Dampak Deforestasi Hutan Mangrove Terhadap Kelimpahan Ikan Famili Siganidae

3
Dampak Deforestasi Hutan Mangrove Terhadap Kelimpahan Ikan Famili Siganidae Latar Belakang Masalah Dalam dua dekade terakhir, diperkirakan 35 persen hutan mangrove dun dikonversikan menjadi areal permukiman penduduk, industri kayu, pertambak dan lokasi pariwisata. Kebanyakan kegiatan konversi ini terjadi di daerah termasuk Indonesia. Degradasi kawasan mangrove tidak terlepas dari camp tanganpenduduk bumi, yang hampir 90 persenmendiami daerahpesisir. Diperkirakan, laju degradasi hutanmangorve di Indonesia sebesar 200.000 hektare (ha)/tahun. Padahal ekosistem mangrove sangat diperlukan sebagai pengaman daera pantai dari gempuran ombak atau membendung laju sedimentasi dari Luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan mencapai 4,5 juta ha, dan y merupakan kawasan lindung dan konservasi alam seluas 1.099.400 ha persen. Penyebarannya hampir merata di seluruh pesisir, namun yan potensial di beberapa pulau seperti Sumatera (19%), Jawa (1,1%), (28%), Sulawesi (1,5%), Maluku (2,8%), Nusa Tenggara (0,1%) dan (38%). Dari 39 jenis mangrove yang ditemukan di Indonesia, jenis y dijumpai adalah Rhizopora, Bruguiera, Avicennia dan Excoecaria. Se jenis yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah Rhizopora atau dengan nama bakau. Bagi masyarakat kita, kayu bakau sering diman sebagai bahan bangunan, kayu bakar, alat penangkap ikan (sero), dan dijad arang. Bahkan arang telah diekspor ke Malaysia sejak beberapa tahun yang Ikan dari family Siganidae merupakan ikan dengan nilai ekonomis yang tinggi, permintaan pasar akan komoditas ikan ini sangatlah besar. mangrove merupakan habitat untuk perkembangan dari ikan ini. Di khawatirk

Transcript of Dampak Deforestasi Hutan Mangrove Terhadap Kelimpahan Ikan Famili Siganidae

Dampak Deforestasi Hutan Mangrove Terhadap Kelimpahan Ikan Famili Siganidae

Latar Belakang Masalah Dalam dua dekade terakhir, diperkirakan 35 persen hutan mangrove dunia dikonversikan menjadi areal permukiman penduduk, industri kayu, pertambakan dan lokasi pariwisata. Kebanyakan kegiatan konversi ini terjadi di daerah tropis, termasuk Indonesia. Degradasi kawasan mangrove tidak terlepas dari campur tangan penduduk bumi, yang hampir 90 persen mendiami daerah pesisir. Diperkirakan, laju degradasi hutan mangorve di Indonesia sebesar 200.000 hektare (ha)/tahun. Padahal ekosistem mangrove sangat diperlukan sebagai pengaman daerah pantai dari gempuran ombak atau membendung laju sedimentasi dari daratan. Luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan mencapai 4,5 juta ha, dan yang merupakan kawasan lindung dan konservasi alam seluas 1.099.400 ha atau 31 persen. Penyebarannya hampir merata di seluruh pesisir, namun yang cukup potensial di beberapa pulau seperti Sumatera (19%), Jawa (1,1%), Kalimantan (28%), Sulawesi (1,5%), Maluku (2,8%), Nusa Tenggara (0,1%) dan Papua (38%). Dari 39 jenis mangrove yang ditemukan di Indonesia, jenis yang sering dijumpai adalah Rhizopora, Bruguiera, Avicennia dan Excoecaria. Sedangkan jenis yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah Rhizopora atau dikenal dengan nama bakau. Bagi masyarakat kita, kayu bakau sering dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, kayu bakar, alat penangkap ikan (sero), dan dijadikan arang. Bahkan arang telah diekspor ke Malaysia sejak beberapa tahun yang lalu. Ikan dari family Siganidae merupakan ikan dengan nilai ekonomis yang tinggi, permintaan pasar akan komoditas ikan ini sangatlah besar. Ekosistem mangrove merupakan habitat untuk perkembangan dari ikan ini. Di khawatirkan

dengan besarnya laju pengrusakan hutan mangrove akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas dari ikan ini. Identifikasi Masalah Lingkungan pantai khususnya daerah estuaria merupakan daerah yang sangat rentan dan selalu mengalami perubahan, karena daerah tersebut menjadi tempat bertemunya dua kekuatan, yaitu yang berasal dari daratan berupa aliran air sungai yang membawa asupan sedimen dan mineral lainnya dari daratan serta yang berasal dari lautan yang berupa arus, gelombang dan pasang-surut. Penurunan daya dukung hutan mangrove akibat pemanfaatan lahan dan pembabatan pohon mangrove akan sangat mengurangi fungsi ekologinya, termasuk hubungan dengan ekosistem pesisir lain dan manusia. Selain konversi lahan mangrove menjadi tambak, ada beberapa hal yang merupakan penyebab dari deforestasi hutan mangrove. Yaitu aktivitas manusia sebagai penyumbang polusi berupa sampah dan limbah industry dan rumah tangga yang mengandung senyawa kimia berbahaya seperti logam berat Cu, Cr, Cd, Zn, dan Pb ditemukan sudah melewati ambang batas. Banyaknya masukan sampah ke ekosistem mangrove akan menyebkan pneumatophore pada mangrove akan tertutup yang akan mengganggu proses pertukaran gas CO2 untuk proses metabolisme. Logam berat yang melewati ambang batas pada suatu perairan akan menyebabkan efek yang sangat besar terhadap pertumbuhan yang pada akhirnya akan menurunkan laju produktifitas ekosistem mangrove