Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright...

24
Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya Disusun untuk memenuhi salah satu tugas semester pendek mata kuliah Hukum Lingkungan Dosen : Disusun Oleh ; Muhammad Iqbal Tubagus Iman 071000016 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PASUNDAN 2009 – 2010

Transcript of Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright...

Page 1: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas semester pendek mata kuliah Hukum Lingkungan

Dosen :

Disusun Oleh ;

Muhammad Iqbal Tubagus Iman 071000016

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PASUNDAN2009 – 2010

Page 2: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

------------------------------enzolawyerslab ©copyright 2010--------------------------------

Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya

Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat

telah meningkatkan jumlah timbunan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah.

Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi

serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga

memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan.

Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang

tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain

akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu

kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungan pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan

lautan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008[1], sampah adalah sisa kegiatan sehari-

hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan

adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi

pengurangan dan penanganan sampah. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah dapat

digolongkan menjadi: 1) sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik

seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan lain-lain; 2) sampah yang tidak mudah membusuk

seperti plastik, kertas, karet, logam, sisa bahan bangunan dan lain-lain; 3) sampah yang berupa

debu/abu; dan 4) sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari

industri dan rumah sakit yang mengandung zat-zat kimia dan agen penyakit yang berbahaya.

Untuk mewujudkan kota bersih dan hijau, pemerintah telah mencanangkan berbagai

program yang pada dasarnya bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan kapasitas

masyarakat dalam pengelolaan sampah. Program Adipura misalnya pada tahun 2007 telah

Page 3: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

mampu mengantarkan Provinsi Bali menjadi Provinsi Adipura karena semua kabupaten dan

kota di Bali telah berhasil mendapatkan Anugerah Adipura. Walaupun telah mendapat adipura

bukan berarti tidak terdapat permasalahan sampah, Apresiasi pemerintah dan masyarakat

selalu dituntut untuk melakukan pengelolaan sampah sehingga pada gilirannya sampah dapat

diolah secara mandiri dan menjadi sumberdaya. Mencermati fenomena di atas maka sangat

diperlukan model pengelolaan sampah yang baik dan tepat dalam upaya mewujudkan

perkotaan dan perdesaan yang bersih dan hijau di Provinsi Bali.

I. FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas

lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Dari sudut pandang kesehatan

lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media

berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara

menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari

udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak

menimbulkan kebakaran dan yang lainnya[2]

Meningkatnya volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat urban dapat disaksikan dari

Kota Denpasar, yaitu pada tahun 2002 rata-rata produksi sampah sekitar 2.114 m3/hari yang

bersumber dari sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah

spesifik. Dalam jangka waktu 4 tahun, yaitu tahun 2006, jumlah produksi sampah telah

meningkat menjadi 2.200 m3/hari[3]. Sementara itu, rendahnya pengetahuan, kesadaran, dan

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi suatu permasalahan yang perlu

mendapat perhatian dalam pengelolaan lingkungan bersih dan sehat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya:

1. sosial politik, yang menyangkut kepedulian dan komitment pemerintah dalam

menentukan anggaran APBD untuk pengelolaan lingkungan (sampah), membuat

keputusan publik dalam pengelolaan sampah serta upaya pendidikan, penyuluhan dan

Page 4: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

latihan keterampilan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan sampah,

2. Aspek Sosial Demografi yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan pariwisata, pasar dan

pertokoan, dan kegiatan rumah tangga,

3. Sosial Budaya yang menyangkut keberadaan dan interaksi antarlembaga desa/adat,

aturan adat (awig-awig), kegiatan ritual (upacara adat/keagamaan), nilai struktur ruang

Tri Mandala, jiwa pengabdian sosial yang tulus, sikap mental dan perilaku warga yang

apatis,

4. keberadan lahan untuk tempat penampungan sampah,

5. finansial (keuangan),

6. keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan

7. kordinasi antarlembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah lingkungan

(sampah).

Pengelolaan sampah perkotaan juga memiliki faktor-faktor pendorong dan penghambat

dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Menurut hasil

penelitian Nitikesari (2005) faktor-faktor tersebut di antaranya adalah tingkat pendidikan,

penempatan tempat sampah di dalam rumah, keberadaan pemulung, adanya aksi kebersihan,

adanya peraturan tentang persampahan dan penegakan hukumnya. Tingkat partisipasi

masyarakat perkotaan (Kota Denpasar) dalam menangani sampah secara mandiri masih dalam

katagori sedang sampai rendah, masyarakat masih enggan melakukan pemilahan sampah.

Sampah semakin hari semakin sulit dikelola, sehingga disamping kesadaran dan partisipasi

masyarakat, pengembangan teknologi dan model pengelolaan sampah merupakan usaha

alternatif untuk memelihara lingkungan yang sehat dan bersih serta dapat memberikan

manfaat lain.

------------------------------enzolawyerslab ©copyright 2010--------------------------------

Page 5: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

II. KONDISI PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI

Berdasarkan data SLHD[4] Bali (2005) tampak bahwa pada saat ini sampah sulit dikelola

karena berbagai hal, antara lain:

a. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk

mengelola dan memahami porsoalan sampah,

b. Menigkatnya tingkat hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan

pengetahuan tentang sampah

c. Meningkatnya biaya operasional pengelolaan sampah

d. Pengelolaan sampah yang tidak efisien dan tidak benar menimbulkan permasalahan

pencemaran udara, tanah, dan air serta menurunnya estetika

e. Ketidakmampuan memelihara barang, mutu produk teknologi yang rendah akan

mempercepat menjadi sampah.

f. Semakin sulitnya mendapat lahan sebagai tempat pembuangan ahir sampah.

g. Semakin banyaknya masyarakat yang keberatan bahwa daerahnya dipakai tempat

pembuangan sampah.

h. Sulitnya menyimpan sampah yang cepat busuk, karena cuaca yang panas.

i. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan

memelihara kebersihan.

j. Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah

dikelola oleh pemerintah.

Penanganan sampah yang telah dilakukan adalah pengumpulan sampah dari sumber-

sumbernya, seperti dari masyarakat (rumah tangga) dan tempat-tempat umum yang

dikumpulkan di TPS yang telah disediakan. Selanjutnya diangkut dengan truk yang telah

dilengkapi jarring ke TPA. Bagi daerah-daerah yang belum mendapat pelayanan pengangkutan

mengingat sarana dan prasara yang terbatas telah dilakukan pengelolaan sampah secara

Page 6: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

swakelola dengan beberapa jenis bantuan fasilitas pengangkutan. Bagi Usaha atau kegiatan

yang menghasilkan sampah lebih dari 1 m3/hari diangkut sendiri oleh pengusaha atau

bekerjasama dengan pihak lainnya seperti desa/kelurahan atau pihak swasta. Penanganan

sampah dari sumber-sumber sampah dengan cara tersebut cukup efektif.

Beberapa usaha yang telah berlangsung di TPA untuk mengurangi volume sampah, seperti

telah dilakukan pemilahan oleh pemulung untuk sampah yang dapat didaur ulang. Ini ternyata

sebagai matapencaharian untuk mendapatkan penghasilan. Terhadap sampah yang mudah

busuk telah dilakukan usaha pengomposan. Namun usaha tersebut masih menyisakan sampah

yang harus dikelola yang memerlukan biaya yang tinggi dan lahan luas. Penanganan sisa

sampah di TPA sampai saat ini masih dengan cara pembakaran baik dengan insenerator atau

pembakaran di tempat terbuka dan open dumping dengan pembusukan secara alami. Hal ini

menimbulkan permasalahan baru bagi lingkungan, yaitu pencemaran tanah, air, dan udara.

Pengelolaan sampah dimasa yang akan datang perlu memperhatikan berbagai hal seperti:

1. Penyusunan Peraturan daerah (Perda) tentang pemilahan sampah

2. Sosialisasi pembentukan kawasan bebas sampah, seperti misalnya tempat-tempat wisata,

pasar, terminal, jalan-jalan protokol, kelurahan, dan lain sebagainya

3. Penetapan peringkat kebersihan bagi kawasan-kawasan umum

4. Memberikan tekanan kepada para produsen barang-barang dan konsumen untuk berpola

produksi dan konsumsi yang lebih ramah lingkungan

5. Memberikan tekanan kepada produsen untuk bersedia menarik (membeli) kembali dari

masyarakat atas kemasan produk yang dijualnya, seperti bungkusan plastik, botol,

alluminium foil, dan lain lain.

6. Peningkatan peran masyarakat melalui pengelolaan sampah sekala kecil, bisa dimulai dari

tingkat desa/kelurahan ataupun kecamatan, termasuk dalam hal penggunaan teknologi

daur ulang, komposting, dan penggunaan incenerator.

7. Peningkatan efektivitas fungsi dari TPA

8. Mendorong transformasi (pergeseran) pola konsumsi masyarakat untuk lebih menyukai

produk-produk yang berasal dari daur ulang.

Page 7: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

9. Pengelolaan sampah dan limbah secara terpadu

10. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di pusat maupun daerah, LSM,

Perguruan Tinggi untuk peningkatan kapasitas pengelolan limbah perkotaan

11. Melakukan evaluasi dan monitoring permasalahan persampahan dan pengelolaannya,

kondisi TPA dari aspek lingkungan, pengembangan penerapan teknologi yang ramah

lingkungan

12. Optimalisasi pendanaan dalam pengelolaan sampah perkotaan, pengembangan sistem

pendanaan pengelolaan sampah

13. Konsistensi pelaksanaan peraturan perundangan tentang persampahan dan lingkungan

hidup.

14. Meningkatkan usaha swakelola penanganan sampah terutama sampah yang mudah

terurai ditingkat desa/kelurahan

15. Memberikan fasilitasi, dorongan, pendampingan/advokasi kepada masyarakat dalam

upaya meningkatkan pengelolaan sampah.

Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah melakukan kerjasama

dalam usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang berorientasi pada teknologi.

Pengelolaan sampah dengan pendekatan teknologi diharapkan penanganan sampah lebih

cepat, efektif dan efisien serta dapat memberikan manfaat lain.

------------------------------enzolawyerslab ©copyright 2010--------------------------------

III. MODEL PENGELOLAAN MASALAH SAMPAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN

Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada Pasal 5 UU Pengelolan Lingkungan Hidup

No.23 Th.1997, bahwa masyarakat berhak atas Lingkungan hidup yang baik dan sehat. Untuk

mendapatkan hak tersebut, pada Pasal 6 dinyatakan bahwa masyarakat dan pengusaha

berkewajiban untuk berpartisipasi dalam memelihara kelestarian fungsi lingkungan, mencegah

Page 8: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

dan menaggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Terkait dengan ketentuan tersebut,

dalam UU NO. 18 Tahun 2008 secara eksplisit juga dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai

hak dan kewajiban dalam pengelolaan sampah. Dalam hal pengelolaan sampah pasal 12

dinyatakan, setiap orang wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara berwawasan

lingkungan. Masyarakat juga dinyatakan berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan

keputusan, pengelolaan dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah. Tata cara partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik

dan tatanan sosial budaya daerah masing-masing. Berangkat dari ketentuan tersebut, tentu

menjadi kewajiban dan hak setiap orang baik secara individu maupun secara kolektif, demikian

pula kelompok masyarakat pengusaha dan komponen masyarakat lain untuk berpartisipasi

dalam pengelolaan sampah dalam upaya untuk menciptakan lingkungan perkotaan dan

perdesaan yang baik, bersih, dan sehat.

Beberapa pendekatan dan teknologi pengelolaan dan pengolahan sampah yang telah

dilaksanakan antara lain adalah:

1. Teknologi Komposting

Pengomposan adalah salah satu cara pengolahan sampah, merupakan proses dekomposisi

dan stabilisasi bahan secara biologis dengan produk akhir yang cukup stabil untuk

digunakan di lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan (Haug, 1980). Penelitian yang

dilakukan oleh Wahyu (2008) menemukan bahwa pengomposan dengan menggunakan

metode yang lebih modern (aerasi) mampu menghasilkan kompos yang memiliki butiran

lebih halus, kandungan C, N, P, K lebih tinggi dan pH, C/N rasio, dan kandungan Colform

yang lebih rendah dibandingkan dengan pengomposan secara konvensional.

2. Teknologi Pembuatan Pupuk Kascing

3. Pengolahan sampah menjadi listrik.

Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah melakukan kerjasama dalam

usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang berorientasi pada teknologi dalam suatu

Badan Bersama yaitu SARBAGITA. Teknologi yang direncanakan yaitu teknologi GALFAD

Page 9: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

(gasifikasi landfill dan anaerobic digestion). Pengelolaan sampah dengan pendekatan

teknologi diharapkan penanganan sampah lebih cepat, efektif dan efisien serta dapat

memberikan manfaat lain.

4. Pengelolaan sampah mandiri

Pengolahan sampah mandiri adalah pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di

lokasi sumber sampah seperti di rumah-rumah tangga. Masyarakat perdesaan yang

umumnya memiliki ruang pekarangan lebih luas memiliki peluang yang cukup besar untuk

melakukan pengolahan sampah secara mandiri. Model pengelolaan sampah mandiri akan

memberikan manfaat lebih baik terhadap lingkungan serta dapat mengurangi beban TPA.

Pemilahan sampah secara mandiri oleh masyarakat di Kota Denpasar masih tergolong

rendah yakni baru mencapai 20% (Nitikesari, 2005).

5 . Pengelolaan sampah berbasis masyarakat

1) Berbagai masalah yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman

kota yang ada di Desa Seminyak, Sanur Kauh dan Sanur Kaja, dan Desa Temesi

Gianyar, yaitu: masalah pengadaan lahan untuk lokasi devo, terbatasnya peralatan

teknologi dan perawatannnya, terbatasnya dana untuk perekrutan tenaga kerja baru

yang memadai, produksi kompos yang masih rendah, sulit dan terbatasnya pemasaran

kompos sehingga secara ekonomi pengelola cendrung mengalami defisit.

2) Model pengelolaan sampah pemukiman kota yang berbasis sosial kemasyarakatan

dapat dilakukan secara adaptif dengan memperhatikan aspek karakteristik sosial dan

budaya masyarakat, aspek ruang (lingkungan), volume, dan jenis sampah yang

dihasilkan.

Pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat sebaiknya dilakukan secara sinergis

(terpadu) dari berbagai elemen (Desa, pemerintah, LSM, pengusaha/swasta, sekolah, dan

komponen lain yang terkait) dengan menjadikan komunitas lokal sebagai objek dan subjek

Page 10: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan lingkungan

bersih, aman, sehat, asri, dan lestari

Undang-Undang tentang pengelolaan sampah telah menegaskan berbagai larangan seperti

membuang sampah tidak pada tempat yang ditentukan dan disediakan, membakar sampah

yang tidak sesaui dengan persyaratan teknis, serta melakukan penanganan sampah dengan

pembuangan terbuka di TPA. Penutupan TPA dengan pembuangan terbuka harus dihentikan

dalam waktu 5 tahun setelah berlakunya UU No. 18 Tahun 2008. Dalam upaya pengembangan

model pengelolaan sampah perkotaan harus dapat melibatkan berbagai komponen pemangku

kepentingan seperti pemerintah daerah, pengusaha, LSM, dan masyarakat. Komponen

masyarakat perkotaan lebih banyak berasal dari pemukiman (Desa Pakraman dan Dinas),

sedangkan di perdesaan umumnya masih sangat erat kaitannya dengan keberadaan kawasan

persawahan dengan kelembagaan subak yang mesti dilibatkan. Pemilihan model sangat

tergantung pada karakteristik perkotaan dan perdesaan serta karakteristik sampah yang ada di

kawasan tersebut.

IV. Pencemaran Limbah sampah Di Kawasan Wisata Alam

Kawasan wisata alam merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, baik oleh

wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yang menyenangi nuansa alami. Selain itu

kawasan wisata alam adalah sarana tempat terjadinya interaksi sosial dan aktivitas ekonomi[5].

Untuk menjaring masyarakat dan wisatawan sebanyak mungkin, setiap kawasan wisata alam

harus menjaga keunikan, kelestarian, dan keindahannya. Semakin banyak kunjungan

wisatawan, maka aktivitas dikawasan tersebut akan meningkat, baik aktivitas sosial maupun

ekonomi. Setiap aktivitas yang dilakukan, akan menghasilkan manfaat ekonomi bagi kawasan

tersebut. Namun yang harus diingat adalah bahwa limbah atau sampah yang ditimbulkan dari

kegiatan tersebut dapat mengancam kawasan wisata alam.

Sampah apabila dibiarkan tidak dikelola dapat menjadi ancaman yang serius bagi kelangsungan

dan kelestarian kawasan wisata alam. Sebaliknya, apabila dikelola dengan baik, sampah

Page 11: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

memiliki nilai potensial, seperti penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan kualitas dan

estetika lingkungan, dan pemanfaatan lain sebagai bahan pembuatan kompos yang dapat

digunakan untuk memperbaiki lahan kritis di berbagai daerah di Indonesia, dan dapat juga

mempengaruhi penerimaan devisa negara.

Pengertian Sampah

Sampah adalah semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan,

industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga dan tempat

perdagangan dikenal dengan limbah municipal yang tidak berbahaya (non hazardous).

Soewedo (1983) menyatakan bahwa sampah adalah bagian dari sesuatu yang tidak dipakai,

tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang

dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan yang biologis.

Komposisi Sampah

Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran,

daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos;

2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah

pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan

sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual

untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah

plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan

kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton;

Di negara-negara berkembang komposisi sampah terbanyak adalah sampah organik, sebesar 60

– 70%, dan sampah anorganik sebesar ± 30%.

Page 12: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

Ancaman Bagi Kawasan Wisata Alam

Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai

berikut:

a. Gangguan Kesehatan:

· Timbulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat yang dapat mendorong

penularan infeksi;

· Timbulan sampah dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan tikus;

b. Menurunnya kualitas lingkungan

c. Menurunnya estetika lingkungan

Timbulan sampah yang bau, kotor dan berserakan akan menjadikan lingkungan tidak indah

untuk dipandang mata;

d. Terhambatnya pembangunan negara

Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, mengakibatkan pengunjung atau

wisatawan enggan untuk mengunjungi daerah wisata tersebut karena merasa tidak

nyaman, dan daerah wisata tersebut menjadi tidak menarik untuk dikunjungi. Akibatnya

jumlah kunjungan wisatawan menurun, yang berarti devisa negara juga menurun.

Pengelolaan Sampah

Page 13: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

Agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan, maka

setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti filosofi pengelolaan sampah. Filosofi

pengelolaan sampah adalah bahwa semakin sedikit dan semakin dekat sampah dikelola dari

sumbernya, maka pengelolaannya akan menjadi lebih mudah dan baik, serta lingkungan yang

terkena dampak juga semakin sedikit.

Tahapan Pengelolaan sampah yang dapat dilakukan di kawasan wisata alam adalah:

a. Pencegahan dan Pengurangan Sampah dari Sumbernya

Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan pemilahan atau pemisahan sampah organik dan

anorganik dengan menyediakan tempat sampah organik dan anorganik disetiap kawasan

yang sering dikunjungi wisatawan.

b. Pemanfaatan Kembali

Kegiatan pemanfaatan sampah kembali, terdiri atas:

1). Pemanfaatan sampah organik, seperti composting (pengomposan). Sampah yang

mudah membusuk dapat diubah menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan untuk

melestarikan fungsi kawasan wisata.

Berdasarkan hasil, penelitian diketahui bahwa dengan melakukan kegiatan composting

sampah organik yang komposisinya mencapai 70%, dapat direduksi hingga mencapai

25%.

Page 14: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

Gb.1. Proses Pemilahan Sampah

Gb.2. Proses Pembuatan Kompos

2). Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang berbahan

baku dari barang bekas, atau kertas daur ulang. Sedangkan pemanfaatan kembali

secara tidak langsung, misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng,

koran bekas, botol, gelas dan botol air minum dalam kemasan.

c. Tempat Pembuangan Sampah Akhir

Page 15: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

Sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis baik dari kegiatan composting

maupun pemanfaatan sampah anorganik, jumlahnya mencapai ± 10%, harus dibuang ke

Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Di Indonesia, pengelolaan TPA menjadi

tanggung jawab masing-masing Pemda.

Dengan pengelolaan sampah yang baik, sisa sampah akhir yang benar-benar tidak dapat

dimanfaatkan lagi hanya sebesar ± 10%. Kegiatan ini tentu saja akan menurunkan biaya

pengangkutan sampah bagi pengelola kawasan wisata alam, mengurangi luasan kebutuhan

tempat untuk lokasi TPS, serta memperkecil permasalahan sampah yang saat ini dihadapi oleh

banyak pemerintah daerah.

Pengelolaan sampah yang dilakukan di kawasan wisata alam, akan memberikan banyak

manfaat, diantaranya adalah:

a. Menjaga keindahan, kebersihan dan estetika lingkungan kawasan sehingga menarik

wisatawan untuk berkunjung;

b. Tidak memerlukan TPS yang luas, sehingga pengelola wisata dapat mengoptimalkan

penggunaan pemanfaatan kawasan;

c. Mengurangi biaya angkut sampah ke TPS;

d. Mengurangi beban Pemda dalam mengelola sampah.

CONTOH KASUS

Air Sungai di Pangkalpinang Tercemar Limbah, Sampah

Minggu, 16 Mei 2010 01:16 WIB

Page 16: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

Pencemaran Sungai

Pangkalpinang (ANTARA News) - Air sungai di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung tercemar

dan mengancam kesehatan warga seperti munculnya penyakit kulit dan diare karena aktivitas

penambangan timah dan sampah rumah tangga.

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pangkalpinang, Bani Baehaki, di Pangkalpinang,

Sabtu, mengatakan, berdasarkan penelitian BLH, air sungai di Pangkalpinang seperti Sungai

Rangkui, Tua Tunu dan sungai lainnya di Pangkalpinang tidak layak untuk mandi dan dikonsumsi

masyarakat.

"Pencemaran air sungai diakibatkan aktivitas penambangan di hulu sungai sehingga air baku

yang sering dimanfaatkan masyarakat menjadi keruh, berminyak dan menimbulkan bau tidak

sedap.

Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat yang membuang sampah rumah tangga ke sungai

sehingga sampah-sampah berupa plastik dan sampah-sampah rumah tangga lainnya

mencemari sungai," ujarnya.

Ia mengatakan, tingkat jenis dan kelas air dibagi tiga kelas yaitu kelas pertama atau air bersih

untuk mandi, mencuci dan minum. Air kelas dua untuk pertanian dan kelas tiga untuk industri.

Page 17: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

"Hasil penelitian yang dilakukan BLH, air sungai di Pangkalpinang hanya cocok untuk pertanian

dan industri, sementara untuk mencuci, mandi dan minum (konsumsi) tidak layak karena

mengandung bakteri racun akibat pencemaran tambang dan sampah rumah tangga," ujarnya.

Menurut dia, untuk mengantisipasi pencemaran air sungai lebih parah diharapkan peran serta

masyarakat untuk tidak melakukan penambangan di hulu sungai.

Serta peran serta pemerintah untuk mengawasi dan menertibkan tambang-tambang timah

yang tidak memiliki izin dan yang memiliki ijin yang beroperasi di hulu sungai yang

menyebabkan pencemaran air sungai.

Selain itu, kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah

rumah tangga dan sampah-sampah lainnya ke sungai yang akan menimbulkan berbagai

penyakit kulit dan diare akibat mengkonsumsi air tercemar.

Oleh karena itu, kata dia, untuk memberikan pelayanan air bersih yang layak untuk konsumsi

dan mandi, Pemerintah Kota Pangkalpinang, akan membangun sumur-sumur resapan air di

sekitar sumber air seperti sungai dan bekas-bekas tambang yang dilengkapi alat penyaringan

agar air yang dihasilkan bersih dan sehat.

"Untuk saat ini, sumur resapan air bersih dibangun di Kelurahan Tua Tunu, yang selanjut akan

dibangun setiap kelurahan Kota Pangkalpinang, terutama kelurahan-kelurahan yang mengalami

kesulitan mendapatkan air bersih pada saat musim kemarau seperti kelurahan di Kecamatan

Pangkalbalam," ujarnya[6].

Foot note

Page 18: Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright 2010-

1. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

2. ( Aswar, 1986).

3. (Tim Kota Sanitasi Kota Denpasar, 2007)

4. (Status Lingkungan Hidup Daerah)

5. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5_1_0604/isi_4.htm

6. (KMN/K004)

------------------------------enzolawyerslab ©copyright 2010--------------------------------