DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

25
DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL LIDAH BUAYA (Aloe vera L) TERHADAP PROLIFERASI SEL KANKER LIDAH (SP-C1) (KAJIAN IN VITRO) Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi Prodi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Disusun oleh : Keri Pangesti Yudi Harhari NIM : 20040340037 Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran

Transcript of DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

Page 1: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL LIDAH BUAYA (Aloe vera L)

TERHADAP PROLIFERASI SEL KANKER LIDAH (SP-C1)

(KAJIAN IN VITRO)

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi

Prodi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

Keri Pangesti Yudi Harhari

NIM : 20040340037

Program Studi Kedokteran Gigi

Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2009

Page 2: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit seluler yang ditandai dengan ciri adanya sifat

pertumbuhan yang tidak terkendali diikuti proses invasi ke jaringan dan penyebaran

atau metastasis ke bagian organ tubuh yang lain (King, 2000).

Dalam daftar Badan Kesehatan Dunia(WHO) penyakit kanker masuk dalam urutan

teratas dari kelompok penyakit. Hal ini dapat dimengerti, karena penyakit ini

merupakan penyakit yang paling mematikan. Kalau didunia menempati urutan kedua,

setelah jantung, di Indonesia kanker masuk dalam urutan keenam sebagai penyebab

kematian. Penyakit kanker diperkirakan diidap oleh 15 orang per 100.000 penduduk

di dunia. Di negara maju, negara industri seperti Amerika Serikat 20-25% penduduk

menderita penyakit kanker (Saffioti, 1977).

Menurut Sudiono, 2008, diseluruh dunia, rongga mulut merupakan satu dari sepuluh

lokasi tubuh yang paling sering terserang kanker. Kanker mulut menempati peringkat

ketiga sesudah kanker lambung dan leher rahim. Ada beberapa jenis neoplasma

rongga mulut, namun lebih dari 90 % merupakan karsinoma sel skuamosa.

Karsinoma sel skuamosa merupakan tumor ganas yang berasal dari sel epitel skuamus

(Rahmadansyah, 2001). Karsinoma ini mempunyai karakteristik invasi dan metastasis

yang tinggi ke limfonodi regional dan umumnya menyebabkan rekurensi akibat

terjadinya mikro invasi atau mikro metastasis dari lokasi primer (Myoung, et al.,

2003).

Saat ini perawatan kanker rongga mulut masih menggunakan cara yang konvensional,

seperti kemoterapi, radioterapi, imunoterapi, pembedahan dan terapi kombinasi.

Meskipun demikian belum menunjukan peningkatan lamanya hidup penderita secara

signifikan, oleh sebab itu diperlukan strategi terapi baru untuk menghambat

Page 3: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

pertumbuhan sel kanker secara efektif dan efisien tanpa efek samping yang besar

(Supriatno, 2007). Sesuai dengan hadist Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa

apabila Allah menurunkan suatu penyakit, pasti Ia akan menurunkan penawarnya

(H.R. Al-Bukhariy).

Saat ini pemanfaatan tanaman berkhasiat obat sudah menjadi bagian dari pengobatan

tradisional masyarakat dunia yang bersifat efektif, efisien, aman, dan ekonomis. Hal

ini sejalan dengan anjuran dari Departemen Kesehatan yang menganjurkan

penggunaan dan pengembangan penelitian tanaman herbal (PP RI No.8/1999). Salah

satu tanaman herbal yang menarik untuk diteliti adalah Keladi Tikus (Typhonium

flagelliforme) yang memiliki berbagai khasiat antara lain menghambat pertumbuhan

dan menghancurkan sel kanker, menghilangkan efek buruk kemoterapi, anti virus dan

anti bakteri (”Cara bijak menaklukkan Kanker”). Selain itu, keladi tikus juga

memiliki bersifat anti radang, menghilangkan bengkak, membersihkan racun dan

menghentikan perdarahan (”Atasi kanker dengan tanaman obat”).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan apakah

ekstrak etanol Typhonim flagelliforme mempunyai kemampuan menghambat

proliferasi sel kanker rongga mulut (SP-C1) secara in Vitro

C. Keaslian Penelitian

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengkaji pengaruh ekstrak etanol Typhonium flagelliforme terhadap sel

kanker (SP-C1)

2. Tujuan Khusus

Mengkaji daya hambat proliferasi sel kanker rongga mulut (SP-C1)

menggunakan ekstrak etanol Typhonium flagelliforme

Page 4: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

E. Manfaat Penelitian

Dengan mengkaji pengaruh ekstrak etanol Typhonium flagelliforme terhadap daya

hambat proliferasi sel kanker rongga mulut maka manfaat penelitian yang dapat

diambil :

Bagi ilmu pengetahuan

1. Dapat memberikan masukan penelitian di bidang ilmu penyakit mulut Kedokteran

Gigi.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi dunia kedokteran

gigi dalam pengembangan potensi Typhoniun flagelliforme.

3. Diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.

Bagi Masyarakat

1. Diharapkan Typhonium flagelliforme dapat menjadi salah satu terapi alternatif

bagi masyarakat dalam upaya penyembuhan penyakit kanker.

2. Memberi informasi kepada masyarakat untuk membudidayakan tanaman

Typhonium flagelliform.

Page 5: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kanker

Kanker merupakan penyakit seluler yang ditandai dengan ciri adanya

sifat pertumbuhan yang tidak terkendali diikuti proses invasi ke jaringan dan

penyebaran atau metastasis ke bagian organ tubuh yang lain (King, 2000).

Hampir semua kasus kanker disebabkan oleh mutasi atau aktivasi abnormal

gen selular yang mengendalikan pertumbuhan sel dan mitosis sel. Gen

abnormal disebut onkogen. Di dalam semua sel ditemukan antionkogen yang

menekan aktivasi dari onkogen tertentu. Inaktivasi dari antionkogen dapat

memungkinkan aktivasi dari onkogen dan mengarah kepada kanker. Hanya

sejumlah kecil dari sel yang bermutasi mengarah pada kanker. Namun

kemungkinan mutasi dapat berkali-kali lipat bila seseorang terpapar dengan

radiasi ionisasi (sinar-X, sinar gamma, bahan radioaktif, sinar ultraviolet),

bahan kimia seperti pewarna aniline dan asap rokok, bahan iritan fisik,

herediter, dan virus (Guyton & Hall, 1997).

Menurut Guyton & Hall (1997), perbedaan utama sel kanker dan sel

normal adalah : Sel kanker tidak mematuhi batas pertumbuhan sel yang biasa,

sel kanker jauh kurang melekat satu sama lain dibandingkan sel normal

sehingga sel kanker dapat menginvasi organ yang lain, dan beberapa kanker

menghasilkan faktor angiogenik yang menyebabkan banyak pembuluh darah

baru tumbuh ke dalam jaringan kanker untuk mensuplai makanan yang

diperlukan untuk pertumbuhan sel kanker.

Sel kanker dapat bersifat membunuh karena jaringan kanker

berkompetisi dengan jaringan normal untuk makanan. Proliferasi sel kanker

yang tanpa batas meningkatkan jumlah sel kanker dan sel tersebut akan

Page 6: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

mengambil makanan yang tersedia untuk tubuh atau bagian-bagian tubuh

yang penting sehingga pada akhirnya sel-sel normal akan mati karena

kekurangan makanan (Guyton & Hall, 1997).

2. Kanker Rongga Mulut

2.1 Epidemiologi

2.2 Etiologi

2.3 Diagnosis

Langkah-langkah untuk mendiagnosis kanker rongga mulut adalah

sebagai berikut :

a. Anamnesis

b. Pemeriksaan Klinis

c. Pemeriksaan Penunjang

2.4 Aspek Klinis dan Radiografis

2.5 Histopatologi

2.6 Siklus Sel Kanker

2.7 Perubahan Molekuler dalam Kanker Rongga Mulut

2.8 Terapi

3. Keladi Tikus

3.1 Sistematika Tanaman

3.2 Jenis

3.3 Pembiakan dan Budidaya

3.4 Manfaat

3.5 Kandungan

4. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

Page 7: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat

secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi

dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena

panas (Anonim, 1995).

Ekstrak berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

ekstrak kental, ekstrak kering , dan ekstrak cair.

a. Ekstrak kental

Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya

berjumlah sampai 30 %.

b. Ekstrak kering

Sediaan ini memiliki konsistensi kering melalui penguapan cairan, pengekstraksi,

dan pengeringan, sisanya akan terbentuk suatu produk yang sebaliknya memiliki

kandungan lembab yang tidak lebih dari 5 %.

c. Ekstrak cair

Ektrak cairan adalah estrak dari simplisia yang dibuat sedemilian rupa dengan

berbagai variasi konsentrasi etanol dengan zat tambahan tertentu sehingga satu

bagian simplisia sesuai dengan satu atau dua bagian ekstrak cair (Voigt, 1984).

Faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak antara lain faktor biologi dan faktor

kimia.

a. Faktor biologi

Page 8: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

Faktor biologi baik untuk bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar)

ataupun dari tumbuhan liar yang meliputi beberapa hal, yaitu: identitas jenis,

lokasi tumbuhan asal, periode permanen hasil tumbuhan, penyimpanan bahan

tumbuhan, dan umur tumbuhan dan bagian yang digunakan (Anonim, 2000).

b. Faktor kimia

Faktor kimia tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

meliputi jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa aktif,

komposisi kuantitatif senyawa aktif, dan kadar total rata-rata senyawa aktif.

Faktor eksternal meliputi metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi

(diameter dan tinggi alat), ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan (Anonim,

2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga

terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat

dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid,

flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaaruhi

kelarutan serta stabilitas senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam

berat dan derajat keasaman, dengan diketahui nya senyawa aktif yang dikandung

simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat.

Beberapa metode ekstraksi antara lain yaitu maserasi, perkolasi, refluks, soxhlet,

digesti, infus, dekok, dan destilasi uap.

1) Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

Page 9: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

Secara teknologi, maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian

konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang

kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan

pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Anonim,

2000)

2) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

Perkolasi (percolare = penetasan) adalah cara penyarian yang dilakukan dengan

mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.

Pengekstraksian dengan metode perkolasi dilakukan dengan cara menempatkan

serbuk simplisia dalam suatu bejana silinder yang bawahnya diberi sekat berpori.

Cairan penyari akan melarutkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut. Cairan

penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan

jenuh. Kekuatan yang pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut,

tegangan permukaan, difusi, osmosis, adhesi, daya kapiler, dan gaya geseran

(Anonim, 1986). Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus

sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Anonim, 2000).

Keuntungan perkolasi dibanding maserasi adalah aliran cairan penyari

meyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasi

lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. Selain itu,

ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran kapiler tersebut,

Page 10: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat

meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim, 1986).

3) Refluks

Refluks adalah cara ekstraksi dengan pada temperatur titik didihnya selama waktu

tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin

balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali

sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

4) Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi yang mengunakan pelarut selalu baru yang umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah

pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

5) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur

yang lebih tinggi dari temperatur ruangan ruangan (kamar), yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50º C.

6) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air bejana

infuse tercelup dalam penangas air mendidih, temperature terukur 96-98˚C selama

waktu tertentu (15-20 menit).

7) Dekok

Page 11: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30ºC) dan temperatur sampai

titik didih air.

8) Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi enyawa kandungan menguap (minyak atsir) dari

bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial

senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai

sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan

menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang

memisah sempurna atau memisah sebagian.

Destilasi uap, bahan simplisia benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih,

namun dilewati uap air yang mendidih, namun dilewatui uap air sehingga senyawa

kandungan menguap ikut terdestilasi.

Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian dengan air

mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi (Anonim,

2000).

Shi Ming Li (2005) melaporkan bahwa, kulit jeruk manis dapat diekstraksi

menggunakan etanol, kemudian dilakukan kromatografi untuk menentukan kandungan

flavonoid dan Nobiletin. Ekstrak etanolik kulit jeruk manis efektif menurunkan jumlah

HL60 Human Leukemia Cell pada konsentrasi 200µg/ml setelah inkubasi 24 jam.

5. Pengujian Aktivitas Sitotoksik

6. Kerangka Konsep dan Hipotesis Penelitian

Page 12: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Page 13: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris murni.

Penelitian dilakukan pada kultur sel skuamosa karsinoma rongga mulut Supri’s clone

1 (SP-C1) yang diujikan pada ekstrak etanol Typhonium flagelliforme. Penghitungan

jumlah biakan sel skuamosa yang hidup dilakukan dengan uji proliferasi (MTT

assay). Alat ukur proliferasi menggunakan alat Bio Rad Microplate reader dengan

panjang gelombang 540 nm

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian pada peneletian ini menggunakan kultur sel kanker lidah

(SP-C1) yang dibiakan dalam media Dubelcco’s modified eagle medium (DMEM)

yang diber foetal Bovine Serum 10% (FBS).

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada dan Laboratorium Penelitian Pengujian Terpadu

(LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk memperoleh ekstrak etanol

Typhonium flagelliforme.

2. Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2009.

D. Identifikasi dalam Penelitian

1. Variabel pengaruh

Page 14: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

Variabel pengaruh dalam penelitian ini adalah ekstrak Typhonium flagelliforme

dengan berbagai konsentrasi

2. Variabel terpengaruh

Variabel terpengaruh dalam penelitian ini adalah proliferasi sel skuamosa rongga

mulut pada lidah (SP-C1).

3. Variabel terkendali

a. Konsentrasi ekstrak etanol Typhonium flagelliforme

b. Jenis biakan sel yang digunakan

c. Jumlah sel yang digunakan

d. Waktu pengamatan proliferasi

e. Kondisi inkubasi

f. Alat ukur proliferasi menggunakan Bio Rad Microplate reader (Biorad)

g. Temperatur ruang

h. Media pertumbuhan sel

E. Definisi Operasional

a. Ekstrak etanol Typhonium flagelliforme adalah ekstrak yang diperoleh dengan

cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%

b. Konsentrasi ekstrak adalah banyaknya ekstrak Typhonium flagelliforme dalam

larutan yang akan dimasukkan biakan sel kanker SP-C1, yaitu 0, 25, 50, 75, dan

100 mg/ml

c. Proliferasi sel skuamosa karsinoma rongga mulut adalah pertumbuhan dan

perkembangan sel karsinoma akibat tidak terkontrolnya pertumbuhan sel

Page 15: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

d. Biakan sel adalah pertumbuhan sel skuamosa karsinoma rongga mulut dalam

media pertumbuhan DMEM 10% FBS dalam cawan petri.

e. Jenis biakan sel kanker SP-C1 yang digunakan adalah sel skuamosa karsinoma

pada lidah manusia.

f. Jumlah sel adalah banyaknya sel karsinoma skuamosa rongga mulut yang

dimasukkan pada setiap sumuran pada microplate 96 sumur, yaitu sebanyak

10.000 sel/ well.

g. Waktu pengamatan proliferasi adalah waktu yang digunakan oleh peneliti untuk

mengamati proliferasi, setelah inkubasi selama hari ke-1, 2, dan 3

h. Kondisi inkubasi adalah keadaan suhu dan kelembaban ruang inkubasi (incubator)

microplate 96 sumur yang berisi sel skuamosa karsinoma rongga mulut dan

ekstrak etanol Typhonium flagelliforme, yaitu pada suhu 37o dan CO2 5%.

i. Alat ukur proliferasi adalah alat yang digunakan untuk melihat proliferasi sel

skuamosa karsinoma rongga mulut setelah diberi ekstrak etanol Typhonium

flagelliforme selama hari ke-1, 2, dan 3, menggunakan alat Bio Rad Microplate

reader dengan panjang gelombang 540 nm menggunakan larutan MTT.

j. Sel SP-C1 yang digunakan adalah passage ke-8

E. Alat dan Bahan Penelitian

a. Biakan sel skuamosa karsinoma rongga mulut (SP-C1) yang di simpan di

laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Sel SP-C1

hasil cloning dari drg. Supriatno M.Kes, Ph.D (OMFS & Oncology).

b. Ekstrak etanol Typhonium flagelliforme

Page 16: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

c. Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM)

d. Dimethylsulphoxide (DMSO)

e. Phospat buffer saline (PBS)

f. Fetal Bovine Serum (FBS) 10%

g. Tripsin-EDTA

h. Penisilin-Streptomisin 3%

i. Fungizon 0,5 %

j. Pipet standar Eppendorf 200 μl dan 1 ml

k. Yellow tip dan blue tip

l. Disk plate diameter 100 mm

m. MTT powder

n. Etanol 96%

o. Bio Rad microplate reader

F. Cara Penelitian

Kegiatan yang akan dilakukan berupa pembuatan ekstrak etanol

Typhonium flagelliforme dan uji proliferasi sel skuamosa karsinoma rongga mulut

menggunakan BioRad microplate reader.

Tahapan penelitian sebagai berikut :

1. Pembuatan konsentrasi ekstrak etanol Typhonium flagelliforme (0, 125, 250

dan 500 mg/ml). Typhonium flagelliforme dikeringkan dalam almari

pengering pada suhu 45o C, Typhonium flagelliforme yang sudah kering

dijadikan serbuk menggunakan blender sampai halus. Pembuatan ekstrak ini

menggunakan cara maserasi, yaitu dengan merendam 1000 mg bubuk

Page 17: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS

simplisia Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme) dalam 1000 ml etanol 96

% selama 1 minggu. Selanjutnya dilakukan pemisahan zat aktif dan etanol

menggunakan vaccum evaporator. Zat aktif dibuat stok 1 gr/ml, selanjutnya

diencerkan menjadi konsentrasi 25, 50, 75 dan 100 mg/ml.

2. Persiapan biakan sel SP-C1

Sel SP-C1 di biakkkan dengan larutan DMEM 10% FBS dalam cawan Petri.

Sel di inkubasi pada suhu 37o C dengan kelembaban udara 95 % dan CO2 5

%.

3. Pengujian hambatan proliferasi sel SP-C1.

Sel SP-C1 yang tumbuh sub-confluent dipanen menggunakan

Tripsin-EDTA 0,25%. Sel sebanyak 1x 104 sel/sumur dimasukkkan cawan

Petri 24 sumur, sesuai jumlah konsentrasi ekstrak etanol Typhonium

flagelliforme yang digunakan. Sel di inkubasi selama 24 jam. Setelah

inkubasi, semua media dibuang dan diganti dengan media baru yang

mengandung berbagai konsentrasi ekstrak Typhonium flagelliforme Sel di

inkubasi selama 0, 24, 48 dan 72 jam.

Page 18: DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN KELADI TIKUS