Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN...

154
1 Pengantar Jemaat Ahmadiyah Inggris {insert arabic: 1} Mahzarnama adalah sebuah dokumen penting bersejarah yang telah dipaparkan oleh Jemaat Ahmadiyah pada tahun 1974 di hadapan sidang umum Parlemen Nasional Pakistan, termasuk Komite Khusus, untuk menjelaskan tentang statusnya sebagai Muslim dan tentang akidah-akidah dasar yang dianutnya, serta untuk menyangkal tuduhan- tuduhan tanpa dasar yang telah dilontarkan terhadap Jemaat. Dan sudah dijelaskan sejak semula bahwa menurut Jemaat Ahmadiyah tidak ada suatu majelis/parlemen atau pengadilanpun di dunia ini yang secara absolut memiliki ikhtiar untuk menetapkan agama seseorang atau suatu golongan. Sebab, ikhtiar itu hanya dimiliki Allah Ta‟ala, yang mengetahui rahasia-rahasia manusia. Demikian pula dengan kata-kata yang penuh keperihan telah juga diingatkan, jangan sampai dengan keputusan Parlemen menetapkan orang-orang Ahmadi bukan Muslim itu, akan menimbulkan perpecahan dalam umat Muhammadiyah (shallallaahu „alaihi wasallam). Sebab, dengan keputusan itu akan muncul suatu contoh keliru dan mengerikan yang di masa mendatang dapat menelan golongan-golongan lainnya. Rincian peristiwa yang sangat disesali itu adalah, di bawah suatu rencana matang, untuk beberapa tujuan politik yang tidak mungkin diuraikan secara rinci di sini, Pemerintah waktu itu telah berusaha meraih dukungan dari para ulama garis keras dengan cara mengatakan orang-orang Ahmadi berada di luar Islam. Dan dikarenakan di pihak oposisi sejak sebelumnya sudah banyak sekali duduk para ulama garis keras, oleh sebab itu pihak oposisi dengan kekuatan penuh mendukung Pemerintah masa itu dalam masalah ini. Sampai-sampai akhirnya ketika permasalahan ini, di bawah suatu rencana matang politik, telah mencapai konsekwensinya yang logis, maka di antara pihak oposisi dan pihak pemerintah terjadi tarik menarik mengenai perkara tersebut, yakni siapa yang berwenang untuk memecahkan permasalahan nyata yang berumur sembilan puluh tahun ini. Pada hakikatnya ini merupakan suatu peristiwa sangat pedih dalam sejarah Pakistan, yang dengan itu kepada politik telah diberikan otoritas untuk melakukan campur tangan dalam agama, dan otoritas kepada agama untuk campur tangan dalam politik. Inilah kesalahan besar yang akibatnya sedang dirasakan oleh politik Pakistan pada masa sekarang. Dan sampai sekarang Pakistan tidak dapat keluar dari problema itu. Kemudian secara berkesinambungan pengaruh para ulama ekstrim semakin besar dalam politik Pakistan. Dan pada hakikatnya inilah kesalahan yang akhirnya bermuara pada martial law (hukum darurat militer) yang malang itu. Yaitu martial law yang sebelas tahun pemberlakuannya telah terbukti puluhan kali lebih buruk dari martial law lainnya. Dan bayangan keburukannya itu pada masa sekarangpun menghancurkan nasib bangsa, dari Karachi sampai ke Peshawar. Dan dari hari ke hari negara semakin luput dari

description

Penjelasan Aqidah dasar Ahmadiyah.

Transcript of Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN...

Page 1: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

1

Pengantar Jemaat Ahmadiyah Inggris

{insert arabic: 1}

Mahzarnama adalah sebuah dokumen penting bersejarah yang telah dipaparkan

oleh Jemaat Ahmadiyah pada tahun 1974 di hadapan sidang umum Parlemen Nasional

Pakistan, termasuk Komite Khusus, untuk menjelaskan tentang statusnya sebagai Muslim

dan tentang akidah-akidah dasar yang dianutnya, serta untuk menyangkal tuduhan-

tuduhan tanpa dasar yang telah dilontarkan terhadap Jemaat. Dan sudah dijelaskan sejak

semula bahwa menurut Jemaat Ahmadiyah tidak ada suatu majelis/parlemen atau

pengadilanpun di dunia ini yang secara absolut memiliki ikhtiar untuk menetapkan agama

seseorang atau suatu golongan. Sebab, ikhtiar itu hanya dimiliki Allah Ta‟ala, yang

mengetahui rahasia-rahasia manusia. Demikian pula dengan kata-kata yang penuh

keperihan telah juga diingatkan, jangan sampai dengan keputusan Parlemen menetapkan

orang-orang Ahmadi bukan Muslim itu, akan menimbulkan perpecahan dalam umat

Muhammadiyah (shallallaahu „alaihi wasallam). Sebab, dengan keputusan itu akan

muncul suatu contoh keliru dan mengerikan yang di masa mendatang dapat menelan

golongan-golongan lainnya.

Rincian peristiwa yang sangat disesali itu adalah, di bawah suatu rencana matang,

untuk beberapa tujuan politik yang tidak mungkin diuraikan secara rinci di sini,

Pemerintah waktu itu telah berusaha meraih dukungan dari para ulama garis keras dengan

cara mengatakan orang-orang Ahmadi berada di luar Islam. Dan dikarenakan di pihak

oposisi sejak sebelumnya sudah banyak sekali duduk para ulama garis keras, oleh sebab

itu pihak oposisi dengan kekuatan penuh mendukung Pemerintah masa itu dalam masalah

ini. Sampai-sampai akhirnya ketika permasalahan ini, di bawah suatu rencana matang

politik, telah mencapai konsekwensinya yang logis, maka di antara pihak oposisi dan

pihak pemerintah terjadi tarik menarik mengenai perkara tersebut, yakni siapa yang

berwenang untuk memecahkan permasalahan nyata yang berumur sembilan puluh tahun

ini.

Pada hakikatnya ini merupakan suatu peristiwa sangat pedih dalam sejarah

Pakistan, yang dengan itu kepada politik telah diberikan otoritas untuk melakukan

campur tangan dalam agama, dan otoritas kepada agama untuk campur tangan dalam

politik. Inilah kesalahan besar yang akibatnya sedang dirasakan oleh politik Pakistan

pada masa sekarang. Dan sampai sekarang Pakistan tidak dapat keluar dari problema itu.

Kemudian secara berkesinambungan pengaruh para ulama ekstrim semakin besar dalam

politik Pakistan. Dan pada hakikatnya inilah kesalahan yang akhirnya bermuara pada

martial law (hukum darurat militer) yang malang itu. Yaitu martial law yang sebelas

tahun pemberlakuannya telah terbukti puluhan kali lebih buruk dari martial law lainnya.

Dan bayangan keburukannya itu pada masa sekarangpun menghancurkan nasib bangsa,

dari Karachi sampai ke Peshawar. Dan dari hari ke hari negara semakin luput dari

Page 2: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

2

ketertiban, persatuan, kesepakatan dan keterpaduan haluan bangsa. Politik

mementingkan diri sendiri, dengan melakukan campurtangan dalam agama, yang telah

menyemaikan benih-benih perpecahan, kini mulai meraup panen berbagai macam

kebencian, dan mulai merebak di berbagai lapisan, golongan, kelompok di Pakistan dan

ke berbagai propinsi.

Kondisi sangat malang yang dialami Pakistan masa sekarang ini, pada pandangan

orang bijak tidaklah terselubung bahwa fondasinya telah dipancangkan pada tahun 1974

itu. Kami berdoa, semoga Allah Ta‟ala menganugerahkan cahaya kepada bangsa ini.

Dan impian Qaidi A‟zham mengenai negara ini, yang gambarannya dalam kata-kata di

bawah ini telah beliau anugerahkan kepada bangsa ini sebagai suatu piagam agung,

semoga negara ini menjadi perwujudan impian tersebut dan menerapkan piagam agung

itu. Beliau mengatakan:

“Kalian bebas. Kalian sepenuhnya bebas di negara Pakistan ini untuk

pergi ke kuil-kuil kalian, ke mesjid-mesjid kalian dan ke tempat-tempat

peribadatan kalian lainnya.

Apapun agama kalian, suku kalian, dan akidah kalian, tidak ada

kaitannya dengan prinsip dasar ini. Sebab, kita semua adalah warga dari

satu negara yang sama. Dan kita sebagai warga negara adalah setara.

Saya berpendapat supaya sekarang kita hendaknya menjunjung tinggi

prinsip ini. Kemudian kalian akan menyaksikan bahwa beriringan dengan

berlalunya waktu maka tidak ada lagi orang Hindu sebagai orang Hindu,

dan tidak ada lagi orang Islam sebagai orang Islam. Tidak dalam makna-

makna agama. Sebab, itu merupakan kepercayaan pribadi setiap orang.

Melainkan, dalam warna politik, kita semua merupakan warga dari satu

negara yang sama.” (Pidato tgl. 11 Agustus 1947).

Mahzarnama yang karunia untuk memaparkannya telah diraih oleh Jemaat

Ahmadiyah, disajikan sebagai sebuah dokumen bersejarah yang penting. Setelah

pemaparan mahzarnama (petisi) ini, sampai sebelas hari lamanya di Parlemen Nasional

Pakistan telah berlangsung pemeriksaan secara ketat terhadap Jemaat Ahmadiyah, yang

dilakukan oleh Jaksa Agung dan berbagai ulama. Dan pada waktu itu Imam Jemaat

Ahmadiyah, Hadhrat Khalifatul Masih III rahimahullaahu ta'ala telah memberikan

jawaban yang padat, penuh dalil, dan memuaskan terhadap segenap tuduhan yang

diajukan. Semua proses pemeriksaan itu telah direkam oleh Pemerintah, tetapi

disayangkan bahwa hasil pemeriksaan itu telah disembunyikan atas alasan-alasan yang

tidak diketahui. Dan walaupun waktu sudah berlalu begitu lama, berbagai pemerintahan

telah berganti, tetapi sampai sekarang pemeriksaan itu belum dibukakan kepada umum.

Semoga Allah segera mendatangkan suatu zaman ketika suatu pemerintah berani dan

memperoleh karunia untuk menerbitkan pemeriksaan yang penting itu. Supaya, seluruh

bangsa mengetahui hakikat tersebut, bahwa pendirian Jemaat Ahmadiyah pada

hakikatnya berlandaskan pada kebenaran.

Rincian lebih lanjut tentang ikhtisar ini adalah, Pemerintah Pakistan telah

mewajibkan Pimpinan Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Nasir Ahmad, Khalifatul

Page 3: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

3

Masih III rahimahullaahu ta‟ala, agar tampil di hadapan Komite Khusus Parlemen

Nasional tersebut, untuk menjelaskan pendiriannya dan untuk menjawab segala macam

pertanyaan yang diajukan pada kesempatan masing-masing. Dalam kaitan itu beliau telah

diizinkan untuk memilih empat orang wakil lainnya sebagai pembantu beliau. Dengan

demikian delegasi Jemaat Ahmadiyah jumlah keseluruhannya telah ditetapkan sebanyak

5 orang. [Para pembantu beliau itu adalah] :

1. Imam saat ini, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV a.t.b.a.

2. Maulana Abul „Atha Jalandhri (almarhum).

3. Syekh Muhammad Ahmad Mazhar, seorang pengacara dan Amir Jemaat Ahmadiyah

Distrik Faisal Abad.

4. Maulwi Dost Muhammad Syahid (Penulis sejarah Ahmadiyah).

Sebelum sidang tersebut, Komite Khusus Parlemen Nasional telah menelaah

ribuan tuduhan. Lalu telah mempersiapkan secara khusus beberapa ratus tuduhan untuk

menjadikan Jemaat Ahmadiyah sebagai sasaran kecaman. Departemen Agama Pakistan

dan Kejaksaan Agung terus membantu sepenuhnya komite itu. Barulah terbentuk

sekumpulan pertanyaan yang telah dipaparkan oleh Jaksa Agung. Selain itu beberapa

ulama lainnya juga diizinkan untuk langsung mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada

Imam Jemaat Ahmadiyah.

Mahzarnama (petisi) yang telah dipaparkan pada masa permulaan ini dan telah

pula dibagi-bagikan kepada para anggota Parlemen, sesudah itu beberapa anggota

Parlemen dengan kemurahan hati telah menyampaikan kepada sahabat-sahabat Ahmadi

mereka. Demikianlah, dari naskah-naskah tersebut satu naskah telah diterima oleh Jemaat

Ahmadiyah Inggris. Apa yang disajikan ini adalah berdasarkan naskah seperti itu. Jemaat

Ahmadiyah Inggris telah memutuskan untuk menerbitkannya, dengan harapan supaya

para pencari kebenaran dapat membacanya secara langsung lalu dapat memutuskan

bahwa sejauh mana penetapan Jemaat Ahmadiyah sebagai non-Muslim itu keadilan dan

berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam.

Penerbit

Page 4: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

4

SUATU TINJAUAN

TERHADAP RESOLUSI-RESOLUSI

PARLEMEN PAKISTAN

Page 5: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

5

{Insert arabic: 2}

Suatu Tinjauan Terhadap Resolusi-Resolusi Parlemen

Pada waktu ini untuk pembahasan khusus telah diajukan dua resolusi di hadapan

segenap anggota Parlemen Nasional negara kita yang tercinta ini, Pakistan, termasuk

Komite Khusus. Satu di antaranya dari pihak pemerintah, dan satu lagi dari pihak oposisi.

Sebuah Pertanyaan Dasar

Sebelum melakukan tinjauan rinci terhadap persoalan-persoalan yang muncul dari

kedua resolusi tersebut, kami dengan penuh hormat menilai perlu untuk memohon, agar

pertama-tama pertanyaan dasar ini ditempuh terlebih dahulu, yakni apakah di dunia ada

suatu parlemen nasional yang pada substansinya memiliki otoritas untuk melakukan hal

ini.

Pertama: merampas hak azazi seseorang memeluk suatu agama yang dia

kehendaki ?

Kedua: atau dengan melakukan campur-tangan pada masalah-masalah agama,

parlemen itu memutuskan apa agama yang dianut suatu jemaat atau golongan atau

seseorang ?

Hak Azazi Manusia Dan Undang-undang

Kami memberikan jawaban “tidak” pada kedua pertanyaan itu. Menurut kami,

dengan mengabaikan pembagian-pembagian berdasarkan warna, keturunan, letak

geografis, dan bangsa, ini merupakan hak azazi setiap manusia untuk memeluk suatu

agama yang dia kehendaki. Dan di dunia tidak ada seorang manusia, atau organisasi, atau

majelis tinggi yang dapat mencabut hak azazi tersebut darinya. Di dalam piagam PBB, di

mana telah dijamin hak-hak azazi manusia, di sanapun hak setiap manusia ini telah

diakui, yakni hak untuk memeluk suatu agama yang diingini.

(Suplemen no. 1.)

Demikian pula di dalam Undang-undang Dasar Pakistan, pada pasal 20 telah

diakui bahwa setiap warga Pakistan memiliki hak azazi tersebut. Oleh karena itu, perkara

prinsipil ini hendaknya ditempuh, yakni berdasarkan UUD Pakistan apakah Komite ini

mempunyai otoritas atau tidak, untuk membahas resolusi yang diajukan itu?

Page 6: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

6

(Dalam kaitan itu, bersama ini dilampirkan suplemen no.2 berupa sebuah

terjemahan bahasa Inggris khutbah Imam Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Nasir

Ahmad, yang di dalamnya aspek tersebut telah dibahas secara rinci).

Fitrat dan akal manusiapun tidak memberikan otoritas kepada majelis tinggi

manapun untuk dapat mencabut hak tersebut dari seseorang atau dari golongan tertentu,

yakni hak untuk memeluk agama yang dikehendaki. Sebab, dalam bentuk demikian,

berarti kepada setiap majelis tinggi di dunia ini terpaksa harus diberikan hak tersebut.

Adapun bentuk-bentuk keburukan yang timbul dengan menerapkan prinsip itu, beberapa

di antaranya ditampilkan di bawah ini sebagai contoh:

A : Setiap parlemen nasional di dunia ini pada substansinya akan mempunyai hak

untuk menetapkan beberapa golongan Kristen sebagai non-Kristen, atau beberapa

golongan Hindu sebagai non-Hindu, dan sebagainya.

B : Setiap golongan dalam setiap agama di setiap negara, akan mempunyai hak untuk

menuntut kepada parlemen nasional agar golongan-golongan tertentu ditetapkan

sebagai non-Kristen, atau non-Hindu, atau non-Muslim. Dan seterusnya.

C : Jika Jemaat Ahmadiyah secara khusus diperiksa atas dasar kekacauan-kekacauan

yang terjadi pada saat ini, maka berdasarkan dalil ini sekian banyak kekacauan

yang ditimbulkan oleh golongan-golongan lain di Pakistan hingga saat ini -- atau

yang diperkirakan akan dapat terjadi -- mengenai semua itu, dari aspek tersebut,

adalah mutlak dan tepat untuk dilakukan pemeriksaan juga.

D : Parlemen-parlemen nasional lainnya di dunia, juga akan memperoleh hak untuk

menetapkan beberapa golongan Muslim, berdasarkan beberapa akidah mereka,

sebagai non-Muslim. Misalnya, terpaksa diakui bahwa Parlemen Nasional India

akan mempunyai hak untuk menetapkan golongan-golongan Muslim satu demi

satu sebagai non-Muslim, berlandaskan pada fatwa-fatwa yang dikeluarkan

menentang mereka, lalu memasukkan mereka ke dalam kelompok mayoritas non-

Muslim di India. (Harus diingat bahwa di kebanyakan negara, umat Islam

merupakan minoritas).

E : Demikian pula pemerintah-pemerintah Kristen, dengan menggunakan hak mereka

sebagai kelompok mayoritas, juga akan memiliki otoritas untuk menetapkan

orang-orang Islam sebagai minoritas lalu mencabut hak-hak mereka sebagai

warganegara.

Ingatlah, pada waktu ini orang-orang Kristen di Pakistan mulai merasakan bahwa

hak-hak mereka sebagai warganegara mulai dikurangi (Lihat Press Release Joshua

Afzaluddin, suplemen no.3).

Jelaslah, bentuk-bentuk yang tertera di atas, secara logika tidak dapat diterima,

dan akan mengakibatkan terbukanya pintu kekacauan serta keburukan yang tak terhingga

banyaknya di berbagai negara di dunia, termasuk Pakistan.

Page 7: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

7

Parlemen Nasional & Kemampuan Mengambil Keputusan Masalah-masalah

Agama

Suatu parlemen nasional tidak dapat diberi otoritas untuk membahas persoalan-

persoalan semacam ini. Sebab, mengenai anggota-anggota parlemen nasional itu tidak

dapat dijamin, apakah mereka ahli atau tidak, untuk mengambil keputusan mengenai

perkara-perkara agama ?

Para anggota di kebanyakan parlemen nasional di dunia ini pergi membawa

piagam politik kepada para pemberi suara. Dan pemilihan mereka dilakukan berdasarkan

keahlian politik. Di Pakistan sendiri mayoritas anggota Parlemen Nasional telah dipilih

berdasarkan piagam politik dan tidak suka terhadap fatwa para ulama. Jadi, bagaimana

Parlemen Nasional seperti ini dapat memperoleh hak untuk mengambil keputusan

mengenai apa agama suatu golongan ? Atau untuk mengambil keputusan mengenai suatu

akidah, yakni berdasarkan akidah tertentu apakah seseorang dapat dikatakan Muslim atau

tidak? Jika mayoritas suatu parlemen nasional ditetapkan memiliki otoritas untuk

membuat keputusan tentang agama suatu golongan atau suatu kelompok, hanya

berlandaskan pada bahwa mereka merupakan perwakilan dari kelompok mayoritas, maka

pendirian itupun berdasarkan akal, fitrat, maupun agama tidak layak diterima.

Berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi sendiri, di seluruh dunia, hal-hal semacam itu

dinyatakan keluar dari batas-batas demokrasi. Demikian pula dari aspek sejarah agama,

kelompok mayoritas di masa tertentu tidak pernah diakui memiliki hak untuk menetapkan

agama seseorang. Jika prinsip ini diakui, maka – na‟udzubillaah – segala keputusan

tentang seluruh nabi „alaihimussalaam dan kelompok-kelompok mereka, yang diambil

oleh pihak mayoritas di masa mereka, terpaksa harus diakui. Jelas, itu adalah pemikiran

aniaya yang langsung akan mengadu-domba para pengikut seluruh agama di dunia.

Bukti Jelas dari Quran Karim dan Sabda-sabda Nabi

Berdasarkan Quran Karim dan sabda-sabda Nabi s.a.w., hak ini juga tidak

diberikan hak kepada siapapun untuk merubah agama seseorang secara paksa.

Sebagaimana Allah Ta‟ala telah berfirman:

(Insert arabic: 3)

Yakni, “Dalam urusan agama tidak ada [dibenarkan] pemaksaan jenis apapun” (Al-

Baqarah:256). Seandainya agama seseorang telah dirubah dengan cara memberikan

siksaan jasmani, dan di dalam hati dia tetap saja memegang teguh keimanannya yang

lama, seperti yang diungkapkan oleh ayat:

(Insert arabic: 4)

[Artinya:…. Kecuali orang yang telah dipaksa, sedangkan hatinya tetap tenteram dalam

keimanan1]. Maka tetap saja cara demikian itu bertentangan dengan ajaran “Laa ikraha

1 An-Nahl:106

Page 8: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

8

fiddiin.” Dan jika seorang Muslim secara paksa dinyatakan non-Muslim, atau seorang

Hindu dinyatakan Muslim, sedangkan orang pertama tadi tetap menganut agama Islam

dan orang kedua tetap menganut agama Hindu, maka tetap saja sikap itu bertentangan

dengan “Laa ikraha fiddiin.” Ayat yang lebih lanjut mendukung hal itu adalah:

(Insert arabic: 5)

Artinya: Orang yang seperti umat Islam mengucapkan “Assalamu‟alaikum” kepada

kalian, kalian tidak berhak mengatakan kepadanya, “Kamu bukan Mukmin.” (An-

Nisa:94).

Sabda yang jelas dari Rasulullah s.a.w. adalah, barangsiapa mengikrarkan Tauhid

Allah Ta‟ala, adalah melampaui batas ikhtiar kalian apabila kalian menuduh orang itu

hanya melakukan ikrar di mulut saja sedangkan hatinya ingkar sehingga tidak berhak

disebut Muslim. Hadits Nabi s.a.w. yang tertera di bawah ini dengan jelas menyatakan

hal itu:

Usamah bin Zaid r.a. meriwayatkan: "Rasulullah s.a.w. mengutus kami ke

Huruqat (tempat kabilah Juhainah). Kami datang pagi hari kepada

sekawanan orang [musyrik], lalu kami mengalahkan mereka. Saya dan

seorang laki-laki Anshar bertemu dengan seorang laki-laki dari kelompok

mereka. Ketika kami mengepungnya, ia berkata: „Laa ilaaha illallaahu.‟

Maka laki-laki Anshar itu menahan diri, lalu saya menikam lelaki [musyrik]

itu dengan tombak, sehingga saya membunuhnya. Ketika kami tiba, maka

berita itu telah sampai kepada Nabi s.a.w., lalu beliau bertanya: „Wahai

Usamah, apakah kamu membunuhnya setelah ia mengucapkan 'Laa ilaaha

illallaah ?‟ Saya berkata, 'Ia hanya melindungi diri.' Maka beliau s.a.w.

mengulang-ulang kalimat [pertanyaan] itu sehingga saya berangan-angan

seandainya saya belum masuk Islam sebelum hari itu‟”.

Dalam riwayat lain dikatakan: “Rasulullah s.a.w. bersabda, ‟Ketika dia telah

mengikrarkan Laaa ilaaha illallaah, tetap saja engkau membunuhnya ?‟

Saya berkata, 'Dia mengatakan itu karena takut pada senjata.‟ Beliau s.a.w.

bersabda, „Mengapa tidak engkau belah dan periksa hatinya, apakah dia

katakan itu dari hatinya atau tidak ?‟ Beliau s.a.w. mengulang-ulangi

kalimat itu sehingga saya berangan-angan seandainya saya masuk Islam

pada hari ini.”

(Lihat: Shahih Bukhari, Kitab al-Maghazi, bab ba‟tsi an- Nabi shallallaahu

„alaihi wasallam Usamata ibna Zaid ila al-huruqaat min juhainah, h. 612).

Page 9: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

9

Suatu Kritikan Dasar Dari Sudut Pandang Islam Terhadap Resolusi

Dalam kaitan ini, adalah sangat penting untuk disampaikan dengan sangat hormat,

bahwa yang telah dikemukakan di hadapan Parlemen Nasional, atasnya berlaku sebuah

kritikan sangat penting dan mendasar dari sudut-pandang Islam. Berlandaskan itu adalah

penting untuk mengambil sikap mengenai pernyataan ini sebelum menyimak resolusi

tersebut.

Yakni, Junjungan kita, Yang Mulia Khaatamul Anbiyaa Muhammad Mushthafa

shallallaahu „alaihi wasallam telah menubuatkan:

(Insert arabic: 6)

Yakni: Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk neraka,

kecuali satu golongan.

Muhammad bin Abdul Wahab, yang menurut akidah mayoritas umat Islam di

Hijaz dan menurut Yang Mulia Raja Faisal merupakan mujaddid abad ke-12, mengenai

hadits tersebut di atas menyatakan:

(Insert arabic: 7)

Yakni, masalah masuknya 72 golongan dari 73 golongan tersebut ke dalam neraka dan

satu golongan ke dalam surga, adalah suatu masalah penting. Barangsiapa memahaminya

demikian berarti dia adalah faqih. Dan barangsiapa mengamalkannya, yakni secara

amalan menyatakan 72 golongan itu masuk neraka dan satu golongan masuk surga,

berarti dia itu Muslim. (Mukhtasar Sirat Rasul Shallallaahu „Alaihi Wasallam, Imam

Muhammad bin Abdul Wahab, h. 13,14, cetakan Kairo).

Media terkenal dari Jemaat Islami, Tarjumaan Al-Qur'an, Januari 1945 menuliskan:

"Di dalam Islam, sepakatnya suatu kelompok mayoritas mengenai suatu

persoalan, merupakan dalil kebenarannya. Tidak pula berarti mayoritas itu

sebagai suatu kelompok yang dominan. Dan tidak pula suatu kelompok

dalam jumlah besar dapat disebut jemaah. Dan tidak pula sikap menerapkan

suatu pendapat dari suatu kelompok di kalangan para maulwi/ulama di suatu

tempat merupakan ijma‟…. Makna ini didukung oleh Hadits Nabawi s.a.w.

yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar r.a.:

(insert arabic: 8)

Page 10: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

10

Yakni, ‟Bani Israil telah terpecah dalam 72 golongan, sedangkan umatku

akan terpecah menjadi 73 golongan. Kesemuanya akan masuk neraka,

kecuali satu golongan‟. Orang-orang bertanya, „Siapa mereka itu wahai

Rasulullah ?‟ Beliau bersabda, 'Mereka yang berada di atas jalan/tata-cara-

ku dan para sahabatku.‟

Kelompok ini bukan mayoritas, dan tidak pula mereka menyatakan

banyaknya jumlah mereka itu sebagai dalil kebenaran mereka. Melainkan,

mereka merupakan satu dari 73 golongan dalam umat ini. Dan di dalam

dunia yang penuh ini kedudukan mereka seperti kelompok asing dan seperti

orang-orang dari pihak lain. Sebagaimana dikatakan:

(Insert arabic: 9)

…. Jadi, suatu kelompok yang hanya berlandaskan pada jumlah mereka

yang besar itu menyatakan diri mereka sebagai jama‟ah yang di dalamnya

terdapat tangan Allah…bagi mereka tidak ada secercah pancaran

harapanpun di dalam hadits ini. Sebab, di dalam hadits ini ada dua tanda

jama‟ah yang telah diuraikan secara jelas. Yang pertama, mereka berada di

atas jalan/tata-cara Rasulullah s.a.w. dan para sahabah beliau. Kedua,

mereka sangat sedikit (minoritas)."

(Tarjumaan Al-Quran, Januari, Februari 1945, h.175, 176, disusun oleh

Abul A'laa Maududi).

Sama-sekali bertentangan dengan sabda Rasulullah s.a.w. yang tertera di atas,

justru resolusi yang telah diajukan oleh para ulama di pihak oposisi, menyatakan bahwa

72 golongan dalam umat Islam adalah ahli-surga, dan hanya satu yang masuk neraka.

Resolusi itu secara jelas bertentangan dengan hadits suci Yang Mulia Khaatamul Anbiyaa

s.a.w., serta merupakan kelancangan yang nyata terhadap beliau s.a.w..

Oleh karena itu, dalam bentuk demikian, melakukan penelaahan bahkan

memaparkan resolusi ini, sama-sekali tidak patut bagi Parlemen Nasional Pakistan yang

terhormat. Namun, jika resolusi ini dipaparkan dalam warna bahwa sesuai Hadits

Nabawi s.a.w. [resolusi ini] menetapkan satu golongan yang selamat, yakni golongan

yang di dalam dunia sesak ini akan dianggap sebagai pihak asing dan minoritas, maka

berbuat demikian adalah sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Nabi s.a.w..

Permohonan Agar Tuntutan-tuntutan Kebenaran Dipenuhi

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, kami dengan hormat tetapi

sangat tegas memohon supaya Parlemen Nasional Pakistan tidak melakukan penelaahan

dan tidak mengambil keputusan terhadap permasalahan-permasalahan yang mengenainya

bila diambil keputusan dan dilakukan penelaahan, berarti menentang hak-hak azazi

manusia. Bertentangan dengan piagam PBB dan UUD Pakistan. Dan yang paling hebat

lagi adalah bertentangan dengan ajaran Quran Karim serta sabda-sabda Nabi s.a.w.. Dan

Page 11: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

11

hal itu dapat terbukti menjadi suatu batu pijakan yang mengundang banyak sekali

keburukan serta kekacauan. Lebih lanjut, contoh yang telah ditegakkan oleh Parlemen

Nasional Pakistan dapat mengakibatkan kesulitan-kesulitan besar bagi agama-agama

minoritas maupun golongan-golongan minoritas yang hidup di negara-negara lain.

Ringkasnya, jika Parlemen Nasional Pakistan dengan mengabaikan permohonan-

permohonan di atas lalu menganggap dirinya memiliki otoritas untuk menetapkan suatu

golongan yang menyatakan diri mereka Islam sebagai suatu golongan di luar Islam

berlandaskan pada akidah tertentu atau berlandaskan pada berbagai uraian ayat tertentu

dari Quran Karim, maka kami mengusulkan supaya dalam bentuk demikian semampu

mungkin bersikap hati-hati, dan sejauh mungkin memenuhi tuntutan-tuntutan logika serta

keadilan. Dan sama-sekali janganlah tangani masalah ini sedemikian rupa sehingga pada

pandangan pihak-pihak lain di dunia ini yang tidak sependapat, persoalan itu menjadi

bahan tertawaan serta dapat mengakibatkan jatuhnya martabat bangsa.

Pemimpin Bangsa, yang terhormat Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto juga telah

berjanji dalam pidato beliau yang disiarkan tanggal 13 Mei, supaya persoalan ini

diselesaikan dengan baik serta sesuai tuntutan-tuntutan keadilan. Berdasarkan janji teguh

Pemimpin Bangsa ini maka tanggung-jawab Parlemen Nasional menjadi dua kali lipat,

yakni ketika menyimak permasalahan ini jangan sampai tuntutan-tuntutan keadilan dan

logika diabaikan.

--------ooo0ooo--------

Page 12: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

12

DEFINISI MUSLIM

DAN PENDIRIAN JEMAAT AHMADIYAH

Page 13: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

13

Definisi Muslim & Pendirian Jemaat Ahmadiyah

Di seluruh dunia, ini suatu hal yang telah diakui bahwa sebelum menetapkan

kategori seseorang atau suatu kelompok, maka terlebih dahulu ditentukan definisi

lengkap tentang kategori tersebut, yang akan berfungsi sebagai ukuran. Selama definisi

itu tegak, maka akan mudah untuk memutuskan apakah seseorang atau suatu kelompok

dapat dimasukkan dalam kategori itu atau tidak. Dari segi ini permohonan kami adalah,

sebelum menelaah persoalan ini lebih lanjut, hendaknya ditetapkan suatu definisi

maksimal dan minimal yang disepakati, tentang Muslim. Yaitu suatu definisi yang tidak

hanya disepakati oleh segenap golongan di kalangan umat Islam, melainkan juga

disepakati oleh umat Islam di segala zaman. Dalam kaitan itu adalah penting untuk

memperhatikan persoalan-persoalan yang tertera di bawah ini:

A: Apakah dari Kitabullah atau Rasulullah s.a.w. ada suatu definisi tentang Muslim

yang tanpa kecuali telah disampaikan pada masa Rasulullah s.a.w. sendiri? Jika

ada, apa definisi itu ?

B: Di luar definisi itu – yang telah diuraikan oleh Kitabullah dan Rasulullah s.a.w.,

dan yang terbukti telah disampaikan pada masa Rasulullah s.a.w. sendiri – apakah

dibenarkan atau tidak untuk menetapkan suatu definisi lain pada zaman tertentu ?

C: Selain definisi tersebut di atas, jika ada definisi-definisi lain tentang Muslim yang

berasal dari berbagai ulama atau golongan-golongan di berbagai zaman, apa saja

definisi-definisi itu? Dan bagaimana kedudukan definisi-definisi itu secara syariat

di hadapan definisi yang telah diuraikan pada bagian pertama ?

D: Di zaman Abu Bakar Shiddiq r.a., pada masa terjadi pergolakan kemurtadan, apa-

kah Abu Bakar Shiddiq r.a. ataupun para sahabah Rasulullah s.a.w. telah merasa

perlu untuk mengadakan suatu perubahan pada definisi yang sudah ditetapkan di

zaman Rasulullah s.a.w. ?

E: Apakah di zaman Nabi s.a.w. atau di zaman Khilafat Rasyidah ada suatu contoh di

mana walaupun seseorang itu mengikrarkan Kalimah “Laa ilaaha illallaah

Muhammadur Rasulullah” dan mengimani keempat Rukun Islam lainnya – yakni

shalat, zakat, puasa dan haji – lalu dia tetap saja telah dinyatakan sebagai non-

Muslim ?

F: Jika hal ini diizinkan, yakni seseorang walau mengimani kelima Rukun Islam lalu

tetap saja dinyatakan keluar dari Islam karena dia menafsirkan beberapa ayat

Quran Karim yang tidak dapat diterima para ulama dari golongan-golongan lain,

atau dia dinyatakan keluar dari Islam karena dia menganut suatu akidah yang

menurut beberapa golongan lain bertentangan dengan Islam, maka adalah penting

untuk juga menetapkan penafsiran-penafsiran dan akidah-akidah seperti itu.

Supaya, hal-hal itu dimasukkan ke dalam definisi Muslim yang sudah

dikukuhkan, yakni selain kelima Rukun Islam, jika di dalam akidah-akidah suatu

Page 14: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

14

golongan terdapat hal-hal tersebut maka golongan itu dapat dinyatakan keluar dari

Islam.

G: Walau mengimani kelima Rukun Islam, jika pintu untuk mengkafirkan golongan-

golongan Muslim tertentu dibukakan, yang disebut pada bagian E, maka

memperhatikan hal-hal semacam itu secara logika dan secara adil adalah penting.

Yaitu hal-hal yang dengan mempertimbangkannya berbagai ulama secara telak

telah menyatakan golongan-golongan lain, di luar golongan mereka, sebagai kafir,

murtad, atau keluar dari Islam. Sebagai contoh dipaparkan beberapa hal di bawah

ini:

1. Akidah mengenai Alquran sebagai makhluk atau non-makhluk.

(Asyaa‟arah -- Hanabalah).

2. Tidak meyakini Rasulullah s.a.w. sebagai manusia, melainkan sebagai

cahaya. (Brelwi).

3. Tidak meyakini Rasulullah s.a.w. sebagai cahaya, melainkan sebagai

manusia. (Ahli Hadits).

4. Mengimani Rasulullah s.a.w. sebagai sesuatu yang selalu ada (haadhir)

dan melihat (naazhir), dan juga sebagai „aalimul-ghaib. (Brelwi).

5. Mengimani bahwa meminta pertolongan kepada orang-orang suci yang

sudah wafat adalah sah, dan banyak sekali para wali yang telah wafat itu

memiliki kekuatan untuk memenuhi permintaan siapapun bila

dimohonkan. (Brelwi).

6. Menganut akidah bahwa di dalam Syariat tidak ada yang dapat

dipercaya selain Alquran. Oleh karena itu kita tidak terikat untuk

menuruti Sunnah Rasul s.a.w. dan Hadits-hadits Rasul s.a.w., tidak

perduli betapapun riwayat-riwayat itu mutawatir dan qawi sampai ke

tangan kita. (Chakralwi – Parwezi)

7. Menganut akidah bahwa selain surah-surah yang tertera di dalam 30 juz

Alquran terdapat beberapa surah yang di dalamnya disebutkan tentang

Ali r.a., tetapi surah-surah itu sudah dibuang. Dengan demikian Alquran

yang telah turun kepada Rasulullah s.a.w. itu tidak sampai kepada kita

dalam bentuk yang lengkap. (Ghali Syi‟ah).

8. Menganut akidah bahwa di tempat-tempat pertemuan, selain shalat lima

waktu, dibenarkan untuk bermunajat di hadapan foto tokoh suci tertentu.

Dan bukannya menujukan kepada Tuhan, melainkan dengan menujukan

kepada foto tokoh suci itu adalah dibenarkan untuk memanjatkan doa.

Dan doa ini adalah pengganti shalat. (Firqah Ismaili).

9. Menganut akidah bahwa selain lima wujud suci dan enam sahabah

lainnya, segenap sahabat Rasulullah s.a.w. – termasuk tiga tokoh

Khulafa Rasyidin, Abu Bakar r.a., Umar r.a., dan Usman r.a. – telah

menyimpang dari Islam dan, na‟udzubillaah, mereka berstatus munafik.

Kemudian berakidah bahwa ketiga khalifah pertama, na‟udzubillaah,

merampas kedudukan secara paksa. Oleh karena itu mengutuk dan

Page 15: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

15

mencerca mereka tidak hanya dibenarkan, melainkan suatu keharusan.

(Syi‟ah).

10. Menganut akidah mengenai tokoh suci tertentu bahwa Tuhan secara

sementara atau permanen telah merasuk di dalam dirinya. (Firqah

Hululi).

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas adalah penting, sebab dari kesaksian-

kesaksian yang telak dan kuat, telah terbukti bahwa mengenai setiap akidah dari yang

dipaparkan itu, para ulama dan mujtahidin dari berbagai golongan umat Islam telah

mengeluarkan fatwa tegas bahwa penganut akidah semacam itu adalah keluar dari Islam

walaupun mereka mengimani unsur-unsur penting lainnya dalam agama. Dan orang yang

meragukan kekufuran merekapun tidak disangsikan lagi akan dinyatakan keluar dari

Islam. Beberapa fatwa mengenai hal itu, silahkan simak suplemen no. 4.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, kami dengan sangat tegas

menyerukan, jika pada hakikatnya yang dimaksud adalah menelaah kedudukan Jemaat

Ahmadiyah dalam Islam dengan mempertimbangkan tuntutan-tuntutan akal dan keadilan,

atau yang dimaksud adalah mengambil ketetapan tentang seseorang atau suatu golongan

dalam Islam yang menganut penafsiran tertentu mengenai ayat Khaataman Nabiyyiin,

maka tetapkanlah suatu standar ukuran sedemikian rupa yang dengan itu kekufuran setiap

pihak yang menganut akidah bertentangan dengan Islam akan dapat ditemukan. Dan

dalam bentuk apapun tidak ada hal yang memberatkan Jemaat Ahmadiyah dalam standar

ukuran tersebut.

Mengenai segenap persoalan tersebut di atas, ringkasan pendirian Jemaat

Ahmadiyah adalah sebagai berikut.

Pertama, menurut Jemaat Ahmadiyah, definisi Muslim satu-satunya yang dapat

diterima dan patut diterapkan hanyalah definisi yang secara jelas terbukti berasal dari

Rasulullah s.a.w., dan yang secara jelas diriwayatkan dari Rasulullah s.a.w., dan terbukti

diterapkan pada zaman Rasulullah s.a.w. dan Khulafa Rasyidin. Tetapi dengan bergeser

dari prinsip ini, apapun upaya yang dilakukan untuk mendefinisikan Muslim, hal itu tidak

akan kosong dari kekurangan-kekurangan dan keburukan. Khususnya segenap definisi

yang ditetapkan pada zaman-zaman belakangan (ketika Islam telah terpecah-pecah

menjadi 72 golongan), juga sangat pantas untuk ditolak karena definisi-definisi itu satu

sama lain saling bertentangan, dan tidak mungkin dalam satu waktu yang sama kesemua

definisi itu dapat diterima. Dan tidak mungkin pula untuk mengambil satu definisi

manapun, sebab dengan demikian maka seseorang itu akan dinyatakan non-Muslim

berdasarkan definisi-definisi lainnya. Dan tetap tidak akan mungkin dapat keluar dari

rawa lumpur ini dalam bentuk apapun. Hakim Muhammad Munir, pada waktu

pemeriksaan tahun 1953, ketika memintakan kepada berbagai ulama untuk memberikan

penjelasan mengenai definisi Muslim, maka disesalkan bahwa tidak ada dua orang

ulamapun yang dapat sepakat mengenai satu definisi manapun. Mengenai hal itu, dengan

mengungkapkan penyesalan beliau, Hakim Munir mengatakan:

“Dengan memperhatikan berbagai definisi yang telah dilakukan oleh para

ulama, tidaklah perlu bagi kami untuk memberikan komentar apapun, kecuali

Page 16: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

16

bahwa, tidak ada dua orang ulamapun yang sepakat atas masalah dasar ini.

Jika kami juga seperti seorang ulama memberikan satu definisi dari pihak

kami, dan definisi itu berbeda dari segenap definisi lainnya, maka kami

dengan sendirinya akan menjadi keluar dari Islam. Dan jika kami memakai

definisi yang dilakukan oleh salah seorang dari antara ulama-ulama itu, maka

kami memang akan tetap sebagai Muslim pada pandangan ulama tersebut,

tetapi akan menjadi kafir berdasarkan setiap definisi lainnya.” (Report of The

Court of Inquiry Constituted Under Punjab Act II of 1954 to Enquire into the

Punjab Disturbances of 1953, h.218).

Dari kesimpulan yang dicapai oleh Hakim Munir itu hal ini secara tegas terbukti

bahwa mengenai definisi Muslim, sampai pada penyusunan laporan (Report) itupun tidak

pernah terjadi ijma‟ yang darinya didapat suatu kesepakatan para shalihin terdahulu. Oleh

karena itu, jika pada masa sekarang ini dipaparkan suatu definisi yang secara zahir

tampaknya disepakati, maka definisi itu sama-sekali tidak dapat dinyatakan sebagai

definisi hasil ijma‟ umat, dan darinya tidak diperoleh kesepakatan para shalihin

terdahulu.

Jadi, pendirian Jemaat Ahmadiyah adalah, mengambil definisi yang mengandung

hukum dan bersifat pokok tentang Muslim, yang telah disabdakan dari lidah Yang Mulia

Khaatamul Anbiyaa shallallaahu „alaihi wasallam. Definisi ini merupakan suatu piagam

mulia bagi negara Islam. Untuk itu kami memaparkan tiga buah Hadits Nabi s.a.w..

(1) Jibril a.s. dalam bentuk manusia datang kepada Rasulullah s.a.w. dan

bertanya kepada beliau:

{Insert arabic: 10}

Artinya: “‟Hai Muhammad! Beritahukanlah kepadaku tentang Islam.‟

Rasulullah s.a.w. bersabda: „Islam, ialah hendaknya bersaksi bahwa tiada

tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah, mendirikan

shalat, memberikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan beribadah haji

di Baitullah jika engkau mampu menempuh di jalannya.‟ Orang itu berkata:

„Engkau benar!‟ Perawi mengatakan: „Kami merasa heran kepada orang itu.

Dia bertanya dan sekaligus membenarkannya.‟ Kembali orang itu berkata:

„Beritahukanlah kepadaku tentang Iman‟. Rasulullah s.a.w. bersabda:

‟Hendaknya engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya,

Page 17: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

17

kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan Hari Akhir, serta beriman kepada

takdir, baik dan buruknya takdir.‟ Orang itu berkata: „Engkau benar.‟”

(Shahih Muslim, Kitabul Iman)

(2) {Insert arabic: 11}

Artinya: “Seorang laki-laki penduduk Najd datang kepada Rasulullah s.a.w.,

tidak teratur rambut kepalanya. Kami mendengar suaranya tetapi tidak

memahami apa yang dikatakannya sampai dekat. Ternyata ia bertanya

tentang Islam. Rasulullah s.a.w. bersabda: „Shalat lima kali dalam sehari

semalam.‟ Lalu dia berkata, 'Apakah ada kewajiban lain atasku ?' Beliau

bersabda: „Tidak, kecuali engkau ingin melakukannya secara nafal!

Rasulullah s.a.w. bersabda: „Dan puasa Ramadhan.‟ Ia bertanya: 'Apakah

ada kewajiban lainnya atasku ?' Beliau bersabda: „Tidak, kecuali engkau

ingin melakukannya secara nafal.‟ Dan Rasulullah menuturkan kepadanya

tentang zakat. Ia bertanya: „Apakah ada kewajiban lainnya atasku ?‟ Beliau

bersabda: „Tidak, kecuali engkau ingin melakukannya secara nafal.‟ Lalu

laki-laki itu berpaling seraya berkata: „Demi Allah, saya tidak menambah

atas ini dan tidak pula menguranginya.‟ Rasulullah s.a.w. bersabda:

„Berbahagialah dia, jika dia terbukti benar dalam ucapanya.” (Shahih

Bukhari, Kitabul Iman, Bab Az-Zakatu minal Islam).

(3) {Insert arabic: 12}

Page 18: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

18

Artinya: “Barangsiapa yang shalat seperti shalat kita, berkiblat pada kiblat

kita, dan memakan sembelihan kita, maka ia adalah orang Muslim yang

mempunyai jaminan dari Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu

mengecoh Allah dalam hal jaminan-Nya. (Shahih Bukhari, Kitabul Shalat,

Bab Fadhlistiqbaalil Qiblah).2

Merupakan suatu ihsan agung Junjungan Suci kita s.a.w. bahwa melalui definisi

tersebut Rasulullah s.a.w. dalam kata-kata yang sangat lengkap telah meletakkan fondasi

antara bangsa-bangsa di dalam kesatuan dunia Islam. Dan merupakan kewajiban setiap

pemerintahan Islam untuk mengakui fondasi/prinsip ini dalam pandangan mereka dengan

sangat jelas. Jika tidak, maka tatanan umat Islam senantiasa akan hancur, dan pintu-pintu

kekacauan tidak akan pernah dapat ditutup.

Setelah kurun pertama, selama 14 abad silam, apapun fatwa kufur yang telah

dikeluarkan oleh berbagai ulama di berbagai zaman yang didasarkan pada definisi

rancangan mereka sendiri, telah menimbulkan bentuk yang begitu mengerikan sehingga

tidak ada tokoh suci agama, ulama-ulama, para sufi dan waliullah dari abad manapun

yang keislamannya dapat bertahan selamat berdasarkan definisi-definisi tersebut. Dan

tidak ada satu golonganpun dapat dikemukakan yang status kekufurannya tidak

dinyatakan oleh sebagian golongan lainnya. Dalam kaitan ini dilampirkan suplemen

nomor 5.

Kedudukan Fatwa Kafir

Di sini timbul pertanyaan, apa kedudukan fatwa-fatwa kafir itu? Dan apakah

seorang ulama secara pribadi ataupun sebagai wakil dari golongannya memiliki otoritas

atau tidak untuk memberi fatwa kafir terhadap seseorang atau golongan lainnya? Dan apa

dampak yang akan timbul dari fatwa-fatwa semacam itu terhadap umat Islam secara

keseluruhan?

Menurut Jemaat Ahmadiyah, kedudukan fatwa-fatwa semacam itu tidak lebih dari

sekedar bahwa menurut sebagian ulama tertentu beberapa akidah adalah bertentangan

dengan Islam karena penganut akidah-akidah tersebut kafir pada pandangan Allah, dan di

Hari Kiamat mereka tidak akan dibangkitkan di tengah-tengah umat Islam. Dari sudut ini,

fatwa-fatwa tersebut di dunia hanya memiliki kedudukan sebagai suatu peringatan. Dan

sejauh yang berkaitan dengan urusan-urusan dunia, kepada seseorang atau suatu

golongan tidak dapat diberikan hak atau otoritas untuk mengeluarkan [mengeluarkan

pihak-pihak tertentu] dari batas-batas Islam yang paling jauh sekalipun. Itu adalah urusan

antara Allah dengan manusia. Dan keputusannya hanya dapat berlangsung pada hari

pembalasan di Hari Kiamat. Dalam urusan-urusan dunia, keberadaan fatwa-fatwa

tersebut dapat terbukti sangat berbahaya bagi kesatuan umat Islam. Dan seseorang atau

suatu golongan lainnya tidak dapat dinyatakan keluar dari Islam dengan menggunakan

fatwa ulama-ulama dari golongan tertentu sebagai landasan.

2 Terjemahan Hadits-hadits ini pada artikel asli bahasa Urdu, diambil dari terjemahan Abul A‟laa Maududi

dalam bukunya Dasturi Safarisyaat Par Tanqid, p. 14, 15.

Page 19: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

19

Pendirian yang mengatakan bahwa jika segenap golongan sepakat mengenai

kekufuran suatu golongan sehingga golongan itu dapat dinyatakan keluar dari Islam, dari

segi ini adalah salah dan tidak dapat diterima akal, sebabnya ialah (sebagaimana terbukti

dari penelaahan terhadap fatwa-fatwa yang tercantum di dalam suplemen) secara amalan,

dalam setiap golongan umat Islam sedikit banyak pasti terdapat akidah-akidah yang

mengenainya kebanyakan golongan tersebut menyepakatinya sebagai akidah-akidah yang

membuat para penganutnya keluar dari Islam. Dan kondisi demikian menuntut

kedatangan seorang hakim adil dari Langit.

Jika pada hari ini berdasarkan beberapa pertentangan ternyata sangat mungkin

terjadi kesepakatan segenap golongan lainnya menentang Jemaat Ahmadiyah, maka

besokpun mungkin saja akan terjadi seperti itu menentang golongan Syi‟ah mengenai

beberapa akidah khusus yang mereka anut. Dan hal yang sama juga dapat terjadi pada

Ahli Quran seperti Chakralwi atau Parwezi. Dan mengenai beberapa akidah Ahli Hadits,

Wahabi atau Deobandi juga secara amalan terjadi kesepakatan para ulama dari golongan-

golongan lainnya. Jadi, kata mayoritas adalah suatu gambaran yang melampaui batas.

Cobalah simak satu golongan secara khusus, maka sebagai lawannya segenap golongan

lain akan tampil sebagai kelompok mayoritas. Dan dengan demikian, secara bergiliran,

terhadap masing-masing golongan akan berlakulah fatwa kafir dari kelompok mayoritas

lainnya.

Menurut kami, fatwa-fatwa itu berpijak pada hal-hal zahir. Dan pada substansinya

fatwa-fatwa itu tidak dapat dinyatakan sebagai surat panggilan untuk masuk surga

ataupun neraka. Sejauh yang berkaitan dengan hakikat Islam, kami menuliskan definisi

Muslim sejati, dalam kata-kata Pendiri Jemaat Ahmadiyah:

“Secara istilah, arti Islam adalah apa yang diisyaratkan oleh ayat suci ini,

yakni:

{Insert arabic: 13}

Yakni, Muslim adalah dia yang menyerahkan segenap wujudnya di jalan

Allah Ta‟ala. Yakni, mewakafkan wujudnya untuk Allah Ta'ala dan untuk

mengikuti kehendak-kehendak-Nya, serta untuk meraih keridhaan-Nya.

Kemudian dia berdiri teguh di atas perbuatan-perbuatan baik demi Allah

Ta‟ala. Dan dia mengerahkan segenap kekuatan amaliah wujudnya di jalan

Allah. Artinya, secara akidah dan secara amalan, dia telah menjadi milik

Allah Ta‟ala semata.

Secara akidah adalah demikian, yakni dia memahami segenap

wujudnya secara hakikat sebagai sesuatu yang telah diciptakan untuk

mengenali Allah Ta‟ala, untuk mentaati, dan untuk meraih kecintaan serta

keridhaan-Nya. Sedangkan secara amalan adalah demikian, yakni murni demi

Allah dia melakukan kebaikan-kebaikan hakiki yang berkaitan dengan

segenap kemampuannya dan yang berhubungan dengan segenap karunia

anugerah Allah. Namun, dengan penghayatan dan pendalaman sedemikian

Page 20: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

20

rupa seolah-olah pada pandangan keitaatannya dia sedang menyaksikan

wajah Sang Ma‟bud Haqiqi itu….

Sekarang dengan menelaah ayat-ayat tersebut di atas, setiap orang

berakal dapat memahami bahwa hakikat Islam baru dapat merasuk ke dalam

diri seseorang apabila wujudnya bersama segenap kemampuan batiniah dan

zahiriahnya hanya diwakafkan untuk Allah Ta'ala dan untuk jalan-Nya. Dan

amanat-amanat yang dia terima dari Allah Ta‟ala, dia serahkan kembali

kepada Sang Penganugerah Sejati itu. Dan tidak hanya secara akidah saja,

melainkan secara amalanpun dia memperlihatkan seluruh bentuk Islamnya

serta hakikat sempurna Islam tersebut. Yakni, seorang yang mengaku Islam,

membuktikan bahwa tangannya, kaki, kalbu, otak, akalnya, pemahamannya,

kemarahannya, rasa kasihnya, kelembutan hatinya, ilmunya, segenap

kekuatan rohani dan jasmani yang ia miliki, kehormatannya, hartanya,

ketenteraman dan kebahagiaannya, dan apa saja yang ada secara zahir

maupun batin mulai dari rambut-rambut di kepalanya hingga ke kuku-kuku di

kakinya, bahkan sampai niat-niatnya, partikel-partikel kalbunya, dorongan-

dorongan nafsunya, kesemuanya itu telah mengikuti Allah Ta‟ala sedemikian

rupa sebagaimana anggota-anggota tubuh yang dimiliki seseorang taat

mengikuti orang itu. Ringkasnya, hal ini harus terbukti bahwa langkah

kebenaran itu telah mencapai suatu derajat di mana apa saja yang dia punyai

sudah tidak lagi menjadi miliknya, melainkan telah menjadi milik Allah

Ta‟ala. Dan segenap bagian tubuh serta kemampuan, telah dikerahkan untuk

mengkhidmati Ilahi, seakan-akan semua itu menjadi bagian tubuh Al-Haq3.

Dan dengan menelaah ayat-ayat itu, hal inipun tampil dengan jelas

dan nyata bahwa mewakafkan hidup di jalan Allah Ta‟ala, yang merupakan

hakikat Islam, ada dua macam. Pertama, menyatakan hanya Allah Ta‟ala

itulah Dzat yang disembah, dituju dan dicinta. Serta tidak menyekutukan

apapun dalam penyembahan, kecintaan, takut, dan harapan terhadap-Nya.

Dan hal-hal yang berkaitan dengan pengkudusan-Nya, pemujian terhadap-

Nya, penyembahan-Nya, dan segenap tata-krama penyembahan-Nya, hukum-

hukum-Nya, perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya, serta hal-hal yang

berkaitan dengan keputusan dan taqdir Samawi, kesemuanya itu diterima

dengan sepenuh hati. Kemudian sepenuhnya menggali segenap kebenaran

suci dan makrifat-makrifat suci yang merupakan sarana untuk mengetahui

qudrat-qudrat-Nya yang maha luas, dan yang merupakan perantara untuk

mengetahui derajat tinggi pemerintahan dan kerajaan-Nya, serta yang

merupakan suatu penuntun kokoh untuk mengenali kemurkaan-kemurkaan

dan anugerah-anugerah-Nya.

Jenis kedua mewakafkan hidup di jalan Allah Ta‟ala adalah

mewakafkan hidup dalam mengkhidmati, bersikap solider sependeritaan,

membantu mencarikan jalan, membantu memikul beban, dan benar-benar

merasakan kepedihan hamba-hamba-Nya. Menanggung penderitaan untuk

3 Allah Ta‟ala – peny.

Page 21: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

21

memberikan ketenteraman pada orang-orang lain, dan rela merasakan

kepedihan atas diri sendiri demi kesejahteraan orang lain.

Dari pernyataan ini diketahui bahwa hakikat Islam sangat mulia. Dan

seorang manusia tidak pernah dapat secara hakiki menyandang sebutan mulia

sebagai warga Islam selama dia belum menyerahkan kepada Allah seluruh

wujudnya bersama segenap kemampuan, keinginan, dan kehendaknya. Dan

mencabut diri dari keakuannya (egoisme) serta dari segenap hal yang

berkaitan dengan itu, dan menjauhi jalan keakuan tersebut.

Jadi, secara hakiki seseorang itu baru dapat dikatakan Muslim tatkala

timbul suatu revolusi besar di dalam kehidupannya yang penuh kelalaian.

Kemudian, eksistensi wujud nafs amarah yang dia miliki, beserta segenap

dorongannya, serentak punah. Lalu, setelah maut tersebut, di dalam dirinya

mulai timbul kehidupan baru sebagai orang yang berbuat kebaikan demi

Allah. Dan itu adalah suatu kehidupan suci yang di dalamnya tidak terdapat

apapun kecuali ketaatan terhadap Sang Khaliq dan sikap solider terhadap

sesama makhluk.

Ketaatan terhadap Sang Khaliq adalah demikian, yakni dia siap

untuk menerima kehinaan dan kenistaan demi menzahirkan kehormatan,

keperkasaan, serta keesaan-Nya. Dan dia siap menerima ribuan kematian

demi menghidupkan Tauhid-Nya. Dan dalam ketaatan terhadap-Nya, satu

tangan bisa rela memotong tangan yang lain. Dan dalam kecintaan akan

keagungan perintah-perintah-Nya serta dalam kehausan akan keridhaan-Nya,

dia membenci dosa sedemikian rupa seakan-akan dosa itu adalah suatu api

yang siap melahap, atau bagai racun yang mematikan, atau sebuah halilintar

yang dapat menghanguskan, sehingga harus melarikan diri dari dosa itu

dengan segenap kemampuannya. Ringkasnya, untuk mengikuti kehendak-

Nya, kita harus meninggalkan segenap kehendak jiwa kita. Dan untuk

melekat dengan-Nya, terimalah sayatan-sayatan luka yang sangat

menyakitkan. Dan untuk memberikan bukti ikatan dengan-Nya, putuskanlah

segenap ikatan nafsu.

Dan mengkhidmati makhluk Allah adalah demikian, yakni sekian

banyak kebutuhan makhluk, dan sekian banyak faktor serta jalan yang telah

diciptakan Sang Pembagi Azali untuk membuat sebagian membutuhkan

sebagian lainnya, dalam segenap hal tersebut memberikan manfaat kepada

makhluk semata-mata demi Allah dengan solidaritas hakiki dan tanpa maksud

tertentu serta dengan solidaritas sejati yang dapat timbul dari dirinya. Dan

membantu setiap yang membutuhkan bantuan, melalui kemampuan anugerah

Allah. Dan mengerahkan semua kekuatan untuk mengadakan perbaikan dunia

dan akhirat bagi [makhluk-makhluk].

Jadi, inilah ketaatan dan pengkhidmatan demi Allah yang sangat

mulia, yang bercampur dengan kasih sayang dan kecintaan, serta yang

dipenuhi oleh ketulusan dan sikap merendahkan diri. Inilah Islam dan hakikat

Islam serta intisari Islam yang diraih setelah memperoleh kematian dari nafs,

dorongan alami, nafsu, dan kehendak.” (Ainah Kamalaat-e-Islam, p. 57-62)

Page 22: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

22

---------ooo0ooo---------

Page 23: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

23

KEDUDUKAN

KHAATAMAN NABIYYIIN S.A.W.

DAN TULISAN-TULISAN PENUH MAKRIFAT

DARI PENDIRI JEMAAT AHMADIYAH

Tanggapan Terhadap Tuduhan Mengingkari Khatamun Nubuwwat

“Inti dan saripati akidah saya adalah: Laa Ilaaha Illallaah Muhammadur

Rasuulullah. Kepercayaan yang saya anut dalam kehidupan di dunia ini, dan

-- atas karunia serta taufik Allah Ta'ala -- dengannya saya akan

meninggalkan alam tempat berlalu ini, ialah, bahwa Sayyidina wa Maulana

Muhammad Mushthafa shallallaahu „alaihi wasallam adalah Khaataman

Nabiyyiin dan Khairul Mursaliin. Melalui tangan beliaulah agama telah

Page 24: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

24

sempurna, dan nikmat/anugerah telah mencapai derajat paling lengkap, yang

dengan perantaraan itu manusia menempuh jalan lurus lalu dapat mencapai

Allah Ta'ala.” (Izalah Auham)

Tuduhan ini jelas-jelas keliru dan merupakan kedustaan. Yakni, na‟udzubillaah,

Jemaat Ahmadiyah mengingkari ayat Khaataman-nabiyyiin dan tidak mengakui Nabi

Muhammad Mushthafa Khatamul Anbiya s.a.w. sebagai Khaataman Nabiyyiin. Sungguh

aneh, tuduhan ini dilontarkaan terhadap suatu Jemaat di antara seluruh golongan umat

Islam, yang secara teguh meyakini bahwa jangankan satu ayat Alquran Suci, satu noktah

atau satu titikpun tidak ada yang mansukh. Padahal sebaliknya, menurut para ulama dari

golongan-golongan lain, sebagian ayat Alquran telah dimansukhkan melalui sebagian

ayat lainnya, dan sekarang ayat-ayat itu bagaikan usus buntu dalam tubuh manusia. Jadi,

bukankah ini suatu hal yang aneh ? Yakni golongan-golongan yang mempercayai bahwa

di dalam Alquran Karim terdapat 5 hingga 500 ayat telah dimansukhkan, melontarkan

tuduhan mengingkari satu ayat Alquran Karim terhadap sebuah golongan yang memiliki

akidah bahwa jangankan satu ayat, satu noktahpun tidak ada yang mansukh.

Apalagi namanya kalau bukan keaniayaan dan kezaliman ? Di satu sisi Jemaat

Ahmadiyah bersiteguh menyatakan bahwa begitulah akidah kami dan itulah yang berkali-

kali ditekankan pendiri Jemaat Ahmadiyah kepada kami. Yakni, Alquran adalah kitab

Allah yang terakhir dan sempurna; Muhammad Mushthafa s.a.w. adalah rasul-Nya yang

terakhir dan paling sempurna, serta merupakan Khaatamun Nabiyyiin. Di sisi lain, para

ulama penentang, memberikan jawaban pada kami, “Walaupun kalian mengatakan

demikian, dalam makna tertentu kalian tetap masih menganggap ada kemungkinan bagi

kedatangan nabi. Oleh sebab itu kalian mengingkari makna ayat suci tersebut! Jadi,

secara nyata kalian terhitung mengingkari ayat itu.”

Inilah alasan terbesar para penentang Jemaat, yang dengan kekuatannya mereka

bangkit membawa tekad untuk mengeluarkan Jemaat Ahmadiyah dari Islam. Mari kita

simak hakikat tuduhan ini dengan hati yang sejuk. Dan dengan tenang serta adil, kita

simpulkan bahwa para penuduh itu jauh dari kebenaran. Jangan-jangan tuduhan itu

berlaku pada diri mereka sendiri, dan mereka bakal terkena sangsi karena menuduh pihak

lain mengingkari ayat tersebut.

Pendirian Jemaat Ahmadiyah adalah, kami mengimani seluruh makna ayat

Khaataman-nabiyyiin yang bersesuaian dengan Alquran, Hadits, Ijma‟ orang-orang

shaleh terdahulu, ungkapan-ungkapan dan bahasa Arab. Kami mengimani makna harfiah

ayat ini, dan juga mengimani makna-makna hakikinya, yang intinya, Rasulullah s.a.w.

adalah paling sempurna dari seluruh nabi; stempel para nabi; dan merupakan perhiasan

para nabi. Seluruh potensi nubuwwat telah berakhir pada beliau. Kunci setiap

fadhilah/keunggulan telah diserahkan ke tangan beliau. Syariat beliau -- yakni Alquran

dan Sunnah -- akan terus berlaku hingga kiamat, dan meliputi seluruh penjuru dunia.

Setiap manusia berkewajiban untuk mempercayainya. Tidak ada seorangpun yang dapat

memansukhkan Syariat ini barang setitikpun. Jadi, beliau adalah Rasul pembawa syariat

terakhir dan Imam terakhir yang wajib ditaati. Beliau adalah penutup sekalian nabi,

secara jasmani maupun secara rohani. Tidak ada seorang nabi yang dapat terlepas dari

lingkup ke-khatam-an beliau, dari sisi manapun. Setelah kedatangan beliau, tidak

Page 25: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

25

mungkin ada nabi terdahulu yang secara jasmani tetap hidup di dalam era beliau. Tidak

mungkin, beliau telah berlalu dari dunia ini, kemudian ada nabi terdahulu lainnya yang

masih hidup secara jasmani. Na‟udzubillaah, nabi tersebut wafat setelah menyaksikan ke-

khatam-an beliau secara jasmani.

Dalam makna-makna hakikipun beliau s.a.w. merupakan penutup sekalian nabi.

Tidak mungkin karunia nabi terdahulu masih berkelanjutan setelah kedatangan beliau,

dan mampu menganugerahkan suatu kedudukan rohani yang terendah sekalipun kepada

seseorang manusia. Beliau merupakan penutup bagi karunia-karunia segenap nabi

lainnya. Namun, karunia-karunia beliau s.a.w. tetap berlangsung hingga Kiamat. Segenap

karunia dan anugerah rohani yang dahulu senantiasa diraih oleh umat manusia dengan

cara mengikuti nabi-nabi sebelumnya, lebih besar dari itu akan dianugerahkan kepada

umat manusia hingga hari Kiamat melalui beliau dan melalui khazanah beliau.

Ringkasnya, kami mengakui Rasulullah s.a.w. sebagai Khaataman Nabiyyiin dalam

makna harfiah maupun hakiki. Dan kami secara hormat berani memaparkan kenyataan

yang pahit ini, bahwa selain para pengingkar hadits, para ulama dari segenap golongan

penentang kami, tidak mengakui Rasulullah s.a.w. sebagai Khaataman Nabiyyiin dalam

makna-makna tersebut. Walaupun mereka mengatakan Rasulullah s.a.w. sebagai penutup

sekalian nabi, mereka menganut kepercayaan yang berlawanan. Yakni, na'udzubillaah,

Rasulullah s.a.w. tidak mampu menjadi penutup bagi Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., secara

jasmani maupun secara rohani. Ketika beliau s.a.w. datang, hanya ada satu nabi lain yang

masih hidup secara jasmani. Namun, disayangkan, dia tidak berakhir di masa hidup

beliau s.a.w.. Beliau telah wafat, tetapi dia masih tetap hidup. Rasulullah s.a.w. telah

berlalu 1400 tahun silam, tetapi Nabi Israili ini masih tetap hidup sampai sekarang.

Cobalah bersikap adil sedikit. Dari segi makna-makna jasmani kata khaatam/penutup,

menurut orang-orang yang percaya Almasih a.s. masih hidup, siapa yang telah menjadi

penutup antara keduanya ?

Kemudian para ulama ini secara amalan juga mengakui Almasih a.s. sebagai

khaatam dari segi rohani. Sebab, mereka percaya bahwa Rasulullah s.a.w. tidak mampu

menutup karunia Almasih. Karunia nabi-nabi lain telah habis sejak sebelumnya, dan

segenap jalan keselamatan lain telah tertutup. Almasih sendiri yang masih hidup. Namun

disayangkan, jalan bagi karunia Almasih tidak dapat ditutup. Tidak hanya itu, kekuatan

karunianya telah menjadi sangat besar dibandingkan sebelumnya. Walaupun ada

kekuatan suci Rasulullah s.a.w. yang sangat agung, umat Islam tetap terkena penyakit-

penyakit rohani yang berbahaya. Umat ini dikepung oleh berbagai macam penyakit

rohani. Kekuatan suci Rasulullah s.a.w. secara langsung tidak mampu menyelamatkan

ini. Ya, seorang rasul Bani Israil, melalui semburan napas ke-masih-annya, dapat

menyelamatkan umat ini dari cengkeraman maut serta menganugerahkan suatu

kehidupan rohani baru. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji‟uun. Apakah dari itu tidak

terbukti dengan jelas bahwa orang-orang yang percaya Almasih masih hidup, tidak

menganggap Rasulullah s.a.w. sebagai penutup sekalian nabi, dari segi karunia ? Bahkan

mereka yakin pada saat ini hanya ada satu orang nabi yang masih hidup, dan Rasulullah

s.a.w. tidak mampu menutup karunia nabi itu. Bahkan, na'udzubillaah, Nabi Israili itu

telah wafat ketika umat Islam sangat berhutang budi kepadanya.

Page 26: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

26

Perhatikanlah ! Tidakkah Nabi Isa a.s. dianggap sebagai khaataman nabiyyiin

dalam makna jasmani maupun rohani ? Tidakkah hal ini jelas-jelas menghina Rasulullah

saw ? Tidakkah hal ini menghancurkan ruh ayat Khaataman-nabiyyiin ? Dan tetap saja

dinyatakan bahwa orang Ahmadi mengingkari Khaataman Nabiyyiin, sedangkan mereka

mempercayai Khaataman Nabiyyiin, bahkan melindunginya. Apakah keadilan benar-

benar telah hilang dari dunia ? Apakah segenap pertimbangan akal sehat akan diabaikan ?

Apakah keputusan ini tidak akan ditimbang secara adil, melainkan kebenaran dan

kebatilan serta keselamatan ukhrowi akan diputuskan hanya berdasarkan kekuatan

mayoritas ? Semoga Allah tidak menjadikannya demikian. Semoga Allah benar-benar

tidak menjadikannya demikian. Namun, jika terjadi seperti itu, mengapa yang digembar-

gemborkan adalah takwa Ilahi. Kenapa hal itu tidak disebut saja hukum rimba ? Dan

kenapa untuk ketidakadilan ini digunakan nama suci Allah dan Rasul ? Apapun nama

baik yang diberikan untuk suatu kehancuran, tetap saja ia merupakan kehancuran.

Kepada kami dikatakan, "Kalian sepenuhnya tidak mengakui Rasulullah s.a.w.

sebagai nabi terakhir. Dan dengan cara penafsiran, kalian membuka jalan bagi

kedatangan seorang nabi ummati dan zilli. Sehingga dengan itu kalian telah melanggar

Khatamun Nubuwwat."

Kami mengakui bahwa munculnya nabi ummati seperti itu dalam umat Islam --

yang merupakan hamba kamil Rasulullah s.a.w. dan sepenuhnya meraih karunia dari

beliau s.a.w. -- sama sekali tidaklah menentang makna ayat Khaataman-nabiyyiin. Sebab,

hamba yang fana dan kamil, tidak dapat dipisahkan dari majikannya. Kami bertanggung

jawab untuk membuktikan pendirian kami ini dari Alquran Hakim, sabda-sabda Nabi

Muhammad s.a.w., ucapan-ucapan para pemuka umat, dan dari ungkapan-ungkapan

bahasa Arab. Dalam kaitan itu, pada halaman-halaman berikut ini akan dipaparkan suatu

hasil pembahasan. Namun sebelumnya, kami akan meninjau orang-orang yang

melontarkan tuduhan kepada kami sebagai penghancur segel/stempel kenabian. Yakni,

bagaimana kedudukan akidah mereka. Mereka secara zahir menda‟wakan bahwa mereka

-- secara mutlak, tanpa syarat, tanpa pengecualian dan dalam setiap makna -- mengakui

Rasulullah s.a.w. sebagai nabi terakhir. Dan sesudah beliau, mereka tidak mengakui

kedatangan nabi jenis apapun. Namun, jika dipertanyakan kepada mereka, maka terpaksa

mereka mengatakan, “…kecuali Nabi Isa a.s. yang suatu hari nanti pasti akan turun di

tengah umat ini.”

Apabila anda mempersoalkannya kepada mereka -- yakni, “Kalian telah

mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. secara mutlak, tanpa pengecualian, adalah nabi

terakhir, dalam makna bahwa sesudah beliau tidak akan datang nabi jenis apapun;

bagaimana pula kalian telah memperoleh hak untuk menimbulkan pengecualian ?” Maka

sebagai jawabannya mereka paparkan penakwilan yang sangat tidak bermakna. Yakni,

“Dikarenakan Nabi Isa adalah seorang nabi terdahulu, oleh sebab itu kedatangannya yang

kedua kali, tidak akan memecahkan segel/stempel Khatamun Nubuwwat.” Apabila

dipertanyakan kepada mereka, apakah beliau akan datang membawa syariat Musa ? Maka

mereka mengatakan tidak, melainkan beliau akan datang tanpa syariat. Kemudian apabila

ditanyakan, “Dalam bentuk demikian, apa jadinya tugas perintah dan larangan bagi

beliau ? Hal-hal apa yang akan beliau nasihatkan, dan hal-hal apa yang akan beliau

larang ?” Maka mereka mengatakan, pertama-tama beliau akan menjadi anggota umat

Page 27: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

27

Islam, kemudian mengikuti Syariat Islam, lalu menjadi nabi. Lebih lanjut mereka tidak

mampu menjawab berbagai macam pertanyaan. Yakni, apakah ulama-ulama yang akan

mengajarkan Syariat Islam kepada Almasih ? Atau, kepada beliau akan diberikan

pengetahuan tentang Alquran, Hadits, dan Sunnah melalui wahyu dari Allah Ta'ala secara

langsung ? Namun, dari pemeriksaan ini terbukti dengan telak bahwa mereka sendiri

tidak mempercayai Rasulullah s.a.w. sebagai nabi terakhir secara penuh. Bahkan mereka

memberikan pengecualian bahwa sesudah Rasulullah s.a.w. dapat saja datang seorang

nabi lama, yang bukan pembawa syariat, ummati, mengikuti Syariat Islam kata demi kata,

dan mengajarkannya, tanpa memecahkan segel kenabian.

Kami berhak menanyakan kepada orang berakal, bijak, dan adil. Apakah bagi

penganut akidah semacam itu, dari sisi logika maupun keadilan, dapat dibenarkan untuk

mengatakan bahwa sesudah Rasulullah s.a.w. tidak akan dapat lagi datang nabi jenis

apapun ?

Permasalahan yang sebenarnya adalah, berdasarkan sabda-sabda Sang Khaataman

Nabiyyiin s.a.w., kami dan orang-orang selain kami serta segenap pihak yang mengakui

hadits, terpaksa menganut akidah bahwa “Isa Nabiullah”4 memang akan turun di

kalangan umat ini ?

Kami, berdasarkan ajaran Alquran dan Hadis yang jelas, mengetahui pula bahwa

Isa Ibnu Maryam telah wafat. Oleh sebab itu sabda tersebut di atas kami artikan sebagai

berikut. Yakni “Isa Nabiullah” yang bakal datang itu, akan lahir di kalangan hamba-

hamba Rasulullah s.a.w. dalam umat Islam ini juga. Dan dari Alquran, Hadits, serta

ucapan-ucapan para tokoh Agama Islam, kami membuktikan bahwa tokoh yang

dijanjikan bakal datang itu, juga akan berkedudukan sebagai nabi Allah, serta sebagai

ummati Rasulullah s.a.w.. Dan akidah ini sama sekali tidak bertentangan dengan ke-

khatam-an Nabi Muhammad s.a.w..

Namun, para ulama lain berusaha menenteramkan hati mereka dengan

penakwilan berikut. Yakni, jika nabi terdahulu itu datang kembali -- dikarenakan dia

telah lahir terlebih dahulu, dan sejak sebelumnya telah dianugerahkan pangkat kenabian,

sehingga dia tidak dapat dinyatakan sebagai yang terakhir -- maka jalan kedatangan bagi

nabi terdahulu itu masih tetap terbuka tanpa memecahkan segel kenabian.

Poin dasar dalam pemaparan dalil seperti itu adalah, nabi yang telah lahir terlebih

dahulu tidak dapat dinyatakan sebagai nabi terakhir. Apabila kita menyimak dalil seperti

itu, maka tampak sangat lemah dan sia-sia.

Pertanyaannya adalah, jika hari ini di hadapan seorang pemuda berusia 20 tahun

lahir seorang bayi, lalu dalam beberapa hari bayi itu meninggal, kemudian pemuda

tersebut meninggal dunia 80 tahun berikutnya dalam usia 100 tahun, maka siapa yang

akan ditulis terakhir oleh penulis sejarah ? Yakni, siapa yang akan dinyatakan terakhir

oleh penulis sejarah yang memiliki pemahaman mendalam serta akal yang sehat ?

Apakah anak bayi itu, yang lahir belakangan, namun meninggal setelah hidup

beberapa hari saja ? Ataukah pemuda yang telah lahir dahulu itu, yang wafat 80 tahun

setelah kematian bayi tadi, dalam usia 100 tahun ?

Disayangkan, persis seperti itulah bentuk yang dipaparkan para ulama penentang

kami. Dan mereka tidak melihat titik kelemahan logika tersebut. Mereka tidak

4 Shahih Muslim, jilid 2, bab Dzikrud-dajjaal.

Page 28: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

28

memperhitungkan bahwa berdasarkan keterangan mereka, usia Nabi Isa a.s. kurang lebih

600 tahun ketika Nabi Muhammad Mushthafa s.a.w. dilahirkan. Dalam usia 63 tahun,

Rasulullah s.a.w. telah wafat di masa hidup Nabi Isa. Dan sampai sekarang lebih 1400

tahun Isa Nabiullah itu masih tetap hidup. Cobalah katakan, ketika nanti dia turun, lalu

akhirnya akan wafat setelah melaksanakan tugasnya, maka siapa yang akan dinyatakan

sebagai yang terakhir dari segi waktu oleh seorang penulis sejarah yang objektif ?

Menurut para ulama zahir, ayat Khaataman-nabiyyiin dari segi zaman/waktu tidak

memberikan hak kepada siapapun sesudah Rasulullah s.a.w. untuk menjadi yang terakhir.

Lalu apa pula hak para ulama zahir itu untuk menyatakan Nabi Isa a.s. sebagai nabi

terakhir dari segi waktu ? Pengingkaran terhadap hakikat tersebut sekedar dari mulut saja,

tidaklah mengandung makna apapun. Sebab, mereka secara amalan mengakui Nabi Isa

a.s. sebagai nabi yang paling terakhir di dunia ini ratusan tahun setelah Rasulullah s.a.w..

Pendiri Jemaat Ahmadiyah telah memaparkan gambaran yang lengkap dan

menarik tentang ke-khatam-an Nabi Muhammad s.a.w.. Gambaran itu benar-benar sangat

langka dan tiada duanya. Beliau telah menguraikan tafsir ayat Khaataman-nabiyyiin dari

berbagai aspek di dalam buku-buku beliau, berdasarkan Alquran Suci, dengan cara

sedemikian rupa sehingga setiap bagiannya menarik manusia ke arah iman dan irfan.

Beliau telah menggunakan istilah yang luar biasa dan sangat mengesankan.

Yakni, Tuhan kita adalah Tuhan Yang Hidup; Kitab kita, Alquran Majid, adalah suatu

kitab yang hidup; dan Rasul kita, Yang Mulia Khaatamun Nabiyyiin Muhammad

Mushthafa s.a.w. adalah rasul yang hidup. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh

beliau di dalam umat Islam. Dan secara benar beliau telah mempersiapkan kecintaan

yang hakiki terhadap Muhammad Arabi s.a.w., dalam kaitan dengan ke-khatam-an Nabi

Muhammad.

Ketiga permasalahan pokok ini -- yakni keimanan terhadap Allah, keimanan

terhadap Kitab, dan keimanan terhadap Rasul -- satu sama lain saling terkait dan saling

berhubungan secara mendalam sehingga satu unsur tidak dapat dipisahkan dari unsur-

unsur lainnya. Jadi, tidaklah mungkin dengan mengenyampingkan unsur-unsur lain,

akidah-akidah dan pandangan-pandangan Pendiri Jemaat Ahmadiyah tentang suatu

perkara dapat disimak. Jadi, tentang Khataman Nubuwwat, mutlak bagi kita untuk

memperhatikan keimanan, akidah-akidah dan pandangan-pandangan beliau tentang Allah

Ta'ala serta Alquran Karim. Sebab, jika tidak, penyimakan pemahaman beliau tentang

Khatamun Nubuwwat, tidak dapat diketahui secara sempurna.

Kini kami mulai dengan masalah Allah Ta'ala. Kami paparkan beberapa kutipan

dari pendiri Jemaat Ahmadiyah, yang insya Allah sesudah itu akan terbukti sangat

membantu dalam memahami masalah Khatamun Nubuwwat.

---------ooo0ooo---------

Page 29: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

29

IRFAN ILAHI

DARI UNGKAPAN-UNGKAPAN

PENDIRI JEMAAT AHMADIYAH

Irfan Ilahi Dalam Ungkapan-ungkapan Pendiri Jemaat Ahmadiyah

Pendiri Jemaat Ahmadiyah di dalam buku beliau, Surmah Chasyam Ariyah menyatakan:

“Di berbagai tempat dalam Alquran Suci, melalui isyarah-isyarah

maupun penjelasan-penjelasan rinci, telah diuraikan bahwa Rasulullah

Page 30: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

30

s.a.w. merupakan manifestasi sempurna Ilahiyah. Kalaam beliau

merupakan Kalaam Allah; kehadiran beliau merupakan penzahiran Allah;

dan kedatangan beliau merupakan kedatangan Allah.” (Surmah Chasyam

Ariyah)

“Jadi, dikarenakan sejak qadim/awal dan semenjak dunia

diciptakan, pengenalan terhadap Allah berkait erat dengan pengenalan

terhadap nabi, oleh sebab itu dengan sendirinya tidaklah mungkin dapat

meraih Tauhid tanpa perantaraan nabi. Nabi merupakan cermin untuk

menyaksikan rupa Allah. Melalui cermin itulah wajah Allah kelihatan.

Ketika Allah Ta'ala ingin menzahirkan diri-Nya di dunia, maka Dia

mengutus nabi, yang merupakan manifestasi qudrat-qudrat-Nya, ke dunia.

Dia menurunkan wahyu-Nya kepada nabi itu. Dan Dia memperlihatkan

kekuatan-kekuatan Rabbubiyyat-Nya melalui nabi tersebut. Barulah dunia

mengetahui bahwa Allah itu ada.

Jadi, wujud orang-orang yang secara mutlak -- berdasarkan

ketentuan permanen dari Allah -- telah ditetapkan sebagai sarana untuk

mengenali Allah, mengimani mereka merupakan suatu bagian Tauhid.

Tanpa keimanan itu, Tauhid yang sempurna tidak dapat [dicapai]. Sebab,

Tauhid murni yang timbul dari mata air keyakinan kamil, yang

diperlihatkan nabi melalui Tanda-tanda Samawi dan penampakan-

penampakan keajaiban qudrat, dan yang mengantarkan sampai kepada

ma‟rifat, tidaklah mungkin dapat diperoleh. Itulah suatu golongan yang

menampakkan Allah. Melalui mereka, wujud Allah yang sangat halus,

sangat terselubung, dan sangat ghaib, menjadi zahir. Dan selamanya

Khazanah Terselubung yang bernama Allah ini, telah dikenali melalui

para nabi. Jika tidak, Tauhid yang di sisi Allah dinamakan Tauhid itu,

yang tampil secara sempurna dalam bentuk nyata, tidak dapat diraih tanpa

melalui perantaraan nabi. Sebagaimana bertentangan dengan akal,

demikian pula bertentangan dengan pengalaman-pengalaman para

salikin5.” (Haqiqatul Wahy, h.112-113).

“Saudara-saudara warga Kristen hendaknya betul-betul ingat,

bahwa contoh kiamat Almasih a.s. sama sekali tidak terbukti. Bukannya

orang-orang Kristen bangkit hidup, justru mereka mati dan terbenam di

dalam kubur-kubur yang sempit dan gelap, paling rendah dari sekalian

orang mati. Dan mereka jatuh ke dalam jurang kemusyrikan. Di dalam diri

mereka tidak terdapat ruh keimanan dan tidak pula keberkatan ruh iman.

Bahkan Tauhid yang paling rendah derajatnya sekalipun -- yakni menjauhi

penyembahan makhluk -- itu juga tidak mereka peroleh. Seorang insan

seperti mereka, yang lemah dan tidak kuasa, mereka sembah-sembah

sembari menganggapnya sebagai khaaliq/tuhan.

5 Orang-orang yang menempuh jalan kedekatan terhadap Allah -peny.

Page 31: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

31

Hendaknya diingat, Tauhid itu memiliki 3 derajat. Derajat yang

paling rendah adalah, jangan menyembah sesama makhluk. [Yakni], batu,

api, manusia, maupun bintang tertentu. Derajat kedua adalah, jangan pula

tergelincir pada sarana-sarana, seakan-akan memberikan hak campur-

tangan yang permanen kepada sarana-sarana itu dalam tata-kerja Allah.

Melainkan, selalulah tumpukan pandangan pada Sumber Sarana-sarana

itu, jangan pada sarana-sarana tersebut. Derajat Tauhid yang ketiga adalah,

menyaksikan secara sempurna manifestasi-manifestasi Ilahiah, lalu

menganggap segala sesuatu selain Allah tidak ada sama sekali, termasuk

diri sendiri. Ringkasnya, segala sesuatu tampak tidak abadi, kecuali Dzat

Allah Ta'ala yang memiliki sifat-sifat kamil.

Inilah kehidupan rohani yang dicapai pada ketiga derajat Tauhid.

Sekarang perhatikanlah dengan seksama bahwa seluruh mata air abadi

kehidupan rohani, telah tampil di dunia hanya melalui berkat Yang Mulia

Muhammad Mushthafa s.a.w..” (Ainah Kamalaat-e-Islam, h.223-224)

“Setelah sempurnanya raga rohani, api kecintaan Dzati Ilahi akan

muncul di dalam kalbu manusia bagai suatu ruh. Dan kepadanya

dianugerahkan kondisi kebersamaan yang abadi. Ia mencapai

kesempurnaannya, barulah keindahan rohani memperlihatkan

penampakkannya secara sempurna. Namun, keindahan yang merupakan

keindahan rohani ini, yang dapat dinamakan keindahan dalam bersikap,

adalah suatu keindahan yang dengan daya tariknya jauh lebih hebat

daripada keindahan wajah. Sebab, keindahan wajah hanya membuat jatuh

cinta satu atau dua orang saja, yang dengan cepat akan pudar, dan daya

tariknya sangat lemah. Namun, keindahan rohani, yang telah dinamakan

sebagai keindahan dalam bersikap, dalam daya tariknya begitu kuat dan

hebat sehingga dapat menarik satu dunia ke arahnya. Seluruh partikel

bumi dan langit ditarik ke arahnya.

Pada hakikatnya ini jugalah yang merupakan falsafah pangabulan

doa. Yakni, seorang insan pemilik keindahan rohani seperti itu -- yang di

dalam dirinya ruh kecintaan Ilahi telah merasuk -- ketika memanjatkan

doa untuk suatu hal yang tidak mungkin dan sangat sulit, serta dia dengan

gencar memanjatkan doa itu, maka dikarenakan dia memiliki keindahan

rohani dalam dirinya, oleh sebab itu atas perintah dan izin Allah Ta'ala

setiap zarah alam ini ditarik ke arahnya. Jadi, terkumpullah sarana-sarana

yang cukup untuk keberhasilannya.

Dari pengalaman dan dari Kitab Suci Allah Ta'ala terbukti bahwa

setiap zarah dunia ini secara alami memiliki kecintaan terhadap orang

seperti itu. Doa-doanya menarik seluruh zarah tersebut ke arah dirinya,

seperti magnet yang menarik besi ke arahnya. Jadi, hal-hal luar biasa yang

tidak disinggung dalam ilmu alam dan falsafah manapun, akan tampil

sebagai faktor-faktor daya tarik tersebut. Dan daya tarik itu adalah alami.

Semenjak Sang Pencipta menyusun alam ragawi dengan zarah-zarah, daya

Page 32: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

32

tarik itupun telah Dia tanamkan dalam setiap zarah. Dan setiap zarah

merupakan pecinta sejati keindahan rohani. Seperti itu pula halnya setiap

ruh yang baik, sebab ia merupakan wadah hakiki manifestasi keindahan.

Itulah keindahan yang baginya difirmankan: „Usjuduu li aadama fa

sajaduu illaa ibliis‟ (Al-Baqarah:34). Dan sekarangpun banyak sekali iblis

yang tidak mengenali keindahan tersebut. Namun, keindahan itu

senantiasa saja menampakkan pekerjaan-pekerjaan yang besar.

Keindahan itu jugalah yang terdapat dalam diri Nuh a.s., yang

untuknya Allah Ta'ala telah setuju, dan segenap pengingkar telah

dihancurkan melalui azab banjir. Sesudah itu, Musa a.s. juga datang

membawa keindahan rohani tersebut. Beliau menanggung penderitaan

beberapa masa, lalu akhirnya menenggelamkan pasukan Fir‟aun.

Kemudian, sesudah semua itu, Sayyidul Anbiyaa wa Khairul Wara

Maulana wa Sayyidina Yang Mulia Muhammad Mushthafa s.a.w., datang

membawa suatu keindahan rohani yang sangat agung. Ayat suci ini cukup

untuk menggambarkannya: „Danaa fa tadallaa, fa kaana qaaba qausaini

au adnaa‟ (An-Najm:8-9). Yakni, Nabi itu telah pergi sangat dekat kepada

Allah Ta'ala, dan kemudian menunduk ke arah makhluk. Dengan demikian

beliau telah memenuhi kedua hak, yakni hak Allah dan hak-hak sesama

manusia. Dan beliau telah memperlihatkan kedua macam keindahan

rohani.” (Dhamimah Barahiin Ahmadiyyah, jilid V, h.61-62).

“Berkedudukan sebagai „Aalimulghaib berdasarkan kekuasaan

pribadi dan sifat-sifat pribadi, merupakan keistimewaan yang hanya

dimiliki Dzat Allah Ta'ala. Dari awal, orang-orang yang benar selalu

menganut akidah mengenai ilmu ghaib Sang Wajibul Wujud sebagai suatu

kemutlakan dalam Dzat-Nya. Sedangkan bagi segenap wujud lain-Nya,

hal itu bukan merupakan unsur yang ada di dalam zat mereka. Dan

memberlakukan segenap kemungkinan terhadap Sang Wajibul Wujud itu

merupakan akidah yang menjunjung tinggi kemuliaan-Nya. Yakni, akidah

bahwa bagi Dzat Allah Ta'ala, berkedudukan sebagai „Aalimulghaib

adalah mutlak. Dan keistimewaan pribadi Dzat-Nya yang hakiki adalah

„Aalimulghaib. Namun, wujud-wujud lain-Nya yang merupakan unsur

hampa dan memiliki hakikat yang kosong, tidak dapat menyatu dalam

sifat tersebut maupun dalam sifat-sifat lain yang dimiliki Allah Ta'ala.

Sebagaimana dari segi Dzat tidak ada yang dapat menyamai Allah Ta'ala,

demikian pula tidak ada yang menyamai-Nya dari segi sifat.

Jadi, bagi wujud-wujud lain-Nya, di dalam diri mereka tidak

terdapat sifat „Aalimulghaib. Tidak peduli apakah itu nabi, muhaddats,

ataupun wali. Ya, mengetahui rahasia-rahasia ghaib melalui ilham Ilahi,

selamanya diperoleh orang-orang yang istimewa dan suci. Dan

sekarangpun masih tetap diperoleh, yaitu hal-hal yang kita terima dengan

cara mengikuti Rasulullah s.a.w. semata.” (Tashdiqun-Nabi, h.26-27)

Page 33: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

33

“Kekuatan-kekuatan-Nya tidak terbatas. Pekerjaan-pekerjaan-Nya

yang luar biasa, tidak pernah habis. Dan Dia juga merubah hukum-hukum-

Nya sendiri bagi hamba-hamba-Nya yang istimewa. Namun, perubahan

itupun memang sudah termasuk di dalam hukum-hukum-Nya. Tatkala

seseorang hadir di singgasana-Nya membawa suatu ruh baru, dan dia

menciptakan suatu perubahan istimewa dalam dirinya semata-mata untuk

meraih keridhaan Allah, maka Allahpun menciptakan suatu perubahan

bagi dirinya. Yakni, seolah-olah Tuhan yang zahir pada diri hamba

tersebut merupakan suatu Tuhan lain, bukan Tuhan yang dikenal oleh

orang-orang umum.

Di hadapan seorang yang imannya lemah, Dia zahir seperti sesuatu

yang lemah. Namun, seseorang yang datang ke arah-Nya dengan suatu

keimanan yang sangat kuat, Dia memperlihatkan pada orang itu bahwa,

„Aku pun sangat kuat untuk menolong engkau.‟ Beriringan dengan

perubahan-perubahan manusia, sifat-sifat-Nya juga mengalami perubahan.

Seseorang yang kondisi imannya tidak memiliki kekuatan sedikitpun

bagai mayat, Allah juga urung memberi dukungan dan bantuan kepada

orang itu, lalu berdiam diri sedemikian rupa seolah-olah -- na'udzubillaah

-- Dia telah mati.

Namun, seluruh perubahan ini Dia lakukan di dalam hukum-

hukum-Nya sesuai kekudusan-Nya. Dikarenakan tidak ada orang yang

dapat membatasi hukum-hukum-Nya, oleh sebab itu secara terburu-buru,

tanpa suatu dalil qoth‟i yang terang dan jelas, melontarkan kritikan bahwa

suatu perkara tertentu bertentangan dengan hukum qudrat, adalah

kebodohan nyata. Sebab, sesuatu yang belum dapat dijangkau batasannya

dan tidak pula ada suatu dalil qoth‟i yang menentangnya, siapa pula yang

mampu memberikan tanggapan tentang itu ?” (Chasymah Ma‟rifat, h.96-

97)

“Wahai orang-orang yang mendengar, dengarkanlah! Tuhan

menghendaki apa dari kamu ? Hanya ini, yaitu jadilah kamu kepunyaan-

Nya. Janganlah kamu mempersekutukan Dia dengan siapapun, tidak di

langit dan tidak pula di bumi. Tuhan kita adalah Tuhan yang sekarangpun

masih hidup seperti dahulu Dia hidup. Sekarangpun masih berkata-kata

seperti dahulu Dia selalu berkata-kata. Sekarangpun masih mendengar

seperti dahulu Dia selalu mendengar. Kelirulah pendapat yang

mengatakan bahwa di zaman ini Dia hanya dapat mendengar, tetapi tidak

bisa berkata-kata. Melainkan, Dia tetap mendengar dan tetap pula berkata-

kata. Semua sifat-Nya adalah azali abadi6 Tiada suatu sifatpun yang

berhenti atau tidak bekerja lagi, tidak sekarang dan tidak di masa

mendatang. Dia Esa, Tunggal, tidak ada sekutu-Nya. Tidak beranak dan

tidak pula beristri. Dia tidak bermisal, yaitu tidak ada dua-Nya. Tidak ada

6 Azali artinya sudah ada sejak dahulu, tidak ada titik permulaannya. Abadi artinya kekal dan tidak ada

kesudahannya -peny.

Page 34: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

34

suatupun bersifat istimewa seperti Dia. Tidak ada yang menyerupai-Nya.

Tidak ada kekuatan-Nya yang berkurang. Dia dekat meskipun jauh, dan

Dia jauh meskipun dekat. Dia bisa menampakkan diri-Nya kepada ahli

kasyaf (orang yang memperoleh kasyaf -peny.) dengan jalan tamats-tsul7.

Tetapi Dia tidak bertubuh dan tidak berupa. Dia paling atas, tetapi tidak

juga dapat dikatakan bahwa ada pula sesuatu di bawah-Nya. Dia ada di

„Arasy, tetapi tidak dapat dikatakan tidak ada di bumi. Dia adalah

himpunan semua sifat kesempurnaan; tempat zahir semua pujian yang

sebenarnya; sumber semua kebaikan; yang meliputi semua kekuatan;

tempat terbit semua kurnia; tempat kembali segala sesuatu; yang memiliki

semua kerajaan; bersifat semua keindahan; suci dari setiap aib dan

kelemahan. Dia dikhususkan untuk disembah oleh segala penduduk bumi

dan segala pengisi langit. Tidak ada suatupun yang mustahil di hadapan-

Nya. Semua ruh dengan segala kekuatannya dan segala zarah bersama

potensi-potensinya, adalah ciptaan-Nya. Tanpa Dia, satu bendapun tidak

dapat timbul. Dia menyatakan diri-Nya melalui kekuatan-kekuatan,

kudrat-kudrat dan tanda-tanda-Nya. Kita dapat memperoleh-Nya dengan

perantaraan Dia sendiri. Dia senantiasa menampakkan wujud-Nya kepada

orang yang benar, dan memperlihatkan kudrat-kudrat-Nya kepada mereka.

Dengan perantaraan itulah Dia dapat dikenal, dan dengan perantaraan-Nya

juga jalan yang disukai-Nya dapat diketahui.

Dia melihat tidak dengan mata jasmani dan Dia mendengar tidak

dengan telinga jasmani. Dia berkata-kata tidak dengan lidah jasmani.

Begitu pula mengadakan yang 'tiada' kepada 'ada' adalah pekerjaan-Nya.

Seperti kamu lihat pemandangan dalam mimpi, tanpa suatu bahan

dijadikan-Nya sebuah alam, dan tiap yang fana dan tidak berwujud itu

dapat diwujudkan-Nya. Ringkasnya, begitulah semua kudrat-Nya. Amat

bodohlah orang yang tidak percaya kepada kudrat-Nya, dan butalah orang

yang tidak tahu tentang kekuatan-kekuatan-Nya yang amat dalam itu. Dia

dapat mengerjakan apa saja asal tidak bertentangan dengan kemuliaan-

Nya atau yang berlawanan dengan janji-Nya. Dia Tunggal dalam dzat-

Nya, dalam sifat-Nya, dalam perbuatan-Nya dan dalam kudrat-Nya. Untuk

sampai kepada-Nya semua pintu tertutup, kecuali sebuah pintu yang telah

dibukakan oleh Quran Majid." (Al-Washiyyat, h.14-17)

“Di dalam Alquran Suci terdapat ajaran-ajaran yang berusaha untuk

membuat Allah menjadi tercinta. Di beberapa tempat menampilkan

keindahan dan kemolekan-Nya. Dan di beberapa tempat mengingatkan

kebaikan-kebaikan-Nya. Sebab, kecintaan terhadap seseorang tertanam

dalam kalbu adalah melalui keindahan, dan atau melalui kebaikan.

Demikianlah tertulis bahwa Allah adalah Esa dan tiada sekutu bagi-Nya

dalam segenap keindahan-Nya. Di dalam-Nya tidak terdapat suatu cacat

apapun. Dia adalah himpunan segenap sifat kamil. Dia adalah manifestasi

7 rupa wujud yang terlihat -peny.

Page 35: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

35

seluruh kekuatan suci. Dia adalah sumber seluruh makhluk. Dia adalah

mata air seluruh karunia. Dia adalah pemilik segala ganjaran dan

hukuman. Dia adalah tempat bertumpu segenap perkara. Dia dekat,

walaupun jauh. Dan dia jauh, walaupun dekat. Dia paling tinggi, tetapi

tidak dapat dikatakan bahwa di bawah-Nya ada sesuatu yang lain. Dia

paling terselubung dari segenap benda, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa

ada sesuatu yang lebih nyata dari-Nya. Dia hidup pada Dzat-Nya, dan

bersama-Nya hidup setiap benda. Dia berdiri tegak pada Dzat-Nya, dan

bersama-Nya segala benda berdiri tegak. Dia menopang setiap benda, dan

tiada suatu bendapun yang menopang-Nya. Tidak ada suatu benda yang

tanpa-Nya telah tercipta sendiri, atau tanpa-Nya dapat hidup sendiri. Dia

menjangkau seluruh benda, tetapi tidak dapat dikatakan bagaimana

batasan-Nya. Dia merupakan nur bagi segala sesuatu di langit dan di bumi.

Dan setiap nur bersinar dari tangan-Nya, serta merupakan refleksi Dzat-

Nya. Dia adalah Rabb seluruh alam. Tidak ada suatu ruh yang tidak

memperoleh pemeliharaan dari-Nya dan timbul sendiri. Tidak ada sesuatu

kekuatan pada suatu ruh, yang bukan berasal dari-Nya dan timbul dengan

sendiri.

Rahmat-rahmat-Nya terdiri dari dua jenis. (1) Pertama, yang sudah

ada sejak awal, tanpa didahului amal perbuatan seseorang pelaku.

Misalnya bumi, langit, matahari, bulan, dan bintang-bintang, air, api,

udara, dan segenap partikel alam ini, yang telah diciptakan untuk

kesejahteraan kita. Begitu pula benda-benda yang kita butuhkan, telah

disediakan untuk kita sebelum kelahiran kita. Dan kesemuanya ini telah

dilakukan ketika kita belum ada. Saat itu tidak pula ada suatu amal

perbuatan kita. Siapa yang dapat mengatakan bahwa, 'Matahari telah

diciptakan karena amal perbuatan saya.' Atau, 'Bumi telah diciptakan

akibat suatu kebaikan saya.' Ringkasnya, inilah rahmat yang telah tampil

sebelum adanya manusia dan amal-amal perbuatannya, yang bukan

merupakan hasil perbuatan seseorang. (2) Kedua adalah, rahmat yang

bergantung pada amal perbuatan. Dan hal ini tidak perlu dirinci lagi.

Demikian pula di dalam Alquran Suci tertera bahwa Dzat Allah

suci dari segala aib, serta terlepas dari segala cacat. Dan Dia menghendaki

supaya manusiapun suci dari aib-aib dengan cara mengikuti ajaran-Nya.

Dan Dia berfirman, „Man kaana fii haadzihi a‟maa fa hua fil aakhirati

a‟maa.‟ Yakni, seseorang yang buta di dunia ini dan tidak menyaksikan

Dzat yang tiada bandingan-Nya itu, maka setelah matipun dia akan tetap

buta. Kegelapan tidak akan berpisah darinya. Sebab, untuk menyaksikan

Allah, di dunia ini juga diperoleh indera-indera. Dan seseorang yang tidak

membawa indera-indera tersebut dari dunia ini, di akhiratpun dia tidak

akan dapat menyaksikan Allah. Di dalam ayat ini dengan jelas Allah telah

mengungkapkan, kemajuan apa yang diinginkan-Nya bagi manusia dan

sampai kemana manusia dapat mencapai, setelah mengikuti ajaran-Nya.

Page 36: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

36

Kemudian, di dalam Alquran Suci Dia memaparkan ajaran berikut

ini, yang melaluinya dan dengan cara mengamalkannya, Allah dapat

disaksikan di dunia ini juga. Sebagaimana Dia berfirman: „Man kaana

yarjuu liqaa-a rabbihii fal ya‟mal „amalan shaalihaw wa laa yusyrik bi

„ibaadati rabbihii ahadaa‟ (Al-Kahfi:110). Yakni, seseorang yang ingin

menyaksikan Allah di dunia ini juga -- yang merupakan Tuhan hakiki dan

pencipta -- maka hendaknya dia melakukan amal perbuatan baik yang

tidak mengandung keburukan jenis apapun. Yakni, amal perbuatan yang

bukan untuk dipamerkan kepada orang-orang lain, dan tidak menimbulkan

ketakaburan di dalam hati bahwa, „Aku begini, dan aku begini.‟ Bukan

pula amal perbuatan yang pincang dan tidak sempurna. Di dalamnya tidak

terdapat bau busuk yang bertentangan dengan kecintaan terhadap Dzat

[Allah]. Melainkan, dipenuhi oleh kejujuran dan kesetiaan. Dan orang

itupun hendaknya menghindari segala macam kemusyrikan. Tidak

menjadikan matahari, bulan, bintang-bintang di langit, angin, api, air,

maupun suatu benda bumi lainnya sebagai sesuatu yang disembah. Tidak

memberikan kehormatan sedemikian rupa terhadap sarana-sarana dunia

serta tidak bertumpu kepadanya seolah-olah sarana-sarana itu merupakan

sekutu Allah. Dan tidak pula menganggap kemampuan serta upayanya

sebagai sesuatu yang berarti, sebab itupun merupakan sejenis

kemusyrikan. Melainkan, setelah melakukan segala sesuatu, dia

beranggapan bahwa dia tidak melakukan suatu apapun. Tidak pula dia

berlaku sombong atas ilmunya dan tidak angkuh atas amal perbuatannya.

Melainkan, dia menganggap dirinya sungguh tidak tahu apa-apa dan tidak

melakukan upaya apapun. Dan ruhnya setiap saat menjatuhkan diri di

hadapan singgasana Allah Ta'ala. Melalui doa-doa dia menarik karunia

Allah ke arahnya. Dia bagaikan seseorang yang sangat dahaga, tidak

memiliki tangan serta kaki, sedangkan di hadapannya muncul sebuah mata

air yang sangat jernih dan bening. Jadi, dengan jatuh bangun dia

menyeretkan dirinya sampai ke mata air itu. Dan dia menyentuhkan

bibirnya ke mata air tersebut, serta tidak berhenti sebelum puas.

Kemudian Tuhan kita berfirman di dalam Alquran tentang

keindahan-keindahan-Nya: „Qul huwallaahu ahad. Allaahush shamad.

Lam yalid wa lam yuulad. Wa lam yakul lahuu kufuwan ahad‟ (Al-

Ikhlaash: 1-4). Yakni, Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa dalam Dzat

maupun sifat-sifat-Nya. Tiada suatu dzat yang azali dan abadi seperti

Dzat-Nya, yakni, kekal dan selamanya. Tidak pula sifat-sifat suatu benda,

menyerupai sifat-sifat-Nya. Ilmu manusia membutuhkan seorang mu‟allim

(pengajar), dan terbatas. Namun, ilmu-Nya tidak membutuhkan suatu

mu‟allim, dan sama sekali tidak terbatas. Pendengaran manusia

membutuhkan udara, serta terbatas. Namun, pendengaran Allah

bertumpukan pada kekuatan pribadi-Nya, serta tidak terbatas. Penglihatan

manusia membutuhkan matahari atau cahaya lainnya, dan terbatas.

Namun, penglihatan Allah bertumpu pada cahaya pribadi-Nya, serta tidak

Page 37: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

37

terbatas. Demikian pula kemampuan manusia untuk menciptakan sesuatu,

membutuhkan suatu bahan dasar. Kemudian membutuhkan waktu, dan

terbatas. Namun, kemampuan Allah untuk menciptakan, tidak

membutuhkan suatu bahan apapun. Tidak membutuhkan waktu, dan tidak

pula terbatas. Sebab, seluruh sifat-Nya tidak ada tandingan dan

bandinganya. Sebagaimana tidak ada yang menyerupai [Dzat]-Nya, sifat-

sifat-Nya juga tidak ada yang menyerupai. Jika di dalam satu sifat terdapat

kelemahan, maka di seluruh sifat-Nya akan timbul kelemahan. Oleh sebab

itu ketauhidan-Nya tidak dapat berdiri tegak selama ada bandingan dan

tandingannya dalam seluruh sifat-Nya, sebagaimana dalam Dzat-Nya.

Selanjutnya makna ayat tersebut di atas adalah, Allah bukanlah

anak seseorang dan tidak pula ada anak-Nya. Sebab, Dia berkecukupan

pada Dzat-Nya. Dia tidak membutuhkan bapak, dan tidak pula anak. Inilah

Tauhid yang telah diajarkan Alquran Suci, yang merupakan landasan

iman.” (Lekcher Lahore, h.9-13)

“Ruh kita dan setiap zarah wujud kita bersujud kepada Allah Yang

Maha Kuasa, Maha Benar, dan Maha Sempurna itu. Melalui tangan-Nya

lah setiap ruh dan setiap zarah makhluk-makhluk beserta segenap

kekuatannya, telah lahir. Karena dengan Wujud-Nya setiap wujud dapat

berdiri. Tidak ada suatu benda pun yang berada di luar pengetahuan-Nya;

di luar jangkauan kekuasaan-Nya, maupun di luar penciptaan-Nya.

Dan ribuan shalawat serta salam dan rahmat serta berkat turun

pada Nabi Suci Muhammad Mushthafa s.a.w., yang melalui perantaraan

beliaulah kita telah menemukan Tuhan yang hidup itu, yang Dia sendiri

berkata-kata membuktikan keberadaan Wujud-Nya. Dia memperlihatkan

Tanda-tanda yang luar biasa, memperlihatkan kepada kita Wajah

berkilauan yang dimiliki oleh kekuatan-kekuatan dan tenaga yang kamil

itu. Jadi, kita telah menemukan Rasul yang memperlihatkan Tuhan itu

kepada kita. Dan kita menemukan Tuhan yang telah menciptakan segala

sesuatu dengan kekuatan-Nya yang kamil. Kekuasaan-Nya mengandung

keagungan hebat, yang tanpa itu benda apapun tidak akan terwujud, dan

yang tanpa pertolongan-Nya tidak ada suatu bendapun dapat bertahan.

Tuhan hakiki kita itu adalah Tuhan yang memiliki berkat-berkat tak

terhingga; memiliki kekuasaan-kekuasaan yang tak terhitung; memiliki

keindahan-keindahan yang tak terhingga; dan Yang Maha Pengasih.

Selain Dia, tidak ada Tuhan lagi.” (Nasim Da‟wat, h.3)

"Ketika saya melihat benda-benda langit yang besar ini,

memperhatikan keagungan dan keajaiban-keajaiban-Nya, dan

menyaksikan bahwa segala sesuatunya itu telah tercipta hanya atas

kehendak Ilahi dan isyarah-Nya, maka ruh saya, tanpa terkendali lagi,

bangkit mengatakan, 'Wahai Tuhan kami yang Maha Kuasa! Betapa

agungnya kekuasaan-kekuasaan Engkau. Pekerjaan-pekerjaan-Mu sangat

Page 38: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

38

menakjubkan dan jauh di atas jangkauan akal. Bodohlah orang yang

mengingkari kekuasaan-kekuasaan Engkau. Dan tolollah orang yang

mengajukan kritikan mengenai Engkau, bahwa dari bahan apa pula

Engkau telah menciptakan benda-benda ini?'" (Nasim Da‟wat, h.60,

catatan kaki).

“Kemudian hendaklah diketahui bahwa Al-Qur‟an Suci

menghimbau kita ke arah Tuhan yang, sifat-sifat-Nya telah ia terangkan

sebagai berikut:

{insert arabic: 14}

Yakni, Dia itulah Tuhan Yang Esa, dan tiada sekutu bagi- Nya,

tidak ada yang patut disembah dan ditaati kecuali Dia8. Hal itu dikatakan

karena seandainya Dia bukan sesuatu yang tanpa sekutu, mungkin saja

kekuatan-Nya dapat ditaklukkan oleh kekuatan musuh-Nya. Dalam

keadaan demikian, posisi Ketuhanan akan tetap berada dalam ancaman

bahaya. Dan yang difirmankan bahwa, 'Tidak ada yang patut disembah

kecuali Dia,' artinya adalah, Dia merupakan Tuhan Yang Sempurna

sedemikian rupa yang sifat-sifat, kelebihan-kelebihan serta potensi-

potensi-Nya demikian tinggi dan agung sehingga jika kita ingin memilih

satu Tuhan dari segala wujud yang ada berdasarkan sifat-sifatnya yang

sempurna, atau kita dalam hati membayangkan sifat-sifat tuhan yang

paling indah dan paling tinggi, maka Dia-lah yang paling tinggi, selain-

Nya tidak ada yang dapat lebih tinggi dari Dia. Dia-lah Tuhan yang dalam

penyembahan-Nya menyekutukan sesuatu yang lebih rendah merupakan

suatu keaniayaan. Lebih lanjut Dia berfirman, bahwa Dia „Aalimul Ghaib.

Yakni, hanya Dia-lah yang mengetahui tentang diri-Nya sendiri. Tidak ada

satupun yang mampu meliputi batas Dzat-Nya. Kita dapat melihat

8 Al-Hasyr: 22

Page 39: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

39

matahari, bulan dan tiap makhluk seutuhnya, akan tetapi kita tidak dapat

melihat Tuhan secara utuh. Kemudian firman-Nya bahwa Dia „Aalimusy

Syahaadah. Yakni, tak ada suatu bendapun tersembunyi dari pandangan-

pandangan-Nya. Tidaklah layak apabila Dia dikatakan sebagai Tuhan, lalu

Dia tidak memiliki pengetahuan tentang benda-benda. Dia memiliki

penglihatan atas partikel-partikel alam ini, sedangkan manusia tidak

memilikinya. Dia mengetahui kapan Dia akan menghancurkan tatanan

alam ini dan akan mendatangkan Kiamat. Dan selain-Nya tidak ada yang

mengetahui kapan hal itu akan berlangsung. Jadi, Dia itulah Tuhan Yang

Mengetahui semua waktu tersebut. Kemudian firman-Nya: 'Hua

rahmaanu,' yakni sebelum ada wujud makhluk-makhluk hidup dan usaha-

usaha mereka, semata-mata karena Dia senang, bukan karena suatu

maksud tertentu, dan bukan sebagai balasan bagi suatu perbuatan, Dia

telah menyediakan sarana-sarana kemudahan bagi mereka. Contohnya, Dia

telah menciptakan matahari, bumi, dan segala benda lain sebelum adanya

wujud serta perbuatan-perbuatan kita. Di dalam Kitab Ilahi anugerah

demikian itu dinamakan rahmaaniyyat dan karena pekerjaan-Nya itulah

Allah Ta'ala disebut Rahmaan. Kemudian firman-Nya lagi, 'Ar-rahiim,'

yakni Dia-lah Tuhan yang memberikan ganjaran terbaik bagi amal per-

buatan yang baik, dan Dia tidak menyia-nyiakan upaya gigih seseorang.

Berdasarkan pekerjaan-Nya ini, Dia disebut Rahiim, dan sifat itu disebut

rahiimiyyat9.

Kemudian firman-Nya: 'Maaliki yaumiddiin,' yakni, Dia-lah

Tuhan Yang menyimpan di tangan-Nya balasan bagi segala sesuatu. Dia

tidak memiliki petugas yang kepadanya Dia serahkan pemerintahan langit

dan bumi, sedangkan Dia sendiri tidak campur-tangan duduk tanpa

pekerjaan; hanya si petugas itu sajalah yang memberikan segala ganjaran

maupun hukuman di alam ini atau di Hari Kemudian10

.

Kemudian firman-Nya: 'Almalikul-qudduus,' Yakni, Tuhan itu

Dia-lah Raja Yang tiada bernoda dan tiada bercacat11

. Adalah jelas bahwa

kerajaan manusia tidak bersih dari aib. Seandainya seluruh penduduk suatu

negeri meninggalkan negeri mereka beramai-ramai dan mengungsi ke

negeri lain, niscaya kerajaan itu tidak akan dapat berdiri. Atau, andaikata

seluruh rakyat dilanda musim kemarau, dari manakah akan diperoleh upeti

bagi raja ? Sekiranya rakyat mulai mempersoalkan apa kelebihan raja dari

mereka, maka kekuasaan apa yang dapat dibuktikan oleh sang raja ? Jadi,

kerajaan Allah Ta'ala tidaklah demikian. Dia dalam sekejap mata dapat

melenyapkan seluruh negeri, dan Dia dapat menciptakan

makhluk-makhluk. Sekiranya Dia bukan Maha Pencipta dan Maha Kuasa,

maka tatanan kerajaan-Nya tidak dapat berjalan kecuali dengan

9 Al-Hasyr: 22

10 Al-Fatihah: 4

11 Al-Hasyr: 23

Page 40: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

40

menggunakan cara-cara kezaliman. Sebab, satu kali Dia memberikan

pengampunan dan keselamatan kepada dunia, maka dari mana Dia akan

mendatangkan dunia yang lain ? Apakah orang-orang yang sudah

mendapat keselamatan itu harus ditangkapi untuk diturunkan lagi ke dunia

dan dengan cara aniaya Dia menarik kembali ampunan serta keselamatan

yang telah dilimpahkan-Nya ? Jika demikian, pasti terdapat cela pada

ketuhanan-Nya, dan Diapun tak ubahnya seperti raja-raja dunia

mempunyai noda. Raja-raja membuat undang-undang bagi dunia, lalu

murka pada hal-hal kecil, dan jika untuk kepentingan pribadi mereka tidak

melihat cara lain kecuali berbuat zalim, maka mereka akan mengangap

perbuatan zalim itu halal bagaikan susu ibu. Misalnya, undang-undang

kerajaan mengizinkan agar sebuah perahu bersama penumpang-

penumpangnya dibiarkan tenggelam untuk menyelamatkan sebuah kapal.

Akan tetapi, ketidak-berdayaan seperti itu tidak berlaku pada Tuhan. Jadi,

seandainya Tuhan bukan merupakan Penguasa penuh dan bukan Pencipta

dari sesuatu yang tidak ada, maka Dia akan bertindak seperti raja-raja

lemah yang menggunakan kezaliman untuk menegakkan kekuasaan; atau

berlaku adil tetapi melepaskan Ketuhanan-Nya. Justru Bahtera Tuhan

beserta segala kodrat-Nya melaju dengan anggun di atas keadilan sejati.

Kemudian firman-Nya, 'Assalaam,' yakni Dia-lah Tuhan Yang

terpelihara dari segala aib, musibah dan kesulitan. Justru Dia-lah Pemberi

keselamatan. Maksudnyapun jelas, sebab seandainya Dia sendiri tertimpa

musibah-musibah, dipukuli orang-orang dan rencana-rencana-Nya tidak

berjaya, maka dengan melihat contoh buruk itu bagaimana mungkin

manusia akan merasa tenang hatinya bahwa tuhan yang semacam itulah

yang akan melepaskan mereka dari musibah-musibah ? Berkenaan dengan

sembahan-sembahan palsu, Allah Ta'ala berfirman:

{insert arabic: 15}

Mereka yang kamu anggap sebagai Tuhan, keadaannya adalah

demikian, jika mereka semua bersatu lalu ingin menciptakan seekor lalat,

sampai kapanpun mereka tidak akan dapat ciptakan, walaupun mereka

saling membantu. Bahkan jika lalat itu merampas sesuatu milik mereka,

maka mereka tidak kuasa untuk mengambilnya kembali dari lalat itu.

Orang-orang yang menyembah mereka, akalnya lemah dan yang

disembahpun kekuatannya tidak berdaya. Apakah Tuhan itu demikian ?

Tuhan adalah Dia yang lebih perkasa dari segala yang perkasa dan unggul

atas semuanya; tidak ada yang dapat menangkap-Nya maupun memukul-

Page 41: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

41

Nya. Orang-orang yang jatuh dalam kesalahan-kesalahan serupa itu

tidaklah mengenal nilai Tuhan dan tidak tahu Tuhan itu seharusnya yang

bagaimana12

.

Kemudian firman-Nya, 'Almu'min,' bahwa Tuhan adalah Sang

Pemberi Keamanan dan yang menegakkan dalil-dalil tentang

kesempurnaan-kesempurnaan dan Tauhid-Nya. Hal ini mengisyaratkan

bahwa orang yang beriman kepada Tuhan sejati tidak akan malu di

hadapan orang banyak, dan tidak pula akan malu di hadapan Tuhan.

Sebab, ia memiliki dalil-dalil yang kuat. Akan tetapi orang yang percaya

kepada tuhan palsu, berada dalam kesulitan besar. Bukannya dia

mengemukakan dalil-dalil, justru dia memasukkan seluruh perkara sia-sia

itu sebagai rahasia supaya jangan sampai ditertawakan, dan dia ingin

menyembunyikan kekeliruan-kekeliruan yang telah terbukti nyata.

Dan kemudian firman-Nya:

{insert arabic: 16}

Dia merupakan pelindung bagi semua dan unggul atas segala

sesuatu serta memperbaiki apa yang rusak, dan Dzat-Nya sangat

berkecukupan (Al-Hasyr: 23). Dan difirmankan:

{insert arabic: 17}

Yakni, Dia adalah Tuhan yang menciptakan tubuh-tubuh dan juga yang

menciptakan ruh-ruh. Dia yang membentuk rupa di dalam rahim. Segala

nama baik yang dapat terlintas di pikiran, semua itu hanyalah bagi-Nya

(Al-Hasyr: 24). Kemudian firman-Nya:

{insert arabic: 18}

Yakni, para penghuni langit menyanjung nama-Nya, demikian pula para

penghuni bumi (Al-Hasyr: 24). Di dalam ayat ini diisyaratkan bahwa di

benda-benda langit ada penghuni dan merekapun terikat dengan

petunjuk-petunjuk Tuhan. Dan kemudian firman-Nya pula:

{insert arabic: 19}

Yakni, Tuhan adalah Maha Kuasa (Al-Baqarah: 20). Ini merupakan

ketenteraman bagi para penyembah, sebab jika Tuhan itu lemah dan tidak

12

Al-Haj: 73, 74

Page 42: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

42

kuasa, maka apalah yang dapat diharapkan dari tuhan seperti itu ? Dan

kemudian firman-Nya:

{insert arabic: 20}

Yakni, Dia-lah Tuhan Pemelihara sekalian alam, Maha Pemurah, Maha

Penyayang, serta Dia sendirilah Pemilik Hari Pembalasan. Wewenang itu

tidak diserahkan-Nya kepada siapapun (Al-Fatihah:2-4). Dia mendengar

dan menjawab seruan setiap penyeru-Nya, yakni mengabulkan do‟a-do‟a

(Al-Baqarah: 186). Kemudian firmannya:

{insert arabic: 21}

Yakni, Dia-lah Yang Hidup selama-lamanya dan Sumber segala kehidupan

serta Tumpuan segala wujud (Ali 'Imran: 2). Hal ini dikatakan karena

seandainya Dia tidak kekal abadi, maka berkenaan dengan hidup-Nya akan

tetap diragukan, jangan-jangan Dia telah mati sebelum kita. Dan kemudian

difirmankan bahwa, Dia-lah Tuhan Yang Esa; bukan anak siapapun, dan

tidak pula ada anak-Nya; tidak ada yang menyamai-Nya dan tidak ada

yang sejenis dengan-Nya (Al-Ikhlas: 1-4).

(Islami Ushul ki Filasafi, h.158-162)

Betapa nyatanya cahaya Sang Sumber Cahaya ini.

Seluruh alam terbentuk sebagai mata untuk melihat.

Kemarin setelah melihat bulan aku menjadi sangat gelisah.

Sebab, di situ samar-samar tampak tanda Sang Kekasih Jelita.

Di dalam kalbuku terdapat gejolak keindahan itu.

Jangan sebut-sebut sedikitpun kepadaku tentang Turki ataupun Tatar.

Wahai kekasih, dimana-mana tampak manifestasi qudrat-Mu yang

menakjubkan.

Kemana mata memandang, di situ tampak penjelmaan-Mu.

Di sumber matahari tampak gelombang-gelombang-Mu.

Di setiap bintang kelihatan kasih-sayang-Mu.

Engkau sendiri yang telah membangunkan ruh-ruh melalui tangan-Mu.

Dari itu muncul kesemarakan cinta di kalangan pencinta.

Betapa menakjubkan bahwa Engkau telah menanamkan berbagai khasiat

dalam setiap unsur.

Siapa pula yang mampu membaca seluruh rahasia ini.

Qudrat Engkau tidak mempunyai batas.

Page 43: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

43

Dengan apa pula simpul rahasia yang sulit ini dapat dibuka.

Di dalam keindahan-keindahan terdapat cita-rasa keindahan Engkau ini.

Di dalam setiap bunga dan kebun terdapat warna kebun bunga Engkau.

Setiap keindahan, dalam kefanaannya, senantiasa memperlihatkan

Engkau.

Setiap rambut halus yang mengeriting, mengarah kepada Engkau.

Orang-orang yang buta mata, ratusan tabir telah menghalangi mereka.

Jika tidak, qiblat orang kafir maupun orang beragama adalah ke arah

Engkau.

Sorotan-sorotan pandangan kecintaan Engkau bagaikan pedang kecintaan

yang sangat tajam.

Yang memotong jantung kehidupan segenap lawan.

Untuk menemukan-Mu, kami telah menyatu dengan debu.

Supaya terobati sedikit rasa perih keterpisahan ini.

Satu detikpun saya tidak punya apa-apa selain Engkau.

Jiwa semakin mengecut seperti mengecutnya hati orang yang sakit.

Cepatlah bawa kabar bagaimana semaraknya di tempat Engkau.

Jangan sampai meleleh darah dari luka seseorang yang tergila-gila.

(Surmah Chasyam Aryah, p. 4)

---------ooo0ooo--------

Page 44: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

44

KEMULIAAN & KEAGUNGAN

QURAN AZHIM

PADA PANDANGAN

PENDIRI JEMAAT AHMADIYAH

Kemuliaan & Keagungan Quran Azhim Pada

Pandangan Pendiri Jemaat Ahmadiyah

Page 45: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

45

“Kata Khaataman Nabiyyiin yang telah digunakan terhadap

Rasulullah s.a.w., kata itu sendiri menghendaki, dan secara substansial di

dalamnya telah ditanamkan [isyarah] bahwa Kitab yang telah turun kepada

Rasulullah s.a.w. juga merupakan Khaatamul Kutub dan semua potensi

terdapat di dalamnya. Dan potensi-potensi itu secara hakikat memang

terdapat di dalam Kitab itu. Sebab, kaidah dan prinsip turunnya Kalaam

Ilahi adalah, seberapa besar quwwat qudsi (potensi kesucian) dan kamaal

baathini (potensi batin) yang dimiliki oleh orang yang kepadanya turun

Kalaam Ilahi, maka sebesar itu pula kekuatan dan kehebatan Kalaam itu.

Dikarenakan quwwat qudsi dan kamaal baathini Rasulullah s.a.w.

menempati derajat paling tinggi yang belum pernah ada sebelumnya dan

tidak akan pernah dicapai oleh manusia di masa mendatang, oleh sebab itu

Quran Syarif juga menduduki tempat dan derajat paling tinggi

dibandingkan segenap kitab sebelumnya dan shahifah-shahifah terdahulu,

yaitu derajat yang tidak pernah dicapai oleh kalaam lainnya. Sebab,

kemampuan-kemampuan dan quwwat qudsi Rasulullah s.a.w. adalah yang

paling tinggi. Dan segenap posisi kemampuan/potensi telah berakhir pada

beliau s.a.w.. Dan beliau s.a.w. telah mencapai titik paling puncak. Pada

posisi itu, Quran Syarif yang turun kepada beliau s.a.w., telah mencapai

titik kesempurnaan. Dan sebagaimana potensi-potensi kenabian telah

berakhir pada beliau s.a.w., demikian pula potensi-potensi mukjizat

Kalaam telah berakhir pada Quran Syarif. Beliau s.a.w. dinyatakan

sebagai Khaataman Nabiyyiin, sedangkan Kitab beliau s.a.w. dinyatakan

sebagai Khaatamul Khutub. Sejauh derajat-derajat dan faktor-faktor yang

paling mungkin bagi mukjizat Kalaam, berdasarkan kesemua itu Kitab

beliau s.a.w. telah mencapai titik puncak penghabisan. Yakni, dari segi

fashaahat dan balaaghat. Dari segi urutan kandungan. Dari segi potensi-

potensi ajaran. Dari segi hasil-hasil ajaran. Ringkasnya, dari aspek

manapun kalian melihat akan tampak dari aspek itu kehebatan Quran

Syarif serta terbukti kemukjizatannya. Itulah sebabnya Quran Syarif tidak

meminta contoh terhadap suatu perkara khusus tertentu saja, melainkan

contoh itu diminta terbuka secara umum. Yakni, dari aspek manapun yang

kalian inginkan, tandingilah [Alquran]. Tidak peduli adakah itu dari segi

fashaahat dan balaaghat, dari segi makna dan kandungan, dari segi ajaran,

dari segi nubuatan-nubuatan dan aspek ghaib yang terdapat di dalam

Quran Syarif. Ringkasnya, dalam corak apapun kalian mencermatinya,

yang ada ialah mukjizat.” (Malfuzhat, jld. 3, h. 36, 37).

“Quran Syarif adalah suatu mukjizat yang contoh sepertinya

belum pernah ada di masa awal maupun di masa akhir. Pintu karunia dan

berkat-berkatnya senantiasa terbuka. Dan Quran itu di setiap zaman tetap

zahir serta bercahaya seperti ketika di masa Rasulullah s.a.w.. Selain itu

hal inipun hendaknya diingat, bahwa kalaam (ucapan) setiap orang

Page 46: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

46

bersesuaian dengan ketangguhannya. Seberapa besar ketangguhan tekad,

dan cita-citanya yang tinggi, sedemikian pula keadaan kalamnya. Jadi,

demikian jugalah warna yang terdapat dalam wahyu Ilahi. Yakni,

seseorang yang memperoleh wahyu dari Ilahi, seberapa tinggi

ketangguhan yang dimiliki orang itu, sesuai itulah dia akan memperoleh

kalam. Dikarenakan lingkup ketangguhan, kemampuan-kemampuan dan

tekad Rasulullah s.a.w. sangat luas, oleh sebab itu Kalam yang telah beliau

peroleh, merupakan kalam yang memiliki ukuran dan derajat sedemikian

rupa yang mana tidak akan pernah lahir seseorang dengan ketangguhan

dan semangat seperti itu. Sebab, penda‟waan beliau s.a.w. tidak

diperuntukkan bagi suatu zaman tertentu atau bagi suatu kaum tertentu

saja, seperti halnya nabi-nabi sebelum beliau. Melainkan, bagi beliau

s.a.w. telah difirmankan:

(insert arabic: 22)

[Artinya: Katakanlah…. Sesungguhnya aku Rasul kepada kamu

sekalian13

].

(Insert arabic: 23)

[Artinya : Dan tidaklah Kami mengutus engkau melainkan sebagai rahmat

bagi seluruh alam14

].

Seseorang dengan lingkup pengutusan dan risalah yang begitu

luas, siapa yang dapat menandinginya. Pada waktu sekarang ini, jika

seseorang memperoleh ilham berupa suatu ayat Quran Syarif, maka saya

yakin bahwa ilhamnya itu tidak memiliki lingkup seluas yang diperoleh

Rasulullah s.a.w., pada masa dahulu maupun sekarang.” (Malfuzhat, jld.

3., h. 57)

“Ini merupakan pengalaman ratusan ribu orang suci, bahwa

dengan mengikuti Quran Syarif maka berkat-berkat Ilahi akan turun ke

dalam kalbu, dan akan terjadi suatu keterpaduan yang menakjubkan

dengan Allah Ta‟ala. Dan cahaya-cahaya serta ilham Allah Ta‟ala turun

ke dalam kalbu-kalbu mereka. Dan makrifat-makrifat serta kebijakan

mengalir dari mulut mereka. Kepada mereka dianugerahkan suatu

kekuatan tawakal. Dan kepada mereka diberikan keyakinan yang kokoh.

Dan suatu kecintaan Ilahi yang lezat – yang dipenuhi oleh nikmat

perjumpaan dengan-Nya – ditanamkan ke dalam kalbu-kalbu mereka. Jika

wujud-wujud mereka digiling di dalam gilingan bala musibah dan diperas

di dalam mesin peras yang kuat, maka sari pati yang keluar dari mereka

tidak lain hanyalah kecintaan terhadap Ilahi. Dunia tidak mengenali

13

Al-A‟raf: 158 14

Al-Anbiya: 107

Page 47: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

47

mereka, dan mereka sangat jauh serta sangat tinggi dari dunia. Perlakuan-

perlakuan Allah terhadap mereka sangat luar biasa. Bagi mereka telah

terbukti bahwa Allah itu ada. Dan kepada merekalah telah dibukakan

bahwa Dia adalah Esa. Ketika mereka berdoa, Dia mendengarkan mereka.

Ketika mereka menyeru-Nya, Dia menjawab. Ketika mereka memohon

perlindungan, maka Dia berlari ke arah mereka. Dia menyayangi mereka

melebihi [kasih-sayang] para orangtua. Dia mencurahkan hujan berkat

kepada mereka di segala arah. Jadi, mereka dikenali melalui dukungan-

dukungan-Nya yang berlangsung secara zahir dan batin, serta secara

rohani maupun jasmani. Dan Dia menolong mereka di setiap arena. Sebab,

mereka adalah milik-Nya, dan Dia adalah milik mereka. Hal-hal ini

bukanlah sesuatu yang tanpa bukti.” (Surmah Chasyam Aryah, h. 24 – 31,

catatan kaki).

“Jalan paling lurus dan sarana paling besar yang dipenuhi cahaya-

cahaya keyakinan dan berkesinambungan, dan yang merupakan penuntun

sempurna bagi kebaikan rohani kita serta bagi kemajuan ilmu kita, adalah

Quran Karim. Yaitu yang telah datang untuk menyelesaikan seluruh

perselisihan agama yang ada di dunia ini. Dan yang setiap ayat serta kata-

katanya mengandung bentuk kesinambungan dari ribuan aspek. Dan yang

dipenuhi oleh air kehidupan kita. Dan yang di dalamnya secara

terselubung terkandung banyak sekali permata yang langka dan tak ternilai

harganya, serta yang setiap hari terus saja bermunculan. Inilah timbangan

terbaik yang melaluinya kita dapat membedakan antara kebenaran dan

kekeliruan. Inilah lampu bercahaya yang secara tepat memperlihatkan

jalan-jalan kebenaran. Tidak diragukan lagi, orang-orang yang terkait

dengan jalan lurus/benar, dan memiliki semacam hubungan dengannya,

maka kalbu mereka terus ditarik ke arah Quran Syarif. Dan Allah Maha

Pengasih telah membuat kalbu mereka sedemikian rupa sehingga mereka

bagaikan orang-orang yang dimabuk cinta tunduk ke arah kekasih mereka

ini. Dan tanpa-Nya, mereka di manapun tidak akan tenteram. Suatu hal

jelas dan nyata yang mereka dengar darinya, lalu mereka tidak mau

mendengar dari pihak lain. Setiap kebenarannya dengan senang hati dan

dengan berlari mereka terima. Dan akhirnya [Alquran] itulah yang

mengakibatkan bercahaya dan cemerlangnya pikiran, serta menjadi sarana

yang menimbulkan penguakan-penguakan yang sangat menakjubkan. Dan

setiap orang diantarkannya ke puncak kemajuan, sesuai kemampuan

masing-masing. Orang-orang yang benar selalu butuh untuk berjalan di

bawah cahaya Quran Karim. Dan kapan saja kondisi baru suatu zaman

telah membuat Islam berhadapan dengan agama lain, maka Quran Karim

jugalah yang tampil sebagai senjata tajam dan ampuh serta langsung

membantu. Demikian pula, bila saja pemikiran-pemikiran filosofis yang

bertentangan menyebar, maka Quran Karim jugalah yang akhirnya

mencabut tumbuhan buruk itu dan membuktikan kehinaan serta

Page 48: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

48

kenistaannya, lalu menjelaskan kepada para pemerhati bahwa inilah

[Alquran] falsafah yang benar, sedangkan yang itu tidak. Pada zaman

sekarang inipun ketika para misionaris Kristen bangkit dan menarik orang-

orang yang tidak memiliki pemahaman baik serta yang bodoh, untuk

menjauhi Tauhid, lalu ingin menjadikan mereka sebagai penyembah

seorang manusia lemah, dan membaluti cara-cara penipuan mereka dengan

cara-cara menarik, dan mereka telah menggelar sebuah topan di negeri

Hindustan ini, akhirnya Quran Karim jugalah yang telah memukul mundur

mereka. Sehingga, sekarang orang-orang itu tidak berani menemui orang

yang memiliki informasi tentang mereka. Dan mereka mengenyampingkan

dalih-dalih mereka yang bertele-tele itu seperti sehelai kertas yang dilipat-

lipat.” (Izalah Auham, h. 281, 282)

“Adalah penting bagi manusia supaya suci dari dorongan-

dorongan fatal dosa, dan supaya keagungan Allah tertanam di dalam

kalbunya sedemikian rupa sehingga keinginan nafsu syahwat yang

membuat tak berdaya, yang menerpanya bagai halilintar dan dalam

seketika membakar hangus modal ketakwaannya, menjadi jauh. Namun,

apakah dorongan-dorongan kotor yang berkali-kali menyerang bagai

penyakit sawan itu dan yang menghilangkan kesadaran akan ketakwaan itu

dapat hapus begitu saja melalui bayangan tentang Parmesyar (Tuhan) yang

diupayakan sendiri? Atau, dapat dilenyapkan melalui pemikiran-pemikiran

yang dirancang sendiri ? Atau, dapat dihentikan melalui suatu penebusan

dosa yang penderitaannyapun tidak menyentuh jiwa manusia ? Sama-

sekali tidak ! Ini bukanlah perkara biasa. Justru, menurut orang berakal,

inilah perkara yang paling patut diperhatikan dari seluruh perkara yang

ada. Yakni, kehancuran yang bakal muncul akibat [perbuatan] tak bermalu

dan pemutusan hubungan [dengan Tuhan] ini, yang bersumber pada dosa

dan maksiat, bagaimana cara untuk menghindarkan diri darinya ? Ini sudah

jelas, bahwa manusia tidak dapat meninggalkan kelezatan yang diyakini

pasti, hanya dengan mengandalkan pemikiran-pemikiran yang

dibayangkan saja. Ya, sesuatu yang diyakini dapat ditinggalkan dengan

menggunakan hal lain yang juga diyakini. Misalnya, ada suatu keyakinan

mengenai sebuah belantara, bahwa di sana kita dapat dengan mudah

menangkap beberapa ekor rusa. Dan atas dorongan keyakinan itu kita siap

untuk mengambil langkah. Namun, ketika timbul keyakinan lain, bahwa di

sana juga terdapat limapuluh ekor singa ganas dan ribuan ular mematikan

yang siap dengan mulut menganga, maka kitapun akan menarik kembali

niat itu. Demikian pulalah, tanpa keyakinan setingkat itu maka dosapun

tidak dapat dijauhkan. Besi hanya dapat dipatahkan oleh besi. Yang

dibutuhkan adalah keyakinan akan keagungan dan kehebatan Tuhan yang

dapat memporak-porandakan tabir-tabir kelalaian, serta yang dapat

membuat badan jadi gemetar, dan yang menampakkan maut itu mendekat,

serta yang menanamkan rasa takut di dalam kalbu sedemikian rupa

Page 49: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

49

sehingga segenap tumbuhan nafs amarah menjadi patah. Dan melalui

sebuah tangan ghaib, manusia semakin ditarik ke arah Tuhan. Dan

kalbunya jadi dipenuhi keyakinan bahwa pada hakikatnya Tuhan itu ada,

yang tidak akan membiarkan pelaku dosa yang tak bermalu itu begitu saja

tanpa hukuman. Jadi, apalah yang dapat dilakukan oleh pencari suatu

kesucian hakiki terhadap suatu kitab yang melaluinya kebutuhan itu tidak

dapat dipenuhi.

Oleh karena itu saya menzahirkan hal ini kepada setiap orang

bahwa kitab yang memenuhi semua kebutuhan tersebut adalah Quran

Syarif. Melaluinya pada diri manusia timbul suatu daya yang menarik

manusia ke arah Tuhan, dan kecintaan terhadap dunia menjadi sirna. Dan

Tuhan yang sangat terselubung itu, dengan mengikuti [kitab] tersebut

maka akhirnya Dia memperlihatkan Wujud-Nya sendiri. Dan Sang

Mahakuasa yang qudrat-qudrat-Nya tidak diketahui oleh umat-umat lain,

Tuhan memperlihatkan sendiri kepada manusia yang mengikuti Alquran.

Dan Dia membawa manusia itu mengelilingi alam kekuasaan-Nya. Dan

melalui suara 'Anal maujud' ('Aku ada'), Dia mengabarkan kepada manusia

itu tentang Wujud-Nya. Namun, kemampuan seperti itu tidak didapati

dalam Weda. Sama-sekali tidak! Weda adalah bagai sebundel kertas yang

tidak diketahui siapa pemiliknya. Parmesyar (Tuhan) yang ke arahnya

Weda mengimbau [manusia], tidaklah terbukti bahwa parmesyar itu hidup.

Bahkan Weda tidak menegakkan suatu dalil bahwa parmesyar-nya

memang benar ada. Dan ajaran Weda yang menyesatkan itu telah

mengacaukan hal ini, yakni bahwa melalui karya-karya cipta akan dapat

diketahui siapa penciptanya. Sebab, berdasarkan ajaran Weda, ruh-ruh dan

parmanu yakni partikel-partikel, kesemuanya adalah qadim15

dan bukan

makhluk (hasil ciptaan), bagaimana mungkin dapat diketahui siapa

penciptanya. Demikian pula Weda menutup pintu Kalaam Ilahi, dan

mengingkari tanda-tanda yang baru dari Tuhan. Dan menurut Weda,

Parmesyar tidak mampu menzahirkan suatu tanda untuk mendukung

hamba-hamba-Nya yang khusus, yaitu suatu tanda yang lebih tinggi dari

pengetahuan dan pengalaman manusia-manusia biasa. Jadi, kalaupun

diambil sikap yang sangat berprasangka baik terhadap Weda, maka dapat

sekedar dikatakan bahwa Weda menyatakan tentang keberadaan Wujud

Tuhan seperti [yang dapat dinyatakan oleh] manusia-manusia dengan

kemampuan pemahaman yang biasa-biasa saja, dan Weda tidak

memaparkan suatu dalil yang meyakinkan tentang Wujud Tuhan.

Ringkasnya, Weda tidak mampu menganugerahkan makrifat yang datang

dalam bentuk segar/baru dari Tuhan dan yang mengangkat manusia dari

bumi lalu mengantarkannya sampai ke Langit. Namun, kesaksian dan

pengalaman kami, serta kesaksian dan pengalaman segenap orang yang

telah berlalu sebelum kami, merupakan saksi bahwa Quran Syarif melalui

khasiat rohaninya dan melalui cahaya substansinya, menarik pengikutnya

15

Sudah ada dengan sendirinya sejak semula -peny.

Page 50: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

50

yang sejati ke arah-Nya. Dan Quran Syarif menyinari kalbunya, kemudian

memperlihatkan Tanda-tanda besar, lalu menganugerahkan kepada

pengikutnya itu hubungan-hubungan kokoh sedemikian rupa dengan

Tuhan sehingga tidak dapat diputuskan oleh pedang yang ingin

mencincang-cincangnya. Tuhan membukakan mata kalbu, dan menutup

mata-air kotor dosa. Dan Dia menganugerahkan mukaalamah

mukhaathabah (percakapan) yang nikmat dengan-Nya. Dia

menganugerahkan ilmu-ilmu ghaib. Dan atas terkabulnya suatu doa, Dia

memberitahukan hal itu melalui Kalam-Nya. Dan setiap orang yang

melawan orang tersebut, yakni orang yang merupakan pengikut sejati

Quran Syarif, maka melalui Tanda-tanda-Nya yang sangat mengerikan,

Tuhan menzahirkan bahwa Dia menyertai hamba-Nya itu, yang mengikuti

Kalam-Nya.” (Chasymah Ma‟rifat, h. 291– 295).

“Yakni, anugerah-anugerah yang diraih para pengikut Alquran

Suci dan pemberian-pemberian istimewa yang mereka peroleh, walaupun

semua itu tidak dapat diuraikan dan diungkapkan, tetapi di antaranya

terdapat beberapa anugerah agung yang tepat untuk dituliskan di sini

secara rinci sebagai contoh bagi para pencari kebenaran. Hal-hal yang

dimaksud dituliskan di bawah ini.

Dari sekian ilmu dan makrifat-makrifat yang diraih para pengikut

sempurna dari hidangan nikmat Al-Furqan adalah sebagai berikut. Tatkala

manusia mengikuti Furqan Majid secara benar dan menyerahkan jiwanya

secara total kepada perintah dan larangan Alquran, dan memperhatikan

petunjuk-petunjuknya dengan kecintaan dan ketulusan yang sempurna,

dan tidak tersisa lagi suatu kecaman secara zahir maupun secara makna,

barulah pandangan dan pemikiran manusia itu dianugerahi suatu nur dari

Sang Pemberi Anugerah Mutlak. Dan kepadanya dianugerahkan suatu

akal yang halus/mendalam, yang membuat kedalaman-kedalaman luar

biasa dan langka, serta rahasia-rahasia ilmu Ilahi yang tersembunyi di

dalam Kalam Ilahi menjadi terbuka baginya. Dan makrifat-makfirat halus

bercurahan di atas kalbunya bagai awan tebal mengandung hujan. Itulah

makrifat-makrifat halus yang dalam Furqan Majid telah dinamakan

hikmah, sebagaimana difirmankan:

{insert arabic: 24}

Yakni, Allah menganugerahkan hikmah/kebijaksanaan kepada siapa saja

yang Dia kehendaki. Yaitu hikmah yang mencakup kebaikan berlimpah-

ruah. Dan barangsiapa memperoleh hikmah, berarti dia telah mendapatkan

berlimpah-limpah kebaikan. (Al-Baqarah:269).

Page 51: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

51

Jadi, ilmu-ilmu dan makrifat-makrifat yang dalam kata lain

dinamakan hikmah, dikarenakan mencakup kebaikan berlimpah-ruah,

tampil dalam corak samudra yang diberikan kepada para pengikut Kalaam

Ilahi. Dan di dalam pemikiran serta pandangan mereka ditanamkan suatu

berkat sedemikian rupa dalam bentuk hakikat-hakikat kebenaran yang

terus-menerus membekas di dalam cermin sifat jiwa mereka, dan

shadaqat-shadaqat yang kamil senantiasa terbuka pada mereka. Dukungan-

dukungan Ilahi menyediakan sarana-sarana sedemikian rupa bagi mereka

ketika melakukan setiap penelitian dan penelaahan sehingga uraian

mereka tidak lagi lemah dan timpang serta tidak keliru sedikit pun.

Jadi, apa saja ilmu-ilmu, makrifat-makrifat, kedalaman-kedalaman,

hakikat-hakikat, kehalusan-kehalusan, rahasia-rahasia, dalil-dalil, dan

argumentasi-argumentasi yang mereka raih, secara kuantitas dan kualitas

berada pada derajat kesempurnaan sedemikian rupa yang luar biasa, yang

tidak mungkin disamai serta ditandingi orang-orang lain. Sebab, mereka

tidak dengan sendirinya, melainkan pengajaran dari Sang Ghaib dan

dukungan dari Sang Shamad (Yang Tidak Bergantung Pada Apapun dan

segala sesuatu bergantung pada-Nya) menuntun mereka dari depan. Dan

melalui kekuatan pengajaran itulah terbuka pada mereka rahasia-rahasia

serta cahaya-cahaya Alquran, yang tidak dapat terbuka dengan hanya

mengandalkan jangkauan jauh akal saja. Ilmu-ilmu dan makrifat-makrifat

yang dianugerahkan kepada mereka, yang melaluinya atas mereka jadi

terbuka hal-hal mendalam dan halus serta hakikat-hakikat yang sangat

dalam mengenai Dzat dan sifat-sifat Ilahi serta tentang alam akhirat.

Ini adalah keajaiban-keajaiban rohaniah yang dalam pandangan

orang-orang berpikiran matang jauh lebih tinggi dan lebih mulia dari

keajaiban-keajaiban jasmaniah. Bahkan dengan menyimaknya akan

diketahui bahwa nilai dan kedudukan orang-orang yang memperoleh

makrifat Ilahi („aarif billaah) serta yang dekat dengan Allah, pada

pandangan orang-orang bijak justru diketahui melalui keajaiban-keajaiban

tersebut. Itulah keajaiban-keajaiban yang merupakan ornamen dan hiasan

bagi kedudukan tinggi mereka, serta yang merupakan keanggunan dan

kecantikan wajah kemampuan mereka. Sebab, sudah termasuk dalam fitrat

manusia bahwa kehebatan ilmu-ilmu serta makrifat-makrifat-

hakiki/kebenaranlah yang paling banyak memberikan pengaruh kepada

manusia. Dan kebenaran serta makrifatlah yang lebih manusia sukai

dibandingkan setiap benda lainnya. Dan seandainya ada seorang zaahid

(yang menjauhi dunia) serta „aabid (yang melakukan penghambaan), yang

menyaksikan kasyaf-kasyaf serta mengetahui kabar-kabar ghaib dan

menerapkan upaya-upaya gigih, dan dia juga menampilkan berbagai jenis

keajaiban lainnya, namun dia sangat tidak tahu tentang ilmu Ilahi –

sampai-sampai dia tidak mampu membedakan antara kebenaran dan

kebatilan, bahkan dia terkurung dalam pemikiran-pemikiran yang tidak

benar serta tenggelam dalam akidah-akidah keliru, mentah dalam setiap

Page 52: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

52

perkara, dan melakukan kesalahan nyata dalam setiap pendapat – maka

manusia semacam itu pada pandangan orang-orang berfitrat baik akan

dianggap sangat rendah dan hina. Sebabnya adalah, bagi seorang bijak jika

mencium bau busuk kejahalatan/ketidaktahuan dari diri orang tertentu, dan

dari mulut orang itu dia mendengar suatu kata yang bodoh, maka

langsung kalbu orang bijak tersebut tidak suka kepadanya. Lalu orang itu

pada pandangan manusia berakal, dalam bentuk apapun tidak dapat

dianggap layak dihormati. Dan betapapun dia merupakan zaahid serta

„aabid, tetap saja dianggap hina.

Jadi, dari kebiasaan fitrati manusia ini jelas bahwa keajaiban-

keajaiban rohaniah – yakni ilmu-ilmu dan makrifat-makrifat – pada

pandangan manusia, merupakan syarat mutlak bagi seorang ahliullah

(yang memperoleh kedekatan dengan Allah) serta merupakan tanda-tanda

istimewa dan penting untuk mengenali orang-orang yang memiliki

kedudukan tinggi dalam bidang diniah/rohaniah.

Demikianlah, tanda-tanda ini secara sempurna dan lengkap

dianugerahkan kepada para pengikut sempurna Alquran Suci. Dan walau

pun ke-ummi-an lebih mendominasi karakter kebanyakan mereka, dan

mereka tidak menguasai ilmu-ilmu umum lainnya, tetapi dalam hal

rahasia-rahasia dan kedalaman-kedalaman ilmu Ilahi mereka jauh lebih

maju sedemikian rupa dari orang-orang yang sezaman dengan mereka

sehingga kadang-kadang para musuh besarpun setelah mendengar ucapan-

ucapan mereka, atau setelah membaca tulisan-tulisan mereka dan setelah

tenggelam dalam lautan keheranan, tanpa dapat dibendung lagi para

musuh itu langsung berdiri mengatakan bahwa ilmu-ilmu dan makrifat-

makrifat orang-orang tersebut berasal dari alam lain, yang dipenuhi oleh

warna khusus dukungan-dukungan Ilahi.

Dan satu lagi buktinya adalah, jika ada pengingkar sebagai lawan

dalam suatu perdebatan mengenai Allah ingin menandingi ucapan-ucapan

mereka yang penuh kebenaran dan kearifan, maka pada akhirnya si

pengingkar itu – dengan syarat dia bersikap adil dan jujur – akan terpaksa

mengakui bahwa kebenaran hakiki terdapat di dalam ucapan yang keluar

dari mulut mereka. Dan semakin dalam perdebatan/pembahasan itu

berjalan semakin banyak pula dalil halus dan mendalam akan terus

bermunculan sedemikian rupa yang kebenarannya akan terus terbuka

begitu gamblangnya bagai matahari. Demikianlah bahwa saya sendiri

bertanggung-jawab untuk menampakkan buktinya bagi setiap pencari

kebenaran.

Dari sekian banyak terdapat satu lagi kemuliaan yang dinamakan

perlindungan Ilahi. Dan kemuliaan inipun secara mukjizat dianugerahkan

kepada para pengikut sejati Furqan Majid. Dan di sini yang saya

maksudkan dengan kemuliaan adalah, mereka terpelihara dari adat

kebiasaan dan pemikiran-pemikiran serta moral-moral maupun perbuatan-

perbuatan yang tidak patut serta buruk, yang mana orang-orang lain siang

Page 53: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

53

malam bergelimang dan tenggelam di dalamnya. Dan kalaupun terjadi

juga ketergelinciran, maka rahmat Ilahi secepatnya akan menanggulangi-

nya.

Hal ini jelas bahwa kemuliaan ini sangat renik/halus dan sangat

jauh dari dorongan-dorongan nafs amarah, yang tidak mungkin dapat

diperoleh tanpa perhatian khusus dari Allah. Misalnya, jika dikatakan

bahwa seseorang secara tegas hanya berhenti dari sebuah kebiasaan

berdusta dan bohong dalam segenap urusannya, uraian-uraiannya, kata-

katanya dan usaha-usahanya, maka hal itu akan menjadi sulit serta

menjadi penghalang baginya. Bahkan kalaupun dia berusaha dan berupaya

gigih untuk melakukan pekerjaan itu, maka baginya akan tampil

hambatan-hambatan serta kendala-kendala sedemikian rupa sehingga

akhirnya yang menjadi pegangan bagi dirinya adalah: menghindarkan diri

dari dusta dan bohong dalam urusan-urusan duniawi tidaklah mungkin.

Namun, orang-orang yang berupaya gigih ini, yang berkemauan untuk

berjalan di atas petunjuk-petunjuk Furqan Majid dengan kecintaan hakiki

serta dengan keinginan-keinginan yang penuh gejolak, tidak hal itu saja

yang dipermudah, yakni terhindar dari kebiasaan buruk berdusta,

melainkan mereka memperoleh karunia dari Sang Mahakusa Mutlak untuk

meninggalkan setiap hal yang tidak patut dikerjakan maupun yang tidak

patut diucapkan. Dan Allah Ta'ala dengan rahmat-Nya yang sempurna

melindungi mereka dari kejadian-kejadian buruk yang dapat

mencelakakan mereka. Sebab, mereka merupakan cahaya bagi dunia. Di

dalam keselamatan mereka terdapat keselamatan dunia. Dalam kehancuran

mereka terletak kehancuran dunia. Dari segi inilah mereka dalam setiap

pemikiran, pengetahuan, pemahaman, kemarahan, dorongan syahwat, rasa

takut, keinginan, dalam kesempitan dan kelapangan, dalam kegembiraan

dan kesedihan, dalam kesulitan dan kemudahan, mereka dihindarkan dari

segenap hal yang tidak layak, dari pemikiran-pemikiran buruk,

pengetahuan-pengetahuan yang tidak benar, ilmu-ilmu yang batil,

pemahaman-pemahaman yang tak berguna, serta dari setiap sisi ekstrim

nafsu. Mereka tidak menetap pada suatu hal buruk manapun. Sebab, Allah

Yang Maha Pengasih itu sendiri yang mencukupi tarbiyyat mereka, dan

dahan apa saja pada pohon suci mereka yang Dia lihat kering, langsung

Dia kerat dengan tangan-Nya yang penuh pemeliharaan. Dukungan Ilahi

selalu dan setiap saat menaungi mereka. Dan anugerah

perlindungan/pemeliharaan yang dianugerahkan kepada mereka ini,

bukanlah tanpa bukti. Melainkan, manusia bijak dapat mengetahuinya

secara penuh melalui kebersamaan dengannya dalam kadar tertentu.

Dari sekian yang ada, terdapat satu kedudukan, yakni tawakal. Di

atasnyalah mereka ditegakkan dengan sangat kokoh. Sedangkan orang-

orang lain sama-sekali tidak dapat memperoleh mata-air bening ini.

Melainkan, hanya untuk merekalah mata air tersebut dibuat nikmat dan

serasi. Dan cahaya makrifat sedemikian rupa digenggamkan kepada

Page 54: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

54

mereka sehingga kadang-kadang dalam kondisi tidak memiliki apa-apa

sekalipun dan betul-betul jauh dari sarana-sarana yang lumrah, mereka

tetap saja menjalani hidup dengan begitu bahagia dan lapang dada serta

menjalani hari-hari mereka dengan kegembiraan demikian rupa seolah-

olah mereka memiliki ribuan khazanah harta. Di wajah mereka tampak

kesemarakan hartawan, yang memperlihatkan kemantapan sebagai orang

yang kaya raya. Dan dalam kondisi-kondisi sulit, mereka bertumpu pada

Sang Majikan Maha Pengasih mereka dengan lapang hati dan keyakinan

penuh. Sikap mereka yang rela berkorban [untuk orang lain] merupakan

suatu mata air. Dan pengkhidmatan terhadap umat manusia merupakan

kebiasaan mereka. Dan penyusutan tidak pernah terjadi pada kondisi

mereka kalaupun seluruh alam merupakan keluarga mereka.

Dan pada hakikatnya sifat sattaari Allah Ta'ala wajib untuk

disyukuri, yaitu sifat yang dimana-mana menyelubungi [kekurangan-

kekurangan] mereka. Dan sebelumnya, suatu musibah yang turun di luar

kemampuan, mereka pandang sebagai anugerah. Sebab, Allah-lah yang

melindungi/mencukupi bagi mereka dalam segenap pekerjaan mereka.

Sebagaimana Dia sendiri telah berfirman:

{insert arabic: 25}

[Artinya: Dan Dia melindungi orang-orang saleh16

]. Namun, orang-orang

lain ditinggalkan dalam sarana-sarana keduniawian yang menyakitkan

hati. Dan perilaku luar biasa yang ditampilkan khusus pada orang-orang

tersebut tadi tidak ditampilkan pada orang-orang lain. Dan keistimewaan

mereka inipun sangat cepat dapat terbukti melalui kebersamaan dengan

mereka.

Dari sekian yang ada, terdapat sebuah kedudukan, yakni kecintaan

terhadap Dzat [Ilahi] yang di atasnyalah ditegakkan para pengikut

sempurna Alquran Suci. Dan di dalam segenap urat nadi mereka kecintaan

terhadap Allah sedemikian rupa memberikan pengaruh sehingga menjadi

hakikat wujud mereka, bahkan menjadi jiwa bagi jiwa mereka. Dan suatu

kecintaan yang luar biasa terhadap Sang Kekasih Hakiki bergelora dalam

kalbu-kalbu mereka. Dan suatu kesenangan serta kesukaan yang luar biasa

[terhadap-Nya] memenuhi kalbu-kalbu suci mereka, yang membuat

mereka sepenuhnya terlepas dan terputus dari unsur-unsur selain Allah.

Dan api kecintaan Ilahi berkobar sedemikian rupa sehingga pada waktu-

waktu tertentu orang-orang yang sepergaulan dengan mereka secara jelas

menyaksikan dan merasakan hal itu. Bahkan jika para pencipta sejati itu

dengan suatu dalih dan upaya tertentu ingin menyembunyikan gejolak

kecintaan tersebut, maka hal itu tidak mungkin bagi mereka. Sebagaimana

bagi para pencinta biasapun tidak mungkin dapat menutup-nutupi

kecintaan mereka terhadap kekasih mereka dari para sahabat dan dari

16

Al-A‟raf: 196

Page 55: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

55

orang-orang yang sepergaulan dengan mereka, yaitu kecintaan yang untuk

menyaksikannya mereka mati-matian siang malam. Bahkan kecintaan

yang telah merasuk di dalam kalaam mereka, rupa mereka, mata mereka,

bentuk mereka, dan fitrat mereka, serta yang sedang menetes-netes dari

rambut-rambut mereka, sama-sekali tidak dapat mereka sembunyikan.

Ribuan tandapun mereka sembunyikan, tetap saja ada tandanya yang

muncul. Dan tanda yang paling mulia bagi langkah sejati mereka adalah,

mereka menyerahkan sepenuhnya segala sesuatu ke dalam ikhtiar Kekasih

Hakiki mereka. Dan apabila mereka mendapatkan keperihan dari-Nya,

maka karena dikuasai kecintaan terhadap Dzat Allah, mereka

menyaksikan hal itu dalam bentuk anugerah. Dan penderitaan mereka

anggap seperti syarbat yang lezat.

Ketajaman suatu pedang tidak mampu memisahkan mereka dari

Kekasih mereka. Dan tidak ada suatu bencana besar yang dapat

menghalangi mereka mengingat Kekasih mereka itu. Dialah yang mereka

anggap sebagai jiwa mereka. Di dalam kecintaan terhadap-Nyalah mereka

mendapatkan kelezatan. Wujud-Nyalah yang mereka anggap sebagai

wujud. Dzikir/mengenang terhadap-Nyalah yang mereka nyatakan sebagai

buah kehidupan mereka. Jika ada yang mereka inginkan, itu hanyalah Dia.

Jika ada ketenteraman yang mereka raih, itu hanyalah dari-Nya. Seluruh

alam ini mereka peruntukkan hanya bagi-Nya, dan tetap untuk-Nya. Untuk

Dialah mereka hidup, dan untuk Dialah mereka mati. Mereka hidup di

alam ini tetapi berada di alam lain. Mereka memiliki diri tetapi kemudian

hampa dari diri. Mereka melakukan pekerjaan bukan untuk kehormatan

dan bukan pula untuk nama, bukan untuk jiwa mereka dan bukan pula

untuk ketenteraman mereka. Melainkan, segala sesuatu itu mereka

lenyapkan hanya untuk Satu, dan segala sesuatu mereka peruntukkan guna

mendapatkan Yang Satu itu. Mereka terus terbakar oleh api yang tidak

diketahui, dan sedikitpun mereka tidak dapat menjelaskan mengapa

mereka terbakar. Mereka menjadi shummun bukmun (bisu dan tuli)

terhadap pemahaman maupun upaya memberikan pemahaman. Dan

mereka senantiasa siap menanggung setiap penderitaan serta kehinaan,

dan mereka merasakan kelezatan dari itu.

{insert farsi: 26}

Dari sekian [tanda] yang ada, ialah akhlak fadhilah. Seperti

kemurahan hati, keberanian sejati, rela berkorban untuk orang lain,

semangat tinggi, kecintaan mendalam, kelembutan hati, rasa malu, dan

kasih-sayang. Segenap akhlak ini dalam bentuk sangat indah dan sangat

baik, tampil dari diri mereka. Dan orang-orang inilah yang berkat

mengikuti Alquran Suci dengan setia hingga akhir hayat dalam setiap

Page 56: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

56

kondisi, menerapkan akhlak-akhlak tersebut dengan sangat baik dan penuh

santun. Dan tidak ada kemerosotan menimpa mereka yang dapat

menghalangi mereka menerapkan akhlak-akhlak mulia.

Sebenarnya, segala kehebatan yang dapat timbul dari manusia

dalam bidang ilmu, amal perbuatan, ataupun akhlak, itu semua tidak dapat

terwujud hanya melalui kekuatan-kekuatan manusia semata. Justru faktor

sebenarnya yang membuat hal-hal itu terwujud adalah fadhal/karunia

Ilahi. Jadi, dikarenakan orang-orang ini paling banyak memperoleh

karunia Ilahi, oleh sebab itu Allah Yang Maha Penyayang sendiri yang

menganugerahkan segenap kehebatan kepada mereka melalui karunia-

karunia-Nya yang tak terhingga. Atau, dalam kata lain pahamilah bahwa

secara hakiki selain Allah tidak ada yang baik. Seluruh akhlak fadhilah

dan segenap kebaikan hanya bagi-Nya. Kemudian sejauh mana seseorang

menghapuskan jiwa dan kehendaknya lalu ingin meraih kedekatan Dzat

Yang Maha baik itu, maka sejauh itu pulalah akhlak-akhlak Ilahi

memantul pada dirinya. Jadi, kehebatan-kehebatan dan adab/budaya sejati

yang diperoleh manusia, semua itu diperoleh hanya melalui kedekatan

pada Allah. Dan memang seharusnya demikian, sebab makhluk pada

zatnya sendiri tidak ada artinya sedikitpun.

Jadi, pantulan-pantulan akhlak-akhlak fadhilah Ilahi hanya terjadi

pada kalbu orang-orang yang memilih untuk mengikuti Alquran Suci

secara sempurna. Dan pengalaman/kenyataan hakiki dapat membuktikan

bahwa tampilnya akhlak-akhlak fadhilah pada diri mereka dengan

kebeningan mata-air dan dengan dipenuhi kesukaan serta kecintaan rohani

itu, tidak ditemukan contoh/tandingannya di dunia ini. Walaupun setiap

orang dapat menda‟wakan di mulut, serta dapat muncul dari lidah setiap

orang sebagai omong kosong, tetapi adapun pintu sempit

pengalaman/kenyataan sejati, yang dapat melewatinya dengan selamat

hanyalah orang-orang ini. Sedangkan orang-orang lain kalaupun

menampilkan beberapa akhlak fadhilah, itu mereka tampilkan dengan

memaksakan diri dan dengan membuat-buat. Dan mereka memperlihatkan

adab/budaya palsu dengan menutup-nutupi kekotoran mereka serta dengan

menyelubungi penyakit-penyakit mereka. Dan kedok mereka menjadi

terbuka hanya melalui cobaan-cobaan ringan. Dan mereka kebanyakan

menampilkan akhlak-akhlak fadhilah yang dibuat-buat adalah karena

mereka melihat di situlah terletak tatanan yang baik bagi dunia dan

masyarakat mereka. Dan seandainya di setiap tempat mereka mengikuti

kekotoran-kekotoran batiniah mereka, maka timbul kerusakan pada

tatanan masyarakat. Dan walaupun pada diri mereka juga terdapat

beberapa benih akhlak sesuai potensi fitrati yang ada, tetapi benih itu

senantiasa tertekan di bawah [semak-semak] duri nafsu. Dan akhlak itu

tidak tampil murni demi Allah tanpa dicemari kotornya dorongan-

dorongan nafsu, maka bagaimana mungkin dapat mencapai

kesempurnaannya. Sedangkan benih itu mencapai kesempurnaannya, yang

Page 57: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

57

semata-mata untuk Allah, hanya pada diri orang-orang yang menjadikan

diri mereka milik Allah. Yaitu orang-orang yang jiwanya didapati oleh

Allah Ta'ala benar-benar suci dari kekotoran unsur-unsur selain-Nya lalu

Dia sendiri yang memenuhi jiwa-jiwa mereka dengan akhlak-akhlak suci-

Nya. Dan Allah Ta'ala menjadikan akhlak-akhlak itu begitu indahnya

dalam kalbu-kalbu mereka sebagaimana Dia sendiri tampil sangat indah

bagi mereka.

Jadi, dikarenakan kefanaan, mereka memperoleh derajat

penyandangan akhlak-akhlak Allah demikian rupa sehingga seakan-akan

mereka menjadi suatu alat milik Allah yang melaluinya Dia menzahirkan

akhlak-akhlak-Nya. Dengan menemukan mereka dalam keadaan lapar dan

haus, Allah meminumkan air murni kepada mereka dari mata-air-Nya

yang khusus, yaitu mata-air yang mengenai keasliannya tidak ada satupun

makhluk dapat menyekutui-Nya.

Dan dari sekian banyak anugerah itu, sebuah kehebatan agung

yang diberikan kepada para pengikut sempurna Alquran Suci adalah

penghambaan. Yakni, walaupun mereka memiliki banyak kehebatan,

mereka senantiasa memperhatikan kekurangan pribadi mereka.

Dan di hadapan Allah Ta'ala yang Maha Agung mereka senantiasa

hidup dengan menghinakan diri, penghapusan wujud serta merendahkan

diri. Dan mereka menganggap hakikat mereka yang sebenarnya sangat

hina, miskin, tidak punya apa-apa, penuh kelemahan dan penuh

kesalahan. Dan segala kehebatan yang telah dianugerahkan kepada

mereka itu mereka anggap sebagai cahaya sementara yang pada suatu

waktu mengena pada dinding dari arah matahari, yaitu yang sedikitpun

tidak ada kaitannya secara hakiki dengan dinding, serta bagai baju yang

diperoleh melalui hutang, [cahaya] itu dapat tenggelam.

Jadi, segenap kebaikan dan kehebatan tersebut mereka

peruntukkan hanya bagi Allah. Dan mereka menetapkan bahwa Dzat

Kamil-Nyalah yang merupakan sumber segala kebaikan. Dan penyaksian

sempurna sifat-sifat Ilahi memenuhi kalbu mereka dalam bentuk haqqul

yaqin, sehingga mereka menyadari bahwa mereka tidak ada artinya

sedikitpun. Sampai-sampai mereka secara total lenyap dari wujud dan

kehendak serta keinginan mereka. Dan lautan keagungan Ilahi yang penuh

gejolak memenuhi kalbu-kalbu mereka sehingga mereka mengalami

ribuan bentuk kepunahan. Dan mereka betul-betul menjadi suci serta

bersih dari segala pengaruh syirik yang terselubung.” (Barahin Ahmadiyah

jld. IV, sub-catatan kaki no. 3 h. 532-543).

“Nur Furqan (Alquran) adalah nur yang terbukti paling terang dari

segenap cahaya.

Mahasuci Dzat yang dari-Nya lautan cahaya ini telah mengalir.

Pohon Tauhid Kebenaran sudah lama layu.

Page 58: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

58

Tiba-tiba saja dari keghaiban telah muncul mata-air bening ini.

Ya Ilahi, Furqan (Alquran) Engkau merupakan sebuah alam.

Segala sesuatu yang diperlukan, telah tersedia di dalamnya.

Seluruh alam raya telah ditelusuri, dan semua tempat sudah diperiksa.

Wahai sekalian, hanya inilah satu-satunya cermin Irfan.

Apa pula yang mampu menyamai Nur ini di dunia.

Ia telah terbukti tiada tara dalam segala hal dan segala keindahan.

Dulunya tongkat Musa yang telah dianggap Furqan.

Kemudian yang terpikir ialah setiap sabda Almasih.

Adalah kesalahan orang-orang buta sendiri jika mereka tidak melihatnya.

Nur ini begitu bercahaya bagai ratusan matahari yang berbinar-binar.

Betapa hinanya kehidupan orang-orang seperti itu di dunia ini.

Yaitu orang-orang yang kalbunya tetap saja buta walaupun ada Nur

demikian.

(Barahiin Ahmadiyyah, jld III, sub catatan kaki no. 2, h. 305-306).

“Keindahan dan kemolekan Alquran merupakan cahaya jiwa setiap

Muslim.

Qomar adalah bulan bagi orang-orang lain, sedangkan bulan kami adalah

Alquran.

Setelah jauh merenung dan melihat, tidak ditemukan bandingannya.

Ya, mengapa tidak, ini adalah Kalaam Suci Sang Rahman yang tiada

duanya.

Dalam setiap kalimatnya muncul musim bunga abadi

Keindahan itu tidak ditemukan di kebun bunga atau di taman bunga

manapun.

Sama-sekali tidak ada tara bagi Kalaam Suci Ilahi.

Tidak perduli walaupun ada mutiara Amman, dan walaupun ada permata

ruby Badakhsyan.

Bagaimana mungkin firman Tuhan setara dengan ucapan manusia.

Disana qudrat, disini penderitaan dan keperihan, demikianlah perbedaan

yang nyata.

Para malaikat saja di hadapan-Nya menyatakan ketiadaan ilmu mereka.

Siapa pula manusia berkuasa yang dapat menandingi-Nya dalam hal

kalaam.

Manusia sama-sekali tidak mampu menciptakan sepotong kaki serangga.

Maka bagaimana mungkin mudah baginya untuk menciptakan cahaya

kebenaran.

Wahai orang-orang, hargailah sedikit kemuliaan Ilahi.

Tahanlah lidah kalian sekarang juga, sekiranya ada sedikit aroma

keimanan pada kalian.

Menyetarakan Tuhan dengan wujud lain adalah kekufuran besar.

Page 59: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

59

Takutlah sedikit kepada Tuhan, wahai sobat, betapa itu merupakan

kedustaan.

Jika kalian mengakui Dzat Esa Tuhan

Maka mengapa kalian di dalam kalbu kalian menyembunyikan

kemusyrikan demikian banyak.

Bagaimana tabir kejahalatan telah terpasang di kalbu kalian.

Kalian melakukan kesalahan. Berhentilah, jika ada sedikit rasa takut

terhadap Tuhan.

Wahai saudara-saudara! Tidak ada kedengkian sedikitpun pada kami. Ini

hanyalah sebuah nasihat penuh kerendahan hati.

Jika ada yang berkalbu suci, berkorbanlah untuk-Nya dengan sepenuh

hati.

(Barahiin Ahmadiyyah, jld. 3, h. 198).

----------ooo0ooo---------

Page 60: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

60

KEMULIAAN

KHAATAMUL ANBIYAA S.A.W.

PADA PANDANGAN

PENDIRI JEMAAT AHMADIYAH

Kemuliaan Khaatamun Nabiyyiin s.a.w.

Dan Tulisan-tulisan Penuh Makrifat

Dari Pendiri Jemaat Ahmadiyah.

Page 61: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

61

Pendiri Jemaat Ahmadiyah a.s. meyakini Khaatamul Anbiyaa wal Ashfiyaa Yang

Mulia Muhammad Mushthafa shallallaahu „alaihi wasallam sebagai Khaataman

Nabiyyiin dengan begitu mendalam, penuh yakin, dan dengan makrifat sempurna.

Keyakinan beliau itu tidak mungkin dapat diukur tanpa menelaah tulisan-tulisan beliau

a.s. sendiri. Oleh karenanya, dalam kaitan itu, beberapa kutipan dari sejumlah tulisan

beliau a.s. dipaparkan berikut ini. Beliau menyatakan:

“Tuduhan yang dilontarkan terhadap diri saya dan terhadap Jemaat

saya bahwa kami tidak mempercayai Rasulullah s.a.w. sebagai Khaataman

Nabiyyiin, merupakan kedustaan besar yang dilontarkan pada kami. Kami

meyakini Rasulullah s.a.w. sebagai Khaatamul Anbiyaa dengan begitu

kuat, yakin, penuh makrifat dan bashirat, yakni seratus ribu bagian dari

yang itupun tidak dilakukan oleh orang-orang lain. Dan memang tidak

demikian kemampuan mereka. Mereka tidak memahami hakikat dan

rahasia yang terkandung di dalam khatamun nubuwwat Sang Khaatamul

Anbiyaa. Mereka hanya mendengar sebuah kata dari para tetua mereka,

tetapi tidak tahu menahu tentang hakikatnya. Dan mereka tidak tahu apa

yang dimaksud dengan Khatamun Nubuwwat. Apa makna mengimaninya?

Namun, kami dengan penuh bashirat (Allah Ta‟ala yang lebih tahu)

meyakini Rasulullah s.a.w. sebagai Khaatamul Anbiyaa. Dan Allah Ta‟ala

telah membukakan hakikat Khatamun Nubuwwat kepada kami sedemikian

rupa, yakni dari serbat irfan yang telah diminumkan kepada kami itu kami

mendapatkan suatu kelezatan khusus yang tidak dapat diukur oleh

siapapun kecuali oleh orang-orang yang memang telah kenyang minum

dari mata-air ini juga”. (Malfuzhat, jld. I, h. 342).

“Tidak ada kitab kita selain Quran Syarif. Dan tidak ada rasul kita

kecuali Muhammad Mushthafa shallallaahu „alaihi wasallam. Dan tidak

ada agama kita kecuali Islam. Dan kita mengimani bahwa Nabi kita s.a.w.

adalah Khaatamul Anbiyaa, dan Quran Syarif adalah Khaatamul Kutub.

Jadi, janganlah jadikan agama sebagai permainan anak-anak. Dan

hendaknya diingat, kita tidak mempunyai penda‟waan lain kecuali sebagai

khadim Islam. Dan siapa saja yang mempautkan hal [yang bertentangan

dengan] itu pada kita, dia melakukan dusta atas kita. Kita mendapatkan

karunia berupa berkat-berkat melalui Nabi Karim s.a.w.. Dan kita

memperoleh karunia berupa makrifat-makrifat melalui Quran Karim. Jadi,

adalah tepat agar setiap orang tidak menyimpan di dalam kalbunya apapun

yang bertentangan dengan petunjuk ini. Jika tidak, dia akan

mempertanggung-jawabkannya di hadapan Allah Ta‟ala. Jika kita bukan

khadim Islam, maka segala upaya kita akan sia-sia dan ditolak, serta akan

diperkarakan.” Hamba yang lemah , Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, 7

Agustus 1899. (Maktubaate Ahmadiyyah, jld. 5, no. 4).

Page 62: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

62

"Aku menyaksikan suatu kehebatan dalam wajahmu yang bersinar-

cemerlang.

Yang melebihi semua sifat manusia lain.

Pada wajahnya tampak Tuhan Muhaimin dan seluruh keadaannya

bagaikan cermin.

Yang menampakkan keindahan sifat Ilahi dan kebesarannya sungguh

menyilaukan.

Ia mengungguli seluruh manusia dengan kemampuan, kesempurnaan dan

keelokannya.

Dan kehebatan serta dalam kesegaran jiwanya.

Sedikitpun tidak diragukan lagi bahwa Muhammad s.a.w. adalah terbaik

di antara seluruh makhluk.

Paling mulia di antara yang mulia dan inti orang-orang yang terpilih.

Segala sifat baik yang terpuji, pada diri beliaulah puncaknya.

Dan anugerah/nikmat yang ada pada setiap zaman, telah berakhir dalam

dirinya.

Beliau adalah yang terbaik dari semua orang yang mendapat qurub Ilahi

sebelumnya.

Dan keunggulan beliau karena kebaikan-kebaikan, bukan karena zaman.

Wahai Tuhanku, turunkanlah berkat-berkat kepada Nabi-Mu abadi

selamanya.

Di dunia ini dan di hari kebangkitan kedua."

(Ainah Kamalaat-e-Islam, h. 594-596)

“Cahaya dunia itu adalah cahaya derajat tinggi yang telah

dianugerahkan kepada manusia, yakni kepada Insan Kamil (Rasulullah

s.a.w. -peny.), tidak didapati di kalangan para malaikat, tidak didapati pada

bintang-bintang, tidak didapati pada matahari, tidak didapati pada

samudra-samudra dan lautan di bumi, tidak ditemukan pada batu ruby,

permata, zamrud, maupun intan. Ringkasnya, [cahaya itu tidak didapati

pada benda apapun di bumi dan langit. Hanya didapati pada manusia,

yakni Insan Kamil (manusia sempurna) dalam bentuknya yang paling

lengkap, paling sempurna, paling tinggi, dan paling mulia, yakni Sayyidul

Anbiyaa Sayyidul Hayaa Muhammad Mushthafa shallallaahu „alaihi

wassallaam”. (Ainah Kamalaat-e-Islam: 160,161).

"Yang memiliki kemuliaan paling tinggi saat ini adalah dia yang bernama

Mushthafa.

Dia adalah nabi golongan yang benar dan suci.

Darinya mengalir kebenaran dengan deras.

Dari wujudnya terpancar aroma kebenaran.

Page 63: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

63

Padanya berakhir segala kemuliaan nabi.

Imam yang memiliki rupa suci dan perilaku yang suci."

(Dhiyaaul Haq, h. 4)

“Di dalam juz ketiga, Surah Ali 'Imran, secara rinci diuraikan

bahwa dari segenap nabi telah diambil janji, yakni kalian beriman pada

keagungan dan keperkasaan kemuliaan Khaatamur Rasul, Muhammad

Mushthafa shallallaahu „alaihi wasallam, dan untuk membantu

penyebaran keagungan serta keperkasaan beliau itu dengan sepenuh hati.

Itulah sebabnya sekian banyak nabi yang telah berlalu semenjak Adam

Shafiullah hingga Masih Kalimatullah, kesemuanya mengikrarkan

keagungan dan keperkasaan Rasulullah s.a.w.” (Surmah Chasyam

Aryah,h.280, catatan kaki).

“Seorang manusia sempurna dan Sayyidur Rusul – yang tidak ada

bandingannya di masa lalu maupun di masa mendatang – telah datang

sebagai petunjuk bagi dunia. Beliau telah membawa Kitab bercahaya ini,

yang bandingannya belum pernah dilihat oleh mata.” (Barahiin

Ahmadiyyah)

“Dikarenakan dalam segenap sifat berupa kesucian hati,

kelapangan dada, ketakwaan, rasa malu, kejujuran, kebersihan kalbu,

tawakal, kesetiaan, dan kecintaan terhadap Ilahi, Rasulullah s.a.w. itu

adalah paling maju, paling unggul, paling mulia, paling sempurna, paling

tinggi, paling bercahaya, dan paling nyata dari segenap nabi, oleh sebab

itu Allah Ta‟ala telah memenuhi wujud beliau dengan eter kehebatan-

kehebatan istimewa. Dan dada serta kalbu [beliau s.a.w.] yang paling

lapang, paling bersih, paling suci, paling bercahaya, paling dipenuhi

kecintaan, dibandingkan dengan segenap dada dan kalbu di masa lampau

dan di masa mendatang itu, [maka kalbu tersebut] telah layak untuk

menerima wahyu Ilahi yang dibandingkan dengan segenap wahyu di masa

lampau maupun di masa mendatang adalah paling berbobot, paling

sempurna, paling tinggi, dan paling lengkap, serta [wahyu Ilahi] yang

merupakan suatu cermin paling bening, paling lebar dan paling luas untuk

memperlihatkan sifat-sifat Ilahi.” (Surmah Chasyam Aryah, catatan kaki h.

23,24)

“[Beliau] adalah seorang manusia yang melalui wujudnya, melalui

sifat-sifatnya, melalui perbuatan-perbuatannya, melalui amal-amalnya,

melalui lautan besar kekuatan rohani dan kekuatan kesuciannya telah

memperlihatkan suri tauladan yang sempurna dan lengkap secara

pengetahuan, secara amalan, secara benar dan secara kokoh. Dan beliau

Page 64: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

64

telah disebut Insan Kamil. Manusia yang paling sempurna dan Insan

Kamil itu, yang merupakan nabi sempurna, dan telah datang membawa

berkat-berkat sempurna, yang melaluinya akibat kebangkitan rohani maka

kiamat pertama di dunia ini telah terjadi, dan suatu alam yang sudah mati

di jagat ini telah hidup kembali, nabi yang beberkat itu adalah Yang

Mulia Khaatamul Anbiyaa Imamul Ashfiyaa Khaatamul Mursaliin

Fakhrun Nabiyyiin, Yang Mulia Muhammad Mushthafa s.a.w.. Wahai

Tuhan yang tercinta! Kirimkanlah atas Nabi tercinta ini rahmat dan

shalawat yang belum pernah Engkau berikan kepada siapapun sejak

permulaan dunia ini.

Jika Nabi Agung s.a.w. ini tidak datang ke dunia, maka sekian

banyak nabi kecil yang telah datang ke dunia ini – misalnya Yunus

a.s.,Ayub a.s., Almasih ibnu Maryam a.s., Maleakhi a.s., Yahya a.s.,

Zakaria a.s., dan sebagainya – tidak ada satupun dalil mengenai kebenaran

mereka pada kita, walaupun mereka itu semuanya memang orang-orang

yang telah memperoleh qurub dan perhatian Allah serta yang dicintai oleh-

Nya. Adalah ihsan nabi yang satu ini sehingga nabi-nabi tersebut telah

diakui sebagai orang-orang yang benar. Allaahumma shalli wasallim wa

baarik „alaihi wa-aalihi wa ashaabihi ajma‟iin. (Itmamul Hujjah, h. 36).

“Saya telah diberi pemahaman bahwa dari segenap rasul, pemberi

ajaran yang sempurna, pemberi ajaran yang kesuciannya berderajat tinggi

dan penuh kebijakan, serta pemberi suri tauladan mulia potensi-potensi

manusiawi melalui kehidupannya, hanyalah Yang Mulia Sayyidina wa

Maulanaa Muhammad Mushthafa shallallaahu „alaihi wasallam.”

(Arba‟in no.1, h.3).

“Zaman ketika Rasulullah s.a.w. diutus itu pada hakikatnya

merupakan suatu zaman yang memerlukan seorang mushlih rabbani dan

haadi samawi yang suci dan mulia; dan bahwa segala ajaran yang beliau

sampaikan itu memang benar dan sangat diperlukan, serta merupakan

paduan [khazanah] yang memenuhi kebutuhan zaman; lalu bahwa ajaran

tersebutpun telah memberikan dampak sedemikian rupa sehingga ratusan

ribu hati manusia telah ditarik kepada kebenaran dan 'Laa-ilaha-Illallaah'

telah dipatrikan ke dalam ratusan ribu dada manusia; dan bahwa tujuan

kenabian, yakni ajaran untuk meraih najat/keselamatan, telah beliau

hantarkan sampai ke puncak kesempurnaan sedemikian rupa sehingga hal

itu tidak pernah tercapai oleh para nabi lainnya secara bergotong-

royongpun.” (Barahiin Ahmadiyyah, jld.II, h. 112-114).

“Yang Mulia Sayyidinaa Muhammad Mushthafa shallallaahu

„alaihi wasallam memiliki bagian paling agung dan paling besar dari fitrat

Ruhul Kudus…. Di dunia ini hanya Muhammad Mushthafa shallaallaahu

Page 65: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

65

„alaihi wasallam yang telah tampil sebagai ma‟shum kamil17

.” (Tohfah

Golerwiyah. H. 238).

“Apabila kita melihat dengan pandangan yang adil, maka dari

segenap untaian kenabian, yang kita ketahui sebagai nabi yang memiliki

keberanian/kegagahan paling tinggi, nabi yang hidup, dan nabi yang

paling dicintai oleh Allah, hanya satu orang. Yakni, dialah Pemimpin Para

Nabi, Kebanggaan Rasul-rasul, dan Mahkota Segenap Rasul, yang

bernama Muhammad Mushthafa wa Ahmad Mujtabaa shallallaahu „alaihi

wassalam, yang dengan berjalan di bawah naungannya selama sepuluh

hari saja maka diperoleh cahaya yang sebelumnya tidak dapat diperoleh

hingga ribuan tahun.” (Siraj-e-Munir,h.82).

“Mahasuci Allah! Mahasuci Allah! Betapa Yang Mulia Khaatamul

Anbiyaa shallallaahu „alaihi wasallam merupakan nabi yang sangat

mulia! Demi Allah! Betapa agungnya nur yang mengantarkan khadim

yang tidak berarti, yang rendah, serta pelayan yang hina beliau – sampai

kepada martabat-martabat mulia tersebut di atas (derajat mukaalamah

mukhaathabah Ilahiyah dan penguakan hal-hal ghaib -peny).

(Insert arabic: 27)

(Barahiin Ahmadiyyah, jld III, catatan kaki no. 11, h. 272).

“Saya senantiasa melihat dengan pandangan penuh takjub, yakni

Nabi Arabi yang bernama Muhammad s.a.w. ini (ribuan dan ribuan

shalawat serta salam atasnya), betapa ia merupakan nabi berderajat paling

tinggi. Puncak akhir kedudukannya yang paling tinggi itu tidak dapat

diketahui. Dan mengukur pengaruh kesuciannyapun bukanlah pekerjaan

manusia. Sangat disayangkan, sebagaimana seharusnya kebenaran itu

dikenali, derajatnya ternyata tidak dikenali demikian. Padahal Tauhid yang

telah hilang dari dunia ini, justru dialah seorang satria yang telah

membawanya kembali ke dunia. Dia telah menjalin kecintaan paling tinggi

dengan Allah. Dan dalam bersikap solider terhadap umat manusia, dia

paling hebat dalam merelakan jiwanya untuk menanggung segala

penderitaan. Oleh karena itu, Allah yang mengenal rahasia kalbunya, telah

menganugerahkan keunggulan kepadanya atas segenap nabi dan segenap

awwaliin maupun akhiriin. Dan Allah telah memenuhi cita-citanya di

dalam hidupnya juga. Dialah mata-air setiap karunia/berkat. Dan

seseorang yang menda‟wakan suatu fadhilah/keunggulan tanpa melalui

karunianya, berarti orang itu bukanlah manusia, melainkan anak setan.

17

Orang yang paling sempurna dalam hal kesucian dari dosa/kelemahan -peny.

Page 66: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

66

Sebab, kunci segala fadhilah telah diserahkan kepada Muhammad s.a.w..

Dan khazanah segala makrifat telah diberikan kepadanya. Siapa saja yang

tidak memperoleh darinya, berarti orang itu luput untuk selamanya.

Apalah kita ini. Apalah hakikat kita. Kita akan menjadi pengingkar

anugerah jika kita tidak mengikrarkan bahwa kita telah menemukan

Tauhid sejati melalui Nabi s.a.w. itu. Kita mengenali Tuhan Yang Hidup

melalui Nabi Kamil itu dan dengan perantaraan cahayanya. Dan kita

memperoleh anugerah mukaalamaat mukhaathabaat Ilahiyyah – yang

melalui itu kita menyaksikan wajah-Nya – adalah melalui perantaraan

Nabi Suci itu. Pancaran cahaya Matahari Petunjuk itu menerpa kita bagai

cahaya di siang hari. Dan kita akan tetap dapat berkilauan cahaya selama

kita tetap berdiri di hadapannya.” (Haqiqatul Wahy, h. 115, 116).

“Wahai orang-orang bodoh! Wahai orang-orang buta! Nabi kami

shallallaahu „alaihi wasallam dan Junjungan kami (ribuan salam atasnya),

telah mengungguli segenap nabi dalam hal menyampaikan karunia. Sebab,

penyampaian karunia nabi-nabi terdahulu telah berakhir sampai suatu

batas tertentu. Dan sekarang umat-umat serta agama-agama tersebut sudah

mati. Tidak ada lagi kehidupan di dalam diri mereka. Namun,

karunia/berkat rohani Rasulullah s.a.w. tetap mengalir hingga Kiamat.

Oleh karena itu, dengan adanya karunia/berkat tersebut tidaklah perlu bagi

umat ini agar ada seorang Masih yang datang dari luar. Melainkan, dengan

tumbuh di bawah naungan beliau s.a.w., seorang manusia hinapun akan

dapat menjadi Masih, sebagaimana beliau telah jadikan hamba ini.”

(Chasymah Masehi, h. 74, 75).

“Rasulullah s.a.w. adalah himpunan segenap akhlak. Pada masa

ini, Allah Ta‟ala telah menegakkan akhlak-akhlak beliau s.a.w. sebagai

suri-tauladan terakhir.” (Al-Hakam, 10 Maret 1904)

“Jalan lurus hanya terdapat dalam agama Islam, dan sekarang di

kolong langit ini hanya ada satu nabi dan satu rasul. Yakni, Yang Mulia

Muhammad Mushthafa s.a.w., yang paling tinggi dan paling afdhal di

antara sekalian nabi, yang paling lengkap dan paling sempurna di

kalangan segenap rasul, dan yang merupakan Khaatamul Anbiyaa serta

Khairun Naas (insan terbaik). Yaitu, yang dengan mengikutinya [kita]

akan bertemu dengan Allah Ta‟ala dan tabir-tabir kegelapan akan lenyap,

serta di dunia ini juga akan tampak tanda-tanda najat/keselamatan hakiki”.

(Barahiin Ahmadiyyah, jld.IV, sub-catatan kaki no. 3, h. 557).

“Allah Ta‟ala telah menjadikan Rasulullah s.a.w. sebagai pemilik

khaatam. Yakni, kepada beliau telah diberikan stempel untuk

menyampaikan karunia/berkat sempurna, yang sama sekali tidak diberikan

kepada nabi lainnya. Itulah sebabnya beliau s.a.w. telah dinamakan

Page 67: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

67

Khaataman Nabiyyiin. Yakni, upaya mengikuti beliau akan

menganugerahkan potensi-potensi kenabian, dan sorotan rohani beliau

dapat membentuk nabi, Dan quwwat qudsiyah ini tidak dimiliki oleh nabi

lainnya.” (Haqiqatul Wahy, catatan kaki, h. 97).

“Inipun merupakan sebuah sisi kedudukan Rasulullah s.a.w.

sebagai Khaataman Nabiyyiin. Yakni, Allah Ta‟ala semata-mata atas

karunia-Nya telah menanamkan kemampuan-kemampuan besar di dalam

umat ini. Sampai-sampai di dalam Hadits dikatakan:

(Insert arabic: 28)

[Artinya: Ulama-ulama umatku adalah seperti nabi-nabi Bani Israil].

Walaupun para muhadditsiin mempersoalkan hadits ini, tetapi cahaya

kalbu kita menyatakan hadits ini shahih. Dan kita mengakuinya tanpa

banyak bicara. Dan melalui kasyafpun tidak ada yang mengingkari hadits

ini. Justru kalaupun ada, ialah berupa tashdiq/pembenaran.” (Al-Hakam,

17/24 Agustus 1904).

“Seluruh kerasulan serta kenabian telah mencapai

kesempurnaannya pada titik yang terakhir, dalam wujud Junjungan kita

[Muhammad] s.a.w..” (Islami Ushul Ki Filasafi, h. 53).

“Tidak diragukan lagi, dari segi penegakan kerohanian, Nabi kita

shallallaahu „alaihi wasallam adalah Adam kedua. Justru beliaulah Adam

sejati yang melalui perantaraannya dan melalui berkatnya segenap karunia

manusia telah mencapai kesempurnaan, serta seluruh kekuatan baik telah

mulai bekerja pada fungsinya masing-masing dan tidak ada satu dahanpun

pada fitrat manusia yang tampil tanpa buah. Dan Khaatamun Nubuwwat

telah beliau sandang tidak hanya karena faktor zaman beliau yang terakhir,

melainkan juga karena faktor bahwa segenap potensi nubuwwat/kenabian

telah berakhir pada diri beliau s.a.w.. Dan dikarenakan beliau s.a.w.

merupakan manifestasi sempurna sifat-sifat Ilahi, oleh sebab itu Syariat

beliau mengandung sifat jalaali (keperkasaan) dan sifat jamaali

(keindahan) keduanya.” (Lekcher Sialkot, h. 4-7, cetakan pertama) .

“Wujud Rasulullah s.a.w. merupakan wujud penggenap dan

penyempurna bagi setiap nabi. Dan melalui wujud mulia itu, segala

perkara yang meragukan dan terselubung mengenai Almasih serta nabi

lainnya, menjadi tampil bersinar-sinar. Dan dengan makna-makna itulah

Allah telah menamatkan wahyu dan kerasulan atas wujud suci tersebut,

sehingga segenap potensi telah berakhir pada wujud tersebut.

Page 68: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

68

(Insert arabic: 29)

[Ini adalah karunia Ilahi yang dianugerahkan kepada siapa saja yang Dia

kehendaki].” (Barahiin Ahmadiyyah, jld. III, catatan kaki no. 11, h. 292).

“Insan kamil yang atasnya Quran Syarif telah turun, pandangannya

tidaklah terbatas. Dan sedikitpun tidak ada kekurangannya dalam hal

merasakan kedukaan orang lain serta dalam hal solidaritas terhadap umat

manusia. Justru dari segi zaman dan dari segi tempat, di dalam jiwanya

terdapat rasa solider yang sempurna. Oleh karena itu dia telah memperoleh

bagian yang penuh dan sempurna dari penampakan-penampakan qudrat,

serta telah menjadi Khaatamul Anbiyaa. Namun, tidak dalam arti bahwa di

masa mendatang tidak akan diperoleh berkat rohani apapun darinya.

Melainkan, dalam arti bahwa dia merupakan seorang khaatam yang tanpa

stempelnya seseorang tidak akan dapat memperoleh suatu karunia/berkat.

Dan bagi umatnya hingga Kiamat tidak akan pernah tertutup pintu

mukaalamah mukhaathabah Ilahiyyah (percakapan dengan Allah). Dan

selain dia tidak ada nabi lain yang merupakan khaatam. Hanya dialah satu-

satunya yang melalui stempelnya kenabian dapat diperoleh, yaitu kenabian

yang untuknya adalah mutlak terlebih dahulu menjadi ummati (pengikut).

Dan semangat serta solidaritasnya tidak menghendaki apabila umat ini

ditinggalkan dalam kondisi tidak sempurna, serta tidak menginginkan

apabila pintu wahyu tertutup bagi mereka, yaitu [pintu wahyu] yang

merupakan akar sejati untuk memperoleh makrifat. Ya, untuk menegakkan

tanda bagi kedudukannya sebagai Khaatamur Risalah, beliau s.a.w.

menghendaki agar karunia wahyu diperoleh melalui sarana mengikuti

beliau. Dan seseorang yang bukan ummati (pengikut), baginya telah

tertutup pintu wahyu Ilahi. Jadi, Allah Ta‟ala telah menetapkan beliau

s.a.w. sebagai Khaatamul Anbiyaa adalah dalam makna-makna tersebut.

Untuk itu, hal ini telah ditetapkan hingga hari Kiamat, bahwa seseorang

yang tidak membuktikan kedudukannya sebagai ummati melalui sikap

mengikuti secara hakiki, dan tidak menjadikan segenap wujudnya mabuk

dalam mengikuti beliau s.a.w., orang seperti itu sampai hari Kiamat tidak

akan dapat memperoleh suatu wahyu sempurna, dan tidak pula dia dapat

menjadi mulham kamil (penerima ilham yang sempurna). Sebab, kenabian

mustahil telah berakhir pada wujud Rasulullah s.a.w.. Namun, kenabian

dzilly/bayangan – yang artinya, memperoleh wahyu semata-mata melalui

karunia/berkat Rasulullah s.a.w. – akan tetap ada hingga Kiamat. Supaya,

pintu kesempurnaan bagi umat manusia tidak tertutup. Dan supaya, tanda

ini tidak terhapus dari dunia, bahwa semangat Rasulullah s.a.w. memang

telah menginginkan agar pintu mukaalamaat mukhaathabaat Ilahiyah

tetap terbuka hingga hari Kiamat, dan supaya makrifat Ilahi yang menjadi

kunci najat, tidak hilang.” (Haqiqatul Wahy, h. 27,28).

Page 69: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

69

“Saya dengan sangat yakin dan dengan penda‟waan mengatakan

bahwa potensi-potensi nubuwwat/kenabian telah berakhir pada wujud

Rasulullah s.a.w.. Orang yang menegakkan suatu silsilah baru menentang

beliau s.a.w., dan yang memisahkan diri dari kenabian beliau s.a.w. lalu

memaparkan suatu kebenaran, dan yang meninggalkan mata-air kenabian

itu, adalah pendusta dan penipu. Saya katakan dengan terbuka bahwa

terkutuklah orang yang meyakini orang lain di luar Rasulullah s.a.w.

sebagai nabi sesudah beliau s.a.w. dan yang merubuhkan Khatamun

Nubuwwat beliau s.a.w.. Itulah sebabnya sesudah Rasulullah s.a.w. tidak

bisa datang lagi nabi yang tidak memiliki cap/stempel kenabian

Muhammadi s.a.w..” (Al-Hakam, 10 Juni 1905, h. 2).

“Di tempat Allah Ta‟ala telah menjanjikan bahwa Rasulullah

s.a.w. adalah Khaatamul Anbiyaa, di tempat itu juga Allah telah

mengisyaratkan bahwa Rasulullah s.a.w. dari segi kerohanian beliau

merupakan bapak bagi orang-orang saleh yang jiwanya telah

disempurnakan melalui upaya mengikuti beliau. Dan kepada orang-orang

itu dianugerahkan wahyu Ilahi dan mukaalamaat (percakapan).

Sebagaimana Dia berfirman dalam Quran Syarif:

(Insert arabic: 30)

Yakni, Rasulullah s.a.w. itu bukanlah bapak bagi salah seorang dari antara

laki-laki kalian, tetapi dia adalah rasul Allah dan Khaatamul Anbiyaa (Al-

Ahzab: 40).

Kini, jelaslah bahwa kata 'laakin' (tetapi) dalam bahasa Arab

digunakan untuk memberikan penekanan, yakni untuk memberikan

penekanan pada hal terdahulu. Hal terdahulu yang disinggung di dalam

ayat tersebut, yang mengenainya telah dikatakan bahwa Rasulullah s.a.w.

tidak meraihnya, adalah menjadi bapak secara jasmani bagi seorang laki-

laki. Jadi, dengan kata 'laakin' hal terdahulu itu telah ditekankan

sedemikian rupa bahwa Rasulullah s.a.w. dinyatakan sebagai Khaatamul

Anbiyaa. Artinya adalah, setelah beliau karunia kenabian secara langsung

telah terputus, dan sekarang pangkat kenabian hanya akan diraih oleh

orang yang mengikuti Rasulullah s.a.w. dalam amal-amalnya.” (Review

Mubahatsah Batalwi wa Chakralwi, h. 6,7).

“Apakah pendusta bejad yang menda‟wakan kerasulan dan

kenabian seperti itu dapat mengimani Quran Syarif? Dan apakah orang

yang beriman kepada Quran Syarif dan meyakini ayat 'Walaakin

Rasuulallaahi wa khaataman nabiyyiin' sebagai kalaam Allah, dapat

mengatakan bahwa dia juga adalah rasul dan nabi sesudah Rasulullah

s.a.w.? Pencari keadilan hendaknya ingat bahwa hamba tidak pernah pada

waktu kapanpun menda‟wakan kenabian atau kerasulan secara hakiki. Dan

Page 70: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

70

menggunakan suatu kata secara non-hakiki (majazi), serta

menggunakannya dalam percakapan dengan makna-makna umum yang

terdapat dalam bahasa, tidaklah mengakibatkan kekufuran. Namun, saya

juga tidak suka apabila timbul peluang ketergelinciran bagi umat Islam

umum dalam masalah itu. Akan tetapi, mukaalamaat dan mukhaathabaat

(percakapan) yang saya peroleh dari Allah Ta‟ala, yang di dalamnya

banyak sekali terdapat kata nubuwwat (kenabian) dan risalat (kerasulan),

saya tidak dapat menyembunyikannya, karena saya diperintahkan. Namun,

berkali-kali saya katakan bahwa kata mursil atau rasul atau nabi yang

terdapat di dalam ilham-ilham itu mengenai diri saya, itu bukanlah dalam

makna-makna hakiki. Dan hakikat yang sebenarnya, saya berikan

kesaksian sepenuhnya bahwa Nabi kita shallallaahu „alaihi wasallam

adalah Khaatamul Anbiyaa, dan sesudah beliau s.a.w. tidak akan ada lagi

nabi yang datang, [yakni nabi] yang lama maupun yang baru.

(Insert arabic: 31)

[Artinya: Barangsiapa berkata sesudah Rasulullah s.a..w. bahwa, 'Aku

adalah nabi dan rasul dalam makna hakiki,' sedangkan dia berdusta, dan

dia meninggalkan Alquran serta hukum-hukum Syariat yang mulia, berarti

dia kafir dan pendusta.].

Ringkasnya, akidah kami adalah, seseorang yang menda‟wakan

kenabian secara hakiki, dan melepaskan dirinya dari karunia/berkat-berkat

Rasulullah s.a.w., serta memisahkan diri dari mata-air suci itu, lalu dia

ingin secara langsung menjadi nabi Allah, berarti dia itu sesat dan tidak

beragama. Dan orang seperti itu akan membuat suatu kalimat syahadat

tersendiri, dan akan menciptakan cara baru dalam peribadatan, serta akan

mengadakan perubahan pada hukum-hukum. Jadi, tidak disangsikan lagi

bahwa dia adalah saudara bagi Musailamah Kadzzaab. Dan tidak

diragukan lagi sedikitpun mengenai kekafirannya. Mengenai orang bejad

seperti itu bagaimana mungkin dapat dikatakan bahwa dia mempercayai

Quran Syarif.” (Anjam-e-Atham, catatan kaki, h. 27,28).

“….Dalam makna bahwa saya telah memperoleh karunia/berkat-

berkat batiniah dari Rasul Panutan saya, dan saya telah memperoleh

namanya untuk diri saya, dan melalui perantaraannya saya telah

memperoleh ilmu ghaib dari Allah, [dalam makna-makna itulah] saya

rasul dan nabi, tetapi tanpa syariat baru. Saya tidak pernah mengingkari

sebutan nabi dalam makna demikian. Justru dalam makna-makna itu Allah

telah menyebut saya nabi dan rasul. Jadi, sekarangpun saya tidak

mengingkari kedudukan sebagai nabi dan rasul dalam makna-makna

tersebut. Dan ucapan saya adalah

Page 71: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

71

{Insert Farsi: 32}

Artinya, saya bukanlah rasul dengan kitab syariat baru. Ya, inipun

hendaknya harus diingat dan jangan sekali-sekali dilupakan, yakni

walaupun saya dipanggil dengan kata nabi dan rasul, kepada saya telah

diberitahukan oleh Allah bahwa segenap karunia/berkat itu bukan tanpa

perantara telah turun pada saya. Melainkan, di Langit terdapat satu wujud

suci yang berkat-berkat rohaninya telah meliputi diri saya, yakni

Muhammad Mushthafa shallallaahu „alaihi wasallam. Dengan

menjunjung perantaraan/hubungan itu, dan dengan menyatu di dalamnya,

dan dengan menyandang namanya – Muhammad dan Ahmad – saya juga

adalah seorang rasul, dan juga seorang nabi. Yakni, saya telah diutus, dan

saya juga telah memperoleh kabar-kabar ghaib. Dan dengan cara

demikian, stempel/segel Khaatamun Nabiyyiin tetap terpelihara. Sebab,

saya telah memperoleh nama itu secara pantulan dan bayangan melalui

cermin kecintaan. Jika ada orang yang murka atas wahyu Ilahi ini, yakni

mengapa Allah Ta‟ala menamakan saya sebagai nabi dan rasul, berarti itu

kebodohannya. Sebab dengan kedudukan saya sebagai nabi dan rasul

[seperti itu] tidak meruntuhkan stempel/segel Allah.” (Ek Ghalathi Ka

Izalah, h. 6,7).

“Jika dikatakan, Rasulullah s.a.w. adalah Khaataman Nabiyyiin

maka sesudah beliau s.a.w. bagaimana nabi lain dapat datang?

Jawabannya adalah, memang dengan demikian tidak ada lagi nabi lain

dapat datang, nabi baru maupun nabi lama. [Nabi lama,] seperti upaya

kalian untuk mendatangkan kembali Isa a.s. di akhir zaman. Kemudian

dalam keadaan demikian kalian juga mengakuinya sebagai nabi. Bahkan

kalian berakidah bahwa untaian wahyu kenabian tetap berlangsung sampai

40 tahun dan melebihi masa Rasulullah s.a.w.. Tidak diragukan lagi bahwa

akidah seperti itu adalah dosa. Dan ayat 'Walaakin Rasuulallaahi wa

khaataman nabiyyiin' serta hadits 'Laa nabiyya ba‟diy' merupakan saksi

penuh akan kedustaan nyata akidah itu. Namun, kami sangat menentang

akidah-akidah semacam itu. Dan kami mengimani ayat itu sebagai sesuatu

yang benar dan sempurna, yakni “Walaakin rasulallaahi wa khaataman

nabiyyiin.” Dan di dalam ayat ini terdapat kabar ghaib yang tidak

diketahui oleh para penentang kami. Yakni, di dalam ayat ini Allah Ta‟ala

berfirman bahwa setelah Rasulullah s.a.w. segenap pintu kabar ghaib telah

ditutup. Dan tidak mungkin sekarang ada orang Hindu, atau Yahudi, atau

Kristen, atau orang Muslim yang tidak sejati dapat membuktikan kata nabi

bagi dirinya. Segenap jendela nubuwwat (kenabian) telah ditutup. Namun,

ada satu jendela sirat shiddiqi yang terbuka, yakni jendela Fana fir Rasul

s.a.w. (mabuk dalam kecintaan terhadap Rasulullah s.a.w.). Jadi,

seseorang yang menuju Allah lewat jendela ini, maka kepadanya

Page 72: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

72

dipakaikan jubah kenabian itu secara bayangan, yakni jubah kenabian

Muhammad s.a.w.. Oleh karena itu kedudukan orang itu sebagai nabi

bukanlah sesuatu yang harus dikecam. Sebab, kenabian tersebut dia

peroleh bukan karena dirinya sendiri, melainkan dia peroleh dari mata-air

Nabi-nya. Dan itu bukan untuk dirinya, melainkan untuk keperkasaan

Nabi s.a.w. itu juga. Itulah sebabnya di Langit orang itu dinamakan

Muhammad dan Ahmad. Artinya, kenabian Muhammad s.a.w. itu akhirnya

hanya diraih oleh Muhammad juga, walaupun dalam bentuk bayangan,

dan tidak diraih oleh orang lain. Jadi, ayat:

(Insert arabic: 33)

[Artinya: Muhammad bukanlah bapak salah seorang dari antara kaum

laki-lakimu, akan tetapi dia adalah Rasul Allah dan Khaataman

Nabiyyiin18

]. Arti ayat ini adalah:

(Insert arabic: 34)

[Artinya: Muhammad bukanlah bapak salah seorang dari antara kaum

laki-lakimu di dunia, akan tetapi bapak bagi kaum laki-laki di akhirat.

Sebab, dia adalah Khaatamun Nabiyyiin dan tidak ada jalan menuju

karunia/berkat-berkat Allah tanpa melalui perantaraannya].

Ringkasnya, kenabian dan kerasulan saya adalah berdasarkan

kedudukan sebagai Muhammad s.a.w. dan Ahmad s.a.w., bukan

berdasarkan diri saya sendiri. Dan nama itu saya peroleh karena Fana fir

Rasul s.a.w. (mabuk dalam kecintaan terhadap Rasulullah s.a.w.). Oleh

karena itu makna Khaataman Nabiyyiin tidak terganggu. Namun, makna

itu pasti akan terganggu dengan datangnya Isa a.s.. Dan inipun

hendaknya diingat, bahwa arti nabi berdasarkan lughat adalah seseorang

yang memperoleh informasi dari Allah lalu menyampaikan kabar ghaib.

Jadi, di mana saja makna ini terpenuhi, di sana kata nabi adalah tepat.

Dan untuk menjadi nabi terdapat syarat untuk menjadi rasul. Sebab, jika

dia bukan rasul, maka dia tidak dapat memperoleh kabar ghaib yang

jelas. Dan ayat ini menghalangi :

(Insert arabic: 35)

[Artinya: Dia tidak membukakan khazanah ghaib-Nya kepada siapapun

kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya19

].

Sekarang, jika dilakukan pengingkaran terhadap nabi dalam

makna-makna tersebut sesudah Rasulullah s.a.w., maka konsekwensi

18

Al-Ahzab: 40 19

Al-Jin: 26, 27

Page 73: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

73

mutlaknya adalah menerapkan akidah bahwa umat ini luput dari

mukaalamaat dan mukhaathabaat Ilahiyyah. Sebab, seseorang yang

memperoleh kabar-kabar ghaib dari Allah, maka berdasarkan ayat 'Laa

yuzh-hiru „alaa ghaibihi' berarti makna nabi adalah tepat bagi orang itu.

Seperti itu, seorang yang diutus dari Allah Ta‟ala, kami akan menyebutnya

rasul. Bedanya adalah, sesudah Rasulullah s.a.w., hingga hari Kiamat,

tidak akan ada lagi nabi yang kepadanya turun syariat. Atau, tanpa

perantaraan Rasulullah s.a.w. dan tanpa kondisi Fana fir „Rasul s.a.w.

yang mengakibatkan penamaannya sebagai Muhammad dan Ahmad di

Langit, tidak akan ada seseorang yang dianugerahkan gelar kenabian

begitu saja. Barangsiapa ada yang menda‟wakan demikian, berarti dia

kafir.

Rahasia sebenarnya yang terdapat dalam hal itu adalah, makna

Khaatamun Nabiyyiin menuntut bahwa selama masih ada tabir [hubungan

perantara dengan] pihak lain, maka selama itu pula jika ada yang disebut

nabi, berarti dia menghancurkan stempel/segel yang terdapat pada

Khaatamun Nabiyyiin. Namun, jika ada orang yang fana dalam

Khaatamun Nabiyyiin (Rasulullah s.a.w. -peny.) sedemikian rupa sehingga

dia memperoleh nama beliau s.a.w. karena keterpaduan yang mendalam

dan karena menolak seluruh unsur di luar beliau, dan dia telah menjadi

cermin sehingga dalam dirinya telah memantul wajah Muhammad s.a.w.,

maka orang itu akan dinamakan nabi tanpa menghancurkan stempel/segel

tadi. Sebab, dia merupakan Muhammad s.a.w., walaupun secara bayangan.

Jadi, walaupun orang itu menda‟wakan kenabian, yang mana dia telah

dinamakan Muhammad s.a.w. serta Ahmad s.a.w. secara bayangan, maka

tetap saja Sayyidina Muhammad s.a.w. merupakan Khaatamun Nabiyyiin.

Sebab, Muhammad kedua ini merupakan gambaran Muhammad s.a.w. itu

juga, serta merupakan nama beliau juga adanya. Sedangkan, Isa a.s. tidak

dapat datang tanpa menghancurkan stempel/segel [Khaatamun

Nabiyyiin].” (Ek Ghalati Ka Izalah, 4-6).

“Ingatlah, ini merupakan keimanan kami, bahwa kitab terakhir dan

syariat terakhir adalah Alquran. Dan sesudah itu, hingga Kiamat, tidak

akan ada lagi nabi dalam makna bahwa dia pembawa syariat, atau dia

dapat memperoleh wahyu tanpa perantaraan mengikuti Rasulullah s.a.w..

Melainkan, pintu itu telah tertutup hingga Kiamat. Sedangkan pintu-pintu

untuk memperoleh anugerah wahyu dengan cara mengikuti Nabi

Muhammad s.a.w., tetap terbuka hingga Kiamat. Wahyu yang diperoleh

karena mengikuti [Rasulullah s.a.w.], tidak pernah terputus. Namun,

kenabian yang membawa syariat atau kenabian mandiri, sudah terputus.

(Insert arabic: 36)

Page 74: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

74

[Artinya: Tidak ada jalan ke arah itu hingga hari Kiamat. Dan barangsiapa

yang mengatakan bahwa dia bukan dari umat Muhammad s.a.w. dan dia

menda‟wakan bahwa dia adalah nabi pembawa syariat atau nabi tanpa

membawa syariat tetapi bukan dari kalangan umat ini, maka tamsilnya

adalah bagai seseorang diterjang banjir dashyat yang menghanyutkannya

sampai mati].

Rinciannya adalah, disini Allah Ta‟ala telah berjanji bahwa

Rasulullah s.a.w. adalah Khaatamul Anbiyaa. Di tempat inipun Dia

mengisyaratkan bahwa Rasulullah s.a.w. berdasarkan kerohanian beliau

merupakan bapak bagi orang-orang saleh yang telah memperoleh

penyempurnaan jiwa karena mengikuti beliau. Dan kepada orang-orang

saleh itu dianugerahkan wahyu Ilahi serta anugerah mukaalamaat

(percakapan). Sebagaimana Allah Ta‟ala berfirman di dalam Quran Syarif:

(Insert arabic: 37)

Yakni, Muhammad s.a.w. bukanlah bapak bagi salah seorang dari antara

laki-laki kalian, tetapi beliau adalah Rasul Allah dan Khaatamul Anbiyaa.

Sekarang jelas, kata 'laakin' di dalam bahasa Arab digunakan untuk

penekanan, yakni penekanan terhadap hal yang sudah berlalu. Pada bagian

terdahulu dari ayat ini, hal yang telah dinyatakan sudah berlalu -- yakni

sesuatu yang dinyatakan tidak diperoleh Rasulullah s.a.w. -- adalah status

sebagai bapak bagi seorang laki-laki secara jasmani. Jadi, melalui kata

'laakin', penekanan terhadap hal yang sudah berlalu itu adalah dengan

menyatakan bahwa Rasulullah s.a.w. adalah Khaatamul Anbiyaa. Artinya

adalah, sesudah beliau s.a.w., karunia-karunia kenabian secara langsung,

sudah terputus. Dan sekarang pangkat kenabian hanya dapat diraih oleh

orang yang di dalam amal perbuatannya terdapat stempel ittiba‟ Nabawi

s.a.w. (mengikuti Rasulullah s.a.w.). Dan dengan cara demikian, orang itu

merupakan putra Rasulullah s.a.w. serta merupakan ahli-waris beliau

s.a.w.. Ringkasnya, di dalam ayat ini pada satu segi Rasulullah s.a.w. telah

dinyatakan bukan sebagai bapak, sedangkan pada segi lain beliau s.a.w.

telah pula dibuktikan sebagai „bapak‟. [Hal itu dilakukan demikian]

supaya dapat ditangkal kecaman yang disinggung dalam ayat:

(Insert arabic: 38)

Page 75: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

75

[Artinya: Sesungguhnya musuh engkaulah yang akan tanpa keturunan20

].

Kesimpulan dari ayat ini adalah, kenabian tetap telah terputus

walaupun bukan pembawa syariat, yakni dalam arti bahwa tidak ada

seorangpun yang dapat meraih pangkat kenabian secara langsung.

Namun, tidak terputus dalam arti bahwa kenabian itu dicapai melalui

pelita kenabian Muhammad s.a.w. dan memperoleh berkat-berkat dari

pelita tersebut. Yakni, orang yang memperoleh potensi/kemampuan

seperti itu, pada satu sisi merupakan ummati, dan di sisi lain karena

dicapai melalui cahaya-cahaya kenabian Muhammad s.a.w. maka di

dalamnyapun terdapat potensi-potensi. Dan pengingkaran terhadap

penyempurnaan jiwa-jiwa yang aktif di dalam umat pada cara demikian,

berarti – na'udzubillaah – Rasulullah s.a.w. adalah abtar (tidak punya

keturunan) dari kedua segi. Dari segi jasmani tidak ada putra beliau, dan

dari segi rohanipun tidak ada putra beliau. Dan para pengecam menjadi

benar, yaitu yang menyebut Rasulullah s.a.w. sebagai abtar.

Sekarang, hal ini sudah jelas, setelah Rasulullah s.a.w. pintu

kenabian mandiri (mustahil) yang diperoleh secara langsung, sudah

tertutup hingga Kiamat. Dan selama [seseorang penda‟wa] tidak

mengandung hakikat ummati di dalam dirinya, dan tidak menempatkan

dirinya sebagai hamba Yang Mulia Muhammad s.a.w., maka selama itu

dia tidak dapat tampil sesudah Rasulullah s.a.w..”

“Segenap kenabian dan seluruh kitab yang telah berlalu, tidak

perlu lagi diikuti secara terpisah. Sebab, kenabian Muhammad s.a.w. telah

mencakup dan merangkum semua itu. Dan selain [Islam] ini, semua jalan

sudah tertutup. Segenap kebenaran yang mengantarkan sampai kepada

Allah, sudah terdapat di dalamnya. Tidak ada kebenaran baru yang akan

datang sesudahnya, dan tidak pula ada kebenaran masa lalu yang tidak

tercantum di dalamnya. Oleh karena itu, segenap kenabian berakhir dan

memang seharusnya berakhir pada kenabian [Muhammad s.a.w.] ini.

Sebab, sesuatu yang bermula, baginya terdapat akhir. Namun, kenabian

Muhammad s.a.w. ini, tidak kosong dari kemampuannya secara

substansial untuk menyebarkan karunia/berkat-berkat. Justru di dalamnya

paling banyak terdapat karunia/berkat dibandingkan segenap kenabian

yang ada. Dengan mengikuti kenabian ini, mengantarkan kita sampai

kepada Allah dengan cara yang sangat mudah. Dan dengan mengikutinya,

anugerah kecintaan Allah Ta‟ala serta mukaalamah mukhaathabah-Nya

dapat diraih melebihi apa-apa yang dicapai di masa sebelumnya. Namun,

pengikutnya yang sempurna tidak dapat hanya dikatakan sebagai nabi

saja. Sebab, dengan itu timbul cela pada kenabian sempurna Muhammad

s.a.w.. Ya, pada diri [pengikut sempurna] itu kata ummati dan kata nabi

secara bersamaan bisa tepat keduanya. Sebab, dengan itu tidak timbul cela

20

Al-Kautsar: 3

Page 76: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

76

pada kenabian sempurna Muhammad s.a.w.. Justru, cahaya kenabian ini

semakin tampil berkilauan akibat karunia/berkat-berkat kenabian

sempurna Muhammad s.a.w.. Dan ketika mukaalamah mukhaathabah

(percakapan wahyu/ilhamiyah dengan Allah Ta‟ala -peny.) tersebut

mencapai derajat kesempurnaan dari segi kualitas maupun kuantitasnya,

dan sedikitpun tidak tersisa kekaburan di dalamnya, dan secara jelas

mencakupi perkara-perkara ghaib, maka hal itulah yang dalam kata lain

disebut nubuwwat/kenabian. Dan segenap nabi sepakat akan hal itu. Jadi,

tidaklah mungkin segenap individu dalam umat [Rasulullah s.a.w.] ini

luput dari derajat mulia itu dan tidak ada satu orangpun yang memperoleh

derajat tersebut. Padahal mengenai umat ini telah difirmankan:

{Insert arabic: 39}

[Artinya: Kamu adalah umat terbaik, dibangkitkan bagi umat manusia21

].

Dan bagi umat ini telah diajarkan doa:

{Insert arabic: 40}

[Artinya: Tunjukilah kami jalan lurus, jalan orang-orang yang telah

Engkau beri nikmat/anugerah kepada mereka22

].

Dan dalam kondisi demikian tidak hanya ini kerusakan yang

timbul, yakni umat Muhammad s.a.w. ini memiliki kekurangan dan tidak

sempurna, serta semuanya bagaikan orang-orang buta. Melainkan, juga

terdapat cacat ini, yakni timbul cela pada kemampuan Rasulullah s.a.w.

menyampaikan karunia/berkat-berkat, dan quwwat qudsiyah beliau s.a.w.

jadi tidak sempurna. Dan bersamaan dengan itu, doa-doa yang telah

diajarkan agar dipanjatkan dalam shalat lima waktu, menjadi sia-sia saja

diajarkan. Namun, kerusakan yang timbul pada sisi lain adalah, jika

kedudukan itu dapat dicapai oleh seseorang di dalam umat secara langsung

tanpa mengikuti cahaya kenabian Muhammad s.a.w., maka makna

Khatamun Nubuwwat menjadi gugur.

Jadi, untuk menghindarkan kedua kerusakan tersebut Allah Ta‟ala

telah menganugerahkan mukaalamah mukhaatabah (percakapan) yang

yang sempurna, lengkap, suci, dan kudus kepada beberapa orang yang

telah memperoleh derajat sempurna dalam hal Fana fir Rasul s.a.w.

(mabuk dalam kecintaan terhadap Rasulullah s.aw.). Dan tidak ada lagi

tabir diantaranya. Dan makna ummati serta makna mengikuti telah terdapat

pada diri mereka dalam derajat yang lengkap dan sempurna. Dalam bentuk

demikian, wujud mereka tidak lagi merupakan wujud mereka, melainkan

pada cermin kefanaan mereka itu telah memantul bayangan wujud

21

Ali „Imran: 110 22

Al-Fatihah: 6, 7

Page 77: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

77

Rasulullah s.a.w.. Dan di sisi lain mereka telah memperoleh mukaalamah

mukhaathabah Ilahiyyah secara lengkap dan sempurna seperti nabi-nabi.”

(Al-Washiyyat, h.11,12).

“Jika saya bukan umat Rasulullah s.a.w. dan tidak mengikuti

beliau s.a.w., maka walaupun amal-amal saya sama dengan segenap

gunung di dunia ini, tetap saja saya sama-sekali tidak akan pernah

memperoleh anugerah mukaalamah mukhaathabah. Sebab, sekarang

selain kenabian Muhammad s.a.w., segenap kenabian telah tertutup.”

(Tajalliyat-e-Ilahiyyah, h. 24,25).

----------ooo0ooo----------

Tafsir Ayat Khaataman Nabiyyiin

(Insert arabic: 41)

Muhammad Rasulullah s.a.w. bukanlah bapak bagi salah seorang dari

antara laki-laki dewasa kalian, tetapi merupakan Rasul Allah dan

Khaatamun Nabiyyiin. (Ah-Ahzab:40).

Tidak menjadi bapak bagi seorang laki-laki dewasa, bukanlah suatu dalil bahwa

seseorang itu bukan nabi. Jika Quran Karim telah memaparkan dalil ini bahwa seseorang

yang bukan bapak bagi seorang laki-laki dewasa tidak dapat menjadi nabi, atau seperti itu

akidah yang dianut oleh beberapa umat sebelum Quran Karim, maka kami mengatakan

bahwa di dalam Quran Karim telah diterangkan pengecualian akidah itu, atau telah

dilakukan penolakan terhadap akidah tersebut. Akan tetapi, ini bukanlah akidah umat

tertentu, bahwa jika seseorang bukan merupakan bapak bagi seorang laki-laki berarti dia

tidak dapat menjadi nabi. Umat Islam dan Kristen mengakui kenabian Yahya a.s.. Dan

orang Yahudi mengakui kesucian beliau. Namun, tidak ada yang mengakui bahwa beliau

mempunyai anak. Sebab, Yahya a.s. kawinpun tidak.

Jadi, apa artinya ayat ini, bahwa Muhammad s.a.w. bukanlah bapak bagi salah

seorang dari antara laki-laki dewasa kalian, tetapi beliau seorang nabi. Pasti ada landasan

penyebab bagi kalimat ini. Lalu inipun hendaknya dipikirkan bahwa seseorang yang

mengenainya orang-orang telah keliru mengatakan bahwa dia (Zaid r.a.) adalah anak

angkat Rasul Karim s.a.w., setelah pernyataan ayat ini berarti dia bukan lagi anak angkat

beliau. Hal itu apa kaitannya dengan kenabian Rasul Karim s.a.w. ? Kemudian apa

hubungan hal itu dengan Khatamun Nubuwwat beliau s.a.w. ? Apakah kalau Zaid r.a.

tidak menceraikan istrinya dan Muhammad Rasulullah s.a.w. tidak menikahi mantan istri

Page 78: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

78

Zaid tersebut maka masalah Khatamun Nubuwwat akan tetap terselubung ? Apakah

masalah yang besar itu begitu saja diuraikan secara sambilan ?

Selain itu, sebagaimana telah kami tuliskan di atas, status seseorang sebagai

bapak atau tidak sebagai bapak bagi seorang laki-laki, tidak ada hubungannya dengan

kenabian. Oleh karena itu, kita hendaknya menelaah Quran Karim, apakah di tempat lain

ada diterangkan bahwa jika tidak terbukti sebagai bapak bagi laki-laki dewasa maka kata

[tersebut] jadi diragukan. Sebab, kata “laakin” di dalam bahasa Arab dan kata yang

semakna dengan itu pada setiap bahasa di dunia ini, digunakan untuk menjauhkan

keraguan.

Guna memecahkan persoalan ini kami melihat Quran Karim, dan tampak dengan

jelas tertulis:

(Insert arabic: 42)

Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada engkau kautsar. Oleh sebab itu

beribadahlah kepada Allah Ta‟ala dan persembahkanlah pengorbanan-pengorbanan.

Sesungguhnya musuh engkaulah yang akan tanpa anak keturunan. (Al- Kautsar: 1-3).

Ayat ini turun pada masa kehidupan Rasulullah s.a.w. di Mekkah. Di dalamnya

terdapat sanggahan yang ditujukan kepada orang-orang musyrik Mekkah yang mencela

beliau ketika putra beliau wafat. Mereka mengatakan bahwa Muhammad tidak punya

anak laki-laki kalau tidak sekarang, maka besok pastilah silsilahnya akan habis (Al-Bahru

Al-Muhith).

Setelah surah ini turun, orang-orang Islam berpendapat bahwa Rasulullah s.a.w.

akan memperoleh anak laki-laki dan anak itu akan hidup. Namun, yang terjadi adalah,

anak laki-laki Rasulullah s.a.w. tidak hidup seperti yang mereka duga. Musuh-musuh

yang disebut “huwal abtar”(tidak memiliki anak), justru anak laki-laki mereka tetap

hidup. Anak Abu Jahal tetap hidup. Anak 'Aash tetap hidup. Anak Walid tetap hidup

(walaupun di kemudian hari anak-anak mereka masuk Islam dan sebagian masuk dalam

kelompok sahabah ternama). Ketika terjadi peristiwa Zaid r.a. dan timbul keraguan dalam

hati orang-orang, yakni Rasulullah s.a.w. telah menikahi istri yang diceraikan oleh Zaid

yang merupakan anak angkat beliau s.a.w., dan hal itu bertentangan dengan ajaran Islam

– sebab menikahi menantu tidaklah dibenarkan – maka Allah Ta‟ala berfirman bahwa,

“Kalian menganggap Zaid r.a. sebagai putra Muhammad Rasulullah s.a.w., itu adalah

salah. Muhammad Rasulullah s.a.w. bukanlah bapak bagi seorang laki-laki dewasa

manapun.” Dan kata “maa kaana” di dalam bahasa Arab tidak hanya berarti bahwa

beliau bukan bapak pada masa itu, melainkan juga bermakna bahwa di masa

mendatangpun beliau bukan merupakan bapak [bagi laki-laki manapun]. Sebagaimana di

dalam Quran Karim dikatakan:

(Insert arabic: 43)

Yakni, Allah itu Mahakuasa dan Mahabijaksana, dahulu, sekarang, dan di masa datang.

(An-Nisa:158).

Page 79: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

79

Dari pengumuman itu, secara alamiah timbul sebuah keraguan lain dalam hati

orang-orang. Yakni, di Mekkah telah diumumkan melalui Surah Al-Kautsar bahwa para

musuh Muhammad Rasulullah s.a.w. akan luput dari anak-keturunan laki-laki, sedangkan

Rasulullah tidak. Namun, setelah beberapa tahun diumumkan pula di Madinah bahwa

Muhammad Rasulullah s.a.w. saat itu maupun di masa mendatang bukanlah bapak bagi

salah seorang laki-laki dewasa. Artinya adalah, nubuatan surah Al-Kautsar itu –

na‟uudzubillah – terbukti tidak benar dan kenabian Muhammad Rasulullah s.a.w. jadi

diragukan.

Sebagai jawabannya Allah Ta‟ala berfirman: “Walaakin rasulullaahi wa

khaataman nabiyyiin”. Yakni, dari pengumuman tadi itu telah timbul keraguan di hati

orang-orang bahwa pengumuman itu membuktikan -- na‟dzubillaah – kedustaan

Muhammad Rasulullah s.a.w.. Namun, mengambil kesimpulan demikian adalah salah.

Walau ada pengumuman demikian, Muhammad Rasulullah s.a.w. merupakan rasul Allah,

bahkan Khaataman Nabiyyiin, yakni stempel/segel nabi-nabi. Beliau merupakan

perhiasan keindahan bagi nabi-nabi terdahulu, dan di masa mendatang tidak akan ada

orang yang dapat menempati kedudukan sebagai nabi selama padanya belum tertera

stempel Muhammad Rasulullah s.a.w.. Orang demikian itu akan merupakan putra rohani

beliau s.a.w.. Di satu sisi dengan lahirnya putra-putra rohani seperti itu dari umat

Muhammad Rasulullah s.a.w., dan di sisi lain dengan masuknya putra-putra para

pembesar Mekkah ke dalam Islam, hal ini jadi terbukti bahwa segala sesuatu yang

diberitahukan dalam surah Al-Kautsar tersebut adalah benar. Putra-putra Abu Jahal,

'Aash, dan Walid akan habis. Dan putra-putra mereka itu dengan sendirinya

menggabungkan diri dengan Muhammad Rasulullah s.a.w.. Dan putra-putra rohani beliau

s.a.w. senantiasa akan berlangsung. Dan sampai hari Kiamat, orang-orang dari antara

putra-putra rohani itu akan selalu menempati kedudukan yang tidak pernah dapat

diduduki oleh seorang perempuan, yakni kedudukan kenabian, yang hanya khusus bagi

laki-laki.

Jadi, dengan meletakkan surah Al-Kautsar di hadapan surat Al-Ahzab, maka tidak

bisa ada arti lain kecuali makna-makna tersebut. Jika Khaataman Nabiyyiin itu diartikan

bahwa Muhammad Rasulullah s.a.w. bukanlah bapak bagi salah seorang dari antara laki-

laki dewasa di antara kalian, tetapi beliau adalah Rasul Allah, dan untuk di masa

mendatang sesudah beliau tidak bisa datang lagi nabi, maka ayat ini sama-sekali tidak

mengandung arti apapun. Dan tidak ada hubungannya sedikitpun dengan untaian

permasalahan. Dan kecaman orang-orang kafir yang disinggung dalam surah Al-Kautsar

menjadi dapat pengukuhan.

Tafsir Ayat Khaataman Nabiyyiin Berdasarkan

Ayat-ayat Lain Dalam Quran Majid

Quran 'Azhim adalah suatu kitab yang sempurna. Salah satu keajaibannya adalah,

Alquran tidak hanya di satu tempat saja memaparkan Khatamun Nubuwwat, melainkan

Page 80: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

80

juga telah menguraikan penafsiran tentang hal itu di sejumlah tempat lainnya. Dalam

kaitan itu kami memaparkan ayat-ayat Quran Syarif di bawah ini.

PERTAMA: Di dalam Surah Al-Hajj Allah Ta‟ala berfirman:

(Insert arabic: 44)

Allah [senantiasa] memilih rasul-rasul-Nya dari antara malaikat-malaikat

dan dari antara manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha

Melihat. (Al-Hajj:75).

Sebelum ayat ini, yang disinggung adalah orang-orang yang menjadi sasaran lawan

bicara Rasul Karim s.a.w., bukan mengenai orang-orang sebelum beliau. Dan arti ayat ini

adalah, Allah memilih dan akan terus memilih dari antara malaikat-malaikat dan

manusia-manusia sebagai rasul. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha

Melihat. Dari ayat ini tampil dengan jelas bahwa di zaman Rasul Karim s.a.w., yakni di

zaman kenabian beliau, terdapat manusia-manusia lain yang memperoleh nama rasul dari

Allah Ta‟ala.

KEDUA: Di dalam Surah Al-Fatihah Allah Ta‟ala telah mengajarkan doa kepada

orang-orang Islam:

{Insert arabic: 45}

Ya Allah Tunjukilah kami jalan lurus, jalan orang-orang yang telah

Engkau beri nikmat atas mereka. (Al-Fatihah : 6,7).

Doa ini secara wajib dibaca oleh orang-orang Islam lima waktu sehari, dan pada waktu-

waktu lainnya secara nafal. Sekarang pertanyaannya adalah, apa jalan orang-orang yang

telah dianugerahi nikmat itu? Quran Syarif sendiri telah menjelaskannya:

{Insert arabic: 46}

Dan niscaya akan Kami bimbing mereka ke jalan lurus. (An-Nisa: 68).

Seandainya orang-orang Islam mengamalkan keputusan-keputusan Rasul Karim s.a.w.,

dan dengan senang hati mengikutinya, maka Kami akan menunjuki mereka jalan lurus.

Kemudian Alquran menjelaskan cara untuk memperoleh petunjuk ke jalan itu:

{Insert arabic: 47}

Page 81: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

81

Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Muhammad Rasulullah s.a.w.

maka mereka akan termasuk di antara orang-orang yang kepada mereka

Allah Ta‟ala telah memberikan nikmat, yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq,

syahid-syahid, dan orang-orang saleh. Dan, mereka itulah sahabat yang

terbaik. Inilah karunia dari Allah, dan memadailah Allah sebagai Dzat

Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa: 69).

Di dalam ayat ini dengan jelas telah diberitahukan bahwa jalan orang-orang yang telah

dianugerahi nikmat itu adalah jalan yang apabila ditempuh akan memasukkan manusia ke

kalangan para nabi, shiddiq, syahid, dan saleh.

Sebagian orang mengatakan bahwa kata ma‟a di situ berarti bahwa orang-orang

itu akan bersama kelompok orang yang telah dianugerahi nikmat, tetapi tidak termasuk di

dalam kelompok itu. Padahal ayat tersebut tidak dapat diartikan demikian. Sebab, dalam

bentuk demikian artinya adalah, orang-orang itu akan bersama kelompok orang yang

telah dianugerahi nikmat, tetapi tidak akan termasuk ke dalam kelompok tersebut. Yakni,

mereka akan bersama nabi-nabi, tetapi tidak akan termasuk di kalangan nabi-nabi.

Mereka akan bersama para shiddiq, tetapi tidak akan termasuk di kalangan para shiddiq.

Mereka akan bersama para syahid, tetapi tidak akan termasuk di kalangan para syahid.

Dan mereka akan bersama para saleh, tetapi tidak akan termasuk di kalangan para saleh.

Berdasarkan arti tersebut, umat Islam tidak hanya luput dari kenabian, tetapi juga telah

luput dari pangkat shiddiq. Dan apa yang telah dikatakan Rasulullah s.a.w. bahwa Abu

Bakar adalah shiddiq, na'udzubillaah, ternyata salah. Dan umat Islam juga telah luput

dari derajat syahid. Dan di dalam Quran Karim di mana Allah Ta‟ala telah menyatakan

para sahabah berada pada derajat syuhada, ternyata juga salah.

{Insert arabic: 48}

Sebagai syahid/saksi atas manusia. (Al-Baqarah: 143).

Dan di kalangan para saleh juga tidak akan ada yang masuk satu orangpun dari umat ini.

Dan pendapat yang mengatakan bahwa di dalam umat Islam telah berlalu banyak sekali

orang saleh, pendapat itu sama-sekali salah. Na‟udzubillaah.

Apakah ada orang berakal yang menguasai Alquran dan Hadits dapat menerima

arti-arti tersebut ? Kata ma‟a tidak berarti bersama, tetapi juga berarti termasuk. Di dalam

Quran Karim telah diajarkan doa ini kepada orang-orang mukmin.

{Insert arabic: 49}

Ya Allah wafatkanlah kami bersama orang-orang saleh. (Ali „Imran:193).

Page 82: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

82

Dan setiap Muslim mengartikannya: “Wahai Allah, wafatkanlah aku dalam kondisi

termasuk di kalangan orang-orang saleh.” Tidak pernah diartikan bahwa: “Ya Allah, pada

saat seorang saleh wafat, maka pada saat itu juga wafatkanlah aku bersamanya.”

Demikian pula tertera di dalam Quran Karim:

{Insert arabic: 50}

Sesungguhnya orang-orang munafik berada di lapisan paling bawah dalam

api, dan engkau tidak akan mendapatkan penolong bagi mereka. Kecuali

orang-orang yang bertaubat dan memperbaiki diri dan berpegang teguh

kepada Allah, serta mereka ikhlas dalam pengabdian mereka kepada

Allah. Dan mereka ini termasuk golongan orang-orang mukmin. Dan

Allah segera akan memberi ganjaran besar kepada orang-orang mukmin.

(An-Nisa: 145-146).

Di sini tedapat kata-kata "ma‟al mu‟miniin". Namun, kata ma‟a disini diartikan sebagai

min. Demikian pula tertera di dalam Surah Al-Hijr:

{Insert arabic: 51}

Hai Iblis, apa yang telah terjadi padamu, mengapa engkau tidak bersama

orang-orang yang bersujud. (Al-Hijr:32).

Namun, di dalam Surah Al-A‟raf dikatakan “Lam yakun minassaajidiin.” Yakni, iblis

tidak termasuk di kalangan orang-orang yang bersujud (Al-A‟raf:11). Jadi, di dalam

Quran Karim kata ma‟a telah digunakan dalam arti min. Dan dalam kitab lughat terkenal

tentang Alquran, Mufradat Alquran tulisan Imam Raghib, juga tertulis:

{Insert arabic: 52}

Yakni, di dalam ayat “Faktubnaa ma‟asy-syaahidiin” kata ma‟a itu berarti

“masukkanlah kami ke dalam golongan para syahid", sebagaimana di

dalam ayat “Faulaaika ma‟alladziina an‟amallaahu „alaihim” kata ma‟a

berarti bahwa orang-orang yang taat kepada Rasulullah s.a.w. akan

Page 83: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

83

termasuk ke dalam golongan orang-orang yang telah dianugerahi nikmat.

(Lihat Mufradat, Raghib, h. 435, di bawah kata kataba).

Lebih lanjut, penjelasan terhadap tulisan Imam Raghib tersebut di dalam Tafsir Bahrul

Muhith dikatakan:

{Insert arabic: 53}

Yakni, menurut Imam Raghib arti ayat ini adalah, orang-orang yang taat

kepada Rasulullah s.a.w., dari segi kedudukan dan derajat akan

dimasukkan ke dalam kalangan para nabi, shiddiq, syahid dan saleh.

Yakni, nabi umat ini dengan nabi, shiddiq dengan shiddiq, syahid dengan

syahid, saleh dengan saleh. (Lihat: Tafsir Bahrul Muhith, jld. 3, h. 387).

KETIGA: Demikian pula, dengan menyinggung tentang orang-orang Islam, Allah

Ta‟ala telah berfirman di dalam Quran Karim:

{Insert arabic: 54}

Wahai anak cucu Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul dari antaramu

yang membacakan kepadamu Ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa bertakwa

dan memperbaiki diri, tak akan ada ketakutan menimpa mereka tentang

apa yang akan datang dan tidak pula mereka adan berduka cita tentang apa

yang sudah lampau. (Al-A‟raf: 35).

Di dalam ayat ini dengan jelas telah dikatakan bahwa di dalam umat Islam rasul-rasul

akan senantiasa datang. Demikian pula di dalam Quran Karim Allah Ta‟ala berfirman

{Insert arabic: 55}

Dan apabila rasul-rasul didatangkan pada waktu yang ditetapkan. (Al-

Mursalat: 11).

Yakni, di akhir zaman Allah Ta‟ala akan kembali menzahirkan segenap rasul dalam

corak buruzi/bayangan. Orang-orang Syiah mengambil dalil dari situ bahwa di zaman

Imam Mahdi segenap rasul akan didatangkan dan mereka akan mengikutinya.

Di dalam Tafsif Qummi tertulis:

{Insert arabic: 56}

Page 84: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

84

Sekian banyak nabi yang telah Allah Ta‟ala kirimkan sejak Adam sampai

akhir, kesemuanya akan datang kembali ke dunia dan akan menolong

Amirul Mukminin Mahdi. (Tafsir Qummi, h. 23).

Dari ini terbukti bahwa menurut orang-orang Syiah sesudah Rasul Karim s.a.w. segenap

rasul akan datang, tetapi tetap saja Khatamun Nubuwwat beliau s.a.w. tidak akan

terputus.

Ringkasnya, beberapa ayat telah dituliskan sebagai contoh dari ayat-ayat Quran

Karim. Dari ayat-ayat itu terbukti bahwa di dalam umat Islam nabi ummati bisa datang,

dalam corak penghambaan dan pengabdian kepada Rasul Karim s.a.w., serta untuk

menyebarkan agama beliau s.a.w.. Dan hal itu merupakan dalil yang abadi serta telak

yang membuktikan bahwa Rasulullah s.a.w. adalah seorang nabi yang hidup, bahwa

Alquran adalah kitab yang hidup, dan bahwa Islam adalah agama yang hidup.

{Insert arabic: 57}

Makna Khaataman Nabiyyiin Berdasarkan Lughat Arab

Dari segi lughat, makna-makna hakiki dan majazi bagi kata khaatam yang telah

digunakan dalam bahasa Arab, Jemaat Ahmadiyah berdasarkan kesemua itu meyakini

Raslullah s.a.w. sebagai Khaataman Nabiyyiin. Misalnya:

Nabi Terakhir

Berdasarkan ayat-ayat Alquran dan Hadits-hadits Nabawi, kedudukan Yang

Mulia Muhammad Mushthafa s.a.w. sebagai Khaataman Nabiyyiin, adalah terbukti dan

jelas dalam arti bahwa beliau s.a.w. adalah yang terakhir di antara para nabi pembawa

syariat. Syariat beliau s.a.w. senantiasa tegak dan abadi, tidak akan pernah mansukh.

Makna Khaataman Nabiyyiin seperti ini diakui dan disepakati di kalangan sejumlah

firqah. Jemaat Ahmadiyah juga mengimani makna-makna itu. Menyinggung tentang

kedudukan Khataamun Nubuwwat, Imam Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Hafidz Mirza

Nasir Ahmad mengatakan:

“Yang Mulia Muhammad Rasulullah s.a.w. adalah satu-satunya

dalam kedudukan muhammadiyyat beliau. Selain beliau s.a.w. tidak ada

orang lain yang memperoleh kedudukan itu. Beliau s.a.w. adalah

Khaataman Nabiyyiin. Dan dari segi pengangkatan/ketinggian rohani,

beliau s.a.w. adalah nabi terakhir. Beliau s.a.w. sudah menjadi nabi

Page 85: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

85

terakhir sejak saat Adam a.s. belum menjadi nabi dan bahkan belum

dianugerahi wujud jasmani ini. Ringkasnya, segenap kenabian telah diraih

di bawah kenabian Muhammad s.a.w.. Sebab, demi kenabian itulah dan

demi kedudukan muhammadiyyat itulah Allah Ta‟ala telah menciptakan

seluruh alam semesta ini. Oleh karena itu, walaupun Ibrahim a.s. telah

diangkat secara rohani mencapai Langit ketujuh, hal itu tidak bertentangan

dengan Khatamun Nubuwwat. Demikian pula walaupun Adam a.s. telah

diangkat secara rohani mencapai Langit pertama, hal itu tidak

menimbulkan kerusakan pada Khatamun Nubuwwat. Rasul Karim s.a.w.

sampai mengatakan bahwa putra-putra rohani beliau, yakni ulama-ulama

sejati, yang memperoleh ilmu-ilmu Alquran dari beliau lalu menjaga

Syariat Quran Karim agar tetap hidup dan berkilauan, dan mereka akan

senantiasa datang di setiap abad, merekapun akan seperti para nabi itu.

Yakni para nabi yang di antaranya ada yang telah mencapai Langit

pertama, ada yang di Langit kedua, ada yang di Langit ketiga, ada yang di

Langit keempat, ada yang di Langit kelima, dan ada yang di Langit

keenam. Dan ada satu yang akan lahir, yaitu yang setelah menempuh

seluruh tahap penghambaan dan kecintaan yang mendalam, serta karena

memperoleh kedudukan-kedudukan kecintaan sangat tinggi, dia akan

mencapai Langit ketujuh di sisi Ibrahim a.s., dan akan memperoleh tempat

di telapak kaki Yang Mulia Muhammad Mushthafa s.a.w.. Sebagaimana

pengangkatan Ibrahim a.s. secara rohani ke Langit ketujuh tidak

menentang Khatamun Nubuwwat, demikian pula pengangkatan secara

rohani hingga ke Langit ketujuh terhadap putra rohani agung Nabi Akram

s.a.w. tidaklah menimbulkan cela/kerusakan pada kedudukan

muhammadiyyat yang dimiliki Rasulullah s.a.w..

Gambaran yang kedua, hakikat Mi‟raj mengajarkan kepada kita

bahwa pengangkatan-pengangkatan seseorang secara rohani hingga ke

Langit ketujuh tidak menimbulkan cela/kerusakan apapun pada kedudukan

Khatamun Nubuwwat. Sebab, kedudukan khataman Nubuwat ini adalah

lebih tinggi dari kedudukan tersebut. Dan telah diperintahkan kepada kita

agar berusaha sesuai kemampuan kita masing-masing untuk meraih

pengangkatan-pengangkatan secara rohani. Dan kepada kita telah

diberikan kabar suka bahwa di dalam umat Islam akan lahir seorang putra

perkasa Rasulullah s.a.w. yang akan mencapai Langit ketujuh, dan

kedudukannya berada di telapak kaki Rasul Akram s.a.w..” (Al-Fadhl, 17

April 1973).

Lebih lanjut silahkan simak suplemen no. 8 berupa pamplet “Maqaam Muhammadiyyat

Ki Tafsir.” Pendiri Jemaat Ahmadiyah, dalam buku beliau Izalah Auham menuliskan:

“Junjungan kita [Rasulullah] s.a.w. telah mencapai kedudukan paling

tinggi di Langit, yang sesudahnya tidak ada lagi kedudukan lain. Berada di

Page 86: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

86

Sidratul Muntaha di sisi Sang Rafiqul A‟la. Dan salam serta shalawat

umat senantiasa dipanjatkan ke hadapan Rasulullah s.a.w..

{Insert arabic: 58}

Pemimpin Nabi-nabi

Kenabian adalah suatu kedudukan rohani. Nabi adalah seorang yang memiliki

martabat/derajat. Khaatam di kalangan wujud yang memiliki kedudukan dan martabat,

adalah dia yang meraih derajat paling akhir dalam kedudukan tersebut.

Sebagai bukti akan hakikat tersebut, di bawah ini dituliskan 41 contoh

penggunaan istilah khaatam dalam makna demikian, di anak benua India dan Pakistan,

serta di negeri Arab:

1. Penyair Abu Tamam (188-231 H / 804 – 845 M) dijuluki Khaatamusy Syu‟ara

(Wafiyatul A‟yan, jld.I).

2. Abu Thayyib (303 – 354 H / 915 – 965 M) dijuluki Khaatamusy Syu‟ara

(Muqaddimah Diwan al-Mutanabbi, Mesir, halaman “ya”.).

3. Abul 'Alaa Al-Ma‟arra ( 363 – 449 H / 973 – 1057 M) dijuluki sebagai Khaatamusy

Syu‟ara (Muqaddimah Diwan al-Mutanabbi, Mesir, catatan kaki halaman “ya”.).

4. Syekh Ali Hazin (1113-1180 H / 1701-1767 M) diakui di India sebagai Khaatamusy

Syu‟ara (Hayat –e- Sa‟adi, h.117).

5. Habib Syerazi diakui sebagai Khaatamusy Syu'ara di Iran (Hayat-e-Sa‟adi, h. 87).

6. Sayyidina Ali r.a. merupakan Khaatamul Awliyaa (Tafsir Shaafi, surat Al-Ahzab).

7. Imam Syafi‟i (150-204 H / 767-820 M) merupakan Khaatamul Awliyaa (Al-Tuhfah

al-Suniyyah, h.45).

8. Syekh Ibnu Arabi (560-638 H/1164-1240 M) merupakan Khaatamul Awliyaa

(Futuhaat Makiyyah, lembar judul).

9. Kafur dijuluki Khaatamul Karaam (Syarah Diwan al-Mutanabbi,h. 304).

10. Imam Muhammad Abduh Mishri dijuluki Khaatamul Aimah (Tafsir Al-Fatihah,

h.148).

11. Sayyid Ahmad al-Sanusi dijuluki Khaatamul Mujaahidiin (Surat kabar Al-Jami‟atul

Islamiyah, Palestina , 27 Muharram 1352 H).

12. Ahmad bin Idris dijuluki Khaatimatul Ulama al-Muhaqqiqiin (al-Uqd al-Nafis).

13. Abul Fadhl al-Alusi dijuluki Khaatamul Muhaqqiqiin (Tafsir Ruhul Ma‟aani, lembar

judul).

14. Syek al-Azhar Salim al-Basyri dijuluki Khaatamul Muhaqqiqiin (Al-Harab,h.372).

15. Imam Suyuthi (wafat 911 H/1505 M) dikatakan sebagai Khaatimatul Muhaqqiqiin

(Tafsir Itiqaan, lembar judul).

16. Syah Waliullah Dhelwi disebut Khaatamul Muhaddatsiin ('Ijalah Naafi‟ah).

Page 87: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

87

17. Syekh Syamsyuddin dijuluki Khaatimatul Huffaadz (Al-Tajrid al-Shariyh,

muqadimah h. 4).

18. Wali yang paling agung adalah Khaatamul Awliyaa (Tadzkiratul Awliyaa, h.422).

19. Seorang wali yang mengalami kemajuan demi kemajuan dapat menjadi Khaatamul

Awliyaa (Futuhul Ghaib, h.43).

20. Syekh Najib diakui sebagai Khaatimatul Fuqahaa (Surat kabar Shirothol Mustaqiim,

Yafa, 27 Rajab 1354 H).

21. Syekh Rasyid Ridha dijuluki Khaatimatul Mufassiriin (Al-Jami‟atul Islamiyah, 9

Jumaditsaani 1354 H).

22. Syekh Abdul Haq (958-1052 H/1551-1642 M) dijuluki Khaatimatul Fuqahaa (Tafsir

Al-Aklil, lembar judul).

23. Syekh Muhammad Najib merupakan Khaatimatul Muhaqqiqiin (Al-Islam Mishri,

Sya‟ban 1354 H).

24. Wali yang paling afdhal adalah Khaatamul Walaayah (Muqaddimah Ibnu Khaldun,

h. 271).

25. Syah Abdul Aziz (1159-1236 H) merupakan Khaatamul Muhadditsiin wal

Mufassiriin (Hadiyatusy Syi‟ah, h.4).

26. Manusia merupakan Khaatamul Makhluqaat al-Jasmaniyyah (Tafsir Kabir, jld. 6, h.

22, cetakan Mesir).

27. Syekh Muhammad bin Abdullah merupakan Khaatimatul Huffaadz (Ar-Rasail al-

Nadirah, h. 30).

28. 'Allamah Sa‟aduddin Taftazani merupakan Khaatimatul Muhaqqiqiin (Syarah Hadits

Al-Arba‟in, h. 1).

29. Ibnu Hajar Al-Asqalaani merupakan Khaatimatul Hufaadz (Tabqatul Mudassiin,

lembar judul)

30. Maulwi Muhammad Qasim (1148-1297 H) dijuluki Khaatamul Mufassiriin (Israr

Qur‟ani, halaman judul).

31. Imam Suyuthi merupakan Khaatimatul Muhadditsiin (Hadiyatusy Syi‟ah, h. 210).

32. Raja merupakan Khaatamul Hukkaam (Hujjatul Islam, h. 35).

33. Nabi Isa merupakan Khaatamul Ashfiyaa al-Aimah (Baqiyatul Mutaqaddimiin, h.

184).

34. Ali merupakan Khaatamul Awshiyaa (Minarul Hudaa, h. 109).

35. Syekh Ash-Shadduq dijuluki Khaatamul Muhadditsiin (Kitab Man Laa Yahdharuhul

Faqiyh)

36. Abul Fadhl Syahabul Ulusi (773-854 H/1371-1450 M) disebut Khaatamul Udabaa

(Ruhul Ma‟aani, halaman judul).

37. Penulis Ruhul Ma‟aani menjuluki Syekh Ibrahim al-Kurani sebagai Khaatimatul

Muta-akhiriin (Tafsir Ruhul Ma‟aani, jld. 5, h. 453).

38. Maulwi Anwar Syah Kasymiri disebut Khaatamul Muhadditsiin (Kitab Rais al

Ahrar, h. 99)

39. Fariduddin „Athaar (513-620 H/1116-1223 M) mengatakan tentang Umar r.a. di

dalam Manthiq ath-Thair, hal. 29:

{Insert arabic: 59}

Page 88: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

88

40. Maulana Haali menuliskan tentang Syekh Sa‟adi:

“Menurut saya, sebagaimana penguraian tentang tangkisan dan

serangan serta tentang peperangan dan pertempuran telah

khatam/berakhir pada Firdausi, demikian pula penguraian tentang

akhlak, nasihat dan petunjuk, tentang cinta dan semangat muda,

tantang lelucon dan kejenakaan, tentang zuhud dan riya, dan

sebagainya telah khatam/berakhir pada Syekh [Sa‟adi].” (Hayat-e-

Sa‟adi, h. 108).

41. Maulwi Muhammad Qasim Nanutwi (1148-1297 H). menuliskan:

“Jadi, seseorang yang di dalam dirinya sifat ini banyak tampil, yaitu

Khaatamush Shifaat, yakni sifat yang di atasnya tidak ada lagi sifat

lain, yakni tidak ada sifat lebih tinggi lagi dari itu yang patut

dianugerahkan kepada makhluk-makhluk, berarti orang itu di kalangan

makhluk merupakan Khaatamul Maraatib, dan orang itu merupakan

pemimpin semua pihak, dan merupakan yang paling afhdal/mulia.”

(Intisharul Islam, h. 45)

Dari penggunaan-penggunaan ini tampak jelas bahwa menurut orang-orang Arab

dan para ulama muhaqqiqiin lainnya, bila saja seorang tokoh tertentu disebut khaatamusy

syu‟araa, atau khaatamul fuqahaa, atau khaatamul muhadditsiin, atau khaatamul

mufassiriin, maka artinya adalah penyair terbaik, faqih paling besar, dan muhaddits atau

mufassir yang memiliki derajat paling tinggi.

Berdasarkan makna-makna tersebut, arti Khaatamun Nabiyyiin adalah, pada

wujud Yang Mulia Muhammad Mushthafa s.a.w. telah berakhir segenap potensi kenabian

dan kerasulan. Tidak ada nabi yang lebih besar atau yang menyamai beliau. Dan tidak

ada yang mampu untuk itu. Beliau s.a.w. merupakan Afdhalul Anbiyaa (Nabi yang paling

afdhal/unggul) dan Sayyidul Mursaliin (Rasul paling mulia), dan beliau s.a.w. merupakan

himpunan potensi segenap nabi. Ulama umat tetap sepakat dengan makna-makna

Khaatamun Nabiyyiin demikian. Dan Jemaat Ahmadiyah juga mengakui makna

Khaatamun Nabiyyiin ini dari segala segi. Pendiri Jemaat Ahmadiyah bersabda:

“Adalah akidah saya bahwa jika Rasulullah s.a.w. diletakkan terpisah dan

segenap nabi yang telah berlalu hingga saat itu kesemuanya berkumpul

lalu mereka ingin melakukan pekerjaan dan perbaikan yang telah

dilakukan oleh Rasulullah s.a.w., maka mereka sama-sekali tidak akan

dapat melakukannya. Di dalam diri mereka tidak terdapat kalbu dan

kekuatan seperti yang dimiliki Nabi kita s.a.w.. Jika ada yang mengatakan

[pernyataan] ini merupakan -- ma‟adzallaah -- suatu ketidaksopanan

terhadap para nabi itu, berarti orang bodoh itu melontarkan kedustaan

terhadap diri saya. Saya menganggap sikap menghormati para nabi

Page 89: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

89

sebagai bagian dari keimanan saya. Akan tetapi keunggulan Nabi Karim

s.a.w. atas segenap nabi lainnya, adalah suatu hal yang merupakan bagian

terbesar keimanan saya dan telah bercampur dalam urat nadi darah saya.

Ini bukanlah ikhtiar saya untuk mengeluarkannya.” (Al-Hakam, 17 Januari

1901).

Yang Menutup/Mengakhiri Para Nabi

Jika diartikan sebagai seorang “yang menutup/mengakhiri para nabi,” maka perlu

disimak, dalam bentuk apa Rasulullah s.a.w. telah menutup/mengakhiri para nabi.

Masalahnya bukanlah menutup/mengakhiri kehidupan jasmani dan lahiriah. Segenap nabi

itu memang sudah wafat sejak sebelumnya. Ada satu nabi yang dianggap masih hidup,

Isa a.s.. Beliau dinyatakan masih hidup setelah Yang Mulia Khaatamun Nabiyyiin s.a.w..

Selebihnya, menutup/mengakhiri secara makna, adalah benar. Yakni, Yang Mulia

Khaatamun Nabiyyiin telah menutup/mengakhiri segenap nabi dari segi

potensi/kemampuan-kemampuan. Yakni, beliau s.a.w. merupakan yang paling sempurna,

paling tinggi, dan paling mulia dari sekalian nabi. Dan kelebihan beliau s.a.w. adalah,

tidak hanya kenabian saja, melainkan segenap potensi rohanipun telah berakhir pada

beliau s.a.w.. Sebagaimana Pendiri Jemaat Ahmadiyah mengatakan:

{Insert arabic: 60}

Lebih lanjut beliau menuliskan di dalam buku beliau Taudhih Maram:

“Sayyidina wa Maulaanaa Sayyidul Kul wa Afdhalur Rusul, Yang Mulia

Khaatamun Nabiyyiin, Muhammad Mushthafa shallallaahu „alaihi

wasallam, bagi beliau…terdapat kedudukan paling mulia dan derajat

paling tinggi, yang telah berakhir pada Pribadi Pemilik Sifat-sifat Paling

Sempurna itu. Tidak ada yang dapat mencapai kondisi beliau itu. Tidak

ada yang mampu meraihnya.”

Stempel Nabi-nabi

Di dalam bahasa Arab, kata khaatam berarti stempel. Jemaat Ahmadiyah juga

meyakini Rasulullah s.a.w. sebagai stempel nabi-nabi. Pendiri Jemaat Ahmadiyah

menuliskan di dalam buku beliau Haqiqatul Wahiy:

"Allah Ta‟ala telah menjadikan Rasulullah s.a.w. sebagai pemilik

khaatam. Yakni, kepada beliau telah diberikan stempel untuk

menyampaikan karunia/berkat sempurna, yang sama-sekali tidak diberikan

kepada nabi lainnya. Itulah sebabnya beliau s.a.w. telah dinamakan

Khaatamun Nabiyyiin. Yakni, upaya mengikuti beliau s.a.w. akan

menganugerahkan potensi-potensi kenabian, dan sorotan rohani beliau

Page 90: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

90

dapat membentuk nabi. Dan quwwat qudsiyah ini tidak dimiliki oleh nabi

lainnya. Inilah arti hadits 'Ulama ummatiy ka-anbiyaai Baniy Israaiyl.'

Dan di kalangan Bani Israil, walaupun banyak nabi telah datang, tetapi

kenabian mereka bukanlah akibat mengikuti Musa a.s.. Melainkan,

kenabian-kenabian itu secara langsung merupakan suatu anugerah dari

Tuhan. Disitu sedikitpun tidak ada peran upaya mengikuti Musa a.s.."

(Haqiqatul Wahiy, catatan kaki, h.97).

Bersama itu Pendiri Jemaat Ahmadiyah dengan warna yang sangat tegas menyatakan

bahwa dampak-dampak stempel Muhammad s.a.w. ini hanya dapat diraih melalui

penghambaan diri terhadap Rasulullah s.a.w. saja. Dalam buku beliau Haqiqatul Wahiy,

beliau menuliskan:

"Saya senantiasa melihat dengan pandangan penuh takjub, yakni

Nabi Arabi yang bernama Muhammad s.a.w. ini (ribuan dan ribuan

shalawat serta salam atasnya), betapa ia merupakan nabi yang berderajat

paling tinggi. Puncak akhir kedudukannya yang paling tinggi itu tidak

dapat diketahui. Dan mengukur dampak kekudusannya bukanlah

pekerjaan manusia. Sangat disayangkan, sebagaimana seharusnya

kebenaran itu dikenali, derajatnya ternyata tidak dikenali demikian.

Padahal Tauhid yang telah hilang dari dunia, justru dialah seorang satria

yang telah membawanya kembali ke dunia ini. Dia telah menjalin

kecintaan yang paling tinggi dengan Allah. Dan dalam bersikap solider

terhadap umat manusia, dia paling hebat dalam merelakan jiwanya untuk

menanggung segala penderitaan. Oleh karena itu, Allah yang mengenal

rahasia kalbunya, telah menganugerahkan keunggulan kepadanya atas

segenap nabi dan segenap awwaliin maupun akhiriin. Dan Allah telah

memenuhi cita-cita/impiannya dalam hidupnya juga. Dialah yang

merupakan mata-air setiap karunia/berkat. Dan seseorang yang

menda‟wakan suatu fadhilah (keunggulan) tanpa melalui karunianya,

berarti orang itu bukanlah manusia, melainkan anak setan. Sebab, kunci

fadhilah telah diserahkan kepadanya.” (Haqiqatul Wahiy, h. 115,116).

Segala sesuatu yang telah dituliskan oleh Pendiri Jemaat Ahmadiyah mengenai

Khatamun Nubuwwat pada sisi tersebut, juga didukung dan dibenarkan oleh para ulama

masa sekarang. Ulama terkenal dari kelompok Deobandi, Maulana Mahmudul Hasan dan

Maulana Syabbir Ahmad Usmani, menuliskan di dalam Tarjamah-e-Quran:

“Sebagaimana segenap jenjang cahaya di alam sarana ini berakhir pada

matahari, demikian pula untaian segenap jenjang dan potensi-potensi

kenabian serta kerasulan berakhir pada Ruh Muhammad s.a.w..

Berdasarkan itu dapat dikatakan bahwa dari segi derajat dan zaman, beliau

adalah Khaatamun Nabiyyiin. Dan siapa-siapa saja yang telah

Page 91: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

91

memperoleh kenabian, itu diperoleh setelah mendapatkan stempel beliau

s.a.w. terlebih dahulu.”

Demikian pula Pimpinan Daarul „Uluum Deoband, Maulana Qaadir Muhammad Thayyib

mengatakan:

“Kemuliaan beliau s.a.w. tidak hanya pada kenabian, melainkan juga pada

potensi penganugerahan kenabian. Yakni, siapapun yang telah tampil di

hadapan beliau dengan memperoleh kemampuan-kemampuan kenabian,

maka dia telah menjadi nabi,” (Aftaab Nubuwwat Kaamil, h. 109, Idarah

Usmaniyah, Anarkali, Lahore).

Kesimpulan

Ringkasnya, dari sudut pandang apapun hal ini diperhatikan – Alquran, Hadits,

dan bahasa Arab – hakikat ini menjadi tampil bagai cahaya matahari. Yakni, pada masa

sekarang ini, di dunia umat Islam, hanya Jemaat Ahmadiyah-lah satu-satunya yang

memperoleh kebanggaan serta anugerah untuk mengakui Rasulullah s.a.w. sebagai

Khaatamun Nabiyyiin dari segala segi, serta mengimani akidah suci ini dengan bashirat

yang tinggi. (Untuk kejelasan lebih lanjut, bersama ini dilampirkan pamplet “Ham

Musalman Hein” dan “Hamara Mauqif” serta “Azhym Ruhani Tajalliyaat” sebagai

suplemen nomor 9,10, dan 11).

Pendiri Jemaat Ahmadiyah bersabda:

“Kami justru menganut agama umat Muslim.

Dari kedalaman kalbu ini kami merupakan khadim bagi Khatamul

Mursaliin s.a.w..

Kami membenci syirik dan bid‟ah.

Kami dengan menghinakan diri sangat menjunjung tinggi Sang Ahmad

s.a.w..

Kami mengimani segala perintahnya.

Jiwa dan raga kami korbankan di jalan ini.

Kalbu sudah diberikan, kini yang ada tinggal jasad hina.

Keinginan kami adalah, semoga jasad inipun setia.”

(Izalah Auham, h. 414).

Tafsir Khaataman Nabiyyiin

Page 92: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

92

Berdasarkan Hadits-hadits Nabawiyah

PERTAMA: Setelah turunnya ayat Khaataman Nabiyyiin, untuk memahami artinya

Rasul Akram s.a.w. telah menyerahkan sebuah kunci yamg sangat kokoh ke tangan umat.

Untuk lebih jelasnya, ayat Khaataman Nabiyyiin turun pada tahun 5 Hijriah. Dan pada

tahun 9 Hijriah putra Rasulullah s.a.w. yaitu orang telah lahir dan telah pula wafat. Pada

saat kewafatannya Nabi Suci s.a.w. bersabda:

{Insert arabic: 61}

“Seandainya [Ibrahim] hidup, tentu dia akan menjadi seorang nabi yang

benar.” (Ibnu Majah, Kitabul Janaiz).

Sabda Rasulullah s.a.w. ini adalah sesudah turunnya ayat Khaataman Nabiyyiin. Dan dari

sabda tersebut tampil penafsiran yang jelas terhadap ayat Khaataman Nabiyyiin.

Rasulullah s.a.w. bersabda bahwa kata Khaataman Nabiyyiin bukanlah halangan untuk

menjadi nabi shiddiq atau nabi ummati. Jika menurut Rasulullah s.a.w. Khaataman

Nabiyyiin itu berarti bahwa sesudah beliau tidak bisa lagi datang nabi jenis apapun, maka

pada kesempatan itu tentu Rasulullah s.a.w. mengatakan: “Jika putra saya, Ibrahim ini

hidup, tetap saja dia tidak dapat menjadi nabi. Sebab, saya adalah Khaatamun Nabiyyiin.”

Namun, Rasulullah s.a.w. mengatakan, "Walaupun saya merupakan Khaatamun

Nabiyyiin, jika putra saya tetap hidup, tentu dia akan menjadi seorang nabi." Yakni, yang

menjadi penghalang bagi Ibrahim untuk menjadi nabi adalah kewafatannya, bukan ayat

Khaataman Nabiyyiin. Jelaslah, hal itu sama seperti ketika seorang mahasiswa cerdas

wafat lalu dikatakan, “Jika dia hidup, tentu dia akan meraih gelar M.A..” Kalimat ini

akan diucapkan demikian apabila memang sangat mungkin bagi orang-orang untuk lulus

ujian M.A.. Jika tingkat M.A. itu sendiri telah tertutup, dan tidak mungkin bagi siapapun

untuk meraih gelar M.A., maka pada saat kewafatan seorang mahasiswa cerdas tentu

tidak dapat dikatakan, “ Jika dia hidup, tentu dia akan meraih gelar M.A..”

Tokoh-tokoh besar Ahli Hadits sepakat mengenai keshahihan hadits “Lau „aasya

lakaana shiddiiqan nabiyyan.” Imam Syahaab menuliskan:

{Insert arabic: 62}

“Tentang keshahihan hadits itu tidak diragukan lagi. Sebab, yang

meriwayatkannya adalah Ibnu Majah dan lainnya, seperti yang telah

dikatakan oleh Ibnu Hajar.” (Asy-Syahaab „Alal Baydhowi, jld. 7, h. 175).

Mullah „Al Qaari, seorang imam terkenal mazhab Hanafi di kalangan Ahlus Sunnah wal

Jama‟ah, menuliskan hadits ini dengan menyatakan kebenaran riwayat dan bobotnya

melalui tiga cara:

Page 93: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

93

{Insert arabic: 63}

“Jika Ibrahim hidup dan menjadi nabi, demikian pula Umar menjadi nabi,

maka mereka merupakan pengikut atau ummati Rasulullah s.a.w.. Seperti

halnya Isa, Khidir, dan Ilyas „alaihimus salaam. Hal itu tidak

membatalkan Khaatamun Nabiyyiin. Sebab, Khaatamun Nabiyyiin itu

artinya adalah, sesudah Rasulullah s.a.w. tidak bisa lagi datang nabi lain

yang membatalkan Syariat beliau s.a.w. dan bukan ummati beliau s.a.w..“

(Maudhu‟aat Kabiir, Mulla „Ali Qaari, h. 69).

KEDUA: Di dalam hadits Muslim, mengenai Masih Mau'ud yang akan datang itu, empat

kali telah digunakan kata nabiullaah. (Shahih Muslim, jld. 2, bab Dzikrud Dajjaal).

KETIGA: Terdapat sebuah hadits mashur dari Rasulullah s.a.w.:

{Insert arabic: 64}

Abu Bakar adalah yang paling afdhal di dalam umat ini, kecuali bila ada

nabi. (Kunuzul Haqaiq).

KEEMPAT: Dari Aisyah r.a. diriwayatkan, sabdanya:

{Insert arabic: 65}

“Katakanlah beliau itu Khaatamul Anbiyaa, tetapi jangan katakan tidak

ada nabi sesudah beliau.” (Takmilah Majma‟ul Bihaar, h. 83).

Kemudian hadits Ibnu Majah yang telah dipaparkan di atas, di situ Rasulullah s.a.w.

bersabda, “ Jika putra saya Ibrahim hidup, tentu dia akan menjadi nabi.”

Dari hadits-hadits ini jelas bahwa di dalam umat ini pintu satu jenis kenabian

masih terbuka, yakni pintu untuk memperoleh kenabian melalui Fana fir Rasul s.a.w.

Memang ada hadits-hadits lain yang bertentangan dengan hadits-hadits ini. Di

dalam hadits-hadits itu secara zahir pintu kenabian dinyatakan telah tertutup. Menurut

kami, secara mendasar, pemecahan terhadap sejumlah hadits tersebut adalah, hadits-

hadits yang menyatakan kenabian telah tertutup, di situ yang dimaksud adalah kenabian

yang membawa syariat atau kenabian mandiri. Sedangkan hadits-hadits yang menyatakan

adanya kemungkinan kenabian, di situ yang dimaksud adalah kenabian yang tidak

membawa syariat dan merupakan kenabian ummati. Dengan demikian terjadi kesesuaian

Page 94: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

94

pada seluruh hadits tersebut. Dan dengan demikian pula seluruh hadits itu menjadi sesuai

dengan ayat-ayat Quran Majid. (Untuk lebih rinci lagi mengenai hal ini silahkan simak

buku Al-Qaulul Mubiin Fii Tafsir Khaatamin Nabiyyiin, yang dilampirkan sebagai

tambahan no. 6).

Jadi, dengan menyimak sejumlah hadits nabawiyah sekaligus, akan tampak jelas

bahwa sesudah Rasul Akram s.a.w. kedatangan para nabi pembawa syari‟at baru atau

para nabi mandiri, telah tertutup. Ya, kemungkinan datangnya nabi ummati dan nabi yang

mengikuti Syariat Muhammad s.a.w. masih terbuka. Atas dasar itulah sejumlah firqah

mempercayai Masih Mau'ud yang akan datang itu sebagai nabi yang mengikuti

Rasulullah s.a.w.. Mereka meyakininya sebagai nabi ummati Rasulullah s.a.w.. Dan

demikianlah akidah Jemaat Ahmadiyah.

Orang-orang Suci Terdahulu Dan Tafsir Khatamun Nubuwwat:

Jemaat Ahmadiyah juga menda‟wakan bahwa Jemaat ini secara prinsip dan

mendasar mengakui dengan sepenuh hati segenap penafsiran Khatamun Nubuwwat yang

menjunjung tinggi dan menjulangkan kemuliaan Rasulullah s.a.w., yang dipaparkan oleh

para tokoh suci di dalam umat Islam selama 13 abad ini pada masanya masing-masing.

(Sebagai bukti hal itu, terlampir buku “Khaatamul Anbiyaa” sebagai suplemen no. 7).

----------ooo0ooo----------

Page 95: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

95

HAKIKAT TUDUHAN

MENGINGKARI JIHAD

Hakikat Jihad Dalam Islam

Menurut Pandangan Pendiri Jemaat Ahmadiyah

Page 96: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

96

Para penentang Pendiri Jemaat Ahmadiyah juga telah melontarkan tuduhan ini

kepada beliau bahwa beliau – na‟udzubillaah – telah menghapuskan jihad yang

merupakan salah satu kewajiban dalam Islam. Tuduhan ini sama-sekali tidak berdasar.

Jihad adalah suatu kewajiban penting dalam Islam, mengenai kedudukannya yang wajib

dan penting itu terdapat keterangan jelas dalam Quran Karim dan Hadits-hadits Nabawi.

Jihad adalah suatu kata mendalam yang mengandung makna luas. Para ulama dan fuqaha

telah mengakui banyak macam dalam jihad. Misalnya, jihad binnafs, jihad bilmaal, jihad

bil‟ilm, jihad akbar, jihad kabir, jihad ashghar, dan sebagainya.

Sejauh yang berkaitan dengan jihad ashghar yakni jihad bissayf (jihad dengan

pedang), para ulama dan fuqaha sebelum Pendiri Jemaat Ahmadiyah telah

memberlakukan kondisi-kondisi khusus dan persyaratan terhadap jihad jenis ini yang

dalam istilah Alquran disebut qitaal. Malangnya, beriringan dengan jangka waktu yang

panjang, di kalangan umat Islam telah timbul makna yang keliru tentang jihad, yakni

jihad itu diartikan menyebarkan Islam melalui peperangan dan kekuatan pedang.

Mengenai hakikat jihad Islami, berikut ini dipaparkan sabda-sabda penuh makrifat

dari Pendiri Jemaat Ahmadiyah:

“Sekarang saya ingin menuliskan jawaban pertanyaan, mengapa

Islam memerlukan jihad, dan apa yang dimaksud dengan jihad?

Hendaknya jelas, ketika Islam lahir, sejak saat itu juga Islam terpaksa

menghadapi kesulitan-kesulitan besar, dan segenap kaum telah menjadi

musuhnya. Ini memang merupakan suatu hal yang wajar, ketika seorang

nabi atau rasul diutus dari Allah, dan orang-orang di dalam golongannya

tampak merupakan suatu kelompok yang memiliki kemampuan tinggi,

muttaqi, tangguh dan penuh kemajuan, maka mengenai nabi/rasul tersebut

tentu timbul semacam kedengkian di dalam kalbu kaum-kaum dan

golongan-golongan yang ada saat itu. Khususnya para ulama dan tokoh di

setiap agama, menampakkan banyak sekali kedengkian…. Dan semata-

mata dengan mengikuti nafsu, mereka merancang rencana-rencana untuk

menimbulkan kemudharatan. Bahkan kadang-kadang mereka juga

merasakan di dalam kalbu-kalbu mereka bahwa mereka secara aniaya

menimbulkan penderitaan terhadap seorang hamba Allah yang berhati suci

sehingga mereka menjadi sasaran kemurkaan Allah. Dan perbuatan-

perbuatan mereka juga, yang setiap saat tampil dari diri mereka untuk

menimbulkan kelicikan dan pergolakan yang menentang, senantiasa

memperlihatkan kondisi kalbu mereka yang bersalah. Namun, tetap saja

lokomotif api kedengkian yang laju itu terus membawa mereka ke jurang

permusuhan. Itulah faktor-faktor yang membuat para ulama dari kalangan

musyrik, Yahudi, dan Kristen di masa Rasulullah s.a.w. tidak hanya luput

dari menerima kebenaran, melainkan juga telah menggerakkan mereka

untuk melakukan permusuhan yang sengit. Untuk itu mereka telah berpikir

keras, yakni bagaimana menghapuskan Islam dari muka bumi ini. Dan

dikarenakan orang-orang Islam pada masa permulaan Islam itu berjumlah

Page 97: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

97

sedikit, oleh sebab itu para penentang mereka melakukan sikap

permusuhan keras terhadap orang-orang Islam pada waktu itu, yakni para

sahabah. Para penentang itu melakukan permusuhan karena rasa takabur

yang secara fitrat tertanam di dalam kalbu dan pikiran golongan-golongan

demikian yang menganggap diri mereka lebih unggul dibandingkan

golongan lain dalam hal harta, kekayaan, jumlah pengikut, kehormatan

dan martabat. Dan mereka sangat memusuhi orang-orang Islam saat itu,

yakni para sahabah. Dan mereka tidak menghendaki tumbuhan Samawi ini

tegak di bumi. Bahkan mereka berusaha keras untuk membunuh orang-

orang saleh tersebut. Tidak ada unsur kecil penderitaanpun yang tidak

mereka tinggalkan. Mereka takut, jangan-jangan agama ini tumbuh dengan

kokoh, dan kemudian kemajuannya mengakibatkan kehancuran bagi

agama serta kaum mereka. Jadi, atas dasar rasa takut yang menguasai

kalbu mereka dalam bentuk sangat mengerikan itulah dari diri mereka

muncul sikap-sikap yang penuh pemaksaan dan aniaya. Dan mereka

membunuh kebanyakan orang Islam melalui cara-cara yang sangat

menyakitkan. Hingga satu jangka masa panjang, yakni 13 tahun, demikian

perlakuan yang timbul dari mereka. Dengan cara yang sangat aniaya

kebanggaan hamba-hamba Allah yang setia serta kebanggaan manusia

telah dicincang-cincang melalui pedang orang-orang buas yang bejad itu.

Anak-anak yatim dan perempuan-perempuan yang tak berdaya telah

disembelih di lorong-lorong dan jalanan. Atas hal itupun terdapat

penekanan secara tegas dari Allah Ta‟ala untuk sama-sekali tidak

melakukan perlawanan terhadap kebejadan. Demikianlah yang telah

diterapkan oleh orang-orang saleh tersebut. Jalan-jalan telah memerah

dibasahi darah-darah mereka. Namun, tetap mereka tidak bersuara.

Mereka telah disembelih bagai hewan-hewan kurban, tetapi sedikitpun

mereka tidak mengeluh. Rasul Allah yang suci dan kudus, yang atasnya

tertuju salam tak terhingga dari bumi dan langit, berkali-kali dilempari

batu sampai beliau berlumuran darah. Namun, gunung ketulusan dan

istiqamah itu, menanggung segenap penderitaan itu dengan lapang hati

dan penuh kecintaan. Dan sikap-sikap yang penuh kesabaran dan

kerendahan hati itu membuat kebiadaban para penentang semakin besar

dari hari ke hari. Dan mereka menganggap kelompok suci itu sebagai

hewan buruan mereka. Barulah Allah yang tidak menghendaki kezaliman

dan keaniayaan melampaui batas di bumi ini, ingat terhadap hamba-

hamba-Nya yang teraniaya. Dan kemurkaan-Nya bergelora atas diri orang-

orang bejad itu. Dan melalui Kalaam Sucinya, Quran Syarif, Dia

memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya yang teraniaya bahwa,

"Segala sesuatu yang terjadi pada diri kalian, Aku menyaksikan semua itu.

Sejak saat ini Aku mengizinkan kalian untuk melakukan perlawanan. Aku

adalah Tuhan Yang Mahakuasa. Aku tidak akan membiarkan orang-orang

aniaya tanpa dihukum." Inilah perintah yang dalam kata lain dinamakan

Page 98: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

98

jihad. Kalimat asli perintah itu yang sampai sekarang masih ada di dalam

Quran Syarif, adalah:

{Insert arabic: 66}

[Artinya: Telah diizinkan untuk melakukan perlawanan bagi mereka yang

telah diperangi, disebabkan mereka telah diperlakukan dengan aniaya, dan

sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka. Orang-orang yang telah

diusir dari rumah mereka tanpa sebab yang benar.23

].” (Goverment

Anggrezi Aor Jihad, h. 1-4).

“Islam memerintahkan mengangkat pedang hanya untuk melawan

orang-orang yang terlebih dahulu telah mengangkat pedang. Dan

memerintahkan membunuh hanya orang-orang yang terlebih dahulu telah

melakukan pembunuhan. Sama-sekali tidak diperintahkan bahwa kalian

hidup di bawah seorang raja kafir dan kalian mengambil manfaat dari

sikapnya yang adil dan seimbang, lalu lakukanlah serangan

pemberontakan terhadap raja itu. Menurut Alquran, itu adalah cara orang-

orang bejad, bukan cara orang-orang baik. Namun, Taurat di tempat

manapun tidak menjelaskan perbedaan tersebut. Dari itu tampak bahwa

dalam hukum-hukumnya yang jalaal dan jamaal, Quran Syarif berjalan di

atas garis lurus keadilan, keseimbangan, kasih-sayang, dan ihsan. Tidak

ada contoh yang menyerupai hal itu di dalam kitab manapun di dunia ini”.

(Anjam-e-Atham, jld.2, h. 37).

“Di zaman sekarang ini, di mana kita hidup di dalamnya, tidak ada

kebutuhan dan keperluan mutlak untuk melakukan peperangan lahiriah.

Melainkan, di akhir zaman ini yang dikehendaki adalah memperlihatkan

contoh peperangan non-lahiriah. Dan yang menjadi perhatian adalah

perlawanan rohani. Sebab, pada saat ini sarana-sarana dan persenjataan

untuk menyebar-luaskan kemurtadan rohani dan penyimpangan dari

agama telah banyak dibuat. Oleh karena itu untuk melawannya juga

diperlukan persenjataan semacam itu. Sebab, sekarang adalah zaman yang

aman dan damai. Dan kita memperoleh segala macam kemudahan serta

keamanan. Setiap orang dengan bebas dapat melakukan penyebaran dan

pertablighan agama masing-masing serta dapat melaksanakan perintah

agama masing-masing. Kemudian, Islam yang merupakan pendukung

sejati terhadap keamanan -- bahkan secara hakiki hanya Islamlah yang

merupakan penyebar keamanan, ketenteraman dan kedamaian --

bagaimana mungkin pada zaman sekarang ini Islam dapat menyukai untuk

memperlihatkan contoh pertama itu (peperangan lahiriah -peny.) dalam hal

keamanan dan kebebasan ? Jadi, pada masa sekarang inipun yang

23

Al-Hajj: 39, 40

Page 99: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

99

dikehendaki adalah contoh kedua, yakni perlawanan rohani.” (Malfuzhat,

jld. 1, h. 58).

“Pada masa permulaan Islam, peperangan bela diri dan

pertempuran jasmani memang diperlukan saat itu karena jawaban yang

diberikan kepada para pelaku da‟wah Islam bukanlah dalil-dalil dan

argumentasi, melainkan dibalas dengan pedang. Oleh karena itu, tanpa

pilihan lain, dalam menghadapinya terpaksa digunakan pedang. Namun,

sekarang tanggapan tidak dilakukan dengan pedang, melainkan serangan

kecaman-kecaman dilakukan terhadap Islam melalui pena dan dalil-dalil.

Itulah sebabnya, pada zaman ini Allah Ta‟ala telah menghendaki agar

fungsi pedang digantikan oleh pena. Dan agar dilakukan perlawanan

melalui tulisan, sehingga para penentang dikalahkan. Oleh karena itu

sekarang tidak pantas bagi siapapun untuk berusaha menjawab pena

dengan menggunakan pedang.” (Malfuzhat, jld. 1, h. 58,59).

“Kebutuhan yang ada pada saat ini, pahamilah seyakin-yakinnya,

bukanlah pedang, melainkan pena. Keraguan-keraguan yang dilontarkan

para penentang kita terhadap Islam, dan keinginan mereka untuk

melakukan serangan terhadap agama Allah Ta‟ala yang benar ini, dengan

menggunakan berbagai dasar sains dan pengetahuan, Dia telah menarik

perhatian saya untuk menggunakan senjata pena lalu turun di arena

pertempuran sains dan kemajuan ilmu pengetahuan, dan memperlihatkan

karisma keberanian rohaniah serta kekuatan rohaniah Islam. Kapan pula

saya sanggup untuk menghadapi arena seperti itu? Ini hanyalah karunia

Allah Ta‟ala dan merupakan anugerah-Nya yang tak terhingga, bahwa Dia

menghendaki agar kehormatan agama-Nya tampil melalui tangan seorang

manusia lemah seperti saya. Suatu kali saya menghitung kecaman-

kecaman dan serangan-serangan yang telah dilakukan para penentang kita

terhadap Islam, ternyata pada pikiran dan perkiraan saya jumlahnya

mencapai tiga ribu. Saya kira, pada saat ini jumlahnya sudah lebih banyak

lagi. Jangan ada yang beranggapan bahwa landasan Islam itu adalah hal-

hal yang begitu lemah sehingga tiga ribu kecaman dapat diberlakukan

padanya. Tidak, sama-sekali tidak. Kecaman-kecaman ini merupakan

kecaman pada pandangan orang-orang yang berpikiran dangkal dan

bodoh. Namun, saya katakan kepada kalian dengan sebenar-benarnya

bahwa di mana saya telah menghitung kecaman-kecaman itu di sana saya

juga telah menyimak bahwa pada lapisan dasar kecaman-kecaman tersebut

sebenarnya terdapat pembenaran-pembenaran yang sangat langka. Yaitu

pembenaran-pembenaran yang tidak terlihat oleh para pengecam yang

tidak memiliki bashirat/penglihatan itu. Dan pada hakikatnya ini

merupakan hikmah Allah Ta‟ala, yakni di mana saja seorang pengecam

buta tampil, di situ Dia telah meletakkan khazanah terselubung yang

mengandung hakikat-hakikat dan makrifat.” (Malfuzhat, jld. 1, h. 59,60).

Page 100: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

100

“Jadi, hendaknya diketahui bahwa Quran Syarif tidak begitu saja

memerintahkan untuk berperang. Melainkan, memerintahkan untuk

berperang hanya melawan orang-orang yang melarang para hamba Allah

beriman, dan menghalangi mereka melaksanakan perintah-perintah Allah

Ta‟ala serta menghalangi mereka melakukan peribadatan terhadap-Nya.

Dan Alquran memerintahkan untuk berperang melawan orang-orang yang

memerangi umat Islam tanpa dasar, yang mengusir orang mukmin dari

rumah-rumah mereka serta dari negeri-negeri mereka, dan yang secara

paksa memasukkan manusia ke dalam agama mereka, serta yang ingin

menghancurkan agama Islam, dan yang menghalangi orang-orang lain

untuk tidak masuk Islam. Inilah orang-orang yang atasnya terdapat

kemurkaan Allah Ta‟ala. Dan hal ini wajib bagi orang-orang mukmin

apabila orang-orang yang memerangi mereka tidak juga berhenti.” (Nurul

Haq, jld. 2, h. 62)

“Pada zaman ini jihad telah tampil dalam bentuk rohani. Dan jihad

pada zaman ini adalah berupaya gigih membuktikan kemuliaan dalam

Islam. Berilah tanggapan terhadap tuduhan-tuduhan para penentang. Dan

sebarkanlah keindahan-keindahan agama Islam yang kokoh di dunia.

Inilah jihad, sampai Allah Ta‟ala menzahirkan bentuk lain di dunia ini.”

(Al-Badr, Qadian, 14 Agustus 1902).

“Allah Ta‟ala telah mengutus saya supaya saya mengangkat

khazanah-khazanah yang telah terkubur itu. Dan supaya saya

membersihkan lumpur kecaman-kecaman yang telah dilumurkan pada

permata-permata yang berkilauan itu. Pada saat ini ghairat (harga diri)

Allah Ta‟ala sedang sangat bergejolak untuk membersihkan kehormatan

Quran Syarif dari noda kecaman setiap musuh yang kotor.

Ringkasnya, dalam bentuk demikian, yakni para penentang ingin

dan melakukan serangan melalui pena, maka betapa merupakan suatu

kebodohan bila kita mau berkelahi dengan mereka menggunakan senjata.

Saya katakan kepada kalian dengan sejelas-jelasnya, dalam kondisi

demikian jika ada orang yang membawa nama Islam lalu menggunakan

cara peperangan sebagai jawaban, berarti dia merusak nama baik Islam.

Dan Islam tidak pernah mempunyai keinginan untuk mengangkat pedang

tanpa makna dan tanpa tujuan. Sekarang tujuan-tujuan peperangan,

sebagaimana telah saya katakan, telah beralih dalam bentuk makar, bukan

lagi agama. Melainkan, yang menjadi pertimbangan adalah tujuan-tujuan

duniawi. Jadi, betapa aniayanya apabila terhadap para pengecam bukannya

jawaban yang diberikan, melainkan pedang yang diperlihatkan. Sekarang,

beriringan dengan zaman, aspek peperangan telah berubah. Oleh karena

itu pertaman-tama penting untuk menggunakan kalbu dan pikiran. Dan

lakukanlah pensucian terhadap jiwa-jiwa. Dan mintalah bantuan serta

Page 101: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

101

kemenangan dari Allah Ta‟ala dengan kebenaran dan ketakwaan. Ini

merupakan suatu hukum tetap dan prinsip yang permanen dari Allah

Ta‟ala. Jika orang-orang Islam ingin berhasil dan menang dalam

„pertempuran‟ dengan hanya mengandalkan mulut dan kata-kata saja, itu

tidaklah mungkin. Allah Ta‟ala tidak menghendaki ucapan dan kata-kata

kosong, yang Dia inginkan adalah ketakwaan hakiki. Dan Dia menyukai

kesucian sejati. Sebagaimana Dia berfirman:

{Insert arabic: 67}

[Artinya: Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan

orang-orang yang berbuat kebaikan.24

].” (Malfuzhat, jld. 1, h. 60-61)

“Di dalam Alquran terdapat perintah yang jelas, janganlah

mengangkat pedang untuk menyebarkan agama. Dan tampilkanlah

keindahan-keindahan substansial agama. Dan tariklah [orang-orang]

dengan suri-tauladan yang baik. Dan jangan berpikiran bahwa pada

permulaan Islam telah dikeluarkan perintah mengangkat pedang. Sebab,

pedang tersebut tidak dicabut untuk menyebarkan agama, melainkan untuk

membela diri dari serangan-serangan musuh. Atau, pedang itu telah

dicabut untuk menegakkan keamanan. Namun, tidak pernah dengan tujuan

untuk melakukan pemaksaan bagi agama.” (Sitarah Qaishariyah, h. 16).

“Saya tidak tahu dari mana dan dari siapa para penentang kita telah

mendengar bahwa Islam telah menyebar melalui kekuatan pedang. Allah

justru berfirman di dalam Quran Syarif „Laa ikraaha fiddiin,‟ yakni di

dalam agama Islam tidak ada pemaksaan. Lalu, siapa pula yang telah

memerintahkan melakukan pemaksaan? Dan apa pula sarana-sarana untuk

melakukan pemaksaan saat itu ?” (Peygham-e-Sulh, h. 51 ).

“Masih Mau'ud telah datang ke dunia untuk menghapuskan

pemikiran mengangkat pedang dengan mengatas-namakan agama. Dan

untuk membuktikan melalui dalil-dalil serta argumentasi bahwa Islam

adalah suatu agama yang sama-sekali tidak membutuhkan bantuan pedang

dalam penyebarannya. Melainkan, keindahan-keindahan substansial

ajarannya, hakikat-hakikat serta makrifatnya, dalil-dalil serta

argumentasinya, dukungan-dukungan serta Tanda-tanda hidup dari Allah

Ta‟ala, daya tarik substansial yang dimilikinya adalah merupakan hal-hal

yang senantiasa menyebabkan kemajuan dan penyebarannya. Oleh karena

itu orang-orang yang melontarkan tuduhan bahwa Islam menyebar melalui

kekuatan pedang, mereka hendaknya sadar bahwa mereka dusta dalam

pernyataan mereka itu. Pengaruh-pengaruh Islam tidak membutuhkan

pemaksaan apapun untuk penyebaran Islam. Jika ada yang meragukannya,

24

An-Nahl: 128

Page 102: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

102

maka dia bisa tinggal bersama saya lalu menyaksikan bahwa Islam

membuktikan diri sebagai agama yang hidup melalui dalil-dalil dan

Tanda-tanda. Sekarang Allah Ta'ala menghendaki dan beriradah untuk

menghapuskan segenap kecaman dari wujud suci Islam yang telah

dilakukan orang-orang bejad. Para pengecam yang mengatakan bahwa

Islam tersebar melalui pedang, akan merasa malu sekarang." (Malfuzhat,

jld.3, h.176).

"Di dalam Islam tidak ada campur-tangan pemaksaan. Peperangan

dalam Islam tidak lebih dari tiga macam: (1) sebagai pembelaan diri, yakni

upaya untuk melindungi diri sendiri; (2) sebagai hukuman, yakni darah

dibalas dengan darah; (3) sebagai [upaya] untuk menegakkan kebebasan,

yakni dengan menghancurkan kekuatan para musuh yang telah membunuh

orang-orang yang masuk Islam. Jadi, dalam kondisi tidak adanya petunjuk

pada Islam supaya memasukkan seseorang ke dalam agama dengan

paksaan dan ancaman pembunuhan, maka penantian terhadap Mahdi

penumpah darah atau Almasih penumpah darah adalah [suatu hal] yang

sama-sekali sia-sia dan tidak berguna. Sebab, tidak mungkin, bertentangan

dengan ajaran Alquran ada pula manusia yang datang ke dunia

memasukkan orang-orang ke dalam Islam dengan menggunakan pedang."

(Masih Hindustan Mein, h.10).

"Hendaknya direnungkan, misalnya seseorang tidak menerima

suatu agama yang benar disebabkan belum mengetahui serta belum

mengenal kebenaran, ajaran suci, dan keindahan-keindahan agama

tersebut, maka apakah sikap ini tepat dilakukan terhadap orang itu, yakni

membunuhnya tanpa pikir-pikir lagi ? Justru orang seperti itu patut

dikasihi dan dengan lembut serta penuh akhlak dizahirkan kepadanya

kebenaran, keindahan, serta manfaat rohaniah agama tersebut. Bukannya

membalas keingkaran orang itu dengan pedang atau senapan. Oleh

karenanya, konsep jihad golongan-golongan Islam tersebut zaman ini serta

ajarannya -- bahwa sudah dekat masanya bagi seorang mahdi penumpah

darah akan lahir bernama Imam Muhammad; dan Almasih akan turun dari

langit untuk membantunya; dan keduanya bersatu, lalu akan membunuh

segenap umat lain yang mengingkari Islam di dunia -- adalah sangat

bertentangan dengan masalah akhlak. Bukankah ini suatu akidah yang

menghancurkan segenap potensi suci manusia serta menimbulkan

dorongan-dorongan seperti binatang buas ? Dan para penganut akidah-

akidah semacam ini terpaksa menjalani kehidupan munafik dengan setiap

umat." (Masih Hindustan Mein, h.6,7).

"Nabi kita s.a.w. saja telah menanggung penderitaan dari tangan

orang-orang kafir di Mekkah Mu'azzhamah dan juga sesudah itu.

Khususnya selama 13 tahun di Mekkah, beliau menjalani cobaan dan

Page 103: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

103

berbagai macam keaniayaan, yang dengan membayangkannya saja [kita]

akan menangis. Akan tetapi sampai saat itu beliau tidak mengangkat

pedang melawan para musuh. Dan tidak pula beliau menjawab dengan

kasar kata-kata keji mereka…. Oleh karenanya anggapan bahwa

Rasulullah s.a.w. maupun para sahabah beliau pernah melakukan

peperangan untuk menyebarkan agama, atau secara paksa telah

memasukkan seseorang ke dalam Islam, adalah suatu kesalahan besar dan

keaniayaan." (Masih Hindustan Mein, h.7,8).

Jihad Pada Pandangan Tokoh-tokoh Islam

Setelah kutipan-kutipan yang berasal dari Pendiri Jemaat Ahmadiyah, sekarang

kami paparkan beberapa kutipan mengenai jihad yang berasal dari para tokoh Islam

sebelum zaman beliau, dan dari para ulama yang sezaman dengan beliau, serta dari

beberapa ulama terkenal sesudah zaman beliau. Kutipan-kutipan ini sepenuhnya

mendukung pendirian Pendiri Jemaat Ahmadiyah. Dan hakikat ini tampil dengan jelas

bahwa para ulama dari golongan-golongan tertentu yang pada zaman sekarang ini

melontarkan tuduhan pengingkaran jihad atas Pendiri Jemaat Ahmadiyah, ternyata

menurut tulisan-tulisan para ulama dari golongan mereka sendiri keputusan/sikap Pendiri

Jemaat Ahmadiyah itu adalah sangat sesuai dengan Syariat Muhammad s.a.w., dan

sedikitpun padanya tidak dapat dilontarkan tuduhan menyimpang dari Syariat.

1. Pernyataan Sayyid Ahmad Brelwi

"Walaupun Pemerintah Inggris mengingkari Islam, tetapi mereka

sedikitpun tidak berbuat zalim dan aniaya terhadap umat Islam. Dan tidak

pula mereka melarang umat Islam melaksanakan kewajiban-kewajiban

agama serta peribadatan-peribadatan pokok. Kita secara terbuka

melakukan dakwah dan tabligh di kawasan pemerintahaan mereka, tetapi

mereka tidak melarang maupun menghalangi. Justru jika ada yang berbuat

aniaya terhadap kita, mereka siap untuk menghukumnya. Tugas utama kita

adalah menyebarkan Tauhid Ilahi dan menghidupkan Sunnah Sayyidul

Mursaliin. Jadi, kita melakukan hal itu tanpa hambatan di negeri ini. Lalu,

dengan alasan apa kita harus melakukan jihad terhadap mereka? Dan

bertentangan dengan ajaran agama, [dengan alasan apa] kita harus

menumpahkan darah di kedua belah pihak ?" (Suwanah Ahmadi, Maulwi

Muhammad Ja'far Thanisry, h.71).

2. Fatwa Maulana Syah Ismail Syahid

Mengenai Maulana Ismail Syahid dituliskan:

"Maulana Ismail Syahid selalu melakukan jihad terhadap orang-orang

Sikh karena campur-tangan mereka dalam agama Islam. Untuk

Page 104: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

104

menggalakkan jihad itulah beliau telah membuat khutbah tersebut. Beliau

tidak melakukan jihad terhadap Pemerintah Inggris, dan tidak pula di

dalam khutbah tersebut terdapat uraian secara terbuka maupun secara

isyarat untuk berjihad melawan Pemerintah ini. Bahkan beliau

menganggap jihad terhadap Pemerintah ini sebagai sesuatu yang tidak

dibenarkan." (Isyaa'atus Sunnah, jld.9, no.1, h.11,12).

3. Fatwa Maulwi Nadzir Hussein Dhelwi

"Dikarenakan di negeri ini sudah tidak ada lagi syarat-syarat [yang

mengharuskan] jihad, maka melakukan jihad di sini merupakan penyebab

timbulnya kehancuran dan dosa." (Fatawa Nadziriyah, jld.4, h.472).

4. Fatwa Khalifatul Muslimiin

Murtadha Ahmad Khan Mekash menuliskan di dalam Tarikh Aqwaam-e-'Aalam:

"Khalifah telah menuliskan fatwa mengenai masalah ini lalu

memberikannya kepada Inggris, bahwa orang-orang Islam hendaknya

jangan berperang melawan Inggris, sebab mereka telah terbukti sebagai

sahabat dan penolong bagi Khilafat Islam." (Tarikh Aqwaam-e-'Aalam,

h.639, oleh Murtadha Ahmad Khan Mekash, Majelis Taraqqi-e-Adab, 2

Nar Singh Daas Garden, Club Road, Lahore).

5. Fatwa Ulama Islam, cetakan Dukhaani, Lahore

Pada halaman judul tertulis:

{insert arabic: 68}

Di dalamnya dinyatakan bahwa Inggris adalah Ulul-amri, dan ketaatan pada mereka

dinyatakan wajib. Fatwa ini ditanda-tangani oleh para ulama terkenal yang namanya

tertera di bawah ini:

1. Mufti Maulwi Muhammad Abdullah Thungki, Ketua Majelis Mustasyaarul Ulama,

Lahore.

2. Maulwi Ghulam Muhammad Bagwi, Imam Masjid Syahi dan anggota inti Anjuman

Mustasyaarul Ulama, Lahore.

3. Sayyid Maulwi Nadzir Hussein Muhaddits Dhelwi.

4. Abush Shafa Maulwi Qadhi Mir Ahmad Syah Ridhwani Peshawari.

5. Maulwi Muhammad Ludhianwi.

6. Maulwi Abu Muhammad Abdullah Al-Anshari, Pimpinan Mahkamah Diniyah

Madrasatul 'Uluum, Aligarh.

Page 105: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

105

7. Maulwi Abdul Hayyi Aminabadi Lakhnowi, Pimpinan Daarul 'Uluum Nadwatul

Ulama, Lakhnow.

8. Mufti Muhammad Abdurrahim Peshawari.

9. Maulwi Ghulam Muhammad Hosyiarpuri, anggota inti Nadwatul 'Ulama, Lakhnow.

10. Mullah Hafidz 'Izzatullah, warga Zakhi, distrik Peshawar.

11. Abul Haamid Maulwi Abdul Hamid Lakhnowi.

12. Qadhi Zhafaruddin, warga Gujranwala.

13. Abu Sa'id Maulwi Muhammad Hussein Batalwi.

14. Mullah Hafidz Haamid Syah, Khatib Masjid Jami' Mahaabat Khan, Peshawar.

15. Maulwi Abu Muhammad Ghulam Rasul Amritsari.

16. Maulwi Abdurrahman ibnu Maulwi Ghulam Ali Qashuri.

17. Maulwi Abdul Aziz Ludhianwi.

18. Maulwi Ghulam Ahmad, guru pertama Madrasah Nu'maniyah, Lahore.

19. Maulwi Muhammad Hussein Faidhi, guru Madrasah Nu'maniyah, Lahore.

20. Maulwi Sayyid Ahmad, Imam Masjid Jami' Delhi.

21. Qadhi Rafi'ullah, warga Baddani, distrik Peshawar.

22. Maulwi Abdul Jabar Ghaznawi Amritsari.

23. Sayyid Muhammad Abdussalam Dhelwi, cucu Maulana Syamsul 'Ulama Sayyid

Muhammad Nadzir Hussein Dhelwi.

24. Maulwi Muhammad Ibrahim Dhelwi, putra Maulwi Muhammad Hussein Faqir.

25. Sayyid Muhammad Abul Hasan Dhelwi, cucu Maulana Syamsul 'Ulama Sayyid

Muhammad Nadzir Hussein Dhelwi.

26. Maulwi Madah Basyir-wa-Nadzir, putra Maulwi Muhammad Hussein Faqir.

27. Maulwi Khalil Ahmad, guru pertama Madrasah Saharanpur.

28. Maulwi Rasyid Ahmad Ganggohi.

29. Mahmud Hasan, guru pertama Madrasah Deoband.

Di dalam fatwa yang telah dikeluarkan oleh para ulama tersebut atas permintaan

Anjuman Islamiyah Punjab, dengan jelas tertulis:

1. Berdasarkan agama Islam, membunuh seseorang tanpa alasan yang benar, adalah

ilegal, haram, dan termasuk dalam dosa-dosa yang paling buruk. Tidak peduli apakah

itu Muslim, non-Muslim, Kristen, Yahudi, Hindu, Parsi, dan sebagainya.

2. Antara Pemerintah Inggris dan segenap rakyatnya, secara eksplisit maupun implisit

telah terjadi kesepakatan mengenai perlindungan dan keselamatan bersama.

3. Ini sesuatu yang pasti, yakni barangsiapa membunuh salah seorang dari bangsa

Pemerintah ini maupun dari rakyatnya, maka berdasarkan hadits ini dia akan luput

dari aroma wangi surga:

{insert arabic: 69}

6. Fatwa Pimpinan Ahli Hadits Maulwi Muhammad Hussein Batalwi

Page 106: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

106

"Bagi Warga Islam Hindustan, adalah haram untuk menentang dan

memberontak terhadap Pemerintah Inggris." (Isyaa'atus Sunnah, jld.6,

no.10, h.287).

"Pada kekacauan tahun 1857, orang-orang Islam yang terlibat, mereka

adalah orang-orang yang berdosa besar, dan berdasarkan Alquran serta

Hadits mereka adalah pembuat kekacauan, pemberontak, dan berkelakuan

buruk." (Isyaa'atus Sunnah, jld.9, no.10).

"Berperang melawan Pemerintah ini atau memberi bantuan jenis apapun

kepada orang-orang yang memerangi Pemerintah ini (tidak peduli apakah

saudara-saudara mereka Muslim sekalipun), jelas-jelas merupakan

pemberontakan dan haram." (Isyaa'atus Sunnah, jld. 9, no.10, h. 38-48).

7. Fatwa Maulwi Ahmad Ridha Khan Brelwi

"Di dalam buku I'laamul I'laam Bi-anna Hindustan Daarus Salaam, Faqir

telah membuktikan dengan dalil-dalil yang kuat bahwa Hindustan

merupakan daarus salaam (kawasan yang aman damai), dan menyebutnya

sebagai daarul harb (kawasan peperangan) sama-sekali tidak benar."

(Nushratul Abrar, h.29, Mathba' Shahafi, Lahore).

8. Uraian Sir Sayyid Ahmad Khan

Sir Sayyid Ahmad Khan pendiri Universitas Aligarh menuliskan di dalam bukunya

Asbaab Baghaawat-e-Hind:

"Tatkala umat Islam memperoleh keamanan dari Pemerintah [Inggris]

kita, maka dalam bentuk apapun umat Islam tidak boleh berjihad dalam

[kawasan] kekuasaan Pemerintah ini. Duapuluh atau tigapuluh tahun silam

seorang tokoh ternama, Maulwi Muhammad Ismail telah menganjurkan

untuk melakukan jihad di Hindustan, dan mendorong orang-orang agar

berjihad. Pada saat ini beliau dengan jelas mengatakan bahwa rakyat

Hindustan yang hidup dengan aman di bawah Pemerintah Inggris, tidak

boleh melakukan jihad di Hindustan." (Asbaab Baghaawat-e-Hind, h.104,

terbitan Urdu Academy Sindh, Mission Road, Karachi).

9. Fatwa Para Mufti Mekkah Mu'azzhamah

"(1) Jamaluddin bin Abdullah Syekh Umar, Mufti Hanafi Mekkah

Mukarramah, (2) Hussein bin Ibrahim, Mufti Maliki Mekkah

Mu'azzhamah, (3) Ahmad bin Dzahini, Mufti Syafi'I Mekkah

Mu'azzhamah, telah memberikan fatwa bahwa Hindustan adalah daarus

Page 107: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

107

salaam (kawasan yang aman damai)." (Buku Sayyid 'Athaullah Syah

Bukhari, h.31, oleh Shuresh Kashmiri).

10. Uraian Maulwi Zhafar Ali Khan, editor Zamindar

"Dengan adanya kebebasan beragama dan keamanan serta kedamaian, jika

ada seorang Muslim bejad berani melakukan kejahatan terhadap

Pemerintah, maka dengan tegas kami mengatakan bahwa dia bukan

Muslim." (Harian Zamindar, Lahore, 11 Nopember 1911, merujuk pada

Zhafar Ali Khan Ki Griftaari, oleh Khan Kabuli).

Jihad Yang Dicanangkan

Oleh Pendiri Jemaat Ahmadiyah

Tuduhan pengingkaran jihad yang dilontarkan terhadap Pendiri Jemaat

Ahmadiyah adalah bertentangan dengan ajaran dan kehidupan penuh perjuangan beliau

serta dengan sabda-sabda beliau. Seluruh hidup beliau telah dikerahkan untuk membela

Islam, untuk pertablighan Islam dan untuk jihad kabiir, yakni jihad dengan menggunakan

Alquran. Beliau, pada masa beliau, telah melakukan suatu jihad agung mendukung Islam

dalam melawan serangan-serangan berbahaya yang dilakukan agama Hindu dan Kristen.

Sebagai pemecahan salib, beliau telah menghancurkan propaganda menyesatkan yang

dilakukan orang-orang Kristen dan telah meruntuhkan bangunan batil Trinitas dengan

menggunakan dalil-dalil dan argumentasi. Dalam kaitan itu kami paparkan beberapa

kutipan dari beliau. Dari kutipan-kutipan ini akan tampak dengan jelas bahwa jihad

besar-besaran yang telah beliau lakukan dalam mendukung Islam melawan Kristen,

betapa kuatnya dorongan gejolak yang bekerja di balik itu dan betapa dipenuhi oleh

kecintaan. Beliau menuliskan:

"Allah telah menamakan saya sebagai Masih, untuk memecahkan

salib. Supaya, salib yang dahulu telah mematahkan Almasih dan telah

melukai beliau, pada kesempatan kedua justru Masih-lah yang

mematahkannya. Namun, dengan menggunakan Tanda-tanda Samawi,

bukan dengan tangan-tangan manusia. Sebab, nabi Tuhan tidak dapat

dikalahkan. Oleh karena itu, pada abad keduapuluh Masehi, Allah telah

menghendaki agar salib itu ditaklukkan melalui tangan Masih." (Haqiqatul

Wahiy, suplemen h.84).

"Seorang muttaqi dapat memahami, bahwa di penghujung abad

keempat-belas ini, di mana telah berlangsung ribuan serangan terhadap

Islam, dibutuhkan seorang mujaddid yang dapat membuktikan hakikat

Islam. Ya, mujaddid ini dinamakan Masih ibnu Maryam sebab dia datang

untuk memecahkan salib. Dan Allah pada saat ini menghendaki,

sebagaimana pada zaman dahulu Masih telah diselamatkan dari salib

Page 108: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

108

orang-orang Yahudi, sekarang diapun agar diselamatkan dari salib orang-

orang Kristen. Dikarenakan orang-orang Kristen banyak sekali telah

melakukan kedustaan untuk menjadikan manusia sebagai tuhan, oleh

sebab itu ghairat (harga diri) Tuhan menghendaki untuk mengutus

seseorang dengan nama Masih, guna menghancurkan kedustaan tersebut.

Ini adalah pekerjaan Tuhan, dan pada pandangan orang-orang adalah

aneh." (Anjaam-e-Atham, h.320,321).

"Golongan fanatik dari kalangan pendeta di zaman ini yang

semata-mata dengan maksud menutupi kebenaran, selalu mengatakan

bahwa Nabi kita s.a.w. tidak mempunyai mukjizat apapun yang tampil,

Allah Ta'ala telah memberi jawaban yang membuat mereka sangat malu

serta telah menampakkan Tanda-tanda yang jelas untuk mendukung

hamba-Nya itu.

Ada satu zaman ketika para penginjil dengan kata-kata sangat

kotor dan sama-sekali dipenuhi kebohongan, melontarkan kata-kata dusta

yang sangat memalukan di pasar-pasar dan di lorong-lorong mengenai

Junjungan kita Khaatamul Anbiyaa Afdhalur Rusul wal Ashfiya, Sayyidul

Ma'shumiin wal Atqiyaa, Yang Mulia Mahbub Janab Ahadiyyat

Muhammad Mushthafa shallallaahu 'alaihi wasallam. Yakni, bahwa tidak

ada kabar ghaib atau mukjizat beliau s.a.w. yang tampil. Dan sekarang

adalah suatu zaman ketika selain ribuan mukjizat Rasulullah s.a.w. yang

sangat banyak tertera dalam Quran Syarif serta Hadits-hadits yang

memiliki derajat mutawatir sangat tinggi, Allah Ta'ala kini telah

menampakkan ratusan Tanda baru yang segar sedemikian rupa sehingga

tidak ada seorang penentang dan pengingkarpun yang memiliki kekuatan

untuk melawannya.

Dengan sangat lembut dan rendah hati saya selalu mengatakan

kepada setiap orang Kristen dan para penentang lainnya bahwa pada

hakikatnya hal ini benar, yakni setiap agama yang berasal dari Allah

Ta'ala, lalu agama itu berdiri tegak di atas kebenarannya, maka adalah

mutlak bagi agama itu agar di dalamnya selalu lahir orang-orang yang

menjadi wakil bagi nabi, pembimbing, dan rasulnya, yang kemudian

membuktikan bahwa nabi tersebut masih hidup dan tidak mati dari segi

berkat-berkat rohaninya. Sebab, adalah mutlak bahwa nabi yang diikuti

itu, yang diyakini sebagai pemberi syafa'at dan keselamatan, dia

senantiasa hidup dari segi berkat-berkat rohaninya. Dan nabi itu secara

jelas harus menetap dilangit dengan wajah kehormatan, rif'at, dan jalal-

nya yang berkilauan. Dan harus terbukti dengan nur-nur Ilahi yang begitu

kuat bahwa dia duduk di sebelah kanan Tuhan Yang Azali, Abadi, Hayyu

wa Qayyum, dan Dzul Iqtidar sedemikian rupa sehingga siapa saja yang

mencintai nabi itu secara sempurna dan mengikutinya secara penuh, maka

secara mutlak menimbulkan akibat-akibat ini. Yakni, orang yang

mengikuti itu akan memperoleh Ruhul Qudus dan anugerah-anugerah

Page 109: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

109

berkat Samawi. Dan orang itu dengan memperoleh cahaya dari nur-nur

nabi kecintaannya tersebut, dia akan menghapuskan kegelapan di

zamannya. Dan dia memberikan keyakinan yang kuat, sempurna,

berkilauan, dan bercahaya mengenai Wujud Allah kepada orang-orang

yang siap [dengan kemampuan-kemampuan mereka]. Dan keyakinan

tersebut membuat segenap keinginan dosa serta seluruh dorongan

kehidupan rendah/hina menjadi hangus terbakar.

Inilah bukti bahwa nabi itu hidup dan berada dilangit. Jadi, betapa

kita harus mensyukuri Tuhan kita Yang Maha suci dan Maha perkasa,

yang telah menganugerahkan karunia untuk mencintai dan mengikuti Nabi

kesayangan-Nya, Muhammad Mushthafa s.a.w.. Dan kemudian dengan

menganugerahkan bagian sempurna berkat-berkat rohani akibat kecintaan

dan sikap mencintai itu, yang merupakan ketakwaan sejati dan Tanda

Samawi yang hakiki, Dia telah membuktikan kepada kita bahwa Nabi Suci

kesayangan kita itu belum wafat, melainkan beliau duduk di sebelah kanan

Malik Muqtadar-nya di Langit di atas tahta keagungan dan keperkasaan.

{insert arabic: 70}

(Tariyaaqul Quluub, h.8-10).

"Tujuan keberadaan wujud Masih Mau'ud yang telah diuraikan di

dalam Hadits-hadits Nabawi adalah, dia akan memusnahkan dajjal kaum

Kristen dan menghancurkan pemikiran-pemikiran salib mereka.

Demikianlah, hal ini oleh Allah Ta'ala telah dipenuhi melalui tangan saya,

yakni menghancurkan fondasi agama Kristen. Setelah memperoleh

bashirat kamil dari Allah Ta'ala saya telah membuktikan bahwa kematian

terkutuk yang -- na'udzubillaah -- telah dikaitkan pada Almasih, dan

merupakan landasan konsep keselamatan versi salib, dalam bentuk apapun

tidak dapat ditujukan kepada Isa a.s.. Dan dalam bentuk apapun makna

kutukan tidak dapat ditujukan kepada orang benar manapun. Demikianlah,

dari [pemaparan] persoalan cara baru ini yang pada hakikatnya

memporak-porandakan agama mereka, kelompok-kelompok pendeta jadi

tidak berkutik. Sehingga orang-orang yang mengetahui hal ini jadi

mengerti bahwa tahqiq (penggalian yang mendalam) ini telah

menghancurkan Agama Salib. Dari surat-surat beberapa pendeta, saya

mengetahui bahwa mereka sangat takut terhadap tahqiq yang telak ini.

Dan mereka telah mengerti bahwa melalui hal ini fondasi Agama Salib

akan rubuh. Dan kerubuhannya itu akan sangat mengerikan." (Kitaabul

Bariyyah, h.262, catatan kaki).

"Saya setiap saat merisaukan, bagaimana supaya terjadi keputusan

antara kita dan Kristen. Hati saya semakin tersayat-sayat oleh cobaan

Page 110: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

110

berupa penyembahan terhadap benda mati. Dan jiwa saya berada pada

suasana sempit yang mengherankan. Apakah ada keperihan hati yang lebih

hebat dari ini, yakni seorang manusia lemah telah dijadikan sebagai tuhan,

dan segumpal tanah telah dianggap sebagai tuhan semesta alam ? Saya

pasti akan binasa dalam kedukaan ini apabila Junjungan saya dan Tuhan

saya Yang Mahakuasa tidak meyakinkan saya bahwa akhirnya Tauhid-lah

yang akan menang; tuhan-tuhan lain akan binasa; tuhan-tuhan palsu akan

diputuskan dari wujud-wujud ketuhanan mereka. Kehidupan Maryam

yang dipertuhankan, akan mengalami kematian. Dan sekarang putranya

pasti akan mati. Tuhan Maha kuasa berfirman, seandainya Dia mau maka

Dia dapat membinasakan Maryam dan putranya, Isa, beserta segenap

penghuni bumi. Jadi, sekarang Dia telah menghendaki untuk mencicipkan

kematian pada nyawa kedua tuhan palsu itu. Jadi, sekarang keduanya akan

mati, dan tidak ada seorangpun yang dapat menyelamatkan mereka.

Segenap potensi buruk yang menerima tuhan-tuhan palsu itupun akan

mati. Akan tercipta bumi baru, dan akan tercipta langit baru. Sekarang

sudah dekat masanya bahwa matahari kebenaran akan terbit dari barat.

Dan Eropa akan mengetahui tentang Tuhan Sejati. Dan setelah itu pintu

tobat akan tertutup, sebab orang-orang yang masuk akan masuk berduyun-

duyun. Dan yang akan tersisa hanyalah orang-orang yang di hati mereka

sendiri pintu telah tertutup secara fitrati. Mereka adalah orang-orang yang

tidak menjalin kecintaan dengan cahaya, melainkan dengan kegelapan.

Sudah dekat saatnya bahwa segenap agama akan binasa, kecuali Islam.

Seluruh persenjataan akan hancur, kecuali senjata Samawi milik Islam

yang tidak akan hancur dan tidak akan tumpul, hingga kedajjalan

dicincang-cincang habis. Sudah dekat waktunya bahwa Tauhid Sejati

Tuhan yang dirasakan sendiri dalam kalbu orang-orang yang tinggal di

gurun-gurun dan yang tidak mengenal pendidikan sekalipun, akan

menyebar di negara-negara…. Pada saat itu tidak akan ada lagi [konsep]

palsu penebusan dosa dan tidak ada lagi tuhan palsu…. Dan dengan satu

tangan saja Tuhan akan menggugurkan segenap upaya kekufuran. Namun,

tidak melalui pedang apapun, dan tidak pula melalui senapan. Melainkan,

dengan cara menganugerahkan cahaya kepada ruh-ruh yang siap [dengan

kemampuan-kemampuan mereka], dan dengan cara menurunkan suatu nur

kepada kalbu-kalbu yang suci. Barulah saat itu hal-hal yang saya katakan

ini akan dipahami." (Tabligh-e-Risalat, jld.6, h.8).

"Wahai orang-orang Islam ! Dengarlah ! Dan dengarlah dengan

seksama ! Sekian banyak kedustaan pelik yang telah digunakan di

kalangan umat Kristen untuk menghalangi pengaruh-pengaruh suci Islam,

dan sekian banyak makar penuh kelicikan yang telah dilakukan, dan untuk

menyebarkan makar-makar itu telah dilakukan upaya-upaya gigih serta

pengaliran dana bagai air, bahkan terdapat juga sarana-sarana sangat

memalukan yang lebih baik tidak dipaparkan dalam tulisan ini,

Page 111: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

111

kesemuanya itu telah dihabiskan di jalan ini. Ini adalah upaya-upaya sihir

dari para pendukung umat Kristen dan Trinitas. Selama untuk melawan

sihir ini tidak diperlihatkan tangan kuat yang mengandung kemampuan

mukjizat di dalamnya, dan selama sihir itu tidak dihancurkan melalui

mukjizat tersebut, maka selama itu pula terbebasnya kalbu-kalbu lugu dari

sihir Eropa ini adalah sama-sekali jauh dari kenyataan dan harapan. Oleh

karenanya, untuk menggugurkan sihir itu Allah Ta'ala telah mengutus

hamba-Nya ini untuk melawan para penentang setelah terlebih dahulu

menganugerahi hamba ini dengan ilham, kalaam, dan berkat-berkat-Nya

yang istimewa, serta menganugerahkan hamba ini ilmu-ilmu-Nya yang

mendalam. Dan Dia telah memberikan kepada hamba ini banyak sekali

hadiah Samawi, keajaiban-keajaiban Langit, makrifat-makrifat serta

hakikat-hakikat rohani. Supaya, melalui batu Samawi itu 'patung lilin'

tersebut dihancurkan, yakni yang telah dibuat oleh sihir Eropa itu.

Oleh karena itu, wahai orang-orang Islam ! Kedatangan hamba ini

merupakan suatu mukjizat dari Allah Ta'ala untuk menghapuskan

kegelapan-kegelapan sihir tersebut. Apakah tidak mutlak bahwa untuk

melawan sihir harus juga datang suatu mukjizat ke dunia ? Apakah pada

pandangan-pandangan kalian hal ini aneh dan tidak wajar, bahwa untuk

melawan makar-makar tingkat tinggi yang telah berupa sihir itu Allah

Ta'ala memperlihatkan suatu kecintaan sejati yang mengandung potensi

mukjizat di dalamnya?" (Fatah Islam, h.5,6).

"Dikarenakan saya telah diutus untuk memperbaiki kerusakan-

kerusakan yang ditimbulkan oleh Trinitas, oleh karena itu pemandangan

mengerikan ini -- yakni lebih dari empat ratus juta orang di dunia

menganggap Isa a.s. sebagai tuhan -- selalu menimbulkan kepedihan

sedemikian rupa di hati saya sehingga saya tidak bisa membayangkan

apakah ada kesedihan lain yang lebih besar dari ini saya alami di seluruh

hidup saya. Bahkan, jika memungkinkan bagi saya untuk mati karena

kesedihan itu, maka kesedihan ini pasti telah mematikan saya. Yakni,

mengapa orang-orang ini meninggalkan Tuhan Esa yang tiada sekutu

bagi-Nya, lalu mereka menyembah seorang manusia lemah? Dan mengapa

orang-orang ini tidak beriman kepada Nabi [s.a.w.] yang telah datang ke

dunia dengan membawa petunjuk sejati secara langsung? Setiap saat saya

selalu risau, jangan-jangan saya akan mati akibat begitu perihnya

kesedihan ini…. Dan kondisi keperihan saya ini sudah sedemikian rupa

sehingga jika orang-orang lain menginginkan surga maka surga bagi saya

adalah, saya menyaksikan di dalam hidup saya orang-orang terbebas dari

syirik ini dan saya melihat tampilnya keperkasaan Tuhan. Dan ruh saya

setiap saat berdoa, 'Wahai Tuhan! Jika aku berasal dari Engkau, dan jika

naungan karunia-Mu menyertaiku, maka perlihatkan hari itu kepadaku,

tatkala celaan ini dicabut dari kepala Almasih a.s., yakni celaan bahwa --

nau'dzubillaah -- beliau telah menda'wakan diri sebagai tuhan.' Sudah

Page 112: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

112

berlalu suatu masa ketika lima waktu doa-doa saya adalah supaya Tuhan

menganugerahkan mata kepada orang-orang ini, dan supaya mereka

mengimani ketauhidan-Nya, supaya mereka mengenali Rasul-Nya s.a.w.,

dan supaya mereka bertobat meninggalkan akidah-akidah Trinitas."

(Tabligh-e-Risalat, jld. 8, h.71,72).

"Lihatlah orang-orang Kristen dan aib-aib mereka.

Dan lihatlah kekotoran-kekotoran mereka yang tampil dari diri mereka.

Akibat sikap-sikap mereka yang melampaui batas, mereka lari dari setiap

ketinggian.

Dengan berhala-berhala mereka itu mereka sedang mengotori bumi.

Kami mengadukan kepada Allah Ta'ala tentang keburukan yang

ditimbulkan oleh zaman mereka.

Dan kami berlindung kepada Tuhan Qudus dari setan-setan mereka.

Wahai Tuhan, tangkaplah mereka sebagaimana Engkau menangkap

seorang pembuat kekacauan.

Panjangnya zaman mereka telah menghancurkan dunia.

Wahai Rabb Ahmad s.a.w., wahai Tuhan Muhammad s.a.w.!

Selamatkanlah hamba-hamba-Mu dari racun asap-asap mereka.

Mereka dengan penuh kedengkian telah mencaci dan mendustakan Nabi

s.a.w. Engkau.

Yaitu Nabi yang merupakan makhluk terbaik. Jadi, lihatlah keaniayaan

mereka.

Wahai Tuhan, gilaslah mereka sampai hancur sebagaimana Engkau

menggilas orang yang melampaui batas.

Turunlah di halaman mereka untuk menghancurkan bangunan-bangunan

mereka.

Wahai Tuhan, cincang-cincanglah mereka dan hancurkan kelompok

mereka.

Wahai Tuhanku, tariklah mereka ke arah yang membuat mereka menjadi

lunak." (Nurul Haq, jld.1).

Pujian Terhadap Jihad Yang Dilancarkan

Oleh Pendiri Jemaat Ahmadiyah

Jihad pena luar biasa yang telah dilakukan oleh Pendiri Jemaat Ahmadiyah untuk

mendukung Agama Kebenaran yang dibawa Junjungan kita Yang Mulia Muhammad

Mushthafa s.a.w. dan untuk melawan Agama Kristen, tidak ditemukan di manapun

tandingannya.

Beliau adalah seorang panglima peraih kemenangan yang di dalam taqdirnya telah

tertulis kemenangan di setiap pertempuran. Dan tidak perduli apakah itu kawan atau

Page 113: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

113

lawan, tanpa kendali telah meneriakkan pujian-pujian. Beberapa pujian mengenai jihad

luar biasa yang beliau lakukan itu, dipaparkan berikut ini.

Khawaja Ghulam Farid Sajjadah Nasyiin Chaachran Syarif

"Mirza Sahib25

setiap saat menghabiskan waktu dalam peribadatan

kepada Allah Ta'ala. Beliau shalat, atau membaca Quran Syarif, atau sibuk

dalam tugas-tugas keagamaan lainnya. Dan beliau begitu gigih membela

Islam sehingga kepada Ratu Inggris di London-pun beliau mengajak untuk

menerima Agama Muhammad (Islam). Kepada raja-raja di Rusia,

Perancis, dan negara-negara lainnya juga beliau telah menyampaikan

tabligh Islam. Kebanyakan upaya dan usaha beliau adalah pada hal ini,

yakni supaya orang-orang itu meninggalkan akidah Trinitas dan

Penyaliban yang pada hakikatnya merupakan kekufuran. Dan supaya

mereka menerima Tauhid Allah Ta'ala.

Dan lihatlah keadaan para ulama saat ini. Mereka mengabaikan

segenap agama palsu lainnya lalu mengejar-ngejar seorang saleh seperti

itu, yang berasal dari kalangan ahlus sunnah wal jamaa'ah dan yang

berdiri tegak di atas shirothol mustaqiim, serta yang menunjukkan jalan

hidayat. Dan para ulama ini mengeluarkan fatwa kufur terhadapnya.

Lihatlah kalaam Arab beliau, yang di luar kemampuan-kemampuan

manusia. Segenap kalaam beliau dipenuhi oleh makrifat-makrifat, hakikat-

hakikat, dan hidayat. Beliau sama-sekali tidak mengingkari ahlus sunnah

wal jamaa'ah dan kewajiban-kewajiban agama." (Isyaarat-e-Faridi, jld.3,

h.69,70).

Harian Wakyl, Amritsar

Di antara surat-surat kabar Muslim yang ulasannya paling kuat, berpengaruh, dan

menggambarkan hakikat sebenarnya, adalah surat kabar Wakyl dari Amritsar, yang tampil

dari tulisan Maulana Abul Kalaam Aazaad. Beliau menuliskan:

"Beliau adalah seorang yang sangat besar, dengan pena sihir, dan

lidah hipnotik. Beliau merupakan sosok yang dipenuhi keajaiban-

keajaiban di bidang pemikiran. Pandangan beliau menghebohkan, dan

suara beliau [membangkitkan] kiamat. Jaringan revolusi membentang dari

jari-jemari beliau. Kedua kepalan tangan beliau merupakan dua baterei

listrik. Beliau merupakan gempa dan topan bagi dunia agama sampai

tigapuluh tahun. Beliau bagaikan sangkakala kiamat yang terus

membangunkan orang-orang yang tertidur pulas. Beliau telah pergi dari

dunia ini tanpa membawa apa-apa…. Kewafatan Mirza Ghulam Ahmad

Sahib Qadiani tidak pantas untuk tidak diambil pelajaran darinya dan tidak

pantas untuk bersikap sabar dengan menyerahkannya kepada zaman yang

25

Pendiri Jemaat Ahmadiyah -peny.

Page 114: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

114

panjang agar dihapuskan [begitu saja dari ingatan]. Orang-orang yang

menimbulkan revolusi di dunia agama dan dunia pemikiran seperti itu,

tidak senantiasa datang ke dunia ini. Putra-putra terbaik sejarah ini sangat

sedikit tampil dalam pemandangan alam ini. Dan apabila mereka pergi,

mereka pergi dengan menciptakan revolusi di dunia.

Keistimewaan beliau adalah, beliau senantiasa memenuhi

tanggung-jawab sebagai seorang panglima peraih kemenangan, melawan

para penentang Islam. Keistimewaan itu membuat kita terpaksa secara

terbuka menyatakan perasaan ini, supaya gerakan yang diorganisir dengan

baik itu, yang sampai jangka waktu panjang telah menghinakan dan

menghancurkan para musuh kita, tetap berkelanjutan di masa mendatang.

Literatur Mirza Sahib yang tampil dari beliau dalam menghadapi

orang-orang Kristen dan Arya, telah memperoleh pengakuan umum. Dan

dalam keistimewaan ini beliau tidak membutuhkan penjelasan apapun.

Kemuliaan dan keagungan literatur ini, pada masa sekarang, ketika beliau

telah menyelesaikan tugas beliau, terpaksa kita akui dari lubuk hati.

Sebab, masa itu sama-sekali tidak dapat terlupakan dari kedalaman kalbu

kita, yakni ketika Islam telah terkepung di dalam serangan-serangan

musuh. Sedangkan umat Islam yang berperan sebagai sarana pelindung

dari Sang Pelindung Hakiki di alam sarana ini untuk melindungi Islam,

tengah terkapar dalam kondisi sakratul-maut di atas hasil-hasil kesalahan

mereka. Dan sedikitpun tidak ada yang mereka lakukan maupun yang

dapat mereka lakukan untuk Islam. Di satu sisi terdapat serangan-serangan

yang berkepanjangan, yakni dunia Kristen ingin menghapuskan pelita

irfan hakiki Islam karena menganggapnya sebagai halangan di jalan utama

tujuan mereka. Dan kekuatan-kekuatan besar akal serta kekayaan telah

dikerahkan untuk mendukung serangan itu. Sedangkan di sisi lain kondisi

pembelaan-diri begitu lemahnya sehingga untuk menghadapi meriam-

meriam saja panahpun tidak ada. Penyerangan dan pertahanan, kedua-

duanya tidak memiliki bentuk yang telak…. Pembelaan diri mulai

dilakukan oleh pihak umat Islam, satu bagian di antaranya dilakukan oleh

Mirza Sahib. Pembelaan diri ini tidak hanya memporak-porandakan

pengaruh awal Kristen yang pada hakikatnya merupakan jiwa mereka

karena berada di bawah naungan Kerajaan [Inggris] dan ribuan bahkan

ratusan ribu orang Islam telah terhindar dari kemudharatan serangan yang

lebih berbahaya dan lebih pantas untuk berhasil itu, bahkan sihir Kristen

itu sendiri menjadi asap dan telah lenyap…. Ringkasnya, pengkhidmatan

Mirza Sahib ini akan memberikan ihsan penuh kepada para generasi

mendatang, sebab dengan masuk di barisan pertama di kalangan para

pelaku jihad pena, beliau telah melakukan kewajiban membela Islam. Dan

beliau telah meninggalkan literatur atau kenang-kenangan sedemikian

rupa yang akan tetap menjadi darah hidup di dalam urat-urat nadi umat

Islam hingga saat itu. Dan semangat beliau mendukung Islam yang

tampak sebagai haluan sikap umat, akan tetap berdiri tegak." (Dikutip dari

Page 115: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

115

Badr, 18 Juni 1908, h.2,3; harian Millat, Lahore, 7 Januari 1911, h.13-15,

dikutip dari Al-Hakam, jld.15, h.1).

Shaadiqul Akhbar, Rewari

Shaadiqul Akhbar, Rewari menuliskan:

"Mirza Sahib, melalui pidato-pidato beliau yang sangat berbobot, dan

melalui tulisan-tulisan yang sangat bermutu, memberikan jawaban yang

mematikan bagi kecaman-kecaman nonsen para penentang Islam lalu telah

membungkam mereka untuk selamanya. Dan beliau telah membuktikan

bahwa kebenaran adalah kebenaran. Dan sungguh-sungguh Mirza Sahib

telah melakukan pembelaan terhadap Islam sebagaimana mestinya, serta

tidak ada satu unsur kecilpun yang beliau tinggalkan dalam mengkhidmati

agama Islam. Keadilan menuntut untuk menyayangkan ajal yang begitu

tiba-tiba dan kewafatan yang mendadak bagi seorang pembela Islam yang

bertekad tangguh dan seorang ilmuwan penolong umat Islam seperti

beliau." (Dikutip dari Badr, 20 Agustus 1908, h.6).

Curson Gazzette, Delhi

Editor Curson Gazzette Delhi, Mirza Hayrat Dhelwi menuliskan:

"Pengkhidmatan-pengkhidmatan mulia yang telah dilakukan

almarhum terhadap Islam dalam melawan orang-orang Arya dan Kristen,

benar-benar berhak mendapatkan banyak sekali pujian. Beliau sama-sekali

telah merubah warna perdebatan. Dan beliau telah menanamkan fondasi

literatur baru di Hindustan. Sebagai orang Muslim dan sebagai ilmuwan

peneliti, kami menyatakan hal ini, bahwa orang Arya yang paling hebat

dan pendeta paling besar sekalipun tidak sanggup untuk membuka mulut

dalam menghadapi almarhum…. Walaupun almarhum seorang Punjabi,

tetapi di dalam pena beliau terdapat kekuatan sedemikian rupa sehingga

saat ini di seluruh Punjab, bahkan di seluruh Hindustan, tidak ada penulis

yang memiliki kekuatan seperti itu…. Literatur beliau yang penuh bobot,

benar-benar luar biasa dalam ketinggian mutunya. Dan memang dengan

membaca beberapa kalimatnya, menimbulkan suatu kondisi yang sangat

menyenangkan…." (Dikutip dari Silsilah Ahmadiyyah, h.189).

Chaudry Afdhal Haq, Tokoh Pemikir Ahrar

"Sebelum kemunculan Arya Samaj, Islam merupakan jasad tidak

bernyawa yang di dalamnya tidak terdapat gerakan pertablighan…. Di

Page 116: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

116

kalangan golongan-golongan lain dalam umat Islam tidak ada suatu

jemaatpun yang dapat timbul untuk tujuan-tujuan pertablighan. Ya, ada

satu kalbu yang telah bangkit karena sangat gundah terhadap kelalaian

umat Islam. Dia mengumpulkan sebuah jemaat kecil di sekitarnya lalu

telah maju untuk menyebarkan Islam…. Dia telah menciptakan gejolak

pertablighan di dalam jemaatnya, yang tidak hanya bagi berbagai

golongan di kalangan umat Islam, melainkan juga merupakan suri

tauladan bagi segenap kelompok pertablighan/missionaris di seluruh

dunia." (Fitnah Irtidad Aor Politikal Qalaabaaziaan, h.24, edisi kedua).

Maulana Sayyid Habib, Editor Siyaasat

"Pada waktu itu Arya dan missionaris Kristen sedang melancarkan

serangan besar-besaran terhadap Islam. Sangat sedikit ulama yang ada saat

itu, mereka sibuk melindungi Syariat Kebenaran. Namun, tidak banyak

berhasil. Saat itu Mirza Ghulam Ahmad turun ke arena. Dan beliau dari

pihak Islam sangat gigih melawan para pendeta Kristen serta para pandit

Arya. Saya telah memaparkan secara terbuka keburukan penda'waan

kenabian Mirza Sahib dan sebagainya. Namun, atas dasar ungkapan

'Betapa banyakpun aib yang dibicarakan, kemukakan jugalah

kemampuannya,' maka saya sedikitpun tidak takut untuk mengatakan

bahwa Mirza Sahib telah melaksanakan kewajiban ini dengan sangat baik

dan dengan cara yang benar. Dan beliau telah mematahkan kekuatan para

penentang Islam. Beberapa artikel beliau mengenai Islam tidak

terbantahkan." (Tahrik-e-Qadian, h.208, 209).

Pada bagian akhir artikel ini kami ingin memaparkan tentang tokoh Islam yang

agung, pemberani dan perkasa itu. Yakni, kehidupan beliau sepenuhnya telah diwakafkan

dalam jihad demi Agama Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam. Dalam menghadapi

Kristen, peperangan agama yang telah beliau lakukan di seluruh dunia, telah

menimbulkan kepanikan di dunia Kristen. Ya, beliaulah seorang panglima peraih

kemenangan yang para pengikutnya sampai saat ini selalu sibuk dalam jihad agung ini.

Dan setiap saat mereka selalu menaklukkan Kristen di setiap arena pertempuran baru.

Orang-orang yang gila dimabuk kecintaan terhadap Islam ini berperang melawan Kristen

di pelosok-pelosok dunia. Di Eropa, di Amerika, di benua hitam Afrika, di setiap arena

pertempuran, pihak Gereja menggigil akibat serangan-serangan mereka, dan dunia

Kristen tampak ketakutan. Gerakan bibir-bibir mereka membuat salib menjadi pecah.

Derap langkah-langkah mereka merupakan pesan kekalahan bagi Kristen. Disayangkan!

Sangat disayangkan! Terhadap tokoh Islam yang pemberani dan perkasa ini, serta

terhadap panglima Islam peraih kemenganan ini, sebagian orang yang bermulut aniaya

telah melontarkan kecaman pahit bahwa beliau -- na'udzubillaah -- merupakan kaki-

tangan pemerintah-pemerintah Kirsten.

Page 117: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

117

Mengenai hal itu kami hanya dapat mengatakan demikian lalu menyerahkan

persoalan ini kepada Tuhan kami Yang Maha Mengetahui, Khabiir, dan Ghayyur. Yakni:

Wahai Muzhaffar (peraih kemenangan)! Keselamatan atas engkau.

Kedudukan engkau sangat tinggi dari kecaman caci-maki para pendengki

ini. Wahai Bulan abad keempat-belas yang telah disimbahi cahaya

Muhammad Arabi shallallaahu 'alaihi wasallam! Percikan ludah para

pendengki ini tidak dapat mencapai engkau, sekalipun hingga ke sekitar

kedudukan engkau yang sangat mulia itu.

---------ooo0ooo----------

Page 118: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

118

TINJAUAN TERHADAP

TUDUHAN-TUDUHAN LAINNYA

Beberapa Tuduhan Lain

Page 119: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

119

Untuk membuat tuntutan ini menjadi masuk akal dan terbukti benar, yakni

tuntutan agar orang-orang Ahmadi dinyatakan non-Muslim dan minoritas, maka beberapa

tuduhan lainpun telah dilontarkan. Di antaranya terdapat dua tuduhan yang secara khusus

patut diuraikan:

Pertama: Orang-orang Ahmadi tidak shalat bermakmum di belakang

orang-orang Islam lainnya; tidak menyembahyangkan jenazah orang-

orang Islam lainnya; dan tidak pula mengadakan perkawinan dengan

orang-orang Islam lainnya.

Kedua: Orang-orang Ahmadi telah melakukan perubahan pada kata-kata

dan makna-makna yang terdapat di dalam Quran Majid.

Mengenai yang pertama, dengan sangat hormat disampaikan bahwa Jemaat Ahmadiyah

adalah suatu kelompok yang teraniaya. Sejak awal para ulama telah mengeluarkan fatwa

atasnya. Pada tahun 1892 Maulwi Nadzir Hussein Dhelwi telah mengeluarkan fatwa

mengenai Pendiri Jemaat Ahmadiyah sebagai berikut:

"Jangan memulai salam kepadanya…. Dan jangan bermakmum di

belakangnya." (Isyaa'atus Sunnah, jld.13, no.6, h.85).

Maulwi Muhammad Hussein Batalwi mengeluarkan fatwa:

"Menjadi pengikut Qadiani dan menjadi imam bagi orang-orang Islam,

adalah dua hal yang saling bertentangan. Keduanya tidak dapat bersatu."

(Syar'i Faishlah, h.31).

Maulwi Rasyid Ahmad Ganggohi memberikan fatwa:

"Menjadikannya dan pengikutnya sebagai imam, adalah haram."( Syar'i

Faishlah, h.31).

Maulwi Tsanaaullah Amritsari mengeluarkan fatwa:

"Shalat di belakangnya tidak sah." (Fatwa Syari'at Gharra, h.9).

Maulwi Abdus Sami' Badayuni memberikan fatwa:

"Shalat bermakmum di belakang seorang Mirzai adalah tidak sah. Shalat

di belakang orang-orang Mirzai adalah sama saja shalat bermakmum di

belakang orang-orang Hindu, Yahudi, dan Kristen. Warga Ahlus Sunnah

wal Jamaa'ah dan warga Islam sama-sekali jangan mengizinkan orang-

orang Mirzai masuk ke dalam mesjid-mesjid mereka untuk mengerjakan

Page 120: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

120

shalat atau untuk melaksanakan perintah-perintah agama lainnya."

(Shaa'iqah Rabbani Barfitnah Qadiani, h.9, cetakan 1892).

Maulwi Abdurrahman Bihari mengeluarkan fatwa:

"Shalat bermakmum di belakangnya dan di belakang pengikutnya adalah

batil dan tidak diterima…. Berimam kepada mereka adalah sama dengan

berimam kepada orang Yahudi." (Fatwa Syari'at Gharra, h.4).

Mufti Muhammad Abdullah Thungki Lahore mengeluarkan fatwa:

"Bermakmum di belakangnya dan di belakang para pengikutnya sama-

sekali tidak sah." (Syar'i Faishlah, h.25).

Maulwi Abdul Jabar Umarpuri memberikan fatwa:

"Mirza Qadiani adalah di luar Islam…. Sama-sekali tidak patut untuk

diimami." (Syar'i Faishlah, h.20).

Maulwi Azizur Rahman, Mufti Deoband, memberikan fatwa:

"Seseorang yang menganut akidah Qadiani, menjadikannya sebagai imam

shalat adalah haram." (Syar'i Faishlah, h.31).

Musytaq Ahmad Dhelwi memberikan fatwa:

"Orang yang menganggap baik Mirza dan orang yang seakidah dengan

Mirza, adalah terlepas dari Islam. Dan menjadikannya sebagai imam

tidaklah sah." (Syar'i Faishlah, h.24).

Maulwi Ahmad Ridha Khan Brelwi mengeluarkan fatwa:

"Ketentuan mengenai shalat di belakangnya, adalah sama seperti

ketentuan yang diberlakukan terhadap orang-orang murtad." (Husaamul

Harmaen, h.95).

Maulwi Muhammad Kifayatullah Syahjahanpuri mengeluarkan fatwa:

"Tidak ada keraguan dan kebimbangan apapun mengenai kekafirannya.

Bai'at kepadanya adalah haram. Dan berimam kepadanya sama-sekali

tidak sah." (Fatwa Syari'at Gharra, h.6).

Fatwa Para Ulama Mengenai Jenazah

Page 121: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

121

Maulwi Nadzir Hussein Dhelwi memberikan fatwa:

"Jauhilah dajjal dan pendusta seperti itu…. Jangan shalatkan jenazahnya."

(Isyaa'atus Sunnah, jld.13, no.6).

Maulwi Abdusshamad Ghaznawi memberikan fatwa:

"Jangan shalatkan jenazahnya." (Isyaa'atus Sunnah, jld.13, no.6, h.101).

Qadhi Ubaidullah bin Shibghatullah Madrasi mengeluarkan fatwa:

"Barangsiapa mengikutinya, diapun kafir dan murtad…. Dan orang

murtad yang mati tanpa bertobat, jenazahnya jangan dishalatkan." (Fatwa

Dar Takfir Munkir 'Uruj Jismi wa Nuzuli Isa a.s.).

Maulwi Muhammad Abdullah Thungki Lahore memberikan fatwa:

"Barangsiapa dengan sengaja menyembahyangkan jenazah orang Mirzai,

dia hendaknya melakukan tobat secara ikrar terbuka, dan tepat apabila dia

mengulangi nikahnya." (Fatwa Syari'at Gharra, h.12).

Kemudian, lebih hebat dari itu, mereka telah memberikan fatwa agar orang-orang

Ahmadi ini tidak dikuburkan di perkuburan orang-orang Islam. Maulwi Abdusshamad

Ghaznawi memberikan fatwa agar orang-orang ini tidak dikuburkan di perkuburan orang-

orang Islam supaya:

"Orang-orang yang sudah dikuburkan di situ tidak mengalami derita."

(Isyaa'atus Sunnah, jld.13, no.6, h.101).

Qadhi Ubaidullah Madrasi mengeluarkan fatwa:

"Jangan kuburkan di perkuburan warga Islam. Melainkan, masukkanlah ke

dalam lubang seperti anjing, tanpa dimandikan maupun dikafani." (Fatwa

tahun 1893, dikutip dari Fatwa Dar Takfir Munkir 'Uruj Jismi wa Nuzul

Isa a.s.).

Demikian pula mereka telah memberikan fatwa bahwa bagi seorang Muslim tidak

dibenarkan untuk menyerahkan putri-putri mereka menikah dengan orang-orang Ahmadi.

Di dalam Syar'i Faishlah tertulis:

"Seseorang yang terbukti bahwa dia benar-benar pengikut Qadian, maka

menjalin ikatan pernikahan dengannya tidaklah dibenarkan." (Syar'i

Faishlah, h.31).

Page 122: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

122

Bahkan lebih hebat dari itu mereka memberikan fatwa:

"Orang-orang yang menganut akidah itu, mereka juga kafir. Dan nikah

mereka tidak utuh lagi. Siapa saja yang mau, dapat menikahi istri-istri

mereka. (Fatwa Maulwi Abdullah dan Maulwi Abdul Aziz, Ludhiana,

dikutip dari Isyaa'atus Sunnah, jld.13, h.5).

Yakni, menurut para ulama, menikahi para istri orang-orang Ahmadi secara paksa adalah

sesuai [ajaran] Islam. Demikian pula mereka memberikan fatwa:

"Siapa saja yang mengikutinya, dia juga kafir dan murtad. Dan secara

syariat, pernikahan orang yang sudah murtad adalah batal/gugur. Dan

istrinya menjadi haram. Dan jika dia melakukan hubungan dengan

istrinya, berarti itu adalah zinah. Dan dalam kondisi demikian anak-anak

yang dilahirkan merupakan anak-anak haram." (Fatwa Dar Takfir Munkir

'Uruj Jismi wa Nuzul Isa a.s., cetakan tahun 1311 H).

Para ulama tidak hanya memberikan fatwa saja dalam menentang gerakan Ahmadiyah,

melainkan selalu berusaha menerapkan fatwa-fatwa itu secara keras, seperti yang tampak

dari tulisan penuh emosi di bawah ini yang terdapat di dalam buku Mukhaada'at

Musailamah Qadiani (terbitan 1901), tulisan Maulwi Abdul Ahad Janpuri, seorang murid

Pir Meher Ali Syah:

"Kelompok Mirzaiah sudah sangat terhina dan nista. Mereka telah

dikeluarkan dari Jum'ah dan dari jama'ah. Dan di mesjid mana saja mereka

berkumpul mengerjakan shalat, mereka telah diusir dari situ dengan sangat

tidak hormat. Di mana mereka mengerjakan shalat Jumat, di sana mereka

telah dihalangi dengan perintah…. Kemudian banyak kehinaan lainnya

yang mereka alami. Urusan-urusan jual-beli dan hubungan dengan orang-

orang Islam telah tertutup. Wanita-wanita yang sudah dinikahi dan wanita-

wanita yang sudah dilamar, telah dirampas karena alasan Mirzaiyyat.

Orang-orang mati mereka tanpa dimandikan dan dikafani serta tanpa

disembahyangkan telah ditimbun ke dalam lubang." (Mukhaada'at

Musailamah Qadiani, h. 2).

Sekarang, para anggota Parlemen yang terhormat dapat memperhatikan. Yakni,

selama bertahun-tahun setelah menjadi sasaran penderitaan-penderitaan dan bala

musibah, jika warga Jemaat Ahmadiyah mengambil suatu langkah karena adanya cobaan

dan ujian, berarti itu membuktikan kondisi mereka yang memang patut dikasihani dan

sangat perih. Hal itu tidak dapat dijadikan dalil yang menyatakan bahwa mereka non-

Muslim.

Di sisi lain, permasalahan ini juga ada. Rinciannya terdapat pada buku yang telah

diterbitkan. Berikut ini salinannya.

Page 123: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

123

Mengapa Orang-orang Muslim Ahmadi Tidak Shalat

di Belakang Orang-orang Non-Ahmadi

Di Pakistan pada masa sekarang ini kesibukan yang paling disukai para ulama

adalah mengupayakan dengan berbagai cara agar Jemaat Ahmadiyah dinyatakan non-

Muslim minoritas. Dalam kaitan itu banyak sekali literatur yang telah diterbitkan, di

dalamnya bukan dalil-dalil tetapi lebih banyak diisi oleh tuduhan-tuduhan yang penuh

emosi dan tanpa dasar, serta dipenuhi caci-makian. Dan kebanyakan adalah pengulangan

hal-hal yang pernah diterbitkan pada tahun 1952-1953 untuk menimbulkan emosi sangat

keras di kalangan masyarakat umum yang berpemikiran sederhana. Dr.Ghulam Jailani

Baraq menyinggung literatur semacam itu di dalam bukunya Harf-e-Muharramanah

dengan kata-kata berikut:

"Hingga saat ini, sekian banyak literatur yang dipaparkan para ulama

Islam terhadap Ahmadiyah, di dalamnya dalil-dalil sedikit, sedangkan

caci-makian banyak. Literatur yang penuh caci-makian seperti itu, siapa

yang akan membacanya ? Dan kata-kata kotor demikian siapa yang akan

mendengarnya?" (Harf-e-Muharramanah, h.12).

Pada tahun 1953, ketika kata-kata kotor dan caci makian ini telah membangkitkan

emosi masyarakat umum, tiba-tiba saja Maududi memanfaatkan kondisi itu, dan untuk

menggunakan suasana yang mudah terbakar itu, demi tujuan-tujuannya sendiri, dia telah

mengetengahkan minyak pembakar [berupa buku] yang dinamakan Qadiani Mas'alah.

Tujuan penerbitan buku ini sama-saja seperti literatur-literatur yang telah diterbitkan

sebelumnya. Namun, di situ telah diusahakan untuk menonjolkan bahwa di dalamnya

sedikit terdapat caci-makian dan kata-kata kotor, sedangkan yang banyak adalah dalil-

dalil. Pada pandangan masyarakat umum yang sederhana memiliki sedikit ilmu, tampak

bahwa hal-hal itu mungkin benar, yaitu orang-orang yang tidak mahir meneliti dalil-dalil.

Dan sebagaimana khalayak umum menganggap air yang dicampur warna oleh para

tukang obat penipu sebagai obat mujarab lalu membelinya, demikian pula orang-orang

awam telah menganggap buku Qadiani Mas'alah sebagai buku yang ampuh penuh dalil.

Jadi, kami tidak bisa berkata apa-apa. Namun, nilai dalil-dalil tersebut pada pandangan

beberapa ulama non-Ahmadi yang terkenal, dapat terbaca dari kata-kata Ghulam Ahmad

Parwez, editor Thulu'-e-Islam, sebagai berikut:

"Yang paling diunggulkan adalah buku Maududi, Qadiani Mas'alah.

Menurut saya, dalil-dalil buku ini begitu hampa sehingga jika diteliti maka

dalil-dalil itu sendiri yang menyokong orang-orang Ahmadi." (Mizaj

Syanas Rasul, h.443).

Pada saat ini, dari kecaman-kecaman yang telah ditampilkan dalam buku itu, dan

yang sekarang banyak diulangi kembali, kami mengambil satu kecaman pokok. Yakni,

mengapa orang-orang Ahmadi tidak shalat bermakmum di belakang orang-orang non-

Page 124: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

124

Ahmadi? Dan dikarenakan orang-orang Ahmadi berbuat demikian, oleh sebab itu terbukti

bahwa mereka adalah suatu umat tersendiri dan pantas untuk dinyatakan non-Muslim

minoritas.

Salah satu jawaban bagi kecaman tersebut kami berikan secara ringkas. Jawaban

ini sebenarnya menyangkal kebanyakan kecaman yang terdapat di dalam buku Qadiani

Mas'alah. Bahkan kalau ada pembaca yang bersifat adil/jujur dan sedikitpun tidak

meninggalkan nilai-nilai keadilan/kejujuran Islami, maka dia akan terpaksa mengakui

bahwa seandainya diterima dalil-dalil yang terdapat dalam buku Qadiani Mas'alah dan

buku-buku sejenisnya, maka jangankan golongan Qadiani, justru setiap golongan lainnya

menjadi sangat mutlak untuk dinyatakan non-Muslim minoritas secara adil/jujur. Namun,

itu hanyalah persoalan sambilan. Sedangkan persoalan utama yang menjadi perhatian

kami pada saat ini adalah, mengapa orang-orang Ahmadi tidak shalat di belakang orang-

orang non-Ahmadi.

Maka, dengarkanlah! Salah satu penyebab dari sekian banyak sebab mengapa

tidak bermakmum di belakang orang-orang non-Ahmadi adalah fatwa-fatwa yang telah

dikeluarkan para ulama non-Ahmadi yang berkuasa, terkenal dan menduduki posisi

penting. Yaitu fatwa-fatwa yang dengan keras melarang orang-orang Muslim

bermakmum di belakang satu sama lain.

PERTAMA: Anda dapat bersikap adil sendiri, yakni apakah kami harus bermakmum di

belakang orang-orang Deobandi yang mengenai mereka terdapat fatwa berikut ini yang

bukan berasal dari para Ahmadi, tetapi berasal dari ulama-ulama besar non-Ahmadi:

"Wahabi Deobandi, karena di dalam tulisan-tulisan mereka menghina dan

menistakan segenap wali dan nabi, sampai-sampai Yang Mulia Sayyidul

Awwaliin wa Akhiriin shallallaahu 'alaihi wasallam dan khususnya Dzat

Allah Ta'ala, maka jelas-jelas mereka adalah murtad dan kafir.

Kemurtadan dan kekufuran mereka sudah mencapai derajat yang begitu

parah sehingga siapa saja yang menyimpan keraguan sedikit saja

mengenai kemurtadan dan kekufuran mereka maka diapun sama saja

murtad dan kafir seperti mereka. Dan siapa saja yang meragukan tentang

kekufuran orang ragu itu, diapun murtad dan kafir. Umat Islam hendaknya

sama-sekali menjauhi dan menghindari mereka. Jangankan shalat

bermakmum di belakang mereka, jika mereka bermakmum di belakang

kalian, jangan izinkan. Dan jangan izinkan mereka masuk ke mesjid-

mesjid kalian. Jangan makan sembelihan mereka. Dan jangan turut serta

dalam perkawinan mereka maupun dalam kedukaan mereka. Jangan

izinkan mereka mendatangi kalian. Jika mereka sakit, jangan jenguk

mereka. Jika mereka meninggal dunia, jangan kuburkan di antara sesama

kalian. Jangan beri tempat kepada mereka di perkuburan orang-orang

Islam. Ringkasnya, benar-benar jauhi mereka dan waspada terhadap

mereka….

Jadi, Wahabi Deobandi benar-benar sangat murtad dan kafir

sehingga siapa saja yang tidak menyatakan mereka kafir, dia sendiri juga

Page 125: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

125

akan ikut kafir. Istrinya menjadi lepas dari pernikahannya. Dan anak-anak

yang lahir, adalah anak-anak haram, dan berdasarkan Syariat tidak akan

memperoleh warisan." (Innalillahi wa innaa ilaihi raaji'uun -peny.).

Di dalam selebaran ini tertulis nama banyak sekali ulama. Misalnya, Sayyid Jama'at Ali

Syah, Hamid Ridha Khan Qadiri Nuri Ridhwi Brelwi, Muhammad Karam Diin Bhin,

Muhammad Jamil Ahmad Badayuni, Umar An-Na'imi Mufti Syara', dan Abu

Muhammad Didar Ali Mufti Akbarabad, dan sebagainya….

"Pembuat fatwa ini tidak hanya para ulama Hindustan saja. Melainkan,

ketika tulisan-tulisan Wahabi Deobandi ini diterjemahkan dan dikirimkan,

maka para ulama ahlus sunnah di seluruh dunia, di Afghanistan, Khaywa,

Bukhara, Iran, Mesir, Roma, Syiria, Makkah Mu'azzhamah dan Madinah

Munawwarah dan sebagainya, segenap negara Arab, Kufah, Baghdad,

telah sepakat memberikan fatwa demikian." (Muhammad Ibrahim

Bhagalpuri, cetakan Hasan Barqi Press, Ishtiaq Manzil no.63, Hawitt

Road, Lucknow, atas upaya Manager Syekh Syaukat Hussein. Tanpa

tahun penerbitan, tetapi merupakan fatwa yang dikeluarkan sebelum

terbentuknya Pakistan.).

Fatwa Maulwi Abdul Karim Naji Daghestani, Mekkah:

{insert arabic: 71}

Artinya: Mereka adalah orang-orang kafir yang bejad. Raja Islam yang

memiliki kuasa untuk menghukum dan memiliki pedang serta senjata,

berkewajiban untuk membunuh mereka. Dan itu lebih baik dari

membunuh seribu orang kafir, sebab mereka adalah orang-orang terkutuk

dan terikat dalam jaringan orang-orang kotor. Maka, kutukan Allah atas

mereka dan atas orang-orang yang membantu mereka. Dan rahmat serta

berkat Allah atas orang yang membiarkan/mengabaikan mereka dalam

sepak-terjang mereka itu. (Maulwi Abdul Karim Naaji Daghestani,

Mekkah, Husaamul Harmaen 'Alaa Manharil Kufri wal-Miin, h. 176-179,

Page 126: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

126

oleh Maulana Ahmad Ridha Khan Brelwi, cetakan Ahlus Sunnah wal-

Jama'ah Brelwi, 1324-1326 H / 1906-1908 M).

KEDUA: Kemudian, apakah kami harus shalat bermakmum di belakang orang-orang

Ahli Hadits yang mengenai mereka para imam Brelwi mengingatkan kepada kita dengan

kata-kata tegas sebagai berikut:

"Mengenai Wahabi dan lainnya, para muqallid (pengikut keempat imam),

berdasarkan kesepakatan para ulama Mekkah dan Madinah, menyatakan

mereka sebagai orang-orang kafir dan murtad sedemikian rupa sehingga

siapa saja yang telah mengetahui tentang pernyataan-pernyataan terkutuk

mereka lalu tidak menganggap mereka kafir, atau meragukan [tentang

kekufuran] mereka, berarti dia sendiri kafir. Shalat di belakang mereka

tidak sah. Sembelihan mereka haram. Istri-istri mereka telah terlepas dari

ikatan pernikahan. Orang Islam tidak boleh menikah dengan mereka yang

kafir atau murtad. Bersama mereka bergaul, makan dan minum, memberi

salam, dan berbicara, semuanya haram. Ketentuan-ketentuannya yang

rinci terdapat di dalam buku terkenal Husaamul Harmaen. Wallaahu

ta'aala a'lam.

Cap tertanda : Daaruul Iftaa Madrasah Ahlus Sunnah wal Jamaa'ah,

Brelwi.

Cap tertanda : Aali Rasul Ahmad Ridha Khan, Brelwi.

Cap tertanda : Syafi' Ahmad Khan Ridhwi Sunni Hanafi Qaadiri.

(Fatawa Tsanaaiyyah, jld.2, h.409, oleh Al-Hajj Maulana Muhammad

Daud Raaz, Khatib Jaami'ah Ahli Hadits, terbitan Maktabah Isyaa'at-e-

Diniyyaat, Mauhinpura, Bombay).

Lebih lanjut silahkan simak:

"Orang yang menyatakan taqlid (mengikuti keempat imam) itu haram dan

menyatakan para muqallid (pengikut keempat imam) sebagai musyrik,

secara Syariat dia adalah kafir, bahkan telah murtad…. Dan pemerintah-

pemerintah Islam berkewajiban membunuhnya. Dan alasan 'saya tidak

tahu' tidak dapat diterima secara Syariat. Bahkan setelah bertobatpun dia

harus dibunuh. Yakni, walaupun dengan bertobat dia menjadi Muslim,

tetapi bagi orang seperti itu hukumannya secara Syariat, pemerintah Islam

harus membunuhnya. Yakni, sebagaimana hukuman zinah tidak gugur

dengan adanya tobat, demikian pula hukuman ini tidak hapus dengan cara

melakukan tobat. Para ulama dan para mufti yang ada saat itu,

berkewajiban untuk tidak sungkan-sungkan memberikan fatwa kufur dan

murtad, walau hanya mendengar satu hal itu saja. Jika tidak, maka

merekapun akan termasuk dalam golongan orang murtad." (Intizhamul

Masaajid Biikhraaj Ahlil Fitan wal Makaaid wal Mafaasid, h.5-7, Ja'fari

Page 127: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

127

Press Lahore, oleh Maulwi Muhammad ibnu Maulwi Abdul Qadir

Ludhianwi).

KETIGA: Kemudian, apakah kami harus menjadi kafir dengan shalat bermakmum di

belakang orang-orang Brelwi yang mengenai mereka para ulama Deobandi memberikan

perintah syar'i kepada kita sebagai berikut:

"Seseorang yang menyatakan ilmu ghaib dimiliki oleh seseorang selain

Allah Ta'ala, dan dia mengetahui ilmu orang lain menyamai Allah Ta'ala,

tidak diragukan lagi dia adalah kafir. Berimam kepadanya dan bergaul

serta mencintai dan menyayanginya adalah haram." (Fatawa Rasyidiyyah,

oleh Maulwi Rasyid Ahmad Ganggohi, h.62, terbitan Muhammad Sa'id &

Sons, Taajiran-e-Kutub Qur'an Mahal, di depan Maulwi Musafir Khanah,

Karachi, 1883-1884).

Atau, mengenai mereka, seorang ulama terkenal dari Deobandi, Maulwi Sayyid Hussein

Ahmad Madani, mantan ketua guru Daarul 'Uluum Deoband, menjelaskan:

"Semua tuduhan kafir dan kutukan-kutukan ini akan berbalik kepada

Brelwi dan para pengikutnya, lalu di dalam kubur hal itu akan menjadi

azab bagi mereka. Dan pada waktu penghabisan mereka, hal itu menjadi

penyebab hilangnya keimanan mereka dan terhapusnya pengakuan serta

keyakinan mereka, sehingga malaikat akan berkata kepada Rasulullah

s.a.w.: 'Innaka laa tadriy maa ahdatsu ba'daka' (sesungguhnya engkau

tidak tahu apa yang terjadi sesudah engkau). Dan Rasulullah dari jauh

menyeru Dajjal Brelwi dan para pengikutnya lalu mengusir mereka

dengan cara yang lebih buruk dari anjing, dari telaga maurud dan syafa'at

mahmud. Dan mereka akan diluputkan dari ganjaran, pahala, derajat-

derajat, serta dari nikmat-nikmat umat yang dikasihi ini." (Rujumul

Mudznibiina 'Alaa Rausisyayaathiin, dikenal dengan nama Asy-

Syihaabutsaaqib 'Alal Mustariqatil Kaadzib, h.111, oleh Maulwi Sayyid

Hussein Ahmad Madani, terbitan Kutub Khanah I'zaziyah Deoband,

distrik Saharanpur).

KEEMPAT: Lalu, apakah kami harus shalat bermakmum di belakang orang-orang

Parwezi dan Chakralwi ? Padahal mengenai mereka terdapat fatwa berikut ini yang

secara sepakat dikeluarkan oleh para ulama Brelwi, Deobandi, dan Maududi:

"Chakralwi mengingkari kedudukan dan derajat Rasulullah s.a.w. serta

mengingkari kedudukan beliau sebagai pembawa Syariat. Chakralwi

sangat memusuhi hadits-hadits suci beliau. Para pemberontak Rasul Karim

itu telah membuka sebuah arena pertarungan kuat dalam melawan Rasul.

Kalian tahu, apa hukuman bagi pemberontak ? Hanya peluru!" (Mingguan

Page 128: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

128

Ridhwan, Lahore, edisi Chakralwiyyat, Mazhabi Tarjumaan Ahlus Sunnah

wal Jamaa'ah, 21-28 Februari 1953, h.3, cetakan Mahmud Ahmad

Ridhwi, Cooperative Capital Printing Press, Lahore, Ridhwan Office,

bagian dalam Delhi Gate, Lahore).

Kemudian, Wali Hasan Thungki menerangkan ketentuan-ketentuan Syariat atas diri

mereka itu dalam kata-kata berikut:

"Ghulam Ahmad Parwez, berdasarkan Syariat Muhammad adalah kafir

dan di luar Islam. Yang menikah dengannya tidak dapat dikatakan sebagai

wanita Muslim. Dan tidak pula ada wanita Muslim yang boleh menikah

dengannya. Jenazahnya tidak boleh disembahyangkan, dan tidak boleh

dikuburkan di perkuburan orang Islam. Dan ketentuan ini tidak hanya

berlaku pada Parwez saja, melainkan pada setiap orang kafir. Dan setiap

orang yang sama-sama menganut akidah-akidah kufur itu dalam mengikuti

Parwez, begitu juga ketentuan baginya. Dan ketika dia telah menjadi

murtad, maka secara Syariat tidak dibenarkan menjalin hubungan Islami

jenis apapun dengannya." (Wali Hasan Thungki, Mufti dan Mudarris

Madrasah Arabiyah Islamiyah, New Town, Karachi. Muhammad Yusuf

Banuri Syekhul Hadits Madrasah Arabiyah Islamiyah, New Town,

Karachi).

Fatwa sebuah media Jama'at Islami, Tasnim, mengenai orang-orang Parwezi:

"Jika maksud para pemberi saran ini adalah bahwa Syariat hanyalah apa

yang terdapat di dalam Alquran, sedangkan segala sesuatu di luar itu

bukanlah Syariat, berarti itu jelas-jelas kekufuran. Dan kekufuran itu

benar-benar sama dengan kekufuran orang-orang Qadiani, bahkan lebih

parah dan lebih hebat dari itu." (Artikel Maulana Amin Ahsan Ishlahi,

harian Tasnim, Lahore, 15 Agustus 1952, h.12).

KELIMA: Kemudian, apakah kami harus shalat bermakmum di belakang orang-orang

Syi'ah yang mengenai mereka para ulama umum umat Islam memberi peringatan dengan

kata-kata yang mengerikan ini:

"Berkenaan dengan segenap Rafidhi maupun Tabarrai ( golongan Syi'ah -

peny.) ketentuan yang pasti, qoth'i dan merupakan hasil ijma' adalah,

mereka secara umum merupakan orang-orang kafir dan murtad.

Sembelihan mereka merupakan bangkai. Pernikahan dengan mereka tidak

hanya haram, melainkan murni zinah. Ma'adzallaah, jika laki-lakinya

seorang Rafidhi sedangkan perempuannya Muslim, maka hal itu

[mengundang] kemurkaan besar dari Allah. Jika laki-lakinya Sunni,

sedangkan perempuannya dari kalangan orang-orang kotor itu, maka hal

Page 129: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

129

itu sama-sekali bukan nikah, melainkan murni zinah. Anak-anak mereka

merupakan anak-anak hasil perzinahan. Anak-anak itu tidak akan

memperoleh warisan dari sang bapak, walaupun anak-anak tersebut Sunni

sekalipun. Sebab, secara Syariat anak perzinahan tidak mempunyai bapak.

Istri tidak berhak atas warisan maupun mahar, sebab bagi perempuan

zinah tidak ada mahar. Seorang Rafidhi tidak dapat memperoleh warisan

dari kerabat terdekat, sekalipun dari bapak, anak laki-laki, ibu, dan anak

perempuan. Tidak perduli apakah [kerabat] itu Sunni atau golongan

Muslim mana saja, bahkan seorang kafir sekalipun. Sampai-sampai

warisan peninggalan dari seorang Rafidhi yang semazhab dengannya

sekalipun, dia sebenarnya tidak berhak. Bergaul, mengucapkan salam dan

berbicara dengan laki-laki, perempuan, alim maupun jahil dari kalangan

mereka, merupakan dosa sangat besar dan sangat haram. Siapa saja yang

mengetahui akidah-akidah mereka yang terkutuk itu lalu tetap saja

menganggap mereka Muslim, atau meragukan kekafiran mereka, maka

berdasarkan ijma' segenap imam dalam agama, berarti dia sendiri kafir dan

tidak beriman. Dan bagi orang itupun berlaku semua ketentuan yang telah

dipaparkan bagi orang-orang [Syi'ah] tersebut. Adalah kewajiban orang-

orang Muslim untuk mendengarkan fatwa ini dengan seksama. Dan jadilah

Sunni sejati yang hakiki dengan cara mengamalkannya." (Fatwa Maulana

Syah Mushthafa Ridha Khan, dikutip dari buku Raddur Rafidhah, h.23,

terbitan Nuri Kutub Khanah, Bazar Data Sahib, Lahore, Pakistan, cetakan

Gulzar 'Alam Press, Bairun Bhatti Gate, Lahore, 1320 H).

"Para Rafidhi sekarang ini umumnya mengingkari kewajiban-kewajiban

agama [Islam]. Dan mereka benar-benar murtad. Laki-laki maupun

perempuan mereka tidak boleh dinikahi. Demikian juga halnya Wahabi,

Qadiani, Deobandi, Nechri, Chakralwi, dan segenap golongan murtad.

Yakni, laki-laki ataupun perempuan mereka di seluruh alam ini, jika

menikah dengan seseorang -- apakah itu seorang Muslim atau kafir,

seorang yang tulen atau murtad, manusia atau hewan -- pernikahan itu

batil dan murni merupakan zinah. Dan anak-anak yang lahirpun adalah

anak-anak zinah." (Al-Malfuzh, jld.2, h.97, 98, oleh Mufti Agung

Hindustan).

KEENAM: Kemudian, apakah dengan shalat bermakmum di belakang Jama'at Islami kita

dapat melindungi/memelihara keislaman kita ? Padahal mengenai mereka terdapat fatwa

telak dari para ulama Brelwi maupun Deobandi sebagai berikut:

"Dengan memperhatikan tulisan-tulisan Maududi telah diketahui bahwa

pemikiran-pemikirannya dipenuhi hal-hal yang menjatuhkan kemuliaan

para pemimpin/imam Islam maupun kemuliaan para nabi. Tidak diragukan

sedikitpun mengenai statusnya yang sesat dan menyesatkan. Saya

Page 130: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

130

mengimbau segenap umat Islam saya agar menjauhi akidah-akidah dan

pemikirannya. Dan jangan anggap dia sebagai khadim Islam, serta jangan

tertipu olehnya.

Rasulullah s.a.w. telah bersabda bahwa sebelum kedatangan dajjal

yang sebenarnya, akan lahir tigapuluh dajjal lain yang akan membersihkan

jalan bagi dajjal yang sebenarnya itu. Dalam pemahaman saya, dari

ketigapuluh dajjal tersebut salah satu di antaranya adalah Maududi."

(Muhammad Shadiq, Pimpinan Madrasah Mazharul 'Uluum, Mahalah

Kadh, Karachi, 28 Dzulhijjah 1371 H, 19 September 1952 M, Haq Parast

Ulama Ki Maududiyyat Se Naarazgi Ke Asbaab, h. 97, oleh Maulwi

Ahmad Ali, Anjuman Khuddamuddin, Lahore).

Kemudian Ketua Jam'iyyatul 'Ulamaa Islam, Maulana Mufti Mahmud menjelaskan

tentang larangan untuk shalat bermakmum di belakang Maududi:

"Saya, pada hari ini, di tempat ini, di Press Club Hyderabad, memberikan

fatwa bahwa Maududi adalah sesat, kafir, dan keluar dari Islam. Shalat

bermakmum di belakangnya dan di belakang maulwi/ulama tertentu yang

berhubungan dengan jemaatnya, adalah tidak sah dan haram. Menjalin

hubungan dengan jemaatnya jelas-jelas merupakan kekufuran dan

kesesatan. Dia adalah agen Amerika dan agen para kapitalis. Sekarang dia

telah tiba di ambang akhir kematiannya. Dan sekarang tidak ada suatu

kekuatanpun yang dapat menyelamatkannya. Jenazahnya akan keluar."

(Mingguan Zindegi, 10 Nopember 1969, dari Jam'iyyah Guard, Lailpur).

KETUJUH: Apakah kami harus shalat bermakmum di belakang para ulama Ahrar?

Padahal seorang tokoh yang mengetahui rahasia tentang mereka, Maulwi Zhafar Ali

Khan menyatakan bahwa pada hakikatnya orang-orang ini tidak hanya benci terhadap

Islam, melainkan nyata-nyata merupakan pengkhianat Islam. Simaklah:

"Mereka benci terhadap kesadaran akan hukum Allah.

Mereka benci terhadap Islam, iman dan ihsan.

Mereka benci terhadap penjaga/pelindung Nabi Syar'i ini.

Mereka berkawan dengan orang kafir, tetapi benci terhadap orang Islam.

Mereka menda'wakan diri sebagai orang-orang Islam yang merdeka

(ahrar).

Mana pula mereka orang-orang yang merdeka, mereka adalah para

pengkhianat Islam.

Orang-orang Ahrar (orang-orang merdeka) Punjab adalah pengkhianat

Islam.

Orang-orang bejad ini tidak mengenal peradaban Arab.

Mereka tidak takut terhadap kemurkaan Allah Ta'ala.

Dengan cara tertentu mereka memperoleh kedudukan menteri di

pemerintahan.

Page 131: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

131

Tetapi mereka tidak punya hubungan dengan Penguasa Madinah [saw].

Orang-orang Ahrar Punjab adalah pengkhianat Islam."

(Zamindar, 21 Oktober 1945, h.6).

Kemudian, dalam mendukung Maulwi Zhafar Ali Khan, Maulana Maududi mengatakan:

"Dari upaya itu ada dua hal yang betul-betul tampil di hadapan saya.

Pertama, di hadapan Ahrar yang menjadi persoalan inti bukanlah

Tahaffudz Khatamun Nubuwwat (pembelaan terhadap Khatamun

Nubuwwat), melainkan nama dan penghargaan. Dan orang-orang ini ingin

mempertaruhkan nyawa dan harta umat Islam dalam perjudian untuk

tujuan-tujuan mereka. Yang kedua, setelah tercapai kesepakatan mengenai

sebuah resolusi, pada malam hari beberapa orang ini berkumpul terpisah

melakukan persekongkolan dan menyusun sebuah resolusi tersendiri….

Saya merasakan bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan niat dan

cara-cara itu tidak pernah dapat menimbulkan kebaikan di dalamnya.

Orang-orang yang bermain dengan nama Allah dan Rasul untuk tujuan-

tujuan mereka, yang menggunakan kepala-kepala umat Islam seperti buah-

buah catur, tidak pernah dapat memperoleh dukungan Allah." (Harian

Tasnim, Lahore, 2 Juli 1955, h.3, kolom 4, 5)

Ini adalah beberapa kutipan dari fatwa-fatwa sangat panjang yang dipaparkan

dengan sangat ringkas, hanya sebagai contoh.

Simaklah fatwa-fatwa ini oleh anda. Semoga Allah Ta'ala mengasihi umat Islam.

Tentu anda terduduk dengan menahan kalbu dan memegangi kepala. Namun, pada waktu

ini izinkanlah kami untuk sekedar bertanya, apakah dengan adanya fatwa-fatwa yang

mengecutkan kalbu ini masih tersisa kecaman bagi orang-orang Ahmadi, yakni mengapa

mereka tidak shalat bermakmum di belakang imam-imam dari golongan/firqah-firqah

tersebut itu ?

Demi Allah, bersikap adillah sedikit. Takutlah sedikit terhadap Tuhan.

Terapkanlah rasa malu sebagai hamba Junjungan Kedua Alam, Wujud Keadilan, Yang

Mulia Muhammad Mushthafa shallallaahu 'alaihi wasallam. Dan katakanlah, para ulama

dari kebanyakan golongan yang tersebut di atas, yang pada hakikatnya berbuat aniaya

dan tidak adil terhadap Jemaat Ahmadiyah, sejauh mana pantas bagi seorang Muslim?

Dan sejauh mana yang merupakan karakter mulia seorang hamba Rahmatul Lil'aalamiin?

Jika shalat bermakmum di belakang mereka akan menjadi kafir, dan jika tidak

bermakmum di belakang merekapun menjadi kafir. Jadi, kemana lagi harus pergi?

Apakah untuk tetap menjadi Muslim hanya tinggal satu jalan saja lagi, yakni seperti

kalangan mayoritas, shalat itu sama-sekali ditinggalkan saja? Keputusan para ulama

sekarang ini adalah, jika ingin tetap menjadi Muslim, maka janganlah shalat. Sebab, jika

tidak, shalat bermakmum di belakang siapa sajapun, kalian akan dinyatakan kafir dan ahli

neraka. Satu-satunya jalan yang tersisa untuk selamat adalah tidak shalat bermakmum di

Page 132: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

132

belakang siapapun. Jadi, jalan inipun sudah ditutup bagi orang-orang Ahmadi. Dan telah

pula difatwakan bahwa siapa saja yang shalat bermakmum di belakang golongan lain

maka dia akan menjadi kafir; dan yang shalat di belakang non-Muslim minoritas juga

akan menjadi kafir; jika tidak shalat sama-sekalipun akan menjadi kafir. Akhirnya,

kemana lagi harus pergi ? Atau, sebagaimana yang dikatakan oleh Aatish: "Jangan-

jangan ada yang mati/korban. Jika ada, apa yang harus dilakukan?"

Orang-orang bijak telah menuliskan sebuah kisah yang mengejek keadilan

semacam itu. Yakni, ada seekor anak domba yang sedang minum di sebuah anak sungai.

Lalu datang seekor srigala dari bagian atas/hulu, dan membentak: "Apa engkau tidak tahu

bahwa aku sedang minum tadi ? Berani-beraninya engkau mengotori air ini?" Anak

domba itu berkata, "Yang Mulia, saya minum air di bagian bawah/hilir. Bagaimana pula

air Tuan bisa tercemar, padahal Tuan minum di bagian atas/hulu?" Srigala itu marah lalu

berkata,"Oh, engkau berani macam-macam di hadapanku ? Engkau katakan aku berdusta

? Terkutuk ! Sudah, sudah, hukuman bagimu adalah, engkau harus dikoyak-koyak lalu

dimakan."

Para ulama ini hendaknya diingatkan sedikit agar takut kepada Tuhan. Anda

membaca kisah srigala dan anak domba ini. Anda merasa kasihan terhadap anak domba

itu, dan kesal terhadap srigala tersebut. Namun, saat ini yang ada di hadapan mata anda

bukanlah anak-anak domba, justru perlakuan seperti itu sedang diterapkan kepada anak-

anak manusia. Bukan dalam kisah dongeng, justru di dalam kehidupan sehari-hari di

dunia ini keaniayaan itu sedang dilancarkan sebagai suatu kenyataan yang mengerikan.

Dan tidak ada satu kata protespun yang keluar dari mulut anda.

Demi Allah, paling tidak, katakanlah kepada para ulama ini, seandainya mereka

memang harus mengambil jalan aniaya ini dan ingin menerapkan hukum rimba, serta

kebanggaan atas kekuatan zahiriah telah mengambil keputusan untuk melanggar hukum

keadilan Allah Ta'ala dengan harga apapun, maka setidak-tidaknya berhentilah mereka

melibatkan nama suci Islam dalam sikap-sikap mereka itu. Mohon mereka berbuat baik

sedikit, yakni jangan nodai Rasul Arabi shallallaahu 'alaihi wasallam -- yang deminya

kami korbankan ayah dan ibu kami -- dalam perkara ini. Apalah perlunya bagi rasa

bangga mengandalkan kekuatan dan jumlah besar itu untuk bertumpu pada dalil-dalil

yang lemah dan rapuh ini ?

Jika mereka memang harus memenuhi tekad-tekad mereka itu dengan

mengorbankan nilai-nilai keadilan Islami, maka tinggalkanlah "dalil-dalil" ini dan

janganlah bertumpu pada lidi-lidi halus ini. Dengan jantan masuklah ke arena

"pertempuran," dan lakukanlah apa yang harus mereka lakukan. Kemudian mereka

saksikanlah dengan mata mereka sendiri, Tuhan Islam dan Rasul Islam berada di pihak

siapa ? Dan kancah bala-bencana serta penderitaan-penderitaan ini telah membuktikan

siapa yang merupakan hamba Yang Mulia Muhammad Mushthafa shallallaahu 'alaihi

wasallam yang sejati, tulus, yang penuh pengorbanan, yang paling cinta, dan yang paling

setia ?

Insya Allah, anda akan menyaksikan dan waktu akan membuktikan bahwa setiap

Ahmadi adalah benar dalam penda'waannya ini:

Page 133: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

133

"Ya, wahai Rasul s.a.w. yang kucintai! Jika di kawasan engkau hanya

berlaku tradisi pemenggalan kepala bagi orang-orang yang dimabuk cinta,

maka akulah dan akulah orang pertama yang akan meneriakkan slogan

kecintaan!!" (Mubarak Mahmud, Raam Gali no.3, Branderth Road,

Lahore).

Tuduhan Merubah Quran Majid

Ada satu lagi tuduhan sangat aniaya dan penuh kedustaan yang telah dilontarkan.

Yakni, bahwa Pendiri Jemaat Ahmadiyah dan para pengikut beliau -- ma'adzallaah --

telah melakukan perubahan pada teks dan makna dalam Quran Majid. Padahal Pendiri

Jemaat Ahmadiyah dan Jemaat beliau adalah satu-satunya golongan yang menganut

akidah bahwa tidak ada satupun ayat atau kata dalam Quran Majid yang bisa mansukh

maupun dapat dirubah. Dan Quran Syarif itu adalah sebuah kitab yang terpelihara untuk

selamanya.

Disayangkan bahwa para ulama, semata-mata untuk menghasut emosi, pada masa

mereka masing-masing telah melontarkan tuduhan atas Jemaat Ahmadiyah melakukan

perubahan dalam Alquran. Mereka memaparkan dari beberapa buku Jemaat Ahmadiyah

sejumlah ayat yang salah cetak akibat kesilapan dalam penulisan, lalu mereka lakukan

upaya tercela untuk membuktikan bahwa -- na'udzubillaah -- Jemaat Ahmadiyah telah

bersalah melakukan perubahan dalam Quran Karim. Namun, mereka lupa bahwa

kesalahan cetak yang mereka paparkan sebagai bukti tuduhan melakukan perubahan itu,

juga terdapat di dalam buku-buku setiap penulis.

Dalam berbagai terbitan media Jemaat Ahmadiyah, Al-Fadhl, telah dipaparkan

contoh-contoh dari berbagai buku terbitan para ulama berikut ini, yang di dalamnya

terdapat kesalahan cetak beberapa ayat Quran Karim:

1. Sayyid 'Athaullah Syah Bukhari (Khuthbat Amir-e-Syari'at, cetakan Maktabah

Tabshirah, Lahore).

2. Maulana Ahmad Ridha Khan Brelwi (Al-Malfuzh, jld.1).

3. Mufti Agung Deoband, Maulwi Azizur Rahman Deobandi (Fatawa Daarul 'Uluum

Deoband, jld. 5).

4. Imamul Hind, Maulana Abul Kalaam Aazaad (Artikel-atikel Al-Balaagh, terbitan

Ainah Adab, Chok Minaar, Anarkali, Lahore).

5. 'Allamah Maulana Sayyid Muhammad Sulaiman Nadwi (Mingguan Al-I'tishaam,

Lahore).

6. Pemimpin Gerakan Ikhwaan, Hasan Al-Banaa (Mingguan Al-Muniir, Lailpur, Januari

1955).

7. Maulwi Asyraf Ali Thanwi (Baheshti Zewar, jld.1, terbitan Syekh Ghulam Ali &

Sons, Lahore).

8. Shadrul Mudarrisiin, Muhammad Amjad Ali A'zhimi Ridhwi Sunni Barkaati, Ajmir

Syarif (Bahar Syari'at, jld.6).

9. Pemimpin Ikhwaan, Hasan Al-Haydhami (Mingguan Al-Muniir, Lailpur, Januari

1955).

Page 134: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

134

10. Maulwi Abdurrahim Ashraf, editor Al-Muniir (Mingguan Al-Muniir, Lailpur, Januari

1955).

11. Imam Ghazali rahmatullaah 'alaihi (Arba'iin Fii Ushuluddiin, terjemahan Urdu,

terbitan Malik Fazluddin dsb., Lahore).

12. Pimpinan Daarul 'Uluum Deoband, Qari Muhammad Thayyib. (Ta'limaat-e-Islam

Aor Masihi Aqwaam, terbitan Nadwatul Mushanniffiin, Delhi).

13. Maulana Sayyid Muhammad Daud Ghaznawi (Mingguan Al-I'tishaam, 4 April 1958).

14. Maulwi Tsanaaullah Amritsari (Fatawa Tsanaaiyyah, jld.1, Mohinpura, Bombay,

no.11, Maktabah Isyaa'at Diniyaat).

15. Maulwi Muhammad Bakhs Muslim, Lahore. (Kitaabul Akhlaaq).

16. Maulwi Abdurrauf Rahmani (Mingguan Al-I'tishaam, Lahore, 11 Januari 1963).

17. Maulwi Muhammad Ismail, Amir Ahli Hadits. (Mingguan Al-I'tishaam, Lahore, 28

Januari 1963).

18. 'Allamah Sayyid Manazhir Ahsan Gilaani (Thabqaat, terjemahan 'Allamah Manazhir

Ahsan Gilaani, Al-Lajnatul Ilmiyah, Hyderabad).

19. Maulana Kautsar Niyazi, Menteri Urusan Waqaf dan Haji (Islam Hamara Diin Hein,

Feroze Sons, Lahore).

20. Mullah Wahidi Dhelwi. (Hayaat-e-Sarwar-e-Kaainaat, jld.2).

21. Mufti Mahmud, Sekjen Jam'iyyat Islam. (Adzaan-e-Sihr, kumpulan interview dan

pidato Mufti Mahmud, terbitan Aziz Publications, Lahore).

22. Maulana Mahmud Ahmad, editor Ridhwan. (Mingguan Ridhwan, Lahore, 28 Februari

1953).

23. Mufti Muhammad Naimuddin (Majmu'ah Afadhat-e-Shadrul Afadhil, terbitan Idarah

Naimiyyah Ridhwiyyah, Lahore).

24. Maulana Sayyid Abul A'laa Maududi (Al-Jihad Fil-Islam, cetakan kedua, 1948 M,

terbitan Achrah, Lahore).

25. Maulana Syamsul Haq Afghani Bahawalpur (Mingguan Laulaak, Lailpur, 7 Juni

1968).

26. Ghulam Jailani Baraq (Harf-e-Muharramanah, Ahmadiyyat Par Eik Nazhar).

Jika menyatakan kesalahan cetak itu sebagai upaya merubah [Alquran] adalah

benar, maka apakah segenap ulama terhormat ini akan dinyatakan sebagai orang-orang

yang melakukan perubahan pada Quran Syarif ? Dalam kaitan ini kami melampirkan

sebuah pamplet yang berjudul Hadhrat Baani Silsilah Ahmadiyyah Aor Tahrif-e-Qur'an

Ke Buhtaan Ki Tardiid (suplemen no.12).

Tuduhan melakukan perubahan pada makna, sebenarnya adalah tanpa dasar. Para

ulama telah melakukan berbagai penerjemahan terhadap Quran Majid, dan telah

menuliskan tafsir-tafsir. Jika perbedaan [makna] itu dinyatakan sebagai upaya merubah,

berarti segenap mufassir dan ulama-ulama terpaksa akan dinyatakan bersalah telah

melakukan perubahan pada Alquran.

Hendaknya diingat bahwa makrifat-makrifat dan hakikat-hakikat Alquran terbuka

kepada orang-orang yang bersih dan suci. Allah Ta'ala berfirman:

Page 135: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

135

{insert arabic: 72}

Artinya: Tidak ada yang dapat menyentuhnya kecuali orang-orang yang

telah disucikan (Al-Waqi'ah: 79).

Jika hakikat-hakikat dan makrifat-makrifat rohani itu dinamakan sebagai upaya

merubah Alquran, maka segenap waliullah dalam umat ini akan dinyatakan sebagai

orang-orang yang melakukan perubahan pada Alquran. Na'udzubillaah.

---------ooo0ooo---------

Page 136: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

136

PERMOHONAN PENTING

KE HADAPAN PARA ANGGOTA

PARLEMEN TERHORMAT

Permohonan Penting Ke Hadapan

Para Anggota Parlemen Terhormat

Setelah penelaahan secara ringkas terhadap kecaman-kecaman yang dilontarkan

pada Jemaat Ahmadiyah, kami anggap penting untuk memberitahukan dengan hati yang

sangat perih ke hadapan para anggota Parlemen terhormat, bahwa saat ini dengan

Page 137: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

137

mengatasnamakan agama sedang berlangsung suatu persekongkolan lama untuk

mengadu-domba dan menghapuskan umat Islam Pakistan. Hal itu sejak lama sudah

dipaparkan oleh Ketua Bazm-e-Tsaqaafat-e-Islamiyah, Khalifah Abdul Hakim di dalam

kata-kata berikut. Beliau menuliskan:

"Baru-baru ini wakil rektor sebuah universitas di Pakistan menjelaskan

kepada saya, ada seorang mullah dan alim besar, yang setelah sekian lama

sangat bimbang dan banyak membuat pertimbangan lalu datang hijrah ke

Pakistan. Wakil rektor ini bertanya kepadanya mengenai sebuah golongan

Islam. Dia menjawab, di antara golongan itu yang merupakan penganut

Ghali26

adalah wajib untuk dibunuh. Sedangkan yang bukan Ghali adalah

wajib untuk dihormati. Ditanyakan lagi tentang sebuah golongan lain yang

di dalamnya banyak terdapat saudagar jutawan. Mullah itu mengatakan,

mereka semua wajib dibunuh. Inilah ulama yang dahulu paling gigih di

antara 30 atau 32 ulama yang telah menyatakan hal ini mutlak dalam

undang-undang Islam usulan mereka, yakni mengakui seluruh golongan

Islam kecuali satu golongan yang telah dianggap keluar dari Islam. Itu

juga wajib dibunuh, tetapi saat ini belum dapat diumumkan secara terbuka.

Tiba waktunya, barulah akan dipertimbangkan. Dari antara mereka ada

seorang tokoh ulama lain yang mengatakan, 'Saat ini kami sudah memulai

jihad fiisabilillaah melawan sebuah firqah. Setelah berhasil dalam

menangani hal itu, insya Allah [firqah-firqah] yang lainnya akan

diperhatikan.'" (Iqbal Aor Mullah, oleh Dr.Khalifah Abdul Hakim M.A.,

Ph.D, h.19, dari Mathbu'aat Bazm-e-Iqbal, Lahore).

Dari tulisan di atas tampak jelas latar-belakang gerakan yang telah dijalankan di tanah

yang suci ini (Pakistan) dengan menggunakan nama suci Khatamun Nubuwwat. Abul

A'laa Maududi, dengan mengisyaratkan pada peristiwa tahun 1953, telah memberikan

keterangan yang mengejutkan ini dalam sebuah penjelasan khusus [mengenai kelompok

Ahrar]:

"Dari upaya itu ada dua hal yang betul-betul tampil di hadapan saya.

Pertama, di hadapan Ahrar yang menjadi persoalan inti bukanlah

Tahaffudz Khatamun Nubuwwat (pembelaan terhadap Khatamun

Nubuwwat), melainkan nama dan penghargaan. Dan orang-orang ini ingin

mempertaruhkan nyawa dan harta umat Islam dalam perjudian untuk

tujuan-tujuan mereka. Yang kedua, setelah tercapai kesepakatan mengenai

sebuah resolusi, pada malam hari beberapa orang ini berkumpul terpisah

melakukan persekongkolan dan menyusun sebuah resolusi tersendiri….

Saya merasakan bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan niat dan

cara-cara itu tidak pernah dapat menimbulkan kebaikan di dalamnya.

Orang-orang yang bermain dengan nama Allah dan Rasul untuk tujuan-

tujuan mereka, yang menggunakan kepala-kepala umat Islam seperti buah-

26

Sekte yang mendewakan Ali r.a. -peny.

Page 138: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

138

buah catur, tidak pernah dapat memperoleh dukungan Allah." (Harian

Tasnim, Lahore, 2 Juli 1955, h.3, kolom 4, 5)

Dengan latar belakang ini, jika diteliti masa lampau Pakistan dan kondisi yang

sudah terbentuk saat ini, maka dengan jelas akan diketahui bahwa walaupun pada tahap

ini hanya Jemaat Ahmadiyah saja yang gencar dinyatakan non-Muslim minoritas, tetapi

di bawah suatu perencanaan yang sudah dibentuk sejak lama oleh para musuh Pakistan,

jelas sudah terbuka suatu jalan lebar untuk menimbulkan fitnah/serangan-serangan

terhadap firqah-firqah lain dalam umat Islam. Dan setelah tahun 1953, selain terhadap

orang-orang Ahmadi, telah mulai timbul juga suara-suara tinggi untuk menyatakan

beberapa golongan lain sebagai non-Muslim minoritas. Pada permulaan Maret 1953, di

seluruh tempat di Karachi telah dipasang selebaran dengan judul Muthaalabaat

(Tuntutan). Selebaran itu disalin seutuhnya di bawah ini:

MUTHAALABAAT

(Tuntutan)

Golongan Deobandi Harus Dinyatakan Sebagai

Golongan Minoritas Tersendiri

Rumusan Dasar-dasar Pemerintahan Islam dari Majelis Syura beberapa

ulama sudah kelihatan. Pada bab 9 telah dipaparkan hak-hak golongan-

golongan Islam. Namun, rinciannya tidak ada. Tampaknya latar-belakang

pengabaian ini adalah untuk memenuhi tujuan pembentukan dan tujuan-

tujuan politik golongan minoritas yang sudah lahir sejak era pemerintahan

Inggris. Dan dengan membaurkannya ke dalam golongan mayoritas

Pakistan, melalui tangannya dimaksudkan dapat dilakukan penghancuran

akidah-akidah golongan mayoritas. Oleh karena itu, dengan kata-kata yang

jelas kami berkewajiban untuk menjelaskan kepada Pemerintah Pakistan

bahwa para pengkhidmat awliaullaah, yakni golongan Ahlus Sunnah wal

Jamaa'ah, adalah mayoritas di Pakistan. Akidah dan ajarannya saat ini

adalah sama seperti akidah dan ajaran Kerajaan Islam India Bersatu, sejak

era Syahaabuddin Ghauri hingga Raja Syah Alam Delhi.

Akidah-akdiah golongan mayoritas Muslim Pakistan ini adalah:

Memuliakan dan menghormati Rasulullah s.a.w.. Yaitu dengan

rutin melaksanakan iyshaal-e-tsawaab (upacara pembacaan shalawat

untuk mengirimkan sawab); melakukan nadzar pada tanggal-tanggal yang

telah ditetapkan; mengadakan perayaan-perayaan besar pada tanggal-

tanggal penting para tokoh suci Islam; menyelenggarakan perayaan-

perayaan Maulud; termasuk di dalamnya memanjatkan shalawat serta

salam dan sebagainya.

Namun, golongan yang terlahir sebagai minoritas sejak zaman

Inggris, menyatakan dan menganggap akidah-akidah kelompok mayoritas

tersebut di atas sebagai syirik dan bid'ah. Golongan minoritas ini di India

dan Pakistan menganggap sah pemberlakuan larangan terhadap akidah-

Page 139: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

139

akidah kelompok mayoritas di atas seperti larangan yang pada masa

permulaan telah diberlakukan oleh Ibnu Saud terhadap pegamalan akidah-

akidah ortodok. Pembentukan golongan minoritas ini terjadi pada masa

pemerintahan East India Company. Dan pendirinya adalah Maulwi Ismail

Dhelwi, yang telah menyatakan jihad terhadap orang-orang Inggris

sebagai sesuatu yang tidak dibenarkan, tetapi atas saran orang-orang

Inggris dia telah menyerukan jihad terhadap orang-orang Sikh. Dan dia

telah membentuk akidah-akidah temuannya sendiri mengenai imkaan-e-

kidzib dan imkaan-e-nazhir, yakni, na'udzubillaah, Tuhan dapat berdusta,

dan dapat lahir orang yang menyerupai Rasul s.a.w..

Pada tahun 1858 M, rancangan untuk mengkristenkan Hindustan

yang telah diajukan kepada Ratu Victoria, salah satu pasalnya adalah:

"Para penyembah berhala di Hindustan ini, yakni pihak-pihak non-Kristen,

jangan izinkan mereka berkumpul dalam pesta-pesta politik dan

keagamaan mereka."

Setelah adanya rancangan tersebut maka telah timbul semangat

baru pada missi Maulwi Ismail yang sempat tertunda. Dan berdasarkan

pada akidah-akidah dan ketentuan-ketentuan yang telah dia buat, maka di

kota Deoband diwujudkanlah bentuk baru bagi golongan mereka yang

sudah terbentuk sebelumnya. Itulah sebabnya sekarang mereka dinamakan

golongan Deobandi. Namun, golongan ini sedikit dalam hal jumlah. Oleh

karena itu mereka menyebut diri mereka sendiri termasuk dalam Ahlus

Sunnah wal Jamaa'ah. Padahal akidah-akidah mereka sama-sekali berbeda

dari akidah-akidah Ahlus Sunnah wal Jamaa'ah. Yakni, sebagaimana Sikh

telah muncul dari kalangan Hindu, tetapi mereka bukanlah Hindu. Atau,

Protestan di Inggris memang muncul dari Katolik Roma, tetapi mereka

bukan Katolik Roma. Demikian pula golongan Deobandi muncul dari

kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaa'ah, tetapi mereka bukanlah Ahlus

Sunnah wal Jamaa'ah. Para wakil khusus golongan minoritas Deobandi

ini adalah: Mufti Muhammad Syafi', Maulana Sayyid Sulaiman Nadwi,

Maulwi Ihtisyaamul Haq, Abul A'laa Maududi, dan sebagainya. Namun,

dikarenakan pengabaian terhadap akidah-akidah dan hak-hak mayoritas

merupakan penghinaan terhadap asas-asas demokrasi, oleh sebab itu

berikut ini dipaparkan tuntutan-tuntutan dari pihak mayoritas:

1. Pada pasal bahwa pemimpin Republik Pakistan adalah orang Islam,

harus dibubuhkan syarat mutlak bahwa dia hendaknya seakidah

dengan mayoritas.

2. Golongan Deobandi harus dinyatakan sebagai golongan terpisah dari

Ahlus Sunnah wal Jamaa'ah.

3. Campur-tangan golongan Deobandi dalam akidah-akidah dan masalah-

masalah waqaf Ahlus Sunnah wal Jamaa'ah harus dinyatakan terlarang

secara hukum.

Page 140: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

140

Tujuan tuntutan-tuntutan ini bukanlah untuk menimbulkan kekacauan

yang bernuansa perpecahan golongan. Melainkan, tujuannya adalah untuk

selamanya menghapuskan kekacauan-kekacauan yang bernuansa

golongan, dan untuk melindungi kelompok mayoritas serta untuk

menyatakan pendapat. Sebab, sejarah merupakan saksi bahwa pada masa

pemerintahan Henry VIII beberapa pendeta Protestan pilihan telah

menyatakan diri mereka sebagai penganut Katolik Roma. Dan dengan

mengumandangkan kidung-kidung Kerajaan Tuhan serta Ordo Kristen

untuk kemajuan gereja Katolik Roma, mereka melalui Parlemen telah

melakukan upaya untuk menghapuskan gereja Katolik Roma dari tanah

Inggris. Jika golongan Deobandi diberi kekuasaan atas Ahlus Sunnah wal

Jamaa'ah, berarti mengulangi kembali peristiwa Henry VIII dan Katolik

Roma itu.

Para Penyeru Kebajikan

(Lebih lanjut tertera tanda-tangan banyak sekali ulama Brelwi selain

tanda-tangan Maulana Makhdum Sayyid Nasir Jalaali, Pimpinan

Jam'iyyatul 'Ulama Pakistan). (Dikutip dari bulanan Thulu'-e-Islam, Mei

1953, h.64, 65).

Pada majalah Syi'ah, Al-Muntazhar, Lahore, 1970 tertulis:

"Para penyusun resolusi dari Jam'iyyat ['Ulama Pakistan] dengan sangat

licik telah pula memasukkan sebuah pasal untuk menyatakan golongan-

golongan Islam lain, selain golongan mereka sendiri, sebagai non-Muslim.

Khatamun Nabiyyiin itu hanyalah sebuah dalih. Sebenarnya, di dalam kata

'dan sebagainya' terdapat ruang sedemikian rupa bagi Mufti Mahmud dan

Ghulam Ghauts Hazarwi untuk menjadikan golongan Islam tertentu

sebagai non-Muslim." (Al-Muntazhar, Lahore, 5 Februari 1970, h.10).

Kekhawatiran yang telah dipaparkan oleh Al-Muntazhar itu, dua tahun kemudian telah

menjadi kenyataan. Bukti dokumennya adalah resolusi Konferensi Khilafat Rasyidah di

Multan, berikut ini:

"Sidang Konferensi Khilafat Rasyidah di Multan yang sangat penting ini

menuntut Pemerintah Pakistan. Yakni, orang-orang Syi'ah telah

membuktikan diri terpisah dari umat ini dengan menuntut masalah-

masalah waqaf tersendiri dan kurikulum pendidikan yang terpisah.

Dengan demikian secara amalan mereka telah menda'wakan diri sebagai

suatu golongan minoritas yang terpisah dari umat Islam umum. Dan

Pemerintah juga telah mengakui status mereka yang terpisah itu. Oleh

karenanya, orang-orang Syi'ah harus dipisahkan di setiap

bidang/departemen. Di dalam lembaga-lembaga legislatip dan dalam

urusan kepegawaian, kepada mereka hendaknya diberikan jatah sesuai

Page 141: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

141

perbandingan jumlah pengikut mereka. Saat ini orang-orang Sunni

umumnya merupakan pegawai rendah, sedangkan pada kebanyakan posisi

tinggi dan jabatan-jabatan yang memegang kekuasaan, yang tampak

hanyalah orang-orang Syi'ah. Kelompok mayoritas dengan tegas menuntut

agar Pemerintah memisahkan secara tersendiri golongan yang memang

suka memisahkan diri ini, dalam hal-hal kepegawaian dan sebagainya.

Dan dalam posisi-posisi kunci serta jabatan-jabatan tinggi, berikanlah

jatah kepada mereka sesuai perbandingan jumlah mereka.

Pencetus : Maulana Dost Muhammad Quraisyi.

Pendukung : Maulana Qaaimuddin.

(Mingguan Tarjumaan-e-Islam, Lahore, 31 Maret 1972, h.5, kolom 5).

Para ulama golongan Ahli Hadits secara amalan telah mengumumkan dukungan

mereka terhadap resolusi tersebut di atas. Dan seperti orang-orang Ahmadi, orang-orang

Syi'ah inipun terus menerus dinyatakan sebagai pengingkar Khatamun Nubuwwat.

Maulana Hanif Nadwi menuliskan:

"Beriringan dengan kenabian, menurut orang-orang Syi'ah, juga

berlangsung suatu sistim keimaman. Yakni, sebagaimana pengutusan para

nabi adalah penting, demikian pula laqab/pangkat imam-imam juga

penting…. Berdasarkan fakta dan pelaksanaan, tidak ada perbedaan antara

awal mula kenabian dan awal mula keimaman." (Mirzaiyyat Nae

Zaawiung Se).

----------ooo0ooo-----------

Page 142: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

142

AKIDAH-AKIDAH

BERBAGAI GOLONGAN DI PAKISTAN

YANG MENJADI SOROTAN

GOLONGAN LAINNYA

Page 143: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

143

Akidah-akidah Berbagai Golongan Di Pakistan

Yang Menjadi Sorotan Golongan Lain

Para anggota Parlemen yang terhormat hendaknya mengetahui bahwa pedang

pengkafiran yang sekarang sedang digunakan dalam upaya memotong dan membuang

kami ini, tidak hanya terhadap orang-orang Islam golongan Syi'ah dan Deobandi saja,

tetapi juga berpotensi untuk memotong dan membuang setiap institusi pemikir yang ada

di Pakistan dalam bentuk yang jauh lebih mengerikan dan lebih perih. Sebagai bukti bagi

kenyataan yang jelas ini, adalah memadai dengan memaparkan sebuah gambaran ringkas

berisi kecaman-kecaman yang dituduhkan kepada berbagai golongan, dan yang

berlandaskan pada kecaman-kecaman itulah golongan-golongan tersebut dinyatakan

bersalah.

Perkara ini diserahkan pada pertimbangan para anggota Parlemen Nasional, yakni

berdasarkan pada akidah-akidah ini sejauh mana golongan-golongan tersebut memiliki

atau tidak memiliki mandat/kuasa untuk menyatakan seseorang sebagai non-Muslim.

Golongan Brelwi

1. Mereka memberikan derajat/kedudukan Allah Ta'ala kepada Rasulullah s.a.w..

(Syama'-e-Tauhid, h.5, oleh Maulana Tsanaaullah Amritsari).

2. Selain Allah, mereka menganggap tokoh-tokoh suci dapat menjauhkan berbagai

kesulitan, dan mereka memohon pertolongan dari tokoh-tokoh suci itu. (Anwaarush

Shufiyah, Lahore, Agustus 1915, h.32).

3. Alipur Sayyidan mereka anggap sebagai sayyidul-quro. (Anwaarush Shufiyah,

Lahore, Juni 1915, h.19).

4. Mereka mengingkari Khatamun Nubuwwat. (Insaan-e-Kamil, bab 36, oleh Sayyid

Abdul Karim Jilli).

5. Mereka menganggap pintu wahyu dan ilham masih tetap terbuka. (Mekhaanah Dard,

h. 134, 135; Futuhaat Makiyyah, jld. 4, h. 196).

6. Mereka dengan sangat berbahaya menggunakan istilah-istilah Islam terhadap para

tokoh mereka. Misalnya: aanhadhrat (yang mulia), ummul mu'miniin, radhiallaahu

'anhu. (Nazhmud Darar Fii Silkissayr,oleh Mullah Shafiullah; Isyaaraat-e-Faridiyah;

Qalaaidul Jawaahir).

7. Berjihad melawan Inggris, mereka nyatakan haram. (Nushratul Abraar, h. 129,

cetakan 1888).

8. Mereka adalah pohon yang ditanam oleh Inggris. (Chattaan, 15 Oktober 1962).

9. Mereka adalah mata-mata Inggris. (Chattaan, 5 Nopember 1962, h.8).

10. Sayyid Jamaa'at Ali Syah mereka anggap sebagai haadiy (pemberi petunjuk) dan

syaafi' (pemberi syafa'at). (Anwaarush Shufiyah, Lahore, September 1913, h. 23;

Agustus 1915, h.32).

11. Mereka menyatakan Sayyid Jamaa'at Ali Syah menyamai Rasulullah s.a.w., yakni

sebagai sayyid bagi sekalian sayyidiin, sebagai mazhar Ilahi, nur Ilahi, syah laulaak,

dan haadiy-e-kul. (Anwaarush Shufiyah, Lahore, September 1912, h.15; September

1911, h.17; Juli 1912, h.8).

Page 144: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

144

12. Mereka percaya bahwa yang membuat Rasulullah s.a.w. mencapai Arasy adalah

Sayyid Abdul Qadir Jaelani. (Guldastah-e-Karaamaat, h. 18).

13. Mereka berakidah bahwa Rasulllah s.a.w. adalah 'aalimul-ghaib (mengetahui segala

hal ghaib), haadhir (berada dimana-mana) dan naazhir (menyaksikan segala sesuatu).

(Al-'Aqaaid, h.24, oleh Abul Hasanaat Sayyid Muhammad Ahmad Qadiri).

14. Mereka percaya bahwa Jibril senantiasa turun hingga hari Kiamat. (Dalaailus Suluk,

h. 127, oleh Maulana Allah Yaar Khan, Chakralah, distrik Mianwali).

15. Mereka menghinakan Fatimah r.a. dan Aisyah r.a.. (Irsyaad-e-Rahmaani wa Fadhl-e-

Yazedaani, oleh Maulwi Muhammad Ali Munggiri, h. 51, 52; Guldastah-e-

Karaamaat, h.94).

Golongan Deobandi

1. Mereka menganggap Allah Ta'ala berkuasa untuk berkata dusta. (Fataawa

Rasyidiyah, jld.1, h.19; Deobandi Mazhab, oleh Maulana Ghulam Meher Ali Syah

Golerwi).

2. Mereka menganggap ilmu Rasulullah s.a.w. setara dengan ilmu anak-anak, orang-

orang gila dan hewan. (Hifzhul Iymaan, oleh Maulana Asyraf Ali Thanwi, cetakan

Deoband, h. 9).

3. Ilmu yang dimiliki setan jauh lebih luas dari ilmu Rasulullah s.a.w.. (Barahiin

Qothi'ah, oleh Khalil Ahmad, dibenarkan oleh Rasyid Ahmad Ganggohi, h.51).

4. Mereka menyebut Haji Imdadullah sebagai rahmatul-lil'aalamiin. (Afaadhaatul

Yaumiyah, oleh Maulana Asyraf Ali Thanwi, jld.11, h.105).

5. Na'udzubillaah, orang-orang Deobandi telah menyelamatkan Rasulullah s.a.w. dari

kejatuhan ke dalam neraka. (Balaghatul Hayraan, dikutip dari Deobandi Mazhab, h.

8).

6. Dalam mempelajari bahasa Urdu, Rasulullah s.a.w. merupakan murid orang-orang

Deobandi. (Barahiin Qothi'ah, dikutip dari Deobandi Mazhab, h. 26).

7. Kubah hijau di atas kuburan Rasulullah s.a.w. adalah tidak dibenarkan, dan bangunan

berkubah pada kuburan Imam Hussein serta Mujaddid Alaf Tsani adalah tidak

dibenarkan dan haram. (Fataawa Deoband, jld. 1, h. 14).

8. Maulwi Rasyid Ahmad Ganggohi adalah setara dengan Pendiri Islam. (Martsyiyyah,

oleh Maulana Mahmudul Hasan).

9. Deobandi mengingkari Khatamun Nubuwwat (Tahzirun-Naas, oleh Maulana

Muhammad Qaasim Naanotwi).

10. Di dalam Ka'bah-pun mereka mencari jalan ke Ganggoh. (Martsiyyah, oleh Maulana

Mahmudul Hasan).

11. Mereka menghinakan Fatimah Zahra. (Afaadhaatul Yaumiyah, jld. 6, h. 37).

12. Mereka secara tidak sah menggunakan istilah-istilah suci radhiallaahu 'anhu dan

amirul mu'miniin. (Risalah Tibyaan, Dadoli Syarif, Februari 1954, h. 9).

13. Kalimah Syahadat orang-orang Deobandi adalah "Laa ilaaha illallaah Asyraf Ali

rasulullaah." Dan shalawat mereka adalah, "Allaahumma shalli 'alaa sayyidinaa wa

Page 145: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

145

nabiyyinaa wa mawlaanaa Asyraf Ali." (Risalah Al-Imdaad, Maulana Asyraf Ali,

Shafar 1376 H, h. 45).

14. Mereka menganggap perzinahan dengan ibu adalah sah secara akal. (Afaadhaatul

Yaumiyah, oleh Maulwi Asyraf Ali Thanwi, jld.2).

15. Deobandi tetap setia kepada Inggris. (Fataawa Rasyidiyah).

Kebanyakan rujukan yang tertera di atas diambil dari buku Deobandi Mazhab karangan

Maulana Ghulam Meher Ali Syah.

Ahli Hadits

1. Berjihad melawan Inggris mereka anggap sebagai pemberontakan dan haram.

(Isyaa'atus Sunnah, jld.9, no.10, h. 308; Hayaat-e-Thayyibah, h.296, oleh Hayrat

Dhelwi).

2. Mereka lebih mengutamakan Hadits daripada Alquran. (Isyaa'atus Sunnah, jld.13,

no.10, h.296).

3. Mereka menganut akidah bahwa jutaan Muhammad s.a.w. bisa lahir. (Taqwiyatul

Iymaan, h.42).

4. Mereka mengakui banyak Khaatamun Nabiyyiin. (Raad-e-Qaulul Jaahiliin Fii

Nashril Mu'miniin, h.4, 6, 1291 H, oleh Maulana Muhammad Shiddiq Nisyapuri).

5. Mereka bersalah karena menghinakan kemuliaan Rasulullah s.a.w.. (Shiraath-e-

Mustaqiim, terjemahan h. 201, terbitan Syekh Muhammad Asyraf Taajir Kutub,

Kasymiri Bazaar, Lahore).

6. Mereka menganggap Pandit Nehru sebagai rasulus-salaam, dan Gandhi sebagai imam

mahdi serta secara qudrat sebagai nabi. (Tarikh Haqaaiq, h. 59-63, oleh Maulana

Muhammad Shadiq, Khatib Ziynatul Masaajid, Gujranwala, Maret 1957).

7. Mereka mengingkari Khatamun Nubuwwat. (Iqtiraabus Saa'ah, h. 162).

8. Mereka menganggap pintu wahyu dan ilham masih tetap terbuka. (Itsbaatul Ilhaam

wal Bay'ah, h. 148; Swaanah Maulwi Abdullah Ghaznawi, oleh Maulwi Abdul Jabaar

Ghaznawi).

9. Mereka senantiasa menyambut kedatangan Inggris. (Tarjumaan Wahaabiyah, h.121,

122).

10. Perang kemerdekaan tahun 185727

mereka sebut sebagai pemberontakan. (Al-Hayaat

Ba'dal Mamaat, h. 125, oleh Hafidz Abdul Ghafar).

11. Menurut mereka Pemerintah Inggris lebih baik dari segenap kerajaan Islam.

(Isyaa'atus Sunnah, jld.9, no.7, h. 195, 196).

12. Mereka selalu berdoa agar tetap menjadi hamba abadi bagi Kerajaan Inggris.

(Isyaa'atus Sunnah, jld.9, h. 205, 206).

13. Mereka adalah pohon yang ditanam sendiri oleh Inggris. (Risalah Thaufaan, 7

Nopember 1962).

14. Mereka meyakini bahwa Inggris merupakan ulul amri. (Daastaan Tarikh Urdu, oleh

Hamid Hasan Qadiri, h. 98).

27

1957 (? ) -peny.

Page 146: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

146

15. Di luar Hindustan-pun mereka melakukan mata-mata untuk Inggris. (Tarjumaan

Wahaabiyah, h. 121, 122).

16. Mereka telah menghancurkan Pemerintah Turki. (Tarikhi Haqaaiq, h. 78-81, oleh

Maulana Muhammad Shadiq, Khatib Gujranwala).

17. Mereka mengeluarkan fatwa menentang jihad, dan yang mereka peroleh adalah

kejahalatan. (Hindustan Ki Pehli Islami Tahrik, h.29, oleh Maulana Mas'ud Ahmad

Nadwi).

Jama'at Islami

1. Nama surah-surah Alquran tidak sempurna. (Tafhimul Qur'an, jld. 1, h. 44).

2. Islam adalah sebuah sistim yang sama dengan Fasisme dan Komunisme, yang di

dalamnya terdapat ruang bagi Khaarijiyyat dan Anarkisme. (Islam Ka Siyaasi

Nizhaam, dikutip dari Thulu'-e-Islam, h. 13, 1963).

3. Ketika Rasulullah s.a.w. memperoleh kekuatan, saat itu juga beliau mulai melawan

Kerajaan Romawi. (Haqiqat-e-Jihad, h.65).

4. Malaikat-malaikat adalah sama saja dengan yang disebut dewi dan dewata di

Hindustan. (Tajdid wa Ihyaa-e-Diin, h. 10, catatan kaki, cetakan keempat. Pada edisi

baru, kalimat ini telah dihapus).

5. Di dalam Quran Majid tidak terdapat kaidah urutan penulisan maupun tata-cara/etika

penulisan. (Tafhimul Qur'an, pengantar, h. 25).

6. Menurut mereka Abu Bakar Shiddiq r.a. melakukan kesalahan-kesalahan.

(Tarjumaan Al-Qur'an, jld. 33, no. 2, h. 99).

7. Dorongan untuk menyembah para pembesar, tidak pernah dapat hapus dari kalbu

Umar r.a.. (Tarjumaan Al-Qur'an, jld. 2, no. 4, h. 295, dikutip dari Maududiyyat Ka

Postmortem, h. 38).

8. Khalid bin Walid tidak mampu membedakan hukum-hukum mengenai dorongan-

dorongan perasaan/nafsu yang tidak Islami. (Tarjumaan Al-Qur'an, jld. 12, no. 4, h.

295, dikutip dari Maududiyyat Ka Postmortem, h. 38).

9. Di dalam pandangan-pandangan dasar tasawwuf Islami terdapat banyak kesalahan.

(Tarjumaan Al-Qur'an, jld. 37, no. 1, h. 10).

10. Mengakui hadits-hadits Shahih Bukhari tanpa menelitinya terlebih dahulu adalah

tidak benar. (Tarjumaan Al-Qur'an, jld. 39, h. 117).

11. Menyebut sejarah sejak Rasulullah s.a.w. hingga Mushthafa Kamal [Ataturk] sebagai

sejarah Islam, adalah kesalahan umat Islam. (Tarjumaan Al-Qur'an, jld. 2, no. 1, h.

7).

12. Ahli Hadits, Hanafi, Deobandi, Brelwi, Syi'ah, Sunni adalah golongan-golongan yang

dilahirkan oleh kejahalatan. (Khuthbaat, h. 76, oleh Maududi).

13. Sebanyak 999 orang dari 1000 orang dalam umat Islam tidak mengenal kebenaran

dan kebatilan. (Musalmaan Aor Maujudah Siyaasi Kasymakasy, jld. 3, h. 115).

14. Imam Mahdi akan menciptakan suatu pemikiran agama yang baru. (Tajdid wa Ihyaa-

e-diin, h. 52-54).

15. Keanggotaan dalam parlemen-parlemen yang berasaskan republik adalah haram, dan

memberikan suara untuk mereka juga haram. (Rasaail wa Masaail, jld. 1, h. 374).

Page 147: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

147

16. Pakistan (arti harfiahnya: negeri suci -peny.) bukanlah pakistan/negeri-suci,

melainkan surga bagi orang-orang bodoh, dan merupakan pemerintahan bercorak

kekafiran, yang dimiliki oleh orang-orang Islam, dan yang telah didirikan atas

segenap kebodohan orang-orang Islam. (Musalmaan Aor Maujudah Siyaasi

Kasymakasy, h. 29-32, cetakan pertama, jld. 3; Ruidaad Jamaa'at Islami, jld. 5, h.

114, 115).

17. Qaidi A'zham adalah seorang pelaku dosa. (Tarjumaan Al-Qur'an, Februari 1946, h.

140-154).

18. Jihad di Kashmir tidaklah sah. (Nawaa-e-Waqt, 30 Oktober 1948; Tarjumaan Al-

Qur'an, Juni 1948).

Kebanyakan rujukan yang tertera di atas, terdapat di dalam buku Maududi Syeh Paare.

Golongan Chakralwi dan Parwezi

1. Secara Syari'at, mereka tidak mengakui hadits-hadits sebagai sesuatu yang dapat

dipercayai.

2. Mereka mengartikan kata Allah sebagai masyarakat Qur'ani. (Nizhaam-e-Rabubiyyat,

h. 172, oleh Ghulam Ahmad Parwez).

3. Pemerintahan Qur'ani mempunyai kuasa untuk mengurangi dan menambah bagian-

bagian shalat dan zakat. (Qur'ani Fayshle, h. 12; Firdaus-e-Gum Gasytah, h.351;

Khudaa Aor Sarmaayahdaar, h. 136, terbitan Idarah Thulu'-e-Islam).

4. Rasulullah s.a.w. bukanlah Khaatamun Nabiyyiin, melainkan Quran Majid-lah yang

merupakan Khaatamun Nabiyyiin. (Isyaa'atul Qur'an, 15 Juni 1924, h. 31).

5. Setiap orang yang mengamalkan Alquran, adalah Mahdi.( Isyaa'atul Qur'an, Lahore,

15 Nopember 1924).

6. Mereka mengingkari Mi'raj. (Nawaadiraat, h. 17, oleh 'Allamah Aslam Jirachpuri).

7. Mereka menyambut kedatangan Pemerintahan Inggris. (Isyaa'atul Qur'an, 15 Juni

1924, h. 29-32).

Golongan Syi'ah

1. Ali r.a. adalah tuhan. (Tadzkiratul Aimmah, h. 91).

2. Ali r.a. adalah tuhan, sedangkan Muhammad s.a.w. adalah hambanya. (Manaaqib

Murtadhawi Hayaatul Qulub, jld. 2, bab 49).

3. Seluruh alam raya telah ditetapkan oleh Allah Ta'ala di bawah kendali para imam

Syi'ah dan tunduk taat kepada mereka. (Naasikhul Tawaarikh, jld. 6, kitab II, h. 348).

4. Ali r.a. adalah anak tuhan. (Risalah Nurtan, h. 26).

5. Mereka mempercayai Amirul Mu'miniin sebagai wujud yang memberikan pemecahan

pada kesulitan-kesulitan dan pembuka tabir-tabir kedukaan. (Syi'ah Mazhab Mein

Wahaabiyyat Ki Rokthaam Kelie Dusra Muqabalah Zhahur-e-Ali Bamaqaam-e-Qoba

Qausaen, h. 15, 16).

Page 148: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

148

6. Selama seseorang belum mengikrarkan keitaatan terhadap bagian ketiga, yakni Ulul

Amri, maka selama itu pula dia tidak dapat dikatakan Muslim. (Ma'aarif-e-Islam,

Lahore, Ali dan Fatimah, no. Oktober 1968, h. 74).

7. Alquran sebenarnya diturunkan kepada Ali r.a.. (Risalah Nurtan, h.37).

8. Ali r.a. lebih afdhal dari segenap nabi. (Ghinyatuth Thaalibiin dan Haqqul Yaqiin

Majlisi, bab 5).

9. Jika tidak ada Ali r.a. pada malam Mi'raj, maka sedikitpun tidak ada artinya

Muhammad Rasulullah. (Jalaaul 'Ayuun Majlisi, Khilaafat-e-Syekhein, h. 17).

10. Alquran asli ada pada Imam Mahdi, yang terdiri dari 40 juz. Alquran yang ada saat

ini merupakan kitab Usmani, dan di dalamnya terdapat kekurangan sebanyak 10 juz

(Asbaaqul Khilafat, Tafsir Lawaami'ut Tanziil, jld. 4, oleh Sayyid Ali Al-Haairi,

Lahore; Tafsir Shaafi, jld. 22, h. 411).

11. Izrail mencabut nyawa-nyawa adalah atas perintah Ali r.a.. (Tadzkiratul Aimmah, h.

91).

12. Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. suka pada kecantikan Fatimah, dan karena itulah ia

hijrah. (Kaamil Bhai dan Khilaafat-e-Syekhein, h. 41).

13. Umar r.a. menderita suatu penyakit yang mengakibatkannya tidak tenang jika tidak

menyalurkan syahwatnya. (Az-Zahra, dikutip dari Syi'ah Sunni Ittihaad, h. 4).

14. Yang pertama kali melakukan bai'at Khilafat kepada Abu Bakar r.a. di mimbar

Nabawi di Masjid Nabawi adalah setan. (Imaami Imaam A'zham Thausi Syi'i dan

Khilaafat-e-Syekhein, h. 25).

15. Di mana saja dalam Quran Majid terdapat kata "wa qaalasy-syaythaan," di situ yang

dimaksud adalah sang Tsaani (Umar). (Dikutip dari Maqbul Qur'an Imaamiyah, h.

512).

16. Abu Bakar r.a., Umar r.a. dan Usman r.a. adalah kafir dan fasiq. (Hayaatul Qulub

Majlisi, bab 51).

17. Setan menjelma dalam rupa Ali r.a., lalu telah dibunuh. (Tadzkiratul Aimmah, h. 91).

18. Selain enam orang sahabah… selebihnya segenap sahabah Rasul adalah murtad dan

munafik. (Wafaatun Nabi, Salim ibnu Qasir Al-Halaali; Majaalisul Mu'miniin,

majelis ke-3, Qadhi Nurullah; Hayaatul Qulub, bab 51, h. 11).

19. Umar r.a. menjelma dalam bentuk anjing betina, lalu melahirkan enam ekor anak,

sangat hina. ('Iysaaiyyat Aor Islam Musalmaan Baadsyaahung Ke Tahat, h. 242).

20. Banyak tuduhan sangat kotor terhadap Rasulullah …. (Khulaashatul Minhaj Qalamy,

jld. 1, di bawah ayat surah An-Nisaa).

21. Ali r.a. dan imam-imamnya yang lain adalah lebih mulia dari segenap nabi. (Haqqul

Yaqiin Majlisi, bab 5).

22. Selain kelompok kami, semua orang adalah anak-anak para pelacur. (Al-Furuu' Minal

Jaami'il Kaafi, jld. 3; Kitaabur Raudhah, h. 135).

23. Jika suatu jenazah itu bukan Syi'ah, dan merupakan musuh Ahlul Bait, dan shalat

terpaksa dilakukan, maka setelah takbir keempat bacalah "Allaahumma…." Yakni,

"Wahai Allah, masukkanlah dia ke dalam azab api neraka." (Tuhfatul 'Awaam, h. 216,

217, edisi ke-4).

Page 149: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

149

Kebanyakan rujukan tersebut di atas dikutip dari buku Qoth'i Unufasy-Syi'atissyaniy'ah

dan Syi'ah Sunni Ittihaad Ki Apyl.

Dukungan Dari Golongan Syi'ah Terhadap Pemerintah Kafir Inggris

Dan Penentangan Terhadap Jihad

1. Mau'izhah Tahrif-e-Qur'an, h. 71, 72, edisi ke-2.

2. Hamaare Hindustaani Musalmaan, W.W.Hunter, h. 178-180.

3. Mau'izhah Taqiyyah, h. 73, 74, edisi ke-3.

4. Harian Wakyl, Amritsar, 28 Oktober 1917, uraian Agha Khan.

Satu-satunya Cara Untuk Mempertahankan Islam Bersatu

Menurut kami, dunia Islam, khususnya Pakistan, sejak awal sudah menanggung

banyak sekali kerugian akibat kekacauan-kekacauan yang mengatas-namakan agama.

Oleh karena itu, kewajiban pertama para anggota Parlemen yang terhormat adalah,

menelaah akibat-akibat mengerikan yang ditimbulkan oleh kekacauan-kekacauan dan

kerusuhan terhadap orang-orang Muslim Ahmadi yang didasari oleh sentimen golongan.

Pada tahun 1952, Maulana Abdul Majid Salik memberikan saran yang tulus ini kepada

Pemerintah Pakistan:

"Tugas kita adalah mengakui setiap orang yang mempercayai 'Laa ilaaha

illallaah Muhammadur rasulullaah' sebagai Muslim, dan untuk

selamanya meninggalkan [upaya] pengkafiran terhadap orang Muslim.

Bahkan sudah tiba saatnya agar Pemerintah Islam menyatakan [upaya]

pengkafiran terhadap orang-orang Muslim itu sebagai suatu

kejahatan/pelanggaran secara hukum. Sehingga masyarakat Islam

menjadi bersih dari kutukan ini untuk selamanya." (Harian Aafaaq, 5

Desember 1952).

-----------ooo0ooo-----------

Page 150: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

150

PERINGATAN TEGAS

DARI PENDIRI JEMAAT AHMADIYAH

Page 151: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

151

Peringatan Tegas Dari Pendiri Jemaat Ahmadiyah

Mahzarnamah (petisi) ini diakhiri dengan sebuah uraian yang sangat mendalam

dari Pendiri Jemaat Ahmadiyah. Beliau dengan hati yang sangat perih bersabda

menujukan hal ini kepada para ulama dan para pemimpin umat:

"Dunia tidak mengenal saya. Namun, Dia yang telah mengutus saya,

mengenal saya. Ini adalah kesalahan orang-orang itu, dan sebenarnya

merupakan kesialan nasib mereka bahwa mereka menghendaki

kehancuran saya. Saya adalah pohon yang ditanam sendiri oleh Malik

Haqiqi melalui tangan-Nya….

Wahai orang-orang! Pahamilah oleh kalian dengan seyakin-

yakinnya, pada saya terdapat 'Tangan' yang sampai saat akhir akan terus

setia. Jika kaum laki-laki kalian, kaum perempuan kalian, para pemuda

kalian, orang-orang tua kalian, anak-anak kecil kalian, dan orang-orang

dewasa kalian semuanya bersatu memanjatkan doa-doa untuk

membinasakan saya, sampai-sampai hidung mereka hancur karena terus-

menerus bersujud dan tangan-tangan menjadi kebas keletihan, maka tetap

saja Tuhan sama-sekali tidak akan mendengarkan doa-doa kalian. Dan Dia

tidak akan berhenti selama Dia belum menyelesaikan pekerjaan-Nya. Dan

jika dari antara manusia tidak ada seorangpun yang menyertai saya, maka

malaikat-malaikat Tuhan akan menyertai saya. Dan jika kalian

menyembunyikan kesaksian, maka sudah dekat saatnya batu-batupun akan

memberi kesaksian untuk saya. Jadi, janganlah berbuat aniaya terhadap

jiwa-jiwa kalian sendiri. Wajah para pendusta adalah lain, dan wajah

orang-orang yang benar juga lain. Tuhan tidak membiarkan suatu perkara

tanpa keputusan. Saya mengutuk kehidupan yang disertai kedustaan dan

kebohongan. Dan kemudian, [saya juga mengutuk] kondisi dimana

seseorang menjauhi perintah Khaliq karena takut terhadap makhluk.

Pengkhidmatan yang telah diserahkan kepada saya oleh Tuhan Yang

Mahakuasa tepat pada waktunya ini, dan untuk itulah Dia telah

menciptakan saya, sama-sekali saya tidak mungkin jadi malas

Page 152: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

152

melaksanakannya, walaupun matahari di satu sisi dan bumi di sisi lain

sama-sama ingin melumatkan saya. Apalah manusia itu, hanya seekor

cacing. Apalah insan itu, hanya segumpal daging. Jadi, bagaimana

mungkin saya harus mengabaikan perintah Sang Hayyu Qayyum hanya

demi seekor cacing dan segumpal daging? Sebagaimana Tuhan akhirnya

di suatu hari telah memberikan keputusan antara para utusan terdahulu

dengan para pendusta, demikian pula pada saat inipun Dia akan

memberikan keputusan. Bagi kedatangan para utusan Tuhan juga terdapat

suatu musim. Kemudian untuk kepergian merekapun ada satu musim. Jadi,

pahamilah seyakin-yakinnya bahwa saya telah datang tepat pada

musimnya, dan saya tepat pada musimnya pula akan pergi. Janganlah

berperang dengan Tuhan! Bukanlah pekerjaan kalian untuk

menghancurkan saya." ( Tuhfah Golerwiyah, h. 8, 9).

"Sebagai nasihat, saya semata-mata demi Allah mengatakan kepada para

ulama penentang dan orang-orang yang sepemahaman dengan mereka,

bahwa mencaci-maki dan menggunakan kata-kata kotor bukanlah cara

terhormat. Jika memang begitu fitrat kalian, baiklah, terserah kalian.

Namun, jika kalian menganggap saya pendusta, maka kalian punya ikhtiar

untuk berkumpul di mesjid-mesjid atau sendiri-sendiri memanjatkan doa-

doa buruk bagi saya. Lalu, jika saya pendusta, pasti doa-doa itu akan

dikabulkan. Dan kalianpun memang selalu memanjatkan doa-doa.

Akan tetapi, ingatlah. Jika kalian memanjatkan doa-doa

sedemikian rupa -- yakni sampai lidah-lidah menjadi terluka, menangis-

nangis di dalam sujud sehingga hidung menjadi lecet, bengkak, dan bulu-

bulu mata berguguran, dan penglihatan jadi kabur karena banyak

menangis, dan akhirnya pikiran jadi hampa lalu mulai terserang ayan atau

menjadi gila -- maka tetap saja doa-doa itu tidak akan didengarkan. Sebab,

saya datang dari Tuhan…. Tidak ada seorangpun yang bisa mati di bumi

selama belum ada keputusan di Langit untuk mematikannya. Di dalam ruh

saya terdapat kebenaran yang dahulu telah diberikan kepada Ibrahim a.s..

Saya memiliki hubungan dengan Tuhan dalam warna Ibrahim. Tidak ada

yang mengetahui rahasia saya, kecuali Tuhan saya. Para penentang dengan

sia-sia sedang menghancurkan diri mereka sendiri. Saya bukanlah

tanaman yang dapat dicabut melalui tangan mereka…. Wahai Tuhan!

Kasihanilah umat ini. Amin." (Arba'iin, no.4, h. 5-7).

---------oo0oo---------

Page 153: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

153

D O A

Kami berdoa semoga Allah Ta'ala menganugerahkan dari sisi-Nya kebijaksanaan

sedemikian rupa kepada para anggota Parlemen yang terhormat, sehingga mereka

mencapai keputusan-keputusan yang berlandaskan kebenaran dan shadaqat, yang

bersesuaian dengan tuntutan-tuntutan Alquran dan Sunnah. Dan semoga Pakistan

mencapai kemajuan, kemuliaan, kejayaan dan kesuksesan serta martabat agung yang

gambarannya telah dipaparkan oleh Imam kedua Jemaat Ahmadiyah, Yang Mulia Mirza

Basyiruddin Mahmud Ahmad, Khalifatul Masih II r.a. pada tahun 1947, dalam kata-kata

berikut:

"Kita harus membangun Pakistan yang berlandaskan keadilan dan

kesama-rataan, sebagai tangga pertama menuju Islamic Union (Persatuan

Islam). Inilah Islamistan (Negara Islam) yang akan menegakkan

keamanan/kedamaian sejati di dunia. Dan setiap orang akan dipenuhi

haknya. Dimana saja Russia dan Amerika telah gagal, di situ hanya

Mekkah dan Madinah sajalah yang, insya Allah, akan berhasil." (Harian

Al-Fadhl, 23 Maret 1956).

Dan kami akhiri seruan kami ini dengan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Page 154: Dasar-dasar kepercayaan warga muslim Ahmadiya yang disampaikan terhadap PARLEMEN PAKISTAN Mahzarnama(1)

154

---------oo0oo---------