.Dasar Teori Biofar Uji Disolusi Metformin

10
Dasar Teori Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet) dan terlepasnya zat-zat aktif dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran pencernaan dan terjadi kontak dengan cairan tubuh. Pemikiran dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi partikel- partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas, dan akan berhubungan dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan, dan lewatnya seluruh partikel melalui saringan berukuran mesh-10. Uji ini tidak memberi jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepaskan bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Itu sebabnya uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorbsi dari obat-obat bersifat asam yang diabsorbsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan dengan laju larut obat dari tablet. Bila yang menjadi tujuan adalah untuk memperoleh kadar yang tinggi dalam darah, maka cepatnya obat dan tablet melarut biasanya menjadi sangat menentukan. Karena itu laju larut dapat berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dari tablet dan perbedaan bioavailabilitas dari berbagai formula (Lachman, 1994). Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing – masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi

Transcript of .Dasar Teori Biofar Uji Disolusi Metformin

Page 1: .Dasar Teori Biofar Uji Disolusi Metformin

Dasar Teori

Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet) dan terlepasnya zat-zat aktif

dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran pencernaan dan terjadi kontak dengan cairan

tubuh. Pemikiran dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada kenyataan bahwa tablet

itu pecah menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi

lebih luas, dan akan berhubungan dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun

sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di

bawah kondisi yang ditetapkan, dan lewatnya seluruh partikel melalui saringan berukuran

mesh-10. Uji ini tidak memberi jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepaskan bahan

obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Itu sebabnya uji disolusi dan

ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorbsi dari obat-obat

bersifat asam yang diabsorbsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan

dengan laju larut obat dari tablet. Bila yang menjadi tujuan adalah untuk memperoleh kadar

yang tinggi dalam darah, maka cepatnya obat dan tablet melarut biasanya menjadi sangat

menentukan. Karena itu laju larut dapat berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran)

dari tablet dan perbedaan bioavailabilitas dari berbagai formula (Lachman, 1994).

Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi

yang tertera dalam masing – masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada

etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi ini tidak berlaku untuk

kapsul gelatin lunak, kecuali bila dinyatakan dalam masing – masing monografi. Bila dalam

etiket dinyatakan bahwa sediaan bersalut enterik, sedangkan dalam masing – masing

monografi, uji disolusi atau uji waktu hancur tidak secara khusus dinyatakan untuk sediaan

bersalut enteric, maka digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas lambat, seperti yang

tertera pada Uji Pelepasan Obat , kecuali dinyatakan lain dalam masing – masing monografi.

(Anonim, 1995).

Uji disolusi yang diterapkan pada sediaan obat bertujuan untuk mengukur serta

mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam media pelarut yang diketahui volumenya

pada waktu dan suhu tertentu, menggunakan alat tertentu yang didesain untuk uji

parameter disolusi. Uji disolusi digunakan untuk berbagai alasan dalam industri; dalam

pengembangan produk baru, untuk pengawasan mutu, dan untuk membantu menentukan

kesetaraan hayati. Perkembangan regulasi terbaru, seperti skema klasifikasi biofarmasetika,

telah menegaskan pentingnya disolusi dalam peraturan tentang perubahan setelah mendapat

Page 2: .Dasar Teori Biofar Uji Disolusi Metformin

izin dan memperkenalkan kemungkinan mengganti uji klinis dengan uji disolusi dalam kasus-

kasus tertentu (Dressman dkk, 1998).

Alat uji disolusi menurut Farmakope Indonesia edisi IV:

- Alat uji disolusi tipe keranjang (basket)

- Alat uji disolusi tipe dayung (paddle)

Alat untuk uji pelepasan obat menurut USP 29, NF 24:

1. Alat uji pelepasan obat tipe keranjang (basket)

2. Alat uji pelepasan obat tipe dayung (paddle)

3. Alat uji pelepasan obat tipe reciprocating cylinder

4. Alat uji pelepasan obat tipe flow through cell

5. Alat uji pelepasan obat tipe paddle over disk

6. Alat uji pelepasan obat tipe silinder

7. Alat uji pelepasan obat tipe reciprocating holder

Medium disolusi idealnya diformulasi semirip mungkin dengan pH in vivo (cairan

gastrointestinal). Misalnya, medium disolusi yang didasarkan pada 0,1 N HCl digunakan

untuk menurunkan pH mendekati pH lambung, yaitu sekitar 1-3.

Efektivitas dari suatu tablet dalam melepas obatnya untuk absorpsi sistemik agaknya

bergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan dan deagregasi dari granul-granul

tersebut. Tetapi yang biasanya lebih penting adalah laju disolusi dari obat padat tersebut.

Seringkali disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang mengontrol laju

bioabsorpsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini seringkali

merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada dalam penglepasan

obat dari bentuk sediaannya dan perjalannya ke dalam sirkulasi sistemik. Bila suatu tablet

atau sediaan obat lainnya dimasukkan ke dalam beaker yang berisi air atau dimasukkan ke

Page 3: .Dasar Teori Biofar Uji Disolusi Metformin

dalam saluran cerna (saluran gastrointestin), obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari

bentuk padatnya. Kalau tablet terbentuk tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami

disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami pemecahan menjadi

partikel-partikel yang halus. Disintegrasi, degradasi, dan disolusi bisa berlangsung secara

serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin,

1990).

Dalam pemilihan media disolusi, dapat dipertimbangkan hal-hal berikut:

- Jika kelarutan zat aktif tidak dipengaruhi pH, maka sebagai media dapat digunakan

aquades

- Jika kelarutan zat aktif dipengaruhi oleh pH, maka sebagai media disolusi digunakan

cairan lambung atau usus buatan.

Selain pertimbangan kelarutan, pemilihan cairan disolusi dapat berdasarkan pada

formulasi dan stabilitas zat aktif. Jika suatu zat aktif merupakan suatu molekul netral dan

kelarutannya dalam air sangat kecil sehingga penentuan kecepatan disolusi dalam air tidak

ada artinya maka dapat digunakan sistem pelarut hidro-alkohol, namun alkohol dapat

menyebabkan desintegrasi yang tidak realistis.

(Kurniawan, 2010).

Volume media disolusi

Volume media disolusi tergantung dari kelarutan zat aktif yang akan ditentukan

kecepatan disolusinya. Jika kelarutan suatu zat aktif kecil dan kadarnya cukup besar dalam

suatu sediaan, maka diperlukan media disolusi dalam volume yang cukup besar. Penjenuhan

cairan disolusi sebaiknya dicegah, sebagai acuan dapat digunakan bahwa volume media

disolusi yang digunakan dalam suatu pengujian disolusi minimal 4 kali lebih besar daripada

volume media di mana zat aktif tersebut dapat larut seluruhnya.

Suhu

Suhu dalam wadah disolusi harus dikendalikan secara seksama. Kelarutan zat aktif

tergantung juga pada suhu media, karena itu variasi suhu selama pengujian harus dihindari.

Page 4: .Dasar Teori Biofar Uji Disolusi Metformin

Wadah disolusi biasanya tercelup dalam penangas air yang dilengkapi dengan termostat.

Suhu yang biasa digunakan adalah 37 derajat Celcius.

Lokasi Pengambilan Alikot

Jika suatu sediaan tablet terdesintegrasi menjadi partikel-partikel halus dan perbedaan

bobot jenis antara partikel dan media disolusi cukup kecil, maka pengambilan alikot dapat

dilakukan di mana saja pada wadah disolusi. Menurut USP XXII pengambilan alikot

dilakukan pada suatu titik/tempat tertentu dalam wadah disolusi yaitu pada posisi antara alat

pengaduk (keranjang/dayung) dan permukaan atas media dan tidak kurang dari 1 cm dari

dinding wadah.

Lama Pengujian

Lama pengujian tergantung kelarutan zat aktif. Pengujian dilakukan paling sedikit

sampai diperoleh T 80% atau lebih.

Waktu Pengambilan Sampel

Waktu pengambilan alikot disesuaikan dengan monografi, biasanya dicantumkan %

terdisolusi dalam waktu tertentu. Untuk mengetahui profil disolusi zat aktif maka

pengambilan sampel harus dilakukan pada rentang waktu tertentu.

(Kurniawan, 2010)

Dalam praktikum kali ini kami melakukan uji disolusi meftormin. Metformin

merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari golongan sulfonilurea baik secara

kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat ini merupakan suatu biguanida yang

tersubsitusi rangkap yaitu Metformin (dimethylbiguanide) Hydrochloride. Mekanisme kerja

Metformin antara lain :

Metformin merupakan zat antihiperglikemik oral golongan biguanid. Mekanisme

kerja Metformin menurunkan kadar gula darah dan tidak meningkatkan sekresi

insulin.

Metformin tidak mengalami metabolisme di hati, diekskresikan dalam bentuk yang

tidak berubah terutama dalam air kemih dan sejumlah kecil dalam tinja.

Page 5: .Dasar Teori Biofar Uji Disolusi Metformin

Metformin diindikasikan untuk Untuk terapi pada pasien diabetes yang tidak

tergantung insulin dan kelebihan berat badan dimana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan

diet saja. Dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dapat diberikan sebagai obat kombinasi

dengan Sulfonilurea. Untuk terapi tambahan pada penderita diabetes dengan ketergantungan

terhadap insulin yang simptomnya sulit dikontrol (Tatro, 2003).

Berikut merupakan faktor yang mempengaruhi kecepatan pelarutan suatu zat yaitu :

· Temperatur

Naiknya temperatur umumnya memperbesar kelarutan zat yang endotermis, serta

memperbesar harga koefisien difusi zat.

· Viskositas

Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan pelarutan suatu zat sesuai dengan

persamaan Einstein. Naiknya temperatur juga akan menurunkan viskositas sehingga

memperbesar kecepatan pelarutan.

· pH Pelarut

pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat asam lemah atau basa

lemah.

· Pengadukan

Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi. Bila pengadukan cepat maka

tebal lapisan difusi berkurang sehingga

menaikkan kecepatan pelarutan suatu zat.

· Ukuran Partikel

Bila partikel zat terlalu kecil maka luas permukaan efektif besar sehingga menaikkan

kecepatan pelarutan suatu zat.

· Polimorfisa

Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh adanya polimorfisa. Karena bentuk kristal yang berbeda

akan mempunyai kelarutan yang berbedapula. Kelarutan bentuk kristal yang meta stabil lebih

besar daripada yang bentuk stabil, sehingga kecepatan pelarutannya besar.

Page 6: .Dasar Teori Biofar Uji Disolusi Metformin

· Sifat permukaan zat

Pada umunya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat hidrofob, dengan adanya

surfaktan di dalam pelarut akan menurunkan tegangan permukaan antara partikel dengan

pelarut, sehingga mudah terbasahi dan kecepatan pelarutan bertambah.

(Raini, 2010).

Page 7: .Dasar Teori Biofar Uji Disolusi Metformin

Daftar Pustaka

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.

Tatro D.S. , 2003, A to Z Drug Facts, Facts and Comparisons, San Francisco.

Dressman dkk, 1998, Dissolution testing as a prognostic tool for oral drug absorption:

immediate release dosage forms, http://www.ncbi.nlm.nih.gov.

Lachman, Leon, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri II, Universitas Indonesia Press,

Jakarta. Halm :659-660

Kurniawan, Dhadhang Wahyu, 2010, Uji Disolusi,

http://dhadhang.wordpress.com/2010/12/08/uji-disolusi-2 (Diakses tanggal 28 November

2013).

Martin, Alfred, 1990, Farmasi Fisik, Dasar-Dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik. UIP

Press. Jakarta. Halm: 845-846

United State Pharmacopeia. 2005. USP 29-NF 24. Rockville.

Raini M, 2010, Uji Disolusi dan Penetapan Kadar Tablet Loratadin,

ejournal.litbang.depkes.go.id (Diakses Pada tanggal 29 November 2013).