Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page...

143
EDITOR BENJAMIN WHITE GUNAWAN WIRADI WHITE & WIRADI REFORMA AGRARIA DALAM TINJAUAN KOMPARATIF DALAM TINJAUAN KOMPARATIF REFORMA AGRARIA HASIL LOKAKARYA KEBIJAKAN REFORMA AGRARIA DI SELABINTANA Tak banyak orang yang tahu atau ingat akan lokakarya internasional penting mengenai persoalan agraria yang pernah diselenggarakan di Selabintana, Sukabumi, Jawa Barat pada 1981. Kecurigaan terus-menerus rezim Orde Baru terhadap soal-soal pertanahan dan reforma agraria (yang diidentikkan sebagai program kelompok komunis) membuat lokakarya ini terpasung. Media massa dilarang meliputnya.Akibatnya, hasil-hasil pemikiran mendalam yang dilahirkan dari proses intensif selama dua minggu oleh 50 pakar dari berbagai bangsa itu tidak diketahui dan tidak bisa diakses oleh masyarakat luas, dan akhirnya terlupakan dalam khazanah ilmu sosial maupun kebijakan pembangunan di Indonesia. Dihadirkan kembali pada masa sekarang, hasil-hasil Lokakarya Selabintana ini seakan oase di padang gurun. Dalam segala keterbatasan zaman itu, hasil-hasil lokakarya ini telah menghamparkan di depan mata kita lapangan riset agraria yang luas dan belum terjelajahi sepenuhnya. Pertanyaan-pertanyaan tentang proses komersialisasi pertanian, perubahan hubungan sosial agraria, kemiskinan, krisis ekologis, migrasi, de-agrarianisasi, dan ketidakadilan gender yang diusung dalam lokakarya ternyata tetap bahkan semakin aktual untuk konteks sekarang. DIVISI PENERBITAN BRIGHTEN INSTITUTE JL . MERAK 14, BOGOR 16161 Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1

Transcript of Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page...

Page 1: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

E D I T O R

B E N J A M I N W H I T EG U N AWA N W I R A D I

WH

ITE

& W

IRA

DI

RE

FO

RM

A A

GR

AR

IA

DA

LA

M T

INJA

UA

N

KO

MP

AR

AT

IF

D A L A M T I N J A U A N KO M P A R A T I F

REFORMA AGRARIA

HAS IL LOKAKARYAKEB I JAKAN REFORMA AGRARIA D I SELAB INTANA

Tak banyak orang yang tahu atau ingat akan lokakaryainternasional penting mengenai persoalan agraria yang pernah diselenggarakan di Selabintana, Sukabumi,Jawa Barat pada 1981.

Kecurigaan terus-menerus rezim Orde Baru terhadap soal-soal pertanahan dan reforma agraria (yang diidentikkan sebagai program kelompokkomunis) membuat lokakarya ini terpasung. Mediamassa dilarang meliputnya.Akibatnya, hasil-hasilpemikiran mendalam yang dilahirkan dari proses intensif selama dua minggu oleh 50 pakar dari berbagai bangsa itu tidak diketahui dan tidak bisa diakses oleh masyarakat luas, dan akhirnya terlupakan dalam khazanah ilmu sosial maupun kebijakan pembangunan di Indonesia.

Dihadirkan kembali pada masa sekarang,hasil-hasil Lokakarya Selabintana ini seakan oase di padang gurun. Dalam segala keterbatasan zaman itu,hasil-hasil lokakarya ini telah menghamparkan di depan mata kita lapangan riset agraria yang luas dan belum terjelajahi sepenuhnya.

Pertanyaan-pertanyaan tentang proses komersialisasi pertanian, perubahan hubungan sosial agraria, kemiskinan,krisis ekologis, migrasi, de-agrarianisasi, dan ketidakadilan gender yang diusung dalam lokakarya ternyata tetap bahkan semakin aktual untuk konteks sekarang.

D I V I S I P E N E R B I T A N B R I G H T E N I N S T I T U T E

J L . M E R A K 1 4 , B O G O R 1 6 1 6 1

Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1

Page 2: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

REFORMA AGRARIA DALAM TINJAUAN KOMPARATIF

Page 3: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan
Page 4: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

REFORMA AGRARIADALAM TINJAUAN KOMPARATIF

HASIL LOKAKARYA KEBIJAKAN REFORMA AGRARIA

DI SELABINTANA

disunting oleh

B E N J A M I N W H I T E d a n

G U N A W A N W I R A D I

Page 5: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Reforma Agraria dalam Tinjauan KomparatifHasil Lokakarya Kebijakan Reforma Agraria di SelabintanaBenjamin White & Gunawan Wiradi (eds.)

ISBN 978-9799643186122 + xx hlm, 14 x 21 cm

Diterjemahkan dariAgrarian Reform in Comparative Perspective:Policy Issues and Research NeedsApril 1984

Alih bahasaStephanus Aswar Herwinarko

Penyunting bahasaLaksmi A. Savitri

Tata letak dan desain sampulRonny Agustinus

Penerbit

Divisi penerbitan BRIGHTEN INSTITUTEJl. Merak no. 14Bogor 16161www.brighten.or.id

Page 6: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Dua puluh delapan tahun setelah Lokakarya Selabintana me-ngenai “Reforma Agraria dalam Perspektif Komparatif” berhasilmenggali berbagai persoalan mendasar dan rekomendasi kebi-jakan tentang reforma agraria, ternyata banyak pertanyaanyang sama masih tetap diajukan pada hari ini. Pertanyaan-per-tanyaan tentang proses penetrasi kapitalisme di pedesaan (mo-dernisasi dan komersialisasi pertanian), perubahan hubungan-hubungan sosial agraria, ketenagakerjaan dan relasi gender,migrasi, proses-proses de-agrarianisasi, ternyata tetap bahkansemakin aktual untuk konteks sekarang. Kemiskinan masihmenyandera wilayah pedesaan kita dan persoalan krisis sosial-ekologi mengancam basis-basis sistem produksi nasional.Apakah ini menandakan bahwa dalam urusan reforma agrariakita tidak beranjak maju dibandingkan 28 tahun lalu?

Pertama-tama, perlu dipahami terlebih dulu konteks poli-tik yang melatari Lokakarya Selabintana 1981 ini. Terlepas daripernyataan implisit dalam TAP-MPR no.IV/1978 bahwa keber-adaan UUPA-1960 dikukuhkan kembali, dan dinyatakan seba-gai “produk nasional” dan bukan produk Partai Komunis Indo-nesia (PKI), namun trauma “komunisme” dan kecurigaan yang

v

pengantar penerbit

Page 7: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

masih membekas terhadap soal-soal pertanahan membuatlokakarya ini terpasung. Jadi, meski merupakan sebuah acarainternasional yang diikuti 50 peserta beragam bangsa, kegiatan-nya yang bertajuk isu sensitif “reforma agraria” telah menye-babkan lokakarya ini dilarang diliput oleh media massa. Akibat-nya, hasil-hasil pemikiran mendalam yang dilahirkan dariproses intensif yang ditekuni oleh berbagai pakar manca negaraselama dua minggu itu tidak diketahui dan tidak bisa diaksesoleh masyarakat luas.

Sebenarnya, penyelenggaraan Lokakarya Selabintana iniadalah tindak lanjut dari “World Conference on AgrarianReform and Rural Development” (WCARRD) yang diseleng-garakan oleh FAO di Roma pada 1979. Indonesia mengirimkandelegasi cukup besar ke Konferensi ini dan dipimpin langsungoleh Menteri Pertanian. Konferensi yang menghasilkan PiagamPetani itu telah menggerakkan sejumlah pakar perguruan ting-gi yang berasal dari berbagai negara peserta untuk bersepakatmembangun landasan ilmiah bagi pelaksanaan reforma agrariadi negaranya masing-masing. Salah satu cara yang dipilih ada-lah dengan melakukan studi banding. Ada yang melakukanstudi di beberapa negara di Amerika Latin, dan ada yang di Asia.Indonesia melakukan studi banding ke India. Berbagai studibanding itu lalu dibahas dalam Lokakarya Selabintana yangresminya berjudul: “International Policy Workshop on AgrarianReform in Comparative Perspectives”.

Rekomendasi yang dihasilkan lokakarya ini dan sudah di-sampaikan kepada Menteri Dalam Negeri waktu itu tidak per-nah diketahui dengan jelas bagaimana tanggapannya. Butir-butir rekomendasi yang menganjurkan adanya Badan Otoritapelaksana reforma agraria, jika pemerintah berkemauan politikuntuk menjalankan reforma agraria sesuai kesepakatan Roma,tidak mendapat respon yang serius. Keputusan yang diambiloleh Presiden Soeharto waktu itu adalah membentuk BadanPertanahan Nasional yang fungsi pokoknya sebatas melaksana-

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

vi

Page 8: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

kan administrasi pertanahan (catur tertib pertanahan). Demi-kianlah, konteks politik dalam masa pemerintahan Orde Barutidak memberikan ruang dan kesempatan untuk menjadikanreforma agraria sebagai sebuah gerakan koreksi atas ketim-pangan yang sesungguhnya sudah semakin parah pada masaitu. Upaya peningkatan kesejahteraan langsung “melompat”pada solusi teknokratis, yaitu Revolusi Hijau.

Kedua, selain konteks politik di atas, ada hambatan besardalam perkembangan studi agraria di era Orde Baru. Padamasa-masa itu, pengembangan diskursus kritis tentang isu-isukunci dalam “transformasi agraria” sangat terkukung olehsituasi politik yang tidak memberi tempat pada diskusi-diskusiterbuka tentang topik agraria (White 2006). Dalam suasanarepresif seperti itu, wajar bila para peneliti Indonesia cenderungmenghindari topik-topik kontroversial. Ada pola yang didapatoleh White (2006) tentang jenis-jenis riset pada waktu itu,yakni: sedikit sekali riset yang memberi perhatian pada pengua-saan tanah dan hubungan agraris, serta isu-isu teoretis yanglebih luas, tetapi banyak sekali riset yang topik-topiknya cen-derung merupakan pengesahan terhadap model dan pemba-ngunan desa ala Orde Baru yang saat itu sedang dominan.Namun, White memberikan perkecualian antara lain pada studikomprehensif Sajogyo, Modernization without Development inRural Java, tentang dampak intensifikasi pertanian versi OrdeBaru, yang merupakan studi kritis pada periode saat itu.Permasalahan ketimpangan agraria yang makin diperkuat olehRevolusi Hijau digarisbawahi dengan tegas dalam studi ini.

Di tengah situasi politik yang mengungkung dan keter-batasan ilmu pengetahuan tentang problem agraria di Indo-nesia, hasil-hasil Lokakarya Selabintana ini seakan oase dipadang gurun. Dalam segala keterbatasan, hasil-hasil lokakaryaini telah menghamparkan di depan mata kita lapangan risetagraria yang luas dan belum terjelajahi sepenuhnya dan isu-isurelevan menyangkut kebijakan reforma agraria. Dan ketika se-

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

vii

Page 9: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

jumlah pertanyaan dikunjungi kembali di era neoliberal ini, isu-isu komersialisasi, korporasi transnasional, ketenagakerjaan,migrasi, kemiskinan, krisis ekologis dan ketidakadilan gendermasih tetap menjadi fenomena yang belum berjawab.

Mengapa Lokakarya Selabintana tetap kontekstual? Mere-baknya kembali perhatian terhadap reforma agraria di abad ke-21 dipicu oleh banyak alasan serupa yang mendasari keprihatin-an di balik Konferensi Roma 1979, antara lain adalah persoalankesenjangan yang melahirkan kemiskinan akut (Ghimire 2001).Pada pertengahan 1980-an FAO mencatat terdapat 817 jutaburuh tani tanpa tanah dan petani gurem di Asia, Afrika, danAmerika Latin. Persoalan hilangnya akses terhadap tanah tidaklagi dapat dilihat sekedar sebagai bagian perjalanan dari per-tanian menuju industri, baik didesain maupun tidak, tetapikonsekuensi dari bekerjanya kekuatan-kekuatan produksiuntuk akumulasi kapital secara eksploitatif (Cousins 2007).Dalam cara pandang tersebut, reforma agraria abad ke-21 tidakcukup berhenti pada redistribusi tanah untuk merombak struk-tur agraria, tetapi juga berprinsip merombak relasi-relasi sosialberbasiskan tanah yang menghambat produktivitas rakyatpedesaan, serta merupakan bagian tak terpisahkan dari rencanapembangunan nasional untuk pengentasan kemiskinan(Ghimire 2001; Cousins 2007; Winoto 2008).

Di Indonesia, reforma agraria mendapat tempat kembalidalam ruang-ruang kebijakan dan akademis seiring dengankepedulian yang menguat atas kemiskinan dan ketidakadilanagraria yang kronis, plus kerusakan lingkungan parah di pe-desaan; keterlibatan pada aktivitas gerakan-gerakan rakyat pe-desaan, terutama kampanye untuk perubahan kebijakanagraria; maupun lahirnya arah baru kebijakan agraria pemerin-tah, termasuk kebijakan baru Reforma Agraria dari Badan Per-tanahan Nasional (BPN). Tidak ketinggalan pula, adanya reso-nansi dari kebangkitan karya-karya studi agraria dari berbagainegeri yang berasal dari kalangan universitas, gerakan sosial

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

viii

Page 10: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

dan ornop, maupun badan-badan pembangunan internasional.Duapuluh delapan tahun yang lalu, isu pencaplokan tanah

(land grabbing) melalui skema “corporate social responsibility”,tanpa harus mengadakan contract farming atau perkebunaninti-plasma, mungkin belum terjadi. Ambruknya pasar komodi-ti karena kebangkrutan pasar finansial barangkali belum ter-bayangkan dapat menyeret petani sawit Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan baru tentang agraria memang akan terus bermun-culan, sementara pertanyaan-pertanyaan “lama” masih terasabaru. Semoga karya pemikiran 28 tahun lalu yang dihadirkandalam buku ini dapat menjadi pemacu untuk tidak pernahberhenti menemukan pertanyaan dan mempertanyakan kem-bali jawaban tentang persoalan agraria dalam rangka mene-mukan jawaban reforma agraria macam apa yang tepat dilak-sanakan untuk konteks yang kita hadapi sekarang.

Bogor, Mei 2009Penerbit

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

ix

Page 11: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

x

terima kasih

Lokakarya yang mendasari penulisan laporan ini terselenggaraberkat perhatian dan dukungan sejumlah besar lembaga danindividu, termasuk di antaranya adalah Kementerian Belandauntuk Kerjasama Pembangunan yang telah memberikandukungan dana, baik untuk Study Tour maupun Lokakarya.

Beberapa staf dari sponsor-pendamping Lokakarya (yaituYayasan Agro Ekonomika dan Institute of Social Studies) telahbanyak mencurahkan waktu dan tenaga mereka untuk persiap-an Study Tour dan lokakarya. Ucapan terima kasih secara khu-sus disampaikan kepada Dr. Benjamin White dan Ir. GunawanWiradi yang telah bersedia untuk menanggung sebagian besartugas persiapan di atas. Kami menyampaikan terimakasih setu-lusnya kepada banyak institusi dan individu di India, yang telahmemberikan banyak bantuan kepada para peserta Study Tour.Kami juga sangat berterima kasih kepada Pemerintah ProvinsiJawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Sukabumi atas perhat-ian dan segala bantuan yang telah diberikan selama kunjunganlapangan di Jawa Barat dan untuk lokakarya itu sendiri. Dr.Arie Lestario Kusumadewa telah bermurah hati bersediamemimpin kunjungan lapangan. Dalam hal ini, kami juga

Page 12: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

xi

mengucapkan terima kasih kepada para penduduk desaSukaambit dan Wargabinangun atas penyambutan yang hangatdan murah hati yang telah diberikan kepada para peserta kun-jungan lapangan. Para peserta lokakarya telah mencurahkanbanyak tenaga untuk mempersiapkan makalah lokakarya,catatan diskusi dan melaksanakan tugas yang tidak mudahdalam merumuskan rancangan laporan di hari-hari terakhirlokakarya. Terakhir, kami memberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada Steering Committee dan Sekretariat Loka-karya (yang terdaftar di Lampiran B), dan juga kepadakaryawan Hotel Selabintana untuk usaha mereka menyukses-kan lokakarya ini.

Rudolf S. Sinaga Martin R. Doornbos

Mewakili Mewakili

Yayasan Agro Ekonomika Institute of Social Studies

Bogor, Indonesia Den Haag, Belanda

Page 13: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

xii

Buku ini merupakan buah pikiran dari Lokakarya Kebijakantentang Reforma Agraria dalam Tinjauan Komparatif. Loka-karya ini diikuti oleh 50 peserta yang terdiri dari para pembuatkebijakan, anggota organisasi-organisasi non-pemerintah danwartawan dari berbagai media (28 orang dari Indonesia dan 22orang dari negara-negara lain). Mereka berkumpul untuk me-lakukan perbandingan atas pengalaman reforma agraria diIndonesia dan di negara-negara Asia, Amerika Latin dan Afrika,serta untuk mengeksplorasi relevansi pengalaman-pengalamantersebut dengan kondisi dan permasalahan di Indonesia. Latarbelakang dan tujuan lokakarya ini dijelaskan lebih rinci padaBab I. Sebagai pengantar, kami selaku penyunting ingin menje-laskan mengapa kami menganggap penting mempublikasikanhasil-hasil lokakarya ini, sehingga dapat dimanfaatkan, baikoleh para pembaca Indonesia maupun pembaca internasional.

Sebagaimana diperjelas oleh tinjauan komparatif, setelahmengalami kesulitan dalam implementasi reforma agraria ditahun 1950-an dan 1960-an, akhirnya banyak negara DuniaKetiga dalam praktik telah meninggalkan usaha reforma agrariadan beralih kepada strategi-strategi modernisasi dan intensi-

pengantar penyunting

Page 14: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

xiii

fikasi pertanian dalam kerangka struktur agraria yang ada. Da-lam kasus tertentu strategi itu memang membuat produksi per-tanian mencapai peningkatan yang memuaskan. Namun demi-kian, strategi-strategi tersebut membawa beberapa permasalah-an, yaitu: terjadinya percepatan konsentrasi tanah, aset danpendapatan di satu pihak, dan di pihak lain marjinalisasi petanikecil, petani gurem, dan kaum tuna kisma dalam jumlah massaldan terus menggelembung (lihat Bab II dan Bab III.1). Proses-proses konsentrasi dan marjinalisasi yang berjalan paralel itutelah membuat reforma agraria dan terutama landreform“sekaligus menjadi lebih sulit dilakukan, dan semakin harusdilakukan” (sebagaimana yang dikatakan seorang peserta loka-karya yang berasal dari India), dan itu adalah pandangan yangjuga disampaikan oleh para peserta, baik yang berasal dariIndonesia maupun dari negara-negara lain, tanpa pengecualian.

Pendeknya, kami memiliki pandangan yang sama denganErich Jacoby yang dalam buku terakhirnya —ditulis hampirbersamaan dengan waktu lokakarya—mengatakan bahwa“landreform tidak ketinggalan zaman” (Jacoby, 1981). Pan-dangan itu juga tercermin dalam perhatian terus-menerus yangdiberikan oleh banyak lembaga internasional terhadap bebe-rapa masalah landreform dan reforma agraria. Kita bisa lihat,misalnya, perhatian tanpa putus yang diberikan oleh Food andAgricultural Organization dan International Labour Organi-zation.1 Sementara itu, tahun 1970-an memunculkan bukan sajabeberapa permasalahan baru agraria —yang berimplikasi padaperlunya evaluasi ulang beberapa aturan reforma agraria yang

1 Perhatian seperti itu misalnya seperti yang diperlihatkan dalam WorldConference on Agrarian Reform and Rural Development tahun 1979 yangdiadakan oleh FAO. Beberapa aktivitas tindak lanjutnya secara teratur dila-porkan dalam jurnal FAO, Landreform, Land Settlement and Cooperatives,dan seri studi yang disponsori oleh ILO (ILO, 1977; Lee and Radwan eds.,1979; Khan and Ghai eds., 1979; Ghai and Radwan eds., 1983; Ghose ed.,1983), dalam kerangka World Employment Programme.

Page 15: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

xiv

ada, dan pernah berlaku di masa lalu—tetapi juga tahun-tahunitu membawa berbagai pandangan baru dalam proses reformaagraria (lihat Brown dan Thiesenhusen, 1983; Ghose, 1983).

Dalam pandangan kami, seperti yang dilaporkan dalamBab II hingga IV, beberapa kekhususan yang ditampilkan dalamLokakarya Selabintana telah menjadi sumber-sumber yang se-cara potensial berguna untuk mendapatkan pengetahuan barubagi mereka yang bergelut dengan masalah-masalah land-reform dan reforma agraria, baik di Indonesia maupun dibanyak negara lain, di tahun 1980-an maupun sesudahnya.Kekhususan pertama adalah bahwa lokakarya ini memilikitujuan-tujuan untuk melakukan perbandingan yang dinyatakansecara eksplisit. Para peserta non-Indonesia, dengan beberapapengecualian, dipilih bukan karena pengetahuan mendalammereka tentang kondisi Indonesia —sebenarnya, bagi banyak diantara mereka, lokakarya ini merupakan kunjungan pertamamereka ke Indonesia—tetapi mereka dipilih karena pengetahu-an komparatif mereka tentang beberapa proses reforma agrariadan masalah-masalahnya di tempat-tempat lain di dunia.Kedua, “lokakarya” ini adalah lokakarya dalam pengertian yangsesungguhnya, yang seringkali disalahgunakan. Meskipun total35 makalah tentang beberapa topik Indonesia dan topik kompa-ratif dikontribusikan dalam lokakarya ini,2 tetapi sebagian besarwaktu yang tersedia dalam lokakarya digunakan untuk diskusikreatif dan pertukaran pandangan yang dirangsang olehmakalah-makalah itu. Sebagian besar waktu digunakan untukpencatatan secara cermat dan pendistribusian hasil-hasil dis-kusi itu, dan juga untuk kegiatan pembuatan rancangan naskah,diskusi pleno dan re-drafting yang dilaksanakan oleh beberapakelompok kerja yang ditugasi untuk mengerjakan beberapa

2 Daftar 33 makalah yang disumbangkan kepada lokakarya (20 tentang topik-topik Indonesia, 13 tentang beberapa topik umum dan komparatif) bisa dite-mukan dalam Lampiran A.2 di akhir buku.

Page 16: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

xv

bagian berbeda dari buku ini. Oleh sebab itu, buku ini menya-jikan bukan hanya rangkuman materi-materi yang dibawa olehpara peserta ke lokakarya, tetapi menampilkan suatu rekamaninteraksi kreatif antara para ahli Indonesia dan para kolegamereka dari luar negeri selama lokakarya. Ketiga, lokakarya inibanyak memberi perhatian kepada identifikasi agenda untukpenelitian di masa datang (lihat Bagian 1.2 dan beberapabagian yang berkaitan di Bab II hingga IV). Para peserta meng-anggap agenda itu dibutuhkan karena akan menyediakan suatudasar yang lebih baik untuk memahami masalah-masalahagraria. Hal ini perlu dilakukan untuk menyatakan bahwa kitatengah mempersiapkan reforma agraria dan implementasinya,serta untuk membangun banyak institusi pascareformasi yangmemang harus ada, agar reforma agraria bisa mencapai tujuan-nya. Agenda penelitian ini, meskipun dirumuskan denganacuan utama Indonesia, juga relevan bagi banyak negara lainyang tengah menghadapi masalah-masalah yang sama.

Meskipun laporan ini memuat sejarah agraria Indonesiadan beberapa perkembangan terbarunya (lihat Bagian II.2 danII.3), namun bagian tersebut sengaja dibuat ringkas sebagaiorientasi minimal yang diperlukan para pembaca non-Indo-nesia. Sedangkan bagian utama buku ini sendiri tetap dikhusus-kan bagi pendalaman komparatif. Namun demikian, beberapacatatan tambahan tentang relevansi buku ini bagi para pembacaIndonesia juga sangat berguna di sini. Meskipun memang ter-dapat banyak masalah di seputar landreform dan implemen-tasinya pada tahun 1960-an, komitmen formal terus-meneruspemerintah Indonesia terhadap landreform dan reformaagraria bisa diperlihatkan sebagai berikut:

- Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-undang Pokok Bagi Hasil (UUPBH) tahun 1960 tetapberlaku, walaupun sebagian besar pengamat sepakatbahwa pelaksanaannya jauh dari sempurna dan bah-wa beberapa aturan yang ada dalam undang-undang

Page 17: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

xvi

itu perlu dipikirkan ulang dengan mempertimbang-kan kondisi-kondisi yang berubah di tahun 1980-an;

- Pada peringatan perayaan 20 tahun pengesahanundang-undang tersebut bulan Oktober 1980, banyakpejabat tinggi negara memberikan pernyataan publikyang membuat kedua UU tersebut seolah mendapat-kan legitimasi baru.

- GBHN yang dirumuskan pada tahun 1978 memasuk-kan prinsip bahwa “dalam rangka meningkatkan kese-jahteraan rakyat dan menciptakan keadilan sosial,maka penataan ulang penggunaan tanah, penguasaantanah dan kepemilikan tanah harus dilaksanakan”;

- Bersama banyak bangsa lain, Indonesia ikut me-nandatangani “Peasants’ Charter” yang dibuat dalamrangka World Conference on Agrarian Reform andRural Development yang diselenggarakan FAO (lihatFAO, 1981).

Walaupun begitu, dengan beberapa pengecualian, umum-nya disepakati bahwa pencapaian praktisnya tetap sangat ter-batas,3 baik dalam pelaksanaan perundang-undangan yang adamaupun dalam penelitian lapangan dan pelatihan yang di-tujukan untuk mempersiapkan basis pengetahuan ilmiah yangdiperlukan, serta mempersiapkan kesadaran rakyat danpersonil terlatih demi keberhasilan usaha landreform danreforma agraria di masa depan. Hal ini sebagian disebabkankarena sensitifnya topik itu secara politis dalam konteks Indo-nesia, ini terlihat misalnya ketika selama sepuluh tahun (1966-1976) isu-isu landreform menjadi tidak mungkin dibicarakandalam diskusi publik. Bangkitnya ketertarikan publik terhadapmasalah-masalah landreform dan reforma agraria (seperti yang

3 Misalnya, PRONA yang ditujukan untuk mempercepat dan menyederhana-kan prosedur pendaftaran tanah, bisa dilihat di Bagian II.3.

Page 18: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

xvii

tercermin dalam pernyataan-pernyataan publik pejabat, tulisanyang terbit dari kalangan para intelektual dan di media umum)pada periode 1978-1982 kelihatannya juga telah kehilanganmomentumnya.

Meskipun kini diskusi tentang landreform dan reformaagraria lebih terbuka, kondisi ini memunculkan satu permasa-lahan yang serius yakni kurangnya materi-materi penelitianlokal dan komparatif tentang masalah-masalah penguasaantanah, tentang teori dan praktik landreform dan reformaagraria. Terlebih lagi, pelatihan formal dalam hal teori danpraktik landreform dan reforma agraria tidak tercantum dalamkurikulum sebagian besar jurusan yang berkaitan denganmasalah-masalah pengembangan pertanian dan pedesaan diberbagai perguruan tinggi di Indonesia. Beberapa bagian bukuini memperlihatkan kompleksitas landreform dan reformaagraria yang luar biasa, dan menunjukkan pula perlunyaprogram-program penelitian, pelatihan dan pemberian infor-masi kepada publik. Program-program itu harus melibatkanbanyak disiplin keilmuan dan juga beberapa lembaga baikpemerintah maupun non-pemerintah dan menjadi pra-kondisisuksesnya usaha-usaha reforma di masa depan. Jadi, kami ber-harap bahwa isu-isu yang menyangkut kebijakan dan penelitianyang dirangkum dalam buku ini, bisa memberikan kontribusipada agenda yang penting dan penuh tantangan yang akandihadapi oleh generasi baru ilmuwan Indonesia, para pembuatkebijakan, para pekerja pembangunan dan publik yang ber-juang untuk pengembangan pemahaman yang lebih baik ten-tang masalah-masalah agraria dan pemecahannya.

Terakhir, kami ingin menjelaskan secara singkat bagai-mana buku ini disusun. Seperti yang sudah disebutkan diBagian I.1, buku ini adalah hasil dari suatu kerja kolektif danintensif dari 25 orang pada tahap-tahap terakhir lokakarya.Sebagai hasil dari beberapa kelompok kerja, maka bagian-bagian dari buku ini memang berbeda satu sama lain dalam hal

Page 19: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

xviii

gaya penyajiannya. Kecuali beberapa perubahan editorial kecil,kami sengaja membiarkan bagian-bagian itu sesuai aslinya agarrasa dari kerja keras yang dilakukan oleh para peserta tetap ter-jaga. Terlebih, sebagaimana yang disepakati oleh para pesertalokakarya, kami telah berhati-hati untuk tidak mengubah subs-tansi terlalu banyak. Beberapa perubahan yang kami lakukanterbatas pada hal-hal berikut: (a) penataan ulang bab-bab danbagian-bagian sehingga bisa menjadi susunan yang lebih logis;4

(b) penambahan beberapa butir pikiran yang berasal darirekaman tulis diskusi Lokakarya, yang tidak sempat dimasuk-kan dalam draf asli karena keterbatasan waktu; (c) beberapapenyesuaian kecil atas gaya dan bahasa di bagian-bagian yangberbeda-beda; dan (d) penambahan “Pengantar Penyunting”ini. Tambahan lain yang dimasukkan para penyunting ke dalamteks disebutkan di catatan kaki. Kami ingin menyampaikanpenyesalan bahwa hal-hal di luar kendali kami telah membuatpenyelesaian proses penyuntingan dan publikasi ini menghabis-kan waktu lebih lama dari yang diperkirakan. Kami berharapbahwa hal tersebut tidak mengurangi manfaat yang bisa diambiloleh sidang pembaca.

Bogor/Den Haag Gunawan Wiradi

16 April 1984 Benjamin White

4 Kami sangat berterima kasih kepada H.P.A. Roosmalen dari Institute ofSocial Studies atas saran-sarannya yang sangat berguna dalam penataan itu.

Page 20: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Pengantar Penerbit v

Terima Kasih x

Pengantar Penyunting xii

1 pendahuluan 3

1. Latar Belakang Lokakarya Selabintana 32. Catatan tentang Kebutuhan-kebutuhan Penelitian 8

2 berbagai permasalahan yang mendasari bangkitnya reforma agraria 13

1. Beberapa Kecenderungan Umum 132. Indonesia: Sejarah Agraria 233. Indonesia: Perubahan di Era Modernisasi 264. Tema-Tema Penelitian yang Disarankan 36

3 reforma agraria dalam tinjauan komparatif 39

1. Dinamika Reforma Agraria di Asia 402. Aspek Politik Reforma Agraria 423. Reforma Agraria dan Strategi Pembangunan Nasional 544. Reforma Agraria di Jepang, Taiwan dan Korea Selatan:

Model atau Perkecualian? 62

xix

daftar isi

Page 21: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

5. Pengorganisasian Produksi setelah Reforma Agraria 666. Reforma Agraria dan Perempuan Pedesaan 807. Reforma Agraria dan Buruh Pedesaan:

Perbandingan dari India 888. Tema-tema Penelitian yang Disarankan 92

4 aspek-aspek operasional dan teknis reforma agraria 99

1. Organisasi untuk Implementasi Reforma Agraria 992. Organisasi-organisasi Rakyat 1013. Pendaftaran Tanah dan Status Penguasaan Tanah

oleh Petani 1044. Individu vs. Keluarga sebagai Penerima Tanah

dan Berbagai Layanan 1045. Kredit Produksi dan Konsumsi 1066. Fragmentasi dan Konsolidasi Tanah 1077. Kompensasi bagi Pemilik Tanah

dan Amortisasi oleh Penerima 1088. Pendidikan dan Pelatihan untuk Reforma Agraria 1109. Penggunaan Tanah untuk Kegiatan Non-Pertanian 111

lampiran 112

A. Materi Acuan yang Digunakan dalam Lokakarya 1121. Materi Latar Belakang 1122. Beberapa Makalah oleh Peserta Lokakarya 116

B. Para Peserta Lokakarya 119

xx

Page 22: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

REFORMA AGRARIA DALAM TINJAUAN KOMPARATIF

Page 23: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan
Page 24: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

1. LATAR BELAKANG LOKAKARYA

Rangkaian persiapan untuk Lokakarya Kebijakan tentangReforma Agraria dalam Tinjauan Komparatif (Policy Workshopon Agrarian Reform in Comparative Perspective), yang disaji-kan dalam buku ini, dimulai pada 1979. Waktu itu, setelah meng-hadiri Konferensi Dunia tentang Reforma Agraria dan Pengem-bangan Pedesaan yang diselenggarakan FAO di Roma, sekelom-pok peneliti dan pembuat kebijakan dari Indonesia bertemu de-ngan para kolega mereka di Belanda untuk membicarakan kerja-sama mendatang dalam penelitian dan dalam beberapa aktivitaslain yang berkaitan dengan struktur agraria, sistem penguasaantanah (land tenure), dan reforma agraria. Kemudian mereka se-pakat untuk merencanakan serangkaian aktivitas kerja samayang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman yang lebihbaik tentang sistem penguasaan tanah tanah, struktur agrariadan land reform di Indonesia.

Disepakati pula bahwa aktivitas-aktivitas tersebut harusmengandung beberapa hal berikut:

- sebuah perspektif komparatif, sehingga analisis kon-disi-kondisi agraria dan pilihan-pilihan kebijakan di

3

pendahuluan1

Page 25: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Indonesia bisa menarik manfaat dari pengalamannegara-negara lain yang menghadapi masalah-masalah yang sama;

- sebuah tinjauan luas tentang masalah dan kebijakanagraria, dengan melihat masalah dan kebijakan itu da-lam perspektif sejarah dan juga dalam konteks sosial,ekonomi, dan politik kontemporer;

- mempromosikan hubungan-hubungan, bukan hanyaantar peneliti yang berasal dari Indonesia dan Be-landa, tetapi juga antara para peneliti Indonesia dankolega-kolega mereka di negara-negara Asia lainnya;

- pelibatan generasi muda, sehingga aktivitas-aktivitasitu bisa menjadi ajang pelatihan mereka dalam pene-litian yang berfokus kebijakan.

Dalam kerangka itu, berikut adalah rangkaian aktivitas yangtelah dilakukan sejak 1979 hingga 1982:

- sebuah “Lokakarya Pelatihan Penelitian tentangSistem Penguasaan Tanah (land tenure) dan RelasiAgraria”, yang bersifat eksperimental, diselenggara-kan oleh Survei Agro Ekonomi di Cipayung, JawaBarat (Oktober-Desember 1979) dengan sponsorPemerintah Belanda. Kegiatan ini memberikan pela-tihan teknis bagi empat belas peserta yang dipilih diantara para anggota staf muda beberapa universitasdan pusat penelitian di bawah bimbingan beberapapekerja peneliti yang berpengalaman. Hasil-hasil pe-nelitian lapangan yang dilakukan selama lokakarya itudi beberapa desa Jawa Barat disajikan dalam Loka-karya Kebijakan. Sejak saat itu serangkaian lokakaryapelatihan sejenis dengan sponsor bermacam lembaga,diselenggarakan oleh Yayasan Agro Ekonomika padatahun 1981 dan 1982, meliputi Provinsi Jawa Tengahdan Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Lebih dari 50

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

4

Page 26: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

orang peneliti mendapatkan pelatihan dari lokakarya-lokaraya tersebut.5

- sebuah “Study Tour of Agrarian Reform Experimentsin Selected Regions of India”. Selama kurang lebih tigabulan (dari November 1980 hingga Januari 1981), tigakelompok peneliti dan para pembuat kebijakan dariIndonesia mengunjungi beberapa lembaga penelitiandan bergabung dengan tuan rumah India dalam sebuahperjalanan lapangan guna mendapatkan pengalamanlangsung dari beberapa pendekatan yang saling kontrasterhadap reforma agraria di negara bagian Punjab,Bengali Barat, Bihar dan Kerala. Beberapa laporantentang daerah-daerah itu disajikan dalam Lokakaryaini oleh para peserta dari Indonesia dan juga olehwakil-wakil dari lembaga penelitian India tersebut.

- “Policy Workshop on Agrarian Reform in ComparativePerspective”, yang diselenggarakan bersama olehYayasan Agro Ekonomika dan Institute of SocialStudies di Sukabumi (17-30 Mei 1981). Lokakarya inimelibatkan 50 peserta yang terdiri dari peneliti, parapembuat kebijakan dan wartawan (28 orang dari Indo-nesia; 22 orang dari negara lain).6 Para peserta diajakuntuk melihat pengalaman langsung yang berkaitankondisi dan reforma agraria di Indonesia dan di bebe-rapa negara lain di Asia, Afrika dan Amerika Latin,agar bisa mengeksplorasi relevansi pengalaman-peng-alaman komparatif untuk kondisi-kondisi Indonesia.

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

5

5 Kompilasi hasil penelitian yang dilakukan selama lokakarya ini: FaisalKasryno (ed.), Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia,Jakarta, Yayasan Obor, 1995.

6 Daftar peserta dan pengamat lokakarya bisa dilihat di Lampiran B akhirbuku ini.

Page 27: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Beberapa hari terakhir dari Lokakarya Kebijakan ini di-khususkan untuk kerja pembuatan draft kolektif untuk bukuini. Di bagian selanjutnya, kepada para pembaca kami akanmenjelaskan secara singkat tujuan-tujuan dan beberapa temautama dan bagaimana buku ini ditulis.

Tujuan,Tema dan Pengorganisasian Lokakarya KebijakanTema umum lokakarya ini adalah: bagaimana membuat suatustruktur agraria mampu meningkatkan kesetaraan di antararakyat pedesaan? Sebagaimana ditunjukkan oleh bab-babselanjutnya, tekanan utama diberikan terhadap beberapa ma-salah implementasi reforma agraria, dengan perhatian khususkepada peran berbagai kelompok yang tidak diuntungkan (pe-tani kecil, petani penyewa, para buruh tani yang hampir tidakbertanah dan yang sama sekali tidak bertanah), yaitu merekayang seharusnya menjadi penerima manfaat reforma agraria.Pengaturan kembali atas hak milik dan hak guna tanah memangmerupakan inti dan fokus utama dari reforma agraria, tetapijuga harus diingat bahwa agar efektif maka pengaturan kembalitersebut harus didukung oleh beragam organisasi pendukungyang memang mampu memperluas kendali para produsen per-tanian atas proses produksi dan produk pertaniannya. Aspektersebut diberi perhatian yang semestinya dalam diskusi loka-karya dan dalam laporannya (lihat terutama Bab III bagian 5-7,dan Bab IV bagian 2, 4 dan 5).

Lokakarya dibagi menjadi tiga bagian. Empat hari pertamadihabiskan untuk diskusi-diskusi orientasi dan perjalanan la-pangan yang berlangsung tiga hari ke beberapa desa yang dipilihdi Kabupaten Sumedang dan Cirebon (Jawa Barat), agar parapeserta dari luar Indonesia memperoleh pengenalan umum ten-tang kondisi-kondisi pedesaan, struktur agraria dan reformaagraria di Indonesia. Setelah acara formal pembukaan yangdilakukan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, maka lima hariberikutnya dikhususkan untuk beberapa sesi pleno dengan pre-

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

6

Page 28: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

sentasi-presentasi dan diskusi tentang bermacam tema. Tema-tema besar yang dibicarakan di sesi-sesi pleno itu antara lain:

- Studi-studi empirik tentang kondisi-kondisi danmasalah-masalah agraria (baik di masa lalu maupunyang kontemporer) di beberapa daerah di Indonesia(dengan penekanan khusus pada Jawa, Sulawesi,Sumatera Utara dan Kalimantan);

- Latar belakang peraturan perudang-undangan tentangReforma Agraria di Indonesia yang dikeluarkan tahun1960 dan beberapa permasalahan implementasinya;

- Reforma agraria di beberapa daerah di India, AmerikaLatin, Afrika Timur, Asia Timur dan Asia Tenggara;

- Beragam gaya implementasi reforma agraria danperan organisasi-organisasi petani;

- Hak-hak adat dan hak-hak formal atas tanah, denganperhatian khusus pada interaksi antara subsistensilokal atau produsen kecil dengan perkebunan besar,agribisnis dan eksploitasi hutan;

- Pendaftaran tanah, konsolidasi tanah dan perencanaantata guna tanah dalam kaitannya dengan landreform

Empat hari terakhir, para peserta dibagi ke dalam beberapa ke-lompok kerja untuk mendiskusikan beberapa topik spesifik danmerumuskan kesimpulan. Kelompok-kelompok kerja itu diben-tuk atas dasar beberapa tema utama berikut ini:

- reforma agraria dan berbagai strategi pembangunannasional;

- reforma agraria, kehidupan petani kecil dan negara;tema ini dibagi menjadi empat sub-kelompok yangmembicarakan: a) beberapa proses konsentrasi tanahdan marjinalisasi yang mendorong munculnya landreform; b) aspek-aspek politik reforma agraria; c)pembangunan pasca reforma, dengan acuan khususkepada pengorganisasian produksi pasca reforma dan

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

7

Page 29: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

posisi kaum elit pemilik tanah sebelumnya;- beberapa aspek operasional dan teknis reforma

agraria.

Laporan-laporan draft yang dibuat kelompok-kelompokkerja ini dipresentasikan dan didiskusikan dalam serangkaiansidang pleno dan sidang komite. Kemudian laporan draft itudirevisi dan disatukan menjadi sebuah draft laporan umumyang diselesaikan di hari terakhir lokakarya. Laporan yangsudah diselesaikan oleh kelompok-kelompok yang bekerja dibawah tekanan waktu itu membutuhkan beberapa kerja edito-rial (lihat Pengantar Editor di atas), tetapi substansinya tetaptidak diubah dalam laporan yang sedang dibaca ini. Harus di-catat juga bahwa ketika bermacam opini muncul di antara parapeserta —sebagaimana wajarnya terjadi dalam suatu kerja pe-nulisan yang melibatkan lebih dari 25 orang—tidak ada usahaapapun yang dilakukan untuk memaksakan keseragaman da-lam laporannya. Tugas kami hanyalah merekam bermacamperspektif, dengan harapan bahwa rekaman itu bisa membantumemperjelas beberapa isu yang dibicarakan.

2. CATATAN TENTANG KEBUTUHAN-KEBUTUHAN PENELITIAN

Di sepanjang lokakarya, perhatian eksplisit diberikan kepadausaha untuk mengidentifikasi kesenjangan-kesenjangan yangada di antara pengetahuan yang dimiliki para peserta dan padaperumusan awal agenda penelitian masa depan. Dalam laporanberikut, bisa ditemukan beberapa daftar tema penelitian yangdisarankan (Bab II dan III) atau khususnya Bab III, di akhirsetiap bagian. Isu-isu penelitian itu diusulkan, didiskusikan dandirumuskan terutama, tetapi bukan hanya, dalam kaitannyadengan Indonesia. Kebanyakan dari isu-isu itu pun relevan de-ngan beberapa negara lain yang sedang menghadapi masalah-masalah yang sama.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

8

Page 30: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Selain daftar-daftar topik penelitian spesifik, beberapa butirumum yang merujuk kepada Indonesia dan muncul dalam dis-kusi tentang kebutuhan-kebutuhan penelitian, dirangkum sbb:

- Ada kesepakatan di antara para peserta bahwa bebe-rapa kesenjangan serius memang ada dalam hal pe-ngetahuan kita tentang kondisi-kondisi pemilikan/penguasaan tanah zaman sekarang dan tentang bebe-rapa perubahan yang terjadi terakhir. Kesenjanganpengetahuan itu bahkan terjadi tentang Jawa, di manapenelitian relatif lebih banyak dilakukan. Dapat di-bayangkan, minimnya pengetahuan tentang luarJawa. Ada kebutuhan untuk memacu penelitian dibanyak daerah yang punya relevansi langsung ter-hadap perumusan kebijakan.

- Riset seharusnya mencakup bukan hanya perbanding-an antar-daerah di Indonesia, tetapi juga meliputi per-bandingannya dengan negara-negara lain. Hal inipenting untuk studi tentang masalah agraria yang me-munculkan keharusan dilakukannya landreform danreforma agraria, maupun studi tentang beberapa ke-berhasilan dan masalah yang ada pada ragam strategireforma agraria dan modus implementasinya. Studidirancang untuk memecahkan masalah-masalah itu.

- Apabila memungkinkan, penelitian harus mengan-dung suatu komponen yang bersifat dinamis dan his-toris. Komponen itu meliputi proses-proses peruba-han kini (jangka pendek) maupun nanti (jangka pan-jang). Dalam hal ini, maka penelitian lapangan tidakboleh dianggap sebagai “kemewahan”. Sebaliknya,penelitian yang hanya difokuskan pada kondisi-kondisi sekarang tanpa perhatian yang cukup terha-dap akar historis terciptanya kondisi-kondisi itu dandinamikanya yang masih terus berlangsung, tidakakan mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

9

Page 31: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

yang masuk akal bagi pemecahan masalah agraria. - Dalam kaitannya dengan hal di atas, ada beberapa ke-

untungan yang bisa didapat dari penggabungan pene-litian historis dan penelitian kontemporer padadaerah yang sama, sebagaimana yang telah dilakukandi beberapa proyek penelitian kolaboratif di Indo-nesia. Para peserta juga melihat adanya kekuranganbahan dokumenter tentang sejarah agraria di periode1940-an dan 1960-an Indonesia, padahal pada tahun-tahun itu bisa diyakini bahwa beberapa perubahanagraria telah terjadi meski hanya sedikit yang diketa-hui tentang perubahan-perubahan itu.

- Metode-metode penelitian harus bisa diadaptasikandan (kalau perlu) bersifat eksperimental, sehinggabisa digunakan untuk menemukan kombinasi-kombi-nasi yang cocok di antara teknik kuantitatif untukskala kecil dan skala besar. Berbagai penelitian “par-tisipatoris”, termasuk riset aksi dalam kerangka pro-yek eksperimental, juga sangat berguna. Pada prinsip-nya, perencanaan dan pelaksanaan proyek penelitiantentang masalah agraria harus langsung melibatkankelompok-kelompok masyarakat pedesaan, sebabmerekalah yang paling terkena dampak masalah itusebagai partisipan aktif. Pendekatan itu juga mem-bantu kita untuk mendapatkan relevansi lebih besardari rancangan penelitian dan untuk memastikan aku-rasi lebih tinggi dari hasil penelitian.

- Dalam hal kurangnya pengalaman para peneliti mudasoal metode investigasi tentang sistem penguasaantanah dan beberapa isu agraria terkait, maka berma-cam program pelatihan penelitian (termasuk bebera-pa lokakarya pelatihan penelitian yang jenisnya sudahdisebut di atas I.1) akan sangat berguna untuk me-ningkatkan kualitas penelitian di masa mendatang.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

10

Page 32: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Terakhir, sebuah sesi khusus Lokakarya ditujukan untukmenemukan beberapa kebutuhan organisasional yang diper-lukan untuk melakukan stimulasi, pendukungan dan penye-baran penelitian tentang sistem penguasaan tanah dan tentangbeberapa masalah agraria terkait. Umum diketahui bahwazaman sekarang tidak ada instansi pemerintah maupun non-pemerintah yang menyediakan layanan itu di Indonesia. Parapeneliti yang tertarik dengan masalah agraria tersebar di ba-nyak lembaga di berbagai tempat di Indonesia, dan hanya me-miliki sedikit hubungan komunikasi satu sama lain. Selain itu,tidak tersedia juga pusat penyimpanan dokumentasi penelitiandan informasi tentang sistem penguasaan tanah, landreformdan reforma agraria di Indonesia yang bersifat komparatif.Padahal pusat dokumentasi itu diperlukan oleh para penelitiuntuk mendapatkan informasi.

Terkait dengan kurangnya materi penelitian, kurangnyapersonil terlatih yang berpengalaman dan minimnya kesadaranpublik akan beberapa isu agraria, maka dibentuknya suatu'pusat penelitian, pelatihan dan informasi tentang sistem pe-nguasaan tanah atau land tenure, (atau diadakannya suatudivisi di institusi-institusi yang ada, yang ditugasi untuk hal itu)bisa dimanfaatkan untuk beberapa tujuan: pertama, sebagaipusat perpustakaan dan dokumentasi yang terutama ditujukanuntuk melayani kebutuhan para peneliti yang tersebar di ba-nyak institusi; kedua, sebagai pusat pelatihan bagi para peneli-ti muda; ketiga, sebagai pusat jaringan yang ditujukan untukmeningkatkan komunikasi di antara peneliti yang tertarik de-ngan proyek penelitian yang sedang berlangsung maupun yangsudah selesai (mungkin lewat media berupa buletin); keempat,sebagai lokus penelitian inovatif (topik dan atau metode baru)yang dapat mendorong dikembangkannya inovasi-inovasi se-rupa oleh peneliti dan lembaga lain; kelima, sebagai sumberinformasi untuk menemukan dan menghubungi sponsor pene-litian potensial; dan keenam, pusat itu bisa mendorong kesa-

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

11

Page 33: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

daran publik tentang masalah-masalah yang terkait denganreforma agraria, yaitu dengan menyebarluaskan hasil-hasilpenelitian dan pengalaman-pengalaman yang relevan tentangreforma agraria di Indonesia dan di negara-negara lain kepadakhalayak luas dalam bentuk populer atau semi-populer.

Sehubungan dengan sifat permasalahan yang ada, danaktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan publik danorganisasi pemerintah maupun non-pemerintah, serta individu,maka aktivitas-aktivitas semacam itu ternyata bisa dilakukandengan sangat efektif jika berada dalam kerangka kerja yangotonom atau semi-otonom (misalnya, dilakukan oleh sebuahyayasan nirlaba). Tentu saja dengan tetap menyediakan layananbagi beragam lembaga pemerintah dan mendorong partisipasiaktif lembaga-lembaga pemerintah yang mengurus pengaturanpemilikan, penguasaan dan penyakapan tanah, landreform danreforma agraria.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

12

Page 34: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

PENDAHULUAN

Masalah dan kondisi agraria yang mendorong munculnya land-reform sangat beragam di seluruh dunia, bahkan keberagamanpun terdapat di dalam negara itu sendiri. Namun, ada dua katakunci, yaitu: konsentrasi tanah dan marjinalisasi sebagian darimasyarakat, yang menunjukkan beberapa kecenderunganumum yang sedang terjadi di banyak tempat di dunia. Dalambab ini kecenderungan-kecenderungan itu dibicarakan pertama-tama dalam perspektif global, lalu diikuti dengan beberapa pen-dapat tentang kasus Indonesia. Mengingat kita sedang mem-bicarakan tentang berbagai proses yang sudah berlangsungdalam jangka waktu yang lama, maka akan diberikan pandang-an sekilas tentang latar belakang historis dan perkembanganproses-proses itu hingga saat ini.

1. BEBERAPA KECENDERUNGAN UMUM

Terintegrasinya banyak negara dunia ketiga ke dalam ekonomiglobal mulai dari abad ke-16 hingga abad ke-20 menyebabkanmeningkatnya produksi pertanian secara komersil. Secara

13

berbagai permasalahan yang mendasari bangkitnya reforma agaria

2

Page 35: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

umum, kondisi itu telah mengakibatkan konsentrasi pe-nguasaan tanah. Dalam periode panjang sejarah kolonial danekonomi dependensi, tanah menjadi faktor produksi utama, dimana buruh dan kapital diorganisir dengan berpusat padatanah. Di berbagai tempat di dunia, beragam tipe kaum elitmemiliki kuasa atas tanah, baik secara langsung dalam bentukkepemilikan, atau secara tidak langsung dalam bentuk pengua-saan oleh negara atas produksi (contoh: di Jawa, melalui SistemTanam Paksa), atau dalam bentuk tengkulak yang menguasaialiran produk pertanian.

Tingkatan dan luas konsentrasi penguasaan tanah berbeda-beda dari satu benua ke benua lain, dan dari satu negara kenegara lainnya. Amerika Latin dicirikan oleh kompleks latifun-dia-minifundia. Dalam sistem itu konsentrasi tanah mencapaititik ekstremnya, yang tidak ada bandingannya di Afrika dan diAsia. Hacienda-hacienda besar —beberapa di antaranya bisamencapai luas setengah juta hektar—merupakan warisanperiode kolonial. Dalam periode kolonial itu para bangsawanSpanyol dan Portugis ditugasi untuk menguasai tanah-tanahluas dan menguasai penduduk pribumi. Setelah kemerdekaan,maka kelas haciendado mengkonsolidasikan kekuasaan merekabaik atas tanah maupun tenaga kerja.

Di sebagian besar negara Amerika Latin, hak atas tanahpenduduk pribumi sama sekali telah dilucuti, terutama di lem-bah-lembah subur yang beririgasi. Para penjajah Spanyol danPortugis yang lebih miskin (tentara infanteri dari pasukan pe-naklukan) tidak pernah sampai pada “titik penentu” tercapai-nya kekayaan, dan di pertengahan abad ke-17 mereka mulaikehilangan tanah, baik secara nyata maupun dalam hitungan diatas kertas. Tanah-tanah pertanian luas (estates) tetap tidakberubah bahkan hingga abad ke-20 dengan sistem Mayorazco(anak sulung), padahal jumlah petak pertanian kecil semakinmeningkat secara geometris. Keluarga-keluarga kaya menghi-dupi anak-anaknya lebih dengan cara memperluas daripada

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

14

Page 36: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

membagi-bagi tanah warisan. Keturunan-keturunan keluargakaya mendapatkan kemudahan untuk masuk dalam pemerin-tahan, konsesi pertambangan, militer, profesi-profesi bergengsiatau dalam mendapatkan tanah yang baru dibeli.

Usaha tani yang luasnya kurang dari seribu hektar segeraruntuh. Pembagian warisan dipercepat oleh krisis keuanganyang parah, kemudian anak-anak mereka kehilangan tanah per-tanian karena harus digunakan untuk membayar utang kepadapemberi pinjaman. Pembagian selanjutnya menjadi sangatcepat dan kejam, sebab keluarga-keluarga yang sedang merosotmiskin itu tidak memiliki akses ke mata pencaharian lain di luarsektor pertanian. Beberapa tetap berusaha hidup dengan mini-fundia, tetapi sebagian besar menjadi tidak bertanah dan ter-paksa harus bekerja di tanah-tanah pertanian besar.

Di akhir abad ke-18, 80 hingga 90 persen tanah yang bisadiolah di Amerika Latin dikuasai oleh tiga hingga lima persenpopulasinya. Di setiap negara Amerika Latin, kaum elit yangbertanah luas itu menggunakan hegemoni absolut dalam suatusistem yang diistilahkan “kepemilikan pribadi Negara”.

Tidak seperti di Amerika Latin atau di Asia, dapat dikata-kan bahwa di Sub-Sahara Afrika tanah belum menjadi pemicumasalah sosial-politik yang parah ke arah pecahnya revolusi.Meskipun demikian, sistem pemilikan dan penguasaan tanahtelah memunculkan beberapa masalah besar. Ada bukti-buktiyang semakin menguat bahwa di Afrika pun tanah semakinlangka dan bahwa di beberapa negara (misal: Etiopia, Rwanda,Burundi dan beberapa wilayah Kenya dan Uganda), fenomenaitu telah mencapai proporsi yang kritis dan telah menjadi salahsatu dari sebab-sebab dasar konflik sosial-politik. Di negara-negara itu privatisasi dan konsentrasi tanah yang semakin cepatdi tangan kaum yang lebih kaya (seringkali dengan dasarabsentee) menimbulkan formasi proletariat tak bertanah yangsemakin besar.

Oleh sebab itu, privatisasi dan konsentrasi tanah merupa-

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

15

Page 37: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

kan salah satu faktor kunci proses itu. Dalam proses tersebut,pengaturan penguasaan tanah secara adat cenderung digantidengan aturan penguasaan tanah pribadi, baik yang diformal-kan maupun tanpa hak formal, dan tanah telah mencuat menja-di faktor penting dalam proses komersialisasi. Karena dalamhitungan kasar populasi Afrika berlipat dua setiap 25 tahun,dan karena tanah yang luasnya tetap itu nantinya harus mem-beri makan dua kali jumlah orang yang sekarang (sebenarnyatanah tersebut mampu memberi makan lebih banyak orang, jikadaerah-daerah pertanian yang tersubur tidak dijadikan lahanpertanian untuk komoditas ekspor), maka orang mulai memper-hitungkan beratnya proses ganda konsentrasi dan marjinalisasigolongan orang yang tak bertanah.

Di India secara historis pernah berlaku beberapa sistemtanah, yang menimbulkan terjadinya konsentrasi tanah dankekuasaan. Sistem zamindari tentang Permukiman Permanendiberlakukan oleh pemerintah Inggris untuk menciptakan“kaum pemilik tanah” secara de jure (yang secara historis bukanpemilik tanah dan di banyak kasus secara de facto mereka tidakdiakui oleh masyarakat tani). Sistem ini pada dasarnya adalahsuatu penataan penarikan penerimaan negara lewat serangkai-an perantara, banyak di antara perantara itu kemudian menda-patkan banyak tanah pertanian yang luas. Ada ryotwari,mahahrari, mirasdari, dan beberapa sistem penarikan peneri-maan lainnya, di mana negara berusaha berurusan langsung(dan bukannya menggunakan perantara) dengan petani, entahpetani itu mau atau tidak. Sistem-sistem itu memungkinkanadanya dan berevolusinya beberapa sistem sub-sewa. Dalamsistem-sistem sub-sewa tersebut para penyewa pertama jadibisa menguasai tanah yang luas.

Di daerah-daerah yang dikuasai bangsawan (yang memangtidak diatur secara langsung oleh Inggris), para penguasa feodallama maupun yang relatif baru, serta para bangsawannya tetapmenguasai tanah yang luas. Selain itu, kepemilikan tanah-tanah

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

16

Page 38: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

luas juga terkonsentrasi di tangan para penerima hadiah tanahyang diberikan oleh para penguasa sebelum Inggris, yaitu kuil,gereja dan beberapa institusi lain.

Di Filipina, di bawah rezim kolonial Spanyol, sebuah kelastuan tanah Filipino (mestizo) muncul, dengan basis pertaniankomersial (gula, beras). Para tuan tanah besar menguasai tanahpertanian (hacienda) yang dikerjakan oleh para petani peng-garap. Para tuan tanah yang hidup di pedesaan mendominasipolitik lokal, dan kemudian (di bawah pemerintah kolonialAmerika) mereka mendominasi politik di tingkat provinsi dannasional.

Struktur agraria yang berkembang selama masa kolonialbisa dianggap sebagai pengorganisasian masyarakat dalamskala kecil, sementara seluruh aparat negara kolonial berkuasaterutama atas masyarakat pedesaan yang hidup dalam komuni-tas-komunitas lokal berskala kecil. Di beberapa negara, hu-bungan antara tuan tanah dan petani kecil memiliki beberapaciri hubungan patron-klien, yaitu suatu gabungan antara pater-nalisme dan eksploitasi. Dalam proses lanjutan, yaitu berupapembesaran skala dan penetrasi kapitalisme hingga ke pe-desaan, hubungan-hubungan sosial berubah, sehingga karakterhubungan yang bersifat personal dan paternalistik menjaditidak penting lagi.

Posisi kekuasaan kaum elit bertanah itu membuat merekamemiliki kemampuan yang kuat dalam pembuatan keputusankomunitas, sementara peran mereka sebagai perantara antaragolongan petani kecil dan negara membuat mereka memilikipengaruh terhadap aparat negara. Di beberapa negara dengankaum elit tuan tanah yang berkuasa di tingkat provinsi, aparatnegara di tingkat pusat sengaja dibuat lemah.

Kita keliru jika menganggap konsentrasi tanah sebagaiproses yang terus akan berlangsung. Pada masa-masa setelahperang, di beberapa negara, para tuan tanah kehilangan sebagi-an kekuasaannya. Dalam beberapa kasus, mereka beralih ke

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

17

Page 39: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

beberapa kegiatan ekonomi lain, dan dalam kasus lainnya lagimereka beralih karena landreform mengharuskan mereka me-nyerahkan sebagian tanahnya kepada petani kecil. Pada kasusyang berbeda, lapisan mereka digantikan oleh kelompok petanilain sebagai dampak dari keseluruhan perubahan dalam per-ekonomian. Sangat sering terjadi bahwa lenyapnya seluruh atausebagian kelas tuan tanah besar memberi ruang kepada kelasbaru petani yang berorientasi usaha. Dengan penggantian lapis-an elit pedesaan ini, biasanya beberapa proses akumulasi tanahjuga dimulai kembali. Dengan demikian, maka sebenarnya label“tuan tanah” bisa meliputi bermacam golongan kelompok yangbertanah.

Sejak 1950-an, di banyak tempat di dunia, pertanian sema-kin bersifat padat modal. Di Asia Selatan dan Asia Tenggara“Revolusi Hijau” yang dimulai pertengahan 1960-an danmenyebar cepat pada 1970-an, menimbulkan sejumlah per-ubahan dalam pertanian. Diperkenalkannya beberapa varietastanaman yang hasil panennya tinggi dan dikombinasikan de-ngan penggunaan pupuk dan insektisida, telah menyebabkanterjadinya kenaikan produktivitas secara keseluruhan. Tekno-logi baru memerlukan penggunaan kapital yang besar. Per-alihan kepada mekanisasi mencerminkan semakin meningkat-nya rasionalisasi dan orientasi kepada strategi-strategi ke-wirausahaan. Peningkatan penggunaan kapital ini menyebab-kan relasi-relasi produksi pun mengalami perubahan-perubahanyang terus-menerus. Dua tipe dari suatu usaha pertanian kapi-talistik bisa dilihat. Tipe pertama adalah yang disebut denganistilah tipe Junker, pada tipe ini para tuan tanah besar beralihkepada produksi komoditas pasar dunia, biasanya denganpenggunaan kapital yang intensif. Tipe kedua seringkali disebutsistem pertanian kulak, tipe ini dilakukan oleh para petani kecilindependen, yang ikut melakukan pertanian komersil.

Sebagai dampak dari proses-proses yang disebutkan diatas, ditambah pula dengan peningkatan populasi, maka terjadi

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

18

Page 40: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

proses marjinalisasi yang terus berlangsung hingga saat ini. Ke-cenderungan itu juga bisa dilihat di periode kolonial akhir, ke-tika kemiskinan dan keadaan orang tak bertanah di pedesaanterus membesar. Di beberapa negara, kecenderungan terjadinyamarjinalisasi itu semakin cepat selama 1930-an, ketika paratuan tanah besar yang menghadapi depresi ekonomi dunia ber-usaha mempertahankan tingkat keuntungan mereka denganmemotong biaya tenaga kerja. Hal itu umumnya bisa dilakukandengan mengganti hubungan kerja bagi-hasil dengan upah bu-ruh dan mekanisasi pertanian. Jumlah petani kecil tak bertanah(terusir dari tanahnya) meningkat di beberapa negara. Kecen-derungan itu berlanjut di periode pasca-perang, terutama sejak1950-an. Meningkatnya arti penting kekuatan negara dan inter-vensi negara (ini sebuah kecenderungan yang juga terjadi diperiode kolonial akhir) berlangsung dalam skala yang lebihbesar. “Pembangunan” menjadi prinsip utama. Beberapaprogram yang dilaksanakan pemerintah berangkat dari penye-diaan kredit bagi para petani pengusaha dan elit tuan tanah. Dibeberapa negara, golongan ini sesungguhnya sudah memilikiakses langsung kepada aparat negara dan mendapat keuntung-an dari sumber kapital baru itu. Para tuan tanah tidak lagi ber-gantung pada komunitas lokal untuk menjalankan usaha per-tanian mereka dan bisa mengoperasikannya dengan sumberdaya yang diambil dari negara.

Putusnya beberapa relasi sosial di aras lokal, diiringi de-ngan kian meningkatnya marjinalisasi, menyebabkan terjadi-nya berbagai keresahan agraria di sejumlah negara. Kerusuhandan pemberontakan terjadi dalam berbagai bentuk, baik dimasa rezim kolonial maupun setelah kemerdekaan, termasukagitasi petani dan gerakan petani (yang kadang dijadikan satudengan gerakan nasionalis), pemberontakan petani melawankelas tuan tanah, dan pada gilirannya pemberontakan itu men-jadi kekuatan bagi beberapa gerakan revolusi yang terlibatdalam bentrokan terbuka melawan aparat negara.

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

19

Page 41: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Sebagai dampak dari marjinalisasi, maka kemiskinan me-mang terlihat jelas, baik dalam konteks pedesaan maupun per-kotaan. Daerah-daerah pedesaan memperlihatkan semakin me-ningkatnya ketidaksetaraan dalam hal stratifikasi sosial, yaituantara golongan petani kaya di satu pihak dan sejumlah keluar-ga tak bertanah di pihak lain. Kesempatan kerja dalam bidangpertanian tidak lagi cukup untuk menyediakan nafkah bagi parapetani tak bertanah dan marjinal itu. Di banyak negara, terus-menerus terjadi perpindahan secara besar-besaran (eksodus)yang dilakukan orang dari daerah pedesaan menuju kota besar.Oleh karena tingkat pertumbuhan industri rendah, dan keba-nyakan memang padat modal, maka kelebihan tenaga kerja dipedesaan tidak bisa diserap oleh sektor itu. Banyak pendatangakhirnya tinggal di daerah-daerah yang kumuh dan padat pen-duduk. Di daerah-daerah itu mereka hidup dengan melakukanberagam aktivitas yang biasanya disebut dengan istilah “sektorinformal” oleh para ahli ekonomi dan perencana kota. Matapencaharian mereka itu mencakup pedagang kecil, pemulung,pekerja seks komersial, buruh bangunan, dsb. Beberapa kota dinegara-negara Dunia Ketiga tumbuh dengan kecepatan yangsangat tinggi, dan masalah kemiskinan, pengangguran, sertamanajemen perkotaan menjadi sedemikian besar sehinggatidak bisa dikendalikan lagi.

Sebuah catatan tentang negara-negara industriSuatu kecenderungan umum bisa dilihat di negara-negaraindustri, yaitu pertanian telah menjadi aktivitas industri danpara petani kecil cenderung menjadi marjinal. Kecenderunganseperti ini bukanlah baru. Di Amerika Serikat, sejak berdirinyanegara itu, jutaan petani kecil meninggalkan pertanian karenamereka menghadapi keadaan yang semakin sulit, dimana pen-dapatan mereka tidak lagi cukup untuk menutup biaya produk-si yang semakin besar. Namun demikian, para petani kecil itukemudian diserap oleh semakin besarnya perkembangan sektor

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

20

Page 42: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

industri dan jasa. Perpindahan besar-besaran tenaga kerja daripertanian ke beberapa sektor lain juga bisa dilihat di EropaBarat dan Jepang, terutama karena berlangsungnya industriali-sasi di beberapa dekade yang lalu. Kecenderungan itu semakincepat meningkat sejak awal tahun 1970-an karena adanya ke-naikan harga minyak secara kontinyu seiring dengan kenaikanbiaya input yang diakibatkannya.

Dalam semua kasus di atas, yaitu di Amerika Serikat,Eropa Barat dan Jepang, perpindahan besar-besaran petanikecil menuju sektor-sektor lain merupakan dampak dari kebi-jakan yang sengaja diterapkan oleh pemerintah. Perpindahanitu ditujukan untuk menjamin produktivitas pertanian yangtinggi dan efisien, sehingga perluasan skala dianggap menjadisyarat utama. Di Jepang yang berpenduduk padat, atas dasaralasan politik, perluasan skala pertanian hanya bisa terjadi se-cara terbatas. Meskipun dorongan pembesaran skala itu sangatkuat, tapi pertimbangan politik yang mencakup kebutuhan par-tai berkuasa untuk mempertahankan dukungan masyarakat pe-desaan, mencegah terjadinya hal tersebut. Untuk memastikanbahwa biaya tidak akan melebihi pendapatan produsen pertani-an, maka pemerintah harus melakukan program subsidi besar-besaran guna mencegah terjadinya marjinalisasi petani kecilyang jumlahnya semakin tinggi.

Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, program subsididilaksanakan untuk membantu petani menutup biaya yang se-makin tinggi. Eksodus besar-besaran petani kecil dari pedesaanmemang merupakan dampak dari kebijakan yang sengaja dilak-sanakan oleh pemerintah, dan sekaligus juga merupakan akibatdari permainan kekuatan-kekuatan pasar.

Di masa lalu hanya petani kecil yang kondisi hidupnya se-lalu di ujung tanduk. Namun, sekarang ini para petani peng-usaha pun terancam oleh kenaikan terus-menerus biaya inputyang tidak bisa dikendalikan. Terhimpit oleh utang, merekacenderung kehilangan kendali atas operasi usaha pertanian

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

21

Page 43: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

mereka, yaitu menyangkut cara bagaimana mereka berproduk-si dan bagaimana produk mereka dipasarkan. Mereka semakinmasuk ke situasi yang tertekan oleh bank dan industri peng-olahan, serta kerumitan-kerumitan perdagangan, yang semakinmembatasi cara-cara produksi pertaniannya. Walaupun parapetani ini tetap mempertahankan kepemilikannya, tapi dalampraktiknya mereka hanya menjadi alat dari korporasi-korporasibesar yang memanipulasi pertanian sebagai suatu aktivitasspekulatif yang menguntungkan. Sementara perusahaan-per-usahaan ini mengamankan bagian terbesar keuntungannya,para petani mendapat bagian resikonya saja.

Naiknya biaya mengharuskan petani untuk terus-menerusmencoba produksi komoditi baru dan cara-cara alternatif untuk“merasionalisasi” operasi pertanian mereka supaya lebihefisien, kompetitif dan tetap hidup. Proses itu mempercepat ter-singkirnya para petani kecil yang tidak lagi mampu memenuhikriteria untuk mendapatkan kredit bersubsidi atau akseskhusus ke pasar. Beberapa investasi tertentu juga disyaratkan,padahal mereka tidak mampu memenuhinya. Dengan demi-kian, ketersingkiran mereka memang tidak bisa dihindari danputaran baru proses konsentrasi kekayaan dimulai lagi.

Analisis tentang evolusi kecenderungan-kecenderunganpertanian di negara-negara industri sangatlah relevan baginegara berkembang, sebab kecenderungan-kecenderunganyang sama juga bisa didapati di negara-negara berkembang itu,meskipun masih berada di tahap awal.

Ekspansi cepat agribisnis multinasional di banyak negaraAsia menimbulkan sebuah dampak besar terhadap konsentrasiaset dan pendapatan di kalangan petani dan cenderung mem-percepat tersingkirnya petani kecil dari produksi pangan danbentuk-bentuk lain produksi pertanian. Sebagai dampak darioperasi agribisnis yang bertumpu pada produktivitas tinggi danpenataan kelembagaan baru untuk mengendalikan input, pro-ses produksi dan pemasaran, serta untuk menguasai pertanian,

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

22

Page 44: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

maka banyak petani kecil dihadapkan pada kehidupan yangsulit dan seringkali harus menyerah.

2. INDONESIA: SEJARAH AGRARIA

Pada zaman pra-kolonial, distribusi tanah yang tidak merata diPulau Jawa yang berpenduduk padat memang sudah terjadi.Namun, dibandingkan dengan beberapa negara lain yangmemiliki kelas tuan tanah dan tingkat konsentrasi tanah yangtinggi, maka ketidakmerataan distribusi tanah di Jawa terjadidalam skala yang jauh lebih kecil. Di Jawa ada dua konsep tra-disional tentang hak atas tanah. Kedua konsep itu saling berten-tangan. Di satu pihak, raja dan kaum elit mengklaim beberapabentuk kewajiban layanan (pajak) dari kepemilikan tanah, se-mentara di pihak lain para petani menganggap tanah sebagaimilik mereka, karena merekalah yang membuka lahan danmenjadikannya harta yang bisa diwariskan. Klaim-klaim yangdilakukan negara menyebabkan terjadinya “landreform”, yaitupengurangan kepemilikan tanah petani dan hak petani. Dibawah kekuasaan rezim kolonial di abad 19, pengerahan tenagakerja tanpa dibayar (corvee labour) dan pajak tanah dibeban-kan kepada desa, dengan anggapan bahwa hal itu dapat merata-kan akses terhadap tanah. Hak kepemilikan indivual dipindah-kan menjadi kepemilikan desa atau komunal. Untuk memenuhipermintaan pemerintah kolonial akan pengerahan tenaga kerja,maka banyak desa memutuskan untuk menambah jumlah laki-laki pekerja yang mampu melaksanakannya. Guna memenuhihal itu, maka desa-desa tersebut membagi-bagi tanah secaralebih merata di kalangan warga desa. Elit desa, yaitu kepaladesa dan sejumlah pejabat desa dibebaskan dari kewajibankerja. Namun demikian, kepala desa dan para pejabatnya tidakberubah menjadi petani pengusaha atau kelas kulak, sebabmereka memang dicegah untuk ikut dalam usaha dan perda-gangan pertanian. Sejumlah besar petani dibebani pajak yang

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

23

Page 45: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

begitu berat sehingga dari waktu ke waktu kelaparan serius ser-ing terjadi. Kondisi-kondisi yang menyengsarakan petani itutercermin dari munculnya kata-kata seperti misalnya kuli(buruh) bagi petani bertanah sempit.

Beberapa kesimpulan yang mungkin relevan di zamansekarang bisa diambil dari beberapa pengalaman agraria dimasa lalu. Pertama, adanya suatu tradisi kekerasan yang pan-jang di Jawa, yang muncul dari relasi-relasi agraria. Tidak satu-pun proses perubahan agraria di Jawa pada masa pra-kolonialmaupun kolonial berlangsung secara damai. Dalam istilahsetempat, kekerasan yang disebut perang desa selalu terjadidalam proses perubahan-perubahan agraria itu. Kedua, dasarpemberontakan petani adalah pertarungan kepentingan parapetani bertanah melawan tuntutan-tuntutan negara. Terakhir,negara telah menekan Jawa begitu rupa hingga mampu mem-buat tuntutan-tuntutannya diberlakukan. Meskipun memakanbiaya yang tinggi, negara memandang biaya itu setara denganhasilnya.

Dengan dihapusnya Sistem Tanam Paksa setelah 1870,maka pajak uang menggantikan pajak kerja dan beberapa usahadilakukan untuk memperkenalkan hak milik pribadi yang lebihkurang mirip dengan konsep hak milik di Barat. Kepemilikanindividual dan konsolidasi tanah petani dianggap oleh pemerin-tah kolonial yang sudah tercerahkan sebagai sesuatu yangmodern, liberal dan progresif. Akan tetapi pada lima puluhtahun pertama setelah dihapuskannya Sistem Tanam Paksa,individualisasi tanah ditentang oleh para pejabat lokal danpendaftaran tanah mendapatkan perlawanan. Salah satu alasanmengapa pejabat lokal menentangnya adalah karena indivi-dualisasi itu membuat rumit pengumpulan pajak, berkaitandengan masalah pajak yang harus dibayar desa dan pajak yangharus dibayar oleh individu. Kepentingan terselubung dari parapejabat desa itu juga memainkan peran yang penting.

Cepatnya laju penetrasi ekonomi uang menyebabkan ter-

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

24

Page 46: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

jadinya diferensiasi dan individualisasi yang lantas diperkuatoleh beberapa peraturan agraria dan eksperimen-eksperimen-nya. Sejauh yang dibicarakan adalah sekumpulan besar petanimiskin di desa, seorang ekonom zaman Belanda menggambar-kan hubungan mereka dengan perputaran uang yang semakinbesar dengan istilah bahwa petani harus “membeli uang”.Artinya, semua pendapatan mereka akhirnya hanya habis untukmemenuhi tuntutan-tuntutan yang mendesak dari luar. Selamaterjadinya depresi pada tahun 1930-an, ketika pendapatan tunaiterlalu sedikit untuk membayar pajak, maka banyak petanimenyerahkan tanahnya kepada kepala desa, sedangkan bebera-pa petani lain meminjam uang dari orang luar desa dan men-jadikan tanah mereka sebagai jaminan utang.

Sayangnya, pengetahuan tentang sejarah agraria di luarPulau Jawa sedikit sekali. Akan tetapi, nampaknya banyak tem-pat di pulau-pulau lain dalam periode waktu yang panjangmemperlihatkan beberapa kecenderungan yang berlawanandengan kecenderungan-kecenderungan di Jawa. Di beberapadaerah yang lebih jarang penduduknya penetrasi kapitalismesecara intensif terjadi setelah pertengahan abad ke-19. Pene-trasi kapitalisme itu menyebabkan munculnya kapitalis lokal.Banyak petani kecil terlibat dalam menanam tanaman komodi-tas ekspor, dan apa yang disebut dengan istilah “karet rakyat”memang hadir berdampingan dengan perkebunan orang-orangEropa. Pada saat terjadi depresi ekonomi, maka sistem pertani-an komersil untuk ekspor itu sangat menurun drastis, tetapi sis-tem itu kemudian dihidupkan lagi oleh beberapa kebijakanpemerintah setelah kemerdekaan.

Aspek lain dari kebijakan-kebijakan agraria kolonial pasca1870 yang meninggalkan warisan masalah agraria hingga seka-rang tidak boleh tertinggal untuk disebutkan. Aspek ini adalahpernyataan dalam Undang-Undang Agraria 1870 yang me-mungkinkan penyewaan tanah ‘tidur’ (tidak dibudidayakan) da-lam jangka panjang kepada perusahaan Belanda maupun per-

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

25

Page 47: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

usahaan asing untuk dijadikan perkebunan tanaman komoditasekspor, baik di Jawa maupun di daerah lain (terutama diSumatera Utara yang sampai kini ekonominya masih didomi-nasi oleh produksi perkebunan). Meskipun setelah dihapuskan-nya sistem ‘kuli kontrak’ yang terkenal kekejamannya, yaitu sis-tem rekrutmen tenaga kerja yang diikat oleh utang biaya mobili-sasi mereka dari Jawa ke tempat kerjanya sehingga upah tidakdibayar selama jangka waktu kontrak, tetap saja upah dan kon-disi pekerja perkebunan merupakan yang paling buruk diantarapekerja lain di Indonesia. Selama zaman penjajahan Jepang(1942-1945) para pekerja perkebunan didorong untuk men-duduki tanah perkebunan untuk menanam tanaman subsisten.Setelah kemerdekaan dan dilakukannya nasionalisasi perke-bunan-perkebunan Belanda di akhir 1950-an (padahal bebera-pa perusahaan asing mendapatkan kembali hak mereka), makabentrokan perebutan tanah antara para pekerja dan pihakperkebunan terus berlangsung, baik di Jawa maupun diSumatera, dan banyak di antara masalah-masalah itu masihharus diselesaikan hingga sekarang.

3. INDONESIA: BEBERAPA PERUBAHAN DI ERA MODERNISASI

Pada 1950-an, pemerintah Indonesia berupaya memajukanpembangunan sosial-ekonomi dengan cara yang lebih sistema-tis. Watak perekonomiannya yang sangat terkait dengan tanahmenyebabkan rumusan kebijakan dan implementasinya ter-utama difokuskan pada pembangunan pertanian. Salah satu ke-bijakan itu adalah rencana pada tahun 1958 untuk peningkatanproduksi beras yang ditujukan untuk mencapai swasembadapada tahun 1962. Dalam rencana itu, dicari solusi untuk pe-ningkatan metode pertanian, intensifikasi penggunaan lahansawah dan didirikannya beberapa pusat penyedia benih, pupukdan kredit untuk petani. Kegagalan kebijakan ini sebagian ter-letak pada masalah perencanaan, tingginya inflasi, dan bebera-

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

26

Page 48: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

pa masalah politik internal. Sebagian penjelasannya juga harusdicari dalam kebijakan para perencana ketika mencari solusiyang didasarkan pada parameter-parameter teknis (infrastruk-tur, intensifikasi dan kredit). Dalam praktiknya, kebijakan itumerupakan suatu kebijakan “bertaruh pada yang kuat” (bettingon the strong), sebab hanya petani bersawah, yang berstatuslayak mendapat kreditlah yang bisa ikut dalam program peme-rintah. Oleh karena sebagian besar petani tidak mendapatkanapapun dari fasilitas baru itu, maka produksi keseluruhan tetaprendah. Padahal, syarat utama untuk meningkatkan kesejahte-raan orang miskin desa adalah diikutkannya petani gurem danpetani tak bertanah ke dalam program reforma agraria yangdilaksanakan pemerintah. Beberapa kabinet yang berkuasa se-jak 1946 hingga 1960 selalu memasukkan upaya perbaikan per-aturan agraria dalam program mereka, tetapi baru pada 1960Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) diterima oleh DPR.

Bertentangan dengan opini umum di Indonesia zamansekarang, UUPA dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil 1960(yang mengatur maksimum luas tanah pertanian yang bolehdimiliki seseorang di areal yang berbeda-beda menurut kepa-datan penduduk —5,0 ha di Jawa yang padat penduduk, misal-nya—dan minimum 50 persen hasil diberikan kepada peng-garap dalam sistem bagi hasil, dengan biaya tanam dibagi dua)sangatlah moderat jika dibandingkan dengan beberapa undang-undang agraria di negara lain. Sebenarnya, draft undang-undang itu ditentang oleh Partai Komunis Indonesia, sebabtidak cukup radikal menurut PKI, dan juga karena undang-undang itu memformalkan kepemilikan tanah pribadi.

Meskipun UUPA 1960 mendorong petani gurem dan kaumtak bertanah untuk menuntut dilaksanakannya redistribusitanah, tidak bisa dikatakan bahwa pemerintah sebelum tahun1965 sudah melaksanakan UUPA itu dengan cara konsisten ataumemiliki daya paksa. Sementara itu, di awal 1960-an imple-mentasi UUPA telah dijadikan isu kampanye penting dalam

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

27

Page 49: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

mengukuhkan platform PKI dan Barisan Tani Indonesia,sehingga di beberapa daerah UUPA itu menimbulkan apa yangdisebut dengan ‘Aksi Sepihak’' yang dilakukan petani dalamusaha mereka untuk langsung menguasai tanah, yaitu denganmelanggar prosedur formal Panitia Landreform lokal. Kejadian-kejadian itu merupakan faktor utama penyebab menyebarluas-nya konflik agraria di tahun-tahun sebelum 1965. Pada giliran-nya, kejadian-kejadian itu menjadi penyebab penting dari peris-tiwa-peristiwa tragis 1965-1966 yang membuat ribuan orangdesa, terutama di Bali dan Jawa, menjadi korban pergolakanpolitik tingkat nasional, padahal mereka tidak begitu tahu apayang sebenarnya terjadi. Di Indonesia, sebagaimana halnya dibanyak negara lain, orang desa menjadi korban dari konflik danintrik politik tingkat tinggi, sementara mereka sama sekali tidakmemiliki kendali atasnya.

Peristiwa-peristiwa tragis itu menimbulkan dampak yangterus ada terhadap prospek pelaksanaan landreform hinggahari ini. Selama periode sepuluh tahun antara 1966-1976, secaraluas orang menganggap bahwa topik landreform sudah menjadi“tabu”. Bahkan di tahun-tahun belakangan, meskipun perhati-an pemerintah sudah diperbarui, dan ada pernyataan-pernyata-an publik beberapa pejabat tinggi negara bahwa “landreformbukan produk dari PKI”,7 juga meski pemerintah terus berpe-gang pada prinsip-prinsip landreform yang disebut di Bab I,ingatan pahit sejarah masa lalu masih membuat beberapa pe-jabat negara, kaum intelektual dan orang awam merasa perlubertindak dengan sangat hati-hati ketika memunculkan soalapapun yang berkaitan dengan masalah agraria.

Kecenderungan kepada komersialisasi pertanian yang di-usahakan oleh petani kecil telah muncul sejak lama. Kecende-rungan itu dipercepat di tahun-tahun sesudah 1966, yaitu ketika

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

28

7 Lihat misalnya banyak pernyataan beberapa pejabat tinggi negara padakesempatan perayaan 20 tahun UUPA, Oktober 1980.

Page 50: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

sistem irigasi telah direhabilitasi, pengenalan varietas baru,input dan praktik pertanian “Revolusi Hijau” berhasil menaik-kan produksi beras pada banyak sawah irigasi di Indonesia.8

Akan tetapi, harapan bahwa modernisasi dan intensifikasi pro-duksi beras juga bisa membawa kemakmuran yang lebih besardan keuntungan yang merata bagi mereka semua yang terlibatdalam produksi beras, tidak terpenuhi.

Meskipun sedikit sekali penelitian tersedia untuk mendu-kung kesan umum kecenderungan-kecenderungan itu, nampak-nya memang di Jawa hanya mereka yang memiliki lahan ber-irigasi lebih dari 0,5 ha-lah yang bisa mendapatkan keuntungandari input bersubsidi yang disediakan oleh program pemerintahuntuk intensifikasi pertanian. Hingga sekarang di banyak dae-rah, tekanan dilakukan kepada para petani berlahan sempituntuk ikut dalam program intensifikasi atau sekurangnya untukmenanam varitas unggul, meskipun mereka tidak mau. Olehkarena menghadapi kenaikan harga input dan tekanan dariinstansi pemerintah dan para pemilik tanah, maka banyak pe-tani kecil tidak lagi mampu mengolah tanahnya, sehingga lebihsuka menyewakannya kepada petani yang lebih mampu.

Meningkatnya mekanisasi juga menimbulkan beberapaperubahan di sektor pertanian. Di Jawa dan Sulawesi Selatan,penggunaan traktor tangan untuk membajak sawah menim-bulkan dampak besar bagi kesempatan kerja baik bagi paraburuh tani, maupun bagi para pemilik lahan yang karena hanyamemiliki tanah sempit terpaksa harus mencari kerja upahanselain di sawahnya sendiri. Pada saat yang sama, kesempatankerja bagi perempuan juga berkurang akibat dipergunakannya

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

29

8 Tahun 1981 Indonesia mencapai sebuah periode pendek ‘swasembada’dalam hal produksi beras untuk pertama kalinya dalam ingatan seumurhidup, meskipun sejumlah besar beras masih diimpor (telah dipesan dimuka). Untuk pertama kalinya produksi nasional bisa mencukupi kebutuh-an nasional. Meskipun produksi beras terus meningkat sejak saat itu, tetapiIndonesia masih mengimpor lebih dari satu juta ton beras per tahun(penyunting).

Page 51: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

alat penanam bibit padi semi mekanis. Selain itu, lapangankerja perempuan juga berkurang karena semakin tersebarluas-nya mesin penggilingan padi yang menggusur pekerjaan me-numbuk padi.

Beberapa perubahan sifat kelembagaan juga telah terjadidi banyak tempat di Jawa pada tahun-tahun belakangan ini.Hasil Sensus Pertanian 1963 dan 1973 menunjukkan bahwaangka penyakapan turun tajam, meskipun tidak diketahuibagaimana sesungguhnya perubahan itu terjadi. Ada yang me-ngatakan bahwa di awal 1960-an, karena takut bahwa peraturanlandreform akan memaksa mereka menyerahkan tanah kepadapenggarap, maka banyak pemilik tanah meninggalkan praktikpertanian bagi hasil dan beralih menggunakan buruh upahan.Juga ada anggapan bahwa bagi pemilik tanah luas buruh upah-an itu lebih ekonomis daripada mempekerjakan petani peng-garap untuk menggarap tanah mereka, terutama setelah prog-ram intensifikasi diperkenalkan. Semakin banyaknya penggu-naan uang dalam ekonomi pedesaan juga menimbulkan bebe-rapa perubahan dalam praktik panen. Di Jawa ada beberapadaerah dimana para pemilik tanah memilih menjual hasil per-tanian mereka sebelum waktu panen berdasarkan kontrak de-ngan mandor yang nantinya akan mengelola pengaturan tenagakerja panen di tanahnya, sebab cara itu dianggap lebih meng-untungkan. Jadi setelah relasi patron-klien lenyap, maka mun-cul relasi kontraktual di desa-desa.

Meskipun tidak didokumentasikan secara memadai, salahsatu dari perubahan-perubahan besar yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini adalah semakin meningkatnya konsen-trasi kepemilikan tanah. Para petani kecil terdorong untukmenjual tanah mereka karena berhadapan dengan kenyataanbahwa memang ada pasar yang siap membeli tanah, terutamaketika perluasan industri dan perumahan terjadi di daerah-daerah yang dekat dengan kota besar dan kecil. Permintaantanah untuk keperluan industri dan perumahan terus mening-

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

30

Page 52: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

kat sedemikian tinggi, sehingga spekulasi tidak bisa dihindari.Ketika tanah dibagi-bagi di antara para ahli warisnya, makatanah yang didapatkan oleh masing-masing mereka menjadibegitu kecil sehingga tidak ekonomis untuk diusahakan, akibat-nya mereka lebih suka menjualnya. Utang yang jatuh tempo dankeharusan untuk mendapatkan uang untuk berbagai keperluan,seperti pendidikan anak, juga mendorong petani gurem untukmenjual tanahnya. Beberapa pengamat mendukung pendapatbahwa UUPA 1960 itu sendiri juga mendorong peralihan tanahsemacam itu lewat penjualan, sebab tanah komunal yang dulu-nya bisa diwariskan tetapi tidak bisa dijual kepada orang luartelah menjadi kepemilikan pribadi, sehingga bisa dijual.

Penguasaan tanah bisa dilakukan oleh penduduk di per-kotaan yang ingin menginvestasikan modal mereka, sebab tidakada larangan untuk menginvestasikannya dengan membeli ta-nah pertanian di Jawa. Ada kecenderungan yang semakin besarbahwa orang-orang kota itu semakin banyak yang berusahamendapatkan hak penggunaan tanah yang luas di beberapadaerah tertentu di luar Jawa, seperti di Lampung, untuk pem-budidayaan tanaman komoditas ekspor (cengkeh, karet, kelapa,dsb.). Proses akumulasi tanah itu dapat dilakukan karena batasmaksimum kepemilikan tanah yang diatur dalam UUPA hanyabisa diberlakukan bagi tanah hak milik dan tidak berlaku bagihak guna tanah. Terlebih, persoalan kepemilikan absentee tidakdiatur dalam hal hak guna.

Ketika proses perubahan mulai semakin dirasakan ditingkat penduduk termiskin, maka petani gurem dan buruh tanitak bertanah yang sumber penghidupan mereka semakin ber-kurang terpaksa menggunakan beragam strategi bertahanhidup. Kecenderungan para pemilik lahan sempit untuk menye-wakan tanah menjadi semakin besar di daerah-daerah pertani-an beririgasi, termasuk di daerah-daerah di mana pemerintahsudah memperkenalkan pendekatan pertanian berkelompokuntuk meningkatkan hasil pertanian per satuan lahan. Dalam

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

31

Page 53: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

kasus semacam itu, maka para pemilik tanah menjadi petanipenggarap bagi hasil atau lebih umumnya menjadi buruh tani ditanah mereka sendiri. Dalam kasus untuk menebus tanah yangsudah digadaikan, pemilik tanah menjadi petani penggarap ditanahnya sendiri hingga ia bisa mendapat hasil yang cukup un-tuk membeli tanahnya kembali. Sebenarnya, praktik semacamitu dilarang oleh hukum. Pada akhirnya, ketidakmampuanuntuk menebus tanah seringkali membuat petani harus menjualtanahnya itu.

Beberapa bentuk hubungan tenaga kerja telah mengalamievolusi dalam merespon fenomena komersialisasi pertanian.Dengan meluruhnya tradisi bagi hasil dan adanya kecenderung-an pemilik tanah untuk menggunakan buruh upahan, makapara petani gurem dan buruh tani tak bertanah terpaksa meng-ikuti aturan kerja yang sebenarnya lebih merugikan diband-ingkan dengan pola bagi hasil yang diperbolehkan oleh UUPA.Hal ini tidak lain agar mereka punya akses untuk mendapatkanhasil pertanian. Misalnya, banyak buruh tani di berbagai daerahsekarang mau melakukan pekerjaan seperti penanaman danpembibitan tanpa bayar, agar mereka tetap bisa memiliki ke-sempatan kerja untuk memanen. Oleh karena petani dihadap-kan pada kemungkinan bahwa pemilik tanah bisa saja memilihmenggunakan sistem kontrak untuk memanen sawahnya dankarena lapangan pekerjaan di pertanian sangat sedikit, makapara petani gurem dan buruh tani itu terpaksa mengikuti kese-pakatan semacam itu. Dalam beberapa kasus, petani guremsudah siap untuk menjadi buruh tani di musim hujan agar bisamendapatkan hak atas tanah secara bagi hasil di musim keringberikutnya. Karena kekuatan tawar petani pemilik lahan sempitdan buruh tani tak bertanah semakin lemah, maka beberapaperubahan dalam relasi tenaga kerja itu akan terus terjadi danakan semakin merugikan mereka.

Dengan semakin besarnya tekanan populasi dan semakinbesarnya ketidaksetaraan dalam hal akses terhadap tanah dan

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

32

Page 54: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

produk yang dihasilkannya, maka semakin banyak terjadi pe-nyerobotan yang dilakukan oleh pemukim liar terhadap tanahyang dikuasai oleh negara dan berbagai institusi lainnya. Serang-kaian insiden yang terjadi pada 1979 ketika para pemukim liarmenantang kekuasaan pemerintah di Sumatera Utara dan JawaTimur merupakan cerminan dari cara yang digunakan orangmiskin desa untuk melawan marjinalisasi yang semakin besar.Begitu pula, pendudukan ilegal tanah hutan lindung dan hutanrehabilitasi telah membawa dampak ekologis. Pendudukanilegal itu bukan hanya menunjukkan adanya tekanan populasidi daerah pedesaan tetapi juga menunjuk pada kenyataan bah-wa hanya sejumlah kecil orang saja yang sekarang memilikiakses terhadap tanah. Sebagaimana digambarkan oleh insidendi Sumatera Utara dan Jawa Timur itu, beberapa warga desatermasuk juga perempuan sudah siap terlibat bentrok fisik gunamelindungi apa yang mereka yakini sebagai hak mereka.

Rakyat terus disingkirkan dan bukannya ditarik ke peker-jaan pertanian, sehingga peralihan ke dalam aktivitas non-per-tanian di daerah pedesaan menjadi semakin banyak terjadi. Halitu terlihat dari besarnya jumlah pedagang kecil yang menda-patkan penghasilan seadanya dari berdagang makanan,minuman, pakaian dan barang lain, baik yang mereka buatsendiri maupun yang dibeli dari pedagang lain. Di banyak dae-rah, orang desa mengumpulkan batu, kerikil dan pasir dari su-ngai dan menggali tebing gunung untuk mendapatkan bahanbangunan yang bisa dijual kepada kontraktor bangunan di kota.Di beberapa tempat, usaha pembuatan batu bata menjadi sum-ber penghidupan, sebagai industri rumah tangga. Akan tetapi,persaingan yang diakibatkan oleh munculnya barang buatanpabrik telah membatasi peluang bagi perluasan industri pe-desaan. Beberapa industri kecil pembuatan alat dapur danrumah tangga dari logam, misalnya, masih ada di beberapa dae-rah, tetapi ketika alat-alat itu disaingi oleh peralatan dari plas-tik (seperti keranjang dan tali rafia) maka para pengrajin pe-

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

33

Page 55: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

desaan kalah bersaing. Bahkan pasar lokal yang dulunya me-nyerap produk pedesaan juga semakin mengecil jumlahnya,karena dihadapkan pada masuknya barang pabrik dari kota.Ketika industri rumah tangga skala kecil bisa bertahan hidup,misalnya seperti kain tenun tangan, maka produk-produkindustri tersebut menjadi sedemikian rendah kualitasnyasehingga tidak mampu bersaing, kecuali dengan harga yangsangat rendah. Ketika beberapa peluang penghasilan tercipta didaerah pedesaan oleh inovasi baru (misalnya angkutan pe-desaan), maka akses ke peluang penghasilan itu hanya bisa di-dapatkan oleh mereka yang berada pada strata sosial-ekonomitinggi, sebab perkembangan semacam itu hampir selalu mem-butuhkan akses ke kapital.

Semakin meningkatnya perpindahan keluar dari daerahpedesaan adalah suatu bentuk lain tanggapan terhadap semakinbesarnya marjinalisasi dan kecilnya akses peluang kerja di desa-desa Jawa. Di sebagian besar peristiwa, perpindahan itu terjadimenuju daerah perkotaan (baik yang permanen maupun yangsirkular), sebab sektor informal memberikan harapan peng-hidupan yang lebih baik daripada pertanian. Beberapa orangbahkan memilih untuk pergi jauh meninggalkan Jawa sebagaitransmigran yang dibiayai pemerintah maupun sebagai trans-migran swadaya (spontan). Gagasan untuk memiliki lahan per-tanian sekurangnya dua hektar (ukuran yang diberikan kepadapara transmigran biaya pemerintah) terbukti sangat menarikbagi para buruh tani tak bertanah dan para petani kecil, meski-pun beberapa lainnya lebih memilih penghidupan yang lebihtidak menentu di daerah perkotaan sebagai tukang becak, pen-jual makanan, pekerja bangunan dan sejenisnya.

Konflik antara kepentingan nasional dan kepentinganlokal menambah dimensi baru bagi masalah marjinalisasi dankonsentrasi kepemilikan tanah yang semakin besar di daerah-daerah padat penduduk di Indonesia, yang tidak hanya terjadidi Jawa saja. Meskipun pada tingkat ideologis bisa saja tidak

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

34

Page 56: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

ada konflik semacam itu, tapi pada tingkat sosial beberapaperselisihan soal penggunaan sumberdaya tertentu telah terjadiakibat adanya perbedaan interpretasi kepentingan. Karenakepentingan nasional lebih tinggi daripada kepentingan lokal,maka pemerintah memiliki kekuatan tunggal untuk mengim-plementasikan program-program pembangunan, padahal dibanyak kasus progam-program itu dilakukan dengan biayamasyarakat lokal. Beberapa masalah muncul dalam kaitannyadengan kebutuhan tanah untuk tempat industri, perluasan arealpemukiman kota, infrastruktur fisik, pengembangan perkebun-an dan perluasan program transmigrasi. Konflik kepentinganitu juga terjadi dalam beberapa persoalan yang terkait denganbeberapa kebijakan pemerintah dan pengendalian harga yangdirancang untuk menstabilkan ekonomi. Kebijakan harga berasmerupakan satu contoh dilema yang dihadapi pemerintah,sebab pemerintah harus berusaha mendorong petani untukmeningkatkan produksi dan sekaligus menjaga harga tetap ren-dah demi kepentingan para konsumen berpenghasilan rendah,baik di kota maupun di desa. Sementara itu, beberapa masalahsosial yang terkait dengan tanah tidak bisa diselesaikan padatingkat lokal sebab sistem birokrasi dan administrasi di tingkatlokal sudah sedemikian dipolitisasi, sehingga semua masalahcenderung dilihat dengan kaca mata politik dan bukan dalamkerangka signifikansi lokal dan kepentingan rakyat setempat.

Salah satu masalah besar yang dihadapi usaha apapun dimasa datang untuk mengimplementasikan land reform adalahbahwa di zaman sekarang hanya satu persen dari semua tanahdi Indonesia yang telah didaftar secara formal. Pendaftarantanah relatif baru dilaksanakan di Indonesia (sejak tahun 1960).Di setiap desa ada buku tanah, tetapi catatan semacam ituseringkali tidak mengikuti perkembangan zaman. Orang desamemang memiliki surat pajak bumi dan bangunan, tetapi suratsemacam itu hanya merupakan bukti pembayaran pajak, danbukan bukti kepemilikan, meskipun bisa saja surat itu diguna-

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

35

Page 57: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

kan sebagai dasar untuk mendapatkan kredit bersubsidi darinegara. Direktorat Pendaftaran Tanah menghadapi banyak ke-sulitan, beberapa di antaranya adalah sedikitnya dana danminimnya orang yang terlatih, ketidaklaziman nama diri dannama keluarga di Indonesia, dan konflik potensial denganhukum adat, misalnya tentang masalah keanggotaan keturunanmarga atau suku yang memiliki hak atas tanah. Selain itu,proses pendaftaran itu sendiri tidak selalu memberi manfaatbagi orang desa. Selain karena adanya biaya, baik yang formalmaupun informal, yang sebenarnya membuat petani guremtidak mampu melakukan pendaftaran tanah, pendaftaran itusendiri bisa digunakan untuk mensahkan beberapa bentuk pe-nguasaan tanah yang sebetulnya tidak sah dan dapat membuatpara petani gurem yang buta huruf menjadi korban dari speku-lator. Saat ini beberapa metode fotogrametri telah digunakanuntuk mempercepat proses pendaftaran dan dikatakan lebihdisukai orang karena relatif sederhana dan lebih jelas. Namundemikian, diperkirakan bahwa hanya 60 persen dari semualahan pertanian bisa didaftar sampai dengan tahun 2000.9

4. TEMA-TEMA PENELITIAN YANG DISARANKAN

a) Apakah ciri-ciri utama dari sejarah perkembangan per-tanian di berbagai daerah, baik di masa lalu maupun sam-pai dengan saat ini, dan bagaimana keterkaitannya (positifataupun negatif) dengan perkembangan sektor industri?Hal ini mencakup beberapa analisis dinamis tentangaspek-aspek berikut:- pola pertanian dan pola penggunaan tanah;

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

36

9 Sejak tanggal dilaksakannya Lokakarya ini, ketika laporan ini ditulis, peme-rintah Indonesia memperkenalkan PRONA (Program Nasional Agraria)sebagai usaha untuk menurunkan biaya dan menyederhanakan prosedurpendaftaran tanah. tetapi, beberapa laporan pers mengatakan bahwa prog-ram PRONA itu sendiri mudah sekali dimanipulasi oleh spekulator di bebe-rapa daerah (penyunting).

Page 58: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

- pola kepemilikan dan penguasaan tanah;- tipe teknologi;- koefisien-koefisien hasil produksi pertanian dan

tenaga kerja;- kebijakan fiskal dan keuangan yang terkait dengan

pertanian;- pola penarikan surplus agraria dari produsen lang-

sung dan penggunaan surplus itu (misalnya penggu-naan surplus itu dalam perluasan pertanian, investasiindustri, konsumsi).

b) Bagaimanakah struktur penguasaan dan pemilikan tanahpedesaan di berbagai daerah saat ini, bagaimana danmengapa struktur itu berubah, dan bagaimana struktur ituterkait dengan distribusi akses terhadap bermacam layan-an (layanan pertanian maupun non-pertanian, layananpublik atau pun privat) dari luar desa?

c) Apa saja dampak dari meluasnya pertanian komoditasekspor dan pertanian padat modal terhadap para petanigurem dan buruh tani upahan di sub-sektor pertanian tra-disional?

d) Apa saja konsekuensi modernisasi di berbagai sub-sektoryang semakin terspesialisasi dan berkembang cepat(misalnya: peternakan) dalam kaitannya dengan masuk-nya korporasi skala besar dan integrasi vertikal oleh indus-tri yang semakin meningkat?

e) Dari mana saja asal-usul para pengusaha industri di Indo-nesia (contoh: dari keluarga petani atau tuan tanah kaya,bisnis, latar belakang birokrasi) dan hubungan apa yangmereka miliki dengan sektor pertanian?

f) Apa saja masalah penggunaan dan penguasaan tanah yangterdapat dalam upaya pembukaan areal-areal baru per-tanian menetap (dalam kaitannya dengan beberapa ham-batan pembukaan lahan, perubahan hak tanah yang ada,relasi antara para penduduk baru dan orang pribumi)?

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

37

Page 59: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

g) Dapatkah konsep “perkebunan inti” digunakan untuk me-ngembangkan pertanian modern dan sekaligus menjaminadanya kesetaraan antar petani dan antar sektor? Tema iniakan melibatkan studi tentang:- perbandingan capaian hasil, penyerapan tenaga kerja

dan penghasilan petani kebun dengan komoditi ter-tentu yang bekerja di perkebunan mereka sendiri,perusahaan atau milik negara, dengan sistem “perke-bunan inti”;

- beberapa konsekuensi perubahan dari sistem sewatanah untuk tanam tebu di Jawa menuju sistem kon-trak produksi dengan petani (TRI/TRIS);

- beberapa studi dan proyek percontohan riset aksiyang ditujukan untuk menemukan bentuk-bentukorganisasi tani yang tepat, yaitu: yang dapat men-jamin adanya posisi tawar yang lebih baik bagi parapetani dalam sistem “perkebunan inti”.

h) Penelitian berorientasi kebijakan tentang capaian danmasalah organisasi petani nasional (HKTI) dan kapasitas-nya untuk melayani kebutuhan dan membela kepentinganpetani kecil dan buruh tani di sub-sektor usaha pertaniangurem, baik di tingkat nasional, regional maupun lokal.

i) Apakah polarisasi masyarakat pedesaan sudah terjadi diseluruh atau sebagian wilayah Indonesia, jika sudah bagai-mana dan mengapa polarisasi itu terjadi (tinjauan his-toris)? Apa saja faktor yang menyebabkan diferensiasi danpolarisasi yang terjadi secara cepat ataupun lambat dibanyak daerah dan sub-sektor, dan apa saja (atau apa yangakan menjadi) konsekuensi makro-ekonomi dan sosio-politik dari polarisasi tersebut terhadap pemerataan pem-bangunan dan modernisasi sektor-sektor pertanian danindustri?

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

38

Page 60: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

PENDAHULUAN

Perhatian akan reforma agraria kini bangkit kembali.Modernisasi pertanian dan industri telah mendorong semakinbanyak terjadinya konsentrasi aset dan penghasilan, sementarakondisi mayoritas penduduk tidak menjadi lebih baik, bahkanmerosot. Umumnya diakui bahwa modernisasi telah menim-bulkan terjadinya “pertumbuhan tanpa pembangunan”, mana-kala pembangunan dipahami sebagai meningkatnya peng-hidupan dan kesempatan bagi semua orang. Harapan semasa1960-an bahwa “Revolusi Hijau” akan menghilangkan keharus-an menata struktur agraria secara mendasar telah lenyap. Jelasbahwa proses pertumbuhan yang tidak merata telah menyertaistrategi-strategi modernisasi semacam itu dan malah memper-besar keharusan untuk melakukan reforma agraria. Perhatianakan reforma agraria bangkit kembali karena tekanan-tekananyang ditimbulkan oleh kebijakan dan strategi yang ingin dipakaiuntuk menggantikan penataan struktur agraria.

Bab ini akan dimulai dengan ulasan sekilas tentang dina-mika landreform dan reforma agraria di Asia. Selanjutnya, kitaakan melihat latar belakang politik beberapa pelaksanaan land-

39

reforma agaria dalam tinjauan komparatif

3

Page 61: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

reform, terutama akan kita lihat kondisi-kondisi yang telahmendorong terjadinya reforma agraria semacam itu di bebera-pa masyarakat non-sosialis. Kemudian pembahasan akan dilan-jutkan dengan diskusi tentang reforma agraria dalam kaitannyadengan strategi pembangunan nasional, dengan penekananpada beberapa masalah yang saling kontras di daerah-daerahpadat penduduk maupun jarang penduduk, dan akan dibahaspula beberapa isu yang terkait dengan proses reforma agrariadan organisasi produksi pasca-reforma.

1. DINAMIKA REFORMA AGRARIA DI ASIA

Ada kecenderungan kuat untuk memandang landreform seba-gai produk dan hasil dari intervensi rasional pemerintah yangmemberlakukan peraturan-peraturan guna menyejahterakankelas-kelas dan kelompok masyarakat yang tidak beruntung,dengan cara yang bisa dikatakan memaksa, seolah landreformmemang diadakan terputus dengan dinamika masyarakatnya.Namun, jika kita melihat realitas yang terjadi di Asia lebih dekat,maka dinamika sosial kemasyarakatan itu sendiri yang memun-culkan tekanan sehingga harus ditanggapi oleh pemerintah.Bentuk-bentuk spesifik tekanan dan dukungan yang dihadapioleh pemerintah merupakan penentu krusial dari beragam ben-tuk landreform dan reforma agraria yang dilaksanakan.

Dapat dikatakan bahwa sebagian besar landreform me-mang dilakukan untuk mencegah terjadinya reforma agrariayang lebih radikal, sebab dalam reforma agraria yang lebihradikal struktur kekuasaan dan bentuk-bentuk organisasi poli-tik, ekonomi, dan sosial yang menyertainya bisa saja digantidengan modus-modus organisasi yang dianggap lebih men-dukung kebebasan dan demokrasi. Jadi, beberapa bentuk land-reform memang secara historis dimaksudkan untuk menetral-kan dan mengendalikan tekanan yang bisa menimbulkan per-ubahan-perubahan yang mengancam posisi kaum elit (tuan

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

40

Page 62: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

tanah) lama dan kaum elit (industri) baru. Oleh sebab itu, land-reform dapat bersifat kontradiktif. Di satu pihak, landreformitu dilakukan untuk mengakomodasi aspirasi petani gurem. Dipihak lain, landreform harus mengakomodasi kepentingantuan tanah yang telah termodernkan dan harus menciptakanbasis kondisi untuk pertanian modern yang dinamis dan efisien,yang menurut anggapan para elit modern akan memungkinkandan mendorong terjadinya proses industrialisasi dinamis.

Sebagian besar landreform yang terjadi di Asia era 1950-an dan 1960-an adalah untuk memenuhi kepentingan pemerin-tah mencegah semakin besarnya tekanan yang bisa mengantarkepada terjadinya reforma agraria yang lebih radikal, sepertiyang terjadi di Cina daratan. Jadi sebagian besar reformaagraria itu telah mengkompromikan tekanan para petani peng-garap di satu pihak, dan kepentingan para tuan tanah yangsedang menjadi modern, para petani menengah atas yang kaya,dan para pengusaha industri di pihak lain. Hasilnya adalah se-perangkat landreform yang dalam praktik aktualnya diilhamioleh keperluan untuk mempertahankan dan menaikkan efisien-si produksi, dan sedikit saja perangkat landreform itu mengu-rangi bentuk-bentuk penguasaan tanah tidak produktif gunamemuluskan jalan kepada pertumbuhan pertanian. Sebagaiakibatnya, aturan main yang berlaku adalah tidak dilibatkannyakaum tak bertanah sebagai pihak-pihak yang mendapatkantanah dari landreform itu, sebab dianggap berlawanan dengantuntutan efisiensi yang produktif. Sebagai dampak dari jenisreforma yang dilakukan itu, yang hanya menganggap pertaniankeluarga sebagai satu-satunya alternatif yang layak diambil,maka segera setelah reforma itu dilakukan, mulai terjadilahproses marjinalisasi yang kemudian berlangsung besar-besar-an. Akibatnya, banyak petani kecil dan penggarap harus me-ninggalkan pertanian. Eksodus mereka sejalan dengan strategipembangunan nasional yang direncanakan oleh kaum elit,yaitu: mendasarkan strategi industrialisasi di atas ketersediaan

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

41

Page 63: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

tenaga kerja murah. Akhir 1960-an dan pada 1970-an industrialisasi tumbuh

dengan pesat dan semakin besar perhatian dicurahkan untukmemaksimalkan produktivitas pertanian. Dapatlah dilihatbahwa pada tahun-tahun itu perhatian akan landreform dikalangan kaum elit pertanian maupun elit industri cenderungmenurun. Terjadi juga beberapa perubahan kualitatif dalamrelasi antara negara dan kaum petani gurem. Sebagaimanadiketahui, ada kecenderungan umum di antara pemerintahan-pemerintahan di seluruh Asia untuk semakin ketat mengenda-likan kaum tani gurem, agar bisa dipastikan bahwa peran mere-ka dalam proses pembangunan nasional sudah sesuai denganrencana dan program pemerintah. Dengan semakin besarnyakontrol pemerintah, golongan miskin dan kaum tani guremsemakin dipersulit untuk secara terbuka menemukan danmengartikulasikan kebutuhan dan masalah mereka, serta untukmenekan pemerintah agar menerima tuntutan mereka yangmemang sah. Meskipun tekanan-tekanan yang menguat untukmengubah pengetatan kontrol itu tidak mudah dikenali, tetapibukti objektif tentang terjadinya marjinalisasi dan kemiskinanmassal sudah sedemikian nyata, sehingga dengan masalah sebe-sar itu banyak pemerintahan merasa bahwa waktunya telah tibauntuk mencegah timbulnya masalah-masalah yang diakibatkanoleh ketimpangan pertumbuhan dan keresahan agraria yang bisasaja menjadi tidak terkendali di masa depan. Tantangan besaryang sekarang dihadapi oleh pemerintah adalah bagaimanamemecahkan kebuntuan itu dan mengambil langkah yang bisamemastikan bahwa persoalan pertumbuhan bisa dibuat sejalandan saling mendukung dengan tuntutan pemerataan.

2.ASPEK POLITIK REFORMA AGRARIA

Bagian ini secara singkat membicarakan beberapa aspek politikreforma agraria, yakni: kondisi-kondisi yang mendorong ter-

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

42

Page 64: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

jadinya reforma agraria, identifikasi kelompok-kelompok yangmendukung dan menentang reforma agraria, beberapa hal khu-sus dalam kasus Indonesia, dan beberapa permasalahan dalamimplementasinya.

Kondisi- kondisi yang mendorong terjadinya reforma agrariaMembicarakan reforma agraria secara politis di negara-negaraDunia Ketiga berarti membahas suatu fenomena yang kom-pleks. Meskipun kompleksitas fenomena itu jelas bergantungpada jenis reforma agraria yang diimplementasikan — bervariasidari peraturan bagi hasil hingga pemecah-mecahan tanah per-tanian luas. Pada banyak kejadian, fenomena itu melibatkanterjadinya suatu transformasi besar dalam hal posisi relatif darikelas-kelas sosial di masyarakat, baik dalam hal kedudukansosial, politik dan ekonomi. Secara normatif, reforma agrariadiupayakan mampu membangun relasi-relasi sosial yang lebihsetara, adil dan demokratis dalam masyarakat pedesaan, misal-nya untuk menghilangkan posisi dominan para tuan tanahbesar latifundista di Amerika Latin, para zamindar di India,para tuan tanah besar, para petani di daerah padat pendudukJepang, dan untuk menaikkan posisi kaum petani kecil: petanigurem, petani penggarap, penggarap bagi hasil, dan kadangjuga kaum tidak bertanah. Dalam kondisi sebagian besar negaradi Dunia Ketiga, jelaslah bahwa perubahan masyarakat pedesa-an yang disebabkan oleh reforma agraria telah melahirkanimplikasi-implikasi yang jauh melampaui masalah relasi pe-desaan. Dengan mengukur implikasi-implikasi itu terhadapstruktur utuh masyarakatnya, maka reforma agraria pastiberpengaruh pada kehidupan masyarakat secara keseluruhan.Hal ini terlihat sangat jelas, misalnya dalam motif-motif yangseringkali ditemukan dalam reforma agraria, seperti keinginanuntuk memperkuat negara dengan menyingkirkan kekuasaankelas tuan tanah atas negara (Iran, Peru) atau untuk menghi-langkan relasi “feodal” di masyarakat. Tujuan besar lain refor-

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

43

Page 65: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

ma agraria biasanya adalah keinginan untuk mempercepat per-kembangan industri dengan perluasan pasar dalam negeri, pro-duksi input pertanian bagi penduduk kota dan industri, pengu-rangan penggunaan devisa negara yang biasanya digunakanuntuk mengimpor makanan, dsb.

Apabila demikian, pada kondisi-kondisi seperti apakahreforma agraria dilaksanakan? Secara skematis, terdapat kom-binasi dari beberapa kondisi berikut. Secara internal, terdapatbanyak ketidakmerataan dalam hal pemilikan tanah dan tingkatpenghidupan. Ketimpangan itu telah mendorong terjadinyaprotes petani berulang-ulang atau bisa juga dianggap dapatmembangun keadaan kondusif bagi terjadinya protes semacamitu, yaitu suatu situasi yang ‘rentan’ terhadap penetrasi dan aksiorganisasi-organisasi kiri radikal. Sebuah masyarakat ataunegara bisa saja memiliki kedekatan wilayah dengan daerahatau negara lain di mana kondisi-kondisi tertentu telah menye-babkan terjadinya kerusuhan atau pergolakan revolusioner(misal: Indo-Cina, Cina daratan, Kuba). Kedekatan semacam itucenderung membuat pemerintah dan politisi sangat berhati-hati terhadap risiko membiarkan kondisi yang ada tetap sepertiitu. Kombinasi dari kondisi-kondisi yang sudah bertenaga men-dobrak ini diperkuat pula oleh beberapa kondisi lain, yaitu ter-utama meningginya kesadaran di kalangan kelompok-kelompokprofesional, politisi dan industri bahwa proses pembangunannasional telah dihambat oleh kegagalan para tuan tanah mem-pergunakan sumberdaya mereka secara produktif, karena lebihmenekankan pada keamanan diri, tujuan spekulasi atau mem-pertahankan status mereka. Kadang pemerintah dan perencanamenjadi sadar akan pentingnya reforma agraria karena adanyatuntutan untuk melakukan industrialisasi produk-produk subsi-tusi impor, juga kadang karena tuntutan industri ekspor.

Strategi ketiga terkait dengan negara dan proses politikyang berlangsung. Di sini kita menemukan dua kasus di manareforma agraria —terutama sebagai bagian dari revolusi sosial

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

44

Page 66: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

yang lebih luas—menjadi mungkin dilakukan karena melemah-nya aparat negara, termasuk militer (contoh: Meksiko danBolivia). Dalam kedua kasus itu rezim berkuasa memang me-lakukan reforma agraria untuk memperkuat posisi mereka dannegara dengan bantuan golongan petani, dan ditujukan untukmelawan kelas tuan tanah (contoh: Filipina, Iran). Dalam peng-alaman pelaksanaan reforma agraria, peran penting dimainkanoleh politisi kota yang tema-tema kampanyenya dan konflikyang ditimbulkannya ‘merembes’ ke kalangan petani kecil (con-toh: di Meksiko, Venezuela).

Terakhir, memang ada ‘faktor eksternal’, terutama per-tarungan hegemoni dunia antara AS dan Uni Soviet di tahun-tahun belakangan ini. Dalam reforma agraria yang dilakukan diJepang, Korea dan Taiwan, ketakutan akan masuknya komunisdan revolusi sosial jelas merupakan salah satu dari motif pen-ting yang mengilhami pemerintah nasional negara-negara itudan kaum elitnya untuk melakukan tindakan pencegahan.Negara-negara besar itu pula yang memainkan peran krusialdalam Kennedy’s Alliance for Progress untuk wilayah AmerikaLatin sehingga mendatangkan dukungan AS untuk reformaagraria yang dilakukan di Cile (1964-1970), Peru, dan Venezueladan juga untuk melawan pemerintahan Allende ketika dia se-dang mengarahkan Cile menuju sosialisme. Faktor-faktoreksternal mungkin hanya memainkan peran kecil dalam refor-ma agraria yang dilaksanakan di Bengala Barat dan Kerala,meskipun pemerintah kedua negara bagian itu Marxis. Namundemikian, faktor eksternal itu yang mengintervensi pelak-sanaan reforma agraria di Diem, Vietnam Selatan. Oleh karenaitu, sebenarnya reforma agraria bisa berfungsi sebagai ‘senjata’dalam pertarungan internasional. Aspek ini harus dibedakandari peran beberapa perusahaan multinasional yang juga ber-usaha untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya darireforma agraria, dengan syarat reforma agraria itu diasosiasi-kan dengan kebijakan keuangan dan teknis yang mengarahkan

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

45

Page 67: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

untuk kepentingan itu, dan pemerintah nasional tidak menggu-nakan peningkatan permintaan input pertanian sebagai basisindustri domestik baru (seperti di Taiwan).

Reforma Agraria: Pendukung dan PenentangnyaMari kita mulai dengan mengidentifikasi beberapa tipe rezimyang mensponsori reforma agraria. Hal ini akan membantu kitamemahami golongan mana saja yang cenderung mendukungdan kelompok apa yang cenderung menentang reforma agraria.(i) Rezim militer progresif (Mesir, Panama, Peru); aliansi

kaum militer, kaum profesional dan pengusaha industriprogresif dengan dukungan rakyat mengimplementasikansebuah reforma agraria radikal dengan menyingkirkankelas tuan tanah dan meredistribusikan tanah pertanianmereka kepada kaum tani gurem, yaitu dengan cara mem-beli tanah itu dari kelas tuan tanah.

(ii) Kombinasi kekuatan lokal dan tentara pendudukan (Je-pang, Korea, Taiwan): dengan bantuan dan atas tekananpemerintah AS otoritas lokal mengimplementasikan se-cara drastis suatu bentuk reforma agraria, yaitu redistri-busi tanah milik para tuan tanah besar yang luasnyamelebihi batas maksimum kepada petani penggarap ataupenggarap bagi hasil, dengan membayar kompensasi kepa-da tuan tanah itu.

(iii) Otokrasi yang berusaha melakukan modernisasi (Iran dibawah Shah); suatu monarki yang mengimplementasikanreforma agraria dengan bantuan militer, pegawai negeridan golongan petani kecil. Reforma itu dilakukan pertama-tama atas tanah-tanah pertanian kerajaan dan kemudiantanah kelas tuan tanah (di desa-desa). Kaum pemilik tanahdiberi kompensasi.

(iv) Revolusi sosial (Meksiko, Bolivia); sebuah aliansi yang ter-diri dari kaum profesional kota, politisi dan massa petanibersenjata menduduki hacienda dan melakukan reforma

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

46

Page 68: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

agraria sebagai bagian dari revolusi sosial. Kelas tuantanah disingkirkan dan tanah mereka disita.

(v) Reforma agraria di bawah demokrasi parlementer (India,Venezuela, Cile, Siria dan Irak); dengan bantuan satu par-tai dominan atau suatu aliansi partai politik yang menjadimayoritas di parlemen, reforma agraria dilakukan denganbantuan beberapa organisasi tani yang terkait dengan par-tai-partai, sedangkan tuan tanah mendapatkan kompen-sasi (separuh).

Dengan demikian, jelaslah bahwa rezim-rezim yang me-lakukan reformasi sangat bermacam-macam dan beragam pulajenis-jenis kelompok yang mendukung reforma agraria. Kitadapati keterlibatan militer, pegawai negeri, kaum profesionaldan intelektual, beberapa sektor komunitas bisnis yang ber-usaha mendapatkan keuntungan dari reforma (karena merekamemproduksi barang konsumsi pokok, input pertanian, dsb.).Selain itu terlibat pula para buruh kota dalam sektor informalmaupun formal dan tentu saja terlibat juga golongan petanikecil. Dalam hal ini maka penting untuk dicatat bahwa bebera-pa bagian tertentu kelas tuan tanah juga mendukung reformaagraria, asalkan reforma itu melindungi perkebunan modernmereka dari pengambilalihan dan hanya menyentuh sektor per-tanian tradisional yang stagnan.

Dalam kampanye yang dilakukan sebelum dilaksanakan-nya reforma agraria, seringkali para tuan tanah diisolasi danmelakukan pertahanan diri. Ketegasan kelompok pemimpin ditahap awal ini, bersama dengan besarnya dukungan publik dibelakang rencana-rencana reforma agraria sangatlah menentu-kan bagi proses selanjutnya. Ketika menghadapi reforma yangsegera akan dilaksanakan, seringkali para tuan tanah menjualtanah mereka di bawah harga pasar, atau membagi-bagikantanah mereka di antara para kerabat mereka untuk menghin-dari reforma. Apabila tindakan terakhir ini tidak ‘dihukum’

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

47

Page 69: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

maka proses reforma selanjutnya akan menjadi lemah. Bebe-rapa kelompok keagamaan kadang cenderung membela paratuan tanah (seperti di Iran) tetapi perlawanan kelompok ke-agamaan itu seringkali bisa diatasi.

Basis politik perkotaan dari salah satu tipe reforma agraria(tipe i hingga iii) dibentuk oleh beberapa kelompok yang diaso-siasikan dengan negara, yaitu: militer, perencana, pegawaipemerintah, dan kaum profesional. Akan tetapi, penelitian me-nunjukkan bahwa kelompok-kelompok itu bertindak kuat men-dukung landreform, bahkan ketika proses implementasi refor-ma itu sulit, jika latar belakang dan kepentingan mereka tidakbergantung pada kelas tuan tanah. Terlebih, kelompok-kelom-pok ‘teknokrat-profesional’ itu membutuhkan dan mencari du-kungan petani selama proses reforma agraria. Namun, merekamendukung reforma dengan cara yang membuat mereka bisamengendalikan reforma itu dari atas. Dalam beberapa reformademokratis maka golongan petani gurem memainkan peranyang lebih besar.

Peran politik golongan petani gurem dalam reforma agrariaJelaslah, bahwa golongan petani memang memainkan peranyang strategis jika mereka menjadi ‘kelompok target’ reformaagraria. Dalam banyak kasus (seperti di India, Peru, Bolivia)perlawanan petani, sebagaimana disebutkan terdahulu, meru-pakan faktor utama yang membuat kondusif terlaksananyareforma agraria. Kadangkala, beberapa organisasi tani memangterlibat dalam persiapan dan perencanaan landreform (contoh:di Venezuela, Cile). Di kesempatan lain, organisasi-organisasiitu terlibat di sektor-sektor baru atau dalam kelembagaan pe-rencana atau pelaksana berbasis produk pada masa pasca-refor-ma. Jarang terjadi bahwa kaum tani itu diorganisasikan ‘dariatas’ dalam serikat tani, persatuan atau asosiasi tani atas dasarinisiatif dari lingkaran pemerintahan, partai politik atau kelom-pok lain (di Taiwan, Meksiko, Cile) dan seringkali kaum tani itu

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

48

Page 70: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

terorganisasi dalam koperasi produksi atau koperasi jasa (diTaiwan, Cile, Peru). Dengan kata lain, kaum tani berpartisipasidalam fase sebelum maupun fase sesudah reforma agraria.Dalam fase setelah reforma, kadangkala bentuk perpecahanlama maupun baru di kalangan petani kecil membuat merekamerasakan perbedaan antara mereka yang mendapatkan tanahdari reforma dan mereka yang tidak mendapatkan tanah —yaitu, mereka yang tanahnya sangat sempit dan para buruh takbertanah (seperti di Bihar, Cile, Peru). Perpecahan semacam itumemunculkan peluang untuk memecah-belah dan menguasaigolongan petani kecil dan membuat organisasi tani kesulitanmengembangkan dan mempertahankan landasan kepentinganyang sama. Hal ini amat disayangkan karena penyediaanlayanan teknis dan keuangan dalam periode pasca-reforma se-ringkali tidak menentu dan para petani harus bertarung untukmemperebutkan alokasi dana, waktu dan personil yang me-madai (misal di Meksiko, Bolivia).

Masalah kedua yang seringkali mengemuka dalam reformaagraria adalah kaum tani gurem mungkin dibebaskan daripenindasan tuan tanah, tetapi hanya untuk menghadapi parapenggantinya, yaitu: pegawai pemerintahan paternalistik danintervensionis dan para perencana dari instansi pemerintahyang berusaha mengendalikan setiap gerakan petani, termasukdalam hal perencanaan produksi, skema keuangan dsb. (seper-ti di Taiwan), atau dengan menggunakan kebijakan penetapanharga dan pungutan pajak yang menindas petani sehinggamenghabiskan apapun yang diperoleh dari proses produksi (diKorea dan Taiwan). Di sini, sekali lagi organisasi tani yang inde-penden bisa memainkan peran yang penting. Independensi se-macam itu bisa hilang dalam beberapa sistem representasi danpartisipasi seperti yang ada di sistem korporatis Meksiko.Dalam sistem itu, organisasi petani dikaitkan secara vertikalkepada negara dan dijadikan ‘partner’ dalam perencanaan danpengawasan kebijakan pertanian, sehingga pudarlah sifat keter-

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

49

Page 71: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

wakilan dan kemerdekaannya di hadapan negara yang memangmenjauhkan organisasi-organisasi itu dari basisnya.

Beberapa sistem pertanian ‘ganda’ muncul setelah dilaku-kannya reforma agraria di beberapa negara tertentu (misal: Boli-via, Cile, Meksiko), yaitu: sektor pertanian skala kecil yang seba-gian besar memang stagnan, sebab hanya memproduksi panganuntuk pasar lokal dan pencadangan tenaga kerja bagi sektor lain,yakni sektor korporasi yang memproduksi baik bahan panganmaupun industri. Hal ini setidaknya merupakan dampak darikenyataan bahwa golongan petani kecil memang dibiarkan tidakmampu untuk membuat dirinya didengarkan dan tidak mampuuntuk menuntut bantuan kredit, bantuan teknis, dst. yang seha-rusnya didapatkannya. Petani yang harus bergantung pada ke-baikan hati para perencana dan pegawai pemerintahan memanghanya memiliki status sebagai penerima sepetak tanah berkatadanya reforma agraria, tetapi mereka dibiarkan tanpa sumber-daya yang diperlukan untuk memanfaatkan petak tanahnya.

Organisasi-organisasi non-pemerintah dan media massa dalam prosesreforma agrariaPengalaman membuktikan bahwa penyiapan suatu prosesreforma agraria merupakan sebuah tahapan kritis dan membu-tuhkan perencanaan yang hati-hati. “Menciptakan iklim yangkondusif bagi pelaksanaan reforma agraria” lewat media massa,debat, seminar, pemberitaan publik dan demonstrasi terbukticukup penting. Perguruan tinggi dan pusat penelitian, lembaga-lembaga publik dan privat yang bertindak sebagai sumber infor-masi dan pusat diskusi telah memberikan kontribusi besar padatahap-tahap awal, dan pada tahap selanjutnya berfungsi sebagaipusat evaluasi dan penyuluhan. Partai-partai politik seringkalimemainkan peran penting dalam memobilisasi dukungan danperhatian publik terhadap reforma agraria, bersama-sama de-ngan serikat buruh dan beberapa serikat pekerja perkotaan.Peran yang sama juga dilakukan oleh organisasi-organisasi

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

50

Page 72: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

keagamaan, kelompok profesional dan asosiasi-asosiasi lain-nya, meskipun beberapa kelompok penentang juga bisa bersatudi tahap itu (dalam hal legislasi harus melewati prosedur par-lementer) dan menekan untuk dipilihnya suatu versi lunak atur-an reforma agraria.

Semakin lamban dan semakin birokratis proses reformaagraria, maka semakin mudah bagi kelompok penentang untukmenyabot proses itu dan membuatnya terhenti. Selama periodeitu, organisasi-organisasi non-pemerintah, termasuk juga par-tai dan serikat buruh sering menjadi alat pengawasan yang kuatterhadap terlaksananya program-program untuk publik danmembantu mengatasi oposisi terhadap reforma. Dalam hal ini,menarik perhatian secara khusus melalui pers dan media massamenjadi sangat penting, asalkan pers dan media itu cukup be-bas untuk melakukan kerjanya secara independen (sebagai-mana ditunjukkan oleh pengalaman di sebagian besar negara).

Situasi-situasi pasca-reforma: Kaum Elit BertanahMari sekarang kita melihat apa yang terjadi pada kaum elitbertanah di situasi pasca-reforma. Situasi itu tergantungutamanya pada (a) watak para elit itu sendiri, dan (b) sifat danseberapa jauh jangkauan reformanya. Kaum elit itu terdiri daribeberapa tipe, dan setiap tipe mempengaruhi berkembangnyasituasi pasca-reforma dengan cara yang berbeda: (i) kaum elit yang tanahnya sangat luas dan berproduksi untuk

pasar (misal: para pemilik Latifundia di Amerika Latin);(ii) orang kaya bertanah (seringkali merupakan absentee)

(misal: zamindar di Asia Selatan);(iii) tuan tanah kecil (absentee atau bukan) yang termasuk

golongan petani kaya (misal: tipe kulak di beberapa tem-pat di Asia Tenggara dan Asia Timur).

Tipe-tipe di atas secara berbeda-beda memang terintegrasike dalam pasar kapitalis dan memiliki akses kepada sumber

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

51

Page 73: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

penghasilan non-pertanian (contoh: perdagangan, lintah darat,“pertanian tanpa tanah”, profesi-profesi lain, dsb.) dan faktor-faktor tersebut mempengaruhi situasi mereka setelah reforma.Beberapa di antara kaum elit itu bisa menyesuaikan diri relatifcepat terhadap situasi baru dan mengkonsolidasikan posisi me-reka di beberapa sektor atau aktivitas ekonomi di luar kepemi-likan tanah (seperti di India, Taiwan, Pakistan, Punjab). Bebe-rapa lainnya —karena lebih feodal—terdisorientasi dan menjadibagian dari orang kaya yang turun kelas, dan beralih kepadapekerjaan-pekerjaan profesional perkotaan. Hal itu tergambarjelas dalam kasus beberapa zamindar di Bengala dan Bihar(India), dan sangat sedikit terjadi pada tuan tanah di Meksiko.

Landreform bisa bermacam-macam berdasarkan skala-nya, mulai dari landreform yang bersifat “komprehensif/penyi-taan” hingga landreform yang diarahkan untuk “memecahkanmasalah-masalah yang terbatas” dan untuk memberikan kom-pensasi atau ganti rugi kepada pemilik tanah lama. Jelas bahwavariasi-variasi itu memberikan hasil-hasil yang berbeda. Dalambeberapa kasus, seperti di Filipina dan Bolivia, para tuan tanahgulung tikar sendiri (bahkan sebelum landreform) dan beralihke usaha pemeliharaan ternak yang lebih menjanjikan, sehing-ga membuat jalan landreform menjadi lebih mudah.

Dalam kasus reforma komprehensif/sita, para tuan tanahlama tidak memiliki pilihan lain kecuali masuk ke dalam bebe-rapa aktivitas ekonomi lain. Dalam banyak kasus mereka dipak-sa secara fisik untuk meninggalkan tanah pertanian mereka. Halitu terjadi di Cina, Vietnam, dan juga di beberapa daerah di India(Maharastra, Tamilnadu, dll.) pada tingkatan tertentu, dan diPeru. Jika reforma yang dilakukan meliputi beberapa bidangselain sekedar redistribusi (kredit, penyediaan input, pemasar-an, dsb.) maka kaum elit lama memiliki lebih sedikit peluanguntuk memperkuat diri dibandingkan apabila reforma hanyaterbatas hanya pada bidang redistribusi. Akan tetapi, juga dikasus semacam itu, seperti di Meksiko, para tuan tanah lama

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

52

Page 74: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

cenderung beralih ke area aktivitas yang jauh dari pertanian.Jika landreform dibatasi pada reforma sistem penyakapan

(tenancy reform), maka para tuan tanah cenderung menjadipetani kapitalis yang tipenya Junker (sebagaimana di Jerman diakhir abad ke-19), seperti terjadi di beberapa daerah di Indiadan Pakistan. Jika isunya adalah antara pemaksaan batas atasdari luas tanah yang boleh dimiliki dan redistribusi kelebihantanah saja, para elit tuan tanah lama kadang tetap melakukanpraktik lama mereka di tanah mereka yang tersisa, kadang jugamereka memodifikasi modus operandi dan mengubah dirimereka menjadi tipe Junker atau kulak (contoh: Cile tahun1973). Seringkali mereka mencoba masuk ke dalam beberapadimensi kehidupan dan ekonomi pedesaan (misal: perbankandan perdagangan) seperti yang terlihat di kasus India, Filipina,Jepang dan Kolombia. Jika landreform didasarkan pada pem-berian kompensasi kepada tuan tanah lama, maka salah satudari hal-hal berikut telah terjadi: a) jika kompensasinya dalambentuk tunai, maka para tuan tanah memiliki beberapa pilihan:konsumsi barang untuk pamer, investasi, dst. Kedua hal itutelah ditemukan di beberapa daerah India, Mesir dan Taiwan.b) Jika kompensasinya dibayar dengan surat utang jangka pan-jang, maka beberapa instrumen fiskal bisa digunakan negarauntuk membiayai aktivitas negara itu sendiri (investasi, pe-ngembangan infrastruktur, dsb.). Hal itu diilustrasikan denganbentuk pembangunan yang terjadi misalnya di Taiwan. Namun,ada juga beberapa kasus yang berlawanan dengan peluang itu,yaitu ketika sumberdaya yang tersedia bagi negara tidak digu-nakan secara optimal untuk tujuan produktif, seperti di Jepangdan Peru. Hal ini membuat negara (dan kadang para tuan tanahlama) meregulasi investasi untuk beberapa sektor ekonomi ter-tentu, seperti di Korea Selatan dan Peru. Sebagai hasilnya, makakompensasi kapital diinvestasikan dalam beberapa sektorekonomi, misalnya: pertanian (seperti di Punjab), industri (se-perti di Korea, Taiwan, Iran) dan transportasi (seperti di Cina).

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

53

Page 75: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Investasi ke sektor perkotaan non-produktif seperti perfilman,spekulasi, dll. (contoh di Bihar) juga terjadi.

Ragam respon para tuan tanah lama terhadap situasi barujuga dikondisikan oleh hal-hal berikut: a) apakah ekonomi se-cara keseluruhan dan sektor-sektor tertentu di dalamnya stag-nan atau dinamis; dan b) nilai sosial apa yang ada pada kepemi-likan tanah dalam hal prestise, kekuasaan, dst.

Dalam kasus manapun, atas dasar pengalaman historis dibeberapa negara (misal di Jepang, Korea, Taiwan dan Meksiko),bisa dikatakan bahwa para bekas tuan tanah itu umumnya telahmendamaikan dirinya terhadap situasi yang telah berubah.Dalam beberapa kasus (seperti di Cile) mereka mencoba beber-apa metode (aksi perlawanan keras hingga penyabotan ter-hadap reforma lewat bermacam lingkaran ekonomi, sosial,keagamaan dan politik yang bisa mereka akses) untuk memba-lik atau memperlemah reforma. Akan tetapi, umumnya yangpaling kerap terjadi adalah para tuan tanah sebagai kelas sudahlenyap, meskipun beberapa satuan keluarga seringkali terusmenduduki beberapa posisi berpengaruh dalam birokrasinegara, perbankan, dan dalam beberapa profesi. Namun, usahapengawasan oleh para petani penerima tanah dan negara ter-hadap kegiatan para bekas tuan tanah membantu dalammencegah penyabotan reforma agraria.

3. REFORMA AGRARIA DAN STRATEGI PEMBANGUNANNASIONAL

Mengapa Reforma Agraria perlu Dilakukan?

Kebutuhan untuk dilaksanakannya landreform didasarkanpada adanya bentuk-bentuk kepemilikan tanah yang memba-tasi akses, seiring dengan kondisi-kondisi timpang yang meng-atur sistem penguasaan tanah. Relasi-relasi itu menjadi kontra-produktif ketika gagal memenuhi tuntutan efisiensi produktifdan norna-norma keadilan distributif dalam masyarakat seka-

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

54

Page 76: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

rang. Tujuan-tujuan efisiensi produktif secara integral memangterkait dengan persoalan pemerataan ketika ditinjau denganmenggunakan perspektif yang tepat mengenai pembangunan.Hal itulah yang terjadi di beberapa negara berkembang berpen-duduk padat yang ingin melakukan transformasi perekonomiandan masyarakatnya secara cepat dan terencana.

Sebagai aset sosial, maka tanah memiliki dua fungsi kru-sial: 1) untuk memungkinkan dilakukannya produksi pertanian,dan 2) untuk memberikan lapangan kerja yang menghasilkanbagi sebagian besar masyarakat.

Namun demikian, tanah merupakan sumber yang relatifterbatas ketersediaannya terutama di beberapa daerah padatpenduduk seperti di sebagian besar Asia. Harus dicatat pula bah-wa negara-negara itu telah menikmati investasi terhadap tanahsecara terbatas sebagai akibat dari penjajahannya di masa lalu.Lebih jauh lagi, penguasaan terhadap tanah yang penting untukkegiatan subsistensi ini sangat terkonsentrasi. Konsentrasi pe-nguasaan tanah adalah akibat dari proses historis jangka panjangyang diiringi oleh tumbuhnya pengaturan tradisional tentangrelasi-relasi sewa atau bagi hasil dan buruh upahan, di manalewat pengaturan dan relasi inilah kelas tuan tanah menguasaisurplus yang dihasilkan dari golongan petani kecil tersebut.

Tercatat pula bahwa distribusi tanah yang tidak merata itubersandingan dengan ketimpangan, bukan hanya dalam halpendapatan dari usaha pertanian intensif seperti pertaniankomoditas ekspor, tetapi juga dalam hal pendapatan dari akti-vitas seperti peternakan sapi, pemeliharaan bebek, peternakanayam, dll. Yang tidak terlalu membutuhkan lahan luas, dan jugadalam hal sumber pendapatan non-pertanian lainnya. Hubung-an antara akses terhadap tanah dan sumber-sumber non-tanahdan terhadap distribusi pendapatan disajikan secara diagrama-tik di Gambar I.

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

55

Page 77: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

I = Petani besar/pemilik tanah luas

II = Petani menengah

III = Petani kecil

IV = Buruh tani tak bertanah

Pada masa sekarang ini, beragam mekanisme kontrol telahmuncul yang menggantikan atau memperkuat modus tradisio-nal penguasaan tanah. Mekanisme-mekanisme itu muncul darikekuasaan beberapa orang terhadap pasokan kredit — yangdigunakan untuk produksi maupun konsumsi, termasuk kon-sentrasi penguasaan input, jaringan pemasaran serta fasilitaspengolahan produk pertanian yang terjadi dalam skala yangbesar. Misalnya, terlihat jelas bahwa di banyak negara Asia pen-jualan produk rumah tangga petani gurem diikat oleh pinjamanyang diberikan di awal masa tanam. Jelas terlihat juga bahwapinjaman konsumsi bisa dibayar petani gurem dengan bekerjadi tanah pertanian milik tuan tanah dengan upah di bawah upahpasar. Terdapat beberapa contoh tentang pengupahan tenagakerja untuk kerja panen padi yang terikat pada kerja tanpa upahselama penanaman, pembenihan, dst. seperti sistem gama diFilipina dan ceblokan/kedokan di Jawa.

Ketimpangan distribusi tanah secara tradisional danmekanisme-mekanisme modern penguasaan tenaga kerja dan

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

56

Gambar 1

Page 78: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

pasar bukan hanya menyebabkan terjadinya peningkatanketimpangan pendapatan, tetapi juga menimbulkan disinsentifyang menurunkan pertumbuhan produksi petani kecil. Reformaagraria komprehensif yang ditujukan untuk menurunkantingkat ketimpangan kotor (gross inequality) harus diberikanprioritas tinggi atas dasar pertumbuhan dan pemerataan.

Beberapa masalah khusus landreform di daerah-daearah yang padatmaupun dan daerah jarang pendudukTuntutan dan masalah landreform di daerah padat pendudukseperti halnya di sebagian besar wilayah Asia sangatlah berbedadengan daerah-daerah yang berpenduduk relatif jarang sepertidi beberapa negara di Afrika dan Amerika Latin. Dalam kaitan-nya dengan daerah padat penduduk, inti permasalahan adalahterlalu banyak orang yang berusaha bertahan hidup di tanahyang terlalu sempit. Luas rata-rata tanah pertanian yang bisa ter-sedia bagi satuan rumah tangga yang menggantungkan hidup-nya pada tanah, termasuk petani tak bertanah dan buruh, sete-lah dilakukannya redistribusi pemerataan tanah, bisa menjaditerlalu kecil untuk mendukung hidup sebuah keluarga. Di pihaklain, mencari pemecahan bagi masalah pelik “fragmentasi vs. via-bilitas” dengan diterapkannya suatu “batas bawah” kepemilikantanah pertanian lebih sering membuat sejumlah besar petanimiskin tersingkir dari pertanian itu sendiri. Pembenaran untuksuatu distribusi tanah yang lebih egaliter memang terdapat padafakta bahwa akses ke sumberdaya harus diperluas dan posisitenaga kerja produktif harus dibuat lebih aman dan diberi ke-kuatan tawar yang cukup untuk mendinamisasi perekonomian.

Daerah yang kurang padat atau daerah jarang pendudukmemiliki tuntutan dan masalah landreform-nya sendiri. Olehkarena kepadatan populasi rendah seringkali terdapat di daerah-daerah yang kapasitas produksi tanahnya rendah, maka tekananpopulasi/tanah di daerah semacam itu bisa mencapai batas kri-tis meskipun populasinya jelas-jelas kecil. Tekanan yang lebih

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

57

Page 79: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

berat terhadap tanah di situasi semacam itu menjadi problema-tik bagi tanah itu sendiri, bagi penduduk lokal atau untuk kedua-nya. Kasus yang paling umum melibatkan para peladang berpin-dah yang membutuhkan dan menggunakan tanah yang luas.Kondisi semacam itu seringkali disalahpahami atau sengajatidak diindahkan baik oleh pemerintah maupun oleh kelompok-kelompok yang memiliki persaingan kepentingan atas tanah.Contoh terkenal kasus itu menyangkut beberapa kelompok sukulembah Amazon. Dalam kasus Indonesia, beberapa contoh prob-lematik terjadi di antara suku dan etnik minoritas di pulau-pulauluar Jawa. Dalam kasus semacam itu, kebutuhannya adalahmempertimbangkan antara pilihan untuk menaikkan produkti-vitas tanah setinggi mungkin dengan industri ekstraktif,dihadapkan dengan pilihan untuk mendukung penyediaan lahanbagi sejumlah besar orang yang melakukan sistem pertanian tra-disional (termasuk juga pertanian komersil).

Dalam konteks itu bisa dicatat bahwa perkebunan memilikiposisi penting dalam perekonomian Indonesia. Perusahaan-perusahaan perkebunan menguasai tanah yang sangat luas, dantidak tunduk pada pembatasan apapun dalam hal luas pemilikantanah dan memang relatif bebas dari banyak alat kontrol sosiallain yang diinginkan. Untuk membuat reforma agraria kompre-hensif maka kita harus memperhitungkan beberapa aturanberikut agar bisa lepas dari “sistem ganda” jahat yang masihterus berlaku di Indonesia: (i) kontrol atas luasan tanah lewatpembatasan maksimal berdasarkan jenis tanaman yang dita-nam; (ii) pembatasan kontrol monopoli atas perkebunan; (iii)dibukanya pembagian saham dalam perusahaan dan kelompok-kelompok usaha yang dilindungi dengan ketat; (iv) dijaminnyapartisipasi penduduk lokal yang terkena dampak pengembanganperkebunan di areal-areal baru, dalam hal pembagian saham,kontrol dan kesempatan kerja. Berbagai upaya harus dikerahkanuntuk mengembangkan perkebunan yang berbasis koperasi de-ngan dibantu oleh aturan dan regulasi yang memihak.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

58

Page 80: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Beberapa hubungan intersektoral dan intrasektoralPermasalahan pada surplus populasi seperti disebut di bagiansebelumnya menunjukkan pentingnya terjalin hubungan inter-sektoral dan integrasi landreform secara tepat ke dalam strate-gi pembangunan keseluruhan. Peningkatan jumlah surplus po-pulasi harus diserap secara bertahap oleh sektor non-pertanian,pada saat industrialisasi semakin maju. Meskipun merupakansebuah proses jangka panjang, industrialisasi itu membutuhkanserangkaian aturan jangka pendek yang digunakan untuk mem-bangun hubungan intersektoral guna memperluas surplus yangbisa dipasarkan dari pertanian.

Dalam jangka waktu yang tidak lama lagi, bagian lebihbesar surplus populasi harus diserap dalam sektor pedesaan itusendiri. Terdapat beberapa kemungkinan peluang, dan yangpaling menjanjikan adalah pekerjaan-pekerjaan konstruksiuntuk peningkatan fungsi lahan seperti irigasi, reklamasi tanah,dsb. yang memerlukan penggunaan tenaga kerja potensial se-cara bersama-sama (ko-operatif) dan efisien. Cakupan kesem-patan kerja pada beberapa jenis usaha yang tidak membutuh-kan tanah luas, seperti peternakan hewan besar dan sedang,pemeliharaan bebek, peternakan ayam, dll. juga harus diper-luas. Selain itu, ada banyak sekali industri pedesaan yang men-ciptakan rangkaian hilir dari produksi komoditi, yaitu ke arahpemprosesan dan pemasaran, dan kaitannya ke hulu dalambeberapa kegiatan penyediaan input, perakitan dan perbaikanalat dan bahan pertanian. Luas jangkauan industri pedesaanyang memproduksi barang konsumsi untuk pasar lokal maupuneksternal juga perlu diberi perhatian.

Harus diakui bahwa meski tidak ada hitungan teknis ten-tang skala produksi ekonomis dalam konteks teknologi barupenggunaan bio-kimia, namun terdapat perbedaan signifikandalam hal akses yang dimiliki petani kecil, petani besar atautuan tanah terhadap kredit, input dan beberapa layanan peme-rintah. Terlebih, memang ada keunggulan skala teknis dan

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

59

Page 81: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

skala ekonomi dalam semua aktivitas terkait, seperti pemros-esan, pemasaran produk dan tata distribusi input. Karena itutidak ada artinya dan mungkin tidak ada gunanya kita memi-kirkan redistribusi tanah dalam pengertian yang sempit tanpatersedianya infrastruktur kelembagaan koperasi. Penting untukditekankan bahwa andil dan kontrol yang ada dalam koperasiharus didasarkan pada kontribusi tenaga kerja dan juga padaaset non-tenaga kerja.

Terakhir, perbandingan antar-wilayah tentang input tena-ga kerja per hektar dalam produksi pertanian di Asia memperli-hatkan bahwa masih ada suatu ruang untuk menaikkanketerserapan tenaga kerja per unit tanah di beberapa negaraseperti India, Indonesia dan Banglades, dsb.

Meningkatnya penggunaan tenaga kerja dalam sektor non-pertanian yang mencakup industri dan jasa yang terkait eratdengan pertanian menunjukkan bahwa para pekerja dalam pro-duksi pertanian akan harus memproduksi dan memasarkan le-bih banyak bahan pangan. Surplus bahan pangan yang bisa di-pasarkan juga dibutuhkan untuk membeli barang buatan pabrikuntuk konsumsi dan investasi dalam pertanian. Akan jelas ter-lihat bahwa tidak saja produktivitas tanah tetapi juga produk-tivitas tenaga kerja yang terus meningkat merupakan dampakikutan dari landreform yang dilaksanakan di negara-negarapadat penduduk. Dengan kata lain, dana investasi harus terse-dia untuk menaikkan akumulasi kapital dalam pertanian itusendiri. Selain itu, sumberdaya juga harus disediakan untukinvestasi dalam aktivitas-aktivitas pendukung pertanian,melampaui akumulasi modal dalam bidang perekonomian lain-nya. Jelaslah bahwa pada awal fase perubahan dari ekonomipadat karya menuju ekonomi padat modal memang ada beber-apa tuntutan utama yang saling bersaing untuk melakukan aku-mulasi kapital secara cepat di semua bidang.

Bagi banyak negara berkembang di Asia, masalah kelebih-an populasi dan kekurangan dana investasi dalam periode kritis

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

60

Page 82: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

ini dapat menjadi kendala yang hampir tidak teratasi untukmencapai industrialisasi. Akan tetapi, negara seperti Indonesiamenikmati posisi yang relatif unggul dalam hal ini, karenamemiliki sumber pendapatan minyak yang besar dan karenabeberapa daerah yang jarang penduduknya di luar Jawa bisadimanfaatkan untuk migrasi dan pemukiman yang terencanabaik. Jadi, akan terlihat bahwa suatu strategi industrialisasiyang didasarkan pada reforma agraria komprehensif dan per-tanian dinamis, suatu strategi yang menggabungkan pertum-buhan dengan pemerataan, menjadi mungkin untuk dilakukanasalkan ada kehendak politik dan pelibatan massa di negara itu.

Reforma agraria sebagai proses jangka panjangReforma agraria kadang disalahpahami sebagai suatu interven-si yang dilakukan sekali jadi, dan bisa langsung terwujud sete-lah dilaksanakan. Pada kenyataannya, reforma itu hanya meng-koreksi atau memperlambat proses historik diferensiasi padasatu titik waktu. Kekuatan-kekuatan polarisasi yang hadir lewatkonsentrasi tanah atau kontrol pasar tetap sangat berpengaruh,juga setelah dilakukannya reforma. Bahkan bisa saja kekuatan-kekuatan itu memperkuat diri karena tidak adanya pengawalankontinyu setelah reforma. Hal itu sedang terjadi di banyaknegara di Asia, seperti India dan Filipina, dan Amerika Latin.

Usaha pengawalan yang pertama dan paling penting ada-lah penguatan organisasi-organisasi tani yang menerima tanahdari landreform. Para petani itu sendirilah yang paling berke-pentingan untuk melindungi manfaat yang didapatkan darireforma, sebab bagi mereka reforma adalah sarana untuk men-dapatkan penghidupan lebih baik yang telah lama dinafikkandari mereka.

Selain itu harus dikembangkan pula koperasi-koperasiyang anggotanya adalah petani penggarap dan buruh tani.Koperasi itu merupakan organisasi yang akan menguasai dis-tribusi input dan kredit dan juga untuk mengatur pemasaran

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

61

Page 83: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

dan pemprosesan produk pertanian. Terakhir, mungkin berguna juga jika didirikan sebuah

pusat penelitian yang bisa memonitor secara kontinyu relasi-relasi agraria dan bisa memberikan informasi dan saran bagipara pembuat kebijakan dan berbagai pihak tentang itu.

4. REFORMA AGRARIA DI JEPANG, TAIWAN DAN KOREASELATAN: MODEL ATAU PERKECUALIAN

Beberapa landreform yang diimplementasikan segera setelahPerang Dunia II di Jepang, Taiwan dan Korea Selatan seringkalidipuji sebagai model-model yang bisa diterapkan di negara-negara padat penduduk yang berjuang melakukan modernisasidalam bidang pertanian dan industri secara cepat. Akan tetapi,sangat jelas bahwa reforma agraria itu memang dilakukandalam situasi-situasi yang sangat khusus dan bahwa pola per-tumbuhan yang digerakkan oleh reforma itu juga bersifat sangatkhusus. Artinya, usaha untuk menggunakan model-model itusebagai suatu basis landreform di negara-negara lain bisa jaditidak mungkin dilakukan atau tidak diinginkan. Jadi, adagunanya bila kita meringkas situasi-situasi khusus negara-negara itu, dan beberapa situasi didiskusikan secara detail danlebih banyak di beberapa bagian dalam laporan ini.a. Di ketiga negara itu, landreform dimaksudkan untuk

mencegah terjadinya reforma agraria yang lebih radikal,yang mungkin dapat terjadi setelah revolusi sosialis.

b. Tekanan-tekanan untuk melaksanakan reforma agraria ti-dak lagi bisa tertahankan setelah beberapa rezim komunisberhasil merebut kekuasaan di Cina daratan dan di KoreaUtara. Hal ini karena tindakan pertama kedua rezim ituadalah memulai reforma agraria radikal sebagai fondasibagi strategi pembangunan sosialis. Salah satu hasil darireforma itu adalah dilakukannya redistribusi tanah besar-besaran untuk petani gurem, penggarap dan orang yang

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

62

Page 84: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

tidak memiliki tanah. c. Di ketiga negara itu, reforma agraria yang relatif radikal

terjadi karena tekanan besar dari Amerika Serikat, yangdalam praktik sebenarnya memberlakukan reforma terha-dap para elit nasional sedemikian rupa, sehingga bisa me-lenyapkan ancaman revolusi sosialis dan membangunsuatu fondasi rasional untuk industrialisasi.

d. Sebelum landreform dilaksanakan di Taiwan dan KoreaSelatan, redistribusi tanah besar-besaran terjadi sebabpara tuan tanah mulai menjual tanah mereka kepada parapetani penggarap. Mereka takut bila terjadi revolusi sosialmaka mereka tidak akan mendapatkan kompensasi. Jadidi banyak contoh, para tuan tanah itu siap menjual tanahmereka meski harganya berada di bawah harga pasar. Pro-ses itu difasilitasi oleh beberapa aturan, seperti di Jepangharga tanah ditetapkan pada harga tertentu sehinggaspekulasi tidak bisa terjadi. Juga di Taiwan dan KoreaSelatan, beberapa petak tanah subur yang dulunya milikperusahaan Jepang sebagian didistribusikan di antarapara petani penggarap yang dulu mengerjakannya. Jaditekanan-tekanan awal agar landreform dilakukan setidak-nya sebagian memang didukung oleh kebijakan pengen-dalian di Cina yang berhasil dan berakhirnya PerangKorea. Sebagai hasilnya, landreform yang dilakukan diTaiwan dan Korea Selatan meskipun cukup radikalmemang merupakan hasil dari kompromi antara tekananpetani kecil dan perhatian pemerintah untuk mengkombi-nasikan suatu penurunan harga sewa untuk petani peng-garap dan redistribusi terbatas kepemilikan dengan perha-tian untuk mempertahankan efisiensi pertanian (tidak di-lakukannya landreform terhadap petani yang tanahnyakurang dari 3 ha).

e. Di ketiga negara itu, terlepas dari pelaksanaan landreformyang relatif radikal, terjadi eksodus besar-besaran para

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

63

Page 85: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

petani marjinal yang tidak bisa lagi bertahan hidup dengantergantung pada petak kecil mereka dan yang (di Taiwandan Korea) menentang kebijakan pemerintah untuk men-jaga harga beras serendah mungkin, dan untuk merang-sang dan mempercepat industrialisasi. Untuk itu makaangkatan kerja yang terus bertambah memang dibutuh-kan, mereka terpaksa harus mu bekerja dengan upah ren-dah, sebagai basis bagi industrialisasi ekspor yang ber-hasil. Baru-baru ini, naiknya harga minyak membuatTaiwan dan Korea selatan menjadi sangat rentan. Karenabiaya produksi meningkat tak terkendali, maka keharusanuntuk meminimalkan biaya tenaga kerja menjadi lebihkrusial daripada sebelumnya. Jika tuntutan upah moderatyang diajukan oleh serikat pekerja harus dipenuhi peme-rintah, maka keseluruhan strategi industrialisasi eksporakan runtuh. Pada saat yang sama biaya produksi pertani-an di ketiga negara itu akan terus naik meskipun ada prog-ram subsidi pemerintah, sehingga memang sulit bagibanyak petani kecil untuk bertahan hidup.

f. Eksodus golongan petani marjinal memang dirangsangoleh pemerintah ketiga negara itu bukan hanya untuk mem-perbesar jumlah tenaga kerja industri, tetapi juga untukmemperkuat pertanian yang lebih “rasional” dan efisien.

g. Meskipun ada beberapa peningkatan produktivitas yangterjadi dan semakin besarnya input padat karya oleh pe-tani kecil yang terpaksa terjebak dalam “eksploitasi diri”yang tidak diinginkan, kelihatannya di ketiga negara itumemang pertanian keluarga skala kecil hampir tidak bisadigunakan sebagai suatu landasan rasional untuk strategipertanian yang bisa dijalankan. Dampaknya adalah naik-nya tekanan bagi perluasan skala. Hal itu menyebabkandilakukannya perluasan usaha pertanian pribadi, atau di-perkenalkannya dan diperluasnya pertanian bersama/gabungan (joint-farming). Tentang pertanian gabungan

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

64

Page 86: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

itu konsekuensi-konsekuensinya dibicarakan dalam bebe-rapa bagian lain bab ini.

h. Di ketiga kasus itu, industrialisasi masih berada di tahap-tahap awal dan dibantu besar-besaran oleh AmerikaSerikat yang menyediakan triliunan dolar, pertama-tamadalam bentuk hibah dan kemudian pinjaman, untuk tuju-an itu. Tanpa bantuan itu maka rekonstruksi dan ekspansiindustri akan jauh lebih sulit dan lamban. Baik di Taiwanmaupun Korea Selatan, basis untuk pembangunan industrimaupun pertanian telah dipersiapkan selama masa kolo-nial, ketika orang Jepang melakukan pekerjaan-pekerjaanekstensif infrastruktur dan irigasi untuk menjamin danmemudahkan pengapalan beras murah ke Jepang. Jugaindustri desa juga telah diperkenalkan di kedua negara itudan digunakan sebagai basis untuk pertumbuhan selepasperang setelah pemulihan awal dilakukan.

i. Ketiga negara itu sekarang termasuk dalam negara-negarapengimpor terbesar bahan pangan di Asia. Biaya impormakanan itu terus mengalami naik turun dan sangat mem-pengaruhi neraca pembayaran. Di Korea Selatan beberapaimpor murah (dari AS) digunakan untuk memaksa turun-nya harga pertanian, dan bagi banyak petani kecil tindakanitu mempercepat marjinalisasi dan akhirnya hengkangnyamereka dari pertanian.

Catatan-catatan di atas tidak dimaksudkan untuk meng-alihkan perhatian dari capaian-capaian luar biasa bangsaTaiwan, Korea Selatan dan Jepang. Namun, harus ditekankanbahwa di ketiga kasus itu pertumbuhan dicapai dengan korban-an manusia yang besar, baik dalam bentuk kesusahan hidupbagi petani kecil maupun pembatasan kebebasan manusia dandemokrasi yang dulunya menjadi inspirasi landreform di ketiganegara itu. Hal itu terlihat jelas misalnya dari pengamatan yangditulis oleh Wolf Ladejinsky yang dulu bertugas sebagai penase-

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

65

Page 87: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

hat utama AS tentang landreform di ketiga negara itu (cf.Walinsky ed. 1977).

Dari pembahasan di atas bisa disimpulkan bahwa kehati-hatian sangat diperlukan ketika mengacu kepada landreformyang dilakukan di Jepang, Taiwan dan Korea Selatan sebagaimodel landreform untuk negara-negara lain di Asia.

5. PENGORGANISASIAN PRODUKSI SETELAH REFORMAAGRARIA

Beberapa aspek pengorganisasian produksi pasca-reformaPengalaman banyak negara menunjukkan bahwa landreformyang ditujukan untuk redistribusi pemerataan (yang memberipetani akses tanah dalam jumlah yang lebih merata) bisa sajamenciptakan lebih banyak masalah daripada solusinya, kecualijika kepemilikan petani atas tanah dibarengi dengan pengua-saan atas proses produksi dan produk pertanian. Jadi, isu sen-tral dalam reforma agraria adalah pengembangan pengorgani-sasian produksi baru yang konsisten dengan penataan hak-haktanah pasca-reforma. Tata produksi dan pemasaran sepertipengaturan hak tanah bisa dilihat dalam kaitannya dengansuatu kontinuum dari penataan yang “sepenuhnya diindividu-alkan” hingga yang “seutuhnya dikolektifkan”, dengan banyakpenataan di antara keduanya.

Di seluruh bentuk struktur pertanian, tidak semua aspekproduksi sesuai dengan kontinuum itu, sehingga perlu untukdikaji masalahnya dan dicari alternatif solusinya dalam kerang-ka kerja umum di samping.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

66

Page 88: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Apabila salah satu kondisi pasca-reforma ini dikaji, yaituhak atas tanah bertipe “individual” dan tanah itu diredistribusi-kan dalam satuan-satuan agak kecil (sehingga petani dihadap-kan pada masalah terkenal ‘skala ekonomis’), maka kita bisamemeriksa masalah organisasi produksi pasca reforma dengancara berikut: karena tuntutan utama para petani kecil yangingin mendapatkan tanah biasanya adalah kepemilikan hak atastanah dengan basis individu, maka manakah di antara aspek-aspek pertanian lain yang pada suatu waktu bisa digeser kekanan pada kontinuum individual-kolektif itu, sejauh apa dandengan cara bagaimana? Dengan seperangkat pengaturan yangtepat para petani kecil di masa pasca reforma dapat mengatasikedua masalah yang baru disebutkan itu:(i) masalah ‘skala ekonomis’(ii) usaha mendapatkan dan mempertahankan penguasaan

atas proses produksi dan produk pertanian

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

67

Modus pengorganisasian

Page 89: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Dalam hal ini telah ditekankan bahwa masalah “skalaekonomis” tidak terlalu terkait dengan luasan tanah yang kecil,melainkan berhubungan dengan bagaimana petani kecilmampu mendapatkan akses terhadap layanan dan input per-tanian yang murah dan efisien.

Perlu dicatat bahwa pendekatan ini, hanya terfokus padaidentifikasi tipe-tipe (dan kombinasi tipe) pengorganisasianyang cocok dilihat dari efisiensi teknis dan ekonomis. Oleh sebabitu, pendekatan “teknis-ekonomis” itu harus digabungkan de-ngan pandangan yang lebih politis-ekonomis atas masalah-masalah pasca reforma. Pandangan itu juga harus mencakupmasalah-masalah yang dihadapi oleh para petani gurem danorganisasi tani dalam situasi politik dan ekonomi pasca reforma.

Kondisi-kondisi yang menentukan ragam bentuk pengorganisasianproduksi pasca reformaSifat pengorganisasian produksi pasca reforma tergantung padabeberapa faktor, yakni: a) sifat dari reforma itu sendiri terkaitdengan daya jangkauannya terhadap berbagai lapisan masya-rakat, dan isu-isu agraria yang dihadapinya; b) aspek-aspek(kebutuhan-kebutuhan) produksi pertanian yang disebutkan diatas dan juga aspek-aspek produksi pedesaan lainnya yangbersifat non-pertanian; c) “gaya implementasi” reforma agraria-nya; d) tahapan waktu pelaksanaan reforma agraria.

a. Ideologi yang melatarbelakangi pelaksanaan land-reform sangat menentukan sifat pengorganisasianproduksi yang muncul setelahnya. Di Meksiko, sifatpopulis gerakan reforma ditujukan untuk meredistri-busi kepemilikan tanah, sehingga produksi yang terja-di dalam periode pasca reforma muncul dalam bentukkepemilikan petani secara individu. Di Jepang, setelahreforma, meskipun tanah terutama masih dimilikiperorangan dalam satuan kecil, sejumlah besar petaniyang sangat sempit tanahnya telah tersingkir

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

68

Page 90: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

(“depeasantised”), sementara mereka yang tinggalmemang mampu bertahan karena adanya subsidi. DiJepang, bentuk produksi petani kecil dipertahankankarena beberapa alasan sosial politik.

b. Sebagaimana digambarkan di atas, meskipun beberapaahli tidak selalu sepakat dalam permasalahan skalaekonomis, yang selalu muncul dari ukuran kepemi-likan tanah itu, jelas bahwa penggunaan optimal modaltetap (input pertanian, traktor, dll.) memang membu-tuhkan suatu bentuk pengorganisasian produksi yangberbeda dari modus petani gurem individual. Berda-sarkan alasan-alasan itulah maka bermunculan ber-bagai bentuk koperasi produksi. Oleh karena akses ter-hadap input, kredit, dan pasar sering terkait denganukuran tanah pertanian, maka faktor-faktor itu pulayang mendorong petani untuk menggunakan bentuk-bentuk koperasi. Hal itu telah diperlihatkan dalamJharkand Mukti Morcha, Bihar dan Boomi Sena,Maharashtra (India), di Banglades dan di tempat lain.

Kebutuhan-kebutuhan pengorganisasian beragam aktivitasekonomi sangat bervariasi dan mempengaruhi bentuk-bentukproduksi pasca reforma, misalnya:(i) Budidaya tanaman pangan dan tanaman lain dapat mele-

wati fase pengorganisasian dari individual “kelompok”kolektif;

(ii) perkebunan dan pembudidayaan tanaman buah membu-tuhkan kepemilikan tanah luas dan pengoperasian yangdilakukan oleh koperasi atau negara (meskipun sistem per-kebunan inti rakyat dapat membuat beberapa aspek peng-organisasian produksi tetap berada di tingkat individu);

(iii) usaha perikanan paling cocok dilakukan dengan kepemi-likan asosiatif;

(iv) peternakan hewan besar dan sedang (sapi, kambing, dll)

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

69

Page 91: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

70

dan peternakan ayam dapat mengkombinasikan kepemi-likan individu dengan pemasaran oleh koperasi agar keun-tungan semakin meningkat (contoh: beberapa koperasisusu di Gujarat, India dan di beberapa negara lain);

(v) irigasi dan peningkatan kualitas lahan, kehutanan, dansejenisnya jelas tidak bisa dilakukan secara sistematisberbasiskan individu dan membutuhkan usaha koperasi;

(vi) pendekatan yang digunakan dalam landreform dan prosesimplementasi reforma agraria itu sendiri juga sangatmempengaruhi karakter dan potensi pengorganisasianproduksi pasca reforma. Pendekatan “top-down” yang di-gunakan di Peru, Jepang, Taiwan, dll. seringkali berartibahwa petani yang berhak mendapat tanah dari redistri-busi tidak dilibatkan dalam menentukan jenis-jenis peng-organisasian produksi yang akan dilaksanakan setelahreforma. Derajat partisipasi para petani itu dalam prosesreforma memang mempengaruhi tipe pengorganisasianproduksi yang akan muncul. Hal itu diilustrasikan dalamkasus Fanshen di desa Long Bow di Cina. Subyek penerimamanfaat reforma ikut juga menentukan pengorganisasianproduksi pasca reforma. Apabila penerima manfaat adalahburuh tani tak bertanah dan petani miskin, maka lapartanah dapat segera mengarahkan redistribusi tanah padaproses menjadikan mereka petani gurem (peasantisation)atau mengembalikan mereka menjadi petani gurem (re-peasantisation).

Umumnya dapat dikatakan bahwa reforma agraria tidakterbatas pada satu operasi tunggal yang dilakukan pada satuwaktu, tetapi harus melewati beberapa tahap. Satu tahapandapat berupa redistribusi tanah, yang kemudian diikuti olehusaha pengembangan koperasi atau pasokan input dan atau dis-tribusi input yang berbasis kelompok ( seperti di Taiwan). Dilain kejadian, proses diawali dengan koperasi produksi yang

Page 92: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

diikuti oleh proses 'individualisasi' tanah yang semakinmeningkat (misal: di Peru). Ada pula usaha yang dilakukanuntuk keluar dari pertanian skala kecil dan memunculkanusaha pertanian individual skala besar (seperti di Jepang). Ter-utama di beberapa negara sosialis, kita mendapati adanya suatutransisi gradual dari kebijakan redistributif menuju bentuk-bentuk kolektif pengorganisasian, yang disertai atau diikuti olehsuatu penekanan (kembali) atas kepemilikan individu (diVietnam, Cina, Kuba). Dengan kata lain, memang tidak ada uru-tan sederhana satu garis (unilinear) dalam reforma agraria.

Pengelolaan bersama usaha pertanian, jika bersesuaiandengan kebutuhan dan komitmen petani, bisa terus maju se-langkah demi selangkah dan secara bertahap. Sementara land-reform harus menghilangkan ketimpangan parah yang mengha-langi pengembangan potensi produktif lebih lanjut, namunpemerataan total semua kepemilikan tanah pertanian di tahap-tahap awal seringkali bisa merugikan dan kontra-produktif. Pe-merataan total itu akan mengalienasi banyak petani ukuranmenengah dan juga beberapa petani yang tidak terlibat dalampraktik eksploitatif dan monopolistik, meskipun memangpemangkasan kekuasaan para petani kaya yang terlibat dalampraktik semacam itu merupakan sebuah syarat untuk majunyasebagian besar petani. Pada beberapa kasus, disingkirkannyakelompok petani non-eksploitatif dan non-monopolistik daripengorganisasian produksi pasca reforma menimbulkan bebera-pa dampak serius bagi produksi dan malah membuat komunitasmenjadi kehilangan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan.

Pengalaman menunjukkan bahwa sebelum usaha pertani-an bersama (joint-farming) diawali, kaum petani gurem haruspernah mengalami pentingnya melakukan usaha secara ber-sama-sama tersebut. Pada awalnya mereka juga harus memilikirasa percaya diri dalam menghadapi kondisi-kondisi baru danmampu menyelesaikan masalah-masalah yang paling mende-sak, terutama masalah penyediaan pangan. Baru setelah semua

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

71

Page 93: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

itu terpenuhi, mereka berhasil masuk ke dalam perubahan daneksperimen besar terkait masa depan mereka itu. Seperti yangterlihat pada beberapa kasus, iklim kepercayaan diri dan keya-kinan itu bisa berkembang jika pemerintah sepenuhnya men-dukung masyarakat dalam proses redistribusi peluang-peluangyang hadir sebagai implikasi dari landreform.

Jika usaha pertanian bersama sejak awal terlihat mem-bawa hasil, maka hal itu akan mendorong munculnya minat danketertarikan orang untuk menerima bentuk-bentuk usaha per-tanian bersama yang lebih terlembaga dan lebih maju, dan ge-rakan yang berawal dari usaha bersama berskala kecil danbersifat sewaktu-waktu menjadi aksi bersama yang lebih rumit,lebih besar dan permanen. Beberapa dari faktor yang sangatberpengaruh terhadap efisiensi dan daya hidup bentuk-bentukusaha pertanian bersama itu antara lain: a) derajat homogeni-tas para pihak yang melakukan kerja/usaha bersama (masalah-masalah perbedaan kekayaan yang mengakibatkan perbedaankepentingan di antara para pihak); b) derajat otonomi merekaterhadap dominasi kepentingan pihak luar dan negara. Bentuk-bentuk koperasi produksi pertanian sangat tergantung padapengaturan beberapa aspek produksi lainnya, seperti: kredit,input, pemasaran, dsb.

Terakhir, pengaturan proses produksi dalam bentuk kerjabersama ini juga dapat mendorong pengorganisasian aktivitas-aktivitas sosio-kultural terkait dengan buta huruf, pendidikandan penyadaran yang pada gilirannya bisa mendukung prosesproduksi bersama tersebut.

Pengalaman komparatif beberapa wilayah berpenduduk padat: AsiaTimur LautApabila redistribusi tanah tidak diikuti oleh pengorganisasianproduksi secara bersama (ko-operatif) —yaitu usaha pemben-tukan kapital, produktivitas dan pembangunan sosial yang di-lakukan oleh penduduk pedesaan itu sendiri—maka dua strate-

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

72

Page 94: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

gi alternatif bisa digunakan untuk meningkatkan efisiensi per-tanian dan mengamankan keberlangsungan pembangunansecara umum. Strategi pertama dilakukan dengan memper-besar luasan tanah pertanian pribadi sehingga keuntungan bisadiambil dari skala ekonomis dan strategi kedua adalah men-jalankan usaha pertanian bersama.

Masalah ukuran dalam pertanian skala kecilDi beberapa negara Asia, redistribusi tanah yang relatif radikaldan reduksi pengaturan kepemilikan tanah yang eksploitatifdilakukan untuk menanggapi tekanan-tekanan kaum tani yangsemakin kuat (seperti di Jepang, Taiwan, Korea Selatan). Tin-dakan tersebut dilakukan untuk mencegah redistribusi kekua-saan dan aset yang lebih radikal. Setelah landreform berjalan dinegara-negara itu, tumbuh kesadaran bahwa masa depan bagipertanian yang lebih efisien berbasis tanah-tanah pertaniankeluarga berskala kecil dan terfragmentasi terlihat agak suram.Di ketiga negara itu, pada awalnya pemerintah menetapkanbahwa kepemilikan lebih dari tiga hektar tidak akan terkenareforma, agar tidak melumpuhkan produktivitas. Sebagianbesar petani yang mendapat tanah dari reforma menerima luas-an yang jauh lebih kecil dari tiga hektar itu. Pada 1949, hampirsetengah jumlah petani di Jepang hanya memiliki tanahmasing-masing 0,5 hektar. Tahun 1961, Undang-UndangPenataan Pertanian secara Mendasar mengajukan untuk me-ngurangi jumlah rumah tangga petani sepertiganya hingga ter-sisa hanya 2 atau 3 juta rumah tangga petani, guna menciptakansuatu kelas petani potensial yang mandiri, dengan penguasaanmasing-masing petak tanah seluas tiga hektar atau lebih perrumahtangga. Kebijakan itu dianggap mampu menaikkan pen-dapatan rumah tangga pedesaan hingga setingkat dengan pen-dapatan rumah tangga perkotaan.

Ketika Ladejinsky (mantan penasehat utama JenderalMcArthur dan pemerintah Jepang dalam hal landreform) di-

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

73

Page 95: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

minta untuk berkomentar tentang usulan undang-undang itu,dengan tajam dia memperingatkan pemerintah Jepang untuktidak mengimplementasikan undang-undang itu sebab akanmenyingkirkan banyak sekali petani Jepang dari usaha pertani-an. Dalam pandangannya, terlalu banyak tekanan prioritas di-berikan oleh pemerintah Jepang terhadap manajemen pertan-ian dan terlalu sedikit perhatian pada realitas kepemilikan. Se-lain itu, Ladejinsky juga menyebut pengajuan undang-undangitu sebagai ancaman besar bagi stabilitas politik Jepang.

Akhirnya pemerintah tidak mengesahkan undang-undangitu. Namun tetap saja, mayoritas petani kecil tidak bisa lagimendapatkan penghidupannya dari pertanian dan sebagianatau mereka semua meninggalkan usaha pertanian untuk dise-rap ke dalam ekspansi dinamis industri dan jasa. Hingga tahun1950, lebih dari 50 persen rumah tangga petani di Jepang men-dapatkan penghasilan hanya dari pertanian, dan persentase ituturun sampai tinggal 13 persen pada 1977. Jumlah rumah tang-ga yang hidup dengan pekerjaan sampingan dan yang masihmendapatkan lebih dari setengah penghasilannya dari pertan-ian turun secara lebih cepat dengan angka penurunan 7 persenper tahun, merosot hingga hanya 18,5 persen pada 1977. Dibalik statistik itu terdapat suatu realitas yang mengkhawatirkantentang kerja keras yang harus dilakukan oleh sebagian besarpetani untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu: keluar masukdesa untuk melakukan pekerjaan industri. Kondisi itu pun ber-implikasi pada kerja berat yang bersifat eksploitasi diri (severedrudgery) bagi perempuan, karena selain harus bekerja di per-tanian mereka pun terlibat dalam beberapa aktivitas di luar per-tanian, ditambah tanggungan beban kerja domestik.

Di Taiwan dan Korea Selatan pun terjadi hal serupa. Juta-an petani kecil (yang diperbolehkan mempertahankan tanahnyayang kurang dari 3 hektar) akhirnya tersingkir dari pertaniankarena adanya kebijakan pemerintah untuk menekan hargaberas agar tetap rendah, padahal pemerintah pun memungut

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

74

Page 96: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

bermacam-macam pajak dari petani. Salah satu instrumen yangdipakai oleh pemerintah adalah organisasi ‘koperasi’ input danpemasaran yang dikontrol ketat. Meskipun disebut ‘asosiasipetani’ (Taiwan) atau ‘organisasi koperasi’ (Korea Selatan), se-bagian besar petani tidak punya kekuatan dalam pembuatankebijakan dan perencanaan atau pengelolaan kedua organisasiitu, sebab dikendalikan sepenuhnya oleh pemerintah.

Di kedua kasus itu, pemerintah Taiwan dan Korea Selatantelah menggunakan organisasi yang sebenarnya dikembangkanJepang pada masa kolonial untuk memproduksi beras murahdemi mendukung kebijakan ekspansionis Jepang waktu itu.Pada periode itu muncul juga survei pertanahan yang olehpemerintah kolonial Jepang digunakan untuk mengatur pung-utan pajak petani, menguasai tanah tersubur dan mengorgani-sasikan infrastruktur untuk peningkatan ekspor beras denganmengorbankan petani. Terjadinya eksodus besar-besaranpetani marjinal untuk masuk ke dalam industri merupakandampak dari kebijakan pemerintah untuk menjamin tersedia-nya tenaga kerja untuk industri ekspor (setelah dilewatinya fasesubsitusi impor) di Taiwan dan Korea Selatan. Untuk membuatindustri ekspor bisa bersaing di pasar dunia, maka upah harusdijaga tetap rendah. Hal itu hanya bisa dilakukan dengan men-jaga harga beras serendah mungkin.

Dengan semakin tingginya harga input pertanian, ter-utama gara-gara naiknya harga minyak di awal 1970-an, makakondisi mayoritas petani kecil menjadi semakin tanpa harapandan banyak di antara mereka berhenti bertani. Dengan begitu,lewat permainan perencanaan dan “kekuatan-kekuatan pasar”,maka berbagai kondisi diciptakan untuk mendorong muncul-nya pertanian terkonsentrasi yang lebih efisien. Proses untukmenyingkirkan petani itu dipercepat oleh pembelian tanahspekulatif oleh beberapa perusahaan industri dan dipercepatpula oleh masuknya beberapa kelompok kepentingan yang ber-basis perkotaan ke dalam usaha pertanian. Mereka ini memang

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

75

Page 97: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

memiliki akses istimewa untuk mendapatkan perlindungan dandukungan pemerintah. Hal itu terutama sangat terlihat di KoreaSelatan. Sebagai akibat dari semakin kecilnya keuntunganusaha pertanian skala kecil maka pengaturan sistem penguasa-an tanah kembali lagi ke model sebelum reforma dengan skalayang signifikan dan dalam bentuk terselubung.

Sebagai hasil dari kelangkaan tenaga kerja yang “ter-organisir” tersebut, maka usaha pertanian bersama diperke-nalkan di Jepang, Taiwan dan juga Korea Selatan. Luasan tanahpertanian yang semakin mengecil menjadi stimulus (di Taiwanpada 1970, lebih dari 40 persen petani memiliki masing-masingkurang dari 0,5 ha), tetapi motif utamanya adalah untuk meng-atasi keterbatasan efisiensi yang ada di petanian skala kecil,sebab pertanian kooperatif tidak ada.

Usaha Pertanian Bersama (Joint-Farming)Beberapa analisis mendukung usaha pertanian bersama sebagaisuatu solusi yang bisa dilakukan untuk mempertahankan usahapertanian keluarga skala kecil. Berdasarkan hal itu, maka pen-jelasan singkat mengenai kesesuaian pendekatan usaha pertan-ian bersama atau berkelompok bagi daerah padat penduduk diAsia Tenggara disajikan di sini. Perlu diketahui bahwa usahapertanian bersama tidak mendorong terjadinya distribusi asetatau pendapatan yang lebih setara, sebab distribusi itu memangpro-rata terhadap luas tanah dan beberapa aset yang digabung-kan oleh para petani untuk tujuan-tujuan pengelolaan bersama.Sebaliknya, dapat dikatakan bahwa usaha pertanian bersamasebagai satu bentuk pengorganisasian produksi yang memung-kinkan dan mempercepat modernisasi pertanian dengan me-naikkan efisiensi, dan memfasilitasi mekanisasi serta pendekat-an padat modal, memang cenderung menimbulkan tekananyang memaksa para petani kecil terusir akibat rendahnya pen-dapatan mereka untuk menutup naiknya biaya pertanian gara-gara modernisasi.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

76

Page 98: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Perlawanan hebat terhadap usaha pertanian bersama ter-jadi pada kasus-kasus (contoh: Korea) di mana pemerintahdemi kepentingan penaikan produktivitas telah memaksakanaturan dan syarat penerapan usaha pertanian bersama. Perla-wanan juga terjadi ketika pemerintah menunjuk lokasi tanahuntuk penerapan sistem usaha pertanian bersama denganmengharuskan para petani yang tinggal di lokasi itu untuk ikutdalam sistem.

Pengalaman memperlihatkan ketika konsolidasi tanahdilakukan dalam kondisi terdapat ketimpangan kepemilikantanah secara relatif, maka perlawanan bisa menjadi sangat se-rius. Sebagai suatu aturan, konsolidasi tanah adalah prasyaratuntuk usaha pertanian bersama, sehingga keunggulan pembe-saran skala bisa dihasilkan dalam hubungannya dengan sepe-rangkat program yang saling terkait di bidang perbaikan kuali-tas lahan dan air (irigasi, drainase, infrastruktur). Jika pekerja-an semacam itu dilakukan oleh kontraktor luar, maka biayanyabisa naik-turun dan menimbulkan beban berat bagi petani kecil.Namun jika pekerjaan-pekerjaan itu dilakukan oleh para petanisendiri secara sukarela, maka diperlukan mobilisasi besar-besaran tenaga kerja pedesaan. Semakin tidak merata distribusitanah pertanian, maka semakin sulitlah usaha memastikan ada-nya kerjasama sukarela secara aktif dari para perani kecil yangcukup cerdas untuk menyadari bahwa keuntungan-keuntunganyang lebih besar dari proyek itu akan dinikmati oleh petanibesar. Perlawanan juga terjadi dalam kaitannya dengan inputtenaga kerja yang tidak dipilih sendiri oleh para petani.

Pengalaman menunjukkan bahwa ketika kondisi pemilik-an relatif lebih adil (setelah dilakukannya landreform yangrelatif egaliter) maka kerja sama oleh mayoritas petani menjadilebih mudah diadakan. Kerja sama sangat kuat jika negara me-lepaskan kontrol ketatnya dan menganggap serta memperlaku-kan petani sebagai mitra dalam usaha bersama, yaitu mitrayang pengalaman dan pengetahuannya dihargai, diakui dan

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

77

Page 99: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

sepenuhnya diperhitungkan, serta berperan penting dalam pe-rencanaan dan pembuatan program, juga implementasi proyek.Telah dipahami pula bahwa ketika kesetaraan relatif dalam halukuran tanah pertanian hadir dalam suatu program usaha per-tanian bersama, maka para petani kecil lebih memilih kepemi-likan bersama atas nama desa atau kelompok dan lebih memi-lih proyek yang dijalankan oleh mereka sendiri berdasarkanprinsip swakelola. Dengan demikian, pemerintah bertugasmendorong dan mendukung para petani dan menyediakan bagimereka bimbingan dan bantuan lainnya. Tantangan besar pen-dekatan semacam itu adalah bahwa kita harus mencegahpemerintah untuk membuat suatu proyek yang muncul dariinisiatif masyarakat dan dijalankan oleh mereka sendiri menja-di proyek yang dikontrol oleh negara (lihat di bawah).

Praktik “usaha pertanian bersama” harus dibedakan darioperasi pertanian komunal yang selama berabad-abad memain-kan peran penting di antara masyarakat suku, yang berada padatingkat berbeda-beda, yaitu kelompok yang ada di tahap menu-ju menjadi petani kecil atau petani komersial, maupun merekayang satu kakinya berada di ekonomi subsisten dan kaki lainnyadi ekonomi uang (misal: suku Dayak di Kalimantan). Dalamkasus itu, pertanian komunal mengacu kepada resiprositas diantara rumahtangga-rumahtangga dalam hal pengorganisasiantenaga kerja dan distribusi hasil tenaga kerja. Ketika meng-hadapi kesulitan alam atau teknologi, maka pengorganisasianberdasarkan resiprositas bisa digunakan untuk meningkatkanintensitas tenaga kerja dan untuk menghadapi fluktuasi hasil dipetak individual yang sangat tak menentu dan tidak bisadiprediksi.

Peran Negara dan Kaum Petani Kecil dalam Pengorganisasian ProduksiPasca-ReformaSecara umum, dapat dikatakan bahwa pengorganisasian pro-duksi yang dikontrol oleh negara bisa menghadapi beberapa

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

78

Page 100: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

masalah birokrasi dan infleksibilitas, dan jarang mampu meres-pons masalah-masalah spesifik yang dihadapi oleh para petanipasca-reforma, sementara permasalahan-permasalahan ituterus berubah di tingkat lokal. Semakin besar otonomi organi-sasi-organisasi lokal, maka semakin besar potensi kemampuanmereka untuk menyesuaikan aktivitas mereka dengan kondisi-kondisi lokal, juga untuk menghadapi secara luwes dan cepatkondisi yang berubah-ubah, krisis produksi dan sejenisnya.Menyangkut masalah ini, harus disebutkan juga keunggulan-keunggulan umum bentuk-bentuk pengorganisasian yang “par-tisipatoris”, di mana para petani sama-sama membahas danmembuat keputusan dan bertindak berdasarkan kepentingan-nya, bukan hanya menjadi organisasi-organisasi “penerima”pasif yang bergantung pada keputusan aparat negara di berba-gai tingkatan. Dengan demikian, masalah-masalah pasca-refor-ma menunjuk pada kebutuhan akan adanya suatu tipe relasiantara organisasi-organisasi tani dan instansi pemerintah.Relasi itu memposisikan instansi pemerintah sebagai pelayankebutuhan organisasi-organisasi tani (kredit, penyuluhan, dll.)tanpa memainkan peran sebagai penentu dari hal-hal yangdibutuhkan itu. Pada sebagian besar kasus, sejarah menunjuk-kan bahwa lembaga pemerintah biasanya enggan melepaskankontrolnya, sehingga organisasi tani baru memperoleh otonomilebih besar jika melakukan tekanan terorganisir.

Dalam konteks kakunya tekanan negara terhadap gerakanuntuk mendapatkan otonomi dan fleksibilitas lokal yang lebihbesar bagi organisasi yang berbasiskan usaha bersama (per-hatikan beberapa kejadian di Polandia), maka terlalu berlebi-han jika ditekankan bahwa satu-satunya jalan terbaik untukpertumbuhan organisasi usaha bersama yang sukses adalahsemangat kerjasama itu sendiri dan prakteknya diantara parapetani skala kecil itu. Yang mungkin adalah pergerakan langkahdemi langkah untuk terciptanya bentuk-bentuk organisasiusaha bersama yang lebih kompleks dan komprehensif berba-

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

79

Page 101: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

siskan inisiatif sukarela para anggotanya, dengan bantuan danarahan para pegawai pemerintah yang sama-sama berbagi dansaling mendukung atas aspirasi-aspirasi mereka, dan yakinpada potensi intelektual dan kreatif petani dalam hal pengelola-an secara mandiri. Ini tidak bermaksud untuk mengimplika-sikan bahwa masalah manajemen dan birokrasi tidak ada padaorganisasi produksi yang otonom, tetapi solusi untuk masalah-masalah semacam itu juga harus dicari di tingkat lokal danbukan dengan pemaksaan prosedur-prosedur secara kaku dantidak feksibel oleh negara.

6. REFORMA AGRARIA DAN PEREMPUAN PEDESAAN

Dalam kaitannya dengan program reforma agraria, maka adadua kelompok yang kepentingan-kepentingannya seringkalitidak diperhitungkan, yaitu: kaum buruh pedesaan dan kaumperempuan. Masalah-masalah yang dihadapi buruh upahan danperempuan dalam banyak hal seringkali sama, dan jelasmasalah-masalah itu saling tumpang tindih ketika perempuandi desa bekerja sebagai buruh tani upahan. Kedua golongan ituhampir tidak pernah terwakili di lembaga-lembaga yang mem-buat perencanaan program reforma agraria dan institusi-institusi yang mengimplementasikannya. Kedua golongan ituseringkali ditempatkan pada posisi yang rendah pada hirarkiperekonomian pedesaan dan nasional, juga pada hirarki-hirarki sosial dan politik. Namun, terdapat pula isu-isu spesifikdi masing-masing golongan itu. Masalah-masalah yang diha-dapi oleh perempuan pedesaan khususnya, dapat bersilangandan paralel dengan kepentingan kelas.

Namun demikian, dari awal perlu ditekankan bahwaperbaikan kondisi-kondisi buruh tani dan perempuan pedesaan—sebagaimana pula kondisi-kondisi kelompok-kelompok lainyang direndahkan atau terdiskriminasi—membutuhkan partisi-pasi aktif mereka yang berada dalam golongan-golongan itu

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

80

Page 102: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

untuk memperjuangkan nasibnya. Jika kemajuan untuk keduagolongan tersebut akhirnya tercapai, biasanya kemajuan itumerupakan respon terhadap perjuangan, atau ancaman ter-hadap perjuangan mereka.

Beberapa Konsekuensi Reforma Agraria bagi Perempuan PedesaanBeberapa studi regional memperlihatkan adanya variasi besardalam hal pola-pola pembagian kerja berdasarkan jenis kelaminyang juga mencerminkan adanya variasi yang besar perihal de-rajat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Namun de-ngan terjadinya transformasi struktur agraria akibat prosesmodernisasi dan komersialisasi, maka pola-pola tradisional punmengalami peluruhan. Sehubungan dengan transformasi itu-lah, yang lalu diasosiasikan dengan program-program reformaagraria, bagian tulisan ini akan mengulasnya.

Dalam pembahasan-pembahasan tentang reforma agraria,membicarakan kaum perempuan seolah mereka merupakansuatu kelompok yang homogen dan memiliki kepentingan danperhatian yang sama, yang membedakannya dengan laki-laki,seringkali tidak terlalu bermanfaat. Meskipun ada beberapa isuyang memang mempengaruhi semua perempuan pedesaan,namun kaum perempuan juga terpecah-pecah oleh pembagi-bagian politik, sosial dan ekonomi yang sama dengan laki-laki.Masalah dan perhatian perempuan yang hidup di keluarga tuantanah kaya berbeda dengan masalah dan perhatian perempuanyang hidup dalam rumah tangga petani gurem atau tak ber-tanah. Masalah-masalah yang dihadapi perempuan dalamrumah tangga yang dikepalai laki-laki tidak sama dengan per-masalahan yang dihadapi perempuan kepala keluarga. Bagianini difokuskan terutama pada kaum perempuan miskin pe-desaan, yang merupakan mayoritas perempuan di daerah-daerah pedesaan. Bagian ini juga membicarakan isu-isu yangterkait dengan posisi perempuan di masyarakat pedesaan. Ke-tika berbicara tentang pengalaman Indonesia, maka hal itu

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

81

Page 103: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

didasarkan terutama pada beberapa hasil penelitian yangdilakukan di Jawa.

Isu yang bisa diidentifikasi telah ikut membuat statusperempuan menjadi rendah di daerah pedesaan adalah:

Pertama, Pembagian Kerja berdasarkan Jenis Kelamin.Negara-negara yang dibicarakan dalam lokakarya memperlihat-kan variasi yang besar dalam hal alokasi kerja di sektor pedesaanberdasarkan gender. Akan tetapi, beberapa generalisasi dapatdisimpulkan. Pertama, dan mungkin yang paling nyata adalahbahwa di semua negara terdapat pembagian kerja semacam itu,meskipun di beberapa negara pembagiannya sangat luas.

Kedua, akibat pembagian kerja itu, upah yang dibayarkankepada pekerja perempuan dimana-mana serupa, yaitu lebihrendah 40 hingga 60 persen daripada upah pekerja laki-laki.Praktik ini umumnya dipertahankan dengan alasan bahwapekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan memanglebih ringan daripada pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan olehlaki-laki, terkait perbedaan-perbedaan biologis antara perem-puan dan laki-laki. Namun, alasan itu tidak terbukti dalampenelitian empiris. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan perem-puan bisa saja lebih berat atau lebih ringan daripada pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki. Ketika dibandingkanantara upah laki-laki dan upah perempuan untuk pekerjaanyang nilainya sama, maka pembedaan masih terlihat jelas.

Ketiga, pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan perempuanbiasanya dianggap berstatus lebih rendah daripada pekerjaanyang dilakukan oleh laki-laki. Pekerjaan-pekerjaan itu dianggapsekunder, kurang penting, dan tidak terlalu krusial bagi penda-patan rumah tangga. Lagi-lagi, persepsi ideologis itu tidak di-dukung oleh hasil-hasil penelitian empiris.

Keempat, selain melakukan kerja pertanian, perempuanpedesaan biasanya juga bertanggung jawab untuk melakukanbeberapa tugas yang terkait dengan reproduksi —dalam penger-tian sosial maupun biologis—dan pemeliharaan rumah tangga.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

82

Page 104: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Jadi mereka sebenarnya memiliki beban kerja ganda. Beberapastudi tentang penggunaan tenaga kerja di beberapa negara—termasuk Indonesia—memperlihatkan bahwa jam kerja hari-an perempuan lebih banyak daripada jam kerja harian laki-laki.

Kelima, norma-norma yang mendefinisikan pembagiankerja berdasarkan jenis kelamin cenderung lebih ditaati di dalamrumah tangga kaya pedesaan daripada di rumah tangga miskin.Bagi rumah tangga miskin, ketaatan kaku kepada norma-normasemacam itu tidak menguntungkan secara ekonomi.

Terakhir, meskipun ada sikap-sikap seperti disebut diatas,sering kali terjadi bahwa perempuan pedesaan dalam rumahtangga yang dikepalai oleh laki-laki malah merupakan pengam-bil keputusan penting dalam hal pekerjaan-pekerjaan pertani-an, termasuk pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki. Hingga sekarang fakta itu jarang diakui oleh badan-badanyang bertanggung jawab atas penyediaan input untuk prosespertanian — penyuluhan, kredit dsb. Biasanya perempuan jugatidak memiliki akses ke fasilitas pendidikan atau fasilitaspengembangan keterampilan yang relevan bagi pengambilankeputusan di pekerjaan pertanian.

Dampak Modernisasi dan Komersialisasi Relasi Agraria bagi KaumPerempuan DesaSebagaimana disebutkan di beberapa bagian buku ini, akibatumum pembangunan kapitalistik di daerah pedesaan adalahterjadinya proses konsentrasi kekayaan dan pendapatan yangparalel dengan proses marjinalisasi, yaitu: semakin banyak orangyang tidak bertanah dan semakin kecilnya peluang kerja upahandan atau semakin kecilnya upah riil. Fenomena-fenomena ituberdampak pada perempuan dalam hal-hal tertentu. Biasanya,migrasi musiman tenaga kerja dari daerah-daerah padat pen-duduk atau yang ekonominya sulit dilakukan oleh laki-laki.Kaum perempuan pedesaan —terutama ibu-ibu di desa—sering-kali tidak bisa ke mana-mana karena harus merawat anak dan

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

83

Page 105: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

bertanggung jawab mengurus rumah, sehingga mereka hanyabisa mencari kerja musiman dan kerja serabutan yang ada didekat rumah. Hal itu menyebabkan semakin banyaknya rumahtangga pedesaan yang dikepalai perempuan. Di Jawa misalnya,19 hingga 20 persen rumah tangga dikepalai oleh perempuan(sensus 1971). Jadi, perempuan sepenuhnya bertanggung jawabatas tugas menjalankan rumah tangga, serta pekerjaan-peker-jaan pertanian terkait dengan tanggung jawabnya itu.

Sampai saat ini, biasanya perempuan mengalami diskrimi-nasi ketika mencari akses pada layanan pertanian, termasukpenyuluhan, input produksi dan kredit. Dalam hal kredit, mere-ka menderita secara ganda, yaitu: ada diskriminasi langsungberdasarkan jenis kelamin, dan diskriminasi tidak langsungberdasarkan fakta bahwa perempuan cenderung tidak memilikihak atas tanah keluarga yang didaftar atas nama mereka. Pada-hal hak semacam itu seringkali disyaratkan untuk mendapatanakses kredit di sektor formal. Namun, kenyataan bahwa merekamemikul sebagian besar, kalau tidak semua, tanggung jawabkeuangan untuk kebutuhan keluarga membuat pekerja atauburuh migran laki-laki terbebas dari kewajiban membayar biayayang cukup untuk menghidupi keluarga. Oleh karena itu,perempuan kepala keluarga yang tinggal di desa malah harusmensubsidi usaha majikan laki-lakinya.

Ketika mekanisasi telah terjadi di daerah pedesaan, makadampaknya adalah semakin kecilnya kesempatan kerja bagiperempuan. Di Jawa, sebagaimana di banyak negara Asia lain-nya, dipergunakannya mesin penggilingan padi telah melenyap-kan sumber pekerjaan dan pendapatan bagi perempuan petanigurem dan perempuan petani tak bertanah. Peralihan daripenggunaan ani-ani ke sabit juga telah mengurangi kesempatankerja bagi kaum perempuan pedesaan di daerah-daerah dimanasabit digunakan oleh perempuan maupun laki-laki. Bagi laki-laki, mekanisasi itu umumnya berarti semakin ringannya bebankerja, baik dalam pekerjaan pembukaan lahan dan penyiapan

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

84

Page 106: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

tanah. Ketika laki-laki kehilangan kerja akibat terjadinya meka-nisasi, mereka biasanya lebih mudah mendapatkan pekerjaanlain daripada perempuan, kadang dengan mengambil alih bebe-rapa pekerjaan yang dulunya dilakukan oleh perempuan.

Komersialisasi pertanian menyebabkan semakin tingginyaketegangan antara kaum tuan tanah dan buruh tani tak ber-tanah. Dalam kasus semacam itu, pekerja perempuan atau ker-abat perempuan dari pekerja laki-laki sering kali tersingkir ka-rena adanya penindasan yang keras. Di beberapa tempat diIndia, kebudayaan kulak yang gemar memperkosa perempuanmuncul sebagai dampak dari ketegangan yang tinggi itu.

Kepemilikan dan Pewarisan Tanah: Hukum dan Praktik, Norma dan RealitasSeringkali dikatakan bahwa akses terhadap tanah memang vitaldalam menentukan kemakmuran di pedesaan. Kaum laki-lakipedesaan menghadapi beberapa kesulitan besar dalam menda-patkan akses semacam itu, tetapi masalah yang dihadapi kaumperempuan jauh lebih besar. Pertama, meskipun ada beberapapendapat yang menentang, sebagian besar program landreformlebih banyak menguntungkan laki-laki daripada perempuan.Program semacam itu didasarkan pada kepemilikan tanah olehrumah tangga dan bukannya didasarkan pada kepemilikantanah oleh individu, dan program itu menganggap bahwakepala rumah tangga pedesaan adalah kaum laki-laki sehinggalaki-lakilah yang secara formal diberikan hak atas tanah yangdidistribusikan. Kondisi itu tetap berlangsung meskipun seper-tiga rumah tangga pedesaan di beberapa negara dikepalai olehperempuan. Tanpa hak atas tanah, maka perempuan kepalarumah tangga tidak memiliki derajat kepastian —setipis danselemah apapun—seperti yang dinikmati oleh kepala rumahtangga laki-laki.

Ketika perempuan memiliki hak atas tanah, makakeputusan-keputusan manajerial penting biasanya diambil olehsaudara laki-laki, ayah atau kerabat laki-laki lainnya. Walaupun

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

85

Page 107: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

redistribusi tanah dilakukan dengan basis tanpa pembedaanjenis kelamin, efek-efek progresif dari praktik seperti itu akanhilang dalam satu generasi, kecuali jika hukum dan praktik yangterkait dengan pewarisan juga direstrukturisasi. landreformyang tidak membedakan gender (gender-neutral) menjadi tidakberarti jika dilakukan tanpa adanya praktik pewarisan yang jugagender-neutral. Hingga kini praktik pewarisan yang gender-neutral itu sangat jarang terjadi. Meskipun diberi bagian tanahkeluarga, anak perempuan biasanya diberi tanah yang lebihsempit atau lebih tidak subur daripada bagian tanah yangdiberikan kepada anak laki-laki.

Kenyataannya, praktik pewarisan yang gender-neutralpun bisa menjadi tidak efektif oleh alokasi sumber daya keluar-ga yang bias jenis kelamin, bahkan sebelum pewarisan dilaku-kan. Jadi, jika satu bagian tanah pertanian keluarga dijualuntuk membiayai pendidikan anak laki-laki dan bukan pendi-dikan anak perempuan, pembagian rata tanah yang tersisaantara anak laki-laki dan anak perempuan tidak akan mencer-minkan keuntungan komparatif sesungguhnya yang didapatkananak laki-laki dan anak perempuan dari tanah itu.

Harus dicatat di sini bahwa bahkan peralihan menuju per-tanian komunal atau ko-operatif yang bisa mengatasi masalah-masalah yang disebutkan di atas, tidak selalu dapat digunakansebagai sarana utama untuk melakukan peningkatan posisiperempuan. Pertama, kecuali jika perempuan dibebaskan daritanggung jawab utama memenuhi kebutuhan subsistensi ke-luarga, maka sesungguhnya mereka tidak memiliki kebebasanpenuh untuk memilih alternatif-alternatif penggunaan sumberdaya yang mereka kuasai. Kedua, satuan produksi kooperatifpun masih didominasi laki-laki. Ditinggalkannya satuan pro-duksi berbasis rumah tangga tidak selalu mengimplikasikansemakin kecilnya peran dominan yang dimainkan oleh laki-laki.Akan tetapi, perempuan yang ada di unit produksi komunalatau kooperatif umumnya akan memiliki posisi yang lebih baik

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

86

Page 108: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

daripada sebelumnya untuk mengatur dan terlibat dalam per-juangan untuk mewujudkan hak-hak legal mereka.

Kesimpulan Sebagai suatu prinsip yang bersifat general dan luas, makasemua reforma agraria yang diusulkan harus dikaji, terutamadalam hal dampak reforma agraria bagi perempuan. Oleh kare-na itu, perhatian khusus harus diberikan pada variasi kondisi-kondisi sebelum landreform untuk menghindari keterputusanberbagai relasi agraria dan pola-pola produksi yang sudah adadi beberapa komunitas tradisional, yaitu relasi dan pola pro-duksi yang menguntungkan hak, peran dan pengakuan bagikaum perempuan. Selanjutnya, kita akan fokus pada beberapasituasi dimana proses modernisasi dan komersialisasi telahberdampak sangat negatif bagi situasi kaum perempuanpedesaan.

Tindakan khusus harus dilakukan atas beberapa isu spesi-fik yang diangkat di atas, seperti kepemilikan tanah dan praktikpewarisan, tingkat upah, dst. Namun jelas bahwa perubahandalam hal hukum dan regulasi tidak serta-merta menghasilkanperubahan penting dalam hal status perempuan pedesaan.Implementasi dari hukum dan regulasi dalam kebiasaan yangmendarah-daging (mores) di komunitas itulah yang menjadifaktor signifikan untuk perubahan. Oleh karena di sebagianbesar negara, diskriminasi atas perempuan merupakan fenome-na yang meluas di masyarakat, dan dampaknya melampaui sek-tor pertanian, maka solusi bagi masalah itu akhirnya hanya bisaditemukan dalam perubahan radikal pada norma-normamasyarakat yang diarahkan menuju kesetaraan hak dan kesem-patan antara laki-laki dan perempuan. Dalam perjuangan untukmencapai terjadinya perubahan itu, perempuan harus dilibat-kan baik sebagai anggota kelompok yang memang berkepentin-gan dengan isu-isu spesifik perempuan, maupun sebagai par-tisipan bersama laki-laki dalam proses politik yang lebih luas.

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

87

Page 109: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Seringkali dikatakan bahwa di beberapa masyarakat, kon-sekuensi yang muncul dari satuan rumahtangga individualadalah bahwa perempuan memiliki sedikit kesempatan untukmembangun kesadaran kelompok dan pengetahuan tentang:terhadap apa mereka telah didiskriminasi dan cara-caranya.Kesadaran itu sangat esensial untuk membangun gerakanperempuan pedesaan yang kuat. Perempuan memiliki sedikitpeluang untuk mengembangkan hubungan-hubungan organi-sasional seperti itu. Dalam masyarakat semacam itu, bisa terja-di bahwa beralihnya penekanan satuan produksi dari rumahtangga individual ke bentuk-bentuk produksi ko-operatif dapatberkontribusi pada pemecahan masalah perempuan pedesaan.

Dalam sistem komunal, kesadaran semacam itu bisa di-fasilitasi. Perempuan bisa lebih mudah membandingkan peng-alaman mereka dengan pengalaman perempuan lain. Merekajuga bisa mendapat manfaat dari berbagi tanggung jawab dalambeberapa tugas tradisional perempuan seperti misalnya meng-asuh anak dan memasak. Jika dibebaskan dari tugas-tugas itu,maka perempuan akan berada di posisi yang lebih baik untukberpartisipasi lebih penuh dalam proses politik.

Satuan-satuan komunal tidak dengan sendirinya meme-cahkan satupun masalah yang dijelaskan di atas, tetapi satuan-satuan itu bisa memberikan konteks di mana pencarian solusibisa dilakukan lebih pasti dan lebih cepat.

7. REFORMA AGRARIA DAN BURUH PEDESAAN: BEBERAPAPERBANDINGAN DARI INDIA

Komersialisasi dan Tenaga Kerja Pertanian

Di seluruh dunia, pertanian semakin dikomersialkan, kadangdengan menggunakan landreform, kadang tanpa landreform.Hampir di mana-mana, para petani miskin dan termarjinalkankehilangan tanah mereka, baik lewat penjualan atau penyewaantanah. Bahkan ketika mereka tetap mengolah tanah itu, sering-

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

88

Page 110: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

kali perempuan dan anak-anaklah yang harus mengerjakannya,sedangkan kaum laki-laki dewasa kerja upahan atau melakukanmigrasi musiman (seperti yang disebutkan di bagian sebelum-nya tentang perempuan pedesaan). Semua itu menyebabkansemakin tingginya angka pekerja pertanian. Di India proporsirumah tangga buruh tani telah naik dari 30 persen rumah tang-ga pedesaan hingga menjadi hampir 50 persen-nya selama tigapuluh tahun terakhir.

Kondisi komersialisasi pertanian seperti digambarkan diatas mendatangkan beberapa konsekuensi. Pertama, semakinmeningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Angka kemiskin-an pedesaan India juga naik dari 30menjadi 50 persen selamatiga puluh tahun terakhir. Kedua, semakin kecilnya upah buruhriil. Dalam kaitannya dengan kemiskinan, buruh seringkali ter-ikat pada tuan tanah karena utang. Kadang beban hutang pundiwariskan dari bapak ke anak. Para buruh migran yang berasaldari daerah miskin dijual lewat pedagang perantara kepadapara petani di daerah-daerah Revolusi Hijau. Di India terjadipeningkatan ketegangan antara para buruh tani dan para tuantanah. Seringkali tuan tanah melakukan tindakan penghukum-an seperti pengusiran buruh tani dari rumah mereka sendiri,membakar rumah, memukuli dan membunuh buruh tani,perkosaan ramai-ramai terhadap perempuan, dsb.

Aksi BuruhDi banyak tempat di India, para buruh tani mengorganisir diriketika berhadapan dengan beberapa isu tertentu. Isu-isu ituantara lain:

- tuntutan untuk menjamin tersedianya akses ke petaktanah untuk pemukiman dan atau untuk pertanian;

- mereka yang terikat dengan pertanian bagi hasil ber-dasarkan kontrak lisan harus didaftar;

- tuntutan akan upah yang lebih tinggi dan implemen-tasi aturan upah minimum;

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

89

Page 111: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

- tuntutan untuk mendapatkan pekerjaan pada prog-ram kerja borongan di pedesaaan di bawah jaminanprogram tenaga kerja ;

- tuntutan adanya kartu jatah makan.

Di beberapa daerah tertentu para buruh tani itu juga ter-organisir di bawah program-program politik yang lebih radikal.Dalam kasus semacam itu di Bihar, mereka bersatu dengan paraburuh tambang batu bara dan mengorganisir diri dengantuntutan-tuntutan berikut:

- mengembalikan tanah yang secara ilegal dirampasdari mereka;

- dukungan kepada didirikannya koperasi untuk perta-nian, peternakan ayam, peternakan hewan besar, dsb.;

- pemerintahan mandiri dan pertahanan mandiri;- pendidikan;- pengurangan konsumsi berlebihan pada upacara

perkawinan, kematian, dll.

Tanggapan NegaraUntuk menghadapi fenomena kekerasan di pedesaan dan sema-kin meningkatnya pemiskinan, dan didorong karena adanyatekanan dari gerakan rakyat, negara India mengambil beberapatindakan. Pemerintah memberlakukan aturan-aturan untukmenghapuskan tenaga kerja terikat (bonded labour), pember-lakuan upah minimum, tanah pemukiman, dan juga beberapaprogram pembangunan seperti program pekerjaan pedesaan,skema jaminan pekerjaan, skema kesehatan di pedesaan, pensiunbagi lanjut usia. Dalam pelaksanaan aturan-aturan itu, beberapaorganisasi buruh termasuk juga organisasi-organisasi perem-puan memainkan peran aktif sebagai kelompok penekan yangkadang bekerja sama dengan beberapa pemerintah negarabagian yang dikuasai oleh partai-partai yang memihak rakyat.Umumnya kaum buruh itu kuat asalkan terorganisir.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

90

Page 112: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

KesimpulanDalam kasus buruh pedesaan, sebagaimana dengan perem-puan, harus ditekankan bahwa usaha untuk memperoleh kema-juan sebesar apapun menjadi tidak bisa dilakukan tanpa partisi-pasi para buruh itu sendiri dalam perjuangan mencapainya.Jadi, memang kita harus mengetahui hak para buruh pedesaanagar bisa mengorganisir dan memberikan bantuan kepadaorganisasi semacam itu lewat pelatihan tentang keterampilandan teknik yang tepat. Meskipun begitu, beberapa aturankhusus yang bisa dikaji dan diimplementasikan meliputi:

- Perlindungan bagi —atau diciptakannya—hak paraburuh pedesaan untuk mendapatkan kepemilikantanah untuk perumahan.

- Jika dimungkinkan, para buruh pedesaan itu harusberpartisipasi dalam distribusi tanah pertanian.

- Penyediaan pengamanan yang lebih kuat untuk atur-an dan praktik bagi para buruh pedesaan agar men-jamin adanya ketersediaan pekerjaan, tingkat upah,kesehatan dan keselamatan kerja, sertqa penyediaanpensiun di hari tua.

- Diadakannya beberapa proyek padat karya di daerahpedesaan dan diutamakannya para buruh tani yangtidak bertanah dalam alokasi pekerjaan di proyek-proyek itu.

- Penggunaan teknologi yang tepat untuk kondisi-kon-disi pedesaan, di semua bidang aktivitas kerja, baikbagi laki-laki maupun perempuan, di luar maupun didalam rumah.

- Perluasan sumber-sumber pekerjaan pedesaan nonpertanian — meskipun harus diperhatikan dengancermat agar terhindar dari terjadinya diskriminasigender, seperti yang sudah terjadi di berbagai industrirumah tangga.

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

91

Page 113: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

8. BEBERAPA TEMA PENELITIAN YANG DISARANKAN

Beberapa aspek politik reforma agraria :- analisis tentang sikap bermacam-macam kelompok

sosial ekonomi terhadap reforma agraria dan basisdukungan atau oposisi mereka;

- posisi partai-partai politik, asosiasi-asosiasi kepen-tingan dan organisasi-organisasi sukarela terhadapreforma agraria;

- komposisi, perilaku, relasi sosial dan politik kelom-pok-kelompok tuan tanah di masyarakat pedesaan;

- investasi tanah oleh golongan-golongan non-pertani-an dan dampaknya terhadap struktur agraria danrelasi sosial pedesaan;

- reforma agraria dan beberapa prinsip dan praktik adattentang tata guna tanah: analisis komparatif tentangfilosofi-filosofinya;

- sifat dan peran nilai-nilai sosio-kultural yang terkaitdengan kepemilikan dan penguasaan tanah di ber-bagai daerah;

- konflik dalam hal penggunaan dan alokasi tanahantara kepentingan petani lokal dan kepentingan non-lokal (usaha ekstraktif, perkebunan dan padang gem-balaan, proyek perumahan) dan peran negara dalampemecahan konflik semacam itu;

- sifat, cakupan dan dampak dari sengketa dan konflikyang berkaitan dengan tata guna dan jual beli tanah disektor pertanian skala kecil, dan peran negara dalampemecahan konflik semacam itu;

- kemunculan, pemberlakuan, dan masalah-masalahimplementasi UUPA di era 1950-an dan 1960-an;

- peran HKTI sekarang dalam implementasi land-reform, undang-undang bagi hasil, dan dalam pro-mosi kepentingan bermacam kelompok produsen per-

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

92

Page 114: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

tanian di tingkat nasional, regional, dan lokal.

Reforma agraria dan strategi pembangunan nasional:10

- Haruskah pengembangan pertanian dan pengem-bangan industri dilaksanakan dalam beberapa tahapterpisah atau bisakah dilakukan secara bersamaan?Jika kedua proses itu bisa dilakukan secara bersama-an, haruskah pengembangan industri berbasis lokal(desa), atau di kota atau tidak ada bedanya (dalam halpenyediaan lapangan kerja, produktivitas, penda-patan dan tujuan pemerataan)?

- Studi tentang distribusi tanah dan sistem penyakapantanah yang mencakup pula studi tentang faktor-faktorefisiensi, dsb. untuk kelompok upah yang berbeda-bedadan pengaturan sistem penguasaan tanah/bagi hasil,juga pada beberapa kondisi ekologi yang berbeda.

- Studi tentang pasar tenaga kerja, kecenderungandalam lapangan kerja dan upah, bentuk-bentukpenyediaan tenaga kerja.

- Studi tentang pasar kredit pedesaan, cakupan danbentuk-bentuk piutang, jangka waktu dan syaratutang, relasi antara pasar kredit formal dan informal.

- Studi tentang manajemen pertanian dan biaya pro-duksi dibedakan dalam kelompok ukuran, kondisipemanfaatan tanah, dsb.

- Komersialisasi pertanian, sifat jalur-jalur pemasaran,dampak perubahan pola pertanian terhadap relasiagraria.

- Efek usaha tani kapitalis dan mekanisasi terhadapkaum miskin pedesaan.

- Beberapa bentuk pola koperasi tradisional dan modern.

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

93

10 Lihat juga beberapa tema yang didaftar di bawah judul 'Beberapa masalahyang menyebabkan terjadinya reforma agraria' di akhir Bab II.

Page 115: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

- Di beberapa daerah yang sangat padat penduduk bisadilakukan studi tentang pola-pola sumber pendapatanberganda (pendapatan pertanian dan non pertanian)di antara bermacam kelompok pemilik tanah pertani-an dan kaum tak bertanah, yaitu studi prospektif ten-tang implikasi dari: a) spesialisasi yang lebih luas, b)diversifikasi yang terus berlanjut dan pertanian “paruhwaktu” di beragam struktur agraria masa depan yangmungkin ada (baik yang sudah mengalami reformamaupun yang tidak direforma) di daerah-daerah itu.

Pengorganisasian produksi setelah landreform:- studi komparatif tentang tipe pengorganisasian ber-

aneka aspek produksi, pemasaran, dan bidang kehidup-an ekonomi lainnya, baik pertanian maupun non-per-tanian pada masa sebelum dan sesudah reforma;

- beberapa faktor yang terkait dengan keberhasilanmaupun kegagalan bentuk-bentuk kerja sama ekono-mi skala kecil dalam rangka mengatasi masalah pro-duksi dan beberapa masalah lain para anggota mere-ka, misalnya: a) homogenitas/heterogenitas keang-gotaan (dalam hal kelas, kekayaan, status penguasaantanah, dst.); b) skala kelompoknya (baik skala spasialmaupun numerik); c) modus rekrutmen anggota; d)modus pengambilan keputusan dalam kelompok; e)sifat interaksinya dengan instansi pemerintah ditataran yang lebih tinggi;

- studi tentang masalah-masalah yang terkait dengantransisi dari organisasi kerjasama tradisional/lokalmenuju organisasi kerjasama modern, dan interaksiorganisasi itu dengan instansi pemerintah yang lebihtinggi. Apa saja keunggulan dan kekurangannya da-lam mempertahankan fleksibilitas, otonomi dan kebe-ragaman lokal dalam organisasi ketika diperhadapkan

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

94

Page 116: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

dengan tindakan yang mendukung atau memberlaku-kan penyeragaman struktur?

- Proyek-proyek riset aksi tingkat lokal, di tingkat desaatau kecamatan, yang bersifat eksperimental tentangbeberapa topik, seperti: a) usaha pertanian bersamaskala kecil; b) pengaturan kredit kelompok untuk per-alatan yang dimiliki bersama; c) asosiasi buruh tanitak bertanah misalnya para penerima kelebihan tanahuntuk membentuk manajemen bersama, kontraktoruntuk program pekerjaan padat karya, penghijauan,dll. dan beberapa aktivitas bersama lainnya.

- Studi tentang beberapa masalah dalam interaksiorganisasi produksi skala kecil dengan bermacaminstansi tingkat tinggi untuk mendapatkan bantuan.

- Masalah manajemen yang dihadapi organisasi produk-si skala kecil dan besar, baik yang disponsori pemerin-tah maupun yang otonom, dan beberapa tipe bantuanyang diperlukan untuk memecahkan masalah itu.

Refoma agraria dan perempuan pedesaan :- variasi-variasi regional dan kelas dalam kaitannya

dengan berbagai tipe hak perempuan atas tanah danatas beberapa sumberdaya produktif; bagaimana hak-hak itu bisa didapatkan dan lepas dari tangan mereka;relasi (atau tiadanya relasi) antara hak atas tanah danair, manajemen tanah dan air, dan kontrol perempuanatas proses produksi dan penataan produk;

- variasi-variasi berdasarkan daerah dan kelas dalamhal struktur dan ukuran keluarga dan satuan-satuanrumah tangga, dan pembagian kerja berdasarkan jeniskelamin di tingkat rumah tangga dan desa (termasukaspek pembuatan keputusan dan aspek kontrol);pengaruh siklus kehidupan atas variasi-variasi itu;kerjasama produksi atau kerjasama tenaga kerja di

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

95

Page 117: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

antara kaum perempuan, di antara rumah-rumahtangga dan di dalam setiap rumah tangga; akses yangdimiliki perempuan untuk mendapatkan kesempatankerja di luar keluarga, variasi musim/siklus kehidup-an dalam akses semacam itu;

- variasi-variasi berdasarkan daerah dan kelas dalamhal kebutuhan dan kesempatan untuk ikut dalam akti-vitas penambah penghasilan dan untuk mendapatkansumber pendapatan tunai para anggota rumah tangga,termasuk aktivitas di luar pertanian; dalam kasusindustri rumah tangga, kondisi kerja dan kontrol ataspemasaran produk; kerjasama (tenaga kerja, kapital)dalam aktivitas non pertanian antara beberapa rumahtangga dan di dalam tiap keluarga;

- relasi ekonomi dan sosial antara laki-laki dan perem-puan, dan di antara kaum perempuan dalam sistemproduksi dan reproduksi serta kerja domestik, ditingkat rumah tangga dan desa; akses yang dimilikiperempuan untuk mendapatkan layanan atau prog-ram institusional penyediaan kredit dll. yang diada-kan pemerintah; partisipasi perempuan dalam insti-tusi pembuat keputusan; variasi regional dan kelasyang terdapat dalam hal-hal di atas;

- konvergensi dan divergensi norma/ideologi sosial danperilaku/relasi konkret aktual dalam kaitannya de-ngan semua hal di atas;

- dampak komersialisasi dan beberapa kecenderunganperkembangan pada bermacam situasi perempuanyang disebutkan di butir-butir di atas;

- artikulasi persepsi perempuan sendiri tentang situasi-situasi mereka lewat media rakyat maupun media laindan lewat bentuk-bentuk interaksi sosial;

- evolusi historis dari pola-pola kerja perempuan.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

96

Page 118: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Reforma Agraria dan Buruh Tani PedesaanPada prinsipnya, perencanaan dan pelaksanaan proyek peneliti-an harus langsung melibatkan para buruh tani itu sendiri. Pene-litian harus ditujukan untuk pemahaman yang lebih baik danlebih jelas tentang kondisi-kondisi tenaga kerja pedesaan agarbisa mempermudah usaha perbaikan kondisi-kondisi tersebut.Penentuan tentang bagaimana perbaikan kondisi itu bisa dica-pai dan apa tujuan pasti yang harus dicapai harus dilakukanterutama oleh para buruh tani itu sendiri. Itu mengimplikasikanbahwa para buruh tidak boleh disingkirkan dari proses peneli-tian. Pada tataran praktis, partisipasi para buruh tani itu meng-implikasikan kemungkinan keberhasilan penelitian.

Penelitian dilakukan untuk memperkuat dan memperluasbasis data:- jumlah buruh tani upahan, laki-laki, perempuan,

dewasa dan anak-anak;- besarnya pendapatan tenaga kerja upahan diband-

ingkan dengan pendapatan dari sumber lain;- sifat dan besar lapangan kerja upahan non-pertanian

di daerah pedesaan;- bentuk dan dinamika kontrak tenaga kerja pertanian,

dan kaitannya dengan beberapa kontrak lain (misal:kredit, hak penggarapan tanah);

- struktur upah secara komparatif antara industri, per-tanian dan jasa.

Studi sosiologis dan antropologis kualitatif:- gaya hidup, nilai, cita-cita, harapan, tradisi masya-

rakat, struktur komunitas;- pembagian kerja: laki-laki, perempuan, dewasa, anak-

anak;- bentuk-bentuk tenaga kerja: bebas dan terikat;- respon-respon tenaga kerja terhadap proses kerja dan

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

97

Page 119: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

perubahan dalam hal proses itu;- migrasi tenaga kerja sebagai sirkulasi tenaga kerja di

antara beberapa sektor dan ikatan di antara beragamorang yang bekerja.

Penelitian historis:- organisasi dan gerakan buruh tani;- jangkauan historis dan pentingnya tenaga kerja upah-

an pedesaan;- perubahan peran dan status tenaga kerja pedesaan;- relasi antara buruh dan majikan;- peran tenaga kerja dalam politik lokal, provinsi dan

nasional;- proses diferensiasi sosio-ekonomis yang mempe-

ngaruhi buruh tani dan posisi spesifik mereka dalammasyarakat pedesaan;

Studi ekonomi :- derajat ketergantungan penghasilan dari menjadi

buruh;- pola pengeluaran ;- pengambilan keputusan ekonomi;- upah sebagai komponen kebutuhan subsistensi pada

buruh tani dan keluarga;- usaha monitoring secara sistematis dan kontinu ter-

hadap tingkat upah riil pedesaan atau pertanian.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

98

Page 120: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

PENDAHULUAN

Di dalam bab ini, sejumlah besar isu dan prioritas penelitianyang berkaitan dengan beberapa aspek operasional dan teknisreforma agraria dirangkum secara singkat di bawah sembilanjudul. Untuk kenyamanan pembaca, maka tema-tema peneliti-an tidak dikompilasikan di akhir bab, tetapi bisa ditemukan diakhir setiap bagian terkait.

1. ORGANISASI UNTUK IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA

Harus adakah suatu kelembagaan khusus landreform atau se-kadar panitia inter-departemental yang bertugas mengkoordi-nasikan banyak departemen yang terlibat dalam reformaagraria? Karena memang ada kesulitan dalam hal mengkoordi-nasikan aktivitas-aktivitas inter-departemental, maka pilihanpertama lebih baik daripada pilihan kedua. Umumnya disepa-kati bahwa landreform harus diimplementasikan secara cepatdan badan khusus landreform bisa mempercepat proses itu.

Badan khusus semacam itu biasanya dipimpin oleh suatudewan yang mewakili beragam departemen, dan dikepalai oleh

99

beberapa aspek operasional danteknis reforma agaria

4

Page 121: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

pejabat tinggi yang langsung bertanggung jawab kepada Per-dana Menteri atau Presiden. Selain melibatkan stafnya sendiri,badan semacam itu juga mengambil personil dari departemen-departemen lain.

Pengalaman di banyak negara (seperti India, AmerikaLatin) menunjukkan bahwa sebaiknya reforma agraria diusaha-kan menjadi suatu operasi yang terpusat. Akan tetapi, diferen-siasi regional dalam penerapan aturan reforma agraria sering-kali diperlukan. Hal itu seringkali menimbulkan derajat desen-tralisasi tertentu dalam proses implementasinya. Dewan pusatdihadirkan di tingkat daerah, dikepalai oleh gubernur/kepalaprovinsi. Sering terjadi, kantor regional itu menjadi pusatoperasional tim landreform.

Tim-tim landreform, yang dibekali dengan otoritaseksekutif dan dibantu oleh beberapa organisasi dan asosiasirakyat di tingkat lokal, terbukti lebih efektif daripada badan-badan pemerintah yang bekerja sendiri atau lewat otoritas-otoritas desa yang ada. Satu alasan untuk itu adalah bahwa ke-tika otoritas lokal dilibatkan dalam implementasi, maka posisimereka cukup rumit. Pertama, mereka seringkali memiliki tanah.Kedua, mereka harus menentukan keberpihakan mereka dalamkonflik lokal dan sehingga tidak memiliki posisi “independen”.

Pemilihan staf merupakan suatu faktor penting dalamoperasi yang dijalankan oleh badan land reform (contoh: Indiadan Peru). Ikatan kepada tuan tanah atau ikatan kepada tanahmerupakan masalah yang sering terjadi. Staf harus independen.

Dalam setiap reforma agraria, penyelesaian sengketa dankonflik harus dilakukan. Pertanyaan umumnya adalah apakahkita harus mengandalkan pengadilan biasa atau mendirikansuatu pengadilan khusus yang bisa berpindah-pindah yang di-awasi oleh organisasi rakyat. Pengadilan biasa seringkali terbuk-ti melelahkan sebab membebani reforma agraria dengan prosesbanding yang tanpa henti. Sedangkan pengadilan khusus me-mungkinkan diselesaikannya konflik secara lebih cepat.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

100

Page 122: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Penelitian yang disarankan:- Penelitian tentang mekanisme dan prosedur judisial

untuk mengadili pertikaian yang muncul dari imple-mentasi reforma agraria (contoh: jumlah dan sifatkasus yang terjadi, proporsi antara kasus yang disele-saikan dan kasus yang menggantung, waktu rata-ratapenyelesaian perkara, dst.).

- Proyeksi tentang beberapa konsekuensi yang mungkinterjadi dari implementasi total aturan reforma agrariayang ada, terutama pemberlakuan batas atas kepemi-likan tanah dan penghapusan kepemilikan absentee.Dalam analisis ini, perhatian khusus harus diberikanpada dampak yang mungkin terjadi pada sistem tradi-sional dan adat di berbagai daerah.

- Penelitian tentang persepsi orang desa tentang layan-an-layanan yang diperlukan dari instansi pemerintah.

- Analisis komparatif tentang capaian beberapa sektorjasa formal dan informal, terutama dalam usaha men-jamin akses terhadap tanah, penyediaan input, kredit,pemasaran, dll.

- Analisis tentang relasi antara instansi pemerintah danpara transmigran spontan di luar Jawa, terutamadalam kaitannya dengan legitimasi klaim mereka yangdidapatkan dari sistem tradisional atau adat.

2. ORGANISASI RAKYAT

Reforma agraria tidak bisa dilakukan atau diharapkan bisa di-laksanakan tanpa partisipasi aktif organisasi-organisasi rakyatyang berbasis luas. Partisipasi pasif (hanya menerima sumber-daya dan layanan, tanpa memiliki suara dalam perumusan danimplementasi kebijakan) tidak cukup karena beberapa alasan,diantaranya adalah :

- partisipasi pasif itu membebani negara terlalu berat

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

101

Page 123: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

untuk menyediakan layanan yang sebetulnya bisadisediakan oleh para petani yang terorganisasir de-ngan lebih efektif dan efisien;

- partisipasi itu tidak memanfaatkan keunggulanpengetahuan dan potensi lokal masyarakat desa;

- partisipasi pasif itu cenderung menciptakan suatustratum “yang diistimewakan” dalam masyarakatpedesaan itu sendiri, yang nantinya malah bisa men-jadi penghambat bagi usaha-usaha yang dilakukanuntuk meningkatkan strata yang lebih miskin;

- partisipasi pasif itu tidak memanfaatkan keunggulanskala ekonomis dalam penyediaan layanan. Bagiinstansi pemerintah berurusan dengan kelompokmemang lebih efisien daripada harus berurusan de-ngan orang satu per satu;

- partisipasi semacam itu tidak bisa memobilisasidukungan rakyat luas untuk mengatasi perlawananterhadap reforma.

Organisasi rakyat seringkali dicirikan entah sebagaiorganisasi yang didirikan “dari atas” atau “dari bawah”. Kon-septualisasi itu mungkin terlalu simplistik, sebab apa yang di-perlukan adalah interaksi antara badan landreform dan organi-sasi dan asosiasi rakyat. Pertanyaannya bukan tentang siapayang mengambil inisiatif, tetapi bagaimana pemerintah danorganisasi rakyat bisa bekerja sama untuk kepentingan kaummiskin pedesaan, dan tentang seberapa inklusif organisasi-organisasi itu (misal: apakah organisasi-organisasi itu berang-gotakan sedikit sekali petani, buruh tani tak bertanah, perem-puan, dst.). Syarat mutlak dari partisipasi organisasi-organisasipetani secara efektif dalam proses reforma adalah akses danandil suara dalam institusi-institusi pemerintahan lokal.

Di Indonesia, beberapa usaha untuk memobilisasi organi-sasi tani telah mengalami beberapa kesulitan akibat adanya he-

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

102

Page 124: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

terogenitas yang besar dalam hal kepentingan, asal-usul etnik,praktik adat dan afiliasi keagamaan di antara para pendudukdesa. Salah satu konsekuensinya adalah bahwa petani yang sa-ngat miskin dan para buruh tani tak bertanah tidak menjadianggota dari organisasi-organisasi yang menikmati dukunganresmi pemerintah.

Di Indonesia, jumlah organisasi sukarela di tingkat desasemakin banyak. Organisasi-organisasi itu mencakup pula“kelompok-kelompok kerja” yang didirikan di antara buruh tanitak bertanah, koperasi produksi informal di kalangan petanikecil, perusahaan pemberi layanan yang disponsori dan di-dukung oleh swasta, asosiasi “pengguna air”, kelompok perem-puan, kelompok pemuda, kelompok pendengar radio, dll.Nampaknya suatu pengaturan yang longgar dan fleksibel bisaberhasil untuk membuat kelompok-kelompok itu berinteraksidengan lebih efektif satu sama lain, termasuk berinteraksi de-ngan badan landreform, asalkan otonomi kelompok-kelompokitu tidak dirampas.

Dengan bekerja bersama organisasi-organisasi itu dan me-laluinya, maka pemerintah bisa melaksanakan program-programdalam bidang pendaftaran tanah, pemberantasan buta huruf,pemberian input produksi, kredit, dll. Kerja sama itu bisa jugamenjadi basis untuk partisipasi efektif organisasi rakyat dalampemberlakuan batas maksimum kepemilikan tanah dan peng-hapusan kepemilikan ilegal tanah absentee.

Penelitian yang disarankan:- analisis tentang sifat, peran dan aktivitas organisasi-

organisasi sukarela yang ada dan inteaksi aktual danpotensial organisasi-organisasi itu dengan institusipemerintah di tingkat lokal, regional dan nasional.

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

103

Page 125: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

3. PENDAFTARAN TANAH DAN STATUS PENGUASAAN TANAHPETANI

Landreform tidak bisa dilakukan tanpa pengetahuan fungsionaltentang status kepemilikan dan status petani yang akurat danterkini. Pemilik tanah, petani penggarap dan penyewa harusdiidentifikasi dan hak-hak mereka harus didokumentasikandengan jelas.

Kadang dikatakan bahwa karena kebutuhan akan infor-masi itu maka redistribusi tidak boleh dilakukan jika surveikadastral untuk mengidentifikasi, memetakan, mensertifi-katkan dan mencatat tanah belum selesai dilakukan. Karenasurvei itu memang lambat, maka dalam praktiknya pandanganitu merupakan pendapat yang bertujuan menunda reformaredistributif.

Beberapa pendukung proses reforma agraria yang disege-rakan berpendapat bahwa kerja kadastral dan redistribusi ta-nah harus berjalan beriringan dan bukannya berurutan. Dalampandangan itu dikatakan bahwa hak tanah bisa diverifikasi danreforma agraria bisa dilakukan dengan basis catatan pajak, petadesa dan pengetahuan lokal yang ada.

Penelitian yang diusulkan- inventarisasi peta tanah, catatan pajak, catatan desa,

dll. yang tersedia, yang bisa dijadikan data yangberguna untuk tujuan redistribusi tanah, regulasikepemilikan tanah, dsb.

4. INDIVIDU VS. KELUARGA SEBAGAI PENERIMA TANAH DANLAYANAN YANG TERKAIT

Pengalokasian tanah reforma agraria hanya kepada keluargainti sejalan dengan model “pertanian keluarga” bisa menying-kirkan banyak penerima yang sebetulnya bisa dipilih dan sangatmembutuhkan, terutama perempuan yang tidak menikah,

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

104

Page 126: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

janda, dan anak laki-laki atau anak perempuan dewasa yangbelum memiliki rumah tangga. Penerima langsung redistribusitanah adalah kepala keluarga laki-laki. Manfaat bagi anggotakeluarganya yang lain tidak merata dan cenderung tidak ada.Dalam beberapa kasus, hak penggunaan dan atau hak kepemi-likan perempuan tidak jelas atau dihapuskan.

Akses ke beberapa layanan (kredit, penyuluhan, pendidik-an) juga cenderung terbatas bagi kepala keluarga laki-laki, par-tisipasi dalam organisasi rakyat dan dalam badan pembuatkeputusan juga cenderung begitu.

Usaha menjamin akses terhadap tanah dengan basis indi-vidu tanpa memandang jenis kelamin, usia dan status perka-winan, merupakan satu cara untuk memecahkan masalahsemacam itu. Akan tetapi, pemecahan semacam itu hanya bisadilakukan dalam reforma sosialis, dimana negara menguasaihak kepemilikan tanah dan mengalokasikan tanah itu kepadakelompok.

Namun demikian, di beberapa reforma non-sosialis pem-bedaan bisa dibuat antara alokasi tanah dan akses ke hak-hakyang terkait dengan tanah itu (seperti misalnya hak berpenda-pat dan memilih dalam organisasi) dan akses ke layanan (seper-ti kredit untuk usaha yang berbasis non-tanah, pelatihan, dsb.).

Ketika pembedaan semacam itu dibuat, maka beberapakebijakan bisa dilaksanakan untuk mengalokasikan tanah ber-dasarkan keluarga atau rumah tangga (termasuk orang dewasa,janda, duda, dll.) dan sekaligus dilakukan untuk menjamin par-tisipasi dalam layanan dan lembaga pembuat keputusan denganbasis individu.

Di Indonesia, beberapa konsep seperti keluarga, rumahtangga, dll. tidak bisa dianggap universal, dan harus didefinisi-kan dengan memperhitungkan variasi regional, etnik dan ke-agamaan. Itu menunjukkan harus adanya penerapan yangberbeda-beda untuk aturan reforma agraria di beragam daerahdan kelompok sosial.

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

105

Page 127: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Penelitian yang diusulkan :- analisis kontinu tentang diferensiasi peran, terutama

antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga,rumah tangga dan satuan sosial lainnya (contoh:rumah panjang) di beberapa daerah di Indonesia;

- evaluasi kontinyu tentang dampak implementasilandreform terhadap hak-hak adat;

- analisis tentang capaian ekonomi dan sosial bermacamtipe satuan produksi, seperti pertanian keluarga, ke-pemilikan bersama, pertanian kelompok informal, dsb.

5. KREDIT PRODUKSI DAN KONSUMSI

Masalah utama di kebanyakan negara yang telah ataupun se-dang melaksanakan reforma agraria adalah langkanya kreditbagi petani penggarap bagi hasil dan bagi petani gurem. Lebihsering terjadi bahwa para petani semacam itu memang bergan-tung pada pasar keuangan informal, dimana tingkat suku bun-ganya sangat tinggi. Keadaan terlilit utang bukan tidak banyakterjadi di beberapa negara.

Buruh tani tak bertanah hampir tidak memiliki akses kekredit, meski mereka dengan mudah bisa memanfaatkannyadengan baik untuk beberapa usaha yang berbasis non-tanahseperti produksi ternak dan pembudidayaan ayam.

Prosedur untuk mendapatkan kredit (pembuktian kela-yakan, mengisi aplikasi, perjalanan ke pusat-pusat perkotaanatau pinggiran kota, dsb.) biasanya lambat, rumit dan meng-habiskan waktu. Kadang prosedur itu mengharuskan melekhuruf dan keahlian lain yang tidak dimiliki oleh petani kecil.

Di beberapa negara, termasuk Indonesia, relatif sulit un-tuk menyediakan pinjaman di pasar kredit formal bagi pertan-ian subsistensi yang hasilnya dimakan sendiri oleh keluargayang amat miskin (misal: singkong). Sama sulitnya denganmendapatkan kredit untuk konsumsi meski dalam praktiknya

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

106

Page 128: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

kebanyakan prosedur tidak membedakan utang konsumsi danutang produksi. Dengan demikian, langkah pertama yang pen-ting dalam reforma agraria apapun (juga meski tidak ada refor-ma) adalah penyediaan kredit untuk memenuhi kebutuhankhusus dan mendesak bagi para petani gurem dan para buruhtani tak bertanah.

Penelitian yang disarankan :- menguji beberapa skema sederhana yang bisa diguna-

kan untuk mengurangi biaya transaksi alokasi kredit;- analisis tentang seberapa jauh program kredit bisa

dijalankan bagi usaha produktif yang tidak berbasistanah di antara para petani tak bertanah dan parapetani yang hampir tidak memiliki tanah.

6. FRAGMENTASI DAN KONSOLIDASI TANAH

Fragmentasi tanah merupakan suatu masalah serius dalambanyak daerah padat penduduk. Batas terendah luas tanah hasilpemecahan tidak diketahui, tetapi pemecah-mecahan yangterus berlanjut akan memunculkan satuan-satuan luas tanahyang secara ekonomis tidak bisa lagi dimanfaatkan, terutamajika beberapa petak yang dimiliki oleh satu orang tersebar dibeberapa tempat yang saling berjauhan. Para petani yang “ham-pir tidak bertanah” itu seringkali terpaksa harus menyewakanatau menjual tanah mereka kepada petani yang lebih kaya,kadang dengan harga yang tidak adil. Konsolidasi tanah dengandemikian menjadi suatu bagian integral landreform progresifyang dirancang untuk melindungi dan meningkatkan hak-hakkaum miskin desa.

Namun demikian, konsolidasi tanah dan pencegahan (danbahkan usaha memperlambat) fragmentasi itu sangat sulit di-lakukan. Pengalaman di beberapa negara lain memperlihatkanbahwa usaha-usaha semacam itu bisa diperkuat oleh: a) kreditangsuran untuk membeli bagian warisan saudara kandung un-

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

107

Page 129: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

tuk memperkecil angka fragmentasi yang terjadi lewat pewaris-an; b) digalakkannya organisasi usaha bersama untuk meng-konsolidasikan petak pertanian yang sangat kecil dan atauuntuk mempermudah transmigrasi dan pemukiman kembali;dan c) beberapa program pelengkap industrialisasi pedesaandan penciptaan lapangan kerja non-pertanian.

Penelitian yang dianjurkan :- analisis tentang sifat dan derajat fragmentasi dan

implikasinya;- evaluasi dan analisis tentang konsentrasi tanah (kon-

solidasi informal) yang terjadi lewat transaksi tanahsecara privat;

- evaluasi dan analisis tentang beberapa mekanismeyang dijalankan untuk mendapatkan (mengkonsoli-dasi) tanah untuk fasilitas umum, seperti bangunansekolah, masjid, dll.;

- penelitian tentang fenomena (potensial atau riil) kon-solidasi sukarela yang dilakukan atas beberapa tanahpertanian yang tidak saling berbatasan, dengan caratukar- menukar tanah.

7. KOMPENSASI BAGI PEMILIK TANAH DAN AMORTISASI OLEHPENERIMA

Tingkat kompensasi untuk tanah yang terkena landreformmemiliki signifikansi yang mendalam terhadap efek redistribu-tif reforma agraria. Kompensasi penuh dengan “harga pasar”tidak akan mencapai suatu realokasi aset atau restrukturasimasyarakat pedesaan yang berarti.

Dana publik untuk pembelian tanah secara tunai selalulangka, juga di negara penghasil minyak. Oleh sebab itu, kom-pensasi penuh pasti membatasi reforma pada proporsi tanahyang sangat kecil dan karenanya hanya akan menjangkau sub-sektor populasi pedesaan secara terbatas.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

108

Page 130: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Pengalaman di beberapa negara lain, terutama AmerikaLatin, memperlihatkan bahwa hanya sedikit tuan tanah yangsukarela menjual tanah, bahkan meski dibeli dengan harga pa-sar. Dengan kata lain, tingkat kompensasi yang tinggi tidak ter-bukti bisa menjadi cara yang efektif untuk mengatasi perlawan-an para tuan tanah terhadap reforma agraria. Itu mungkin kare-na tanah dianggap memiliki banyak nilai. Tanah memberikanprestise, bisa menghindarkan aset dari inflasi dan bisa diguna-kan untuk mempertahankan tradisi dan warisan keluarga.

Semua reforma besar pada derajat apapun memang bersi-fat sita-menyita, yaitu bahwa kompensasi terhadap tanah yangdisita selalu lebih rendah daripada harga di pasar. Pada semuakasus, angsuran pinjaman (amortisasi) yang dilakukan para pe-nerima tanah juga lebih rendah daripada harga pasar. Biasanya,harga tanah dan tingkat bunganya tetap dibuat rendah danjangka angsuran sangat panjang — umumnya 20 hingga 40 ta-hun, dengan periode tak mengangsur selama 5 hingga 10 tahun.Kenyataannya, sebagian besar para penerima tanah akhirnyamemang tidak melunasi angsuran. Seringkali mereka “diperas”oleh aturan jual-beli yang memukul balik dan tingkat pajak yangtinggi untuk membiayai urbanisasi dan industrialisasi.

Di Indonesia, kompensasi yang diberikan didasarkan padaproduksi potensial dan bukannya harga tanah di pasar.Undang-undang Agraria mengharuskan pembayaran tunaihasil produksi beras sepuluh tahun untuk 5 hektar pertamayang dibeli, uang tunai produksi beras 9 tahun untuk 5 hektarselanjutnya dan 7 tahun untuk seterusnya, dengan harga totalper hektar tidak lebih dari Rp50.000. Kira-kira, 68 persen daripara pemilik tanah yang terkena landreform sudah dibayar. Diantara tuan tanah sisanya, banyak di antara mereka tidak berse-dia dibayar karena harganya tidak adil. Di tahun-tahun bela-kangan, terjadi inflasi yang sangat cepat harga tanah di bebera-pa daerah padat penduduk. Hal itu telah memperumit isu kom-pensasi-amortisasi.

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

109

Page 131: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Penelitian yang disarankan :- studi komparatif tentang beberapa skema kompensasi

tuan tanah dan amortisasi para penerima tanah diberbagai negara;

- identifikasi masalah kompensasi yang muncul padaimplementasi landreform di masa lalu;

- penelitian tentang sistem dan prosedur pembayaranangsuran para penerima tanah.

8. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN UNTUK REFORMA AGRARIA

Di kebanyakan kasus reforma agraria di seluruh dunia, adakelangkaan personil yang terlatih untuk bekerja di lembaganegara yang ditugasi untuk implementasi reforma agraria.Sementara di pihak penerima tanah, sebagian besar merekasudah terlatih dalam hal teknik pertanian. Akan tetapi, karenastruktur kesempatannya berubah, maka petani bisa mendapatmanfaat dari pelatihan khusus tentang organisasi usahabersama dan manajemennya, penggunaan prosedur pembuku-an dan anggaran sederhana untuk pertanian dan rumah tangga,juga tentang bagaimana berurusan dengan institusi sepertibank dan instansi pemerintah.

Para pembuat kebijakan juga perlu meningkatkan kesa-daran mereka tentang kondisi yang ada dan realitas yang ber-ubah di daerah pedesaan. Seringkali mereka bisa mendapatmanfaat dari perjalanan lapangan dan seminar khusus yangdirancang untuk mengakrabkan mereka dengan kondisipedesaan dan praktik pertanian.

Di banyak negara, pusat pelatihan reforma agraria khusustelah didirikan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.

Penelitian yang disarankan :- inventarisasi organisasi sukarela yang terlibat dalam

aktivitas pendidikan yang relevan dengan usaha refor-ma agraria;

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

110

Page 132: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

- identifikasi dan analisis tentang kebutuhan-kebutuh-an pelatihan sebagaimana yang dirasakan oleh parapenerima tanah aktual dan potensial dari reformaagraria;

- inventarisasi dan evaluasi kontribusi institusi pen-didikan formal (sekolah dasar, menengah, dan pergu-ruan tinggi), baik aktual maupun potensial terhadapreforma agraria.

9. PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN NON-PERTANIAN

Penggunaan tanah untuk kegiatan non-pertanian di daerah-daerah berpenduduk padat dan mengalami kelangkaan tanahtelah menimbulkan banyak masalah sehingga harus dilarang,terutama di daerah sekitar kota, kecuali jika kebutuhan untukpenggunaannya bisa dibuktikanatas dasar rencana penggunaantanah. Sebagai syarat agar bisa diaplikasikan secara rasional,reforma agraria membutuhkan kebijakan yang jelas dan opera-sional tentang tata guna tanah.

Penelitian yang disarankan :- penelitian tentang angka konversi tanah pertanian

untuk penggunaan non-pertanian dan analisis tentangdampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari fenome-na itu;

- estimasi tentang kebutuhan jangka panjang dan jang-ka pendek akan konversi tanah untuk penggunaannon-pertanian di berbagai daerah.

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

111

Page 133: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

A. MATERI ACUAN YANG DIGUNAKAN DALAM LOKAKARYA

1. Materi Latar Belakang

a. Umum11

Breman, J., “The Village on Java and Early Colonial State”

(Rotterdam, Erasmus University, CASP Series no. 1, 1980)

Brown, M. dan W. Thisenhusen, “Acces to Land and Water” in

Land Reform, Land Settlement and Cooperatives (1983, 1-

2).

Dorner, M. (ed.): Cooperative and Commune: Group Farming in

the Economic Development of Agriculture (Madison,

University of Winconsin Press, 1977).

Esman, M.: Landlessness and Near Landlessness in Developing

Countries (Ithaca, Cornell University Rural Development

Committee, Series LNL-1, 1978).

FAO,The Peasants Charter. Declaration of Principles and

112

lampiran A

11 Mencakup beberapa bahan tambahan yang diacu dalam PengantarPenyunting.

Page 134: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Programme of Action of the World Conference on Agrarian

Reform and Rural Development, (Rome, FAO, 1981).

Ghai, D., A. Khan, E. Lee dan S. Radwan (eds.): Agrarian Systems

and Rural Development (London, Macmillan, 1979).

Ghai, D., dan S. Radwan (eds.): Rural Poverty and Agrarian

Policies in Africa (Geneva, ILO, 1983).

Ghose, A. (ed.): Agrarian Reform in Contemporary Developing

Countries (London, Croom Helm/ILO, 1983).

Hansen, G. (ed.): Agricultural and Rural Development in

Indonesia (Boulder, Westview Press, 1981).

Horstmann, K. dan W. Rutz: The Population Distribution on Java

1971 (Tokyo, Institute of Developing Economies, Statistical

Data Series no. 29, 1980).

ILO, Poverty and Landlessness in Rural Asia (Geneva, ILO, 1977)

Jacoby, E. “Has Land Reform Become Obsolete?” in Peasants in

History.

Kano, H. “Land Tenure System and the Desa Community in the

Nineteenth Century Java” (Tokyo, Institute of Developing

Economies, Special Paper no 5, 1977).

Khan, A. dan D. Ghai (eds.) Collective Agriculture and Rural

Development in Soviet Central Asia (London, Macmillan,

1979).

Ledesma, A. “Land Reform Programs in East and Southeast Asia:

A Comparative Approach” (Madison, Land Tenure Centre

Research Paper no 79, 1976).

Rosenberg, D. dan J. Land Peasants and Rural Rural Poverty in

Selected Asian Countries (Ithaca, Cornell University Rural

Development Committee, Series LNL-2, 1978).

United Nations Progress in Land reform (6th Report, New York,

UN/FAO/ILO, 1976).

b. Reforma Agraria dan Relasi IntersektoralByres, T. “Land reform, Industrialisastion and the Marketed

Surplus in India: an Essay on the Power of Rural Bias” in D.

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

113

Page 135: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Lehmann (ed.): Agarian Reform and Agrarian Reformisme

(London, Faber and faber, 1974).

Dore, R. “Land Reform and Japan's Economic Development”, in

Tobata Siichi (ed.): The Modernisation of Japan I.

Lehmann, D. “The Death of land Reform: a Polemic”, World

Development Vol 6 no 3 (1978).

Lipton, M. “Towards a Theory of Land reform” in D. Lehmann

(ed.) Agrarian Reform and Agrarian Reformism (London,

Faber and Faber, 1974).

Mellor, J. “Accelerated Growth in Agricultural Production and the

Intersectoral Transfer of Ressources”, Economic Develop-

ment and Cultural Change vol 22 no 1, (1973).

c. Beberapa Isu Aturan Penguasaan Tanah di AfrikaTimur

Allot, A. “Theoretical and Parctical Limitations to Registration of

Title in Tropical Africa”, (Working Paper, Seminar on

Problems of Land Tenure in African Development, Leiden,

Desember 1971).

Doornbos, M. “Land Tenure and Political Conflict in Ankole,

Uganda”, Journal of Development Studies Vol 12 no 1 (1975).

Doornbos, M. “Recurring Penetration Strategies in East Africa”, in

L. Cliffe, J. Coleman and M. Doornbos (eds.): Government

and Rural Development in East Africa: Essays on Political

Penetration (The Hague, Institute of Social Studies, 1977).

Doornbos, M. dan M. Lofchie, “Ranching and Scheming: A Case

Study of Nakole Ranching Scheme”

d. Reforma Agraria di Asia TenggaraAdelman, I. “Redistribution Before Growth ? A Strategy for

Developing Countries”, in Development of Societies: The

Next Twenty-Five Years (Proceedings of the ISs 25th

Anniversary Conference, The Hague, Institute of Social

Studies, 1979).

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

114

Page 136: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Anon. “A successful Land Reform: The Case of Taiwan”. Editorial.

Civilizations Vol 21 (1971).

Anon. “Economic Growth and the Evolution of the Rurarl

Economy in South Korea” IMCS Asia (Oktober, 1979).

Anon. “The South Korean Economy: On the Verge of Collapse”,

AMPO Japan-Asian Quartely Vol 12 no 2 (1980).

Apthorpe, R. “The Burden of Land Reform in Taiwan: an Asian

Model Land Reform Re-analysed”, World Development Vol 7

(1978).

Griffin, K. The Green Revolution: An Economic Analysis (Geneva,

UNRISD, 1972).

Goro, M. “How to Deform Agriculture in the Name of Develop-

ment: The Case of Japan”, AMPO, Japan-Asian Quarterly

Review Vol 11 no 1, (1979).

Henle, H. Report on China's Agriculture. (Roma, FAO, 1974).

Kim, P. “Saemaul Agriculture: South Korean Peasants Prop Up

Export Oriented Economy”, AMPO, Japan-Asian Quarterly

Review Vol 12 no 1 (1980).

Kuitenbrouwer, J. “The New Capitalist World Order: Implications

for Development in North and South East Asia”, The Hague,

Institute of Social Studies, Occasional Paper.

Ladejinsky, W. “Too Late to Save Asia?” in L. Walinsky (ed.) Land

Reform as Unfinished Business: Selected Papers of Wolf

Ladejinsky, (Washington, The world Bank, 1977).

Lee, E. “Egalitarian Peasant Farming and Rural Development: the

Case of South Korea”, World Development Vol. 7, (1978).

Luther, H. “Saemaul Undong: the ‘Modernisation’ of Rural Poverty

in South Korea”, Internationales Asienforum Vol 10 no 3-4

(1979).

McCoy, A. “Land Reform as Counter Revolution”, Bulletin of

Concern Asian Scholars Vol 3 no 1 (1971).

___________ “The Aid Debate: Assessing the Impact of U.S.

Foreign Assistance and the World Bank”, Working Paper no 1.

(lihat juga: Ledesma, 1976 bagian 1.a di atas)

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

115

Page 137: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

e. Beberapa Reforma Agraria di FilipinaDouglas, D. “An Historical survey of the Land Tenure Situation in

the Philippines”, Solidarity 5 no 7 (1970).

Kerkvliet, B. “Land Reform: Emancipation or Counterinsurgency?'

in Marcos and Material Law in The Philippines” (Ithaca,

Cornell University, 1979).

Wolters, W. “Sharecropping and the Agrarian Structure in Luzon

(Philippines) and Java”, Rotterdam, Erasmus University and

Bogor, Institute of Rural Sociological Research, Working

Paper (1979).

Wolters, W. “Epilogue: Barranca Revisited” in W. Wolters, Class

Formation and Political Process in Central Luzon (The

Hague, Institute of Social studies, Research Reports Series,

1984).

f. Reforma Agraria dan Perempuan PedesaanAhmad, Z. “The Plight of Rural Women: Alternatives for Action”,

International Labour Review Vol 119 no 4 (1980).

Brain, J. “Less Than Second-Class: Women in Rural Settlement

Schemes in Tanzania”, Women in Africa (1976).

Palmer, I. “The Role of Women in Agrarian Reform and Rural

Development”, Land Reform, Land Settlement and

Cooperatives no 1 (1979).

___________ “Women and ‘Green Revolutions’”, Brighton,

Institute of Development Studies, Working Paper (n.d.).

2. Beberapa Makalah oleh Peserta Lokakarya

a. Umum dan KomparatifBaks, C. “Land Reform, Certainly: But For Whom?”

Bandhyopadhyaya, N. “Some Problems and Experiences of Land

Reform Efforts in a Permanent Settlement Region: A Case

Study of West Bengal.”

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

116

Page 138: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Das, A. “Agrarian Reforms in India from Above and Below: An

Overview”.

Doornbos, M. “Problems and Land Tenure in African Develop-

ment: Some Notes on Individualisation Policies”.

Kuitenbrouwer, J. “Collection of Notes and Materials on Land

Reform in North-East Asia”.

Martin, K. “Agrarian Reforms and Intersectoral Relations: a

Summary”.

Onghokham “Report from Kerala: the Land Reform”.

Parlindungan, A.A. “Comparative Study between Kerala and

Indonesia Land Reform Acts”.

Wils, F. “Land reform in Latin America: a Schematic Overview”.

____________ “Land Reform and Latifundistas in Latin

America: Problems in the Post-Reform Era”.

Wiradi, G.”Land Reform in India: Report on the Visit of

Indonesian Team to Punjab and West Bengal”.

Wolters, W. “Land Reform Programmes in The Philippines”.

b. IndonesiaAbdurrachman “Traditional versus Formal Rights to Land in

South and Central Kalimantan”.

Dove, M. “Land Tenure and Agrarian Ecology: A Contrast betweem

Inner and Outer Indonesia”.

Hafid, A. “South Sulawesi: an Overview”.

I Made Sandy “Land Policy in Indonesia, in Relation to Regional

Development”.

Kasryno, F. “Land Tenure and Labour Relations in West Java: A

Case Study in Four Villages”.

Onghokham, “Social Changes in Madiun (East Java) during the

Nineteenth Century: Taxes and its Influences on Land-

holding”.

Parlindungan, A.A. 'The Case of Estates in East Sumatera”.

Sadjarwo, “Some Aspects of Land Reform in Indonesia”.

Sinaga, R. “Highlights of the Findings of the Team for the Study of

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

117

Page 139: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

Agrarian Problems 1977-1978”.

Soentoro dan W. Collier “Land Markets in Rural Java”.

Soetiknyo, I. “A Short History of the Basic Agrarian Act”.

________ “Brief Notes on Indonesian Land Reform Law:

Background and Problems of Implementation”.

Soetrisno, L. “Agrarian Problems and Rural Development: the

Case of Central Java”.

Suparlan, P. “The Increase in Land Values and Its Impacts on the

Emergence of Acces Conflicts”.

Tjondronegoro, S. “A Short Introduction to Indonesia’s Land

Reform: Past Experiences and Its Present State”.

Tobing, M. “A Dilemma that seeks a Solution”.

Triono, B. “The Need for Land Registration in Rural Areas: a

Review and Analysis of Experiences in Rural Areas in

Indonesia”.

White, B. dan G. Wiradi “Land Tenure in West Java: a Regional

Overview, with some Historical Notes and a Case Study from

the Cimanuk River Basin”.

Wijaya, H. “Land Leasing in East Java: a Study of Cash Lease

Tenancies and Share Contracts”.

Wiradi, G. “Land Reform in a Javanese Village, Ngandagan: a Case

Study of the Role of the Lurah in the Decision Making

Process”.

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

118

Page 140: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

A. PESERTA

1. Abdurrachman, S.H. Pusat Studi Hukum, Universitas Lambung Mengkurat, Banjarmasin, Indonesia

2. Anwar Hafid, Dr. Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang, Indonesia

3. Arie Lestario Kusumadewa, Dr. Direktorat Jenderal Agraria, Jakarta, Indonesia

4. Baks, Chris, Dr. Netherlands5. Bambang Triono, Ir. Direktorat Jenderal Agraria,

Jakarta, Indonesia 6. Bandyopadhyaya, Nripen, Dr. Centre for Studies in Social

Sciences, Calcutta, India7. Budi Harsono, S.H. Universitas Trisakti,

Jakarta, Indonesia8. Brown, Collin, Dr. Pusat Studi Pedesaan dan

Kawasan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

9. Brown, Marion, Dr. Land Tenure Centre, University of Wisconsin, Madison USA

10. Collier, Willian L. Dr. The Agricultural Development Council, Bogor, Indonesia

11. Dove, Michael, Dr. Rockefeller Foundation, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

119

lampiran B

Page 141: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

12. Das , Arvind N., Dr. Public Enterprises Centre for Continuing Education, New Delhi, India

13. Doornbos, Martin, Dr. Institute of Social Studies, Den Haag, Netherlands

14. Faisal Kasryno, Dr. Agro Economic Survey Foundation, Bogor, Indonesia

15. Gunawan Wiradi, Ir., M.Soc.Sc. Agro Economic Survey Foundation, Eogor, Indonesia

16. Helmi Khumaedi, B.Sc. Kantor Gubernur Jawa Barat, Bandung, Indonesia

17. Hesti Wijaya, Dr. Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

18. Iman Sutiknyo, Dr. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

19. Joan Hardjono Universitas Padjajaran, Bandung, Indonesia

20. Kanlal Hayat, Drs. Direktorat Jenderal Agraria, Provinsi Jawa Barat, Bandung, Indonesia

21. Kuitenbrouwer, J.B.M., Mr. Institute of Social Studies, Den Haag, Netherlands

22. Lukman Soetrisno, Dr. Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

23. Maruli Tobing Surat Kabar KOMPAS,Jakarta, Indonesia

24. Maynen, Wicky L., Ir. Institute of Social Studies,Den Haag, Netherlands

25. Martin, Kurt, Dr. Institute of Social Studies,Den Haag, Netherlands

26. Mundle, Sudipto, Dr. Centre for Development Studies, Ulloor, Trivandrum, India

27. Nad Darga Talkuputra, M., Dr. Direktorat Jenderal Agraria, Provinsi Jawa Barat, Bandung, Indonesia

28. Nurarifin, Ir. Direktorat Jenderal Agraria, Jakarta, Indonesia

29. Naris Manurung, Ir. Direktorat Land Reform, Jakarta, Indonesia

30. Onghokham, Dr. Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

120

Page 142: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

31. Parlindungan, A.P., Dr. S.H. Universitas Sumatra Utara, Medan, Indonesia

32. Parsudi Suparlan, Dr. Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

33. Sandy, I Made, Dr. Direktorat Jenderal Agraria, Jakarta, Indonesia

34. Sinaga, Rudolf S., Dr. Agro Economic Survey Foundation, Bogor, Indonesia

35. Sadjarwo, S.H. Jakarta, Indonesia36. Soentoro, M.S. Agro Economic Survey

Foundation, Bogor, Indonesia37. Sutardja Sudradjat, Ir. Centre for Agrarian Research and

Development, Jakarta, lndonesia38. Sanyoto Miryosunartomo, Drs. Direktorat Jenderal Agraria,

Jakarta, Indonesia39. Sumo Husodo Direktorat Jenderal Agraria,

Jakarta, Indonesia40. Tjondronegoro, S.M.P., Dr. Institut Pertanian Bogor,

Indonesia41. Vijayendra, T. Public Enterprises Centre for

Continuing Education, New Delhi, India

42. White, Benjamin, Dr. Institute of Social Studies, Den Haag, Netherlands

43. Wils, Frits, Dr. Institute of Social Studies, Den Haag, Netherlands

44. Wolters, W.G., Dr. Erasmus University, Rotterdam, Netherlands

B. PENGAMAT

45. Gingerich, James, Ir. USAID, Jakarta, Indonesia46. King, David, Dr. IDRC, Ottawa, Canada47. Liebenstein, G. von, Drs. NUFFIC, Den Haag, Netherlands48. Osague. Steve, Dr. USAID, Jakarta, Indonesia49. Pye, E, Dr. IDRC, Ottawa, Canada50. Primm, Barry, Dr. USAID, Jakarta, Indonesia

C. PANITIA PENGARAH

51. Dr. Rudolf S. Sinaga Yayasan Survey Agro Ekonomi, Bogor

R E F O R M A A G R A R I A - T I N J A U A N K O M P A R A T I F

121

Page 143: Cover - RA Komparatif.qxd 5/19/2009 8:03 PM Page 1sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR-dan-Ben-White... · Pertanyaan-pertanyaan tentang ... berhenti menemukan pertanyaan

52. Dr. Benjamin White Institute of Social Studies, Den Haag

53. Dr. S.M.P. Tjondronegoro Institute Pertanian Bogor54. Ir. Wicky L. Meynen Institute of Social Studies,

Den Haag55. Dr. Arie Lestario Kusumadewa Direktorat pengaturan dan

pengembangan wilayah, Kementrian Dalam Negeri

56. Dr. Martin R. Doornbos Institute of Social Studies, Den Haag

57. Ir. Gunawan Wiradi, M.Soc.Sc. Yayasan Survey Agro Ekonomi, Bogor

D. KESEKRETARIATAN

58. M.S. JMS. Sprong-Koomen Institute of Social Studies, Den Haag

59. Makali Yayasan Survey Agro Ekonomi, Bogor

60. Abrar S. Jusuf, M.A.D.E. Yayasan Survey Agro Ekonomi, Bogor

61. Soentoro. M.S. Yayasan Survey Agro Ekonomi, Bogor

62. Ir. Abunawan Mintoro Yayasan Survey Agro Ekonomi, Bogor

63. Andoko Yayasan Survey Agro Ekonomi, Bogor

64. Waluyo Yayasan Survey Agro Ekonomi, Bogor

65. Maman, A.R. Yayasan Survey Agro Ekonomi, Bogor

B E N J A M I N W H I T E - G U N A W A N W I R A D I

122