Dampak Ketidaksiapan Pembangunan Bandara Kuala Namu

2
STASIUN KERETA API BANDARA KUALANAMU BANGGA JADI YANG PERTAMA DI SUMATERA??? Seperti yang kita ketahui, bandara internasional Kualanamu telah selesai dibangun dan diresmikan. Bandara ini menjadi satu-satunya bandara di Sumatera dengan fasilitas stasiun kereta api di dalamnya. Adapun tujuan utama dibuatnya Stasiun Kereta Api ini adalah untuk mengurangi kemacetan yang terjadi di kota Medan seiring dengan beroperasinya bandara Kualanamu. Secara logika memang fasilitas ini seharusnya dapat mengurangi kemacetan yang terjadi, namun kenyataannya kesiapan stasiun tidak sejalan dengan infrastruktur lainnya. Yaitu jalan raya, jalur rel kereta api, dan yang paling utama, kurangnya lahan parkir. Mengapa? Yang pertama, pada awal promosi, stasiun ini menawarkan jadwal check-in yang fantastis yaitu setiap 60 menit sekali. Kenyataannya interval keberangkatan kereta paling lama hampir selama setiap 2 jam sekali. Kemungkinan yang paling mungkin, pemerintah juga tidak berani ambil resiko akan adanya kemacetan di pintu perlintasan KA di jalan-jalan utama Kota Medan jika setiap 60 menit sekali akan ada kereta api yang lewat dari dan menuju bandara Kualanamu. Belum lagi kereta yang harus lewat dari daerah-daerah lain. Seperti misalnya di pintu rel Jl.S.M. Raja dan Jl.Thamrin yang memang selalu macet dan ramai. Yang kedua, dari penjelasan di atas, timbul lagi masalah. Yaitu, kebanyakan penumpang memilih naik taksi atau minta dijemput daripada check-in di Stasiun KA Bandara Kualanamu dan harus menunggu selama 2 jam. Hal ini juga tentu akan memperparah kemacetan di jalan raya, terutama di Simpang Kayu Besar Kecamatan Tanjung Morawa dan daerah pintu tol Amplas- Tanjung Morawa sebagai jalan utama dari arah Medan menuju bandara. Kemacetan yang sangat parah ini saya alami sebagai pengguna jalan yang melewati jalan lintas ini setiap hari menuju kampus. Yang ketiga, selain kemacetan di daerah Tanjung Morawa, kemacetan parah juga terjadi di area Stasiun Kota Medan dekat Lapangan Merdeka. Penyebabya adalah tidak tersedianya lahan parkir untuk kendaraan-kendaraan yang akan menjemput dan mengantar penumpang kereta. Ditambah dengan pengantar dan penjemput penumpang yang tetap menggunakan akses kereta api

description

Merupakan uraian dan opini singkat mengenai beberapa hal yang timbul baik itu positif maupun negatif dari ketidaksiapan Kota Medan dan Deli Serdang untuk menyediakan sarana prasarana pendukung dengan telah diresmikannya Bandara Internasiaonal Kuala Namu

Transcript of Dampak Ketidaksiapan Pembangunan Bandara Kuala Namu

Page 1: Dampak Ketidaksiapan Pembangunan Bandara Kuala Namu

STASIUN KERETA API BANDARA KUALANAMU BANGGA JADI YANG PERTAMA DI SUMATERA???

Seperti yang kita ketahui, bandara internasional Kualanamu telah selesai dibangun dan diresmikan. Bandara ini menjadi satu-satunya bandara di Sumatera dengan fasilitas stasiun kereta api di dalamnya. Adapun tujuan utama dibuatnya Stasiun Kereta Api ini adalah untuk mengurangi kemacetan yang terjadi di kota Medan seiring dengan beroperasinya bandara Kualanamu. Secara logika memang fasilitas ini seharusnya dapat mengurangi kemacetan yang terjadi, namun kenyataannya kesiapan stasiun tidak sejalan dengan infrastruktur lainnya. Yaitu jalan raya, jalur rel kereta api, dan yang paling utama, kurangnya lahan parkir. Mengapa?

Yang pertama, pada awal promosi, stasiun ini menawarkan jadwal check-in yang fantastis yaitu setiap 60 menit sekali. Kenyataannya interval keberangkatan kereta paling lama hampir selama setiap 2 jam sekali. Kemungkinan yang paling mungkin, pemerintah juga tidak berani ambil resiko akan adanya kemacetan di pintu perlintasan KA di jalan-jalan utama Kota Medan jika setiap 60 menit sekali akan ada kereta api yang lewat dari dan menuju bandara Kualanamu. Belum lagi kereta yang harus lewat dari daerah-daerah lain. Seperti misalnya di pintu rel Jl.S.M. Raja dan Jl.Thamrin yang memang selalu macet dan ramai.

Yang kedua, dari penjelasan di atas, timbul lagi masalah. Yaitu, kebanyakan penumpang memilih naik taksi atau minta dijemput daripada check-in di Stasiun KA Bandara Kualanamu dan harus menunggu selama 2 jam. Hal ini juga tentu akan memperparah kemacetan di jalan raya, terutama di Simpang Kayu Besar Kecamatan Tanjung Morawa dan daerah pintu tol Amplas-Tanjung Morawa sebagai jalan utama dari arah Medan menuju bandara. Kemacetan yang sangat parah ini saya alami sebagai pengguna jalan yang melewati jalan lintas ini setiap hari menuju kampus.

Yang ketiga, selain kemacetan di daerah Tanjung Morawa, kemacetan parah juga terjadi di area Stasiun Kota Medan dekat Lapangan Merdeka. Penyebabya adalah tidak tersedianya lahan parkir untuk kendaraan-kendaraan yang akan menjemput dan mengantar penumpang kereta. Ditambah dengan pengantar dan penjemput penumpang yang tetap menggunakan akses kereta api khusus bandara Kualanamu. Sedangkan PT. KAI tidak mengizinkan kendaran-kendaraan tersebut parkir di badan jalan depan stasiun. Memang kendaraan terutama mobil bisa parkir di area Lapangan Merdeka. Namun tentu saja lahan parkir yang dibutuhkan masih kurang.

Dalam kasus-kasus yang telah dijelaskan di atas, menurut saya tim proyek bandara Kualanamu seharusnya mempertimbangkan lebih matang tentang proyek stasiun ini juga akibat-akibat yang akan muncul jika infrastruktur kota yang lain tidak terpenuhi. Jadi dari masalah di atas yang salah bukan hanya kesiapan sistem pengelolaan stasiun di bandara melainkan juga kesiapan jalan-jalan pendukung. Dalam hal ini arsitek terutama yang berhubungan dengan Urban Design sangat berperan dan turut bertanggung jawab dalam mengatur tata Kota Medan seperti misalnya mempersiapkan jalan raya dan jalur kereta api baru atau mengusahakan area parkir basement yang mungkin dapat mengatur Kota Medan dengan adanya bandara Kualanamu ini. Fasilitas KA khusus bandara harus dipikirkan secara lebih matang sebelum BERANI dibuat dan diresmikan. Stasiun KA dalam bandara seharusnya dapat benar-benar mengatasi kemacetan dan memudahkan masyarakat. Bukan hanya sebagai bangga-banggaan atau sumber penambah kekayaan bagi pihak tertentu.