Dasar Perancangan
-
Upload
hanan-nur-rahmah -
Category
Documents
-
view
13 -
download
0
description
Transcript of Dasar Perancangan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Letak tulangan
Ada dua jenis struktur didalam perencanaan beton bertulang yaitu struktur statis
tertentu dan struktur statis tidak tertentu.
Pada struktur statis tertentu diagram-diagram gaya dalam dapat ditentukan secara mudah
dengan tiga persyaratan kesetimbangan yaitu M = 0 ; V = 0 ; H = 0.
Sebagai contoh, struktur seperti pada gambar 1.1.
L
f makf mak
M mak = P LM mak = q L2
P
L
q
a. Beban merata b. Beban terpusat
Gambar 1.1 Balok tumpuan sederhana dengan momen lentur dan arah lendutan
Pada balok diatas, bentuk diagram momen lentur berupa suatu kurva parabolik dengan
momen maksimum ditengah-tengah bentang (gambar 1.1.a). Garis lengkung kecil pada
diagram momen lentur menunjukkan arah lentur balok yang dibebani. Tegangan tekan
terjadi pada “bagian cekung” dan tegangan tarik terjadi pada “bagian cembung”.
Tulangan utama untuk balok sederhana ini harus dipasang pada bagian cembung (daerah
tarik), yaitu bagian bawah balok. Demikian pula bila balok diberi beban terpusat P
ditengah-tengah bentang (gambar 1.1b), tulangan utama juga harus diletakkan pada
“bagian cembung” yaitu pada bagian bawah balok.
Diagram momen lentur kantilever yang mendukung beban terbagi merata q
diberikan pada gambar 1.2.a.
f makf mak
L L
qP
M = q L2 M = P L
a. Beban merata b. Beban terpusat
Gambar 1.2 Balok kantilever dengan momen lentur dan arah lendutan
Disini tulangan harus diletakkan pada “bagian garis cembung”, yaitu di bagian atas balok
kantilever yang diberi beban terpusat diujung balok seperti gambar 1.2b, tulangan utama
juga harus diletakkan di bagian atas balok.
Pada struktur statis tak tertentu, besarnya momen tidak dapat ditentukan hanya
dengan menggunakan tiga persamaan kesetimbangan yang telah disebutkan, perobahan
bentuk struktur ini serta ukuran komponennya memegang peranan penting didalam
menentukan distribusi momen yang bekerja didalamnya. Letak tulangan pada struktur
statis tak tertentu dapat ditentukan dengan menggambarkan bentuknya setelah mengalami
perobahan bentuk.
Gambar 1.3 menunjukkan perobahan bentuk suatu struktur statis tak tertentu yang
mendapat beban vertikal.
+ +
- - +--
a. Portal
c. Momen lentur
b. Lendutan
d. Letak tulangan utama
Gambar 1.3 Diagram momen lentur dan letak tulangan utama untuk struktur statis tak tentu
Dengan menganggap bahwa kolom-kolom berhubungan kaku dengan balok, portal ini
akan mengalami perobahan bentuk seperti gambar 1.3.b, momen lentur seperti pada
gambar 1.3.c. Dengan prinsip yang sama seperti pada struktur statis tertentu bahwa
tulangan utama harus dipasang pada daerah cembung, maka letak tulangan utama seperti
pada gambar 1.3.d. Perlu diketahui pada tulangan kolom umumnya dipasang tulangan
symetris mengingat kolom harus mampu memikul gaya horisontal disamping beban
vertikal.
1.2. Mutu beton dan baja tulangan.
Sebelum merencanakan analisis penampang beton bertulang terlebih dahulu harus
ditentukan mutu bahan yang akan dipergunakan yaitu mutu beton dan baja tulangan. Dari
mutu bahan tersebut dapat diketahui :
- untuk beton : fc‘ = kuat tekan beton yang disyaratkan.
- untuk baja : fy = kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan non prategang.
Tabel 1.1 memberikan nilai fc‘ dari berbagai mutu beton, sedangkan pada Tabel 1.2
diberikan nilai fy dari bermacam-macam baja.
Tabel 1.1 Kuat tekan beton.
Mutu beton fc‘ (MPa) fc‘ (kg/cm2)15 15 15020 20 20025 25 25030 30 30035 35 350
Tabel 1.2 Tegangan leleh baja
Mutu baja fy (MPa) fy (kg/cm2) Notasi240 (Polos) 240 2400 P
320 (Deform) 320 3200 D
400 (Deform) 400 4000 D
Untuk perhitungan selanjutnya dapat memilih kombinasi mutu beton dan baja seperti
Tabel 1.1 dan Tabel 1.2.
1.3 Penutup beton tulangan.
Dua besaran yang berperan penting didalam analisis penampang beton bertulang
adalah tinggi total h dan tinggi efektif d.
Untuk struktur balok (gambar 1.4a), secara umum hubungan antara d dan h ditentukan
oleh :
d = h -1/2Øtul - Øsengk - p ……………………………………..(1.2)
dimana : Ø tul = diameter tulangan utama.
Øsengk = diameter sengkang.
Untuk struktur pelat (gambar 1.4a), hubungan antara d dan h secara umum ditentukan :
d = h -1/2Øtul - p ……………………………………..(1.1)
dimana : d = tinggi efektif.
H = tinggi total
Øtul = diameter tulangan utama.
p = tebal penutup beton.
p
dh
dh
a. Balok b. Pelat
Gambar 4.1 Hubungan antara d, h dan penutup beton
Sesuai namanya penutup beton ini digunakan untuk melindungi baja tulangan,
tujuannya :
a. Untuk menjamin penanaman tulangan dan lekatannya dengan beton.
b. Untuk menghindarkan korosi pada tulangan yang mungkin terjadi
c. Untuk meningkatkan perlindungan struktur terhadap bahaya kebakaran.
Tabel 1.13 Tebal penutup beton menurut SNI-03-2847-2002 pasal 9.
Bagian KonstruksiTidak langsung
berhubungan dengantanah dan cuara
Langsung berhubungan dengan
tanah dan cuacaLantai/dinding <
36 : 20
> 36 : 40
< 16 : 40
> 16 : 50
Balok Seluruh diameter : 40
< 16 : 40
> 16 : 50
Kolom Seluruh diameter : 40
< 16 : 40
> 16 : 50
Untuk konstruksi beton yang dituang langsung dan selalu berhubungan dengan tanah
berlaku tebal penutup beton minimum sebesar 70 mm.
1.4 Syarat Lendutan
Pada suatu struktur beton harus disyaratkan mempunyai kekakuan yang cukup
tegar, agar dapat menahan deformasi akibat lendutan tanpa menimbulkan kerusakan atau
gangguan apapun. Sebuah struktur yang lendutnya demikian besar, dinding-dinding yang
didukung akan retak, atau terjadi getaran karena orang yang berjalan pada lantai
bangunan itu, sehingga kenyamanan bagi si pemakai tidak didapatkan.
(Ketidaknyamanan merupakan suatu hal yang tidak diijinkan).
Ketinggian penampang merupakan peranan penting yang perlu dipertimbangkan
berkaitan dengan momen inersia dan segi kekakuan. Karena besarnya lendutan itu sangat
dipengaruhi oleh momen inersia, maka hal yang wajar bila pembatasan lendutan ini
dikaitkan dengan tingginya (dalam hal ini tebal pelat dan balok).
Pada SKSNI T15-1991-03 tabel 3.2.5a tercantum tebal minimum sebagai fungsi
terhadap bentang. Nilai kelangsingan yang diberikan itu berlaku untuk beton normal dan
tulangan dengan fy = 400 MPa. Untuk fy yang lain dapat digunakan faktor pengali
sebesar :
( , )0 40700
fy
yang akan menghasilkan nilai apapun.
Tabel 1.4 Tebal minimum h menurut SKSNI T15-1991-03
Dua tumpuan Satu ujungmenerus
Kedua ujungmenerus
Kantilever
Komponen fy fy fy fy
400 240 400 240 400 240 400 240
Pelatsatu arah
L
20
L
27
L
24
L
32
L
28
L
37
L
10
L
13
Baloksatu arah
L
16
L
21
L
18 5,
L
24 5,
L
21
L
28
L
8
L
11
Tebal minimum yang diberikan pada Tabel 1.4 dapat pula diterapkan untuk lantai-lantai
yang keempat sisinya didukung oleh dinding atau balok-balok yang kaku. Bentang yang
digunakan adalah bentang L yang pendek.
Contoh 1.1
Diketahui Balok menerus terletak diatas empat tumpuan seperti gambar 1.5.
A B C D
7,30 8,40 8,0 3,0
Gambar 1.5 Sketsa balok, contoh 1.1.
Ditanya : Tentukan tebal minimum h untuk balok dengan bantuan Tabel 1.5, bila
menggunakan mutu baja fy = 400 MPa dan mutu baja fy = 240 MPa.
Penyelesaian :
a. untuk fy = 400 MPa (4000 kg/cm2) berlaku
bentang AB : hmin = 7300
18 5, = 395 mm
bentang BC : hmin = 8400
21 = 400 mm
bentang CD : hmin = 8000
21 = 400 mm
Kantilever D : hmin = 3000
8 = 375 mm
Jadi tinggi minimum yang diperlukan untuk fy = 400 MPa
adalah hmin = 400 mm (40 cm).
b. untuk fy = 240 MPa (2400 kg/cm2) berlaku :
bentang AB : hmin = 7300
24 5, = 298 mm
bentang BC : hmin = 8400
28 = 300 mm
bentang CD : hmin = 8000
28 = 285 mm
Kantilever D : hmin = 3000
11 = 273 mm
Jadi tinggi minimum yang diperlukan untuk fy = 400 MPa
adalah hmin = 300 mm (30 cm).
1.5 Panjang sambungan lewatan
Tulangan baja diproduksi dengan panjang yang standar, yang bergantung pada
tinjauan transportasi dan beratnya. Pada umumnya panjang tulangan yang normal adalah
12 meter. Untuk balok dan pelat yang menerus dengan banyak bentang, tidaklah praktis
dalam pelaksanaan apabila tulangan disepanjang tadi digunakan langsung. Tulangan
harus dipotong terlebih dahulu dan diadakan sambungan lewatan tulangan pada titik yang
paling kecil momen lenturnya. Dengan demikian sambungan lewatan pada tegangan tarik
maksimum sebaiknya dihindari, dan diusahakan diluar daerah tarik maksimum.
Pasal 3.5.15 pada SKSNI T15-1991-03 membagi sambungan lewatan (Ls) ini
dalam 3 kelas yaitu :
kelas A Ls = 1,0 Ld
kelas B Ls = 1,3 Ld
kelas C Ls = 1,7 Ld L s
dimana Ld adalah panjang penyaluran tulangan tarik (lihat pasal 1.6), dan pembagian
kelas seperti pada tabel 1.5
Tabel 1.5 Sambungan lewatan tarik
As ada *)
As perlu
Prosentase maksimum dari As yang disambung lewat didalam panjang lewatan perlu.
50 75 100
Sama atau lebihbesar dari 2
Kelas A Kelas A Kelas B
Kurang dari 2 Kelas B Kelas C Kelas C
Untuk tujuan praktis panjang lewatan ini dapat diambil :
a. Untuk fy = 400 MPa (deform) Ls > 40 D
b. Untuk fy = 240 MPa (polos) Ls > 50 P
1.6 Panjang Penyaluran
Agar beton bertulang dapat berfungsi dengan baik sebagai bahan komposit dimana
batang baja tulangan saling bekerja sama sepenuhnya dengan beton, maka perlu
diusahakan supaya terjadi penyaluran gaya yang baik dari satu bahan ke bahan yang lain.
Untuk menjamin hal ini diperlukan lekatan yang baik diantara beton dan tulangannya,
dan penutup beton yang cukup tebal. Agar batang tulangan dapat menyalurkan gaya -
gaya sepenuhnya melalui ikatan, baja harus tertanam didalam beton hingga suatu
kedalaman tertentu yang dinyatakan dengan panjang penyaluran Ld.
SKSNI T15-1991-03 pasal 3.5.2 memberikan nilai-nilai untuk panjang penyaluran
Ld. dari tulangan tarik bergantung dari diameter batang serta mutu beton.
Untuk baja deform Ld. = 0,02 Ab fy
f c', tidak boleh
diambil lebih kecil dari 0,06 D fy atau 300 mm, dimana Ab adalah luas penampang satu
batang tulangan.
Panjang penyaluran pada tulangan bagian atas rumus diatas berlaku faktor pengali 1,4.
Bila tidak dihitung secara teoritis, untuk tujuan praktis panjang penyaluran ini dapat
ditentukan sebagai berikut :
a. Untuk fy = 400 Mpa (deform) Ld > 40 D
b. Untuk fy = 240 Mpa (polos) Ld > 50 P
Agar mendapat gambaran lokasi mana yang harus ditentukan panjang penjangkaran maka
didalam gambar 1.6. disajikan penempatan pembengkokan tulangan pada struktur yang
satu ujungnya terjepit pada kolom dan ujung lainnya menerus.
L2
A st0.5 A st
L1 + d
0.5 Ld
L1 + d
A st 0.5 A st
L1 + d
- -
0.5 A sl0.5 A sl A slA sl
L2
L1
L1 L1
a. Pembengkokan tulangan
b. Bidang momen lentur
Gambar 1.6 Detail pembengkokan tulangan dengan memperhatikan panjang penyaluran
+
0.5 Ld
A st 0.5 A st
0.5 Ld