CVT

11
Trombosis pada saluran vena di otak merupakan penyebab infark serebral yang jarang terjadi, lebih relatif terhadap penyakit arteri, akan tetapi merupakan pertimbangan penting oleh karena morbiditasnya. Pengetahuan mengenai anatomi dari sistem vena sangatlah penting dalam hal unntuk mengevaluasi pasien dengan trombosis vena serebral (CVT), karena gejala yang muncul berhubungan dengan kondisi yang berkaitan dengan lokasi trombosis. Sebagai contoh, infark serebral mungkin terjadi dengan trombosis vena kortikal atau sinus sagitalis. Faktor Risiko Setidaknya 1 faktor risiko dapat diidentifikasi dalam> 85% pasien dengan trombosis vena serebral. Pada International Study on Cerebral Vein and Dural Sinus Thrombosis (ISCVT), tercatat 34% pada trombofilia dan 22% pada trombofilia genetik. Risk Factors for Cerebral Venous Thrombosis Thrombophilia Deficiencies of antithrombin, protein C, and protein S Factor V Leiden mutation Prothrombin gene mutation 20210 Antiphospholipid antibodies Hyperhomocysteinemia Women's health concerns Pregnancy Postpartum state 1

Transcript of CVT

Trombosis pada saluran vena di otak merupakan penyebab infark serebral yang jarang terjadi, lebih relatif terhadap penyakit arteri, akan tetapi merupakan pertimbangan penting oleh karena morbiditasnya

Trombosis pada saluran vena di otak merupakan penyebab infark serebral yang jarang terjadi, lebih relatif terhadap penyakit arteri, akan tetapi merupakan pertimbangan penting oleh karena morbiditasnya. Pengetahuan mengenai anatomi dari sistem vena sangatlah penting dalam hal unntuk mengevaluasi pasien dengan trombosis vena serebral (CVT), karena gejala yang muncul berhubungan dengan kondisi yang berkaitan dengan lokasi trombosis. Sebagai contoh, infark serebral mungkin terjadi dengan trombosis vena kortikal atau sinus sagitalis.Faktor Risiko

Setidaknya 1 faktor risiko dapat diidentifikasi dalam> 85% pasien dengan trombosis vena serebral. Pada International Study on Cerebral Vein and Dural Sinus Thrombosis (ISCVT), tercatat 34% pada trombofilia dan 22% pada trombofilia genetik.Risk Factors for Cerebral Venous Thrombosis

Thrombophilia

Deficiencies of antithrombin, protein C, and protein S

Factor V Leiden mutation

Prothrombin gene mutation 20210

Antiphospholipid antibodies

Hyperhomocysteinemia

Women's health concerns

Pregnancy

Postpartum state

Hormonal contraceptive or replacement therapy

Infection

Localized infections such as otitis, mastoiditis, sinusitis

Meningitis

Systemic infectious disorders

Chronic inflammatory diseases

Vasculitides

Inflammatory bowel disease

Cancer

Hematologic disorders

Polisitemia

Essential thrombocytosis

Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria

Trauma

Cedera kepal

Cedera local pada vena atau sinus otak

Kanulasi vena jugularis

Prosedur bedah saraf

Pungsi lumbal

Syndrome Nefrotik

PatofisiologiDua mekanisme patofisiologi utama yang berkontribusi terhadap gejala klinis dari trombosis vena serebral.

Pertama, trombosis vena serebral atau sinus dapat menyebabkan peningkatan tekanan venular dan kapiler. Sebagai akibat dari tekanan lokal vena yang terus meningkat, mengakibatkan penurunan perfusi serebral sehingga terjadi cedera iskemik dan edema sitotoksik, kerusakan sawar darah otak sehingga menyebabkan edema vasogenik dan pecahnya vena dan kapiler yang berujung pada perdarahan parenkim. Obstruksi pada sinus otak juga dapat menyebabkan menurunnya penyerapan cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal diresorpsi di granulasiones arakhnoidae yang terletak di sinus sagitalis superior. Trombosis sinus otak meningkatkan tekanan vena sehingga mengganggu penyerapan cairan serebrospinal dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Akibatnya, peningkatan tekanan intrakranial memperburuk hipertensi venular dan kapiler dan memberikan kontribusi terhadap perdarahan parenkim serta edema vasogenik dan sitotoksik.Gejala Klinis

Gejala klinis dari trombosis vena serebral dapat sangat bervariasi. Timbulnya gejala dan tanda-tanda dapat akut, subakut maupun kronis. Empat sindrom utama telah dijelaskan: hipertensi intrakranial terisolasi, kelainan neurologis fokal, kejang, dan ensefalopati. Sindrom ini dapat muncul bersamaan atau terpisah tergantung pada luas dan lokasi trombosis vena serebral.

Akibat dari hipertensi intrakranial yang disebabkan oleh trombosis vena serebral yang paling sering muncul adalah sakit kepala. Sakit kepala adalah keluhan yang paling dikeluhkan hingga 90% pada pasien dengan trombosis vena serebral dan digambarkan sebagai onset subakut 64% dari waktu tersebut. Namun, beberapa pasien melaporkan onset akut sakit kepala berat seperti pada perdarahan subarachnoid. Sakit kepala yabg dirasakan dapat lokal atau umum dan dapat memburuk dengan manuver Valsava atau perubahan posisi. Temuan lain dari hipertensi intrakranial adalah papil edema dan keluhan penglihatan. Sakit kepala yang disebabkan oleh trombosis vena serebral sering awalnya didiagnosis sebagai migrain.

Defisit neurologis fokal tercatat pada 44% pasien dengan trombosis vena serebral. Kelemahan motorik termasuk hemiparesis adalah temuan fokus yang paling umum dan mungkin ada hingga 40% dari pasien. Afasia mungkin dapat terjadi akibat dari trombosis pada sinus transversus kiri. Defisit sensorik yang lebih jarang ditemukan.Kejang fokal atau umum, termasuk status epileptikus, tercatat pada 30% - 40% pada pasien dengan trombosis vena serebral. Karena kejang terjadi lebih sering pada jenis stroke, trombosis vena serebral harus dipertimbangkan pada pasien dengan kejang dan temuan fokus lain yang sesuai dengan stroke. Kejang yang ditemukan lebih sering dengan trombosis sinus sagittal dan vena kortikal.Ensefalopati dapat terjadi akibat dari trombosis sinus rektus (sinus tentorial) dan cabang-cabangnya atau pada kasus trombosis vena serebral yang berat dengan edema serebral yang luas, infark vena-vena besar, atau perdarahan parenkim yang menyebabkan herniation. Pada pasien usia lanjut dengan trombosis vena serebral lebih mungkin untuk terjadi perubahan status mental jika dibandingkan dengan pasien usia yang lebih muda.Diagnosis

Trombosis vena serebral harus dipertimbangkan pada pasien usia 50 tahun yang datang dengan sakit kepala akut, subakut maupun kronis dengan karakteristik yang tidak biasa, tanda-tanda hipertensi intrakranial, kelainan neurologis fokal tanpa adanya faktor risiko vaskular, kejang yang baru tejadi atau infark hemoragik terutama jika multipel atau daerah vaskular nonarterial. Karena variasi dari gejala klinis, keterlambatan diagnosis sering terjadi.

Pemeriksaan laboratorium

Meskipun peningkatan nilai D-dimer mendukung diagnosis trombosis vena serebral, nilai D-dimer yang normal tidak cukup untuk mengecualikan diagnosis tersebut pada pasien dengan manifestasi klinis yang kompatibel. Dalam sebuah studi dari 239 pasien yang diduga mengalami trombosis vena serebral, pengujian D-dimer dilakukan pada 98 pasien. Pengujian D-dimer dikaitkan dengan tingkat positif palsu 9% dan tingkat false-negatif 24%.Imaging

Pernyataan ilmiah The American Heart Association (AHA) / American Stroke Association (ASA) 2011 pada diagnosis dan manajemen trombosis vena serebral merekomendasikan pencitraan dari sistem vena serebral pada pasien dengan dugaan trombosis vena serebral. CT Scan kepala adalah pemeriksaan yang paling sering dilakukan untuk evaluasi pasien dengan sakit kepala yang baru, kelainan neurologis fokal, kejang, atau perubahan status mental. Meskipun CT Scan kepala tanpa kontras dapat mendeteksi diagnosis alternatif atau menunjukkan infark vena atau perdarahan, namun memiliki sensitivitas yang buruk dan menunjukkan tanda-tanda langsung dari trombosis vena serebral hanya pada sepertiga dari pasien. Gambaran trombosis vena serebral pada CT Scan kepala meliputi hiperdensiti di daerah sinus atau vena kortikal (tanda tali) dan filling defect, terutama di sinus sagitalis superior (empty sign ), dalam studi kontras ditingkatkan. CT venography menyajikan metode cepat dan dapat diandalkan untuk mendeteksi trombosis vena serebral, terutama pada pasien dengan kontraindikasi untuk MRI. CT venography memungkinkan untuk diagnosis subakut atau trombosis vena serebral kronis karena dapat mendeteksi kepadatan trombus yang heterogen. CT venography sebanding dengan MR venography untuk diagnosis trombosis vena serebral. Kekhawatiran terhadap paparan radiasi, alergi kontrasvdan kontras nefropati membatasi penggunaan CT venography pada pasien pasien tertentu. MRI kepala dikombinasikan dengan MR venography adalah studi yang paling sensitif untuk mendeteksi trombosis vena serebral dalam fase akut, subakut maupun kronis. Pada keadaan akut, trombosis vena serebral terlihat isointense di jaringan otak gambar T1 dan hypointense gambar T2. Pada fase subakut, trombus muncul hiperintens baik T1 dan T2. Pada tahap kronis, trombus bisa heterogen dengan intensitas variabel relatif terhadap jaringan otak sekitarnya. Pada T2, trombus dapat langsung divisualisasikan dalam pembuluh darah otak dan sinus dural dan muncul sebagai daerah hypointense. Lesi parenkim yang berhubungan dengan trombosis vena serebral seperti infark dan perdarahan sering lebih baik divisualisasikan oleh MR. Penambahan kontras pada MR venography membantu dalam varian anatomi untuk membedakan seperti sinus hipoplasia dari trombosis vena serebral. Pernyataan ilmiah AHA / ASA 2011 merekomendasikan MR dengan pencitraan T2 dan MR venography sebagai tes pencitraan pilihan untuk evaluasi dugaan trombosis vena serebral. MRI dengan MR venography lebih intensif secara waktu daripada CT venography dan telah membatasi utilitas pada pasien dengan gangguan ginjal karena kebutuhan kontras gadolinium dan risiko yang terkait fibrosis sistemik nephrogenic. Penatalaksanaan

Terapi fase akut untuk trombosis vena serebral berfokus pada antikoagulasi, manajemen gejala sisa seperti kejang, peningkatan tekanan intrakranial, dan infark vena dan manajemen pencegaha herniasi otak. Kejang dan peningkatan tekanan intrakranial pada pasien dengan trombosis vena serebral memerlukan pendekatan yang mencakup konsultasi dengan neurologi dan bedah saraf. AntikoagulanAlasan pemberian antikoagulan adalah untuk mencegah penyebaran trombus, rekanalisasi sinus dan vena serebral yang tersumbat dan mencegah komplikasi trombosis vena dalam dan emboli paru. Antikoagulan telah menjadi kontroversi untuk pengobatan trombosis vena serebral karena kecenderungan untuk infark vena menjadi perdarahan, bahkan sebelum antikoagulan telah diberikan. Antikoagulan telah menimbulkan perhatian khusus pada pasien trombosis vena serebral yang mengalami infark hemoragik. Dalam percobaan terkontrol, tidak ada perdarahan otak baru atau perpanjangan perdarahan muncul sebelum terapi yang diamati. Pengamatan ini mendukung hipotesis bahwa peningkatan obstruksi aliran vena dengan antikoagulan menurunkan tekanan venular dan kapiler dan mengurangi risiko perdarahan lebih lanjut. Berdasarkan dari studi randomizes, uji coba terkontrol dan studi observasional, antikoagulan direkomendasikan sebagai aman dan efektif untuk pengobatan trombosis vena serebral dengan atau tanpa perdarahan intrakranial. Antikoagulan segera diberikan baik dengan heparin intravena atau subkutan dengan diberikan lowmolecular weight heparin sebagai jembatan untuk antikoagulan oral dengan antagonis vitamin K. FibrinolisisMeskipun sebagian besar pasien sembuh dengan terapi antikoagulan, sebagian kecil pasien dengan trombosis vena serebral memiliki hasil yang buruk meskipun menggunakan antikoagulan. Terapi Catheter-directed fibrinolytic, dengan atau tanpa gangguan trombus, telah dipertimbangkan untuk pasien yang memiliki trombosis vena serebral yang luas atau yang secara klinis memburuk meskipun diberikan antikoagulan. Intervensi bedahThrombectomy dicadangkan untuk keadaan tertentu di mana kerusakan dengan klinis yang berat terjadi walaupun sudah diberikan terapi medis secara maksimal. Pada pasien dengan trombosis vena serebral dan lesi parenkim besar menyebabkan yang herniasi, operasi dekompresi, seperti craniectomy atau hematoma evakuasi, telah dikaitkan dengan hasil klinis yang lebih baik

Prognosis

Dalam meta-analisis dari 1180 pasien dengan trombosis vena serebral, angka kematian dalam 30 hari rata-rata adalah 5,6%. Penyebab utama kematian selama fase akut trombosis vena serebral adalah herniasi transtentorial, paling sering dari perdarahan vena besar. Meskipun sebagian besar pasien memiliki pemulihan sempurna atau parsial, 10% ditemukan memiliki defisit neurologis permanen pada 12 bulan follow up. Rekanalisasi terjadi dalam beberapa bulan pertama setelah trombosis vena serebral (84% dari pasien dengan 3 bulan) dan terbatas setelahnya. Kambuhnya trombosis vena serebral jarang (2,8%). Namun, pasien dengan trombosis vena serebral memiliki peningkatan insiden tromboemboli vena, termasuk deep vein thrombosis dan emboli paru, mayoritas yang terjadi dalam tahun pertama. PAGE 7