CRYOSCOPIC KEL5
-
Upload
rosyidah-syafaatur-rohmah -
Category
Documents
-
view
773 -
download
37
Transcript of CRYOSCOPIC KEL5
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA
PERCOBAAN 6
PENENTUAN MASSA MOLEKUL MELALUI METODE PENURUNAN TITIK BEKU (CRYOSCOPIC)
Disusun oleh:
Kelompok 5/Off AA
1. Rosyidah Syafaatur R. (208331413104)
2. Puspa Etra Junisa (208331413100)
3. Elok Muji Rahayu (208331417390)
4. Vanny Mayangsari MNS (208331417400)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
DESEMBER 2010
A. JUDUL
Penentuan Massa Molekul melalui Metode Penurunan Titik Beku
(Cryoscopic)
B. TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini, diharapkan mahasiswa dapat:
1. Menentukan massa molekul zat non elektrolit melalui penurunan titik
beku larutan.
2. Menentukan presentase kesalahan penentuan berat molekul zat non
elektrolit melalui penurunan titik beku larutan.
C. DASAR TEORI, DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Dalam larutan, terdapat beberapa sifat zat yang hanya ditentukan oleh
banyaknya partikel zat terlarut. Oleh karena sifat koligatif larutan ditentukan oleh
banyaknya partikel zat terlarut, maka perlu diketahui tentang konsentrasi larutan.
Molalitas (m)
Molalitas (kemolalan) adalah jumlah mol zat terlarut dalam 1 kg (1000
gram) pelarut. Molalitas didefinisikan dengan persamaan berikut:
Keterangan :
m = molalitas larutan (mol / kg)
n = jumlah mol zat terlarut (g / mol)
P = massa pelarut (g)
Meskipun sifat koligatif melibatkan larutan, sifat koligatif tidak bergantung
pada interaksi antara molekul pelarut dan zat terlarut, tetapi bergatung pada
jumlah zat terlarut yang larut pada suatu larutan. Sifat koligatif terdiri dari
penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan
osmotik. Massa molekul suatu zat bisa ditentukan melalui metode penurunan titik
beku (cryoscopic).
Penurunan titik beku larutan sebanding dengan jumlah partikel zat terlarut
dalam sejumlah tertentu pelarut. Oleh karena itu, jumlah molekul atau ion terlarut
dalam sejumlah yang sama pelarut akan menghasilkan penurunan titik beku
dengan nilai yang sam pula. Berdasarkan hal ini, dapt dikatakan bahwa penurunan
titik beku yang disebabkan oleh satu mol zat non elektrolit adalah sama, tanpa
memperhatikan jenis zat terlarutnya, sepanjang jenis dan pelarutnya sama.
Penurunan titik beku yang diakibatkan oleh satu mol partikel zat terlarut dalam
satu kilogram pelarut disebut penurunan titik beku molal, yang digunakan sebagai
tetapan untuk penentuan berat molekul zat terlarut.
Apabila (g) gram zat terlarut mempunyai berat molekul (M) terlarut dalam
(p) gram pelarut, menghasilkan penurunan titik beku molal Kf, maka massa
molekul zat terlarut tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
M =
Keterangan:
g : gram terlarut
M : berat molekul
P : gram pelarut
△Tf : penurunan titik beku
Kf : tetapan penurunan titik beku molal
Peralatan terdiri dari bejana gelas pendingin berfungsi sebagai bejana
bagian luar, dan ada batang logam agitasi dan nampan logam yang berfungsi
sebagai tempat bejana pendingin. Terdapat sebuah bejana bagian tengah yang
letaknya di tengah yang berfungsi sebagai penyekat agar pendinginan terjadi
secara tidak langsung terhadap bejana bagian dalam dan bejana bagian tengah,
berfungsi agar proses pendinginan terjadi secara perlahan. Dalam bejana bagian
dalam ditempatkan thermometer Beckmann, dan terdapat lubang samping untuk
memasukkan spesimen. Terdapat juga batang agitator bejana bagian dalam yang
berupa kaca yang ditempatkan dalam bejana bagian dalam. Komponen lain adalah
thermometer yang terletak pada bejana bagian luar sebagai perangkat tambahan,
pipet pelarut, dan sifon ( alat untuk menyesuaikan ketinggian cairan pendingin).
DATA PENGAMATAN
1. Pengukuran Titik Beku Pelarut
Massa gelas kimia + tabung reaksi + tutup = 197,72 g
Massa gelas kimia + tabung reaksi + tutup + pelarut (air) 25 mL = 221,99 g
Massa pelarut = 221,99 g – 197,72 g = 24,27 g
Tabel 1.1. Hubungan antara suhu dan waktu pada pendinginan pelarut
Waktu (menit) Suhu (ᵒC)
1 5,0
2 4,5
3 4,1
4 2,9
5 1,0
6 0,5
7 0,6
8 0,6
9 0,6
10 0,6
2. Pengukuran Titik Beku Larutan
Massa bejana + zat terlarut = 223,499 g
Massa bejana + pelarut = 221,999
Massa zat terlrut urea, CO(NH2)2= 1,5 g
Tabel 1.2. Hubungan antara suhu dan waktu pada pendinginan larutan
Waktu (menit) Suhu (ᵒC)
1 -1,5
2 -2
3 -2,3
4 -2,8
5 -3,2
6 -4
7 -3
8 -3
9 -3
10 -2
ANALISIS DATA
1. Penentuan titik beku larutan terhadap pelarut (∆Tf)
Titik beku pelarut (Tf pelarut) = 0,5ºC
Titik beku larutan (Tf larutan)= -4ºC
∆Tf = Tf pelarut- Tf larutan = 0,5ºC- (-4ºC) = 4,5 ºC
2. Penentuan Berat molekul (M)
M =
M = 25,5
M = 26
3. Persentase kesalahan relative
%E = 56,7%
PEMBAHASAN
Penurunan titik beku adalah salah satu dari sifat koligatif larutan, yang
berarti perubahan titik beku hanya bergantung pada jumlah partikel terlarut dalam
larutan. Penurunan titik beku tidak mempedulikan jenis partikel melainkan hanya
berkaitan dengan berapa jumlah partikel yang ada. Karena itu, pengukuran
perubahan titik beku antara pelarut murni, dan pelarut dengan jumlah yang
diketahui zat di dalamnya memberikan nilai yang akurat, dan absolut, jumlah
molekul terlarut dalam larutan. Mengetahui massa zat terlarut dan titik beku
pelarut murni menyediakan informasi yang cukup untuk secara akurat menghitung
Molekul per satuan massa zat terlarut.
Dalam percobaan ini digunakan air sebagai pelarut dan urea sebagai zat
terlarut. Massa molekul urea bisa diketrahui dengan mengukur titik beku urea dan
titik beku air. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa titik beku pelarut adalah
0,5ᵒC dan titik beku larutan sebesar -4ºC. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
∆Tf = Tf pelarut- Tf larutan = 0,5ºC- (-4ºC) = 4,5 ºC. Dari hasil perhitungan
diperoleh massa molekul urea 26. Hal ini berbeda jauh dengan massa molekul
urea yang sebenarnya, 60. Perbedaan yang cukup besar ini menunjukkan bahwa
percobaan yang dilakukan kurang akurat. Persentase kesalahan 56,7% ini
disebabkan oleh kerusakan alat yang digunakan. Alat yang digunakan tidak
berfungsi dengan baik sehingga percobaan yang dilakukan tidak bisa memperoleh
hasil yang maksimal.
D. TEORI YANG MENDUKUNG AGAR TUJUAN TERCAPAI DAN
PENERAPAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Teknologi pembekuan makanan adalah teknologi mengawetkan makanan
dengan menurunkan temperaturnya hingga di bawah titik beku air. Hal ini
berlawanan dengan pemrosesan termal, di mana makanan dipaparkan ke
temperatur tinggi dan memicu tegangan termal terhadap makanan, dapat
mengakibatkan hilangnya nutrisi, perubahan rasa, tekstur, dan sebagainya, atau
pemrosesan kimia dan fermentasi yang dapat mengubah sifat fisik dan kimia
makanan. Makanan beku umumnya tidak mengalami hal itu semua; membekukan
makanan cenderung menjaga kesegaran makanan. Makanan beku menjadi favorit
konsumen melebihi makanan kaleng atau makanan kering, terutama di sektor
hasil peternakan (daging dan produk susu), buah-buahan, dan sayur-sayuran.
Hampir semua jenis bahan makanan dapat dibekukan (bahan mentah,
setengah jadi, hingga makanan siap konsumsi) dengan tujuan pengawetan. Proses
pembekuan makanan melibatkan pemindahan panas dari produk makanan. Hal ini
akan menyebabkan membekunya kadar air di dalam makanan dan menyebabkan
berkurangnya aktivitas air di dalamnya. Menurunnya temperatur dan
menghilangnya ketersediaan air menjadi penghambat utama pertumbuhan
mikroorganisme dan aktivitas enzim di dalam produk makanan, menyebabkan
makanan menjadi lebih awet dan tidak mudah membusuk. Keunggulan dari teknik
pembekuan makanan adalah semua hal tersebut dapat dicapai dengan
mempertahankan kualitas makanan seperti nilai nutrisi, sifat organoleptik, dan
sebagainya.
Teknik pembekuan makanan sudah dikenal sejak lama sekali, sedangkan
teknik pembekuan dengan campuran garam-es diperkenalkan pada tahun 1800an
di dua tempat, yaitu di Inggris (oleh H. Benjamin di tahun 1842) dan di Amerika
Serikat (oleh Enoch Piper pada tahun 1861) yang keduanya memanfaatkannya
untuk mendinginkan ikan. Komersialisasi teknik pembekuan makanan baru
dimulai di akhir abad ke 19 ketika alat pendingin mekanis, yang saat ini disebut
dengan lemari es, ditemukan. Dan di pertengahan abad ke 20, makanan beku
mulai ikut bersaing dengan makanan kalengan dan makanan kering (Desrosier dan
Desrosier, 1982).
Ketika makanan dipaparkan ke temperatur dingin, produk makanan tersebut
akan kehilangan panas akibat laju pindah panas yang terjadi dari makanan ke
medium bertemperatur rendah di sekitarnya. Permukaan makanan akan
mengalami penurunan temperatur lebih cepat dibandingkan dengan bagian
dalamnya.
Ketika temperatur produk makanan diturunkan hingga di bawah titik beku air,
air mulai membentuk kristal es. Pembentukan kristal es dapat disebabkan oleh
kombinasi molekul-molekul air yang disebut dengan nukleasi homogenik, atau
pembentukan inti di sekitar partikel tersuspensi yang dikenal dengan nama
nukleasi heterogen (Fellows, 2000). Nukleasi homogen terjadi dalam kondisi di
mana zat terbebas dari zat pengotor yang pada umumnya berperan sebagai inti
ketika terjadi proses pembekuan. Nukleasi heterogen terjadi ketika molekul-
molekul air bersatu dengan agen nukleasi seperti benda asing, zat tak terlarut, atau
bahkan dinding pembungkus (Sahagian dan Goff, 1996). Nukleasi heterogen
adalah tipe yang umum terjadi dalam proses pembekuan makanan.
Tipe ketiga dari proses nukleasi, yang disebut dengan pembentukan inti
sekunder, terbentuk ketika kristal-kristal membelah. Tipe kristalisasi ini
memberikan ukuran kristal yang seragam, dan umum terjadi pada proses
pembekuan makanan cair (Franks, 1987).
Umumnya, dalam proses pembekuan makanan, temperatur berkurang mulai
dari temperatur awal di atas titik beku hingga beberapa derajat di bawah titik
beku. Dalam proses ini, temperatur di 0 hingga -5oC disebut zona kritis yang
diperlukan oleh makanan dalam pembentukan kristal-kristal es. Lamanya waktu
yang diperlukan bagi makanan dalam melalui zona kritis ini menentukan jumlah
dan ukuran kristal es yang terbentuk. Proses pembekuan yang cepat akan
membentuk sejumlah besar kristal es berukuran kecil, sedangkan pendinginan
dalam waktu yang lambat akan membentuk sejumlah kecil kristal es berukuran
besar. Pembekuan yang lambat memberikan waktu bagi molekul-molekul air
untuk bermigrasi menuju inti yang akan bersatu dengannya untuk membentuk
agregat kristal es sehingga menghasilkan kristal es berukuran besar. Pembentukan
kristal es berukuran besar ini akan mempengaruhi struktur makanan dan
menyebabkan hilangnya kualitas makanan. Kristal es yang besar akan menusuk
dinding sel produk makanan dan merusaknya. Kerusakan akan semakin besar
dengan semakin lambatnya laju pembekuan (Otero et al., 2000). Solusi terbaik
adalah dengan mencegah terjadinya kristalisasi ini dengan risiko meningkatkan
pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak makanan karena temperatur
yang masih memungkinkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Solusi dari
masalah tersebut adalah dengan menambahkan protein anti beku yang dapat
menurunkan titik beku air dan mencegah kristalisasi pada temperatur yang sangat
rendah (Feeney dan Yeh, 1998).
Semua produk makanan mengandung berbagai jenis zat terlarut. Sangat sulit
untuk menentukan pada temperatur berapa seluruh air dalam produk makanan
akan membeku, dikarenakan keberadaan zat terlarut dalam makanan menurunkan
titik beku.
Laju pendinginan yang mempengaruhi waktu pembekuan yang diperlukan
produk makanan kualitas produk makanan dapat didefinisikan oleh selisih antara
temperatur awal produk makanan dan temperatur akhir pembekuan dibagi dengan
waktu. (oC/s). Dapat juga didefinisikan dengan rasio dari selisih antara temperatur
permukaan dan temperatur bagian dalam produk makanan dengan waktu yang
dibutuhkan bagi permukaan produk makanan untuk mencapai temperatur 0oC dan
bagian dalam produk makanan untuk mencapai temperatur -5oC.
Perkiraan waktu pembekuan adalah faktor utama dalam melakukan
pembekuan makanan. Waktu pembekuan menentukan kapasitas alat pendingin
yang dibutuhkan dalam melakukan pembekuan.
Faktor yang mempengaruhi lamanya proses pembekuan adalah konduktivitas
termal, kalor jenis, ketebalan, massa jenis, dan luas permukaan produk makanan
serta selisih temperatur antara produk makanan dengan medium pendinginan dan
resistansi laju pindah panas. Perkiraan waktu pembekuan semakin sulit dilakukan
karena konduktivitas termal, massa jenis, dan kalor jenis produk makanan
bervariasi bergantung pada temperatur awal, ukuran, dan bentuk dari makanan.
Semakin besar ukuran produk makanan, waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan pembekuan akan semakin lama. Hal ini dikarenakan meningkatnya
kalor laten dan jumlah kalor yang harus dipindahkan. Peningkatan ukuran
makanan juga meningkatkan resistansi internal terhadap laju pindah panas,
sehingga membutuhkan waktu lebih lama dalam pembekuan.
Pembekuan didasarkan pada dua prinsip yaitu:
1).Suhu yang sangat rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan
memperlambat aktivitas enzim dan reaksi kimiawi
2). Pembentukan kristal es yang menurunkan ketersediaan air bebas di dalam
pangan sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat.
Pada beberapa bahan pangan, proses blansir perlu dilakukan sebelum
pembekuan untuk menginaktifkan enzim penyebab pencoklatan. Pada skala
domestik, pangan yang akan dibekukan diletakkan didalam freezer, dimana akan
terjadi proses pindah panas yang berlangsung secara konduksi (untuk pengeluaran
panas dari produk). Proses ini berlangsung selama beberapa jam, tergantung pada
kondisi bahan pangan yang akan dibekukan. Di industri pangan, telah
dikembangkan metode pembekuan lainnya untuk mempercepat proses pembekuan
yang memungkinkan produk membeku dalam waktu yang pendek. Pembekuan
cepat akan menghasilkan kristal es berukuran kecil sehingga akan meminimalkan
kerusakan tekstur bahan yang dibekukan. Selain itu, proses pembekuan cepat juga
menyebabkan terjadinya kejutan dingin (freeze shock) pada mikroorganisme dan
tidak terjadi tahap adaptasi mikroorganisme dengan perubahan suhu sehingga
mengurangi resiko pertumbuhan mikroorganisme selama proses pembekuan
berlangsung.
Tiga metode pembekuan cepat tersebut adalah:
a). Pembekuan dengan aliran udara dingin (blast freezing): bahan pangan
yang akan didinginkan diletakkan dalam freezer yang dialiri udara dingin (suhu -
40oC atau lebih rendah lagi);
b). Pembekuan dengan alat pindah panas tipe gesekan (scraped heat
exchanger): produk (misalnya ice cream) dibekukan dengan metode ini untuk
mengurangi pembentukan kristal es berukuran besar. Produk digesekkan pada
permukaan pendingin dan kemudian segera dibawa menjauh. Proses ini dilakukan
secara berulang
c). Dengan metode cryogenic, makanan dapat dibekukan dengan cara yang
cepat. Makanan direndam dalam cairan cryogenik yang disebut dengan cryogen.
Cryogen yang umum digunakan misalnya nitrogen cair dan karbon dioksida cair.
Nitrogen cair memiliki titik didih yang sangat rendah, yaitu -196oC, sedangkan
karbon dioksida cair memiliki titik didih -79oC. Cryogen cenderung tidak berbau,
tidak berwarna, dan inert sehingga tidak akan bereaksi dengan bahan makanan
padat walau pendinginan dilakukan dalam keadaan tanpa dikemas dan
mempengaruhi kualitas makanan kecuali terhadap temperatur dinginnya itu
sendiri. Selain itu, cryogen memiliki laju transfer panas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan cairan pendingin lainnya.
Pada proses pembekuan dengan cryogenic, pendinginan awal perlu dilakukan
untuk mencegah keretakan akibat turunnya temperatur secara drastis karena
volum produk makanan mengalami perubahan volum yang sangat cepat ketika
terendam dalam cryogen. Mempertahankan temperatur sangat mungkin karena
cryogen yang menguap memiliki koefisien transfer kalor konvektif yang sangat
tinggi.
Modifikasi terbaru dari pendingin cryogenic adalah pendingin
cryomechanical yang menggabungkan metode perendaman produk dalam cairan
cryogen dan metode mekanik yaitu menggunakan konveyor tipe sprayer, spiral,
ataupun belt yang memanfaatkan uap cryogen. Hal ini akan mengurangi waktu
pendinginan, mengurangi hilangnya berat produk makanan, meningkatkan
kualitas produk, dan meningkatkan efisiensi (Agnelli dan Mascheroni, 2002).
E. TUJUAN PENGEMBANGAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan praktikum penentuan massa
molekul melalui metode penurunan titik beku (cryoscopy) untuk mengawetkan
makanan dengan metode cryogenic adalah:
1. Untuk memudahkan pengiriman dan transportasi produk-produk pangan
dari produsen ke tangan konsumen.
2. Untuk menjaga makanan tetap fresh meskipun disimpan dalam waktu
yang lama
F. TUJUAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Tujuan metode cryogenic dalam kehidupan sehari-hari adalah:
1. Mencegah rusaknya adenosintrifosfat (ATP) pada produk pangan laut
segar selama periode penyimpanan.
2. Mempercepat pembekuan produk pangan seperti daging dan telur.
3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak produk pangan lebih
baik.
4. Mencegah rusaknya nutrisi produk pangan lebih baik.
G. LANGKAH-LANGKAH KERJA PERCOBAAN
1. PengukuranTitik Beku Pelarut
a. Massa bejana bagian dalam sekaligus karet penutupnya ditimbang
dengan ketelitian 0,01g. Kemudian pelarut (air) dimasukkan ke dalam
bejana bagian dalam, massanya diukur kembali, dan massanya ini
dikurangi dengan massa bejana bagian dalam saat kosong, maka
diperoleh massa netto dari pelarut.
b. Bejana bagian dalam ditutup dengan karet penutup, thermometer
Beckmann dan batang pengaduk dimasukkan, tabung raksa dari
thermometer harus dipastikan terendam dalam pelarut.
c. Pendingin ditempatkan dalam bejana luar.
d. Bejana bagian dalam ditempatkan ke dalam bejana bagian tengah,
bejana bagian tengah ditempatkan ke dalam bejana bagian luar.
Pendingin diaduk secara perlahan, thermometer Beckmann dibaca
setiap menit, dan kurva hubungan antara suhu dan waktu digambar.
e. Titik beku pada kurva pendinginan diambil.
f. Ketika kristal terbentuk, bejana bagian dalam dengan thermometer
Beckmann yang masih di dalamnya dikeluarkan dari bejana bagian
tengah, dan dipanaskan dengan tangan untuk mencairkan kristal.
Ketika kristal mencair, bejana bagian dalam ditempatkan dalam
bejana bagian tengah dan diulangi proses (5) dan (6) untuk
menentukan titik beku.
g. Titik beku pelarut dicari dengan cara tersebut di atas. Pertama dicari
titik beku secara kasar, kemudian diulangi pengukuran dengan cara
yang sama dari titik beku untuk penentuan titik beku sebagai rata-rata
dari beberapa pembacaan.
2. PengukuranTitik Beku Larutan
a. Massa sampel ditimbang dengan cara menimbang botolnya. Dibuat
sedemikian rupa sehingga titik beku akan hanya turun kurang dari
1°C.
b. Sampel dilarutkan secara sempurna dalam pelarut yang diukur pada
bagian 1 diatas. Sampel dipastikan tidak mengendap pada bagian
thermometer Beckmann atau batang pengaduk bejana bagian dalam
yang tidak terendam dalam pelarut.
c. Titik beku dari larutan ditemukan dengan metode yang telah diuraikan
pada bagian 1 item (d) dan (e).
d. Penurunan titik beku ditentukan berdasarkan perbedaan titik beku
antara pelarut dan larutan serta dihitung massa molekul dengan cara
subtitusi harga yang dihasilkan dari persamaan (1).
H. LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN
1. Produk makanan direndam dalam cairan pendingin yang didinginkan.
Cairan yang digunakan berupa cairan yang memiliki titik didih rendah
namun memiliki kemampuan menyerap panas yang tinggi, misalnya glikol
atau cairan lainnya yang disebut coolant.
2. Makanan cair dikemas terlebih dahulu sebelum direndam. Umumnya tidak
ada kontak langsung antara produk makanan dengan cairan pendingin,
karena berisiko merusak kualitas produk makanan.
3. Makanan dialirkan dengan konveyor, lalu dilakukan penyemprotan.
4. Produk makanan dibekukan dengan memanfaatkan media udara seperti
aliran udara dingin. Cara ini menjadikan makanan menjadi beku lebih
cepat dibandingkan tanpa cairan pendingin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2009. Freezing-point depression. (Online) (www.wikipedia.com,
diakses tanggal 1 Desember 2010).
Anonym. 2010. Cryogenics. (Online) (www.wikipedia.org, diakses 3 Desember
2010).
Anonym. 2010. Teknologi Pembekuan Makanan. (Online) (www.wikipedia.org,
diakses 3 Desember 2010).
Daniels, et al. 1970. Eksperimental Physical Chemistry 7th Ed. New York: Mc
Grow Hill.
Lipps, William. 2010. Cryoscopic Determination of Molecular Weight. (Online)
(www.williamlips.com, diakses 3 Desember 2010).
Shoemaker et al. Eksperimentals in Physical Chemistry 3th Ed. New York: Mc
Grow Hill.
Shvoong. 2010. Prinsip Pembekuan (Freezing) Pangan. (Online)
(www.shvoong.blogspot.id, diakses 2 Desember 2010).
Sumari, 2003. Petunjuk Praktikum: Kimia Fisika. Malang: UM Press.
Tony, Bird. 1987. Penuntun Praktikum untuk Universitas. Jakarta: PT Gramedia.
CURRICULUM VITAE
Nama : Rosyidah Syafaatur RohmahTTL : Lamongan, 31 Mei 1990Alamat Asal : Jl. Pembangunan 32 Bedahan – Babat – LamonganAlamat di Malang : Jl. Bendungan Sutami 512 A - MalangRiwayat Pendidikan :1. TK Alwardah I Babat2. MI PPI Bintang IX Babat3. SMPN 1 Babat4. SMAN 2 LamonganNo. HP : 085730260812Alamat Email : [email protected] : Elok Muji RahayuTTL : Blitar, 07 Maret 1990Alamat Asal : Ds. Kandangan Srengat - BlitarAlamat di Malang : Jl. Jombang Raya No. 21Riwayat Pendidikan : 1. TK Dharma Wanita Kandangan2. SDN Kandangan 023. SMPN 1 Srengat4. SMAN 1 SrengatNo. HP : 085790926562Alamat Email : [email protected]
Nama : Puspa Etra JunisaTTL : Madiun, 14 Juni 1990Alamat Asal : Jl. Cindewilis 14/IB , Kertosari – PonorogoAlamat di Malang : Jl. Ciamis 08 , MalangRiwayat Pendidikan :1. TK Bustanul Atfall I Madiun2. SD Mojorejo I Madiun3. SD Bangunsari III Madiun4. SMPN 2 Ponorogo5. SMAN 1 PonorogoNo. HP : 085645419622Alamat Email : [email protected]
Nama : Vanny Mayangsari Maharani Nastiti SetyawardhaniTTL : Malang, 20 Oktober 1990Alamat Asal : Jl. Kunia No. 20 Bululawang, MalangAlamat di Malang : Jl. Kunia No. 20 Bululawang, MalangRiwayat Pendidikan :1. TK Khodijah Bululawang2. SDN Wandanpuro III Bululawang3. SMPN I Bululawang4. SMAN 2 MalangNo. HP : 085649921678Alamat Email : [email protected]
.