DAYA DUKUNG TANAH PADA LAHAN SAWAH SIAP TANAM …
Transcript of DAYA DUKUNG TANAH PADA LAHAN SAWAH SIAP TANAM …
DAYA DUKUNG TANAH PADA LAHAN SAWAH SIAP TANAM
OLEH :
SUPARDING
G 411 13 503
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
DAYA DUKUNG TANAH PADA LAHAN SAWAH SIAP TANAM
HALAMAN JUDUL
OLEH :
SUPARDING
G 411 13 503
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Teknologi Pertanian
Pada
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iv
SUPARDING (G411 13 503), Daya Dukung Tanah Pada Lahan Sawah Siap
Tanam. Dibawah bimbingan SUHARDI dan SUPRATOMO
ABSTRAK
Daya dukung tanah merupakan daya yang dibutuhkan oleh tanah untuk menahan
beban yang berada diatasnya. Daya dukung tanah sangat dipengaruhi oleh sifat-
sifat tanah seperti kadar air tanah, berat isi, struktur, kelembaban, bahan organik
tanah, dan tekstur tanah. Metode plat pembeban merupakan salah satu metode
yang digunakan untuk mengetahui daya dukung tanah. Adapun tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui daya dukung tanah pada lahan persawahan
yang siap tanam dengan menggunakan plat pembeban. Tahapan dari penelitian ini
yaitu pengujian daya dukung tanah menggunakan Plat besi pembebeban dengan
luas permukaan 50 cm2, 120 cm2, dan 150 cm2 dengan pemberat 1 kg, 2 kg, dan 3
kg. Dengan kadar air tanah 56,7% dan fraksi pasir 11% diperoleh hubungan antara
daya dukung tanah (y) dengan bobot pemberat (x) adalah y = 0,8592x dan daya
dukung tanah (y) dengan luas penampang alat (x) adalah y = 20,00e0,04x.
Sedangkan daya dukung tanah (y) pada kadar air 48,6 % dengan fraksi pasir 4 %
dengan luas penampang alat (x) menghasilkan rumus y = 41,57e0,04x dan daya
dukung tanah (y) dengan bobot pemberat (x) menghasilkan rumus y = 0,8592x.
Kata kunci : Plat Pembeban, Daya Dukung Tanah, Tekstur, Kadar Air Tanah
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Selama pelaksanan studi, penelitian
maupun penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis berkat adanya
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menghanturkan terimaka kasih kepada :
1. Dr. Suhardi, S.TP., MP dan Dr. Ir. Supratomo, DEA sebagai dosen
pembimbing atas kesabaran, petunjuk dan segala arahan yang telah diberikan
dari penyusunan proposal, penelitian hingga penyusunan skripsi ini selesai.
2. Dr. Ir. Mahmud Achmad, MP sebagai dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan banyak masukan dan saran selama proses perkuliahan.
3. Dr. Ir. Daniel Useng, M.Eng. Sc. Dan Dr. Ir. Sitti Nur Farida, MP sebagai
dosen penguji atas masukan, petunjuk dan arahan yang telah diberikan selama
ujian sarjana hingga perbaikan dan penyusunan skripsi.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
mereka yang memerlukannya demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Makassar, Desember 2017
Penulis
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari
campur tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sampaikan rasa terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Keluarga, khususnya ibu Supiati tercinta dan bapak Sudirman yang telah
memberikan cinta dan kasih sayang, serta do’a dan semangat sehingga
memotivasi saya untuk segera menyelesaikan penelitian ini.
2. Bapak hasan, kakek Muntaha dan nenek Hj. Pia, Ibu Hasri, Ibu Marsawe Lebbi
dan Ibu Murni Lebbi atas support dan dukungannya selama ini. Baik itu berupa
materi maupun motivasi hidup yang membuat saya tidak mengenal kata lelah
dalam menyelesaikan kuliah S1.
3. Saudara-saudara seperjuangan yang tergabung dalam RANTAI 2013 serta
keluarga kecil HIMATEPA yang tidak berhenti memberikan semangat dan
saran sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat membantu dalam memajukan
teknologi dan ilmu pengetahuan.
Makassar, Desember 2017
Penulis
vii
RIWAYAT HIDUP
Suparding lahir di Kambisa, Kabupaten Luwu Utara pada
tanggal 16 Juli 1996 merupakan anak kedua dari dua
bersaudara, pasangan bapak Sudirman dan ibu Supiati.
Jenjang pendidikan formal yang pernah dilalui adalah:
1.Memulai pendidikan dasar pada SD Negeri 149 Baku-Baku
pada tahun 2002 sampai tahun 2007.
2. Melanjutkan pendidikan di sekolah menengah pertama pada SMP
NegeriMalangke Barat pada tahun 2007 sampai tahun 2010.
3. Untuk jenjang menengah atas, pendidikan di tempuh di SMA Negeri 2
Masamba pada tahun 2010 sampai tahun 2013.
4. Melanjutkan pendidikan pada Universitas Hasanuddin, Jurusan Teknologi
Pertanian, Program Studi Teknik Pertanian, Makassar pada tahun 2013 sampai
pada tahun 2017.
Setelah lulus melalui jalur POSK tahun 2013, penulis diterima sebagai mahasiswa
Jurusan Teknologi Pertanian Program Studi Teknik Pertanian Universitas
Hasanuddin Makassar. Selama berkuliah penulis pernah menjadi salah satu
Anggota UKM Bulutangkis UNHAS, Anggota DPATP-UH Periode 2014/2015,
pengurus HIMATEPA Periode 2015/2016, Penulis juga aktif sebagai asisten di
beberapa Laboratorium, Ketua TSC Periode 2016/2017, Penulis Pernah lolos
pembiayaan Usaha 35 juta dalam ajang PWMP 2016, mendapatkan Piagam
Penghargaan dari Gubernur Sulawesi selatan dalam ajang Teknologi Tepat Guna
Kementrian Desa dan Daerah Tertinggal 2017, lolos pembiayaan penelitian dalam
ajang TSRA 2017, dan peserta dalam ajang AGRIVENTOR kompetisi penemu
muda teknologi pertanian Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2017.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
ABSTRAK .................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Tujuan dan Kegunaan ...................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Tanah .............................................................................. 4
2.2. Tanah Sawah .................................................................................... 4
2.3. Bahan Organik Tanah ...................................................................... 6
2.4. Kepadatan Tanah ............................................................................. 7
2.5. Berat Isi Tanah/Bobot Tanah ........................................................... 8
2.6. Kandungan Air Tanah ...................................................................... 8
2.7. Kelembaban Tanah .......................................................................... 9
2.8. Tekstur Tanah................................................................................... 10
2.9. Uji Penetrasi Plat Datar .................................................................... 11
2.10. Tekanan (P) dan Zinkage (z) .......................................................... 12
2.11. Penetrometer dan Penetrograph .................................................... 14
2.12. Koefisien Korelasi ......................................................................... 17
2.13. Koefisien Determinasi .................................................................... 17
2.14. Analisis Regresi ............................................................................. 18
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat ......................................................................... 19
ix
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................... 19
3.3. Prosedur Kerja ................................................................................. 19
3.3.1. Mengambil Data Lapangan ....................................................... 19
3.3.2.Penentuan Tekstur Tanah di Laboratorium ................................ 20
3.3.3. Pengukuran Kadar Air Tanah di Laboratorim .......................... 21
3.4. Analisis Data ................................................................................... 22
3.5. Bagan Alir Penelitian ..................................................................... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ................................................. 24
4.2. Analisis Perbandingan Luas Penampang Alat dengan Kecepatan
Tenggelam Alat .............................................................................. 25
4.3. Analisis Perbandingan Berat Alat Dengan Kecepatan Tenggelam
Alat Berdasarkan Luas Penampang ................................................ 28
4.4. Analisis Hubungan Berat Alat, Luas Penampang Alat, dengan
Kecepatan Tenggelam Alat ............................................................. 30
4.5. Analisis Hubungan Daya Dukung Tanah dengan Berat Alat ......... 34
4.6. Analisis Hubungan Daya Dukung Tanah dengan Luas Penampang
Alat .................................................................................................. 36
4.7. Analisis Hubungan Berat Alat, Luas Penampang Alat, dengan
Waktu Tenggelam Alat ................................................................... 39
4.8. Analisis Hubungan Berat Alat, Luas Penampang Alat, dengan
Persentase Tenggelam Alat ............................................................. 40
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 43
5.2. Saran ................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 44
x
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1 Proporsi Fraksi Menurut Kelas Tekstur Tanah ………… 11
xi
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1 Profil tanah sawah dengan kedalaman air tanah yang
berbeda …………………………………………………...
5
2 Segi tiga tekstur ………………………………………….. 10
3 Penetrometer saku ……………………………………….. 15
4 Penetrometer tangan ...…………………………………… 16
5 Bagan alir penelitian …………………………………….. 23
6 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat dngan luas
penampang untuk berat 1 kg ……………………………..
25
7 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat dengan luas
penampang untuk berat 2 kg ……………………………..
25
8 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat dengan luas
penampang untuk berat 3 kg ……………………………..
26
9 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat dengan luas
penampang alat untuk tekstur A ………………………….
27
10
Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat dengan luas
penampang alat untuk tekstur B ………………………….
27
11 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat dengan berat
alat untuk luas penampang 50 cm2 ……………………….
28
12 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat dengan berat
alat untuk luas penampang 120 cm2 ……………………...
29
13 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat dengan berat
alat untuk luas penampang 150 cm2 ……………………...
29
14 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan
luas penampang alat segmen A untuk tekstur A …………
30
15 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan
luas penampang alat segmen B untuk tekstur A …………
31
16 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan
luas penampang alat segmen C untuk tekstur A …………
31
17 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan
xii
No Teks Halaman
luas penampang alat (nilai rata-rata) untuk tekstur A …... 31
18 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan
luas penampang alat segmen A untuk tekstur B …………
32
19 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan
luas penampang alat segmen B untuk tekstur B ………….
33
20 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan
luas penampang alat segmen C untuk tekstur B ………….
33
21 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan
luas penampang alat (nilai rata-rata) untuk tekstur B …...
33
22 Grafik hubungan daya dukung tanah dengan berat alat
untuk luas penampang 50 cm2 ……………………………
35
23 Grafik hubungan daya dukung tanah dengan berat alat
untuk luas penampang 120 cm2 …………………………..
35
24 Grafik hubungan daya dukung tanah dengan berat alat
untuk luas penampang 150 cm2 …………………………..
35
25 Grafik hubungan daya dukung tanah dengan luas
penampang alat untuk berat alat 1 kg …………………….
36
26 Grafik hubungan daya dukung tanah dengan luas
penampang alat untuk berat alat 2 kg …………………….
37
27 Grafik Hubungan daya dukung tanah dengan luas
penampang alat untuk berat alat 3 kg …………………….
37
28 Grafik hubungan daya dukung tanah dengan kecepatan
luas penampang alat pada tekstur A ……………………...
38
29
30
31
32
Grafik hubungan daya dukung tanah dengan kecepatan
luas penampang alat pada tekstur B ……………………...
Grafik hubungan berat alat, luas penampang alat, dengan
waktu tenggelam alat untuk tekstur A ……………………
Grafik hubungan berat alat, luas penampang alat, dengan
waktu tenggelam alat untuk tekstur B ……………………
Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat,
dengan persentase tenggelam alat untuk tekstur A ………
38
39
40
41
xiii
No Teks Halaman
33 Grafik hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat,
dengan persentase tenggelam alat untuk tekstur B ………
41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks Halaman
1 Hasil pengukuran dan perhitungan daya dukung
tanah di lapangan ………………………………….
42
2 Program hubungan berat alat, luas penampang
dengan kecepatan tenggelam alat untuk persegmen
tekstur A dan tekstur B ……………………………
46
3 Perhitungan kadar air tanah ………………………. 48
4 Program hubungan berat alat, luas penampang
dengan waktu tenggelam alat untuk tekstur A dan
tekstur B …………………………………………...
49
5 Foto proses pengukuran di lapangan dan di
laboratorium ……………………………………….
51
6 Data hasil pegukuran tekstur tanah di laboratorium. 56
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki lahan
pertanian yang begitu luas. Dimana luas lahan pertaniaannya mencapai 41,5 juta
ha dan 8,1 juta ha lebih merupakan lahan persawahan. (Badan Pusat Statistika,
2014).
Kebutuhan akan pangan setiap tahunnya mengalami peningkatan khususnya
beras, hal tersebut menuntut pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan lahan
sawah guna meningkatkan kualitas dan jumlah produksi gabah kering atau beras.
Seiring dengan perkembangan teknologi, alat atau mesin mulai di ciptakan untuk
memenuhi kebutuhan dalam dunia pertanian khususnya persawahan. Pada
umumnya lahan sawah di Indonesia dibuat dalam betuk petakan-petakan kecil,
Kondisi lahan yang sempit tersebut menuntut agar adanya inovasi dalam
penerapan teknologi. Dalam analisis perancangan alat pertanian khususnya alat-
alat budidaya pertanian ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan, salah
satunya adalah faktor daya dukung tanah yang berkaitan langsung dengan
perancangan roda dari alat yang hendak dirancang.
Pegujian daya dukung lebih banyak dilakukan pada lahan kering dan pada
struktur tanah tidak terganggu. Pengujian daya dukung tanah pada lahan basah
khususnya pada lahan persawahan masih sedikit karena dianggap tidak terlalu
penting. Data-data tentang hasil pengujian daya dukung tanah pada lahan basah
masih sangat jarang dan sulit ditemui. Data daya dukung tanah bukan hanya
digunakan untuk mengetahui kemampuan tanah dalam meyediakan air dan
kemampuan penetrasi akar tanaman. akan tetapi, juga dapat digunakan untuk
mengetahui kemampuan tanah menahan alat atau mesin budidaya pertanian yang
bekerja diatasnya.
Daya dukung tanah merupakan daya yang dibutuhkan oleh tanah untuk
menahan beban yang berada diatasnya. Apabila suatu alat berada di atas tanah,
maka alat tersebut akan memberikan ground pressure, sedangkan perlawanan
yang diberikan tanah adalah “daya dukung”. Jika ground pressure alat lebih besar
dari daya dukung tanah, maka alat tersebut akan terbenam. Daya dukung tanah
2
sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah seperti air tanah, berat isi, struktur,
kelembaban, bahan organik tanah, dan tekstur tanah. Nilai ketahanan tanah
meningkat dengan menurunnya kelembapan tanah dan tekstur tanah. Pada
kelembapan tanah rendah, ketahanan tanah meningkat, demikian juga dengan
meningkatnya kandungan pasir. (Kurnia et al, 2006).
Daya dukung tanah dapat diketahui dengan beberapa metode yaitu dengan
metode tradisional (menggunakan ibu jari), metode pemberat, atau dengan
menggunakan alat yang lebih canggih yang biasa dikenal dengan penetrometer
atau penetrograph. Penetrometer atau penetrograph merupakan alat yang
digunakan untuk mengukur ketahanan tanah yang dimaksudkan untuk menilai
kondisi tanah dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan perkembangan akar
di dalam tanah, hasil panen, dan sifat-sifat fisik tanah lainnya yang berhubungan
dengan produksi pertanian.Dalam penggunaan penetrometer, sifat-sifat tanah
dapat mempengaruhi daya dukung tanah. Metode pemberat merupakan salah satu
metode pengujian daya sanggah atau dukung tanah yang memiliki keunggulan
yaitu sangat mudah dalam penggunaannya, murah, dan merupakan model suatu
alat yang dapat dirakit sendiri (Kurnia et al, 2006).
Berdasarkan dari uraian di atas, maka dipandang perlu untuk melakukan
penelitian tentang pengujian daya dukung tanah pada lahan sawah siap tanam,
data daya dukung tanah yang diperoleh kemudian dapat dijadikan data acuan
untuk mendesain atau merancang mesin budidaya pada lahan basah dengan
struktur tanah terganggu.
3
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya dukung tanah pada lahan
persawahan yang siap tanam.
Kegunaan dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai data acuan atau
referensi dalam merencanakan pembuatan atau perancangan mesin-mesin
budidaya pertanian yang berkaitan dengan kegiatan penanaman.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Tanah
Tanah adalah bahan mineral yang tidak padat (unconsolidated) yang terletak
dipermukaan bumi, yang telah dan akan tetap mengalami perlakuan dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan lingkungan yang meliputi bahan induk,
iklim, (termasuk kelembaban dan suhu), organisme (makro dan mikro) dan
topografi pada suatu priode waktu tertentu. Salah satu penciri-beda utama adalah
tanah ini secara fisik, kimiawi dan biologis, serta ciri-ciri lainnya umumnya
berbeda dibanding bahan induknya, yang variasinya tergantung pada faktor-faktor
pembentuk tanah tersebut (Hanafiah, 2009).
Secara vertikal tanah berdiferensiasi membentuk horizon-horizon (lapisan-
lapisan) yang berbeda-beda baik dalam morfologis seperti ketebalan dan
warnanya, maupun karakteristik fisik, kimiawi, dan biologis masing-masingnya
sebagai konsekuensi bekerjanya faktor-faktor lingkungan terhadap bahan induk
asalnya maupun bahan-bahan eksternal, berupa bahan organik sisa-sisa biota yang
hidup diatasnya dan mineral nonbahan-induk. Meskipun tanah terdiri dari
beberapa horizon, namun bagi tatanaman yang sangat penting adalah horizon O-A
(lapisa atas) yang biasanya mempunyai ketebalan dibawah 30 cm, bahkan bagi
tanaman berakar dangkal seperti padi, palawija dan sayuran yang paling berperan
adalah kedalaman dibawah 20 cm. Oleh karena itu, istilah kesuburan tanah
mengacu pada ketersediaan hara pada lapisan setebalan 20 cm yang biasa disebut
lapisan olah atau orizon-O. Namun bagi pertanaman perkebunan dan kehutanan
(pepohonan) untuk jangka panjang lapisan tanah bawah juga akan menjadi sumber
hara dan air (Hanafiah, 2009).
2.2. Tanah Sawah
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik
terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah
umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan
sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup
5
tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang
jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak
mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah
asalnya. Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian
disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang “dikeringkan” dengan membuat
saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah
irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan.
Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang
dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah leba (Agus et al, 2004).
Gambar 1. Profil Tanah Sawah dengan Kedalaman Air Tanah yang Berbeda
(Sumber: Agus et al, 2004).
Menurut Agus et al (2004), yang membedakan tanah sawah berdasarkan atas
kedalaman air tanahnya adalah sebagai berikut:
1. Tanah sawah dengan air tanah dangkal atau tergenang, disebut tanah sawah
glei air tanah (Ground water gley rice soils).
2. Tanah sawah dengan kedalaman air tanah sedang, disebut tanah sawah mirip
glei peralihan (Intermediate gley-like rice soils).
3. Tanah sawah dengan air tanah dalam, disebut Tanah sawah mirip glei air
permukaan (Surface water gley-like rice soils).
Perubahan sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang terus berlangsung tersebut,
dicerminkan juga oleh perubahan sifat morfologi tanah, terutama di lapisan
permukaan. Dalam keadaan tergenang, tanah menjadi berwarna abu-abu akibat
reduksi besi-feri (Fe-III) menjadi besi-fero (Fe-II). Akan tetapi pada tanah pasir
atau tanah lain yang permeabel, warna reduksi tersebut tidak terjadi, terkecuali
pada penggenangan yang sangat lama. Di lapisan permukaan horizon tereduksi
tersebut, dalam keadaan tergenang, ditemukan lapisan tipis yang tetap teroksidasi
6
berwarna kecoklatan, karena difusi O2 dari udara, atau dari fotosintesis algae
(Agus et al, 2004).
2.3. Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan hasil dekomposisi serasah tumbuhan, hewan
yang mati, produk sintesa mikroba, serta asam-asam organik. Bahan organik
merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan
organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi
dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi
dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam
dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping
mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposi bahan
organik antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda, Collembola, dan
cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses humifikasi dan mineralisasi
atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab terhadap pemeliharaan
struktur tanah Mikro flora dan fauna tanah ini saling berinteraksi dengan
kebutuhannya akan bahan organik, kerena bahan organik menyediakan energi
untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon sebagai sumber energi
(Atmojo, 2003)
Bahan organik tanah pada umumnya ditemukan di permukaan tanah atau
lapisan tanah atas (top soil). Jumlah bahan organik ini tidak besar, berkisar antara
3-5 persen, akan tetapi memegang peranan penting dalam menentukan sifat-sifat
tanah, dalam bidang pertanian, terutama bagi pertumbuhan tanaman (Suripin,
2004).
Menurut Suripin (2004), pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah
dan juga pertumbuhan tanah adalah sebagai berikut:
1. Sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah.
2. Sebagai unsur hara, yaitu N, P, S, unsur mikro dan lain-lainnya.
3. Menambah kemapuan tanah untuk menahan air.
4. Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara, kapasitas tukar
kation menjadi tinggi.
5. Sebagi sumber energi bagi mikro-organisme.
7
2.4. Kepadatan Tanah
Pemadatan tanah adalah penyusutan partikel-partikel padatan di dalam tanah
karena gaya tekan pada permukaan tanah sehingga ruang pori tanah menjadi
sempit. Pemadatan tanah merupakan hal yang tidak diinginkan dalam pertanian
karena dapat mengurangi aerasi tanah, mengurangi ketersediaan air bagi tanaman
dan menghambat pertumbuhan akar dan perkecambahan tanaman. Tanah yang
padat akan mengurangi kapasitas memegang air, mengurangi kandungan udara,
memberikan hambatan fisik yang besar pada penerobosan akar sehingga
mengendalikan kapasitas kemampuannya memanen air, udara, dan hara. Bobot isi
menunjukan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah
termasuk volume pori-pori tanah. Bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tanah.
Semakin padat suatu tanah maka semakin tinggi bobot isinya yang berarti tanah
semakin sulit meneruskan air. Bila air ditambahkan pada suatu tanah yang sedang
dipadatkan, air tersebut akan berfungsi sebagai unsur pembasah atau pelumas
pada partikel tanah. Karena adanya air, partikel-partikel tersebut akan lebih
mudah bergerak dan bergeseran satu sama lain dan membentuk kedudukan yang
lebih rapat atau padat. Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering
dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah (pada saat dipadatkan) meningkat
(Haridjaja et al, 2010).
Kadar air yang ditingkatkan terus secara bertahap pada usaha pemadatan
yang sama, maka berat dari jumlah bahan padat dalam tanah persatuan volume
juga akan meningkat secara bertahap pula. Jenis tanah yang diwakili oleh
distribusi ukuran butiran, bentuk butiran tanah, berat spesifik bagian padat tanah.
Selain itu jumlah serta jenis mineral lempung yang ada pada tanah mempunyai
pengaruh besar terhadap harga berat volume kering maksimum dan kadar air
optimum dari tanah tersebut. Pada kadar air yang lebih rendah, adanya tegangan
terik kapiler pada pori-pori tanah mencegah kecenderungan partikel tanah untuk
bergerak dengan bebas untuk menjadi lebih padat. Kemudian tegangan kapiler
tersebut akan berkurang dengan bertambahnya kadar air sehingga partikel-partikel
menjadi mudah bergerak dan menjadi lebih padat. Bila usaha pemadatan
persatuan volume tanah berubah,kurva pemadatan juga akan berubah. Tingkat
8
kepadatan suatu tanah tidak langsung sebanding (proporsional) dengan usaha
pemadatannya (Haridjaja et al, 2010)
2.5. Berat Isi Tanah atau Bobot Tanah
Berat isi tanah atau bobot tanah adalah bobot massa kondisi lapangan yang
dikering-ovenkan persatuan volume. Nilai kerapatan massa tanah berbanding
lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar partikel
tersebut maka tanah akan semakin berat. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat
dan berstruktur granuler mempunyai berat isi antara 1,0-1,3 g cm-3, sedangkan
yang berstruktur kasar berat isinya berkisar antara 1,3-1,8 g cm-3. BI air = 1 g cm-3
= 1 ton m-3. Apabila tanah mempunyai BI = 1,0 (tepai sangat jarang),maka
sehektar tanah berkedalaman 20 cm akan mempunyai berat isi atau bobot: (100 m
x 10 m x 0,2 m) x 1 g cm-3 = 2000 m3 x 1 ton m-3 = 2.000 ton-1. Apabila tanah ini
mengandung 1% bahan organik, maka berarti terdapat 20 ton bahan organik per
hektar (Hanafiah, 2009).
2.6. Kandungan Air Tanah
Kandungan air tanah adalah perbandingan antara berat air yang terkandung
dalam tanah dengan berat tanah tersebut yang dinyatakan dalam persen. Jumlah
air yang dapat ditahan oleh tanah dapat dinyatakan atas dasar berat atau isi. Dasar
penentuannya adalah pengukuran kehilangan berat atau isis contoh tanah yang
lembab setelah dikeringkan pada suhu 105 C selama 24 jam. Kehilangan berat
sama dengan kehilangan berat air yang terdapat dalam sampel tanah. Berat ini
dikonversikan menjadi persen dengan membagi berat tersebut dengan berat tanah
kering oven karena berat tanah kering oven menunjukan jumlah tanah yang ada
dari tanah. Di dalam tanah, air berada di dalam pori di antara padatan tanah. Jika
tanah dalam jenuh air, semua ruang pori tanah terisi oleh air. Dalam keadaan ini
jumlah air yang disimpan didalam tanah merupakan jumlah air maksimum (Islami
dan Utomo, 1995).
Tiga fungsi yang saling berkaitan dalam penyediaan air bagi tanaman yaitu
memperoleh air didalam tanah, menyimpan sementara air dalam pori-pori tanah,
dan pengalihan air yang disimpan ke akar-akar tanaman. Jumlah air yang
9
diperoleh tanah sebagian tergantung pada kemampuan tanah menyerap cepat dan
meneruskan air yang diterima di permukaan tanah ke bawah. Akan tetapi jumlah
ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti jumlah curah hujan tahunan
dan sebaran hujan sepanjang tahun (Pairunan et al, 1997).
2.7. Kelembaban Tanah
Kelembaban tanah dapat digambarkan sebagai kandungan air tanah dalam
bentuk-bentuk air higroskopis, air kapiler dan air gravitasi dalam sistem tanah,
yang dapat berasal dari, air hujan, air banjir, gerakan lateral ataupun dari air
permukaan. Besarnya daya ikat air pada keadaan ditanah akan tergantung dari
jumlah dan ukuran kapiler. Gerakan air dalam tubuh tanah akan mempengaruhi
keberadaan air di suatu tempat. Gerak kapiler lewat tanah basah akan lebih cepat
daripada tanah kering dan juga gerak kapiler ke bawah lebih cepat daripada yang
keatas atau kesamping (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002).
Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (2002), deret kemampuan tanah
menyerap molekul air dari yang terkuat hingga yang terlemah atau dikenal juga
sebagai klasifikasi air tanah secara fisik adalah sebagai berikut:
1. Air Higroskopis
Air terjerap berasal dari uap air di atmosfer sebagai akibat daya tarik menarik
dengan permukaan partikel tanah atau merupakan air yang terjerap pada
permukaan bumi tanah (sebagai selaput tipis) setebal satu molekul air dan
terjerapnya itu sedemikian kuat.
2. Air Kapiler
Terikat oleh daya tegangan muka berupa selaput bersambungan di sekitar
partikel dan di dalam ruang atau pori kapiler atau air yang mengisi pori-pori
tanah, yang tertahan ditempat itu akibat adanya daya tegangan muka pori kapiler
yang lebih besar dari daya berat.
3. Air Gravitasi
Air yang tidak terikat oleh tanah, air ini bergerak turun dengan bebas akibat
pengaruh daya berat atau dapat dikatakan pula merupakan air yang teratur bebas
oleh daya berat.
10
2.8. Tekstur Tanah
Tekstur tanah, biasa juga disebut besar butir tanah, termasuk salah satu sifat
tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah
berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas,
berat volume tanah, luas permukaan spesifik (specific surface), kemudahan tanah
memadat (compressibility), dan lain-lain. Tekstur adalah perbandingan relatif
antara fraksi pasir, debu dan liat, yaitu partikel tanah yang diameter efektifnya ≤ 2
mm. Di dalam analisis tekstur, fraksi bahan organik tidak diperhitungkan. Bahan
organik terlebih dahulu didestruksi dengan hidrogen peroksida (H2O2). Tekstur
tanah dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif biasa
digunakan surveyor tanah dalam menetapkan kelas tekstur tanah
di lapangan (Kurnia et al, 2006).
Gambar 2. Segitiga Tekstur
Tekstur tanah umumnya ditetapkan dengan dua metode, yaitu metode pipet
(kurang teliti) atau metode hidrometer (lebih teliti), yang keduannya didasarkan
pada perbedaan kecepatan jatuhnya partikel-partikel tanah didalam air dan
dengan asumsi bahwa kecapatan jatuhnya partikel yang berkerapatan (density)
sama dalam suatu larutan dan akan meningkat secara linear apabila radius partikel
bartambah secara kuadratik. Asumsi ini diformulasikan oleh Stokes yang
dirumuskan (Hanafiah, 2009).
v=2 𝑔𝑟2 (𝑑𝑝−𝑑)
9𝑛…………………………………………………..…….. (1)
Keterangan:
v = kecepatan jatuhnya partikel (cm detik-1)
g = percepatan karena gravitasi (cm detik -1)
dp = kerapatan partikel (g cm -3)
d = kerapatan larutan (g cm -3)
11
r = radius partikel (cm)
n = viskositas absolut larutan (dyne detik cm -2)
Table 1. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah
No Kelas tekstur tanah Proporsi (%) fraksi tanah
Pasir Debu Liat
1 Pasir (Sandy) >85 <15 <10
2 Pasir berlempung (Loam sandy) 70-90 <30 <15
3 Lempung berpasir (Sandy loam) 40-87.5 <50 <20
4 Lempung (Loam) 22.5-52.5 30-50 10-30
5 Lempung liat berpasir (Sandy-clay
loam) 45-80 <30
20-
37.5
6 Lempung liat berdebu (Sandy-silt
loam) <20 40-70
27.5-
40
7 Lempung berliat (Clay loam) 20-45 15-52.5
27.5-
40
8 Lempung berdebu (Silt loam) <47.5 50-87.5 <27.5
9 Debu (Silt) <20 >80 <12.5
10 Liat berpasir (Sandy-clay) 45-62.5 <20
37.5-
57.5
11 Liat berdebu (Silty-clay) <20 40-60 40-60
12 Liat (Clay) <45 <40 >40
Sumber: (Hanafiah, 2009).
2.9. Uji Penetrasi Plat Datar
Uji penetrasi telah lama digunakan didalam mempelajari sifat-sifat tanah dan
hubungannya dengan tegangan yang terjadi akibat gaya-gaya luar. Pada
prinsipnya pegujian ini terdiri dari pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi
oleh sebua plat atau sejenis. Sebenarnya mekanika dari uji penetrasi ini tidak
diketahui dengan jelas ditinjau dari segi teori, demikian pula tidak mungkin
menyatakan langsung dari hasil pengukuran dalam bentuk shear strength.
Meskipun telah banyak bukti yang memperlihatkan hubungan yang erat antara
tahanan penetrasi dengan parameter kekuatan tanah yang umum digunakan untuk
12
mengukur sifat-sifat tanah, sebaiknya hasil uji tahanan penetrasi dianggap sebagai
hasil empirik. Alat yang digunakan dalam uji penetrasi antara lain dengan plat
datar dan cone penetrometer (Tineke dan Isao, 1992).
Apabila suatu alat berada di atas tanah, maka alat tersebut akan memberikan
ground pressure, sedangkan perlawanan yang diberikan tanah adalah daya
dukung. Jika ground pressure alat lebih besar dari daya dukung tanah, maka alat
tersebut akan terbenam. Nilai daya dukung tanah meningkat dengan menurunnya
kelembapan dan tekstur tanah. Pada kelembapan tanah rendah, daya dukung tanah
meningkat, demikian juga dengan meningkatnya kandungan pasir. ketika
kandungan air tanah meningkat, ketahanan penetrasi tanah menurun.
Ketahanan penetrasi meningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan
tanah (Kurnia et al, 2006).
2.10. Tekanan (P) dan Zinkage (Z)
Hubungan antara tekanan dan singkage dari traktor diuraikan oleh Berstein
and Garbari, sebagia berikut (Tineke dan Isao, 1992) :
P = K . Z1/2 (Bernstain)………………………………………………….. (2)
P = K . Z (Garbari) ..………………………………………………….. (3)
Bekker memperkenalkan Kc dan Kø dalam persamaan umum :
P = (Kc/b + Kø) Zn………………………………………………….…… (4)
Keterangan :
P = Tekanan (kgf)
Kc, Kø = Koefesien dari Zinkage
b = Lebar plat pembebanan (cm)
Z = zinkage (cm)
n = tan α
Z = W / 2 . l (Kc + b . Kø)1/n……………………………………………..(5)
Keterangan :
Z = zinkage (cm)
Kc, Kø = Koefesien dari zinkage
W = Berat total plat pembeban (kg)
l = Panjang dari luasan kontak dengan plat (cm)
13
b = Lebar plat pembebanan (cm)
Nilai Kc dan Kø diperoleh secara grafis sebagai berikut Langkah pertama,
persiapkan dua macam plat dengan lebar yang berbeda. Langkah kedua,
mengukur berat beban pada masing-masing plat dan zingkage. Langkah ketiga,
membuat grafik hubungan antara berat dan zingkage.
Nilai Kc dan Kø dihitung dengan persamaan berikut :
Kc = [ ( a1 - a2)b1b2] / (b2 - b1) ………………………………………..… (6)
Kø = (a2b2 – a1b1) / (b2 - b1) …………………………………………….. (7)
Keterangan :
Kc, Kø = Koefesien dari zinkage
a1, a2 = Luas kontak plat dengan tanah (cm2)
b1, b2 = Lebar plat pembebanan (cm)
Dari grafik hubungan antara berat dan zingkage maka dapat diperoleh dua garis
paralel dan sudut kemiringan, dimana sudut kemiringan adalah (α) sehingga nilai
n = tan α dan a1 dan a2 dapat dihitung sebagai berikut :
a1 = Kc/b1 + Kø, a2 = Kc/b2 + Kø …………………………………………… (8)
Keterangan :
a1, a2 = Luas kontak plat dengan tanah (cm2)
Kc, Kø = Koefesien dari zinkage
b1, b2 = Lebar plat pembebanan (cm2)
Unjuk kerja dari suatu alat angkut (kendaraan atau traktor) sangat tergantung
pada kemampuan alat tersebut untuk bekerja pada kondisi tanpa adanya zinkage.
Kemampuan ini disebut sebagai floatation (daya apung) kendaraan atau traktor.
M. G. Bekker menunjukkan formula berat yang ditambahkan pada plat uji yang
berukuran kecil yang diangkat dari persamaan Terzaghi’s yaitu (Tineke dan
Nishimura, 1992) :
Ws = A ( c Nc + Z . Nq + ½ ґ . b . Nґ ) ………………………………………...(9)
Keterangan :
Nc, Nq, Nґ = koefesien dari daya sanggah tanah
Ws = beban optimum (lb)
B = lebar dari luasan kontak dengan plat (cm)
l = panjang dari luasan kontak dengan plat (cm)
14
r = kerapatan tanah (lb/in3)
2.11. Penetrometer atau Penetrograph
Dalam bidang pertanian, untuk mengetahui ketahanan tanah terhadap
penetrasi akar tanaman digunakan penetrometer atau penetrograph. Penggunaan
penetrometer dimaksudkan untuk menilai kondisi tanah dalam hubungannya
dengan pertumbuhan dan perkembangan akar di dalam tanah, hasil panen, dan
sifat-sifat fisik tanah lainnya yang berhubungan dengan produksi tanaman. Di
bidang teknik sipil, penetrometer dirangcang untuk mengetahui ketahanan tanah
sampai kedalaman lebih dari satu meter. Penetrometer digunakan untuk
mengetahui sifat fisik tanah tanpa merusak massa tanah, sehingga kalaupun ada
kerusakan yang di akibatkan oleh penggunaan penetrometer sangat kecil. Ada dua
prinsip dasar penetrometer yaitu dinamis dan statis. Penetrometer dinamis
dirangcang untuk dimasukkan kedalam tanah dengan bantuan beban yang
ditimpakan pada alat, digunakan untuk mengevaluasi lapisan tanah di jalan raya.
Sedangkan penetrometer statis adalah alat yang dirancang untuk didorong atau
ditekan kedalam tanah secarah perlahan dengan kecepatan yang tetap untuk
menghindari pengaruh dinamis ( Kurnia et al, 2006).
Hasil pengukuran penetrometer sangat tergantung dari faktor geometri setiap
jenis penetrometer dan kondisi tanah. Kegagalan terjadi pada mekanisme
penetrasi statis. Pada tanah yang relatif homogen, ketahanan penetrasinya
meningkat seiring dengan bertambah dalamnya lapisan tanah dan kekerasan tanah,
serta diameter ujung penetrometer. Ketahanan ujung penetrometer diasumsikan
sebagai tekanan alat untuk memperluas lubang masuknya ujung penetrometer,
dan gesekan yang dipengaruhi oleh sifat-sifat dan bentuk ujung penetrometer serta
permukaan tanah (Kurnia et al, 2006).
Menurut Kurnia et al (2006), ada beberapa jenis penetrometer yang dapat
digunakan untuk mengetahui ketahanan tanah dalam kaitannya dengan tujuan
pertanian adalah sebagai berikut:
1. Penetrometer saku (pocket penetrometer)
Penetrometer saku merupakan miniatur penetrometer genggam yang dikenal
dalam berbagai model dan ukuran, serta tersedia secara komersial. Alat ini dibuat
15
untuk mengetahui daya ikat atau konsistensi tanah-tanah yang bertekstur halus.
Petrometer saku dapat digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan tanah
pertanian atau tanah yang ditempatkan dalam tabung. Penetrometer saku juga
dapat digunakan pada tanah yang memadat atau lapisan tanah pada penampang
galian tanah.
Gambar 3. Penetrometer Saku
(Sumber: Kurnia et al, 2006)
2. Penetrometer kerucut (cone penetrometer)
Penetrometer kerucut dibagi atas dua jenis yaitu penetrometer tangan (hand-
push penetrometer) dan penetrometer laju konstan (constant-rate penetrometer).
Penetrometer tangan terdiri atas sebuah pegangan, sebuah cincin, dan alat
pengukur putar (proving-ring dial gauge), sebuah kerucut, dan sebuah tongkat
penggerak, cone atau kerucut terbuat dari stainless steel halus, memiliki sudut 30o.
Penetrometer laju konstan menggunakan prosedur baku penetrometer tangan.
Namun, diperlukan kalibrasi untuk alat tersebut. Nilai penetrasi tanah harus
dikoreksi kepembacaan nol dengan cara penambahan tenaga dorong tongkat, dan
kerucut penetrometer untuk memperoleh tenaga positif, sehingga diperoleh total
daya yang diaplikasikan ke tanah
3. Penetrometer Gesekan Lengan (friction-sleeve cone penetrometer)
Penetrometer Gesekan lengan dibagi atas dua jenis yaitu gesekan lengan
kecil (small friction-sleeve) dan gesekan lengan besar (large friction-sleeve).
Penetrometer gesekan lengan kecil dilengkapi dengan kerucut bersudut 600
diameter dasar 3,74 mm. Kerucut terbuat dari stainless steel. Penetrometer
gesekan lengan besar biasanya digunakan dalam teknik sipil. Alat ini dioperasikan
menggunakan peralatan dinamis atau statis, dan dapat dioperasikan sampai
kedalaman 50-80 m. Penetrometer ini dioperasikan dengan cara didorong dengan
kecpatan 20 mm detik -1 menggunakan tenaga mekanik, hidraulik atau listrik.
16
Gambar 4. Penetrometer Tangan
(Sumber: Kurnia et al, 2006)
4. Penetrograf
Penetrograf adalah alat yang serupa dengan penetrometer, juga digunakan
untuk mengukur ketahanan tanah. Namun, hasil pengukurannya berupa grafik
tergambar pada kertas grafik, yang perlengkapannya dipasang pada tangkai atau
tongkat penetrograf. Penetrograf terdiri atas tangkai atau batang, perlengkapan
untuk memasang pias (kertas pengukur data ketahanan tanah), dan rod atau batang
alat yang pada bagian ujungnya dipasang kerucut (cone).
Ketahanan penetrasi tanah dihitung dalam Pascal, yaitu dengan membagi
daya yang terbaca dengan luas penampang melintang kerucut (cone). Nilai rata-
rata ketahanan tanah (Pa) yang diperoleh pada setiap tambahan kedalaman tanah.
Hitung simpangan baku dan koefesien variasi ketahanan tanah (Kurnia et al,
2006).
Tekanan (P) =Gaya (F)
Luas Penampang (A)… … … … … … … . … … … … … … . . . . (10)
Keterangan :
P = Tekanan (N m-2) (Pa)
F = Gaya (kg m s-2)
A = Luas penampang (m2)
Gaya (F) = Massa (m) x Percepatan (a) … … . . … … … … … … … . . (11)
Keterangan :
F = Gaya (kg m s-2)
m = Massa (kg)
a = Percepatan ( m s-2)
Percepatan (a) =Kecepatan (v)
waktu (s)… … … . . … … … … … … … … … … … … … . … (12)
17
Keterangan :
a = Percepatan ( m s-2)
v = Kecepatan (m s-1)
t = Waktu (s)
Kecepatan(v) =Jarak tempuh (s)
Waktu tempuh(t)… … … … . . … … … … … … … … … . (13)
Keterangan :
v = Kecepatan tenggelam (m s-1)
s = Jarak (m)
t = waktu (s)
2.12. Koefisien Korelasi
Hubungan antar variabel yang satu dengan variabel lainnya dinyatakan
dengan koefisien korelasi yang disimbolkan dengan ”R”. Besarnya koefisien
korelasi dapat diketahui berdasarkan penyebaran titik-titik pertemuan antara dua
variabel misalnya x dan y. Besarnya korelasi berkisar antara -1≤ r ≤ 1. Bila
titik-titik itu membentuk lingkaran, maka koefisien korelasinya = 1 atau -1. Bila
titik-titik itu membentuk lingkaran, maka koefisien korelasinya = 0
(Fadli, 2012).
Korelasi merupakan derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih
dari data hasil pengamatan. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan
dalam satu variabel diikuti oleh perubahan variabel lain, baik yang searah maupun
tidak. Makin kecil koefisien korelasi, maka akan semakin besar error untuk
membuat prediksi (Fadli, 2012).
2.13. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi dalam statistika dapat diinterpretasikan sebagai
proporsi dari variasi yang ada dalam nilai y dan dijelaskan oleh model persamaan
regresi. Dengan kata lain, koefisien determinasi menunjukkan seberapa jauh
kesalahan dalam memperkirakan besarnya y dapat direduksi dengan
menggunakan informasi yang dimiliki variable x. Model persamaan regresi
dianggap sempurna apabila nilai R2 = 1. Sebaliknya, apabila variasi yang ada pada
nilai y tidak ada yang bisa dijelaskan oleh model persamaan regresi yang
18
diajukan, maka nilai R2 = 0. Dengan demikian, model persamaan regresi
dikatakan semakin baik apabila besarnya R2 mendekati 1 (Asdak, 2010).
Dalam analisis korelasi terdapat suatu angka yang disebut dengan koefisien
determinasi, yang besarnya adalah kuadrat dari koefisien korelasi (R2). Koefisien
tersebut disebut sebagai koefisien penentu, karena varians yang terjadi pada
variabel dependen (variabel tak bebas) dapat dijelaskan melalui variabel
independen (variabel bebas). Nilai R2 dikatakan baik jika berada di atas 0,5 karena
nilai R2 berkisar antara 1 dan 1 (Fadli, 2012).
Maka akan ditentukan dengan rumus:
R2 = b1∑x1iyi+b2∑x2iyi+⋯+bk∑xkiyi
Σ(YI−YI)2 …..................................................(14)
Sehingga rumus umum koefisien determinasi yaitu:
R2 = 𝐽𝐾𝑟𝑒𝑔
∑ 𝑌𝑖2𝑛
𝑖=1
……………………………………………………………(15)
Keterangan:
JK reg = Jumlah kuadrat regresi
2.14. Analisi Regresi
Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal
antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Sedangkan
Analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti, bila peneliti bermaksud
meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium).
Jadi analisis regresi ganda akan dilakukan bila jumlah variabel independennya
minimal 2 (Fadli, 2012).
Korelasi yang tidak dilanjutkan dengan regresi adalah korelasi antara dua
variabel yang tidak mempunyai sebab akibat, atau hubungan fungsional. Untuk
menetapkan kedua variabel mempunyai hubungan kausal atau tidak, maka harus
didasarkan pada teori atau konsep-konsep tentang dua variabel tersebut. Analisis
regresi digunakan bila ingin mengetahui bagaimana variabal dependen atau
kriteria dapat diprediksikan melalui variabel independen secara individual.
Dampak dari penggunaan analisis regresi dapat digunakan untuk memutuskan
apakah naik dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui
menaikan dan menurunkan keadaan variabel independen (Fadli, 2012).
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian daya dukung tanah pada lahan sawah siap tanam akan
dilaksanakan pada bulan Maret 2017, pada dua lokasi berbeda (Kecamatan
Simbang dan Kecamatan Tanralili) di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi
Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat uji daya dukung tanah
yang terbuat dari besi plat yang dibuat seperti kotak, dimana pada bagian bawah
diberi alas dan bagian atas dibiarkan terbuka dan pada bagian dalam alat uji dibuat
berlubang yang dmaksudkan untuk memudahkan dalam penambahan beban. Alat
uji dibuat dengan luas penampang 50 cm2 (dimensi alat panjang 10 cm x lebar 5
cm x tinggi 35 cm), 120 cm2 (dimensi alat panjang 10 cm x lebar 12 cm x tinggi
23 cm), dan 150 cm2 dimensi alat panjang 10 cm x lebar 15 cm x tinggi 22 cm),
pemberat (1 kg, 2 kg dan 3 kg), kamera, stopwatch, laptop, mistar, plastik sampel
dan bolpain.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buku catatan, sampel tanah
yang diperoleh dari lahan sawah, dan kertas label.
3.3. Prosedur Kerja
Persamaan P = F/A di hitung dengan menentukan nilai v, a, F dan A. Dimana
nilai tersebut dapat ditentukan melalui tahapan-tahapan yang ada pada prosedur
kerja 3.3.1. Pengambilan Data Lapangan. Prosedur penelitian daya dukung tanah
pada lahan sawah siap tanam dilakukan dengan cara sebagai berikut:
3.3.1. Pengambilan Data Lapangan
1. Menentukan lahan sawah yang telah diolah (siap tanam) yang akan diuji
ketahanan tanahnya.
2. Menyiapkan besi plat dengan luas penampang 50 cm2, 120 cm2, dan 150
cm2.
3. Mengukur berat beban pada masing-masing plat
20
4. Menempatkan alat diatas permukaan tanah pada lahan yang rata bersamaan
dengan mengaktifkan stopwatch
5. Mencatat waktu tenggelam alat (pada stopwatch) sampai alat tidak mampu
lagi melakukan penetrasi dan kedalaman tenggelam alat (dengan melihat
meteran yang dipasang pada dinding alat) sampai alat tidak mampu lagi
melakukan penetrasi.
6. Mengganti alat dengan lebar penampang yang berbeda. Kemudian, ulangi
langkah 4 sampai 6
7. Mengambil sampel tanah dalam keadaan basah pada lahan sawah sebanyak
200 gram menggunakan plastik sampel.
8. Mengambil gambar kondisi lahan
9. Menghitung kecepatan tenggelam alat dengan rumus :
Kecepatan(v) =Jarak tempuh (s)
Waktu tempuh(t)
10. Menghitung daya sanggah tanah dengan rumus :
P = F/A
3.3.2. Penentuan Tekstur Tanah di Laboratorium
1. Membawa sampel tanah ke laboratorium untuk di tentukan teksturnya.
2. Timbang 25 gram contoh tanah kering udara dengan ayakan 2 mm kedalam
botol tekstur.
3. Tambahkan 10 ml larutan pendispersi natrium pirosposfat.
4. Tambahkan air sampai 200 ml
5. Kocok dengan mesin pengocok/mixer selama 5 menit.
6. Tuangkan secara kualitatif semua isisnya kedalam silinder sedimentasi 500
ml yang diatasnya dipasang saringan dengan diameter lubang sebesar 0,05
mm.
7. Semprot dengan botol semprot sambil aduk-aduk semua suspensi yang
masih tinggal pada saringan sehingga semua partikel debu dan liat telah
turun ( air saringan telah jernih).
8. Pindahkan pasir yang tertinggal kedalam cawan petri dengan botol semprot
kemudian ovenkan hingga kering.
9. Masukkan dalam desikator dan timbang berat pasir (C gram).
21
10. Encerkan larutan suspensi dalam silinder sedimentasi dengan air destilasi
hingga 500 ml.
11. Kocok suspensi dengan pengocok khusus selam 30 detik.
12. Setelah 15 detik, masukkan hydrometer dan termometer ke dalam
suspensi, diamkan dan setelah 40 detik baca dan catat pembacaan
hydrometer pertama (H1) dan suhi suspensi (T1).
13. Keluarkan hydrometer dengan hati-hati.
14. Setelah 8 jam, masukkan hydrometer dan termometer, catat pembacaan
hydrometer kedua (H2) dan suhu suspensi (T2).
15. Menghitung persen pasir dengan:
a. (bacaan terkoreksi pada 40 detik/tanah kering oven) x 100 = % liat dan
debu.
b. 100 – ( % liat dan debu) = % pasir.
16. Menghitung persen liat = (bacaan terkoreksi pada 1 jam/tanah kering
oven) x 100 = % liat
17. Menghitung persen debu = 100 – (% pasir - % liat) x % debu.
18. Setelah persen pasir, liat dan debu diketahui, gunakan gambar segitiga
tekstur unutk menentukan kelas tekstur tanah dengan memasukkan nilai
yan didapat kedalam segitiga tekstur.
3.3.3. Pengukuran Kadar Air Tanah di Laboratorium
1. Membawa sampel tanah basah ke Laboratorium untuk di uji kadar airnya.
2. Menimbang cawan petridish, kemudian menambahkan 100 gram sampel
tanah kering udara tersebut kedalam cawan petridish.
3. Mengeringkan di dalam oven dengan suhu 1050C-1100C selama 24 jam.
4. Mengeluarkan cawan petridish dan tanah dari oven, mendinginkan dalam
desikator kemudian menimbang cawan petridish bersama tanah.
5. Menghitung dengan menggunakan rumus:
Berat cawng petridish = a gram
Berat cawang petridish + tanah kering udara = b gram
Berat cawang petridish + tanah kering oven = c gram
6. Menghitung berat tanah kering udara = (b-a)
7. Menghitung berat tanah kering oven = (c-a)
22
8. Menghitung Berat air yang hilang = (b-c)
9. Menghitung kandungan air tanah dengan rumus:
(b-a)-(c-a) x100%
(c-a)
3.4. Analisis Data
1. Menganalisis perbandingan luas penampang alat dengan kecepatan
tenggelam alat
2. Menganalisis perbandingan berat alat dengan kecepatan tenggelam alat
berdasarkan luas penampag.
3. Menganalisis hubungan berat alat, luas penampang alat, dengan kecepatan
tenggelam alat.
4. Menganalisis hubungan daya dukung tanah dengan berat alat.
5. Menganalisis hubungan daya dukung tanah dengan luas penampang alat.
6. Menganalisis hubungan berat alat, luas penampang alat, dengan waktu
tenggelam alat.
7. Menganalisis hubungan berat alat, luas penampang alat, dengan persentase
tenggelam alat.
23
3.5. Bagan Alir Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan bagan alur sebagai berikut :
Gambar 5. Bagan Alir Penelitian
Studi literatur terkait
Menyiapkan bahan dan alat
Menentukan lahan uji
Menguji daya dukung tanah dengan
luas penampang alat 50 cm2, 120 cm2
dan 150 cm2 dengan berat pembeban
1 kg, 2 kg, dan 3 kg
Mengambil Sampel tanah
sebanyak 200 gram
Pengujian tekstur
tanah
Olah data
Analisis daya dukung tanah
Menghitung kadar air
tanah
Mulai
Selesai
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Penelitian tentang daya dukung tanah pada lahan sawah siap tanam
dilakukan di Kecamatan Simbang dan Kecamatan Tanralili, Kabupaten maros.
Kecamatan Simbang terletak di Desa Je’netaesa yang memiliki luas wilayah
105,31 km2 dengan koordinat Geografis berada pada 50 1’ 29’’ LS dan 1190 39’
48 BT. Kecamatan Simbang yang keadaan wilayahnya terdiri dari dataran rendah
yang dilintasi kawasan pegunungan karst, sehingga sangat cocok dikembangkan
untuk lahan persawahan. Sedankang Kecamatan Tanralili secara geografis terletak
diantara 1190 34’ 11,9’’- 1190 40’ 48’’ BT dan 50 2’59,9’’ – 50 10’ 47,9’’ LS
dengan luas wilayah 89,46 km2 (BPS Kabupaten Maros, 2013).
Kabupaten Maros termasuk daerah yang beriklim tropis, karena letaknya
yang berada pada daerah khatulistiwa dengan kelembaban berkisar antara 60 % –
82 % . Curah hujan tahunan rata – rata 347 mm/bulan dengan rata-rata hari hujan
sekitar 16 hari. Temperatur udara rata – rata 29 derajat celsius. Kecepatan angin
rata – rata 2 – 3 knot/ jam. Berdasarkan curah hujan kabupaten Maros dibagi atas
dua musim yaitu musim hujan pada periode bulan Oktober sampai Maret dan
musim kemarau pada bulan April sampai September. Secara umum masyarakat di
Kecamatan Simbang dan Tanralili bekerja disektor pertanian, khususnya bidang
persawahan. Petani sawah dikecamatan Simbang dan Tanralili rata-rata mengolah
lahan sebanyak 4 kali sebelum di tanami padi. Dimana pengolahan pertama
menggunakan bajak singkal, pengolahan kedua dan ketiga menggunakan bajak
garu, dan pengolahan terakhir sebelum penanaman menggunakan papan yang
dipasang pada bajak untuk meratakan permukaan sawah.
Berdasarkan hasil uji laboratorium lahan sawah uji pada kecamatan
Simbang memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan perbandingan fraksi pasir
11%, debu 53%, dan liat 36%. Sedangkan pada Kecamatan Tanralili memiliki
tekstur lempung liat berdebu dengan perbandingan fraksi pasir 4%, debu 66%, dan
liat 30%. Berdasarkan dari hasil uji kadar air tanah pada lahan sawah uji
Kecamatan Simbang kandar air tanahnya sebesar 56,7% sedangkan pada lahan
sawah uji Kecamatan Tanralili kadar air tanahnya sebesar 48,6%.
25
4.2. Analisis Perbandingan Luas Penampang Alat dengan Kecepatan
Tenggelam Alat
4.2.1. Analisis Perbandingan Luas Penampang Alat dengan Kecepatan Tenggelam
Alat Berdasarkan Berat
Uji daya dukung tanah pada lahan sawah siap tanam dengan menggunakan
plat besi dengan luas penampang berbeda (50 cm2, 120 cm2 dan 150 cm2) dan
berat alat yang bervariasi (1 kg, 2 kg, dan 3 kg) dapat dilihat bahwa luas
penampang alat memiliki hubungan yang sangat erat dengan kecepatan tenggelam
dari alat yang digunakan. Perbandingan antara luas penampang alat dengan
kecepatan tenggelam alat pada tekstur A dengan tekstur B dapat dilihat dalam
gambar yang disajikan dibawah ini :
Gambar 6. Hubungan kecepatan tenggelam alat dengan luas penampang untuk
berat 1 kg
Gambar 7. Hubungan kecepatan tenggelam alat dengan luas penampang untuk
berat 2 kg
y = 0.0281e-0.019x
R² = 0.9928
y = 0.0125e-0.014x
R² = 1
0.0000
0.0020
0.0040
0.0060
0.0080
0.0100
0.0120
0 50 100 150 200
Kec
epat
an T
enggel
am A
lat
(m/s
)
Luas Penampang (cm2)
Tekstur A Tekstur B
y = 0.04e-0.017x
R² = 0.9974
y = 0.0279e-0.015x
R² = 0.9932
0.0000
0.0050
0.0100
0.0150
0.0200
0 50 100 150 200Kec
epat
an T
enggel
am A
lat
(m/s
)
Luas Penampang (cm2)
Tekstur A Tekstur B
26
Gambar 8. Hubungan kecepatan tenggelam alat dengan luas penampang untuk
berat 3 kg
Berdasarkan Gambar 6, hubungan antara kecepatan tenggelam alat dengan
luas penampang alat memperlihatkan hubungan yang sangat baik dimana nilai R2
yang didapat adalah 0,9928 dan 1. Pada Gambar 7 dan Gambar 8 juga
menunjukkan hubungan yang sangat erat antara kecepatan tenggelam alat dengan
luas penampang alat dimana masing-masing R2 = 0,9974 dan 0,9932 (Gambar 7)
dan gambar 8 R2 = 0,9995 dan 0,9943. Hal ini didukung oleh pendapat Asdak
(2010), yang menyatakan bahwa model persamaan R2 dikatakan baik apabila
besarnya mendekati 1 atau sama dengan 1. Gambar 6, 7, dan 8 juga
memperlihatkan bahwa kecepatan tenggelam alat sangat dipengaruhi oleh luas
penampang alat. Semakin luas penampang alat yang digunakan maka kecepatan
tenggelam alat mengalami perlambatan.
Pengujian daya dukung tanah pada lahan sawah kecamatan Simbang (tekstur
A) kecepatan tenggelam alat yang diperoleh lebih besar untuk masing berat alat
dibandingkan pengujian daya dukung tanah pada lahan sawah kecamatan Tanralili
(tekstur B). Hal tersebut terjadi karena pada tekstur A nilai kadar air tanah dan
kandungan fraksi pasirnya lebih besar dibandingkan pada tekstur B. Berdasarkan
hasil uji laboratorium nilai kadar air tanah tekstur A sebesar 56,7% dan
kandungan fraksi pasir sebesar 11% sedangkan pada tekstur A nilai kadar air
tanah sebesar 48,4% dan kandungan fraksi pasir sebesar 4%. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kurnia et al (2006), yang menyatakan bahwa nilai tahanan atau
dukung tanah meningkat dengan menurunnya kelembapan tanah dan tekstur
y = 0.077e-0.017x
R² = 0.9995
y = 0.0475e-0.014x
R² = 0.9943
0.0000
0.0100
0.0200
0.0300
0.0400
0 50 100 150 200
Kec
epat
an T
enggel
am A
lat
(m/s
)
Luas Penampang (cm2)
Tekstur A Tekstur B
27
tanah. Pada kelembapan tanah rendah, daya sanggah atau dukung tanah
meningkat, demikian juga dengan meningkatnya kandungan pasir. ketahanan
penetrasi meningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan tanah.
4.2.2. Analisis Hubungan Luas Penampang Alat dengan Kecepatan Tenggelam
Alat Berdasarkan Berat
Analisis hubungan luas penampang alat dengan kecepatan tenggelam alat
pada berat 1 kg, 2 kg, dan 3 kg dapat dapat dilihat pada Gambar yang disajikan
dibawah ini :
Gambar 9. Hubungan kecepatan tenggelam alat dengan luas penampang alat untuk
tekstur A
Gambar 10. Hubungan kecepatan tenggelam alat dengan luas penampang alat
untuk tekstur B
y = 0.0281e-0.019x
R² = 0.9928
y = 0.04e-0.017x
R² = 0.9974
y = 0.077e-0.017x
R² = 0.9995
0.0000
0.0100
0.0200
0.0300
0.0400
0 50 100 150 200
kec
epat
an t
enggel
am a
lat
(m/s
)
Luas penampang alat (cm2)
1 kg 2 kg 3 kg
y = 0.0125e-0.014x
R² = 1
y = 0.0279e-0.015x
R² = 0.9932
y = 0.0475e-0.014x
R² = 0.9943
0.0000
0.0050
0.0100
0.0150
0.0200
0.0250
0 50 100 150 200Kec
epat
an T
enggel
am A
lat
(m/s
)
Luas Penampang Alat (cm2)
1 kg 2 kg 3 kg
28
Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa nilai R2 yang tebentuk masing-
masing 0,9995 (1 kg), 0,9974 (2 kg), dan 0,9928 (3 kg), ini menunjukkan bahwa
lineariatas yang terbentuk sangat baik dan menunjukkan hubungan yang sangat
erat karena nilai R2 yang terbentuk mendekati 1. Dari Gambar 9 juga dapat dilihat
bahwa garis linear yang terbentuk memiliki pola yang sama baik itu untuk garis 1
kg, 2 kg, dan 3 kg. hal ini menunjukkan bahwa pada berat alat uji 1 kg dengan
luas penampang 50 cm2 waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penetrasi
kedalam tanah lebih cepat dan jarak kedalaman yang dicapai lebih dalam
dibandingkan dengan luas penampang 120 cm2 dan 150 cm2. Ini menunjukkan
bahwa semakin luas penampang alat yang digunakan maka kecepatan tenggelam
akan menurun dan kedalaman tenggelam alat juga akan berkurang akibat dari
besarnya luas bidang tekan sehingga mengurangi daya tekan atau ground pressure
dari alat uji.
4.3. Analisis Perbandingan Berat Alat dengan Kecepatan Tenggelam Alat
Berdasarkan Luas Penampang
Perbandingan berat alat dengan kecepatan tenggelam alat antara lahan sawah
dapat dilihat pada Gambar yang disajikan dibawah ini :
Gambar 11. Hubungan kecepatan tenggelam alat dengan berat alat untuk luas
penampang 50 cm2
y = 0.0074x
R² = 0.9763
y = 0.0102x
R² = 0.9431
0.0000
0.0050
0.0100
0.0150
0.0200
0.0250
0.0300
0.0350
0 1 2 3 4Kec
epata
n T
enggel
am
Ala
t
(m/s
)
Berat Alat (kg)
Tekstur B Tekstur A
29
Gambar 12. Hubungan kecepatan tenggelam alat dengan berat alat untuk luas
penampang 120 cm2
Gambar 13. Hubungan kecepatan tenggelam alat dengan berat alat untuk luas
penampang 150 cm2
Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa hubungan berat alat dengan
kecepatan tenggelam alat memiliki hubungan yang sangat erat dimana nilai R2
lahan 1 yang ditampilkan adalah = 0,9431 dan lahan 2 R2 = 0,9763, ini
menunjukkan bahwa semakin berat alat yang digunakan maka kecepatan
tenggelam alat akan semakin tinggi dan kemampuan alat untuk melakukan
penetrasi kedalam tanah akan semakin besar dan cepat pada kedalaman tertentu
(dalam hal ini pengaruh nilai kadar air tanah dan nilai tekstur tanah tidak
diabaikan). Gambar 12 dan 13 juga menunjukkan hal yang sama dengan gambar
11 dimana berat alat memiliki hubungan yang sangat erat dengan kecepatan
tenggelam.
y = 0.003x
R² = 0.9266
y = 0.0028x
R² = 0.9091
0.0000
0.0020
0.0040
0.0060
0.0080
0.0100
0.0120
0 1 2 3 4Kec
epata
n T
enggel
am
Ala
t
(m/s
)
Berat Alat (kg)
Tekstur A Tekstur B
y = 0.0018x
R² = 0.9733
y = 0.0018x
R² = 0.9776
0.0000
0.0010
0.0020
0.0030
0.0040
0.0050
0.0060
0 1 2 3 4
Kec
epata
n T
enggel
am
Ala
t
(m/s
)
Berat Alat (kg)Tekstur A Tekstur B
30
Berdasarkan Gambar 11, 12, dan 13 dapat dilihat bahwa semakin berat alat
uji yang digunakan maka kecepatan tenggelam dan kemampuan penetrasi alat
kedalam tanah akan mengalami peningkatan dan pada gambar juga dapat dilihat
semakin ringan alat uji yang digunakan dan semakin luas penampang alat uji yang
digunakan maka kemampuan alat untuk melakukan penetrasi kedalam tanah
semakin berkurang (mengalami perlambatan). Hal ini di dukung oleh pendapat
Kurnia et al (2006), yang menyatakan bahwa apabila suatu alat berada di atas
tanah, maka alat tersebut akan memberikan ground pressure, sedangkan
perlawanan yang diberikan tanah adalah daya dukung. Jika ground pressure alat
lebih besar dari daya dukung tanah, maka alat tersebut akan terbenam.
4.4. Analisis Hubungan Luas Penampang Alat, Berat Alat, dengan
Kecepatan Tenggelam Alat
Pada pengujian daya dukung tanah dilahan sawah siap tanam dilakukan
pegujian dengan berat alat yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk melihat
pengaruh penambahan beban terhadap kemampuan penetrasi alat kedalam tanah.
Hubungan luas penampang alat, berat alat, dengan kecepatan tenggelam alat
dalam analisis hubungan luas penampang alat, berat alat, dengan kecepatan
tenggelam alat dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 14. Hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan luas penampang
alat segmen A untuk tekstur A
31
Gambar 15. Hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan luas penampang
alat segmen B untuk tekstur A
Gambar 16. Hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan luas penampang
alat segmen C untuk tekstur A
Gambar 17. Hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan luas penampang
alat (nilai rata-rata) untuk tekstur A
32
Berdasarkan Gambar 14, 15, 16, dan 17 dapat dilihat bahwa semakin berat
alat dan semakin kecil luas penampang maka kecepatan tenggelam semakin
tinggi. Hal itu bisa dilihat dari warna grafik yang terbentuk pada grafik surf 3D
pada masing-masing gambar. Pada Gambar 14 puncak grafik (band warna merah)
menunjukkan, pada berat alat 3 kg dengan luas penampang 50 cm2, kecepatan
tenggelam yang terbentuk adalah lebih tinggi (0,0193 m/s) dibandingkan
kecepatan tenggelam alat yang terbentukpada luas penampang 120 cm2 (0,0080
m/s) dan luas penampang 150 cm2 (0,0052 m/s). Hal tersebut berlaku sama untuk
berat masing-masing 1 kg dan 2 kg untuk luas penampang yang sama (50 cm2,
120 cm2, dan 150 cm2) pada Gambar 17.
Gambar 14, 15, dan 16 juga menunjukkan hal yang sama dengan Gambar
17, dimana kecepatan tenggelam yang terbentuk lebih tinggi pada luas penampang
50 cm2 dengan berat berturut-turut 1 kg, 2 kg, dan 3 kg dibandingkan luas
penampang 120 cm2 dan luas penampang 150 cm2. Hal ini mununjukkan semakin
berat alat dan semakin kecil luas penampang alat, maka kecepatan tenggelam alat
semakin tinggi.
Gambar 18. Hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan luas penampang
alat segmen A untuk tekstur B
33
Gambar 19. Hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan luas penampang
alat segmen B untuk tekstur B
Gambar 20. Hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan luas penampang
alat segmen C untuk tekstur B
Gambar 21. Hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dan luas penampang
alat (nilai rata-rata) untuk tekstur B
34
Gambar 18, 19, 20, dan 21 (lahan 2) menunjukkan kondisi yang sama
dengan lahan 1 dimana Grafik surf 3D yang terbentuk tidak jauh berbeda. Hal itu
bisa dilihat dari band merah pada grafik surf 3D semakin berat plat pembeban
yang digunakan dan semakin sempit luas penampang alat maka kecepatan
tenggelam dari alat semakin tinggi. Hal demikian berlaku sebaliknya, semakin
luas penampang alat dan semakin berkurang (ringan) berat alat maka kecepatan
tenggelam alat semakin berkurang (menurun).
4.5. Analisis Hubungan Daya Dukung Tanah dengan Berat Alat
Kandungan air tanah atau kadar air tanah adalah perbandingan antara berat
air yang terkandung dalam tanah dengan berat tanah tersebut yang dinyatakan
dalam persen. Jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah dapat dinyatakan atas
dasar berat atau isi. Pada dasarnya semakin tinggi (%) kandungan air dalam tanah
maka daya sanggah tanah akan semakin menurun sehingga menyebabkan
menurunnya kemampuan tanah dalam menopang beban yang berada diatasnya.
Berdasarkan Gambar 22, 23, dan 24 dapat dilihat bahwa nilai daya dukung
tanah meningkat seiring bertambah beratnya alat uji yang digunakan. Jika
dibandingkan dengan lahan 2, nilai daya dukung tanah lahan 1 lebih rendah
karena kadar air pada lahan 2 lebih tinggi dan jumlah fraksi pasir pada lahan 2
lebih besar dibandingkan lahan 1. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan hasil uji
kandungan air tanah dan tekstur tanah di laboratorium. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kurnia et al (2006), yang menyatakan bahwa nilai daya sanggah atau
dukung tanah meningkat seiring dengan menurunnya kelembapan atau kadar air
tanah tanah dan tekstur tanah. Pada kelembapan tanah rendah, daya dukung tanah
akan meningkat. Ketika kandungan air tanah meningkat, ketahanan penetrasi
tanah menurun.
35
Gambar 22. Hubungan daya dukung tanah dengan berat alat untuk luas penampang
50 cm2
Gambar 23. Hubungan daya dukung tanah dengan berat alat untuk luas penampang
120 cm2
Gambar 24. Hubungan daya dukung tanah dengan berat alat untuk luas penampang
150 cm2
y = 0.8592x
R² = 0.7016
y = 1.3904x
R² = 0.674
0
1
2
3
4
5
6
0 1 2 3 4
Da
ya
Du
ku
ng
Ta
na
h (
Pa
)
Berat Alat (kg)
Tekstur A Tekstur B
y = 0.0664x
R² = 0.6507
y = 0.0697x
R² = 0.6559
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0 1 2 3 4 5Daya D
uk
un
g T
an
ah
(P
a)
Berat Alat (kg)Tekstur A Tekstur B
y = 0.0239x
R² = 0.7171
y = 0.0246x
R² = 0.7278
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0 1 2 3 4Daya D
uk
un
g T
an
ah
(P
a)
Berat Alat (kg)Tekstur A Tekstur B
36
Tingginya kandungan air tanah didalam tanah dipengaruhi oleh banyak dan
besarnya pori pada tanah. Pada tanah yang memiliki kandungan liat yang tinggi
akan menurunkan kadar air didalam tanah dan secara otomatis akan meningkatkan
nilai daya dukung pada tanah.
4.6. Analisis Hubungan Daya Dukung Tanah dengan Luas Penampang Alat
4.6.1. Analisis Perbandingan Daya Dukung Tanah dengan Luas Penampang Alat
Berdasarkan Berat
Pengujian daya dukung tanah di dua lokasi berbeda yaitu di Kecamatan
Simbang dan Kecamatan Tanralili dilakukan untuk mengetahui seberapa dalam
alat uji tenggelam kedalam tanah sawah dengan penambahan beban pada alat uji
sehingga alat uji memiliki berat 1 kg, 2 kg, dan 3 kg. Penambahan berat tersebut
dimaksudkan untuk melihat pengaruh dari penambahan barat alat terhadap luas
bidang tekan dan kemampuan lahan atau tanah untuk menahan beban yang berada
diatasnya.
Analisis hubungan daya dukung tanah dengan luas penampang alat dapat
dilihat pada gambar yang disajikan dibawah ini :
Gambar 25. Hubungan daya dukung tanah dengan luas penampang alat untuk berat
alat 1 kg
y = 0.80e0.03x
R² = 1.00
y = 2.61e0.04x
R² = 0.98
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0 50 100 150 200
Day
a D
ukung T
anah
(P
a)
Luas Penampang Alat (cm2)
Tekstur A Tekstur B
37
Gambar 26. Hubungan daya dukung tanah dengan luas penampang alat untuk berat
alat 2 kg
Gambar 27. Hubungan daya dukung tanah dengan luas penampang alat untuk berat
alat 3 kg
Berdasarkan Gambar 25, 26, dan 27 dapat dilihat bahwa luas penampang
sangat berpengaruh terhadap nilai daya dukung tanah. Dimana nilai daya dukung
tanah meningkat jika luas penampang alat yang digunakan semakin sempit. Hal
ini terjadi karena semakin luas bidang tekan pada permukaan maka daya apung
benda semakin besar dan kemampuan menopang tanah semakin besar.
Besarnya nilai daya dukung tanah juga sangat dipengaruhi oleh kandungan
air tanah dan jumlah fraksi pasir dalam tekstur tanah. Hal itu dapat dilihat dari
grafik yang terbentuk, dimana jika dibandingkan antara lahan 1 dengan lahan 2
nilai daya dukung tanah lebih besar pada lahan 2 dibandingkan lahan 1. Pada
kadar air tanah 56,7% dan fraksi pasir 11% nilai daya dukung tanah
y = 5.58e0.04x
R² = 0.99
y = 8.99e0.04x
R² = 0.99
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
0 50 100 150 200
Day
a D
ukung T
anah
(P
a)
Luas Penampang Alat (cm2)
Tekstur A Tekstur B
y = 20.00e0.04x
R² = 1.00
y = 41.57e0.04x
R² = 1.00
0
1
2
3
4
5
6
0 50 100 150 200
Day
a D
ukung T
anah
(pa)
Luas Penampang Alat (cm2)
Tekstur A Tekstur B
38
sebesar 3,315 Pa, sedangkan pada kadar air tanah 48,4% dan fraksi pasir 4% nilai
daya dukung tanah sebesar 5,466 Pa.
4.6.2. Analisis Hubungan Daya Dukung Tanah dengan Luas Penampang Alat
Berdasarkan Berat
Gambar 28. Hubungan daya dukung tanah dengan luas penampang alat untuk
tekstur A
Gambar 29. Hubungan daya dukung tanah dengan luas penampang alat untuk
tekstur B
Berdasarkan Gambar 28 dan 29 dapat dilihat bahwa pada luas penampang
150 cm2 grafik untuk berat 1 kg, 2 kg, dan 3 kg menuju satu titik dan akan saling
berpotongan. Hal tersebut menandakan bahwa pada luas penampang 150 berat alat
tidak lagi dapat mempengaruhi kedalaman tenggelam alat, akibat dari luasnya
bidang tekan dan daya dukung tanah. Hal ini bisa dibandingkan dengan luas
y = 0.7981e-0.034x
R² = 0.998
y = 5.5843e-0.036x
R² = 0.9918
y = 20e-0.036x
R² = 1
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
0 50 100 150 200
Day
a D
uk
ung T
anah
(P
a)
Luas Penampang (cm2)1 kg 2 kg 3 kg
y = 2.6067e-0.041x
R² = 0.9826
y = 8.9932e-0.039x
R² = 0.99
y = 41.569e-0.041x
R² = 0.9988
0
1
2
3
4
5
6
0 50 100 150 200
Day
a D
ukung T
anah
(P
a)
Luas Penampang Alat (cm2)1 kg 2 kg 3 kg
39
penampang 120 cm2 dan 50 cm2 dimana grafik yang terbentuk saling berjauhan
akibat dari nilai daya dukung tanah yang terbentuk semakin besar.
4.7. Analisis Hubungan Berat Alat, Luas Penampang, dengan Waktu
Tenggelam Alat
Analisis hubungan berat alat, luas penampang, dengan waktu tenggelam alat
pada uji daya sanggah tanah pada lahan sawah siap tanah dapat dilihat dari
gambar yang disajikan dibawah ini:
Gambar 30. Hubungan berat alat, luas penampang alat, dengan waktu tenggelam
alat tekstur A
Berdasarkan Gambar 30 dapat dilihat bahwa pada berat alat 3 kg dengan
luas penampang alat 50 cm2 waktu yang dibutuhkan alat uji plat pembeban untuk
melakukan penetrasi ke dalam tanah adalah 3,53 detik. Sedangkan pada luas
penampang 120 cm2 dan 150 cm2 dengan berat alat yang sama (3 kg) waktu yang
dibutuhkan alat uji plat pembeban untuk melakukan penetrasi kedalam tanah
adalah 8,85 detik dan 12,03 detik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sempit
luas penampang alatuji yang digunakan maka waktu yang dibutuhkan alat untuk
melakukan penetrasi kedalam tanah semakin cepat.
Gambar 30 juga menunjukkan pengaruh dari penambahan beban, dimana
semakin berat dan semakin sempit luas penampang alat uji yang digunakan maka
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penetrasi kedalam tanah semakin cepat.
40
Gambar 31. Hubungan berat alat, luas penampang alat, dengan waktu tenggelam
alat tekstur B
Pada lahan sawah kecamatan Tanralili (Gambar 31) menunjukkan hubungan
korelasi yang sama dengan lahan sawah kecamatan simbang dimana grafik surf
3D yang terbentuk tidak jauh berbeda. Hal itu dapat dilihat dari band merah pada
surf 3D semakin berat alat adan semakin sempit luas penampang alat uji yang
digunakan maka waktu yang dibutuhkan alat uji untuk melakukan penetrasi
kedalam tanah semakin cepat. Begitupun sebaliknya, semakin luas penampang
alat dan semakin ringan alat uji yang digunakan maka waktu yang butuhkan alat
untuk melakukan penetrasi kedalam tanah akan semakin lama. Hal ini disebabkan
berkurangnya daya tekan (akibat dari pengurangan beban pada alat uji) dan
semakin besarnya daya apung (floatation) dari alat uji yang digunakan.
4.8. Analisis Hubungan Berat Alat, Luas Penampang Alat, dengan
Persentase Tenggelam Alat
Pada uji daya dukung tanah pada lahan sawah siap tanam di kecamatan
Simbang dan kecamatan Tanralili juga dilakukan pengukuran kedalaman
pelumpuran dengan menggunakan mistar ukur. Data pengukuran kedalaman
pelumpuran pada lahan tersebut digunakan untuk menghitung persentase
kedalaman tenggelam alat uji terhadap kedalaman pelumpuran. Analisis hubungan
berat alat, luas penampang alat dengan persentase tenggelam alat pada uji daya
sanggah tanah pada lahan sawah siap tanah dapat dilihat dari Gambar yang
disajikan dibawah ini:
41
Gambar 32. Hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dengan persentase
tenggelam alat tekstur A
Pada Gambar 32 dapat dilihat bahwa persentase kedalaman tenggelam alat
semakin meningkat seiring dengan bertambah sempitnya luas penampang alat dan
bertambah beratnya alat uji yang digunakan. Hal ini disebabkan oleh semakin
sempitnya luas bidang tekan dan penambahan berat pembeban pada alat uji yang
digunakan sehingga ground pressure alat lebihbesar dibandingkan daya dukung
atau sanggah yang diberikan oleh tanah yang mengakibatkan alat terbenam
kedalam tanah.
Gambar 33. Hubungan kecepatan tenggelam alat, berat alat, dengan persentase
tenggelam alat tekstur B
Berdasarakan Gambar 33 untuk tekstur A dapat dilihat bahwa persentase
tenggelam alat paling tinggi sebesar 70,8% pada berat alat uji sebesar 3 kg dengan
luas penampang 5 cm2 (band merah tua pada grafik surf 3D) dan persentase
42
tenggelam alat terendahnya adalah sebesar 20,9% pada berat alat 1 kg dengan luas
penampang 150 cm2 (band biru tua pada grafik surf 3D). Semakin berat alat uji
yang digunakan dan semakin sempit luas penampangnya maka persentase
tenggelam alat akan semakin besar.
Persentase tenggelam alat terhadap kedalaman pengukuran menggunakan
mistar ukur untuk tekstur B terlihat lebih tinggi (20,9%-70,8%) jika dibandingkan
dengan persentase tenggelam alat pada tekstur A (21,1%-69,5%). Pada tekstur A
menunjukkan hasil pengukuran waktu tenggelam dan kedalaman tenggelam lebih
besar dibandingkan pada tekstur B. Hal itu terjadi karena hasil bagi dari
perhitungan persentase kedalaman tenggelam alat terhadap pengukuran
kedalaman rata-rata pelumpuran lahan sawah menggunakan mistar ukur pada
tekstur B adalah sebesar 13,7 cm sedangkan pada tekstur A rata-rata
kedalamannya adalah 16,3 cm, sehingga persentase yang tampak pada grafik surf
3D Gambar 33 lebih tinggi dibandingkan grafik surf 3D gambar 32.
Perbedaan kedalaman dan waktu tenggelam alat antara tekstur A dengan
tekstur B ini disebabkan oleh kadar air tanah dan tekstur tanah. Kadar air pada
tekstur A 56,7 % dan tekstur B 48,4%. Kandungan fraksi pasir padatekstur A 11%
dan tekstur B 4%. Hal ini sesuai dengan pendapat Kurnia et al (2006), yang
menyatakan bahwa nilai daya dukung tanah meningkat dengan menurunnya
kelembapan tanah dan tekstur tanah. Pada kelembapan tanah rendah, daya dukung
tanah meningkat, demikian juga dengan meningkatnya kandungan pasir.
Ketahanan penetrasiakan meningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan
tanah.
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian uji daya dukung tanah pada lahan sawah siap
tanam adalah sebagai berikut :
1. Daya dukung tanah dipengaruhi oleh kadar air tanah, fraksi pasir, luas
penampang alat, dan bobot pemberat.
2. Daya dukung tanah (y) untuk kadar air 56,7 % dan fraksi pasir 11% dengan
luas penampang alat (x) menghasilkan rumus y = 41,57e0,04x dan daya dukung
tanah (y) untuk kadar air 48,6 % dan fraksi pasir 4 % dengan luas penampang
alat (x) menghasilkan rumus y = 20,00e0,04x
3. Daya dukung tanah (y) untuk kadar air 56,7% dan fraksi pasir 11% dengan
bobot pemberat (x) menghasilkan rumus y = 1,390x dan Daya dukung tanah
(y) untuk kadar air 48,6 % dan fraksi pasir 4 % dengan bobot pemberat (x)
menghasilkan rumus y = 0,8592x
5.2. Saran
Pengambilan sampel data perpetak sawah sebaiknya diperbanyak agar
tingkat akurasi nilai daya dukung tanah yang diperoleh semakin tinggi dan setiap
kali pengambilan data atau berpindah tempat dalam satu petak sawah usahakan
mengambil sampel tanah untuk pengujian kadar air dan tekstur tanah.
44
DAFTAR PUSTAKA
Agus Fahmuddin., Abdurachman., Achmad, dan Wiwik. 2004. Tanah Sawah dan
Teknologi Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat Departemen Pertanian: Jakarta.
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Sungai. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Atmojo, S. W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan
Upaya Pengelolaannya. Sebelas Maret University Press: Surakarta.
BPS Kabupaten Maros. 2013. Kabupaten Maros Dalam Angka. Seksi Integrasi
Pengolahan Data dan Deseminasi statistik. Maros.
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Lahan Pertanian Tahun 2009-2013. Pusat
Data dan Sistem Informasi Sekretariat Jendral-Kementrian Pertanian:
Jakarta.
Fadli. 2012. Analisis Regresi. Universitas Sumatra Utara: Medan.
Hanafiah, Kemas Ali. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Haridjaja, Oteng. Yayat H. dan Lina SM. 2010. Pengaruh Bobot Isi Tanah
Terhadap Sifat Fisik Tanah dan Perkecambahan benih Kacang Tanah
dan Kedelai. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 15. No. 03, Hal. 147-
152.
Islami, T. dan Utomo, W. H. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP
Semarang Pres: Semarang.
Kurnia, Undang. M. Sodik dan Setiari. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode
Analisisnya. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
Departemen Pertanian: Jakarta.
Pairunan A.K, .L. Nanere, Arifin, Solo S.R. Samosir, R. Tangkaisari, J. L.
Lalopua, B. Ibrahim dan H. Asmadi. 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Bagian Timur: Makassar.
Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi Offest: Yogyakarta.
Sutedja, Mul M dan Kartasapoetra A.G. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka
Cipta: Jakarta.
Tineke, Mandang dan Isao N. 1992. Hubungan Tanah dan Alat Pertanian. Institut
Pertanian Bogor: Bogor.
45
Lampiran 1. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Daya Dukung Tanah Dilapangan
Lampiran 1.a. Perhitungan daya dukung tanah segmen A tekstur A
No.
Luas
Penampang
(cm2)
Berat
Beban
(kg)
Waktu
Tenggelam
(s)
Kedalaman
Tenggelam
(cm)
Luas
Penampang
(m2)
Kedalaman
Tenggelam
(m)
v
(m/s)
a
(m/s2)
F
(kg/m/s2)
P
(Pa)
Kedalamn
Pengukuran
(cm)
Persentase
Kedalaman
(%)
1 50 1 8,32 5,5 0,005 0,055 0,0132 0,00216 0,00216 0,43283
14
57,1
2 50 2 5,70 7,5 0,005 0,075 0,0160 0,00276 0,00553 1,10583 66,4
3 50 3 4,86 9,4 0,005 0,094 0,0242 0,00575 0,01726 3,45293 72,9
4 120 1 14,45 3,3 0,012 0,033 0,0024 0,00013 0,00013 0,01099 30,7
5 120 2 11,53 5,5 0,012 0,055 0,0040 0,00022 0,00045 0,03716 50,0
6 120 3 8,20 6,6 0,012 0,066 0,0072 0,00059 0,00176 0,14707 63,6
7 150 1 16,11 2,2 0,015 0,022 0,0014 0,00496 0,00496 0,33033 20,0
8 150 2 13,96 4,3 0,015 0,043 0,0029 0,00018 0,00036 0,02373 33,6
9 150 3 9,55 5 0,015 0,050 0,0054 0,00039 0,00116 0,07722 54,3
Sumber: Data primer, 2017.
Lampiran 1.b. Perhitungan daya dukung tanah segmen B tekstur A
No.
Luas
Penampang
(cm2)
Berat
Beban
(kg)
Waktu
Tenggelam
(s)
Kedalaman
Tenggelam
(cm)
Luas
Penampang
(m2)
Kedalaman
Tenggelam
(m)
v
(m/s)
a
(m/s2)
F
(kg/m/s2)
P
(Pa)
Kedalamn
Pengukuran
(cm)
Persentase
Kedalaman
(%)
1 50 1 10,44 3,7 0,005 0,037 0,0104 0,00170 0,00170 0,33953
16,7
38,3
2 50 2 6,82 7,4 0,005 0,074 0,0157 0,00291 0,00583 1,16598 50,9
3 50 3 4,60 9,5 0,005 0,095 0,0285 0,00708 0,02124 4,24853 68,9
4 120 1 18,71 3 0,012 0,03 0,0026 0,00017 0,00017 0,01441 24,0
5 120 2 15,65 5,3 0,012 0,053 0,0045 0,00038 0,00075 0,06261 32,9
6 120 3 11,10 8,4 0,012 0,084 0,0089 0,00111 0,00332 0,27639 43,1
7 150 1 20,24 2 0,015 0,020 0,0020 0,00010 0,00010 0,00690 22,8
8 150 2 17,30 4,5 0,015 0,045 0,0035 0,00025 0,00049 0,03282 29,3
9 150 3 13,81 6,4 0,015 0,064 0,0056 0,00046 0,00139 0,09244 40,1
Sumber: Data primer, 2017.
46
Lampiran 1.c. Perhitungan daya dukung tanah segmen C tekstur A
No.
Luas
Penampang
(cm2)
Berat
Beban
(kg)
Waktu
Tenggelam
(s)
Kedalaman
Tenggelam
(cm)
Luas
Penampang
(m2)
Kedalaman
Tenggelam
(m)
v
(m/s)
a
(m/s2)
F
(kg/m/s2)
P
(Pa)
Kedalamn
Pengukuran
(cm)
Persentase
Kedalaman
(%)
1 50 1 6,35 6,4 0,005 0,064 0,0103 0,00170 0,00170 0,33973
18,2
34,6
2 50 2 4,51 8,6 0,005 0,086 0,0211 0,00502 0,01004 2,00856 48,9
3 50 3 3,11 10,2 0,005 0,102 0,0526 0,02246 0,06739 13,47798 67,6
4 120 1 15,98 5,1 0,012 0,051 0,0031 0,00024 0,00024 0,01997 22,0
5 120 3 10,65 6,2 0,012 0,062 0,0075 0,00083 0,00166 0,13847 36,8
6 120 3 7,19 9,8 0,012 0,098 0,0163 0,00264 0,00793 0,66113 55,5
7 150 1 20,17 4,4 0,015 0,044 0,0023 0,00014 0,00014 0,00934 20,3
8 150 2 16,25 6,7 0,015 0,067 0,0032 0,00023 0,00046 0,03039 24,7
9 150 3 13,32 8,9 0,015 0,089 0,0058 0,00058 0,00173 0,11554 31,9
Sumber: Data primer, 2017.
Lampiran1.d. Perhitungan daya dukung tanah rata-rata tekstur A
No.
Luas
Penampang
(cm2)
Berat
Beban
(kg)
Waktu
Tenggelam
(s)
Kedalaman
Tenggelam
(cm)
Luas
Penampang
(m2)
Kedalaman
Tenggelam
(m)
v
(m/s)
a
(m/s2)
F
(kg/m/s2)
P
(Pa)
Kedalamn
Pengukuran
(cm)
Persentase
Kedalaman
(%)
1 50 1 8,37 5,2 0,005 0,052 0,0113 0,00185 0,00185 0,37046
16,3
42,3
2 50 2 5,68 7,8 0,005 0,078 0,0173 0,00337 0,00675 1,34923 54,6
3 50 3 4,19 9,7 0,005 0,097 0,0321 0,00911 0,02733 5,46578 69,5
4 120 1 16,38 3,8 0,012 0,038 0,0027 0,00017 0,00017 0,01441 25,2
5 120 2 12,61 5,7 0,012 0,057 0,0049 0,00038 0,00077 0,06377 39,3
6 120 3 8,83 8,3 0,012 0,083 0,0098 0,00111 0,00333 0,27770 53,6
7 150 1 18,84 2,9 0,015 0,029 0,0018 0,00010 0,00010 0,00661 21,1
8 150 2 15,84 5,2 0,015 0,052 0,0032 0,00021 0,00043 0,02860 28,8
9 150 3 12,23 6,8 0,015 0,068 0,0056 0,00046 0,00139 0,09259 41,1
Sumber: Data primer, 2017.
47
Lampiran 1.e. Perhitungan daya dukung tanah segmen A Tekstur B
No.
Luas
Penampang
(cm2 )
Berat
Alat
(kg)
Waktu
Tenggelam
(s)
Kedalaman
Tenggelam
(cm)
Luas
Penampang
(m2)
Kedalaman
Tenggelam
(m)
v
(m/s)
a
(m/s2)
F
(kg/m/s2)
P
(Pa)
Kedalamn
Pengukuran
(cm)
Kedalamn
Pengukuran
(cm)
1 50 1 6,08 8 0,005 0,080 0,0066 0,00079 0,00079 0,15891
11,5
47,8
2 50 2 5,80 9,3 0,005 0,093 0,0132 0,00231 0,00462 0,92336 65,2
3 50 3 4,21 10,2 0,005 0,102 0,0193 0,00398 0,01194 2,38785 81,7
4 120 1 18,06 4,3 0,012 0,043 0,0023 0,00016 0,00016 0,01317 28,7
5 120 2 17,72 7 0,012 0,070 0,0048 0,00041 0,00083 0,06895 47,8
6 120 3 12,30 8,9 0,012 0,089 0,0080 0,00098 0,00294 0,24539 57,4
7 150 1 20,15 2,8 0,015 0,028 0,0014 8,48E-05 0,00008 0,00565 19,1
8 150 2 16,25 4,7 0,015 0,047 0,0031 0,00022 0,00044 0,02942 37,4
9 150 3 14,03 7,6 0,015 0,076 0,0052 0,00055 0,00164 0,10965 43,5
Sumber: Data primer, 2017.
Lampiran 1.f. Perhitungan daya dukung tanah segmen B Tekstur B
No.
Luas
Penampang
(cm2 )
Berat
Beban
(kg)
Waktu
Tenggelam
(s)
Kedalaman
Tenggelam
(cm)
Luas
Penampang
(m2)
Kedalaman
Tenggelam
(m)
v
(m/s)
a
(m/s2)
F
(kg/m/s2)
P
(Pa)
Kedalamn
Pengukuran
(cm)
Kedalamn
Pengukuran
(cm)
1 50 1 6,14 6,4 0,005 0,064 0,0035 0,00034 0,00034 0,06789
13,2
28
2 50 2 5,40 8,5 0,005 0,085 0,0109 0,00159 0,00318 0,63639 56,1
3 50 3 4,03 11,5 0,005 0,115 0,0207 0,00449 0,01347 2,69376 72
4 120 1 15,21 4 0,012 0,040 0,0016 0,00009 0,00009 0,00714 22,7
5 120 2 12,1 5,5 0,012 0,055 0,0034 0,00022 0,00043 0,03607 40,2
6 120 3 8,07 7,2 0,012 0,072 0,0076 0,00068 0,00205 0,17044 63,6
7 150 1 19,16 3,8 0,015 0,038 0,0010 0,00005 0,00005 0,00325 15,2
8 150 2 14,11 4,9 0,015 0,049 0,0026 0,00015 0,00030 0,02005 34
9 150 3 12,04 6,7 0,015 0,067 0,0046 0,00034 0,00101 0,06712 48,5
Sumber: Data primer, 2017.
48
Lampiran 1.g. Perhitungan daya dukung tanah segmen C Tekstur B
No.
Luas
Penampang
(cm2 )
Berat
Beban
(kg)
Waktu
Tenggelam
(s)
Kedalaman
Tenggelam
(cm)
Luas
Penampang
(m2)
Kedalaman
Tenggelam
(m)
v
(m/s)
a
(m/s2)
F
(kg/m/s2)
P
(Pa)
Kedalamn
Pengukuran
(cm)
Kedalamn
Pengukuran
(cm)
1 50 1 6,09 6,3 0,005 0,063 0,0101 0,0016 0,0016 0,31744
16
40
2 50 2 4,21 8,9 0,005 0,089 0,0191 0,0042 0,0085 1,69124 53,8
3 50 3 2,34 12,3 0,005 0,123 0,0328 0,0105 0,0316 6,32748 63,8
4 120 1 12,92 4 0,012 0,040 0,0032 0,0002 0,0002 0,01664 31,9
5 120 2 8,98 6,7 0,012 0,067 0,0058 0,0005 0,0016 0,13666 38,8
6 120 3 6,18 10,1 0,012 0,101 0,0136 0,0019 0,0057 0,47392 61,3
7 150 1 16,25 3,7 0,015 0,037 0,0022 0,0001 0,0001 0,00721 27,5
8 150 2 14,05 4,5 0,015 0,045 0,0041 0,0003 0,0005 0,03383 41,9
9 150 3 10,02 5,8 0,015 0,058 0,0067 0,0005 0,0015 0,10033 55,6
Sumber: Data primer, 2017.
Lampiran 1.h. Perhitungan daya dukung tanah rata-rata Tekstur B
No.
Luas
Penampang
(cm2 )
Berat
Beban
(kg)
Waktu
Tenggelam
(s)
Kedalaman
Tenggelam
(cm)
Luas
Penampang
(m2)
Kedalaman
Tenggelam
(m)
v
(m/s)
a
(m/s2)
F
(kg/m/s2)
P
(Pa)
Kedalamn
Pengukuran
(cm)
Persentase
Kedalaman
(%)
1 50 1 6,10 6,9 0,005 0,069 0,0062 0,00074 0,00074 0,14845
13,7
38
2 50 2 5,14 8,9 0,005 0,089 0,0137 0,00242 0,00484 0,96821 57,2
3 50 3 3,53 11,3 0,005 0,113 0,0232 0,00553 0,01658 3,31509 70,8
4 120 1 15,40 4,1 0,012 0,041 0,0023 0,00014 0,00014 0,01180 27,7
5 120 2 12,93 6,4 0,012 0,064 0,0045 0,00036 0,00072 0,05974 41,4
6 120 3 8,85 8,7 0,012 0,087 0,0094 0,00106 0,00319 0,26613 60,3
7 150 1 18,52 3,4 0,015 0,034 0,0015 0,00008 0,00008 0,00545 20,9
8 150 2 14,80 4,7 0,015 0,047 0,0033 0,00021 0,00041 0,02764 37,7
9 150 3 12,03 6,7 0,015 0,067 0,0056 0,00045 0,00136 0,09098 49,4
Sumber: Data primer, 2017.
49
Lampiran 2. Program Hubungan Berat Alat, Luas Penampang dengan
Kecepatan Tenggelam Alat untuk Persegmen Tekstur A dan
Tekstur B
1. Program untuk Segmen A Tekstur A X = [1 2 3] Y = [0.5 1.2 1.5] Z = [0.0066 0.0132 0.0193; 0.0023 0.0048 0.0080; 0.0014 0.0031
0.0052] surf (X,Y,Z) shading interp; colorbar; Xlabel('Berat Alat (kg)'); Ylabel('Luas Penampang (m2)'); Zlabel('Kecepatan Tenggelam (m/s)');
2. Program untuk Segmen B Tekstur A X = [1 2 3] Y = [0.5 1.2 1.5] Z = [0.0035 0.0109 0.0207; 0.0016 0.0034 0.0076; 0.0010 0.0026
0.0046] surf (X,Y,Z) shading interp; colorbar; Xlabel('Berat Alat (kg)'); Ylabel('Luas Penampang (m2)'); Zlabel('Kecepatan Tenggelam (m/s)');
3. Program untuk Segmen C Tekstur A X = [1 2 3] Y = [0.5 1.2 1.5] Z = [0.0101 0.0191 0.0328; 0.0032 0.0058 0.0136; 0.0022 0.0041
0.0067] surf (X,Y,Z) shading interp; colorbar; Xlabel('Berat Alat (kg)'); Ylabel('Luas Penampang (m2)'); Zlabel('Kecepatan Tenggelam (m/s)');
4. Program untuk Nilai Rata-Rata Tekstur A X = [1 2 3] Y = [0.5 1.2 1.5] Z = [0.0062 0.0137 0.0232; 0.0023 0.0045 0.0094; 0.0015 0.0033
0.0056] surf (X,Y,Z) shading interp; colorbar; Xlabel('Berat Alat (kg)'); Ylabel('Luas Penampang (m2)'); Zlabel('Kecepatan Tenggelam (m/s)');
50
5. Program untuk Segmen A Tekstur B X = [1 2 3] Y = [0.5 1.2 1.5] Z = [0.0132 0.0160 0.0242; 0.0024 0.0040 0.0072; 0.0014 0.0029
0.0054] surf (X,Y,Z) shading interp; colorbar; Xlabel('Berat Alat (kg)'); Ylabel('Luas Penampang (m2)'); Zlabel('Kecepatan Tenggelam (m/s)');
6. Program untuk Segmen B Tekstur B X = [1 2 3] Y = [0.5 1.2 1.5] Z = [0.0104 0.0157 0.0285; 0.0026 0.0045 0.0089; 0.0020 0.0035
0.0056] surf (X,Y,Z) shading interp; colorbar; Xlabel('Berat Alat (kg)'); Ylabel('Luas Penampang (m2)'); Zlabel('Kecepatan Tenggelam (m/s)');
7. Program untuk Segmen C Tekstur B X = [1 2 3] Y = [0.5 1.2 1.5] Z = [0.0103 0.0211 0.0526; 0.0031 0.0075 0.0163; 0.0023 0.0032
0.0058] surf (X,Y,Z) shading interp; colorbar; Xlabel('Berat Alat (kg)'); Ylabel('Luas Penampang (m2)'); Zlabel('Kecepatan Tenggelam (m/s)');
8. Program untuk Nilai Rata-Rata Tekstur B X = [1 2 3] Y = [0.5 1.2 1.5] Z = [0.0113 0.0173 0.0321; 0.0027 0.0049 0.0098; 0.0018 0.0032
0.0056] surf (X,Y,Z) shading interp; colorbar; Xlabel('Berat Alat (kg)'); Ylabel('Luas Penampang (m2)'); Zlabel('Kecepatan Tenggelam (m/s)');
51
Lampiran 3. Perhitungan Kadar Air Tanah
Perhitungan kadar air tanah
Rumus:
Kabb =𝐵𝑎
𝐵𝑎+𝐵𝑘 100%
Dimana:
Kabb = Kadar air basis basah (%)
Ba = Bobot air dalam bahan (gram)
Bk = Bobot bahan kering mutlak (gram)
Tekstur A (lahan sawah Kecamatan Simbang)
Kabb =56,7
56,7 + 43,3100 %
Kabb = 56,7 %
Tekstur B (lahan sawah Kecamatan Tanralili)
Kabb =48,4
48,4 + 51,6100 %
Kabb = 48,6 %
Jadi kadar air tanah pada tekstur A ( lahan sawah Kecamatan Simbang) =
56,7% dan tekstur B (lahan sawah Kecamatn Tanralili) = 48,6%
52
Lampiran 4. Program Hubungan Berat Alat, Luas Penampang dengan
Waktu Tenggelam Alat pada Tekstur A dan Tekstur B
1. Program Tekstur A (Analisis Hubungan Berat Alat, Luas Penampang,
dengan Waktu Tenggelam Alat). X = [1 2 3] Y = [0.5 1.2 1.5] Z = [6.10 5.14 3.53; 15.40 12.93 8.85; 18.52 14.80 12.03] surf (X,Y,Z) shading interp; colorbar; Xlabel('Berat Alat (kg)'); Ylabel('Luas Penampang (m2)'); Zlabel('Waktu Tenggelam (s)');
2. Program Tekstur B (Analisis Hubungan Berat Alat, Luas Penampang,
dengan Waktu Tenggelam Alat). X = [1 2 3] Y = [0.5 1.2 1.5] Z = [8.37 5.68 4.19; 16.38 12.61 8.83; 18.84 15.84 12.23] surf (X,Y,Z) shading interp; colorbar; Xlabel('Berat Alat (kg)'); Ylabel('Luas Penampang (m2)'); Zlabel('Waktu Tenggelam (s)');
3. Program Tekstur A (Analisis Hubungan Berat Alat, Luas Penampang,
dengan Persentase Tenggelam Alat). X = [1 2 3] Y = [0.5 1.2 1.5] Z = [42.3 54.6 69.5; 25.2 39.3 53.6; 21.1 28.8 41.1] surf (X,Y,Z) shading interp; colorbar; Xlabel('Berat Alat (kg)'); Ylabel('Luas Penampang (m2)'); Zlabel('Persentase Tenggelam (%)');
4. Program Tekstur B (Analisis Hubungan Berat Alat, Luas Penampang,
dengan Persentase Tenggelam Alat). X = [1 2 3] Y = [50 120 150] Z = [38.0 57.2 70.8; 27.7 41.4 60.3; 20.9 37.7 49.4] surf (X,Y,Z) shading interp; colorbar; Xlabel('Berat Alat (kg)'); Ylabel('Luas Penampang (cm2)'); Zlabel('Persentase Tenggelam (%)');
53
Lampiran 5. Foto Proses Pengukuran Dilapangan dan Dilaboratorium
(a) (b) (c)
Gambar 55. Alat plat uji pembebanan yang digunakan dalam uji ketahanan
(draft)n tanah dengan luas berbeda (a) 150 cm2, (b) 120 cm2, dan (c) 50 cm2
(a) (b)
Gambar 56. Beban yang digunakan dalam uji daya dukung tanah (a) 1 kg dan (b)
500 gram
Gambar 57. Lahan sawah siap tanam tekstur A (Kecamatan Simbang)
54
Gambar 58. Lahan sawah siap tanam tekstur B (Kecamatan Tanralili)
Gambar 59. Proses pengujian daya dukung tanah di lahan sawah siap Tanam
tekstur A (Kecamatan Simbang)
55
Gambar 60. Proses pengujian daya dukung tanah di lahan sawah siap tanam
tekstur B (Kecamatan Tanralili)
56
(a) (b)
(b) (d)
(e) (f)
Gambar 61. Proses pengukuran kadar air tanah (a) berat cawan 1, (b) berat cawan
2, (c) berat sampel tanah tekstur A, (d) berat sampel tanah tekstur B, (d) setelah
pengovenan sampel tekstur A, dan (f) setelah pengovenan sampel tekstur B
57
Lampiran 6. Data Hasil Pegukuran Tekstur Tanah Dilaboratorium
Kec. Simbang
Tekstur A/Sampel 1
Kec. Tanralili
Tekstur B/Sampel 2