FAO luas areal tertinggi disumbang oleh Brazil
dengan rata-rata mencapai 1.971.274 Ha (18.29%). Posisi kedua adalah Indonesia
dengan rata-rata luas areal mencapai 1.236.902 Ha (11.47%). Posisi ketiga Pantai
Gading, Kolombia dan Meksiko dengan rata-rata luas areal sebesar 881.003 Ha
(8.17%), 789.025 Ha (7.32%) dan 669.710 Ha (6.21%). Sementara Ethiopia dengan
rata-rata luas areal sebesar 629.789 Ha (5.84%) berada diposisi keenam. Keenam
negara ini mampu berkontribusi sebesar 57.3% dari total luasan tanaman
mengahasilkan kopi di dunia.
Tabel 9. Luas Areal dan Produksi Kopi di Dunia Tahun 2008-2017.
Tahun
Luas Areal
(Ha)
Pertumbuhan
(%)
Produksi
(Ton)
Pertumbuhan
(%)
Produktivitas
(Kg/Ha)
2008 10,584,476 8,489,936 802.10
2009 10,462,682 (1.15) 7,794,226 (8.19) 745.00
2010 10,532,027 0.66 8,478,007 8.77 805.00
2011 9,935,004 (5.67) 8,387,743 (1.06) 844.30
2012 10,364,007 4.32 8,823,713 5.20 851.40
2013 10,579,972 2.08 9,010,265 2.11 844.60
2014 10,566,262 (0.13) 8,927,265 (0.92) 836.70
2015 10,992,327 4.03 8,982,020 0.64 810.20
2016 10,884,177 (0.98) 9,427,902 4.94 859.40
2017 10,880,628 (0.03) 9,327,318 (1.07) 849.80
Rata-
Rata 10,578,156 0.35 8,764,840 1.16 825.00
Sumber: FAO, Diolah oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Kementan RI (2019)
Perkembangan produksi kopi di dunia dari tahun 2008-2017 yang
dijabarkan pada Tabel 9. Pada tahun 2008 produksi kopi di dunia mencapai
8.489.936 Ton, mengalami kenaikan menjadi 9.327.318 Ton pada tahun 2017.
Kenaikan produksi diakibatkan peningkatan luas areal pengusahaan tanaman kopi
di dunia. Pada tahun 2008-2017 produsen terbesar kopi terbesar adalah Brazil
dengan rata-rata produksi 3.30 juta Ton, posisi kedua ditempati Vietnam dengan
79
rata-rata produksi 1.67 juta Ton. Posisi ketiga yaitu Kolombia dengan rata-rata
produksi sebesar 765.62 ribu Ton. Selanjutnya posisi keempat dengan rata-rata
produksi 683.64 ribu Ton per tahun adalah Indonesia (Kementerian Pertanian,
2019).
Laju produktivitas kopi dunia selama 2008-2017 rata-rata sebesar 825
Kg/Ha. Produktivitas terendah berada pada tahun 2009 dengan produktivitas hanya
sebesar 745 Kg/Ha. Pada tahun 2016 produktivitas kopi dunia memiliki nilai paling
tinggi mencapai 859.4 Kg/Ha (Kementerian Pertanian, 2019). Laju produktivitas
kopi dunia mengalami tren naik pada setiap tahunnya.
4.6. Harga Kopi Di Dunia
Harga kopi dunia mengalami fluktuatif cenderung mengalami penurunan
pada harga kopi baik jenis arabika ataupun robusta. Ketersediaan kopi yang berada
di pasar internasional mempengaruhi harga kopi itu sendiri. Berlebihnya
ketersediaan mampu membuat harga kopi menjadi rendah dan berlaku juga
sebaliknya. Gambar 10 menunjukan harga bulanan kopi dunia memiliki tren
menurun untuk kedua jenis kopi. Berdasarkan pada Bursa Liffe London harga rata-
rata jenis robusta mengalami penurunan selama empat tahun. Tahun 2019
merupakan harga terendah kopi robusta dengan nilai rata-rata hanya sebesar 1.4
US$/Kg atau Rp. 19.767,05/Kg melemah sebesar 0.25 US$ dari tahun sebelumnya
dengan harga 1.66 US$/Kg atau Rp. 23.573,28/Kg. Sama halnya dengan jenis
robusta, jenis arabika mengalami penurunan juga. Berdasarkan data NewYork
Arabica Coffee Price harga rata-rata jenis arabika tahun 2019 tercatat 2.74 US$/Kg
80
atau Rp. 38.671,08/Kg. Harga ini menurun 0.01 US% dari tahun sebelumnya yaitu
2.75 US$/Kg atau Rp. 38.951,20/Kg. Data dijabarkan pada Gambar 10 dan
Lampiran 2.
Gambar 10.Harga Bulanan Kopi Dunia
Sumber: NewYork Arabica Coffee Price, Bursa Liffe London (2020) (diolah)
Konsumsi kopi di dunia meningkat rata-rata 2.2% pada setiap tahunnya.
Berdasarkan Tabel 10 konsumsi kopi dunia mengalami penurunan, pada
pertengahan tahun 2020 sebesar 164.487 juta kantong dari pada tahun pertengahan
tsebelumnya yang mencapai 165.269 juta kantong. Benua Asia dan Pasifik
memiliki nilai tertinggi dalam laju pertumbuhan diantara benua yang lain dengan
laju 2.7%. Konsumsi tertinggi kopi dunia berada di Benua Eropa mencapai 55.615
juta kantong ditahun 2020. Terjadi penurunan konsumsi untuk benua Arfika yang
memiliki laju prertumbuhan -2% atau hanya mengkonsumsi 9.800 juta kantong.
- 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00
US
$/K
g
Harga Bulanan Kopi Dunia
Arabika/Kg Robusta/Kg Linear (Arabika/Kg) Linear (Robusta/Kg)
81
Tabel 10. Konsumsi Kopi Dunia.
Negara 2016/17 2017/18 2018/19 2019/20 Pertum-
buhan
Dunia 158.125 159.913 165.269 164.487 2.2%
Afrika 10.843 9.808 9.890 9.800 -2
Asia dan Ocenia 34.395 34.832 35.595 35.276 2.7
Amerika Tengah dan
Meksiko
5.173 5.252 5.322 5.294 0.4
Eropa 52.045 53.158 55.714 55.615 1.3
Amerika Utara 29.559 29.941 31.644 31.578 1.6
Amerika Selatan 26.111 26.922 27.077 26.924 1.9 Dalam ribuan 60-Kg kantung.
Sumber: FAO (2020)
4.7. Perdagangan Kopi Di Dunia
Perdagangan luar negeri menggambarkan transaksi ekspor dan impor
barang dalam suatu priode tertentu yang terjadi antara suatu penduduk satu negara
dengan negara lainnya. Nilai perdagangan kopi di dunia dalam berbagai jenis yang
diklasifikasi berdasarkan kode HS. Kode HS adalah suatu pengkodean kelompok
barang yang disusun oleh World Customs Organization (WCO) untuk keperluan
perdagangan internasional. Baik volume maupun nilai perdagangan kopi dari tahun
2008-2018 mengalami fluktuatif dan memiliki tren naik pada keduanya dapat
dilihat dalam Gambar 11.
Gambar 11. Nilai Perdagangan dan Volume Ekspor Kopi.
Sumber: UN Comtrade (2019)
-
10,000,000,000
20,000,000,000
30,000,000,000
40,000,000,000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Kg/U
S$
Tahun
Nilai Perdagangan dan Volume Ekspor Kopi di Pasar Internasional
Nilai Perdagangan Volume EksporLinear (Nilai Perdagangan) Linear (Volume Ekspor)
82
Ekspor dan impor untuk komoditas kopi memang berfluktuatif dalam
sebelas tahun terakhir. Namun nilai volume ekspor masih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai impornya. Berdasarkan data UN Comtrade tahun 2008
nilai perdagangan mencapai 21.224.654.059 US$ dengan volume ekspor mencapai
6.857.045.520 Kg. Tahun 2018 nilai perdagangan mencapai 27.377.403.485 US$
dan volume ekspor mencapai 6.956.461.521 Kg.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Struktur Pasar Kopi Indonesia di Pasar Internasional
Mengetahui besarnya penguasaan pasar oleh masing-masing negara
eksportir adalah hal yang sangat penting untuk mengetahui struktur pasar kopi yang
terbentuk didalam perdagangan kopi internasional. Pasar kopi internasional
dikuasai oleh Brazil, Vietnam, Kolombia dan Indonesia sendiri menempati urutan
ke empat. Tren perkembangan dalam pasar kopi sendiri dapat diamati dari nilai
penguasaan pertumbuhan pasar negara itu sendiri.
Gambar 12. Grafik Pangsa Pasar Empat Negara Eksportir Utama Kopi.
Sumber: UN Comtrade (2019) (diolah)
Berdasarkan pada Gambar 12 grafik pangsa pasar selama 2008-2018 negara
Brazil mengusai pangsa pasar rata-rata sebesar 18.38%. Sementara Vietnam dan
Kolombia saling bergantian menduduki posisi kedua dan ketiga dengan menguasai
pangsa pasar masing-masing sebesar 9.42% dan 7.92%. Indonesia sendiri dengan
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Pan
gsa
Pas
ar
Tahun
Grafik Pangsa Pasar Empat Negara Eksportir Utama Kopi
Brazil Kolombia Indonesia Viet Nam
84
nilai stabil pada posisi keempat dengan rata-rata pangsa pasar 3.70%. Pada tahun
2012 negara Brazil dan Kolombia memiliki nilai pangsa pasar terendah yang
disebabkan oleh penurunan volume ekspor dikedua negara selama sebelas tahun
terakhir. Pada tahun tersebut Brazil dan Kolombia hanya mengekspor kopi masing-
masing sebesar 1.505.964.866 Ton dan 400.650.851 Ton. Berbanding terbalik,
Vietnam dan Indonesia pada tahun ini mengalami peningkatan volume ekspor
masing-masing menjadi 1.711.163.952 Ton dan 448.590.626 Ton. Indonesia
sendiri stabil dengan pangsa pasar yang dimiliki. Hal ini diakibatkan karena tidak
melakukan peningkatan dan penurunan volume ekspor yang signifikan. Nilai
pangsa pasar dapat dijadikan indikator untuk menentukan tingkat kekuatan pasar
itu sendiri. Jika nilainya semakin tinggi maka negara tersebut mampu untuk
berperan andil dalam mempengaruhi harga dan melawan pesaing yang masuk
dalam industri komoditas tersebut. Nilai pangsa pasar tertinggi dimiliki oleh negara
Brazil. Brazil mampu mempengaruhi harga kopi di pasar internasional karena
merupakan pemengang pangsa pasar tertinggi.
Metode Herfindal Index (HI) merupakan alat analisis kuantitatif yang
dilakukan untuk dapat memperlihatkan tingkat konsentrasi dan mengetahui struktur
kopi di pasar internasional. Struktur pasar sendiri menjelaskan bagaimana negara
produsen dapat masuk dan bersaing di pasar komoditi tersebut. Herfindal Index
(HI) menggunakan perhitungan semua negara eksportir di pasar internasional yang
terlibat. Kode HS yang digunakan adalah 0901 pada tahun 2008 sampai 2018.
Berikut disajikan Tabel 11 perhitungan Herfindahl Index (HI).
85
Tabel 11. Nilai HI Eksportir Kopi di Pasar Internasional 2008-2018.
Tahun HI Jumlah Eksportir
2008 785.07 146 Negara
2009 736.23 147 Negara
2010 802.18 149 Negara
2011 825.71 145 Negara
2012 679.20 148 Negara
2013 676.24 147 Negara
2014 754.09 148 Negara
2015 694.33 142 Negara
2016 661.25 139 Negara
2017 648.71 139 Negara
2018 725.88 124 Negara
Rata-Rata 726.30 143 Negara
Sumber: UN Comtrade (2019) (diolah)
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa nilai rata-rata Herfindahl Index (HI)
untuk komoditas kopi di pasar internasional selama 2008-2018 adalah 726.30
dengan partisipasi rata-rata 143 negara. Nilai Herfindahl Index (HI) sendiri
mencerminkan penguasaan pangsa pasar suatu negara di pasar internasional. Dilihat
rata-rata nilai Herfindahl Index (HI) komoditas kopi di pasar internasional
berstruktur monopolistik. Berstruktur monopolistik dapat diartikan bahwa kondisi
pasar kopi internasioanal kompetitif yang memiliki tingkat persaingan penjualan
kopi tinggi. Memiliki hambatan masuk pasar kopi dunia yang relatif rendah karena
pedagang bebas keluar masuk dalam pasar komoditi tersebut. Profit yang dihasilkan
dalam perdagangan kopi dunia stabil atau normal. Serta keterbukaan baik informasi
maupun akses tentang perdagangan kopi internasional yang diterima oleh negara-
negara yang melakukan perdagangan cukup terbuka dan membantu negara tersebut.
Jika dilihat dimasing-masing keempat negara, Brazil memiliki rata-rata nilai
Herfindahl Index (HI) sebesar 342.70 yang berarti berstruktur monopolistik
86
(100<HI<1000). Sedangkan Kolombia memiliki nilai rata-rata Herfindahl Index
(HI) 63.29, Vietnam dengan nilai 89.96 dan Indonesia sendiri dengan nilai 13.98.
Nilai ketiga negara tersebut memenuhi syarat sebagai negara yang berstruktur pasar
persaingan sempurna (HI<100). Berstruktur pasar persaingan sempurna memiliki
arti bahwa ketiga negara tersebut memiliki jumlah produsen sangat banyak, tidak
adanya hambatan masuk pasar, industri kopi tidak mampu menentukan harga yang
berlaku, profit yang cenderung normal dan terbukanya akan informasi pasar kopi
baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.
5.2. Keunggulan Komparatif Kopi di Pasar Internasional.
Keunggulan komparatif untuk kode HS 0901 memperlihatkan bahwa
Indonesia memiliki keunggulan komparatif kuat namun berada dibawah ketiga
negara pesaingnya. Perhitungan RCA dilakukan dengan menganalisis keempat
negara berdasarkan volume tertinggi kopi di pasar internasional yaitu Brazil,
Vietnam, Kolombia dan Indonesia. Hasil perhitungan RCA disajikan pada gambar
berikut:
Gambar 13. Nilai RCA Eksportir Terbesar di Pasar Internasional 2008-2018.
Sumber: UN Comtrade (2019) (diolah)
0.00
20.00
40.00
60.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Nil
ai R
CA
Tahun
Nilai RCA Eksportir Terbesar di Pasar Internasional
2008-2018.
Brazil Vietnam Kolombia Indonesia
87
Berdasarkan Gambar 13 dalam kurun waktu 2008-2018 memperlihatkan
rata-rata nilai RCA untuk keempat eksportir utama komoditas kopi adalah 15.82.
Perhitungan nilai RCA eksportir kopi terbesar dijabarkan pada Lampiran 3. Nilai
rata-rata RCA Kolombia yang dimiliki selama 2008-2018 sebesar 31.38. Kolombia
sebagai eksportir ketiga terbesar dengan volume 722.540.479 Kg pada tahun 2018
ke pasar internasional. Walaupun demikian nilai RCA yang dimiliki negara tersebut
mampu mengalahkan pesaingnya. Tradeline nilai RCA Kolombia menunjukan tren
meningkat pada setiap tahunnya. Nilai RCA tertinggi Kolombia pada tahun 2016
sebesar 41.86. Kolombia mengalami kenaikan volume ekspor kopi menjadi
739.529.802 Kg. Nilai perdagangan sebesar 2.462.525.547 US$. Volume tersebut
merupakan volume ekspor tertinggi dalam sebelas tahun terakhir yang dilakukan
negara tersebut. Tahun 2012 merupakan tahun dengan nilai RCA terkecil sebesar
17.85 yang diakibatkan oleh penurunan volume ekspor menjadi 400.650.851 Kg
pada tahun tersebut. Kolombia sendiri memiliki kondisi ideal untuk budidaya kopi
yaitu antara 1200 dan 1800 m diatas permukaan laut, suhu yang hangat diantara 17
゜ C - 23 ゜ C, dan rata-rata curah hujan mencapai 2000 milimeter yang
didistribusikan secara merata. Kopi Kolombia hanya dapat diekspor jika memenuhi
parameter kualitas minimum di negaranya, yang akan ditinjau di semua pelabuhan
tempat kopi diekspor. Pengawasan ini dilakukan oleh Almacafé. Almacafé sendiri
merupakan perusahaan logistik nasional milik Kolombia yang salah satu fungsinya
untuk mengawasi ekspor kopi dari Kolombia. Agar biji kopi dapat diekspor, harus
melalui berbagai analisis kualitas sensorik, granulometri, dan kelembaban sesuai
dengan peraturan. Melalui Program 100% Kolombia, pembeli biji kopi hijau dari
88
Kolombia mereka harus menjual kembali dengan merek Kolombia 100% terhadap
konsumen diseluruh dunia (Café de Colombia, 2020).
Brazil menduduki posisi pertama dalam eksportir kopi di pasar
internasional, namun nilai RCA Brazil menempati urutan ke dua dengan nilai 14.38.
Nilai RCA terkecil dimiliki negara tersebut tahun 2017 yaitu 11.89. Pada tahun ini
Brazil mengalami masalah internal politik yang mengakibatkan perlemahan
pertumbuhan ekonomi dan kehilangan investor. Menurunnya nilai mata uang Brazil
hingga 15% juga dialami pada tahun 2013 yang mengakibatkan penurunan nilai
RCA hinga 12.99 tahun 2013 (Husein, 2013). Volume ekspor kopi Brazil
meningkat dari tahun 2012 sebesar 1.505.964.866 Kg menjadi sebesar
1.701.161.675 Kg pada tahun 2013. Namun nilai perdagangan turun dari
5.740.321.132 US$ menjadi 4.598.099.666 US$ ditahun tersebut. Nilai mata uang
sebuah negara ditentukan oleh relasi penawaran dan permintaan (supply-demand)
atas mata uang tersebut (Silitonga, Dkk. 2017: 53). Nilai RCA Brazil dan Vietnam
tidak terpaut jauh. Vietnam yang menduduki nilai RCA ketiga dengan nilai rata-
rata sebesar 13.69. Nilai tertinggi yang dimiliki Vietnam tahun 2008 sebesar 24.86.
Trendline yang dimiliki Vietnam menunjukan penurunan yang dibuktikan dari
tahun 2008-2018 nilai RCA negara tersebut menurun pada setiap tahunnya. Nilai
RCA terendah yang dimiliki oleh Vietnam sebesar 7.93 pada tahun 2015. Vietnam
merupakan negara pengekspor kopi jenis robusta terbesar dunia. Jenis ini pada
empat tahun mengalami pelemahan harga jual jika dilihat dalam Bursa Liffe London
yang mengakibatkan nilai perdagangan menurun. Keadaan ini jga membuat petani
kopi Vietnam tidak mau menjual dengan harga rendah.
89
Indonesia sendiri merupakan negara ke empat yang menempati nilai RCA
dengan rata-rata 3.82. Nilai ini menunjukan bahwa Indonesia sendiri memiliki
keunggulan komparatif. Nilai RCA Indonesia dapat dikatakan stabil pada sebelas
tahun berada pada kisaran nilai 5.33 – 2.57. Nilai terkecil RCA 2.57 pada tahun
2011 yang disebabkan penurunan volume ekspor kopi Indonesia yang hanya
346.492.592 Kg ke pasar internasional (UN Comtrade, 2019). Penurunan volume
ekspor ini diakibatkan penurunan produksi kopi nasional sebesar 48.274 Ton dari
tahun sebelumnya, menjadi hanya menjadi 638.646 Ton pada 2011. Penurunan
produksi nasional disebabkan lahan perkebunan rakyat khususnya jenis robusta
dialih fungsikan perkebunan kakao dan kelapa sawit yang mengakibatkan produksi
kopi jenis robusta menurun sebesar 18.598 Ton (BPS, 2018). Hal tersebut
dijabarkan dalam Tabel 12.
Tabel 12. Luas Areal Perkebunan Kopi, Kakao, dan Kelapa Sawit.
Komoditas Luas Areal Perkebunan Rakyat (Ha) Pertumbuhan (%)
2010 2011
Kopi 958.782 940.184 - 1.94
Kakao 1.558.421 1.638.329 5.13
Kelapa Sawit 3.387.257 3.752.480 10.78 Sumber: BPS (2018)
5.3. Keunggulan Komparatif Kopi di Negara Tujuan.
Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang cukup kuat hampir di
sepuluh negara tujuan utama ekspor kopi. Sepuluh negara tujuan kopi Indonesia
yang merujuk data BPS 2018 adalah Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, Mesir,
Italia, Jerman, Maroko, Georgia dan Inggris. Bedasarkan data yang dianalisis
90
Gambar 14 merupakan hasil analisis nilai RCA kopi Indonesia di negara tujuan
utama ekspor.
Gambar 14. Nilai RCA Kopi Indonesia di 10 Negara Tujuan Utama.
Sumber: UN Comtrade (2019) (diolah)
Berdasarkan Gambar 14 bahwa selama sebelas tahun didapatkan bahwa
rata-rata nilai RCA kopi Indonesia disepuluh negara tujuan adalah 34.20.
Perhitungan nilai RCA kopi Indonesia di negara tujuan dijabarkan pada Lampiran
4. Nilai RCA tertinggi adalah negara Maroko hal ini ditunjukan dengan nilai rata-
rata RCA mencapai 146.5 dan terendah adalah Jepang dengan nilai rata-rata 2.0.
Indonesia merupakan negara utama impor kopi di Maroko. Produk ekspor
Indonesia ke Maroko yang mencatat nilai terbesar adalah kopi (Kementerian Luar
Negeri, 2013). Berdasarkan data UN Comtrade (2020) pada tahun 2018 Indonesia
mengekspor kopi 10.551.947 Kg ke negara tersebut. Perkembangan nilai RCA yang
dimiliki Maroko berfluktuatif dalam sebelas tahun belakangan. Nilai RCA tertinggi
pada tahun 2008 dengan nilai 201.0 dan terendah tahun 2015 dengan nilai 105.4.
Tahun 2018 Indonesia memenuhi pasokan kopi di Maroko sebanyak 50.4% dari
0.0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Nil
ai R
CA
Tahun
Nilai RCA Kopi Indonesia di 10 Negara Tujuan Utama.
USA Malaysia Jepang Mesir Italia
Jerman Maroko Georgia Singapura Inggris
91
total keseluruhan kopi yang diimpor negara tersebut dengan nilai perdagangan
mencapai 21.262.873 US$.
Posisi kedua diduduki oleh negara Georgia dengan nilai rata-rata RCA
sebesar 106. Nilai RCA tertinggi sebesar 169.6 pada tahun 2011 dan nilai terendah
RCA 80.3 pada tahun 2014. Posisi ketiga diduduki oleh negara Mesir dengan rata-
rata 29.7. Perkembangan nilai RCA kopi Indonesia ke Mesir berfluktuatif dimana
nilai RCA tertinggi pada tahun 2018 sebesar 54.0. Nilai RCA terendah dengan
21.04 pada tahun 2011. Pada tahun ini Mesir mengalami ketidakstabilan politik,
mengakibatkan krisis ekonomi yang mempengaruhi perdagangan global. Nilai mata
uang negara Mesir menjadi lemah yang mengakibatkan nilai perdagangan tahun itu
mengalami penurunan.
Posisi keempat oleh negara Inggris dengan nilai rata-rata 18.4. Posisi kelima
oleh Jerman dengan nilai rata-rata 10.9. Posisi keenam oleh Italia dengan nilai rata-
rata 8.7. Diposisi ketujuh oleh Malaysia dengan nilai rata-rata 8.3. Posisi delapan
oleh Amerika Serikat dengan nilai rata-rata 6.3. Posisi kesembilan dan sepuluh
ditempati oleh negara Singapura dan Jepang dengan masing-masing nilai 5.3 dan
2.0. Komoditas kopi Indonesia memiliki daya saing kuat di negara tujuan utama
ekspor karena nilai RCA melebihi angka satu.
Jika berdasarkan data UN Comtrade 2018 keempat negara memiliki empat
tiga negara tujuan utama dalam perdaingan pasar kopi yaitu Amerika Serikat,
Jerman, Jepang dan Italia. Menurut Kemendag (2017) Amerika Serikat merupakan
negara yang paling besar dalam mengkonsumsi kopi dan pembeli terbesar untuk
produk-produk industri dunia. Amerika Serikat mampu membeli kopi dengan harga
92
tinggi terutama pada produk kopi yang berkualitas dan berciptarasa tinggi yang
menghasilkan ketahanan produk. Secara umum permintaan akan kopi sendiri
dinegara ini cukup tinggi, namun letak geografis yang dimiliki tidak mendukung
untuk budidaya kopi yang mengharuskan impor dari negara lain. Posisi negra
Jerman dalam impor produk kopi yang cukup besar itu dikarenakan statusnya
sebagai negara re-export terbesar dalam biji kopi yang sudah diolah ke dunia. Kopi
yang diimpor oleh jerman lebih banyak pada produk kopi yang belum diroasting
(panggang) mengingat jerman memiliki teknologi dan sistem termodern didalam
proses roasting. Selain itu Jerman merupakan salah satu negara re-eksportir terbesar
di Eropa. Indonesia yang memiliki nilai RCA yang lebih rendah dibandingkan
keempat negara utama ekportir memiliki kesempatan dan mampu bersaing.
Indonesia dengan coffee speciality yang dimiliki dengan negara-negara tersebut
baik peningkatan secara kualitas dan kuantitas.
5.4. Keunggulan Kompetitif Diamond Porter Sistem
Teori ini bertujuan menganalisa keunggulan kompetitif untuk menjelaskan
perdagangan kopi Indonesia yang tidak dapat dijelaskan oleh model keunggulan
komparatif. Teori ini menjelaskan permasalahan yang terjadi didalam perdagangan
kopi di pasar internasional. Teori ini juga digunakan untuk melihat daya saing
dengan melihat faktor-faktor seperti faktor sumber daya, kondisi permintaan,
industri terkait dan pendukung, kondisi struktur, persaingan dan strategi didalam
negeri. Selain empat faktor utama terdapat faktor pendukung seperti peranan
pemerintah dan kesempatan yang dimiliki Indonesia.
93
5.4.1. Komponen Utama
1. Kondisi Faktor Sumber Daya
Kondisi faktor dapat lihat dari berbagai aspek yang mendukung daya saing
yang mendukung sebuah produksi seperti sumber daya alam, tenaga kerja, ilmu
pengetahuan dan teknologi, modal serta infrastruktur. Keempat kondisi faktor
sumber daya tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Sumber Daya Alam
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam dan sumber
daya hayati berlimpah. Beberapa daerah yang dimiliki Indonesia sendiri terkenal
memiliki hasil yang baik dari sektor pertanian. Tanaman kopi dapat dikembangkan
di Indonesia karena iklim dan bentang alam yang mendukung disetiap daerah
masing-masing. Produksi kopi robusta perkebunan rakyat terbesar berada pada
Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Lampung. Kedua provinsi tersebut
menyumbang sebesar 184.166 Ton dan 107.183 Ton dari total produksi kopi
robusta nasional. Kabupaten OKU Selatan menyumbang 48.523 Ton dari produksi
Provinsi Sumatera Selatan. Provinsi Lampung sendiri disumbang dengan produksi
terbanyak oleh Kabupaten Lampung Barat 51.482 Ton. Kopi arabika yang juga
dibudidayakan di Indonesia memiliki 2 provinsi tertinggi yaitu Provinsi Aceh dan
Sumatera Utara dengan produksi masing-masing 61.761 Ton dan 58.155 Ton dari
total produksi nasional kopi arabika. Kabupaten Aceh Tengah menyumbang 31.358
Ton dari total produksi Provinsi Aceh. Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara
adalah Kabupaten Tapanuli Utara dengan kontribusi sebesar 13.924 Ton.
94
Negara tropis merupakan negara yang tepat untuk pembudidayaan tanaman
kopi. Budidaya kopi yang baik bertujuan untuk menghasilkan kualitas kopi yang
maksimal. Indonesia memiliki beragam jenis kopi yang dapat dibudidayakan. Dari
berbagai jenis kopi yang dibudidayakan, jenis kopi arabika, robusta dan liberika
adalah jenis kopi yang paling umum dibudidayakan dan diperjualbelikan pasar
internasional. Good Agriculture Practies atau GAP on Caffea tentunya mengacu
pada tujuan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pengelolaan sumber
daya yang berhasil untuk usaha pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia
yang terus berubah sekaligus mempertahankan serta meningkatkan kualitas
lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Pemilihan lahan berdasarkan
pedoman Good Agriculture Practice atau GAP on Coffee untuk ketiga tanaman
tersebut berbeda satu dengan yang lainnya. Adapun persyaratan tumbuh lainnya
relatif sama untuk memaksimalkan kualitas dari tanaman kopi tersebut.
Tabel 13. Persyaratan Tumbuh Tanaman Kopi berdasarkan Iklim.
Unsur Arabika Robusta Liberika
Iklim Tinggi Tempat 1.000-2.000m
d.p.l
100-600m
d.p.l1
100-600m d.p.l
Curah Hujan 1.250-2.500m
d.p.l
1.250-2.500m
d.p.l
1.250-3.500m
d.p.l
Bulan Kering Curah hujan
<60
mm/bulan) 1-
3 bulan
Curah hujan
<60 mm/bulan)
±3 bulan
Curah hujan <60
mm/bulan) ±3
bulan
Suhu Udara Rata-rata 15-
25 derajat C
Rata-rata 21-24
derajat C
Rata-rata 21-30
derajat C
Tanah Kemiringan <30% <30% <30%
Kedalaman >100 cm >100 cm >100 cm
Tekstur Tanah Berlempung
dengan
struktur tanah
lapisan atau
remah
Berlempung
dengan struktur
tanah lapisan
atau remah
Berlempung
dengan struktur
tanah lapisan atau
remah
Sumber: Kementerian Pertanian (2014)
95
2) Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan
potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk sebuah produksi. Potensi yang
berada dalam sumber daya manusia sendiri harus mampu dikembangkan melalui
pembangunan pertanian agar mampu mengeluarkan kinerja terbaik yang dimiliki.
Pembangunan manusia sesungguhnya memiliki makna yang luas yaitu
menciptakan pertumbuhan positif dalam bidang ekonomi, sosial, politik budaya dan
lingkungan serta perubahan dalam kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, sumber
daya manusia harus diposisikan sebagai kekayaan bangsa yang sesungguhnya
(BPS, 2019). Sektor perkebunan merupakan sektor yang paling fleksibel untuk
penyerapan tenaga kerja. Peran sumber daya manusia sendiri dapat dilihat dari
ketersediaan jumlah penyerapan tenaga dan kualitas pada masing-masing
pengusahaanya.
Menurut data Statistik Kopi 2017-2019 memperlihatkan bahwa secara
nasional perkebunan kopi dibudidayakan oleh para petani hingga mencapai 95%.
Posisi tersebut menunjukkan bahwa peranan petani kopi dalam perekonomian
nasional cukup signifikan. Secara nasional perkebunan kopi rakyat tahun 2017
menyerap jumlah petani sebanyak 1.770.508 KK. Penyerapan jumlah petani paling
besar terjadi di pulau Sumatera mencapai 729.286 KK. Berdasarkan Statistik
Indonesia 2019 nilai tukar petani Indonesia pada tahun 2017 sebesar Rp. 127.000
dan naik menjadi Rp. 129.930 pada tahun 2018.
Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) juga
memberikan peran andil dalam penyerapan tenaga kerja. Secara nasional
96
menyerapan tenaga kerja sebanyak 67.973 tenaga kerja. Penyerap tenaga kerja di
PBN tertinggi pada jenis robusta berada di pulau Jawa sebesar 18.325 dan arabika
9.897. Sementara penyerapan tenaga kerja di PBS tertinggi pada jenis robusta
berada di pulau Jawa sebanyak 24.577 dan jenis arabika di pulau Sumatera
sebanyak 5.898. Data secara lengkap penyerapan petani dan tenaga kerja pada
perkebunan kopi di Indonesia disajikan pada Lampiran 5.
Keberhasilan program pembangunan pertanian didukung oleh peran
pegawai di lapangan. Sumber daya penyuluh sangat dibutuhkan dalam
pengembangan agribisnis kopi karena penyuluh memiliki fungsi yang strategis
dalam peningkatan kualitas petani dalam pemahaman budidaya sesuai GHP dan
GAP. Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantuan Penyuluh Pertanian (THL TB-PP)
berjumlah 12.135 orang. Menurut Bapak Hendratmojo Bagus Hudoro selaku
Kepala Subdirektorat Tanaman Penyegar Kementerian Pertanian menjelaskan
bahwa THL TB-PP untuk saat ini belum maksimal dikarenakan kinerja THL TB-
PP mengikuti sesuai program yang diselenggarakan oleh pemerintah. THL TB-PP
tidak hanya berfokus pada sektor tanaman perkebunan. PPL saat ini harus mampu
menguasai semua pendekatan sektor pertanian karena satu penyuluh satu desa. Saat
ini hanya terdapat 60%-70% desa yang memiliki THL TB-PP yang diharapukulan
mampu untuk menyelesaikan masalah didesa masing-masing.
3) Sumber Daya Modal
Modal merupakan hal penting dalam pengusahaan perkebunan kopi. Modal
sangat dibutuhkan terutama perkebunan rakyat. Pembudidaya kopi terutama petani
97
selama ini memiliki akses yang terbatas terhadap permodalan perbankan. Program
pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah meningkatkan akses
pembiayaan UMKM kepada lembaga keuangan dengan pola peminjaman Kredit
Usaha Rakyat (KUR). Suku bunga KUR ini telah ditekan dari 7% menjadi 6% yang
berlaku efektif mulai 1 Januari 2010. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
memutuskan untuk merubah kebijakan KUR yang lebih prorakyat sebagai berikut
(1) Suku bunga diturunkan dari 7% menjadi 6%, (2) Total Platform KUR
ditingkatkan dari 140 Triliun menjadi 190 triliun pada tahun 2020 dan akan
ditingkatkan bertahap sampai dengan 325 triliun pada tahun 2024, (3) Peningkatan
platform KUR Mikro dari 25 juta menjadi 50 juta per debitur. Program ini
merupakan strategi pembangunan untuk mendukung kemandirian perekonomian
nasional dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan akses
pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan, peningkatan nilai tambah produk
dan jangkauan pemasaran, penguatan kelembagaan usaha, dan peningkatan
kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha.
KUR Khusus sendiri merupakan pembiayaan atau kredit modal kerja
maupun investasi kepada debitur individu atau perseorangan, badan usaha maupun
kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki anggunan
tambahan atau anggunan belum cukup, diberikan kepada kelompok yang dikelola
secara bersama dalam bentuk klaster dengan menggunakan mitra usaha untuk
komoditas perkebunan rakyat. Sumber dana penyaluran KUR adalah 100% (seratus
persen) bersumber dari dana penyalur KUR. KUR Khusus diberikan kepada
penerima KUR dengan jumlah platform diatas Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta
98
rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) setiap individu
anggota kelompok. Pihak-pihak yang terlibat dalam Kredit Usaha Rakyat pada
tahun 2018 adalah 14 intansi pemerintah, 41 instansi perbankan penyalur, 11
instansi penjamin, dan 2 instansi pengawas. Data lengkap disajikan dalam
Lampiran 6.
Menurut Kepala Subdit Tanaman Penyegar, Kementerian Pertanian untuk
perkebunan kopi sendiri sebagian besar masyarakat atau perkebunan rakyat
menggunkan dana pribadi untuk seluruh kegiatan sebelum panen hingga pasca
panen. Hal tersebut dikarenakan persyaratan pengajuan KUR yang dirasa masih
sulit oleh para petani. Kopi merupakan tanaman unggulan sektor perkebunan
namun belum adanya penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam
negeri (PMDN). PMA dan PMDN yang masuk sebesar 70% terkonsentrasi pada
investasi komoditi kelapa sawit, 26% komoditi tebu dan hanya 4% untuk komoditas
perkebunan lainnya.
4) Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hal yang penting dalam
mendukung terciptanya iklim kondusif. Beberapa sumber daya ilmu pengetahuan
dan teknologi ditunjang oleh lembaga penelitian, organisasi atau himpunan serta
lembaga pendidikan.
1. Lembaga Penelitian
Lembaga penelitian dalam pengembangan produksi kopi sangatlah penting.
Lembaga penelitian dapat dikembangkan baik oleh pemerintah atau dengan pihak
99
swasta. Salah satu lembaga penelitian berasal dari pemerintah yaitu Balai Penelitian
Industri dan Penyegar (Balitrri) dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
(Puslitkoka) atau Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute (ICCRI.
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) fungsi dan
tujuanya tidak berbeda jauh dengan Puslitkoka yang berada di Jawa Timur. Balitri
berada di Sukabumi, Jawa Barat. Balittri mempunyai tugas melaksanakan
penelitian tanaman industri dan penyegar (karet, kakao, kemiri sayur, kopi, kola,
iles-iles, teh, tamarin, makadamia, melinjo, jarak pagar, kemiri sunan, dan
penelitian bahan bakar minyak nabati (biofuel). Dalam melaksanakan tugasnya,
Balittri menyelenggarakan fungsi sebagai 1) pelaksanaan penelitian genetika,
pemuliaan, perbenihan, dan pemanfaatan plasma nutfah tanaman industri dan
penyegar, 2) pelaksanaan penelitian morfologi, ekofisiologi, entomologi dan
fitopatologi tanaman industri dan penyegar, 3) pelaksanaan penelitian komponen
teknologi sistem dan usaha agribisnis tanaman industri dan penyegar, 4)
pelaksanaan penelitian penanganan hasil tanaman industri dan penyegar, 5)
pemberian pelayanan teknis penelitian tanaman industri dan penyegar, 6) penyiapan
kerjasama, informasi, dokumentasi, serta penyebarluasan dan pendayagunaan hasil
penelitian tanaman industri dan penyegar, dan 7) pelaksanaan urusan tata usaha dan
rumah tangga.
Puslitkoka ditetapukulan sebagai lembaga penelitian perkebunan untuk
penelitian dan pengembangan komoditas kopi dan kakao secara nasional.
Puslitkoka sendiri berfungsi untuk mendapatkan varietas atau klon unggulan baru,
inovasi teknologi untuk komoditas kakao dan kopi dari hulu (on farm), hilir (off
100
farm) dan rantai pasoknya. Pelayanan dan pembinaan kepada perkebunan nusantara
untuk mempercepat alih teknologi. Penelitian dan pengembangan yang dilakukan
oleh Puslitkako diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
pekebun, memajukan industri kopi dan kakao, meningkatkan pendapatan devisa
negara, dan efisiensi sumber daya alam serta peningkatan kemampuan IPTEK
dalam pengelolaan komoditas kopi dan kakao.
2. Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) atau Indonesia Coffee Exporters
Association (ICEA)
Untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam usaha perkopian
diperlukan organisasi profesi yang handal dan kokoh dalam menghadapi tuntutan
era globalisasi, sekaligus sebagai wadah pembinaan agar menjadi mitra dan duta
yang tangguh bersama pemerintah dalam menghadapi kancah perkopian baik secara
nasional maupun internasional. GAEKI adalah wadah pemersatu bagi pelaku usaha
dibidang perkopian yang dapat menampung seluruh perusahaan perkopian nasional
baik dari hulu sampai hilir bahkan kesektor pemasaran dan ekspor maupun pasar
domestik. Tujuan didirikan GAEKI adalah untuk mendorong peningkatan kualitas
dan kuantitas produksi kopi Indonesia mulai dari tingkat petani, pengepul,
pedagang eksportir, sampai keindustri pengolahan. GAEKI mencoba untuk
menjalin hubungan baik dengan lembaga maupun instansi perkopian tingkat
nasional maupun internasional.
3. Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) atau Association of Indonesian
Coffee Exporters and Industries.
101
Suatu organisasi profesi yang handal sebagi wadah memudahkan
komunikasi antar stakeholder, menyamakan visi misi dan meningkatkan
profesionalisme sesuai era globalisasi untuk menghadapi berbagai hambatan dan
tantangan. Mewujudkan masyarakat perkopian yang sejahtera dan mampu
memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional dan memperoleh devisa
negara maka perusahaan perkopian Indonesia mendirikan Asosiasi Eksportir Kopi
Indonesia (AEKI) yang mampu menampung seluruh perusahaan perkopian
Indonesia dari hulu hingga hilir.
4. Asosisai Kopi Spesial Indonesia (AKSI) atau Speciality Coffee Association of
Indonesia (SCAI)
AKSI sendiri dibangun pada tahun 2008 dimana kelompok petani maupun
petani individu, pembeli, eksportir, roaster dan pengecer yang memiliki misi yang
sama memutuskan untuk membuat asosiasi tersebut. AKSI dibentuk dengan
harapan dapat meningkatkan kualitas mutu serta kuantitas perkopian di Indonesia.
Keanggotaanya terbuka untuk individu, lembaga dan komunitas kopi yang
berhubungan dengan kopi spesial (sebelumnya hanya jenis arabika, namun
sekarang robusta juga termasuk) dari Indonesia.
Tujuan dibentuknya asosiasi ini tidak lain untuk meningkatkan mutu,
jumlah, dan harga pasar kopi spesial Indonesia. AKSI ini dapat dijadikan forum
yang efektif sebagai mediator dan fasilitator bagi semua anggota yang terlibat untuk
menghasilkan pendapatan dan kehidupan yang lebih baik. AKSI sendiri membantu
dalam pembelajaran atau edukasi ditingkat budidaya dan proses. AKSI sendiri
memberikan pemahaman dari mulai memanggang, penyeduhan (brewing), dan
102
sensorik. Selain pembelajaran tentang kopi, asosiasi ini juga memberikan
Sertifikasi uji citra rasa (Q dan R Grade), Sertifikat biji kopi (Q Coffee Lisence)
serta pemasaran kopi spesialiti Indonesia di pasar domestik dan internasional.
5. Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI)
Asosiasi nirlaba yang diprakarsai oleh para pemangku kepentingan kopi di
Indonesia didirikan pada bulan Maret 2015. Kurangnya visi pembangunan kolektif
yang jelas disektor kopi memicu pembentukan kemitraan yang kolaboratif di
tingkat nasional. Tujuan SCOPI lebih untuk mempromosikan dan meningkatkan
kemitraan swasta publik dalam kopi untuk mencapai peluang ekonomi yang lebih
besar bagi petani, sekuritas makanan, dan kelestarian lingkungan.
SCOPI dirancang untuk menjadi platform yang memungkinkan inovasi
untuk pengembangan rantai nilai kopi Indonesia yang berkelanjutan. Meskipun
inisiatif keberlanjutan yang bekerja pada komoditas pertanian berkelanjutan sudah
ada, SCOPI menjadi organisasi pertama yang berhasil dan secara khusus fokus pada
keberlanjutan produksi kopi. Tidak hanya itu tujuan SCOPI sebagian besar adalah
fokus pada masalah keberlanjutan dalam arti luas atau meningkatkan mata
pencarian petani, menciptakan peluang ekonomi yang lebih besar bagi petani,
ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan.
6. Lembaga Statistik
Segala informasi dan data yang besifat kuantitatif untuk dipublikasikan
hasilnya sehingga dapat digunakan keperluan umum adalah peran dari lembaga
statistik. Badan Pusat Statistik (BPS) adalah lembaga pemerintah non kementerian
yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Jenis statistik berdasarkan
103
tujuan pemanfaatannya terdiri atas statistik dasar yang sepenuhnya diselenggarakan
oleh BPS, statistik sektoral yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah secara
mandiri atau bersama dengan BPS, serta statistik khusus yang diselenggarakan oleh
lembaga, organisasi, perorangan, dan atau unsur masyarakat lainnya secara mandiri
atau bersama dengan BPS. Kerjasama dari lembaga statistik seperti bekerja sama
dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Pusat Data dan Sistem Informasi
Kementerian Pertanian. Direktorat Jenderal Perkebunan lembaga yang beperan
besar dalam mengolah data statistik perkebunan komoditas kopi. Hasil olahan data
statistik disimpulkan dalam beberapa outlook sesuai dengan tahun terbitnya.
5) Infrastruktur
Sumber daya infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dalam
penunjang pembangunan pertanian. Ketersediaan infrastruktur memberikan
kesempatan khususnya para petani untuk memaksimalkan produktivitas. Dengan
optimalnya sumberdaya infrastruktur akan memudahkan semua stakeholder dalam
suatu sistem agribisnis. Petani akan mendapatkan akses lebih mudah dari hulu
sampai hilir seperti penyediaan sarana produksi pertanian, teknologi budidaya yang
berkembang, pasca panen dan bahkan pemasaran hasil kopi itu sendiri.
Logistics Performance Index merupakan tolak ukur kinerja logistik yang
sederhana, LPI ini mencerminkan dalam perspektif global. Perspektif global ini
menginterpretasikan bagaimana sebuah negara terkoneksi secara global. Penilaian
skor internasional digunakan enam jenis dimensi utama dalam tolak ukur kinerja
negara dan juga dalam keseluruhan Logistics Performance Index yang diturunkan.
104
Kinerja Logistik Performance Index adalah rata-rata tertimbang dari skor negara
pada enam dimensi utama yaitu:
1. Efisiensi proses izin yang meliputi kecepatan, kemudahan, dan kepastian
dokumen oleh badan pengawasan perbatasan termasuk bea dan cukai.
2. Kualitas infrastruktur yang berhubungan dengan perdagangan dan transportasi
seperti bandara, pelabuhan, jalan, kereta dan ketersediaan informasi.
3. Kemudahan pengiriman dengan harga yang tetap bersaing.
4. Kompetensi dan kualitas dari pelayanan logistic
5. Kemampuan melacak dan menelurusuri kiriman
6. Ketepatan waktu pengiriman dalam mencapai tujuan dalam waktu pengiriman
yang dijadwalkan atau yang diharapukulan.
Berdasarkan Tabel 14 data World Bank yang dipublikasi dalam Logistics
Performance Index (LPI) menunjukan kinerja Indonesia berada diperingkat 46 dari
160 negara yang ada di dunia pada tahun 2018 dengan nilai 3.15. Kinerja Indonesia
dibawah negara Vietnam yang menduduki peringkat 35 dengan nilai 3.27. Brazil
dan Kolombia sebagai negara pesaing utama berada dibawah Indonesia diperingkat
masing-masing 56 dan 58 dengan nilai 2.99 dan 2.94.
Tabel 14. Nilai Logistic Performance Index (LPI) Tahun 2018.
Negara Brazil Kolombia Vietnam Indonesia
LPI Score Score 2.99 2.94 3.27 3.15
Rank 56 58 35 46
Customs Score 2.41 2.61 2.95 2.67
Rank 102 75 41 62
Infrastructure Score 2.93 2.67 3.01 2.90
Rank 50 72 47 54
International
Shipments
Score 2.88 3.19 3.16 3.23
Rank 61 46 49 42
Logistics
Competence
Score 3.09 2.87 3.40 3.10
Rank 46 56 33 44
105
Negara Brazil Kolombia Vietnam Indonesia
Tracking and
Trcing
Score 3.11 3.08 3.45 3.30
Rank 51 53 34 39
Timeliness Score 3.51 3.17 3.67 3.67
Rank 51 81 40 41 Sumber: World Bank (2019)
Nilai LPI Indonesia secara keseluruhan tidak bedampak signifikan pada
infrastruktur perkebunan. Infrastruktur pertanian masih menjadi kendala dan
penyebab ketertinggalan pertanian Indonesia sampai saat ini. Berdasarkan hasil
wawancara, infrastuktur khususnya pada hulu untuk perkebunan kopi sendiri masih
sangat jauh dari kondisi layak. Areal perkebunan banyak berada dilereng gunung
atau pegunungan yang memiliki tingkat kemiringan curam. Hal ini mengakibatkan
petani kesulitan mendapatkan hasil akhir yang maksimal. Ketimpangan
pembangunan saat ini masih dirasakan oleh petani baik didalam Pulau Jawa
maupun diluar Pulau Jawa. Kementerian Pertanian memiliki beberapa program
pembangunan infrastruktur pertanian mulai dari rehabilitasi, penyediaan alat dan
mesin pertanian dan perluasan lahan dengan program--program tersebut
diharapukulan pengembangan disektor pertanian dapat tercapai dan optimalisasi
infrastruktur pertanian meningkatkan produktifitas hasil pertanian.
Infrastruktur hilir, Indonesia menggunakan data LPI untuk menilai jejaring
dan kelemahan mesin pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Beberapa upaya
dilakukan pemerintah untuk meningkatkan logistik, salah satunya adalah melalui
pinjaman bank dunia. Jauh sebelum kinerja logistik menjadi perhatian untuk
memacu pertumbuhan ekonomi, Indonesia telah menggunakan SGS (Societe
Generale De Surveillance). Pada tahun 2008 Bank Indonesia menyarankan dengan
cara meningkatkan operasi di pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan ini menangani
106
dua-pertiga dari perdagangan internasional Indonesia yang ditandai dengan
peningkatan yang pesat dalam lalu lintas kontainer (Ichsanuddin, dkk. 2016)
2. Kondisi Permintaan (Demand Condition)
Permintaan kopi baik dari permintaan domestik maupun luar negeri
merupakan salah satu aspek dalam penentuan daya saing kopi Indonesia. Kondisi
ini dapat memacu perusahaan dalam negeri agar mampu bersaing secara global.
Ketika sebuah produk memiliki permintaan yang banyak dapat dikatakan produk
tersebut memiliki keunggulan yang baik dan mampu menguasai pasar.
1) Kondisi permintaan luar negeri
Tidak terlepas dari permintaan domestik, permintaan ekspor kopi di pasar
internasional juga mempengaruhi daya saing komoditas tersebut. Indonesia
memiliki 10 negara tujuan utama ekspor dan konsumen kopi yang disajikan pada
Tabel 15.
Tabel 15. Kuantiti Nilai Perdagangan di Negara Tujuan Utama.
Negara Kuantiti (Kg) Nilai Perdagangan (US$)
Dunia Indonesia Dunia Indonesia
Amerika Serikat
1,582,022,299
57,759,845
5,719,420,655
295,645,924
Jerman
1,166,444,492
14,060,055
3,294,752,093
46,759,624
Italia
623,692,815
29,030,600
1,750,711,296
61,158,886
Jepang
409,750,457
30,419,315
1,260,906,791
88,712,232
Inggris
255,900,277
6,984,530
1,079,545,304
26,001,385
Malaysia
107,895,907
39,489,043
249,528,071
77,098,220
Maroko
53,385,249
10,551,947
120,467,996
21,262,873
107
Negara Kuantiti (Kg) Nilai Perdagangan (US$)
Dunia Indonesia Dunia Indonesia
Mesir
36,114,465
19,288,024
118,904,506
58,503,381
Singapura
17,265,368
8,274,121
75,142,853
26,173,400
Georgia
5,953,426
3,410,390
16,746,848
7,159,128 Sumber: UN Comtrade (2020)
2) Kondisi permintaan domestik
Kondisi permintaan domestik sangat berpengaruh terhadap daya saing
industri nasional. Kopi mengalamai penurunan volume ekspor tahun 2017 ke 2018.
Indonesia mengekpor kopi sebanyak 467.797.006 Kg ke pasar internasional pada
tahun 2017, namun pada 2018 Indonesia hanya mengekspor sebanyak 279.960.851
Kg (UN Comtrade, 2020). Permintaan yang tinggi didalam negeri menjadi salah
satu fakor turunnya volume ekspor. Konsumsi dalam negeri 2018 sampai 2019
meningkat menjadi 4,3 juta kantong yang didasari oleh jenis permintaan kopi
panggang, produk siap saji dan produk minuman siap saji (ready to drink) (Global
Agriculture Information Network. 2019).
Meningkatnya taraf hidup dan gaya hidup masyarakat mendorong
terjadinya pergeseran pola konsumsi masyarakat terutama generasi muda. Generasi
muda pada umumnya lebih menyukai minuman ready to drink, kopi instant, kopi
three in one maupun minuman berbasis expresso yang disajikan pada gerai-gerai
kopi. Banyaknya gerai kopi saat ini yang melakukan upgrade menjadi gerai ready
to drink untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang tinggi. Pada Tabel 16
disajikan data gerai kopi yang ada di Indonesia.
108
Tabel 16. Major Coffee Chain Outlets.
Merek Dagang Didirikan Jumlah Gerai
2016 2019
Starbucks 2002 248 418
Excelso 1991 126 140
Coffee Toffee 2006 155 157
Coffee Bean dan Tea 2001 108 101
Maxx Coffee 2015 50 88
Kopi Kenangan 2017 - 154
Fore Coffee 2018 - 60 Sumber: Global Agriculture Information Network (2019)
Starbucks mendominasi gerai kopi di Indonesia dengan market share
sebesar 44.5%. Exselso dengan market share 11.2%. Coffee Bean dan Tea dengan
market share sebesar 9% dan Coffee Toffee 3.6%. Indonesia sendiri memiliki nilai
konsumsi kopi yang rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia
Tenggara. Konsumsi kopi perkapita Indonesia pada tahun 2018 hanya sebesar 0.9
dibawah negara Filipina (3.1), Vietnam (1.9), Malaysia (1.2) dan Singapura (1.0)
namun diatas Thailan (0.5) (Global Agriculture Information Network, 2019).
3. Faktor Industri Terkait Dan Industri Pendukung (Related and
Supporting Industry)
Daya saing juga harus didukung dengan keberadaan jaringan kerja industri
terkait dan industri pendukung. Perkembangan industri inti tidak terlepas dari
dukungan faktor jaringan kerja industri terkait dan industri pendukung. Menurut
Kementerian Perindustrian (2018) perubahan gaya hidup yang dimiliki oleh
masyarakat Indonesia dan kelas menengah mendorong peningkatan kinerja pada
industri pengolahan kopi didalam negeri yang cukup signifikan. Industri sendiri
109
merupakan sebuah usaha atau aktivitas mengolah bahan baku atau barang setengah
jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk sebuah keuntungan.
Sejatinya struktur industri kopi dalam negeri sendiri dibagi menjadi tiga skala yaitu:
1) Industri Pengolahan Kopi Kelas Kecil (Home Industry).
Industri yang tergolong dalam kelompok ini adalah industri yang bersifat
rumah tangga (home industry) dimana tenaga kerjanya adalah anggota keluarga
dengan beberapa karyawan. Produk yang dihasilkan dipasarkan dalam lingkup
skala kecil seperti warung kaki lima atau pasar yang berada pada lingkungan
produksi mereka tanpa atau tanpa merek. Industri kopi olahan kelas kecil ini pada
umumnya tidak terdaftar di Dinas Perindustrian maupun Badan Pengawasan Obat
dan Makanan.
2) Industri Pengolahan Kopi Kelas Menengah.
Merupakan Industri kopi olahan yang menghasilkan kopi yang sudah
diproses dan kopi bubuk. Selain produk kopi bubuk terdapat produk kopi olahan
lainnya seperti minuman kopi yang produknya dipasarkan di daerahnya. Pada
industri kopi olahan kelas menengah umumnya produk sudah mendapatkan izin
dari Dinas Pertanian sebagai produk rumah tangga. Produk ini sering dijumpai
disentra produksi kopi seperti Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera
Utara dan Jawa Timur.
3) Industri Pengolahan Kopi Kelas Besar.
Industri kopi olahan kelas besar merupakan industi pengolahan kopi yang
menghasilkan kopi bubuk, kopi instan atau kopi mix dan kopi olahan lainnya yang
produknya dipasarkan baik di dalam negeri ataupun di luar negeri. Produk tersebut
110
umumnya sudah memiliki nomor merek dagang maupun label lainnya. Perusahan
industri kopi yang terbesar di Indonesia PT Santos Jaya Abadi dengan merek
dagang Kapal Api dan ABC dengan market share 61,37%, PT Sari Incofood Corp
dengan merek dagang Indocafe dengan 7,97%, selanjutnya PT Nestle Indonesia
dengan merek dagang Nescafe dengan 7.80% dan PT Mayora Indah Tbk dengan
merek dagang Torabika dengan 40% (Nalurita, Ratna, dan Siti. 2014: 71).
Selain empat perusahaan besar tersebut terdapat 120 perusahaan kopi baik
dari perusahaan industri pengolahan kecil hingga besar berada diseluruh Indonesia.
Data lebih terperinci dapat dilihat pada Lampiran 7. Jaringan kerja industri harus
mampu membuka akses pasar dengan cara mempersiapukulan produk yang
memenuhi standar, membuat dan menerapukulan SOP produk keluaran eksporter,
pendokumentasian asal usul produk, memelihara produk dari OPT, cemaran fisik,
kebersihan produk dan gudang penyimpanan, mengimplementasikan HACCP,
memonitoring konsistensi produk untuk dapat diekspor, dan mencari pasar baru
melalui promosi, dan konsolidasi bersama Kementerian Perdagangan, KBRI dan
Kepala Dinas agar produk mampu diterima di negara lain. Jaringan kerja industri
terkait dan industri pendukung secara tidak langsung menciptakan rantai pasok
pada komoditas kopi yang efisien. Rantai pasok kopi melibatkan beberapa lembaga
tata niaga dari hulu hingga hilir. Rantai pasok kopi dari tingkat produsen sampai
pada konsumen diantaranya adalah
a) Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar – Pedagang Perantara –
Eksportir – Domestik Roaster – Konsumen
111
b) Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Perantara – Eksportir – Domestik
Roaster – Konsumen
c) Petani – Pedagang Pengumpul/Kelompok Tani – Domestik Roaster –
Konsumen
d) Petani – Pedagang Pengumpul – Pengolah Kopi Bubuk – Konsumen
e) Petani – Pengolah Kopi Bubuk – Konsumen
f) Petani – Pedagang Besar – Pengolah Kopi Bubuk – Konsumen
g) Petani – Pedagang Besar – Pedagang perantara – Eksportir – Domestik Roaster
– Konsumen
Partisipasi Indonesia dalam rantai nilai global lingkungan Regional
Comprehensive Economic Partnership (RCEP) masih didominasi oleh Low
Technoloy Industries yang menghasilkan bahan baku atau penolong. Industri pada
kelompok ini merupakan industri tenaga kerja intensif dan bahan bakunya berasal
dari sumber daya alam dimana Indonesia memiliki keunggulan sebagai pemasok
bahan bakunya. Intra-Industry Trade (IIT) Indonesia masih didominasi oleh
beberapa produk Low Technology Industries, bahkan kopi termasuk sumber daya
alam yang langsung diekspor (Kementerian Perdagangan, 2018).
4. Faktor Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan (Firm Strategy,
Structure and Rivaly)
Persaingan sangat ketat terjadi diantara negara-negara produsen kopi dunia,
hal ini menandakan bahwa masing-masing negara menciptakan strategi agar
112
mampu berdaya saing. Struktur industri dan struktur pasar merupakan penentu
daya saing yang harus dimiliki perusahaan-perusahaan dalam industri komoditi
tersebut. Kondisi persaingan baik di pasar domestik maupun di pasar internasional
dapat dilihat dari bagaimana cara perusahaan mampu mengelola dan
mengembangkan produknya untuk bersaing.
Tidak hanya melihat struktur industri didalam negeri, menurut data UN
Comtrade (2019) pada tahun 2008-2018 negara yang ikut serta dalam pasar kopi
dunia jumlahnya berfluktuatif. Pada 2010 terdapat 149 negara yang berkontribusi
dalam perdagangan kopi dunia, namun tahun-tahun berikutnya mengalami
penurunan jumlah negara. Tahun 2018 hanya 124 negara yang berkontribusi dalam
perdagangan kopi di pasar internasional. Perdagangan kopi internasional sendiri
berstruktur persaingan monopolistik. Hal tersebut menunjukan bahwa banyak
negara produsen yang bebas keluar masuk dalam pasar kopi dunia. Produk yang
dihasilkan dimasing-masing negara terdiferensiasi. Diferensiasi ini berbentuk
perbedaan tingkat kualitas yang diberikan oleh suatu produk. Pasar yang dihadapi
komoditas kopi adalah seller market. Seller market sendiri merupakaan pasar yang
ditandai oleh permintaan melebihi dibandingkan ketersediaan yang ada. Banyak
negara besar pengekspor kopi adalah negara-negara berkembang yang negaranya
belum dapat memaksimalkan bahan baku menjadi bahan jadi. Sedangkan
pengimpor kopi merupakan negara-negara maju yang tidak memiliki bahan baku
namun menguasai teknologi pengolahan kopi.
Agribisnis kopi mempunyai kontribusi yang cukup siginifikan dalam
perekonomian nasional yaitu sebagai sumber pendapatan negara, perekonomian
113
petani, penghasil bahan baku industri hilir, penciptaan lapangan pekerjaan dan
pengembangan wilayah. Panen dan pascapanen berdasarkan GHP dan GAP
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dari kopi. Melalui
pascapanen yang baik akan mengurangi kehilangan hasil panen, memperpanjang
daya simpan, serta memperbaiki mutu. Seiring dengan perkembangan zaman,
diperlukan alat yang praktis tentang bagaimana penanganan kopi setelah
pascapanen (Ditjenbun. 2018).
Strategi pemerintah tidak hanya pada hulu, namun hilir. Hilirisasi dengan
cara melakukan upaya diversifikasi produk untuk mengisi pasar ekspor produk
olahan. Walaupun Indonesia merupakan negara keempat produsen kopi di dunia,
namun produk yang diperdagangkan masih berupa biji kopi hijau dan hanya
sebagian kecil yang diproses lebih lanjut menjadi produk kopi. Kondisi pasar kopi
dunia saat ini memiliki kompetisi yang semakin tajam dalam aspek: mutu,
keamanan pangan, harga maupun kontinyuitas pelayanan. Adanya ketetapan
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) mengenai perdagangan bebas,
ISO-9000 series dan ISO-22000 series serta menejemen HACCP yang digunakan
untuk melindungi konsumen. Selain itu meningkatknya kesadaran masyarakat
dunia terhadap asal usul produk (sustainability). Tansformasi ini sebagian didorong
oleh perubahan preferensi konsumen, yang disebabkan oleh peningkatan standar
hidup dan meningkatnya kekhawatiran tentang keamanan pangan dan konsekuensi
lingkungan dan sosial dari produksi pertanian. Pemerintah melakukan kerjasama
dengan lembaga sertifikasi yang bertujuan untuk menggunakan standard an label
yang berorientasi keberlanjutan seperti Sertifikasi Organik, Fairtrade Certified,
114
UTZ Certified dan Rainforest Alliance yang mengacu pada Voluntary
Sustainability Standards (VSS).
Sertifikasi organik mulai berkembang sejalan dengan semakin
meningkatnya kesadaran dan kepedulian konsumen atau pembeli terhadap
pentingnya produk yang sehat dana man untuk dikonsumsi. Secara umum,
pegertian pertanian organik adalah suatu proses produksi suatu komoditi yang
dilakukan dengan cara-cara yang dapat diterima secara sosial, menguntungkan
secara ekonomi dan berkelanjutan secara ekosistem. Prinsip dalam sistem pertanian
organic adalah menekankan pada pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup
dengan meningkatkan teknik budidaya yang baik guna mendapatkan produksi yang
tinggi dan berkelanjutan. Pertanian organik merupakan cara memproduksi komoditi
pangan yang memperhatikan siklus kehidupan secara alami. Miminimalkan impact
aktivitas manusia terhadap alam. Dalam pertanian organic tidak diperbolehkan
menggunakan bibit hasil rekayasa genetika (GMO- Gennetically Modified
Oganism), tidak menggunakan pupuk kimia, serta tidak menggunakan racun
sintetik untuk mengendalikan hama, penyakit dan gulma. Bila syarat sudah
terpenuhi, sertifikat dapat dikeluarkan dan logo organik dapat terpasang pada
produk yang sudah disertifikasi. Sertifikat Organik (termasuk kopi) dilakukan oleh
lembaga independen yang diakui oleh pebeli atau konsumen akhir (Anhar, dkk.
2018: 104).
Fairtrade meruppakan suatu sertifikasi yang cukup banyak digunakan oleh
petani dan lembaga usaha diseluruh dunia. Sertifikat Fairtrade ini muncul sebagai
alternati dari perdagangan bebas yang menurut banyak pihak sangat tidak adil
115
terutama bagi produsen produk pertanian dinegara-negara berkembang terutama
tanaman kopi. Fairtrade menawarkan pendekatan baru dengan keoptimisan
pemikiran, sikap dan tindakan bagi petani dan pelaku bisnis. Pada hakikatnya
Fairtrade merupakan sebuah gerakan perdagangan yang alternatif berpihak pada
produsen terutama negara berkembang melalui penerapan prinsip keadilan,
transparasi, komunikasi dan keadilan gender (Fair Trade Certified. 2020). Pada
prinsip dan nilainya diwujudkan dalam bentuk rantai distribusi yang lebih pendek,
penguatan organisasi produsen, peningkatan keterlibatan dan peranan perempuan
dalam perdagangan, dan adanya harga premium bagi produk yang dihasilkan.
Sertifikat Fairtrade biasanya mengutamakan aspek sosial dan ekonomi khususnya
margin yang harus sampai ketingkat petani sebagai produsen biji kopi. Fairtrade
juga memperhatikan upaya penguatan kelembagaan petani, pendidikan anak-anak
petani, fasilitas kesehatan, tenaga kerja anak-anak dan upah tenaga kerja. Sertifikat
Fairtrade hanya dilakukan oleh Fairtrade Labelization Organization (FLO) dan
memakan waktu yang lama, karena dalam penilaianya memperimbangkan asepek
sosial dan ekonomi yang kompleks.
UTZ Certified, Good Inside merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM). Lembaga tersebut menyediakan panduan untuk sertifikasi dan sarana yang
menekankan pada kelacakan (treacebility) aliran kopi mulai dari tingkat petani
sampai kekonsumen akhir. Panduan yang diterbitkan dari dua aspek yaitu produksi
biji kopi dan tindakan penanganan biji kopi pasca produksi (chain of custody)
(Anhar, dkk. 2018: 107).
116
Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang
berkerja sama dengan Rainforest Alliance dalam Program Perhutanan Sosial yang
diatur dalam Permen LHK No.83 Tahun 2016. Kerja sama selain untuk
meningkatkan penghasilan para petani namun juga untuk melakukan
pembudidayaan yang berkelanjutan dengan mengedepankan aspek lingkungan.
Indonesia merupakan salah satu anggota Rainforest Alliance di dunia. KLHK
bertugas memberikan pedoman pemberian hak pengelolaan kepada masyarakat,
izin serta kemitraan dan hukum adat dibidang perhutanan sosial. Hal ini sejalan
dengan misi Rainforest Alliance sendiri. Dengan saling bekerja sama dengan petani
khusunya petani kopi berkelanjutan agar mampu meningkatkan mata pencarian,
kesehatan, dan kesejahteraan mereka. Kolompok tani yang bekerjasama dengan
Rainforest Alliance akan memperoleh Rainforest Alliance Certified. Pengauditan
setiap tahun berdasarkan standar dan kriteria lingkungan, sosial, dan ekonomi yang
terperinci pada kelompok tani hutan tersebut. Adanya kriteria dimaksudkan untuk
melindungi keanekaragaman hayati, meningkatkan finansial petani, menumbuhkan
budaya menghargai pekerja dan masyarakat sekitar (Rainforest Alliance, 2020).
Rainforest Alliance Certified ini juga mengangkat kondisi kehidupan layak bagi
pekerja, kesetaraan gender dan akses pendidikan untuk anak-anak yang bekerja
sama dengannya. Selain itu terdapat Voluntary Sustainability Standards (VSS)
menggeser pasar global kearah rantai nilai yang berkelanjutan terutama pada
produksi kopi di dunia. Empat bidang peraturan utama pengembangan
berkelanjutan adalah kelestarian lingkungan (environmental sustainability),
keberlanjutan sosial (social sustainability), keberlanjutan ekonomi (economic
117
sustainability), dan penegakan kepatuhan (compliance enforcement). Voluntary
Sustainability Standard sendiri merupakan aturan khusus yang menjamin bahwa
produk yang dibeli konsumen tidak merusak lingkungan sekitar dan para
pekerjanya (UNSFF. 2020). Ketentuan tersebut mengharuskan Indonesia
menghasilkan produk olahan yang bermutu tinggi agar produk tersebut mampu
berdaya saing. Hal tersebut dapat dilakukan oleh industri terkait untuk melakukan
upaya-upaya agar Indonesia memiliki peluang dalam pengembangan industri
pengolahan kopi yang didukung oleh ketersediaan bahan baku. Dengan potensi
berkembangnya pasar dalam negeri dan internasional maka kinerja industri kopi
dapat ditingkatkan dengan peningkatan nilai tambah.
Peningkatan agroindustri sebagai bagian ke 6 dari nawacita. Meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Peningkatan nilai tambah
dan daya saing komoditi pertanian maka strategi berdasarkan Renstra Kementerian
Pertanian tahun 2015-2019 yang dilakukan meliputi:
1) Revitalisasi perkebunan dan hortikultura rakyat,
2) Peningkatan mutu, pengembangan standarisasi mutu hasil pertanian dan
peningkatan kualitas pelayanan karantina dan pengawasan keamanan hayati,
3) Pengembangan agroindustri pedesaan, dan penguatan kemitraan antara petani
dengan pelaku atau pengusaha pengolahan dan pemasaran,
4) Peningkatan aksesibilitas petani terhadap teknologi, sumber-sumber
pembiayaan serta informasi pasar dan akses pasar
5) Akselerasi ekspor untuk komoditas-komoditas unggulan serta komoditas
prospektif.
118
5.4.2. Komponen Pendukung
1. Pemerintah
Peran pemerintah tidak terlepas dari upaya negara dalam meningkatkan dan
memberikan kondisi yang kondusif bagi industri untuk berdaya saing. Peran
pemerintah sebenarnya tidak berdampak langsung terhadap peningkatan daya
saing. Namun peran pemerintah mampu berpengaruh terhadap faktor-faktor daya
saing pada suatu komoditas. Pemerintah sendiri dapat bertindak sebagai fasilitator
maupun regulator. Peningkatan agroindustri sebagai bagian ke-6 dari nawacita
yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.
Kementerian-kementerian bekerja sama untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan
sebagai upaya peningkatan daya saing terutama komoditas kopi. Pemerintah
melalui Kementerian Perdagangan juga menyusun Road Map Komoditas Kopi.
Pada tahun 2019 dikeluarkan Permendag Nomor 80 Tahun 2019 tentang Ketentuan
Ekspor Kopi.
Kementerian Pertanian pada tahun 2020 merancang penargetan terhadap
ekspor menjadi tiga kali lipat melalui program yang dinamakan Gerakan
Peningkatan Produksi, Nilai Tambah dan Daya Saing Perkebunan (Grasida). Pada
subsektor perkebunan terdapat tujuh komoditas strategis untuk diakselerasi dari 127
komoditas. Tujuh Komoditas tersebut adalah kopi, kakao, kelapa, jambu mete, lada,
pala, dan vanili. Sumber pembiayaan pada kegiatan Grasida menggunakan APBN
5%, KUR 45% dan Swasta serta sumber lain 50%. Strategi pembangunan pertanian
ditargetkan berada 12 Provinsi dengan 26 Kabupaten yang memiliki kriteria
119
berdasarkan Location Quotient yang sudah ditentukan dengan partisipasi
konstratani sebanyak 101. Kegiatan dalam Grasida diantara lain adalah
pengembangan logistik benih, peningkatan produksi dan produktivitas,
peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, moderenisasi perkebunan,
pembiayaan melalui KUR, peningkatan kapasitas SDM dan optimasi jejaring
stakehoders. Selain itu melakukan hibridasi produk utama dan produk sampingan
kopi. Hibridasi merupakan penggabungan dua atau lebih upaya peningkatan
produksi atau ekspor dengan melakukan trobosan baru kopi, scalling up, serta
diferensiasi produk. Didalam Kementerian Pertanian sendiri melimpahkan
kewenangan perkebunan nasional terhadap Direktorat Jenderal Perkebunan.
Direktorat Jenderal Perkebunan sendiri memiliki tugas dan fungsi merumuskan
serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang perkebunan
nasional. Kebijakan Pembangunan Perkebunan 2015-2019 diantaranya adalah:
1) Pengembangan komoditas perkebunan strategis.
2) Perkembangan kawasan berbasis komoditas unggulan pertanian.
3) Pengembangan dan penguatan sistem pembiayaan perkebunan.
4) Pengembangan sarana prasarana dan infrastruktur pendukung usaha
perkebunan.
5) Perlindungan, pelestarian, pemanfaatan dan pengelohan lingkungan.
6) Peningkatan penerapan dan penanganan pascapanen, pengelolaan dan fasilitas
pemasaran komoditas perkebunan.
7) Peningkatan upaya antisipasi, adaptasi, mitigasi bencana, perubahan iklim dan
perlindungan tanaman.
120
8) Dukungan pengelolaan dan pelaksanaan program tematik pembangunan
perkebunan.
9) Penguatan tata kelola kepemerintahan yang baik dan reformasi birokrasi
sebagai dasar pelayanan prima.
Menurut Kepala Sub Direktorat Industri Hasil Tembakau dan Bahan
Penyegar, Kementerian Perindustrian hal ini sejalan dengan yang dilakukan
Kementerian Perindustrian pada hilirisasi sedang ditingkatkan karena melihat
peningkatan konsumsi kopi nasional. Hal yang dilakukan antara lainnya melalui
peningkatan nilai tambah, kebijakan dan penyusunan Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk produk kopi instan dan kopi olahan, bimbingan teknis pengolahan kopi
roasting, bantuan mesin pengolahan., fasilitasi pameran kopi baik didalam dan luar
negeri. Serta meningkatkan potensi pemanfaatan sekam dan selaput kopi sendiri
yang dapat dimanfaatkan sebagai biomassa atau energi maupun pakan ternak.
Selain itu peran pemerintah dalam membuka akses pasar produk perkebunan
diantara lain:
1) Aktif membangun dan optimalisasi kerjasama saling menguntungkan secara
bilateral dan regional.
2) Optimalisasi peran atase KBRI, Kepala Dinas memberikan informasi tentang
potensi pasar akses produk perkebunan.
3) Melakukan temu bisnis antara importir dan eksportir.
4) Menyediakan akses informasi pasar produk perkebunan (Dinamika Harga
Produk di Luar Negeri: Kebutuhan Produk Perkebunan suatu Negara: dan
Standar Mutu atau Persyaratan Ekspor).
121
5) Melakukan pendampingan, pengawalan dan advokasi pemasaraan produk dan
keberterimaan produk.
2. Kesempatan (Chance)
Kopi Indonesia memiliki keunggulan pada setiap jenisnya. Jenis arabika
Indonesia memiliki cita rasa yang kuat dan digemari oleh negara lain. Sedangkan
untuk jenis robusta sendiri memiliki nilai strategis dalam pemberdayaan ekonomi
masyarakat. Tanaman kopi sendiri didukung oleh ketersediaan lahan yang
mencapai lebih 1.25 juta Ha pada tahun 2018. Keunggulan geografis dan iklim yang
dimiliki Indonesia menghasilkan cita rasa kopi yang digemari oleh masyarakat
dunia. Indonesia memiliki jenis varietas yang beragam. Indonesia saat ini memiliki
setidaknya 31 jenis kopi yang dikatagorikan sebagai coffee speciality yang
mendapatkan Sertifikasi Indikasi Geografis (SIG) dari Kemenkumham RI. Data
Speciality Coffee Indonesia lebih rinci disajikan pada Tabel 17. Kopi tidak hanya
sebagai minuman penyegar, namun zaman sekarang kopi dijadikan sebuah gaya
hidup.
Kesempatan Indonesia untuk meningkatkan daya saing di pasar Amerika
Serikat juga memiliki peluang bebas. Amerika Serikat sebagai pengimpor produk
kopi terbesar didunia yang mencapai lebih dari 26 juta karung kopi. Permintaan
konsumen di Amerika sendiri terhadap kopi arabika cukup tinggi. Amerika Serikat
masih membutuhkan impor kopi kerena iklim di negaranya yang kurang ideal untuk
memproduksi jenis arabika. Hal tersebut memberikan kesempatan Indonesia untuk
bersaing dalam pemenuhan kopi di negara tersebut.
122
Tabel 17. Coffee Speciality yang Tersertifikasi Indikasi Geografis (SIG).
Nama Kopi Tersertifikasi Indikasi Geografis (SIG) di Indonesia
1. Arabika Gayo
2. Arabika Sumatera Simalungun
3. Robusta Lampung
4. Arabika Java Preanger
5. Arabika Java Sindoro-Sumbing
6. Arabika Ijen Raung
7. Arabika Kintamani Bali
8. Arabika Kalosi Enrekang
9. Arabika Toraja
10. Arabika Glores Bajawa
11. Liberika Tungkal Jambi
12. Robusta Sumendo
13. Liberika Rangsang Meranti
14. Arabika Sumatera mandailing
15. Robusta Temanggung
16. Arabika Flores Manggarai
17. Robusta Pupuan Bali
18. Arabika Sumatera Koerintji
19. Robusta Pinogu
20. Robusta tambura
21. Robusta Empat lawing
22. Arabika Sumatera LinTong
23. Arabika Pulo Samosir
24. Arabika Sipirok
25. Robusta Kepahiang
26. Robusta Pasuruan
27. Arabika beliem Wamena
28. Robusta Sidikalang
29. Arabika Tahnah Karo
30. Robusta Java Bogor
31. Robusta Rejang Lebong Bengkulu
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2020)
5.4.3. Keterkaitan Komponen Utama
1. Persaingan, Struktur, dan Strategi Perusahaan dengan Kondisi Faktor
Sumber Daya
Keterkaitan yang saling mendukung diantara persaingan, struktur, dan
strategi dengan kondisi faktor sumber daya. Hal ini terlihat keterlibatan strategi
yang dimiliki pemerintah dalam usaha mengembangkan produk kopi agar memiliki
kualitas dan kuantitas lebih baik. Produktifitas kopi ditingkatkan dengan
mengandeng para lembaga-lembaga penelitian khususnya konsen terhadap kopi.
Strategi pemerintah untuk mencegah penyusutan hasil dengan memberikan bantuan
bibit agar petani tidak lagi menggunakan bibit alasan dan menetapukulan prosedur
budidaya sesuai GHP dan GAP. Perkebunan kopi di Indonesia sebesar 95%
dibudidayakan oleh para petani, pemerintah memberikan kemudahan akses hingga
7 % dan pada tahun 2020 suku bunga turun menjadi 6%.
123
2. Kondisi Faktor Sumber Daya dengan Industri Terkait dan Industri Pendukung
Keterkaitan yang tidak saling mendukung diantara kondisi faktor sumber
daya dengan industri terkait dan industri pendukung. Kopi yang dihasilkan di
Indonesia memang diperuntukan diekspor. Belum adanya hilirisasi yang maksimal
didalam negeri membuat kopi hanya diekspor dalam bentuk biji kopi hijau.
Pemanfaatan nilai tambah agar meningkatkan nilai dari kopi ini sendiri belum dapat
dilakukan didalam negeri. Industri pendukung didalam negeri sendiri dikatakan
masih sedikit dan belum mampu menyerap produksi karena keterbatasan teknologi
untuk dapat mendiferensiasikan produk.
3. Faktor Permintaan dengan Faktor Industri Terkait dan Industri Pendukung.
Keterkaitan yang saling mendukung terjadi antara kondisi permintaan
dengan faktor industri terkait dan industri pendukung. Permintaan kopi baik dari
pasar internasional dan domestik tinggi membuat peluang untuk meningkatkan
industri terkait dan pendukung yang ada. Beberapa tahun terakhir ekspansi
pengusaha kopi untuk memenuhi kebutuhan nasional semakin meningkat baik
berupa biji kopi hijau ataupun olahan. Adanya pergeseran gaya hidup
mempengaruhi peningkatan konsumsi ditingkat masyarakat. Didalam negeri sendiri
banyak kedai-kedai kopi bermunculan yang mengakibatkan permintaan akan biji
kopi hijau maupun olahan meningkat. Hal ini mengakibatkan terpacunya industri
terkait maupun pendukung untuk memenuhi kebutuhan nasional. Indonesia sendiri
pada tahun 2018 mengalami peningkatan konsumsi nasional mencapai 0.8 per
kapita.
124
4. Faktor Industri Terkait dan Industri Pendukung dengan Persaingan, Struktur,
dan Strategi Perusahaan.
Keterkaitan saling mendukung terlihat pada faktor industri terkait dan
industri pendukung dengan persaingan, struktur, dan strategi perusahaan.
Tingginya kesadaran akan aspek mutu, keamanan pangan, harga maupun
kontinyuitas pelayanan yang diinginkan di pasar kopi internasional membuat
Indonesia bekerja sama dengan beberapa pihak untuk menunjang pemenuhan
standar tersebut. Strategi yang dilakukan pemerintah dalam hilirisasi dengan cara
diversifikasi produk untuk mengisi pasar ekspor produk olahan. Akselerasi ekspor
untuk komoditas-komoditas unggulan serta komoditas prospektif dapat menjadi
penambah devisa. Dengan potensi berkembangnya pasar dalam negeri dan
internasional maka kinera industri kopi nasional dapat ditingkatkan.
5. Kondisi Permintaan dengan Persaingan, Struktur, dan Strategi Perusahaan
Keterkaitan saling mendukung terlihat pada kondisi permintaan dengan
persaingan, struktur, dan strategi perusahaan. Untuk meningkatkan ketertarikan
negara lain terhadap kopi Indonesia, pemerintah melalui instansi-instansinya
melakukan promosi dan branding dengan cara seminar dan diskusi bersama
pemangku kepentingan dan masyarakat baik didalam negeri maupun diluar negeri.
Melihat peningkatan konsumsi kopi perkapita membuat pemerintah melakukan
kegiatan dalam peningkatan produksi kopi nasional agar mampu memenuhi
permintaan dari domestik dan ekspor.
6. Faktor Sumber Daya dengan Kondisi Permintaan
125
Keterkaitan saling tidak mendukung terlihat pada faktor sumber daya
dengan kondisi permintaan. Melihat kondisi alam Indonesia yang mendukung
untuk pembudidayaan komoditas kopi seharusnya Indonesia memaksimalkan
kondisi tersebut dan memenuhi kebutuhan impor dunia terhadap kopi lebih besar.
Namun saat ini kondisi permintaan dunia yang cukup tinggi hanya dapat dipenuhi
sebesar 6% melalui ekspor Indonesia.
5.4.4. Keterkaitan Komponen Pendukung
1. Peran Pemerintah Mendukung Semua Komponen Utama
Keterkaitan saling mendukung terlihat pada peran pemerintah terhadap
semua komponen utama. Peran pemerintah dalam semua komponen utama dengan
membuat kebijakan-kebijakan dan program-program yang menjadi pedoman
rencana strategis disemua instansi terkait yang bertujuan meningkatkan daya saing
pada kopi. Pemerintah melakukan percepatan peningkatan produktivitas,
optimalisasi sumber daya pertanian, peningkatan infrastruktur dan sarana,
memperkuat kelembagaan petani dan penyuluh serta permudahan permodalan agar
mampu menghasilkan yang terbaik. Pengembangan dan perluasan logistik bibit
dengan bekerja sama dengan lembaga pendukung agar kopi memiliki kualitas yang
lebih baik.
2. Peran Kesempatan Medukung Semua Komponen Utama
Keterkaitan saling mendukung terlihat pada peran kesempatan dengan
semua komponen mendukung. Keterbukaan perdagangan bebas, informasi dan
126
adanya peningkatan permintaan pasar dunia merupakan peluang bagi negara-negara
eksportir termasuk Indonesia. Indonesia dengan keadaan alamnya dapat
meningkatkan produktifitas dan melakukan peningkatan volume ekspor kopi.
Adanya coffee speciality yang dimiliki Indonesia dapat memberikan kesempatan
lebih didalam perdagangan kopi.
5.5. Posisi Perdagangan Kopi Indonesia di Pasar Internasional
Posisi suatu negara dalam perdagangan internasional sangatlah penting.
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) merupakan alat analisis yang dapat
digunakan oleh suatu negara untuk melihat apakah negara tersebut sebagai eksportir
atau importir suatu komoditas tertentu. ISP ini mempertimbangkan dari segi
permintaan dan penawaran. Ekspor dari suatu barang terjadi apabila ada kelebihan
atas barang tersebut di pasar domestik dan impor terjadi apabila pasar domestik
tidak mampu memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Berikut disajikan hsail
perhitungan ISP kopi Indonesia.
Tabel 18. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) Komoditi Kopi.
Tahun Nilai Ekspor Kopi
(US$)
Nilai Impor Kopi
(US$)
Nilai ISP
2008 991.457.582 18.441.317 0.96
2009 824.015.385 25.012.042 0.94
2010 814.310.783 34.852.418 0.92
2011 1.036.671.076 49.119.351 0.91
2012 1.249.518.765 117.195.614 0.83
2013 1.174.044.469 38.838.385 0.94
2014 1.039.609.487 46.767.784 0.91
2015 1.197.735.058 31.491.913 0.95
2016 1.008.549.108 48.473.305 0.91
2017 1.187.157.307 33.583.028 0.94
2018 817.789.500 155.778.331 0.69
Rata-Rata 0.90
Sumber: UN Comtrade (2019) (diolah)
127
Berdasarkan hasil analisis ISP yang disajikan dalam Tabel 18 komoditas
kopi memiliki nilai ISP sebesar 0.90. Nilai tersebut mengartikan bahwa komoditas
kopi Indonesia sudah memasuki tahap keempat atau tahap kematangan. Tahap
kematangan berkisar pada nilai 0.81 sampai dengan 1.00 yang artinya kopi
Indonesia berada pada tahap standarisasi pada teknologi yang digunakan. Badan
Standarisasi Nasional mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk
kopi dan olahannya. Adapun SNI yang telah ditetapukulan BSN antara lain SNI
2907:2008 Biji Kopi, SNI 01-3188:1992 Penentu kopi lolos ayakan, nilai cacat dan
kotoran kopi biji, SNI 01-4282:1996 Kopi celup, SNI 01-3542:2004 Kopi bubuk,
SNI 2983:2014 Kopi Instan, SNI 01-4314:1996 Minuman kopi dalam kemasan,
SNI 01-4446:1998 Kopi mix, SNI 6685:2009 Kopi gula susu, SNI 7708:2011 Kopi
gula krimmer, SNI ISO 11292:2015 Kopi instan – penentu total karbohidrat dan
karbohidrat bebas – Metode kromatografi pertukaran aion kinerja tinggi dan SNI
ISO 24114:2015 Kopi Instan – Kriteria untuk autentisitas. Indonesia merupakan net
exporter yang artinya nilai ekspor kopi lebih besar dibandingkan nilai impor kopi
itu sendiri, hal ini menunjukan Indonesia menjual lebih banyak kopi ke luar negeri
daripada membeli kopi dari negara lain.
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, kesimpulan yang diperoleh
dari penelitian ini adalah:
1. Struktur pasar kopi di pasar internasional berstruktur monopolistik.
2. Indonesia memiliki keunggulan komparatif kuat di pasar kopi internasional
dengan nilai RCA dengan rata-rata 3.89.
3. Indonesia memiliki keunggulan komparatif kuat di negara tujuan ekspor yaitu
di negara Maroko.
4. Indonesia memiliki keunggulan kompetitif yang kuat dalam berdaya saing
yang dibuktikan dengan banyaknya komponen utama saling mendukung.
5. Posisi perdagangan kopi Indonesia berada pada tahap kematangan.
6.2. Saran
Beberapa saran untuk peningkatan daya saing kopi adalah:
1. Bagi instansi pemerintah harus meningkatkan atau mempertahankan posisi
Indonesia sebagai negara ke empat yang menduduki posisi pasar kopi dunia.
Instansi pemerintah harus dapat mengkordinir dan mengawasi secara pasti
proses kopi dari hulu hingga hilir sesuai pedoman GHP, GAP, dan SNI yang
berlaku dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas.
129
2. Perlunya penelitian selanjutnya untuk menganalisis secara deskriptif untuk
melihat daya saing kopi Indonesia berdasarkan kualitas kopi bukan hanya
secara kuantitas.
DAFTAR PUSTAKA
Afriliana, Asmak. 2018. Teknologi Pengolahan Kopi Terkini. CV Budi
Utama. Yogyakarta.
Arifin, Sjamsul, Rae, Dian Edian dan Charles, P. Joseph. 2007. Kerja Sama
Perdagangan Internasional: Peluang dan Tantangan Bagi
Indonesia. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Arsyad, Lincolin. 2008. Ekonomi Manajerial Ekonomi Mikro Terapan untuk
Manajemen Bisnis. BPFE, Yogyakarta
Aminah, Siti dan Farmayanti, Narni. 2014. Pemberdayaan Sosial Petani-
Nelayan, keunikan Agriekosistem, dan Daya Saing. Buku Obor.
Bogor.
Amir. 2004. Strategi Memasuki Pasar Ekspor. Lembaga Manajemen PPM.
Jakarta.
Anhar, Ashabul. Yusya Abubakar, Heru P Hidayat, Romano, Didy Rachmadi,
Rama Herawati, dan Arif Habibal Umam. 2018. Pemerdayaan
Masyarakat Hutan Berbasis Konservasi dan Budidaya Kopi Ramah
Lingkungan. Syiah Kuala University Press. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik. 2018. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri
Menurut Kode ISIC 2017-2018: Ekspor. ISSN: 1979-3251. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2018. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri:
Ekspor. Katalog: 8202002. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2019. Indeks Pembangunan Desa 2018. Katalog BPS:
1105023. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik Indonesia Statistical Yearbook of
Indonesia 2019. Katalog: 1101001. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2020. Produk Domestik Bruto Indonesia. Website
Online.https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/827.
Diakses pada 2 Mei 2020, pukul 18.36.
BAPPENAS. 2009. Perdagangan Dan Investasi Di Indonesia: Sebuah
Catatan Tentang Daya Saing Dan Tantangan Ke Depan.
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Naisonal. Jakarta.
131
Basri, Faisal. 2010. Dasar-Dasar Ekonomi Internasional Pengenalan dan
Aplikasi Metode Kuantitatif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Baso, Ria Lestari dan Ratya Anindita. 2018. Analisis Daya Saing Kopi
Indonesia. Jurnal. JEPA-Volume 2, Nomer 1 (2018): 1-9. Universitas
Brawijaya. Malang.
Bursa Liffe London. 2020. Robusta Coffee Price: https://m.investing-
commodities.com. Diakses 12 Januari 2020, pukul 21.48 WIB.
Café de Colombia. 2020. Coffee Regions. Online.
https://www.cafedecolombia.com/particulares/coffee-
regions/?lang=en. Diakses pada 13 April 2020, pukul 11.28 WIB.
Canada-Indonesia Trade and Private Sector Assistance Project. 2017.
Laporan Penelitian: Analisis Rantai Nilai Global untuk Ekspor Kopi
Indonesia. The Conference Board of Canada. Canada.
Dietz, Thomas. Jennie Auffenberg. Andrea Estrella Chong. Janin Grabs dan
Bernard Kilian. 2018. Indicators to compare and assess the
institutional strength of voluntary sustainability standards in the
global coffee industry. ScienceDirect: Data in Brief 19 (2018) 570-
585. Munster, Jerman.
Ditjen Perkebunan. 2017. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017. Three
Crop Estate Statistcs of Indonesia 2015-2017. Sekretariat Jenderal
Perkebunan. Kementerian Pertanian, Jakarta.
Ditjen Perkebunan. 2018. Rencana Strategis 2015-2019. Sekretariat
Jenderal. Perkebunan. Kementerian Pertanian, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.2017. Menkeu No 6/PMK.010/201726-01-
2017. Kementerian Keuangan. Jakarta.
Dong-Sung Dan Moon, Hwy-Chang. 2003. From Adam Smith To Michael
Porter: Evolusi Daya Saing. Salemba Empat. Jakarta.
Fair Trade Certified. 2020. Fairtrade. https://www.fairtradecertified.org/. Diakses
28 Juni 2020, pukul 19.53 WIB
Febriyanti, Sri Anna. 2008. Analisis Daya saing Ekspor Komoditas Teh
Indonesia di Pasar Internasional. Skripsi . Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
132
Feriyanto, Andri. 2015. Perdagangan Internasional: Kupas Tuntas Prosedur
Ekspor Impor. Mediatera. Bantul, Yogyakarta.
Firmansyah, Muhammad. 2017. Analisis Daya Saing Kopi Indonesia. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor.
Food and Agriculture Organization. 2020. Ochratoxin A.
http://www.fao.org/3/x6939e/X6939e04.htm. Diakses 15 Mei 2020
pukul. 6.44 WIB.
Food and Agriculture Organization. 2020. World Coffee Consumption-
fao.org/publication. Diakses 1 Mei 2020, pukul 23.21 WIB.
Frynas, Jedrzej George, dan Kamel Mellahi. 2015. Global Strategic
Management- ISBN: 978-0-19-870659-5. Ebook. Oxford University
Press. Oxford, Inggris.
Global Agriculture Information Network. 2019. Coffee Annual: Indonesia
Coffee Annual Report 2019. GAIN Report Number: IDI1911. Jakarta
Indonesia.
Global Agriculture Information Network. 2019. Coffee Semi-annual. Report
Number ID2019-0022. Jakarta, Indonesia.
Griffin, Ricky W dan Pustay, Michael W. 2015. Bisnis Internasional: Sebuah
Perspektif Manajerial, Edisi 8. Salemba Empat. Jakarta.
Hadiarianti, Sri Venantia. 2019. Langkah Awal Memahami: Hukum
Perdagangan Internasional dalam Era Globalisasi. Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya. Jakarta.
Hasibuan, Nurimanjah. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan
Regulasi. Cetakan kedua. LP3ES, Jakarta.
Hasibuan, Akmaludidin. 2012. Manajemen Perubahan: membalik arah
menuju usaha perkebunan yang tangguh melalui strategi optimal
efisiensi. CV. ANDI. Yogyakarta.
Ho, Thong Quoc, Viet-Ngu Hoang, Clevo Wilson, dan Trung-Thanh Nguyen.
2017. Which farming systems are efficient for Vietnamese coffee
farmers? . ScienceDirect: Economic Analysis and Policy (2017) 114-
125. Australia.
Husein. Mohamad Zaki. 2013. Krisis Mata Uang Rupiah 2013: Penyebab dan
Dampaknya. Didapat dari https://indoprogress.com/2013/09/krisis-
mata-uang-rupiah-2013-penyebab-dan-dampaknya/. Diakses 04
Desember 2019, pukul. 20:04 WIB.
133
Ichsanuddin, Noorsy. Dani Setiawan, Shanti Darmastuti. 2016. Ketimpangan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). UI-Press. Depok-Jawa Barat.
Indonesia Eximbank Institute dan UNIED. 2019. Proyeksi Ekspor
Berdasarkan Industri: Komoditas Unggulan. Indonesia Eximbank.
Jakarta.
Indonesian Trade Promotion Center. 2013. Market Brief Kopi: Speciality
growing Indonesia. Chicago 60654.
International Coffee Organization. 2019. Coffee Data Base 2019. Online.
http://www.internationalcoffeorganization.org. Diakses 01 Agustus
2019, pukul. 20.39 WIB.
Jaya, Wijaya. 2001. Ekonomi Industri. PT BPFE. Yogyakarta.
Kementerian Luar Negeri. 2019. KBRI Cairo Gelar Seminar Kopi
Nasional. Diakses pada 8 Desember 2019.
Journal of the European Union. 2018. Commision Regulation (EU)
2008/78.Online. http://www.fsai.ie/ . Diakses 10 Agustus 2019, pukul.
01.12 WIB.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2015. Rencana Strategis
Tahun 2015-2019: Deputi Bidang Kordinasi Pangan Dan Pertanian.
Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2020. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Daring. Online.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sumber%20daya%20Manusia.
Diakses pada 17 Januari 2010, pukul 15.35 WIB.
Kementerian Perdagangan. 2014. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP).
Online. http://www.kemendag.go.id/addon/isp. Diakses pada 12
Agustus 2019, pukul .20.06 WIB.
Kementerian Perdagangan. 2018. Neraca Perdagangan dengan Negara
Mitra Dagang. Online. http://www.kemendag.go.id/, 01 Agustus
2019, pukul. 15.19 WIB.
Kementerian Perdagangan. 2018. Panduan Ekspor. Online.
http://www.kemendag.go.id/. 27 Agustus 2019. pukul. Pukul.16.07
WIB.
134
Kementerian Perdagangan. 2020. Indikator Ekonomi Indonesia.Online.
http://satistil.kemendag.go.id/economic-nidicators. 17 Mei 2020.
Pukul.22.10 WIB.
Kementerian Perindustrian. 2009. Roadmap Industri Pengolahan Kopi.
Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2017. Outlook Komoditas Coffee. ISSN 1907-
1507. Pusat dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal,
Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2019. Outlook Komoditas Coffee. ISSN 1907-
1507. Pusat dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal,
Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2018. Statistik Perkebunan Indonesia 2017-2019.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2016. Rencana Strategis Kementerian Pertanian
2015-2019. Edisi Revisi. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2020. Peraturan Perundang-undangan Pertanian.
Online. http://jdih.pertanian.go.id/. Diakses 12 Januari 2020, pukul
12.00 WIB.
Kusuma, Rahma Linda. 2015. Daya saing dan Faktor Yang Mempengaruhi
Volume Ekspor Sayuran Indonesia Terhadap Negara Tujuan Utama.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Jurnal Manajemen dan
Agribisnis. Vol. 12 No. 3. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lubis, Husnan Nashuha. 2017. Daya saing Komoditas Tembakau Indonesia
di Pasar Internasional. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Olivia, Femi. 2014. Khasiat Bombastis Kopi. Gramedia. Jakarta.
Piao, Roberta Souza. Lyon Fonseca. Eder Carvalho. Maria Sylvia Macchione
Saes. dan Florencio de Aleida Luciana. 2019. The adoption of
Valuntary Sustainability Standards (VSS) and value Chain upgrading
in the Brazilian coffee production context. ScienceDirect: Jurnal of
Rular Studies.
Purnadi, Felicitas, dan Riris Loisa. 2018. Analisis Daya Saing ekspor Kopi
Indonesia di Pasar Internasional. Jurnal. Universitas Tarumanegara.
Jakarta.
135
Purnamasari, Meidiana, Nuhfil Hanani, dan Wen-Chi Huang. 2014. Analisis
Daya Saing Ekspor Kopi Indonesia di Pasar Dunia. Jurnal. AGRISE
Volume XIV No 1 Bulaan Januari 2014. Universitas Brawijaya.
Malang.
Nalurita, Sari., Ratna Winandi., dan Siti Jahroh. Analisis Daya Saing dan
Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia. Jurnal Agribisnis
Indonesia (Vol 2 No.1, Juni 2014): halaman 63-74.
Nazir, Muhammad. 2011. Metode Penelitian. Ghalia. Jakarta.
NewYork Coffee Price. 2020. Arabica Coffee Price:
https://www.ycharts.com. Diakses 12 Januari 2020, pukul 15.08 WIB.
Nugroho, Agus. 2014. The Impact of Food Safety Standard on Indonesia’s
Coffee Export. ScienceDirect: Procedia Environmental Sciences
20(2014) 425-433.
Porter, Michael E. 1994. Keunggulan Bersaing. PT. Binarupa Aksara. Jakarta.
Rahardja, P dan Manurung, Mandala. 2015. Pengantar Ilmu Ekonomi: Edisi
3. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Jakarta.
Rahardjo, Pudji. 2017. Berkebun Kopi. Penebar Swadaya. Jember.
Rahardjo, Pudji. 2012. Kopi: Panduan Budi Daya dan Pengolahan Kopi
Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Depok.
Raharjo, Tri Weda. 2018. Strategi Pemasaran dan Penguatan Daya Saing
Produk Batik UMKM. CV Jakad Pusblishing .Surabaya.
Rainforest Alliance. 2016. Rainforest Alliance Certified Coffee, Artikel
Online:https://www.rainforest-alliance.org/articles/rainforest-
alliance-certified-coffee. Diakses Pada 18 April 2020, Pukul 19.53
WIB.
Sari, Desi Ratna Sari dan Ermi Tety. 2017. Export Competitiveness Analysis
of Coffee Indonesia in The World Marke. Jurnal Ilmiah Ekonomi dan
Bisnis Vol.14. No.1, maret 2017: 105-114. Universitas Riau. Riau.
Sattar. 2017. Buku Ajar Ekonomi Internasional. CV Budi Utama. Yogyakarta.
Sattar dan Wijayanti, S. K. 2018. Buku Ajaran Teori Ekonomi Makro. CV
Budi Utama. Yogyakarta.
136
Sattar. 2018. Buku Ajar Perekonomian Indonesia. CV Budi Utama.
Yogyakarta.
Salvatore, Dominick. 2005. Ekomoni Manajerial dalam Perekonomian
Global. Saleba Empat. Jakarta.
Salvatore, Dominick. 2012. Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian. Edisi
9. Salemba Empat. Jakarta.
Silitonga, Ribka BR, Zulkarnain Ishak, dan Mukhlis. 2017. Pengaruh Ekspor,
Impor, dan Inflasi Terhadap Nilai Tukar Rupiah di Indonesia. Jurnal
Ekonomi Pembangan. Vol.15 (1):53-59. Palembang, Indonesia.
Sugiyono. 1997. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.
Sunandi, Eris dan Untung Prastio. 2019. Coffe Roasting: Karena Seduhan
Kopi Nikmat Berasal Dari Proses Yang Tepat. PT AgroMedia
Perkasa. Jakarta.
Sutedi, Adrian. 2014. Hukum Ekspor Impor. Raih Asa Sukses, Swadaya Grup.
Jakarta.
Tambunan, Tulus. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Ghalia
Indonesia. Bogor.
United Nation Comodity Trade. 2020. UNCOMTRADE
Database. [UNCOMTRADE online]. https://comtrade.un.org/data/.
Diakses pada 12 April 2020, pukul. 10.23 WIB.
United Nation Forum on Sustainability Standards. 2020. Voluntary
Sustainability Standards (VVS): https://unfss.org/home/about-unfss/ .
Diakses 14 Mei 2020, Pukul 7.29 WIB.
United Nation Comodity Trade. 2019. UNCOMTRADE
Database. [UNCOMTRADE online]. https://comtrade.un.org/data/.
Diakses pada 29 Juli 2019, pukul. 23.28 WIB.
Wijaya, Tony. 2013. Metodologi Penelitian: Ekonomi dan Bisnis. Graha Ilmu,
Jakarta
World Bank. 2020. Logistic Performance Index (LPI). Online
https://lpi.worldbank.org/international/scorecard/radar/254/C/IDN/20
18#chartarea. Diakses pada 18 Januari 2020, pukul 10.01 WIB.
137
LAMPIRAN
138
Lampiran 1. Produktivitas Kopi Indonesia. Produktivitas Kopi (Kg/Ha)
Tahun Robusta Arabika Indonesia
2001 639,85 539,93 635,27
2002 706,56 619,69 702,93
2003 720,11 796,53 724,60
2004 659,65 739,74 665,80
2005 664,58 934,10 683,12
2006 682,33 793,25 695,85
2007 681,04 782,30 698,06
2008 716,21 783,00 729,32
2009 724,36 772,93 734,34
2010 741,53 959,77 779,36
2011 685,33 765,40 702,45
2012 696,29 752,94 708,72
2013 725,91 782,88 739,15
2014 682,51 829,40 716,03
2015 669,05 832,33 706,53
2016 680,33 814,05 713,86
2017*) 689,44 820,17 721,22
2018**) 692,68 855,87 731,34
Rata-rata
2001-2018 692,10 787,46 710,44
Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian RI, 2018.
Keterangan: PR : Perkebunan Rakyat
PBN : Perkebunan Besar Negara
PBS : Perkebunan Besar Swasta *) Angka sementara
**) Angka estimasi
139
Lampiran 2. Perkembangan Harga Kopi Di Dunia.
Bulan Harga Kopi(US$/Kg) Harga Kopi (Rp/Kg)
Arabika Robusta Arabika Robusta
Nov-15 2.98 1.48 40,920.56 20,350.35
Desember 2015 2.99 1.49 41,632.01 20,760.31
Januari 2016 2.93 1.37 40,842.13 19,095.02
Febuari 2016 2.98 1.38 40,450.77 18,676.90
Maret 2016 3.14 1.47 41,607.19 19,504.20
Apr-16 3.08 1.56 40,850.08 20,610.48
Mei 2016 3.11 1.64 41,916.66 22,145.16
Juni 2016 3.32 1.69 44,506.30 22,655.80
Juli 2016 3.45 1.81 45,460.26 23,798.08
Agustus 2016 3.41 1.79 45,064.48 23,723.02
Sep-16 3.56 2.01 46,960.56 26,433.44
Oktober 2016 3.57 2.23 46,729.75 29,160.31
Nov-16 3.70 2.05 49,521.82 27,422.94
Desember 2016 3.24 2.16 43,744.57 29,113.60
Rata-Rata 2016 3.29 1.76 43,971.21 23,528.25
Januari 2017 3.36 2.25 45,056.54 30,234.60
Febuari 2017 3.31 2.10 44,406.77 28,196.69
Maret 2017 3.19 2.14 42,759.05 28,649.10
May-16 3.12 1.92 41,696.67 25,635.83
Mei 2017 3.02 1.99 40,491.66 26,632.91
Juni 2017 2.88 2.16 38,516.85 28,840.86
Juli 2017 3.03 2.14 40,683.19 28,708.87
Agustus 2017 3.09 2.08 41,460.07 27,836.71
Sep-17 2.99 1.97 40,029.78 26,298.79
Oktober 2017 2.86 1.90 38,905.12 25,855.18
Nov-17 2.88 1.79 39,209.03 24,376.49
Desember 2017 2.84 1.71 38,638.26 23,351.90
Rata-Rata 2017 3.05 2.01 40,987.75 27,051.49
Januari 2018 2.88 1.73 38,782.20 23,237.04
Febuari 2018 2.86 1.77 39,034.41 24,174.57
Maret 2018 2.80 1.78 38,771.71 24,571.09
Apr-18 2.81 1.72 38,952.71 23,818.31
Mei 2018 2.83 1.72 40,044.42 24,303.60
Juni 2018 2.80 1.72 39,441.37 24,305.25
Juli 2018 2.66 1.64 38,534.45 23,816.03
140
Bulan Harga Kopi(US$/Kg) Harga Kopi (Rp/Kg)
Arabika Robusta Arabika Robusta
Agustus 2018 2.57 1.58 37,260.93 22,933.15
Sep-18 2.49 1.55 36,808.65 22,990.61
Oktober 2018 2.81 1.66 42,469.64 25,025.67
Nov-18 2.84 1.58 41,559.51 23,104.87
Desember 2018 2.61 1.51 35,754.43 20,599.15
Rata-Rata 2018 2.75 1.66 38,951.20 23,573.28
Januari 2019 2.65 1.55 37,372.95 21,857.26
Febuari 2019 2.69 1.52 37,565.99 21,226.88
Maret 2019 2.59 1.46 36,594.06 20,587.69
Apr-19 2.57 1.39 36,136.49 19,531.72
Mei 2019 2.56 1.48 36,604.11 21,166.23
Juni 2019 2.76 1.42 39,068.72 20,114.73
Juli 2019 2.69 1.31 37,588.89 18,333.32
Agustus 2019 2.69 1.31 38,120.11 18,592.41
Sep-19 2.73 1.32 38,302.81 18,533.62
Oktober 2019 2.67 1.29 39,180.69 18,988.24
Nov-19 2.98 1.39 41,659.16 19,387.75
Desember 2019 3.29 1.35 45,858.94 18,884.73
Rata-Rata 2019 2.74 1.40 38,671.08 19,767.05 Sumber: NewYork Arabica Coffee Price, Bursa Liffe London. 2020. (diolah)
141
Lampiran 3. Perhitungan Nilai RCA Eksportir Kopi Terbesar.
Brazil Xik Xi Wk Wt RCA
2008 4,167,885,084
197,942,442,909
21,224,654,059
15,645,121,327,065
15.52
2009 3,791,224,102
152,994,742,805
19,642,064,751
12,225,810,789,167
15.42
2010 5,204,111,416
201,915,103,285
24,028,803,460
15,035,339,852,869
16.13
2011 8,026,398,577
256,038,702,056
35,674,716,991
18,008,867,123,376
15.82
2012 5,740,321,132
242,578,013,546
32,685,535,144
17,976,400,702,360
13.01
2013 4,598,099,666
242,032,979,231
27,372,364,675
18,710,210,073,152
12.99
2014 6,052,718,907
225,098,405,233
31,666,066,068
18,578,525,539,677
15.78
2015 5,565,582,151
191,126,885,834
30,279,240,548
16,100,924,791,227
15.48
2016 4,855,884,334
185,235,399,101
29,830,304,581
15,737,666,415,849
13.83
2017 4,613,488,509
217,739,218,466
30,896,488,018
17,331,360,704,311
11.89
2018 4,371,253,262
239,887,754,933
27,377,403,485
18,539,321,901,671
12.34
Vietnam Xik Xi Wk Wt RCA
2008 2,113,761,161
62,685,129,696
21,224,654,059
15,646,041,920,683 24.86
2009 1,730,569,583
57,096,274,457
19,642,064,751
12,226,692,189,130 18.87
2010 1,851,410,854
72,236,665,000
24,028,803,460
15,035,650,733,716 16.04
2011 2,761,069,230
96,905,673,959
35,674,716,991
18,010,731,351,712 14.38
2012 3,545,274,719
114,529,170,983
32,685,535,144
17,978,039,509,388 17.03
2013 2,551,421,997
132,032,853,998
27,372,364,675
18,710,955,067,739 13.21
2014 3,311,395,619
150,217,138,752
31,666,066,068
18,583,286,124,620 12.94
2015 2,415,422,841
162,016,742,480
30,279,240,548
16,109,350,213,530 7.93
2016 3,040,194,879
176,580,786,634
29,830,304,581
15,744,120,829,787 9.09
2017 3,101,426,983
215,118,606,999
30,896,488,018
17,348,874,725,304 8.10
2018 2,891,547,106
243,698,698,324
27,377,403,485
18,807,264,485,189 8.15
Kolombia Xik Xi Wk Wt RCA
2008 1,917,332,694
37,625,882,065
21,224,654,059
15,646,041,920,683 37.56
2009 1,574,711,067
32,852,985,837
19,642,064,751
12,226,692,189,130 29.84
2010 1,913,678,990
39,819,528,642
24,028,803,460
15,035,650,733,716 30.07
2011 2,657,524,849
56,953,516,086
35,674,716,991
18,010,731,351,712 23.56
142
Kolombia Xik Xi Wk Wt RCA
2012 1,956,066,268
60,273,618,168
32,685,535,144
17,978,039,509,388 17.85
2013 1,922,532,062
58,821,869,987
27,372,364,675
18,710,955,067,739 22.34
2014 2,516,694,333
54,794,812,015
31,666,066,068
18,583,286,124,620 26.95
2015 2,576,546,111
35,690,766,593
30,279,240,548
16,109,350,213,530 38.41
2016 2,462,525,547
31,044,991,243
29,830,304,581
15,744,120,829,787 41.86
2017 2,582,564,703
37,766,321,060
30,896,488,018
17,348,874,725,304 38.40
2018 2,335,422,710
41,831,520,220
27,377,403,485
18,807,264,485,189 38.35
Indonesia Xik Xi Wk Wt RCA
2008 991,457,582
137,020,424,402
21,224,654,059
15,646,041,920,683 5.33
2009 824,015,385
116,509,991,781
19,642,064,751
12,226,692,189,130 4.40
2010 814,310,783
157,779,103,470
24,028,803,460
15,035,650,733,716 3.23
2011 1,036,671,076
203,496,619,185
35,674,716,991
18,010,731,351,712 2.57
2012 1,249,518,765
190,031,839,234
32,685,535,144
17,978,039,509,388 3.62
2013 1,174,044,469
182,551,754,383
27,372,364,675
18,710,955,067,739 4.40
2014 1,039,609,487
176,036,194,332
31,666,066,068
18,583,286,124,620 3.47
2015 1,197,735,058
150,366,281,305
30,279,240,548
16,109,350,213,530 4.24
2016 1,008,549,108
144,489,796,418
29,830,304,581
15,744,120,829,787 3.68
2017 1,187,157,307
168,810,042,930
30,896,488,018
17,348,874,725,304 3.95
2018 817,789,500
180,215,034,437
27,377,403,485
18,807,264,485,189 3.12
Sumber: UN Comtrade. 2019. (diolah)
143
Lampiran 4. Perhitungan RCA Indonesia di Negara Tujuan. Amerika
Serikat Xik Xi Wk Wt RCA
2008
173,613,212
13,079,933,994
3,729,997,396
1,899,946,240,134 6.76
2009
161,412,626
10,889,078,628
3,541,984,718
1,422,122,990,675 5.95
2010
176,410,417
14,301,875,648
4,356,988,430
1,750,581,039,768 4.96
2011
274,549,874
16,497,615,839
7,132,982,282
1,995,197,589,638 4.65
2012
331,223,039
14,910,181,324
5,826,412,088
2,059,487,171,940 7.85
2013
207,091,548
15,741,131,921
4,626,107,950
2,072,863,287,187 5.89
2014
295,988,228
16,560,075,701
5,422,149,879
2,172,191,043,340 7.16
2015
281,159,300
16,268,488,416
5,410,750,030
2,092,575,865,194 6.68
2016
269,941,302
16,171,284,269
5,269,412,534
2,038,228,931,848 6.46
2017
256,466,210
17,810,479,989
5,576,965,736
2,192,574,075,359 5.66
2018
253,773,465
18,471,771,383
4,232,682,082
2,314,488,685,416 7.51
Jerman Xik Xi Wk Wt RCA
2008
173,956,616
2,465,159,396
4,174,115,969
1,097,024,068,630 18.55
2009
109,414,215
2,326,669,088
2,680,102,457
852,743,948,035 14.96
2010
107,943,775
2,984,670,615
3,407,391,436
973,737,005,624 10.34
2011
70,517,691
3,304,651,447
4,983,078,780
1,126,130,573,871 4.82
2012
116,922,536
3,074,970,612
4,280,524,730
1,072,113,706,474 9.52
2013
122,178,064
2,883,422,566
3,235,962,888
1,101,433,454,696 14.42
2014
84,732,859
2,821,568,436
4,043,045,387
1,126,497,299,527 8.37
2015
88,423,547
2,664,156,585
3,496,759,032
976,190,665,523 9.27
2016
90,188,916
2,638,679,905
3,395,190,188
988,498,446,227 9.95
2017
104,020,674
2,669,462,481
3,484,580,442
1,086,855,145,858 12.15
2018
42,831,472
2,709,811,637
2,318,035,716
1,183,451,813,866 8.07
Malaysia Xik Xi Wk Wt RCA
2008
31,570,411
6,432,551,930
173,338,925
158,365,692,655 4.48
2009
24,560,424
6,811,823,548
69,877,789
128,830,445,653 6.65
2010
36,918,863
9,362,332,453
95,218,039
170,680,723,819 7.07
144
Malaysia Xik Xi Wk Wt RCA
2011
56,497,709
10,995,846,600
156,949,723
196,127,620,838 6.42
2012
70,494,470
11,280,284,955
160,163,910
208,370,107,369 8.13
2013
79,717,165
10,666,609,471
174,801,906
221,549,343,558 9.47
2014
60,844,948
9,731,540,673
176,947,603
217,814,031,175 7.70
2015
70,808,519
7,630,889,322
178,371,760
186,113,144,664 9.68
2016
71,432,154
7,112,008,233
180,363,328
174,361,197,414 9.71
2017
86,968,228
8,467,527,299
195,875,367
196,053,972,947 10.28
2018
70,888,722
9,436,721,366
135,916,060
210,613,372,808 11.64
Italia Xik Xi Wk Wt RCA
2008
60,613,920
1,900,691,792
1,869,037,423
564,693,613,261 9.64
2009
53,102,363
1,651,082,911
1,078,205,753
401,946,924,520 11.99
2010
43,225,743
2,369,981,370
1,305,481,603
467,475,776,200 6.53
2011
57,757,949
3,168,307,186
1,888,721,229
519,311,727,174 5.01
2012
64,638,485
2,277,010,430
1,760,333,067
456,469,039,948 7.36
2013
77,130,466
2,128,608,268
1,585,165,028
462,748,558,414 10.58
2014
60,638,369
2,286,858,978
1,886,298,956
469,017,463,550 6.59
2015
84,005,440
1,872,932,508
1,837,145,155
389,902,784,161 9.52
2016
66,403,758
1,572,117,669
1,823,362,452
398,435,971,969 9.23
2017
79,664,908
1,937,660,213
1,914,352,887
438,943,221,801 9.43
2018
54,024,572
1,921,126,842
1,414,376,358
474,625,934,280 9.44
Jepang Xik Xi Wk Wt RCA
2008
123,846,451
27,743,856,152
1,621,863,391
586,287,468,552 1.61
2009
98,131,234
18,574,730,417
1,056,242,621
426,424,279,154 2.13
2010
118,954,012
25,781,813,648
1,374,683,254
540,690,730,712 1.81
2011
174,722,579
33,714,696,141
1,935,465,372
656,361,041,422 1.76
2012
145,745,126
30,135,106,982
1,631,489,409
667,597,248,230 1.98
2013
102,924,364
27,086,258,710
1,453,981,480
640,395,592,207 1.67
2014
101,365,955
23,127,088,759
1,453,633,456
642,490,853,387 1.94
145
Jepang Xik Xi Wk Wt RCA
2015
104,961,559
18,020,877,343
1,453,215,126
533,251,752,337 2.14
2016
86,510,840
16,101,544,919
1,366,356,496
508,361,347,599 2.00
2017
82,420,441
17,790,812,134
1,214,333,870
545,001,965,383 2.08
2018
84,374,664
19,479,892,015
756,147,948
588,812,462,028 3.37
Russia Xik Xi Wk Wt RCA
2008
12,517,672
27,743,856,152
246,163,291
287,321,745,910 0.53
2009
23,302,404
18,574,730,417
221,397,097
162,346,187,067 0.92
2010
16,999,326
25,781,813,648
303,833,914
222,583,898,347 0.48
2011
25,243,068
33,714,696,141
473,534,728
299,786,853,546 0.47
2012
43,733,947
30,135,106,982
427,479,767
315,400,798,165 1.07
2013
49,114,901
27,086,258,710
423,053,128
320,466,510,675 1.37
2014
41,383,077
23,127,088,759
486,347,261
290,416,971,150 1.07
2015
54,639,856
18,020,877,343
431,860,938
178,616,910,022 1.25
2016
45,119,795
16,101,544,919
453,134,209
175,895,476,256 1.09
2017
75,563,998
17,790,812,134
532,500,766
213,101,933,807 1.70
2018
1,483,337
19,479,892,015
322,868,551
223,051,988,569 0.05
Mesir Xik Xi Wk Wt RCA
2008
19,841,572
790,745,451
55,309,570
54,904,789,542 24.91
2009
15,691,625
708,813,883
44,975,279
49,559,436,387 24.39
2010
19,009,284
879,350,400
52,515,571
59,306,195,045 24.41
2011
24,035,375
1,397,514,769
50,604,578
61,919,956,533 21.04
2012
38,090,765
1,013,770,090
77,319,145
67,414,394,987 32.76
2013
35,572,678
1,101,772,833
65,615,969
65,075,220,951 32.02
2014
32,434,940
1,341,002,205
63,904,304
75,650,626,688 28.63
2015
39,537,570
1,197,912,485
79,992,964
69,092,911,329 28.51
2016
41,171,222
1,110,437,906
82,415,064
64,923,548,391 29.21
2017
52,718,375
1,253,623,613
94,909,383
59,256,238,812 26.26
2018
56,973,635
1,033,513,953
83,653,162
81,958,843,993 54.01
146
Inggris Xik Xi Wk Wt RCA
2008
29,017,442
1,546,859,376
550,328,850
659,519,323,656 22.48
2009
24,361,543
1,459,347,482
487,471,179
507,525,904,972 17.38
2010
39,136,280
1,693,163,843
661,173,501
565,726,223,870 19.78
2011
38,801,255
1,719,718,086
880,262,069
656,640,366,121 16.83
2012
39,233,392
1,696,755,218
792,249,527
669,385,953,534 19.54
2013
43,217,279
1,634,804,625
814,580,907
652,286,285,011 21.17
2014
35,503,209
1,658,606,643
954,803,561
667,572,303,692 14.97
2015
46,299,989
1,527,088,076
983,843,767
609,797,998,104 18.79
2016
40,553,844
1,590,356,852
981,235,076
629,129,169,825 16.35
2017
51,819,276
1,407,592,283
1,006,406,758
610,266,356,199 22.32
2018
24,486,526
1,466,108,310
918,399,293
673,374,998,847 12.25
Belgium Xik Xi Wk Wt RCA
2008
70,267,006
1,350,972,150
1,362,813,902
398,191,254,233 15.20
2009
48,181,191
1,048,316,192
1,204,489,933
306,555,510,825 11.70
2010
30,495,531
1,190,140,472
1,421,290,585
344,368,523,216 6.21
2011
49,259,390
1,374,749,961
2,457,747,401
402,012,935,755 5.86
2012
38,638,501
1,297,678,351
1,968,208,586
378,272,921,008 5.72
2013
45,362,967
1,259,268,959
1,421,751,970
389,949,071,676 9.88
2014
32,706,023
1,217,320,724
1,857,451,776
398,976,206,884 5.77
2015
15,744,828
1,113,313,180
1,628,925,817
338,892,087,050 2.94
2016
28,831,708
1,125,747,377
1,557,276,795
337,606,463,078 5.55
2017
31,542,450
1,241,869,425
1,838,093,444
342,379,831,721 4.73
2018
23,697,075
1,261,805,843
1,254,646,573
403,886,275,386 6.05
India Xik Xi Wk Wt RCA
2008
21,663,739
7,163,336,232
47,684,465
231,773,708,488 14.70
2009
12,940,494
7,432,892,524
46,515,889
206,847,081,743 7.74
2010
13,270,235
9,915,038,943
51,485,839
279,581,851,925 7.27
2011
21,298,019
13,335,706,464
85,325,372
339,827,719,835 6.36
147
India Xik Xi Wk Wt RCA
2012
38,752,418
12,496,314,269
113,634,012
358,493,063,213 9.78
2013
32,338,380
13,031,302,738
110,927,233
330,949,918,744 7.40
2014
25,737,162
12,248,959,579
123,725,860
334,816,393,857 5.69
2015
31,914,307
11,731,001,096
101,190,558
293,265,559,305 7.88
2016
17,058,538
10,093,804,356
117,959,036
293,223,444,770 4.20
2017
15,786,123
14,083,572,994
133,457,625
733,324,631,029 6.16
2018
6,654,349
13,725,675,911
32,297,846
377,553,762,440 5.67
Maroko Xik Xi Wk Wt RCA
2008
13,074,501
47,535,272
45,757,749
33,442,014,821 201.02
2009
11,711,613
56,761,493
41,910,344
26,563,460,275 130.78
2010
12,488,807
55,081,258
47,447,384
29,514,513,074 141.04
2011
21,522,863
89,828,594
64,041,521
50,142,640,416 187.60
2012
24,035,579
68,488,323
70,824,143
37,425,527,913 185.45
2013
24,244,837
75,546,306
74,118,877
38,022,770,406 164.63
2014
21,190,935
82,192,649
74,254,834
38,198,563,711 132.63
2015
20,348,923
87,394,731
71,753,388
32,491,574,959 105.43
2016
17,982,767
95,614,814
62,181,406
36,084,904,449 109.14
2017
23,546,561
85,958,429
90,708,987
39,565,828,745 119.48
2018
20,950,640
85,220,810
78,898,858
43,052,892,623 134.15
Georgia Xik Xi Wk Wt RCA
2008
18,242,249
32,883,104
36,231,512
6,629,137,037 101.50
2009
16,020,897
22,770,832
28,064,025
4,354,634,090 109.17
2010
13,650,939
39,032,934
23,246,443
5,404,378,420 81.31
2011
15,253,285
38,137,838
25,626,177
10,864,035,840 169.56
2012
19,323,357
51,898,758
29,793,920
8,840,317,697 110.48
2013
22,845,608
58,654,275
33,618,625
9,258,147,526 107.26
2014
20,368,298
72,750,009
32,276,915
9,262,945,341 80.35
2015
22,104,029
45,784,780
33,663,661
7,153,575,633 102.59
148
Georgia Xik Xi Wk Wt RCA
2016
21,019,218
57,853,298
32,525,809
7,309,127,274 81.64
2017
24,757,056
59,043,865
35,950,598
8,098,396,872 94.45
2018
20,049,212
51,273,197
27,564,612
8,994,318,773 127.59
Singapura Xik Xi Wk Wt RCA
2008
17,544,852
12,862,045,173
104,079,749
250,849,900,506 3.29
2009
13,044,439
10,262,665,108
69,239,001
202,664,309,915 3.72
2010
9,605,071
13,723,265,578
73,969,465
251,786,647,441 2.38
2011
15,183,071
18,443,890,221
106,971,776
360,232,438,903 2.77
2012
32,332,877
17,135,025,448
99,152,837
307,004,386,952 5.84
2013
22,427,443
16,686,238,643
81,562,975
313,275,817,301 5.16
2014
21,333,546
16,752,339,986
76,983,496
320,398,774,934 5.30
2015
30,064,549
12,632,634,348
79,090,921
275,574,117,451 8.29
2016
15,962,029
11,246,431,902
60,943,050
258,556,478,098 6.02
2017
18,812,318
12,767,192,917
62,800,358
288,688,680,172 6.77
2018
24,334,765
12,991,592,744
70,126,792
309,896,474,012 8.28
Sumber: UN Comtrade. 2019. (diolah)
149
Lampiran 5. Penyerapan Tenaga Kerja Perkebunan Komoditas Kopi. Wilayah Jumlah Petani (KK)
2017 2018*) 2019**)
Sumatera 729,286 730,496 754,122
Robusta 513,878 513,292 531,720
Arabika 215,408 217,204 222,402
Jawa 602,093 596,181 602,753
Robusta 381,330 387,364 387,516
Arabika 220,763 208,817 215,237
Nusa Tenggara 202,877 596,181 198,216
Robusta 153,007 156,027 149,571
Arabika 49,870 50,649 48,645
Kalimantan 39,006 39,539 40,370
Robusta 39,006 39,539 40,370
Arabika 0 0 0
Sulawesi 178,535 178,833 185,452
Robusta 98,227 98,710 93,887
Arabika 80,308 80,123 91,565
Maluku dan Papua 18,711 18,796 15,390
Robusta 6,756 6,732 8,615
Arabika 11,955 12,064 6,775
Total Indonesia 1,770,508 1,770,521 1,796,303
Robusta 1,192,203 1,201,664 1,211,679
Arabika 578,304 568,857 584,624
Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja (TK)
Sumatera 8,303 8,306 8,322
Robusta PBN 0 0 0
Robusta PBS 1,025 1,028 1,044
Arabika PBN 1,380 1,380 1,380
Arabika PBS 5,898 5,898 5,898
Jawa 53,516 52,897 53,941
Robusta PBN 18,325 18,337 18,359
Robusta PBS 24,577 24,946 24,968
Arabika PBN 9,897 9,897 9,897
Arabika PBS 717 717 717
Nusa Tenggara 583 625 644
Robusta PBN 0 0 0
Robusta PBS 580 625 641
Arabika PBN 0 0 0
Arabika PBS 3 3 3
Kalimantan 0 0 0
Robusta PBN 0 0 0
Robusta PBS 0 0 0
Arabika PBN 0 0 0
Arabika PBS 0 0 0
Sulawesi 5,571 6,022 6,110
Robusta PBN 0 0 0
Robusta PBS 0 0 0
Arabika PBN 5,571 6,022 6,110
Arabika PBS 0 0 0
Maluku dan Papua 0 0 0
Robusta PBN 0 0 0
Robusta PBS 0 0 0
150
Wilayah Jumlah Petani (KK)
2017 2018*) 2019**)
Arabika PBN 0 0 0
Arabika PBS 0 0 0
Total Indonesia 67,973 68,853 69,017
Robusta PBN 18,325 18,337 18,359
Robusta PBS 26,182 26,599 26,653
Arabika PBN 11,277 11,277 11,277
Arabika PBS 12,189 12,640 12,728
Sumber : Ditjetbun. 2019
151
Lampiran 6. Pihak Dalam Penyaluran KUR Tahun 2018.
Pihak Keterangan
Pemerintah (14 Instani) Kemenko Perekonomian
Kementerian Keuangan
Kementerian Koperasi dan UMKM
Kementerian Perindustrian
Kementerian Perdagangan
Kementerian Tenaga Kerja
Kementerian Pertanian
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kementerian BUMN
Kementerian Dalam Negeri
Sekertaris Kabiner
BNP2TKI
BPUKULP
Bappenas
Penyalur (41 Instansi) BRI
Bank Mandiri
BNI
Bank Sinarmas
May Bank
Bank Bukopin
BTPN
OCBC NISP
Bank Permata
BCA
Bank Artha Graha
BRI Agroniaga
BRI Syariah
BTN
Bank Daerah (Jateng, Jambi, Jabar Banten, Kalsel,
NTB, Sumselbabel, Papua, Lampung)
BPD (Kalbar, NTT, Bali, DIY, Suselbar, Kaltim,
Sumatra Utasa, Sumbar, Riau Kepri, Bengkulu,
Kalteng, dan Sultra)
CTBC
BCA Finance
Mega Finance
FIF
Adira Finance
KSP (Kopsin Jasa dan Obor Mas)
Penjamin (11 Instansi) Perum Jaminan Kredit Indonesia
PT Asuransi Kredit Indonesia (persero)
PT Penjamin Kredit Daerah Riau
PT Penjamin Kredit Sumatera Barat
PT Penjamin Kredit Daerah Sumatera Selatan
152
Pihak Keterangan
PT Penjamin Kredit Daerah Bangka Belitung
PT Penjamin Kredit Daerah Jawa Tengah
PT Penjamin Kredit Daerah DKI Jakarta
PT Penjamin Jamkrindo Syariah
PT Penjamin Pembiayaan Askrindo Syariah
PT UAF Jaminan Kredit
Pengawas (2 Instansi) Otoritas Jasa Keuangan
Badan Pengawas Keuangan
Sumber: Kementerian Pertanian.2019.
153
Lampiran 7. Daftar Industri Pengolahan dengan Bahan Baku Kopi. No. Perusahaan Komoditi Lokasi
1. AGRI HALBA, PT Karet Sheet, Kopi Jawa Timur
2. AGUS KARSA PRATAMA, CV Kopi Bubuk Jawa Barat
3. AMALY dan FAMILY, PT Kopi Ose Jawa Timur
4. AMAN JAYA PERDANA, PT Lada Hitam dan Kopi
(sortasi)
Lampung
5. ANEKA COFFEE INDUSTRI, PT Kopi Bubuk Jawa Timur
6. ANEKA SUMBER KENCANA, PT Sortasi Kopi Lampung
7. ANTARA SAUDARA, CV Kopi Biji (sortasi) Lampung
8. BANDEALIT, PT Kopi Dan Karet Kering Jawa Timur
9. BAYU LOR, PTP Serat Abaca,bunga
Cengkeh,kopi
Jawa Timur
10. BIJI KOPI RIDWAN S. Biji Kopi Sumatera Utara
11. BIJI KOPI SIDIKALANG, CV Sortasi Biji Kopi Sumatera Utara
12. BINTANG HARAPAN, CV Kopi Bubuk Sulawesi Tengah
13. BUDI WAHANA BINA SWASTA, PT Sortasi Kopi Sumatera Selatan
14. BUMISARI MAJU SUKSES, PTP Kopi Ose danbunga
Cengkeh Kerin
Jawa Timur
15. COFFEE BRONTOSENO Kopi Bubuk dan Kopi
Cup
Jawa Timur
16. CORAH MAS KEPUTREN
ESTATE,PT
Olah Biji Kopi Jawa Timur
17. DAS, KOPI Kopi Bubuk Sumatera Barat
18. DEWI SRI, NV Kopi Ose Jawa Timur
19. DIAN ARGAPURA PERKASA, PT Kopi Ose Jawa Timur
20. DISKI MAKMUR Biji Kopi Sumatera Utara
21. DUNIA BARU Kopi Bubuk DKI Jakarta
22. FORTUNA INTI ALAM, PT Kopi Bubuk Sulawesi Utara
23. GLEN NEVIS-GUNUNG TERONG,
NVPP
Kopi Ose dan Latex
Pekat
Jawa Timur
24. HARTA MULIA, PT Kopi Ose Jawa Timur
25. INBRACO (INDONESIA BRAZIL
COFFEE), PT
Kopi Bubuk Banten
26. INDO CAFCO, PT Biji Kopi Lampung
27. INDO COFEO, PT Pengolahan Kopi Sumatera Utara
28. INDOKOM CITRA PERSADA, PT Jasa Pengolahan Kopi Jawa Timur
29. INDRA BROTHERS, PT Kopi Biji (sortasi) Lampung
30. INTI BARU, PD Penggilingan Kopi Sumatera Selatan
31. JALAK Kopi Bubuk Jawa Timur
32. JAYA PD Kopi Bubuk Sumatera Selatan
33. JAYA WIJAYA, CV Kopi Bubuk dan Teh Jawa Timur
34. JAYA, PD Kopi Bubuk Sumatera Selatan
35. JURANG BANTENG, PT Kopi Ose Jawa Timur
36. KALIANDA CONCERN, NV Kopi dan Karet Jawa Timur
37. KALIKLATAK, PTP Kopi Ose, Karet
Sheet,kakao
Jawa Timur
38. KALIKLEPUH/GUNUNG PASANG,
PERK
Kopi, Kakao, Cengkeh,
Sheet
Jawa Timur
39. KALIPUTIH, PT Kopi Ose Jawa Timur
40. KALISELOGIRI, PTPN
XII(PERSERO)
Kopi Ose dan
Kakao/coklat Kering
Jawa Timur
41. KAPAL API/SANTOS JAYA,PT Kopi Bubuk Jawa Barat
42. KEBUN PERCOBAAN SUMBER
ASIN
Kopi Jawa Timur
43. KEONG MAS Kopi Bubuk, Kopi Gula Jawa Barat
154
No. Perusahaan Komoditi Lokasi
44. KETAJIK, PERK Kopi, Kakao, Cengkeh Jawa Timur
45. KIAT EXPORINDO BERSAMA, PT Kopi Lampung
46. KIN-NIKKO 2001, CV Kopi Bubuk Sumatera Barat
47. KOPI BUBUK ASLI SAKURA, UD Kopi Bubuk Sulawesi Utara
48. KOPI BUBUK BANYUATIS Kopi Bubuk Bali
49. KOPI BUBUK CAP AYAM RAS, PD Kopi Bubuk Jambi
50. KOPI BUBUK JEMPOL H. HAER Kopi Bubuk Banten
51. KOPI KAPAL TENGKER Kopi Bubuk Kepulauan Riau
52. KOPI OPELET Kopi Jawa Barat
53. LAJU SINAR ABADI, PT Kopi Biji Lampung
54. LEMBAH GUNUNG, PT Kopi Biji (sortasi) Lampung
55. MAKARTI, PT Pengupasan Kopi Jawa Timur
56. MALANGSARI/WATULEMPIT,
PTPN XII(PERSERO)
Kopi Jawa Timur
57. MANDAGO INTERNASIONAL, PT Biji Kopi Sumatera Selatan
58. MANGLI DIAN PERKASA, PT Kopi Ose Jawa Timur
59. MELATI, CV Kopi Goreng dan Bubuk Jawa Timur
60. MITRA KARYA UTAMA. CV Komponen Gilingan
Kopi
Jawa Tengah
61. MULYANINGSIH, PT/PERKEB
DURJO
Kopi dan Kakao Jawa Timur
62. NAKSATRA KEJORA, PT Kopi Jawa Tengah
63. NEFO, CV Kopi Bubuk Jambi
64. NONGKO Kopi Bubuk Jawa Timur
65. PENGGILINGAN KOPI FATIMAH Kopi Sumatera Utara
66. PENYORTIRAN KOPI ENGSIN Penyortiran Kopi Sumatera Utara
67. PERKEB SUMBERPANDAN, PD Karet Kopi Jawa Timur
68. PERKEB SUMBERWADUNG, PD Karet Kopi Kakao Jawa Timur
69. PERKEBUNAN NUSANTARA
XII(PERSERO),PT
Kopi Arabika Jawa Timur
70. PERKEBUNAN TUGUSARI Karet dan Kopi Jawa Timur
71. PERUSH AGAR - AGAR
SRIGUNTING -
Packing Agar Agar dan
Kopi
Jawa Timur
72. PP YBA DAM V/BRAWIJAYA
PERKEB SENT0L
Kopi, Karet Jawa Timur
73. PROSPEK JAYA PERKASA, CV Kopi Bubuk Kalimantan Barat
74. PT. AYAM MERAK Kopi Bubuk DKI Jakarta
75. PTP NUSANTARA IX (PERSERO) Karet Sheet dan Kopi Jawa Tengah
76. PTP NUSANTARA IX (PERSERO) Kopi Jawa Timur
77. PTP NUSANTARA IX (PERSERO)
KEBUN GETAS
Kopi Ose Jawa Tengah
78. PTP NUSANTARA XII GUNUNG
GUMITIR
Kopi Ose Jawa Timur
79. PTP NUSANTARA XII KEB.
GUNUNG GAMBIR
Teh, Kopi, Karet, Kakao Jawa Timur
80. PTP NUSANTARA XII KEBUN
KAYUMAS
Kopi Jawa Timur
81. PTP NUSANTARA XII KEBUN
SILOSANEN
Kopi Jawa Timur
82. PTP NUSANTARA XII KEBUN
ZEELANDIA
Kopi, Karet Jawa Timur
83. PTP NUSANTARA
XII(PERSERO)KEBUN BLAWAN
Kopi Arabica Jawa Timur
84. PTP NUSANTARA
XII(PERSERO)KEBUN:PANCUR
Kopi Arabika Jawa Timur
155
No. Perusahaan Komoditi Lokasi
85. PTP NUSANTARA XXII/PTP XXIII
BANGELAN
Kopi Jawa Timur
86. PTPN XII KBN BLAWAN Kopi Jawa Timur
87. PTPN XII KBN KALISAT Kopi Jawa Timur
88. PTPN XII KEBUN PANCUR
ANGGREK
Kopi Arabika Jawa Timur
89. PUNDI EMAS Kopi Bubuk Sulawesi Utara
90. PUTRA BHINEKA PERKASA, PT Kopi Bubuk Bali
91. PUTRA MANDIRI, UD,
PT/BIANTORO SODARGO
Kopi Bubuk Jawa Timur
92. RAHMAN / BRUNAI Kopiah Haji Kalimantan Selatan
93. RAJA PUTRA MANGGALA, PT Penyortiran Bji Kopi Sumatera Utara
94. RENCONG WIBAWA, PT Kaleng Cat,roti,kopi Dll Sumatera Utara
95. ROJOBRONO, PT Kopi Ose Jawa Timur
96. SANTOS JAYA ABADI, PT Kopi Bubuk Jawa Timur
97. SARI F 16, PT/ SARI INCOFOOD
CORP.
Kopi Sumatera Utara
98. SARI MAKMUR TUNGGAL
MANDIRI, PT
Biji Kopi, Coklat dan
Rempah-Rempah
Sumatera Utara
99. SARI MAKMUR TUNGGAL
MANDIRI, PT
Kopi Biji Lampung
100. SARI PRATAMA GANTINO, PT Bubuk Kopi Sumatera Barat
No. SARICO FOOD INDUSTRI/SARINAH Kopi Bubuk Jawa Tengah
101. SETIA UNGGUL MANDIRI Kopi Bubuk Sulawesi Selatan
102. SINAR AGUNG, CV Kopi Biji Jawa Timur
103. SUKAMADE BARU, PTP Karet,kopi,kakao/coklat
Kering
Jawa Timur
104. SUKSES ABADI FARMINDO,
PT/HYGENA CIPTA D
Kopi Gingseng Banten
105. SULOTCO JAYA ABADI, PT Kopi Jember Sulawesi Selatan
106. SUMATERA SPECIALTY COFFES,
PT
Pengupasan Biji Kopi Sumatera Utara
107. SUMBER BAHAGIA Kopi Bubuk Sumatera Selatan
108. SUMBER PANGESTU, PT Kopi Ose dan Kakao
Kering
Jawa Timur
109. SURYA MAS JAYA Kopi Bubuk DKI Jakarta
110. SURYA MAS, PD Kerupuk Dan Kopi
Bubuk
Banten
111. TIRTA HARAPAN-KEBUN
BAYUKIDUL, PTP
Kopi Ose Jawa Timur
112. TJANDISEWU BARU, PT Kopi Ose Jawa Timur
113. TOARCO JAYA, PT Kopi Bubuk Arabika Sulawesi Selatan
114. TORABIKA EKA SEMESTA, PT Kopi Instant Banten
115. TRANS GLOBAL, PT Kopi dan Daun Teh DKI Jakarta
116. TRI CIPTA CHANDRA, PT Kopi Banten
117. TRI MANGGOLO DENTO, PT Kopi Bubuk Banten
118. TRI WINDU, PT Kopi Ose Banten
119. UUD AGRIBISNIS (KUD SANE) Kopi Biji Hijau Sulawesi Selatan
120. YUNAWATI KALIDUREN, PT Karet , Kopi, Kakao,
Kelapa
Jawa Timur
Sumber: Kementrian Perindustrian. 2019.
156
Lampiran 8. Daftar Pertanyaan Wawancara.
Informan : Dir. Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
Kementerian Perindustrian.
Pertanyaan:
1. Bagaimana kondisi perindutrian di Indonesia terutama industri yang
menggunakan bahan baku kopi sebagai bahan utama atau bahan
tambahan?
2. Apa saja permasalahan, hambatan, dan tantangan yang dihadapi
Indonesia dalam pengembangan industri kopi baik di
domestik/internasional?
3. Kelebihan yang dimiliki Indonesia dibanding negara pengekspor
lainnya? (terutama Vietnam)
4. Bagaimana keadaan industri kopi di Indonesia saat ini? (PT Sari
Incofood Corp (Indocofe), PT Nestle (nescoffe), PT Santos Jaya Abadi
(Kapal Api dan ABC), dan PT Torabika Semesta (Torabika)
5. Bagaimana dan apa yang dilakukan dilakukan industri kopi dalam
difersivikasi produk kpi dan turunanya dalam peningkatan value added
yang sedang digencarkan?
6. Bagaimana upaya ementerian dalam menghadapi permasalahan dan
hambatan yang dialami industrikopi Indonesia di pasar domestik dan
internasional?
7. Bagaimana peran kementerian Perindustrian dalam difersivikasi
produk? (kebijakan, program, capaian, dan pembinaan)
8. Apa yang membuat Indonesia masih mengimpor kopi (kualitas, mutu,
atau harga)
9. Bagaimana keterkaitan faktor industri kopi dengan permintaan kopi di
Indonesia?
10. Bagaina tingkat konsumsi kopi Indonesia?
11. Apakah Industri kopi Indonesia sudah siap berekspansi/ pembaruan/
inovasi?
12. Harga kopi baik di domestik dan internasional?
13. Apakah sumber daya (alam/manusia/modal/infrastruktur/lembaga) yang
dimiliki Indonesia sudah memenuhi kapasitas dan standar industri kopi?
(jika belum mengapa> apa yang dilakukan oleh Kementerian?)
14. Teknologi yang dimiliki industri kopi Indonesia dalam mendiferensisi
kopi?
15. Strategi apa yang dimiliki Kementerian Perindustrian dalam industri
kopi nasional yang mampu mendorong daya saing kopi Indonesia di
pasar internasional?
16. Peluang Indonesia dalam industri kopi?
17. Bagaimana kinerja pemasok bahan baku terhadap industri kopi di
Indonesia?
157
Informan : Kepala Sub Ditjen Tanaman Penyegar.
Kementerian Pertanian.
Pertanyaanya
1. Bagaimana kondisi perkebunan kopi di Indonesia saat ini?
2. Bagaimana kondisi tanaman kopi di Indonesia saat ini?
3. Peluang yang dimiliki Indonesia dalam pemenuhan pasokan ekspor?
4. Bagaimana kondisi tenaga PPL untuk sektor perkebunan terutama pada
perkebunan?
5. Apa keunggulan yang dimiliki Kopi Indonesia dibandingkan kopi di
negara lain?
6. Bagaimana permodalan atau skema pembiayaan yang digunakan untuk
kegiatan pembudidayaan perkebunan khusunya kopi di Indonesia?
(Investasi,Penanaman Modal Asing, Penaman Modal Dalam Negeri,
Koperasi)
7. Bagaimana kondisi Infrastruktur perkebunan khususnya kopi di
Indonesia?
8. Apa program dan kebijakan Kementerian Pertanian dalam peningkatan
produktifitas kopi untuk memenuhi pasar domestik atau pasar
internasional?