Cover LD RPJM 2006 -...

124
TAHUN 2006 NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA DEPOK TAHUN 2006 - 2011 Diperbanyak Oleh Bagian Hukum Setda Kota Depok SALINAN

Transcript of Cover LD RPJM 2006 -...

TAHUN 2006 NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK

NOMOR 02 TAHUN 2006

TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

KOTA DEPOK TAHUN 2006 - 2011

Diperbanyak Oleh Bagian Hukum Setda Kota Depok

SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

NOMOR 02 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2006

TENTANG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

KOTA DEPOK TAHUN 2006 - 2011

Diperbanyak Oleh Bagian Hukum Setda Kota Depok

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2006

TENTANG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA DEPOK TAHUN 2006 - 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, berdasarkan

ketentuan Pasal 150 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai

satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional;

b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 150 ayat (3) Undang-undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perencanaan pembangunan

daerah disusun secara berjangka, meliputi : Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Daerah (RPJPD) untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5

(lima) tahun dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk jangka

waktu 1 (satu) tahun;

c. bahwa agar pelaksanaan pembangunan daerah Kota Depok dalam kurun

waktu 5 (lima) tahun mendatang dapat terarah, berkesinambungan, efektif

dan efisien serta dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat, telah

disusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota

Depok Tahun 2006-2011;

d. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 150 ayat (3) huruf e Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ditetapkan dengan

Peraturan Daerah;

e. bahwa…..

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b,

c, dan d, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun 2006-2011;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya

Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon

(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3828);

2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang

Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara

Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);

6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(Lembaran Negara Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 4286);

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 4355);

4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4389);

5. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004

Nomor104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara

Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8

Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-undang

(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 4548);

7. Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara tahun

2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 4438);

8. Peraturan…..

8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran

Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3852);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan

Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara

Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2001 tentang Pelaporan

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (lembaran Negara tahun 2001 Nomor

100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4124);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan keuangan

Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor. 140, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4578);

12. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009;

13. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 12 Tahun 2001 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Depok 2000-2919 (Lembaran Daerah Kota Depok

Tahun 2001 Nomor 45);

14. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pola dasar

Pembangunan Kota Depok tahun 2002-2012 (Lembaran Daerah Kota Depok

Tahun 2002 Nomor 27);

15. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pokok-Pokok

Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 1);

16. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 15 Tahun 2003 tentang Kewenangan

(Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 33);

17. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pembentukan

dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2003

Nomor 34);

Dengan Persetujuan Bersama…..

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DEPOK

DAN

WALIKOTA DEPOK

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG RENCANA

PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA DEPOK

TAHUN 2006 – 2011.

Pasal 1

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok

Tahun 2006-2011 merupakan Dokumen Perencanaan yang berisikan penjabaran

visi, misi dan kebijakan Kepala Daerah terpilih, yang penyusunannya

berpedoman pada Dokumen Perencanaan Daerah, Provinsi dan RPJM Nasional.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Maksud dan Tujuan

1.3 Landasan Hukum

1.4 Mekanisme Penyusunan RPJM Daerah

1.5 Sistematika Penulisan

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1 Kondisi Geografis

2.2 Kondisi Demografi

2.3 Perekonomian Daerah

2.3.1 Produk Domestik Regional Bruto

2.3.2 Ekspor dan Impor

2.3.3 Pendapatan Asli Daerah

2.3.4 Dana Perimbangan

2.3.5 Lain-lain Pendapatan Yang Sah

2.4 Sosial Budaya

2.5 Sarana dan Prasarana Daerah

2.5.1 Sarana Prasarana Pendidikan

2.5.2 Sarana Prasarana Kesehatan

2.5.3 Sarana…..

2.5.3 Sarana Prasarana Transportasi

2.5.4 Sarana Prasarana Energi Listrik

2.5.5 Sarana Prasarana Air Bersih

2.5.6 Sarana Prasarana Peribadatan dan Permukiman

2.6 Pemerintahan Umum

BAB III VISI DAN MISI

3.1 Visi Kota Depok

3.2 Misi Kota Depok

3.3 Indikator Makro Kota Depok

BAB IV VISI DAN MISI

4.1 Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Daerah

4.1.1 Arah Kebijakan

4.1.2 Strategi Pembangunan Daearah

4.2 Indikasi Program dan Kegiatan Pembangunan Daerah

BAB V KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

5.1 Arah Kebijakan dan Strategi Pendapatan Daerah

5.2 Arah Kebijakan dan Strategi Belanja Daerah

5.3 Arah Kebijakan dan Strategi Pembiayaan

BAB VI PENUTUP

6.1 Program Transisi

6.1 Kaidah Pelaksanaan

Pasal 2

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun

2006-2011 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini dan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 3

Pelaksanaan atas semua kebijakan, program dan kegiatan yang dijabarkan di

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok

Tahun 2006-2011 ini ditampung melalui sumber pembiayaan APBD Kota Depok

dan diusulkan melalui APBD Provinsi Jawa Barat dan APBN.

Pasal 4…..

Pasal 4

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Depok.

Ditetapkan di Depok

pada tanggal

WALIKOTA DEPOK,

H. NUR MAHMUDI ISMA’IL

Diundangkan di Depok

pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH KOTA DEPOK, Dra. WINWIN WINANTIKA, MM

NIP. 480 093 043 LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN NOMOR

1

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR : 02 TAHUN 2006 TANGGAL : 31 Juli 2006

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA DEPOK TAHUN 2006 - 2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan perubahan paradigma pemerintahan dan pembangunan yang

berlangsung sejak era reformasi dan desentralisasi sejak tujuh tahun terakhir, terjadi

peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam hal perencanaan, pembiayaan dan

pelaksanaan pembangunan, yang mana pada saat bersamaan juga telah terjadi

pengurangan peran Pemerintah Pusat. Perubahan tersebut secara politik tertuang

dalam UU Nomor 22 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah (atau dikenal dengan Otonomi Daerah) dan UU

Nomor 25 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Seiring berlakunya Undang-undang tersebut, maka setiap Pemerintah Daerah

(Kabupaten/Kota) dituntut untuk mampu mengidentifikasi keunggulan komparatif

(comparative adventages) wilayahnya. Keunggulan komparatif wilayah tersebut untuk

selanjutnya harus dapat diarahkan dan dipadukan, serta dikembangkan secara

terencana, sehingga tercapai pengembangan wilayah yang optimal, yang tercermin dari

luasnya kesempatan kerja dan berusaha, serta adanya insentif ekonomi yang

menguntungkan bagi seluruh pelaku ekonomi.

2

Kota Depok yang awalnya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor

mempunyai keunggulan komparatif yang cukup besar, terutama letaknya yang sangat

strategis ditinjau dari segi politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.

Wilayah ini berbatasan langsung dengan wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan

merupakan wilayah yang diarahkan untuk pola pemukiman dan penyebaran

kesempatan kerja secara lebih merata sebagaimana dimaksud dalam instruksi Presiden

nomor 13 tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek (Jakarta, Bogor,

Tangerang, Bekasi). Dalam perkembangannya selanjutnya, Kota Depok telah tumbuh

sebagai kota perdagangan dan jasa yang mandiri.

Keunggulan komparatif Kota Depok sampai saat ini belum dikelola secara

optimal karena terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam

merencanakan, membiayai dan melaksanakan pembangunan.

Berlakunya UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional dan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

maka setiap Pemerintah Daerah diharuskan menyusun rencana pembangunan yang

sistematis, terarah, terpadu dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan keunggulan

komparatif wilayah dan kemampuan sumberdaya keuangan daerah. Berbagai dokumen

perencanaan yang diamanatkan Undang-undang tersebut untuk segera disusun

adalah: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD), Rencana Pembangunan

Tahunan Daerah atau disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana

Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah atau disebut Rencana Kerja

Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD).

Sesuai dengan amanat konstitusi, kepala daerah dipilih secara langsung oleh

rakyat. Dengan demikian Kepala Daerah terpilih yang baru harus menyusun dan

menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah.

3

RPJM Daerah merupakan dokumen perencanaan untuk periode lima tahun yang

memuat penjabaran visi, misi dan program kerja Kepala Daerah terpilih selama masa

jabatannya (tahun 2006 – 2011). Penyusunan RPJM Daerah ini harus dilakukan secara

partisipatif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders)

pembangunan dengan mempertimbangkan batas kewenangan Pemerintah Daerah dan

kemampuan keuangan daerah.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud penyusunan RPJM Daerah adalah: (1) mengidentifikasi dan

menganalisis kondisi umum berbagai sumberdaya pembangunan daerah Kota Depok,

seperti geografis & sumberdaya alam, perekonomian, sosial budaya & SDM, prasarana

& sarana, serta pemerintahan umum; (2) merumuskan visi, misi, strategi dan arah

kebijakan pembangunan Kota Depok lima tahun ke depan; dan (3) menyajikan matrik

indikasi rencana program dan kegiatan prioritas dalam pembangunan Kota Depok lima

tahun ke depan.

Tujuan penyusunan RPJM Daerah adalah: (1) agar tersedianya dokumen

publik yang menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana

Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahunan dan Renstra-SKPD Lima Tahun; (2) agar

tersedia landasan bagi DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap

kinerja Pemerintah Daerah, sehingga pelaksanaan pembangunan dapat memberikan

manfaat yang maksimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan

pengembangan wilayah; dan (3) agar tersedianya program dan kegiatan prioritas yang

dapat menjadi pedoman bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders)

pembangunan dalam mengoptimalkan kiprah dan partisipasinya.

1.3. Landasan Hukum

Penyusunan RPJM Daerah Kota Depok dilakukan dengan berlandaskan kepada

beberapa ketentuan hukum dan peraturan sebagai berikut:

a. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah

Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara

tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3828);

4

b. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang

Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara tahun

1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);

c. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran

Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara

republik Indonesia Nomor 4287);

d. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendeharaan Negara (Lembaran

Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4355);

e. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor

53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

f. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004

Nomor104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

g. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005

tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);

h. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004

Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

i. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan

Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara tahun 2000

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3452);

j. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara tahun 2001 Nomor 41,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);

5

k. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah (Lembaran Negara tahun 2001 Nomor 100, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4124);

l. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah (lembaran Negara tahun 2005 Nomor 140);

m. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional Tahun 2004-2009;

n. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 12 tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Depok (Lembaran Daerah tahun 2001 Nomor 45);

o. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pola dasar

Pembangunan Kota Depok tahun 2002-2012 (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun

2002 Nomor 27);

p. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pokok-Pokok

Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 1);

q. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 15 Tahun 2003 tentang Kewenangan

(Lembaran Daerah tahun 2003 Nomor 33);

r. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pembentukan dan

Susunan Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 34);

1.4. Mekanisme Penyusunan RPJMD Daerah

RPJM Daerah harus disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh

dan tanggap terhadap perubahan dengan mengikuti proses penyusunan lima tahapan

kegiatan sebagai berikut:

a. Penyiapan Rancangan Awal RPJM Daerah

Kepala Bapeda (melalui Tim Penyusun RPJM Daerah) menyiapkan

rancangan awal RPJM Daerah untuk mendapatkan gambaran awal visi, misi dan

program Kepala Daerah terpilih yang memuat strategi pembangunan daerah,

kebijakan umum, program prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan

daerah. Muatan rancangan awal RPJM Daerah ini menjadi pedoman bagi Kepala

SKPD dalam penyusunan rancangan Renstra-SKPD.

6

b. Penyiapan Rancangan Renstra-SKPD

Kepala SKPD menyiapkan rancangan Renstra-SKPD yang memuat visi, misi,

tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan

tugas dan fungsi SKPD dengan berpedoman pada rancangan awal RPJM Daerah.

Program dalam rancangan Renstra-SKPD adalah bersifat indikatif, tidak

mengabaikan keberhasilan yang sudah dicapai selama ini, dan diselaraskan

dengan program prioritas Kepala Daerah terpilih. Untuk dapat menyiapkan

rancangan Restra-SKPD secara baik, terarah dan selaras dengan kebutuhan RPJM

Daerah, maka Kepala SKPD (melalui Tim Penyusun rancangan Renstra-SKPD)

akan didampingi atau dibimbing oleh Tim Penyusun RPJM Daerah.

c. Penyusunan Rancangan RPJM Daerah

Kepala Bapeda (melalui Tim Penyusun RPJM Daerah) menyusun rancangan

RPJM Daerah dengan cara mengintegrasikan rancangan awal RPJM Daerah (yang

dihasilkan pada tahap 1) dengan rancangan Renstra-SKPD (yang dihasilkan pada

tahap 2). Rancangan RPJM Daerah yang dihasilkan pada tahap ini menjadi

masukan utama dalam Musrenbang Jangka Menengah Daerah.

d. Penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah Daerah

Musrenbang Jangka Menengah Daerah merupakan forum konsultasi dengan

para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan untuk membahas

rancangan RPJM Daerah dibawah koordinasi Kepala Bapeda (melalui Tim

Penyusun RPJM Daerah). Pendapat, aspirasi dan komitmen stakeholders menjadi

masukan dalam penyempurnaan rancangan RPJM Daerah. Stakeholders yang

akan berpartisipasi dalam Musrenbang ini meliputi: Institusi Pemerintah atau

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), anggota DPRD, TNI & Polri, Pengadilan &

Kejaksaan, Masyarakat, Dunia Usaha, LSM, Perguruan Tinggi dan stakeholders

lainnya. Metode yang digunakan dalam Musrenbang ini adalah Lokakarya yang

dikombinasikan dengan diskusi dan konsultasi publik terhadap berbagai

stakeholders dalam jumlah peserta yang cukup banyak.

7

e. Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Daerah

Rancangan akhir RPJM Daerah disusun dan/atau disempurnakan oleh

Kepala Bapeda (melalui Tim Penyusun RPJM Daerah) berdasarkan hasil

Musrenbang Jangka Menengah Daerah dengan tetap mempertimbangan

kebutuhan dan kemampuan sumberdaya pembangunan. Rancangan akhir RPJM

Daerah diserahkan kepada Kepala Daerah, dan selanjutnya diproses untuk

ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan RPJM Daerah Kota Depok Tahun 2006 – 2011 sebagai

berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

Membahas dan menjabarkan latar belakang pembentukan daerah; pengertian RPJM

Daerah; dan proses penyusunan RPJM Daerah, maksud dan tujuan dari penyusunan

RPJM Daerah, landasan hukum penyusunan RPJM Daerah, mekanisme penyusunan

RPJM Daerah dan sistematika penulisan.

BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Membahas dan menjabarkan mengenai keadaan 10 tahun terakhir, analisis dan

prediksi kondisi umum daerah selama 5 tahun kedepan berkenaan dengan: kondisi

geografis; demografi; ekonomi dan sumber daya alam; sosial budaya; sarana dan

prasarana; dan pemerintahan umum.

BAB III. VISI DAN MISI

Membahas dan menjabarkan mengenai Visi, Misi dan Indikator Makro Kota.

BAB IV. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH

Membahas dan menjabarkan Arah Kebijakan dan Strategi pembangunan Daerah serta

Indikator Program dan Kegiatan Pembangunan Daerah.

8

BAB V. KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Membahas dan menjabarkan mengenai Arah Kebijakan dan Strategi Pendapatan

Daerah, Arah Kebijakan dan Strategi Belanja Daerah dan Arah Kebijakan dan Strategi

Pembiayaan.

BAB VI. PENUTUP

Membahas dan menjabarkan mengenai manfaat RPJM Daerah sebagai pedoman bagi

seluruh pemangku kepentingan pembangunan dalam penyelenggaraan pemerintahan

daerah, sebagai koridor dalam penyusunan visi, misi dan program calon Kepala

Daerah, sebagai pedoman dalam penyusunan Renstra SKPD, dan lampiran matrik lima

tahunan RPJM Daerah Kota Depok serta lampiran matrik indikator makro kota.

9

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Gambaran umum kondisi daerah adalah deskripsi tetang karakteristik berbagai

sumberdaya daerah yang berhubungan atau terkait dengan pembangunan. kondisi

daerah yang dibahas meliputi kondisi geografis, kondisi demografis, perekonomian

daerah, sosial budaya daerah, sarana dan prasarana daerah, dan pemerintahan umum.

2.1. KONDISI GEOGRAFIS Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19’ 00” – 6o 28’ 00”

Lintang Selatan dan 106o 43’ 00” – 106o 55’ 30” Bujur Timur. Secara geografis, Kota

Depok berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan

wilayah Jabotabek.

Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran

rendah - perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter

diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai

wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29 km2.

Kondisi geografisnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung

dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu terdapat pula

25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar 169,68 Ha, dengan kualitas air rata-

rata buruk akibat tercemar.

Kondisi topografi berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan

lereng yang landai menyebabkan masalah banjir di beberapa wilayah, terutama

kawasan cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara:

Kali Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas.

A. Sumber Daya Lahan

Sumber Daya Lahan Kota Depok mengalami tekanan sejalan dengan

perkembangan kota yang sedemikian pesat. Sebagaimana kita ketahui berdasarkan

data analisis Revisi RTRW Kota Depok (2000-2010) dalam pemanfaatan ruang

kota, kawasan pemukiman pada tahun 2005 mencapai 8.915.09 ha (44,31%) dari

total pemanfaatan ruang Kota Depok.

10

Pada tahun 2005 kawasan terbuka hijau tercatat 10.106,14 ha (50,23%) dari

luas wilayah Depok atau terjadi penyusutan sebesar 0,93 % dari data tahun 2000.

Meningkatnya tutupan permukaan tanah, berdampak terhadap penurunan kondisi

alam Kota Depok, terutama disebabkan tekanan dari pemanfaatan lahan untuk

kegiatan pemukiman yang mencapai lebih dari 44,31 % dari luas wilayah kota.

Sementara luas kawasan terbangun tahun 2005 mencapai 10.013,86 ha (49,77%)

dari luas wilayah Kota Depok atau meningkat 3,59 % dari data tahun 2000.

Luas kawasan terbangun sampai dengan tahun 2010 diproyeksikan mencapai

10.720,59 ha (53,28%) atau meningkat 3,63 % dari data tahun 2005. Sementara

luas ruang terbuka (hijau) pada tahun 2010 diproyeksikan seluas 9.399,41 ha

(46,72%) atau menyusut 3,63 % dari tahun 2005. Proyeksi Perbandingan antara

kawasan terbangun dan ruang terbuka di Kota Depok dapat dilihat pada Tabel II-1

berikut :

Tabel II-1. Proyeksi Perbandingan antara Kawasan Terbangun dan Ruang Terbuka

di Kota Depok No Jenis Penggunaan Lahan Lahan

Tahun 2005 Revisi RTRW Tahun 2010

Ha % Ha % I Kawasan Terbangun 10.013,86 49,77 10.720,59 53,28

a. Perumahan + kampung 8.915,09 44,31 9.151,74 45,49 b. Pendidikan Tinggi & Terpadu 231,39 1,15 299,61 1,49 c. Jasa & Perdagangan 301,28 1,50 596,03 2,96 d. Industri 310,45 1,54 417,56 2,08 e. Kawasan Tertentu (Gandul,Cilodong,Depok

KRL,Bromob,Radar AURI) 255,65 1,27 255,65 1,27

II Ruang Terbuka Hijau 10.106,14 50,23 9.399,41 46,72 a. Sawah Teknis & Non Teknis 972,55 4,83 972,55 4,83 b. Tegalan/Ladang/Kebun /Tanah Kosong 7.110,10 35,34 6.258,04 31,10 c. Situ & Danau 169,68 0.84 169,68 0.84 d. Pariwisata, Lapangan Golf & Kuburan 389,99 1,94 517,07 2,57 e. Hutan 26,29 0,13 26,29 0,13 f. Kawasan tertentu (TVRI, RRI) 177,88 0,88 177,88 0,88 g. Sungai 81,65 0,41 81,65 0,41 h. Garis Sempadan (Sungai, tegangan tinggi,

& Pipa Gas) 1.178,00 5,85 1.196,25 5,95

TOTAL 20.120,00 100 20.120,00 100

Sumber: Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok 2000-2010.

11

Diprediksikan pada tahun 2010, dari 53,28% total luas kawasan terbangun,

hampir 45,49% akan tertutup oleh perumahan dan perkampungan. Jasa dan

perdagangan akan menutupi 2,96% total luas kota, industri 2,08% total luas kota,

pendidikan tinggi 1,49% total luas kota, dan kawasan khusus 1,27% total luas kota.

Meningkatnya jumlah tutupan permukaan tanah tersebut, ditambah dengan

berubahnya fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase, diprediksikan akan

menyebabkan terjadinya genangan dan banjir di beberapa kawasan, yang

berdampak terhadap penurunan kondisi Kota Depok.

Diperkirakan pembangunan pertanian tanaman pangan di Kota Depok di masa

yang akan datang akan menghadapi suatu kondisi, dimana lahan sawah yang

semakin menyempit. Pada tahun 2010 diperkirakan lahan sawah akan mengecil bila

dibandingkan kondisi sekarang. Penyempitan yang paling parah terjadi pada lahan

sawah tadah hujan, disusul sawah irigasi sederhana PU. Grafik perkembangan luas

sawah di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-1 berikut :

Gambar II-1. Perkembangan Luas Sawah di Kota Depok

Perkembangan Luas Sawah

0 200 400 600 800

1000 1200 1400 Ha

Tadah Hujan 331 330 330 305 305 130 178 147 115 84 52 21 Irigasi Non PU 72 71 71 75 75 75 76 77 78 79 80 81 Irigasi Sederhana PU 343 347 347 325 325 178 220 193 167 141 115 89 Irigasi 1/2 Teknis 348 348 348 346 346 319 327 323 318 314 310 305 Irigasi Teknis 239 236 236 236 236 215 221 218 214 211 207 204

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok.

12

B. Sumber Daya Air

Sumber Daya Air yang ada terdiri dari dua sumber yaitu sungai dan situ.

Secara umum sungai-sungai di Kota Depok termasuk kedalam dua Satuan Wilayah

Sungai besar, yaitu sungai Ciliwung dan Cisadane. Selanjutnya sungai-sungai

tersebut dibagi menjadi 13 Satuan Wilayah Aliran Sungai, yaitu sungai Ciliwung,

Kali Baru, Pesanggrahan, Angke, Sugutamu, Cipinang, Cijantung, Sunter, Krukut,

Saluran Cabang Barat, Saluran Cabang Tengah dan sungai Caringin.

Kota Depok memiliki 25 situ yang tersebar di wilayah Timur, Barat dan Tengah.

Luas keseluruhan situ yang ada di Kota Depok berdasarkan data tahun 2005 adalah

seluas 169,68 Ha1), atau sekitar 0,84 % luas Kota Depok. Kedalaman situ-situ

bervariasi antara 1 sampai 4 meter, dengan kualitas air yang paling buruk terdapat

pada Situ Gadog dan Rawa Besar. Selain penurunan kualitas air, kawasan situ juga

mengalami degradasi luasan.

Pembangunan perikanan di Kota Depok juga menghadapi masalah yang sama

dengan pertanian tanaman pangan, yaitu penyempitan lahan air kolam.

Berdasarkan data tahun 2005, luas areal air kolam adalah 242,21 ha dibandingkan

pada tahun 2000 seluas 290,54 ha. Diperkirakan pada tahun 2010 areal air kolam

akan menjadi 238 ha dari luas areal air kolam saat ini, sebagaimana Gambar II-2

berikut :

Gambar II-2 Perkembangan luas areal air kolam

Luas Areal Air

-

50

100

150

200

250

300

350

Kolam Ikan Hias 7.46 9.20 8.01 7.51 7.51 7.65 7 7 7 7 7 7

Kolam Pembenihan 38.52 24.00 71.00 15.31 15.36 15.36 10 5 - - - -

Kolam Air Deras 0.36 - - - - - - - - - - -

Kolam Air Tenang 244.2 123.9 140.1 202.8 209.0 219.2 209 215 220 226 231 237

Air Saw ah 50.00 70.00 - - - - - - - - - -

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok.

1) Luas ini belum termasuk 2 Situ yang belum ada datanya pada waktu itu, yaitu Situ Cinere dan Situ Krukut

13

C. Tingkat Polusi dan Produksi Limbah

Kualitas udara pada 4 kecamatan di Kota Depok, berdasarkan data tahun 2005,

pada 4 titik pengamatan tentang nilai kualitas SO2, NO2, CO, O3 dan Pb masih

memenuhi baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999

tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2) pada 4 titik pengamatan tersebut antara 0,1 –

16,14 mikro-gram/m3, di bawah ambang baku mutu 365 mikro-gram/m3. Konsentrasi

Nitrogen Oksida (NO2) pada 4 titik pemantauan tersebut antara 2,94 – 15,95 mikro-

gram/m3, di bawah ambang baku mutu 150 mikro-gram/m3. Konsentrasi Karbon

Monoksida (CO) pada 4 titik pemantauan tersebut antara 151,45 – 716,84 mikro-

gram/m3, di bawah ambang baku mutu 10.000 mikro-gram/m3. Konsentrasi Oksidan

(O3) pada 4 titik pemantauan tersebut antara 12,94 – 40,38 mikro-gram/m3, di bawah

ambang baku mutu 235 mikro-gram/m3. Konsentrasi Timbal (Pb) pada 4 titik

pemantauan tersebut antara 0,16 –1,56 mikro-gram/m3, di bawah ambang baku

mutu 2 mikro-gram/m3. Sedangkan konsentrasi debu (partikulat) pada 4 titik

pemantauan tersebut antara 0,078 – 0,364 mikro-gram/m3, dengan ambang baku

0,23 mikro-gram/m3. Kondisi tersebut akan dipertahankan pada tahun-tahaun yang

akan datang dengan adanya Program Langit Biru. Sedangkan untuk konsentrasi

debu diupayakan untuk dikurangi di bawah ambang mutu standar pada tahun-tahun

berikutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran Udara.

Limbah cair yang berasal dari berbagai sumber termasuk rumah tangga dan air

bekas kegiatan perkotaan lainnya, masih menggunakan sistem tercampur, yaitu air

limbah dan air hujan dialirkan melalui satu saluran. Sedangkan untuk air limbah

industri dan komersial juga belum ada sistem yang menanganinya secara khusus.

Limbah padat Kota Depok diatasi dengan sistem sanitary landfill yang berlokasi

di TPA Cipayung, berdekatan dengan Sungai Pesanggrahan yang berfungsi

sebagai tempat pembuangan air. Sistem penanganan limbah padat akan

dikembangkan lebih lanjut berupa program daur ulang dan sistim kompos. Secara

garis besar, volume sampah Kota Depok dapat dihitung melalui perkalian antara

timbulan sampah per kapita dikalikan jumlah penduduk Kota Depok. Dengan asumsi

timbulan sampah adalah 2,6 liter/orang/hari, maka volume sampah yang dihasilkan

14

Kota Depok pada tahun 2005 adalah 3,810 meter kubik per hari. Sebagian besar

sampah yang dihasilkan penduduk Kota Depok pada umumnya merupakan sampah

organik yang mudah membusuk.

Dengan asumsi timbulan sampah adalah 2,6 liter/orang/hari, maka prediksi

volume sampah yang dihasilkan Kota Depok mencapai 4.617 m3 per hari pada

tahun 2010. Volume sampah tersebut mendekati kapasitas maksimum sistem yang

ada saat ini. Untuk itu diperlukan sistem pemusnahan sampah berkapasitas besar

atau penanganan sampah dari sumbernya. Ilustrasi grafis mengenai pertumbuhan

jumlah penduduk dan volume sampah dapat dilihat pada Gambar II-3 berikut :

Gambar II-3. Proyeksi Jumlah Penduduk & Volume Sampah di Kota Depok

Jumlah Penduduk & Volume Sampah

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

1.8

Juta

ora

ng

Jum

lah

Pend

uduk

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

4,500

5,000

Volu

me

Sam

pah

(m3 /h

ari)

Jumlah Penduduk 921, 1,16 1,20 1,24 1,33 1,36 1,37 1,44 1,49 1,53 1,56 1,61 1,66

Volume Sampah (m3/hari) 2,39 3,01 3,13 3,24 3,47 3,56 3,57 3,76 3,88 3,99 4,08 4,20 4,33

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok.

15

2.2. KONDISI DEMOGRAFI

Sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan Ibukota Negara, Kota Depok

menghadapi berbagai permasalahan perkotaan, termasuk masalah kependudukan.

Sebagai daerah penyangga Kota Jakarta, Kota Depok mendapatkan tekanan migrasi

penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah kawasan

permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa.

A. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2005 mencapai 1.374.522 jiwa, terdiri

atas laki-laki 696.329 jiwa (50,66%) dan perempuan 678.193 jiwa (49,34%),

Sedangkan luas wilayah hanya 200,29 km2, maka kepadatan penduduk Kota Depok

adalah 6.863 jiwa/km2. Tingkat kepadatan penduduk tersebut tergolong “padat”,

apalagi jika dikaitkan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata.

Dalam kurun waktu 5 tahun (2000 – 2005) penduduk Kota Depok mengalami

peningkatan sebesar 447.993 jiwa. Pada tahun 1999 jumlah penduduk masih

dibawah 1 juta jiwa dan pada tahun 2005 telah mencapai 1.374.522 jiwa, sehingga

perkembangan rata-rata 4,23 % per tahun. Peningkatan tersebut disebabkan

tingginya angka migrasi setiap tahunnya. Pada tahun 2010, diperkirakan jumlah

penduduk akan mencapai jumlah 1.610.000 jiwa dan kepadatan penduduk

mencapai 7.877 jiwa per km2.

Adapun angka kelahiran penduduk dari tahun 1999 sampai 2004 senantiasa

berfluktuasi, demikian juga angka kematian berfluktuasi hampir mendekati pola

angka kelahiran. Pada tahun 2004, angka kelahiran sebesar 3.713 jiwa dan angka

kematian 1,962 jiwa.

Meningkatnya jumlah penduduk Kota Depok disebabkan tingginya migrasi

penduduk ke Kota Depok sebagai akibat pesatnya pengembangan kota yang dapat

dilihat dari meningkatnya pengembangan kawasan perumahan. Angka kepergian

penduduk Kota Depok tahun 2004 memperlihatkan pula pola yang berfluktuasi,

dimana jumlah penduduk yang datang 11,899 jiwa dan penduduk yang pergi 4.503

jiwa, atau rata-rata jumlah pendatang pertahun mencapai 7,396 jiwa. Berdasarkan

perkembangan tersebut diperkirakan jumlah penduduk yang datang ke Kota Depok

pada waktu mendatang akan meningkat, seiring dengan semakin banyaknya

operasional kegiatan jasa dan niaga yang berkembang pesat.

16

Dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 3,5% per tahun, diprediksikan

pada tahun 2010 kepadatan penduduk Kota Depok akan mencapai 7.887 orang

per kilometer persegi. Perkembangan kepadatan penduduk dari tahun 1999 dan

proyeksinya pada tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar II-4 berikut :

Gambar II-4. Proyeksi Kepadatan Penduduk di Kota Depok

B. Pendidikan

Kualitas sebagian besar sumber daya manusia di Kota Depok masih rendah jika

dilihat dari segi pendidikan. Pada tahun 2005 persentase tenaga kerja

berpendidikan SD ke bawah adalah 28,40%. Sedangkan angkatan kerja lulusan

perguruan tinggi atau diploma ke atas hanya sebesar 12,25%. Dengan rendahnya

tingkat pendidikan tenaga kerja, menyebabkan adaptasi terhadap perkembangan

teknologi menjadi rendah. Kendala ini berdampak terhadap daya serap pasar,

sehingga banyak tenaga kerja yang tidak dapat memenuhi syarat bekerja di sektor

formal, dan terpaksa bekerja di sektor informal yang kurang produktif dengan upah

yang relatif rendah dibandingkan sektor formal.

J u m la h d a n K ep a d a ta n P e nd u d u k

- 1 ,0 00 2 ,0 00 3 ,0 00 4 ,0 00 5 ,0 00 6 ,0 00 7 ,0 00 8 ,0 00 9 ,0 00

K e pa d ata n

- 2 00 4 00 6 00 8 00 1 ,0 00 1 ,2 00 1 ,4 00 1 ,6 00 1 ,8 00

r ib u jiw a

K e pa da ta n P en du du k 4 ,60 1 5 ,7 6 7 5 ,9 55 6 ,1 35 6 ,53 8 6 ,6 71 6 ,8 62 7 ,05 0 7 ,27 1 7 ,4 75 7 ,64 4 7 ,87 7 8 ,0 8 5 Jum lah P e nd u du k 92 1 ,4 1 ,1 6 0 1 ,2 04 1 ,2 47 1 ,33 5 1 ,3 69 1 ,3 74 1 ,44 7 1 ,49 2 1 ,5 34 1 ,56 9 1 ,61 7 1 ,6 6 7

19 99 2 00 0 2 00 1 2 00 2 20 03 2 00 4 2 00 5 20 06 20 07 2 00 8 2 00 9 20 10 2 0 11

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok.

17

Sedangkan pencapaian Rata-rata Lama Sekolah (RLS) penduduk Kota Depok

cenderung meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2000 mencapai 9,05 tahun, dan

pada tahun 2003 mencapai 9,80 tahun. Demikian pula kemampuan membaca

penduduk Kota Depok terus meningkat dari tahun ke tahun, diperkirakan pada tahun

2010 penduduk yang buta huruf tinggal 0,05% saja seperti tertera pada Gambar II-5

berikut:

Gambar II-5. Proyeksi Kemampuan Membaca Penduduk di Kota Depok

Tingkat pendidikan penduduk yang cukup tinggi ini, perlu diimbangi dengan

penyediaan lapangan kerja, sehingga partisipasi dan produktivitas penduduk dalam

pembangunan dapat terus meningkat.

Penduduk usia sekolah SD, SLTP dan SLTA diperkirakan akan terus meningkat

jumlahnya, namun persentasenya akan menurun terhadap total penduduk Kota

Depok, sebagaimana data proyeksi perkiraan jumlah penduduk usia sekolah di Kota

Depok pada Gambar II-6 berikut :

K e m a m p u a n M e m b a c a

P e n d u d u k 1 0 T a h u n K e a t a s

8 0 %

8 5 %

9 0 %

9 5 %

1 0 0 %

B u ta H u r u f 4 .3 7 3 .2 2 3 .4 6 2 .4 6 2 .2 7 2 .0 0 1 .6 0 1 .1 8 0 .7 7 0 .3 6 0 .0 5 0 .0 0 H u r u f L a in n y a 2 .0 5 0 .7 9 0 .7 6 0 .6 2 0 .2 5 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 H u r u f la t in 9 3 . 5 8 9 5 . 9 9 9 5 .7 8 9 6 .9 2 9 7 . 4 8 9 8 . 0 0 9 8 . 4 1 9 8 . 8 2 9 9 .2 3 9 9 . 6 4 1 0 0 .0 1 0 0 .3

2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1

Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Kota Depok Thn 2005, Bapeda dan BPS.

18

Gambar II-6. Proyeksi Penduduk Usia Sekolah di Kota Depok

Sedangkan jumlah anak usia sekolah 7 – 12 tahun berdasarkan data yang ada

tahun 2000 sampai dengan tahun 2005, jumlah anak usia 7-12 tahun yang tidak

sekolah cenderung menurun setiap tahunnya, dan diproyeksikan pada tahun

2011 jumlah anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah menjadi 0 % sebagaimana

terlihat dari gambar II-7 proyeksi pendidikan anak usia 7 – 12 tahun berikut :

Gambar II-7. Proyeksi Pendidikan Anak Usia 7-12 tahun di Kota Depok

Penduduk Usia Sekolah

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Bukan Usia Sekolah 888,6 931,1 964,2 1,060, 1,131, 1,131, 1,208, 1,249, 1,285, 1,314, 1,356, 1,400,

Jumlah Anak Umur 16-18 th 78,51 78,41 81,48 76,55 56,33 52,44 49,44 47,06 45,13 43,52 42,17 41,02

Jumlah Anak Umur 13-15 th 67,22 66,83 69,25 68,94 48,84 55,52 48,01 49,58 50,90 52,76 54,62 56,49

Jumlah Anak Umur 7-12 th 126,4 128,3 132,2 129,3 132,7 134,8 141,3 146,6 152,7 158,2 164,1 169,8

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Pendidikan Anak Usia 7-12 tahun

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tidak Sekolah 17,19 14,52 12,85 6,562 2,656 - - - 0 - 0 -

Sekolah SD 109,2 113,8 119,3 122,8 130,1 134,8 141,3 146,6 152,7 158,2 164,1 169,8

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS.

Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2002 dan Tahun 2003

19

Adapun jumlah anak usia 13-15 tahun yang tidak sekolah selama periode tahun

2000 sampai 2005 setiap tahun mencapai 10% lebih. Pada tahun 2004 jumlah anak

usia 13-15 tahun yang tidak sekolah menurun atau kurang dari 10 %. Jika

kecenderungan ini terus berlanjut maka diperkirakan jumlah anak usia 13-15 tahun

yang tidak bersekolah akan menjadi 0% pada tahun 2011, sebagaimana terlihat

pada gambar II-8 berikut :

Gambar II-8. Proyeksi Pendidikan Anak Usia 13-15 tahun di Kota Depok

Pendidikan Anak Usia 13-15 tahun

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Tidak Sekolah 28,40 28,52 9,912 27,34 5,383 10,20 830 537 - - - -

Sekolah SLTP 38,81 38,31 59,34 41,60 43,46 45,32 47,18 49,04 50,90 52,76 54,62 56,49

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2002 dan Tahun 2003, BPS Kota Depok

20

Selama periode tahun 2000 sampai tahun 2005, jumlah anak usia 16-18 tahun

yang tidak sekolah terus menurun. Jika kecenderungan ini terus berlanjut maka

diperkirakan jumlah anak usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah pada tahun 2011

diproyeksikan menjadi 0% sebagaimana terlihat dalam gambar II-9 berikut :

Gambar II-9. Proyeksi Pendidikan Anak Usia 16-18 tahun di Kota Depok

C. Angkatan Kerja

Data komposisi tenaga kerja pada tahun 2005 menunjukkan bahwa dari 585.798

angkatan kerja, sebanyak 82.420 orang belum mendapatkan kesempatan kerja.

Angka ini sama dengan 14,07% dari total angkatan kerja, atau 6 % dari total

penduduk Kota Depok. Persentase ini relatif tinggi dibandingkan persentase

pengangguran di Jawa Barat, yang hanya berkisar 4,7% pada tahun 2005.

Pendidikan Anak Usia 16-18 tahun

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tidak Sekolah 49,12 46,38 49,71 43,50 20,81 14,43 8,957 4,096 - - - -

Sekolah SLTA 29,38 32,02 31,77 33,04 35,52 38,00 40,48 42,96 45,45 47,93 50,41 52,89

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(Dalam Ribuan Jiwa)

Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2002 dan Tahun 2003

21

Angkatan kerja di Kota Depok sebagian besar bekerja di sektor tersier, yaitu

sektor yang meliputi lapangan usaha perdagangan, angkutan, komunikasi,

keuangan dan jasa-jasa. Pada tahun 2005, jumlah angkatan kerja yang terlibat di

sektor tersier sebesar 408.300 orang, atau sama dengan 69,7 % dari total angkatan

kerja. Pada sektor sekunder, yaitu sektor yang meliputi lapangan usaha industri

pengolahan, listrik, gas, air minum dan konstruksi, jumlah angkatan kerja yang

terlibat sebanyak 136.080 orang, atau sama dengan 23,2 % dari total angkatan

kerja. Sedangkan di sektor primer, yaitu sektor yang meliputi lapangan usaha

pertanian dan pertambangan, jumlah angkatan kerja yang terlibat hanya 19.700

orang atau sekitar 3,37 % dari total angkatan kerja.

Diprediksi jumlah angkatan kerja dan pencari kerja di Kota Depok akan

meningkat sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Diproyeksikan

angkatan kerja pada tahun 2005 berjumlah sekitar 585.000, dan akan meningkat

pada tahun 2011 menjadi 786.000 orang, sementara itu pencari kerja pada tahun

2005 berjumlah 82.420 orang atau 7,57 % dari angkatan kerja, dan pada tahun 2010

diproyeksikan mencapai 97.000 orang atau 8,22 % dari angkatan kerja,

sebagaimana gambar II-10 berikut :

Gambar II-10. Proyeksi Jumlah Angkatan Kerja dan Persentase Pencari Kerja.

Jumlah Angkatan Kerja dan Persentase Pencari Kerja diantara Penduduk Berusia 10 Tahun Keatas

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

Ribu

Ora

ng

Angk

atan

Ker

ja

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

Penc

ari K

erja

Angkatan Kerja 436, 443, 496, 543, 570, 585, 635, 662, 690, 723, 758, 786,

Pencari Kerja 5.08 4.89 8.76 7.99 6.73 7.57 8.37 7.64 7.60 8.07 8.15 8.22

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, BPS Kota Depok

22

Persentase angkatan kerja Kota Depok yang bergerak di sektor primer

diperkirakan akan semakin kecil di masa mendatang. Pada tahun 2011 diperkirakan

tenaga kerja yang bekerja pada sektor primer hanya sekitar 1,32 % dari total

angkatan kerja, sebagaimana grafik Gambar II-11 berikut :

Gambar II-11. Perkembangan Persentase PDRB Sektor Primer di Kota Depok

Sedangkan kontribusi PDRB pada sektor sekunder semakin meningkat,

persentase angkatan kerja Kota Depok yang bergerak di sektor sekunder pada

tahun 2005 mencapai 131.280 orang atau 22,41 % dari total angkatan kerja, dan

pada tahun 2011 diperkirakan akan mencapai 141.060 orang atau 17,93 % dari total

angkatan kerja. Hal ini disebabkan adanya penurunan tenaga kerja sektor industri

secara global, sebagai dampak meningkatnya pemanfaatan teknologi mesin secara

efisien pada industri pengolahan. Namun secara nominal jumlah angkatan kerja

yang terserap pada sektor sekunder tetap meningkat, dari sekitar 131.000 orang

pada tahun 2005 menjadi sekitar 140.000 orang pada tahun 2011, sebagaimana

grafik perkembangan persentase tenaga kerja sektor sekunder pada Gambar II-12

berikut :

PERSENTASE dan JUMLAH TENAGA KERJA PADA LAPANGAN USAHA PRIMER

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

PER

SEN

TE

NAG

A K

ER

JA (%

)

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

Jum

lah

Tena

ga K

erja

Pertanian 3.8 3.79 2.32 3.29 2.12 3.16 2.35 2.15 1.94 1.73 1.53 1.32

Jumlah Tenaga Kerja Primer 16,592 16,817 11,520 17,872 12,096 18,494 14,958 14,221 13,392 12,539 11,574 10,367

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, BPS Kota Depok

23

Gambar II-12. Perkembangan Persentase Tenaga Kerja Sektor Sekunder di Kota

Depok

Walaupun konstribusi sektor tersier terhadap PDRB menurun, tetapi

persentase angkatan kerja Kota Depok yang bergerak di sektor ini sudah sangat

besar. Hal ini menunjukkan potensi sektor tersier dalam menyerap tenaga kerja

memberikan konstribusi sebesar 69,7 % dari total angkatan kerja pada tahun 2005

dan pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 81 % dari total angkatan kerja.

Secara nominal peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor tersier pada tahun

2005 mencapai 415.000 orang, dan akan mencapai 628.900 orang pada tahun 2011

sebagaimana grafik Gambar II-13 perkembangan persentase tenaga kerja sektor

tersier berikut :

PERSENTASE dan JUMLAH TENAGA KERJA PADA LAPANGAN USAHA SEKUNDER

0

5

10

15

20

25PE

RSE

N T

ENAG

A K

ERJA

(%)

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

Jum

lah

Tena

ga K

erja

Listrik, Gas & Air Minum 1.1 1.06 1.12 1.03 0.97 0.91 0.90 0.86 0.83 0.79 0.75 0.71

Industri Olahan 21.9 20.54 17.25 16.81 17.81 20.68 17.69 17.27 16.85 16.43 16.01 15.59

Bangunan & Konstruksi 8.5 8.08 9.69 6.48 5.73 5.22 4.62 3.85 3.09 2.33 1.57 0.81

Jumlah Tenaga Kerja Sekunder 100,4 98,55 92,30 101,9 110,1 131,2 124,3 127,4 130,5 134,5 138,5 141,0

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, BPS Kota Depok

24

Gambar II-13. Perkembangan Persentase Tenaga Kerja Sektor Tersier di Kota

Depok

D. Angka Kemiskinan dan Pemerataan Pendapatan

Pada tahun 2005 batas garis kemiskinan di Kota Depok diprediksikan berada

pada tingkat penghasilan sekitar Rp. 206.000/kapita/bulan, dan akan meningkat

menjadi Rp. 323.000/kapita/bulan pada tahun 2011. Jumlah penduduk miskin yang

terdata pada tahun 2005 sebesar 77.460 orang atau 5,77 % dari jumlah penduduk,

dan diprediksikan akan mencapai 115.000 orang atau 7,9 % dari jumlah penduduk,

sebagaimana terlihat pada grafik kemiskinan pada gambar II-14 berikut :

PERSENTASE dan JUMLAH TENAGA KERJA PADA LAPANGAN USAHA TERSIER

0

10

2030

40

50

6070

80

90PE

RSE

N T

ENAG

A K

ERJA

(%)

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

Jum

lah

Tena

ga K

erja

Jasa-jasa 31.8 22.11 27.67 27.07 27.87 24.84 25.08 24.56 24.04 23.53 23.01 22.49

Bank & Lembaga Keuangan 2.2 11.02 7.45 5.95 10.93 10.55 12.01 13.16 14.30 15.44 16.58 17.72

Angkutan & Komuniksi 8.1 9.89 11.09 11.83 10.32 11.43 12.31 12.84 13.37 13.91 14.44 14.97

Perdangan, hotel & Restoran 22.6 22.9 23.19 26.61 23.72 22.40 24.06 24.20 24.34 24.48 24.62 24.76

Jumlah Tenaga Kerja Tersier 282,5 292,5 344,5 388,1 415,5 405,4 466,7 495,2 525,1 559,9 596,8 628,9

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, BPS Kota Depok

25

Gambar II-14. Proyeksi Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kota Depok

Ketimpangan pendapatan di Kota Depok diperkirakan akan meningkat

dibandingkan dengan data tahun 2005 sebesar 0,217 dan pada tahun 2011

diperkirakan mencapai 0,257. Hal ini ditunjukan oleh pemerataan pendapatan yang

diukur dengan indikator Gini Ratio, di mana pemerataan pendapatan dua dan tiga

tahun lalu lebih baik dari kondisi sekarang sebagaimana ditunjukkan grafik gambar

II-15 berikut :

Gambar II-15 Proyeksi Pemerataan Pendapatan.

Kemiskinan

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

Jum

lah

Pend

uduk

Mis

kin

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

Pers

en P

endu

duk

Mis

kin

Jmlh penduduk miskin (orang) 37,30 68,50 65,00 64,00 77,46 84,28 91,10 93,49 102,2 110,0 115,0

% Penduduk miskin 3.23% 5.62% 4.96% 4.84% 5.77% 6.17% 6.57% 6.59% 7.19% 7.65% 7.90%

2000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Kota Depok Tahun 2004, BPS Kota Depok

Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Kota Depok Tahun 2004

Pemerataan Pendapatan

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

Gini Ratio 0.152 0.121 0.281 0.314 0.217 0.239 0.271 0.257 0.243 0.256 0.257

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

26

2.3. PEREKONOMIAN DAERAH

2.3.1 Produk Domestik Regional Bruto

Selama tiga tahun terakhir (2002 – 2005) perekonomian Kota Depok rata-rata

tumbuh 6% lebih per tahun. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2004 yaitu

sebesar 6,45%. Diperkirakan sampai dengan tahun 2011, rata-rata pertumbuhan

ekonomi Kota Depok akan berkisar pada 6 % pertahun, sebagaimana grafik

pertumbuhan ekonomi Kota Depok pada gambaran II-16 berikut :

Gambar II-16. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kota Depok

Laju Pertumbuhan Ekonomi

0

50

100

150

200

250

Inde

ks (T

ahun

199

3 =

100)

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

Per

tum

buha

nIndeks PDRB 98.30 104.1 110.5 117.5 125.1 132.7 141.1 150.0 159.4 169.4 180.1 191.3

LPE 4.47 5.98 6.12 6.34 6.45 6.07 6.34 6.31 6.25 6.24 6.32 6.26

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

27

A. PDRB Sektor Primer

Sektor primer di Kota Depok hanya terdiri dari lapangan usaha pertanian

dalam arti luas yang meliputi usaha peternakan, perikanan dan perkebunan.

Sedangkan sektor primer yang meliputi lapangan usaha pertambangan dan

penggalian tidak terdapat di Kota Depok.

Persentase PDRB sektor primer Kota Depok tahun 2005 hanya 2,81

% dari total PDRB, presentase ini akan semakin kecil di masa mendatang, dan

pada tahun 2011 diperkirakan PDRB sektor primer di Kota Depok hanya

mencapai 2,19% dari total PDRB. Grafik perkembangan persentase PDRB

sektor primer di Kota Depok dapat diilihat pada Gambar II-17 berikut :

Gambar II-17. Perkembangan Persentase PDRB Sektor Primer di Kota Depok

PERSENTASE PDRB LAPANGAN USAHA PRIMER

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

1. Pertanian 3.32 3.21 3.12 3.00 2.91 2.81 2.70 2.60 2.50 2.40 2.30 2.19

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

28

1. PDRB Lapangan Usaha Pertanian

Lapangan usaha pertanian memberikan kontribusi PDRB sebesar

3,59% terhadap nilai total PDRB Kota Depok, dengan laju pertumbuhan

2,22%. Kecilnya konstribusi sektor pertanian diakibatkan berbagai

permasalahan, diantaranya adalah produktivitas, efesiensi usaha,

konservasi lahan pertanian, keterbatasan sarana dan prasarana, serta

terbatasnya kredit dan infrastruktur pertanian. Disamping itu,

pembangunan pertanian Kota Depok juga menghadapi masalah lainnya,

seperti : lahan yang semakin menyempit, rendahnya kualitas sumber daya

manusia pertanian, serta keterbatasan pemanfaatan teknologi.

Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) dari

lapangan usaha pertanian sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel II-2.a

berikut :

Tabel II-2. a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Pertanian (ADHK

1993)

Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha pertanian Kota Depok

dibandingkan total PDRB Kota Depok adalah sebagaimana ditampilkan

pada Tabel II-2.b berikut :

Tabel II-2. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Pertanian (ADHK 1993) di Kota Depok

Lapangan Usaha 1999 2000 2001 2002 2003 2004PERTANIAN 42,400.90 43,099.10 44,214.03 45,551.59 46,561.40 48,086.77

Tanaman Bahan Makanan 6,639.64 6,804.16 6,999.76 7,176.93 7,377.17 7,675.07 Tanaman Perkebunan 140.25 140.54 146.64 148.36 150.16 151.99 Peternakan 31,703.10 31,957.76 32,633.10 33,634.09 34,370.68 35,523.47 Kehutanan - - - - - - Perikanan 3,917.91 4,196.64 4,434.53 4,592.21 4,663.39 4,736.24

Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 20041. Pertanian 3.41 3.32 3.21 3.12 3.00 2.91

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

29

Pertumbuhan sektor pertanian Kota Depok selama periode tahun

1999-2003 di bawah 3 % per tahun dengan PDRB lapangan usaha

pertanian tidak pernah melebihi Rp. 50.000 per kapita. Dibandingkan

dengan lapangan usaha pertanian Jawa Barat, dengan pertumbuhan rata-

rata 3 % per tahun dan PDRB per kapita sebesar Rp. 768.000, maka sektor

pertanian Kota Depok relatif tertinggal. Secara grafis perbandingan

lapangan usaha pertanian Jawa Barat dan Kota Depok dapat dilihat pada

Gambar II-18 berikut :

Gambar II-18. Posisi Lapangan Usaha Pertanian Kota Depok dibanding

rata-rata Jawa Barat.

LAPANGAN USAHA PERTANIAN

19992001

2002

2003 2000

-

3

6

-768,000

PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)

PE

RTU

MB

UH

AN

(%)

Berkembang Cepat

Cepat Maju & Cepat Tumbuh

Maju Tertekan

Relatif Tertinggal

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005 (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah

30

B. PDRB Sektor Sekunder

Persentase PDRB sektor sekunder Kota Depok saat ini sekitar 52,08 %

dari total PDRB. Hal ini menunjukan konstribusi sektor sekunder terhadap

struktur ekonomi Kota Depok cukup besar peranannya. Diproyeksikan pada

tahun 2011 konstribusi PDRB sektor sekunder akan mencapai 53,54 % dari

total PDRB Kota Depok sebagaimana diperlihatkan oleh grafik perkembangan

persentase PDRB pada Gambar II – 19 berikut :

Gambar II-19. Perkembangan Persentase PDRB Sektor Sekunder di Kota

Depok

PERSENTASE PDRB LAPANGAN USAHA SEKUNDER

30

35

40

45

50

55

5. Bangunan/ Konstruksi 7.02 7.01 6.87 6.82 6.77 6.67 6.60 6.52 6.44 6.36 6.29 6.21

4. Listrik, Gas & Air Minum 3.97 4.02 4.01 3.98 3.96 3.98 3.97 3.97 3.96 3.96 3.95 3.95

3. Industri Pengolahan 39.86 40.03 40.45 40.78 41.09 41.43 41.76 42.09 42.42 42.75 43.08 43.41

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

31

1. PDRB Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok

yang berasal dari Lapangan usaha industri pengolahan adalah

sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel II-3.a berikut :

Tabel II-3. a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan (ADHK 1993)

LAPANGAN USAHA 1999 2000 2001 2002 2003 2004

INDUSTRI

PENGOLAHAN 489.650,76 517.377,26 550.740,32 590.528,62 633.105,73 679.108,70

Industri Migas - - - - - -

3.1.1. Pengilangan M.

Bumi - - - - - -

3.1.2. Gas Alam Cair - - - - - -

Industri Non Migas 489.650,76 517.377,26 550.740,32 590.528,62 633.105,73 679.108,70

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha industri pengolahan

Kota Depok dibandingkan total PDRB Kota Depok adalah sebagaimana

ditampilkan pada Tabel II-3.b berikut :

Tabel II-3. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan (ADHK 1993) di Kota Depok

SEKTOR 1999 2000 2001 2002 2003 2004

INDUSTRI

PENGOLAHAN 39.41 39.86 40.03 40.45 40.78 41.09

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

32

Hasil-hasil industri pengolahan di Kota Depok sebagian telah

menjadi komoditas ekspor. Menurut Dr. Muhammad Wahyudin dalam buku

“Industri Orentasi Ekspor: Dinamika dan Analisis Spasial”, selama dasa

warsa 1990 –1999, Kota Depok diklasifikasikan sebagai kota yang tinggi

ekspor industri manufakturnya diantara 182 kabupaten/kota di seluruh

Indonesia. Ada 80 kabupaten/kota yang mendapat peringkat tinggi ekspor

industri manufakturnya pada tahun 1990, empat diantaranya dari DKI

Jakarta dan Jawa Barat, yaitu: Kabupaten Karawang, Kota Jakarta Pusat,

Kota Tangerang dan Kota Depok.

Pada tahun 1999 tercatat ada 76 kabupaten/kota yang tergolong

tinggi ekspor industri manufakturnya, lima diantaranya dari DKI Jakarta dan

Jawa Barat, yaitu: Kota Bogor, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Pusat, Kota

Bekasi dan Kota Depok. Kota Tangerang naik peringkatnya dari sepuluh

tahun sebelumnya menjadi sangat tinggi ekspor industri manufakturnya,

sedangkan Kota Bogor dan Kota Bekasi turun peringkatnya dan Kota

Depok berhasil mempertahankan peringkatnya seperti sepuluh tahun

sebelumnya.

Dibandingkan lapangan usaha industri pengolahan Jawa Barat, dari

rata-rata pertumbuhan PDRB-nya selama lima tahun terakhir ini, lapangan

usaha industri pengolahan Kota Depok berkembang cepat. Selama

tahun 2000 – 2005, pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan di

Kota Depok hampir selalu di atas 4,5% per tahun (ADHK 1993), kecuali

tahun 1999, padahal rata-rata pertumbuhan lapangan usaha industri

pengolahan di Jawa Barat (tahun 2003 & 2004) hanya 4,5% per tahun.

Namun, PDRB lapangan Usaha industri pengolahan di Kota Depok masih di

bawah Rp. 600.000 per kapita (ADHK 1993), sedangkan rata-rata PDRB

lapangan usaha industri pengolahan di Jawa Barat pada tahun 2003 dan

2004 sebesar Rp. 2.400.000 per kapita. Secara grafis, perbandingan

lapangan usaha industri pengolahan Jawa Barat dan Kota Depok dapat

dilihat pada Gambar II-20 berikut :

33

Gambar II-20. Posisi Lapangan Usaha Industri Pengolahan Kota Depok dibanding Jawa Barat

2. PDRB Lapangan Usaha Listrik, Gas dan Air Minum

Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok

yang berasal dari lapangan usaha listrik, gas dan air minum ditunjukkan

dalam Tabel II-4.a berikut :

Tabel II-4. a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Listrik, Gas dan Air Minum (ADHK 1993) LAPANGAN USAHA 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Listrik, Gas dan Air

Minum 49.649,73 51.596,04 55.328,53 580.573,53 613.867,68 65.374,34

Listrik 46.611,81 48.494,93 52.044,14 55.133,42 58.215,38 61.495,00

Gas - - - - - -

Air Bersih 3.037,92 3.101,11 3.284,21 3.440,11 3.652,30 3.879,34

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

LAPANGAN USAHA INDUSTRI OLAHAN

1999

2001

2002 2003

2000

-

4.5

9.0

200,0002,400,000

PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)

PERTU

MBUHAN (%

)

Berkembang Cepat

Cepat Maju & Cepat Tumbuh

Maju Tertekan

Relatif Tertinggal

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah

34

Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha listrik, gas dan air

minum Kota Depok terhadap PDRB Kota Depok ditampilkan pada

Tabel II-4.b berikut :

Tabel II-4. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Listrik, Gas & Air minum (ADHK 1993) di Kota Depok

SEKTOR 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Listrik, Gas dan Air Minum 4.00 3.97 4.02 4.01 3.98 3.96

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

Dibandingkan lapangan usaha listrik, gas dan air minum Jawa Barat,

ditinjau dari rata-rata pertumbuhannya, selama lima tahun terakhir ini,

lapangan usaha listrik, gas & air minum Kota Depok berkembang cepat.

Selama tiga tahun terakhir pertumbuhan lapangan usaha listrik, gas & air

minum di Kota Depok selalu diatas 5% per tahun (ADHK 1993) (lihat

Gambar II-21), padahal rata-rata pertumbuhan lapangan usaha listrik, gas

& air minum di Jawa Barat (tahun 2003 dan 2004) hanya 5% per tahun.

Namun, PDRB lapangan usaha listrik, gas dan air minum di Kota Depok

masih dibawah Rp. 60.000 per kapita (ADHK 1993), sedangkan rata-rata

PDRB lapangan usaha listrik, gas & air minum di Jawa Barat tahun 2003

dan 2004 sebesar Rp. 120.000 per kapita. Secara grafis, perbandingan

lapangan usaha listrik, gas dan air minum Jawa Barat dan Kota Depok

dapat dilihat pada Gambar II-21. berikut :

35

Gambar II-21. Posisi Lapangan Usaha Listrik, Gas & Air Minum Kota Depok dibanding Jawa Barat

PDRB Lapangan Usaha Bangunan/Konstruksi

Lapangan usaha ini mencakup kegiatan pembangunan fisik

(konstruksi), baik yang digunakan sebagai tempat tinggal (pemukiman) atau

sarana lainnya yang dilakukan oleh perusahaan konstruksi maupun

perorangan.

Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok

yang berasal dari Lapangan usaha bangunan dan konstruksi adalah

sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel II.5.a berikut :

Tabel II-5.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Konstruksi (ADHK 1993)

LAPANGAN USAHA 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Bangunan dan

Konstruksi 89.009,17 91.145,39 96.386,25 100.344,32 105.903,40 111.816,21

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

LAPANGAN USAHA LISTRIK, GAS & AIR MINUM

2000

2003 2002

2001

1999

-

5.0

10.0

20,000120,000

PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)

PERTU

MBUHAN

(%)

Berkembang CepatCepat Maju &

Cepat Tumbuh

Maju Tertekan

Relatif Tertinggal

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah

36

Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha bangunan dan

konstruksi Kota Depok terhadap PDRB Kota Depok ditampilkan pada Tabel

II-5.b berikut :

Tabel II-5. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Konstruksi (ADHK 1993) di

Kota Depok

SEKTOR 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Bangunan dan

Konstruksi 7.16 7.02 7.01 6.87 6.82 6.77

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

Lapangan usaha bangunan/konstruksi Kota Depok relatif

tertinggal dibandingkan dengan lapangan usaha bangunan/konstruksi

Jawa Barat, baik rata-rata pertumbuhannya maupun rata-rata PDRB per

kapitanya. Selama tahun 1999-2003 pertumbuhan lapangan usaha

bangunan/konstruksi di Kota Depok selalu dibawah 9% per tahun (ADHK

1993), padahal rata-rata pertumbuhan lapangan usaha

bangunan/konstruksi di Jawa Barat (tahun 2003 & 2004) mencapai 9% per

tahun.

Berdasarkan PDRB per kapita, lapangan usaha bangunan/konstruksi

di Kota Depok tidak pernah mencapai Rp. 100.000 per kapita (ADHK 1993),

sedangkan rata-rata PDRB lapangan usaha bangunan/konstruksi di Jawa

Barat tahun 2003 dan 2004 sebesar Rp. 160.000 per kapita. Secara grafis,

perbandingan lapangan usaha bangunan/konstruksi Jawa Barat dan Kota

Depok dapat dilihat pada Gambar II-22. berikut :

37

Gambar II-22. Posisi Lapangan Usaha Konstruksi Kota Depok dibanding Jawa Barat

C. PDRB Sektor Tersier

Sektor tersier terdiri dari lapangan usaha perdagangan, hotel dan

restoran, lapangan usaha angkutan dan komunikasi, lapangan usaha bank &

lembaga keuangan lainnya, serta lapangan usaha jasa-jasa.

Selama lima tahun terakhir persentase PDRB sektor tertier Kota

Depok menunjukkan penurunan meskipun tidak signifikan. Kecenderungan

penurunan ini akan terbawa ke masa mendatang. Tanpa pengelolaan yang

tepat, kontribusi sektor tertier terhadap struktur ekonomi Kota Depok akan

semakin kecil. Pada tahun 2010, yakni lima tahun dari sekarang, diperkirakan

kontribusi PDRB sektor tertier di Kota Depok berkurang 0,74% menjadi

44,37%. Grafik perkembangan persentase PDRB sektor tersier di Kota Depok

dapat dilihat pada Gambar II-23 berikut :

LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI

1999

2001 2002

2003

2000

-

9.0

60,000160,000

PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)

PERTU

MBUHAN

(%)

Berkembang Cepat

Cepat Maju & Cepat Tumbuh

Maju Tertekan

Relatif Tertinggal

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah

38

Gambar II-23. Perkembangan Persentase PDRB Sektor Tersier di Kota Depok

PDRB Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel dan Restoran

Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok

yang berasal dari lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran

ditunjukkan dalam Tabel II-6.a berikut :

Tabel II-6.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel & Restoran (ADHK

1993) LAPANGAN USAHA 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Perdagangan, Hotel

dan Restoran 318.713,60 330.852,92 348.361,56 368.341,50 389.971,67 413.054,94

Perdagangan 255.657,51 266.002,32 279.731,34 294.669,01 312.054,48 330.609,30

Hotel 1.453,90 1.455,79 1.490,86 1.510,41 1.519,20 1.528,10

Restoran 61.608,19 63.394,81 67.139,36 72.162,08 76.397,99 80.917,54

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

PERSENTASE PDRB LAPANGAN USAHA TERSIER

20

30

40

50

PERSE

N P

DRB (%

)

9. Jasa-jasa 9.54 9.56 9.41 9.28 9.15 9.07 8.96 8.85 8.75 8.64 8.53 8.43

8. Bank & Lembaga Keuangan lain 4.81 4.82 4.79 4.87 4.95 5.00 5.05 5.11 5.16 5.22 5.27 5.33

7. Pengangkutan & Komunikasi 5.99 6.03 6.12 6.15 6.18 6.21 6.24 6.27 6.31 6.34 6.37 6.41

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 25.49 25.32 25.23 25.12 24.99 24.85 24.72 24.59 24.46 24.33 24.20 24.08

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

39

Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha perdagangan, hotel dan

restoran dibandingkan total PDRB ditampilkan pada Tabel II-6.b berikut :

Tabel II-6. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel &

Restoran (ADHK 1993) di Kota Depok

Sektor lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran Kota Depok

berkembang cepat jika dibandingkan dengan sektor serupa di Jawa Barat.

Ditinjau dari rata-rata pertumbuhannya selama tahun 2001 – 2003,

pertumbuhan lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran Kota Depok

selalu diatas 5% per tahun (ADHK 1993), sedangkan rata-rata pertumbuhan

Jawa Barat pada tahun 2003 - 2004 hanya 4% per tahun. Dalam segi PDRB

per kapita, lapangan Usaha perdagangan, hotel dan restoran di Kota Depok

maksimum hanya mencapai Rp. 320.000 per kapita (ADHK 1993) pada tahun

1999-2003, sedangkan rata-rata di Jawa Barat tahun 2003 - 2004 adalah Rp.

1.000.000 per kapita. Secara grafis, perbandingannya pada Gambar II-24.

berikut :

Gambar II-24. Posisi Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel & Restoran Kota Depok dibanding Jawa Barat

LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN

2000

2003 2002

2001

1999

-

4.0

8.0

200,0001,000,000

PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)

PERTU

MBUHAN (%

)

Berkembang Cepat

Cepat Maju & Cepat Tumbuh

Maju Tertekan

Relatif Tertinggal

Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 20046. Perdagangan, Hotel & Restoran 25.65 25.49 25.32 25.23 25.12 24.99

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

40

1. PDRB Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi

Salah satu potensi kota Depok adalah di sektor perhubungan. Lokasi

Kota Depok yang dekat dengan ibukota dan banyaknya penduduk yang

bekerja di ibukota Jakarta, menyebabkan meningkatnya kegiatan perjalanan

commuter (pulang-pergi) antara kedua kota tersebut. Perkembangan PDRB

atas dasar harga konstan 1993 Kota Depok yang berasal dari lapangan

usaha angkutan dan komunikasi diperlihatkan oleh Tabel II-7.a berikut :

Tabel II-7.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Angkutan & Komunikasi (ADHK 1993)

LAPANGAN USAHA 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Pengangkutan & Komunikasi 75.284,82 77.761,24 83.019,44 89.347,51 95.468,43 102.082,20

- Angkutan 71.088,99 73.414,78 78.492,92 84.108,90 89.569,49 95.433,90 Angkutan Rel 2.911,30 2.867,34 3.057,81 3.200,88 3.429,10 3.675,50 Angkutan Jalan

Raya 58.282,25 60.462,01 64.780,59 69.754,99 74.456,48 79.513,99

Angkutan Laut - - - - - - Angkutan Sungai - - - - - - Angkutan Udara - - - - - - Jasa Penunjang

Angkutan 9.895,44 10.085,43 10.654,52 11.153,03 11.683,91 12.244,41

- Komunikasi 4.195,83 4.346,46 4.526,52 5.238,61 5.898,94 6.648,30 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda

dan BPS Kota Depok)

Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha angkutan dan

komunikasi Kota Depok dibandingkan total PDRB Kota Depok ditampilkan

pada Tabel II-7.b berikut :

Tabel II-7. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Angkutan &

Komunikasi (ADHK 1993) di Kota Depok

Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 20047. Pengangkutan & Komunikasi 6.06 5.99 6.03 6.12 6.15 6.18Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun

2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

41

Lapangan usaha angkutan dan komunikasi Kota Depok relatif

tertinggal jika dibandingkan lapangan usaha serupa di Jawa Barat. Selama

tahun 1999 – 2003, pertumbuhan lapangan usaha angkutan dan

komunikasi di Kota Depok selalu dibawah 9% per tahun (ADHK 1993),

padahal rata-rata pertumbuhan lapangan usaha angkutan dan komunikasi

di Jawa Barat (tahun 2003 & 2004) mencapai 10% per tahun. Dalam segi

PDRB per kapita, lapangan usaha angkutan dan komunikasi di Kota Depok

tidak pernah mencapai Rp. 100.000 per kapita (ADHK 1993), sedangkan

rata-rata PDRB lapangan usaha angkutan dan komunikasi di Jawa Barat

tahun 2003 dan 2004 sebesar Rp. 250.000 per kapita. Secara grafis,

perbandingan lapangan usaha angkutan dan komunikasi Jawa Barat dan

Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-25. berikut :

Gambar II-25. Posisi Lapangan Usaha Angkutan & Komunikasi Kota Depok

dibanding Jawa Barat

LAPANGAN USAHA ANGKUTAN &KOMUNIKASI

1999

2001

2002

2003

2000

-

10.0

50,000250,000

PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)

PERTU

MBUHAN (%

)

Berkembang Cepat

Cepat Maju & Cepat Tumbuh

Maju Tertekan

Relatif Tertinggal

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah

42

2. PDRB Lapangan Usaha Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya

Pada sub-sektor bank pada tahun 2004 terdapat lembaga keuangan

formal bank sebanyak 22 bank dengan rincian: bank pemerintah 4 buah,

bank swasta nasional 16 buah, bank daerah 2 buah. Termasuk dalam sub-

sektor lembaga keuangan lainnya adalah lembaga keuangan bukan bank,

sewa bangunan, dan jasa perusahaan.

Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) yang berasal

dari Lapangan usaha bank dan lembaga keuangan ditunjukkan dalam

Tabel II-8.a berikut :

Tabel II-8.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha bank/lembaga keuangan (ADHK1993)

Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha bank dan lembaga

keuangan Kota Depok dibandingkan total PDRB Kota Depok ditampilkan

pada Tabel II-8.b berikut :

Tabel II-8.b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha bank dan lembaga keuangan (ADHK 1993) di Kota Depok

Lapangan Usaha 1999 2000 2001 2002 2003 2004BANK & LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA 57,130.15 62,441.44 66,242.59 69,928.13 75,641.72 81,882.16 Bank 1,315.89 1,440.24 1,597.37 1,703.35 1,808.61 1,921.26 Lembaga Keuangan Bukan Bank 224.05 228.60 240.92 249.37 264.86 281.43 Sewa Bangunan 49,866.28 54,852.91 58,198.24 61,469.87 66,780.87 72,595.74 Jasa Perusahaan 5,723.93 5,919.69 6,206.06 6,505.54 6,787.38 7,083.73

Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 20048. Bank & Lembaga Keuangan lain 4.60 4.81 4.82 4.79 4.87 4.95

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

43

Dibandingkan lapangan usaha bank dan lembaga keuangan Jawa

Barat, selama tahun 2001 - 2004, lapangan usaha bank & lembaga

keuangan di Kota Depok berkembang cepat dengan rata-rata

pertumbuhan diatas 6 %, sedangkan pertumbuhan rata-rata Jawa Barat

pada tahun 2003-2004 adalah 6% per tahun. Namun, rata-rata PDRB

lapangan usaha bank & lembaga keuangan Kota Depok tidak lebih dari

Rp.80.000,- per kapita (ADH 1993) sedangkan rata-rata Jawa Barat tahun

2003 - 2004 adalah Rp. 190.000 per kapita. Secara grafis perbandingan

lapangan usaha bank & lembaga keuangan Jawa Barat dan Kota Depok

dapat dilihat pada Gambar II-26. berikut :

Gambar II-26. Posisi Lapangan Usaha Bank & Lembaga Keuangan Kota Depok dibanding Jawa Barat

LAPANGAN USAHA BANK & LEMBAGA KEUANGAN

1999

2001 2002

2003

2000

-

6.0

50,000190,000

PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)

PER

TUM

BU

HAN

(%)

Berkembang Cepat

Cepat Maju & Cepat Tumbuh

Maju Tertekan

Relatif Tertinggal

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah

44

3. PDRB Lapangan Usaha Jasa-jasa

Lapangan usaha jasa-jasa dikelompokkan ke dalam dua sub-sektor

yaitu: sub-sektor jasa pemerintahan umum dan sub-sektor jasa swasta.

Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok yang

berasal dari lapangan usaha jasa-jasa ditunjukkan pada

Tabel II-9.a berikut :

Tabel II-9.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Jasa-jasa (ADHK

1993)

Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha jasa-jasa Kota Depok

terhadap PDRB Kota Depok ditampilkan pada Tabel II-9.b berikut :

Tabel II-9.b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Jasa-jasa (ADHK

1993) di Kota Depok

Lapangan Usaha 1999 2000 2001 2002 2003 2004JASA JASA 120,690.42 123,817.27 131,456.58 137,366.42 144,104.67 151,240.81 Pemerintahan Umum 58,948.16 60,793.24 65,504.71 68,388.23 71,588.80 74,965.29 Swasta 61,742.26 63,024.03 65,951.87 68,978.19 72,515.87 76,275.52 9.2.1 Sosial kemasyarakatan 23,489.63 24,067.47 25,340.51 26,665.78 28,465.72 30,402.14 9.2.2 Hiburan dan Rekreasi 1,574.41 1,621.80 1,675.15 1,729.25 1,794.96 1,863.70 9.2.3 Perorangan dan Rumah tangga 36,678.22 37,334.76 38,936.21 40,583.16 42,255.19 44,009.68

Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 20049. Jasa-jasa 9.71 9.54 9.56 9.41 9.28 9.15

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

45

Dibandingkan lapangan usaha jasa-jasa Jawa Barat, selama tahun

2000 - 2004, lapangan usaha jasa-jasa di Kota Depok relatif tertinggal,

dimana rata-rata pertumbuhan dibawah 8 %, sementara pertumbuhan

rata-rata Jawa Barat tahun 2003-2004 mencapai 14 %. Selain itu PDRB

lapangan usaha jasa di Kota Depok tidak pernah melebihi Rp.130.000,- per

kapita, sementara pertumbuhan Jawa Barat pada tahun 2003-2004 rata-

rata mencapai Rp.460.000 per kapita. Secara grafis, perbandingan

lapangan usaha jasa-jasa Jawa Barat dan Kota Depok dapat dilihat pada

Gambar II-27. berikut :

Gambar II-27. Posisi Lapangan Usaha Jasa-jasa Kota Depok dibanding Jawa Barat

2.3.2. Ekspor dan Impor

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa selama tahun 1990-

1999 Kota Depok diklasifikasikan sebagai kota yang tinggi ekspor industri

manufakturnya. Hal ini terlihat dari meningkatnya nilai ekspor Kota Depok dari

tahun 2001 sebesar USD 66,83 juta, menjadi USD 321,48 juta pada tahun

2004. Diperkirakan pada tahun 2010 nilai ekspor Kota Depok akan mencapai

USD 925 juta. Grafik nilai ekspor Kota Depok dapat dilihat pada

Gambar II-28. berikut :

LAPANGAN USAHA JASA-JASA

1999

2001 2002 2003

2000

-

14.0

50,000460,000

PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)

PERTU

MBUHAN

(%)

Berkembang Cepat

Cepat Maju & Cepat Tumbuh

Maju Tertekan

Relatif Tertinggal

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah

46

Gambar II-28. Perkembangan Ekspor dan Impor Kota Depok

2.3.3. Pendapatan Asli Daerah

Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), sebagaimana diatur dalam

Pasal 157 huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil

Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli

Daerah (PAD) yang sah, serta Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

dipisahkan.

Selama kurun waktu tahun 2002sampai dengan 2005 kontribusi Pajak

Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah rata-rata 51%, Retribusi Daerah

sebesar 41%, dan lain-lain PAD yang sah rata-rata 6% dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah yan dipisahkan dengan rata-rata 2%. Grafis perkembangan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-29

berikut :

Nilai Ekspor & Impor

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

Juta

USD

Impo

r

-

200

400

600

800

1,000

1,200

Juta

USD

Eks

por

Nilai Impor (USD) 2,354 2,623 2,623 2,802 2,862 3,002 3,088 3,210 3,308 3,422 3,525

Nilai Ekspor (USD) 66,83 175,6 428,9 321,4 502,5 575,4 612,2 739,2 794,1 875,9 966,9

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)

(ribuan)

47

Gambar II-29. Komponen Pendapatan Asli Daerah Kota Depok

A. Hasil Pajak Daerah

Hasil Pajak Daerah dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005,

menunjukan peningkatan rata-rata sebesar 17,3% atau sebesar Rp. 3,86

milyar. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh kebijakan

ekonomi yang tepat, diharapkan penerimaan dari hasil pajak daerah akan

terus meningkat, dan diharapkan pada tahun 2007 sampai dengan 2011

penerimaan dari hasil pajak daerah akan meningkat minimal sebesar 10%,

sehingga pada tahun 2011 diprediksikan akan mencapai angka sebesar

kurang lebih Rp. 54 milyar. Secara grafis perkembangan hasil pajak daerah

Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-30 berikut :

Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok

(ribuan)

Hasil PAD yang dipisahkan

48

Gambar II-30. Perkembangan Pajak Daerah Kota Depok

B. Hasil Retribusi Daerah

Sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 penerimaan yang berasal

dari hasil retribusi daerah menunjukan peningkatan yang cukup besar

mencapai rata-rata sebesar Rp. 5,15 milyar atau 29,77 %, diperkirakan

penerimaan dari hasil retribusi daerah pada tahun 2007 sampai dengan

2011 diharapakan minimal rata-rata peningkatan sebesar 12 % sehingga

pada tahun 2011 yang akan datang penerimaan hasil retribusi daerah dapat

mencapai Rp. 61 milyar. Secara grafis perkembangan retribusi daerah Kota

Depok dapat dilihat pada Gambar II-31 berikut :

Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok

PAJAK DAERAH

(ribuan)

Penerimaan Pajak D

aerah

49

Gambar II-31. Perkembangan Retribusi Daerah Kota Depok

C. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Pendapatan asli daerah yang bersumber dari hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan menunjukan peningkatan yang cukup

besar yaitu dari Rp. 252,6 juta pada tahun 2002 menjadi Rp. 1,27 milyar

pada tahun 2005, apabila dirata-ratakan peningkatan setiap tahun

mencapai 91,23% atau sebesar Rp. 342,4 juta. Diharapkan pada kurun

waktu tahun 2007 sampai dengan 2011 rata-rata peningkatan dari hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan minimal mencapai 15%.

Sehingga pada tahun 2011 akan mencapai Rp. 3,2 milyar. Secara grafis

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dapat dilihat pada

Gambar II-32 berikut :

Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok

RETRIBUSI DAERAH

(ribuan)

Penerimaan R

etribusi Daerah

50

Gambar II-32. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

D. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Dari tahun 2002 sampai dengan 2005 lain-lain pendapatan asli daerah

yang sah menunjukan peningkatan yang cukup besar pula yaitu sebesar Rp.

6,32 milyar pada tahun 2005, yang sebelumnya pada tahun 2002 hanya

sebesar Rp. 2,04 milyar, apabila dirata-ratakan peningkatan selama tahun

2002 samapai 2005 mencapai Rp. 2 milyar atau sebesar 84,23%. Diharapkan

peningkatan dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sah rata-rata

mencapai minimal 15% sehingga pada tahun 2011 akan mencapai angka

sebesar Rp. 18,9milyar. Secara grafis perkembangan lain-lain Pendapatan

Asli Daerah yang sah Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-33 berikut :

Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Hasil Pengelolaan K

ekayaan D

aerah yang Dipisahkan

(ribuan)

51

Gambar II-33. Perkembangan Lain-lain PAD yang sah di Kota Depok

2.3.4. Dana Perimbangan

Proporsi terbesar dana perimbangan daerah Kota Depok berasal dari

Dana Alokasi Umum (DAU), kemudian dikuti oleh Bagi Hasil Pajak dan

Perimbangan dari provinsi. Selama tahun 2002-2005 rata-rata Dana Alokasi

Umum (DAU) sebesar 65% dari total Dana Perimbangan. Rata-rata penerimaan

dari Bagi Hasil Pajak adalah 21% dari total Dana Perimbangan. Sedangkan

penerimaan pemerintah Kota Depok berupa dana perimbangan dari Propinsi

Jawa Barat rata-rata 14% dari total Dana Perimbangan, sebagaimana grafis

komponen dana perimbangan Kota Depok pada Gambar II-34 berikut :

Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok

(ribuan)

Pendapatan Lain-lain PAD

Pendapatan Lain-lain PAD

52

Gambar II-34. Komposisi Dana Perimbangan Kota Depok

A. Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak

Dalam tahun 2002-2005 penerimaan Dana Perimbangan Kota Depok

yang berasal dari Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak meningkat sekitar

26,5% per tahun, atau dari Rp. 50,5 milyar pada tahun 2002 menjadi

Rp. 101,1 milyar pada tahun 2005. Diperkirakan sampai dengan tahun 2011,

Dana Perimbangan dari Bagi hasil pajak akan tumbuh rata-rata sebesar 9%

per tahun. Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak diperkirakan akan

mencapai Rp. 131 milyar lebih pada tahun 2011.

Secara grafis perkembangan penerimaan Bagi Hasil Pajak di Kota

Depok dapat dilihat pada Gambar II-35 berikut :

Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok

(ribuan)

Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak

53

Gambar II-35. Perkembangan Penerimaan Bagi Hasil Pajak Kota Depok

B. Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan komponen terbesar dalam

penerimaan dana perimbangan. Selama tahun 2002-2005 pertumbuhan

penerimaan Dana Alokasi Umum cukup signifikan, yaitu meningkat sekitar

22% per tahun. Peningkatannya adalah dari Rp. 160,1 milyar pada tahun

2002 menjadi Rp. 239 milyar pada tahun 2005.

Diperkirakan sampai dengan tahun 2011, Dana Perimbangan Kota

Depok yang berasal dari Dana Alokasi Umum akan tumbuh rata-rata sebesar

14,8% per tahun. Dana Alokasi umum yang diterima pemerintah Kota Depok

diperkirakan akan mencapai Rp. 389 milyar lebih pada tahun 2011. Secara

grafis perkembangan Dana Alokasi Umum yang diterima pemerintah Kota

Depok dapat dilihat pada Gambar II-36 berikut :

Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok

Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak

Penerimaan B

agi Hasil Pajak / B

agi H

asil Bukan Pajak

(ribuan)

54

Gambar II-36. Perkembangan Penerimaan DAU Kota Depok

C. Pinjaman Dalam Negeri

Pada tahun 2002, pemerintah Kota Depok pernah melakukan pinjaman

dari sumber keuangan dalam negeri yaitu sebesar Rp. 9,5 milyar, dalam

rangka perimbangan anggaran. Sumber dana perimbangan berupa pinjaman

dalam negeri ini tidak pernah terjadi lagi sejak saat itu, sehingga tidak dapat

diprediksi pertumbuhannya di masa mendatang. Gambaran grafis

perkembangan pinjaman dalam negeri dapat dilihat pada Gambar II-37

berikut:

Dana Alokasi Umum

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

(Mily

ar)

Pene

rimaa

n D

AU

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

Pert

umbu

han

Nilai (Rp.) 160,110 209,550 227,627 239,099 272,857 298,361 316,355 341,876 368,425 389,970

Pertumbuhan 30.9% 8.6% 5.0% 14.1% 9.3% 6.0% 8.1% 7.8% 5.8%

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok

(ribuan)

55

Gambar II-37. Perkembangan Pinjaman Dalam Negeri Pemerintah Daerah Kota Depok

Pinjaman Dalam Negeri

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10(M

ilyar

)

Pinj

aman

Dal

am N

eger

i

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Pert

umbu

han

Nilai (Rp.) - 9,500, - - - - - - - - -

Pertumbuhan

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

D. Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan Dari Propinsi

Selama priode tahun 2002-2005, pertumbuhan penerimaan bagi hasil

pajak dan bantuan keuangan dari propinsi meningkat sekitar 50,9% per

tahun. Peningkatannya dari Rp. 28,3 milyar pada tahun 2002 menjadi Rp.

93,1 milyar pada tahun 2005. Diperkirakan sampai dengan tahun 2011, Dana

bagi hasil pajak dan bantuan keuangan dari propinsi tumbuh rata-rata

sebesar 8% per tahun, diperkirakan akan mencapai Rp. 155,6 milyar lebih

pada tahun 2011. Secara grafis perkembangan Dana Perimbangan

dari propinsi dapat dilihat pada Gambar II-38 berikut :

Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok

(ribuan)

56

Gambar II-38. Perkembangan Dana Perimbangan dari Propinsi kepada Kota Depok

2.3.5. Lain-lain Pendapatan Yang Sah

Komponen lain-lain pendapatan yang sah dari tahun 2002 sampai dengan

tahun 2005 terus mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan

penerimaannya tidak bisa diprediksikan dan sifatnya insidentil tergantung dari

Pemerintah Daerah lain atau Pemerintah Pusat yang akan memberikan.

Tahun 2002 sebesar 22,6 milyar dan tahun 2005 sebesar 13,5 milyar dan

mengalami penurunan rata-rata 11,26%

Dana Perimbangan Dari Propinsi

0

50

100

150

200

250

(Mily

ar)

Perim

bang

an d

ari P

ropi

nsi

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%100%

Pert

umbu

han

Nilai (Rp.) 28,368, 52,901, 75,535, 93,161, 116,74 138,44 159,04 180,27 202,49 223,40

Pertumbuhan 86.5% 42.8% 23.3% 25.3% 18.6% 14.9% 13.3% 12.3% 10.3%

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok

(ribuan)

57

Apabila tidak dilakukan langkah kebijakan yang strategis, diproyeksikan

selama lima tahun kedepan penerimaan pendapatan lain-lain akan menurun

terus, dengan kecepatan penurunan rata-rata 0,3% per tahun. Sehingga

diprediksi pada tahun 2011, penerimaan Pendapatan Lain-lain pendapatan yang

sah sebesar Rp. 12,9 milyar saja, sebagaimana grafis perkembangan

penerimaan pendapatan lain-lain dapat dilihat pada Gambar II-39 berikut :

Gambar II-39. Perkembangan Penerimaan Pendapatan Lain-lain Kota Depok

2.4. SOSIAL BUDAYA

Letak Kota Depok sangat strategis ditinjau dari segi politik, ekonomi, sosial,

budaya dan pertahanan keamanan. Wilayah ini berbatasan langsung dengan wilayah

Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan merupakan wilayah penyangga untuk

meringankan tekanan perkembangan penduduk DKI Jakarta sebagai ibukota negara,

yang diarahkan untuk pola pemukiman sebagaimana dimaksud dalam Instruksi

Presiden nomor 13 tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek (Jakarta,

Bogor, Tangerang, Bekasi). Namun dalam perkembangannya selain sebagai pusat

pemukiman, Kota Depok telah tumbuh dan berkembang menjadi kota perdagangan

dan jasa.

Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok

22,662 (ribuan)

58

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan kota, segi sosial dan budaya di

Kota Depok juga mengalami perkembangan. Perkembangan sosial dan budaya di Kota

Depok meliputi: kualitas kehidupan beragama, kesejahteraan sosial, pendidikan dan

budaya.

A. Agama

Berdasarkan agama, hampir semua penduduk (91,2 %) di Kota Depok

tahun 2005 beragama Islam, sedangkan sisanya beragama Protestan (4,9%),

Katolik (2,5%), Hindu (0,52%), dan Budha (0,6%) Adanya perbedaan agama

tersebut tidak menimbulkan konflik antar masyarakat dalam menjalankan

aktivitasnya. Jumlah tempat peribadatan di Kota Depok pada tahun 2005 yaitu:

564 mesjid, 998 mushola, 13 gereja Katolik, dan 25 gereja Protestan.

Diperkirakan Bkehidupan beragama di Kota Depok akan membaik, dengan

kecendrungan adanya peningkatan homogenitas. Walaupun adanya homogenitas

agama diatara penduduk, namun ketentraman antar umat beragamacukup baik.

Perkembangan persentase pemeluk agama di Kota Depok dapat dilihat pada

Gambar II-40 berikut :

Gambar II-40. Pesentase Penduduk Menurut Agama di Kota Depok

Persentase Penduduk Menurut Agama

60%

65%

70%

75%

80%

85%

90%

95%

100%

Khonghucu 0.00% 0.12% 0.13% 0.00% 0.06% 0.06% 0.06% 0.06% 0.05% 0.05%

Budha 0.86% 0.35% 0.37% 0.66% 0.45% 0.43% 0.41% 0.39% 0.37% 0.36%

Hindu 0.84% 0.20% 0.20% 0.53% 0.27% 0.23% 0.19% 0.16% 0.13% 0.10%

Katolik 2.76% 1.74% 1.79% 2.56% 2.10% 2.10% 2.09% 2.08% 2.08% 2.07%

Protestan 5.26% 4.47% 4.69% 4.99% 4.75% 4.73% 4.72% 4.71% 4.69% 4.68%

Islam 90.28%93.12%92.83%91.27%92.37%92.46%92.54%92.61%92.68%92.74%

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok

59

B. Kesejahteraan dan Masalah Sosial

Tingkat kesejahteraan sosial penduduk Depok dapat tercermin dari jumlah

keluarga sejahtera, dimanana dari total 20.120 keluarga yang ada di Kota Depok

pada tahun 2003, sejumlah 4.247 keluarga diantaranya adalah keluarga pra-

sejahtera dan 15.873 keluarga lainnya adalah keluarga sejahtera 1.

Selama tahun 2001-2005, 0,4% sampai 0,5% jumlah penduduk di Kota

Depok menjadi penyandang masalah sosial. Secara persentase angka ini kecil

dan cenderung turun dari tahun ke tahun. Namun secara nominal, jumlah

penduduk penyandang masalah sosial cukup besar, yakni meningkat dari 5,726

orang pada tahun 2000, menjadi 5,942 orang pada tahun 2004.

Diperkirakan persentase penduduk penyandang masalah sosial akan terus

menurun di masa mendatang, yakni dari 0,4% pada saat ini menurun menjadi

0,35% pada tahun 2010. Namun turunnya persentase tidak menurunkan jumlah

nominal, karena seiring dengan pertumbuhan penduduk, jumlah penyandang

masalah sosial meningkat yaitu dari 5.900 orang pada saat ini naik menjadi 6.100

orang pada tahun 2010.

Diperkirakan jenis masalah sosial yang akan dihadapi dimasa depan,

diurutkan dari jumlah penyandang yang paling banyak, adalah: anak terlantar,

orang jompo, penderita penyakit kronis, dan korban narkotika. Secarag grafis,

perkembangan jumlah penyandang masalah sosial dapat dilihat pada

Gambar II-41 berikut :

60

Gambar II-41. Perkembangan Jumlah Penyandang Masalah Sosial di Kota Depok

C. Aspek Budaya

Aspek budaya merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan

kota. Seperti umumnya kota metropolitan yang bersifat terbuka dan memiliki daya

tarik ekonomis bagi para pendatang. Jika dilihat dari sisi etnis, masyarakat Kota

Depok tampak cukup beragam. Kondisi ini memunculkan pola Kota Depok yang

dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu penduduk asli, yang memang turun

temurun tinggal di daerah ini, dan penduduk pendatang. Kelompok penduduk asli

meliputi juga kelompok penduduk keturunan Belanda yang turun temurun tinggal

di Kota Depok.

Penyandang Masalah Sosial

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

Korban Narkotik 43 50 92 109 24 70 72 74 76 78 80

Anak Nakal 62 154 34 40 62 36 25 13 2 - -

Penderita Penyakit Kronis 83 - 184 184 83 162 180 199 217 236

Gelandangan/Pengemis 452 397 349 349 334 291 263 234 206 177 149

Penyandang Cacat 804 875 749 747 765 726 706 685 664 644 623

Jompo / Terlantar 1,385 784 1,333 1,366 1,385 1,425 1,483 1,542 1,600 1,658 1,716

Anak Terlantar 3,307 2,890 3,147 3,147 3,307 3,237 3,262 3,288 3,314 3,339 3,365

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok

61

Salah satu kelompok pendatang adalah masyarakat yang berpindah ke Kota

Depok akibat pergeseran kondisi fisik di Kota Jakarta (sosio urban movement),

dikenal sebagai orang-orang migran ke pinggiran metropolitan karena faktor

ekonomi. Kelompok pendatang lainnya adalah masyarakat yang memang pindah

ke ke Kota Depok karena faktor kebutuhan tempat tinggal dan bekerja di Jakarta.

Berdasarkan kedua tipikal tersebut, dapat dikenali bahwa penduduk pendatang

kelompok pertama sebagian besar adalah suku Betawi yang berasal dari Jakarta,

sedangkan pendatang kelompok kedua adalah multi etnis dengan cara pikir dan

budaya yang modern.

Ketiga kelompok tersebut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh

perkembangan sosial budaya metropolitan. Budaya metropolis yang unik dalam

cerminan keseharian Kota Depok adalah refleksi gabungan kultur desa dan kota.

Dalam beberapa hal, kondisi sosial budaya ini memiliki potensi lokal dalam

bentuk seni budaya suku Betawi yang bisa menjadi aset Kota Depok. Disamping

itu hubungan sosial diantara ketiga kelompok masyarakat itu masih cukup akrab

untuk kehidupan Kota Depok. Rasa saling tolong-menolong dan toleransi diantara

kelompok masyarakat itu masih cukup kuat untuk menjaga rasa kekeluargaan

diantara mereka.

Pengaruh khusus aspek budaya terhadap Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) yang terjadi di masyarakat adalah berupa bentuk perilaku dan motif

pencapaian kesejahteraan bersama. Budaya tolong-menolong dan bantu-

membantu dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan bersama, misalnya

dalam pengentasan kemiskinan, pemberantasan kebodohan dan pemberantasan

penyakit. Secara kelembagaan sosial budaya, terutama dalam bentuk lembaga

sosial kemasyarakatan, pada tahun 2003 di Kota Depok terdapat antara lain: 63

kelompok Karang Taruna, 286 Petugas Sosial Masyarakat (PSM) dan 80

organisasi sosial.

62

D. Angka Kriminalitas dan Unjuk Rasa

Pada tahun 2000, terjadi satu kasus kriminalitas per tahun untuk setiap 1000

orang penduduk Kota Depok. Pada tahun 2003 angka ini meningkat menjadi 2

kasus kriminal per tahun per 1000 penduduk, diperkirakan angka kriminalitas ini

akan melonjak menjadi 3,75 kasus per tahun per 1000 penduduk pada tahun

2010.

Rata-rata kriminalitas harian di Kota Depok pada tahun 2000 adalah 3 kasus

kriminal per hari. Pada tahun 2003 rata-rata kriminalitas meningkat menjadi 7

kasus kriminal per hari. Jika kecenderungan ini tidak berubah, maka pada tahun

2010 akan terjadi 18 kasus kriminal per hari. Perkembangan jumlah kriminalitas

per tahun di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-42 berikut :

Gambar II-42. Perkembangan Kasus Kriminal di Kota Depok

Jumlah Kriminalitas

-123456789

10

Krim

inal

itas

per H

ari

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Krim

inal

itas

per 1

000

Pend

uduk

Jumlah Kriminalitas per Hari 3.09 4.19 6.73 7.54 6.22 7.90 7.64 7.82 8.53 8.49 8.94 9.27

Kriminalitas per 1000penduduk

0.97 1.27 1.97 2.06 1.66 2.10 1.93 1.91 2.03 1.98 2.02 2.03

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok

63

Pada tahun 2001 terjadi 44 kali unjuk rasa/demonstrasi di Kota Depok

dengan rata-rata jumlah pesertanya 82 orang. Ini berarti pada tahun 2001, setiap

8 hari sekali terjadi demonstrasi. Pada tahun 2003, frekuensi unjuk rasa dan

jumlah pesertanya meningkat, yaitu rata-rata 5 hari sekali terjadi unjuk rasa dan

jumlah rata-rata pesertanya menjadi 170 orang. Jika kecenderungan ini tidak

berubah, maka pada tahun 2010, rata-rata 4 hari sekali akan terjadi unjuk rasa di

Kota Depo. Perkembangan jumlah unjuk rasa dan jumlah pesertanya dapat dilihat

pada Gambar II-43 berikut :

Gambar II-43. Perkembangan Jumlah Unjuk Rasa & Jumlah Pesertanya di Kota Depok

Unjuk Rasa

-

20

40

60

80

100

120

Unju

k Ra

sa p

er T

ahun

-

100

200

300

400

500

600

Jum

lah

Pes

erta

Jumlah Demonstrasi 44 44 78 65 78 85 91 96 97 107

Jumlah Peserta Rata-rata 82 207 170 285 329 373 416 449 507 544

2001 2002 2003 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok

64

2.5. SARANA DAN PRASARANA DAERAH

2.5.1. Sarana Prasarana Pendidikan

Prasarana Pendidikan. Tahun 2003/2004 di Kota Depok terdapat SD

sebanyak 344, dengan jumlah murid 122.805 orang dan jumlah guru sekitar

4.958 orang dan SLTP berjumlah 124 sekolah dengan jumlah murid 41.602

orang, jumlah guru 2.774 orang. Di tingkat SLTA terdapat 134 sekolah dengan

jumlah murid dan guru masing-masing 33.045 orang dan 1.207 orang. Dari

indikator Wajib Belajar Pendidikan Dasar sebesar 90% pada tahun 2001

mencerminkan bahwa sektor pendidikan masih mengandung banyak

permasalahan bila dikaitkan dengan program wajib belajar 9 tahun.

A. Sarana Pendidikan SD

Pertumbuhan sarana pendidikan dasar semakin membaik. Jumlah

bangunan SD terus bertambah, demikian juga perbandingan jumlah SD per

10.000 penduduk usia 7-12 tahun terus meningkat sejak tahun 2000.

sebanyak tahun 2000 di terdapat 446 SD dan jumlah penduduk usia 7-12

tahun ada 126.414 orang; ini berarti untuk setiap 10.000 penduduk usia 7-

12 tahun ada 35 SD. Pada tahun 2004 jumlah SD meningkat menjadi 346

buah, sementara itu jumlah penduduk usia 7-12 tahun juga meningkat

menjadi 129.367 orang. Jumlah sarana sekolah dasar dan

perbandingannya dengan penduduk usia 7-12 tahun di Kota Depok dapat

dilihat pada Gambar II-44 berikut :

65

Gambar II-44. Perkembangan Sarana SD di Kota Depok

B. Sarana Pendidikan SLTP

Sebagaimana sarana pendidikan sekolah dasar, sarana pendidikan

SLTP di Kota Depok selama empat tahun terakhir juga membaik, demikian

juga perbandingan antara jumlah SLTP dengan jumlah penduduk usia 13-

15 tahun terus meningkat sejak tahun 2000.

Jumlah sarana SLTP dan perbandingannya dengan penduduk usia 13-

15 tahun di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-45 berikut :

Sarana Pendidikan SD

222223232424252526262727

Jum

lah

SD p

er 1

0 rib

u a

nak

usia

7-1

2 th

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Jum

lah

SD

SD/10.000 Anak Umur 7-12 th 25 27 26 26 26 25 25 24 24 24

Jumlah SD 331 344 346 355 363 370 377 385 392 399

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok

66

Gambar II-45. Perkembangan Sarana SLTP di Kota Depok

C. Sarana Pendidikan SLTA

Sarana pendidikan SLTA sama dengan sarana sekolah dasar dan

sarana pendidikan SLTP di Kota Depok. Selama empat tahun terakhir,

pertumbuhan jumlah SLTA sebanding dengan pertumbuhan penduduk usia

16-18 tahun. Jika kecenderungan ini terus berlanjut maka diperkirakan

kelak perbandingan jumlah SLTA dengan jumlah peduduk usia 16-18 tahun

akan meningkat menjadi 30 SLTA untuk setiap 10.000 penduduk usia 16-18

tahun. Jumlah sarana SLTA dan perbandingannya dengan penduduk usia

16-18 tahun di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-46 berikut :

Sarana Pendidikan SLTP

-

5

10

15

20

25

30

Jum

lah

SLTP

per

10

ribu

ana

k us

ia 1

3-15

th

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Jum

lah

SLTP

SLTP/10.000 Anak Umur 13-15 th 18 18 27 24 28 28 28 27 27 27

Jumlah SLTP 125 124 131 133 136 139 143 145 148 151

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok

67

Gambar II-46. Perkembangan Sarana SLTA di Kota Depok

2.5.2. Sarana Prasarana Kesehatan

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tersedia

beberapa fasiltas kesehatan. Tahun 2005 di Kota Depok terdapat 11 Rumah

Sakit, 27 Puskesmas, 4 Puskemas Pembantu, dan 451 dokter praktek dengan

rincian: 98 dokter umum, 39 dokter gigi, 314 dokter spesialis. Dengan belum

tuntasnya pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah, maka rujukan dari

Puskesmas dilakukan Rumah Sakit Swasta melalui kerjasama.

Dibidang sarana kesehatan, jumlah Rumah Sakit dan Puskemas saat ini

di Kota Depok rata-rata adalah 3 buah per 100 ribu penduduk. Total sarana

kesehatan termasuk pengobatan alternatif adalah 42 per 100 ribu penduduk.

Diperkirakan di masa depan jumlah Rumah Sakit dan Puskemas tidak berubah,

yakni rata – ratanya tetap 3 buah per 100 ribu penduduk. Diperkirakan total

sarana kesehatan termasuk pengobatan alternatif menjadi dua kali lipat lebih,

yakni 86 per 100 ribu penduduk.

Sarana Pendidikan SLTA

-

5

10

15

20

25

30

35

40

Jum

lah

SLT

A pe

r 10

rib

u an

ak u

sia

16-1

8 th

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Jum

lah

SLT

A

SLTA/10.000 Anak Umur 16-18 th 9 16 23 25 27 29 31 33 34 36

Jumlah SLTA 73 124 127 130 133 136 139 142 145 148

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok

68

Jumlah sarana kesehatan non rumah sakit diperkirakan akan meningkat

pesat karena jumlah Rumah Sakit tidak bertambah. Perbandingan jumlah sarana

kesehatan dengan jumlah penduduk di Kota Depok dapat dilihat pada

Gambar II-47. berikut :

Gambar II-47. Perkembangan Sarana Kesehatan di Kota Depok

2.5.3. Sarana Prasarana Transportasi

Panjang sarana jalan di Kota Depok sejak tahun 2001 terus meningkat.

Diperkirakan sampai tahun 2020, panjang jalan Kota Depok rata-rata bertambah

10 km per tahun, baik jalan negara, jalan propinsi maupun jalan kota.

Perkembangan panjang jalan di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-48

berikut :

Sarana Kesehatan Per 1000 Penduduk

-

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

Petu

gas

Kes

ehat

an,

Sara

na k

eseh

atan

, dok

ter

Prak

tek

0.020

0.025

0.030

0.035

Rum

ah S

akit

per 1

000

pend

uduk

Petugas Kesehatan 0.36 0.35 0.24 0.32 0.50 0.69 0.68 0.83 0.94 1.04 1.15 1.29

Sarana Kesehatan - 0.28 0.27 0.30 0.38 0.27 0.33 0.34 0.34 0.36 0.38 0.40

Dokter Praktek 0.35 0.39 0.13 0.30 0.36 0.31 0.33 0.39 0.38 0.40 0.44 0.47

Rumah Sakit & Puskesmas 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok

69

Gambar II-48. Perkembangan Sarana Jalan di Kota Depok

2.5.4. Sarana Prasarana Energi Listrik

Energi listrik di Kota Depok akan menjadi kebutuhan vital dalam

mengerakan pembangunan. Perbaikan teknologi dan peningkatan efisensi

perangkat listrik rumah tangga dan perangkat listrik pada industri diperkirakan

belum akan mengurangi kebutuhan energi listrik. Perkembangan jumlah

pelanggan dan daya tersambung energi listrik PLN dapat dilihat pada Gambar II-

49 sebagai berikut :

Panjang Jalan

-

100

200

300

400

500

Kilo

met

erPa

njan

g Ja

lan

Jalan Kota 342, 335, 328, 328, 328, 322, 319, 316, 312, 309, 306,

Jalan Propinsi 27,7 20,5 25,0 25,5 26,1 25,5 25,7 25,9 26,0 26,2 26,4

Jalan Negara 26,8 26,8 26,8 26,8 28,5 28,1 28,5 28,8 29,1 29,4 29,8

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok

70

Gambar II-49. Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Daya Tersambung di Kota Depok

2.5.5. Sarana Prasarana Air Bersih.

Penyediaan air minum di Kota Depok sampai saat ini masih dikelola oleh

Kota Bogor. Pada tahun 2005, jumlah pelanggan PDAM di kota Depok 39.806

pelanggan (SL) dan besarnya pemakaian PDAM adalah 10.644.859 meter kubik.

Jumlah pelanggan dan pemakaian air minum Kota Depok diperkirakan akan

meningkat terus, oleh karena itu pengelolaan air minum yang sekarang

dikembangkan dengan Kerjasama Pengelolaan Air Bersih perlu diintensifkan,

dan dikaji kembali pengembangannya. Perkembangan jumlah pelanggan dan

pemakaian air di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-50 berikut :

Jumlah Pelanggan & Daya Tersambung Energi Listrik PLN

0

100

200

300

400

500

600

700R

ibu

KVA

Day

a Te

rsam

bung

-

50

100

150

200

250

300

350

400

Rib

uJu

mla

h Pe

lang

gan

Daya tersambung 263,9 369,4 388,2 384,7 438,4 460,6 489,5 518,3 547,2 576,1 605,0

Jumlah Pelanggan 264,9 275,0 268,4 263,8 301,2 293,1 301,0 313,8 324,5 326,9 339,2

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok

71

Gambar II-50. Perkembangan Jumlah Pemakaian dan Pelanggan Air Minum di

Kota Depok

2.5.6. Sarana Prasarana Peribadatan dan Pemukiman

Prasarana Agama. Tempat ibadah sebagai salah satu media untuk

meningkatkan keimanan seseorang juga tersedia di Kota Depok, pada tahun

2005 terdapat 564 masjid, 33 langgar, 998 musholla, 127 gereja 5 vihara dan 9

pura.

Sedangkan Fasilitas perumahan atau sanitasi juga sangat berperan dalam

membentuk sumber daya manusia, dalam rangka mewujudkan Kota Depok yang

sehat. Adapun persentase lantai rumah bukan tanah di Kota Depok sebesar

96.25 % dan jenis dinding yang terluas adalah tembok sebesar 97,81%,

sedangkan tempat buang air besar 93,41% adalah WC sendiri.

Pemakaian Air & Jumlah Pelanggan

9 10 10 11 11 12 12

Juta m3 Pemakaian Air

30 32 34 36 38 40 42 44 46

ribu Jumlah Pelanggan

Pemakaian Air (m3) 9,23 9,57 11,4 10,8 10,7 10,6 11,0 10,6 10,8 10,8 10,8 10,7 Jmlh Pelanggan 36,6 37,3 38,3 38,0 40,1 39,8 40,7 41,3 42,2 42,5 43,4 44,0

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok

72

2.6. PEMERINTAHAN UMUM

Pemerintahan adalah organisasi publik yang berfungsi mengelola pembangunan

dan sekaligus memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan aspirasi dan

kebutuhannya. Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik perlu

dibentuk susunan organisasi dan tata kerja perangkat daerah Kota Depok, sampai

tahun 2005 struktur organisasi Pemerintah Kota Depok terdiri dari 23 Lembaga

Pemerintah, terdiri atas: 1 Kepala Daerah, 1 Wakil Kepala Daerah, 1 organisasi

Sekretariat, 14 organisasi Dinas, 3 organsiasi Badan, 3 organisasi Kantor. ditambah 6

Kecamatan, 63 kelurahan serta masing-masing 1 organisasi DPRD dan KPUD.

Dibidang pendapatan daerah APBD Kota Depok setiap tahunya mengalami

peningkatan yang cukup signifikan sebagaimana diuraikan diatas. Perkembangan

APBD Kota Depok selama dua tahun terakhir mengambarkan peningkatan yang cukup

tajam, dimana pada tahun 2004 sebesar Rp. 461.858.454.847,77 dan meningkat

menjadi Rp. 515.596.034.887,50 pada tahun 2005. Rata-rata alokasi dana yang

tersedia pada setiap APBD dialokasikan 30,19% untuk aparatur daerah dan 69,81%

untuk pelayanan publik.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelayanan publik, pada tahun 2004

telah dilakukan pengukuran kinerja pelayanan pada 7 jenis pelayanan yang meliputi:

(1) pelayanan kesehatan di Puskesmas, (2) pelayanan di terminal, (3) pelayanan Ijin

Usaha dan Gangguan, (4) pelayanan pengelolaan sampah, (5) pelayanan penanganan

jalan dan saluran air, (6) pelayanan pendidikan dasar dan (7) pelayanan Ijin

Mendirikan Bangunan. Pengukuran dilakukan terhadap 5 indikator utama, yaitu:

a. Tangible, yaitu kualitas sarana fisik yang kasat mata, misalnya sarana perkantoran,

komputerisasi, ruang tunggu, administrasi dan sebagainya;

b. Reliability, yaitu kehandalan untuk menyediakan pelayanan yang diperlukan;

c. Responsiveness, yaitu kecepatan dalam menanggapi kebutuhan pelayanan;

d. Assurance, yaitu keyakinan bahwa pelayanan akan diberikan sesuai kebutuhan;dan

e. Empathy, yaitu ikut merasakan kebutuhan pelayanan yang diharapkan konsumen.

73

Hasil pengukuran terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas menunjukan

bahwa antara pelayanan yang diharapkan konsumen dan kenyataan pelayanan yang

diberikan masih terdapat jurang yang cukup jauh untuk kelima indikator yang diukur.

Demikian juga untuk pengukuran terhadap pelayanan di terminal, Ijin Usaha,

pengelolaan sampah, penanganan jalan, pendidikan dasar dan IMB, semuanya

menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan pada ke lima

indikator yang diukur.

Di sektor hukum, masih kurangnya jumlah produk hukum daerah berupa

Peraturan Daerah yang berkaitan masalah pelayanan umum dan perijinan. Kurangnya

kesadaran hukum masyarakat, terutama yang berkaitan dengan Peraturan Daerah,

lemahnya kesadaran hukum ini akibat belum optimalnya sosialisasi peraturan

perundang-undangan dan ditambah dengan lemahnya upaya penegakan hukum.

Sebagai Pemerintah Kota yang baru, masih diperlukan sumberdaya aparatur yang

berkualiitas demuikian pula dari sisi kuantitasnya. Hal ini dimaksudkan untuk

menghadapi tuntutan kompleksitas pekerjaan dan tuntutan kebutuhan peningkatan

pelayanan kepada masyarakat.

73

BAB III

VISI DAN MISI

Perumusan visi dan misi ini dilakukan berdasarkan hasil analisis dari kondisi

umum daerah yang berlaku saat ini, dan prediksi kondisi umum daerah yang

diperkirakan akan berlaku di masa mendatang. Visi dan misi jangka menengah lima

tahunan, yang akan ditetapkan pemangku jabatan WaliKota selama periode jabatannya

tahun 2006-2011, mencerminkan prioritas pembangunan Kota Depok untuk lima tahun

ke depan.

3.1. VISI RPJMD KOTA DEPOK

Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk lima

tahun ke depan, yaitu: ”Menuju Kota Depok yang melayani dan mensejahterakan”.

Visi Walikota yang tertuang dalam RPJMD Kota Depok lima tahun ke depan,

terkandung pengertian yaitu Melayani berarti meningkatkan kualitas pelayanan

aparatur dan penyediaan sarana dan prasarana bagi warga Depok dengan

meningkatkan kemampuan lembaga dan aparatur pemerintahan dalam memberikan

dan menyediakan barang-barang publik dengan cara-cara yang paling efisien dan

meningkatkan kemampuan masyarakat untuk ikut serta dalam pembangunan daerah.

Mensejahterakan berarti meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

mengembangkan potensi ekonomi yang dapat memberikan lapangan pekerjaan dan

kehidupan bagi masyarakat banyak dan juga keuangan daerah.

Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok

2006-2011, mencerminkan bahwa titik berat pembangunan lima tahun ke depan Kota

Depok adalah penataan pemerintahan yang berorientasi pada kualitas pelayanan

dan penyediaan barang-barang publik dan juga penyediaan sarana prasarana

ekonomi untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat, sebagai landasan

untuk tahapan pembangunan RPJMD berikutnya.

74

Visi jangka menengah lima tahunan Kota Depok, dilandasi oleh analisis kondisi

umum daerah saat ini dan prediksi kondisi umum ke depan Kota Depok yaitu:

a. Adanya tekanan yang sangat berat terhadap kondisi geomorfologi dan lingkungan

hidup Kota Depok saat ini, akibat pertumbuhan penduduk, yang mana pada tahun

2011 kepadatan penduduk Kota Depok akan mencapai 7.887 orang per kilometer

persegi, sedangkan pada tahun 2005 tingkat kepadatan penduduknya baru 6.696

orang per kilometer persegi. Hal ini berarti terjadi peningkatan jumlah penduduk

Kota Depok dari tahun 2005 sebanyak 1.374.000 orang menjadi 1.667.000 orang

pada tahun 2011. Hal ini juga akan berakibat terjadinya persaingan untuk

mendapatkan sumberdaya lahan, sumberdaya air dan sumberdaya lainnya.

Diprediksikan di masa depan tekanan terhadap lingkungan hidup akan semakin

berat, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Kota Depok. Tekanan

terhadap geomorfologi dan lingkungan hidup dirasakan warga Depok sebagai

problem serius berupa: kemacetan lalulintas, kerusakan lingkungan seperti situ,

masalah kebersihan lingkungan dan sampah.

b. Adanya berbagai permasalahan demografi Kota Depok saat ini, terutama

permasalahan kepadatan penduduk, jumlah angkatan kerja dan juga tingkat

pendidikan tenaga kerja yang tersedia masih didominasi tingkat pendidikan

rendah, hampir 38,30% tenaga kerja yang tersedia masih berpendidikan SD ke

bawah sedangkan yang berpendidikan diploma keatas hanya mencapai 11,10%,

sehingga masalah kualitas dan kompetensi tenaga kerja yang tersedia juga

merupakan satu permasalahan daerah yang perlu mendapat perhatian khusus dan

lebih fokus dalam mencari solusinya, selain itu jumlah pencari kerja yang

meningkat terus dari tahun ke tahun juga merupakan persoalan yang harus segera

ditanggulangi. Sehingga prediksi kondisi demografi di masa mendatang

mengindikasikan adanya peningkatan intensitas terhadap permasalahan-

permasalahan demografis tersebut. Dalam hal ini warga Depok merasakan adanya

gejala masalah serius: peningkatan pengangguran, biaya pendidikan dan biaya

sosial lainnya yang tinggi, juga masalah ketaatan masyarakat dalam

menggunakan sarana prasarana umum seperti ketertiban penggunaan

jalan/trotoar.

75

c. Adanya kondisi ekonomi dan sumberdaya alam Kota Depok saat ini, yang sudah

mengerucut pada struktur ekonomi tertentu, yaitu struktur ekonomi moderen yang

bertumpu pada sektor tersier dan didukung sektor sekunder, untuk pengembangan

sektor tersier ini juga merupakan masalah yang sudah harus ditangani dari saat

ini, yaitu mengembangkan aktivitas usaha perdagangan dan jasa yang mempunyai

nilai tambah yang lebih tinggi karena selama ini dominasi pertumbuhan ekonomi di

sektor tersier ini adalah perdagangan bidang retail dalam sekala usaha kecil yang

mempunyai nilai tambah yang juga kecil secara ekonomi.

d. Adanya sumbangan PDRB yang dominan dari Sektor Sekunder, namun

persentase jumlah penduduk Kota Depok yang terlibat di sektor ini makin menurun

dari tahun ke tahun. Hal ini antara lain disebabkan adanya perbaikan efisiensi

yang terus menerus pada lapangan usaha industri pengolahan (manufaktur) dan

lapangan usaha Listrik, Gas & Air minum. Di masa depan, efisiensi industri

pengolahan akan meningkat terus akibat dari adanya kemajuan teknologi mesin-

mesin, sehingga pengurangan tenaga kerja manusia tidak dapat dihindari.

Walaupun sektor sekunder memberikan nilai tambah yang besar kepada PDRB

Kota Depok, namun hanya sedikit jumlah penduduk yang bekerja di sektor ini.

Dalam hal ini warga Depok merasakan kekurangan lapangan kerja dan kebutuhan

akan pelatihan kerja yang tepat yang sangat dibutuhkan untuk menanggulangi

masalah di bidang ketenaga kerjaan.

e. Adanya peningkatan signifikan pada persentase jumlah penduduk yang bekerja di

Sektor Tersier, walaupun kontribusi sektor ini terhadap PDRB makin mengecil.

Kontribusi PDRB yang kecil dengan jumlah pekerja yang banyak, mengindikasikan

bahwa nilai tambah yang dihasilkan masing-masing pekerja sangat kecil. Perlu

ada upaya peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia di sektor

ini agar nilai tambah yang dihasilkan masing-masing pekerja menjadi besar.

Sehingga total kontribusi nilai tambahnya terhadap PDRB menjadi besar. Di masa

depan diprediksikan bahwa tumpuan utama ekonomi Kota Depok akan lebih

condong ke sektor tersier. Dalam hal ini warga Depok merasakan kebutuhan

pelatihan kerja, kebutuhan pemberantasan buta huruf, kebutuhan tempat

perdagangan (pasar) yang layak, kebutuhan pengaturan izin mini market.

76

f. Adanya kondisi sosial budaya Kota Depok yang saat ini sudah mengarah pada

budaya metropolis yang multi etnis dan dari berbagai tingkat intelektualitas,

namun masih dalam ikatan satu homogenitas agama tanpa mengucilkan agama

minoritas. Di masa depan, kondisi sosial budaya yang ada akan terus berkembang

dan ikatan homogenitas agama akan masih ada dengan kadar yang berbeda. Di

lain pihak warga Depok merasakan terjadinya peningkatan penggunaan narkoba,

perjudian, pelacuran yang merupakan penyakit masyarakat yang tidak dapat

dilepaskan dari persoalan secara menyeluruh yang terjadi di Kota Depok dan

masalah sosial lainnya yaitu menfasilitasi warga lanjut usia terlantar.

g. Adanya kondisi sarana dan prasarana Kota Depok yang saat ini cukup baik dalam

segi kualitas, walaupun masih kurang dalam segi rasio kuantitas per penduduk,

terutama rasio rumah sakit umum per penduduk. Di masa depan diprediksikan

rasio jumlah sarana dan prasarana per penduduk di Kota Depok akan semakin

kecil akibat tidak sebandingnya pertumbuhan jumlah penduduk dengan

pertumbuhan jumlah sarana dan prasarana umum yang merupakan kebutuhan

dasar dari masyarakat. Dalam hal ini warga Depok merasakan kerusakan jalan,

kekurangan kualitas dan jumlah pasar, kekurangan kualitas dan jumlah sarana

kesehatan dan pendidikan, kekurangan kualitas pelayanan air bersih, kekurangan

kualitas terminal dan stasiun kereta api, serta kekurangan sarana olah raga dan

seni budaya. Hal ini harus menjadi prioritas utama program kerja pemerintah Kota

Depok sesuai dengan Visi dan Misi kepala daerah terpilih periode tahun 2006

sampai dengan 2011.

h. Adanya kondisi Pemerintahan Kota Depok yang saat ini semakin dituntut untuk

meningkatkan kinerja dalam segi kualitas pelayanan, kehandalan pelayanan,

cepat tanggap dalam pelayanan, keyakinan pelayanan, bagi rasa dan perhatian

dalam pelayanan. Diprediksikan di masa depan tuntutan terhadap kinerja

pemerintahan akan semakin tinggi. Dalam hal ini warga Depok merasakan

kebutuhan akan ketertiban, transparansi, dan akuntabilitas dalam pemungutan-

pemungutan biaya administrasi oleh pemerintah kepada masyarakat yang

membutuhkan jasa pelayanan seperti kependudukan (KTP, Kartu Keluarga) dan

biaya perizinan (IMB, dan lain-lain), serta kebutuhan akan sosialisasi PERDA yang

terkait dengan kepentingan masyarakat.

77

3.2. MISI RPJMD KOTA DEPOK

Untuk mewujudkan Visi RPJMD Kota Depok lima tahun ke depan, maka telah

dirumuskan Misi RPJMD tahun 2006-2011 yaitu:

a. Mewujudkan pelayanan yang ramah, cepat dan transparan

b. membangun dan mengelola sarana dan prasarana infrastruktur yang cukup, baik

dan merata.

c. Mengembangkan perekonomian masyarakat, dunia usaha dan keuangan daerah.

d. Meningkatkan kualitas keluarga, pendidikan, kesehatan dan kesejahtera an

masyarakat berlandaskan nilai-nilai agama.

Penjabaran 4 (empat) misi RPJMD Kota Depok Tahun 2006-2011 dimaksudkan untuk memayungi arah kebijakan dan strategi pencapaian program pembangunan lima tahunan yaitu: Misi Pertama, MEWUJUDKAN PELAYANAN YANG RAMAH, CEPAT DAN TRANSPARAN.

Pada misi ini dititikberatkan pada peningkatan kualitas pelayanan publik yang

diharapkan dapat meningkatkan indeks kepuasan masyarakat pengguna layanan,

dengan kebijakan strategis pencapaiannya diantaranya peningkatan integrasi

pelayanan melalui pembentukan pelayanan terpadu terhadap beberapa jenis

pelayanan pemerintah. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan minat investor

dengan pelayanan yang ramah, cepat dan transparan.

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan diperlukan pula adanya penyesuaian

waktu dan jangkauan pelayanan terhadap beberapa jenis pelayanan tertentu yang

memudahkan akses masyarakat memperoleh pelayanan seperti halnya pelayanan

kesehatan yang diberikan pada hari Sabtu. Selain itu kebijakan strategis yang

diperlukan adalah pengembangan sistem informasi pelayanan (e-government),

pengembangan konsep penilaian kinerja pelayanan serta penerapan penilaian kinerja

pelayanan tersebut.

Kebijakan pemekaran kecamatan dari 6 kecamatan menjadi 10 kecamatan serta

penataan kewenangan Walikota seperti pendelegasian kewenangan kepada

kecamatan dan kelurahan diharapkan dapat mendekatkan pelayanan kepada

masyarakat yang direncanakan dapat diwujudkan pada tahun 2007.

78

Dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas pelayanan tersebut, maka

diperlukan pula kebijakan pengembangan kapasitas pemerintahan daerah melalui

penataan kelembagaan, keuangan dan sumber daya manusia, baik melalui pelatihan

etika pelayanan maupun kegiatan lainnya. Selain itu diperlukan pula peningkatan peran

dan fungsi legislatif, peningkatan kualitas pengawasan, peningkatan kualitas produk

hukum daerah serta peningkatan kerjasama antar lembaga. Pada misi ini juga perlu

dikembangkan peningkatan kualitas perencanaan daerah dan partisipasi publik melalui

peningkatan kualitas perencanaan dan pengendalian pembangunan yang aspiratif dan

partisipatif.

Misi kedua, MEMBANGUN DAN MENGELOLA SARANA & PRASARANA INFRASTRUKTUR YANG CUKUP, BAIK DAN MERATA.

Misi ini dimaksudkan untuk meningkatkan pendistribusian pelayanan sarana dan

prasarana yang merata di seluruh wilayah Kota Depok. Hal ini dilakukan melalui

peningkatan pelayanan transportasi dengan kegiatan pembangunan, serta

peningkatan, rehabilitasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi seperti

pembukaan ruas jalan baru maupun dengan pembangunan ruas jalan tol serta

pengembangan manajemen transportasi. Misi ini juga menekankan pada kebijakan

peningkatan pengelolaan kebersihan dan lingkungan hidup seperti peningkatan

kualitas pengelolaan lingkungan hidup, pengendalian banjir serta meningkatkan

manajemen pengelolaan persampahan di TPA maupun TPS. Sebelum ini paradigma

pengelolaan sampah hanya sebatas kumpul-angkut-buang dengan tetap meninggalkan

masalah. Meskipun ada program “sanitary landfill” di TPA tetapi dalam kenyataannya

berakhir dengan “open dumping” yang meninggalkan masalah. Oleh karena itu,

paradigma pengelolaan sampah perlu dirubah secara bertahap kearah “Reduce-Reuse-

Recycle-Participation” sehingga tidak semua sampah akan menjadi masalah,

sebaliknya akan berkontribusi membuka lapangan kerja. Paradigma ini dapat dilakukan

dengan membangun Sistem Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Terpadu (SIPESAT)

berupa unit-unit pengelolaan sampah di berbagai kawasan perumahan, kawasan

pemukiman penduduk, kawasan industri, pasar dan berbagai areal publik. Selain

menciptakan tenaga kerja serta potensi pendapatan daerah.

79

Pada misi kedua ini juga menekankan pada pengendalian tata ruang dan

bangunan secara efektif dan efisien melalui revisi Perda RTRW 2006-2010, sehingga

diharapkan dapat mengendalikan ruang terbuka hijau dan kawasan terbangun.

Kebijakan lainnya pada misi ini yaitu meningkatkan kualitas lingkungan permukiman

melalui penataan lingkungan permukiman terutama di wilayah squatter (pemukiman tak

berijin) serta juga melalui peningkatan jangkauan layanan air bersih.

Misi ketiga MENGEMBANGKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT, DUNIA USAHA DAN KEUANGAN DAERAH.

Melalui misi ketiga ini akan melahirkan berbagai kebijakan, diantaranya

peningkatan perekonomian masyarakat melalui peningkatan jaringan kemitraan

koperasi, UKM dan dunia usaha; meningkatkan investasi daerah berbasis tenaga kerja

dengan menciptakan kebijakan yang memberi kemudahan bagi investor yang disertai

dengan peningkatan kualitas tenaga kerja terlatih. Kebijakan lainnya adalah

meningkatkan agribisnis perkotaan dan pelayanan pertanian; mengembangkan pusat

pertumbuhan perekonomian baru dengan menyiapkan kawasan niaga industri yang

ramah lingkungan; meningkatkan kapasitas keuangan daerah melalui upaya

peningkatan pendapatan daerah dan manajemen pengelolaan keuangan daerah, serta

peningkatan akuntabilitas pengadaan barang dan jasa melalui sertifikasi pejabat

pembuat komitmen dan panitia pengadaan barang dan jasa. Di bidang pariwisata akan

dilakukan kebijakan pengembangan potensi pariwisata, seni dan budaya melalui

peningkatan pelestarian seni dan budaya; dan pengembangan obyek wisata.

Misi Keempat. MENINGKATKAN KUALITAS KELUARGA, PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI AGAMA.

Pada misi ini beberapa kebijakan yang disusun diantaranya meningkatkan

perluasan kesempatan memperoleh pendidikan dan peningkatan kualitas pendidikan,

serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pendidikan, baik melalui

peningkatan peran serta dunia usaha dalam penyelenggaraan pendidikan maupun

melalui gerakan masyarakat peduli pendidikan.

80

Misi keempat ini juga menggulirkan kebijakan peningkatan derajat kesehatan

masyarakat melalui upaya pelayanan kesehatan yang lebih baik melalui

penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi masyarakat

ekonomi lemah berupa Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin (Askeskin) melalui

penyediaan dana pendampingan dari APBD dengan kerjasama antara Pemerintah Kota

dan 12 Rumah Sakit Swasta di Depok serta 4 Rumah Sakit di luar Depok. Peningkatan

pelayanan kesehatan juga dilakukan dengan peningkatan pelayanan puskesmas

menjadi puskesmas DTP (rawat inap).

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat ini juga dilakukan melalui

penyelenggaraan dan peningkatan kesehatan keluarga, peningkatan kewaspadaan

pangan dan gizi, penanganan penyakit menular serta penyakit tidak menular serta

penyelenggaraan promosi kesehatan dengan motto PHBS (perilaku hidup bersih sehat)

lebih baik mencegah dari pada mengobati.

Kebijakan terhadap pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui peningkatan

penanganan masalah-masalah sosial, penyelenggaraan jaminan sosial seperti

pemberian santunan kematian yang diintegrasikan melalui asuransi kematian yang

pelaksanaannya dilakukan melalui sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK)

Kota Depok, pelaksanaan nikah gratis sebagai upaya untuk melegalkan status

perkawinan, terutama bagi masyarakat miskin. Selain itu dikembangkan juga kebijakan

peningkatan pelayanan hak-hak dasar masyarakat melalui peningkatan kualitas

kehidupan beragama, peningkatan kualitas kehidupan politik, peningkatan kualitas

penyelenggaraan manajemen kependudukan, pembinaan organisasi kemasyarakatan

serta penganggulangan bencana.

Pada misi ini juga akan dilakukan kebijakan peningkatan potensi dan prestasi

olah raga, serta meningkatkan pemahaman dan pengamalan prinsip serta nilai agama

yang benar dalam kehidupan sehari-hari sehingga terbentuk akhlak, moral, mental

yang mulia, spirit dan daya juang yang tinggi serta jiwa inovatif dan kewirausahaan

yang profesional. Dengan nilai-nilai tersebut warga Depok diharapkan dapat

membangun basis komunitas yang mandiri dalam menopang kokohnya kehidupan

berbangsa dan bernegara.

81

3.3. INDIKATOR MAKRO KOTA DEPOK

Berdasarkan Misi RPJMD Kota Depok tahun 2006-2011 tersebut, diperlukan

alat ukur untuk dapat merealisasikan target Visi dan Misi RPJMD melalui penetapan

Indikator Makro Kota yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam program dan kegiatan

Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun 2006-2011 (Renstra SKPD).

Penetapan Indikator Makro dilakukan sebagai upaya pengukuran peningkatan kinerja

pelayanan publik, sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang

mensyaratkan terpenuhinya preferensi masyarakat sebagai pengguna pelayanan

publik. Selain itu penetapan Indikator Makro Kota juga sebagai alat kendali dan

pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan selama lima tahun ke depan.

Untuk itu perlu ditetapkan pencapaian indikator makro pembangunan Kota

Depok selama lima tahun ke depan melalui :

a. Indeks Kepuasan Masyarakat.

Dengan tingginya tuntutan layanan publik terhadap kinerja pelayanan, maka

penilaian kinerja pelayanan publik dilakukan melalui pendekatan kualitas

pelayanan dengan perspektif Kepuasan Masyarakat dengan menggunakan 5

indikator utama yaitu :

Pertama, Tangible yaitu kualitas pelayanan yang dilihat dari sarana fisik yang

kasat mata, seperti fasilitas atau sarana perkantoran.

Kedua, Reliability yaitu kemampuan dan kehandalan untuk menyediakan

pelayanan yang terpercaya.

Ketiga, Responsiveness, yaitu kesanggupan untuk membantu dan menyediakan

pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen.

Keempat, Assurance, yaitu kemampuan, keramahan, dan sopan santun pegawai

dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.

Kelima, Empathy, yaitu sikap tegas tetapi penuh perhatian terhadap konsumen.

Dengan pendekatan 5 indikator tersebut, dapat diketahui Indek Kepuasan

Masyarakat dalam pelayanan publik selama priode tahun 2006-2011, dengan

asumsi indek kepuasan masyarakat pada tahun 2007 diproyeksikan mengalami

kenaikan rata-rata 2,5 % per tahun.

82

b. Berkurangnya titik kemacetan.

Titik kemacetan di Kota Depok terjadi sebagai akibat akumulasi berbagai

permasalahan yang terkait dengan transportasi yang memadati jaringan jalan kota.

Peningkatan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi sangat berdampak

terhadap mobilitas manusia dan barang yang pada gilirannya akan membawa

dampak terhadap kemacetan arus lalu lintas. Titik kemacetan terjadi terutama

pada persimpangan jalan pemukiman ke jalan utama, yang terjadi hampir

sepanjang waktu, terutama pada jam sibuk pagi, siang dan sore hari. Berdasarkan

data tahun 2005 jumlah titik macet mencapai 29 titik, yang terdiri dari simpul jalan

sebanyak 7 titik dan ruas jalan sebanyak 22 ruas. Kepadatan jaringan jalan di Kota

Depok secara keseluruhan mencapai 0,64 % (km/ha) sebagai akibat tidak

seimbangnya arus lalu lintas dengan kapasitas jalan yang tersedia, dan belum

meratanya jaringan jalan dengan luas wilayah bagian kota. Faktor lainnya yang

mewarnai kemacetan arus lalu lintas disebabkan belum tertibnya angkutan umum,

pedagang kaki lima yang menggunakan bagian jalan maupun kesadaran

pengguna angkutan.

Panjang jalan di Kota Depok baru mencapai 484,872 km yang terbagi dalam

308 ruas jalan, yaitu jalan negara sebanyak 3 ruas jalan sepanjang 26,35 km, jalan

propinsi sebanyak 7 ruas jalan sepanjang 25,05 km dan jalan kota sebanyak 282

ruas jalan sepanjang 433,47 km. Untuk mengukur pengurangan titik kemacetan

selama priode 2006-2011 dilakukan dengan menetapkan lokasi titik kemacetan

yang dianggap paling berdampak terhadap kelancaran arus lalu lintas yaitu

sebanyak 10 titik yang perlu diintervensi, baik melalui pelebaran jalan,

persimpangan jalan maupun pembuatan fly over. Dengan mempertimbangkan

kemampuan APBD maka target minimal yang harus diintervensi sebanyak 2 titik

per tahun.

83

c. Berkurangnya titik banjir.

Titik banjir di Kota Depok umumnya terjadi sebagai akibat dari semakin

mengecilnya permukaan tanah yang terbuka bila dibandingkan dengan

peningkatan jumlah permukaan yang tertutup, sehingga menimbulkan genangan

air pada beberapa bagian kota. Demikian pula dengan menurunnya daya serap

sungai dan situ yang ada sebagai dampak semakin mengecil dan dangkalnya

sejumlah sungai dan situ yang ada di Kota Depok.

Akumulasi permasalahan tersebut mengakibatkan seringnya terjadi luapan air

sungai dan genangan pada bagian tetentu wilayah Kota, sehingga mengakibatkan

kemacetan arus lalu lintas apabila curah hujan cukup tinggi. Untuk itu target

RPJMD 5 tahun ke depan untuk penanganan masalah banjir ini tidak saja

dilakukan melalui pembuatan sodetan genangan ke sungai tetapi akan diintervensi

pula melalui program lainnya seperti pengerukan dan pengelolaan situ-situ

sebagai sumber resapan. Untuk mengukur target kinerja titik banjir maka

ditargetkan setiap tahunnya minimal dapat mengatasi 1 titik banjir.

d. Bertambahnya cakupan layanan air bersih

Jangkauan pelayanan air bersih melalui fasilitas PDAM sampai saat ini belum

dapat menjangkau seluruh wilayah Kota, dari 63 Kelurahan di 6 Kecamatan, hanya

19 Kelurahan yang sudah dapat dilayani fasilitas air bersih PDAM yang tersebar

pada bagian wilayah Tengah dan sebagian wilayah Timur Kota Depok, yaitu pada

komplek perumahan-perumahan, itupun proporsinya masih sangat kecil

dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang membutuhkan. Sedangkan pada

bagian wilayah Barat Kota dan permukiman di perkampungan penduduk belum

dapat terjangkau oleh pelayanan jaringan air bersih.

Penyediaan layanan jaringan air bersih berdasarkan data pelanggan tahun

2005 baru terlayani sebanyak 39.806 pelanggan dengan besarnya pemakaian

10.644.859 meter kubik. Hal ini menunjukan bahwa fasilitas jaringan pelayanan air

bersih masih jauh dari seluruh kebutuhan penduduk Kota Depok yang mencapai

1.374.522 jiwa. Berdasarkan hal tersebut maka target pelayanan cakupan air

bersih 5 tahun ke depan direncanakan dapat mencapai 1.000 SR pada tahun 2007

dan pada tahun 2011 dapat mencapai 2.000 SR.

84

e. Bertambahnya Pengelolaan sampah di TPS.

Permasalahan pengelolaan persampahan di Kota Depok saat ini, walaupun

belum menimbulkan permasalahan besar seperti di beberapa Kota lainnya, namun

penanganan sampah ini sangat membutuhkan perhatian utama, karena

menyangkut tatanan kehidupan sosial ekonomi, politik dan budaya. Mengingat

beban Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yang ada di Cipayung menjadi

semakin berat, ditambah lagi dengan keterbatasan sarana dan prasarana

pengolahan yang mengakibatkan konflik antara TPA dengan masyarakat sekitar

TPA semakin sering terjadi.

Tingginya produksi sampah setiap harinya yang mencapai rata-rata 766 m3,

atau setara dengan 2,65 liter/orang/hari, dengan tingkat pertumbuhan setiap

harinya mencapai 4,4 %, maka TPA Cipayung dan 113 TPS yang ada

menanggung beban yang berat, demikian pula dengan pengangkutan sampah.

Mempertimbangkan kondisi pengelolaan sampah yang ada, maka pilihan

mereduksi sampah dan menyelesaikannya dapat dilakukan dari sumbernya

dengan skala kawasan. Pengelolaan sampah dengan skala kawasan ini

merupakan implementasi dari paradigma baru yaitu reduce (mengurangi), reuse

(menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang) dan mengolah untuk dijadikan

bahan produksi, seperti kompos, briket, energi listrik dan lainnya. Sistem

Pengelolaan dan Pengolahan Sampah Terpadu (SIPESAT) ini dapat mengurangi

beban TPA yang ada, sistem ini berskala kawasan, sehingga sampah dapat

diselesaikan pada sumbernya.

Untuk merealisasikan hal tersebut sampai 5 tahun ke depan, direncanakan

bertambahnya unit pengelolaan sampah rata-rata 10 – 15 lokasi per tahun.

85

f. Berkurangnya kawasan kumuh.

Kawasan kumuh selalu identik dengan pesatnya kemajuan Kota, demikian pula

halnya dengan Depok yang pertumbuhannya cukup pesat, sehingga membawa

pengaruh terhadap jumlah migrasi, baik perpindahan penduduk dari luar Depok ke

wilayah Depok maupun dampak berbatasannya Jakarta dengan Depok yang

menjadikan Kota Depok sebagai alternatif tempat tinggal maupun usaha.

Keberadaan pemukiman kumuh liar (squatters) ini merupakan salah satu

fenomena tersendiri, karena terkait dengan aspek hukum, sosial, ekonomi,

sanitasi, kesehatan lingkungan dan estetika kota.

Jumlah penduduk Kota Depok yang terdaftar pada tahun 2005 mencapai

1.374.522 jiwa, sementara diperkirakan jumlahnya sudah mencapai 1,5 juta jiwa.

Kondisi ini mengakibatkan beban kota semakin berat, terutama setelah munculnya

pemukiman penduduk pada kawasan tak berijin/liar (squatter).

Pemukiman kumuh ini tersebar di beberapa titik lokasi, terutama sepanjang

bantaran kali, situ, daerah milik jalan, maupun areal rel kereta api. Berdasarkan

hasil survey lapangan Program Pemberdayaan Masyarakat Squatters (PPMS)

jumlah penyebarannya terdapat di 13 lokasi di hampir semua kecamatan dengan

jumlah KK mencapai 857 KK. Tipologi pemukiman kumuh ini dapat dibedakan

dalam 3 kategori yaitu :

1) Penggarap penghuni, menggunakan lahan squatters sebagai tempat tinggal;

2) Penggarap non penghuni, mengunakan lahan squatters sebagai tempat

kegiatan usaha;dan

3) Pengontrak, mengunakan lahan squatters dengan cara menyewa kepada

penggarap non penghuni.

Disamping penanganan masalah pemukiman liar tersebut, juga perlu

ditangulangi penanganan pemukiman legal yang kumuh melalui berbagai program

kegiatan. Untuk itu program yang akan dilakukan selama priode 2006 – 2011

baik melalui pemberdayaan (enpowerment) maupun penegakan hukum (law

enforcement) yang dapat dilakukan secara simultan dengan program pemerintah

pusat, maupun dengan pihak ketiga dan lembaga sosial lainnya, melalui penataan

kawasan kumuh minimal 3 lokasi setiap tahunnya .

86

g. Meningkatnya Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) merupakan indikator untuk mengukur

perkembangan ekonomi kota, indikator ini menunjukan naik tidaknya produk yang

dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi. LPE Kota Depok selama lima tahun

terakhir (2000-2004) menunjukan angka yang mengembirakan yaitu dari 4,47

tahun 2000, meningkat menjadi 5,98 tahun 2001 dan meningkat menjadi 6,12

tahun 2002, dan menjadi 6,35 tahun 2003 dan berdasarkan data terakhir tahun

2004 menjadi 6,44. Rata-rata kenaikan selama 5 tahun terakhir mencapai 6 %,

kenaikan ini lebih tinggi dari rata-rata Jawa Barat yang mencapai 5 %.

Berdasarkan trend kenaikan 5 tahun terakhir, maka target kenaikan LPE pada

tahun 2007 diproyeksikan naik menjadi 6,46 dan menjadi 6,50 pada tahun 2011.

h. Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan modal dasar pembangunan kota,

karena PAD merupakan keseluruhan penerimaan kas daerah dalam priode satu

tahun anggaran, dengan komponen Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil

Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, dan Lain-lain

PAD yang Sah.

Pendapatan Asli Daerah sendiri walaupun konstribusinya terhadap APBD Kota

Depok selama ini hanya mencapai rata-rata 10 % - 15 %/tahun, tetapi rata-rata

peningkatannya mencapai 100% dimana pada APBD tahun 2000, kontribusi PAD

hanya Rp. 13,297 milyar menjadi Rp. 60,000 milyar pada tahun 2005.

Pertumbuhan rata-rata pendapatan Kota Depok sebesar 17,8 % per tahun,

dengan kontribusi terbesar dari dana perimbangan yang mencapai 26,9 % per

tahun, dan rata-rata pertumbuhan PAD hanya sebesar 9 % per tahun. Sedangkan

lain-lain pendapatan yang sah mengalami penurunan 30,2 % sebagai akibat

berubahnya format struktur APBD.

Berdasarkan trend pertumbuhan 5 tahun terakhir, maka target pendapatan asli

daerah selama priode 2007-2011 diproyeksikan mengalami peningkatan sebesar

rata-rata 5 % pertahun.

87

i. Meningkatnya Indek Pembangunan Manusia (IPM)

Indek Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator untuk mengukur

derajat pembangunan manusia, yang dilakukan melalui pendekatan tingkat

pendidikan, derajat kesehatan dan daya beli, artinya ketiga komposit IPM tersebut

merupakan parameter yang dapat mewakili seluruh pilihan komponen lainnya.

Sejak ditetapkannya komposit pembangunan melalui IPM tahun 2000 IPM Kota

Depok mencapai 65,08, tahun 2001 mencapai 71,82, tahun 2002 mencapai 73,90,

tahun 2003 mencapai 76,13 dan berdasarkan data perhitungan tahun 2004

mencapai 76,85. Pencapaian ini melebihi rata-rata pencapaian Propinsi Jawa

Barat sebesar 68,36 pada tahun 2004.

Berdasarkan trend pencapaian IPM selama lima tahun terakhir, maka target

pencapaian yang ditetapkan lima tahun ke depan yaitu pada tahun 2007 sebesar

77,60 dan pada tahun 2011 ditargetkan mencapai 82,79.

Target peningkatan Indek Pembangunan Manusia Kota Depok selama

periode 2006-2011 ini dapat dicapai dengan memacu pencapaian komposit IPM

tersebut dengan asumsi :

1) Indek Kesehatan (IK) pada tahun 2007 mencapai 72,71 dan meningkat 76,81

pada tahun 2011.

2) Indek Pendidikan (IP) pada tahun 2007 ditargetkan naik 68,30 dan dapat

mencapai 71,63 pada tahun 2011.

3) Indek Daya Beli (IDB) ditargetkan 595,50 tahun 2007 dan meningkat

menjadi 649,56.

88

BAB IV KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH

4.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Daerah

4.1.1. Arah Kebijakan

Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah untuk

mencapai tujuan. Sementara itu, Arah Kebijakan Umum (AKU) merupakan

kebijakan yang berkaitan dengan program Kepala Daerah terpilih, sebagai arah

bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun Lintas SKPD dalam

merumuskan kebijakan guna mencapai kinerja sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

Mempertimbangkan gambaran umum kondisi daerah (Bab II),

memperhatikan visi dan misi (Bab III), maka Arah Kebijakan Umum

dikelompokkan berdasarkan Misi RPJMD tahun 2006-2011 sebagai berikut :

a. Pemanfaatan sumberdaya daerah diarahkan kepada pencapaian Misi

untuk Mewujudkan Pelayanan yang ramah, cepat dan transparan .

Kemampuan aparatur dan lembaga pemerintahan daerah dalam

meningkatkan pelayanan publik yang ramah, cepat dan transparan,

berdasarkan hal tersebut, maka arah kebijakan pembangunan tahun 2006-

2011 diarahkan :

1) Meningkatkan kualitas pelayanan publik;

2) Mengembangkan kapasitas pemerintahan daerah;dan

3) Meningkatkan kualitas perencanaan daerah dan partisipasi publik.

b. Pemanfaatan sumberdaya daerah diarahkan kepada pencapaian Misi

untuk Membangun dan mengelola Sarana dan Prasarana infrastruktur

yang Cukup, Baik dan Merata.

Pemerintah daerah melalui misi tersebut diatas, menetapkan arah

kebijakan yang akan ditempuh untuk memenuhi kewajibannya sebagai

penyedia pelayanan publik dalam rangka pembangunan di bidang sarana

prasarana maka arah kebijakan pembangunan adalah :

89

1) Meningkatkan pelayanan transportasi;

2) Meningkatkan pengelolaan kebersihan dan lingkungan hidup;

3) Mengendalikan tata ruang dan bangunan secara efektif dan

efisien;dan

4) Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman.

c. Pemanfaatan sumberdaya daerah diarahkan kepada pencapaian Misi

untuk Mengembangkan Perekonomian Masyarakat, Dunia Usaha dan

Keuangan Daerah.

Pemerintah daerah melalui misi tersebut di atas menentukan arah

kebijakan yang akan ditempuh untuk memenuhi kewajibannya sebagai

penyedia barang-barang publik dalam rangka pemberdayaan potensi

daerah untuk mengembangkan perekonomian masyarakat. Arah kebijakan

pembangunan daerah diarahkan kepada :

1) Meningkatkan perekonomian masyarakat melalui Koperasi dan UKM;

2) Meningkatkan investasi daerah berbasis tenaga kerja;

3) Meningkatkan agrobisnis perkotaan dan pelayanan bidang pertanian;

4) Mengembangkan pusat pertumbuhan perekonomian baru;dan

5) Mengembangkan potensi pariwisata, seni dan budaya.

d. Pemanfaatan sumberdaya daerah diarahkan kepada pencapaian Misi

untuk Meningkatkan Kualitas Keluarga, Pendidikan, Kesehatan dan

Kesejahteraan Masyarakat berlandaskan nilai-nilai agama.

Melalui misi tersebut Pemerintah daerah menetapkan arah kebijakan

yang akan ditempuh untuk memenuhi kewajibannya sebagai penyedia

barang-barang publik dalam rangka meningkatkan kualitas keluarga,

pendidikan dan kesejahteraan masyarakat berlandaskan nilai-nilai agama.

Untuk itu arah kebijakan pembangunannya sebagai berikut:

1) Meningkatkan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan dan

peningkatan kualitas pendidikan serta peran serta masyarakat dalam

pendidikan;

90

2) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya pelayanan

kesehatan yang lebih baik;

3) Peningkatan pemberdayaan masyarakat;

4) Meningkatkan penanganan masalah-masalah sosial;

5) Meningkatkan pelayanan hak-hak dasar masyarakat;

6) Meningkatkan potensi dan prestasi olah raga.

4.1.2. Strategi Pembangunan Daerah

4.1.2.1. Strategi Pembangunan Daerah dalam Pencapaian Misi Pertama :

Mewujudkan pelayanan yang ramah, cepat dan transparan.

Arah Kebijakan : Meningkatkan kualitas pelayanan publik

Strategi : Memperbaiki kinerja layanan publik melalui

perbaikan manajemen pelayanan yang berorientasi

pada pelayanan terpadu.

Arah Kebijakan : Mengembangkan kapasitas pemerintahan daerah

Strategi :

a. Mendorong peningkatan kinerja pemerintahan

daerah yang dapat melaksanakan tugas-tugas

pemerintahan secara tertib dan profesional

melalui peningkatan kualitas SDM, pengawasan

dan penyempurnaan kelembagaan/

ketatalaksanaan dan kerjasama antar lembaga;

b. Meningkatkan kinerja DPRD melalui

optimalisasi peningkatan peran dan fungsi

DPRD dalam bidang legislasi, anggaran dan

pengawasan;

c. Mewujudkan tertib pengelolaan aset daerah

melalui perbaikan manajemen asset, land

banking dan pengadaan serta pemeliharaan

gedung-gedung pemerintahan sebagai aset

daerah;dan

91

d. Meningkatkan kualitas produk hukum daerah

melalui penyusunan produk-produk hukum

daerah dan penyediaan layanan advokasi.

Arah Kebijakan : Meningkatkan kualitas perencanaan daerah dan

partisipasi publik.

Strategi : Melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan secara partisipatif melalui

penyusunan regulasi partisipasi publik,

penjaringan aspirasi masyarakat, pelaksanaan

pengendalian dan evaluasi pembangunan,

pembentukan forum warga dan penyusunan

dokumen perencanaan/kajian.

4.1.2.2. Strategi Pembangunan Daerah dalam Pencapaian Misi Kedua :

Membangun dan mengelola sarana dan prasarana infrastruktur

yang cukup, baik dan merata.

Arah Kebijakan : Meningkatkan pelayanan transportasi

Strategi :

a. Meningkatkan kualitas jaringan transportasi

melalui pemeliharaan, peningkatan dan

pembangunan infrastruktur transportasi, dengan

melibatkan masyarakat dan dunia usaha;dan

b. Menurunkan titik kemacetan melalui

pengembangan manajemen transportasi

termasuk kemungkinan pengembangan moda

transportasi massal.

92

Arah Kebijakan : Meningkatkan pengelolaan kebersihan dan

lingkungan hidup.

Strategi :

a. Mendorong terwujudnya efisiensi pengelolaan

sampah melalui perbaikan manajemen

pengelolaan sampah di TPA dan peningkatan

pengelolaan sampah pada sumber sampah;dan

b. Meningkatkan kualitas lingkungan guna

mencegah terjadinya banjir dan pencemaran

melalui pengendalian dan pengawasan

lingkungan, rehabilitasi lahan kritis, penataan

drainase dan konservasi daerah resapan air.

Arah Kebijakan : Mengendalikan tata ruang dan bangunan secara

efektif dan efisien.

Strategi :

Menjaga keseimbangan antara kawasan terbangun

dengan ruang terbuka hijau melalui optimalisasi

pengendalian pemanfaatan ruang yang dapat

menjamin terpeliharanya ruang terbuka hijau dan

memberikan insentif kepada pemilik sawah teknis.

Arah Kebijakan : Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman

Strategi :

a. Menurunkan jumlah kawasan kumuh melalui

penataan lingkungan dan penyediaan Rumah

Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA);dan

b. Memberikan layanan air bersih melalui

pembangunan sarana prasarana air bersih dan

kerjasama pengelolaan air bersih.

93

4.1.2.3. Strategi Pembangunan Daerah dalam Pencapaian Misi Ketiga :

Mengembangkan Perekonomian Masyarakat, Dunia Usaha, dan

Keuangan Daerah.

Arah Kebijakan : Meningkatkan perekonomian masyarakat melalui

koperasi dan UKM.

Strategi : Melaksanakan upaya peningkatan pendapatan

masyarakat melalui fasilitasi akses permodalan,

pengembangan manajemen usaha produktif dan

manajemen pemasaraan baik lokal maupun ekspor,

serta penataan pasar tradisional.

Arah Kebijakan : Meningkatkan investasi daerah berbasis tenaga

kerja.

Strategi :

a. Mendorong terwujudnya minat investasi melalui

penyederhanaan regulasi dan kerjasama dunia

usaha dengan pemerintah (BUMD);dan

b. Menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas dan

perlindungan ketenagakerjaan melalui

pelatihan ketenagakerjaan, pengembangan

sistem informasi dan manajemen

ketenagakerjaan dan fasilitasi hubungan

industrial ketenagakerjaan.

Arah Kebijakan : Meningkatkan agribisnis perkotaan dan pelayanan

bidang pertanian

Strategi :

a. Mengembangkan produk pertanian potensial

melalui pengembangan agribisnis unggulan,

pembibitan, pertanian organik dan pembinaan

sumber daya pertanian;dan

94

b. Menjamin terlaksananya keamanan pangan

melalui Pelayanan masyarakat veteriner dan

kesehatan hewan, peningkatan layanan Rumah

Potong Hewan (RPH) dan pengawasan Tempat

Pemotongan Hewan/Tempat Pemotongan Ayam

(TPH/TPA).

Arah Kebijakan : Mengembangkan pusat pertumbuhan perekonomian

baru

Strategi : Membuka pusat pertumbuhan baru pada wilayah

perbatasan melalui penyiapan sentra niaga dan

budaya, serta pembentukan kawasan industri

terpadu.

Arah Kebijakan : Meningkatkan kapasitas keuangan daerah

Strategi :

a. Meningkatkan pendapatan daerah melalui

perbaikan sistem dan manajemen pengelolaan

keuangan daerah, serta mengoptimalkan

penerimaan PAD dan diversifikasi penerimaan

daerah;dan

b. Mewujudkan efisiensi dan transparansi dalam

pengadaan barang dan jasa melalui

pelaksanaan e-procurement, serta peningkatan

kemampuan pengguna dan penyedia barang

dan jasa.

Arah Kebijakan : Mengembangkan potensi pariwisata, seni dan budaya.

Strategi : Melaksanakan pengembangan pariwisata dan seni

budaya melalui penataan obyek wisata yang

berbasis potensi wisata lokal dan pelestarian seni

serta cagar budaya.

95

4.1.2.4. Strategi Pembangunan Daerah dalam Pencapaian Misi Keempat :

Meningkatkan kualitas keluarga, pendidikan, kesehatan dan

kesejahteraan masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai agama.

Arah Kebijakan : Meningkatkan perluasan kesempatan memperoleh

pendidikan, dan peningkatan kualiatas pendidikan,

serta peranserta masyarakat dalam pendidikan.

Strategi :

a. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan

pendidikan melalui peningkatan angka

partisipasi sekolah, penurunan angka putus

sekolah, peningkatan kualitas hasil belajar

peserta didik, peningkatan kualitas lembaga

pendidikan, peningkatan kualitas tenaga

pendidik dan kependidikan, serta peningkatan

peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pendidikan;dan

b. Mendorong peningkatan prestasi generasi

muda, olahraga dan seni budaya melalui

pembinaan generasi muda dan olahraga

berprestasi, serta pembinaan seni budaya

daerah.

Arah Kebijakan : Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Strategi : Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

masyarakat melalui penyediaan layanan kesehatan

dasar dan rujukan, peningkatan kesehatan

keluarga, kewaspadaan pangan dan gizi,

penanganan penyakit menular dan tidak menular,

penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan

promosi kesehatan.

96

Arah Kebijakan : Peningkatan pemberdayaan masyarakat.

Strategi : Melaksanakan pemberdayaan masyarakat melalui

peningkatan kesejahteraan keluarga (anak dan

gender), pemanfaataan teknologi tepat guna,

peningkatan partisipasi masyarakat dan pembinaan

lembaga keswadayaan masyarakat.

Arah Kebijakan : Meningkatkan penanganan masalah-masalah sosial

Strategi :

a. Menyediakan jaminan sosial melalui pemberian

santunan sosial, penyediaan sarana sosial dan

regulasi penyediaan fasilitas bagi penyandang

cacat di tempat umum, penanganan

penyandang masalah kesejahteraan sosial

(PMKS);dan

b. Mewujudkan ketertiban masyarakat melalui

penegakan perda dan peningkatan kemampuan

deteksi dini dan cegah dini.

Arah Kebijakan : Meningkatkan pelayanan hak-hak dasar

masyarakat

Strategi :

a. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama

melalui upaya pembinaan kehidupan beragama,

fasilitasi kegiatan keagamaan dan penyediaan

bantuan sarana keagamaan;

b. Meningkatkan kesadaran politik masyarakat

melalui pembinaan, penguatan kelembagaan

sosial dan sosialisasi hak-hak politik

masyarakat;

97

c. Mendorong terciptanya tertib administrasi

kependudukan melalui pengembangan sistem

administrasi kependudukan dan catatan sipil;

d. Mendorong peranserta pemuda dalam

pembangunan melalui pembinaan organisasi

kemudaan, profesi dan kewanitaan;

e. Melaksanakan upaya penanggulangan bencana

alam dengan mengembangkan pola kemitraan.

Arah Kebijakan : Meningkatkan potensi dan prestasi olahraga

Strategi : Mendorong peningkatan prestasi olah raga melalui

pembinaan dan penyediaan sarana prasarana olah

raga.

Indikasi Program dan Kegiatan Pembangunan Daerah

Indikasi Program dan Kegiatan dalam Pencapaian Misi Kesatu : Mewujudkan

Pelayanan yang ramah, cepat dan transparan.

4.2.1.1. Program Peningkatan Manajemen Pelayanan

Indikasi Kegiatan (1) Penyusunan dan revisi Peraturan Daerah

pelayanan;(2) Peningkatan kualitas SDM pelayanan; (3) Peningkatan

sarana dan prasarana pelayanan; (4) Pengembangan sistem

informasi pelayanan (e-Government); (5) Pengembangan konsep

penilaian kinerja pelayanan; (6) Pelaksanaan penilaian kinerja

pelayanan; (7) Pembentukan sistem pemberian informasi dan

pengaduan masyarakat.

4.2.1.2. Program Peningkatan Integrasi Pelayanan

Indikasi kegiatan (1) Kajian pelayanan terintegrasi; (2) Pembentukan

pelayanan terpadu.

98

4.2.1.3. Program Peningkatan Jangkauan Pelayanan

Indikasi kegiatan (1) Penambahan waktu kerja untuk pelayanan

tertentu; (2) Pendelegasian sebagian kewenangan kepada

kecamatan dan kelurahan.

4.2.1.4. Program Peningkatan Kualitas SDM Pemerintahan Daerah

Indikasi kegiatan (1) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

aparatur; (2) Peningkatan kesejahteraan aparatur pemerintah

daerah; (3) Pelaksanaan uji kompotensi; (4) Penyusunan dan

pelaksanaan evaluasi kinerja perangkat daerah; (5) Peningkatan

pemberian penghargaan dan penerapanan sanksi; (6)

Pengembangan sistem informasi dan manajemen kepegawaian.

4.2.1.5. Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan dan

Ketatalaksanaan

Indikasi kegiatan (1) Pelaksanaan evaluasi kelembagaan; (2)

Penyusunan dan evaluasi ketatalaksanaan (SOP); (3) Penyusunan

dan pelaksanaan Standar Pelayanan Minimum (SPM).

4.2.1.6. Program Peningkatan Kualitas Pengawasan

Indikasi kegiatan (1) Pengembangan sistem pengawasan daerah;

(2) Pelaksanaan pengawasan dan tindak lanjutnya; (3) Pembinaan

teknis auditor.

4.2.1.7. Program Pengembangan Kearsipan, Perpustakaan dan

Telematika

Indikasi kegiatan (1) Pengelolaan arsip daerah; (2) Pembangunan

perpustakaan daerah; (3) Pengembangan telematika daerah.

4.2.1.8. Program Peningkatan Kerjasama Antar Lembaga

Indikasi kegiatan (1) Peningkatan kerjasama antar daerah;

(2) Peningkatan hubungan antara pusat dengan daerah; (3)

Peningkatan hubungan dengan Perguruan Tinggi; (4) Peningkatan

kerjasama dengan MUSPIDA.

99

4.2.1.9. Program Peningkatan Peran dan Fungsi Legislatif

Indikasi kegiatan (1) Peningkatan peran dan fungsi legislasi;

(2) Peningkatan peran dan fungsi budgeting; (3) Peningkatan peran

dan fungsi pengawasan; (4) Peningkatan SDM legislatif; (5) Fasilitasi

peningkatan penunjang kegiatan DPRD.

4.2.1.10. Program Pengelolaan dan Pengembangan Aset Daerah

Indikasi kegiatan (1) Inventarisasi dan penilaian aset daerah;

(2) Peningkatan management aset daerah; (3) Pengadaan tanah

pemerintah (land banking); (4) Pembangunan dan pemeliharaan

gedung-gedung pemerintahan.

4.2.1.11. Program Peningkatan Kualitas Produk Hukum Daerah

Indikasi kegiatan (1) Penyusunan produk-produk hukum daerah;

(2) Penyediaan layanan advokasi bagi Aparatur.

4.2.1.12. Program Peningkatan Kualitas Perencanaan dan Pengendalian

Pembangunan

Indikasi kegiatan (1) Penyusunan regulasi partisipasi publik;

(2) Peningkatan pelaksanaan penjaringan aspirasi masyarakat;

(3) Penyelenggaraan wadah forum warga; (4) Pelaksanaan

pengendalian dan evaluasi pembangunan; (5) Penyusunan kajian

dan dokumen perencanaan; (6) Pelaksanaan sosialisasi

pembangunan.

100

Indikasi Program dan Kegiatan dalam Pencapaian Misi Kedua : Membangun

dan Mengelola Sarana dan Prasarana Infrastruktur yang cukup, baik dan

merata.

4.2.2.1. Program Pembangunan, Peningkatan, Rehabilitasi dan

Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Transportasi

Indikasi kegiatan (1) Pembangunan, peningkatan, rehabilitasi dan

pemeliharaan jalan dan jembatan; (2) Swakelola masyarakat dalam

pembangunan, pemeliharaan dan peningkatan jalan dan jembatan;

(3) Pembangunan terminal; (4) Peningkatan pemerataan dan kualitas

pelayanan Penerangan Jalan Umum (PJU); (5) Penyediaan alat

perlengkapan jalan; (6) Penataan tempat pedestrian.

4.2.2.2. Program Pengembangan Manajemen Transportasi

Indikasi kegiatan (1) Penataan jaringan trayek; (2) Implementasi

tataran transportasi lokal; (3) Pengendalian kemacetan lalu lintas;

(4) Pengembangan rekayasa lalu lintas; (5) Identifikasi kelas dan

nama jalan.

4.2.2.3. Program Pengembangan Moda Transportasi

Indikasi kegiatan (1) Kajian pengembangan moda transportasi;

(2) Sosialisasi penggantian moda transportasi.

4.2.2.4. Program Peningkatan Manajemen Pengelolaan Persampahan di

TPA

Indikasi kegiatan (1) Pengelolaan TPA sesuai SOP; (2) Pembinaan

masyarakat sekitar TPA; (3) Pengadaan sarana dan prasarana

persampahan di TPA.

101

4.2.2.5. Program Peningkatan Manajemen Pengelolaan Persampahan di

TPS

Indikasi kegiatan (1) Pemanfaatan teknologi pengolahan sampah di

TPS; (2) Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah di TPS;

(3) Pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah di TPS.

4.2.2.6. Program Peningkatan Kualitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Indikasi kegiatan (1) Pengendalian kualitas lingkungan; (2)

Pembinaan dan Pengawasan pengelolaan limbah; (3) Rehabilitasi

lahan kritis; (4) Pengendalian pemanfaatan air permukaan dan air

bawah tanah; (5) Pembangunan sumur resapan; (6) Pelibatan

masyarakat dalam pelestarian lingkungan hidup; (7) Pengelolaan

Instalasi Pengelolaan Limbah Terpadu (IPLT); (8) Penanganan

Penataan pohon.

4.2.2.7. Program Pengendalian Banjir

Indikasi kegiatan (1) Penataan sistem drainase kota; (2) Swakelola

masyarakat dalam penataan drainase; (3) Konservasi dan

pemanfaatan situ sebagai resapan air; (4) Pemeliharaan DAS; (5)

Pembangunan dan pemeliharaan jaringan air irigasi.

4.2.2.8. Program Perencanaan, Pengendalian, dan Pemanfaatan Ruang &

Bangunan

Indikasi kegiatan (1) Penyusunan dokumen perencanaan tata ruang;

(2) Optimalisasi kinerja TKPRD; (3) Pengendalian pemanfaatan

ruang dan bangunan; (4) Pengembangan IDSD Kota Depok;

(5) Penataan pembangunan dan pemeliharaan ruang terbuka hijau

(taman kota, dekorasi Kota, dan hutan kota); (6) Penyediaan

insentif bagi pemilik sawah teknis.

4.2.2.9. Program Penataan Lingkungan Permukiman

Indikasi kegiatan (1) Pengelolaan Rusunawa; (2) Pembangunan

sarana sanitasi lingkungan; (3) Rehabilitasi rumah tidak sehat.

102

4.2.2.10. Program Peningkatan Jangkauan Layanan Air Bersih

Indikasi kegiatan (1) Fasilitasi kerjasama pengelolaan air bersih;

(2) Pembangunan sarana dan prasarana air bersih.

Indikasi Program dan Kegiatan dalam Pencapaian Misi Ketiga :

Mengembangkan Perekonomian Masyarakat, Dunia Usaha dan Keuangan

Daerah.

4.2.3.1 Program Peningkatan Produktifitas Usaha Koperasi dan UKM

Indikasi kegiatan (1) Pembinaan koperasi dan UKM; (2) Penyediaan

dana bergulir permodalan koperasi dan UKM; (3) Kajian dan

pembentukan lembaga keuangan mikro daerah; (4) Fasilitasi akses-

akses permodalan; (5) Fasilitasi pembentukan unit usaha produktif;

(6) Regulasi perlindungan koperasi dan UKM; (7) Peningkatan

jaringan kemitraan koperasi, UKM dan dunia usaha; (8) Promosi

komoditas unggulan daerah, koperasi dan UKM;

4.2.3.2 Program Pengembangan dan Penataan Pasar Rakyat

Indikasi kegiatan (1) Penataan pasar tradisional; (2) Perbaikan

manajemen pasar tradisional; (3) Penertiban status hukum aset

pasar.

4.2.3.3 Program Pengembangan Usaha Industri Rumah Tangga, Kecil

dan Menengah

Indikasi kegiatan (1) Pengembangan sentra industri kecil dan

menengah; (2) Pembinaan industri rumah tangga, kecil dan

menengah.

4.2.3.4 Program Pengembangan Usaha Perdagangan dan Jasa

Indikasi kegiatan (1) Pengembangan lembaga perdagangan dan

jasa; (2) Pengembangan perdagangan yang berorientasi ekspor.

103

4.2.3.5 Program Peningkatan Daya Tarik Investasi

Indikasi kegiatan (1) Penyusunan regulasi investasi; (2) Penyediaan

insentif bagi dunia usaha; (3) Memperkuat struktur permodalan &

kinerja BUMD; (4) Kemitraan dunia usaha dan pemerintah.

4.2.3.6 Program Peningkatan Kualitas Ketenagakerjaan

Indikasi kegiatan (1) Penyiapan tenaga kerja terlatih dalam dan luar

negeri; (2) Fasilitasi dan penyiapan tenaga kerja mandiri; (3)

Fasilitasi penempatan tenaga kerja dengan dunia usaha; (4)

Pengembangan sistem informasi dan manajemen ketenagakerjaan;

(5) Kerjasama pelatihan ketenagakerjaan dengan lembaga

pendidikan; (6) Penyelenggaraan bursa kerja; (7) Pembangunan

pusdiklat ketenagakerjaan.

4.2.3.7 Program Perlindungan Ketenagakerjaan

Indikasi kegiatan (1) Fasilitasi hubungan industrial; (2) Fasilitasi

keselamatan dan kesehatan kerja; (3) Penyusunan regulasi

perlindungan dan fasilitas ketenagakerjaan; (4) Fasilitasi penetapan

UMK.

4.2.3.8 Program Pengembangan Agribisnis Perkotaan

Indikasi kegiatan (1) Pengembangan agribisnis potensial;

(2) Pengembangan pembibitan/pembenihan; (3) Pembinaan SDM

dan lembaga tani; (4) Pengembangan pertanian organik.

4.2.3.9 Program Peningkatan Pelayanan Masyarakat Veteriner dan

Kesehatan Hewan

Indikasi kegiatan (1) Peningkatan pelayanan Rumah Potong Hewan

(RPH); (2) Pembinaan dan Pengawasan Tempat Potong Hewan

(TPH) dan Tempat Potong Ayam (TPA); (3) Peningkatan pelayanan

kesehatan hewan; (4) Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat

veteriner; (5) Pembinaan pemasaran produk Rumah Potong

Hewan (RPH).

104

4.2.3.10 Program Penyiapan Kawasan Niaga dan Industri yang Ramah

Lingkungan

Indikasi kegiatan (1) Penyiapan sentra niaga dan budaya wilayah

perbatasan; (2) Penyiapan kawasan industri terpadu.

4.2.3.11 Program Peningkatan Pendapatan Daerah

Indkasi kegiatan (1) Optimalisasi PAD; (2) Diversifikasi penerimaan

daerah; (3) Evaluasi regulasi penerimaan daerah.

4.2.3.12 Program Peningkatan Manajemen Pengelolaan Keuangan

Daerah

Indikasi kegiatan (1) Pengembangan sistem informasi dan

manajemen keuangan daerah; (2) Penyiapan standar harga dan

standar analisa belanja; (3) Evaluasi regulasi pokok-pokok

pengelolaan keuangan daerah.

4.2.3.13 Program Peningkatan Akuntabilitas Pengadaan Barang dan Jasa

Indikasi kegiatan (1) Sertifikasi pejabat pembuat komitmen dan

panitia pengadaan barang dan jasa; (2) Pelaksanaan e-procurement;

(3) Pembinaan teknis pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.

4.2.3.14 Program Pengembangan Obyek Wisata

Indikasi kegiatan (1) Penataan eko-wisata; (2) Pengembangan

wisata belanja; (3) Pengembangan wisata pendidikan & religi.

4.2.3.15 Program Peningkatan Pelestarian Seni dan Budaya

Indikasi kegiatan (1) Pengembangan dan pelestarian seni dan cagar

budaya; (2) Peningkatan peran artis & seniman dalam

pembangunan; (3) Pemilihan Abang Mpok Depok; (4)

Pembangunan gedung kesenian.

105

Indikasi Program dan Kegiatan dalam Pencapaian Misi Keempat :

Meningkatkan Kualitas Keluarga, Pendidikan, Kesehatan dan

Kesejahteraan Masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai agama.

4.2.4.1. Program Peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan usia

dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah baik jalur

sekolah dan luar sekolah

Indikasi kegiatan (1) Peningkatan pembangunan sarana dan

prasarana pendidikan; (2) Penyusunan regulasi pendidikan; (3)

Rehabilitasi dan revitalisasi gedung sekolah melalui kerjasama

masyarakat dan swasta dengan imbal swadaya; (4) Penyediaan

taman bacaan dan gerakan gemar membaca; (5) Pelaksanaan kejar

paket A, B dan C; (6) Pelaksanaan keaksaraan fungsional; (7)

Fasilitasi madrasyah; (8) Pemberian beasiswa; (9) Pengembangan

SLTP dan SLTA terbuka; (10) Implementasi pendidikan dasar gratis

untuk sekolah negeri; (11) Peningkatan mutu KBM; (12)

Pengembangan sanggar media; (13) Pelaksanaan evaluasi

pembelajaran yang berstandar; (14) Pengembangan manajemen

berbasis sekolah/masyarakat; (15) Pengembangan sekolah kejuruan

berorientasi pasar kerja; (16) Penyediaan sarana dan media

pembelajaran penunjang; (17) Kemitraan sekolah menengah dengan

perguruan tinggi dan dunia usaha; (18) Akreditasi lembaga-lembaga

pendidikan.

4.2.4.2. Program Peningkatan Kualitas Tenaga Pendidik dan

Kependidikan

Indikasi kegiatan (1) Peningkatan kompetensi tenaga pendidik dan

kependidikan; (2) Peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik dan

kependidikan.

106

4.2.4.3. Program Peningkatan Peranserta Masyarakat/Swasta dalam

Penyelenggaraan Pendidikan

Indikasi kegiatan (1) Pembentukan dan implementasi dana abadi

pendidikan; (2) Gerakan masyarakat peduli pendidikan; (3) Gerakan

Infaq pendidikan; (4) Peningkatan peran serta dunia usaha dalam

penyelenggaraan pendidikan (CSR).

4.2.4.4. Program Peningkatan Pembinaan Generasi Muda, Olah Raga

dan Seni Budaya di Sekolah

Indikasi kegiatan (1) Peningkatan pembinaan generasi muda dan

olah raga berprestasi; (2) Pembinaan seni budaya daerah; (3)

Peningkatan fasilitas olah raga dan seni.

4.2.4.5. Program Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Dasar dan

Rujukan

Indikasi kegiatan (1) Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas

dengan biaya murah; (2) Revisi regulasi pelayanan kesehatan; (3)

Penyediaan obat dan alat pelayanan kesehatan; (4) Pelayanan

kesehatan rujukan; (5) Peningkatan kemitraan dengan pelayanan

kesehatan swasta; (6) Pengembangan puskesmas DTP; (7)

Pembangunan Rumah Sakit Daerah (RSD); (8) Pembentukan

asuransi kesehatan masyarakat; (9) Pengembangan sistem informasi

kesehatan (SIK).

4.2.4.6. Program Penyelenggaraan dan Peningkatan Kesehatan Keluarga

Indikasi kegiatan (1) Pelayanan keluarga berencana; (2) Pelayanan

kesehatan usia lanjut; (3) Pembinaan Posyandu/Posbindu.

4.2.4.7. Program Peningkatan Kewaspadaan Pangan dan Gizi

Indikasi kegiatan (1) Peningkatan gizi masyarakat dan penanganan

gizi buruk; (2) Peningkatan ketahanan & kewaspadaan pangan.

107

4.2.4.8. Program Penanganan Penyakit Menular dan Tidak Menular

Indikasi kegiatan (1) Pencegahan dan pemberantasan penyakit

menular; (2) Penanganan penyakit dan penanggulangan Kejadian

Luar Biasa (KLB); (3) Penanganan penyakit tidak menular.

4.2.4.9. Program Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi

Dasar

Indikasi kegiatan (1) Penyehatan air dan lingkungan pemukiman;

(2) Pembersihan (hygene) dan sanitasi tempat-tempat umum dan

tempat pengelolaan makanan dan minuman.

4.2.4.10. Program Penyelenggaraan Promosi Kesehatan

Indikasi kegiatan (1) Promosi perilaku hidup bersih & sehat;

(2) Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan

narkotika, psikotropika dan aditif (p3napza) berbasis masyarakat.

4.2.4.11. Program Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Sejahtera

Indikasi kegiatan (1) Pemanfaatan teknologi tepat guna;

(2) Perlindungan anak dan perempuan dari tindak kekerasan;

(3) Pelaksanaan pengarusutamaan jender; (4) Penggerakan

swadaya masyarakat; (5) Peningkatan kesejahteraan keluarga

melalui peranserta wanita; (6) Peningkatan peranan RT/RW,

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM); (7) Optimalisasi Komite

Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD).

4.2.4.12. Program Penyelenggaraan Jaminan Sosial

Indikasi kegiatan (1) Pemberian santunan kematian; (2) Pemberian

santunan nikah gratis; (3) Penanganan penyandang masalah

kesejahteraan sosial (PMKS); (4) Pembentukan rumah singgah; (5)

Penyediaan fasilitas bagi penyandang cacat di tempat umum; (6)

Pelayanan Taman Pemakaman Umum/Taman Makam Pahlawan

(TPU/TMP).

108

4.2.4.13. Program Peningkatan Tertib Sosial

Indikasi kegiatan (1) Sosialisasi produk-produk hukum daerah;

(2) Penegakan perda; (3) Peningkatan kemampuan deteksi dini dan

cegah dini.

4.2.4.14. Program Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama

Indikasi kegiatan (1) Pembinaan kerukunan antar umat beragama

dan pembinaan organisasi keagamaan; (2) Peningkatan kualitas

sarana ibadah & sarana pendidikan agama; (3) Fasilitasi kegiatan

keagamaan; (4) Revitalisasi pengelolaan Zakat, Infak, Sodakoh dan

Wakaf (ZISWAF); (5) Peningkatan peran tokoh agama dan guru

agama dalam pembangunan; (6) Gerakan pemberantasan buta

huruf Al-Quran; (7) Pensertifikatan aset-aset sarana keagamaan.

4.2.4.15. Program Peningkatan Kualitas Kehidupan Politik

Indikasi kegiatan (1) Sosialisasi hak-hak politik masyarakat;

(2) Pembinaan peranan dan fungsi parpol; (3) Peningkatan wawasan

kebangsaan; (4) Pengembangan & penguatan kelembagaan

ketahanan sosial.

4.2.4.16. Program Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Manajemen

Kependudukan

Indikasi kegiatan (1) Penyelenggaraan Sistem Administrasi

Kependudukan (SIAK); (2) Pengendalian penduduk pendatang;

(3) Penyelenggaraan administrasi pencatatan sipil; (4) Pembinaan

mobilisasi kependudukan.

4.2.4.17. Program Pembinaan Organisasi Sosial Kemasyarakatan

Indikasi kegiatan (1) Pembinaan Karang Taruna; (2) Pembinaan

organisasi kepemudaan; (3) Pembinaan Lembaga Swadaya

Masyarakat; (4) Pembinaan organisasi profesi; (5) Pembinaan

organisasi kewanitaan.

109

4.2.4.18. Program Penangulangan Bencana

Indikasi kegiatan (1) Penanggulangan bencana alam dan sosial;

(2) Penanggulangan bencana kebakaran; (3) Peningkatan kemitraan

penanggulangan bencana.

4.2.4.19. Program Peningkatan Prestasi Olah Raga

Indikasi kegiatan (1) Pembinaan potensi atlit; (2) Penyediaan sarana

dan prasarana olah raga; (3) Pembinaan organisasi keolahragaan.

110

BAB V

KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

5.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah Kota Depok bersumber dari dana perimbangan, pendapatan

asli daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Kontribusi dana perimbangan terhadap

APBD Kota Depok setiap tahunnya rata-rata sebesar 80% dari total pendapatan Kota

Depok, Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 10% sampai 15% dari total pendapatan

Kota Depok dan lain-lain pendapatan yang sah rata-rata hanya sebesar 5% total

pendapatan Kota Depok.

Rata-rata pertumbuhan pendapatan selama 4 tahun terakhir berkisar 17,8% per

tahun. Pertumbuhan rata-rata terbesar besar dari Dana Perimbangan, yaitu sebesar

26,9% per tahun, sementara pertumbuhan rata-rata Pendapatan Asli Daerah (PAD)

hanya sebesar 9% per tahun, sedangkan Lain-lain Pendapatan yang sah mengalami

pertumbuhan rata-rata negatif, yaitu rata-rata turun sebesar 30,2% per tahun.

Memperhatikan kondisi aktual di atas maka kebijakan pendapatan daerah

diarahkan untuk “meningkatkan proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total

pendapatan daerah dalam rangka mendorong terwujudnya kemandirian daerah dalam

membiayai pembangunan daerah”.

Adapun strategi dalam peningkatan pendapatan daerah adalah :

a. Intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak, retribusi dan lain-lain

pendapatan daerah, antara lain melalui pengkajian perda pajak dan retribusi

daerah, peningkatan uji petik pajak daerah dan retribusi daerah, peningkatan

pemeriksaan pembukuan wajib pajak, penerapan sistem on-line penerimaan

daerah, peningkatan penerimaan PPh pasal 21 dan peningkatan retribusi.

b. Meningkatkan penyertaan modal dan investasi daerah pada berbagai kegiatan

ekonomi.

111

5.2. Arah Kebijakan dan Strategi Belanja Daerah

Sebagaimana diketahui bahwa fungsi pemerintahan, disamping melaksanakan

fungsi pengaturan adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dari konsepsi

tersebut, maka orientasi pembangunan daerah yang dioperasionalisasikan dalam

belanja daerah, ditujukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bentuk

layanan pemerintahan.

Dihadapkan pada hal di atas, maka kebijakan belanja daerah diarahkan untuk

menyediakan kebutuhan dasar masyarakat (basic needs) meliputi pelayanan bidang

pendidikan, kesehatan, sarana dan prasarana dasar perkotaan dan pelayanan umum

lainnya, serta dalam rangka pemenuhan layanan pengembangan potensi unggulan

daerah (core competency).

Adapun Strategi Belanja Daerah adalah:

a. Memprioritaskan belanja pada pemenuhan layanan dasar masyarakat dengan titik

berat pada bidang pendidikan, kesehatan, peningkatan daya beli yang dapat

menunjang pencapaian Indek Pembangunan Manusia (IPM), serta pemenuhan

hak-hak dasar masyarakat;

b. Memprioritaskan pada penyediaan sarana dan prasarana dasar perkotaan, untuk

menanggulangi permasalahan transportasi, persampahan, banjir, kawasan

kumuh, layanan air bersih dan kebutuhan perkotaan lainnya;

c. Memprioritaskan pada pengembangan pelayanan pemerintahan yang dapat

mendukung terwujudnya kepuasan masyarakat sebagai pengguna layanan;dan

d. Menggunakan prinsip-prinsip penggunaan anggaran secara efektif dan efisien

berdasarkan tolok ukur kinerja.

5.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pembiayaan

Pembiayaan merupakan pos penyeimbang terhadap terjadinya surplus maupun

defisit, terhadap besarnya pos belanja dari pada pendapatan. Hal ini dimungkinkan

apabila terjadi defisit dapat ditutupi melalui pos pembiayaan dengan mendayagunakan

sumber penerimaan pembiayaan antara lain :

a. Sisa Lebih perhitungan Tahun Anggaran;

b. Dana Cadangan;

112

c. Penjualan Aset Daerah yang Dipisahkan;dan

d. Pinjaman Daerah atau Penerbitan Obligasi.

Sedangkan pengeluaran pembiayaan merupakan pos cadangan dan peningkatan

efisiensi penyertaan modal dalam rangka investasi maupun pemenuhan kewajiban

hutang, sehingga dapat dilakukan penyesuaian terhadap surplus dan defisit.

Berdasarkan evaluasi, penerimaan pendapatan pemerintah Kota Depok pada

tahun 2002 adalah sebesar Rp. 337 milyar, sedangkan pengeluaran belanja pada

tahun yang sama sebesar Rp. 272 milyar. Hal ini berarti terdapat surplus sebesar

19,3% dari total penerimaan pada tahun 2002. Surplus ini menurun pada tahun 2003

menjadi 15,3% dari total penerimaan dan meningkat lagi pada tahun 2004 menjadi

31,3%.

Dihadapkan pada hal tersebut dan dalam rangka efisiensi penggunaan anggaran,

maka kebijakan pembiayaan dalam Struktur APBD Kota Depok diupayakan untuk dapat

surplus, artinya penerimaan lebih besar dari pada pengeluaran. Untuk merealisasikan

arah kebijakan tersebut, maka strategi yang akan dilakukan dengan meningkatkan

penerimaan daerah dan mengefisiensikan belanja daerah, melalui upaya meningkatkan

surplus anggaran yang akan difokuskan pada :

a. Penyertaan modal pemerintah, untuk memperkuat struktur pendapatan daerah;dan

b. Membentuk dana cadangan, sebagai upaya pemerintah memenuhi kebutuhan

masyarakat yang tidak dapat dibiayai dalam satu tahun anggaran.

113

BAB VI

PENUTUP

6.1. Program Transisi

Program transisi merupakan rancangan program indikatif satu tahun kedepan

setelah periode RPJMD Kota Depok ini berakhir yaitu untuk tahun 2011. Program

transisi disusun oleh Pemerintah Daerah Kota Depok yang dituangkan dalam bentuk

Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2012, berisi semua

agenda penyelesaian program dan kegiatan, serta masalah-masalah pembangunan

yang belum seluruhnya tertangani sampai dengan tahun 2012 dan masalah-masalah

pembangunan yang akan dihadapi tahun 2012.

Penyusunan program transisi ini dilakukan dengan mempertimbangkan

beberapa hal sebagai berikut:

a. Menjaga kesinambungan pembangunan dan mengisi kekosongan rencana

pembangunan daerah tahun 2012 (berupa Rencana Kerja Pemerintah

Daerah/RKPD 2012) yang diperlukan sebagai pedoman bagi penyusunan

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2012;dan

b. Mengingat waktu yang sangat singkat bagi kepala daerah terpilih hasil pemilihan

langsung tahun 2012 nanti untuk menyusun RPJM Daerah 2012 – 2017 serta

Rencana Kerja Pemerintah Daerah tahun 2012, maka kepala daerah terpilih tahun

2006 Kota Depok dan atau pejabat Walikota transisi tetap mempunyai ruang gerak

yang luas untuk menyempurnakan Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah

(RKPD) tahun 2012 dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

tahun 2012 yang sudah disusun untuk pelaksanaan pembangunan daerah yang

lebih baik.

114

6.2. Kaidah Pelaksanaan

RPJMD Kota Depok tahun 2006 – 2011 merupakan penjabaran dari visi, misi

dan program/kegiatan kepala daerah hasil pemilihan langsung tahun 2006. Adapun

manfaat dari RPJMD Kota Depok ini sebagai berikut: (1) RPJMD sebagai pedoman

bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Kota Depok dalam menyusun

Renstra-SKPD periode waktu lima tahun, (2) RPJMD sebagai pedoman bagi

pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

periode satu tahun, (3) RPJMD sebagai acuan dalam penguatan peran bagi

stakeholders untuk berpartisipasi aktif melaksanakan pembangunan sesuai dengan

program/kegiatan yang terdapat dalam RPJMD Kota Depok, dan (4) RPJMD sebagai

dasar untuk dapat melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kinerja kepala

daerah dan pimpinan SKPD periode lima tahun dan tahunan.

Agar RPJMD Kota Depok dapat memberikan manfaat yang maksimal, maka

perlu ditetapkan kaidah-kaidah pelaksanaan sebagai berikut:

a. Semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Kota Depok,

berkewajiban untuk menyusun Rencana Strategis SKPD (Renstra-SKPD) yang

memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pokok

pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing SKPD dengan

berpedoman kepada RPJMD Kota Depok tahun 2006 – 2011, yang nantinya akan

menjadi pedoman dalam menyusun Rencana Kerja SKPD (Renja-SKPD) satu

tahun;

b. Pemerintah Daerah berkewajiban untuk menyusun Rencana Kerja Pemerintah

Daerah (RKPD) periode satu tahun, sehingga tersedia acuan untuk dapat

menyusun RAPBD setiap tahunnya;

c. Semua SKPD Kota Depok, masyarakat dan dunia usaha, serta semua pemangku

kepentingan pembangunan (stakeholders) lainnya, berkewajiban untuk

melaksanakan semua program/kegiatan kerja yang terdapat dalam RPJMD Kota

Depok tahun 2006 – 2011 ini dengan sebaik-baiknya; dan

d. Dalam rangka menjaga dan meningkatkan efektifitas pelaksanaan RPJMD Kota

Depok tahun 2006 – 2011, Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kota Depok

115

berkewajiban untuk melakukan pengarahan, koordinasi, dan pemantauan

terhadap penjabaran RPJMD Kota Depok tahun 2006 – 2011 ke dalam Renstra

SKPD.

WALIKOTA DEPOK,

ttd.

H. NUR MAHMUDI ISMA’IL