Cukai Plastik: Solusi Indonesia Darurat Sampah Plastik? · pemanasan suhu tinggi supaya bisa diurai...

16
Vol. IV, Edisi 2, Februari 2019 Urgensi dan Kendala B20 di Indonesia p. 7 Cukai Plastik: Solusi Indonesia Darurat Sampah Plastik? p. 3 ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Kemiskinan Turun, Apa Langkah Selanjutnya? p. 11

Transcript of Cukai Plastik: Solusi Indonesia Darurat Sampah Plastik? · pemanasan suhu tinggi supaya bisa diurai...

Vol. IV, Edisi 2, Februari 2019

Urgensi dan Kendala B20 di Indonesia

p. 7

Cukai Plastik: Solusi Indonesia Darurat Sampah Plastik?

p. 3

ISO 9001:2015Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685

Kemiskinan Turun, Apa Langkah Selanjutnya?

p. 11

2 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

Urgensi dan Kendala B20 di Indonesiap.7

B20 adalah jenis bahan bakar hasil pencampuran minyak bumi (petroleum diesel) 80 persen dan FAME (Fatty Acid Methyl Ester) sebanyak 20 persen. B20 diharapkan dapat mengganti BBM, mengurangi impor BBM, dan menyerap hasil olahan minyak kelapa sawit di dalam negeri. Namun, terdapat beberapa kendala agar B20 dapat dijalankan di Indonesia.

Kemiskinan Turun, Apa Langkah Selanjutnya? p.11

TURUNNYA angka kemiskinan secara nasional merupakan prestasi besar, mengingat semenjak krisis ekonomi tahun 1998, baru kali ini Indonesia mencapai angka kemiskinan serendah ini. Namun jika penurunan ini dipahami lebih tajam maka dapat melahirkan langkah yang efektif demi pengentasan kemiskinan lebih optimal.

Cukai Plastik: Solusi Indonesia Darurat Sampah Plastik?

[email protected]

p.3

Kritik/Saran

Dewan RedaksiRedaktur

DahiriRatna Christianingrum

Martha CarolinaRendy Alvaro

EditorAde Nurul Aida

Marihot Nasution

INDONESIA memiliki masalah serius dengan sampah plastik. Cukai plastik dinilai menjadi salah satu solusi untuk mengatasi sampah plastik. Namun, cukai plastik juga mengundang polemik. Kementerian Perindustrian dan kalangan pengusaha menilai pengenaan cukai plastik akan menambah biaya produksi dan berdampak pada meningkatnya harga jual yang nantinya dapat meningkatkan pengangguran dan memicu inflasi. Sementara itu, Kementerian Keuangan berpendapat cukai plastik selain dapat mengurangi penggunaan kantong plastik, cukai plastik dapat menjadi objek pajak baru guna meningkatkan penerimaan negara.

Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,

M.Si.Pemimpin Redaksi

Dwi Resti Pratiwi

3Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

Cukai Plastik: Solusi Indonesia Darurat Sampah Plastik?

oleh Jesly Yuriaty Panjaitan*)

Penggunaan plastik di Indonesia telah berkembang dengan sangat pesat. Jumlah sampah plastik di

Indonesia pada tahun 2019 mencapai 68 juta ton. Indonesia menghasilkan sampah kantong plastik sebanyak 10,95 juta lembar/tahun/100 gerai (Ekawati, 2016). Tak heran, Indonesia mendapat peringkat kedua di dunia sebagai penghasil sampah plastik ke laut setelah Tiongkok (Jambeck, 2015). Selain itu, pada 19 November tahun 2018 lalu terdapat bangkai paus jenis Physeter Macrocephalus dengan panjang 9,5 meter ditemukan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara dimana di perutnya terdapat 5,9 kilogram sampah dengan dominan sampah plastik (Merdeka.com, 2018). Ironisnya, lokasi kematian paus tersebut berada di kawasan konservasi Taman Nasional Perairan Wakatobi yang seharusnya menjadi wilayah aman bagi biota laut dan merupakan salah satu destinasi prioritas pariwisata nasional. Sehingga dapat dikatakan saat ini Indonesia mengalami darurat sampah plastik.

Darurat sampah plastik juga sudah diungkapkan pada beberapa penelitian yang terangkum dalam Kompas, 2018. Pertama, Riset Universitas Padjajaran (Unpad) (2017) menyimpulkan kawasan yang tercemar mikroplastik rata-rata dekat dengan sebaran konsentrasi permukiman penduduk. Kedua, Riset Unpad (2016) menyimpulkan pencemaran mikroplastik di Bunaken,

Laut Sulawesi dan Laut Banda sampai dengan 50.000-60.000 partikel per km2. Ketiga, Riset Universitas Hasanuddin (2015), temuan cemaran mikro plastik di saluran pencernaan ikan dan kerang di tempat pelelangan ikan terbesar di Makasar.

Dampak penggunaan plastik lebih banyak mengarah pada dampak eksternalitas negatif daripada eksternalitas positif. Penggunaan produk plastik berbanding lurus dengan dampak negatif yang ditimbulkan. Mulai banyaknya sampah hingga kandungan zat beracun berbahaya dalam zat pewarna plastik seperti Bisphenol A (BPA) hingga perubahan iklim dan pemanasan global. Dewan Nasional Perubahan Iklim menegaskan bahwa timbunan sampah ternyata menjadi penyebab terjadinya perubahan iklim pada urutan kedua setelah kerusakan hutan (National Geographic, 2011).

Banyak upaya yang dilakukan baik dari peneliti, pemerintah maupun produsen plastik untuk mengatasi sampah plastik. Upaya yang dilakukan produsen plastik yaitu menambah zat aditif atau mengganti zat yang ramah lingkungan seperti tapioka. Namun, penghancuran jenis plastik tersebut juga membutuhkan pemanasan suhu tinggi supaya bisa diurai sempurna. Jika tidak dibakar suhu tinggi, sampah plastik tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk diurai dan pembakaran plastik juga

AbstrakIndonesia memiliki masalah serius dengan sampah plastik. Cukai plastik

dinilai menjadi salah satu solusi untuk mengatasi sampah plastik. Namun, cukai plastik juga mengundang polemik. Kementerian Perindustrian dan kalangan pengusaha menilai pengenaan cukai plastik akan menambah biaya produksi dan berdampak pada meningkatnya harga jual yang nantinya dapat meningkatkan pengangguran dan memicu inflasi. Sementara itu, Kementerian Keuangan berpendapat cukai plastik selain dapat mengurangi penggunaan kantong plastik, juga dapat menjadi objek pajak baru guna meningkatkan penerimaan negara.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

primer

4 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

menimbulkan pencemaran udara. Plastik dari tapioka, misalnya, membutuhkan 10-12 bulan untuk terurai di tanah dan itu pun tergantung kondisi tanah. Jika plastik itu tidak ditimbun di dalam tanah, plastik itu akan sama saja seperi plastik lainnya yang susah terurai. Hal ini tentunya membutuhkan waktu untuk memilah dan sumber daya yang tidak sedikit.

Upaya yang dilakukan para peneliti untuk memanfaatkan sampah plastik menjadi barang berdaya guna, misalnya aspal dan bahan bakar minyak melalui rancangan reaktor pirolisis (Gatra, 2018). Namun efektivitasnya perlu dikaji lebih lanjut karena 200 gram bungkus mie instan hanya menghasilkan 120 ml minyak dan hanya mengganti minyak tanah bukan bensin atau solar, sementara minyak tanah sudah jarang digunakan. Pemerintah perlu mendukung penelitian lain dan menguji efektivitas dan efisiensi dari hasil penelitan para peneliti tersebut sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Upaya yang dilakukan pemerintah seperti pemerintah daerah di Balikpapan, Bali, Bogor, dan Banjarmasin sudah menerapkan pelarangan kantong plastik diedarkan di pusat perbelanjaan. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan entitas lain juga pernah menerapkan kebijakan plastik berbayar yang diujicobakan di 23 kota selama 7 bulan di 2016. Namun, kebijakan tersebut dianggap kurang efektif karena tidak mempunyai dasar hukum kuat, yang hanya berdasarkan pada Surat Edaran Menteri KLHK. Survey YLKI menegaskan tidak jelasnya pengelolaan dana hasil penjualan kantong plastik (YLKI, 2016). Kantong plastik berbayar tidak masuk ke penerimaan negara, tetapi masuk ke pendapatan perusahaan ritel dan dialokasikan ke dalam bentuk corporate social responsibility. Namun, tidak ada pengawasan dari pemerintah terkait dana yang terkumpul tersebut. Upaya lain yang dapat dilakukan pemerintah yaitu menerapkan cukai plastik.

Cukai Plastik Sebagai Salah Satu Solusi

Konsep cukai mirip dengan konsep sin tax (pajak dosa) atau pigouvian tax (pajak eksternalitas negatif) atau earmarked tax (pajak yang dikenai langsung dialokasikan untuk manfaat lain). Konsep karakteristik cukai, menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 Tentang Tentang Cukai, antara lain konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat/lingkungan hidup yang memberikan dampak negatif pada lingkungan serta pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Selama ini, Barang Kena Cukai (BKC) hanya diterapkan pada 3 jenis barang yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia masih jauh dari negara lain, Singapura misalnya terdapat 33 jenis BKC. Untuk itulah, pemerintah dapat memperluas objek BKC, melalui cukai plastik. Denmark merupakan negara pertama yang memberlakukan pengenaan pajak untuk kantong plastik atau “The Danish Tax” pada tahun 1994. Akibatnya, memang akan memengaruhi pendapatan perusahaan penjual kantong plastik tetapi penggunaan plastik dapat dikurangi.

Wacana cukai plastik bukanlah ide baru, karena pada 2017 sudah ditargetkan di APBN sebesar Rp1 triliun. Di APBN 2018, target cukai plastik hanya pada kantong plastik sebesar Rp500 miliar dan kebijakan ini belum juga diterapkan. Sementara, di APBN 2019, cukai plastik tak hanya kantong plastik tetapi juga botol dan kemasan plastik. Namun, tidak secara spesifik dicantumkan seberapa besar angka targetnya.

Maju mundur kebijakan cukai plastik ini menyebabkan terjadinya polemik. Pengenaan cukai plastik bagaikan dua sisi mata uang. Satu sisi, bagi Kementerian Keuangan, penerapan

5Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

cukai plastik diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pemerintah sekaligus mengontrol dampak negatif dari sampah plastik. Keberadaan cukai plastik dinilai penting untuk menjaga kelestarian lingkungan dari dampak yang ditimbulkannya. Cukai bisa sangat efektif ketika dirancang dengan tepat dan dikenakan pada pencemar atau kegiatan yang merusak lingkungan, dan ditetapkan pada tingkat yang memadai. Pendapatan yang dihasilkan dapat digunakan untuk konsolidasi fiskal atau mengurangi tarif pajak lainnya (OECD, 2011).

Sisi lain, bagi Kementerian Perindustrian dan kalangan pengusaha, cukai plastik dapat menurunkan daya saing produk dalam negeri. Saat ini, impor biji plastik masih ada karena produk domestik tidak dapat memenuhi permintaan domestik. Cukai plastik berpotensi untuk menambah biaya produksi dan harga jual. Akibatnya, penerapan cukai plastik berpotensi mengurangi penerimaan negara dari sektor PPh dan PPN.

Jika diterapkan, penerapan cukai plastik dapat berkaca dari penggunaan cukai alkohol atau cukai hasil tembakau. Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai pasal 66 A, daerah

penghasil cukai hasil tembakau menerima sebesar 2 persen yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal. Kemudian, dibagi dengan komposisi 30 persen untuk provinsi penghasil, 40 persen untuk kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30 persen untuk kabupaten/kota lainnya.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam desain kebijakan cukai plastik: pertama, produk plastik yang dikenai cukai. Apakah cukai plastik hanya pada produk yang menggunakan kemasan, kantong dan kantong plastik seperti tercantum pada APBN 2019? Kedua, desain tarif. Apakah pengenaan cukai akan mengacu pada tarif yang spesifik misalkan timbangan, jumlah, dan sebagainya atau sifatnya persentase dari suatu nilai/harga? Ketiga, bagaimana mekanisme administrasi pemungutan cukai plastik. Kebijakan cukai plastik tidak bisa hanya dilihat dari keuntungan atau kerugian finansial yang diperoleh industri saja, namun juga perlu menilai manfaat kelestarian lingkungan bagi hajat hidup masyarakat.

Tabel 1. Kebijakan Penggunaan Kantong Plastik di Beberapa Negara

Sumber: berbagai sumber diolah

Negara/Kota

Tahun Penerapan Tarif Keterangan

Wales 2011 5 pence Pemakaian kantong plastik berkurang 96 persen pada Juli 2012

Skotlandia 2016 5 pence Pemakaian kantong plastik berkurang 650 juta

Irlandia Utara 2013 5 pence Pemakaian kantong plastik berkurang 71 persen pada tahun pertama

Irlandia2002 15 euro-cent Pemakaian kantong plastik berkurang 90 persen, pendapatan dari cukai

plastik masuk ke dana lingkungan2011 22 euro-cent

Denmark 2003 51-90 cents Pemakaian kantong plastik berkurang 66 persen

Prancis 2001 10 euros/kg Berkurang dari 10,5 pada tahun 2002 miliar menjadi 1,5 miliar di tahun 2009. Januari 2007 melarang penggunaan kantong plastik.

Hongkong 2009 8 cents Pemakaian kantong plastik berkurang 75 persen pada tahun 2013

RekomendasiHasil dari penerapan cukai plastik sebaiknya dialokasikan untuk pelestarian lingkungan di Indonesia, khususnya dalam rangka menanggulangi sampah plastik. Penerapannya dapat mengikuti DBH tembakau atau alkohol. Cukai

6 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

Daftar Pustaka

Akhmad Solikin. 2016. Antara Program Kantong Plastik Berbayar Dan Pengenaan Cukai Kemasan Plastik. Diakses dari https://www.kemenkeu.go.id/Media/4364/Antara-Program-Kantong-Plastik-Berbayar-Dan-Pengenaan-Cukai-Kemasan-Plastik.pdf pada 1 Februari 2019.

Kompas.com. 2018. Benarkah Bioplastik Ampuh Perangi Pencemaran Plastik? Diakses dari https://sains.kompas.com/read/2018/11/21/203300123/benarkah-bioplastik-ampuh-perangi-pencemaran-plastik- pada 1 Februari 2019.

Gatra. 2018. Mengubah plastik menjadi BBM dan Aspal. Volume 5/XXV, 29 November-5 Desember 2018.

Jambeck, Jenna R., et al. 2015. Marine Pollution: Plastic Wastee Inputs from Land into the Ocean. Science Journal 13 Feb 2015: Vol 347, Issue 6223, pp 768-771

Kompas. 2018. Beragam Upaya untuk Hadirkan Kebijakan dan Regulasi Mengatasi Sampah. Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2018/11/22/19304711/beragam-upaya-untuk-hadirkan-kebijakan-dan-regulasi-mengatasi-sampah pada 1 Februari 2019.

Kristiaji, Bawono. 2016. Urgensi Pigouvian Tax untuk Indonesia. Diakses dari https://news.ddtc.co.id/analisis-urgensi-pigouvian-tax-untuk-indonesia-6662, pada 1 Februari 2019.

Merdeka.com. 2018. Ikan Paus Mati Terdampar Di Wakatobi, Perutnya Dipenuhi 5,9 Kg Sampah. Diakses dari

https://Www.Merdeka.Com/Peristiwa/Ikan-Paus-Mati-Terdampar-Di-Wakatobi-Perutnya-Dipenuhi-59-Kg-Sampah.html pada 3 Februari 2019.

National Geographic. 2011. Sampah Picu Perubahan Iklim. Diakses dari http://rn.nationalgeographic.co.id/lihat/bcrita/2269/ sampah-picu-perubahan-iklim pada 1 Februari 2019.

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Purwoko. 2012. Analisis Efektivitas Pengenaan Cukai atas Produk Kantong Plastik dan Dampaknya terhadap Perekonomian. Kajian Ekonomi Keuangan. Badan Kebijakan Fiskal ISSN 1410-3249

Ekawati, Sulistya. 2016. Mengkritisi Kebijakan Penanganan Kantong Plastik di Indonesia. Policy Brief Vol. 10 No. 6/2016. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai.

Setyawan, Budhi. 2018. Cukai Dan Masa Depan Lingkungan. Warta Fiskal Edisi 1/2018 Badan Kebijakan Fiskal

YLKI. 2016. Hasil Survei: Efektivitas Uji Coba Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Pada Ritel Modern. Diakses dari http://Ylki.Or.Id/2016/04/Hasil-Survei-Efektivitas-Uji-Coba-Kebijakan-Kantong-Plastik-Berbayar pada-Ritel-Modern/ pada 2 Februari 2019.

plastik dapat diterapkan dengan bekerjasama oleh pemerintah daerah dengan membuat program-program yang terkait langsung dengan pengelolaan sampah plastik di daerahnya. Pemerintah juga perlu memberikan insentif dan disinsentif dalam rangka mengubah perilaku masyarakat. Pemerintah perlu melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, swasta dan kerjasama yang baik antar kementerian dan lembaga untuk mengatasi persoalan sampah.

7Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

Berdasarkan kontribusi PDB, perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang

sangat berpengaruh terhadap PDB. Kinerja ekspor sektor perkebunan kelapa sawit juga mengalami peningkatan di mana pada tahun 2016-2017 meningkat 25,8 persen dari 25,9 juta ton meningkat menjadi 30,9 juta ton atau senilai USD18,2 miliar (Rp241,9 triliun) menjadi USD22,9 miliar (Rp307,4 triliun). Berdasarkan capaian tersebut, maka Indonesia menjadi negara produsen dan eksportir CPO minyak kelapa sawit lainnya pertama di dunia. Total ekspor minyak kelapa sawit cenderung meningkat kecuali pada tahun 2016 mengalami penurunan. Pada tahun 2013, ekspor kelapa sawit mencapai 22,22 ton dengan harga sekitar USD16. miliar. Peningkatan ekspor berkisar

antara 9,44 sampai 16,06 persen setahun, kecuali pada tahun 2016 mengalami penurunan sekitar 14 persen (Gambar 1).

Berdasarkan nilai ekspor tersebut, Indonesia sebenarnya dapat mengembangkan hasil kelapa sawit menjadi FAME (Fatty Acid Methyl Ester) yang dapat disebut Bahan Bakar Nabati (BBN). B20 merupakan hasil pencampuran minyak bumi (petroleum diesel) 80 persen dan FAME sebanyak 20 persen. Sedangkan B100 adalah BBM dengan BBN 100 persen, dan B0 adalah BBM tanpa pencampuran BBN.

Selain kontribusi perkebunan kelapa sawit untuk PDB, B20 juga dapat membantu menurunkan ketergantungan masyarakat dengan bahan bakar fosil. Berdasarkan paparan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) (KESDM), BBN dapat memberikan dampak positif terhadap penghematan devisa negara dari impor solar. Dalam empat bulan, kebijakan masif untuk berbagai sektor tersebut mampu menghemat sebesar USD937,84 juta sejak September tahun 2018 lalu.

Di sisi lain, defisit migas merupakan salah satu faktor utama yang membuat neraca dagang jeblok. Meski nilai neraca non migas selalu surplus namun angkanya akan tergerus oleh defisit migas yang nilainya selalu

Urgensi dan Kendala B20 di Indonesiaoleh

Rastri Paramita*)Fadila Puti Lenggo Geni**)

AbstrakB20 adalah jenis bahan bakar hasil pencampuran minyak bumi (petroleum

diesel) 80 persen dan FAME (Fatty Acid Methyl Ester) sebanyak 20 persen. B20 diharapkan dapat mengganti BBM, mengurangi impor BBM, dan menyerap hasil olahan minyak kelapa sawit di dalam negeri. Namun, terdapat beberapa kendala agar B20 dapat dijalankan di Indonesia.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

sekunder

Gambar 1. Ekspor Minyak Kelapa Sawit dan Harganya

Sumber: BPS, diolah

8 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

berfluktuasi. Sejak tahun 2011, defisit migas cenderung naik setiap tahunnya. Meskipun terdapat penurunan di tahun 2015 dan tahun 2016 namun nilainya tetap tinggi.

Terdapat beberapa permasalahan dalam menerapkan B20. Praktik pengembangan lahan kelapa sawit dinyatakan sebagai tindakan deforestasi dan menyebabkan tingginya emisi gas rumah kaca. Hal ini membuat Uni Eropa sempat menghentikan impor minyak kelapa sawit dari Indonesia pada tahun 2015. Meskipun pada tahun 2017 awal, Uni Eropa mulai mengimpor minyak kelapa sawit kembali dan menunda pelarangan impor pada untuk tahun 2030, Indonesia tetap harus membuktikan bahwa pengembangan lahan kelapa sawit tidak akan merusak lingkungan.

Peraturan Perundangan Terkait Kebijakan B20

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Peraturan Presiden ini mengatur tentang penghimpunan dana yang ditujukan untuk mendorong pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan (Pasal 2 ayat 1). Namun, ada beberapa perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan

pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia (SDM), penelitian dan pengembangan, peremajaan, sarana perkebunan kelapa sawit dan penggunaan dana perkebunan kelapa sawit untuk kepentingan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel serta untuk mengefektifkan pelaksanaan tugas komite pengarah, maka dibentuklah Peraturan Presiden baru yaitu Perpres No. 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Tindak lanjut atas Perpres No. 61 Tahun 2015 tersebut, maka sejak tanggal 1 Juli 2015, diadakan pungutan atas ekspor produk kelapa sawit dan turunannya. Semua tarif yang dipungut bersifat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU). Meskipun dari 2015 hingga sekarang penerimaan pungutan BLU nilainya berfluktuatif karena adanya pengaruh dari harga CPO di dunia internasional.

Menteri ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri No. 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk menindaklanjuti Perpres tersebut. Peraturan Menteri No. 41 Tahun 2018 ini diundangkan tanggal 24 Agustus 2018 dan mewajibkan Badan Usaha BBM (BU BBM) agar BBN jenis biodiesel dicampurkan ke BBM jenis solar. Oleh karena itu B20 mulai diterapkan.

Manfaat B20

Manfaat B20 diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia dengan impor BBM atau bahan bakar fosil dari luar negeri. Menurut KESDM, kebutuhan BBM dalam negeri sebesar 1,3 juta barel per hari (bopd) di tahun 2017. Kebutuhan BBM itu dipenuhi dari produksi minyak mentah dalam

Sumber: SEKI BI, diolah

Gambar 2. Total Defisit Migas

9Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

negeri, impor minyak mentah, dan impor BBM. Untuk produksi minyak mentah sebanyak 525 ribu bopd atau sekitar 59 persen berasal dari dalam negeri.Selain itu, B20 juga dapat terus menjadi landasan agar industri kelapa sawit terus berjalan dengan berkelanjutan, terutama setelah adanya himpunan dana penggunaan dana perkebunan kelapa sawit yang telah diatur dalam Perpres.

Masalah dan Tantangan B20 di Indonesia

Kebijakan B20 resmi diluncurkan pada 31 Agustus 2018 melalui Peraturan Menteri ESDM No. 41 Tahun 2018, Namun hingga saat ini penyaluran B20 belum optimal. Salah satu kasus yang terjadi adalah masalah kapal penyaluran atau distribusi. Sebelumnya sudah di cek kesiapan kapal untuk distribusi. Ternyata, diketahui belakangan bahwa kapal tersebut harus memiliki spesifikasi khusus. Hal tersebut yang belum diantisipasi Kementerian ESDM.

Di samping masalah kapal distribusi, minyak sawit sebagai bahan dasar pencampuran B20 juga mengalami kendala. Kebijakan B20 juga belum mendapat dukungan berupa pasokan minyak sawit. Kementerian ESDM mencatat realisasi penyaluran minyak sawit untuk program B20 belum optimal. Bahkan minyak sawit yang terserap hanya 11 persen dari target yang telah ditentukan tahun 2018. Realisasi penyaluran tersebut baru mencapai 437.980 kiloliter (KL), padahal targetnya 3,9 juta KL. Salah satu kendalanya adalah rantai suplai minyak sawit. Kendala rantai suplai itu membuat badan usaha BBM (BU BBM) kesulitan mendapat pasokan minyak sawit untuk dicampur ke solar.

Berdasarkan data yang dipaparkan Pertamina di DPR akhir September 2018, tercatat 60 TBBM (Terminal BBM) Pertamina telah menerima suplai FAME. Dari jumlah itu, 45 TBBM menerima pasokan langsung dari TBBM utama.

Adapun TBBM utama terdiri dari tujuh titik yakni TBBM Pulau Sambu, Cilacap, Cepu, Tarakan, Berau, Toli-Toli dan Sorong. Selain itu, Pertamina menambah dua lokasi penerima FAME dari badan usaha. Perinciannya, di Balikpapan, Kalimantan Timur dua unit kapal penampungan terapung (Floating Storage and Offloading/ FSO). Kemudian, satu kapal FSO di Kotabaru di Kalimantan Selatan. Jika target 3,9 juta KL bisa terealisasi ada potensi penghematan devisa hingga Rp30,59 triliun. Dengan begitu, tahun 2019 rencananya target penyaluran minyak sawit untuk program B20 meningkat menjadi 6,2 juta KL. Dari jumlah tersebut terdapat potensi penghematan devisa sebesar Rp48,73 triliun. Adapun penghematan devisa itu diperoleh karena penerapan program B20 dapat mengurangi impor solar (Katadata, 2018).

Selain masalah kapal dan pasokan minyak sawit, adanya masalah komunikasi yang tidak lancar antar pemerintah dengan pengguna biodiesel membuat penerapan kebijakan ini makin berat. Banyaknya kesimpangsiuran berita tentang kelemahan B20 membuat beberapa pengusaha menganggap kebijakan B20 adalah kebijakan yang menyulitkan. Padahal pemerintah telah melakukan percobaan untuk melihat dampak B20 terhadap mesin dan ternyata mesin tetap bisa dijalankan dengan baik. Meski untuk mobil lama diperlukan perubahan sedikit di mesin namun tidak signifikan.

Pemerintah juga telah berusaha menerapkan sanksi kepada perusahaan penyalur BBM yang tidak mencampur minyak sawit dan masih menjual B0. Sanksinya berupa denda Rp6.000 per liter hingga pencabutan izin usaha. Namun sanksi ini hingga sekarang masih belum terlaksana dengan tegas. Kendalanya adalah kembali kepada kesalahan distribusi yang belum lancar.

10 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

Daftar Pustaka

Argo Industri. 2017. Tujuh komoditas hasil perkebunan Indonesia. Diakses dari http://www.agroindustri.id/komoditas-unggulan-hasil-perkebunan-indonesia/ pada 23 Januari 2019

Beritasatu.com. 2015. Sofyan: BLU Dana Kelola Sawit Berlaku 1 Juli 2015. Diakses dari https://id.beritasatu.com/macroeconomics/sofyan-blu-dana-kelola-sawit-berlaku-1-juli-2015/119260 pada 31 Januari 2019

Detiknews.com. 2018. Kebijakan Dahsyat Biodiesel B20 yang Dianggap Sesat. Diakses dari https://news.detik.com/kolom/4238215/kebijakan-dahsyat-biodiesel-b20-yang-dianggap-sesat pada 23 Januari 2019

Katadata. 2018. Belitan Masalah di Implementasi Program Biodiesel 20% Diakses dari https://katadata.co.id/telaah/2018/09/28/sekelumit-masalah-hambat-penerapan-program-biodiesel-20 pada 24 Januari 2019

Katadata. 2018. Pertamina Usul Penyalur Minyak Sawit Hanya Satu Badan Usaha. Diakses dari https://katadata.co.id/berita/2018/09/26/pertamina-usul-penyalur-minyak-sawit-hanya-satu-badan-usaha pada 31 Januari 2019

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2019. Kebijakan B20 Hemat Impor Solar Hingga USD 937,84 Juta. Diakses dari https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/kebijakan-b20-hemat-impor-solar-hingga-usd-93784-juta pada 28 Januari 2019

RekomendasiBerdasarkan permasalahan dan kendala yang sudah dipaparkan di atas, maka perlu diperhatikan kesiapan B20 dalam memenuhi kebutuhan pangsa pasar di dalam negeri. Beberapa rekomendasi agar B20 lebih siap dipasarkan di Indonesia, antara lain: pertama, memperbaiki saluran pasokan FAME agar kebijakan B20 dapat dilaksanakan dengan lancar, termasuk kesiapan kapal distribusi, TBBM, dan lain-lain. Kedua, pemerintah harus memberikan penyuluhan tentang kelebihan B20 dan tentang keamanan produk B20 untuk mesin motor agar masyarakat tidak ragu untuk menggunakan B20. Ketiga, pemerintah perlu memberikan sanksi tegas apabila ada kendala yang tidak dievaluasi dengan cepat dan bila ada BU BMM yang tidak menyalurkan B20. Keempat, perlu adanya perlindungan lahan lingkungan untuk pengembangan lahan kelapa sawit terutama jika B20 berhasil, agar tidak ada deforestasi kembali. Kelima, percampuran BBN dengan BBM untuk menjadi B20 seharusnya sudah dilakukan sejak di pemasok. Terakhir, B20 akan sangat berpengaruh terhadap APBN bila hasil kajian efektivitas B20 sebagai bahan bakar telah diketahui baik dan disosialisasikan kepada masyarakat. Hasil B20 dapat menjadi konsumsi massal dalam negeri. Dengan demikian, program substitusi bahan bakar fosil dengan campuran B20 dapat mengintegrasikan hasil olahan kelapa sawit dengan energi terbarukan, sehingga siklus bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan hasil perkebunan kelapa sawit dapat terus dimanfaatkan secara berkelanjutan.

11Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka kemiskinan terbaru untuk periode hingga September

2018. Dari rilis tersebut diketahui bahwa persentase penduduk miskin pada September 2018 sebesar 9,66 persen menurun 0,16 persen terhadap Maret 2018 dan menurun 0,46 persen poin terhadap September 2017. Hal ini merupakan prestasi yang patut diapresiasi bagi Indonesia, mengingat pemerintah menargetkan untuk mencapai angka kemiskinan di level 9 persen di akhir 2019 nanti. Namun beberapa pakar ekonomi berpendapat bahwa turunnya angka kemiskinan tersebut oleh beberapa kalangan dianggap masih semu. Pasalnya

penurunan tersebut lebih disebabkan oleh kebijakan instan pemerintah melalui pemberian bantuan sosial seperti program Kartu Indonesia Pintar dan Program Keluarga Harapan, bukan dari meningkatnya produktivitas masyarakat.

Detail Angka Kemiskinan Indonesia

Angka kemiskinan tersebut masih mengandung banyak makna yang jika dikaji lebih lanjut dan disikapi dengan seksama maka dapat mendorong pencapaian target angka kemiskinan 9 persen. Bersamaan dengan angka kemiskinan, disampaikan pula persentase kemiskinan di perkotaan yang relatif rendah, yakni 6,89 persen,

Kemiskinan Turun, Apa Langkah Selanjutnya?

oleh Marihot Nasution*)

AbstrakTurunnya angka kemiskinan secara nasional merupakan prestasi besar,

mengingat semenjak krisis ekonomi tahun 1998, baru kali ini Indonesia mencapai angka kemiskinan serendah ini. Namun jika penurunan ini dipahami lebih tajam maka dapat melahirkan langkah yang efektif demi pengentasan kemiskinan lebih optimal.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

sekunder

Gambar 1. Persentase Penduduk Miskin di Desa dan Kota, dan Angka Ketimpangan (Gini Ratio)

Sumber: BPS, 2019, data diolah

12 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

sementara di pedesaan masih mencapai 13,1 persen per September 2018. Kedua angka tersebut adalah hasil penurunan dari periode Maret 2018, namun masih mengandung perbedaan yang cukup jauh bagi desa dan kota. Daerah perkotaan lebih optimal dalam mengurangi angka kemiskinan dibanding pedesaan (Gambar 1). Ditambah lagi, angka ketimpangan yang ditunjukkan oleh rasio gini di pedesaan mencapai 0,391, lebih tinggi daripada perkotaan 0,319. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk membangun dari pedesaan masih belum memiliki dampak optimal untuk mengurangi masalah ketimpangan ini karena infrastruktur fisik, sosial, dan ekonomi desa memang belum sebaik perkotaan. Faktor sumber daya manusia dan letak geografis dapat menjadi faktor mengapa penurunan angka kemiskinan di pedesaan tampak lebih sulit dibanding perkotaan. Tentunya faktor tersebut dapat menyulitkan bagi pedesaan untuk mengangkat roda perekonomiannya, mengingat sebagian besar penduduk desa berprofesi sebagai petani/nelayan dan berlatar belakang pendidikan rendah serta akses terhadap pelayanan publik dan pembangunan masih terbatas.

Dilihat dari distribusinya, persentase penduduk miskin terbesar berada di wilayah Kepulauan Maluku dan Papua, yaitu sebesar 20,94 persen. Sedangkan dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berada di Pulau Jawa (13,19 juta orang). Hal ini merupakan masalah klasik karena lemahnya pelayanan publik dan kondisi infrastruktur di Maluku dan Papua. Kondisi ini menyiratkan bahwa pembangunan infrastruktur yang tengah digalakkan pemerintah saat ini belum optimal menyentuh pengentasan kemiskinan di wilayah timur Indonesia. Lebih lanjut mengenai hal ini, masih terdapat 16 provinsi dengan angka kemiskinan di atas rata-rata Indonesia serta terdapat empat provinsi yang mengalami kenaikan persentase penduduk miskin, yaitu

Banten (0,01 persen), Sumatera Selatan (0,02 persen), Kalimantan Timur (0,04 persen), dan Kalimantan Selatan (0,11 persen). Sementara itu, Pulau Jawa yang selalu padat penduduk memiliki sumber daya alam yang makin langka sementara pendidikan separuh tenaga kerjanya adalah SMP ke bawah maka wajar jika penduduk yang ada di Jawa sulit terserap dalam lapangan kerja dan kurang mampu.

Garis kemiskinan pada September 2018 adalah sebesar Rp 410.670,- per kapita per bulan. Sesuai perhitungan BPS bahwa besaran komoditi makanan memiliki kontribusi yang besar pada garis yaitu sebesar 73,54 persen. Artinya, konsumsi komoditi makanan mendominasi kebutuhan orang miskin di Indonesia. Kebutuhan pangan tersebut masih didominasi oleh beras. Bahkan, di pedesaan peranan beras terhadap garis kemiskinan mencapai 25,51 persen, sementara di perkotaan 19,54 persen. Hal ini juga perlu menjadi catatan bagi pemerintah dalam menghadirkan sumber daya pangan yang dapat dijangkau oleh rakyat miskin di seluruh wilayah Indonesia.

Upaya Optimalisasi Pengentasan Kemiskinan

Kinerja dalam pengentasan kemiskinan sebagian besar karena kontribusi dari program pemerintah. Namun seperti disampaikan sebelumnya bahwa pengentasan kemiskinan belum mencapai hasil yang berkualitas dan optimal sehingga masih berupa pencapaian angka nasional semata, sementara persoalan regional masih ada. Pemerintah melalui Kementerian Sosial menyampaikan bahwa program bantuan sosial saat ini berdampak signifikan terhadap turunnya angka kemiskinan. Program tersebut antara lain tercantum di Gambar 2.

Namun banyak kalangan menyatakan bahwa program bantuan sosial tersebut hanyalah kebijakan instan yang tidak menyelesaikan masalah kemiskinan

13Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

secara jangka panjang. Hal ini dapat dimengerti karena kebijakan ini dapat melahirkan masyarakat yang bergantung pada bantuan pemerintah dan kurang mandiri dan produktif. Bukti dari kondisi tersebut tercermin dari hasil evaluasi Program Keluarga Harapan (PKH), dimana masih ada beberapa keluarga pra sejahtera yang belum menjadi Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Sementara itu, keluarga yang sudah berhasil meningkatkan kesejahteraannya masih terus menerima semua program bantuan PKH. Hal ini perlu dievaluasi secara mendetail. Dilihat dari ketepatan sasaran program bantuan sosial, diketahui dari Rencana Kerja Pemerintah 2019 bahwa tahun 2016 sebesar 91,1 persen penduduk 40 persen terbawah yang menerima program pemerintah dan pada tahun 2017 adalah sebesar 95,5 persen. Artinya pemerintah telah mengupayakan agar program tersebut sampai ke tangan yang tepat namun belum optimal.

Kinerja yang belum optimal tersebut justru disertai dengan kenaikan alokasi anggaran. Anggaran PKH yang semula Rp17,4 triliun di 2018 ditingkatkan menjadi Rp34,4 triliun di 2019 meskipun

jumlah sasaran tetap 10 juta jiwa. Pemerintah mensinyalir kenaikan alokasi ini dengan pertimbangan perlu upaya yang serius perbaikan kualitas SDM, terutama menekan gizi buruk, mencegah stunting, dan meningkatkan partisipasi sekolah khususnya SMP dan SMA. Peningkatan anggaran ini perlu diikuti oleh peningkatan efektivitas program. Sementara itu, target di tahun 2019 ini hanya ditetapkan 97 dari persen penduduk 40 persen terbawah yang menerima program pemerintah tersebut bukan 100 persen. Dengan demikian pelaksanaan program bantuan sosial perlu disertai upaya pengawasan dan evaluasi yang optimal sehingga sasaran program dapat tercapai. Upaya pengawasan dan evaluasi ini perlu juga diikuti dengan pembaharuan data secara berkala dan rutin dan juga pemutakhiran data lengkap dengan profil penerima manfaat. Dengan data yang dimiliki pemerintah saat ini, tentunya pemerintah dapat lebih jeli dalam mengetahui kebutuhan penerima manfaat program. Pemutakhiran data sangat diperlukan dalam menjalankan kebijakan tersebut sehingga bantuan sosial disampaikan kepada rakyat miskin yang benar-benar membutuhkan.

Sumber: Rencana Kerja Pemerintah, 2019, diolah

Gambar 2. Program Percepatan Pengurangan Kemiskinan

14 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

Selain itu, dengan beberapa pertimbangan dari profil kemiskinan di Indonesia yang disampaikan sebelumnya, Pemerintah perlu upaya untuk meningkatkan kualitas pengentasan kemiskinan sehingga tidak hanya penurunan angka kemiskinan saja namun mencakup semua aspek kualitas seperti garis kemiskinan yang optimal, ketimpangan yang tipis antara desa dan kota, dan kesetaraan di semua wilayah. Terkait ketidakmerataan kemiskinan di wilayah Indonesia. Hal tersebut perlu diatasi dengan penciptaan lapangan kerja harus dapat menampung mereka seraya mempromosikan lahirnya jiwa dan praktik wirausaha di wilayah yang tingkat kemiskinannya tinggi jika ingin tidak boleh ada satu pun tertinggal. Penciptaan lapangan kerja ini perlu diikuti pemahaman profil keahlian dan latar belakang pendidikan rakyat miskin di wilayah masing-masing. Koordinasi dengan pemerintah daerah tentunya akan sangat berkontribusi pada langkah ini. Langkah ini secara jangka panjang akan berdampak pula pada pengurangan ketimpangan dan peningkatan produktivitas masyarakat. Selain itu, dorongan pemerintah demi berkembangnya UMKM juga perlu demi

penyediaan lapangan kerja.

Perihal peran komoditas pangan yang mendominasi garis kemiskinan maka diperlukan upaya pemerintah untuk menstabilkan harga pangan secara optimal dan seyogyanya diimbangi dengan menjaga pendapatan petani. Stabilitas harga di tingkat produsen, bukan hanya pangan utama, dapat dicapai dengan membangun sistem agribisnis berkesinambungan dari hulu hingga hilir. Dengan pendekatan menyeluruh dan koordinasi dari berbagai pihak terkait, maka hasil yang berkualitas dan berkelanjutan akan diperoleh.

Kemudian terkait tingginya tingkat kemiskinan di pedesaan maka perlu diupayakan diversifikasi ekonomi desa yang dipertajam dengan terus mendampingi desa memanfaatkan dana desa sebaik mungkin, sesuai kebutuhan dan potensi lingkungan desa. Serta menjaga harga hasil pertanian tetap menguntungkan, memperbaiki jalan desa, menyediakan listrik dan air bersih, memastikan akses pada pendidikan dan pelayanan kesehatan, serta inklusi keuangan menjadi keharusan.

RekomendasiBanyak aspek yang perlu diperhatikan dalam rangka mencapai target menurunnya angka kemiskinan. Upaya pengentasan kemiskinan yang berkualitas perlu dilakukan demi tercapainya target mulia angka kemiskinan di angka 9 persen di akhir tahun 2019. Pemerintah perlu mencapai kualitas tersebut dengan melakukan beberapa langkah perbaikan demi pelaksanaan upaya pengentasan kemiskinan yang tepat sasaran. Langkah pertama berupa pengawasan, evaluasi, pembaharuan dan pemutakhiran basis data rakyat miskin atau tepatnya data keluarga penerima manfaat. Pemberian bantuan sosial bagi yang berhak merupakan penanda berhasilnya program tersebut.

Kedua, perlu diupayakan penciptaan lapangan kerja sesuai dengan profil pekerja miskin di wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi, selain dapat disertai upaya pemerataan pelayanan publik. Hal ini diperlukan agar tingkat kemiskinan makin berkurang dan dampaknya dirasakan di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, dorongan pemerintah demi berkembangnya UMKM juga perlu demi penyediaan lapangan kerja.

Ketiga, upaya stabilisasi harga pangan yang diimbangi dengan menjaga

15Buletin APBN Vol. IV. Ed. 02, Feb 2019

Daftar Pustaka

BPS. 2019. Profil Kemiskinan di Indonesia September 2018. Berita Resmi Statistik No. 07/01/Th. XXII, 15 Januari 2019

Hartati, Eni Sri. 2019. Tidak Sekedar Gincu Kemiskinan. Opini, Analisis Ekonomi, Kompas, 22 Januari 2019

Kompas.id. 2019. Menurunkan Angka Kemiskinan. Opini, Tajuk Rencana, Kompas, 21 Januari 2019

Kompas.id. 2019. Program Keluarga Harapan Berpengaruh Signifikan. Kompas, 17 Januari 2019

Kompas.id. 2019. Bantuan Sosial Dorong Kesejahteraan, tetapi Belum Optimal. Kompas, 15 Januari 2019

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2018 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2019: Pemerataan Pembangunan Untuk Pertumbuhan Berkualitas

pendapatan petani perlu diupayakan dengan koordinasi berbagai pihak dengan mengembangkan sistem agribisnis yang berkesinambungan. Mengingat pangan merupakan komoditas yang penting bagi masyarakat miskin saat ini.

Keempat, dengan hadirnya dana desa, maka dapat dipergunakan untuk upaya diversifikasi ekonomi desa agar pendapatan desa tidak hanya bergantung pada komoditas pangan. Hal tersebut tentunya dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi desanya dan tetap menghadirkan pelayanan publik yang lengkap bagi pedesaan.

“Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635

e-mail [email protected]