Dampak Bantuan IMF
-
Upload
hany-ayuning-putri -
Category
Documents
-
view
658 -
download
2
description
Transcript of Dampak Bantuan IMF
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pemerintah Indonesia sesuai dengan UUD 1945 adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia.1 Salah satu tujuan tersebut, yaitu memajukan kesejahteraan umum
tercapai apabila pertumbuhan ekonomi positif. Karena itu, pertumbuhan ekonomi
positif merupakan target pemerintah. Jika pertumbuhan ekonomi positif atau tinggi
maka akan berdampak pada kesejahteraan rakyat. Indikator pertumbuhan ekonomi
positif dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan nasional (GNP) perkapita, dalam
arti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional harus lebih tinggi dibanding tingkat
pertumbuhan penduduk. Sebaliknya Indikator Pertumbuhan ekonomi negatif dapat
dilihat dari menurunnya pendapatan nasional (GNP) perkapita, dalam arti tingkat
pertumbuhan pendapatan nasional lebih rendah dibanding tingkat pertumbuhan
penduduk.2
Untuk itu kerjasama pun dilakukan, baik secara bilateral maupun multilateral.
Kerjasama secara bilateral banyak dilakukan saat ini. Kerjasama dilakukan dalam
berbagai bidang. Pada bidang ekonomi Indonesia melakukan kerjasama dalam rangka
meminta bantuan pinjaman modal. Secara bilateral, kerjasama semacam ini banyak
dilakukan dengan Jepang dan negara-negara Eropa. Kerjasama pun dilakukan dengan
lembaga-lembaga bantuan keuangan atau moneter Internasional. Lembaga-lembaga
itu antara lain IMF dan IDB. Tetapi kerjasama ini lebih banyak dilakukan dengan
IMF, terutama pada saat dimulainya krisis 1997.
IMF mulai memberikan bantuan secara aktif pada Indonesia tahun 1997. Pada
saat itu nilai rupiah benar-benar jatuh kemudian IMF datang dengan paket bantuan 23
milyar dolar. Banyaknya bantuan diberikan tentu mempunyai dampak positif maupun
negatif. Dampak positifnya adalah menyelamatkan Indonesia dari kebangkrutan.
Sedangkan dampak negatifnya adalah dengan bantuan yang begitu besar membuat
rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan
1 Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat2 http://maximusblue.blogspot.com/2009/11/review-dampak-bantuan-imf-terhadap_30.htm
1
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik
terendah pada bulan September 1997
Banyak pihak yang menuding bahwa bantuan IMF tidak memberikan efek
positif, malah memperdalam krisis yang terjadi di Indonesia. Tetapi disisi lain
bantuan itu juga mampu menyelamatkan Negara dari kebangkrutan. Untuk itu perlu
diberikan sedikit ulasan mengenai bagaimana dampak bantuan IMF terhadap
Indonesia?
1.2 Batasan Masalah
Untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam penulisan makalah ini, maka
penulis akan membatasi masalahnya sebagai berikut:
1. Krisis Moneter dan kebijakan Pemerintah RI
2. Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi Indonesia ketika terjadinya krisis moneter? Apa tindakan
Pemerintah pada saat itu?
2. Apa dampak adanya campur tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter
1997)?
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
a. Mengamalkan hokum Ekonomi Internasional
b. Membuat pembaca memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan
dampak adanya campur tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis
Moneter 1997)
2. Tujuan Khusus
2
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
a. Menyelesaikan Tugas Hukum Ekonomi Internasional
b. Menambah pengetahuan tentang dampak adanya campur tangan IMF
di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter 1997)
1.5 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan studi kepustakaan.
Penulis membaca buku-buku ataupun kumpulan mata pelajaran yang berkaitan
dengan materi makalah ini, Selain media cetak yang merupakan salah satu media
yang dipakai oleh penlis untuk mendapatkan data, penulis juga menggunakan media
internet yang merupakan jendela dunia bagi seluruh umat manusia di dunia.
BAB II
3
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian IMF
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund
(IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem
finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk
membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara.
Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan
ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan
kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara3
2.2 Latar Belakang dan Perkembangan IMF
IMF dilahirkan di bulan Juli tahun 1944 pada konferensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa yang diselenggarakan di Bretton Woods, New Hampshire, A.S., ketika
perwakilan dari 45 pemerintah menyetujui suatu kerangka kerjasama ekonomi yang
dirancang untuk menghindari terulangnya kebijakan ekonomi buruk yang turut
mengakibatkan Depresi Besar (Great Depression) di tahun 1930an.
Selama dekade tersebut, pada saat kegiatan ekonomi di sejumlah negara industri
utama melemah, negara-negara berusaha untuk mempertahankan ekonomi mereka
masingmasing dengan cara meningkatkan hambatan untuk import; tetapi ini hanya
makin mempercepat jatuhnya perdagangan dunia, tingkat output, dan kesempatan
kerja. Untuk mengatasi berkurangnya cadangan emas dan valuta asing, sejumlah
negara membatasi kebebasan warga negaranya untuk membeli dari luar negeri,
sejumlah negara lain mendevaluasi mata uang mereka, dan sejumlah negara lain
memperkenalkan pembatasan yang rumit terhadap kebebasan warga negaranya untuk
memiliki valuta asing. Namun langkah-langkah tersebut justru makin memperlemah
kondisi masing-masing negara, dan tak satu negarapun mampu mempertahankan
keunggulan kompetitifnya dalam jangka waktu yang lama. Kebijakan “yang tidak
menghiraukan dampak pada negara-negara lain” tersebut mencelakai perekonomian
internasional; perdagangan dunia merosost dengan cepat, juga tingkat kesempatan
kerja dan standard hidup di beberapa negara.
3 Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas
4
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
Ketika Perang Dunia II berakhir, negara-negara sekutu utama
mempertimbangkan berbagai rencana untuk membangun kembali ketertiban dalam
hubungan moneter internasional, dan pada konferensi Bretton Woods terbentuklah
IMF. Beberapa perwakilan negara merancang suatu piagam (atau Pasal-pasal
Perjanjian) dari suatu lembaga internasional untuk mengawasi sistem moneter
internasional dan mempromosikan penghapusan pembatasan pertukaran valuta asing
yang berkaitan dengan perdagangan barang dan jasa, dan stabilitas nilai tukar. IMF
terbentuk di bulan Desember 1945, ketika 29 negara pertama menandatangani Pasal-
pasal Perjanjian itu. Tujuan yang diemban IMF saat ini adalah sama dengan yang
tercantum di dalam Akta Pendirian yang dirumuskan pada tahun 1944, yaitu untuk
mencegah terulangnya krisis moneter pada tahun 1930an. Untuk mencapai tujuan
tersebut, IMF melaksanakan fungsi-fungsi kegiatan berikut: menetapkan suatu
kerangka bagi suatu sistem pembayaran multilateral dan suatu mekanisme untuk
mencegah fluktuasi nilai tukar mata uang, memberikan pinjaman-pinjaman jangka
pendek dan menengah kepada negara yang membutuhkan, membangun dan
mengembangkan aturan-aturan bagi negara-negara mengenai moneter internasional
dan berfungsi sebagai forum diskusi serta menyelesaikan persoalan-persoalan moneter
dan keuangan internasional.4 Sejak saat itu, dunia telah mengalami pertumbuhan yang
belum pernah terjadi sebelumnya di dalam pendapatan riil. Dan walaupun manfaat
pertumbuhan belum dirasakan secara merata oleh semua orang baik di dalam maupun
di antara negara-negara kebanyakan negara telah melihat pertambahan dalam tingkat
kemakmuran yang sangat berbeda dengan standar yang terjadi pada jaman di antara
perang dunia pertama dan kedua, khususnya.
Sebagian penjelasan dari pencapaian tersebut adalah pada mengingkatnya
pelaksanaan kebijakan ekonomi, termasuk kebijakan yang telah mendorong
pertumbuhan perdagangan internasional dan kebijakan untuk membantu meredam
siklus ekonomi yang terdiri dari pertumbuhan cepat (boom) dan keruntuhan (bust).
IMF bangga telah berpartisipasi dalam perkembangan tersebut. Dalam dekade sejak
Perang Dunia II, selain proses peningkatan kemakmuran, perekonomian dunia dan
sistem moneter telah mengalami perubahan besar lain perubahan tersebut makin
meningkatkan pentingnya dan relevansi tujuan yang merupakan mandat dari IMF,
tetapi yang juga telah menuntut adaptasi maupun reformasi dari IMF.5
4 Louis Henkin, et.al., Internasional Law, St. Paul: West Publishing Co., 3rd.ed., 1993, hlm. 1420.5 http://www.indonesia-ottawa.org/information/details.php?type=news_copy&id=4471
5
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
Kemajuan cepat dalam teknologi dan komunikasi telah ikut mengakibatkan
peningkatan penyatuan (integrasi) pasar internasional dan mendorong hubungan yang
lebih erat di antara perekonomian nasional. Sebagai akibatnya, ketika krisis keuangan
timbul di suatu negara maka akan cenderung untuk menular dengan lebih cepat di
antara negara-negara. Dalam dunia yang semakin terintegrasi dan saling
beketergantungan, kemakmuran setiap negara akan semakin sangat ditentukan oleh
kinerja ekonomi negara lain maupun keberadaan lingkungan ekonomi global yang
stabil dan terbuka. Demikian juga, kebijakan keuangan dan ekonomi yang diikuti
masing-masing negara akan mempengaruhi baik atau buruknya pelaksanaan sistem
perdagangan dan pembayaran dunia. Dengan demikian, globalisasi menuntut
kerjasama internasional yang lebih erat, yang pada gilirannya telah meningkatkan
tanggung jawab lembaga internasional yang mengorganisasi kerjasama semacam itu
termasuk IMF.
Tujuan IMF juga telah menjadi semakin penting dikarenakan meluasnya
keanggotaan. Jumlah negara anggota IMF sudah bertambah empat kali lipat
dibandingkan dengan 45 negara yang terlibat dalam awal pendiriannya, bahkan
hingga tahun 2000, negara anggota IMF mencapai 182 negara6. Ini mencerminkan
pencapaian kemandirian (kemerdekaan) politik oleh sejumlah negara berkembang dan
dari negara-negara bekas blok Soviet. Meluasnya keanggotaan IMF dan perubahan di
dalam perekonomian dunia, telah membuat IMF beradaptasi dengan berbagai cara
untuk terus mampu melaksanakan tujuannya secara efektif. Negara-negara yang
bergabung dengan IMF antara tahun 1945 dan 1971 setuju untuk menjaga nilai tukar
mereka (pada dasarnya nilai tukar mata uang mereka dalam nilai dolar A.S., dan,
dalam hal ini Amerika Serikat, nilai dolar A.S. dalam nilai emas) ditetapkan pada
tingkat yang dapat disesuaikan, tetapi penyesuaian hanya untuk mengoreksi
“ketidakseimbangan fundamental” dalam neraca pembayaran dan dengan persetujuan
IMF. Ini kemudian disebut sistem nilai tukar Bretton Woods yang berlaku sampai
tahun 1971 ketika pemerintah A.S. menangguhkan konvertibilitas dolar A.S. (dan
cadangan dolar yang dipegang oleh pemerintah lain) menjadi emas.
Sejak itu, anggota IMF sudah bebas memilih setiap bentuk pengaturan nilai tukar
yang mereka inginkan (kecuali meman cangkan nilai mata uang mereka pada emas):
sejumlah negara sekarang mengizinkan mata uang mereka mengambang dengan
6 Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cetakan Ketiga,
2005, hlm. 102
6
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
bebas, sejumlah negara memancangkan mata uang mereka terhadap mata uang lain
atau sekelompok mata uang, sejumlah negara lainnya mengadopsi mata uang negara
lain sebagai mata uang mereka sendiri, dan sejumlah negara berpartisipasi dalam blok
mata uang.
Pada waktu yang sama ketika IMF diciptakan, Bank Internasional untuk
Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and
Development atau IBRD), lebih umum dikenal sebagai Bank Dunia, didirikan untuk
mempromosikan pembangunan ekonomi jangka panjang, termasuk melalui
pembiayaan proyek infrastruktur, seperti pembangunan jalan dan meningkatkan suplai
air.
IMF dan Kelompok Bank Dunia yang termasuk Korporasi Pembiayaan
Internasional (International Finance Corporation IFC) dan Asosiasi Pembangunan
Internasional (International Development Association IDA) saling melengkapi
pekerjaan masing-masing. Sementara perhatian IMF terutama pada kinerja ekonomi
makro, dan pada kebijakan makro ekonomi dan sekor keuangan, Bank Dunia terutama
menangani pembangunan jangka panjang dan isu-isu pengurangan kemiskinan.
Kegiatannya termasuk memberikan pinjaman kepada negara-negara berkembang dan
negara-negara yang berada dalam transisi, pembiayaan proyek infrastruktur, reformasi
sektor ekonomi khusus, dan reformasi struktural yang lebih luas. IMF, sebaliknya,
tidak menyediakan pembiayaan untuk sektor atau proyek khusus tetapi sebagai
dukungan umum terhadap neraca pembayaran maupun cadangan devisa suatu negara
sementara negara tersebut sedang mengambil langkah kebijakan untuk mengatasi
kesulitannya.
Ketika IMF dan Bank Dunia didirikan, suatu organisasi untuk mempromosikan
liberalisasi perdagangan dunia juga dipikirkan, tetapi baru tahun 1995 Organisasai
Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO) dibentuk. Diselang tahun-
tahun tersebut, isu-isu perdagangan diselesaikan melalui Perjanjian Umum Tarif dan
Perdagangan (General Agreement on Tariffs and Trade GATT)7.
7 Pada mulanya GATT merupakan suatu persetujuan multilateral yang mensyaratkan pengurangan
secara timbale balik tariff yang berada di bawah naungan ITO. Namun ketika ITO gagal berdiri, GATT
kemudian dijadikan sebagai organisasi internasional yang diberlakukan dengan protocol of provisional
application yang ditandatangani pada tahun 1947 dan dibuat untuk menerapkan GATT sebagai
perjanjian internasional yang mengikat.
7
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
2.3 Kegiatan IMF
Sudah banyak yang dilakukan IMF dalam mengembangkan tingkat
pertumbuhan perekonomian dunia. Selama tahun1990an IMF telah memprioritaskan
usahanya kepada tiga kegiatan utama:
IMF membantu negara-negara yang perekonomiannya rusak karena terjadi
invansi terhadap kuwait dan pengaruh perang teluk pada 1980-an
Memberikan bantuan keuangan dan teknik kepada negara-negara Eropa Timur
yang sedang berupaya beralih dari sisitem ekonomi terpusat kepada sisitem
ekonomi yang didasarkan pada pasar
Melanjutkan pemberian bantuan kepada negara-negara terbelakang guna
meningkatkan pertumbuhan perekonomiannya8
2.4 Krisis Moneter
Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang krisis
ekonomi yaitu9: pendekatan Generasi Pertama, pendekatan Generasi Kedua, dan
pendekatan Generasi Ketiga. Pendekatan Generasi Pertama dikembangkan oleh
Krugman (1979) dan Flood & Garber (1984), yang mendasarkan analisis pada kondisi
ketidakseimbangan fiskal yang cenderung tidak stabil, sehingga menjadi pemicu
serangan terhadap mata uang. Pendekatan ini mengasumsikan Bank Sentral cenderung
melakukan monetisasi defisit fiskal melalui pemberian kredit dalam negeri, sementara
pada saat yang sama berupaya mempertahankan nilai tukat tetap. Dengan kondisi ini
cadangan devisa yang terbatas, ekspetasi akan terjadinya devaluasi telah mendorong
tindakan para spekulan untuk menyerang mata uang dan menguras cadangan devisa di
Bank Sentral.
Pendekatan Generasi Kedua, dikembangkan oleh Diamond & Dybvig (1983)
yang mendasarkan analisisnya pada kondisi trade-off yang dihadapi pemerintah, yakni
antara mempertahankan nilai tukar tetap (fixed exchange rate system) dan menetapkan
kebijakan moneter ekspansif untuk mempertahankan nilai tukat tetap, para spekulan
akan cenderung menyerang apabila ada indikasi kurangnya komitmen pemerintah
untuk mempertahankan nilai tukar tersebut. Dalam kasus ini, krisis dipicu oleh 8 Louis Henkin, op.cit., hlm 14209 Deliarnov, Ekonomi Politik, Jakarta: Erlangga, 2006, Hlm 178-179
8
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
memburuknya kondisi fundamental perekonomian, seperti pertumbuhan yang
multiple equlibirium. Negara yang mempunyai fundamental ekonomi lemah
cenderung mengalami krisis, sebaliknya yang memiliki fundamental ekonomi kuat
cenderung terhindar dari krisis, sedangkan yang berada di antaranya dapat mengalami
self-fulfilling speculative expectation.
Pendekatan Generasi Ketiga, dikembangkan oleh Krugman (1998) dan
Corsetti, dkk, (1998), yang memasukkan peran moral hazard induced investment
dalam menganalisis faktor-faktor penyebab krisis. Moral hazard terjadi karena adanya
persepsi bahwa pemerintah selalu siap menjamin atau menalangi perusahaan swasta
yang menghadapi masalah. Oleh karena itu, terjadi excessive investment/lending dan
excessive borrowing. Akibatnya, terjadi akumulasi utang sektor swasta dalam jumlah
cukup besar. Dalam kondisi perekonomian yang buruk, pemerintah tidak bisa
tergantung pada penerimaan pajak untuk membiayai krisis, dan cenderung menutupi
defisit dari seignorage revenues. Hal ini akan membentuk expectations of future
inflanationary yang pada gilirannya memicu serangan yang spekulatif terhadap mata
uang.
Menurut Miranda S. Goeltom, seperti yang dikutip oleh Deliarnov10, krisis
yang terjadi di Indonesia dan negara-negara Asia Timur lainnya lebih bisa dijelaskan
oleh teori pendekatan generasi ketiga yang dikembangkan oleh Krugman dan Corsetti,
di samping memang ada unsur kesengajaan oleh pihak-pihak yang melakukan
kejahatan di pasar modal, pada nilai tukar mata uang asing (valas), dan pada
instrumen keuangan. Daya rusak yang dapat ditimbulkan oleh para spekulan sangatlah
dahsyat. Dana yane mereka miliki daoat mencapai ratusan milliar Dolar AS dengan
kemungkinan leverage atau dapat meminjam sepuluh kali lipat untuk dipertaruhkan di
pasar uang yang bekerja 24 jam sehari. Spekulan yang paling ditakuti di dunia adalah
George Soros dengan Quantum Fund-nya. Mereka inilah yang menyebabkan
merosotnya poundsterling Inggris tahun 1992, peso Meksiko tahun 1995, baht
Thailand, rupiah Indonesia, won Korea tahun 1997/1009, rubel Rusia tahun 1998, dan
peso Argentina tahun 2002.
10 Ibid
9
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Krisis Moneter 1997 dan kebijakan Pemerintah RI
Krisis multidimensi yang terjadi di Asia pada tahun 1997 merupakan kejadian
yang sangat nahas bagi negara-negara di kawasan tersebut. Nilai mata uang negara-
negara di kawasan Asia ini turun dengan cepat dan drastis. Sebut saja Thailand (baht),
Malaysia (ringgit), Singapura (dolar Singapura), Indonesia (rupiah), dan Korea
Selatan (won). Indonesia merupakan negara yang terkena dampak paling parah, nilai
10
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
rupiah yang biasanya ada di kisaran Rp 2.600,00 pada waktu itu bisa mencapai Rp
17.000,00. Bila dilihat dalam hitungan persen Korea Selatan mengalami penurunan -
39,0% untuk (won), Thailand -37,5% untuk (baht), dan Indonesia -73,9% untuk
(rupiah).11 Penurunan nilai rupiah ini berakibat pada penggelembungan hutang luar
negeri yang berdampak pada kebangkrutan perusahaan-perusahaan yang tidak
sanggup membayar hutang dalam bentuk mata uang asing karena jumlahnya yang
meningkat menjadi 4 – 7 kali lipat12.
Awal Krisis Rupiah mulai menjadi sasaran spekulan setelah Thailand mulai
mengambangkan maata uangnya yaitu Bath Thailand, yitu tepatnya tanggal 2 Juli
1997. Sedangkan reaksi pemerintah Republik Indonesia (RI) pada waktu itu adalah :
Melonggarkan batas intervensi Bank Sentral (BI) dalam mengendalikan nilai
tukar rupiah. (menambah jumlah dollar kepasar untuk menolong rupiah),
ternyata hanya sedikit pengaruhnya, sehingga timbul algi spekulan baru.
Karena cara BI dengan menambah jumlah dollar kepasar tidak berhasil maka
pemerintah memutuskan untuk mengambangkan nilai tukar rupaih agar
cadangan devisa pemerintah tidak habis terkuras seperti yang dialami Thailand.
Langkah ini ternyata menimbulkan depresiasi yang hebat sehingga timbullah
kepanikan dalam perekonomian pada saat itu.
Panik melihat depresiasi pemerintah yang begitu cepat, pemerintah mengambil
langkah lain yaitu memperketat likuidasi dengan menaikkan tingkat suku bunga
guna menarik kemabli modal kedalam negeri. Cara ini hanya memperlambat
jatuhnya rupiah tetapi tidak dapat mengembalikan nilai rupiah keposisi
sebelumnya.
Pemerintah lalu memutuskan untuk mengencangkan lagi ikat pinggang yaitu
dengan memotong pengeluaran pemerintah. Beberapa proyek infrastruktur
ditunda dan ada pula yang ditinjau ulang. Pengetatan likuidasi dan pemotongan
pengeluaran pemerintah serta penundaan pembangunan infrastruktur tersebut
menyebabkan timbulnya pengangguran besar-besaran, khususnya disektor
property dan konstruksi. Dipihak lain bank-bank tidak dapat diberi kredit baru
11 Bob Sugeng Hadiwinata, Politik Bisnis Internasional, Yogyakarta: Kanisius, 2002, hal. 183.
12 Ibid
11
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
karena politik uang ketat dan bunga yang tinggi. Keadaan makin tidak menentu
dan implikasi-implikasi politik mulai terlihat.
karena merasa serba salah atas apa langkah-langkah yang telat ditempuhnya,
maka pemerintah mengumumkan untuk meminta bantuan IMF. Pengumuman ini
bertujuan untuk menggertak para spekulan seakan-akan pemerintah memiliki
persediaan dalam US dollar yang cukup besar untuk mengamankan nilai rupiah.
Keadaan mereda untuk sementara, tetapi awal desember 1997 kepanikan muncul lagi
karena isu mundurnya kesehatan Presiden Soeharto pada saat itu. Ini akibat
dibatalkannya 2 rencana kunjungan keluar negeri yang sudah direncanakan. Nilai
rupiah yang tadinya sudah goyah maka turun lagii secara tajam menjadi Rp.6000/ US
dollar.
Penurunan rupiah ini mempunyai beberapa dampak positif dan negatif13.
Dampak positifnya paling dirasakan oleh para eksportir. Hal ini karena ketika nilai
rupiah turun, barang dagangan mereka laku keras. Maksudnya dengan menurunnya
nilai rupiah berarti barang-barang Indonesia menjadi murah di mata orang asing dan
permintaan akan barabg-barang Indonesia menjadi meningkat di dunia. Meskipun
mempunyai dampak positif, dampak negatifnya jauh lebih banyak. Pendapatan per
kapita dalam hitungan dolar AS turun sekejap dari $ 1.115 menjadi $ 300 – 400 pada
puncak krisis, dan utang luar negeri (pemerintah dan swasta) naik beberapa kali lipat.
Pada akhir Desember 1997, utang luar negeri pemerintah Indonesia mencapai $
137,42 milliar dan utang swasta $ 73,96 milliar. Akibat dari krisis ini, Indonesia yang
harus berusaha mengeluarkan diri dari krisis akhirnya bergantung pada bantuan IMF
dan lembaga keuangan dunia lainnya untuk memulihkan keadaan ekonomi mereka..14
3.1.1 Bantuan IMF Tahap I
Melihat keadaan yang serba tidak menentu, maka akhirnya Indonesia meminta
bantuan IMF untuk mencoba mengatasinya. Nilai bantuan tahap I ini tidak pernah
jelas jumlah nominalnya. Mulanya diperkirakan antara 18-41 milliar US dollar. IMF,
World Bank (WB), dan Asian Development Bank (ADB) menjanjikan bantuan senilai
13 Deliarnov, Op.cit hlm. 178.
14 Harinowo, Cyrillus, IMF: Penanganan Krisis dan Indonesia Pasca IMF. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2004. hal 93
12
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
US $ 18 milliar, ditambah bantuan secara bilateral dari beberapa Negara,sperti
Singapura yang menyanggupi bantuan dana seniali US $ 10 milliar. Akhirnya
terungkap bahwa paket bantuan tahap I sebesar US $ 23 milliar termasuk dana seniali
US $ 5 milliar berasal dari pemerintah Indonesia sendiri. Sebagai imbalannya
pemerintah berjanji akan merubah berbagai kebijakan mikro dan menjalankan
kebijakan secara makro ekonomi yang menjamin surplus anggaran +/- 1 % dari GDP
setiap tahun plus berbagai kebijakan moneter lainnya. Garis besarnya yaitu IMF
menuntut reformasi besar-besaran dalam sector mikro ekonomi meliputi beberapa hal
berikut :
a. liberalisasi perdagangan
b. penghapusan monopoli diberbagai bidangpenyehatan system perbankan
c. pengahpusan proyek-proyek ambisius yang dimotori oleh Menristek B.J
Habibie pada saat itu.
3.1.2. Paket Bantuan Tahap II
Kegagalan program IMF menimbulkan ketegangan antara pemerintah dan IMF.
Malahan pada akhirnya mereka saling menyalahkan. IMF dan Bank Dunia
mengumumkan bahwa kegagalan disebabkan pemerintah Indonesia tidak mematuhi
program-program yang diberikan IMF, khususnya tidak mematuhi anjuran untuk
menciptakan surplus anggaran 1% dari GDP. Pengumuman tersebut menyebabkan
nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp.7000 menjadi Rp.10.000 per US $. IMF dan
Bank Dunia menekan pemerintah Indonesia untuk lebih gencar lagi dalam
menjalankan dan mematuhi program liberalisasi perdagangan dan penanaman modal
asing. Kendati semua upaya tersebut sudah diumumkan, pasar tidak terpengaruh dan
nilai tukar rupaih malah terus melemah menjadi Rp.13.000/ US $., karena :
a. Investor dan pemberi pinjaman luar negri ragu akan kemampuan Indonesia
membayar pinjaman tepat pada waktunya dan program IMF pun tidak memberi
jaminan tersebut.
b. Presiden sendiri memberi kesan tidak seluruhnya sepakat dengan program IMF.
Malah menyatakan ingin agar B.J Habibie menjadi wakil presiden sedangkan
program IMF justru hendak membatalkan semua proyek-proyek Menristek yang
dianggap terlalu ambisius.
13
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
c. Penyataan Presiden yang menginginkan B.J Hbibie sebagai wakil presiden serta
merta menyulut reaksi pasar secara negative. Nilai tukar rupiah dari Rp. 13.000
menjadi Rp. 16.500 per US $. Rupiah baru sedikit menguat setelah BI campur
tangan dan pemerintah umumkan akan menjamin liabilities bank-bank swasta
nasional. Saat bersamaa juga dicapai kesepakatan bahwa semua hutang luar
negeri pihak swasta akan ditunda pembayarannya. Ini ikut untuk menunda
pemburuan dollar sehingga rupiah jadi sedikit lebih stabil.
3.2 Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter
1997)
Setelah krisis ekonomi 1997 peran IMF dalam menentukan kebijakan ekonomi
di Indonesia sangat kuat. Kekuatan pengaruh kebijakan IMF tersebut berhasil
menjatuhkan rezim Suharto, Habibie dan Abdurrahman Wahid. Bahkan pemerintahan
Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, nyaris menyerahkan bulat-bulat
kedaulatan kebijakan ekonomi pemerintah kepada IMF. Namun tidak banyak yang
mengetahui bahwa IMF dan Bank Dunia sebagai lembaga-lembaga keuangan
internasional (berbasis di Washington dan didominasi oleh AS dan negara-negara
barat lainnya) telah melakukan kontrol yang ketat terhadap kebijakan ekonomi negara
Indonesia sejak 1966.
Ketika perekonomian Indonesia menghadapi krisis sepanjang dekade 50-an dan
tahun-tahun pertama 60-an, AS dan Bank Dunia melobi pemerintahan Soekarno untuk
menerima tawaran pinjaman besar kepada Indonesia. Syarat pinjaman tersebut adalah
pemerintah Indonesia menjalankan langkah-langkah penghematan sangat ketat dan
men-denasionalisasi-kan sektor ekonomi yang semula dimiliki pihak asing. Tawaran
Bank Dunia itu ditolak oleh Presiden Soekarno dalam sebuah rapat akbar di Jakarta
dengan seruan: "Go to hell with your aid!".
Tidak lama kemudian kedudukan Soekarno sebagai presiden digantikan oleh
Soeharto. Bersamaan dengan itu pula (Oktober 1966), pemerintahan Soeharto
menjalankan program stabilisasi yang dirumuskan dengan bantuan IMF dan
menghapus semua langkah-langkah nasionalisasi15 pemerintahan Soekarno. Program
tersebut adalah menghapuskan semua diskriminasi terhadap investasi asing dan semua
15 Menurut wikipedia, nasionanlisasi adalah proses dimana Negara mengambil alih kepemilikan suatu
perusahaan milik swasta atau asing.
14
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
perlakuan istimewa pada sektor publik. Termasuk menghapuskan sistem kontrol mata
uang asing yang diberlakukan oleh rezim Sukarno. Kemudian IMF juga membatasi
belanja pemerintah agar tidak melebihi 10% dari pendapatan nasional. Lalu diikuti
dengan lahirnya Undang-undang Investasi Asing pada 1967. Undang-undang ini
memberikan masa bebas pajak lima-tahun bagi para investor asing dan keringanan
pajak selama lima tahun berikutnya. Kebijakan pemerintah ini menimbulkan adanya
intervensi terhadap kontrol kebijakan politik Indonesia yang tentunya
menumbuhsuburkan neoliberalisme.16
Kontrol terhadap kebijakan ekonomi rezim Soeharto dijalankan oleh IMF dan
Bank Dunia melalui Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI) yang kemudian
berganti nama menjadi CGI (Kelompok Negara dan Lembaga Kreditor untuk
Indonesia). Badan ini lahir sebagai hasil diskusi diantara para kreditor Indonesia pada
1966. Pada 1967, badan tersebut beranggotakan Amerika Serikat Serikat, Jepang,
Jerman Barat, Inggris, Belanda, Italia, Perancis, Kanada, dan Australia, serta IMF dan
Bank Dunia.
16 ”Neoliberalism describes a market-driven approach to economic and social policy based
on neoclassical theories of economics that stresses the efficiency of private enterprise, liberalized
trade and relatively open markets, and therefore seeks to maximize the role of the corporate sector in
determining the political and economic priorities of the state
“ http://en.wikipedia.org/wiki/Neoliberalism
Jika mengacu kepada definisi di atas maka paham neoliberalisme menekankan pentingnya pengurangan
peran negara dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat, dengan mendorong perdagangan bebas serta
lebih mengedepankan peranan korporasi dalam menentukan prioritas politik dan ekonomi dari negara.
Karena keyakinan seperti ini, para ekonom penganut paham neoliberal menganggap campur tangan
negara dalam melakukan kontrol ekonomi dapat menyebabkan distorsi dan inefisiensi dalam
perekonomian. Salah satu langkah nyata di antaranya adalah pelepasan kontrol negara terhadap saham-
saham BUMN, hingga pengurangan subsidi baik itu BBM, pendidikan , dan sektor lainnya.
Di Indonesia, paham ekonomi liberal menjadi mainstream utama sejak Presiden Soeharto banyak
memakai lulusan-lulusan Universitas Berkeley sebagai konseptor pembangunan nasional. Tim yang dikomandani
Widjojo Nitisastro ini kemudian banyak mengambil peran dalam penentuan lanskap pembangunan nasional
sehingga belakangan muncul sebutan mafia Berkeley buat mereka. Para ekonom yang kebetulan juga menjadi
pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini, akhirnya mewarnai seluruh pikiran-pikiran besar
perekonomian sampai rejim Soeharto mengalami kejatuhan di tahun
1998. http://id.wikipedia.org/wiki/Mafia_Berkeley
15
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
Tiap tahun Bank Dunia menyiapkan sebuah laporan tentang kinerja mutakhir
Indonesia yang didiskusikan dalam rapat IGGI, yang juga dihadiri oleh perwakilan
pemerintah Indonesia. Beberapa bulan setelah pembahasan tersebut, IGGI
mengadakan rapat kedua untuk memperkirakan seberapa besar bantuan (pinjaman)
yang akan diberikan kepada Indonesia. Antara 1967 dan 1997, IMF dan Bank Dunia
telah membuat perekonomian Indonesia sedemikian terbuka untuk didikte oleh
pemodal Barat (khususnya dari Amerika Serikat Serikat) melalui dorongan untuk
menjalankan deregulasi dan swastanisasi.
Sebelum membantu negara-negara yang terkena krisis, sesuai dengan isi dari
Konsensus Washington, IMF menyarankan negara-negara tersebut
mengimplementasikan 10 elemen sebagai berikut:17 (1) disiplin fiskal; (2) prioritas
pengeluaran publik; (3) reformasi pemungutan pajak; (4) liberalisasi finansial; (5)
kebijakan luar negeri yang mendorong persaingan; (6) liberalisasi perdagangan; (7)
mendorong kompetisi antara perusahaan asing dan domestik untuk menciptakan
efisiensi; (8) mendorong privatisasi; (9) mendorong iklim deregulasi; (10) pemerintah
melindungi hak kekayaan intelektual. Jika dipersingkat dari 10 elemen di atas adalah,
liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Dan ketiga syarat tersebut harus dilakukkan
bagi negara yang ingin dibantu oleh IMF. Nama programnya adalah Structural
Adjustment Program (SAP)
Namun apa yang resep yang sebutkan di atas menurut Joseph Stiglitz, hanya
akan berhasil atas sejumlah persyaratan. Kalau tidak hanya akan menambah beban
negara. Contohnya, liberalisasi pasar hanya akan memarginalklan kelompok-
kelompok petani di negara miskin yang tidak mampu bersaing secara sehat dengan
negara-negara maju. Stiglitz menambahkan bahwa IMF tidak merencanakan program
bantuannya dengan tidak lebih dulu meneliti secara spesifik negara yang akan
dibantu. Hal ini diperkuat oleh Jeffrey Sachs yang mengatakan kalau IMF tidak
meramu strategi yang pas untuk masing-masing negara karena memukul rata model
krisis dari negara-negara tersebut.18 Mantan PM Malaysia Anwar Ibrahim
menambahkan kalau IMF hanya memberi khutbah dan menekan negara yang
menerima bantuannya.19
17 Deliarnov, Op.cit hlm 19118 Ibid 191-192
16
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
Pada pertengahan 1997 Indonesia mengalami krisis yang parah dan puluhan juta
orang terdepak ke bawah garis kemiskinan. Namun IMF dan Bank Dunia tetap
memaksa pemerintah Indonesia untuk memangkas pengeluaran pemerintah untuk
sektor sosial (subsidi), melakukan deregulasi ekonomi dan menjalankan privatisasi20
perusahaan milik negara. Di samping itu pemerintah didesak pula untuk melegitimasi
upah rendah. Seluruh tekanan itu justru meluaskan kemiskinan. Seorang birokrat
senior IMF mengaku bahwa seluruh kebijakan tersebut dilakukan untuk melayani
kepentingan investor asing, yang tidak lain adalah perusahaan-perusahaan besar di
negara pemegang saham utama lembaga ini.
Pelayanan ini diberikan dengan cara membukakan peluang bagi investor asing
untuk memasuki semua sektor dan pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan dasar
seperti pendidikan, kesehatan, pangan dan perumahan. Termasuk menghilangkan
subsidi pada listrik, tarif telepon dan bahan bakar minyak. Padahal menurut Bank
Dunia, setengah dari seluruh rakyat Indonesia berpeluang 50:50 untuk jatuh miskin
tahun itu. Sepertiga dari seluruh rakyat Indonesia tidak mempunyai akses untuk
19Didik J. Rachbini, Analisis Kritis: Ekonomi Politik Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2003,
hlm.16320 Menurut Cowan (1990: 6) privatization may be defined as the transfer of a fuction, activity, or
organization from the public to the private sector. Sem entara menurut Savas (1987:3) privatisasi
adalah tindakan/ aksi mengurangi peranan pemerintah, atau meningkatkan peranan sector swasta
dalam aktivitas atau dalam kepemilikan asset. Jadi kesimpulan yang dapat diambil mengenai privatisasi
adalah proses pengalihan kepemilikan dari milik umum menjadi milik pribadi (istilah lain:
denasionalisasi, lawan: nasionalisasi)
Privatisasi yang dilakukan pemerintah akan menimbulkan beberap dampak negatif sebagai berikut.
1. Aset-aset penting suatu negara akan terkonsentrasi pada segelintir individu atau perusahaan
yang memilki modal besar serta kecanggihan manajemen, teknologi, dan strategi.
2. Pemerintah menjadi lemah. Sebaliknya posisi swasta menjadi kuat. Hal ini memungkinkan
puhak swasta mampu memengaruhi kebujakan pemerintah.
3. Negara-negara berkembang akan menjadi terbuka bagi masuknya investor asing, baik
perorangan maupun perusahaan. Kondisi ini pada gilirannya akan mengakibatkan
kebergantungan pada puhak asing.
4. Pengalihan kepemilikan khususnya di sektor pertanian dan industri. Investor dalam sistem
kapitasli cenderung beranggapan bahwa efesiensi akan mudah dicapai dengan teknologi padat
modal an bukan teknologi padat karya.
5. Negara tidak sanggup lagi melaksanakan banyak tanggungjawab yang dipikulnya karena negara
telah kehilangan sumber-sumber pendapatanya.
17
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
memperoleh air bersih atau layanan kesehatan atau tidak menamatkan sekolah dasar.
Namun lembaga pemberi utang ini tetap saja memperburuk situasi ini dengan
mengharuskaan pemerintah memotong belanja publik dan mengurangi tingkat
pertumbuhan lapangan kerja dengan alasan untuk menjadikan perekonomian lebih
efisien. Kegagalan sistem deregulasi dan privatisasi yang diterapkan di Indonesia atas
dorongan IMF dalam membantu negara-negara yang terkena krisis sebenarnya sudah
dapat dianalisis oleh Paul Krugman sejak tahun 1994. Krugman sudah
memperingatkan bahwa ada dua keterbatasan IMF untuk dimintai pertolongan, yaitu
keterbatasan modal dana dan keterbatasan modal politik. Keterbatasan dana terbukti
pada tahun 1998, di mana untuk membanyu Brazil, Argentina, dan Rusia, IMF hanya
mampu membantu antara $350 hingga $400 tiao 3-4 bulan.21 Selama kontrak 5 tahun
untuk membanytu krisis Indonesia, IMF hanya membantu sekitar $5 miliar, sangat
jauh dari kebutuhan.22 Sedangkan keterbatasan politik juga dapat dilihat dari tingkah
IMF untuk menekan Indonesia. LOI (letters of Intent) merupakan salah satu produk
politik IMF dalam menekan Indonesia.23 Hal ini karena IMF jauh lebih
mengutamakan kepentingan negara kreditor, daripada “kesehatan” negara-negara
yang sedang diobati/mengalami krisis.24 Sejak ditandatanganinya Letter of Inten (LOI)
pada tahuyn 1997 antara pemerintah Indonesia dengan IMF maka praktis Indoneisa
mulai saat itulah hutang luar negeri merupakan andalan utama pemerintah Indonesia
untuk mengatasi krisis ekonomi yang tengah melanda negeri ini.
Kegagalan IMF dalam membantu Indonesia adalah akibat dari ketidakmatangan
IMF dalam mengatur program-program yang cocok untuk Indonesia. Mereka hanya
mementingkan liberalisasi pasar, deregulasi, dan privatisasi di Indonesia untuk
kepentingan perekonomian internasional. Padahal secara pendekatan ekonomi politik
tidak akan mungkin dapat merubah sistem perekonomia suatu negara menjadi negara
berbasis pasar dalam waktu “sekejap malam”. Hal ini ditambah buruk dengan tidak
ada transparasi dari pemerintah Indonesia . ketidakjelasan langkah-langkah IMF
menmbuat para pengusaha berspekulasi untuk menarik kesimpulan sendiri-sendiri
yang mengakibatkan hancurnya nilai mata uang rupiah. Di lain pihak pemerintah
Indonesia juga tidak serius dalam penanganan krisis ini karena tidak menjalankan
21 Deliarnov, op. cit., hal. 18522 Ibid 23 Didik J. Rachbini, opcit hlm. 17024 Deliarnov, op. cit
18
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
agenda-agenda perubahan yang sudah disepakati oleh RI. Jadi selain karena IMF,
krisis multidimensi berkepanjangan juga disebabkan oleh orang-orang dalam di
Indonesia
Yang tak kalah menarik yang perlu dikritik dari peran IMF adalah ketika
lembaga ini bahkan ingin ikut campur sampai masalah-masalah detail praktek
kebijakan ekonomi bahkan merambah pada kebijakan politik dari negara-negara yang
dibantunya. Untuk kasus negara kita, mulai dari cengkeh dan tarif nol persen untuk
beras, sampai skandal Bank Bali, audit Pertamina, mengurus RUU anti korupsi,
konflik pasca penentuan pendapat di Timtim, kasus Atambua, mengejar 20 debitor
terbesar, revisi APBN, mempersoalkan pergantian menko dan kepala BPPN, pasal-
pasal amandemen UU BI dan yang lainnya25, semuanya IMF ingin campur tangan.
Selanjutnya apa yang kita peroleh dengan menerapkan resep-resep ekonomi IMF
tersebut?
Pertama, penerapan rezim kurs mengambang bebas. Pengalaman Indonesia
menunjukkan bahwa penguatan kurs selama era penerapan rezim kurs mengambang
bebas yang terjadi selama era 1997-sekarang adalah karena faktor-faktor politik yang
tak bisa diprediksi dan non manageable. Sangat riskan mewujudkan pemulihan
ekonomi kalau faktor penting seperti kurs rupiah yang stabil dan kuat terwujud oleh
faktor-faktor yang non manageable dan unpredictable tersebut. Ini akan menyulitkan
para pembuat kebijakan dalam memprediksi dampak kebijakan-kebijakan fiskal dan
moneternya terhadap kurs rupiah dan selanjutnya pada variabel-variabel ekonomi
lainnya seperti inflasi26, pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, ekspor-import
dan lain-lain.
Di sisi lain regime exchange rate yang kita anut tersebut memang sangat
kondusif untuk berkembangnya spekulasi perusak stabilitas dan munculnya bermacam
gangguan terhadap pasar uang (Salvatore, 1996). Salvatore mengatakan, regime nilai
tukar yang cenderung mengambang bebas ini membuat perilaku para pedagang valas
terpacu untuk berspekulasi untuk mendapatkan keuntungan. Jika mereka tahu bahwa
suatu mata uang akan mengalami depresiasi, maka mereka segera menjual mata uang 25 http://adwirman.blogstudent.mb. ipb.ac.id/2010/12/03/ krisis-ekonomi- peran-imf-dan-ketegasan-
pemerintah/26 Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus
menerus (kontiniu) berkaitan dengan mekanisme pasaryangdapat disebabkan oleh berbagai factor,
antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditasdi pasaryang memicu
konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibatadanya ketidaklancaran distribusi barang.
19
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
tersebut karena mengharapkan depresiasi itu berlangsung terus, tanpa menghiraukan
dampak jangka panjangnya. Bila penjualan secara besar-besaran ini terus terjadi,
maka depresiasi yang masih dalam tahap rencana itu pun memang benar-benar akan
berlangsung terus. Dampak buruknya bagi negara yang mata uangnya terdepresiasi
dengan cara demikian, akan merangsang timbulnya keyakinan akan terjadinya inflasi
dan akan mendorong kenaikan tingkat harga serta upah, sehingga pada akhirnya juga
memacu depresiasi lebih lanjut. Negara yang bersangkutan akan terjebak dalam
”lingkaran setan” depresiasi dan inflasi.
Kedua, kebijakan moneter ketat, kebijakan ini telah banyak dikritik pedas para
pengamat dan pelaku bisnis. Yang jelas kebijakan ini telah mematikan sektor riil
karena sulitnya tersedia dana investasi dengan suku bunga rendah yang berdampak
lanjut meningkatkan jumlah pengangguran. Disamping kebijakan tersebut juga
membebani APBN. Sedangkan misi kebijakan moneter ketat untuk menekan inflasi
dan capital outflow masih harus diklarifikasikan kontribusinya untuk Indonesia
karena; pertama, inflasi di negara kita bukan hanya masalah moneter, tetapi juga bisa
karena faktor distorsi di sektor riil, misalnya karena praktek-praktek monopoli atau
oligopoli, ganjalan distribusi, KKN (transaction cost) yang tinggi yang dikenal
dengan istilah supply side inflation atau inflasi yang terjadi karena rupiah yang tetap
terpuruk dibandingkan dolar sehingga input produksi industri Indonesia yang pada
umumnya dari luar negeri dan harus dibeli dengan dolar, menjadi naik nilainya ketika
dirupiahkan, akibatnya barang-jasa yang input produksinya impor tersebut juga akan
naik (import inflation).
Kedua kebijakan suku bunga tinggi untuk menekan capital outflow juga masih
dipertanyakan. Karena informasi yang dapat kita tangkap dari kalangan dunia usaha,
masuknya modal asing ke dalam negeri lebih besar karena masalah country risk
khususnya stabilitas sosial politik dan keamanan dan law enforcement.
Ketiga, kebijakan penerapan fiskal ketat dan liberalisasi perdagangan dan sistem
finansial yang termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan seperti pencabutan
subsidi, penggenjotan pajak, privatisasi dan penjualan aset-aset perusahaan domestik
secara murah dan jor - joran. Yang didapat dari kebijakan seperti ini adalah rakyat
semakin sengsara karena subsidi mereka dihapuskan dan daya beli turun, tetapi
penghematan uang negara tetap tidak terwujud karena korupsi tetap merajalela. Di sisi
lain dengan penjualan aset domestik yang jor - joran ke pihak asing hanya berdampak
pihak asing akan semakin menentukan formulasi kebijaksanaan ekonomi dan sosial
20
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
Indonesia dan penguasaan devisa pun akan berada di tangan mereka dengan intensitas
yang lebih besar.
Dan mungkin yang terakhir adalah membuat Indonesia berhutang sampai jumlah
yang fantansis, yaitu Rp. 1.800 Trilyun. Hal ini membuat rakyat bahkan yang masih
balita, menanggung sekitar Rp. 90 juta per orang. Paket – paket kebijakan yang
disarankan IMF yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah krisis yang terjadi
1997 tidak tercapai. Malah hanya membuat pemerintah pusing untuk membayar
tagihan hutang setiap periode jatuh temponya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
IMF atau Dana Moneter Internasional adalah lembaga keuangan internasional
yang didirikan untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan internasional. IMF
didirikan pada tanggal 27 Desember 1945. Stelah sebelumnya diadakan konferensi
oleh PBB di Bretton Woods, New Hampshire, AS. Markas besar IMF berada di
Washington DC, AS. IMF didirikan dengan beberapa tujuan berikut ini.
o Meningkatkan kerja sama keuangan atau moneter internasional dan
memperlancar pertumbuhan perdagangan internasional yang berimbang.
o Meningkatkan stabilitas nilai tukar uang dan membantu terciptanya lalu lintas
pembayaran antarnegara.
o Menyediakan dana bantuan bagi negara anggota yang mengalami defisit yang
bersifat sementara dalam neraca pembayaran.
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai IMF, maka kegiatan-kegiatan utama IMF
terdiri atas hal-hal berikut ini.
o Memonitor kebijakan nilai tukar uang negara anggota.
o Membantu negara anggota mengatasi masalah yang berkaitan dengan neraca
pembayaran.
o Memberikan bantuan teknis dan pelatihan dalam rangka meningkatkan
kapasitas institusi serta sumber daya manusianya.
21
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
Bantuan juga diberikan untuk mendesain dan mengimplementasikan kebijakan
makroekonomi serta perubahan struktural yang relatif.
Pada peranan IMF terhadap Indonesia dapat dilihat bahwa bantuan yang diberikan
oleh IMF memberikan dampak positif dan negatif. Tetapi dalam hal ini, dampak
negatif dirasakan lebih banyak. IMF semakin tidak disenangi karena keinginannya
untuk ikut campur tidak hanya pada bidang ekonomi tetapi merambah sampai
pada bidang politik. Bantuan yang diberikan juga tidak membuat Indonesia keluar
dari krisis tapi hanya membuat Indonesia makin terpuruk dengan jumlah hutang
yang besar.
Garis besar dampak negatifnya antara lain :
o Membukakan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor dan
pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pendidikan,
kesehatan, pangan dan perumahandan menghilangkan subsidi pada listrik, tarif
telepon dan bahan bakar minyak sangat menyengsarakan rakyat. Karena
membuat sepertiga dari seluruh rakyat Indonesia tidak mempunyai akses
untuk memperoleh air bersih atau layanan kesehatan atau tidak menamatkan
sekolah dasar.
o Penerapan rezim kurs mengambang bebas menyulitkan para pembuat
kebijakan dalam memprediksi dampak kebijakan-kebijakan fiskal dan
moneternya terhadap kurs rupiah dan selanjutnya pada variabel-variabel
ekonomi lainnya seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran,
ekspor-import dan lain-lain.
o Penerapan kebijakan moneter ketat yang mematikan sektor riil karena sulitnya
tersedia dana investasi dengan suku bunga rendah yang berdampak lanjut
meningkatkan jumlah pengangguran.
o Kebijakan penerapan fiskal ketat dan liberalisasi perdagangan dan sistem
finansial yang termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan seperti
pencabutan subsidi, penggenjotan pajak, privatisasi dan penjualan aset-aset
perusahaan domestik secara murah membuat pihak asing semakin menentukan
formulasi kebijaksanaan ekonomi dan sosial Indonesia dan penguasaan devisa
pun akan berada di tangan mereka dengan intensitas yang lebih besar.
22
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
a. Sumber Primer
Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945
b. Sumber Sekunder
Buku
Adolf, Huala. 2005. Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Cyrillus, Harinowo. 2004. IMF: Penanganan Krisis dan Indonesia Pasca IMF.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga
Hadiwinata, Bob Sugeng. 2002. Politik Bisnis Internasional. Yogyakarta:
Kanisius
Henkin, Louis. 1993. Internasional Law. St. Paul: West Publishing Co.
Rachbini, Didik J. 2003. Analisis Kritis: Ekonomi Politik Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Artikel dan jurnal
Adwirman. 2010. “Krisis Ekonomi, Peran IMF dan Ketegasan Pemerintah”.
http://adwirman.blogstudent.mb. ipb.ac.id/2010/12/03/ krisis-ekonomi- peran-imf-
dan-ketegasan-pemerintah/. Diakses tanggal 19 Oktober 2012.
23
Hany Ayuining Putri,” Dampak Campur Tangan IMF di Indonesia (Krisis-Pascakrisis Moneter) 1997”
____. 2009. “Dampak Bantuan IMF Terhadap Ekonomi Indonesia”.
http://maximusblue.blogspot.com/2009/11/review-dampak-bantuan-imf-terhadap_30.
html. Diakses tanggal 19 Oktober 2012.
____. ____. “IMF dan Bank Dunia Alat Neoliberalisme Untuk Melestarikan
Penderitaan Rakyat”. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=10&jd=IMF
+dan+Bank+Dunia
%3A+alat+neoliberal+untuk+melestarikan+penderitaan+rakyat&dn=2006112712471
4
Irawan, Andi. 2008. “Mengevaluasi Peran IMF”. http://andiirawan.com
/2008/03/19/mengevaluasi-peran-imf-evaluate-imf%E2%80%99s-role-in-indonesia/.
Diakses tanggal 19 Oktober 2012.
Komahiumy. 2009. “Mempertanyakan Peran IMF Bagi Indonesia”.
http://komahiumy.wordpress.com/2009/06/08/mempertanyakan-peran-imf-bagi-indo
nesia/. Diakses tanggal 24 Oktober 2012
Nugroho, Galih. 2011. “Peran IMF dalam Penanganan Krisis ekonomi di
Indonesia 1997-1998”. http://politik.kompasiana.com/2011/04/05/peran-imf-dalam-
penanganan-krisis-ekonomi-di-indonesia-19971998/. Diakses tanggal 19 Oktober
2012
Sumantri, suwarno. 2011. “Membedah Neoliberalisme”. http://politik.kompa
siana.com/2011/01/03/membedah-neoliberalisme/
c. Sumber Tersier
Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas.
24