Dampak Terapi Pada Status Konvulsivus Refraktori Dan Super

3
DAMPAK TERAPI PADA STATUS KONVULSIVUS REFRAKTORI DAN SUPER- REFRAKTORI DAN REKOMENDASI TERAPINYA Di makalah sebelumnya, kami membahas sejumlah terapi yang ada untuk pengobatan status epileptikus super-refraktori. Disini kami melaporkan dampak terapi pada status epileptikus refraktori dan super-refraktori . Pasien (n=1168)diterapi dengan : thiopental, pentobarbital, midaxolam, propofol, ketamine, anastesi inhalasi (isofluran, desfluran). Obat antiepilepsi (topiramate, lacosamide, pregabalin, levetiracetam), hipotermia, magnesium, pirydoxine, imunoterapi, diet ketogenik, bedah saraf emergensi, dan stimulasi otak dalam. Parameter dampak termasuk kontrol status epileptikus, kekambuhan, kejang berulang, dan kematian. Kami melaporkan (563 kasus), dampak jangka panjang ditemukan kematian (35%), defisit neurologis parah (13%), defisit lain (4%) dan sembuh sempurna (35%). Kualiatas data kurang dan kasus yang dilaporkan untuk semua terapi non-anastesi rendah. Nilai dampak menjadi rumit dengan adanya perubahan co-medikasi, keterlambatan respon, dan bias publikasi. Dengan kekurangan ini, hanya rekomendasi luas bisa dibuat demi terapi optimal. Pendekatan terapi dibagi menjadi terapi garis- pertama, garis kedua, dan garis-ketiga, disarankan pada dasar evaluasi dampak ini. Pentingnya pengobatan mengarah pada penyebab status epileptikus dan perawatan intensif juga ditekankan. Pendahuluan Pengobatan fase awal status epileptikus tonik-klonik telah dipelajari dan diskusikan dalam beberapa tahun terakhir. Ada sejumlah referensi dan protokol yang dipublikasikan termasuk penggunaan awal benzodiazepin, diikuti oleh obat antiepilepsi intravena seperti phenytoin, phenobarbital atau valproat, dan jika perlu induksi anastesia. Pada artikel ini, kami fokus pada dampak pasien dengan status epileptikus refraktori dan super-refraktori. Status epileptikus refraktori adalah status epileptikus yang membutuhkan anastesia umum. Status epilepikus super-refraktori didefinisikan sebagai status epileptikus yang berlangsung 24 jam atau lebih setelah onset anastesia, termasuk status epileptikus yang terjadi pada pengurangan atau penghentian anastesia. Walaupun kasus epileptikus sekitar 10-

description

terapi status epilepsi

Transcript of Dampak Terapi Pada Status Konvulsivus Refraktori Dan Super

Page 1: Dampak Terapi Pada Status Konvulsivus Refraktori Dan Super

DAMPAK TERAPI PADA STATUS KONVULSIVUS REFRAKTORI DAN SUPER-REFRAKTORI DAN REKOMENDASI TERAPINYA

Di makalah sebelumnya, kami membahas sejumlah terapi yang ada untuk pengobatan status epileptikus super-refraktori. Disini kami melaporkan dampak terapi pada status epileptikus refraktori dan super-refraktori . Pasien (n=1168)diterapi dengan : thiopental, pentobarbital, midaxolam, propofol, ketamine, anastesi inhalasi (isofluran, desfluran). Obat antiepilepsi (topiramate, lacosamide, pregabalin, levetiracetam), hipotermia, magnesium, pirydoxine, imunoterapi, diet ketogenik, bedah saraf emergensi, dan stimulasi otak dalam. Parameter dampak termasuk kontrol status epileptikus, kekambuhan, kejang berulang, dan kematian. Kami melaporkan (563 kasus), dampak jangka panjang ditemukan kematian (35%), defisit neurologis parah (13%), defisit lain (4%) dan sembuh sempurna (35%). Kualiatas data kurang dan kasus yang dilaporkan untuk semua terapi non-anastesi rendah. Nilai dampak menjadi rumit dengan adanya perubahan co-medikasi, keterlambatan respon, dan bias publikasi. Dengan kekurangan ini, hanya rekomendasi luas bisa dibuat demi terapi optimal. Pendekatan terapi dibagi menjadi terapi garis-pertama, garis kedua, dan garis-ketiga, disarankan pada dasar evaluasi dampak ini. Pentingnya pengobatan mengarah pada penyebab status epileptikus dan perawatan intensif juga ditekankan.

Pendahuluan

Pengobatan fase awal status epileptikus tonik-klonik telah dipelajari dan diskusikan dalam beberapa tahun terakhir. Ada sejumlah referensi dan protokol yang dipublikasikan termasuk penggunaan awal benzodiazepin, diikuti oleh obat antiepilepsi intravena seperti phenytoin, phenobarbital atau valproat, dan jika perlu induksi anastesia.

Pada artikel ini, kami fokus pada dampak pasien dengan status epileptikus refraktori dan super-refraktori. Status epileptikus refraktori adalah status epileptikus yang membutuhkan anastesia umum. Status epilepikus super-refraktori didefinisikan sebagai status epileptikus yang berlangsung 24 jam atau lebih setelah onset anastesia, termasuk status epileptikus yang terjadi pada pengurangan atau penghentian anastesia. Walaupun kasus epileptikus sekitar 10-15% berkembang menjadi status epileptikus super-refraktori ,terapi yang untuk kasus ini kurang dipelajari.

Kasus yang dipertimbangkan disini adala status epileptikus konvulsivus dan kami tidak memasukkan kasus non-konvulsivus, kecuali jika berkembang dari status konvulsivus. Anastesia tidak selalu diperlukan pada kasus non-konvulsivus primer, dan tentunya tidak seharusnya diberikan awal, dan respon pengobatan pada kasus-kasus ini bisa jadi berbeda. Pada artikel ini, publikasi yang melaporkan dampak sukses obat anastesi tidak selalu menentukan lama anastesia, dan bisa mungkin memasukkan beberapa pasien status epileptikus refraktori, bukan super-refraktori. Bagaimanapun, semua anastetik yang gagal dan terapi yang ada tersebut digunakan pada status epileptikus super-refraktori.

Sejumlah terapi sedang digunakan dan literatur melaporkan terapi ini telah dibahas secara detail. Pembahasan kali ini bertujuan untuk mendampingi makalah sebelumnya dan mengeluarkan sintesis dampak terapi tersebut ,dari literatur yang dipublikasikan dari tahun 1981. Terapi ini termasuk (thiopental, pentobarbital, midazolam, propofol, ketamine, anastesi inhalasi(isofluran, desfluran),

Page 2: Dampak Terapi Pada Status Konvulsivus Refraktori Dan Super

obat anti-epilepsi (topiramide, lacosamide, pregabalin, levetiracetam), hipotermia, magnesium, pyridoxine, imunoterapi, diet ketogenik, bedah saraf emergensi, elektrokonvulsif terapi (ECT), drainase CSF, stimulasi nervus vagal, dan stimulasi otak dalam. Terapi dengan obat dibawah ini juga telah dilaporkan dan tidak dipertimbangkan : chloral, bromide, paraldehyde, etomidate, lignocaine, dan barbiturat lain dan benzodiazepine seperti bromethol, hexobarbital, methohexital, butallylonal, secobarbital, amylobarbital, diethylamine barbiturat, nitraepam, clorazepate dan clonazepam.

Metode Penilaian dan Kategori Dampak

Detail literatur yang digunakan sebagai dasar review ini dipublikasikan. Dari 159 makalah, 121 dipublikasikan sejak tahun 1981, terdapat data dampak dari 1061 pasien. Makalah membentuk bukti dasar review ini terlihat pada Appendix 1. Kami juga menganalisa 21 makalah tambahan yangvmelaporkan dampak 107 pasien dengan status epileptikus super-refraktori yang diterapi dengan obat anti-epilepsi (topiramate, levetiracetam, pregabalin, dan lacosamide) membuat total 1168 pasien yang dipelajari. Hanya ada 1 studi acak atau kontrol dari terapi ini (percobaan membandingkan thiopental dan propofol) membutuhkan 150 pasien tetapi hanya merekrut 24 pasien dan oleh karena itu gagal mencapai kesimpulan. Lebih jauh, tidak ada satupun obat yang direkomendasikan secara luas atau atau prosedur ditujukan kepada review sistematik yang adekuat. Ada sejumlah makalah lain dimana tidak ada data yang cukup untuk menyediakan penilaian dampak. Kami hanya mempertimbangkan terapi yang bertujuan utama pada pengontrolan kejang, bukan terapi yang digunakan untuk mencari penyebab status epileptikus (contoh: magnesium pada kekurangan magnesium, pyridoxine pada pasien ketergantungan pyridoxine atau imunoterapi pada penyakit imun yang bisa teridentifikasi).

Dampak status epileptikus refraktori dan super-refraktori bisa dikategorikan ke dalam salah satu 6 kategori ( 1 kategori sukses dan 5 yg gagal)

1. Terapi sukses: status epileptikus dikontrol penuh oleh terapi, tanpa kejang atau terputus karena efek samping atau kematian selama terapi.

2. Kegagalan awal: terapi gagal mengontrol status epileptikus.3. Breakthrough seizures: berulangnya status epileptikus selama pengobatan yang memerlukan

perubahan terapi (dan tidak termasuk kasus yang kontrol didapatkan dengan menambah dosis –kasus ini termasuk di kategori (i).

4. Withdrawal seizures : berulangnya status epileptikus selama atau segera setelah pemberhentian terapi,