dalam Penangangan Narapidana Kasus Terorisme di Masa ... · Kerusuhan Mako Brimob Kelapa Dua Depok,...

6
POLICY BRIEF 23 APRIL 2020 MEMBACA POTENSI GANGGUAN KEAMANAN & KETERTIBAN dalam Penangangan Narapidana Kasus Terorisme di Masa Pandemik Covid-19 Menyebarnya SARS-CoV-2, atau lebih dikenal dengan Covid-19, menimbulkan kekhawatiran mengenai penularan virus tersebut di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Dalam siatuasi pandemi seperti sekarang, Lapas dapat diibaratkan seperti “aquarium”. Sekali satu orang di dalamnya tertular, maka penularan terhadap populasi sisanya tidak terhindarkan (Meliala, 2020). Untuk mencegah penularan, hingga 20 April 2020 Kementerian Hukum dan HAM melalui Permenkumham No. 10 Tahun 2020 telah mengeluarkan 38.822 narapidana, kecuali yang terkait tindak pidana terorisme dan kejahatan lain yang diatur dalam PP 99/2012. 77 153 13 26 33 24 15 42 169 Lapas Pasir Putih Lapas Narkotika Gunung Sindur Lapas Khusus Gunung Sindur Lapas Batu Lapas Besi Lapas Permisan Lapas Kembang Kuning Lapas Karanganyar 18 Lapas lainnya DATA PERSEBARAN NAPITER Berdasarkan Sistem Database Pemasyarakatan, sebaran jumlah kasus tindak pidana terorisme per 16 April 2020 terdiri 552 narapidana terorisme (napiter) di Indonesia, yang tersebar di 91 Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan di 26 wilayah. Berdasarkan data Direktorat Binapi Latkerpro, Ditjen Pas, kondisi Lapas High-Risk Teroris di tengah pandemi ini cenderung terkendali (Junaedi, 2020). Diyakini bahwa potensi penyebaran virus corona sangat rendah, sehubungan dengan prosedur kerja Lapas High- Risk yang sudah menerapkan lockdown serta physical dan social distancing bahkan jauh sebelum Covid-19 muncul. Namun, bukan berarti Lapas High-Risk sudah sepenuhnya bebas dari risiko penyebaran Covid-19 PENDAHULUAN Selain potensi penularan Covid-19 di Lapas High- Risk Teroris, Ditjenpas tetap perlu memperhatikan aspek keamanan dan ketertiban (kamtib) di Lapas-Lapas non-high-risk yang memiliki napiter. Oleh sebab itu, dalam kondisi tidak biasa seperti sekarang pihak Lapas perlu mempertimbangkan potensi penularan Covid-19 ke dalam Lapas High Risk dan belajar dari kasus- kasus terdahulu, bahwa narapidana kategori teroris mampu memicu kerusuhan lewat eksploitasi berbagai isu, termasuk Covid-19. (1/6)

Transcript of dalam Penangangan Narapidana Kasus Terorisme di Masa ... · Kerusuhan Mako Brimob Kelapa Dua Depok,...

Page 1: dalam Penangangan Narapidana Kasus Terorisme di Masa ... · Kerusuhan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, 8-10 Mei 2018 (Dok Polri) napi bandar narkotika. Kini, 19 orang provokator tersebut

POLICY BRIEF 23 APRIL 2020

MEMBACA POTENSI GANGGUAN KEAMANAN & KETERTIBAN

dalam Penangangan Narapidana Kasus Terorisme

di Masa Pandemik Covid-19

Menyebarnya SARS-CoV-2, atau lebih dikenal dengan Covid-19, menimbulkan kekhawatiran mengenai

penularan virus tersebut di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Dalam siatuasi pandemi seperti

sekarang, Lapas dapat diibaratkan seperti “aquarium”. Sekali satu orang di dalamnya tertular, maka

penularan terhadap populasi sisanya tidak terhindarkan (Meliala, 2020). Untuk mencegah penularan,

hingga 20 April 2020 Kementerian Hukum dan HAM melalui Permenkumham No. 10 Tahun 2020 telah

mengeluarkan 38.822 narapidana, kecuali yang terkait tindak pidana terorisme dan kejahatan lain yang

diatur dalam PP 99/2012.

77

153

13

26

33

24

15

42

169

Lapas Pasir Putih

Lapas Narkotika Gunung Sindur

Lapas Khusus Gunung Sindur

Lapas Batu

Lapas Besi

Lapas Permisan

Lapas Kembang Kuning

Lapas Karanganyar

18 Lapas lainnya

DATA PERSEBARAN NAPITER

Berdasarkan Sistem

Database Pemasyarakatan,

sebaran jumlah kasus tindak

pidana terorisme per 16 April

2020 terdiri 552 narapidana

terorisme (napiter) di

Indonesia, yang tersebar di

91 Unit Pelaksana Teknis

Pemasyarakatan di 26

wilayah.

Berdasarkan data Direktorat Binapi Latkerpro,

Ditjen Pas, kondisi Lapas High-Risk Teroris di

tengah pandemi ini cenderung terkendali

(Junaedi, 2020). Diyakini bahwa potensi

penyebaran virus corona sangat rendah,

sehubungan dengan prosedur kerja Lapas High-

Risk yang sudah menerapkan lockdown serta

physical dan social distancing bahkan jauh

sebelum Covid-19 muncul. Namun, bukan berarti

Lapas High-Risk sudah sepenuhnya bebas dari

risiko penyebaran Covid-19

PENDAHULUAN

Selain potensi penularan Covid-19 di Lapas High-

Risk Teroris, Ditjenpas tetap perlu

memperhatikan aspek keamanan dan ketertiban

(kamtib) di Lapas-Lapas non-high-risk yang

memiliki napiter. Oleh sebab itu, dalam kondisi

tidak biasa seperti sekarang pihak Lapas perlu

mempertimbangkan potensi penularan Covid-19

ke dalam Lapas High Risk dan belajar dari kasus-

kasus terdahulu, bahwa narapidana kategori

teroris mampu memicu kerusuhan lewat

eksploitasi berbagai isu, termasuk Covid-19.

(1/6)

Page 2: dalam Penangangan Narapidana Kasus Terorisme di Masa ... · Kerusuhan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, 8-10 Mei 2018 (Dok Polri) napi bandar narkotika. Kini, 19 orang provokator tersebut

1. Potensi Penularan Covid-19 di Lapas High-Risk

Teroris

Peluang penyebaran Covid-19 di Lapas High-Risk

Teroris memang tidak sebesar di Lapas biasa.

Lapas High-Risk Teroris dijalankan dengan sangat

ketat, di mana tidak ada kontak antar-sesama

napiter, kontak yang sangat minim antara napiter

dengan petugas, dan mekanisme kunjungan yang

begitu ketat sehingga pertemuan antara

penjenguk dan napiter tidak seperti Lapas-Lapas

biasa. Di Lapas High-Risk, waktu kunjungan lebih

sedikit dibanding Lapas biasa. Kemudian,

pertemuan antara napiter dan penjenguk

dilakukan tanpa tatap muka. Selain itu,

diberlakukan sistem one man one cell atau tiap

satu sel dihuni oleh satu narapidana. Tujuan

utamanya adalah agar tidak terjadi radikalisasi di

dalam Lapas, memutus komunikasi napiter

dengan jaringannya, dan mencegah perencanaan

aksi teror dari Lapas.

Pada dasarnya, Lapas High-Risk sudah dirancang

seperti sebuah fasilitas karantina (Riveland,

1999). Namun, dalam konteks ini karantina

dilakukan kepada orang yang terpapar ideologi

ekstremisme kekerasan, bukan terpapar virus.

Namun, berdasarkan sedikit penjabaran di atas

dapat dilihat bahwa terdapat kemiripan antara

karantina penganut ideologi kekerasan yang

dilakukan Lapas High-Risk dengan karantina

pembawa virus. Oleh sebab itu, tidak terlalu

berlebihan bila kemudian pihak Lapas percaya diri

bahwa kondisi Lapas High-Risk Teroris terpantau

aman dari ancaman Covid-19. Pelaksanaan Lapas

yang sudah begitu ketat tidak serta merta

ANALISIS

meniadakan risiko masuknya Covid-19 ke Lapas.

Masih ada satu “pintu” tempat virus dapat

masuk ke Lapas High-Risk Teroris, yakni melalui

petugas. Petugas di Lapas High-Risk Teroris

adalah warga biasa setelah jam kerja berakhir.

Mereka pulang ke rumahnya masing-masing. Di

antara Lapas dan rumah tersebutlah petugas

berisiko terinfeksi Covid-19 dan kemudian

membawanya ke dalam Lapas High-Risk.

Sehingga pada prinsipnya, ancaman Covid-19

terhadap Lapas High-Risk ini serupa dengan

ancaman-ancaman lain, yang seringkali lebih

besar kemungkinannya berasal dari luar

dibandingkan dengan dari dalam Lapas. Oleh

sebab itu, sangatlah penting bagi pihak Lapas

untuk terus-menerus mengingatkan para

petugasnya agar mengikuti prosedur-prosedur

mitigasi Covid-19 yang sudah dikeluarkan

Ditjenpas. Sebab, bila akhirnya ada petugas

yang membawa virus ke Lapas High-Risk, maka

mau tidak mau harus dilakukan pengosongan

total terhadap Lapas. Dan untuk melakukannya

dibutuhkan usaha yang sangat besar.

Lapas High-Risk Nusakambangan (jateng.kemenkumham.go.id)

2. Potensi Gangguan Kamtib di Masa Covid-19

Permenkumham No 10 Tahun 2020

mengecualikan narapidana terkait PP 99 Tahun

2012 dari mekanisme pengeluaran lewat

asimilasi dan PB di masa Covid-19. Sebagian

narapidana di Lapas, seperti narapidana korupsi,

bandar narkotika, dan terorisme, dapat

beranggapan bahwa kebijakan tersebut

diskriminatif. Bahkan beberapa narapidana

bandar narkotika telah mengemukakan

kekecewaan mereka lewat provokasi

kerusuhan. Pada 12 April 2020 lalu, terjadi

kerusuhan di Lapas Tuminting Manado karena

ketidakpuasan beberapa oknum narapidana

atas kebijakan pengeluaran narapidana

Kemenkumham. Dalam kerusuhan tersebut

terjadi pembakaran bangunan Lapas. Hasil

investigasi menemukan bahwa terdapat 19

orang provokator, yang di antaranya terdapat

(2/6)

Page 3: dalam Penangangan Narapidana Kasus Terorisme di Masa ... · Kerusuhan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, 8-10 Mei 2018 (Dok Polri) napi bandar narkotika. Kini, 19 orang provokator tersebut

Kerusuhan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, 8-10 Mei 2018 (Dok Polri)

napi bandar narkotika. Kini, 19 orang provokator

tersebut dipindahkan ke Lapas Karanganyar, yang

berpengamanan super maximum, dan

menerapkan sistem one man one cell (Rosseno,

2020).

Narapidana bandar narkotika memang telah lama

menunjukkan kemampuan untuk mengacaukan

keamanan dan ketertiban Lapas. Ini terlihat dari

kemampuan mereka untuk tetap mengendalikan

jaringan dan peredaran narkotika dari dalam

Lapas. Kerusuhan akibat provokasi narapidana

bandar narkotika juga bukan hal baru. Belum

lama, terjadi kerusuhan di Rutan Kabanjahe

karena petugas menyita sabu-sabu seberat 30

gram milik empat orang napi (Sianturi, 2020).

Selain itu, ada juga kasus kerusuhan di Rutan

Malabero yang masih berhubungan dengan

bandar narkotika. Akibat aksi pembakaran dalam

kerusuhan tersebut, lima orang tahanan

meninggal dunia (Putro, 2016).

Narapidana kategori lain yang memiliki potensi

besar menimbulkan gangguan kamtib, tentunya,

adalah napiter. Narapidana teroris memiliki

riwayat cukup panjang dalam mengganggu

keamanan, ketertiban, dan otoritas Lapas.

Contoh yang masih cenderung baru adalah

kerusuhan yang dilakukan para napiter di Mako

Brimob, Kelapa Dua, Depok yang menewaskan 6

orang polisi. Kerusuhan tersebut dipicu

ketidakpuasan para napiter atas perlakuan

petugas terhadap salah satu kerabat napiter. Hal

yang mungkin luput dari perhatian orang, ketika

kerusuhan di Mako Brimob terjadi, informasi

mengenai kerusuhan cepat menyebar di kalangan

pendukung ISIS. Merespon adanya kemungkinan

untuk menyerang Mako, pendukung ISIS dari

berbagai daerah berangkat ke Depok untuk

membantu rekan-rekan mereka yang ada di

dalam, meskipun pada akhirnya serangan

tersebut tidak terwujud. Selain kerusuhan di

Mako, ada juga kerusuhan di Tanjung Gusta yang

salah satu provokatornya adalah Fadli Sadama,

seorang napiter dengan riwayat aksi terorisme

cukup panjang. Kerusuhan tersebut

menewaskan 5 orang, yang terdiri dari 2 petugas

dan 3 narapidana. Di samping itu, ratusan

narapidana, termasuk 14 napiter berhasil

melarikan diri.

Dalam kondisi Covid-19 seperti sekarang, pihak

Lapas harus memberi perhatian ekstra kepada

para napiter. Sebab, sangat mungkin mereka

menjadikan pandemi Covid-19 dan kebijakan

pengeluaran narapidana yang diambil

Kemenkumham sebagai bahan untuk

mengeksploitasi kecemasan dan ketidakpuasan

narapidana lainnya, dengan menghubung-

hubungkannya ke berbagai hal, termasuk agama.

Bila kecemasan dan ketidakpuasan memuncak,

maka potensi terjadinya kekerasan kolektif atau

kerusuhan di dalam Lapas akan semakin besar

(Wood & Dunaway, 1997).

Di Amerika, misalnya, pada 1993 terjadi sebuah

kerusuhan Lapas yang menewaskan 10 orang

dalam 11 hari. Semuanya bermula ketika

pengecekan penyakit yang dilakukan oleh

petugas dianggap melanggar keyakinan seorang

narapidana Muslim. Hal sensitif tersebut,

ditambah ketidakmampuan petugas untuk

berkomunikasi dengan baik, membuat keadaan

tidak terkendali (Useem & Clayton, 2019). Belajar

dari kasus tersebut, di masa yang serba tidak

pasti seperti sekarang, kerusuhan adalah

(3/6)

Page 4: dalam Penangangan Narapidana Kasus Terorisme di Masa ... · Kerusuhan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, 8-10 Mei 2018 (Dok Polri) napi bandar narkotika. Kini, 19 orang provokator tersebut

hal yang mutlak harus diredam dan dihindari.

Sebab, kerusuhan dapat dimanfaatkan

narapidana teroris untuk melarikan diri,

sebagaimana yang sudah terjadi di Suriah pada

akhir Maret lalu (McKernan, 2020).

Sangatlah penting bagi pihak Lapas untuk dapat

membaca situasi dan mengetahui napiter mana

yang memiliki potensi provokator. Keberhasilan

hal tersebut sangat bergantung pada

kemampuan petugas dalam intelijen, interaksi

dan komunikasi. Sumber informasi terbaik di

Lapas adalah penghuninya, yang berarti para

narapidana. Petugas harus mengumpulkan

sebanyak mungkin informasi kualitatif, dan

kemudian memilah serta menganalisisnya. Praktik

seperti ini biasa disebut sebagai keamanan

dinamis, yang memuat intelijen Lapas (UNODC,

2015). Intelijen Lapas yang sistematis

menghasilkan informasi berharga yang berguna

untuk mencegah kerusuhan (Victorian Office of

Correction 1990)

Di samping gangguan kamtib dari dalam, perlu

diperhitungkan juga mengenai serangan dari luar

mengingat aksi terorisme tidak beristirahat

sekalipun Covid-19 sudah ditetapkan sebagai

bencana non-alam oleh Presiden Joko Widodo.

Selama sebulan terakhir, beberapa aksi teror dan

penangkapan pelaku terorisme tetap terjadi.

Pada 15 April 2020 lalu, terjadi aksi penembakan

oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT)

terhadap polisi yang menjaga Bank Syariah

Mandiri Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Akibat penyerangan tersebut, beberapa orang

masuk DPO dan dua di antaranya tewas ketika

hendak ditangkap (CNN Indonesia, 2020). Selain

itu, ada juga penangkapan atas empat orang

anggota Jama’ah Ansharut Daulah (JAD)

Sulawesi Tenggara yang diduga tengah

mempersiapkan aksi teror karena didapati

keempatnya menyimpan senjata api laras

panjang, pistol, amunisi, dan sangkur (Halim,

2020).

Adanya dua kejadian tersebut harus

dipertimbangkan oleh pihak Lapas untuk

memperkuat penjagaan. Tetap aktifnya jaringan

teroris di tengah Covid-19 menunjukkan bahwa

tetap ada potensi terjadinya serangan dari luar

terhadap Lapas, entah untuk sekadar membuat

kekacauan dan ketakutan atau untuk

membebaskan rekan mereka yang ada di dalam.

KESIMPULAN

Mengingat operasionalisasinya yang sangat ketat, Lapas High-Risk cenderung lebih mampu mengatasi

penyebaran dan penularan Covid-19 dibanding Lapas biasa. Adanya sistem one man one cell dan

pembatasan kontak antara narapidana dengan sesamanya dan narapidana dengan petugas sejak dulu

membuat beberapa prosedur mitigasi Covid-19 sudah dilakukan. Namun, bukan berarti tidak ada sama

sekali peluang masuknya Covid-19 dari luar. Petugas yang setiap hari pulang pergi dari Lapas ke rumah

dan sebaliknya berpotensi menjadi carrier virus corona tanpa disadari. Oleh sebab itu, sangatlah penting

bagi Lapas untuk melakukan pemeriksaan rutin kepada setiap petugas, menyediakan tempat cuci tangan

dan sabun yang memadai, dan mematuhi seluruh prosedur mitigasi Covid-19 tanpa terkecuali.

Adanya pengeluaran narapidana melalui mekanisme asimilasi dan PB yang diatur lewat Permenkumham

No. 10 Tahun 2020 memantik kecemburuan narapidana yang tidak mendapat hak tersebut. Ini sudah

ditunjukkan pada kasus kerusuhan di Lapas Tuminting yang diprovokasi oleh napi bandar narkotika.

Selain napi bandar, pihak Lapas perlu menaruh perhatian besar kepada narapidana teroris, yang juga

memiliki potensi gangguan keamanan dan ketertiban umum sama besarnya. Pihak Lapas harus bisa

meredam seandainya ada upaya napiter untuk menggiring opini penghuni Lapas mengenai kebijakan

pengeluaran dan pandemi Covid-19 yang berlangsung. Di samping itu, pihak Lapas tetap harus

menjalankan fungsi intelijen, tetap menjaga kewaspadaan dan penjagaan di lingkungan sekitar,

mengingat aksi terorisme tidak berhenti selama Covid-19 ini. Peluang terjadinya serangan dari luar tetap

ada, dan mungkin lebih besar dibanding sebelumnya karena perhatian penegak hukum sedang terbagi

kepada hal-hal lain.

(4/6)

Page 5: dalam Penangangan Narapidana Kasus Terorisme di Masa ... · Kerusuhan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, 8-10 Mei 2018 (Dok Polri) napi bandar narkotika. Kini, 19 orang provokator tersebut

Pihak Lapas High-Risk harus terus mematuhi pedoman pelaksanaan yang sudah memuat

prinsip-prinsip lockdown serta physical dan social distancing dengan baik termasuk

kebijakan membatasi kunjungan, mencuci tangan, menggunakn masker dan lain-lain.

REKOMENDASI

Seandainya terjadi penularan di dalam Lapas, maka petugas harus memiliki upaya mitigasi

dan mengambil tindakan sebagaimana tertera pada Penindakan Keracunan Massal dan

Wabah Penyakit yang sudah diatur dalam Pedoman Kerja Lembaga Pemasyarakatan

Khusus Bagi Narapidana Risiko Tinggi Kategori Teroris, dengan menyesuaikannya dengan

protokol-protokol Covid-19.

Guna menekan potensi kerusuhan dalam Lapas akibat hasutan narapidana teroris, pihak

Lapas harus bisa menggunakan intelijen dan memetakan napiter-napiter mana yang

memiliki kemampuan untuk memicu timbulnya gangguan keamanan dan ketertiban lewat

provokasi. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan intelijen Lapas

Membuat gentar setiap penghuni Lapas untuk menghasut timbulnya kerusuhan dengan

mengumumkan bahwa hukuman bagi pelaku kerusuhan atau provokator adalah dikirim ke

Lapas High-Risk di Nusakambangan, seperti yang telah dilakukan pada 19 provokator

kerusuhan Lapas Tuminting.

Guna mencegah aksi serangan dari luar, pihak Lapas harus menjaga kewaspadaan dan

pengamanannya tetap siaga serta terus berkoordinasi dengan TNI/POLRI. Sebagai dasar

peningkatan kewaspadaan dan pengamanan, intelijen Lapas juga harus digunakan untuk

mengumpulkan informasi dari lingkungan sekitar lapas.

(5/6)

Page 6: dalam Penangangan Narapidana Kasus Terorisme di Masa ... · Kerusuhan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, 8-10 Mei 2018 (Dok Polri) napi bandar narkotika. Kini, 19 orang provokator tersebut

CNN Indonesia. (2020, April 15). Dua Penyerang Polisi di Poso Ditembak Mati. Retrieved from

cnnindonesia.com: www.cnnindonesia.com/ nasional/20200415144007-12-493797/dua-penyerang-

polisi-di-poso-ditembak-mati

Halim, D. (2020, April 14). Polri: 4 Terduga Teroris yang Ditangkap di Muna, Sultra, Anggota JAD.

Retrieved from Kompas.com: nasional.kompas.com/read/2020 /04/14/17505491/polri-4-terduga-

teroris-yang-ditangkap-di-muna-sultra-anggota-jad

Junaedi. (2020). Diskusi Online Mitigasi Covid-19 di Lapas High-Risk.

McKernan, B. (2020, Maret 30). Islamic State Prisoners Escape from Syrian Jail after Militant Riot.

Retrieved from theguardian.com: www.theguardian.com/ world/2020/mar/30/islamic-state-

prisoners-escape-from-syrian-jail-after-militants-riot

Meliala, Adrianus. (2020). Diskusi Online Mitigasi Sub-Sistem Peradilan Pidana Terpadu dalam

Menghadapi Kondisi Covid-19.

Putro, Y. H. (2016, Maret 28). Provokasi Kerusuhan Rutan Malabero, Elvis Jadi Tersangka. Retrieved from

liputan6.com: www.liputan6.com/regional/read/ 2468990/provokasi-kerusuhan-rutan-malabero-

elvis-jadi-tersangka

Rosseno, A. M. (2020, April 13). Napi Provokator Kerusuhan Lapas Manado Dipindah ke Nusakambangan.

Retrieved from Tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/1330855/napi-provokator-kerusuhan-

lapas-manado-dipindah-ke-nusakambangan

Sianturi, A. H. (2020, Februari 13). Rusuh di Rutan Kabanjahe, Polisi Amankan 10 Napi Provokator.

Retrieved from beritasatu.com: www.beritasatu.com/nasional/600059/rusuh-di-rutan-kabanjahe-

polisi-amankan-10-napi-provokator.

Sistem Database Pemasyarakatan. http://smslap.ditjenpas.go.id/public/krl/current/monthly. Diakses

pada 21 April 2020.

United Nations Office on Drugs and Crime. (2015). Handbook on Dynamic Security and Prison

Intelligence. New York: United Nation.

Useem, B., & Clayton, O. (2009). Radicalization of U.S. Prisoners. Criminology & Public Policy, 8(3)

Victorian Office of Corrections. (1990). Predicting Major Prison Incidents. Victoria: Victorian Office of

Corrections.

Wood, P. B., & Dunaway, R. G. (1997). An Application of Control Balance Theory in Incarcerated Sex

Offenders. Journal of the Oklahoma Criminal Justice Research Consortium, 4, 1-12.

REFERENSI

PROFIL Center for Detention Studies

Center for Detention Studies (CDS) adalah organisasi non-profit yang

telah berdiri sejak 19 Februari 2009 di Jakarta, Indonesia. CDS terdiri

dari kelompok aktivis hak asasi manusia dan akademisi yang bergerak

di bidang reformasi penjara di Indonesia. Melalui program dan

aktifitas, CDS mendorong perubahan pelaksanaan sistem

pemasyarakatan untuk memperbiki kemampuan institusi dalam

memberikan perlindungan, serta pemenuhan dan penghormatan atas

orang-orang yang dihilangkan kebebasannya. Berbagai penelitian dan

advokasi terkait implementasi dari sistem pemasyarakatan telah

dihasilkan dan menjadi rekomendasi kebijakan.

KONTAK KAMI

Jl. Menteng Raya No. 31, Jakarta Pusat

(021) 31922030

[email protected]

www.cds.or.id

Center for Detention Studies

@CDSIndonesia

Pusat Kajian Penahanan

(6/6)