Dampak Perceraian Terhadap Pendidikan Anak di Kota...
-
Upload
vuongnguyet -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of Dampak Perceraian Terhadap Pendidikan Anak di Kota...
Dampak Perceraian Terhadap Pendidikan Anak
di Kota Cilegon
Disusun Oleh:
Amalia
(21150110000004)
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1438 H
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. PADANAN AKSARA
B. VOKAL
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts Te dan es ث
J Je ج
H Ha dengan garis bawah ح
Kh Ka dan Ha خ
D De د
Dz De dan Zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy Es dan Ye ش
S Es dengan garis bawah ص
D De dengan garis bawah ض
T Te dengan garis bawah ط
Z Zet dengan garis bawah ظ
Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
Gh Ge dan Ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
H Ha ه
W We و
A Apostrof ء
Y Ye ي
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
A Fathah أ
I Kasrah إ U Dammah أ
Ai A dan i أي Au A dan u أو
C. VOKAL PANJANG
D. KATA SANDANG
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ال,
dialihaksarakan menjadi huruf (al), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang
mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan
dihubungkan dengan garis mendatar (-). Contoh: al-syamsu bukan asy-syamsu
dan al-zalzalah bukan az-zalzalah.
E. SYADDAH/ TASYDID
Syaddah/tasydîd dalam tulisan Arab dilambangkan dengan , dalam alih aksara
dilambangkan dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syiddah. Akan
tetapi, hal ini tidak berlaku pada huruf-huruf syamsiyyah yang didahului kata
sandang. Misalnya kata مولنا tidak ditulis an-naum melainkan al-naum
F. TA MARBÛTAH
Ta marbûtah jika berdiri sendiri dan diikuti oleh kata sifat (na’at)
dialihaksarakan menjadi huruf (h). Namun, jika huruf tersebut diikuti kata
benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf (t). Contoh:
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
 A dengan Topi di atas آ
Î I dengan Topi di atas إي
Û U dengan Topi di atas أو
No Kata Arab Alih Aksara
Madrasah مدرسة 1
Al-jâmi’ah al-islâmiyyah الجامعة اإلسالمية 2
Wihdat al-wujûd وحدة الوجود 3
i
ABSTRAK
Amalia (NIM: 21150110000004) Dampak Perceraian Terhadap Pendidikan Anak di
Kota Cilegon.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan tingkat perceraian
dan faktor-faktor yang menyebabkan perceraian serta Dampak Perceraian Terhadap
Pendidikan Anak di Kota Cilegon. Selain itu juga agar masyarakat dan pemerintah saling
mendukung untuk mengupayakan penanggulangan kasus perceraian sehingga dapat
diminimalisir.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu penelitian yang
berusaha untuk menggambarkan dan mendeskripsikan objek yang diteliti berdasarkan fakta
yang ada di lapangan. Instrument yang digunakan adalah instrument non tes yaitu
wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa kasus perceraian yang terjadi di Kota
Cilegon berdampak terhadap pendidikan anak. Dalam artian sebagian banyak anak-anak
yang memiliki orang tua tunggal, tidak bisa melanjutkan sekolah dan berpendidikan lanjut
hingga kejenjang perguruan tinggi. Khususnya yang tinggal bersama ibunya, mereka tidak
bisa sekolah, itu semua dikarenakan faktor ekonomi yang tidak menunjang setelah
terjadinya perceraian . Akan tetapi anak-anak yang tinggal bersama ayahnya, sebagian dari
mereka masih bisa sekolah, hanya saja dalam prestasi lebih rendah dibandingkan dengan
anak yang tinggal bersama ibu. Karena anak-anak yang tinggal bersama ayahnya mereka
kurang mendapatkan perhatian dalam hal belajar.
Kata Kunci: Dampak Peceraian, Pendidikan Anak
ii
ABSTRACT
Amalia (NIM: 21150110000004) Impact Againt Divorce Education For Children In
Cilegon
The purpose of this study was to determine and describe the divorce rate and the
factors that lead to divorce and Impact Against Divorce Education for Children in
Cilegon. In addition, the community and government support each other to seek a divorce
case so that countermeasures can be minimized.
The method used is qualitative methods of research that seeks to illustrate and
describe the object under study based on the facts on the ground. The instrument used is a
non-test instrument that is interview, observation and documentation.
The results of this study revealed that the divorce cases that occur in Cilegon impact
on children's education. In the sense that most of many children who have single parents,
could not attend school and further education college to next stage. Especially those living
with his mother, they did not go to school, it was all due to economic factors do not
support after divorce,but children who live with her father, kids are still in school, only in
lower achievement than children who lived with his mother. Because children who live
with their father received less attention in terms of learning.
Keywords: Impact Divorce, Children's Education
iii
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt. Dzat yang Maha Alim yang telah
memberikan sedikit dari keilmuan-Nya yang sangat luas sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tesis yang berjudul “Dampak Perceraian Terhadap Pendidikan Anak di
Kota Cilegon” untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Agama Islam pada Program
Pascasarjana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada manusia yang menjadi pusat
keilmuan dunia-akhirat serta penuntun umat, yakni Nabi Muhammad saw. Harapan dan
doa penulis semoga Tesis ini menjadi bagian dari khazanah kelilmuan dalam kategori
Pendidikan Islam di Masa Mendatang.
Dengan selesainya penyusunan tesis ini, penulis sampaikan terimakasih dan
penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. dede Rosyada, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan izin dan motivasi untuk melanjutkan studi pada program Pascasarjana
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah mmeberikan dorongan untuk terus semangat dalam menggarap tesis ini.
3. Dr. Sapiuddin Sidiq, MA. Ketua Prodi Magister Pendidikan Agama Islam FITK
yang telah memacu penulis, agar dapat menyelesaikan studi dengan baik.
4. Dr. Khalimi, MA yang menjadi pembimbing dalam tesis ini telah memberikan
dengan penuh keikhlasan dan kesabaran serta arahan keilmuan sehingga tesis ini
menjadi selesai dan semoga bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
5. Pengadilan Agama Kota Cilegon, Dinas Pendidikan Kota Cilegon, dan P3KC
(Pusat Pelayanan dan Perlindungan Keluarga Kota Cilegon), yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian sehingga penulis dapat
mengambil data-data yang valid terkait penelitian yang dilakukan.
v
6. Ketua RT dan Masyarakat Kota Cilegon, yang sudah berkenan dan mengizinkan
penulis melakukan wawancara terkait focus penelitian tesis ini, sehingga penulis
mendapat kemudahan dalam mengolah data sesuai fakta.
7. Orang tua dan keluarga penulis. Terimakasih sudah memberikan dorongan dan
motivasi serta doa yang tak pernah lepas dalam setiap sujudnya, demi kelancaran
terlaksananya penelitian ini.
8. Lutfi Malik Ramdani, S.Pd.I. sahabat yang selalu ada menemani dalam
penyelesaian tesis ini serta telah membantu dan memberikan saran serta kritik
dalam menyelesaikan tesis ini.
9. Forum Mahasiswa Magister (FORMA) dan Teman-teman Kelas MPAI angkatan
2015 yang sudah memberikan motivasi dan semangat.
10. Muslikh Amrullah, S.Pd. Staf Magister FITK yang telah membantu menyiapkan
segala keperluan persyaratan dalam menyelesaikan tesis ini.
11. Sahabat-sahabat Asrama Putri An-Nur E4 yang telah memberikan semangat dan
hiburan-hiburan ketika penulis sedang mengalami kelelahan dalam menyelesaikan
tesis ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan
dukungan dalam penyelesain tesis ini
Semoga Allah membalas amal kebaikan semua pihak terkait. Semoga karya ilmiah
ini menjadi permulaan yang baik untuk pribadi penulis khusunya dan pembaca pada
umumnya untuk terus mencari dan menggali ilmu pengetahuan sampai akhir hayat.
Jakarta 02 Juni 2017
Amalia
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
PEDOMAN TRANSLITERASI ABSTRAK ......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................................. 5
C. Batasan Masalah .................................................................................................... 5
D. Perumusan Masalah ............................................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 6
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan ..................................................................................... 7
2. Tujuan Pendidikan .......................................................................................... 14
B. Konsep Anak ......................................................................................................... 28
C. Perceraian
1. Pengertian Perceraian ...................................................................................... 30
2. Pengertian Khulu’ ........................................................................................... 42
3. Hukum Perceraian ........................................................................................... 45
4. Faktor-faktor Penyebab Perceraian ................................................................. 49
D. Upaya Pencegahan Perceraian ............................................................................... 53
E. Hikmah Perceraian................................................................................................. 56
F. Dampak Perceraian terhadap Pendidikan Anak ..................................................... 57
G. Penelitian Relevan ................................................................................................. 60
H. Kerangka Konsep................................................................................................... 62
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Metode Penelitian .................................................................................. 63
B. Sumber Data Penelitian ......................................................................................... 63
C. Tempat dan Waktu ................................................................................................. 64
D. Instrumen Penelitian .............................................................................................. 64
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................... 64
F. Teknik Pengolahan Data ........................................................................................ 68
BAB IV TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kota Cilegon
1. Sejarah Kota Cilegon ...................................................................................... 69
2. Keadaan Penduduk Kota Cilegon ................................................................... 69
3. Sosial Budaya Kota Cilegon ........................................................................... 70
4. Pendidikan Kota Cilegon ................................................................................ 70
B. Temuan Penelitian
1. Kasus Perceraian ............................................................................................. 72
2. Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan .................................................... 76
3. Anak Putus Sekolah ........................................................................................ 78
vii
4. Faktor-faktor Penyebab Perceraian ................................................................. 91
5. Upaya Pemerintah dalam Menanggulangi Kasus Perceraian ........................ 103
6. Dampak Perceraian Terhadap Pendidikan Anak........................................... 103
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 117
B. Saran .................................................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 120
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perceraian adalah sebuah cara yang harus ditempuh oleh sepasang suami istri
ketika ada masalah-masalah dalam perkawinan mereka yang tidak dapat diselesaikan.
Perceraian tidak terjadi begitu saja, tapi perceraian terjadi karena beberapa masalah
yang melanda rumah tangga pasangan suami istri tersebut. Masalah yang seringkali
memicu terjadinya perceraian adalah permasalah ekonomi, perjudian, dan
perselingkuhan. (Dariyo, 2004: 95)
Perceraian memang merupakan sebuah fakta yang terjadi pada sebagian suami
dan istri, akibat perbedaan-perbedaan prinsip yang tidak dapat dipersatukan melalui
berbagai cara dalam kehidupan keluarga. Masing-masing tetap mempertahankan
pendirian, keinginan dan kehendak sendiri, tanpa berupaya untuk mengalah demi
tercapainya keutuhan keluarga. Ketidakmauan mengakui kekurangan diri sendiri dan
orang lain menyebabkan suatu masalah yang sepele menjadi besar, sehingga berakhir
dengan perceraian.
Walaupun ajaran agama melarang untuk bercerai, akan tetapi kenyataan
seringkali terjadi dan tak dapat dipungkiri bahwa perceraian selalu terjadi pada
pasangan-pasangan yang telah menikah secara resmi. Tidak peduli apakah
sebelumnya mereka menjalin hubungan percintaan cukup lama atau tidak, romantis
atau tidak dan lain sebagainya, perceraian dianggap sebagai jalan terbaik bagi
pasangan tertentu yang tidak mampu menghadapi konflik rumah tangga. Sepanjang
sejarah kehidupan manusia, perceraian tidak dapat dihentikan dan terus terjadi,
sehingga banyak orang yang merasa trauma, sakit hati, kecewa, depresi dan bahkan
mengalami gangguan kejiwaan akibat dari perceraian tersebut. (Dariyo, 2004: 94)
Pada era globalisasi ini, banyak orang berpendapat bahwa kebahagiaan
perkawinan terletak pada hubungan biologis antara pria dan wanita yang menitik
beratkan pada faktor cinta, tanpa ikatan perkawinan. Kenyataannya yang telah
dipraktikkan masyarakat barat itu telah melanda masyarakat dan bangsa-bangsa lain di
dunia, termasuk bangsa Indonesia, yang mencoba gaya hidup baru (new life style)
untuk mencari kebahagiaan yang sesuai dengan modernisasi. Mereka tidak
menginginkan perkawinan terikat dengan tradisi dan agama. Mereka menempuh free
love dan free sex. Akibatnya norma-norma agama dan kesusilaan tidak lagi
diperdulikan. Perselingkuhan meningkat, bahkan angka pereceraian semakin tinggi.
(Saleh, 2008: 295)
Kasus perceraian ini sudah banyak terjadi diberbagai kalangan, bukan hanya
dilakukan oleh lapisan bawah, melainkan merata hampir disemua kalangan seperti
dilihat berdasarkan pekerjaaan adalah; swasta sebanyak 36%, PNS sebanyak 34% dan
lainnya sebanyak 30%. (Shofiyah, 2016: 3) Bukan hanya di Indonesia saja, diseluruh
penjuru dunia pun banyak terjadi kasus perceraian seperti contoh Negara Barat yaitu
Amerika, sensus perceraian pada tahun 1890 sebanyak 6 %. Kemudian selang satu
abad 1948 itu kasus perceraian semakin meningkat mencapai 40 % yaitu sekitar 400
kasus perceraian terjadi setiap tahunnya. Kemudian sensus perceraian juga terjadi
diinggris, yaitu setiap tahunnya kasus tersebut terjadi sekitar 175 ribu kasus,
sedangkan di Perancis terjadi setiap tahunnya sekitar 70 ribu kasus perceraian. Bukan
hanya Negara Barat saja, Negara Islam seperti Iran, ternyata kasus perceraian di
Negara tersebut tidak sedikit. Khususnya dikota-kota besar yang telah banyak meniru
2
gaya barat. Seperempat peristiwa perceraian di negeri tersebut yaitu di Teheran, yakni
mencapai 27 % dari jumlah keseluruhan, sedangkan jumlah penduduk kota tersebut
tidak lebih dari 10 % jumlah penduduk Negara tersebut. Inilah yang terjadi diberbagai
belahan dunia mengenai kasus perceraian yang mengakibatkan banyak sekali
persoalan yang terjadi setelahnya. (Assegaf dan Shaleh, 2001: 18-19)
Begitu juga tingkat perceraian di Indonesia lima tahun terakhir ini terus
meningkat, “ujar Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag, Muharam
Marzuki, Rabu 20 januari 2015. Muharam mengatakan bahwa dari dua juta pasangan
menikah sebanyak 15 hingga 20 persen bercerai. Sementara jumlah kasus perceraian
yang diputuskan oleh Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia pada tahun 2014
mencapai 382.231, naik sekitar 131.023 dibandingkan dengan tahun 2010 sebanyak
251.208 kasus. Sementara dalam persentase berdasarkan data Badan Peradilan Agama
Mahkamah Agung, dalam lima tahun terakhir terjadi kasus cerai gugat mencapai 59
persen hingga 80 persen. Angka tersebut didominasi kasus cerai gugat di beberapa
daerah seperti Aceh, Padang, Cilegon, Indramayu, Pekalongan, Banyuwangi dan
Ambon. (Kemenag: 2015)
Perceraian pada awalnya dijadikan sebagai jalan keluar yang untuk mengatasi
persoalan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Tapi dewasa ini seolah-olah
ada kesan telah terjadi perubahan trend bahwa perceraian yang awalnya dilakukan
oleh laki-laki, tetapi saat ini lebih banyak diprakarsai oleh pihak perempuan, terutama
di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang dan lain
sebagainya meningkat secara signifikan. Berdasarkan data yang ada menunjukkan
bahwa angka kasus perceraian di Indonesia cukup timpang antara perkara cerai talak
dan gugat cerai. Perkara gugat cerai sebanyak 432.592 sedangkan perkara cerai talak
sebanyak 281.151 yang terjadi hingga saat ini. (Shofiyah, 2016: 2-3)
Perceraian memang menjadi realita yang akrab terjadi di masyarakat belakangan
ini. Banyak hal yang mengakibatkan pasangan suami istri menjadi tidak harmonis dan
berujung perceraian. Ternyata kasus perceraian memiliki rasio tertinggi hingga 84%
dari keseluruhan perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama. Hal ini
menunjukkan bahwa perceraian menjadi salah satu masalah yang sering terjadi di
Indonesia. Pada data ini terlihat dua jenis kasus perceraian yang dilaporkan pada
Pengadilan Agama yaitu cerai gugat yang dilaporkan pihak wanita dan cerai talak
yang dilaporkan oleh pihak laki-laki. Lebih dari 224 ribu perempuan yang
menceraikan suaminya selama tahun 2016. Data Badilag (Badan Pengadilan Agama)
tercatat 315 ribu permohonan cerai diterima Pengadilan Agama di Tanah Air.
(www.jurnalasia.com, 2016)
Problematika perceraian yang menjadi fenomena dewasa ini disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti yang telah terhimpun oleh Bimas Islam Kementrian Agama RI
ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya perceraian yaitu:
1. Tidak harmonis
2. Faktor ekonomi
3. Tidak ada tanggung jawab
4. Krisis moral
5. Cemburu berlebihan
6. Adanya gangguan pihak ketiga
7. Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
8. Poligami tidak sehat
9. Kawin paksa
3
10. Salah satu pihak dihukum
11. Cacat biologis
12. Dan lain sebagainya. (Departemen Agama RI, 2007: 177)
Indonesia memiliki nilai yang paling tinggi dalam perceraian tinggi di Asia.
Berdasarkan data Dirjen Bimas Islam Kementrian Agama RI, mengatakan bahwa
angka perceraian mencapai 60.000 pertahun. Pasca reformasi perceraian meningkat
hingga 200.000 pertahun. 10 persen dari perkawinan berakhir dengan perceraian. Pada
tahun 2013 perceraian mencapai 284.579. Tetapi kalau zaman dahulu suami yang
menceraikan istri, namun untuk saat ini banyak istri yang menggugat cerai suami.
(Utami dan Fatonah, 2015: 89-90)
Berdasarkan data yang diperoleh tersebut dapat dinyatakan bahwa tingkat
perceraian semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini juga disertai dengan
munculnya fenomena bahwa kaum wanitalah yang lebih banyak mengajukan gugatan
perceraian dibandingkan dengan kaum pria yang menceraiakan. Setiap wanita atau
istri memang mempunyai alasan atau faktor pendorong yang melatar belakangi
keputusannya untuk mengakhiri pernikahannya yang berbeda antara individu yang
satu dengan yang lainnya. Keputusan seorang istri dalam menggugat cerai merupakan
bentuk kesadaran akan kesetaraan gender di mana wanita tidak ingin dianggap sebagai
pihak nomor dua dalam pernikahan, akan tetapi sebagai individu yang mempunyai
hak dan kesetaraan yang sama dengan kaum laki-laki. Wanita juga tidak ingin
dianggap lemah dan menjadi korban egoisme laki-laki.
Perceraian juga mengakibatkan banyak problem terutama problem mengenai
pendidikan anak. Anak seringkali menjadi korban akibat dari terjadinya perceraian
kedua orang tuanya. Anak juga tidak jarang mengalami depresi karena orang tuanya
berpisah dan mereka harus memilih untuk tinggal dengan ayahnya atau ibunya.
Namun, orang tua seringkali tidak memikirkan dampak tersebut, terutama dampak
bagi mental anak, pendidikan anak, terkadang mereka hanya memperhatikan sebatas
keperluan dan perlengkapan anak dalam belajar tanpa memberikan motivasi atau
dorongan. Oleh sebab itu, anak merasa dirinya tidak diperhatikan dan tidak
mempunyai kasih sayang lagi dari orang tuanya.
Menurut Rizki, Wakil Panitera Pengadilan Agama Provinsi Banten, kasus
perceraian di Banten semakin meningkat setiap tahunnya tak terkecuali di Kota
Cilegon. Faktanya sepanjang tahun 2014 angka perceraian mencapai 11.469 kasus
perceraian. Dari kasus perceraian yang ada justru didominasi oleh gugatan seorang
istri kepada suaminya. Mirisnya, perceraian yang didominasi oleh gugat cerai itu
dikarenakan banyakanya terjadi pernikahan usia dini.
Berikut adalah data perceraian dan gugat cerai di Pengadilan Agama se Provinsi
Banten tahun 2014
1) PA kota Cilegon 771 Kasus.
2) PA kota Serang 1.436 Kasus.
3) PA Kabupaten Pandeglang 598 Kasus.
4) PA kota Tangerang 2.300 Kasus.
5) PA RangkasBitung 621 Kasus.
4
6) PA Tigaraksa 3.442 Kasus.
Berikut data gugat cerai se Provinsi Banten
1) Kota Cilegon 1.317 Kasus.
2) Kota Serang 1.785 Kasus.
3) Kabupaten Pandeglang 751 Kasus.
4) Tangerang 2.547 Kasus.
5) RangkasBitung 760 Kasus.
6) Tigaraksa 4.309 Kasus. (Rizki, LiputanBanten.com: 2015)
Di Indonesia menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), tahun
2007 menyebutkan bahwa remaja menikah pada usia 19 tahun, sehingga
menimbulkan banyak resiko di antaranya adalah mengalami masalah reproduksi,
psikologis, sosial, ekonomi, pendidikan dan tingginya resiko terjadinya perceraian.
Menurut Sudibyo Alimoeso, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sebagian bersar perceraian diakibatkan oleh
pernikahan dini, dan Tren pernikahan dini saat ini sangat meninggkat. Menurut
Sudibyo juga perkawinan pada usia 20 tahun bukan lah usia yang matang untuk
melakukan pernikahan, menurutnya usia pernikahan harus lebih dari 21 tahun.
(Alimoeso, Liputan6: 2013)
Agar kasus perceraian tidak semakin meningkat setiap tahunnya di Kota Cilegon
dilakukan penyuluhan dan sosilaisasi oleh gerakan Pusat Pelayanan dan Perlindungan
Keluarga Cilegon (P3KC). Data dari P3KC tahun 2013 tercatat ada 654 kasus
perceraian yang terjadi di Kota Cilegon. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya melalui seminar yang diikuti oleh perwakilan guru dari berbagai
kecamatan. Alasan dan tujuan utama dari sosialisasi ini adalah untuk menjelaskan
dan memberi tips-tips atau cara kepada masyarakat khususnya para wanita, karena
saat ini banyak wanita yang menggugat cerai suaminya. Namun, kenyataannya
sosialisasi belum merata, sehingga para masyarakat tidak mengetahui akan
pentingnya membina keluarga yang rukun, damai dan sejahtera. Ujar Ketua Umum
P3KC, Ida Farida Aryadi. (Mubarok, SebelasNews.com: 2014)
Berdasarkan proposisi-proposisi di atas dapat dijabarkan bahwa perceraian
memang bukanlah suatu hal yang diinginkan oleh pasangan suami istri dalam rumah
tangganya. Akan tetapi, percerain itu mungkin dapat terjadi dikarenakan masalah-
masalah yang ada dan terjadi dalam kehidupan rumah tangga tanpa mampu
menghadapinya. Oleh karena itu sering kali terjadi perceraian antara pasangan suami
istri. Oleh sebab itu perceraian tiap tahun semakin meningkat. Sudah sangat jelas
sekali bahwa perceraian itu mengakibatkan banyak persoalan dalam kehidupan,
bukan hanya berdampak pada kedua belah pihak yaitu suami dan istri, namun juga
berdampak kepada anak-anak, sehingga anak-anak menjadi terlantar dan tidak
memiliki kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya. Terjadinya perceraian
dikarenakan oleh beberapa faktor diantanya menikah di usia muda, faktor ekonomi
yang rendah, serta kurangnya pemerataan sosialisasi terhadap masyarakat.
Perceraian menyebabkan struktur keluarga menjadi berubah dan menjadi tidak
lengkap karena dengan hilangnya salah satu figure orang tua. Berdasarkan fenomena
ini yang terjadi diseluruh penjuru dunia maka muncullah istilah single parent atau
orang tua tunggal yang menjadi popular dikalangan masyrakat. Namun, dalam hal ini
5
sebutan tersebut lebih banyak didigunakan untuk seorang ibu yang berperan sebagai
orang tua tunggal, karena kebanyakan dari anak-anak yang orang tuanya bercerai
mereka memilih untuk diasuh oleh ibunya. Sehingga para orang tua tungga dalam
artian seorang ibu setelah bercerai memiliki peran ganda, yaitu peran sebagai ayah
yang bekerja dan sebagai ibu yang mengurusi semua kebutuhan anak-anak mereka.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permaslahan di atas, oleh karena itu peneliti tertarik
untuk mengangkat judul “Dampak Perceraian Terhadap Pendidikan Anak di kota
Cilegon” khususnya tentang perceraian yang semakin tahun semakin meningkat.
Dapat diidentifikasikan beberapa masalah diantaranya adalah:
1. Angka perceraian setiap tahun meningkat.
2. Banyak wanita yang gugat cerai.
3. Pendidikan anak terbengkalai.
4. Kebanyakan masyarakat menikah usia muda (mental belum matang).
5. Kurangnya Sosialisasi dan penyuluhan tentang perlindungan keluarga secara
merata.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka hal yang menjadi fokus utama
dalam penelitian ini adalah mengenai tingkat perceraian setiap tahunnya, khususnya di
kota cilegon dan dampaknya bagi pendidikan anak.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Berapa besar tingkat perceraian pada tahun (2015-2016) di Kota Cilegon?
2. Apa saja faktor penyebab terjadinya peningkatan kasus perceraian di Kota
Cilegon?
3. Apa saja upaya pemerintah kota Cilegon dalam menanggulangi kasus perceraian?
4. Apa dampak perceraian terhadap pendidikan anak-anak?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan fenomena
yang terjadi terkait kasus perceraian di kota Cilegon yaitu: tingkat perceraian pada
tahun (2015-2016) di kota Cilegon, faktor-faktor yang menyebabkan perceraian di
Kota Cilegon dan dampak bagi pendidikan anak yang orang tuanya bercerai. Bukan
hanya peneliti yang mengetahui tetapi seluruh jajaran masyarakatpun harus
mengetahui, terutama pemerintah, agar pemerintah dapat melakukan penyuluhan
terhadap masyarakat sehingga tidak terjadi peningkatan perceraian setiap tahunnya
yang mengakibatkan kepada angka kasus kekerasan anak meningkat pula. Selain itu
juga agar masyarakat dan pemerintah saling mendukung untuk mengupayakan
penanggulangan kasus perceraian sehingga dapat diminimalisir.
6 F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini bagi penulis yaitu memberikan wawasan dan ilmu baru,
manfaat bagi masyarakat adalah sebagai pelajaran supaya masyarakat tahu bahwa
pernikahan itu harus dilaksanakan secara matang dan didasari dengan pendidikan
agama, agar tidak berujung pada perceraian. Manfaat bagi pemerintah khususnya di
Kota Cilegon adalah supaya pemerintah dapat memperbaiki dan melakukan
penyuluhan-penyuluhan terhadap keluarga agar masalah perceraian yang terjadi
dimasyarakat dapat diminimalisir. Selain itu juga agar pemerintah dapat memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat sehingga masyarakat berani dalam
melaorkan kasus yang terjadi dalam rumah tangganya.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Akar kata pendidikan adalah “didik” atau “mendidik” yang secara harfiah
artinya memelihara dan memberi latihan. Sedangkan pendidikan adalah tahapan-
tahapan kegiatan mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. (Syah, 2010: 32)
Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses
pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang serta usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. (Depdiknas,
2008: 326)
Pendidikan secara lingustik diartikan sebagai kata benda. Pendidikan berarti
proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. (Tatang,
2012: 13)
Istilah pendidikan digunakan perkataan “education” yang merupakan kata
benda ataupun hal aktif yang terkait erat dengan perkataan bahasa Latin
“educere”, yang berarti “mengeluarkan atau melahirkan sesuatu kemampuan”,
“education/educating” berarti membimbing dalam pergaulan untuk mewujudkan
sesuatu kemampuan yang terpendam atau tersimpan dalam diri anak. Namun
berbeda dari upaya bimbingan (guidance), upaya pendidikan tidak sebatas
mendorong pematangan potensi terdidik dan menunggu terlahir atau terwujudnya
perilaku-perilaku kompetensi seperti yang diharapkan dengan sendirinya dalam
jangka waktu pendek dan menengah. Dapat dikatakan bahwa perkataan mendidik
lebih dekat dengan kata “educating”, dan upaya mendidik itu terjadi dengan
sendirinya (secara wajar dan informal) dalam institusi utama keluarga dan juga
dalam masyarakat. Itu sebabnya pendidikan dan mendidik tidak dapat
dipersamakan dengan “bimbingan, pengajaran atau latihan”. (Rasyidin, 2014: 17)
Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Dalam Dictionary of Psychology pendidikan adalah tahapan kegiatan yang
bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk
menyempurnakan perkemabangan individu dalam menguasai pengetahuan,
kebiasaan, sikap dan sebagainya. Pendidikan juga dapat berlangsung secara
informal dan nonformal atau secara formal seperti di sekolah, madrasah dan
institute lainnya. Bahkan pendidikan juga dapat berlangsung dengan cara
mengajar diri sendiri. (self instruction). (Syah, 2010: 11)
Istilah pendidikan adalah terjemah dari bahasa Yunani paedagogie yang
berarti “pendidikan” dan paedagodia yang berarti “pergaulan dengan anak-anak.”
Dari istilah tersebut pendidikan dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan
oleh orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk membimbing
atau memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kea rah kedewasaan.
Dengan kata lain pendidikan adalah bimbingan yang diberikan dengan sengaja
8
oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhannya, baik jasmani
maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakat. (Arief, 2005: 17)
Istilah pendidikan dalam bahasa inggris adalah education, berasal dari kata to
educate, yaitu mengasuh, mendidik. Dalam Dictionary of Education, education
adalah kumpulan semua proses yang memungkinkan seseorang mengembangkan
kammapuan, sikap dan tingkah laku yang bernilai positif di dalam masyarakat.
Istilah education juga bermakna proses sosial tatkala seseorang dihadapkan pada
pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya lingkungan sosial)
sehingga mereka dapat memiliki kemampuan sosial dan perkembanagn
individual secara optimal. Pendidikan juga adalah sebagai usaha yang dilakukan
dengan sengaja dana sistematis untuk memotivasi, membina, membantu serta
membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya sehingga ia
mencapai kualitas diri lebih baik. Jadi, inti dari pendidikan adalah usaha
pendewasaan manusia seutuhnya (lahir dan batin), baik oleh dirinya sendiri
maupun orang lain, dalam arti tuntutan agar anak didik memiliki kemerdekaan
berpikir, merasa, berbicara dan bertindak serta percaya diri dengan penuh rasa
tanggung jawab dalam setiap tindakan dan perilaku sehari-hari. (Tatang, 2012:
14)
Istilah pendidikan dalam bahasa Arab dikenal dengan berbagai istilah
yangberagam yaitu at-tarbiyyah, at-ta‟lim dan at-ta‟dib. Kata at-tarbiyyah
sebangun dengan kata ar-rabb, rabbayani, nurabbi, ribbiyyun dan rabbani.
Apabila kata at-tarbiyyah, diidentikkan dengan kata ar-rabb, fahrur Rozi
berpendapat bahwa ar-rabb merupakan kata yang seakar dengan at-tarbiyyah
yang berarti at-tanmiyah, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Ibnu Abdillah
Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubi mengartikan ar-rabb dengan
pemilik, yang maha memperbaiki, yang maha pengatur, yang maha menambah,
yang maha menunaikan. Adapun istilah ta‟lim berasal dari kata „allama yang
berarti proses tranmisi ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya
batasan dan ketentuan. Sedangkan istilah ta‟dib dapat diartikan sebagai proses
pengenalan dan pengakuan secara berangsur-angsur yang ditanamkan dalam diri
manusia. (Tatang, 2012: 15)
Dalam konsep tarbiyah diutamakan pendidikan (mendidik) dalam arti mikro
meliputi pendidikan dan mendidik anak-anak sepeti pendidikan agama dan
umum di rumah dan di sekolah untuk manusia muda sebelum usia akil-balig
(sebelum anak-anak/ remaja mencapai tahap kedewasaan tertentu). Dalam arti
makro pendidikan sebagai tarbiyah juga berlaku sepanjang hayat pada orang tua
terhadap anaknya. Dalam konsep Ta‟lim, pendidikan adalah kegiatan seperti
pengajaran atau pembelajaran anak-anak secara formal atau non formal.
Sedangkan konsep Ta‟dib, pendidikan adalah proses dan bantuan kemudahan
sepanjang hayat ke arah akhlak yang lebih baik dan mulia untuk menuju
masyarakat yang madani yang diharapkan di masa mendatang. (Rasyidin, 2014:
22-23)
Dalam World Education dinyatakan bahwa pendidikan adalah bukan hanya
sebagai subsector sebagaimana halnya industry dan pertanian, tetapi sebagai
unsur yang mencakup atau meliputi semua elemen yang harus dipadukan baik
secara vertical maupun secara horizontal ke dalam seluruh upaya pembangunan.
Terpadu secara vertical artinya adalah meliputi semua jenjang pendidikan mulai
dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, menengah dan tinggi, mulai masa
9
kanak-kanak, remaja, pemuda, orang dewasa sampai usia lanjut harus tetap
mempunyai peluang untuk memperoleh pendidikan. sedangkan terpadu secara
horizontal adalah bahwa pendidikan harus meliputi semua aspek kehidupan
seperti pendidikan politik, kesadaran hukum, pertanian, industri, kesehatan dan
lain sebagainya. Pendidikan harus memberikan kemungkinan kepada setiap
orang untuk memperbaiki kualitas hidupnya di semua bidang kehidupan sehingga
betul-betul menjadi warga Negara yang berkualitas. (Marzuki, 2012: 87)
Pendidikan juga dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia.
Artinya pendidikan merupakan upaya manusia untuk mengubah dirinya atau
orang lain selama ia hidup. Pendidikan juga sebagai proses yang berkelanjutan
(education is a continuing process). Pendidikan dimulai dari bayi sampai dewasa
dan berlanjut sampai mati, yang memerlukan berbagai metode dan sumber-
sumber. (Marzuki, 2012: 136)
Pendidikan dalam pengertian yang sempit, dimaknai sekolah atau
persekolahan (schooling). Dengan kata lain, dalam penegtian sempit pendidikan
merupakan pengaruh yang diupayakan dan direkayasa sekolah terhadap anak dan
remaja agar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran
penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Dalam
konteks ini, maka pendidikan secara tersurat dan tersirat memperlihatkan
keterbatasana dalam waktu, tempat, bentuk kegiatan dan tujuan dalam proses
berlangsungnya pendidikan. dalam penegrtian sempit ini, bentuk pendidikan
adalah terstruktur. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan merupakan
lembaga formal yang diciptakan khusus untuk menyelenggarakan kegiatan
pendidikan tertentu yang harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan, yang secara teknis dikendalikan oleh guru. (Zurinal dan Sayuti, 2006:
3-4)
Sedangkan pendidikan dalam arti luas adalah segala situasi dalam hidup
yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Pendidikan adalah pengalaman
belajar. Oleh karena itu, pendidikan dapat pula didiefinisikan sebagai
keseluruhan pengalamanan belajar seseorang sepanjang hidupnya. Dalam
pengertian luas pendidikan berlangsung tidak dalam batas usia tertentu, tapi
berlangsung sepanjang hidup. Selain itu juga tempat berlangsungnya pendidikan
tidak terbatas dalam satu jenis lingkungan hidup tertentu dalam bentuk sekolah,
tetapi dalam segala bentuk lingkungan hidup manusia. (Zurinal dan Sayuti, 2006:
6)
Pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu proses transformasi nilai,
keterampilan atau informasi (pengetahuan) yang disampaikan secara formal atau
tidak formal dari pihak satu ke pihak lainnya. Pendidikan juga merupakan usaha
sadar manusia untuk menyampaikan keterampilan dan model pemikiran yang
dianggap penting dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial. Jadi pendidikan
adalah media bersifat praktis yang memindahkan, menghantarkan bahkan
mentransformasikan nilai, pengetahuan, karakter dan keterampilan kepada
terdidik. (Kusman dan JM Muslimin, 2008: 9)
Pendidikan adalah proses menjadi, yakni menjadikan seseorang tumbuh
sejalan dengan bakat, watak, kemampuan dan hati nuraninya secara utuh.
Pendidikan juga pada hakikatnya adalah proses pematangan kualitas hidup.
Melalui proses tersebut diharapkan manusia dapat memahami apa arti dan
hakikat hidup, serta untuk apa dan bagaimana dalam menjalankan tugas
10
kehidupan secara benar. Sebagai suatu proses, pendidikan dimaknai sebagai
semua tindakan yang mempunyai efek pada perubahan watak, kepribadian,
pemikiran dan perilaku. Dengan demikian, pendidikan bukan sekedar pengajaran
dalam arti kegiatan mentransfer ilmu, teori dan fakta-fakta akademik semata;
atau bukan sekedar urusan ujian, penetapan kriteria kelulusan, serta pencetakan
ijazah semata. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan
peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan,
ketidakbenaran, ketidakjujuran dan dari buruknya hati, akhlak dan keimanan.
(Mulyasana, 2011: 2)
Terkait dengan pengertian pendidikan yang telah dikutip oleh Dedy
Mulyasana mengungkapkan beberapa pandangan tokoh terkait hal tersebut,
antaranya adalah:
a. Ki Hajar Dewantara, mengemukakan bahwa pendidikan umumnya berarti
daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan batin), pikiran
dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya.
b. John Stuart Mill (Filsuf Inggris), mengemukakan bahwa pendidikan itu
meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau
yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia
pada tingkat kesempurnaan.
c. Edgar Dalle menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar yang
dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar
sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
memainkan peranan dalam masyarakat secara tepat untuk masa yang akan
datang.
d. M.J Longeveled berpandangan bahwa pendidikan merupakan usaha,
pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju
kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
e. Plato menjelaskan bahwa pendidikan itu membantu perkembangan masing-
masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan
tercapainya kesempurnaan. (Mulyasana, 2011: 3-4)
Menurut Hamka yang dikutif oleh samsul Nizar bahwa pendidikan
merupakan serangkaian upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu
membentuk watak, budi akhlak dan kepribadian peserta didik, sehingga ia tahu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Pendidikan juga sebagai
sarana untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, dengan berbagai
sarana pendukung serta mengarahkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta
didik menuju kebaikan da kesempurnaan seoptimal mungkin. (Nizar, 2008: 110)
Dengan titik tekan yang berbeda, menurut pakar filsafat Indonesia N.
Drijarkara yang dikutip oleh Ar‟aril Muhajir mengungkapkan definisi dan
memaknai pendidikan adalah sebagai suatu perbuatan fundamental dalam bentuk
komunikasi antara pribadi, dan dalam komunikasi tersebut terjadi proses
pemanusiaan manusia muda, dalam artian terjadi proses harmonisasi (proses
menjadikan seorang sebagai manusia) humanisasi (proses pengembangan
11
kemanusisaan manusia). Dengan demikian, pendidikan harus membantu orang
agar tahu dan mau bertindak sebagai manusia.
Sementara ahli filasafat lain yaitu J. Sudarminta mengungkapkan definisi
yang berbeda mengenai pendidikan, menurutnya pendidikan adalah usaha sadar
yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk
membantu anak didik mengalami proses pemanusiaan diri kea rah tercapainya
pribadi yang dewasa dan susila.. (Muhajir, 2011:72)
Pendidikan juga merupakan bagian dari upaya untuk membantu manusia
memperoleh kehidupan yang bermakna hingga diperoleh suatu kebahagiaan
hidup, baik secara individu maupun kelompok. Sebagai proses, pendidikan
memerlukan sebuah system terprogram dan mantap, serta tujuan yang jelas agar
arah yang dituju mudah dicapai. Pendidikan juga upaya yang disengaja, maka
dari itu pendidikan merupakan suatu rancangan dari proses suatu kegiatan yang
memiliki landasan dasar yang kokoh dan arah yang jelas sebagai tujuan yang
hendak dicapai. (Jalaludin, 2002: 81)
Pada hakikatnya pendidikan adalah sebagai suatu upaya atau perbuatan yang
diarahkan pada kemaslahatan dan kesejahteraan peserta didik dan masyarakat
sudah berlangsung sejak dahuludan tidak diragukan lagi eksistensinya.
Pendidikan telah dimulai sejak manusia hadir di muka bumiini dalam bentuk
pemberian warisan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dari para orang tua
dalam mempersiapkan anak-anaknya menghadapi kehidupan dan masa depannya
mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam hidupnya. Pendidikan adalah
proses pelatihan dan pengembangan pengetahuan, keterampilan, pikiran,
karakter, dan seterusnya, khususnya lewat pendidikan formal.proses pelatihan
dan pengembangan pengetahuan untuk mempertinggi kualitas keterampilan dan
menyelesaikan berbagai permasalahan hidup yang dihadapinya. (Sagala, 2013:
42)
Pendidikan juga diartikan sebagai proses memanusiakan anak manusia yaitu
menyadari akan manusia yang merdeka. Manusia yang merdeka adalah manusia
yang kreatif yang terwujud di dalam budayanya. Manusia dibesarkan di dalam
habitusnya yang membudaya, dia hidup di dalam budayanyadan dia menciptakan
atau merekonstruksi budayanya itu sendiri. (Tilaar, 2005: 112)
Pendidikan juga diartikan sebagai upaya mencerdaskan bangsa,
menanamkan nilai-nilai moral dan agama, membina kepribadian, mengajarkan
pengetahuan, melatih kecakapan, keterampilan, memberikan bimbingan, arahan,
tuntunan, teladan, disiplin dan lain sebagainya. Pendidikan diberikan kepada
anak, remaja, orang dewasa, bahkan usia lanjut, dan berlangsung dalam
lingkungan keluarga, sekolah, perguruan, diklat, dalam masyarakat, serta
berbagai satuan lingkungan kerja. Secara umum, pendidikan berkenaan dengan
peningkatan kualitas manusia, pengembangan potensi, kecakapan dan
karakteristik generasi muda ke arah yang diharapkan masyarakat. (Sukmadinata
dan Syaodih, 2012: 1)
12
Pendidikan pada dasarnya merupakan indikator pengembangan sumber daya
manusia yang unggul yang dapat berkontribusi terhadap pembangunan Negara.
Pendidikan merupakan modal dasar pembangunan manusia. Mengingat
pentingnya pendidikan manusia, PBB menuangkannya dalam 8 tujuan
pembangunan melenium pada butir ke 2 yaitu mencapai pendidikan dasar
universal. Indeks pendidikan menjadi salah satu indeks dalam perhitungan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Untuk meningkatkan IPM di suatu
wilayah, maka harus meningkatkan Indek Kesehatan atau Indeks Pendidikan
serta Indeks Kemampuan Daya Beli. Dengan pendidikan yang semakin tinggi
maka IPM sebuah daerah akan semakin tinggi pula. (Amaliah, 2015: 234)
Dalam pendidikan, tidak hanya terjadi dilembaga formal saja, akan tetapi
diberbagai lembaga non-formal pun termasuk dalam indikator pendidikan. ada
beberapa indikator yang sering digunakan untuk mengukur pencapaian
kesetaraan gender pada bidang pendidikan selain angka putus sekolah, di
antaranya seperti Angka Melek Huruf (AMH), Angka Partisipasi Kasar (APK)
dan Angka Partisipasi Murni (APM).
Angka Melek Huruf (AMH) adalah merupakan salah satu indikator
pencapaian gender pada bidang pendidikan dan penduduk yang berusia 15-24
tahun. Kelompok penduduk usia sekolah ini adalah kelompok penduduk usia
produktif, sebagai sumber daya pembangunan yang seharusnya memiliki
pendidikan yang memadai dan keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan yang
layak. Oleh karenaitu dianggap sangat penting untuk melihat perkembangan
indikator ini. Secara nasional rata-rata buta huruf perempuan lebih tinggi
disbanding dengan laki-laki. Dalam aspek ini, baik perempuan dan laki-laki
kelompok umur 15-24 tahun membutuhkan intervensi pemerintah dan
masyarakat agar mereka tidak buta huruf dan mampu mengakses lapangan
pekerjaan. (Amaliah, 2015: 234)
Indikator pendidikan selanjutnya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK).
Angka partisipasi kasar menurut “The UNGuidelines Indicators for Monitoring
the Millenium Development Goals” angka ini lebih baik dari perbandingan
jumlah absolute murid laki-laki dan perempuan. Menurut Biro Pusat Statistik
(BPS) Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah proporsi anak sekolah pada suatu
jenjang tertentu. Sejak tahun 2007 pendidikan nonformal seperti (paket A, paket
B dan paket C) turut diperhitungkan. Dengan tujuan menunjukkan tingkat
partisipasi penduduk secara umum pada suatu tingkat pendidikan. hal ini berarti
APK yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat partisipasi sekolah, tanpa
memperhatikan ketepatan usia sekolah pada jenjang pendidikannya. Jika nilai
APK mendekati atau lebih dari 100% menunjukkan bahwa ada penduduk yang
sekolah belum mencukupi umur atau melebihi umur yang seharusnya. Hal ini
juga dapat menunjukkan bahwa wilayah tersebut mampu menampung penduduk
usia sekolah lebih dari target sesungguhnya. (Amaliah, 2015: 234-235)
Indikator lain yang sering digunakan untuk mengukur pencapaian kesetaraan
gender dalam bidang pendidikan adalah Angka Partisipasi Murni (APM). Angka
partisipasi murni merupakan indikator yang lebih baik disbanding dengan
indikator APK, sebab APK biasanya digunakan ketika APM-nya masih jauh dari
13
100 persen. APK dapat mencapai lebih dari 100 persen, sedangkan APM
semestinya maksimal 100 persen. APM dapat menjadi lebih dari 100 persen
kalau banyak siswa luar daerah masuk kesuatu daerah untuk bersekolah. Hal ini
sering terjadi di kota-kota besar karena fasilitas yang lebih memadai. Menurut
Biro Pusat Statistik (BPS) APM adalah proporsi penduduk pada kelompok umur
jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada
kelompok umur tersebut. Untuk mengukur daya serap sistem pendidikan
terhadap penduduk usia sekolah. Jadi APM menunjukkan seberapa banyak
penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan
sesuai pada jenjang pendidikannya. Jika APM=100, berate seluruh anak usia
sekolah dapat sekolah tepat waktu. (Amaliah, 2015: 234-235)
Berdasarkan proposisi-proposisi di atas, dapat dikemukakan bahwa
pendidikan adalah sebuah upaya dan usaha secara sengaja yang dilakukan oleh
orang dewasa atau pendidik kepada anak-anak untuk menjadikan anak-anak
manusia yang berguna bagi diri sendiri dan masyarakat. Selain itu juga
pendidikan merupakan proses pematangan hidup, yang menjadikan seseorang
tumbuh dengan bakat dan minat yang ada di dalam dirinya, serta untuk
membantu manusia memperoleh kehidupan yang lebih bermakna baik secara
individu maupun kelompok. Pendidikan juga tidak hanya membantu
menumbuhkan perkembangan jasmani akan tetapi juga membantu menumbuhkan
perkembangan rohani seseorang agar menjadi lebih baik.
Pendidikan juga mempunyai makna yang penting dalam kehidupan. Hal
tersebut tidak dapat dipungkiri atau ditolak oleh individu maupun masyarakat,
Karena dengan pendidikan dapat mengukur maju mundurnya sebuah Negara.
Dalam konteks kehidupan sosio kultural, pendidikan bukan hanya sebagai
institusi untuk mentransfer pengetahuan, akan tetapi juga sebagai institusi yang
berdimensi sosial. Oleh sebab itu pendidikan harus dapat memberikan informasi
yang baik agar dapat membantu peserta didik mempersiapkan menghadapi
kondisi kehidupan di dunia yang semakin berubah-ubah.
Jadi pendidikan berarti mengajarkan segala hal yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmani maupun rohani. Pendidikan
juga adalah usaha untuk membina dan membentuk pribadi siswa agar bertakwa
kepada Allah swt, cinta kasih terhadap orang tua dan sesamanya dan kepada
tanah airnya.
Hal yang terpenting di sini adalah proses melatih anak atau peserta didik
yang dirancang dalam bentuk pengalaman belajar untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan potensi yang dimiliki oleh anak atau peserta
didik sebagai modal untuk memmenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Pendidikan juga memberikan layanan akademik melalui proses keterlaksanaan
pendidikan yang dipandu oleh aturan yang berlaku. Pendidikan juga tidak hanya
dilakukan dilembaga formal saja yang terbatas ruang dan waktu. Pendidikan
dapat berlangsung diberbagai lingkungan, seperti lingkungan keluarga, sekolah,
tempat kerja dan lingkungan masyarakat. Inti dari pendidikan tersebut adalah
interaksi antara peserta didik dengan pendidik, untuk mencapai tujuan
pendidikan.
14
2. Tujuan Pendidikan
Dalam setiap kegiatan, idealnya tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut harus
diterapkan terlebih dahulu. Dengan demikian, ruang lingkup dan arah perjalanan
kegiatan tidak akan menyimpang. Sebuah kegiatan yang tanpa tujuan akan
menjadikan sasaran dan orientasinya kabur tanpa arah. Akibatnya, program dan
kegiatannya menjadi tidak teratur. Selain itu juga tujuan merupakan parameter
keberhasilan kegiatan yang telah dilaksanakan. Dengan demikian tujuan
merupakan sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
yang melakukan suatu kegiatan. Tujuan juga berfungsi sebagai arah atau
pedoman yang harus ditempuh dalam melaksanakan kegiatan. (Muhajir, 2011:
85)
Perbuatan mendidik diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu yaitu
tujuan pendidikan. Tujuan-tujuan itu bisa menyangkut kepentingan peserta didik
sendiri, kepentingan masyarakat dan tuntutan lapangan pekerjaan. Proses
pendidikan terarah pada peningkatan penguasaan penegtahuan, kemampuan,
keterampilan, pengembangan sikap dan dan nilai-nilai dalam rangka
pembentukan dan pengembangan diri peserta didik. Perbuatan pendidikan selalu
diarahkan kepada kemaslahatan dan kesejahteraan peserta didik dan masyarakat.
Karena tujuannya positif maka proses pendidikannya juga harus selalu positif,
konstruktif, normatif. Tujuan yang normative tidak mungkin dapat dicapai
dengan perbuatan yang tidak normatif. Oleh karena itu kepada guru sebagai
pendidik dituntut untuk selalu berbuat, berprilaku, berpenampilan sesuai norma-
norma. (Sukmadinata dan Syaodih, 2012: 1)
Seiring dengan beberapa pendapat mengenai pendidikan, tujuan-tujuan
dalam pendidikanpun dicetuskan, antaranya adalah sebagai penuntun,
pembimbing dan petunjuk arah bagi peserta didik agar mereka dapat tumbuh
dewasa sesuai dengan potensi dan konsep diri yang sebenarnya, sehingga mereka
dapat tumbuh, bersaing dan mempertahankan kehidupannya di masa depan yang
penuh dengan tantangan dan perubahan. Selain itu juga dalam pendidikan
nasional memiliki tujuan yakni pertama, mengembangkan potensi keimanan dan
ketajwaan. Keimanan dalam pandangan Islam bukan sekedar percaya dan yakin
kepada Allah swt, tetapi juga bertawakal dan patuh untuk meninggalkan
larangan-Nya dan melaksanakan perintah-Nya dengan penuh keikhlasan. Kedua,
terbentuknya akhlak mulia di kalangan para peserta didik. Ketiga, membentuk
peserta didik yang sehat. Tentu saja sehat jasmani dan sehat rohani. Keempat,
mencetak peserta didik yang berilmu. Kelima, mencetak peserta didik yang
cakap. Keenam, pembentukan jiwa mandiri di kalangan peserta didik.
(Mulyasana, 2011: 7-9)
Tujuan pendidikan menurut John Dewey yang dikutip oleh Ngalim Purwanto
adalah membentuk manusia untuk menjadi warga Negara yang baik. Untuk iyu,
di sekolah diajarkan segala sesuatu kepada anak yang perlu bagi kehidupannya
dalam masyarakat, sebagai anggota masyarakat dan warga Negara. (Purwanto,
2009: 24)
Menurut Plato yang dikutip oleh Dr. M. Sukardjo dalam bukunya yang
berjudul Landasan Pendidikan, mengatakan bahwa tujuan pendidikan
sesungguhnya adalah penyadaran terhadap self knowing dan self realization
kemudian inquiry dan reasoning and logic. Artinya adlah tujuan pendidikan
15
memberikan penyadaran terhadap apa yang diketahuinya, kemudian pengetahuan
tersebut harus direalisasikan sendiri dan selanjutnya mengadakan penelitian serta
mengetahui hubungan kausal yaitu alasan dan alur pikirnya. Sedangkan menurut
Aristoteles tujuan pendidikan adalah penyadaran terhadap sel realization, yaitu
kekuatan efektif, kekuatan untuk menghasilkan dan potensi untuk mencapai
kebahagiaan hidup melalui kebiasaan dan kemmapuan berpikir rasional.
(Sukardjo dan Komarudin, 2009: 14)
Tujuan pendidikan juga adalah untuk menjadikan manusia atau peserta didik
yang lebih baik antara lain seperti:
a. Sadar Tuhan. Artinya sadar akan Tuhan dan keesan-Nya dalam setiap
melihat penciptaan-Nya.
b. Memiliki prinsip. Manusia harus mempunyai prinsip-prinsip moral dan
komitmen untuk melakukan perenungan diri, pengarahan diri, tindakan
bermoral, dengan menekankan pada integritas, kejujuran, kasih saying dan
adil.
c. Berpengetahuan. Peserta didik dituntut untuk mempunyai pengetahuan yang
mendalam terhadap apa yang dipelajarinya dan memngalami perubahan-
perubahan yang signifikan terhadap jati dirinya.
d. Seimbang. Memahami wilayah dan pentingnya keseimbangan dan kebaikan
dalam kedihupan pribadi dan kelompok, serta secara kontinu terus berusaha
untuk memelihara karakter tersebut.
e. Kooperatif. Mempunyai pemahaman akan pentingnya komunikasi,
kerjasama, keadilan dan persaudaraan yang baik dalam memlihara
kerukunan antar individu maupun social.
f. Memiliki komitmen. Memiliki komitmen untuk selalu konsisten pada
prinsip-prinsip dan praktek islami, khususnya dalam kehidupan sehari-hari
sebagai makhluk sosial.
g. Berorientasi kepada kemaslahatan. Mempunyai sifat perhatian, asuh,
melayani dan aktifitas sosial serta kemitmen untuk menciptakan
kemaslahatan di dunia. (Zainudin, 2008: 118)
Tujuan pendidikan menurut Undang-undang No.4 Tahun 1950 Republik
Indonesia adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang
demokratis, serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah
air. (Yunus, ttp: 13)
Para pendiri Republik tampak demikian sadar bahwa mencerdaskan
kehidupan bangsa, memajukan kebudayaan nasional merupakan bagian utama
dari membangun Negara kebangsaan melalui diselenggarakannya pendidikan
nasional (pasal 31 ayat 1). Ketentuan hukum Pemerintah Republik Indonesia
sejak tahun 1950, baik melalui UU No.4 tahun 1950, maupun UU No.2 tahun
1989 menegaskan tujuan pendidikan nasional adalah menyiapkan generasi muda
yang bertanggung jawab terhadap kejayaan, kelestarian, dan tetap menegakkan
Negara Indonesia. (Soedijarto, 2003: 110)
16
Rumusan tujuan pendidikan menurut MPRS Nomor II Tahun 1960, yang
berbunyi: “Tujuan pendidikan ialah mendidik anak ke arah terbentuknya manusia
berjiwa Pancasila dan bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat
sosialis Indonesia yang adil dan makmur dan spiritual. (Sabri, 2005: 44)
Sedangkan pendidikan di Era Reformasi (Otonomi Pendidikan) dapat dilihat
dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
merupakan revisi dari UU No 2 tahun 1989 di atas. Dalam undang-undang ini
disebutkan: “agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menajdi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. (Arief, 2005:
19)
Tujuan pendidikan dalam pandangan Islam adalah membimbing dan
membentuk manusia menjadi hamba Allah yang shaleh, teguh imannya, taat
beribadah, berakhlak terpuji. Bahkan keseluruhan gerak dalam hidup setiap
muslim, mulai dari perbuatan, perkataan dan tindakan apapun yang dilakukannya
dengan niat mencapai ridha Allah, memenuhi segala perintah-Nya, dan menjauhi
segala larangan-Nya adalah ibadah. Maka untuk melaksanakan semua tugas
kehidupan tersebut, baik bersifat pribadi maupun sosial, perlu dipelajari dan
dituntun dengan iman dan akhlak terpuji. (Daradjat, 1995: 40)
Tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun yang dikutip oleh Muhammad
Kosim bahwa tujuan pendidikan tentunya tidak terlepas dari cara pandang
seseorang terhadap hakikat manusia itu sendiri. Ibnu Khaldun pun juga membagi
tujuan pendidikan itu dalam tiga hal yaitu:
a. Tujuan peningkatan pemikiran. Ibnu Khaldun memandang bahwa salah satu
tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada akal untuk lebih
giat dan melakukan aktivitas. Hal ini dapat dilakukan melalui proses
menuntut ilmu dan keterampilan. Dengan menuntut ilmu dan keterampilan,
seseorang akan dapat meningkatkan kegiatan potensi akalnya. Di samping
itu, melalui potensinya, akal akan mendorong manusia untuk memperoleh
dan melestarikan pengetahuan.
b. Tujuan peningkatan kemasyarakatan. Dari segi peningkatan
kemasyarakatan, menurut Ibnu Khaldun tujuan pendidikan adalah untuk
meningkatkan taraf hidup manusia kea rah yang lebih baik. Semakin
dinamis budaya suatu masyarakat, maka akan semakin bermutu dan dinamis
pula keterampilan di masyarakat tersebut. Oleh karena itu manusia
seyogyanya senantiasa berusaha memperoleh ilmu dan keterampilan
sebanyak-banyaknya, sebagai salah satu cara membantunya untuk dapat
hidup dengan baik dalam masyarakat yang dinamis dan berbudaya. Selain
itu juga pendidikan bertujuan untuk mendorok terciptanya tatanan
kehidupan masyarakat kea rah yang lebih baik.
c. Tujuan dari segi rohaniah. Menurt Ibnu Khaldu tujuan pendidikan dari segi
rohaniah ini untuk menjadikan manusia mampu menjalankan tugas dan
perannya sebagai hamba Allah. Tugas dan peran tersebut akan terlaksana
dengan baik bilamana setiap aktivitasnya didasari dengan iman, ilmu dan
amal secara integral. (Kosim, 2012: 58-60)
17
Secara lebih operatif, hakikat tujuan pendidikan dalam pandangan Islam
dapat dirumuskan sebagai usaha untuk mewujudkan perubahan manusia menuju
kepada kebaikan, baik pada tingkah laku individu maupun pada kehidupan
masyarakat di lingkungan sekitar. Adapun dari segi bentuk dan sasarannya,
tujuan pendidikan diklasifikasikan menjadi empat macam yaitu:
a. Tujuan pendidikan jasmani. Tujuan pendidikan ini digunakan untuk
mempersiapkan diri manusia sebagai pengemban tugas khalifah di muka
bumi melalui pelatihan dan berbagai keterampilan fisik atau memiliki
kekuatan dari segi fisik.
b. Tujuan pendidikan ruhani. Tujuan ini dimaksud untuk meningkatkan jiwa
kesetiaan kepada Allah semata dan melaksanakan moralitas islami yang
diteladankan oleh Rasulullah.
c. Tujuan pendidikan akal. Tujuan ini merupakan pengarahan intelegensi atau
kecerdasan untukuntuk menentukan kebenaran dan sebab-sebabnya dengan
melakukan telaah terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah sehingga dapat
menumbuhkan iamn kepada-Nya.
d. Tujuan pendidikan sosial. Tujuan ini merupakan pembentukan kepribadian
utuh dari subtansi fisik dan psikis manusia. Identitas individu di sini
tercermin sebagai manusia yang hidup pada masyarakat heterogen.
(Muhajir, 2011:87-88)
Allah pun berfirman mengenai tujuan pendidikan yaitu membina manusia
agar menjadi hamba Allah yang sholeh dengan seluruh aspek kehidupannya,
perbuatan, pikiran dan perasaan.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.” (QS. Al-Dhariyat: 56)
Penjelasan ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah manusia hendaknya
berlari menuju Allah swt. Untuk berlindung dan memperoleh rahmat. Allah
menciptakan jin dan manusia tidaklah untuk satu manfaat yang akan kembali
kepada-Nya. Ibadah kepada Allah harus tertuju kepada Allah semata, tidak
kepada selain-Nya, karena dalam ayat tersebut menggunakan kata aku, bukan
kami. Selain itu juga, menjadikan tujuan hidup sebagai ibadah, bukan berarti
menjadikan fokus kegiatan adalah ibadah murni, seperti shalat dan puasa atau
mengucapkan berbagai bacaan zikir sehingga menyita semua waktu, tetapi ibadah
yang dimaksud adalah menjadikan semua aktivitas apappun bentuknya, sejalan
dengan tuntunan agama-Nya dan dilakukan karena-Nya. (Shihab, 2012: 61)
Selain untuk menjadikan hamba Allah yang mengabdi kepada-Nya dan lebih
mengenal Allah, berdasarkan ayat tersebut tujuan pendidikan adalah untuk
menciptakan hamba Allah yang memiliki karakter shaleh secara sosial.
Sebagaimana firman Allah
18
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung)
keselamatan.” (QS. Al-Furqan: 63)
Penjelasan ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah dalam ayat ini
menguraikan sifat-sifat hamba Allah. Dan dalam ayat tersebut dijelaskan ada dua
sifat yaitu senantiasa berjalan di atas bumi dengan lemah lembut, rendah hati,
serta penuh wibawa, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka dengan
sapaan yang tidak wajar atau mengundang amarah, mereka berucap salam, yakni
mereka membiarkan dan meninggalkannya, atau mereka berdoa untuk
keselamatan semua pihak. Dari penjelasan ayat tersebut dapat diambil pelajaran
seperti, salah satu tanda keislaman yang baik adalah berjalan tanpa hura-hura
serta berinteraksi dengan semua pihak, yang menghasilkan ketentraman dan
kedamaian. Selain itu kejahilan bukan sekedar kedangkalan pengetahuan, tetapi
juga kehilangan kontrol diri sehingga melakukan hal-hal yang tidak wajar, baik
atas dorongan nafsu, kepentingan sementara, maupun menciptakan kepicikan
pandangan, serta mengabaikan nilai-nilai ajaran ilahi. (Shihab, 2012: 662)
Tujuan pendidikan dari segi pengembangan potensi manusia yang
terkandung dalam al-Qur‟an adalah untuk mengembangkan potensi manusia
seoptimal mungkin untuk dapat difungsikan sebagai sarana bagi pemecahan
masalah-masalah yang ada dalam kehidupan, pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta budaya manusia dan pengembangan sikap iman dan takwa
kepada Allah swt. Tujuan pendidikan dalam al-Qur‟an adalah untuk membentuk
pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang
berbentuk jasmaniah atau rohaniah, menumbuhkan hubungan harmonis setiap
pribadi dengan Allah, dengan sesama dan dengan alam semesta. (Muhajir, 2011:
251)
Di dalam al-Qur‟an pendidikan memiliki tiga segi tujuan yaitu tercapainya
tujuan habl min Allah (hubungan dengan Allah), tercapai tujuan habl min al-nas
(hubungan dengan manusia) dan tercapai tujuan habl min al-„alam (hubungan
dengan alam). Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah sebagai berikut:
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan
mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi
kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan
membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan
mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Ali-Imran: 112)
19
Penjelasan ayat di atas adalah kehinaan telah ditimpakan kepada mereka
(orang yahudi) di mana pun mereka berada dan mereka juga ditimpa murka-Nya,
kecuali jika ada bantuan dari Allah swt dengan beriman kepada-Nya atau bantuan
dari sesama manusia. Apa yang ditimpakan kepada mereka disebabkan karena
kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allah swt. Serta pembunuhan mereka
terhadap banyak nabi. Kekufuran dan pembunuhan itu karena mereka sering kali
melakukan kedurhakaan dan melampaui batas. Dari penjelasan tersebut pelajaran
yang dapat dipetik adalah tanpa beriman dengan benar dan menegakkan kontrol
sosial, maka kaum muslim tidak wajar menyandang sifat “umat terbaik”.
(Shihab, 2012: 128-129)
Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A‟raf: 56)
Penjelasan ayat di atas adalah dilarang membuat kerusakan di atas muka
bumi dan diperintahkan untuk berdoa serta beribadah kepada-Nya dalam keadaan
takut sehingga lahir kekhusyukan dan dorongan yang lebih besar untuk mentaati-
Nya dan dalam keadaan penuh harapan terhadap anugerah-Nya, termasuk
pengabulan doa. Ayat tersebut juga menjelaskan rahmat Allah swt amat dekat
dengan orang-orang yang berbuat baik. Pelajaran yang dapat dipetik dari ayat
tersebut adalah:
a. Allah swt yang menundukkan alam raya untuk dimanfaatkan manusia bukan
manusia yang menundukkannya, dengan demikian manusia tidak boleh
merasa angkuh terhadap alam, tetapi hendaknya bersahabat dengannya dan
bersyukur dengan jalan mengikuti semua tuntunan-Nya, baik yang berkaitan
dengan alam raya maupun diri manusia sendiri. Karena itu, Islam tidak
mengenal istilahpenundukkan alam, apalagi istilah tersebut memberi kesan
permusuhan dan penindasan.
b. Doa hendaknya dilakukan dan dipanjatkan dengan khusyu, ikhlas, rendah
hati, menampakkan kebutuhan sehingga mendesak-Nya, tetapi itu dilakukan
dengan suara yang tidak keras sehingga tidak pula dibuat-buat karena dapat
merupakan bentuk pelampauan batas. Berdoa juga harus optimis dengan
rahmat dan pengabulan doa-Nya. (Shihab, 2012: 433-435)
Secara garis besar tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk mewujudkan
perubahan menuju pada kebaikan, baik pada tingkah laku individu maupun pada
kehidupan masyarakat di lingkungan sekitarnya. Proses pendidikan terkait
dengan kebutuhan dan tabiat manusia. Sementara tabiat manusia tidak lepas dari
tiga unsur yaitu jasad, ruh dan akal. Karena itu tujuan pendidikan dalam Islam
20
secara umum dibangun berdasarkan tiga komponen tersebut, yang masing-
masing harus dijaga keseimbangannya. (Muhajir, 2011: 254)
Selain yang dijelaskan dalam al-qur‟an mengenai tujuan pendidikan, dalam
hadits juga dijelaskan mengenai tujuan pendidikan yaitu:
“Dari Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah saw bersabda: “seorang mukmin
yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah, dan
pad masing-masing adalah baik. Usahakan sungguh-sungguh mengerjakan
sesuatu yang berguna bagi engkau, mintalah bantuan kepada Allah dan jangan
engkau lemah. Jika engkau terkena suatu musibah, jangan engkau mengatakan:
andaikan saya berbuat begini niscaya begini. Akan tetapi katakanlah: telah
ditakdirkan Allah dan sesuatu yang dikehendaki Allah pasti terjadi.
Seseungguhnya kata “andai kata” membuka perbuatan syaitan.” (HR. Muslim)
Penjelasan hadits di atas adalah membentuk manusia mukmin yang kuat atau
berkualitas baik dari segi jasmani maupun segi rohani. Mukmin berkualitas ini
lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin yang lemah. Al-
Qurthuby menjelaskan makna mukmin kuat dalam kitab al-Falihin yang dikutip
oleh Abdul Majid Khon, adalah mukmin yang kuat badan dan jiwanya serta kuat
cita-citanya untuk melaksanakan tugas-tugas ibadah seperti haji, berpuasa dan
amar ma‟ruf nahi munkar. Al-Sundy pensyarah Sunan Ibnu Majah juga
menjelaskan makna mukmin kuat adalah kuat dalam berbuat kebaikan, kuat
bertahan dalam melaksanakan taat, kuat sabar ketika tertimpa musibah dan
bangkit mengatur maslahat dengan memperhatikan berbagai sebab dan berpikir
tentang akibat. Imam An-Nawawi dalam syarah Muslim juga mengatakan makna
kuat adalah memiliki jiwa yang kuat bercita-cita dalam urusan akhirat, segera
berjuang(berjihad) melawan musuh, kuat bercita-cita dalam amar ma‟ruf nahi
munkar, sabar atas segala penderitaan, mencintai shalat, puasa dan ibadah
lainnya, serta memelihara sebaik mungkin. (Khon, 2012: 165-166)
a. Penelusuran Hadits Penelusuran hadis dilakukan ke berbagai buku induk hadis yang masih
lengkap sanad dan matannya. Cara pencariannya dengan metode takhrij dengan
menggunakan lafadz-lafadz yang terdapat dalam matan hadis. Pemilihan metode
ini dianggap relatif lebih mudah untuk menelusuri hadis yang sedang diteliti
dengan cara memilih salah satu lafadz yang terdapat dalam rangkaian matan hadis
sebagai kata kunci.
21
Berdasarkan metode di atas, maka peneliti menggunakan software Al-Maktabah
Al-Syâmilah. Dengan menggunakan kata kunci yang berbeda ditemukan redaksi
yang beragam pula. Dengan menggunakan kata kunci
ditemukan redaksi hadis
Masing-masing terulang dalam:
1) Shahih Muslim, bab fil Amri bil Quwwah wa Tarkil „Ajzi, juz 4, halaman
2052
2) Sunan Al-Baihaqi, bab Fadhl Al-Mu‟min Al-Qawiy, juz 2, halaman 237
3) Sunan Ibnu Majah, bab At-Tawakkal wa Al-Yaqin, juz 2, halaman 1395
22
4) Sunan Al-Nasa‟I Al-Qubra, bab Ma Yaqulu Idza Ghalabatul Amr, juz 6,
hal. 159
b. Takhrij Hadits
Fokus penelitian dalam hal ini adalah riwayat imam Ibnu Mâjah dengan
transmisi periwayatan seperti terlihat pada bagan di bawah ini:
23
JALUR IMAM MUSLIM
1. Abi Hurairah
a. Nama Lengkap
Abu Hurairah Al-Dausi Al-Yamani. Seorang penghafal Al-Qur‟an dari kalangan
sahabat pada tingkatan ke 2. meninggal pada tahun 57 H.
b. Guru
Kurang lebih berjumlah 9 orang, diantaranya:
1) Muhammad SAW
2) Abu Bakar Al-Shiddiq
3) Umar bin Khattab
4) Ubay bin Ka‟ab
c. Murid
Kurang lebih berjumlah 213 orang, diantaranya:
1) Abdurrahman bin Hamzh Al-A‟raj
2) Ibrahim bin Ismail
3) Anas bin Malik
4) Zaid bin Aslam
2. Al-A‟raj
a. Nama Lengkap
Abdurrahman bin Harmaz Al-A‟raj. Kunyahnya adalah Abu Daud Al-Madani.
Seorang tabi‟in pada tingkatan ke 3. Meninggal pada tahun 117 H.
b. Guru
Kurang lebih berjumlah 33 orang, diantaranya:
1) Abu Hurairah
2) Al-Saib bin Yazid
3) Sulaiman bin Yasar
4) Abdullah bin Abbas
c. Murid
Kurang lebih berjumlah 42 orang, diantaranya:
1) Muhammad bin Yahya
2) Ayyub Al-Sukhtiyani
3) Ja‟far bin Rabiah
4) Daud bin Al-Husin
3. Muhammad bin Yahya bin Habban
a. Nama Lengkap
Muhammad bin Yahya bin Habban Al-Anshari. Kunyahnya adalah Abu
Abdullah. Seorang tabi‟in pada tingkatan ke 4. Meninggal pada tahun 121 H.
b. Guru
Kurang lebih berjumlah 21 orang, diantaranya:
1) Abdurrahman bin Harmaz Al-A‟raj
2) Anas bin Malik
3) Ibad bin Tamim
4) Abdullah bin Amr
c. Murid
Kurang lebih berjumlah 19 orang, diantaranya:
1) Rabi‟ah bin Utsman
24
2) Ismail bin Umayyah
3) Abdul Hamid bin Ja‟far
4) Musa bin Uqbah
4. Rabi‟ah bin Utsman
a. Nama Lengkap
Rabi‟ah bin Utsman Al-Taymiy. Kunyahnya Abu Utsman Al-madani. Seorang
tabi‟in pada tingkatan ke 6. Meninggal pada tahun 154 H
b. Guru
Kurang lebih berjumlah 12 orang, diantaranya:
1) Muhammad bin Yahya bin Habban
2) Zaid bin Aslam
3) Said bin Ibrahim
4) Utsman bin Abi Sulaiman
c. Murid
Kurang lebih berjumlah 42 orang, diantaranya:
1) Abdullah bin Idris
2) Ja‟far bin Aun
3) Hatim bin Isma‟il Al-madani
4) Abdullah bin Al-Mubarak
5. Abdullah bin Idris
a. Nama Lengkap
Abdullah bin Idris Al-Za‟afiri. Kunyahnya adalah Abu Muhammad Al-Kufi.
Seorang tabi‟in pada tingkatan ke 8. Menginggal pada tahun 192 H
b. Guru
Kurang lebih berjumlah 42 orang, diantaranya:
1) Rabi‟ah bin Utsman
2) Ismail bin Abi Khalid
3) Abu Bakar Jibril bin Ahmad
4) Adud bin Abi Hindun
c. Murid
Kurang lebih berjumlah 53 orang, diantaranya:
1) Abu Bakar bin Abi Syaibah
2) Ibrahim bin Mahdi
3) Ahmad bin Nasih
4) Qutaibah bin Said
6. Abu Bakar bin Abi Syaibah
a. Nama Lengkapnya
Abu Bakar bin Abi Syaibah Al-Kufi. Seorang tabi‟in pada tingkatan ke 10.
Wafat pada tahun 235 H.
b. Guru
Kurang lebih berjumlah 42 orang, diantaranya:
1) Abdullah bin Idris Al-Za‟afiri
2) Ahmad bin Abdullah bin Yunus
3) Ismail bin Iyasy
4) Hafsh bin Ghiyats
25
c. Murid
Kurang lebih berjumlah 42 orang, diantaranya:
1) Bukhari
2) Muslim
3) Abu Daud
4) Ibnu Majah
c. Kesimpulan
Dari hasil pencarian yang dilakukan oleh penulis mengenai kualitas hadits ini,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Berdasarkan ketersambungan sanad, ketsiqohan (keadilan dan kedhabitan),
dan tidak adanya syudzuz dan „Illat dalam sanad Ibnu Majah tersebut dalam
kategori hadits hasan li ghoirihi karena dikuatkan oleh perawi yang terkenal,
sehingga derajat hadits ini meningkat.
2) Ditinjau dari segi matan ada perbedaan redaksi atau lafal dalam periwayatan
hadits, karena kebanyakan periwayatan hadits dilakukan secara maknawi.
Maka perbedaan lafal hadits menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam
periwayatan hadits, sehingga hadits ini tidak terjadi syudzuz dan Illat
disebabkan hanya ada penambahan kalimat yang sifatnya lebih menguatkan
dari makna hadits tersebut. Hadits ini juga tidak bertentangan dengan
Alquran. Sehingga bisa dikatakan kualitas matannya adalah Shahih.
3) Berdasarkan data di atas dapat ditentukan bahwa hadits utama tersebut dari
segi sanad telah memenuhi asas ketersambungan sanad tanpa mengalami
keterputusan perawi, karena perowi yang meriwayatkannya memiliki
hubungan guru dan murid, sehingga dapat disimpulkan hadits ini merupakan
hadits Masyhur – Shahih dari segi sanad. Hal ini jika didasarkan pada kriteria
yang dibuat oleh Subhi Shalih bahwa yang disebut hadits masyhur adalah
hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih dalam setiap thabaqatnya.
4) Sebagian ulama berhujjah dengan hadits ini dengan menyatakan bahwa ia
hadits yang Shahîh dan Muttashil (bersambung mata rantai periwayatnya
hingga kepada Rasulullah.
Hadits di atas juga menjelaskan bahwa mendidik manusia agar menjadi
orang kuat baik kuat fisik maupun mental, jasmani dan rohani. Sebagaimana
firman Allah swt:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.
26
apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan
cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Anfal: 60)
Penjelasan ayat di atas adalah mengingatkan kaum muslim agar
mempersiapkan diri untuk menghadapi musuh dengan apa yang mampu untuk
disiapkan berupa kekuatan apa saja, seperti kuda-kuda yang ditambat untuk
persiapan perang. Tujuan persiapan itu adalah untuk menggentarkan musuh Allah
swt. Dikarenakan persiapan tersebut membutuhkan biaya, maka Allah
memerintahkan untuk menafkahkan harta di jalan Allah, walau sekecil apapun
akan dibalas dengan cukup, tanpa dirugikan. Pelajaran yang dapat dipetik dari
ayat tersebut adalah persiapan menghadapi musuh dengan kekuatan fisik dan
mental adalah kewajiban Negara dan masyarakat, namun itu bukan bertujuan
menindas atau menjajah dan meneror, tetapi untuk menghalangi pihak lain yang
bermaksud melakukan agresi. (Shihab, 2012: 530-531)
Dari dalil-dalil di atas bahwa manusia harus mengetahui akan artinya
pendidikan dan tujuan dari pendidikan tersebut. Karena dalam Islam pun di
jelaskan tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian manusia yang kuat
jasmani dan rohani serta nafsaninya (jiwa) yakni kepribadian muslim yang
dewasa. Sesuai dengan pengertian pendidikan Islam yaitu bimbingan atau
pertolongan secara sadar yang dilakukan oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani yang di didik kea rah kedewasaan menuju terbentuknya
kepribadian Muslim. (Khon, 2012: 167)
Pelajaran yang dapat dipetik dari dalil-dalil di atas adalah sebagai berikut:
a. Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia mukmin yang berkualitas baik
jasmani maupun rohani.
b. Mukmin berkualitas adalah seorang yang mampu ber-mujahadah
(mengendalikan) hawa nafsu untuk taat dan berbuat manfaat baik bagi dirinya
maupun untuk orang lain.
c. Mukmin berkualitas imannya menggabungkan usaha lahir dan batin, berusaha
keras dan memohon pertolongan kepada Allah.
d. Mukmin berkualitas ketika tertimpa suatu musibah berusaha antara mengobati
dan berserah diri kepada takdir Tuhan tanpa penyesalan. (Khon, 2012: 171)
Tujuan atau cita-cita sangat penting di dalam aktivitas pendidikan, karena
merupakan arah yang hendak dicapai. Oleh karena itu tujuan harus ada sebelum
melangkah untuk mengerjakan sesuatu. Jika pendidikan dipandang sebagai suatu
proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir.oleh
karena itu, usaha yang tidak memiliki tujuan tidak berarti apap-apa.
Berbicara tentang tujuan pendidikan, erat kaitannya dengan tujuan hidup
manusia. Hal itu disebabkan pendidikan merupakan alat yang digunakan manusia
untuk memelihara kelanjutan hidupnya, baik sebagai individu maupun
masyarakat. Oleh karena itu, tujuan pendidikan harus diarahkan sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan yang sedang dihadapi. Tujuan pendidikan selalu
dimaksudkan untuk mencapai kondisi selaras antara tuntutan dan hasil dengan
27
mereformasi berbagai rencana dan kegiatan, sehingga tidak kehilangan relevansi
dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. (Minarti, 2013: 102-103)
Tujuan pendidikan pada intinya adalah tujuan yang akan dicapai di akhir
proses pendidikan, yaitu tercapainya kedewasaan jasmani dan rohani anak didik.
Maksud kedewasaan jasmani adalah jika pertumbuhan jasmani sudah mencapai
batas pertumbuhan maksimal, maka pertumbuhan jasmani tidak akan berlangsung
lagi. Sedangkan yang dimaksud dengan kedewasaan rohani adalah anak didik
sudah mampu menolong dirinya sendiri, mampu berdiri sendiri dan mampu
bertanggung jawab atas semua perbuatannya. (Zurinal dan Sayuti, 2006: 72)
Tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang
dimiliki oleh seseorang kea rah perkembangan yang sempurna, yaitu
perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu juga tujuan
pendidikan harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat
hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau
keahlian sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang
dimilikinya. Tujuan pendidikan juga merupakan proses meningkatkan keimanan,
pemahaman dan penghayatan serta pengalaman peserta didik dalam kehidupan
pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (Siregar, 181: 1998)
Berdasarkan proposisi-proposisi di atas bahwa tujuan dari pendidikan adalah
untuk menjadikan manusia beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berilmu, berakhlak mulia dan menjadikan manusia berguna bagi diri sendiri dan
masyarakat. Tujuan pendidikan juga untuk membimbing manusia menjadi lebih
baik dan mempunyai kehidupan yang lebih layak. Selain itu juga tujuan
pendidikan adalah untuk mempersiapkan anak didik dan menumbuhkan segenap
potensi yang yang ada, baik dari segi jasmani ataupun rohaninya, agar dapat
hidup dengan sempurna, sehingga berguna bagi diri sendiri dan masyarakat.
Tujuan pendidikan juga senantiasa berorientasi pada upaya menghantarkan
peserta didik agar mampu menjawab tantangan zaman yang timbul dikehidupan
sosial yang akan datang. Selain itu juga menjadikan peserta didik agar bersikap
terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum dan nilai-nilai agama secara seimbang
dan pemikiran yang dinamis.
Jadi tujuan pendidikan pada intinya adalah mewujudkan manusia sebagai
warga Negara yang baik, membantu anak didik menjadi manusia yang mandiri
dan dapat bergaul dalam masyarakat dengan sikap berbudaya yang manusiawi,
mengembangkan potensi kemampuan anak didik sehingga mampu melaksankan
tuga dan kewajibannya dan dapat menyelesaikan masalah-masalah hidup yang
dihadapinya.
28 B. konsep Anak
Anak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah generasi kedua atau
manusia yang masih kecil. (Depdiknas, 2008: 55)
Anak, dalam perspektif pendidikan Islam biasanya diistilahkan dari akar kata al-
walad, al-ibn, al-tifl, al-syabi dan al-ghulam. Dalam pengertiannya yang identic
dengan al-walad, ia berarti keturunan yang kedua dari seseorang, atau segala sesuatu
yang dilahirkan dan juga diartikan sebagai manusia yang masih kecil. Adapun arti al-
ibn, adalah dengan anak yang baru lahir dan berjenis kelamin laki-laki (al-walad al-
dzakar). Sedangkan al-tifl adalah anak yang dalam masa usia spertumbuhannya dari
bayi sampai baligh (sampai pada usia tertentu untuk dibebani hukum syari‟at dan
mampu mengetahui hukum tersebut). Sedangkan dua kata lain yang berpengertian
anak, yaitu al-syabi dan al-ghulam, berarti anak yang massa usianya dari lahir sampai
remaja. (Muhajir, 2011:113)
Ditinjau dari perspektif terminologis yang dimaksud anak adalah bayi yang baru
lahir dengan usia 0 tahun sampai usia 14 tahun. Jadi, individu yang sudah berusia di
atas 14 tahun bukan termasuk kategori anak. Dalam Islam istilah anak ternyata tidak
tunggal. Ada banyak pembagian diantaranya masih dbedakan antara anak yang masih
belum baligh (masih kecil) dan anak yang sudah baligh. Namun, secara subtansial,
Islam menegaskan bahwa anak merupakan keturunan yang diperoleh sebagai hasil
perkawinan antara pasangan suami dan istri. (Muhajir, 2011:114)
Allah berfirman sebagai berikut:
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-
isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah
Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Furqan: 74)
Penjelasan ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah mengakhiri uraian sifat
Ibad ar-Rahman dengan menampilkan perhatian mereka kepada keluarga serta
masyarakat melalui doa yang mereka panjatkan: “Tuhan Pemelihara kami!
Anugrahilah kami, dari pasangan-pasangan hidup kami, yakni suami atau istri kami
serta anak keturunan kami, kiranya mereka semua menjadi penyejuk-penyejuk mata
kami dan orang lain melalui budi pekerti dan karya-karya yang terpuji dan jadikanlah
kami teladan bagi orang-orang bertakwa.” Pelajaran dari ayat di atas adalah perlunya
memberi perhatian, antara lain dengan memohon dianugerahi pasangan dan anak
keturunan yang saleh. (Shihab, 2012: 664)
Menurut pasal 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan
anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut definisi WHO, yang
dimaksud anak adalah sejak anak dalam kandungan sampai usia 19 tahun.
Berdasarkan Konvensi Hak Anak (KHA) yang disetujui oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 20 November 1989 dan ratifikasi Indonesia
pada tahun 1990, bagian 1 pasal 1, yang dimaksud anak adalah setiap anak yang
berusia dibawah 18 tahun. (Kemenkes RI, 2014: 2)
29
Menurut Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, anak adalah setiap
manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah,
termasuk anak yang ada di dalam kandungan. (Kemenkes RI, 2014: 2)
UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai
dengan 18 tahun. Undang-undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak,
menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum
menikah. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada
skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan
berdasarkan pertimbangan dan kepentingsn usaha kesejahteraan sosial, kematangan
pribadi dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai setelah seseorang
tersebut melampaui usia 21 tahun. (Huraerah, 2006: 19)
Menurut sudut pandang agama, khususnya agama Islam mengatakan bahwa anak
adalah makhluk yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya adalah kewenangan dan
kehendak Allah swt dengan melalui proses penciptaan. Anak juga titipan Allah swt
kepada kedua orang tua, masyarakat, bangsa dan Negara yang kelak akan
memakmurkan dunia. Oleh karena itu, anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam
pandangan Islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi
nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak
yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan
dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya di masa mendatang. (Suryabrata, Artikel
Dunia Psikologi: 2008)
Menurut sudut pandang dari aspek sosiologi, anak diartikan sebagai makhluk
ciptaan Allah swt yang senantiasa berinteraksi dalam lingkungan masyarakat, bangsa
dan Negara. Dalam hal ini anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang mempunyai
status yang lebih rendah dari masyarakat di lingkungan tempat berinteraksi. Makna
anak dalam aspek sosial ini lebih mengarah pada perlindungan kodrati anak itu
sendiri. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh sang
anak sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya
terbatasnya kemajuan anak karena anak tersebut berada pada proses pertumbuhan,
proses belajar dan proses sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa. Sedangkan
anak menurut UUD 1945 adalah subjek hukum dari hukum nasional yang harus
dilindungi, dipeliha dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak. Dengan kata lain
anak tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. (Suryabrata,
Artikel Dunia Psikologi: 2008)
Dari proposisi-proposisi di atas bahwa anak merupakan makhluk sosial yang
berusia antara usia 0 tahun sampai dengan 14,18 hingga 21 tahun yang membutuhkan
pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya, karena anak lahir
dengan segala kelemahan sehingga tanpa bantuan orang lain anak tidak mungkin
dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Anak juga merukan pribadi yang
bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Anak
juga sebagai aset bangsa dan Negara serta penerus cita-cita yang akan menentukan
masa depan bangsa dan Negara. Oleh karena itu perhatian dan perlindungan harus
diberikan kepada anak, terutama dalam hal pendidikan, anak-anak harus dibekali
dengan pendidikan yang baik agar kelak mereka dapat mengahadapi tantangan di
masa yang akan datang.
30 C. Perceraian
1. Pengertian Perceraian
Perceraian menurut bahasa adalah sebagai berikut:
At-thalaq merupakan kata yang diambil dari masa jahiliyah, digunakan tatkala
adanya perpisahan antara suami istri, ketika datang Islam, penggunaan kata talak
diperbolehkan sebagai peristilahan cerai, kata talak diambil dari isim masdar yaitu
thallaqu atau thalqo.
Asal maknanya, menghilangkan ikatan dan meninggalkan secara mutlak sama
halnya dengan perasaan. Adapun secara ma‟nawi yaitu mengikat pernikahan
secara adat kebiasaan. Kata talak digunakan sebagi hilangnya ikatan pernikahan.
(al-Ghandur, 1967: 32)
Sedangkan perceraian menurut istilah dari berbagai pendapat para ulama
adalah sebagai berikut:
a. Menurut Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa, hilangnya ikatan perniakahan
secara status dan harta benda. Dengan lafad yang diambil dari ط ل ق yang
terkadang di dalamnya keterbukaan atau tujuan yang berawal dari pernikahan
kemudian dihilangkan ikatanyya dengan talak sehingga berdampak pada status,
jika ba‟in (ada mas kawin). Atau berdampak pada harta jika talak raj‟i. Talak
pada hakikatnya adalah perkataan yang menunjukkan padanya maksud
perkataan yang mengandung makna talak.
b. Sebagian lainnya mengatakan bahwa talak adalah hilangnya ikatan pernikahan
dengan lafadz atau kata yang ditentukan/khusus. Imam Malik berpendapat
bahwa, talak adalah sifat hukmiyah hilangnya kehalalan untuk menikmati
(jima‟) anta istri dengan suaminya. Wajib diulang dua kali untuk tambahan pada
perkataan talak yang pertama sebagai tahri (larangan), dan pengertian ini, tidak
bertentangan dengan iman Hanafi dan Hambali kecuali untuk rujuk tidak bisa
dilakukan kecuali dengan niat (menurut imam maliki). Mereka (Maliki, Hanafi
dan Hambali) membolehkan rujuk dalam masa iddah tanpa syarat dan
pengucapan lafadz dan niat.
c. Menurut Iman Syafi‟i bahwa, putusnya ikatan nikah adalah dengan lafadz talak.
Sedangkan menurut an-Nawawi dalam tahzibnya membuang kepemilikan
pasangan (ikatan) dan berkata tanpa sebab maka putuslah tali pernikahan. (al-
Ghandur, 1967: 32-34 )
Menurut Sayyid Sabiq perceraian adalah “melepaskan ikatan perkawinan atau
bubarnya hubungan perkawinan”. (Sabiq, ttp: 206)
Dalam Terjemah Kitab Fathul Mu‟in, Aliy As‟ad menjelaskan bahwa talak
menurut bahasa adalah bermakna “melepaskan tali” sedangkan menurut syara‟
talak adalah melepaskan ikatan akad nikah dengan lafadz seperti yang akan
dikemukakan. (As‟ad, 1979: 135)
Talak menurut istilah adalah menghilangkan ikatan perkawinan atau
mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu sehingga
setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya.
(Ghazali, 2010: 192)
31
Selain itu juga, perceraian menurut undang-undang adalah menurut Pasal 38
UU No. 1 Tahun 1974 adalah “putusnya perkawinan.” Pengertian percerain
tersebut dijelaskan dari beberapa perspektif hukum, yaitu:
a. Perceraian dalam pengertian cerai talak, yaitu perceraian yang diajukan
permohonan cerainya oleh pihak suami kepada Pengadilan Agama, yang
dianggap terjadi dan berlaku beserta akibat hukumnya sejak perceraian itu
dinyatakan di depan siding Pengadilan Agama.
b. Perceraian dalam pengertian cerai gugat, yaitu perceraian yang diajukan
gugatan cerainya oleh pihak istri kepada Pengadilan Agama, yang dianggap
terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak jatuhnya putusan
Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
(Syaifuddin. Dkk, 2012: 20)
berdasarkan dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa talak atau
perceraian itu adalah terlepasnya suatu ikatan akad nikah antara suami dan istri.
Talak juga bisa dilakukan dengan lafad talak khusus atau bisa juga dilakukan
dengan kinayah atau kiasan. Dengan adanya perceraian atau talak ini maka
membuang seluruh kepemilikan atau ikatan antara keduanya baik dari segi harta
benda maupun yang lainnya.
Perkawinan dianjurkan salah satunya untuk menjalankan sunnah Rasul dan
Anjuran Allah SWT. Namun, dalam menjalin hubungan perkawinan, memamng
tidak jarang permasalahn muncul di dalamnya, sehingga dapat mengakibatkan
perceraian antara suami dan istri. Ikatan perkawinan tidak boleh diakhiri dengan
cara sewenang-wenang, dan tidak boleh diputuskan bagitu saja, oleh karena itu
Islam dalam persoalan perceraian mengambil jalan tengah yaitu antara
membolehkan dan melarangnya. Islam menjadikan perceraian atau talak ini adalah
sebagai solusi terakhir jika terjadi permaslahan dalam kehidupan rumah tangga
yang tidak bisa disatukan kembali. Namun, perceraian dibolehkan jika cara-cara
untuk mendamaikan keduanya sudah dilakukan tapi tetap tidak ada hasil, barulah
perceraian ditempuh sebagai solusi terakhir dalam masalah rumah tangga tersebut.
Al-Qur‟an sebagai sumber pertama dalam hukum Islam, dalam al-Qur‟an pun
selalu menyarankan agar suami dan istri bergaul secara ma‟ruf dan jangan
menceraikan istri dengan sebab-sebab yang tidak berprinsip atau tidak sesuai
dengan syari‟ah Islam. Jika terjadi pertengkaran yang memuncak maka dalam al-
Qur‟an dijelaskan agar suami dan istri bersabar dan berbuat baik untuk tetap rukun
dalam rumah tangga, tidak langsung memutuskan perceraian atau membubarkan
rumah tangga tanpa ada pembicaraan dengan cara kekeluargaan. Karena biasanya
perceraian terjadi suami dan istri dalam keadaan emosi sehingga tidak berpikir
dengan jernih. Dalam al-Qur‟an dijelaskan bahwa perceraian itu terjadi apabila
keduanya tidak bias disatukan kemabli, dan jika terjadi perceraian maka suami
tidak boleh menyusahkan pihak perempuan dengan meminta kembali harta yang
sudah diberikan kepadanya selama pernikahan.
32
Perceraian memang sebuah hal yang tabu dikalangan masyarakat. Didalam al-
qur‟an Allah berfirman
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita
dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah
dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.(Q.S. An-Nisa: 19)
Menurut Quraish Shihab, ayat tersebut menjelaskan bahwa seorang suami
dilarang menyusahkan wanita-wanita (istri), antara lain dengan memperlakukan
istri secara tidak wajar dengan tujuan mengambil kembali sebagian dari apa yang
telah diberikan kepadanya. Menyusahkan istri dengan sebab apapun sangat
dilarang dalam al-Qur‟an, kecuali bila istri tersebut melakukan perbuatan-
perbuatan keji seperti, berzina, nusyuz atau selingkuh dan semacamnya. Saat itu
suami boleh menggugat atau meminta ganti rugi.
Ayat ini juga menuntun suami istri agar dapat mengasah dan mengasuh cinta
mereka, dan meningkatkan kesabaran dalam menghadapi permasalahan dalam
rumah tangga sehingga tidak terjadi perceraian dalam rumah tangga mereka.
Karena bisa jadi manusia tidak menyukai sesuatu, termasuk tidak menyukai
pasangannya dalam beberapa hal, padahal Allah swt. Menjadikan pada apa yang
disukainya itu ataua yang ada pada diri pasangannya, sifat-sifat lain yang
merupakan kebaikan yang banyak. (Shihab, 2012: 175-176)
Berdasarkan penjelasan dari ayat di atas dapat dijabarkan bahwasanya al-
qur‟an pun menjelaskan mengenai perceraian, akan tetapi bukan berarti al-qur‟an
menganjurkan perceraian. Dari ayat tersebut dijelaskan bahwasanya kita sebagai
manusia jangan gegabah dalam bertindak, karena tindakan tanpa dipikirkan akan
menyebabkan berbagai masalah dalam kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu al-
qur‟an menuntun kita sebagai manusia untuk tidak cepat-cepat mengambil
keputusan dalam permasalah rumah tangga, sebelum memutuskan kita harus
menimbang terlebih dahulu, karena seringkali tindakan tanpa dipikirkan akan
mengakibatkan perpecahan.
Dan dalam ayat di atas juga mengandung arti yang bertujuan agar suami tidak
cepat-cepat dalam mengambil keputusan yang menyangkut masalah rumah
tangganya, kecuali setelah menimbang dan menimbangnya, karena nalar bisa jadi
gagal mengetahui akibat sesuatu. Oleh karena itu dianjurkan untuk berpikir
sebelum bertindak, supaya tindakan yang kita ambil tidak salah dan berakibat
33
mudharat. Dalam rumah tangga memang tidak luput dari permasalah-permasalah,
namun kita dapat menyelesaikan tanpa harus ada perceraian. Perceraian memang
sesuatu yang dihalalkan oleh Allah tapi sangat dibenci, karena dampak dari
perceraian tersebut merugikan suami istri, anak bahkan orang yang ada
disekelilingnya. Suami dan istri boleh mengajukan perceraian jikalau diantara
mereka sudah tidak lagi ada kecocokan dengan alasan apapun.
Selain perceraian dijelaskan dalam alqur‟an, perceraian juga dijelaskan dalam
hadis. Tetapi perceraian ini adalah sebagai solusi jika suami dan istri tidak dapat
disatukan lagi dengan cara apapun. Oleh karena itu Rasulullah bersabda:
“kami (Abu Daud) mendapatkan cerita dari Katsir ubaid; katsir diceritakan oleh
Muhammad bin Khalid dari Mu‟arrafin Washil dari Muharib bin Ditsar; dari Ibnu
Umar dari Nabi SAW bersabda: “perkara halal yang paling dibenci Allah adalah
perceraian”. (H.R. Abu Daud)
“kami (Abu Daud) mendapatkan cerita dari Katsir ubaid al-himsyi; diceritakan
oleh Muhammad bin Khalid; dari Ibnu Umar al-Walid al-Washofi dari Muharib
bin Ditsar dari Abdillah bin Umar dia berkata Rasulullah SAW bersabda:
“perkara halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian”. (H.R. Ibnu Majah)
a. Penelusuran Hadits
Penelusuran hadis dilakukan ke berbagai buku induk hadis yang masih
lengkap sanad dan matannya. Cara pencariannya dengan metode takhrij dengan
menggunakan lafadz-lafadz yang terdapat dalam matan hadis. Pemilihan
metode ini dianggap relatif lebih mudah untuk menelusuri hadis yang sedang
diteliti dengan cara memilih salah satu lafadz yang terdapat dalam rangkaian
matan hadis sebagai kata kunci.
Berdasarkan metode di atas, maka peneliti menggunakan software Al-
Maktabah Al-Syâmilah. Dengan menggunakan kata kunci yang berbeda
ditemukan redaksi yang beragam pula. Dengan menggunakan kata kunci
ditemukan redaksi hadis yang berbunyi
masing-masing terulang dalam:
34
1) Sunan Abû Dâud, bab Karâhati Al-Thalâq, juz 1, halaman 661
2) Sunan Ibnu Mâjah, bab Thalâq, juz 1, halaman 650
Nabi Muhammad
SAW
Ibnu Umar
Muharrib bin
Ditsar
Mu‟arraf bin
Washil
Muhammad bin Khalid
Katsir bin „Ubaid Al-Hamshi
Ubaidillah bin Al-
Walid Al-Washafi
35
b. Takhrij Hadits
Fokus penelitian dalam hal ini adalah riwayat imam Abû Dâud dan iman
Ibnu Mâjah dengan transmisi periwayatan seperti terlihat pada bagan di
bawah ini:
JALUR IBNU MAJAH 1. Ibnu Umar
a. Nama Lengkap Abdullah bin umar bin khottob al-Quraisy al-„Aduwwi dengan kunyah Abu Abdurrahman. Tempat tinggalnya dulu di Makkah kemudian hijrah ke Madinah. Wafat pada tahun 73 H.
b. Guru Kurang lebih berjumlah 19 orang, diantaranya: 1) Nabi Muhammad SAW 2) Bilal Muaddzinun nabi 3) Zaid bin Tsabit 4) Umar bin Khattab 5) Ali bin Abi Tholib
c. Murid Kurang lebih berjumlah 273 orang, diantaranya: 1) Abdullah bin Ditsar. 2) Muharib bin Ditsar. 3) Atho‟ bin Abi Rabah. 4) Jabir bin Zaid.
2. Muharrib bin Ditsar
a. Nama Lengkap
36
Muharib bin Ditsar bin Kurdus bin Qirwas. Dengan kunyah Abu Ditsar atau Abu Kurdus. Tempat tinggalnya adalah di Negara Kufah. Wafat pada tahun 116 H.
b. Guru Kurang lebih berjumlah 9 orang, diantaranya: 1) Abdullah bin Umar bin Khattab. 2) Abdullah bin Buraidah. 3) Imron bin hitton. 4) Wasilah bin zufar.
c. Murid Kurang lebih berjumlah 25 orang, diantaranya: 1) Abdullah bin al-Walid al-Washofi. 2) Anas bin Khalid. 3) Hakim bin Ishaq. 4) Sufyan bin uyainah.
3. Ubaidillah bin al-Walid al-Washafi
a. Nama Lengkap
Ubaidillah bin al-Walid al-Wasshofy dengan kunyah Abu Ismail al-Kufi. Tempat
tinggalnya di Negara Kufah.
b. Guru
Kurang lebih berjumlah 13 orang, diantaranya:
1) Muharib bin Ditsar.
2) Fudhoil bin Muslim.
3) Muhammad bin Suqoh.
4) Atiyah al-Aufi.
c. Murid
Kurang lebih berjumlah 19 orang, diantaranya:
1) Muhammad bin Khalid al-Wahbi
2) Muhammad bin Uyainah.
3) Muhammad bin Fudhail.
4) Waqi‟ bin al-Jarah.
4. Muhammad bin Khalid
a. Nama Lengkap Muhammad bin Khalid bin Muhammad al-Wahbi al-Himshi dengan kunyah Abu Yahya atau Ibnu Musa. Tempat tinggalnya di Negara Syam dan wafat pada tahun sebelum 190 H.
b. Guru Kurang lebih berjumlah 13 orang, diantaranya: 1) Mu‟arrif bin Washil. 2) Abdul Aziz bin Umar bin Abdul Aziz. 3) Abu Hanifah „an Nu‟man bin Tsabit. 4) Yunus bin Yazid al-Aili.
c. Murid Kurang lebih berjumlah 12 orang, diantaranya: 1) Katsir bin Ubaid. 2) Khalid bin Khali al-Qadhi. 3) Rabi‟ bin Rauh. 4) Sulaiman bin Salamah al-Khabairi.
5. Katsir bin Ubaid
a. Nama Lengkap
37
Katsir bin Ubaid bin Numair al-Madzhiji, dengan kunyah Abu Hasan. Tempat tinggalnya di Negara Syam dan wafat pada tahun 250 H.
b. Guru Kurang lebih berjumlah 18 orang, diantaranya: 1) Muhammad bin Kholid al-Himshi. 2) Sufyan bin „Uyaynah. 3) Baqiyyati bin Walid. 4) Marwan bin Mu‟awiyyah al-Fazarih.
c. Murid Kurang lebih berjumlah 26 orang, diantaranya: 1) Abu Dawud. 2) An-Nasa‟i. 3) Ibnu Majah. 4) Ahmad bin Muhammad bin „Anbasah.
JALUR ABU DAUD
Dalam sanad Abu Dawud mempunyai kesamaan dengan sanad Ibnu Majah
hanya saja tidak melalui periwayat ke III (Ubaidillah bin al-Walid). Namun Abu
Dawud menerima dari Muharib bin Ditsar (periwayat ke II) melalui Mu‟arrif bin
Washil, yang kemudian dari kedua sanad (Abu Dawud dan Ibnu Majah) sama-sama
disampaikan kepada Muhammad bin Kholid. 1. Mu‟arrif bin Washil
a. Nama Lengkap Mu‟arrif bin Washil al-Sa‟diy. Kunyahnya adalah Abu Badal. Tempat tinggalnya di Kufah.
b. Guru Kurang lebih berjumlah 11 orang, diantaranya: 1) Muharib bin Ditsar 2) Hafshah bin Talq 3) „Amr bin Dinar 4) „Abdullah bin Buraidah
c. Murid Kurang lebih 19 orang, diantaranya: 1) Muhammad bin Kholid al Wahbi 2) Muhamad bin Yusuf al Firyabi 3) Waqi‟ bin Jarrah 4) Abdurrohman bin Mahdi
c. Kesimpulan
Dari hasil pencarian yang dilakukan mengenai kualitas hadits tentang
perkara halal yang dibenci oleh Allah adalah Thalaq, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1) Dilihat dari jumlah perawinya hadits tersebut termasuk Hadits Ahad. Karena
perawinya tidak mencapai tingkat mutawatir.
2) Kualitas para periwayatnya ada yang kurang kuat hafalannya yaitu Ubaidillah
bin al Walid, namun sanadnya bersambung sampai kepada Nabi SAW,
sehingga sanadnya berkualitas Dloif, akan tetapi karena ada hadits muttabi‟
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan shohih maka hadits tersebut naik
tingkatan menjadi hadits Hasan Li Ghoirihi.
3) Sedangkan kualitas matannya adalah Shahih, karena tidak ditemukan illat dan
syadz.
38
4) Jadi secara Umum hadits ini berkualitas Hasan Li Ghoirihi dan tidak dapat
dipakai sebagai hujjah. Namun jika hadits yang digunakan melalui jalur Abu
Dawud maka hadits tersebut Shahih dan dapat dijadikan hujjah.
Menurut al-Asqalani perceraian yang dibenci adalah perceraian yang terjadi
karena tidak ada sebab yang jelas. Menurut al-Kattabi, maksud dibencinya
perceraian itu adalah karena adanya sesuatu yang menyebabkan terjadi
perceraian tersebut, seperti perlakuan buruk, dan tidak adanya kecocokan. Jadi
yang dibenci itu bukanlah perceraiannya. Tapi hal lain yang menyebabkan
perceraian tersebut. Allah sendiri membolehkan perceraian, di samping itu juga
Nabi juga pernah menceraikan beberapa istrinya beliau, meskipun ada yang
dirujuk kembali. (al-Asqallani, ttp: 447)
Menurut Sayyid Sabiq, dalam sebuah hadits, ada ancaman khusus bagi
seorang istri yang meminta jatuhnya talak dari suaminya tanpa disertai alasan
yang dibenarkan syara'. Rasul bersabda:
“Siapa saja istri yang menuntut cerai kepada suaminya tanpa alasan yang jelas,
maka ia haram menghirup wanginya surga”. (Sabiq, ttp: 207)
Berdasarkan keterangan-keterangan yang dijelaskan di atas dapat dikatakan
bahwa dalam berbagai kesempatan al-qur‟an atau hadist menyarankan agar suami
dan istri bergaul secara ma‟ruf dan jangan menceraikan istri dengan sebab-sebab
yang tidak prinsip. Begitu juga dengan seorang istri tidak boleh menggugat cerai
tanpa ada alasan yang menurut syara‟ dibenarkan. Jika terjadi pertengkaran yang
sangat memuncak di antara suami dan istri maka dianjurkan untuk bersabar dan
berlaku baik serta tetap rukun dalam rumah tangganya, tidak langsung
mengambil keputusan untuk membubarkan perkawinan mereka, tapi hendaklah
menempuh usaha perdamaian terlebih dahulu dengan menghadirkan hakam dari
pihak istri dan hakam dari pihak suami untuk mengadakan perdamaian. Jika
memang sudah di adakan perdamain masih tetap saja tidak bias, maka dibolehkan
percerain itu dilakukan.
a. Penelusuran Hadits
Penelusuran hadis dilakukan ke berbagai buku induk hadis yang masih
lengkap sanad dan matannya. Cara pencariannya dengan metode takhrij dengan
menggunakan lafadz-lafadz yang terdapat dalam matan hadis. Pemilihan metode
ini dianggap relatif lebih mudah untuk menelusuri hadis yang sedang diteliti
dengan cara memilih salah satu lafadz yang terdapat dalam rangkaian matan
hadis sebagai kata kunci.
Berdasarkan metode di atas, maka peneliti menggunakan software Al-
Maktabah Al-Syâmilah. Dengan menggunakan kata kunci yang berbeda
39
ditemukan redaksi yang beragam pula. Dengan menggunakan kata kunci
ditemukan redaksi hadis yang berbunyi
masing-masing terulang
dalam:
1) Sunan At-Tirmîdzî, bab Khulu‟, juz 3, halaman 493
2) Sunan Abû Dâud, bab Khulu‟, juz 1, halaman 676
3) Musnad Shohabah (Ibnu Mâjah), juz 40, halaman 221
4) Musnad Shohabah (Ahmad bin Hambal), juz 40, halaman 221
b. Takhrij Hadits
Fokus penelitian dalam hal ini adalah riwayat imam Ibnu Mâjah dengan
transmisi periwayatan seperti terlihat pada bagan di bawah ini:
40
JALUR IBNU MAJAH 1. Tsaubân
a. Nama Lengkap Tsauban bin Bajdad atau bin Jahdar Al-Quraisy al-Hasyimi dengan kunyah Abu Ma‟bad. Tempat tinggalnya di Madinah. Wafat pada tahun 54 H.
b. Guru 1) Nabi Muhammad SAW
c. Murid Kurang lebih berjumlah 32 orang, diantaranya: 1) Kholid bin Ma‟dan 2) Sulaiman Bin Yasar 3) Abi Asma Ar-Rahbiy 4) Abu Salam Al-Aswad
2. Abî Asmâ‟
a. Nama Lengkap Amr bin Martsad Al-Syami Al-Dimisqi. Dengan kunyah Abi Asma Al-Rahabi. Wafat pada kekhalifahan Abdul Malik
b. Guru Kurang lebih berjumlah 9 orang, diantaranya: 1) Uwais bin Uwais Al-Tsaqafiy 2) Tsauban 3) Amru Al-Bakali 5) Abi Dzar Al-Ghaffar.
c. Murid Kurang lebih berjumlah 25 orang, diantaranya: 1) Rasyid bin Daud Al-Shan‟ani 2) Shalih bin Jabir 3) Abi Qilabah Al-Jarmi 4) Abu Salam Al-Aswad
3. Abî Qilâbah
a. Nama Lengkap
41
Abdullah bin Zaid bin Amru Al-Bashri dengan kunyah Abi Qilabah Al-Bashri.
Tempat tinggalnya di Syam. Wafat pada tahun 104 H.
b. Guru
Kurang lebih berjumlah 44 orang, diantaranya:
1) Abi Asma‟ Al-Rahabi
2) Anas bin Malik Al-anshari
3) Hadzifah bin Al-Yamani
4) Samrah bin Jandab
c. Murid
Kurang lebih berjumlah 20 orang, diantaranya:
1) Ayyub Al-Sukhtiyani
2) Tsabit Al-Banani
3) Husain bin „Athiyyah
4) Daud bin Abi Hindun
4. Ayyûb
a. Nama Lengkap Ayyub bin Abi Tamimah dengan kunyah Abu Bakar Al-Bashri. Wafat pada tahun sebelum 131 H.
b. Guru Kurang lebih berjumlah 58 orang, diantaranya: 1) Abi Qilabah Al-Bashri 2) Ibrahim bin Marrah 3) Al-Hasan Al-Bashri 4) Zaid bin Aslam
c. Murid Kurang lebih berjumlah 57 orang, diantaranya: 1) Hammad bin Zaid 2) Jarir bin Hazim 3) Al-Hasan bin Abi Ja‟far 4) Sufyan Al-Tsauriy
5. Hammâd bin Zaid
a. Nama Lengkap Hammad bin Zaid bin Dirham, dengan kunyah Abu Isma‟il. Wafat pada tahun 179 H.
b. Guru Kurang lebih berjumlah 116 orang, diantaranya: 1) Ayyub bin Abi Tamimah 2) Ibrahin bin „Uqbah 3) Jamil bin Marrah 4) Khalid bin Salamah
c. Murid Kurang lebih berjumlah 97 orang, diantaranya: 1) Muhammad bin Al-Fadl 2) Ishaq bin Abi Ibrahim 3) Said bin Manshur 4) Syaiban bin Furukh
6. Muhammad bin Al-Fadl
a. Nama Lengkap Muhammad bin Al-Fadl Al-Sudusi, dengan kunyah Abu Al-Nu‟man Al-bashri. Wafat pada tahun 224 H.
42
b. Guru Kurang lebih berjumlah 20 orang, diantaranya: 1) Hammad bin Zaid 2) Jarir bin Hazim 3) Sa‟id bin Zaid 4) Abdul Wahid bin Ziad
c. Murid Kurang lebih berjumlah 42 orang, diantaranya: 1) Ahmad bin Al-Azhar 2) Yahya bin Mathraf 3) Ismail bin Ishaq Al-Qadhi 4) Hajjaj bin Sya‟ir
7. Ahmad bin Al-Azhâr a. Nama lengkap
Ahmad bin Al-Azhar bin Muni‟, dengan kunyah Abu Al-Azhar Al-Naisaburi. Wafat pada tahun 263 H.
b. Guru Kurang lebih berjumlah 55 orang, diantaranya: 1) Muhammad bin Al-fadl 2) Zaid bin Al-Habbab 3) Sulaiman bin Al-Harb 4) Muhammad bin Bilal
c. Murid Kurang lebih berjumlah 27 orang, diantaranya: 1) Imam Al-Nasai 2) Imam Ibnu Majah 3) Ibrahim bin Abi Thalib 4) Abdullah bin Abdurrahman Al-Darimi
c. Kesimpulan
Dari hasil pencarian yang dilakukan oleh penulis mengenai kualitas hadits
tentang perkara halal yang dibenci oleh Allah adalah Thalaq, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) Dilihat dari jumlah perawinya hadits tersebut termasuk Hadits Ahad. Karena
perawinya tidak mencapai tingkat mutawatir.
2) Sedangkan kualitas matannya adalah Shahih, karena tidak ditemukan illat dan
syadz.
3) Berdasarkan data di atas dapat ditentukan bahwa hadits utama tersebut dari
segi sanad telah memenuhi asas ketersambungan sanad tanpa mengalami
keterputusan perawi, karena perowi yang meriwayatkannya memiliki
hubungan guru dan murid, sehingga dapat disimpulkan hadits ini merupakan
hadits Masyhur – Shahih dari segi sanad. Hal ini jika didasarkan pada kriteria
yang dibuat oleh Subhi Shalih bahwa yang disebut hadits masyhur adalah
hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih dalam setiap thabaqatnya.
4) Sebagian ulama berhujjah dengan hadits ini dengan menyatakan bahwa ia
hadits yang Shahîh dan Muttashil (bersambung mata rantai periwayatnya
hingga kepada Rasulullah Sebagian ulama lagi, mengatakan bahwa ia hadits
yang Dla'îf (Mursal).
2. Pengertian Khulu’
Khulu‟ berasal dari kata “khulu‟ al-tsaub” berarti melepaskan atau mengganti
pakaian pada badan, karena seorang wanita merupakan pakaian bagi laki-laki dan
43
begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini sama dengan hak yang diberikan bagi suami
untuk menceraikan istrinya, maka istri juga dapat menuntut cerai jika ada alasan
yang cukup baginya. Misalnya jika suami melakukan kekerasan, maka istri dapat
meminta cerai (khulu‟). (Rahman I, 1992: 106)
Para Ulama Maliki menetapkan khulu‟ sebagai “Al-Thalaq bil „Iwadh” atau
“cerai dengan membayar”, sedangkan Ulama Hanafi berkata bahwa ia menandakan
berakhirnya hubungan perkawinan yang diperkenankan, baik dengan
mengucapkan kata khulu‟ ataupun kata lain yang berarti sama. Para Ulama Syafi‟i
berkata, khulu‟ merupakan cerai yang dituntut pihak istri dengan membayar
sesuatu dan dengan mengucapkan kata cerai atau khulu‟. Khulu‟ dapat dicapai
melalui kesepakatan kedua belah pihak atau melalui perintah Qodhi agar istri
membayar atau memberikan suatu jumlah tertentu kepada suaminya, tidak
melebihi dari apa yang telah diberikan suaminya sebagai maharnya. (Rahman I,
1992: 107)
Menurut fuqoha, khulu‟ terkadang dimaksudkan makna yang umum, yakni
perceraian dengan disertai sejumlah harta sebagai „iwadh yang diberikan oleh istri
kepada suami untuk menebus diri agar terlepas dari ikatan perkawinan, baik
dengan kata khulu‟, mubara‟ah maupun talak. Sedangkan yang dimaksud dengan
makna khusus yaitu talak atas dasar „iwadh sebagai tebusan dari istri dengan kata-
kata khulu‟ (pelepasan) atau yang semakna seperti mubara‟ah (pembebasan).
(Ghazali, 2010: 220)
Khulu‟ dalam bahasa Arab artinya adalah menghilangkan. Menurut istilah
khulu‟ adalah perpisahan wanita dengan ganti dan dengan kata-kata khusus.
Khulu‟ dibolehkan jika diperlukan. Wanita boleh meminta khulu‟ jika diperlukan
langkah khulu‟, misalnya dia tidak dapat menunaikan hak-hak suaminya. (Saleh
dan Hamdani, 2009: 340)
Dasar kebolehan melakukan khulu telah dijelaskan dalam al-qur‟an,
sebagaimana Allah berfirman:
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu
mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika
kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-
hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan
oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah
kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
Itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Baqarah: 229)
Bila seorang istri melihat pada suaminya sesuatu yang tidak diridhoi Allah
untuk melanjutkan hubungan perkawinan, sedangkan si suami tidak merasa perlu
untuk menceraikannya, maka si istri dapat meminta perceraian dari suaminya
44
dengan kompensasi ganti rugi yang diberikan kepada suaminya. Bila suami
menerima dan menceraikan istrinya atas dasar uang ganti itu, maka putuslah
perkawinan antara keduanya. Putus perkawinan dengan cara demikian disebut
khulu‟. Khulu‟ merupakan perceraian dengan kehendak istri. Hukumya boleh atau
mubah. (Syarifuddin, 2003: 131)
Adapun jika tidak memiliki sebab tetapi wanita itu ingin melakukan khulu‟,
misalnya dia ingin menikah dengan pria lain, maka hukumnya makruh atau haram.
(Saleh dan Hamdani, 2009: 340)
Hukum asal khulu‟, ada yang berpendapat dilarang (haram) ada juga yang
mengatakan makruh, serta ada yang mengatakan haram kecuali darurat. Ulama
Syafi‟iyah berpendapat bahwa hukum asal melakukan khulu‟ itu makruh, hanya
dia menjadi sunnah hukumnya bila istri ternyata tidak baik dalam bergaul terhadap
suaminya. Khulu‟ itu tidak dapat menjadi haram dan tidak dapat pula menjadi
wajib. Perbedaan antara khulu‟ dan talak dalam hal waktu dijatuhkannya, khulu‟
boleh terjadi di waktu yang mana tidak boleh terjadi talak, sehingga khulu‟ boleh
terjadi ketika istri sedang haid, nifas atau dalam keadaan suci yang telah digauli.
Dalam hal ini Imam Malik berpendapat bahwa tidak sah terjadi khulu‟ pada waktu
tidak boleh terjadi talak. (Ghazali, 2010: 225)
Menurut Imam Syafi‟i, Abu Hanifah dan kebanyakan ahli ilmu berpendapat
bahwa khulu‟ itu sah dilakukan meski istri tidak dalam keadaan nusyuz, dan
khulu‟ itu sah dengan saling kerelaan antara suami istri kendati keduanya dalam
keadaan biasa dan baik-baik saja. „Iwadh sebagai tebusan itu halal bagi suami.
(Ghazali, 2010: 223)
Sebagaimana Allah berfirman:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. An-Nisa:
4)
Penjelasan ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah menjelaskan tentang
memberi tuntunann menyangkut siapapun yang akan dinikahi, yakni menjadi
kewajiban suami memberi maskawin kepada siapa yang dinikahinya. Perintah itu
juga tertuju kepada para wali, yang ketika itu tidak jarang mengambil maskawin
anak yang dipeliharanya dari suami sang anak. Lanjutan ayat di atas bahwa
maskawin hendaklah merupakan pemberian tulus yang menyenangkan hati,
kendati ia sebagai kewajiban yang ditetapkan Allah. Namun demikian, bila sang
istri merelakan dengan sepenuh hati sebagian atau semua maskawin itu kepada
suaminya, maka hal tersebut dapat ditoleransi dan sang suami dipersilahkan
menggunakannya secara baik dan baik pula dampaknya. (Shihab, 2012: 168)
Pelajaran yang dapat diambil dari ayat di atas adalah maskawin merupakan
kewajiban suami dan sebaiknya berbentuk materi. Ia adalah lambing ketulusan dan
kesediaan suami menepati janjinya termasuk memelihara rahasia istri serta
kesediaannya memenuhi kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya. Istri bebas
menggunakannya, termasuk hak memberi sebagian atau seluruhnya kepada sang
suami. (Shihab, 2012: 169)
45
Jika suami menerima mahar dari istrinya, itu merupakan keputusan yang adil
dan tepat karena sebelumnya dia memberikan istrinya mahar, membiayai
pernikahan, pelaminan dan memberikan nafkah. Semua itu diberikan dengan
sungguh-sungguh, oleh sebab itu tidak adil rasanya jika istri tidak dituntut untuk
mengembalikan apa yang diberikan suami kepadanya. Mutaqin, 2016: 766)
3. Hukum Perceraian
Perceraian diperbolehkan (mubah) jika untuk menghindari bahaya yang
mengancam salah satu pihak, baik suami maupun istri. Sebagimana Allah
berfirman:
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu
mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika
kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-
hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan
oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah
kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
Itulah orang-orang yang zalim”.(QS. Al-Baqarah: 229)
Menurut Quraish Shihab, talak yang dapat dirujuk dua kali maksudnya adalah
seorang suami memperoleh kesempatan dua kali melakukan perceraian dengan
istrinya. Kata yang digunakan ayat ini adalah dua kali, bukan dua perceraian. Ini
memberi kesan bahwa dua kali tersebut dua kali dalam waktu yang berbeda, dalam
arti tenggang waktu antara talak yang pertama dengan talak yang kedua. Tenggang
waktu itu memberikan kesempatan kepada suami dan istri untuk melakukan
pertimbangan ulang, memperbaiki diri serta merenungkan sikap dan tindakan
masing-masing. (Shihab, 2000: 460)
Pada penggalan ayat di atas, kalimat “tidak halal bagi kamu dan seterusnya,
ditujukan kepada suami dan juga para hakim. Para suami dilarang mengambil
sesuatu sebagaimana telah dijelaskan di atas, para hakimpun dilarang untuk
mengambil dalam artian menetapkan keputusan atas istri untuk mengembalikan
sebagian apa yang pernah diberikan oleh suami.
Lanjutan ayat kembali ditujukan pada para hakim atau yang menjadi penengah
antara suami dengan istri, “jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri)
tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya”. Tidak dapat
disangkal, bahwa suami akan mengalami kerugian berganda jika istrinya
melakukan ulah atau kedurhakaan kepada Allah dan suaminya. Kerugian pertama
46
adalah tidak terciptanya ketenangan yang merupakan tujuan dari kehidupan rumah
tangga; dan kerugian kedua adalah hilangnya mas kawin dan uang belanja yang
pernah diberikan dalam rangka melaksanakan perkawinan. Apabila istri tidak
menjalankan ketentuan-ketentuan terhadap Allah dan terhadap suaminya dicerai
tanpa imbalan, maka terbuka baginya peluang untuk meraih keuntungan berganda,
di samping mas kawin yang diperolehnya, dapat juga menikah dengan pria lain
setelah perceraian. Namun, disisi lain istri dapat mengalami kesulitan yang tidak
sedikit jika suaminya menganiaya tapi enggan untuk menceraikannya. Inilah suami
yang tidak menegakkan ketentuan Allah.
Kesediaan seorang istri membayar sesuatu demi perceraiannya, menunjukkan
bahwa kehidupan rumah tangga mereka tidak dapat dipertahankan lagi. Pihak yang
dapat menerima dalam hal ini adalah istri, kini bersedia membayar kepada sang
suami. Ini terjadi penjungkirbalikan keadaan sehingga surga dalam rumah tangga
mereka menjadi neraka. Karena itu dalam ayat ini Allah membolehkan sang istri
memberikan sesuatu kepada suaminya sebagai imbalan perceraian. (Shihab, 2000:
462)
Menurut Quraish Shihab pelajaran yang dapat diambil dari keterangan ayat di
ats adalah, seorang istri yang tidak dapat hidup tenang dengan suaminya dapat
mengajukan gugatan cerai dan dibenarkan untuk menebus kebebasannya dari
ikatan perkawinan, dengan mengmbalikan maskawin atau membayar ganti rugi
yang wajar. Di sisi lain suami tidak boleh menahan atau tidak menceraikan istrinya
dengan tujuan menganiayanya dengancara apaun. Dan setelah perceraian ketiga
terjadi maka tidak dibenarkan lagi bagi pasanagn itu untuk kembali berumah
tangga dengan istri yang telah diverai tersebut. Keculai jika mantan istrinya
menikah dan bercampur sebagai suami istri dengan pria selain mantan suaminya.
Nanti setelah itu dan setelah berlalu masa tunggu, barulah mantan suami yang
pertama dapat kembali kepadanya. Itu juga bila mereka berdua merasa dapat
memulai hidup baru yang harmonis sesuai tuntunan Allah SWT. (Shihab, 2012:
76-77)
Dari pendapat mengenai ayat al-qur‟an di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa seorang suami diberi kesempatan untuk menceraikan dua kali terhadap
istrinya. Maksudnya dua kali dalam waktu yang berbeda. Tenggang waktu yang
ada bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada suami dan istri untuk
mempertimbangkan kembali, dan merenungkan semua persoalan-persoalan yang
terjadi di rumah tangga keduanya. Agar tidak salah mengambil langkah, karena
jika perceraian sudah terjadi yang ketiga kalinya, maka keduanya tidak bisa rujuk
kembali kecuali istri yang telah dicerainya menikah lagi dengan orang lain. Suami
yang pertama bisa menikahi mantan istrinya jikalau dalam rumah tangga istri dan
suami keduanya terjadi perceraian. Namun dalam perceraian yang dilakukan istri
dan suami keduanya tidak boleh dilakukan secara sengaja dengan tujuan agar istri
dan suami yang pertama dapat menikah kembali. Oleh sebab itu Allah
menganjurkan kepada kita semua agar mempertimbangkan kembali maslah-
masalah yang terjadi dalam rumah tangga, jangan terburu-buru dalam mengambil
keputusan, karena akan berdampak tidak baik. Apalagi persoalan perceraian yang
akan berdampak pada suami dan istri, terhadap anak dan orang disekitarnya.
47
Selain hukum perceraian itu dibolehkan (mubah), perceraian juga bisa
hukumnya wajib, haram, mubah dan juga bisa sunnah. Perceraian yang hukumnya
wajib adalah perceraian yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi
antara suami dan istri, jika masing-masing melihat bahwa perceraian adalah jalan
satu satunya untuk mengakhiri perselisihan. Perceraian yang diharamkan adalah
karena perceraian yang dilakukan bukan karena adanya tuntutan yang dapat
dibenarkan. Karena hal itu akan membawa kemudharatan bagi diri sang suami dan
juga istrinya serta tidak memberikan kebaikan bagi keduanya. Perceraian yang
hukumnya mubah adalah perceraian yang dilakukan karena adanya hal-hal yang
menuntut untuk terlaksananya perceraian tersebut, baik karena perangai istri yang
buruk, pergaulan-pergaulannya yang kurang baik atau hal-hal buruk lainnya.
Sedangkan perceraian yang disunahkan perceraian yang dilakukan terhadap istri
yang telah berbuat zhalim kepada hak-hak Allah yang baru diembannya, seperti
shalat dan kewajiban-kewajiban lainnya, di mana berbagai cara dilakukan oleh
suami untuk menyadarkannya, tetapi ia tidak menghendaki perubahan. Perceraiaan
juga disunahkan jika suami dan istri dalam keadaan perselisihan yang cukup
tegang, atau pada suatu keadaan di mana dengan perceraian tersebut keduanya
terselamtkan dari bahaya yang mengancam. (Ghaffar, 1998: 428-429)
Jadi mengenai hukum perceraian pun ada beberapa kategori, perceraian bisa
dikatakan wajib kalau antara suami dan istri jika dipersatukan kembali akan
meakibat mudharat. Perceraian juga bisa dikatan sunnah jika diantara keduanya
antara suami dan istri itu terjadi perselisihan yang tegang dan dari perselisihan
tersebut akan menimbulkan bahaya yang mengancam. Perseraian juga bisa dikatan
haram jikalau suami dan istri melakukannya tanpa ada alasan apapun atau
kemudharatan dalam rumah tangganya, perceraian tersebut diharamkan karena
banyak mengandung mudharat antara suami dan istri serta anak-anak. selanjutnya
perceraian bisa dikatakan mubah (boleh) jikalah antara kedua suami istri perangai
keduanya tidak baik, pergaulan yang dilakukan tidak sesuai ketentuan-ketentuan
Allah. Perceraian memang bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh suami dan istri
serta anak-anak terhadap kedua orang tuanya. Perceraian bisa dilakukan sebagai
solusi jikalau permaslahan yang ada dalam rumah tangga tidak dapat diselesaikan
dengan baik dan kedua suami istri tidak dapat dipersatukan kembali dengan jalan
apapun.
Indonesia saat ini telah memiliki UU No. 1 Tahun 1974 yang merupakan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan dan termasuk
di dalamnya mengenai hukum perceraian. UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawnan itu disahkan pada tanggal 2 januari 1974 dan mulai berlaku secara
efektif pada tanggal 1 Oktober 1975, serta dimuat dalam lembaran negara No. 1
dan tambahan Lembaran Negara No. 3019. Sistematika UU No. 1 Tahun 1974
terdiri dari 14 bab dan 67 passal, yang memuat ketentuan-ketentuan normatif
sebagai berikut.
1) Dasar Perkawinan.
2) Syarat-syarat Perkawinan.
3) Pencegahan Perkawinan.
4) Batalnya Perkawinan.
5) Perjanjian perkawinan.
48
6) Hak dan Kewajiban suami istri.
7) Harta benda dalam Perkawinan.
8) Putusnya Perkawinan dan akibat Hukumnya.
9) Kedudukan Anak.
10) Hak dan Kewajiban antara orang tua dan Anak.
11) Perwalian.
Ketentuan normatis mengenai perceraian terkandung dalam Bab 8 (delapan)
tentang putusnya perkawinan dan akibat hukumnya yang diuraikan dalam beberapa
pasal. Namun, karena dalam perceraian berkaitan dengan kedudukan anak, hak dan
kewajiban suami istri, serta kedudukan hak dan kewajiban anak, bahkan terkait
dengan hak dan kewajiban suami istri dan anak atas harta bersama yan diperolah
selama perkawinan, maka ketentuan-ketentuan normatif dalam bab-bab yang telah
diuraikan dalam pasal-pasal lainnya juga berlaku secara sistematis sebagai dasar
hukum perceraian. (Syaifuddin, Turatmiyah dan Yahanan, 2014: 86-87)
Putusan pengadilan menurut UU No. 1 Tahun 1974 adalah hukum terpenting
setelah peraturan perundang-undangan (dalam hal ini UU No. 1 Tahun 1974 dan
peraturan pelaksanakannya) sebagaimana terefleksi dari pasal 39 ayat (1) yang
memuat ketentuan imperatif bahwa “perceraian hanya dapat dilakukan di depan
Sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Putusan pengadilan mengenai
perceraian yang diharuskan oleh pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 dapat menjadi
Yurisprudensi, dalam artian semua hakim dalam pengadilan menggunakan metode
penafsiran yang sama terhadap suatu norma-norma hukum perceraian dalam
peraturan perundang-undangan dan menghasilkan kejelasan pula serta diterapkan
secara terus menerus dan teratur dalam kasus perceraian yang serupa dan harus
ditaati oleh setiap orang. (Syaifuddin, Turatmiyah dan Yahanan, 2014: 101-102)
Jadi dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 pasal 39 menyebutkan bahwa
perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan pengadilan.
perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan
yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antar suami istri itu
tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Inpres RI, dalam pasal 116 dikatakan bahwa perceraian dapat terjadi karena
alasan-alasan sebagai berikut :
1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya dan sukar di sembuhkan;
2) Salah satu pihak meningalkan pihak lainnya selama dua tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau hal lain Karena di luar
kemampuannya;
3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4) Salah satu pihak melakukan penganiayaan berat atau kekejaman yang
membahayakan pihak lain;
49
5) Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan
tidak dapat menjalankan kewajiban suami istri;
6) Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta
tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi berumah tangga;
7) Suami melanggar taklik talak;
8) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan
dalam rumah tangga. (Departemen Agama RI, 2003)
4. Faktor-faktor Penyebab Perceraian
Perceraian terjadi karena didasari oleh berbagai faktor. Di antaranya untuk
saat ini, fokus perhatian orang tua tidak lagi tertuju pada rumah, walaupun dengan
alasan yang berbeda-beda. Dulu, seorang ibu senantiasa berada di rumah untuk
dapat memperhatikan anak-anaknya. Tetapi sekarang, kebanyakan orang tua
bekerja di luar rumah, anak-anak hanya dapat menemui mereka di malam hari,
ketika keduanya sudah sangat lelah untuk memberikan perhatian yang cukup
kepada mereka, ataupu mereka dapat bersama-sama kembali dipenghujung
minggu, di saat mereka lebih memikirkan rekreasi. (Mustofa, 2008: 239-240)
Selain kesibukan orang tua yang menyebabkan anak menjadi terlantar
sehingga terjadilah perceraian di antara keduanya, ada beberapa penyebab
perceraian lainnya, di antaranya adalah:
a. Kesibukan suami, suami yang mempunyai kesibukan yang hanya terpusat
pada pekerjaan. Sang istri yang selalu di rumah merasa seperti orang yang
diasingkan, maka timbul kesalahpahaman di antara keduanya. Karena tidak
ada saling pengertian diantara keduanya maka timbullah perceraian.
b. Rasa cemburu yang berlebihan. Cemburu atau curiga dalam keluarga memang
harus ada karena saling mencintai. Akan tetapi jika cemburu itu berlebihan
maka akan timbul rasa tidak percaya terhadap pasangan. Rasa cemburu dan
tidak percaya itulah yang menyebabkan terjadinya perceraian.
c. Penyelewengan juga merupakan penyebab terjadinya perceraian. Jika
suamiatau istri dalam suatu keluarga berbuat serong atau selingkuh maka
terjadi pertengkaran di antara mereka, kemudian terjadilah perceraian.
d. Perjudian. Perjudian dapat menyebabkan kehidupan suatu keluarga tidak
tentram. Habisnya harta benda karena berjudi, yang tidak dapat diterima oleh
suami atau istri, dapat memicu pertengkaran dan diakhiri dengan perceraian.
(Nisfianoor dan Yulianti, 2005: 9-10)
e. Perbedaan prinsip. Alasan perbedaan prinsip sering digunakan oleh pasangan
suami istri ketika bercerai. Masalah prinsip ini biasanya berkaitan dengan
agama, karir, anak dan perbedaan lainnya.
f. Kekerasan dalam rumah tangga. Masalah kekerasan dalam rumah tangga juga
menjadi salah satu penyebab terjadinya perceraian. Kekerasan fisik
merupakan faktor utama kenapa istri atau suami menggugat cerai
pasangannya.
g. Keadaan ekonomi. Tingkat kebutuhan ekonomi zaman sekarang ini menuntut
agar suami sebagai orang yang bertanggungjawab untuk memberi nafkah
harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Tidak
hanya suami, bahkan sering juga istri ikut bekerja karena untuk membatu
suami dalam memnuhi kebutuha keluarga. Namun keadaan tersebut sering
50
menjadi perselisihan diantara keduanya, terlebih jika suami tidak mempunyai
pekrjaan dan penghasilan.
h. Perselingkuhan. Perselingkuhan ini terjadi karena kedua pihak antara suami
dan istri mengabaikan peran kesetiaannya terhadap pasangannya.
i. Komunikasi. Komunikasi merupakan suatu hala yang penting dalam
kehidupan terutama dalam komunikasi dengan keluarga. Komunikasi harus
diperhatikan oleh suami dan istri, karena komunikasi yang intensif akan
membuatan ikatan keluarga menjadi harmonis. Sebaliknya jika diantara kedua
suami istri tidak lagi berkomunikasi maka inilah yang menimbulkan banyak
kesalahpahaman, dan ahirnya menimbulkan perselisihan.
j. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Alasan ini sering kali dikemukakan
oleh suami dan istri yang akan bercerai. Ketidkharmonisan ini juga terjadi
karena bebrapa hal diantanya adalah; krisis ekonomi, krisis akhlak dan adanya
orang ketiga. (Rifa‟i, 2011: 98)
k. Kehidupan keagamaan. Sebagaimana diketahui bahwa agama telah
menetapkan banyak petunjuk dan peraturan dalam pembentukan keluarga
yaitu melalui perkawinan. Perkawinan merupakan pintu masuk yang harus
dilalui setiap individu bagi terbentuknya sebuah keluarga, tanpa perkawinan
sesuai dengan ajaran agama atau ketentuan agama, mustahil sebuah keluarga
akan harmonis. Akan tetapi dalam mewujudkan keluarga yang harmonis tentu
tidak mudah. Ketidak harmonisan dalam keluarga bisa terjadi di mana saja
dengan beragam penyebab, baik faktor internal maupun eksternal. Dalam hal
ini pun rendahnya ketaatan beragama sangat mempengaruhi tingkat keutuhan
kehidupan rumah tangga.
l. Pernikahan dini. Kasus perceraian sering juga terjadi dikalangan pasangan
muda. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan kematangan fisik, mental
pasangan tersebut belum matang serta pola berpikir pun masih labil, sehingga
pasangan tersebut tidak dapat mengontrol ego masing-masing dalam
menyelesaikan permasalahan.
m. Tidak adanya tanggung jawab, baik tanggung jawab suami atau pun istri
terhadap keluarga.
n. Terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang tak kunjung selesai.
o. Terjadinya perselingkuhan dari salah satu pihak.
p. Salah satu pihak mengalami kemandulan (tidak dikaruniai anak). (LP2M
IAIN Surakarta, 2016: 71)
Huzaimah Tahido Yanggo dalam bukunya yang berjudul masail fiqhiyah
mengatakan beberapa faktor penyebab terjadinya konflik sehingga menyebab
perceraian di dalam sebuah keluaraga di antaranya adalah:
a. Dominasi yang tidak seimbang. Apabila suatu keluarga didominasi oleh
kekuasaan salah satu pihak, misalnya yang bersifat otoriter dari suami atau
dominasi seorang istri, maka konflik pasti akan terjadi dan menimbulkan
perceraian.
b. Kendali orang tua atau orang tua yang berlebihan. Walaupun setiap yang
dinikahkan atau menikah telah dewasa dan sudah bisa mengatur dirinya
sendiri, ternyata masih banyak orang tua dan mertua yang terlalu jauh
mengatur kehidupan rumah tangga anaknya. Dengan demikian
51
perselisihanpun terjadi di antara kedua pasangan suami istri akibat intervensi
yang berlebihan dari orang tuanya.
c. Ketidakmampuan memberikan kepuasan pada salah satu pihak atau keduanya,
dapat diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan, perasaan malu dan
sebagainya. Hal ini pun yang menyebabkan terjadinya konflik dalam
perkawinan.
d. Perbedaan status sosial, hobi, faham, keyakinan dan agama. Hal ini akan
menimbulkan konflik dan sering menimbulkan perceraian.
e. Latar belakang kehidupan masa lalu yang kurang baik.
f. Masalah ekonomi. Kesejahteraan ekonomi keluarga sangat diperlukan dalam
membina rumah tangga. Keadaan ekonomi yang serba sulit serta tidak
diterima dengan kesabaran, akan membawa rumah tangga ke situasi kurang
bahagia bahkan menimbulkan pertengkaran yang berujung perceraian.
g. Penyakit kronis yang diderita oleh suami atau istri. Penyakit yang
menyebabkan ketidakmampuan fungsi wanita atau laki-laki, penyakit yang
memerlukan biaya yang tinggi dan terus menerus, penyakit yang dianggap aib
oleh keluarga tersebut dapat mengakibatkan konflik dalam rumah tangga.
h. Istri lebih dari satu. Pada umumnya wanita tidak rela dimadu. Kecemburuan
merasa diperlakukan tidak adil sering dianggap sebagai bunga berduri pada
keluarga yang bermadu. Dengan demikian banyak istri yang menggugat cerai.
i. Gangguan jiwa. Gangguan jiwa yang diderita oleh suani atau istri dapat
menimbulkan pertengkaran dan ketidaktentraman dalam rumah tangga.
Gangguan jiwa yang dimaksud adalah kecemburuan yang over dosis,
penyimpangan seksual dan gangguan tingkah laku serta kelainan kepribadian.
(Yanggo, 2005: 163-164)
Dalam pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan
perkawinan bubar atau perceraian terjadi dikarenakan:
a. Zina yang dilakukan oleh suami ataupun istri
b. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan sengaja.
c. Suami atau istri dihukum selama 5 tahun penjara atau lebih yang dijatuhkan
setelah perkawinan dilaksanakan.
d. Salah satu pihak melakukan penganiayaan berat yang membahayakan jiwa
pihak lain (suami/istri). (Naofal, tt: 6)
Perceraian adalah sebuah cara yang harus dilakukan oleh pasangan suami dan
istri ketika ada permasalahn yang tak dapat diselesaikan dengan baik. Beberapa
faktor yang menyebabkan suami dan istri bercerai yang dikemukanan oleh Agoes
Dariyo dalam Jurnal Psikologi di antaranya adalah:
a. Kekerasan Verbal. Kekerasan ini merupakan sebuah penganiayaan yang
dilakukan oleh seorang pasangan terhadap pasangan lainnya, dengan
menggunakan kata-kata, ungkapan kalimat yang kasar, tidak menghargai,
mengejek, mencaci-maki, menghina, menyakiti perasaan dan merendahkan
harkat dan martabat. Akibat mendengarkan dan mengahdapi perilaku
pasangan hidup yang demikian, membuat seseorang merasa terhina, kecewa,
terluka batinnya dan tidak betah untuk hidup berdampingan dalam
perkawinan.
52
b. Masalah ekonomi-finansial. Salah satu faktor keberlangsungan dan
kebahagiaan sebuah perkawinan sangat dipengaruhi oleh kehidupan ekonomi-
finansialnya. Kebutuhan-kebutuhan hidup akan dapat tercukupi dengan baik
bila pasangan suami dan istri memiliki sumber finansial yang memadai.
Dalam masyarakat tradisional atau modern, seorang suami tetap memegang
peran besar untuk menopang ekonomi keluarga, sehingga seorang suami harus
bekerja agar dapat memiliki penghasilan. Oleh karena itu, dengan adanya
keungan tersebut akan dapat menegakkan kebutuhan ekonomi keluaganya.
Sebaliknya dengan adanya kondisi masalah keuangan atau ekonomi akan
berakibat buruk seperti kebutuhan keluarga tidak dapat terpenuhi dengan baik,
anak-anak mengalami kelaparan, mudah sakit, mudah menimbulkan konflik
pertengkaran suami istri, akhirnya berdampak buruk dengan munculnya
perceraian.
c. Masalah perilaku buruk seperti kebiasaan berjudi. Seorang suami seharusnya
menganggarkan kebutuhan finansial untuk keperluan rumah tangga secara
bijaksana. Penghasilan yang diperoleh seharusnya untuk memnuhi kebutuhan
keluarga. Tapi ketika suami mengabaikan kebutuhan keluarga, sehingga
semua penghasilan dipertaruhkan untuk kegiatan perjudian, maka hal ini
mengecewakan bagi istri dan anak-anaknya. Oleh karena itu mereka protes
dan menggugat untuk bercerai dari suaminya, dari pada hidup dalam
penderitaan yang berkepanjangan.
d. Perselingkuhan. Persoalan perselingkuhan ini menjadi penyebab retaknya
hubungan antara suami dan istri, oleh karena itu jika dalam keluarga terjadi
perselingkuhan yang dilakukan oleh salah satu pihak, maka mereka
memutuskan untuk bercerai dari pada hidup dengan pasangan yang tidak
setia. (Dariyo, 2004: 94-96)
Dari beberapa faktor yang menyebabkan perceraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa, perceraian sering terjadi akibat kurangnya komunikasi diantara suami dan
istri. Mereka seringkali menyatakan kesibukan menjadi kendala untuk
berkomunikasi kepada keluarganya. Oleh sebab itu dengan tanpa adanya
komunikasi yang baik, maka timbullah hal-hal yang tidak dinginkan di antra kedua
suami istri, seperti rasa cemburu yang berlebihan, dan penyelewengan. Selain
faktor komunikasi juga ada faktor yang sangat sering mengakibatkan perceraian
yaitu faktor ekonomi. Sering kali faktor ekonomi inilah yang membuat keluarga
tidak harmonis, kedua orang tua sama-sama bekerja tanpa menghiraukan anak-
anak mereka. Sehingga anak-anak merasa dikucilkan dan tidak diperhatian.
Akibatnya persoalan anak yang kemudian menjadi awal pertengkaran antara suami
dan istri hingga menyebabkan perceraian.
Dalam kehidupan berumahtangga tentunya tidak lepas dari permaslahaan-
permaslahan yang terjadi, namun di dalam permasalahan pasti ada jalan keluar dan
titik terang dalam menyelesaikannya. Perceraian bukan satu-satunya jalan untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi dalam keluaraga. Bahkan jika terjadi
perceraian tidak menutup kemungkinan akan timbul masalah yang selanjutnya.
Karena dalam perceraian mempunyai dampak yang buruk untuk anak. karena
dengan perceraian maka kewajiban dan tanggungjawab sebagai suami dan istripun
berhenti. Sebelum menjalani perceraian orang tua hendaknya memikirkan
53
psikologis anak yang akan mengalami perubahan secara dramatis dalam
kehidupannya. Akan tetapi jika perceraian itu tetap tejadi, orang tua harus dengan
bijak menerangkan dan menjelaskan kepada anak kenapa perceraian terjadi kepada
kedua oranr tuanya, agar anak dapat mengerti dan tidak syok dalam mengahadapi
kehidupan tanpa kedua orang tua yang utuh. Dan orang tua juga harus tetap
memperhatikan dan menyayangi anak tanpa kurang sedikitpun walaupun keduanya
telah berpisah, terutama dalam persoalan pendidikan anak. kedua orang tua
meskipun telah bercerai tetap memperhatikan bagaimana pendidikan anak,
sehingga anak tidak putus asa dan meraih prestasi serta cita-cita yang ia inginkan.
Oleh karena itu, bimbingan, nasehat serta motivasi dari kedua orang tua sangat
dibutuhkan untuk dijadikan sebagai motivasi agar anak dapat meningkatkan
prestasi belajarnya. Memberikan motivasi tidak hanya kepada anak yang
prestasinya menurun, akan tetapi juga pada anak yang mengalami peningkatan
prestasi belajarpun harus diberikan motivasi yang bersifat mendidik, misalnya
dengan memberikan pujian, hadiah dan lain sebagainya agar anak tetap merasa
diperhatikan sehingga tetap mempertahankan prestasi belajarnya bahkan anak
dapat lebih meningkatkan prestasinya jikalau dorongan dan dukungan dari orang
tua tersebut selalu diberikan.
D. Upaya Pencegahan Perceraian
Para ahli mengungkapkan bahwa konflik yang terjadi dalam keluarga banyak
sekali faktornya, faktor tersebut bisa datang dari mana saja, bisa dari pihak keluarga
ataupun dari pihak luar. Oleh karena itu, dalam sebuah hubungan, terutama hubungan
keluarga harus dijaga dan dipertahankan. Sebagaimana para ahli menjelaskan
beberapa upaya menjaga perkawinan agar tetap utuh. Di antaranya adalah:
1. Memahami Tujuan Pernikahan
Pernikahan adalah sebuah peristiwa yang sakral dan seharusnya terjadi sekali
dalam seumur hidup. Namun, dalam sebuah pernikahan tak jarang
permasalahanpun datang silih berganti. Oleh sebab itu banyak pasangan yang
gagal mempertahankan hubungan perkawinan mereka. Agar kita dapat
mempertahankan keutuhan rumah tangga, kita harus mengingat dan memahami
apa niat dan tujuan awal pernikahan tersebut. Supaya dalam mengahadpi
permasalahan-permasalahan yang ada dapat diselesaikan dengan baik dan bahkan
dapat memperkuat tali pernikahan.
2. Membangun komunikasi
Kebutuhan berkomunikasi merupakan kebutuhan semua anggota keluarga
tanpa terkecuali. Komunikasi dalam keluarga diperlukan untuk menjembatani
adanya kesalahpahaman antara anggota keluarga, untuk dapat mengungkapkan
perasaan ataupun keinginan, serta untuk menunjukkan penghargaan dan lain
sebagainya. Mengembangkan komunikasi dalam keluarga juga merupakan ajaran
dalam Islam, karena baik buruknya komunikasi akan mempengaruhi hubungan
suami dan istri. Dan dalam berkomunikasi juga dianjurkan dengan sopan dan
santun.
3. Keterbukaan dalam keluarga
Selain komunikasi yang dibutuhkan dalam sebuah hubungan keluarga,
keterbukaan pun sangat dianjurkan dalam Islam. Keterbukaan memang terkadang
menyakitkan, tetapi dengan adanya keterbukaan antara anggota keluarga akan
54
menjauhkan dari kesalahpahaman. Jika terdapat maslaah dalam keluarga, jangan
diabiarkan berlarut-larut, oleh sebab itu dengan adanya keterbukaan ini masalah
yang ada akan dapat diselesaikan dengan baik.
4. Saling memahami
Kebahagiaan dalam suatu perkawinan tidak semata-mata terletak pada cinta
dan pemenuhan kebutuhan biologis semata, tetapi hakikatnya ditetntukan oleh
seberapa jauh kemampuan pasangan untuk saling melakukan interaksi dan adaptasi
dari dua kepribadian yang berbeda. Dalam Islam sesungguhnya tidak
menginginkan pasangan menyikapi konflik dengan mempermasalahkan perbedaan,
namun yang diisyaratkan agar pasangan suami istri dapat mengembangkan sikap
saling mnegisi, saling memahami dan melakukan penyeesuaian diri.
5. Kepercayaan
Dalam sebuah hubungan, terlebih hubungan antara suami dan istri harus di
dasari dengan rasa kepercayaan pada satu sama lain, karena tanpa adanya
kepercayaan di antara salah satu pihak akan menyebabkan terjadinya permasalahan
dalam keluarga.
6. Introspeksi Diri
Sebagai manusia tentu kita mempunyai kekurangan, namun kekurangan
tersebut jangan dijadikan sebagai bumerang dalam rumah tangga. Justru yang
harus dilakukan adalah saling melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada.
Selain itu juga kita harus sadar diri, karena tidak selamanya yang kita lakukan
tersebut benar. Jika salah satu di antara keduanya melakukan kesalahan, cobalah
untuk meminta maaf.
7. Kesetiaan
Dalam kehidupan rumah tangga hal yang paling mendasar adalah kepercayaan
dan kesetiaan. Karena tanpa adanya kesetiaan dari salah satu pasangan itu akan
menjadi konflik dalam kehidupan rumah tangga.
8. Pemenuhan Kebutuhan
Dalam kehidupan rumah tangga, antara suami dan istri harus saling memenuhi
kebutuhan lahir dan batin satu sama lainnya. Terutama pemenuhan kebutuhan
sehari-hari. (Ulfatmi,2011: 212-151)
9. Mengawali visi misi atau orientasi dalam rumah tangga, sehingga arah perjalanan
rumah tangga tetap berjalan sesuai dengan visi misi yang dibangun bersama di
awal.
10. Senantiasa memperkuat referensi diri dengan keilmuan yang berkaitan dengan
kehidupan rumah tangga.
11. Rumah tangga yang bebas dari intervensi orang tua, mertua ataupun pihak lain.
12. Memiliki kemampuan komunikasi yang efektif, sehingga kebekuan hubungan
dengan pasangan dapat terurai.
13. Selalu belajar beradaptasi dengan pasangan hidup. Sebab, bukan sebuah jaminan
uang telah berumah tangga sekian tahun menjadikan kemampuan beradaptasi lebih
mudah dan ulung.
14. Memberi ruang toleransi yang dapat melegakan pasangan hidup. Dua hati yang
berbeda tentu membawa perbedaan pula untuk hal-hal yang lain, maka
membutuhkan pemahaman bersama. Tak ada yang boleh mengekang atau
terkekang, selama itu untuk kemaslahatan bersama.
15. Selalu memperbaiki diri, atau introspeksi diri.
55
16. Diadakan pembinaan keluarga sakinah oleh lembaga yang menanganinya, dan
memberikan pendampingan terhadap keluarga khusunya yang mengalami KDRT.
17. Pembinaan keluarga sakinah melalui lembaga seperti Majlis Ta‟lim agar untuk
memperkuat dan memberikan tuntunan kepada masyarakat yang belum memiliki
karakter yang kuat.
18. Pelaksanaan asas perceraian dipersulit, dalam artian melalui prosedur yang bisa
dijalankan.
19. Memfungsikan BP4 (Badan Pembina Penasehat Perkawinan dan Perceraian).
20. Menerapkan denda yang tinggi, sehingga masyarakat mengurungkan niatnya untuk
bercerai. (LP2M IAIN Surakarta, 2016: 66-75)
Huzaimah Tahido Yanggo, dalam bukunya yang berjudul masail fiqhiyah
mengatakan upaya pemecahan problem perkawinan dan penanggulangan konflik
dalam rumah tangga di antaranya adalah:
1. Saling pengertian antara suami dan istri, hormat menghormati dan harga
menghargai sehingga akan terbina kehidupan yang rukun dan damai.
2. Setia dan cinta mencintai sehingga dapat dicapai ketenangan serta keamanan lahir
dan batin yang menjadi pokok kekalnya hubungan.
3. Mampu menghadapi persoalan-persoalan dan kesukaran-kesukaran yang datang
dengan tenang dan kebijaksanaan, tidak terburu-buru memutuskan dan saling
menyalanhkan, tetapi harus dengan kepala dingin mencari jalan keluar bersama
untuk mengatasi kesulitan.
4. Saling percaya, saling bantu membantu dan seia sekata dalam memikul tugas
rumah tangga. Tidak berbuat sesuatu yang menimbulkan kecurigaan, kegelisahan
dan keretakan.
5. Dapat memahami kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang ada pada setiap
manusia dan saling memaafkan atas keterlanjuran yang tidak disengaja.
6. Selalu konsultasi serta musyawarah dan jika ada sesuatu kesulitan dibicarakan
dengan hati terbuka, tidak segan meminta maaf jika merasa bersalah. Hal tersebut
akan menambah kokohnya hubungan cinta kasih.
7. Jangan menyulitkan dan menyiksa pikiran, tetapi lapang dada dan terbuka.
8. Saling menghormati keluarga masing-masing, apalagi dengan ibu mertua, jauhkan
rasa curiga mencurigai.
9. Mengadakan introspeksi diri, evaluasi dan musyawarah seluruh keluarga yang bisa
diajak bicara dan bijak untuk mencoba mencari titik temu dan mengembangkan
persamaan persepsi tanpa mengungkit perbedaan satu sama lain.
10. Meminta orang tua mereka yang dianggap bijaksana, ikut menengahi dan memberi
pandangan, tetapi harus disertai dengan kesediaan semua anggota keluarga. Orang
tua jangan menyalahkan atau mencari kesalahan salah satu pihak, tetapi orang tua
hendaknya memberi arahan yang tidak membingungkan dan menunjang norma-
norma kemanusiaan dan norma agama.
11. Meminta nasehat BP4. Pengalaman para pengelola BP4 bisa dijadikan sebagai
bahan dalam memberikan nasehat untuk keluarga.
12. Konseltasi dengan psikolog. Dalam keadaan tertentu psikolog perlu dimintai
pertimbangannya, bagaimana menganalisis dan memecahkan masalah kehidupan
rumah tangga dengan baik.
56
13. Konsultasi dengan dokter ahli jiwa. Seseuatu yang perlu dipertimbangkan adalah
kemungkinan terjadinya perselisihan antara suami dan istri dalam keluarga
disebabkan salah satu atau keduanya menderita gangguan jiwa. (Yanggo, 2005:
167-168)
Berdasarkan pendapat mengenai upaya-upaya pencegahan terjadinya perceraian
yang telah dipaparkan, semua itu memang bertujuan untuk dapat meminimalisis
terjadinya kasus perceraian yang semakin meningkat di kalangan masyarakat
Indonesia. Dihimbau kepada masyarakat agar sebelum menjalankan kehidupan rumah
tangga, harus memikirkan untuk apa mereka melakukan perkawinan. Masyarakat juga
harus mengetahui apa tujuan dari pernikahan dan melakukan komitment-komitmen
yang telah disepakati sebelum perkawinan. Dengan demikian jika masyarakat
mengalami permasalahan dalam kehidupan rumah tangga, tidak mengambil keputusan
yang salah yang akan menyebabkan permasalahan baru di dalamnya.
Semua keluarga pasti menemukan problem atau permasalahan dalam kehidupan
rumah tangganya. Itu semua adalah hal yang wajar, terlebih lagi persoalan perbedaan
pendapat dan kepribadian di antara keduanya. Akan tetapi semua itu bisa diselesaikan
dengan cara baik-baik dan bijak jika antara suami istri saling introspeksi diri. Jadi
untuk mewujudkan keluarga sakinah dan bahagia, masing-masing harus berupaya
untuk memecahkan problem dan menyelesaikan konflik itu dengan baik atau
setidaknya memperkecil konflik itu sebelum menjadi luas.
E. Hikmah Perceraian
Allah Yang Maha Bijaksana menghalalkan talak tapi membencinya, kecuali
untuk kepentingan suami, istri atau keduanya serta untuk kepentingan keturunannya.
Dalam hal ini mengandung dua hal yang merupakan penyebab terjadinya talak yaitu:
1. Kemandulan. Kalau seorang laki-laki mandul, maka tidak akan mempunyai anak,
padahal anak merupakan keutamaan perkawinan. Dengan anak, keturunan dunia
menjadi makmur. Begitu juga dengan perempuan, apabila mandul, maka
keberadaannya bersama suami akan mengeruhkan kejernihan kehidupan. Maka
dari itu talak memmpunyai faedah bagi suami bila istrinya mandul dan begitu
juga sebaliknya. Sebab di antara yang menjadi tujuan mendorongnya pernikahan
adalah terwujudnya keturunan.
2. Terjadinya perbedaan dan pertentangan kemarahan, dan segala yang mengingkari
cinta di antara suami istri. Kalau cinta sudah hilang akan berubahlah pilar-pilar
perkawinan. Mereka jatuh kelembah kehidupan yang susah dan pemikiran yang
bimbang karena pada dasarnya persatuan dan kekompakan dalam segala hal
merupakan kunci kesuksesan dan kebahagiaan serta sumber segala kesenangan.
Lain halnya jika ada tabiat yang berbeda dan hati yang tidak bersatu, maka talak
akan menghilangkan kesengsaraan bagi kedua belah pihak. Terjadinya
perselisihan antara suami dan istri hingga menyambar ke sanak saudara, maka
saat itulah rusak aturan keluarga dan semua berada dalam kejahatan. Ketika
terjadi pertentangan dan pertengkaran antara suami istri, maka akan
menimbulkan bahaya besar bagi anak-anak. Keadaan seperni ini akan
menanamkan bibit benci sehingga rusaklah akhlak dan adab mereka. Oleh karena
57
itu, dalam hal ini perceraian dibolehkan dan dapat menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan. (Ghazali, 2010: 217-219)
Menurut sayyid Sabiq dalam fiqi sunnah mengatakan bahwa Ibnu Sina berkata
“pintu perceraian tetap terbuka dan tidak boleh ditutup sama sekali. Sebab menutup
rapat pintu perceraian dapat mengakibatkan mudarat, di antaranya ada sebagian sifat
suami atau istri yang tidak lagi bisa memberikan kasih sayang. Jika mereka dipaksa
tetap hidup bersama, justru kondisi mereka akan semakin bertambah buruk atau
kehidupan mereka akan menjadi tidak terarah.”
Ada pula perempuan yang memiliki suami yang tidak sederajat, pergaulannya
tidak baik, sifatnya yang pemarah. Dengan demikian, istri menjadi berpaling dan
mencintai laki-laki lain. Naluri seksual merupakan sifat manusia dan ketidakserasian
suami istri dapat mengakibatkan kerusakan sehingga mendorong mereka untuk
mempertahankan atau melanjutkan bahtera rumah tangganya. Oleh sebab itu, mereka
diberi kesempatan untuk melakukan perceraian dan menikah dengan orang lain tetapi
tetap dalam pengawasan dan mengikuti aturan yang berlaku. (Mutaqin, 2016: 733)
Walaupun talak itu dibenci terjadinya dalam suatu rumah tangga, namun sebagai
jalan terakhir bagi kehidupan rumah tangga dalam keadaan tertentu boleh dilakukan.
Adapun hikmah dibolehkan talak adalah karena dinamika kehidupan rumah tangga
kadang-kadang menjurus kepada sesuatu yang bertentangan dengan tujuan
pembentukan keluarga tersebut. Dalam keadaan demikian, jika dilanjutkan rumah
tangga akan menimbulkan mudharat kepada kedua belah pihak dan orang sekitarnya.
Dalam rangka menghindari terjadinya mudharat yang lebih jauh, lebih baik ditempuh
perceraian dalam bentuk talak atau khulu. Dengan demikian perceraian dalam Islam
hanyalah untuk suatu tujuan maslahat. (Syarifuddin, 2006: 201)
F. Dampak Perceraian terhadap Pendidikan Anak
Menurut Ine Indriani seorang psikologi anak mengatakan bahwa dampak
perceraian terhadap anak dalam jangka pendek, menurunya anaka akan mengalami
emosional, menyalahkan diri sendiri, menampilkan perilaku negatif (marah-marah
atau agresif), merasa bertanggung jawab dengan perceraian, merasa takut diabaikan.
Anak juga akan merasa stres, manja dan tidak mau lepas dari orang tua, menjadi sulit
diatur, berbohong, mecuri, membolos dan depresi. Sedangkan dampak perceraian
terhadap anak jangka panjang, anak merasa kurang bahagia, terhambat persahabatan,
anak akan malu dan pindah rumah. Dampak lainnya anak akan melakukan kumpul
kebo di usia remaja, anak perempuan cenderung menikah mudah kurang dari 20 tahun
dan anak kurang dapat mengecap pendidikan yang lebih tinggi. Begitu pula dampak
terhadap bayi, bayi memang belum mengerti terhadap arti perceraian, namun mereka
dapat merasakan perubahan respon dari kedua orang tuanya. (Indriani, Republika:
2015)
Perceraian merupakan perpisahan legal antara pasangan suami dan istri.
Perceraian yang terjadi akan membawa perubahan dalam kehidupan keluarga,
terutama akan membawa perubahan dalam kehidupan anak. Berbagai penelitian
menyebutkan bahwa pada umumnya perceraian akan membawa resiko yang besar
pada anak, baik dari sisi psikologis, kesehatan maupun akademis. Selain itu juga
banyak anak yang secara klinis mengalami depresi seiring dengan perceraian orang
58
tua mereka. Bahkan pasca perceraian anak akan tumbuh menjadi seseorang yang
kesepian, tidak bahagia, mengalami kecemasan dan perasaan tidak aman. Dalam
bidang kesehatan, terungkap bahwa anak yang orang tuanya bercerai mempunyai
masalah kesehatan yang lebih banyak dan lebih sering menggunakan pelayanan
kesehatan dibandingkan dengan anak yang keluarganya utuh. Dalam bidang
akademik, anak yang orang tuanya bercerai memiliki nilai performansi yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan anak yang orang tuanya tidak bercerai. Hal tersebut
disebabkan oleh stress keluarga yang terjadi akibat perceraian sehingga
mempengaruhi nilai performansi anak di sekolah. (Dewi dan Utami, tt: 195)
Kasus perceraian memang sering kali menimbulkan banyak persoalan baru dalam
kehidupan, terutama dalam kehidupan anak. Anak sering kali menjadi korban dari
perceraian. Dalam kasus perceraian sering kali ayah meninggalkan anak begitu saja,
tanpa memikirkan keadaannya, terutama juga permasalahan mengenai pendidikan
anak. Setelah terjadinya perceraian seorang ayah enggan untuk bertanggung jawab
terhadap pendidikan anaknya. Oleh sebab itu pendidikan anak sering terbengkalai
dikarenakan ayah tidak bertanggung jawab dalam membiayai pendidikan anak setelah
perceraian terjadi. Dengan demikian anak akan mengalami gangguan psikologis
dikemudian hari, akibat tidak mengecam pendidikan yang seharusnya ia dapatkan.
Penelitian menunjukkan bahwa ketiadaan peran tanggung jawab ayah membuat
anak menderita, banyak kemurungan dikemudian hari. Selain itu juga anak seringkali
telibat dalam masalah seperti:
1. Identitas yang tidak lengkap.
2. Ketakutan yang tidak teratasi.
3. Kemarahan yang tidak terkendali.
4. Depresi yang tidak terdiagnosa.
5. Perjuangan melawan perasaan kesepian.
6. Kesalahpahaman seksualitas.
7. Kegagalan dalam hal keterampilan pemecahan masalah. (Elia, 2000: 110)
Data catatan tahun Komnas Perempuan dari tahun 2014-2016 bahwa 352.070
perkara perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama terdapat perkara cerai gugat
252.587 kasus, cerai talak 98.808 kasus, izin poligami 675 kasus. Dari ketiga kategori
perkara cerai gugat, cerai talak dan izin poligami. Dari data tersebut menunjukkan
bahwa cerai gugat menempati posisi pertama, diikuti cerai talak posisi kedua dan izin
poligami pada posisi ketiga. (Catahu Komnas Perempuan: 2016)
Penyebab perceraian yang terjadi di Indonesia menurut Pengadilan Agama dalam
Catahu Komnas Perempuan adalah tiga kategori terbesar penyebabnya yaitu tidak
ada keharmonisan sebanyak 32%, tidak adanya tanggung jawab 24% dan ekonomi
22%. Tapi selain tiga ketgori tersebut perceraian juga disebabkan oleh kekejaman
jasmani sebanyak 5.272 kasus, kekjaman mental 1.059 kasus, nikah dibawah umur
1.131 kasus dan kawin paksa 2.257 kasus. (Catahu Komnas Perempuan: 2016)
Angka kasus perceraian di Indonesia masih tergolong tinggi, perceraian yang
terjadi di Indonesia itu disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah masalah
ekonomi, perselingkuhan, pasangan tidak sesuai kriteria, salah satu pasangan terlalu
sibuk dengan pekerjaannya, perbedaan (perbedaan prinsip, perbedaan keyakinan dan
59
perbedaan status sosial), pernikahan yang terlalu dini, perubahan budaya, kurangnya
komunikasi, kurangnya kepercayaan antar pasangan, kurangnya perhatian, kekerasan
dalam rumah tangga serta masalah nafkah batin. (www.republika.co.id: 2017)
Dampak dari perceraian yang terjadi di Indonesia yang semakin meningkat setiap
tahunnya itu adalah anak yang menjadi korban. Keputusan percerain yang diambil
oleh orang tua memberi beban tersendiri pada anak-anak mereka. Anak-anak akan
kehilangan sosok orang tua mereka dalam sebuah keluarga. Mereka juga akan
kehilangan kasih sayang yang seharusnya mereka dapatkan. Banyak dari anak-anak
korban perceraian yang sikapnya berubah menjadi murung dan mulai menyendiri.
Selain itu juga prestasi di sekolah pun menjadi turun, pergaulan bebaspun terjadi.
Banyak anak-anak yang melampiaskan beban hidupnya dengan menggunakan
narkoba atau beragam hal negative lainnya. (www.republika.co.id: 2017)
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas bahwa peceraian bukan suatu hal
yang diinginkan dalam rumah tangga terutama anak-anak. Perceraian itu sangatlah
perdampak pada anak, khususnya dalam mental dan terbengkalainya pendidikan
terhadap anak. Karena orang tua yang telah bercerai biasanya anak tinggal bersama
ibunya, oleh karena itu tidak jarang anak putus sekolah disebabkan seorang ibu tidak
memiliki penghasilan dan sosok ayah yang meninggalkannya tidak bertanggung
jawab. Selain berdampak pada pendidikan anak, perceraian juga berdampak pada
karakter dan kepribadian anak. karena anak tidak mengecam atau putus sekolah
mereka menjadi tidak terdidik, sehingga menjadi anak-anak yang tidak berkelakuan
baik bahkan menjadi arogan dan tak peduli dengan dirinya dan orang lain. ini juga
berimbas pada kemerosotan karakter bangsa Indonesia. Satu masalah yang terjadi
dalam kehidupan akan menimbulkan berbagai masalah yang lainnya jika tidak diatasi
dengan baik.
Bagi anak-anak yang dilahirkan, perceraian orang tuanya merupakan hal yang
mengguncang kehidupannya dan akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan
perkembangannya termasuk berpengaruh besar terhadap pendidikannya. Dalam kasus
perceraian yang seringkali menderita adalah anak. akibat dari perceraian itu anak
menjadi bingung, resah, risau, malu, sedih, sering diliputi perasaan dendam, benci
sehingga anak menjadi kacau dan liar. Penolakan karena ditinggalakan oleh orang tua
atau salah satu dari kedua orangtuanya ini menimbulkan emosi dan kekecewaan
terhadap anak. dengan demikian anak akan menjadi tidak terkontrol sehingga
melakukan hal-hal yang buruk bahkan bisa melakukan tindakan kriminal.
Perceraian juga mengakibatkan anak kurang mendapat perhatian, kasih sayang
dan tuntutan pendidikan dari orangtuanya, terutama bimbingan dari seorang ayah.
Kebutuhan fisik dan psikis anak juga tidak terpenuhi. Perecraian keduan orang tua
juga berdampak pada prestasi belajar anak, baik dalam bidang studi agama maupun
bidang studi lainnya. Tugas orang tua salah satunya adalah memperhatikan
pendidikan anak dengan serius. Namun bukan berarti hanya memenuhi biaya
pendidikan anak saja, akan tetapi perhatian dan kasih sayang serta bimbingan dalam
proses pendidikan juga diperlukan oleh anak.
Efek perceraian terhadap anak-anak khususnya remaja itu sangat buruk. Mereka
kemungkinan menjadi pendiam, bahkan ada yang bunuh diri. Perceraian juga
60
mengakibatkan tingkat social ekonomi yang di alami ibu yang bercerai itu rendah,
karena mayoritas istri yang ditinggal suaminya tidak memiliki pekerjaan sehingga
berdampak pada anak-anak. Pada dasarnya korban yang lebih riskan dari perceraian
itu adalah anak-anak. Mereka harus mengalami kehidupan yang begitu pahit sehingga
sampai meninggalkan masa remaja dan pendidikannya demi mencari uang untuk
kelangsungan hidupnya.
G. Penelitian Relevan
a. Agoes Dariyo. (2004). Memahami Psikologi Perceraian dalam Keluarga.
(Jurnal Psikologi, Vol. 2, No. 2). Penelitian ini membahas tentang tahap-tahap
proses perceraian dalam keluarga seperti perceraian financial, perceraian
koperental, perceraian hukum, perceraian komunitas, perceraian secara psiko-
emosional dan perceraian secara fisik.
Perbedaan dalam penelitian antara Agoes Dariyo dengan kajian penelitian ini
adalah terletak pada kajian teori. Dalam penelitian ini mengkaji faktor-faktor
perceraian dan dampak perceraian terhadap pendidikan anak. Sedangkan Agoes
Dariyo mengkaji tentang tahapan-tahapan dalam proses perceraian.
b. Daniel Potter. (2010). Psychosocial Well-Being and the Relationship Between
Divorce and Children‟s Academic Achievement, (Jurnal Marriage and Family,
Vol. 72 No. 4). Penelitian ini membahas tentang Psikososial dan hubungannya
antara perceraian dengan pencapaian prestasi anak. Dalam penelitian ini
dikatakan bahwa perceraian sangat banyak hubungannya dengan anak, terutama
mengenai pencapain akademik seorang anak. Dan dalam penelitian ini juga
membedakan hasil akademik yang dicapai oleh seorang anak yang orang tuanya
bercerai dan anak yang orang tuanya tidak bercerai.
Perbedaan antara penelitian Daniel Potter dengan kajian penelitian ini adalah
terletak pada fokus penelitian. Dalam penelitian ini hanya mengkaji dampak
perceraian terhadap pendidikan anak. Sedangkan dalam penelitian Daniel Potter
ini mengkaji tentang hubungan perceraian dengan kondisi psikososial dan
prestasi akademik anak.
c. Putri Rosalia Ningrum (2013). Perceraian Orang Tua dan Penyesuaian Diri
Remaja, (eJurnal Psikologi, Vol. 1 No. 1). Penelitian ini membahas tentang,
bagaimana remaja atau anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
mampu menerima kenyataan yang terjadi di antara kedua orang tua mereka yakni
perceraian. Dan bagaimana remaja dalam menghadapi permasalahnnya dengan
control emosi, percaya diri, terbuka, memiliki tujuan dan bertanggung jawab
serta dapat menjalin hubungan dengan cara yang berkualitas.
Perbedaan antara penelitian Putri Rosalia Ningrum dengan kajian penelitian
ini adalah terletak pada kajian teori. Dalam penelitian ini mengkaji upaya-upaya
dalam menanggulangi kasus perceraian dengan tujuan supaya kasus perceraian
tidak semakin meningkat. Sedangkan dalam menelitian Putri Rosalia Ningrum
61
mengkaji bagaimana cara-cara penyesuaian diri anak atau remaja dengan
lingkungan setelah terjadinya perceraian.
d. Abdurrahman Adi Saputera. (2014). Problematika Cerai Bagi Pegawai Negeri
Sipil (Studi Pandangan Hakim di Pengadilan Agama Gorontalo). (Tesis
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang).
Penelitian ini mendiskripsikan Problematika Cerai Bagi Pegawai Negeri Sipil
dengan melakukan Studi Pandangan Hakim di PengadilanAgama Gorontalo,
Penelitian mencakup: (1). Hakim Pengadilan Agama Gorontalo memberikan
putusan cerai bagi Pegawai Negeri Sipil yang tidak menyertai izin atasan, (2).
proses dalam pelaksanaan pemberian putusan hakim terhadap perkara perceraian
bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Gorontalo.
Perbedaan antara penelitian Abdurrahman Adi Saputra dengan kajian
penelitian ini adalah terletak pada obyek penelitian. Dalam penelitian ini yang
menjadi obyek adalah semua kalangan masyarakat di Kota Cilegon yang
mengalami perceraian. Sedangkan dalam penelitian Abdurrahman Adi Saputra
obyek penelitiannya dikhususkan bagi masyarakat kalangan Pegawai Negeri sipil
yang mengalami kasus perceraian.
e. Yenni Sri Utami dan Siti Fatonah. (2015). Evaluasi Strategi Komunikasi
Konselor BP4 dalam Mencegah Perceraian, (Studi Kasus di BP4 Kec.
Mergangsan Kota Yogyakarta). (Jurnal Channel. Vol. 3 No. 2). Penelitian ini
membahas tentang tugas BP4 di Kota Yogyakarta yaitu memberikan pelayanan
kepada masyarakat baik pra-pernikahan atau pasca pernikahan dengan tujuan
untuk meminimalisir terjadinya perceraian dan untuk menumbuhkan rasa kepada
masyarakat dalam menjaga nilai-nilai dan tujuan dari pernikahan tersebut.
Perbedaan antara penelitian Yeni dan Siti Faonah dengan kajian penelitian
ini adalah terletak pada kajian teori. Dalam penelitian ini mengkaji tentang upaya
yang harus dilakukan masyarakat agar dapat meminimalisisr kasus perceraian.
Sedangkan dalam penelitian Yeni dan Siti Fatonah mengkaji tentang bagaimana
upaya yang dilakukan oleh BP4 dalam menanggulangi kasus perceraian.
f. LP2M IAIN Surakarta. (2016). Dampak Perceraian dan Pemberdayaan
Keluarga (Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri). (Jurnal Buana Gender. Vol. 1
No. 2). Penelitian ini membahas tentang upaya pencegahan perceraian dan
pemberdayaan keluarga pasca perceraian. Dengan tujuan untuk meminimalisir
terjadinya kasus perceraian khususnya di Kabupaten Wonogiri. Dan
memberdayakan masyarakat miskin.
Perbedaan antara penelitian LP2M dengan kajian penelitian ini adalah
terletak pada fokus penelitian. Dalam penelitian ini hanya mengkaji faktor-faktor
penyebab perceraian dan upaya penanggulangnya serta dampak bagi pendidikan
anak. Sedangkan dalam penelitian LP2M mengkaji tentang dampak perceraian
dan pemberdayaan keluarga pasca perceraian.
62
H. Kerangka Konsep
Latar belakang
Kasus perceraian
Pencegahan Perceraian
1. Memahami tujuan pernikahan
2. Membangun komunikasi
3. Keterbukaan dalam keluarga
4. Saling memahami
5. Kepercayaan
6. Introspeksi diri
7. Kesetiaan
8. Pemenuhan kebutuhan
9. Konseltasi dengan psikolog 10. Konsultasi dengan dokter ahli
jiwa
11. Selalu konsultasi serta
musyawarah 12. Jangan menyulitkan dan
menyiksa pikiran
Dampak
Pendidikan Anak
Pencegahan Perceraian
1. Mengawali Visi Misi dalam berumah
tangga
2. Memperkuat diri dengan keilmuan
3. Bebas intervensi dari orang tua, mertua
atau pihak lain
4. Komunikasi yang efektif
5. Beradaptasi dengan pasangan hidup
6. Memberikan ruang toleransi
7. Instrospeksi diri
8. Diadakan pembinaan keluarga sakinah
9. Pelaksanaan asas perceraian dipersulit
10. Memfungsikan BP4
11. Menerapkan denda yang tinggi
63
Beberapa upaya pencegahan terjadinya perceraian
(Ulfatmi, 2011: 212-215; Huzaimah, 2005: 167-168; LP2M IAIN Surakarta, 2016: 66-75)
63
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, penelitian kualitati menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-
prosedur statistik. Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan
pendekatan-pendekatan yang diharapkan mampu memberikan pemahaman yang
mendalam dan komprehensif. (Moleong, 2005: 14-15)
Metode penelitian kualitatif ini dinamakan sebagai metode baru, karena
popularitasnya belum lama, dinamakan juga metode postpositivistik karena
berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Filsafat postpositivisme disebut juga
sebagai paradigm interpretif dan konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai
sesuatu yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna dan gejala bersifat
interaktif. Penelitian kualitatif juga dilakukan pada obyek yang alamiah. Obyek
alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti
dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut.
(Sugiyono, 2014: 14-15) Penelitian kualitatif juga merupakan suatu penelitian yang menggambarkan dan
menganalisi suatu fenomena peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi,
pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Penelitian kualitatif juga
mempunyai dua tujuan utama yaitu pertama, menggambarkan dan mengungkapkan,
kedua, menggambarkan dan menjelaskan. (Sukmadinata: 2009, 60)
Salah satu ciri utama penelitian kualitatif adalah terletak pada fokus penelitian
yaitu kajian secara intensif tentang keadaan tertentu yangberupa kasus atau suatu
fenomena. Oleh sebab itu, penelitian kualitatif terkadang disebut sebagai penelitian
studi kasus. Melalui penelitian kualitatif peneliti menggunakan strategi kualitatif
misalnya studi kasus untuk mengumpulkan data atau informasi secara mendalam
tentang ciri-ciri khusus orang, suatu program atau segala sesuatu yang berhubungan
dengan penelitian. Penelitian kualitatif adalah penelitian di mana peneliti dalam
melakukan penelitiannya menggunakan teknik-teknik observasi, wawancara atau
interview. Jenis penelitian ini sering dilakukan dalam situasi yang terjadi secara
alamiah dan penelitih menaruh perhatian yang mendalam terhadap konteks sosial
yang ada. Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak cukup untuk mendeskripsikan
data tetapi ia harus memberikan penafsiran atau interpretasi dan pengkajian secara
mendalam setiap kasus dan mengikuti perkembangan kasus tersebut. (Setyosari, 2012:
40-41)
B. Sumber Data Penelitian
Sumber data yan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sumber primer dan
sekunder
1. Sumber data primer yaitu: sumber data yang diperoleh langsung dari lapangan
yaitu keluarga yang berdomisili di Kota Cilegon. Di samping itu juga data
lapangan yang diperoleh dari Pengadilan Agama Kota Cilegon.
2. Wawancara dengan tokoh masyarakat, orang-rang yang mengetahui persoalan
tersebut dan pelaku yang kawin cerai.
64
3. Sumber data sekunder yaitu: sumber data yang diperoleh dari bahan kepustakaan
yang ada relevansinya dengan penelitian ini, seperti dokumentasi, buku-buku,
majalah, tesis, desertasi dan laporan-laporan ilmiah lainnya.
C. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Cilegon. Waktu penelitian ini dilakukan pada
bulan November 2016 s/d Februari 2017.
D. Instrumen Penelitian
Suatu penelitian akan memberikan nilai tinggi apabila digarap dengan sitematis
dan cermat. Hasil atau data penelitian itu sangat tergantung pada jenis alat
(instrument) pengumpulan datanya. Kualitas data selanjutnya menentukan kualitas
penelitian itu sendiri. Oleh sebab itu, hal yang perlu kita cermati adalah alat atau
instrument pengambilan data penelitian. Mutu hasil penelitian mudah diragukan
karena alat atau instrument yang dipakai untuk mengumpulkan data kurang dapat
dipercaya. Oleh karena itu, alat atau instrument penelitian itu haruslah memiliki
tingkat kepercayaan dan sekaligus data tersebut memiliki tingkat kesahihan.
(Setyosari, 2012: 200)
Instrumen penelitian adalah semua alat yang digunakan untuk mengumpulkan,
memeriksa dan menyelidiki suatu permasalahan. Instrumen penelitian juga merupakan
alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
dapat mempermudah dalam memperolehnya. (Arikunto: 2000, 134)
Instrument penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah. Variasi jenis
instrument penelitian adalah angket, ceklis atau daftar centang, pedoman wawancara
dan pedoman pengamatan. (Arikunto, 2013: 203)
Dalam penelitian ini menggunakan instrument non tes yaitu wawancara dan
observasi obyek yang diteliti. Peneliti juga berperan sebagai alat atau instrument yang
dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dalam mengumpulkan
beragam data di lapangan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilakukan
dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. (Sugiyono, 2014: 308)
65
Gambar Teknik Pengumpulan Data
Suatu penelitian, baik dalam mengumpulkan data maupun pengolahan data,
mengharuskan adanya metode yang jelas, sistematis dan terarah. Oleh karena itu
metode merupakan cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran
penelitian atau ilmu yang akan dikaji. (Abdullah dan Karim, 1989: 5)
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan dengan beberapa metode
pengumpulan data sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sitematis
terhadap gejala yang nampak pada objek penelitian. Metode yang akan
digunakan adalah observasi langsung dengan cara pengambilan data dengan
menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk kepentingan
tersebut. Dalam hal ini, teknik yang akan digunakan adalah non participant
observation dimana peneliti berada di luar subyek, yang pada dasarnya meliputi
pengamatan tanpa menyembunyikan identitas seseorang atau kelompok. Dalam
observasi ini peneliti tidak ikut terlibat langsung dalam kehidupan orang yang
diobservasi dan kedudukan peneliti hanya sebagai pengamat. (Musfah, 2015: 37)
Tujuan dari observasi ini adalah untuk mendiskripsikan setting, kegiatan
yang terjadi, orang yang terlibat di dalam kegiatan, waktu kegiatan dan makna
yang diberikan oleh para pelaku yang diamati tentang peristiwa yang
bersangkutan. Dalam observasi ini menggunakan observasi partisipasi pasif,
karena peneliti dalam hal ini hanya datang ke tempat kegiatan orang yang
diamati, tetapi tidak terlibat dalam kegiatan tersebut. Dengan observasi ini
peneliti dapat lebih memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial
yang terjadi dan memperoleh pandangan yang holistik atau keseluruhan.
Dengan observasi juga, peneliti dapat menemukan hal-hal yang seharusnya
tidak terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitive.
Dalam observasi juga peneliti bukan hanya mengumpulkan data yang kaya, tapi
juga dapat memperoleh kesan pribadi dan merasakan situasi sosial yang diteliti.
Teknik
Pengumpulan Data
Observasi
Triangulasi/gabungan
Wawancara
Dokumentasi
66
b. Metode Wawancara
Wawancara yang digunakan adalah wawancara tak terstruktur. Wawancara
ini mirip dengan percakapan informasi. Metode ini bertujuan untuk memperoleh
bentuk-bentuk informasi tertentu dari semua informan, tetapi susunan kata dan
urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden. Wawancara dilakukan
guna mengubah data menjadi informasi secara langsung yang diberikan oleh
seseorang (subyek). Dalam wawancara tak berstruktur ini, peneliti melakukan
wawancara berbentuk dialog dengan informan, dengan tetap berpatokan kepada
sejumlah pertanyaan yang telah disiapkan. (Musfah, 2015: 37)
Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti memiliki
bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber data, maka
diperlukan bantuan alat-alat sebagai berikut:
1) Buku catatan: berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber
data.
2) Tape recorder: berfungsi untuk merekam semua percakapan atau
pembicaraan. Dalam hal ini informan diberi tahu apakah boleh atau tidak
untuk direkam.
3) Camera: untuk memotret kalau peneliti sedang melakukan pembicaraan
dengan informan atau sumber data. Dengan adanya foto ini, maka dapat
meningkatkan keabsahan penelitian akan lebih terjamin, karena betul-betul
mengumpulkan data. (Sugiyono, 2014: 328)
Wawancara yang dilakukan itu secra kelompok dan individual seperti
wawancara terhadap suatu keluarga, atau tokoh-tokoh masyarakat yang
bersangkutan dan tahu mengenai persoalan yang akan diteliti. Sebelum
wawancara penulis menyiapkan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan
yang akan ditanyakan kepada informen. Pedoman wawancara ini hanya untuk
membantu peneliti agar mendapatkan informasi yang mendalam terhadap kasus
atau peristiwa yang sedang ditelitinya. Peniliti akan memberikan pertanyaan-
pertnayaan terbuka sehingga responden atau informant dapat leluasa dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peneliti.
Metode ini digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan keterangan dan data
secara lisan dari seluruh keluarga yang berdomisili di kota Cilegon yang telah
melakukan kawin cerai dan tokoh-tokoh masyarakat serta orang-orang yang
mengetahui dalam persoalan tersebut, hal ini dalam rangka memperoleh
informasi yang akurat. Peneliti dalam menggunakan metode wawancara ini
adalah wawancara tidak terstruktur, peneliti membuat rangkuman sitematis hasil
dari wawancara. Dari berbagai sumber tersebut, peneliti mencatat mana data
yang penting, dan data yang tidak penting.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan sumber non manusia, sumber ini adalah
sumber yang cukup bermanfaat sebab telah tersedia sehingga akan relatif murah
pengeluaran biaya untuk memperolehnya, merupakan sumber yang stabil dan
akurat sebagai cermin situasi/kondisi yang sebenarnya serta dapat dianalisis
secara berulang-ulang dengan tidak mengalami perubahan. (Musfah, 2015: 38)
67
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan melalui
peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan buku-buku tentang teori
yang berhubungan dengan masalah penelitian. (Arikunto, 1998: 128)
Metode dokumentasi ini tidak kalah penting dengan metode-metode lainnya.
Metode dokumentasi ini juga tidak begitu sulit, dalam artian apabila ada
kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode
dokumentasi yang diamatti adalah benda mati bukan benda hidup. (Arikunto,
2013: 274)
Metode dokumen ini dilakukan oleh penulis untuk dijadikan bahan sebagai
penguat penelitian suatu peristiwa. Dalam metode dokumenter ini peneliti akan
menuliskan atau melaporkan dengan bentuk kutipan-kutipan dari dokumen
tersebut sesuai dengan fokus kajiannya. Sebelum dilaporkan peneliti
menganalisis terlebih dahulu dokumen yang telah didapatkan.
Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data yang bersumber dari
dokumen. Dalam pengumpulan data ini, dokumentasi digunakan untuk
mengetahui faktor-faktor terjadinya kebiasaan kawin cerai di Pengadilan Agama
kota Cilegon. Dan seberapa tinggi peningkatan perceraian setiap tahunnya (2015-
2016).
d. Metode Triangulasi
Metode triangulasi merupakan teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang akan digunakan dalam
penelitian ini meliputi: triangulasi dengan sumber, metode, penyelidik, dan teori.
Dalam metode triangulasi dilakukan dengan jalan sebagai berikut:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang.
5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
(Musfah, 2016: 67)
Metode ini merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka
sebenarnya peneliti mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data,
yaitu mengecek kredibiltas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan
berbagai sumber data. Triangulasi ini berarti peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang
sama.peneliti menggunakan observasi partisipatif pasif, wawancara mendalam
dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. (Sugiyono:
2014, 330)
68
Metode triangulasi ini digunakan oleh penulis untuk mendapatkan data dari
sumber yang sama tapi dengan cara yang berbeda-beda. Tujuan dari triangulasi
ini peneliti bukan ingin mencari kebenaran, namun lebih pada peningkatan
pemahaman peneliti mengenai fenomena yang terjadi dilingkungan terhadap apa
yang telah ditemukan. Penulis juga membandingkan data hasil pengamatan
dengan hasil wawancara, dan membandingkan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat.
F. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan suatu teknik dalam penelitian kualitatif yang
dilakukan setelah data lapangan terkumpul. Data lapangan atau data mentah yang
diperoleh saat pengumpulan data seperti data lisan (berupa tuturan), data tertulis. Data
lisan dan data tertulis tersebut diperoleh melalui wawancara terhadap narasumber.
Data lisan didokumentasikan ke dalam bentuk rekaman suara, sedangkan data tertulis
didokumentasikan ke dalam bentuk tulisan atau catatan penelitian.
Data yang berikutnya adalah data jadi. Data jadi ini merupakan data mentah yang
telah mengalami proses penyeleksian data. Pengolahan datanya dilakukan dengan
cara: (1) persiapan, (2) penyeleksian. Persiapan dilakukan dengan menyiapkan seluruh
data lapangan, baik berupa rekaman, dan catatan lapangan. Data yang berupa rekaman
suara disalin dalam bentuk tulisan. Setelah semua terkumpul, peneliti mulai
menyeleksi data sesuai dengan obyek penelitian.
69
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kota Cilegon
1. Sejarah Kota Cilegon
Kota Cilegon adalah sebuah kota di Provinsi Banten, Indonesia. Cilegon
berada diujung barat laut pulau jawa, ditepi selat sunda. Kota Cilegon dulunya
merupakan bagian dari wilayah kabupaten serang, kemudian ditingkatkan
statusnya menjadi kota administratif dan sejak tanggal 20 April 1999 ditetapkan
sebagai kotamadya (sebutan kotamadya diganti dengan kota sejak tahun 2001).
Cilegon dikenal sebagai kota industry dan menjadi pusat industry di kawasan
Banten bagian barat. Kota Cilegon dilintasi jalan Negara yaitu lintas Jakarta-
merak dan dilalui jalur kereta api Jakarta-merak. Kota Cilegon terdiri dari 8
kecamatan yaitu:
a. Kecamatan Cilegon
b. Kecamatan Ciwandan
c. Kecamatan Pulomerak
d. Kecamatan Cibeber
e. Kecamatan Grogol
f. Kecamatan Purwakarta
g. Kecamatan Citangkil
h. Kecamatan Jombang
Berdasarkan letak geografisnya, Kota Cilegon berada dibagian ujung sebelah
Barat Pulau Jawa. Secara administrative wilayah berdasarkan UU No. 15 Tahun
1999 tentang terbentuknya kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya
Tingkat II Cilegon pada tanggal 27 April 1999. (Humas Pemkot Cilegon,
www.Cilegon.go.id)
2. Keadaan Penduduk Kota Cilegon
Jumlah penduduk Kota Cilegon 374.559. Jumlah ini meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2007 penduduk Kota Cilegon adalah 320.253 jiwa, meningkat
sebesar 8,5% pada tahun 2008 menjadi 346.059 jiwa kemudian pada tahun 2009
meningkat sebesar 10,92% menjadi sebanyak 383.854 jiwa. Artinya Kota Cilegon
mengalami peningkatan yang cukup signifikan hingga saat ini. Jumlah penduduk
yang semakin pesat ini salah satunya dipengaruhi oleh Migrasi yang Masuk.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Cilegon melalui bidang
pencatatan sipil memberi pelayanan akta kelahiran kepada penduduk yang tidak
mampu dan tidak dikenakan denda bagi keterlambatan pelaporan pencatatan
kelahiran. Pemerintah kota Cilegon juga telah mencanangkan peningkatan
pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin.
Saat ini status kota Cilegon sebagai kota industry (non migas) dan
perdagangan menjadi yang paling tepat bagi kota ini. Paling tidak itu tergambar
pada jumlah tenaga kerja yang bekerja di lapangan usaha tersebut. Hingga kini
tercatat 29% pekerja yang mencari nafkah di sector industry. Persentase ini
hampir berimbang dengan yang bekerja pada sector perdagangan sebanyak 28%
dari total 102.000 pekerja. Angka tersebut sudah termasuk pekerja pendatang.
70
Sebagian besar dari mereka berpendidikan akhir STM atau Sekolah Menengah
Umum (SMU). Keberadaan industry menjadi sumber utama kehidupan
masyarakat Cilegon. Dari sekitar 101.000 penduduk usia produktif, sekitar 29% di
antaranya adakah bekerja di bidang industry. Jumlah penduduk yang tidak bekerja
mencapai 41.841 orang. Dan meskipun saat ini ada ribuan industry di Kota
Cilegon, sekitar 109 di antaranya industry besar, dari sekitar 300.000 rakyat
Cilegon, 60.000 di antaranya berada dibawah garis kemiskinan. (Badan Pusat
Statistik Cilegon, 2015)
3. Sosial Budaya Kota Cilegon
Karakteristik budaya masyarakat Cilegon tidak terlepas dari sejarah
Kesultanan Banten sebagai pusat penyebaran Agama Islam dan identic dengan
budaya keIslamannya. Budaya yang bernafaskan keIslaman ini sangat mewarnai
kehidupan keseharian adat istiadat yang sampai sekarang hidup dikalangan
masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut: Kota Cilegon berada dengan
Kesultanan Banten, bekas-bekas kebesarannya berupa bangunan kuno di beberapa
tempat seperti Istana Surosowan, Kaibon, Banteng Spelwijk dan peninggalan
sejarah lainnya seperti situs-situs yang tersebar diberbagai tempat. Jarak antara
Kota Cilegon dengan Kesultanan Banten sekitar 15 Km.
Kota Cilegon mencerminkan seni Budaya tradisional yang memiliki kekhasan
dan nilai budaya tradisional yang tinggi. Salah satu warisan Kesultanan Banten di
bidang kesenian yang masih dilaksanakan masyarakat adalah seni Debus dan
Terbang Gede. Disamping itu masih ada pertunjukan yang tidak kalah menariknya
seperti Seni Beluk, Ubrug, Patingtung dan Gecle.
Kota Cilegon memiliki tempat-tempat pariwisata yang alami dengan
pemandangan asri dan sejuk. Meskipun Kota ini dijuluki sebagai Kota Baja,
namun berdasarkan dari data BKPM terdapat daerah-daerah yang memiliki
potensi alam, diantaranya adalah:
a. Pulau Merak Besar
b. Pulau Merak Kecil
c. Pantai Mekarsari
d. Pantai Tamansari
e. Pantai Kelapa Tujuh
f. Pantai Pulorida
g. Pantai Mabak
h. Pulau Ular
i. Pantai Cigading. (Humas Pemkot Cilegon, www.Cilegon.go.id)
4. Pendidikan Kota Cilegon
Kota Cilegon mempunyai banyak fasilitas pendidikan mulai dari sekolah
dasar sampai dengan perguruan tinggi, di antaranya sekolah menengah ke atas
adalah:
a. SMAN 1 Cilegon
b. SMAN 2 KS Cilegon
c. SMKN 1 Cilegon
d. SMKN 2 Cilegon
e. MAN
f. Dan lain-lain
71
Selain terdapat sekolah menengah ke atas di Kota Cilegon juga terdapat sekolah
menengah pertama, di antaranya adalah:
a. SMPN 1 Cilegon
b. SMPIT Raudhatul Jannah
c. SMPN 2 Cilegon
d. SMPN 3 Cilegon
e. SMP Mardi Yuana Cilegon
f. SMP YPWKS Cilegon
g. Dan lain-lain
Di Kota Cilegon terdapat 18 SMA/MA, 34 SMP/MTs dan 172 SD/MI. pada
perguruan tinggi terdapat FAkultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
(FT Untirta) yang merupakan satu-satunya universitas negeri tertua yang berada
di Kota Cilegon tepatnya berada di lokasi kompleks industry Krakatau Steel.
(www.cilegon.go.id)
Berdasarkan sumber dari Badan Statistik Kota Cilegon (BPS), penduduk Kota
Cilegon yang tidak memiliki ijazah dan hanya tamat SD saja masih tergolong
tinggi sekitar 41,45%, akibatnya penduduk yang hanya berijazah rendah ini tidak
mampu untuk bersaing di dalam pasar kerja sector industry. Untuk pendidikan
yang paling tinggi, hampir sepertiga penduduk kota Cilegon menamatkan SLTA
ke atas dengan rincian tamat SLTA 29,25%, D1/D2 0,84%, D3 1,64% dan
D4/S1/S2 2,69%. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih banyak tidak
pempunyai ijazah sama sekali, SD maupun SLTP. Program D1 atau D2 ternyata
lebih diminati oleh kaum perempuan sedangkan untuk D3 memiliki persentase
yang hampir sama. Laki-laki cukup mendominasi pada jenjang SLTA dan
Perguruan tinggi (D4/S1/S2) yang masing-masing 33,80% dan 3,62%. (Badan
Pusat Statistik Cilegon, 2015)
Dari hasil temuan di atas, menggambarkan Kota Cilegon, baik dari segi
kependudukan, sosial budaya, ekomomi hingga keadaan pendidikan. gambaran
secara umum mengenai Kota Cilegon merupakan Kota yang padat penduduk, itu
disebabkan salah satunya oleh migrasi yang masuk. Begitu pula pada kondisi
perekonomian Kota Cilegon, banyak terdiri perusahaan industri, namun mengapa
kemiskinan di Kota Cilegon masih juga tergolong tinggi? Itu semua di karenakan
rendahnya pendidikan dimasyarakat sehingga tidak bisa memenuhi kualifikasi
dalam perusahaan industri tersebut. Sangat disayangkan, Kota Cilegon
mempunyai banyak perusahaan besar tapi masyarakatnya banyak pengangguran
sehingga menyebabkan tingkat kemiskinan yang tinggi dan Pendidikan yang
rendah.
72
B. Temuan Penelitian
1. Kasus Perceraian
Hasil temuan di lapangan mengenai kasus perceraian di kota Cilegon ternyata
masih sangat tinggi. Dimana jumlah pasangan yang bercerai di kota Baja ini
setiap tahunnya rata-rata mencapai 638 pasangan. Penyebab adanya perceraian itu
pada umumnya karena alasan ekonomi, yakni sekitar 75% sisanya sekitar 25%
karena alasan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan ketidakcocokan antara
pasangan suami dan istri.
Kantor Pengadilan Agama Kota Cilegon mencatat kasus perceraian, kasus
perceraian di antaranya berasal dari gugatan pihak perempuan yang terjadi
sepanjang tahun 2013 s/d 2016. Data perceraian yang penulis dapatkan dari
Kantor Pengadilan Agama Kota Cilegon dari tahun 2013 s/d 2016 adalah sebagai
berikut:
Keterangan: Cerai Talak = Diajukan oleh suami
: Cerai Gugat = Diajukan oleh istri. (Pengadilan Agama: 2016, 3
November)
Dari data yang didapatkan bahwa kasus perceraian di Kota Cilegon ini lebih
banyak didominasi oleh cerai gugat hingga mencapai kasus sebanyak 2.106, yakni
dari pihak istri yang mengajukan gugatan perceraian. Seperti telah dikatakan
sebelumnya bahwa istri menggugat suaminya untuk bercerai karena faktor
ekonomilah yang menjadi penyebab tertinggi. Namun, tidak hanya faktor ekonomi
saja yang menjadi penyebabnya, melainkan factor lainnya seperti perselingkuhan
juga yang menjadikan istri menggugat cerai suaminya.
Untuk mengetahui penjelasan dari data yang didapat maka dilakukan
wawancara kepada beberapa pihak yang terkait, di antaranya adalah Staf
pengadilan untuk menjelaskan terkait kasus perceraian yang terjadi sesuai data di
atas pada tahun 2015-2016 dan Ketua RT pada masing-masing Kecamatan, serta
dari pihak perempuan yang menjadi dominan dalam kasus perceraian di kota
Cilegon dari 8 Kecamatan dan pihak cerai talak dari 8 kecamatan. Dalam hal ini
untuk membuktikan data yang telah didapatkan, sesuai kasus yang terjadi, dan
melakukan wawancara.
a. Faktor Gugat Cerai
Hasil Wawancara: Staf Pengadilan Agama Kota Cilegon
Terjadinya kasus gugat cerai yang mendominasi dalam perceraian itu
disebabkan karena di dalam keluarga tidak adanya yang bisa mendamaikan
keduanya, khususnya memberikan pengertian kepada seorang istri. Faktor
Tahun Jumlah Per Tahun
Cerai Talak Cerai Gugat
2013 246 513
2014 233 511
2015 245 566
2016 194 516
Jumlah 918 2.106
73
ekonomi juga yang menjadi dominasi dari kasus tersebut. Selain itu juga
perempuan banyak yang bekerja tapi suaminya mengurus rumah tangga.
Dengan begitu istri merasa bangga atas apa yang ia raih dengan pekerjaannya,
sehingga berpikir tidak lagi membutuhkan suaminya yang pengangguran.
Penyebab yang lain adalah dikarenakan terjadinya kekerasan terhadap istri dan
anak, dan terjadinya perselingkuhan dari pihak suami. Selain itu ada juga cerai
gugat dikarenakan suaminya berada dalam tahanan yang divonis 5 tahun
penjara. Dengan demikian pihak perempuan menggugat cerai suaminya.
(Wawancara Staf Pengadilan Agama, 2016: 3 November)
Kasus perceraian pada zaman dahulu dilakukan oleh pihak suami kepada
istrinya, tapi kenyataan yang terjadi di zaman sekarang kebanyakan istri yang
menceraikan suaminya (Cerai gugat) dikarenakan oleh beberapa
faktor.Tingginya kasus cerai gugat berdasarkan temuan lapangan, bahwa yang
menjadi salah satu penyebab yang dominan adalah faktor ekonomi. Bukan
hanya itu saja, tapi cerai gugat yang dilakukan oleh pihak perempuan dengan
alasan suami mereka sering melakukan kekerasan pada istri dan anak-anaknya.
Kekerasan tersebut bukan hanya kekerasan fisik saja, tapi kekerasan psikis
juga dialami anak. Anak menjadi tertekan dikarenakan sering melihat ayah
mereka memarahi ibu mereka. Selain itu gugatan cerai diajukan dikarenakan
pihak suami melakukan tindakan kriminal hingga divonis bertahun-tahun
dipenjara.
b. Faktor Cerai Talak
Hasil Wawancara: Staf Pengadilan Agama Kota Cilegon
Kasus cerai talak ini terjadi dikarenakan beberapa faktor di antaranya
adalah ada pihak ketiga di antara keduanya, istri tidak dapat memiliki
keturunan dan juga cerai talak diajukan karena keduanya sering berselisih
lantaran istri tidak mau dimadu (poligami). Selain itu juga jika ada
permasalahan kecil dala rumah tangga, istri sering mengadu kepada orang
tuanya dan menceritakan kepada para tetangga, sehingga suami tidak terima
atas perlakuan istri tersebut maka terjadilah perselisishan yang berujung
perceraian. (Wawancara Staf Pengadilan Agama, 2016: 3 November)
Kasus perceraian di kalangan masyarakat masih tergolong tinggi, semua
itu terjadi karena permasalahan-permasalahan yang ada di antara suami dan
istri tidak dapat diselesaikan dengan baik, sehingga mereka mengambil jalan
keluar yaitu perceraian. Berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan,
bahwa cerai talak yang diajukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan
bukan tanpa sebab, melainkan ada beberapa faktor yang mendorong untuk
melakukan perceraian tersebut. Di antara faktor penyebabnya adalah ada pihak
ketiga di antara suami dan istri, sehingga sering terjadi perselisihan yang tak
kunjung selesai. Kemudian penyebab yang lainnya adalah pihak laki-laki
menceraikan pihak perempuan dikarenakan mereka tidak mau di madu
(poligami). Berbicara mengenai poligami bagi sebagian orang itu merupakan
hal yang tabu, khususnya untuk sebagian kaum perempuan. Memang banyak
sebagian dari kaum perempuan tidak rela mengizinkan suami mereka untuk
berpoligami. Dalam hal tersebut seringlah terjadi perselisihan, oleh karena itu
74
dengan alasan agar perselisihan tidak berkelanjutan pihak suami menceraikan
istrinya dan menikah kembali dengan pasangan barunya.
Dari beberapa faktor yang telah dikatakan oleh narasumber tersebut terkait
kasus cerai talak ini, faktor yang sering menjadi penyebab juga adalah adanya
intervensi dari orang tua atau mertua. Memang seorang anak meskipun mereka
sudah menikah mereka masih terus membutuhkan orang tuanya, terlebih lagi
dalam menghadapi masalah-masalah hidupnya. Orang tua ataupun mertua
boleh dilibatkan dalam hal persoalan rumah tangga, tapi dengan catatan
persoalan tersebut sudah dibicarakan antara suami dan istri namun tidak
menemukan solusi.
c. Upaya pencegahan terjadinya Perceraian.
Hasil Wawancara: Staf Pengadilan Agama Kota Cilegon
Perceraian di Kota Cilegon ini masih tergolong sangat tinggi, oleh sebab
itu menurut pihak Pengadilan Agama Kota Cilegon, dalam meminimalisir
kasus tersebut agar tidak terjadi di masyarakat, masyarakat harus melakukan
beberapa tips agar permasalahan yang ada dalam rumah tangga tidak
mengakibatkan perceraian.
1) Mencari sumber permasalahan
Ada asap tentu pasti ada api. Demikian juga halnya dengan kehidupan
rumah tangga. Keputusan untuk bercerai bukanlah tanpa sebab. Oleh
karena itu, carilah sumber dari permasalahan tersebut. Jika sumbernya
sudah diketahui, maka cobalah untuk menyelesaikannya dengan cara baik-
baik. Setiap masalah tentu mempunyai jalan keluar. Apapun permasalahan
yang menjadi sumber dari keputusan cerai, sebaiknya pertimbangkan
dengan matang, karena jika kita sudah menemukan sumber
permasalahannya, maka kita akan dapat memutuskan dengan tepat,
langkah yang akan diambil meneruskan keputusan untuk bercerai atau
tidak.
2) Introspeksi Diri
Bila suami istri sudah mengetahui penyebab kenapa mereka ingin
bercerai, cobalah untuk mengintrospeksi diri. Namun, hal sederhana ini
terkadang sulit untuk dilakukan, karena kedua pasangan tersebut merasa
dirinya yang paling benar. Tak jarang juga di antara keduanya malu untuk
mengakui kesalahan masing-masing, sehingga keduanya tidak mau
mengalah satu sama lain. Seharusnya sebelum memutuskan untuk bercerai
cobalah untuk merenungkan kesalahan masing-masing, dan mencoba
memperbaiki hubungan keduanya.
3) Jangan membesar-besarkan permasalahan
Jika pasangan suami istri sudah tahu sumber permasalahan dan konflik
yang ada di dalam rumah tanggannya, sebaiknya jangan memperbesar
masalah yang ada dan jangan mencari permasalahan yang baru. Justru kita
harus menyadari kekurangan yang ada, dan tidak ada salahnya untuk
meminta maaf. Serta tak perlu malu untuk saling memuji di antara
keduanya dan mencari solusi sebaik-baiknya.
4) Berpisah sementara
Perpisahan memanglah cara yang tidak diinginkan oleh siapa pun, namun
dalam hal ini untuk menghindari permasalahan yang akan mengakibatkan
75
perceraian, maka jalan inilah yang terbaik untuk menghindari sementara
waktu. Perpisahan sementara ini bertujuan agar suami dan istri dapat
merenungkan dan menentramkan diri masing-masing, sekaligus dapat
menimbang keputusan apa yang sebaiknya akan ditempuh. Kenapa harus
pisah sementara? Karena dalam keadaan emosi da keadaan yang semakin
memanas sebaiknya tidak bertemu dulu, dikhawatirkan akan terjadi hal-hal
yang lebih buruk. Oleh karena itu pisah rumah semntara menjadi jalan
yang terbaik.
5) Komunikasi
Komunikasi merupakan pondasi dalam sebuah hubungan, termasuk
hubungan dalam perkawinan. Tanpa komunikasi, hubungan tidak akan
bertahan dengan lam. Jadi, seberat apapun kondisi permasalahan dalam
rumah tangga bahkan dalam keadaan terpisah sementara, komunikasi
harus tetap berjalan. Hal tersebut dapat dijadikan diskusi di antara
keduanya untuk melakukan perbaikan dan mengambil keputusan dengan
baik.
6) Melibatkan Keluarga
Apabila kedua pasangan tidak dapat diajak kompromi dan berkomunikasi
atau selalu berusaha menghindar, maka cobalah untuk melibatkan anggota
keluarga dari kedua pihak. Melibatkan anggota keluarga yang dianggap
dapat berbicara dengan bijak dalam menyelesaikan masalah yang ada.
Tujuannya melibatkan keluarga agar dapat mencarikan solusi yang terbaik
dari permasalahan tersebut.
7) Mencari teman curhat
Menghadapi perceraian tentu akan membuat pikiran runyam, pekerjaan
terbengkalai dan bingung harus berbuat apa. Dalam kondisi ini kita bisa
berbagi dengan orang terdekat yang dapat dipercaya. Dengan berbagi,
pikiran akan menjadi lebih ringan. Tapi, perlu diingat, jangan mencari
teman lawan jenis untuk berbagi permaslahan yang kita hadapi. Karena
jika kita berbagi dengan teman lawan jenis maka bukan akan
menyelesaikan permaslaahan terlebih akan menjadi permasalahn baru serta
akan menjadi fitnah.
8) Ingat Anak
Dalam konflik yang terjadi di dalam rumah tangga, biasanya anak menjadi
senjata ampuh untuk meredam kemarahan dan emosi suami istri.
Keduanya harus memikirkan apa yang akan terjadi jika suami dan istri
tersebut bercerai. Bagaimana kondisi anak setelah perceraian, hal semacam
itu, harus dipikirkan oleh kedua belah pihak.
9) Jujur pada diri sendiri
Kita harus mengakui apakah sudah siap untuk berpisah. Perceraian tidak
semudah yang dibayangkan. Berpisah lalu hidup tenang, hal tersebut
belum tentu terjadi, kemungkinan bisa jadi sebaliknya. Jadi pikirkan
kembali jika ingin mengambil keputusan ini.
10) Berdoa
Selain berikhtiar, berdoa juga harus dilakukan. Karena kehidupan di dunia
ini tak terlepas dari sang Maha Pencipta, permasalahan yang ada pun ujian
yang harus kita lewati dari sang Maha Pencipta. Oleh sebab itu, banyak
berdoa dan mendekatkan diri kepada-Nya, mintalah petunjuk dari-Nya atas
76
permaslahan yang dihadapi. Dengan berdoa InsyaAllah akan mendapatkan
jalan keluar yang terbaik.
11) Buka lembaran baru
Apabila pihak suami dan istri memutuskan untuk berdamai dan kembali
lagi maka jangan pernah mengungkit-ungkit persoalan dan penyebab
pernah akan berniat untuk bercerai. Lupakan semua permaslahan yang
pernah terjadi dan berusaha untuk memperbaiki dan tidak mengulangi
kembali. (Wawancara Staf Pengadilan Agama, 2016: 3 November)
2. Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan
Tingginya kasus perceraian yang terjadi di Kota Cilegon, maka berdampak
pada semakin tingginya kekerasan terhadap anak. Kekerasan yang dimaksud di
sini menurut staf P3KC, bukan hanya kekerasan fisik saja, tapi kekerasan mental
lebih didominasi.
Berikut ini adalah data mengenai kekerasan terhadap anak dan kekerasan
terhadap perempuan dalam kurun waktu 2014-2016
JENIS KEKERASAN
KEKERASAN TERHADAP ANAK
TAHUN
2014
TAHUN
2015
TAHUN
2016
Kekerasan Fisik 2 9 7
Kekerasan Psikis 4 7 22
Kekerasan Seksual 13 11 13
Penelantaran 0 8 6
Trafficking 0 0 1
Jumlah Kasus 19 35 49
Jumlah Klien 18 31 44
Keterangan: Data di atas bersumber dari lembaga P3KC (Pusat Pelayanan dan
Perlindungan Keluarga Cilegon. (Cilegon, 2016: 7 November)
JENIS KEKERASAN
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
TAHUN
2014
TAHUN
2015
TAHUN
2016 JUMLAH
Kekerasan Fisik 15 10 12 37
Kekerasan Psikis 22 48 59 129
Kekerasan Seksual 3 2 4 9
Penelantaran 22 36 36 94
Trafficking 0 0 0 0
Jumlah Kasus 62 96 111 269
Jumlah Klien 49 60 80 189
77
Keterangan: Data di atas bersumber dari lembaga P3KC (Pusat Pelayanan dan
Perlindungan Keluarga Cilegon. (Cilegon, 2016: 7 November)
a. Kasus Kekerasan Terhadap anak dan Perempuan
Hasil Wawancara: Staf P3KC
Berdasarkan data-data di atas dapat dijabarkan bahwa kekerasan anak
dan perempuan dalam kurun waktu 2014-2016 mengalami peningkatan, baik
dalam kekerasan fisik, psikis, seksual, pelantaran dan trafikking. data tersebut
berdasarkan data pelapor yang setiap tahunnya semakin tinggi. Salah satu
penyebab kekerasan fisik, psikis dan lain sebagainya itu dikarenakan faktor
orang tua yang sering berselisih, akibatnya terjadilah perceraian. Dari kasus
perceraian tersebut tidak jarang anak dan perempuan yang menjadi korban
atas kasus tersebut. (Wawancara Staf P3KC, 2016: 9 Desember)
Mengkaji mengenai persoalan kekerasan, terutama kekerasan terhadap
anak dan perempuan sudah tidak asing lagi terdengar. Kekerasan terhadap
anak dan perempuan sering kali terjadi di mana-mana, bukan hanya di rumah
yang dilakukan oleh pihak keluarga, tapi di sekolah pun sering terjadi
kekerasan, baik kekersan fisik, psikis bahkan kekerasan seksual terhadap
anak yang dilakukan oleh guru dan teman sebayanya. Dengan adanya kasus
tersebut yang sudah merajalela di mana-mana, dunia anak menjadi angker.
Anak-anak tidak dapat bernapas lega, dan anak-anak sering merasa ketakutan
dan tertekan. Oleh karena itu dihimbau kepada seluruh jajaran, bukan hanya
pemerintah, tapi orang tua, masyarakat dan guru saling bekerja sama untuk
melindungi dan menjaga anak-anak agar terhindar dari kasus kekerasan
tersebut.
b. Upaya Penanggulangan Kasus kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan
Hasil Wawancara 1: (staf P3KC)
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa lembaga P3KC (Pusat
Pelayanan dan Perlindungan Keluarga Cilegon) yang bekerja sama dengan
lembaga-lembaga lainnya seperti, Pengadilan Agama dan Pihak Kepolisian,
P3KC selalu mengadakan sosialisai kepada masyarakat agar masyarakat
mengetahui betapa pentingnya menjaga keluarga yang bahagia dan sejahtera.
Mengenai kasus yang terjadi seperti kekerasan terhadap anak dan
perempuan pihak P3KC (Pusat Pelayanan dan Perlindungan Keluarga
Cilegon) dalam menanganinya itu setelah adanya pelaporan dari pihak yang
terkait, baik dari pihak korban ataupun pihak yang mengetahui kasus tersebut.
Pihak P3KC (Pusat Pelayanan dan Perlindungan Keluarga Cilegon)
melakukan pertemuan dengan kedua belah pihak antara korban dan pelaku
kasus tersebut untuk dimediasi terlebih dahulu dan menanyakan apa
penyebab dari permasalahan yang ada dalam keluarga tersebut. jika dalam
penyelesain yang dilakukan dengan cara mediasi dari pihak P3KC (Pusat
Pelayanan dan Perlindungan Keluarga Cilegon) tersebut tidak bisa
diselesaikan dengan cara kekeluargaan, maka jika kasus tersebut mengenai
kekarasan terhadap anak dan perempuan maka kasus tersebut diserahkan
kepada pihak kepolisisan. Namun, jika kasus yang terjadi adalah kasus dalam
rumah tangga antara suami dan istri yang tidak bisa diselesaikan sehingga
78
menimbulkan kekerasan bagi satu pihak maka P3KC (Pusat Pelayanan dan
Perlindungan Keluarga Cilegon) menyerahkan kasus tersebut pada pihak
Pengadilan Agama untuk ditindak lanjuti. (Wawancara Staf P3KC, 2016: 9
Desember)
Hasil Wawancara 2 : (Staf P3KC)
Dalam menanggulangi agar tidak semakin tinggi angka kekerasan
terhadap anak dan perempuan, pihak P3KC (Pusat Pelayanan dan
Perlindungan Keluarga Cilegon), membentuk kegiatan sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan, pendampingan dan perlindungan kepada
perempuan dan anak dengan prinsip-prinsip menjaga kerahasiaan, rasa
keamanan serta rehabilitasi dan keadilan.
b. Menjalin keterpaduan dengan semua stake holder dalam upaya
perlindungan dan pelayanan terhadap perempuan dan anak korban
kekerasan.
c. Sosialisasi hak dan kewajiban bagi keluarga.
d. Menjadi pusat konsultasi keluarga di kota Cilegon. (Pusat Pelayanan dan
Perlindungan Keluarga Cilegon (P3KC). (Wawancara Staf P3KC, 2016:
9 Desember)
3. Anak Putus sekolah
Perceraian di Kota Cilegon berdasarkan data yang penulis peroleh memang
mengalami turun-naik dalam setiap tahunnya. Dampak dari turun-naiknya
perceraian ternyata menyebabkan angka pendidikan atau anak putus sekolah di
Kota Cilegon meningkat. Berdasarkan data yang penulis peroleh adalah sebagai
berikut
Tahun Target SPM Jumlah Per Tahun
- - 2014 2015 2016
SD/MI 1 % 0 % 0 % 0,01 %
SMP/MTS 0,01 % 0 % 0,10 % 0,05 %
SMA/SMK/MA 0,01 % 0,1 % 0,10 % 0,05 %
Keterangan: Data di atas diolah dari Renstra dan Lakip Dinas Pendidikan Kota
Cilegon. Jika melebihi target yang ditentukan, maka angka putus
sekolah dinyatakan meningkat. (Dindik Kota Cilegon: 2016, 13
Desember)
Selain data yang telah dipaparkan di atas, telah didapatkan juga data dari
Dinas Pendidikan Kota Cilegon mengenai angka putus sekolah dalam kurun
waktu tahun 2016, setiap kecamatan dan data tersebut adalah sebagai berikut:
No Kecamatan
Angka Putus Sekolah
Jenjang SD, SLTP dan SLTA
Tahun 2016
1 Cilegon 2 Orang
2 Cibeber 2 Orang
79
Keterangan: Data di atas diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Cilegon,
mengenai anak putus sekolah dalam kurun waktu 2016. (Cilegon,
2016: 13 Desember)
a. Kondisi Pendidikan di Kota Cilegon
Hasil Wawancara: (Staf Dinas Pendidikan Kota Cilegon)
Data di atas menunjukkan bahwa angka putus sekolah di Kota Cilegon dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan berdasarkan target yang ditentukan,
terlebih lagi untuk tingkat SLTP dan SLTA. Dari data di atas menurut keterangan
yang didapat bahwa di tahun 2016 ini memang banyak terjadi anak-anak yang
putus sekolah, dari data tersebut bahwa, delapan kecamatan yang ada di Kota
Cilegon, Kecamatan Ciwandan yang mendapatkan angka tertinggi anak putus
sekolah mencapai 9 orang, menurut keterangan dari pihak Dinas Pendidikan Kota
Cilegon, dalam kurun waktu selama tahun 2016. (Staf Dindik Kota Cilegon, 2016:
13 Desember)
Pendidikan adalah sebuah upaya untuk menjadikan manusia lebih baik dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya yang akan datang. Oleh karena itu,
pendidikan tersebut sangat penting. Tapi lain halnya dengan kondisi pendidikan di
Kota Cilegon, anak-anak di tingkat SLTP hingga SLTA masih banyak yang
mengalami putus sekolah, semua itu terjadi dikarena beberapa faktor dan kendala
dalam kehidupan anak-anak tersebut. Oleh sebab itu, anak, orangtua, masyarakat
dan pemerintah harus saling bekerja sama dalam mengentaskan kebodohan yang
ada di masyarakat Cilegon, sehingga tidak terjadi angka putus sekolah meningkat.
b. Faktor Penyebab Angka Putus Sekolah meningkat
Hasil Wawancara 1: (Staf Dinas Pendidikan Kota Cilegon)
Menurut Said Wibowo staf bidang pelaksana program dan evaluasi
mengatakan bahwa, angka mengenai putus sekolah yang terjadi dikota cilegon
yang sebagaimana telah digambarkan di atas bahwa faktor penyebabnya bukan
hanya dari dampak perceraian, melainkan faktor ekonomi. Menurutnya, angka
putus sekolah yang disebabkan oleh perceraian itu juga mengandung unsur
ekonomi, karena istri yang ditinggal suaminya dalam artian bercerai, tidak bisa
memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya, dikarenakan kemampuan
seorang perempuan memiliki keterbatasan dalam melakukan pekerjaan. Mereka
hanya mampu menghasilkan uang untuk kebutuhan sehari-hari saja. Sedangkan
orang tua yang tidak bercerai pun, tidak sedikit anak-anaknya yang mengalami
putus sekolah. Kebanyakan dari mereka hanya sekolah sampai tingkat SD,
dengan alasan mereka lebih baik bekerja membantu orang tuanya, karena
ekonomi keluarga tidak stabil. Itulah sebab kenapa angka putus sekolah melebihi
target yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kota Cilegon.
3 Jombang 8 Orang
4 Ciwandan 3 Orang
5 Purwakarta Tidak Ada
6 Grogol 2 Orang
7 Citangkil 9 Orang
8 Pulo merak 1 Orang
80
Selain itu juga yang lebih dominan mengakibatkan angka anak putus sekolah
naik, khususnya di kecamatan Ciwandan itu akibat dari faktor ekonomi keluarga
yang tidak menunjang. Oleh karena itu terpaksa anak-anak banyak yang putus
sekolah karena orang tuanya tidak dapat membiayai untuk sekolah. Karena
kondisi perekonomian yang semakin menyempit para keluarga dan orang tua
terpaksa memberhentikan anak-anak mereka dari sekolahnya. Selain faktor
ekonomi yang menyebabkan angka putus sekolah di Kota Cilegon tersebut,
terlebih angka putus sekolah di dominasi oleh kaum perempuan, mereka putus
sekolah karena orang tua mereka yang tidak menyekolahkannya, dengan alasan
perempuan tidak perlu sekolah. (Wawancara Staf Dindik: 2016, 13 Desember)
Hasil Wawancara 2: (Staf Dinas Pendidikan Kota Cilegon)
Menurut ibu Nurhayati salah satu Staf Dinas Pendidikan Kota Cilegon yang
penulis wawancarai, beliau mengatakan bahwa memang angka putus sekolah di
Kota Cilegon mengalami naik-turun disetiap tahunnya, seperti dari data yang
ditargetkan. Berdasarkan hasil survei dari Pihak Dinas Pendidikan Kota Cilegon,
anak-anak yang mengalami putus sekolah tersebut karena orang tua yang tidak
memiliki biaya, dan kebanyakan dari mereka juga ada yang orang tuanya tidak
peduli pendidikan anak-anaknya. Orang tua mereka ada yang mengatakan,
sekolah cukup sampai SD saja, dan bahkan jika mereka memiliki anak
perempuan, mereka enggan sekali mengeluarkan uang untuk biaya pendidikan
anak perempuan mereka. Karena mereka menganggap bahwa perempuan tidak
perlu sekolah tinggi-tinggi. Terkadang orang tua menyampingkan kebutuhan
pendidikan anak perempuannya daripada anak laki-laki mereka. Mereka
menganggap bahwa laki-laki saja yang sekolah, biar kelar dapat pekerjaan dan
menghasilkan uang untuk membantu kebutuhan keluarganya. Menurut saya (Staf
Dindik), sangat disayangkan sekali masih banyak warga Kota Cilegon yang
berpikiran sempit dan kolot. Mereka mengganggap bahwa perempuan tidak perlu
sekolah. Jadi tidak heran angka putus sekolah ini di dominasi oleh kaum
perempuan. (Wawancara Staf Dindik, 2016:13 Desember)
Mengkaji kondisi pendidikan di Kota Cilegon setelah dilihat berdasarkan
data dan fenomena yang ada yaitu mengalami peningkatan angka putus sekolah.
Putus sekolah yang terjadi di Kota Cilegon tersebut dikarenakan beberapa faktor
di antaranya adalah faktor ekonomi keluarga yang tidak menunjang, dan anak-
anak yang putus sekolah lebih didominasi oleh anak-anak perempuan. Semua itu
terjadi dikarenakan sebagian besar masyarakat menganggap bahwa anak-anak
perempuan cukup sekolah sampai SD saja, karena kelak hanya akan bekerja di
dapur. Di zaman modern seperti ini masih banyak masyarakat yang berpikir
bahwa anak-anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi. Selain itu juga faktor
yang menjadi penyebab tingginya angka putus sekolah dikarenankan kedua orang
tua bercerai dan anak-anak terpaksa berhenti sekolah karena orang tua tidak dapat
membiayainya. Ekonomi, perceraian dan pemikiran yang sempit terhadap
pendidikan, akan terus mengakibatkan anak-anak putus sekolah jika tidak
dibenahi sejak dini. Oleh karena itu, masyarakat perlu diberikan arahan dan
penjelasan akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak untuk dapat menghadapi
kehidupan mereka di masa yang akand datang.
81
c. Upaya Penanggulangan Anak Putus sekolah
Hasil Wawancara:
Menurut staf Dinas Pendidikan Kota Cilegon, dalam menanggulangi angka
putus sekolah yang semakin naik di Kota Cilegon yaitu dengan cara bersosialisasi
kepada setiap sekolah dan masyarakat, agar masyarakat dapat mengetahui
pentingnya pendidikan, terlebih lagi di zaman era globalisasi ini, anak-anak akan
tertinggal pengetahuan jika tidak mengenyam pendidikan minimal sampai tingkat
SLTA, karena dengan begitu anak akan mendapatkan pekerjaan yang layak jika
mereka berpendidikan yang tinggi. Selain itu juga ada Dana BOS yang
diperuntukkan untuk setiap sekolah, dalam membantu para siswa, khususnya
siswa yang kurang mampu. (Wawancara Staf Dindik, 2016: 13 Desember)
Selain pendapat yang dikemukakan oleh Staf Dinas Pendidikan tersebut, hasil
temuan yang didapatkan informasi dari artikel yang ditulis oleh Abd. Jabar
mengenai Dana Pendidikan Kota Cilegon yaitu sebagai berikut:
Pembiayaan pendidikan saat ini memang mengalami permasalahan terutama
terkait dengan ketersediaan jumlah dana yang memadai untuk penyelenggaraan
pendidikan bermutu. Kondisi ini mendesak pemerintah daerah untuk segera
melakukan penyususnan rencana pembangunan pendidikan secara terprogram dan
berkelanjutan. Berpedoman pada prioritas pembangunan Kota Cilegon bidang
pendidikan yang telah mengamanatkan program wajib belajar 12 tahun, alokasi
pembiayaan pembangunan bidang pendidikan lebih difokuskan pada
pembangunan mutu pendidikan dan juga penurunan biaya yang harus ditanggung
oleh orang tua murid agar para orang tua bisa melanjutkan anaknya sekolah
hingga jenjang pendidikan menegah. (Abd.Jabar, 2010: 456)
Usaha-usaha yang dilakukan oleh pihak pemerintah Dinas Pendidikan Kota
Cilegon, memang bertujuan untuk menanggulangi permasalahan pendidikan di
Kota Cilegon supaya angka putus sekolah tidak semakin bertambah setiap
tahunnya dengan alasan faktor ekonomi para orang tua yang tidak menunjang.
Pemerintah Kota Cilegon memang belum mampu menggratiskan pendidikan
secara 100% sehingga orang tua murid mendapatkan kewajiban membayar
berbagai macam sumbangan pendidikan. Agar beban biaya pendidikan orang tua
tidak terlalu besar, sehingga para orang tua bisa membiayai anak-anak mereka
sampai ke jenjang pendidikan selanjutnya, pemerintah daerah mempertimbangkan
dan perlu berupaya dalam melakukan pembebasan dana sumbangan pendidikan
siswa baru dan uang transportasi guru. Pemerintah juga berharap agar pendidikan
bagi masyarakat menjadi lebih murah, namun tetap berkualitas. Terkait dengan
hal tersebut, pemerintah daerah juga selalu berupaya melakukan
pengidentifikasian masalah, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan sampai
dengan implikasi kebijakan dan pengambilan keputusan pembangunan
pendidikan sebaik-baiknya. (Abd.Jabar, 2010: 456)
Dari hasil temuan di atas bahwa, memang usaha-usaha yang dilakukan oleh
pemerintah Kota Cilegon dalam menanggulangi angka putus sekolah yang
semakin tinggi, pemerintah melakukan upaya-upaya yang sangat terprogram.
Namun, rencana yang diprogramkan tersebut memang belum sepenuhnya
berhasil, dikarenakan masih banyak sekali kendala-kendala yang belum
82
terselaesaikan termasuk juga kendala dalam peningkatan mutu pendidikan.
Pemerintah Kota Cilegon memang menganggarkan biaya pendidikan untuk
membangun program pendidikan wajib belajar 12 tahun, namun pada
kenyataannya entah biaya tersebut tersalurkan sepenuhnya atau tidak, kenyataan
di lapangan berdasarkan data yang penulis dapatkan, angka putus sekolah tiap
tahunnya mengalami kenaikan disebabkan karena orang tua merasa terbebani
dengan biaya sekolah yang mahal. Padahal biaya yang dianggarkan tersebut
bertujuan untuk membantu anak-anak yang kurang mampu agar dapat
mengenyam pendidikan yang lebih lanjut.
Selain itu juga, upaya penyelenggaraan pendidikan, bukan hanya biaya saja
yang diprogramkan, namun juga pihak-pihak yang terkait seperti guru, gedung,
alat tulis, perlengkapan dan waktu siswa. Agar program yang direncanakan bisa
terealisasikan dengan baik sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan dan
para orang tua dapat membiayai anak-anak mereka untuk melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan demikian dalam mewujudkan semua
program yang direncanakan oleh pemerintah, masayarakt dan pemerintah pun
harus bekerja sama dalam menyelesaikan progrma-program pembangunan
pendidikan.
Sedangkan hasil temuan juga didapatkan keterangan dari pihak yang terkait
dan mengalami putus sekolah baik dari pihak orang tua dan anak.
a. Faktor Penyebab Putus Sekolah
Hasil Wawancara 1: (Orang Tua)
Penyebab putus sekolah adalah ada yang mengatakan memang
pendidikan itu sangat penting dan mereka juga menginginkan anaknya
sekolah sampai kejenjang yang lebih tinggi, namun di sisi lain ada kendala
yang mengahambat yaitu biaya pendidikan. Maka dari itu orang tua
memutuskan untuk anaknya berhenti sekolah walaupun keadaan yang
memaksa. Namun, ada pula beberapa orang tua yang memiliki anak putus
sekolah dikarenakan anak mereka seorang perempuan, para orang tua
menganggap bahwa perempuan itu tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena
hanya akan bekerja di dapur, jadi jika mereka sekolah banyak uang yang
dikeluarkan, lebih baik uang yang ada untuk memenuhi kebutuhan yang lain.
Mereka menganggap bahwa perempuan itu tidak perlu berpendidikan tinggi,
cukup sampai pendidikan Sekolah Dasar saja. (Wawancara Orang Tua, 2016:
15 Desember)
Putus sekolah bukanlah hal yang diinginkan oleh semua anak dan orang
tua. Tapi putus sekolah terkadang terpaksa dilakukan karena beberapa
kendala. Sebagian orang tua berpikir bahwa pendidikan itu sangat penting
agar kehidupan anaknya lebih baik, tapi sebagian orang tua yang lainnya juga
mengganggap bahwa pendidikan itu tidak penting karena akan membuang-
buang biaya. Bagi orang tua yang menganggap pendidikan itu penting, tapi
tidak dapat menyekolahkan anaknya dikarena faktor ekonomi keluarga
mereka tidak menunjang untuk memberikan pendidikan yang tinggi kepada
anak-anaknya, mereka hanya mampu untuk membiayai kehidupan sehari-
hari.
83
Hasil Wawancara 2: (Anak SD)
Menurut anak tersebut, alasan putus sekolah adalah orang tua mereka
tidak mampu lagi membiayai mereka untuk sekolah, untuk jajan saja mereka
jarang apa lagi untuk bayar sekolah, padahal mereka sangat menginginkan
melanjutkan sekolah kejenjang selanjutnya. Ada di antara anak-anak tersebut
yang terpaksa berhenti sekolah dan ada juga memang yang tidak mau sekolah
lagi, anak yang tidak mau sekolah ini memang lebih memilih bekerja dengan
cara membantu kedua orang tuanya dirumah, dari pada sekolah
menghabiskan uang. Anak-anak yang dipaksa berhenti sekolah oleh orang
tuanya karena keadaan yang tidak memungkinkan, mereka hanya bilang
berpasrah dan mengikuti apa yang orang tua mereka katakana dan tentukan.
(Wawancara anak putus sekolah (SD), 2016: 15 Desember)
Faktor penyebab anak putus sekolah tentunya tidak akan terlepas dari
beberapa hal yang mempengaruhinya sehingga tidak dapat menyelesaikan
sekolah, karena dihadapkan beberapa kendala, baik yang datang dari anak
tersebut ataupun datang dari lingkungan. Faktor yang datang dari dalam anak
tersebut seperti anak tidak ada kemauan lagi untuk melanjutkan sekolah dan
bahkan memilih untuk bekerja. Padahal anak pada usia sekolah seharusnya
menggebu-gebu untuk menuntut ilmu dan melanjutkan sekolah ke jenjang
yang lebih tinggi. Ada pula faktor yang datang dari luar atau lingkungan
seperti anak terpaksa tidak dapat melanjutkan sekolah dikarenankan
kemampuan orang tua dalam hal ekonomi tidak menunjang, bahkan untuk
biaya kehidupan sehari-haripun terkadang tidak mencukupi, karena sebagian
orang tua mereka bekerja sebagai buruh dan pedagang kecil.
Hasil Wawancara 3: (Anak SLTP)
Menurut anak-anak dari kalangan anak putus sekolah (SLTP),
mengatakan bahwa, mereka putus sekolah karena faktor ekonomi juga yang
tidak menunjang. Di anatara dari anak-anak tersebut juga mengatakan bahwa
mereka sangat menginginkan melanjutkan pendidikannya, namun mereka
sadar diri dengan kondisi keluarga dan kondisi keuangan orang tuanya,
terlebih lagi yang mempunyai banyak saudara, mereka mengatakan supaya
saudara-saudara mereka bisa sekolah, maka mereka bergantian untuk bisa
sekolah, agar tidak membebankan kedua orang tuanya. Orang tua mereka
memang ada juga yang tidak membolehkan mereka berhenti sekolah apapun
keadaannya, namun mereka lebih memilih untuk berhenti sampai SLTP
supaya orang tua tidak terbebani. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa
orang tua mereka setelah lulus sekolah SLTP tidak perlu lanjut dan bahkan
disuruh untuk mencari pekerjaan, agar bisa membiayai diri sendiri dan
saudara-saudaranya. Dan bahkan ada juga setelah lulus SLTP bagi seorang
perempuan disuruh menikah, agar dapat mengurangi beban orang tua.
(Wawancara anak putus sekolah SLTP, 2016: 16 Desember)
Persoalan putus sekolah memang bukanlah bersoalan kecil, karena jika
semakin tinggi anak putus sekolah maka akan semakin tinggi pula tingkat
kebodohan anak. Namun, tidak dapat dipungkiri, anak putus sekolah sebagian
banyak disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak menunjang. Tapi
84
bukan hanya persoalan ekonomi yang juga menjadi penyebab anak-anak
putus sekolah, melainkan pemikiran orang tua yang sempitpun menjadi
kendala bagi anak-anak untuk menggapai cita-citanya. Sebagian besar
masyarakat yang telah ditemukan dalam penelitian, menganggap bahwa anak-
anak tidak perlu sekolah tinggi, karena akan menghabiskan biaya yang besar,
lebih baik anak-anak bekerja agar dapat menghasilkan uang untuk membantu
kehidupan keluarga. Adapula pemikiran masyarakat terkait anak-anak
perempuan, mereka menganggap bahwa perempuan setelah lulus sekolah
SD/SLTP untuk segera menikah, agar beban orang tua bisa berkurang. Hal
semacam itu tentulah tidak dibenarkan, justru dalam hal pendidikan tidak
membedakan baik laki-laki ataupun perempuan mempunyai hak yang sama.
Terlebih lagi seorang perempuan harus mendidik anak-anaknya kelak, jadi
tanpa ilmu dalam mendidik anak akan salah arah dan salah jalan. Oleh karena
itu pemikiran masyarakat yang seperti itu harus segera dibenahi agar anak-
anak tidak lagi menjadi korban.
Hasil Wawancara 4: (Anak SLTA)
Selain pernyataan anak-anak yang putus sekolah di atas, ada juga
pernyataan dari anak-anak yang putus sekolah jenjang SLTA, berikut
pernyataan mereka adalah, anak-anak tersebut ada yang merasa cukup
berpendidikan sampai tingkat SLTA, karena bagi mereka sekolah SLTA itu
sudah cukup untuk mereka mencari pekerjaan. Sehingga mereka memutuskan
untuk tidak melanjutkan ke jenjang S1. Ada juga di antara anak-anak tersebut
yang mengatakan bahwa mereka tidak ingin sekolah karena mereka
menganggap sekolah itu bikin pusing, apalagi terkait tugas-tugas yang nanti
akan dia terima kalau dia masuk kuliah. Anak-anak tersebut lebih memilih
berhenti sekolah sampai tingkat SLTA dan mencari pekerjaan sesuai yang
mereka mampu. Selain itu juga mereka ingin membantu kedua orang tuanya.
Ada juga anak yang memutuskan sekolah hingga sampai SLTA saja karena
mereka tinggal dengan orang tua tunggal, mereka tidak mau membebani
ibunya yang sudah bersusah payah membiayainya hingga lulus SLTA.
Mereka mengatakan bahwa jika mereka ingin melanjutkan ke jenjang
perkuliahan mereka akan mencari biaya sendiri, oleh sebab itu mereka
memutuskan untuk bekerja terlebih dahulu setelah ada biaya mereka akan
mela jutkan pendidikannya. (Wawancara anak putus sekolah SLTA, 2016: 16
Desember)
Mengkaji tentang faktor penyebab anak putus sekolah tidak berbeda dari
sebelumnya, faktor yang menjadi penyebab salah satunya adalah faktor
ekonomi orang tua yang tidak menunjang, tapi untuk anak SLTA ini, mereka
sudah dewasa dalam mengambil keputusan untuk melanjutkan pendidikannya
atau tidak, bukan karena faktor keterpaksaan dari orang tua. Anak-anak
tersebut merasa sudah cukup sekolah sampai tingkat SLTA, dan memilih
untuk bekerja. Selain itu juga anak-anak memilih untuk tidak melanjutkan
pendidikannya, dikarenakan mereka tinggal dengan orang tua tunggal yaitu
seorang ibu, mereka memilih untuk membantu ibunya dengan bekerja agar
dapat menyekolahkan saudara-saudara mereka ke jenjang lebih tinggi. Selain
itu juga faktor lingkungan yang mempengaruhinya, seperti kebanyakan seusia
85
mereka, teman-temannya tidak lagi melanjutkan sekolah dan bekerja, oleh
sebab itu mereka juga memilih seperti teman-temannya tidak melanjutkan
sekolah dan bekerja. Lingkungan sosial memang sangat mempengaruhi
perkembangan kepribadian seseorang dan lingkungan sosialpun mempunyai
pengaruh terhadap pencapain pendidikan seseorang. Jadi, agar anak dapat
memperoleh pendidikan yang baik maka orang tua harus mengupayakan dan
mengarahkan agar anak-anak tidak terpengaruh dengan lingkungan sosial
yang akan menghambat pendidikannya.
Dari hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa memang tidak
bisa dipungkiri kebutuhan ekonomi yang selama ini menjadi kendala dalam
segala hal, bahkan orang bisa berbuat nekat karena kebutuhan ekonomi yang
mendesak. Namun, berdasarkan hasil temuan, pendapat mengenai perempuan
tidak perlu sekolah tinggi dan anak-anak yang memilih tidak melanjutkan
sekolah, karena hanya menghabiskan biaya dan berakhir dipekerjaan rumah
saja kurang setuju. Seharusnya anak-anak dan orang tua saling mendukung
satu sama lain, faktor ekonomi memang jadi kendala, tapi di zaman sekarang
banyak jalan jika ada kemauan dan kesungguhan. Pendapat masyarakat yang
seperti itu perlu diluruskan kembali, agar para orang tua tidak mengabaikan
pendidikan anak-anak mereka khususnya anak perempuan. Padahal
pendidikan tersebut penting bagi siapapun tidak memandang orang tersebut
laki-laki atau perempuan. Justru perempuan harus mengenyam pendidikan
yang tinggi, supaya dapat mengajarkan ilmu-ilmu kepada anak-anak mereka
kelak, karena perempuan atau seorang ibu adalah madrasah pertama bagi
anak-anak mereka. Pemerintah Kota Cilegon telah memberlakukan wajib
belajar 12 tahun, peraturan tersebut bertujuan untuk mengurangi kebodohan
para masyarakat Cilegon. Namun, pada kenyataannya memang masih banyak
masyarakat Cilegon yang tidak memahami hal tersebut, kebanyakan dari
mereka menganggap pendidikan tidaklah terlalu penting, terlebih lagi biaya
pendidikan yang mahal. Untuk meminimalisir pendapat-pendapat masyarakat
tersebut, diharapkan pemerintah melakukan sosialisasi dan bahkan
menekankan pada masyarakat Kota Cilegon agar anak-anak mereka
berpendidikan minimal sampai tingkat SLTA. Bukan hanya bersosialisasi
saja, namun sekolah di Kota Cilegon digratiskan untuk masyarakat yang
kurang mampu, supaya anak-anak bisa berpendidikan sampai jenajng yang
tinggi tanpa harus memikirkan biaya. Dengan begitu, kota Cilegon dapat
mengentas kebodohan dan kemiskinan di Kota Cilegon, sehingga
perekonomian Kota Cilegon Membaik dan kasus-kasus yang terjadi
disebabkan oleh faktor ekonomi pun akan terminimalisis seperti kasus
perceraian yang semakin tinggi di Kota Cilegon karena faktor ekonomi.
Dari beberapa pernyataan yang telah ditemukan mulai dari anak-anak
yang putus sekolah dari jenjang SD, SLTP dan SLTA, kebanyakan dari
mereka memang berhenti atau putus sekolah dikarenakan faktor ekonomi
orang tua yang tidak menunjang. Mereka lebih memilih untuk tidak
melanjutkan pendidikannya dari pada tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-
hari keluarganya meskipun ada dari beberapa mereka yang terpaksa
melakukannya. Bahkan ada dari mereka yang putus sekolah karena disuruh
menikah oleh orang tuanya, dengan alasan agar beban orang tua bisa
86
berkurang, khususnya untuk anak perempuan. Selain itu juga di antara para
responden atau narasumber yang ditemui, tidak hanya dari faktor ekonomi
orang tuanya yang kurang, tapi juga dari pihak anak-anaknya yang tidak mau
lagi melanjutkan sekolah mereka. Terlebih lagi mereka yang sudah
mengenyam pendidikan tingkat SLTP dan SLTA, mereka menganggap
bahwa pendidikan mereka sudah sangat cukup, jadi tidak perlu lagi untuk
melanjutkan pendidikan mereka. Anak-anak tersebut memilih untuk bekerja
agar dapat menghasilkan uang. Ada juga mereka yang putus sekolah karena
mereka tinggal bersama orang tua tunggal yaitu ibu, sehingga mereka tidak
tega untuk meminta ibunya membiayai pendidikan ditingkat selanjutnya.
Anak-anak tersebut tidak ingin membebani pikiran ibunya karena
memikirkan biaya pendidikan. Bagi mereka ibunya sudah cukup menderita
karena bercerai dari ayahnya dan ayahnya tidak lagi membiayai kehidupan
dirinya. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan
sekolah.
Dari pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh para narasumber,
dapat dikatakan bahwa di kota Cilegon ini masih banyak sekali anak-anak
yang tidak mengenyam pendidikan apa lagi pendidikan hingga perkuliahan,
mungkin hanya anak-anak yang beruntung saja yang bisa melanjutkan
pendidikannya tanpa ada hambatan apapun terkait biaya pendidikan.
sebagaiamna telah ditemukan kejadian dilapangan, dan tidak lain juga terjadi
disekitar tempat tinggal peneliti, masih banyak sekali anak-anak yang tidak
melanjutkan sekolah, karena faktor ekonomi para orang tua mereka. Namun,
ada juga orang tua yang sayang untuk mengeluarkan uang demi pendidikan
anaknya. Mereka bahkan mengatakan kepada anak-anak perempuan mereka
untuk apa sekolah tinggi-tinggi dan pada akhirnya hanya bekerja di dapur,
jadi cukup sampai SD, dan SMP. Selain itu juga ditemukan dari kalangan
perempuan masih banyak sekali yang mengenyam pendidikan hanya sampai
tingkat SD dan paling tinggi tingkat SLTA.
Dalam teori-teori pun dijelaskan mengenai pentingnya pendidikan,
bahkan dalam al-qur‟an pun dijelaskan mengenai belajar tiada akhir dengan
tujuan agar manusia bisa berubah, baik dari segi pemikiran maupun dari segi
kehidupannya. Nabi Muhammad saw pun menganjurkan untuk menuntut
ilmu, namun Tujuan setiap bentuk pendidikan dan makna telaah mengenai
esensi dari pendidikan adalah mengadakan perubahan-perubahan positif
dalam masyarakat. Pendidikan itu sangat penting dan diwajibkan,
sebagaimana Rasulullah saw:
“Dari Anas bin Malik berkata: Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya
mencari ilmu itu wajib atas setiap muslim. Dan meletakkan atau mengajar
ilmu oleh seseorang selain dari pada ahli ilmu seumpama mengalungkan
87
rantai yang dibuat dari mutiara, permata dan emas keleher babi.” (HR. Ibnu
Majah)
a. Penelusuran Hadits
Penelusuran hadis dilakukan ke berbagai buku induk hadis yang masih
lengkap sanad dan matannya. Cara pencariannya dengan metode takhrij dengan
menggunakan lafadz-lafadz yang terdapat dalam matan hadis. Pemilihan metode
ini dianggap relatif lebih mudah untuk menelusuri hadis yang sedang diteliti
dengan cara memilih salah satu lafadz yang terdapat dalam rangkaian matan hadis
sebagai kata kunci.
Berdasarkan metode di atas, maka peneliti menggunakan software Al-
Maktabah Al-Syâmilah. Dengan menggunakan kata kunci yang berbeda ditemukan
redaksi yang beragam pula. Dengan menggunakan kata kunci
ditemukan redaksi hadis
masing-masing terulang dalam:
1) Sunan Ibnu Majah, bab Menuntut Ilmu, juz 1, halaman 81
2) Musnad Abi Ya‟la, bab Musnad Anas bin Malik, juz 3, halaman 188
3) Mu‟jam Al-Awshath, 3, halaman 57
4) Mu‟jam Al-Shaghir, juz 1, halaman 36
88
b. Takhrij Hadits
Fokus penelitian dalam hal ini adalah riwayat imam Ibnu Mâjah dengan
transmisi periwayatan seperti terlihat pada bagan di bawah ini:
JALUR IBNU MAJAH 1. Anas bin Malik
a. Nama Lengkap Nama lengkapnya adalah Anas bin Malik bin al-Nadlar bin Dlamdlam bin Zaid bin Haram. Lahir di Makkah dan berdomisili di Basrah, meninggal pada tahun 92 H.
b. Guru Kurang lebih berjumlah 20 orang, diantaranya: 1) Nabi Muhammad SAW 2) Ubay bin Ka‟ab 3) Zaid bin Arqom 4) Tsabit bin Qais
c. Murid Kurang lebih berjumlah 32 orang, diantaranya: 1) Muhammad bin Sirrin 2) Muhammad bin Malik 3) Muhammad bin Muslim
2. Muhammad bin Sirrin
a. Nama Lengkap Muhammad bin Sirrin bin Maula Anas bin Malik. Beliau termasuk salah seorang tabi‟in yang menetap dan meninggal di Basrah pada tahun 110 H
b. Guru Kurang lebih berjumlah 8 orang, diantaranya:
89
1) Ibn al-„Ala‟ al Hadlrami 2) Abu Ubaidah bin Hudzaifah al Yaman 3) Anas bin Malik Uwais bin Uwais Al-Tsaqafiy
c. Murid Kurang lebih berjumlah 19 orang, diantaranya: 1) Abu Al-„amr bin al-Ala bin Ammar 2) Abu Ma‟an 3) Katsir bin Syindlir
3. Katsir bin Syindlir
a. Nama Lengkap Katsir bin Syindzir al Maziny lahir di Basrah. Ia termasuk golongan yang menempati thabaqat ke-6 dan termasuk tabi‟in yang paling muda
b. Guru Kurang lebih berjumlah 17 orang, diantaranya: 1) Hasan bin Abi Hasan Yasar 2) ‟Atha‟ bin Abi Rabbah Aslam 3) Anas bin Sirrin 4) Muhammad bin Sirrin
c. Murid Kurang lebih berjumlah 24 orang, diantaranya: 1) Said bin Abi Aruwiyah 2) Hammad bin Zaid 3) Abd al Warits bin Said 4) Aban bin Yazid al Aththar 5) Hafsh bin Sulaiman
4. Hafsh bin Sulaiman
a. Nama Lengkap Hafsh bin Sulaiman al Usdy al Bazaz lahir diKufah dan wafat pada tahun 180 H. ia termasuk dalam tingkatan pertengahan tabi‟ tabi‟in (thabaqat 7)
b. Guru Kurang lebih berjumlah 28 orang, diantaranya: 1) Sammak bin Harb bin Aus 2) Katsir bin Zadan 3) Katsir bin Syindzir
c. Murid Kurang lebih berjumlah 32 orang, diantaranya: 1) Hisyam bin Ammar 2) Adam bin Abi Iyas 3) Ja‟far bin Hamid Al-Kufi 4) Hafsh bin Ghiyats
5. Hisyam bin Ammar
a. Nama Lengkap Hisyam bin Ammar bin Nushair bin Maisarah bin „Abban. Beliau lahir di Syam pada tahun 153 H dan wafat di Dujjail ditahun 245 H
b. Guru Kurang lebih berjumlah 39 orang, diantaranya: 1) Hafsh bin Sulaiman 2) Ismail bin Iyas 3) Kholil bin Musa Al-Bashri 4) Sufyan bin „Uyainah
c. Murid Kurang lebih berjumlah 45 orang, diantaranya: 1) Ibnu Majah 2) Abu Daud 3) An-Nasa‟i 4) Al-Walid bin Muslim
90
c. Kesimpulan
Dari hasil pencarian yang dilakukan oleh penulis mengenai kualitas hadits ini,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Berdasarkan ketersambungan sanad, ketsiqohan (keadilan dan kedhabitan), dan
tidak adanya syudzuz dan „Illat dalam sanad Ibnu Majah tersebut dalam kategori
hadits hasan li ghoirihi karena dikuatkan oleh perawi yang terkenal, sehingga
derajat hadits ini meningkat.
2) Ditinjau dari segi matan ada perbedaan redaksi atau lafal dalam periwayatan
hadits, karena kebanyakan periwayatan hadits dilakukan secara maknawi. Maka
perbedaan lafal hadits menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam
periwayatan hadits, sehingga hadits ini tidak terjadi syudzuz dan Illat disebabkan
hanya ada penambahan kalimat yang sifatnya lebih menguatkan dari makna
hadits tersebut. Hadits ini juga tidak bertentangan dengan Alquran.
3) Dari berbagai definisi keilmuan menurut para ahli, definisi yang cocok dalam
konteks kekinian adalah menurut Imam Khomeini. Imam Khomeini membagi
ilmu dari sisi kemanfaatannya menjadi tiga jenis ilmu, yakni: pertama, ilmu-ilmu
yang bermanfaat bagi perkembangan tahap-tahap eksistensi manusia sebagai
tujuan akhir penciptaan. Kedua, ilmu-ilmu yang merugikan manusia dan
membuat manusia melalaikan kewajiban pokoknya. Ketiga, ilmu-ilmu yang tidak
membawa madharat dan tidak pula membawa manfaat. Kebermanfaatan ilmu
terkait erat dengan kegunaannya dalam mendukung evolusi kemanusiaan
manusia menuju kesempurnaan dirinya. Sampai saat ini, manusia terus menerus
berada dalam proses evolusi.
4) Setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan wajib menuntut ilmu. Setiap
muslim tidak akan pernah keluar dari tanggungjawabnya untuk mencari ilmu
serta tidak ada wilayah pengetahuan itu yang tercela dalam dirinya sendiri karena
ilmu laksana cahaya. Hadis tentang kewajiban menuntut ilmu bukan hanya
sekedar perintah wajib menuntut saja melainkan juga mengamalkan ilmu tersebut
sesuai bidang dan kemampuannya.
5) Hadis ini juga menjelaskan bahwa memberikan ilmu kepada yang bukan ahlinya
merupakan perbuatan yang sia-sia dan hanya akan berakibat kehancuran. Hadis
tentang kewajiban menuntut ilmu ini juga merupakan sarana ibadah dan
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan senantiasa menemukan hakikat
ilmu yang sebenarnya. Karena seorang intelek yang tidak beriman akan dapat
membawa kehancuran, baik bagi diri maupun sesamanya.
Penjelasan hadits di atas adalah bahwa hukum mencari ilmu itu wajib bagi
seluruh kaum muslimin baik laki-laki dan perempuan, makna wajib disini
adakalanya wajib a‟in da nada kalanya wajib kifayah. Kata “muslim” berbentuk
mudzakar (laki-laki), tetapi maknanya mencakup mudzakar dan muannats
(perempuan). Maksudnya orang Muslim yang mukallaf yakni Muslim, berakal,
baligh. Laki-laki dan perempuan. Jadi hokum menuntut ilmu atau pendidikan itu
fardhu bagi setiap orang Islam baik laki-laki maupun perempuan. (Khon, 2012: 144)
Selain mencari ilmu atau pendidikan itu wajib bagi setiap orang Islam baik laki-
laki maupun perempuan yang telah dijelaskan di atas, masa dalam mencari ilmu pun
diharuskan seumur hidup (long life of education),
91
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadis di atas adalah:
1) Kewajiban menuntut ilmu di mana saja dan dalam keadaan bagaimanapun,
sekalipun dalam keadaan sulit dan jauh.
2) Kewajiban menuntut ilmu wajib bagi Muslim laki-laki dan perempuan yang
sudah mukallaf.
3) Kewajiban menuntut ilmu adakalanya wajib a‟in dan adakalanya wajib kifayah.
4) Penuntut ilmu dicintai, dihormati dan dilindungi oleh para malikat. (Khon,
2012: 150)
Dari penjelasan hadits yang telah dipaparkan di atas, bahwa pendidikan atau
menuntut ilmu itu wajib bagi semua orang baik laki-laki dan perempuan. Dalam
Islam untuk hal pendidikan antara laki-laki dan perempuan tidak dibedakan,
keduanya berhak mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya agar dapat merupah
pola pikir dan dapat merubah kehidupannya di masa yang akan datang. Namun,
sangat disayangkan, masih banyak masyarakat yang belum menyadari akan arti
pentingnya pendidikan bagi mereka dan anak-anaknya. Kebanyakan dari
masyarakat menganggap bahwa pendidikan itu tidak perlu bahkan untuk anak
perempuan. Masyarakat masih menganggap rendahnya martabat perempuan, untuk
itu tidak perlu pendidikan. pemikiran seperti inilah yang harus dirubah dari
masyarakat. Agar dapat meminimalisir tingkat angka putus sekolah dan tingkat
kebodohan.
4. Faktor-faktor Penyebab Perceraian
Berdasarkan teori yang ada, bahwa percerain itu disebabkan oleh beberapa
faktor, di antara faktor penyebab perceraian adalah:
a. Ketidaksetiaan salah satu pasangan hidup. Keberadaan orang ketiga memang
akan mengganggu kehidupan perkawinan. Bila diantara keduanya tidak
ditemukan kata sepakat dalam menyelesaikann dan tidak saling memaafkan,
akhirnya perceraianlah jalan terbaik untuk mengakhiri hubungan pernikahan
tersebut.
b. Tekanan kebutuhan ekonomi keluarga, harga barang dan jasa yang semakin
melonjak tinggi karena factor krisis ekonomi Negara yang belum berakhir,
sementara itu gaji atau penghasilan suami sangat pas-pasan bahkan terkadang
lebih banyak kekurangan sehingga tidak bias memnuhi kebutuhan keluarga.
Agar dapat menyelesaikan masalah itu, sering kali seorang istri menggugat
cerai dan mengakhiri pernikahannya.
c. Tidak mempunyai keturunan juga salah satu di antara factor yang memicu
terjadinya permasalahan antara pasangan suami dan istri, terkadang guna
mengakhiri permasalahn tersebut keduanya menempuh jalan perceraian.
d. Perbedaan prinsip hidup dan agama. Tidak jarang dalam kehidupan keluarga
seringa terjadi perdebatan yang disebabkan oleh perbedaan prinsip individual
masing-masing, sehingga mereka tidak ada yang mau menyelesaikan satu sama
lain dan akhirnya menempuh jalan perceraian. (Ningrum, eJurnal Psikologi
2013: 74)
e. Pernikahan usia dini. Usia perkawinan yang terlalu muda dapat mengakibatkan
meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung
jawab dalam kehidupan rumah tangga bagi suami dan istri. (Yulianti, 2010: 2)
92
Ada juga beberapa alasan ataau faktor yang menjadi penyebab terjadinya
perceraian, seperti:
a. Karena tidak memperoleh keturunan dan suami meninggal dunia atau karena
kemauan kedua belah pihak antara suami dan istri.
b. Karena campur tangan pihak mertua dalam rumah tangga mereka.
c. Karena kerukunan rumah tangga mereka tidak dapat dipertahankan lagi.
d. Karena kemauan dan persetujuan kedua belah pihak.
e. Karena tidak setia atau terjadi perselingkuhan salah satu pihak suami dan istri.
(Syaifuddin. Dkk, 2014: 214)
Dari beberapa pendapat di atas, ada juga pendapat yang lain mengenai faktor
yang menyebabkan terjadinya perceraian dalam rumah tangga, yaitu:
a. Terjadinya Nusyuz dari Pihak Istri
Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap
suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah,
penyelewengan, dan hal-hal yang dapat menggangu keharmonisan dalam
rumah tangga. Berkenaan dengan hal tersebut al-qur‟an menjelaskan dan
memberi tuntunan agar tidak terjadi nusyuz yang mengakibatkan perceraian
itu terjadi. Allah berfirman:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha besar.” (Q.S. An-Nisa: 34)
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah mengatakan bahwa
keberhasilan perkawinan tidak tercapai kecuali jika kedua belah pihak
memperhatikan pihak lain. Seperti suami bagaikan pemerintah atau
pengembala, dan dalam kedudukannya tersebut, ia berkewajiban untuk
memperhatikan hak dan kepentingan rakyatnya (istrinya). Istri pun
berkewajiban untuk mendengar dan mengikutinya, namun di sisi lain juga
perempuan mempunyai hak terhadap suaminya untuk mencari yang terbaik
93
ketika melakukan diskusi. Perlu digarisbawahi bahwa kepemimpinan yang
dianugrahkan Allah kepada suami tidak boleh menghantarkan kepada
kesewenang-wenangan. Karena musyawarah merupakan anjuran dalam al-
Qur‟an untuk menyelesaikna setiap persoalan, termasuk persoalan yang
dihadapi keluarga. Jika titik temu tidak diperoleh dalam musyawarah, dan
kepemimpinan suami yang harus ditaati dihadapi oleh istri dengan nusyuz,
keangkuhan dan pembangkangan, maka ada tiga langkah yang dianjurkan
untuk ditempuh oleh suami dalam mempertahankan mahligai rumah tangga.
Ketiga langkah tersebut adalah nasehat, menghindari hubungan seks dan
memukul. Perlu disadari bahwa dalam kehidpan rumah tangga pasti ada saja
yang tidak mempan baginya nasehat atau sindirin, oleh karena itu selain
nasehat makan dalam al-Qur‟an dianjurkan bebrapa cara yaitu dalam al-
qur‟an istilah uhjuruhunna yang diterjemahkan dengan tinggalkanlah mereka
adalah perintah kepada suami untuk meninggalkan istri karena tidak senang
dengan kelakuannya. Dalam hal ini, suami dituntut untuk melakukan dua hal.
Pertama, menunjukkan ketidaksenangan atas atas sesuatu yang buruk dan
telah dilakukan oleh istrinya, dalam hal ini adalah nusyuz. Kedua, suami
harus berusaha untuk meraih dibalik pelaksanaan perintah tersebut sesuatu
yang baik atau lebih baik dari keadaan semula. Kemudian suami
diperintahkan meninggalkan istri, bukan berarti meninggalkan rumahnya,
bahkan jangan meninggalkan kamar tidurnya. Maksud meninggalkan disini
suami tidak tidur berdua dalam satu ranjang dan tidak melakukan hubungan
seks. Hal ini ditujukan agar istri sadar akan kesalahan yang dilakukannya.
Kemudian ada juga istilah dalam ayat ini yaitu wadhribuhunna yang
diterjemahkan dengan pukullah mereka. Perlu dipahami arti memukul
tersebut adalah memukul yang tidak menyakiti atau tidak melakukan tindakan
kasar dan keras. Perlu digarisbawahi bahwa langkah memukul yang tidak
menyakiti tersebut adalah langkah terakhir yang dilakukan pemimpin
rumahtangga (suami) dalam upaya memlihara kehidupan rumah tangganya.
(Shihab, 2000: 409-410)
Dalam penafsiran yang lainpun disebutkan bahwa menurut syikh Ahmad
Musthafa al-Farran dalam Tafsir Imam Syafi‟i yang diterjemahkan oelh
Fedrian Hasmand, Fuad S.N dan Ghafur S mereka menjelaskan maksud ayat
di atas adalah apabila dia melihat tanda-tanda perbuatan nusyuz pada diri
istrinya, yakni ketika ada kekhawatiran akan terjadinya hal tersebut, maka dia
harus menasehati sang istri. Jika terangai istri melakukannya, maka perlu
dilakukan pisah ranjang. Apabila istri bena-benar melakukannya, maka dia
boleh memukulnya. Yang demikian itu karena nasehat boleh dilakukan
sebelum terjadinya perbuatan yang tidak disukai, apabila penyebab-
penyebabnya dapat dilihat karena tidak ada pihak yang dirugikan dalam hal
ini. Sementara pisah ranjang dengan istri lebih dari tiga hari selain dalam
kondisi ini, diharamkan. Dan pemukulan hanya dilakukan atas dasar
perbuatan yang nyata. (Hasmand. Dkk, 2008:131)
Dari penafsiran yang dikemukakan di atas, bahwa menurut penulis ayat
tersebut menjelaskan Allah telah mewajibkan kepada suami untuk
mempergauli isterinya dengan baik. Dan untuk memberikan pelajaran kepada
94
istri yang membangkang terhadap perintah suami, suami diharuskan mula-
mula untuk memberi nasehat, bila nasehat tersebut tidak bermanfaat atau
tidak dapat merubah perbuatan istri, maka barulah dipisahkan dari tempat
tidur mereka. Namun apabila hal tersebut tidak bermanfaat juga, barulah
suami diperbolehkan untuk memukul istrinya dengan pukulan yang tidak
meninggalkan bekas atau pukulan yang tidak menyakiti. Namun, jika nasehat
sudah dapat merubah kelakuan istri maka jangan melanjutkan dengan cara
yang lain.
b. Terjadinya Nusyuz dari Pihak Suami
Nusyuz ternyata tidak hanya terjadi pada seorang istri, namun
kemungkinan suami juga dapat melakukan Nusyuz. Selama ini sering
disalahpahami bahwa nusyuz hanya dating dari pihak istri. Namun dalam al-
Qur‟an juga dijelaskan bahwa nusyuz juga bisa datang dari pihak suami.
Allah berfirman:
“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian
yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)
walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul
dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap
tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (Q.S. An-Nisa: 128)
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah mengatakan bahwa,
perkawinan tidak luput dari kesalahpahaman. Jika kesalahpahaman tidak
dapat diselesaikan sendiri oleh pasangan suami dan istri, dan perselisihan
telah mencapai tingkat yang mengancam kelangsungan hidup rumah tangga,
maka dalam ayat ibi menyatakan: Dan jika seorang wanita khawatir menduga
dengan adanya tanda-tanda akan nusyuz, keangkuhan yang mengakibatkan ia
meremehkan istrinya dan menghalangi hak-haknya, atau bahkan hanya sikap
berpaling, yakni tidak acuh dari suaminya uang menjadikan sang istri tidak
mendapatkan sikap ramah, baik dalam percakapan maupun dalam
berhubungan badan dari suaminya, dan hal tersebut dikhawatirkan dapat
menghantarkan pada terjadinya perceraian, maka tidak megapa bagi
keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, misalnya istri
atau suami memberi atau mengorbankan sebagian haknya kepada
pasangannya, dan perdamain itu dalam segala hal, selama tidak melanggar
ketentuan Allah adalah lebih baik bagi siapapun yang mengalami perselisihan
antara suami dan istri, walaupun kekikiran selalu dihadirkan dalam jiwa
manusia secara umum. Berdamailah walaupun harus mengorbankan sebagian
hakmu dan ketahuilah bahwa jika kamu melakukan ihsan, bergaul dengan
95
baik dan bertakwa yakni memelihara drimu dari keburukan yang
mengakibatkan sanksi Allah, antara lain keburukan nusyuz dan sikap tak acuh
atau perceraian, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Shihab, 2000: 579)
Dalam ayat di atas, ada beberapa istilah yang dijelaskan seperti yang
terdapat dalam ayat tersebut yaitu istilah la junaha tersebut mengisyaratkan
bahwa ini adalah sebuah anjuran, bukan suatu kewajiban. Dengan demikian,
kesan adanya kewajiban mengorbankan hak yang mengantarkan kepada
terjadinya pelanggaran agama dapat dihindarkan. Perdamaian harus
dilaksanakan dengan tulus tanpa pemaksaan. Ayat diatas menekankan bahwa
sifat perdamaian harus tulus dan sungguh-sungguh sehingga terjalin lagi
hubungan yang harmonis dalam rumah tangga. Sedangkan istilah Syuh
(kekikiran) pada mulanya digunakan untuk kekikiran dalam harta benda.
Tetapi dalam ayat ini, ia mengandung makna kekikiran yang menjadikan
seseorang enggan mengalah atau mengorbankan sedikit haknya. Imam syafi‟i
meriwayatkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan kasus putri Muhammad
Ibnu Malamah yang akan dicerai oleh suaminya, lalu dia memohon agar tidak
dicerai dan rela dengan apa saja yang ditetapkan suaminya. Mereka berdamai
lalu turunlah ayat ini. Sedangkan istilah tuhsinu (ihsan) digunakan untuk dua
hal; pertama, memberi nikmat kepada pihak lain dan kedua, perbuatan baik.
Maksud istilah tersebut adalah memberi lebih banyak daripada yang harus
anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya anda ambil.
Itulah yang dianjurkan kepada suami istri yang sedang mengalami
perselisihan rumah tangga. (Shihab, 2000: 580)
Dalam penafsiran yang lainpun disebutkan bahwa menurut syaikh Ahmad
Musthafa al-Farran dalam Tafsir Imam Syafi‟i yang diterjemahkan oleh
Fedrian Hasmand, Fuad S.N dan Ghafur S mereka menjelaskan maksud ayat
di atas adalah Allah mengizinkan suami untuk mengambil harta istrinya, baik
masih dalam hubungan pernikahan maupun telah dicerai, atas dasar
kerelaannya. Ini merupakan izin untuk meneruskan ikatan pernikahan apabila
istri rela sebagian haknya tidak diberikan kepadanya. (Hasmand. Dkk, 2008:
243)
Dari penafsiran yang telah dijelaskan di atas, menurut penulis bahwa,
maksud dari nusyuz yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. Nusyuz
dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap isterinya; tidak mau
menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya. Dalam al-Qur‟an untuk
kasus seperti ini dibolehkan untuk berlaku kikir, dalam artian kikir tersebut
adalah pihak suami tidak memberikan hak sepenuhnya pada istri. Namun istri
bersedia jika beberapa haknya dikurangi asalkan suami dapat membaik dan
kembali lagi pada dirinya.
c. Terjadinya Perselisihan di antara Suami dan Istri
Memang hal ini tidak jarang terjadi dalam rumah tangga. Namun, jika
suami dan istri tidak bisa menanganinya dengan baik, maka perselisishan
inilah yang akan menyebabkan perceraian dalam rumah tangga.
96
d. Terjadinya Perzinahan di antara salah satu pihak suami dan istri.
Dalam hal ini sering kali terjadi saling tuduh menuduh antara suami dan
istri. Dengan begitu, maka terjadilah perceraian di antara keduanya. (Hamidy,
1980: 89)
Berdasarkan teori yang ada dan telah disebutkan di atas, bahwa dalam
faktanya ditemukan beberapa faktor terkait dengan teori tersebut. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan kepada pihak yang terkait (yang mengalami
perceraian) mereka menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan perceraian atau
keretakan dalam rumah tangganya adalah sebagai berikut:
a. Faktor Gugat Cerai
Hasil Wawancara 1: Pihak Gugat Cerai
Berdasarkan responden yang ditemui, mengatakan bahwa terjadinya gugat
cerai dikarenakan suami tidak bekerja, sehingga tidak dapat memberikan
nafkah, terlebih lagi untuk membiayai sekolah anak-anak, untuk makanpun
terkadang tidak mencukupi. Dengan demikian, pihak perempuan
memutuskan untuk bekerja agar dapat membantu perekonomian keluarga.
Oleh karena itu, para perempuan inipun merasa tidak lagi membutuhkan
suaminya dengan alasan suaminya tidak bekerja, kemudian pihak perempuan
mengajukan gugatan perceraian. Itulah sebab pihak perempuan menggugat
suaminya. (Wawancara Pihak Gugat Cerai, 2017: 10 Februari)
Perceraian adalah sebuah peristiwa yang terjadi di kalangan masyarakat,
baik kalangan bawah, menengah dan atas. Perceraian di zaman dahulu hanya
dilakukan oleh seorang laki-laki kepada perempuan, tapi seiring
perkembangan zaman perceraian pun dapat dilakukan oleh pihak perempuan
kepada pihak laki-laki yaitu dengan cara gugat cerai. Dalam hal ini gugat
cerai sudah tidak asing lagi terdengar, bahkan sampai sekarang gugat cerai
menjadi dominan daripada cerai talak yang dilakukan oleh pihak laki-laki.
Namun, terjadinya gugat ceraipun disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya berdasarkan hasil temuan tersebut yaitu pihak suami tidak dapat
menafkahi dan memenuhi kebutuhan keluarga. Sehingga pihak istrilah yang
mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Tapi hal tersebut tidak
berlangsung lama, pihak istri jenuh dengan keadaan dimana suami tidak
bekerja, oleh sebab itu istri mengajukan gugatan cerai. Di lihat dari hasil
temuan tersebut, bahwa tidak berbeda dengan hasil penelitian-penelitian
sebelumnya, ekonomi menjadi faktor dan kendala bagi kehidupan rumah
tangga sehingga seringkali disebabkan oleh ekonomi perceraian pun terjadi.
Hasil Wawancara 2: Pihak Gugat cerai
Hasil dari responden yang lain, gugat cerai terjadi suaminya bukan karena
faktor ekonomi, melainkan faktor ketidaksetiaan dari pihak suami. Pada saat
suami mereka menemukan kejayaan dalam artian perekonomian mereka
membaik, para suami melakukan tindakan yang kurang menyenangkan,
seperti perselingkuhan dan bahkan menikahi perempuan selingkuhannya
(poligami), sehingga perempuan memilih untuk menjadi janda dari pada
dipoligami. Dari pihak perempuan yang menjadi korban tidak terima dengan
97
apa yang dilakukan oleh para suaminya, dan tak jarang jika para istri itu
melakukan pembelaan justru kekerasan yang terjadi di rumah tangga, bukan
hanya dirinya yang mendapat perlakukan kekerasan dari para suami, namun
juga anak-anak yang menjadi korban kekerasan. Anak-anak sering merasa
ketakutan jika melihat sosok ayah. Oleh sebab itu, untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan pihak perempuan menggugat cerai, dari pada dia
menjadi korban ketidakadilan para suaminya dan anak-anak menjadi stress
karena kejadian dalam rumah tangganya, dengan demikian memutuskan
untuk menggugat cerai dan mengakhiri kehidupan rumah tangganya. Selain
itu juga alasanya mengambil keputusan tersebut untuk menyelamatkan dirinya
dan anak-anaknya, dan pihak perempuan mengatakan bahwa diri mereka bisa
bekerja dan tanpa harus bergantung kepada para suami mereka. (Wawancara
pihak cerai gugat, 2017: 10 Februari)
Kasus perceraian terjadi karena permasalahan-permasalahan dalam
kehidupan rumah tangga tidak dapat diselesaikan. Sebagian dari masyarakat
mengambil keputusan perceraian adalah sebagai solusi dalam permasalahan
yang terjadi. Perceraian tidak terjadi begitu saja, melainkan beberapa faktor
yang membuat pasangan suami istri melakukan perceraian seperti faktor
kekerasan yang dilakukan oleh pihak suami kepada istri dan anak-anaknya,
oleh sebab itu istri menggugat cerai suaminya dengan harapan agar tidak lagi
menerima kekerasan dari suaminya, terlebih lagi kekerasan terhadap anak-
anaknya. Selain kekerasan yang menjadi penyebab pihak perempuan
menggugat cerai, yaitu suami tidak setia dan bahkan melakukan poligami,
terkait hal tersebut istri tidak merelakan jika dirinya harus dipoligami. Oleh
karena itu pihak perempuan mengajukan gugatan cerai dan memilih hidup
tanpa suami dari pada dipoligami. Poligami memang merupakan hal yang
tabu dikalangan perempuan, sebagian perempuan lebih baik dan menerima
kehidupan pas-pasan dari pada bergelimang harta tapi suaminya berpoligami.
Jadi hal yang tak dapat ditolerir oleh sebagian kaum perempuan adalah kasus
poligami. Tapi memang masih banyak juga sebagian perempuan yang ikhlas
dan menerima dipoligami asalkan kehidupan mereka rukun dan sejahtera.
b. Faktor Cerai Talak
Hasil Wawancara 1: Pihak Cerai Talak
Menurut responden yang melakukan cerai talak, alasannya adalah karena
para istri tidak bertanggung jawab terhadap anak-anak, istri-istri mereka sibuk
bekerja dan lalai dalam mengurus anak dan rumah tangganya. Bukan hanya
alasan tersebut, tetapi istri-istri dari mereka pun susah diberi nasehat,
seringkali tidak mendengarkan perintah dan nasehat suaminya. Ada juga
alasan terjadinya cerai talak, karena istri-istri mereka sering menumpuk
hutang tanpa sepengetahuan suaminya. (Wawancara Pihak Cerai Talak, 2017:
11 Februari)
Faktor cerai talak dari hasil temuan sedikit berbeda dengan faktor cerai
gugat. Faktor cerai talak terjadi karena para perempuan ini sibuk bekerja dan
lalai dalam mengurus rumah tangga, sehingga sering terjadi perselisihan dan
perdebatan di antara suami dan istri mengenai urusan anak. Bahkan anak
98
sering dititipkan kepada neneknya karena kedua orang tuanya sibuk bekerja.
Selain itu juga, menurut responden yang ditemui bahwa istri-istri dari mereka
sulit diberi nasehat dan sering menumpuk hutang tanpa sepengetahuan
suaminya, oleh sebab itu suami merasa lelah dengan prilaku istrinya, sehingga
memutuskan untuk bercerai, dan anak-anak tinggal bersamanya. Kebutuhan
yang semakin meningkat, memang saat ini mengharuskan para istri bekerja
agar dapat memenuhi dan membantu perekonomian keluarga, tapi terkadang
para perempuan lupa akan kewajiban-kewajibannya dalam mengurus rumah
tangga. Bukan hanya kebutuhan mendesak saja yang menjadikan para
perempuan (istri) bekerja, tapi di zaman sekarang, lingkungan dan keadaan
pun yang menuntut mereka harus bekerja.
Hasil Wawancara 2: Pihak Cerai Talak
Menurut responden yang lainnya, alasanya melakukan cerai talak adalah
istri-istri mereka tidak dapat memiliki keturunan (mandul). Selain itu juga
istri-istri mereka selalu menuntut suaminya untuk dapat memenuhi kebutuhan
pribadinya, seperti perhiasan dan baju-baju mahal. Bukan hanya itu, tapi
dengan keadaan suaminya yang pas-pasan, istri kemudian melakukan
perselingkuhan. Inilah yang menyebabkan suami mentalak istrinya.
(Wawancara Pihak Cerai Talak, 2017: 11 Februari)
Persoalan yang lainnya terkait penyebab cerai talak adalah kemandulan.
Anak memang sebuah anugerah yang diidam-idamkan oleh pasangan suami
dan istri untuk melengkapi kehidupan dalam rumah tangga. Anak juga bisa
menjadi perekat dalam hubungan suami istri, serta anak juga menjadi obat
bagi orang tua yang tengah lelah dalam bekerja. Oleh karena itu, sering kali
persoalan anak menjadi perselisishan dan berdebatan di antara keduanya.
Kemandulan memang dianggap sebuah penyakit di kalangan masyarakat,
maka dari itu jika salah satu dari pasangan tersebut memiliki kemandulan
(tidak dapat memberikan keturunan) itu menjadi aib sebuah keluarga, oleh
sebab itu tak jarang persoalan tersebut yang mengakibatkan sebagian
pasangan suami dan istri mengambil keputusan untuk bercerai.
Selain faktor kemandulan, faktor lain pun mengiringi penyebab cerai
talak seperti, istri tidak pernah menerima keadaan dan sering meminta lebih
dari kemampuan suaminya. Pada dasarnya perempuan memang ingin dimanja
dan diperlakukan sebagai ratu di rumah tangganya, dengan bergelimangan
harta serta perhiasan-perhiasan yang menjadikan dirinya tampak lebih indah.
Tapi, hal tersebut tidak dapat dipenuhi oleh pihak suami sehingga para
perempuan merasa kecewa dengan keadaan dirinya. Dengan demikian para
perempuan tersebut tanpa berpikir panjang mereka memilih untuk
berselingkuh dengan orang yang mampu memberikan apa yang mereka
inginkan. Oleh karena itu pihak suami tidak terima dengan perlakuan istrinya
dan kemudan menceraikannya. Persoalan ekonomi memang seringkali
menjadi sebuah perdebatan dan perselisihan yang panjang, bahkan berujung
dengan kematian. Orang bisa melakukan perbuatan yang dilarang demi
mendapatkan uang dan memenuhi keinginannya tanpa memikirkan akibatnya.
Dengan ekonomi (harta) orang bisa gila, orang bisa buta dan bahkan terjadi
pertumpahan darah antara keluarga. Hal tersebut masih banyak terjadi di
99
kalangan masyarakat Indonesia. Sebenarnya hal tersebut tidak akan terjadi
jika masing-masing pihak baik laki-laki atau perempuan dibekali dengan
iman, takwa serta ilmu pengetahuan yang luas, agar dapat mengendalikan
dirinya dari perbuatan yang dilarang.
Hasil Wawancara 3: Pihak Cerai Talak
Alasan cerai talak diajukan oleh para suami diantaranya adalah karena
istri selalu melibatkan kedua orang tuanya dalam permasalahan kecil di dalam
rumah tangganya. Dan istri juga sering mengumbar aib atau kejadian yang
terjadi di dalam rumah tangganya pada saudara dan tetangganya, dengan
begitu suami tidak terima atas perlakuan istri maka dijatuhkannya talak
kepada istri. (Wawancara Pihak Cerai Talak, 2017:11 Februari)
Orang tua merupakan sandaran bagi anak-anaknya baik anak tersebut
sudah mempunyai keluarga sendiri atau belum. Tapi dalam hal ini terkadang
intervensi orang tua pun menjadi penyebab keributan di dalam rumah tangga
anaknya. Sering kali orang tua ikut campur dalam persoalan rumah tangga
anaknya, dengan tujuan untuk memberikan solusi terhadap persoalan yang
dihadapi anaknya. Tapi tak jarang pula orang tua bukan memberikan solusi
tapi semakin memperkeruh keadaan, hal tersebut tidak dibenarkan.
Seharusnya orang tua juga memiliki batasan-batasan dalam kehidupan
anaknya yang sudah berkeluarga. Orang tua bisa berperan jika persoalan yang
dihadapi anaknya tidak dapat diselesaikan dengan baik, dan orang tualah yang
menjadi juru damai di antara keduanya. Bukan sebaliknya, orang tua yang
menjadikan suami dan istri berselisih sehingga menimbulkan perpecahan
dalam keluarga tersebut. Seorang istripun seharusnya tidaklah melibatkan
persoalan-persoalan kecil yang terjadi di dalam rumah tangga kepada orang
tua atau saudara-saudaranya selama persoalan tersebut dapat diselesaikan
dengan bermusyawarah antara suami dan istri.
c. Penyebab Masyarakat mengalami kasus perceraian
Hasil Wawancara 1: (Ketua RT)
a. Istri berselingkuh atau tidak setia. Menurut pihak yang terkait (suami),
mereka mengambil langkah bercerai lantaran istri mereka berselingkuh
dan tidak dapat dinasehati. Oleh karena itu menurut mereka perceraian
merupakan jalan terbaik. Menurut mereka (suami), istri mereka
berselingkuh lantaran pihak suami dalam keadaan tidak memiliki
pekerjaan, sehingga istri mereka mengambil langkah yang menurutnya
salah yaitu dengan berselingkuh demi memenuhi kebutuhannya. Namun,
menurut pihak suami dengan istri yang berselingkuh anak-anak tidak
terurus dan terlantar.
b. Salah satu pihak mengalami kemandulan, sehingga tidak bisa memiliki
keturunan.
c. Faktor ekonomi. Dalam hal ini seringkali terjadi jika pihak suami tidak
memiliki pekerjaan, istri mengambil langkah untuk memutuskan
perkawinannya. Karena menurut pihak yang terkait (istri), mereka
menggugat cerai suaminya lantara tidak diberi nafkah, bahkan mereka
(istri) yang mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari. Istri merasa
100
jenuh dengan keadaan tersebut, sehingga mereka (istri) menggugat cerai
suaminya, dengan alasan suaminya tidak lagi memberikan nafkah untuk
keluarga.
d. Terjadinya kekerasan. Pihak yang terkait (istri), mereka mengajukan
gugatan cerai karena suaminya sering menganiaya dirinya dan anak-
anaknya. Menurur istri, suami mereka melakukan kekerasan lantaran
mereka sering menanyakan pekerjaan suami yang tak pernah ia ketahui.
Namun pihak suami tidak menerima apa yang ditanyakan istri kepada
suaminya, sehingga kekerasan terjadi bahkan anak-anak pun menjadi
korban dari ulah suami.
e. Perjudian. Pihak istri mengatakan bahwa suaminya sering bermain judi,
dan sering kali mabuk-mabukan. Pihak istri sudah mengingatkan namun
tetap saja pihak suami tidak mau berubah. Dengan demikian pihak istri
menggugat cerai karena malu dengan kelakuan suaminya.
f. Salah satu pihak sering mengumbar aib keluarga dan suaminya.
g. Pernikahan dini dan perbedaan prinsip. Menurut mereka, mengenai
perceraian yang terjadi dalam keluarganya itu akibat perbedaan prinsip
dan ego yang tidak mau saling mengalah, mereka tetap kukuh pada
pendiriannya masing-masing. Penulis menemukan ternyata perbedaan
prinsip sebenarnya buka alasan pokok yang menyebabkan terjadinya
perceraian, namun kondisi mental dan psikis keduanya belum matang,
sehingga dengan adanya perbedaan prinsip tersebut mereka tidak bisa
menanganinya secara baik, dan akhirnya terjadi perceraian. (Wawancara
Ketua RT, 2017: 10-11 Februari)
Hasil Wawancara 2: (Staf Pengadilan Agama) Menurut bapak Anjar salah satu staf yang menangani pelaporan tentang
perceraian di Pengadilan Agama Kota Cilegon mengatakan berdasarkan
kasus-kasus perceraiain yang terjadi bahwa, ada beberapa alasan kenapa
perceraian tersebut bisa terjadi di antaranya disebabkan oleh:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat dan lain sebagainya
yang susah sekali disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain dan tanpa alasan apapun.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah terjadinya perkawinan di antara kedua pihak.
d. Salah satu pihak melakukan kekerasan dan penganiayaan terhadap pihak
yang lainnya.
e. Salah satu pihak catat atau mempunyai penyakit di dalam tubuhnya,
sehingga tidak bisa melakukan kewajiban suami istri.
f. Antara suami dan istri selalu terjadi pertengkaran dan perselisihan dan
tidak ada harapan untuk bisa rukun kembali dalam rumah tangganya.
(Wawancara Staf Pengadilan Agama Cilegon, 2016: 3 November)
Berdasarkan dari beberapa hasil wawancara yang didapatkan, bahwa
perceraian tersebut ditempuh oleh kedua belah pihak karena dianggap menjadi
solusi bagi permasalahan yang ada dalam keluarga mereka. Karena mereka
menganggap jika tidak diputuskan hubungan pernikahan mereka akan semakin
hancur. Mereka beranggapan dengan adanya perceraian maka permasalahan tidak
101
lagi berlarut-larut, sehingga kedua belah pihak dapat menjalankan kehidupannya
masing-masing sesuai dengan prinsip mereka masing-masing. Karena tidak jarang
perceraian yang terjadi dikalangan keluarga diakibatkan oleh perbedaan prinsip,
terlebih lagi pasangan yang menikah muda yang keduanya belum matang, baik
secara fisik maupun mental, sehingga mereka dalam menyelesaikan maslahanya
tidak berpikir panjang dan hanya mengedepankan ego masing-masing.
Pada dasarnya hukum Islam pun menjelaskan bahwa alasan terjadinya
percerain karena pertengkaran dan perselisihan yang memuncak yang terjadi di
dalam rumah tangga dan tidak bisa diselesaikan sehingga dapat membahayakan
keselamatan jiwa. Dalam al-Qur‟an Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa ayat 35:
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. An-Nisa: 35)
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah mengatakan bahwa, jika
kamu wahai orang-orang yang bijak dan bertakwa, khususnya penguasa, khawatir
akan terjadinya persengketaan antara keduanya, yakni menjadikan suami dan
istri masing-masing mengambil arah yang berbeda dengan arah pasangannya
sehingga terjadi perceraian, maka utuslah kepada keduanya seorang hakam, yakni
juru damai yang bijaksana untuk menyelesaikan kemelutan mereka dengan baik.
Juru damai itu sebaiknya dari keluarga laki-laki, yakni keluarga suami dan hakam
dari keluarga perempuan, yakni keluarga istri, masing-masing mendengar keluhan
dan harapan anggota keluarganya. Jika keduanya yakni suami dan istri atau kedua
hakam tersebut ingin mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi bimbingan
kepada keduanya yakni suami istri tersebut. Karena ketulusan niat untuk
mempertahankan kehidupan rumah tangga merupakan modal utama
menyelesaikan semua problem keluarga. Sesungguhnya Allah sejak dahulu
hingga saat ini dan hingga yang akan datang Maha Mengetahui segala sesuatu,
lagi Maha Mengenal sekecil apapun termasuk detak-detik kalbu suami istri dan
para hakam tersebut.
Fungsi utama hakam adalah mendamaikan. Tetapi jika mereka gagal, apakah
mereka dapat menetapkan hukum dan harus dipatuhi oleh suami dan istri yang
bersengketa tersebu? Ada yang mengiyakan dengan alasan Allah menamai
mereka hakam, dengan demikian mereka berhak menentukan dan menetapkan
hukum sesuai dengan kemaslahatan, baik disetujui oleh pasangan yang bertikai
maupun tidak. Pendapat tersebut dianut oleh sejumlah sahabat Nabi, dan kedua
imam mazhab yakni Imam Malik dan Imam Ahmad Ibnu Hanbal. Sedangkan
Iman Abu Hanifah dan Iman Syafi‟i menurut satu riwayat tidak memberi
102
wewenang kepada hakam tersebut. Untuk menceraikan hanya berada di tangan
suami, karena tuga hakam adalah hanya mendamaikan. (Shihab, 2000: 412-413)
Dalam penafsiran yang lainpun disebutkan bahwa menurut syaikh Ahmad
Musthafa al-Farran dalam Tafsir Imam Syafi‟i yang diterjemahkan oelh Fedrian
Hasmand, Fuad S.N dan Ghafur S mereka menjelaskan maksud ayat di atas
adalah Allah berfirman jika kalian khawatir terjadi persengketaan antara
keduanya, mereka diperintahkan untuk mengirim seorang juru damai dari
keluarga suami dan seorang juru damai dari keluarga istri. Allah juga
mengizinkan untuk mendamaikan pasangan suami istri dalam kasus suami yang
nusyuz. Rasulullah pun juga mengizinkan untuk memukul istri yang nusyuz dan
untuk melakukan khulu‟ jika mereka berdua hawatir tidak dapat menegakkan
hukum Allah. Khulu‟ dilakukan atas dasar kerelaan istri. Namun, Allah melarang
suami untuk mengambil harta yang telah diberikan kepada istrinya, bila ia hendak
menceraikannya. (Hasmand. Dkk, 2008: 139)
Berdasarkan Firman Allah di atas, dijelaskan bahwa jika terjadi kasus syiqaq
(pertengkaran) antara suami dan istri, maka diutus hakam (juru damai) dari pihak
suami dan seorang hakam dari pihak istri untuk mengadakan penelitian dan
penyelidikan tentang sebab musabab terjadinya syiqaq serta berusaha
mendamaikannya. Dalam kasus ini hakam berusaha mendamaikan kembali agar
suami istri tersebut hidup bersama dengan sebaik-baiknya, kemudian jika jalan
perdamaian itu tidak mungkin ditempuh, maka kedua hakam berhak mengambil
inisiatif untuk menceraikannya, kemudian atas dasar prakarsa hakam ini maka
hakim dengan keputusannya menetapkan perceraian tersebut.Dari ayat di atas
bahwa syiqaq tidak memberi hak talak langsung kepada salah satu dari suami
ataupun istri, tetapi harus menempuh cara perdamaian yang ditetapkan. Pertama,
secara intern antara keduanya dengan musyawarah, kedua, agak keras dengan
melibatkan mertua, dan ketiga, dengan masing-masing harus menunjuk hakam
yang bertugas mendamaikan perselisihan mereka. (Subhan, 2015: 201)
Dari beberapa penafsiran di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam
kehidupan rumah tangga memang tidak luput dari permasalah, terutama
permaslahan yang hadir di antara suami dan istri, sehingga tak jarang perselisihan
pendapat dan perbedaan prinsip memacu pertengkaran pada keduanya. Oleh
karena itu dalam Al-Qur‟an Allah menjelaskan bahwa jika terjadi persengketaan
diantara kedua belah pihak yakni suami istri, maka dianjurkan untuk memanggil
juru damai dari keluarga kedua belah pihak, agar dapat meluruskan permasalahan
yang dihadapi suami istri tersebut. Hal tersebut dilakukan agar rumah tangga
mereka tetap terjaga dan untuk menghindari terjadinya perceraian di antara
keduanya. Selain itu juga dalam ayat ini suami diperbolehkan mengambil
sebagian hak istri atas persetujuan dan kerelaan seorang istri demi membangun
kembali mahligai rumah tangga mereka.
103
5. Upaya Pemerintah dalam Menanggulangi Kasus Perceraian
Kasus perceraian di kota Cilegon memang terbilang tinggi. Dampak dari
tingginya angka kasus perceraian di kota Cilegon diikuti dengan tingginya angka
kasus kekerasan terhadap anak. Dalam hal ini untuk menangani persoalan
perceraian yang semakin meningkat sehingga mengakibatkan angka kasus
kekerasan meningkat pula, pemerintah kota Cilegon melakukan upaya-upaya
sebagai berikut:
a. Pemerintah menyelenggarakan program 30 menit bersama anak setiap hari.
Tujuan diadakannya program tersebut untuk membentengi setiap keluarga
dari pengaruh buruk yang menghampiri. Sesibuk apapun pemerintah
menghimbau agar masyarakat mementingkan keluarga bersama anak, agar
tercipta keluarga yang harmonis dan sejahtera. Dalam hal ini akan membuat
keluarga saling percaya satu sama lain, sehingga akan menumbuhkan satu hal
yang efektif dalam meminimalisir angka perceraian.
b. Pemerintah kota Cilegon melakukan mediasi. Upaya melakukan medisasi ini
dilakukan supaya pasangan kembali rujuk dan membatalkan perceraian.
Dalam mediasi ini pemerintah memberikan perhatian dan mencari tahu
penyebab terjadinya pertikaian antara pasangan tersebut.
c. Pemerintah kota Cilegon juga menuntut DWP (Dharma Wanita Persatuan)
untuk meningkatkan kualitas yang bisa meningkatkan keharmonisan dalam
rumah tangganya masing-masing supaya dapat mewujudkan ketahanan
keluarga. Kualitas yang dimaksud pemerintah tersebut adalah meliputi sifat
saling percaya, saling menghormati, saling menghargai, saling berkerja sama
dan saling memperkuat hubungan suami istri. Pemerintah juga menganjurkan
kepada seluruh anggota DWP agar menjadi pelopor dari program 30 menit
bersama anak dan menjadi contoh bagi masyarakat kota Cilegon lainnya.
d. Pemerintah kota Cilegon bekerja sama dengan lembaga P3KC (Pusat
Pelayanan dan Perlindungan kota Cilegon dan BKBPP (Badan Keluarga
Berencana dan Pemberdayaan Perempuan). Dengan adanya lembaga tersebut
pemerintah kota Cilegon memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk
dapat melaporkan semua perkara yang terjadi di dalam keluarga. Sehingga
dapat ditangani dan dapat diberikan solusi terhadap permasalahan yang
menimpa masyarakat. (Kominfo Setda Kota Cilegon, 2016:
Koranbanten.com)
6. Dampak Perceraian terhadap Pendidikan Anak
Mengkaji persoalan tentang tanggung jawab, setiap orang tua yang telah
melahirkan anak-anaknya, sudah dibebankan tanggung jawab moral terhadap
proses pendidikan dan perkembangan jiwa anak-anak, baik setelah terjadinya
perceraian ataupun masih dalam sebuah keluarga yang utuh. (M. Yusuf, 2014: 40)
Keluarga yang tidak utuh memiliki pengaruh negative terhadap
perkembangan anak. Dalam masa perkembangan anak membutuhkan suasana
keluarga yang hangat dan penuh kasih sayang. Di dalam keluarga yang tidak utuh
kebutuhan ini tidak didapatkan secara memuaskan. Anak yang diasuh oleh ibu
kehilangan figur seorang ayah dalam keluarga. Hilangnya figur seorang ayah
akibat perceraian membuat anak kehilangan seorang tokoh yang membuat dirinya
nyaman serta percaya diri. Keterlibatan seorang ayah dalam mengasuh anak
sangat mempengaruhi perkembangan sosial anak. Anak-anak yang mendapatkan
104
kehangatan dan perlindungan dari seorang ayah, mereka akan cenderung
mempunyai hubungan sosial lebih baik. (Hubeis. Dkk, 2008: 44)
Dampak perceraian juga tidak hanya berpengaruh pada anak saja, namun juga
berpengaruh terhadap individual yang mengalaminya. Di antarnya adalah trauma
yang menimpanya, mereka berupaya sungguh-sungguh dalam menjalankan
kehidupan pernikahan dan ternyata harus berakhir dalam perceraian, kemudian
mereka merasa kecewa, sedih, frustasi, tidak nyaman, tidak tentram bahkan sering
hawatir dalam diri sendiri. Individu yang mengalami perceraian juga dapat
mengalami ketidakstabilan kehidupan dalam pekerjaan. Tak jarang individu
setelah mengalami perceraian, mengalami dampak psikologis yang tidak stabil,
akibatnya secara fisologis mereka tidak bisa tidur dan tidak dapat berkonsentrasi
dalam bekerja, sehingga menggangu kehidupan kerjanya. Dan terkadang tidak
bisa mengurus anak-anak mereka dan tidak memperhatikan pendidikan anak-
anak. Tapi itu tidak semua terjadi dalam orang tua yang bercerai, ada pula yang
dapat mengendalikan emosinya pasca bercerai, sehingga anak-anak masih dalam
jangkauannya dan bisa melakukan aktivitas seperti biasa. (Ningrum eJurnal
Psikologi, 2013: 74-75)
Perceraian memang tidak hanya menimbulkan gangguan emosional bagi
pasangan yang bercerai, tetapi juga anak-anak akan terkena dampaknya. Dampak
perceraian orang tuan terhadap anak lebih berat dibandingkan pada orang tua itu
sendiri. Terkadang anak akan merasa terperangkap ditengah-tengah saat orang tua
bercerai. Rasa marah, takut, cemas akan perpisahan. Perceraian yang terjadi pada
suatu keluarga juga memberikan dampak pada kondisi pendidikan anak-anak.
Bahkan pada awal perceraian anak sering merasa terpuruk sehingga kondisi
belajar anak-anak menurun, itulah dampak dari perceraian. (Irmawati, 2016: 4-5)
Peristiwa perceraian dalam keluarga senantiasa selalu membawa dampak
yang kurang baik, bahkan dengan kasus percerain tersebut tak jarang
menimbulkan stress dan menimbulkan perubahan fisik dan juga mental. Keadaan
ini bukan hanya dialami oleh satu pihak saja, melainkan akan dialami oleh semua
pihak keluarga, seperti ayah, ibu dan anak. Dalam hal ini pentingnya penyesuaian
diri seorang anak dalam menghadapi situasi yang baru. Namun, tak jarang anak
yang orang tuanya bercerai sulit dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan
yang baru ia terima dan akhirnya timbullah dalam diri anak rasa sedih, kecewa,
marah, kurang dapat memusatkan perhatian serta kurang semangat karena
disebabkan oleh perceraian kedua orang tuanya. Peristiwa tersebut sangat
mengganggu kehidupannya, maka dari itu anak takut untuk bergaul, takut
berusaha keras disekolah, sehingga mengakibatkan kesulitan dalam belajar yang
mempengaruhi prestasinya di sekolah. (Ningrum, 2013: 70)
Berdasarkan teori-teori yang ada, telah ditemukan fakta di lapangan mengenai
dampak perceraian terhadap anak, khususnya dampak kepada pendidikan anak-
anak.
1) Kondisi Psikis Anak
Hasil Wawancara 1: (orang tua Perempuan)
Berdasarkan teori-teori yang didapatkan, ditemukan juga beberapa fakta,
bahwa memang perceraian itu merupakan salah stau faktor yang menghambat
105
perkembangan anak-anak. Terutama perkembangan psikis anak. Para orang
tua menghawatirkan perkembangan anak-anak mereka yang tidak lagi hidup
dengan ayahnya, padahal ayahnya masih hidup. Tak jarang anak-anak
murung dan menjadi pendiam pada masa awal terjadinya perceraian karena
malu, namun menurut orang tua (pihak ibu) anak-anak mereka lama
kelamaan akan terbiasa dengan keadaan tersebut, sehingga anak-anak bisa
melakukan aktifitas seperti biasanya. (Wawancara pihak perempuan yang
bercerai, 2017:10 Februari)
Perceraian memang bukan hal yang diinginkan oleh pasangan suami dan
istri serta anak-anak. Tapi perceraian tersebut tetap terjadi dikarenakan
dianggap sebagai solusi dalam permasalahan yang ada. Namun, banyak sekali
dampak yang didapatkan dari kasus perceraian kedua orang tua terhadap
anaknya, terutama dampak terhadap psikis anak. Anak-anak yang orang
tuanya bercerai sering mengalami gangguan perkembangannya, apalagi
perkembangan psikis anak. Anak-anak merasa malu dan minder dengan
keadaan yang menimpanya, oleh karena itu anak sering murung dan bahkan
tidak bisa diatur karena mereka merasa sedih, kecewa dan marah terhadap
keadaan yang dialaminya. Anak-anak ingin sekali memberontak tapi mereka
tidak bisa, oleh sebab itu mereka melampiaskan amarahnya dengan caranya
sendiri seperti mengurung diri, susah diatur dan bahkan melakukan pergaulan
bebas. Seharusnya di sinilah peran orang tua yang sangat penting, orang tua
harus memberikan pengertian dan memberikan kasih sayang tanpa berkurang
sedikitpun meskipun keduanya telah berpisah, agar anak masih tetap
merasakan kehangatan keluarga meskipun ibu dan ayahnya telah berpisah.
Hasil Wawancara 2: (Orang Tua laki-laki)
Para orang tua (laki-laki), mengatakan bahwa, kondisi psikis anaknya,
pada awal perceraian mereka terus menangis, terutama anak-anak yang masih
kecil, mereka selalu mencari ibunya. Anak-anak susah diatur dan suka
mengurung diri dikamar, bahkan anak-anak menjadi kurus karena
memikirkan ayah dan ibunya yang bercerai. Anak-anak sebenarnya ingin
memberontak tapi mereka tidak bisa, jadi hanya bisa diam dan terkadang dia
bercerita pada saudara-saudaranya. Memang pada awalnya orang tua (laki-
laki) tidak dapat memberikan pengertian kepada anak-anaknya, karena
mereka sendiri masih dalam keadaan terpuruk sehingga mengabaikan anak-
anak mereka. Tapi setelah ada dorongan dan motivasi dari para saudara,
orang tua (laki-laki) mulai sadar bahwa anak-anak mereka lebih menderita
karena problem orang tuanya. Setelah itu baru pihak ayah memberikan
pengertian pada anak-anak mereka tentang keadaan mereka yang baru dan
tanpa ibu. Dengan demikian lama-kelamaan mereka mulai lupa terhadap apa
yang terjadi. Dengan begitu kondisi mereka mulai membaik dan bisa
beraktivitas seperti biasa, walaupun kadang dia mengeluh dan sering
menanyakan ibu mereka. Namun, menurut orang tua (laki-laki), anak-anak
mereka dibiarkan melakukan yang mereka mau, dengan tujuan agar mereka
lupa tentang kejadian tersebut. Dan pada awalnya orang tua (laki-laki)
kesulitan dalam mengurus anak-anak mereka, tapi mereka berpendapat dari
pada anak-anak ikut ibunya, nanti tambah tidak terurus, karena ibunya lebih
106
memikirkan dirinya sendiri dari pada anak-anaknya. (Wawancara pihak Laki-
laki yang bercerai, 2017: 11 Februari)
Anak memang selalu menjadi korban dari kasus yang dialami kedua
orang tuanya. Anak-anak bahkan sering merasa ketakutan, mereka
menganggap bahwa dunia mereka gelap dan tanpa arti apa-apa. Semua itu
disebabkan karena anak merasa kecewa dan marah akibat perceraian orang
tuanya. Anak-anak yang tinggal bersama ayahnya setelah terjadinya
perceraian, memang terkadang lebih tidak terurus dibandingkan anak-anak
yang tinggal bersama ibunya. Anak-anak yang tinggal bersama ayahnya lebih
banyak meluapkan kemarahannya dengan cara susah diatur karena tidak
adanya pengertian-pengertian yang diberikan oleh ayahnya. Dari kasus
perceraianpun anak-anak sering terlibat pergaulan bebas, karena tidak adanya
kontrol dari orang tua. Hidup dengan satu orang tua memang membuat anak-
anak tidak terurus dengan baik, dan bahkan mengalami perlambatan
perkembangan baik fisik maupun psikis. Namun setelah adanya pengertian-
pengertian yang diberikan, anak-anakpun mulai terbiasa dan dapat menjalani
kehidupan seperti biasanya. Meskipun kehidupannya tidak seperti dahulu
yang memiliki kedua orang tua yang utuh. Dalam hal ini memang anak-anak
harus diberi pengertian dan motivasi agar anak-anak meluapkan kemarahan
dan kekecewaanya tidak dengan cara yang dilarang. Orang tua harus
membuat anak-anak merasa nyaman meskipun kehidupan dan keadaan
mereka berbeda dari sebelumnya agar anak-anak pun bisa melupakan
kejadian yang menimpa keluarganya.
Hasil Wawancara 3: (Anak)
Menurut sebagian anak-anak ada yang mengatakan mereka tidak mau tau
dan tidak ingin mengerti apa yang terjadi antara kedua orang tuanya, yang
terpenting mereka bisa sekolah, main dan dapat uang jajan. Adapula anak-
anak, awalnya mereka tidak bisa menerimanya bahkan tidak mau keluar
rumah, dengan alasan takut diejek teman-temannya karena ibu dan bapaknya
bercerai, tapi semua itu berlalu dengan waktu yang ada, sehingga anak-anak
bisa melakukan kegiatan seperti biasanya. Namun, anak yang tinggal bersama
bapaknya, mereka mengatakan bahwa mereka kurang ada yang mengurus
dalam rumahnya, jadi melakukan semuanya sendiri, seperti mencuci pakaian,
mengasuh adiknya dan kadang harus memasak sendiri. Namun, walaupun
demikian mereka tidak merasa sedih, awalnya mungkin kaget dengan kondisi
yang dialaminya, karena belum terbiasa, tapi mereka mengatakan bahwa dari
pada tinggal dengan ibunya yang tidak peduli dengannya, lebih baik dengan
ayahnya walaupun harus cuci pakaian dan mengasuh adiknya sendiri.
(Wawancara Anak yang orang tuanya bercerai, 2017: 12 Februari)
Dari hasil temuan dilapangan, kasus percerai bagi anak itu merupakan
rentetan goncangan-goncangan yang menggoreskan luka batin yang
mendalam, stress, ketakutan dan kecemasan hingga sampai depresi seringkali
terjadi. Perceraian juga seringkali menimbulkan kebencian anak terhadap
orang tuanya, mereka menganggap bahwa orang tua yang bercerai tidak lagi
menyayangi dirinya dan tidak lagi memikirkan kebahagiaan anaknya. Anak
107
juga seringkali merasakan disakiti atau mendapat perlakuan tidak adil
terhadap dirinya karena orang tua bercerai. Terputusnya hubungan dengan
salah satu dari kedua orang tua, mengakibatkan pertumbuhan mental dan fisik
anakpun melemah dan wibawa orang tua menjadi hilang di mata anak-anak.
Terkadang dampak psikis ini mempengaruhi kondisi anak, seperti kondisi
pendidikannya. Namun tidak semua Anak-anak yang mengalami keadaan
seperti ini, pendidikannya juga akan berpengaruh buruk. Banyak anak yang
bisa melanjutkan pendidikan mesti dengan tinggal dengan orang tua tunggal.
Seharusnya perceraian itu merupakan alternatif terakhir yang diambil
oleh pasangan suami istri, ketika semua permasalahan itu tidak dapat
diselesaikan dengan cara kekeluargaan atau dengan alternatif lainnya.
Terkadang suami istri itu tidak menyadari akan dampak yang ditimbulkan
akibat perceraian tersebut. Akibat dari perceraian tersebut berdampak buruk
pada pihak anggota keluarga lainnya, terutama dampak kepada anak-anak.
Orang tua yang berpisah seharusnya dapat membantu anak-anak mereka
mengatasi penderitaan akibat perceraian tersebut. Berdasarkan pengamatan
saat melakukan wawancara, memang pihak yang terkait yaitu anak yang
orang tuanya bercerai, mereka pada awalnya merasa efek negatif semua ada
pada diri anak tersebut. Anak-anak merasa ketidakpuasan dalam hidupnya.
Namun, anak-anak yang mengalami kehidupan tersebut lama kelamaan
menjadi anak-anak pada umumnya dalam artian anak-anak tersebut dapat
melakukan aktifitas seperti dulu sebelum orang tua mereka bercerai.
Dari hasil temuan di lapangan, mengenai dampak psikis yang
berpengaruh kepada dampak pendidikan anak, dalam teoripun dijelaskan
yaitu sebagai berikut.
Dampak perceraian orang tua tidak hanya dirasakan anak setelah
perceraian itu terjadi, namun dampak tersebut juga dirasakan anak sebelum
terjadinya perceraian. Keadaan penuh konflik antara kedua orang tua sebelum
terjadinya perceraian membuat anak merasakan efek negatif. Efek negatif itu
muncul dalam bentuk perasaan sedih dan tidak nyaman atas pertikaian kedua
orang tuanya. Konflik yang terjadi antara kedua orang tua juga merenggut
kebahagiaan anak sehingga menimbulkan suasana keluarga penuh ketegangan
dan anak kehilangan suasana kebersamaan keluarga. Terjadinya perceraian
membuat anak merasa terpukul dan merasakan efek yang negatif. Tidak
adanya pemahaman yang diberikan orang tua terhadap anak mengenai
perceraian tersebut sehingga menimbulkan kebingungan, perasaan sakit hati
dan sulit untuk menerima perceraian yang terjadi. Selain itu juga, hubungan
orang tua yang memburuk pasca perceraian membuat anak kecewa, tertekan,
takut dan amarah. Sikap anak yang membandingkan keadaan dirinya dan
temannya yang mempunyai keluarga harmonis membuat anak merasa iri.
(Dewi dan Utami, tt: 209)
Dalam kondisi pertama pasca perceraian orang tua, sikap orang tua yang
tidak memberi pemahaman kepada anak atas perceraian yang terjadi dan
hubungan antara kedua orang tua yang memburuk,, anak seringkali
membanding-bandingkan sifat dirinya dengan teman di lingkungan sekitarnya
yang mempunyai keluarga harmonis. Anak sering kali menceritakan apa yang
dirasakannya kepada orang terdekatnya, mencari dukungan social, menangis
108
serta melakukan pelarian dengan mengikuti berbagai kegiaran sekolah dan
rutinitas belajar. Pada tahun pertama masa perceraian ini merupakan masa
yang menimbulkan anak stress. Berbagai efek negatif yang dirasakan anak
ketika mengetahui bahwa kedua orang tuanya bercerai. Namun, pada kondisi
selanjutnya pasca perceraian orang tuanya anak sudah merasa nyaman atas
keadaannya serta sudaah dapat mengendalikan emosinya atas perceraian yang
menimpa kedua orang tuanya. Dengan demikian antara anak dan orang tua
saling terbuka dan saling memahami terhadap apa yang terjadi. Selain itu juga
anak sudah dapat menurunkan intensitas emosi negatif yang dirasakan atas
perceraian orang tuanya. (Dewi dan Utami, tt: 206-209)
Berdasarkan teori-teori yang ada dan hasil temuan di lapangan bahwa
dampak dari perceraian yang terjadi di Kota Cilegon ini, memang yang
menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak. Namun, kenyataan di
lapangan, meskipun perempuan dan anak-anak yang menjadi korban dalam
kasus perceraian ini, penulis melihat hanya pada awalnya saja mereka tidak
dapat menerima keadaan tersebut. Namun lambat tahun keadaan tersebut
menjadi terbiasa dan bahkan lebih bahagia perempuan hidup dengan anak-
anaknya tanpa suami. Bahkan sebagian dari mereka yaitu anak-anak yang
mengalami kasus perceraian terhadap orang tuanya sejak kecil, mereka dapat
menyesuaikan dan menjadi individu yang lebih baik dari sebelumnya. Anak-
anak yang ditinggalkan oleh ayahnya, lebih mempunyai tekad yang kuat dan
menjadi mandiri.
2) Kondisi Pendidikan Anak Pasca Perceraian
Hasil Wawancara 1: (Orang Tua Perempuan)
Persoalan pendidikan, menurut Orang tua (perempuan) yang bercerai,
mengatakan bahwa pada awalnya memang mereka merasa hawatir akan
kehidupan berikutnya setelah bercerai, terutama mengenai persoalan
pendidikan anak-anak mereka. Mereka hawatir anak-anak tidak bisa
melanjutkan pendidikannya karena ibu mereka tidak punya penghasilan untuk
membiayai pendidikan mereka. Tapi dengan adanya tekad yang kuat, pihak
perempuan yang bercerai tersebut, mencari pekerjaan apapun yang penting
halal, supaya dapat memenuhi kebutuhan anak-anak terutama kebutuhan
pendidikannya. Oleh karena itu, mereka bisa hidup dan membiayai kebutuhan
anak-anaknya termasuk kebutuhan pendidikannya. Menurutnya zaman
sekarang perempuan pun dapat bekerja, sehingga sebagian mereka tidak
hawatir dengan adanya perceraian tersebut, dan anak-anak tetap masih bisa
berpendidikan bahkan hingga pendidikan tinggi. Mereka mengatakan bahwa
anak-anak mereka harus berpendidikan tinggi, supaya mereka dapat
menghadapi kehidupan di masa yang akan datang dan dapat menyelesaikan
persoalan-persoalan hidup mereka tanpa bergantung pada orang lain. Mereka
tidak ingin, anak-anak mereka mengalami apa yang dialami oleh kedua orang
tuanya. Kelak anak-anak mereka mempunyai keluarga, mereka berharap agar
tidak mengambil keputusan seperti kedua orang tuanya. Dengan bekal ilmu
dan pendidikan yang orang tua berikan, mereka anggap itulah warisan yang
paling berharga dari pada warisan harta. (Wawancara pihak perempuan yang
bercerai, 2017: 10 Februari)
109
Kasus perceraian tidak hanya berdampak pada psikis anak, tapi sebagian
kasus perceraianpun berdampak pada pendidikan anak. Orang tua (ibu) pada
awalnya merasa hawatir akan kehidupannya yang akan datang setelah
perceraian. Mereka hawatir tidak dapat memenuhi kebutuhan pendidikan
anak-anaknya sampai ke jenjang pendidikan yang tinggi. Sebagian anak yang
orang tuanya bercerai ada yang dapat melanjutkan pendidikannya dan ada
juga yang putus sekolah, itu semua dikarenakan faktor biaya yang tidak
menunjangnya untuk melanjutkan pendidikan sehingga mereka memilih
untuk tidak melanjutkan sekolah. Tapi sebagian anak juga ada yang masih
bisa tetap sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena orang tuanya (ibu)
bekerja keras demi mewujudkan cita-cita anak-anaknya. Orang tua mereka
menganggap bahwa pendidikan itu sangat penting, oleh karena itu mereka
mengharuskan anak-anaknya untuk tetap berpendidikan agar dapat
menjalankan kehidupan lebih baik di masa yang akan datang.
Hasil Wawancara 2: (orang tua perempuan)
Berdasarkan pernyataan responden yang lainnya, ada juga yang
menyatakan bahwa persoalan pendidikan anak-anak, setelah perceraian
terjadi anak-anak putus sekolah dikarenakan orang tua tersebut tidak bisa
membiayai pendidikan ke jenjang selanjutnya. Penghasilannya yang didapat
hanya dapat mencukupi untuk kebutuhan makan sehari-hari, karena dari
sebagian merekapun hidup dengan orang tua (nenek). Dengan demikian
perempuan tersebut harus membiayai orang tuanya juga untuk kebutuhan
sehari-harinya. Oleh sebab itulah anak-anak berhenti sekolah dan bahkan
harus membantu orang tuanya bekerja. (Wawancara pihak perempuan yang
bercerai, 2017: 10 Februari)
Dalam kasus perceraian, tentu akan timbul permasalah baru setelahnya
yaitu permasalahan tentang kehidupan dan kesejahteraan anak-anaknya. Dari
sebagian anak yang memiliki orang tua tunggal mereka terpaksa berhenti
sekolah karena orang tuanya tidak dapat membiayai sekolahnya, mereka
bahkan ikut bekerja demi membantu kebutuhan sehari-hari. Anak-anak selalu
menjadi korban atas perceraian orang tuanya. Padahal seusia anak-anak
tersebut seharusnya sekolah dengan baik tanpa memikirkan pekerjaan
apapun. Tapi keadaan berbicara lain, mereka dituntut untuk bekerja keras
dan membantu orang tuanya semenjak ibu dan ayahnya bercerai. Sungguh
sangat disayangkan, anak-anak putus sekolah karena kasus orang tuanya.
Seharusnya meskipun perceraian terjadi di antara kedua orang tua,
kewajibannya dalam mendidik anak haruslah tetap dijalankan sehingga anak
dapat menerima hak-hak sepenuhnya. Tapi hal ini jarang sekali terjadi,
sebagian dari mereka menganggap bahwa putusnya perkawinan maka putus
juga pemberian hak anak. Hal tersebut harus diluruskan, anak-anak dalam
seusia pendidikan, mereka tetap mendapatkan hak dari orang tuanya (ayah)
meskipun keduanya telah bercerai.
110
Hasil Wawancara 3: (Orang Tua Laki-laki)
Mengenai persoalan pendidikan, terutama anak-anaknya yang masih
sekolah dasar, mereka sekolah seperti biasanya, walaupun terkadang mereka
harus membeli sarapan di sekolah yang biasanya sudah ada di meja makan
sebelum berangkat sekolah. Namun, keadaan ini tidak membuat mereka
berhenti berpendidikan dan meraih cita-citanya. Terkadang juga orang tua
(laki-laki) mengingatkan, supaya anak-anak mereka terus belajar dan sekolah
yang tinggi, agar kelak dewasa nanti mereka dapat membina keluarga dengan
baik. Karena dengan bekal pendidikan, mereka akan mempunyai banyak ilmu
untuk bekal masa depan mereka. Anak-anak dapat mempergunakan ilmu
yang mereka dapatkan dari sekolah untuk menjadikan mereka lebih dewasa
dan lebih bijak dalam mengambil keputusan. Anak-anak hidup tanpa
didampingi sosok ibu, namun mereka tetap terus sekolah dan ingin
melanjutkan cita-cita mereka apapun yang terjadi diantara kedua orang
tuanya.
Anak-anak yang sudah mulai mengerti tentang keadaan orang tua
mereka, mereka sering menasehati orang tuanya agar tidak berlarut-larut
dalam kesedihan. Mereka tetap mempunyai tekad yang besar untuk dapat
berpendidikan selama ayah mereka masih mampu dan bisa membiayai
mereka ke jenjang selanjutnya. Bahkan walaupun nanti tidak bisa
melanjutkan ke jenjang perkuliahan, mereka akan mencari kerja terlebih
dahulu kemudian melanjutkan sekolahnya. Karena mereka menganggap
bahwa pendidikan itu bekal untuk hidup dan dapat menopang hidup mereka
kelak. (Wawancara Pihak Laki-laki Yang bercerai, 2017: 11 Februari)
Sebagian anak-anak mungkin belum terbiasa menjalankan kehidupan
barunya tanpa orang tua yang utuh, tapi semua itu tidak menjadikan kendala
bagi anak-anak yang mempunyai semangat belajar yang tinggi, meskipun
pada awal perceraian terjadi, mereka sering murung dan malu mengahadapi
kenyataan hidup. Tapi dengan motivasi dan dorongan dari orang tua mereka
tetap bisa melanjutkan pendidikannya. Motivasi dan dorongan dari orang tua
terhadap anaknya sangatlah penting, terlebih dalam keadaan yang dapat
mengguncang emosi anak. Orang tua harus dengan bijak memberikan
pengertian dan nasehat-nasehat kepada anaknya terkait apa yang terjadi
dikeluarganya, agar anak tidak mengalami depresi yang mendalam. Di sinilah
peran orang tua tunggal yang harus diperhatikan, agar anak tetap nyaman dan
dapat menjalankan aktivitas seperti biasanya.
Hasil Wawancara 4: (Anak)
Menurut anak, ketika ditanya mengenai pendidikan mereka, ia
mengatakan bahwa dari awal kedua orang tuanya bercerai, mereka masih
tetap bisa bersekolah, bahkan orang tua mereka bercerai sejak dia duduk di
bangku sekolah dasar. Awalnya mereka tidak mengerti, apa yang akan terjadi
kelak akibat orang tuanya bercerai. Mereka pun sempat berpikir akan berhenti
sekolah, karena pada waktu itu, mereka ikut bersama ibunya. Namun, anak-
anak sangat bangga dengan ibu-ibu mereka, karena walaupun tanpa ayah, ibu
mereka bisa membiayai sekolah bahkan kehidupan sehari-hari mereka.
Karena ibu mereka semenjak ditinggal ayahnya, ibu mencari pekerjaan dan
111
bahkan ada yang berdagang demi menghidupi anak-anak mereka. Melihat
kesungguhan dan tekad ibu mereka dalam bekerja, anak-anak ini justru
bersemangat untuk berpendidikan tinggi, supaya kelak nanti bisa bekerja dan
membantu serta meringankan beban ibu. Di antara mereka, bahkan ada yang
mengatakan, jika mereka sudah lulus sekolah dan mendapat pekerjaan mereka
tidak ingin lagi orang tua mereka bekerja. Dan mereka yang akan
menanggung hidup ibu dan saudara-saudara mereka. Terlebih lagi anak-anak
yang tinggal bersama ayahnya, mereka masih bisa berpendidikan dan dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya, meskipun terkadang kurang
dapat perhatian lebih dari ayahnya seperti perhatian yang dulu diberikan
ibunya. Tapi menurutnya, mereka sangat bersyukur meskipun orang tua
mereka bercerai, mereka masih bisa mendapatkan kasih sayang dari ibunya
walaupun mereka tinggal berjauhan.
Selain itu juga ada sebagian anak yang mengatakan bahwa mereka
terpaksa berhenti sekolah dikarenakan ibu mereka tidak bisa membayar uang
sekolah setelah berpisah dari ayahnya. Pada awalnya mereka menolak untuk
berhenti sekolah, tapi keadaan yang mengharuskan mereka berhenti sekolah.
Dengan berat hati mereka pun berhenti sekolah dan kemudian bekerja untuk
membantu meringankan beban ibunya. Anak-anak yang tinggal bersama
ayahnya pun sebagian mengatakan bahwa mereka putus sekolah karena
ayahnya tidak perduli lagi dengan pendidikan mereka. (Wawancara anak
yang orang tuanya bercerai, 2017: 10 Februari)
Pendidikan sangatlah penting bagi anak-anak, baik laki-laki maupun
perempuan. Karena dengan pendidikan mereka akan menjadi tumbuh lebih
dewasa dan berwawasan luas. Tapi masih banyak sebagian anak-anak di
Indonesia ini khusunya di Kota Cilegon yang mengalami putus sekolah,
dikarenakan beberapa kendala, salah satunya adalah faktor perceraian orang
tua. Dari kasus perceraian ini anak-anak harus memilih untuk tinggal bersama
ibu atau ayahnya. Sebagian anak memilih tinggal bersama ayahnya dan
sebagian lagi memilih untuk tinggal bersama ibunya. Anak yang tinggal
bersama ibu atau ayahnya tidak sepenuhnya mereka terjamin pendidikannya.
Sebagian ada yang tinggal bersama ibunya mereka tetap bisa sekolah da nada
juga sebagian dari mereka yang putus sekolah. Begitu juga sebaliknya, anak
yang tinggal bersama ayahnya tidak semuanya bisa melanjutkan pendidikan,
bukan karena ayahnya tidak mampu untuk membiayainya tetapi karena
ayahnya tidak memperdulikan pendidikan anak-anaknya.
Hasil Wawancara 5: (Staf Dinas Pendidikan)
Berkaitan dengan perceraian, apakah berdampak pada pendidikan anak,
menurut staf Dindik tentu saja berdampak, tapi tidak semuanya anak yang
putus sekolah disebabkan oleh kasus perceraian, anak-anak yang orang
tuanya bercerai tetap masih bisa sekolah tapi biasanya dalam hal prestasi
menurun. Perceraian juga sangat berdampak pada perkembangan anak,
terutama perkembangan psikis anak, beberapa kasus yang staf Dindik temui
khususnya di Kota Cilegon, anak-anak yang tinggal dengan orang tua
tunggal, masih banyak mereka yang berpendidikan bahkan hingga
berpendidikan tinggi, dan ada juga yang anak-anaknya putus sekolah. Dalam
112
kasus tingginya angka putus sekolah bahkan di dominasi oleh anak-anak
perempuan, itu semua tidak hanya disebabkan karena perceraian, tetapi
disebabkan juga karena pemikiran orang tua mereka yang kolot dan sempit,
tingginya perceraian bukan mengakibat tingginya pula angka putus sekolah.
Tetapi salah satu penyebab anak putus sekolah adalah perceraian. Justru
anak-anak yang masih memiliki orang tua utuh yang lebih banyak mengalami
putus sekolah. Dengan begitu untuk menanggulangi dan meminimalisir
pendapat masyarakat yang kolot pihak Dinas Pendidikan Kota Cilegon
melakukan sosialisai dan penyuluhan terhadap masyarakat, agar mereka
mengetahui betapa pentingnya pendidikan tanpa melihat jenis kelamin baik
laki-laki maupun perempuan, keduanya memiliki hak yang sama dalam hal
pendidikan. Dengan demikian para orang tua dan anak, terutama anak yang
memiliki orang tua utuh, agar mereka mengetahui dan melanjutkan
pendidikan mereka sampai jenjang yang tinggi, karena tanpa adanya kemauan
dan dorongan dari kedua pihak yaitu anak dan orang tua, maka program wajib
belajar 12 tahun yang pemerintah kota Cilegon anggarkan tidak akan berjalan
dengan lancar, sehingga kebodohan, kemiskinan akan terus meningkat
dikalangan masyarakat khususnya masyarakat Kota Cilegon. (Wawancara
staf Dindik, 2016: 13 Desember)
Angka kasus perceraian di Kota Cilegon setiap tahun memang
mengalami peningkatan, begitu juga dengan angka putus sekolah di Kota
Cilegon masih tergolong tinggi. Tapi tingginya angka perceraian bukan satu-
satunya penyebab tingginya angka putus sekolah melainkan ada beberapa
faktor lainnya seperti faktor ekonomi dan pemikiran masyarakat yang kolot.
Dengan banyaknya anak-anak putus sekolah di Kota Cilegon, mengakibatkan
banyaknya pula tingkat kemiskinan. Padahal Kota Cilegon adalah Kota
Industri, tapi masyarakatnya banyak yang pengangguran, semua itu
disebabkan karena masyarakat setempat tidak memiliki kualifikasi yang
ditetapkan oleh perusahaan tersebut. Masyarakat banyak yang tidak memiliki
kualifikasi tersebut karena masyarakat setempat banyak yang putus sekolah
sehingga kemiskinanpun merajalela hingga saat ini. Sebagian masyarakat
Kota Cilegon masih banyak yang tidak memikirkan apa dampak dari anak-
anak mereka ptus sekolah. Kebanyakan mereka berpikir sekolah hanya akan
membuang-buang biaya. Padahal di zaman yang akan datang banyak sekali
perubahan-perubahan yang akan terjadi di dunia yang mengharuskan kita
untuk mengikutinya. Maka dari itu salah satu solusinya untuk menghadapi
tantangan-tantangan di masa mendatang yaitu anak-anak dibekali dengan
pendidikan, agar tidak mengalami kebodohan yang akan merugikan dirinya
sendiri.
Hasil Wawancara 6: (Staf Pengadilan Agama Kota Cilegon)
Menurut bapak Anjar salah satu staf pengadilan agama yang mengurus
daftar data perceraian dari masyarakat mengatakan bahwa, memang
perceraian di Kota Cilegon ini semakin tahun mengalami kenaikan khususnya
kasus gugat cerai yang diajukan oleh pihak istri. Dari data yang tercatat
dalam Pengadilan Agama Kota Cilegon, rata-rata perempuan yang
mengajukan gugatan cerai tersebut karena para suami mereka tidak bisa
113
menafkahi dirinya dan keluarganya. Namun, walaupun demikian pihak
perempuan juga tidak membiarkan anak-anak mereka ikut dengan ayahnya
yang tidak bekerja, karena mereka hawatir anak-anak mereka dilantarkan.
Meskipun mereka ada yang menjadi ibu rumah tangga pada saat bersama
dengan suaminya, tapi mereka tetap mengajukan hak asuh anaknya agar jatuh
pada tangan istri. Selain itu juga dari beberapa kasus yang ada kebanyakan
pihak suami tidak bekerja dan tidak bertanggung kepada pendidikan anak-
anak mereka, oleh sebab itu para perempuan (istri) menggugat cerai suami-
suami mereka. Dan hak asuh anak-anak mereka jatuh pada pihak perempuan
dan mereka juga akan bertanggungjawab terhadap pendidikan anak-anak
mereka. Dari data yang adapun, kasus gugat cerai yang lebih mendominasi
daripada kasus cerai dari suami. Namun, dari hasil wawancara atau
keterangan yang diutarakan oleh pihak yang menggugat, sebagian dari
mereka mengatakan bahwa anak-anak mereka bisa berpendidikan dan
memenuhi ketentuan pemerintah yang wajib belajar 12 tahun, ada juga anak
mereka yang sampai melanjutkan kejenjang perguruan tinggi. Tapi sebagian
banyak dari mereka juga anak-anaknya putus sekolah karena mereka hanya
bisa membiayai kebutuhan sehari-hari. Jadi menurun staf Pengadilan Agama,
perceraian yang terjadi dikota Cilegon ini memang berpengaruh juga terhadap
pendidikan, yang menyebabkan anak-anak putus sekolah karena tidak ada
yang membiayainya. Tapi tidak semua anak yang memiliki orang tua tunggal
putus sekolah. Nyatanya, anak-anak yang tinggal dengan orang tua tunggal,
baik orang tua laki-laki maupun orang tua perempuan, mereka tetap bisa
mengenyam pendidikan yang layak. Namun, memang berdasarkan data dari
Dinas Pendidikan angka putus sekolah dikota Cilegon tergolong tinggi, itu
semua bukan disebabkan oleh tingginya angka perceraian di Kota Cilegon,
namun dikarenakan oleh faktor ekonomi. Bahkan dari data tersebut anak yang
putus sekolah bukan hanya dari kalangan anak yang tinggal dengan orang tua
tunggal, melainkan lebih didominasi anak-anak yang tinggal dengan kedua
orang tuanya. (Wawancara Staf Pengadilan Agama, 2016: 3 November)
Dampak perceraian bagi pendidikan memanglah berpengaruh, sebagian
anak-anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya mereka mengalami
putus sekolah, dan sebagian yang lain masih bisa melanjutkan sekolah, tapi
prestasi anak-anak tersebut menurun akibat depresi yang dideritanya.
Terkadang orang tua tidak menyadari hal tersebut, bahkan memarahi anak
jika prestasi mereka menurun tanpa bertanya terlebih dahulu apa yang
menyebabkan anak-anak tersebut dalam prestasi belajar menurun. Seharusnya
orang tua lebih peka terhadap anak-anak yang memiliki permasalahan terlebih
lagi anak-anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya. Anak-anak
banyak yang melampiaskan kekecewaannya akibat yang terjadi di dalam
keluarganya yaitu dengan malas belajar dan susah diatur. Di sinilah peran
keluarga terutama kedua orang tua sangatlah penting dalam pendidikan anak.
Kewajiban orang tua terhadap anaknya yaitu, mengasuh, memelihara,
mendidik dan melindungi anak serta menumbuhkembangkan anak sesuai
bakat mereka. Meskipun kedua orang tua mengalami perceraian dalam rumah
tangganya, tetapi tugas dan tanggung jawab kedua orang tua tetaplah tidak
berubah. Terlebih mengenai kebutuhan anak khususnya kebutuhan
114
pendidikan, anak yang tinggal bersama ibunya, seorang ayah masih
mempunyai kewajiban dalam menanggung semua kebutuhan anak-anaknya.
3) Prestasi Anak di Sekolah Pasca Perceraian
Hasil Wawancara 1: (orang tua perempuan)
Mengenai persoalan prestasi anak, Menurut orang tua anak-anak mereka
pasca terjadinya perceraian, mereka sangat tergoncang jiwanya, bahkan pada
awalnya mereka menjadi pendiam dan susah diatur. Dengan begitu mereka
tidak melakukan aktifitas mereka sehari hari seperti belajar dan sekolah. Oleh
karena itu anak-anak sering membolos sekolah, maka prestasi mereka di
sekolah tidak stabil dan bahkan menurun. Orang tua terkadang marah dengan
perilaku anak-anak mereka yang tidak fokus dalam belajar dan sekolah.
Namun, menurut orang tua, anak juga bersikap seperti itu tidak bisa
disalahkan, karena mereka menjadi korban dari kasus orang tuanya. Prestasi
mereka bisa stabil kembali setelah adanya obrolan secara pribadi dan nasehat-
nasehat yang disampaikan kepada anak-anak tersebut. Bahwa apa yang terjadi
dalam keluarga mereka jangan dijadikan hambatan untuk mereka belajar dan
berprestasi sehingga cita-cita mereka bisa tercapai dan kehidupan mereka di
masa yang akan datang akan lebih baik. (Wawancara Pihak Perempuan yang
bercerai, 2017: 10 Februari)
Kasus perceraian ini sering kali menimbulkan hal-hal yang baru,
terutama dampak kepada anak-anak. Dari hasil temuan bahwa pasca
terjadinya perceraian, anak-anak mengalami gonjangan jiwa, bahkan ada juga
yang sampai mengalami depresi. Anak-anak tersebut tidak dapat menolak apa
yang terjadi di dalam keluarganya, sehingga mereka hanya bisa marah,
kecewa dan stres. Akibanya anak-anak menjadi susah diatur, pendiam dan
murung untuk melampiaskan semua kekecewaan mereka. Oleh karena itu,
sebagian dari anak-anak tersebut juga dalam melampiaskan amarahnya yaitu
dengan malas belajar bahkan mereka melakukan pergaulan bebas demi
mendapatkan kenyamanan di luar. Sehingga mereka sering bolos sekolah dan
akhirnya prestasi menurun. Semua itu terjadi karena kurangnya perhatian dan
pengertian yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya pasca perceraian
itu terjadi. Orang tua harus lebih peka terhadap anak-anaknya dan membuat
mereka nyaman seperti keadaan sebelumnya, agar anak-anak bisa menerima
keadaan barunya. Bukan hanya materi yang diperlukan anak-anak, akan tetapi
perhatian dan kasih sayang dari orang tua lebih penting dan membuat mereka
nyaman dengan keadaan yang mereka alami. Meskipun orang tua sudah
bercerai tapi tanggung jawab keduanya terhadap anak masih tetap berlaku,
terlebih lagi tanggung jawab dalam mendidik dan memberikan kasih sayang
penuh agar anak tetap merasa nyaman dengan keadaannya walaupun kedua
orang tuanya telah berpisah. Hal tersebut juga dapat menunjang prestasi
belajar anak, sehingga anak-anak masih tetap berprestasi meskipun orang
tuanya telah bercerai.
115
Hasil Wawancara 2: (orang tua laki-laki)
Prestasi anak-anak pasca perceraian, menurut orang tua laki-laki tidak
jauh berbeda dengan ungkapan orang tua perempuan. Mereka mengatakan
anak-anak mereka awal perceraian terjadi ada yang prestasinya menurun,
karena anak-anak merasa tertekan dengan keadaan baru mereka. Apalagi
anak-anak hidup tanpa seorang ibu yang dapat mengontrol perkembangan
belajar. Karena orang tua laki-laki sibuk bekerja dan kadang lalai dalam
memperhatikan perkembangan belajar anak di sekolah maupun di rumah.
Namun, setelah itu orang tua laki-laki meminta tolong kepada kerabatnya
untuk membimbing anak-anak mereka dalam hal belajar dan memberikan
pengertian tentang apa yang terjadi di keluarga mereka. Setelah mendapat
nasehat lama-kelamaan anak-anak mulai bisa menerima keadaan dan bisa
melakukan kegiatan belajar seperti biasanya, sehingga prestasi mereka mulai
stabil kembali. (Wawancara pihak Laki-laki yang bercerai, 2017: 11 Februari)
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari para narasumber, mengenai
dampak perceraian terhadap pendidikan anak dan prestasi anak dalam belajar.
Anak-anak pada awal perceraian memang mengalami kesulitan untuk
berkonsentrasi dalam hal belajar, oleh karena itu tidak jarang prestasi mereka
menurun, tapi itu tidak selamanya terjadi, dengan bimbingan dan nasehat
orang-orang disekitar mereka bisa mendapatkan kembali semangat belajar
sehingga prestasinya menajdi stabil.
Menurut sebagian dari para kaum perempuan yang mengalami perceraian
mereka bahkan merasa senang dan anak-anak mereka pun bisa berpendidikan
hingga kejenjang yang tinggi. Karena para kaum perempuan di zaman
sekarang bisa melakukan pekerjaan dan bisa mendapatkan pekerjaan seperti
para laki-laki. Jadi para perempuan tidak merasa hawatir anak-anak mereka
terutama pendidikannya akan terbengkalai akibat dari aksus perceraian yang
terjadi di keluarganya. Penulis juga melihat bahwa para perempuan yang
bercerai dengan suaminya dan hidup dengan anak-anaknya, dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, bahkan sejahtera. Dan penulis menemukan beberapa
dari responden, anak-anak mereka berpendidikan tinggi dan bahkan yang
masih mempunyai anak tingkat SD, mereka mengatakan bahwa anak-anak
mereka akan berpendidikan tinggi walaupun hidup tanpa ayah yang
membiayai mereka.
Berdasarkan hasil temuan penelitian, bahwa teori yang ditemukan sesuai
dengan keadaan yang ditemukan di lapangan, termasuk fokus penelitian
tentang dampak perceraian terhadap pendidikan anak. Di Kota Cilegon
tingkat perceraian masih tergolong tinggi karena disebabkan oleh beberapa
faktor yang telah dijabarkan sebelumnya, dengan demikian dampak
perceraian terhadap pendidikan anak itu, khususnya di Kota Cilegon juga
berpengaruh, karena anak yang hidup dengan orang tua single parent, mereka
tidak bisa melanjutkan sekolahnya sesuai dengan keinginan mereka.
Tingginya angka putus sekolah di Kota Cilegon ini, bukan semata-mata
disebabkan oleh tingginya kasus perceraian di Kota Cilegon, melainkan
tingginya angka putus sekolah lebih didominasi oleh faktor kemiskinan.
116
Jadi, selain meminimalisir terjadinya kasus peceraian di Kota Cilegon,
pemerintah juga harus mengupayakan program-program pengentasan
kemiskinan yang semakin melilit warga Kota Cilegon. Dengan demikian, jika
kemiskinan di Kota Cilegon dapat diminimalisir maka angka putus sekolah
pun akan menjadi berkurang. Karena para orang tua bisa membiayai anak-
anaknya untuk sekolah lebih tinggi. Diharapkan juga kepada pemerintah
melakukan sosialisasi dan pendayagunaan bagi masyarakat yang single
parent, untuk dapat melakukan usaha-usaha agar dapat memenuhi kebutuhan
ekonomi dan kebutuhan pendidikan anak-anak mereka sehingga para single
parent tidak hawatir lagi dalam menghadapi kehiupan yang akan datang. Dan
anak-anak mereka bisa berpendidikan tinggi. Karena dengan banyaknya anak-
anak yang berpendidikan maka perubahan pun akan dirasakan oleh Kota
Cilegon sendiri. Dari anak-anak yang berpendidikan akan menimbulkan ide-
ide kreatif dalam membangun Kota Cilegon yang lebih baik lagi.
117
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis pada semua data, fakta dan fenomena serta melihat
perumusan masalah mengenai dampak perceraian terhadap pendidikan anak di Kota
Cilegon. Maka dapatdisimpulkan bahwa:
Angka perceraian di Kota Cilegon pada tahun 2015 mengalami peningkatan
hingga tahun 2016. Angka perceraian yang terjadi di Kota Cilegon, lebih didominasi
oleh kasus gugat cerai yang diajukan pihak istri kepada pihak suami.
Faktor yang menyebabkan terjadinya kasus perceraian di Kota Cilegon adalah
sebagai berikut: Pertama, suami pengangguran. Faktor ini yang menjadi salah satu
sebab pihak perempuan mengajukan gugatan cerai kepada suaminya, dikarenakan
suami tidak bekerja sehingga tidak dapat memberikan nafkah kepada keluarganya.
Kedua, ketidaksetiaan. Dalam hal ini ketidaksetiaan dilakukan oleh salah satu pihak,
baik suami ataupun istri. Ketiga,terjadinya kekerasan dari salah satu pihak. Kekerasan
tersebut sering kali dilakukan oleh pihak suami kepada istri dan anak-anaknya.
Keempat,Suami melakukan perbuatan perjudian. Kelima, istri tidak bertanggung
jawab terhadap keluarga dan anak-anak, dikarenakan istri sibuk bekerja. Keenam,
pihak istri membangkang. Oleh sebab itu suami menceraikan istrinya. Ketujuh,salah
satu pihak tidak dapat memiliki keturunan (mandul). Kedelapan, adanya intervensi
dari orang tua dan mertua. Kesembilan, terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang
disebabkan oleh perbedaan prinsip. Semua faktor yang disebutkan di atas, itulah yang
selama ini menjadi problem penyebab kasus perceraian semakin meningkat.
Kasus perceraian di kota Cilegon memang terbilang tinggi. Dampak dari
tingginya angka kasus perceraian di kota Cilegon diikuti dengan tingginya angka
kasus kekerasan terhadap anak. Dalam hal ini untuk menangani persoalan perceraian
yang semakin meningkat sehingga mengakibatkan angka kasus kekerasan meningkat
pula, pemerintah kota Cilegon melakukan upaya-upaya sebagai berikut: Pertama,
Pemerintah menyelenggarakan program 30 menit bersama anak setiap hari. Tujuan
diadakannya program tersebut untuk membentengi setiap keluarga dari pengaruh
buruk yang menghampiri. Dalam hal ini akan membuat keluarga saling percaya satu
sama lain, sehingga akan menumbuhkan satu hal yang efektif dalam meminimalisir
angka perceraian. Kedua, Pemerintah kota Cilegon melakukan mediasi. Upaya
melakukan medisasi ini dilakukan supaya pasangan kembali rujuk dan membatalkan
perceraian. Ketiga, Pemerintah kota Cilegon juga menuntut DWP (Dharma Wanita
Persatuan) untuk meningkatkan kualitas yang bisa meningkatkan keharmonisan dalam
rumah tangganya masing-masing supaya dapat mewujudkan ketahanan keluarga.
Kualitas yang dimaksud pemerintah tersebut adalah meliputi sifat saling percaya,
saling menghormati, saling menghargai, saling berkerja sama dan saling memperkuat
hubungan suami istri. Pemerintah juga menganjurkan kepada seluruh anggota DWP
agar menjadi pelopor dari program 30 menit bersama anak dan menjadi contoh bagi
masyarakat kota Cilegon lainnya. Keempat, Pemerintah kota Cilegon bekerja sama
dengan lembaga P3KC (Pusat Pelayanan dan Perlindungan kota Cilegon dan BKBPP
(Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan). Dengan adanya lembaga
tersebut pemerintah kota Cilegon memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk
118
dapat melaporkan semua perkara yang terjadi di dalam keluarga. Sehingga dapat
ditangani dan dapat diberikan solusi terhadap permasalahan yang menimpa
masyarakat.
Dampak perceraian terhadap pendidikan anak-anak memang sangat berpengaruh,
bahkan perceraian pun merupakan salah satu penyebab anak-anak putus sekolah.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan bahwa angka putus sekolah di Kota Cilegon
memang masih tergolong tinggi. Anak-anak putus sekolah dikarena faktor ekonomi
keluarga yang kurang memadai, kekerasan yang terjadi dalam keluarga dan faktor
perceraian kedua orang tua, serta kelalaian kedua orang tua dalam memperhatikan
pendidikan anak-anaknya.
Hasil temuan membuktikan bahwa anak-anak yang memiliki orang tua tunggal
khususnya di Kota Cilegon, sebagian dari mereka tidak bisa sekolah dan
berpendidikan lanjut hingga kejenjang perguruan tinggi. khususnya yang tinggal
bersama ibunya, sebagian banyak dari anak-anak tidak bisa sekolah, itu semua
dikarenakan ekonomi yang tidak menunjang. Akan tetapi anak-anak yang tinggal
bersama ayahnya, sebagian dari mereka masih bisa sekolah, hanya saja dalam prestasi
lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tinggal bersama ibu. Karena anak-anak
yang tinggal bersama ayahnya mereka kurang mendapatkan perhatian dalam hal
belajar.
Jadi anak-anak yang tinggal bersama orang tua perempuan (ibu) jauh lebih
terjaga kondisi psikisnya meskipun dari segi materi mereka sedikit kekurang. Begitu
juga sebaliknya, anak-anak yang tinggal bersama ayahnya, mereka lebih makmur dari
segi materi hanya saja kurang mendapat perhatian lebih mengenai kondisi psikisnya.
Dengan demikian anak-anak yang tinggal bersama ayahnya sebagian dari mereka
lebih susah diatur sehingga mengakibatkan prestasi belajar menurun.
B. Saran
Beberapa saran yang penulis kemukakan, setelah melihat fakta dan fenomena
yang terjadi di lapangan, terkait kasus perceraian dan dampaknya terhadap pendidikan
anak di Kota Cilegon adalah sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat, khususnya orang tua baik orang tua yang utuh atau pun orang
tua tunggal harus memberikan pendidikan kepada anak-anak dengan layak bahkan
setinggi-tingginya. Karena pendidikan merupakan warisan yang akan menentukan
masa depan kehidupan anak-anak. Sehingga dengan anak-anak memiliki
pendidikan, maka pola pikir dan kehidupan mereka pun akan berubah.
2. Bagi pemerintah, hendaknya membantu dan mensosialisasikan akan pentingnya
pendidikan bagi anak-anak. terutama bagi masyarakat yang masih mempunyai
pikiran mengenai tidak pentingnya pendidikan khususnya bagi anak-anak
perempuan. Dan memberikan sekolah gratis 100 % bagi masyarakat yang tidak
mampu, minimal sampai anak-anak berpendidikan 12 tahun.
3. Bagi pasangan suami istri hendaknya menjunjung tinggi nilai-nilai dalam
perkawinan agar di masa depan dapaT membina keluarga yang harmonis.
4. Bagi BP4, PA dan lembaga-lembaga lainnya yang terkait dengan permasalahan
tersebut, harus lebih memaksimalkan sosialisasi pola penyelesaian konflik dalam
perkawinan, terutama bagi keluarga yang memiliki ekonomi rendah dan
pendidikan rendah. Dan mempersulit atau memberikan denda yang tinggi kepada
pasangan suami istri yang akan melakukan perceraian, sehingga mereka dapat
119
mengurungkan niatnya. Tidak hanya itu, para tokoh agama/ tokoh masyarakat pun
harus berperan aktif dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada
masyarakat secara umun terkait perkawinan dan perceraian, sehingga dapat
meminimalisir kasus perceraian.
5. Bagi pemerintah setempat juga harus lebih intensif dalam melakukan sosialisasi
atau penyuluhan bagi keluarga serta memberikan pelayanan bagi keluarga yang
mempunyai masalah untuk dapat berkonsultasi, agar masing-masing keluarga
dapat menjaga keharmonisan rumah tangganya, sehingga kasus perceraian yang
selama ini menjadi permasalahan yang tak ada hentinya dapat diminimalisir.
6. Bagi pasangan yang telah bercerai, hendaknya tetap memperhatikan kondisi anak,
baik dari segi psikis ataupun dari segi pendidikannya. Karena anak tetap menjadi
tanggung jawab kedua orang tua meskipun keduanya telah bercerai. ini
merupakan salah satu cara agar anak tetap merasakan kenyamanan dalam dunia
barunya yang tinggal bersama satu orang tua.
120
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Abdullah, Taufik. dan Karim, Rusti. (1989). Metodologi Penelitian Agama (Sebuah/Suatu
Pengantar), Yogyakarta: Tiara Wacana.
Adams, Gerald. R. (1982). The Effect of Divorce on Adolescents. University of North
Carolina Press. The High School Jurnal, Vol. 65 No. 6
Arief, Armai. (2005). Reformulasi Pendidikan Islam. Jakarta: CRSD Press
Arikunto, Suharsimi. (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
-----, (2013). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta Rineke Cipta
As’ad, Aliy. (1979). Terjemah Fathul Mu’in, Kudus: Menara Kudus
Assegaf, Mudhor Ahmad. dan Shaleh, Hasan. (2001). Perceraian Salah Siapa? Terj. Dari
At-Thalaqu Khoti’atu Man? Karya Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili, Jakarta:
Lentera
Daradjat, zakiah. (1995). Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta:Ruham
Departemen Agama RI. (2013) Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991: Kompilasi
Hukum Islam di Indonesia.
Departement Agama RI. (2009). Al-Qur’an Dan Tafsirnya, Departement Agama RI
-----, (2007). Bimas Islam dalam Angka, Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat
Islam
Ghaffar E.M, M. Abdul. (1998). Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Al-Ghandur, Ahmad. (1967). At-Thalaq Fii Fiqh al-Islam, Mesir: Daar al-Ma’arif
Ghazali, Abdul Rahman. (2010). Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana
Hamidy, Muhammad. (1980). Perkawinan Dan Permasalahannya, Surabaya: Bina Ilmu
Hasmand, Fedrian. Dkk. (2008). Tafsir Imam Syafi’i, Terj. Tafsir Al-Imam Asy-Syafi’i
Karya Syaikh Ahamd Mustafa Al-Farran, Jakarta: Almahira
Jalaludin. (2002). Teologi Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo Persada
Khon, Abdul Majid. (2012). Hadis Tarbawi; Hadis-Hadis Pendidikan, Jakarta: Kencana
121 Kusmana dan JM Muslimin. (2008). Paradigma Baru Pendidikan; Restropeksi dan
Proyeksi Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: IAIN Indonesian
Social Equity Project (IISEP)
Kosim, Muhammad. (2012). Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Khaldun; Kritis, Humanis,
dan Religius, Jakarta: Rineka Cipta
Maleong, Lexy. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.
RemajaRosdakarya.
Marzuki, Saleh. (2012). Pendidikan Nonformal; Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional,
Pelatihan dan Andragogi, Bandung: Remaja Rosdakarya
Minarti, Sri. (2013). Ilmu Pendidikan Islam; Fakta Teoritis-Filosofis Dan Aplikatif-
Normatif. Jakarta: Amzah
Muhajir, As’aril. (2011). Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual, Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media
Mulyasana, Dedy. (2011). Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, Bandung: Remaja
Rosdakarya
Mursyi, Muhammad Munir. (1986). Attarbiyatul Islam, Bairut: Daarul Ma’arif
Musfah, Jejen. (2015) Tips Menulis Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Jakarta:
FITK.
Mutaqin, Zaenal. (2016). Fiqih Sunah; Pansuan Hidup Sehari-Hari Ensiklopedi Hukum
Islam, Terj. Fiqih Sunnah Karya Sayyid Sabiq. Bandung: Penerbit Hilal
Nizar, Samsul. (2008). Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka
tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Purwanto, Ngalim. (2009). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja
Rosdakarya
Rahman I, Abdur. (1992). Perkawinan dalam Syariat Islam, Jakarta: Rineka Cipta
Rasyidin, Waini. (2014). Pedagodik Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya
Rifa’i, Muhammad. (2011). Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Ar-Ruzz Media
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah, Bairut: Darul Fikri, Ttp, Jilid II
Sabri, Alisuf. (2005). Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press
Sagala, Syaiful. (2013). Etika dan Moralias Pendidikan Peluang dan Tantangan, Jakarta:
Prenadamedia Grup
122 Saleh, Hassan. (2008). Kajian Fiqih Nabawi Dan Fiqih Kontemporer, Jakarta: Rajawali
Pers
Saleh, Faisal dan Hamdani, Yusuf. (2008). Shahih Fiqih Wanita Menurut Al-Qur’an dan
As-Sunnah, Terj. Fiqhu al-Maratu al-Muslimatu, karya Sayikh Muhammad Al-
Utsaimin. Jakarta: Akbar Media
Setyosari, Punaji. (2012). Metode Penelitian Pendidikan Dean Pengembangan, Jakarta:
Kencana
Shihab, M. Quraish. (2000). Tafsir Misbah; Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an
Tangerang: Lentera Hati
-------, (2012). Al-Lubab; Makna, Tujuan Dan Pelajaran Dari Surah-Surah Al-Qur’an,
Tangerang: Lentera Hati
Siregar, Marasuddin. (1998). Pengelolaan Pengajaran (Suatu Dinamika Profesi
Keguruan), Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Soedijarto. (2003). Pendidikan Nasional Sebagai Proses Transformasi Budaya, Jakarta:
Balai Pustaka.
Shofiah, Ummu. (2016). Pengaruh Pendidikan dan Kemendirian Ekonomi Perempuan
Terhadap Gugat Cerai, Jakarta: Transwacana Press
Subhan, Zaitunah. (2015). Al-Qur’an Dan Perempuan; Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran, Jakarta: Pranadamedia Grup
As-Subki, Ali Yusuf. (2012). Fiqih Keluarga: Pedoman Keluarga dalam Islam, Jakarta:
Amzah
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Sukardjo, M. (2009). Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, Jakarta: Rajawali
Pres
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sukmadinata, Nana Sy dan Syaodih, Erliany. (2012). Kurikulum dan Pembelajatan
Kompetensi, Bandung: Refika Aditama
Syah, Muhibbin. (2010). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung:
Remaja Rosdakarya
Syaifuddin, Muhammad., Turatmiyah, Siti., dan Yuhanan, Annalisa. (2014). Hukum
Perceraian, Jakarta: Sinar Grafika
123 Syarifuddin, Amir. (2003). Garis-garis Besar Fiqih, Jakarta: Kencana
-----. (2006). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Prenada Media
Tatang. (2012). Ilmu Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia
Tilaar. (2005). Manifesto Pendidikan Nasional Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme
dan Studi Kultural, Jakarta: Kompas Media Nusantara
Ulfatmi. (2011). Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kementrian Agama
RI
Yanggo, Huzaimah Tahido. (2005). Masail Fiqhiyah; Kajian Hukum Islam Kontemporer,
Bandung: Angkasa
Yunus, Mahmud. (2004). Tafsir Qur’an Karim, Jakarta: PT. Hidakarya Agung
-----. (ttp). Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: PT. Hidakarya Agung
Zainudin. (2008). Paradigma Pendidikan Terpadu, Menyipakan Generasi Ulul Albab,
Malang: UIN Malang Press
Zurinal Z dan Sayuti, Wahdi. (2006). Ilmu Pendidikan; Pengantar dan Dasar-dasar
Pelaksanaan Pendidikan, Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri
Jakarta
2. Jurnal
Abd.Jabar, Cepi Safruddin. (2010). Efektivitas Program Subsidi Dana Sumbangan
Pendidikan (Dsp) Sekolah Dasar, Menengah Dan Kejuruan Kota Cilegon. Jurnal
Penelitian Ilmu Pendidikan Vol. 03 No. 2
Amaliah, Dini. (2015). Pengaruh Partisipasi Pendidikan Terhadap Persentase Penduduk
Miskin. Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 2 No. 3
Dariyo, Agoes. (2004). Memahami Psikologi Perceraian Dalam Kehidupan Keluarga.
Jurnal Psikologi Vol. 2 No. 2
Elia, Herman. (2000). Peran Ayah Dalam Mendidik Anak. Veritas; Jurnal Teologi Dan
Pelayanan
Hubeis, A.V.S. Dkk. (2008). Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Dalam Membentuk
Kemandirian Anak. Jurnal Komunikasi Pembangunan, Vol. 06 No. 1
Irmawati. (2016). Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak. Jurnal
Pembangunan Sosial Vol. 5 No. 3
124 Lodge, Oliver. (1907). The Religious Education of Children. University of Northern Lowa.
The North American Review, Vol. 185, No. 620
Lp2m Iain Surakarta. (2016). Dampak Perceraian Dan Pemberdayaan Keluarga. Jurnal
Buana Gender Vol. 1 No. 1
Muhajir, As’aril. (2011). Tujuan Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jurnal At-Tahrir
Vol. 11 No. 2
Mustofa, Imam. (2008). Keluarga Sakinah dan Tantangan Globalisasi. Jurnal Al-Mawarid
Edisi XVIII
My, M. Yusuf. (2014). Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak. Jurnal Al-Bayan
Vol. 20 No. 29
Ningrum, Putri Rosalina. (2013). Perceraian Orang Tua Dan Penyesuaian Diri Remaja.
Ejurnal Psikologi Vol.1 No. 1
Nisfiannoor, M. Dan Yulianti, Eka. (2005). Perbandingan Perilaku Agresif Antara Remaja
Yang Berasal Dari Keluarga Bercerai Dengan Keluarga Utuh. Jurnal Psikologi Vol.
3 No. 1.
Utami, Yenni Sri dan Fatonah, Siti. (2015). Evaluasi Strategi Komunikasi Konselor BP4
dalam Mencegah Perceraian, (Studi Kasus di BP4 Kec. Mergangsan Kota
Yogyakarta). Jurnal Channel. Vol. 3 No. 2. Yogyakarta: Program Studi Ilmu
Komunitas Universitas Ahmad Dahlan.
Yulianti, Rina. (2010). Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Perkawinan Usia Dini. Jurnal
Pamator, Vol. 3 No. 1
3. Artikel
Alimoeso, Sudibyo. (2013). Nikah Dini Penyebab Meningkatnya Perceraian di Indonesia.
Diakses dari http://health.liputan6.com. Tanggal 17 Juni 2016
Indriani, Ine. (2015). Dampak Perceraian Pada Anak. diakses dari
http://www.republika.co.id. Tanggal 17 juni 2016
Kominfo Setda Kota Cilegon. (2016). DWP Cilegon Wujudkan Ketahanan Keluarga
Berkualitas. Diakses dari http://www.koranbanten.com. Tanggal 16 Mei 2017
Mubarok. (2014). Kasus Perceraian Di Kota Cilegon Masih Tinggi. Diakses dari
http://SebelasNews.com. Tanggal 17 Juni 2016
Rizki. (2015). Kasus Perceraian di Banten Tinggi. Diakses dari http://liputanbanten.com.
Tanggal 17 juni 2016
125 Suryabrata, Sumadi. (2008). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Diakses dari
http://Artikel Dunia Psikologi. co.id. Tanggal 04 April 2017
Widodo, Heri. (2013). Dampak Positif dan Negatif Perceraian ke anak. Diakses dari
http://health.liputan6.com. Tanggal 17 Juni 2016
PEDOMAN WAWANCARA
A. Pihak Pengadilan Agama Kota Cilegon
1. Berapa banyak kasus perceraian yang masuk setiap tahunnya?
2. Apakah kasus perceraian meningkat atau menurun setiap tahunnya?
3. Manakah yang lebih banyak terjadi dalam kasus perceraiain, cerai talak atau cerai
gugat?
4. Apa yang menyebabkan cerai gugat lebih dominan dari cerai talak?
5. Apa yang menyebabkan cerai talak?
6. Menurut anda bagaimana dampak perceraian terhadap anak-anak khususnya
terhadap pendidikannya?
7. Apa yang dilakukan oleh pihak pengadilan agama agar tidak terjadi perceraian?
8. Upaya apa yang harus dilakukan oleh masyarakat agar dapat mencegah terjadinya
perceraian (cerai talak atau cerai gugat)?
B. Pihak P3KC (Pusat Pelayanan dan Perlindungan Keluarga Cilegon)
1. Bagaimana kondisi kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan?
2. Kekerasan apa saja yang dialami oleh anak dan perempuan?
3. Apakah kasus kekerasan tersebut meningkat atau menurun setiap tahunnya?
4. Jenis kekerasan apa yang lebih didominasi oleh anak dan perempuan?
5. Apa yang melatarbelakangi kasus kekerasan tersebut terjadi?
6. Bagaimana pihak P3KC dalam menangani setiap kasus kekerasan baik terhadap
anak atau perempuan?
7. Apa yang dilakukan pihak P3KC setelah adanya mediasi antara korban dan pelaku
jika tidak berhasil didamaikan?
8. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pihak P3KC untuk meminimalisis dan
mencegah terjadinya kekerasan dalam keluarga baik terhadap anak atau
perempuan?
C. Pihak Dinas Pendidikan Kota Cilegon
1. Bagaimana kondisi pendidikan di kota Cilegon?
2. Apakah angka putus sekolah meningkat atau menurun setiap tahunnya?
3. Dari jenjang SD, SLTP dan SLTA, manakah yang lebih tinggi mengalami putus
sekolah?
4. Dari jenis kelamin baik laki-laki atau perempuan, manakan yang lebih banyak
putus sekolah?
5. Apa yang melatarbelakangi anak putus sekolah?
6. Apakah perceraian menjadi faktor anak-anak mengalami putus sekolah?
7. Bagaimana kondisi pendidikan anak pasca orang tuanya bercerai?
8. Menurut anda apa yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap pendidikan anak-
anaknya pasca perceraian?
9. Apa yang dilakukan pihak Dinas Pendidikan kota Cilegon terhadap anak yang
putus sekolah?
10. Bagaimana upaya yang dilakukan pihak Dinas Pendidikan kota Cilegon agar tidak
terjadi lagi anak-anak putus sekolah?
D. Pihak Orang Tua dan Anak (yang mengalami putus sekolah)
1. Berapa banyak dalam keluarga anda yang mengalami putus sekolah?
2. Menurut anda seberapa penting pendidikan tersebut?
3. Sejak kapan anda tidak sekolah?
4. Apa yang menyebabkan putus sekolah?
5. Apa yang dilakukan oleh orang tua dan anda setelah mengalami putus sekolah?
6. Apakah anda tidak ingin melanjutkan sekolah?
7. Upaya apa yang dilakukan anda dan orang tua agar bisa sekolah?
E. Pihak Gugat Cerai dan Cerai Talak
1. Sejak kapan anda bercerai?
2. Apa faktor yang menyebabkan anda melakukan perceraian?
3. Bagaimana tanggapan keluarga anda, ketika anda ingin melakukan perceraian?
4. Bagaimana kondisi anda dan anak pasca perceraian?
5. Bagaimana kondisi psikis dan pendidikan anak pasca perceraian?
6. Apakah prestasi anak-anak menurun setelah orang tuanya bercerai?
7. Apa pekerjaan anda setelah bercerai?
8. Siapa yang mengurus anak-anak ketika anda bekerja pasca perceraian?
9. Apa yang anda lakukan terhadap anak-anak saat terjadinya perceraian?
F. Pihak RT
1. Sejak kapan anda menjabat sebagai ketua RT?
2. Apakah di daerah ini banyak pasangan suami istri yang melakukan perceraian?
3. Apa yang anda tahu tentang keluarga yang bercerai tersebut?
4. Apakah keluarga tersebut melakukan perceraian ketika anda menjabat sebagai
ketua RT?
5. Apa yang anda tahu mengenai penyebab terjadinya percerain dalam masyarakat?
6. Bagaimana kondisi keluarga dan anak-anak pasca perceraian?
7. Apa upaya anda dan masyarakat dalam menanggulangi agar tidak terjadi
perceraian?