cors

27
Studi Pemetaan Titik Batas Bidang Tanah Menggunakan Aplikasi GPS CORS dengan Metode RTK-NTRIP Studi kasus : Desa Banyuraden, Gamping, Kab. Sleman, DIY Rakhmat Aries 1 , Aris Sunantyo 2 , Fajar Subhianto 3 , Hidayat P 4 Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika, Fakultas Teknik UGM Jl Grafika No 2 Yogyakarta 55281.Telp(0274)902121, 902230 Email : 1 [email protected] , 2 [email protected] , 3 [email protected] , 4 [email protected] . INTISARI Hambatan utama dalam kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang tanah di Indonesia adalah kurang tersedianya titik dasar teknik yang digunakan sebagai titik ikat dalam kegiatan tersebut. Selain itu, jumlah sumber daya manusia yang sedikit dan luasnya wilayah Indonesia menjadi faktor penghambat lain yang menyebabkan pemetaan bidang di Indonesia tidak berjalan secara optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dilakukanlah pengukuran dengan menggunakan aplikasi GPS CORS. Tujuan dalam penelitian kali ini adalah untuk membuat peta bidang dengan menggunakan aplikasi GPS CORS metode RTK ( Real Time Kinematik) NTRIP (Networked Transportasi of RTCM via Internet Protocol ) serta menentukan ada tidaknya perbedaan signifikan koordinat hasil pengukuran batas bidang menggunakan GPS CORS-RTK NTRIP dibandingkan koordinat peta bidang hasil pengukuran teristris. Penelitian dilakukan di Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman, DIY dengan mengambil 80 sampel bidang tanah. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan stasiun GNSS CORS (GMU 01) sebagai base stasion dan dengan metode RTK NTRIP. Pengukuran dengan metode ini dapat menghasilkan bidang tanah pada daerah terbuka (persawahan) 6 sampai 7 kali lebih cepat dari metode konvensional. Pada hasil analisis dan uji statistik yang telah dilakukan, ternyata ada perbedaan signifikan antara koordinat Survei GPS CORS-RTK NTRIP dan koordinat peta bidang dari pengukuran teristris yang diikatkan pada TDT orde-4.

description

semi dinamik datum

Transcript of cors

Studi Pemetaan Titik Batas Bidang Tanah Menggunakan Aplikasi GPS CORS dengan Metode RTK-NTRIPStudi kasus : Desa Banyuraden, Gamping, Kab. Sleman, DIY

Rakhmat Aries 1, Aris Sunantyo 2, Fajar Subhianto 3, Hidayat P 4

Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika, Fakultas Teknik UGMJl Grafika No 2 Yogyakarta 55281.Telp(0274)902121, 902230

Email :[email protected], [email protected], [email protected] ,[email protected].

INTISARIHambatan utama dalam kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang tanah di Indonesia adalah kurang tersedianya titik dasar teknik yang digunakan sebagai titik ikat dalam kegiatan tersebut. Selain itu, jumlah sumber daya manusia yang sedikit dan luasnya wilayah Indonesia menjadi faktor penghambat lain yang menyebabkan pemetaan bidang di Indonesia tidak berjalan secara optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dilakukanlah pengukuran dengan menggunakan aplikasi GPS CORS. Tujuan dalam penelitian kali ini adalah untuk membuat peta bidang dengan menggunakan aplikasi GPS CORS metode RTK ( Real Time Kinematik) NTRIP (Networked Transportasi of RTCM via Internet Protocol) serta menentukan ada tidaknya perbedaan signifikan koordinat hasil pengukuran batas bidang menggunakan GPS CORS-RTK NTRIP dibandingkan koordinat peta bidang hasil pengukuran teristris. Penelitian dilakukan di Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman, DIY dengan mengambil 80 sampel bidang tanah. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan stasiun GNSS CORS (GMU 01) sebagai base stasion dan dengan metode RTK NTRIP.Pengukuran dengan metode ini dapat menghasilkan bidang tanah pada daerah terbuka (persawahan) 6 sampai 7 kali lebih cepat dari metode konvensional. Pada hasil analisis dan uji statistik yang telah dilakukan, ternyata ada perbedaan signifikan antara koordinat Survei GPS CORS-RTK NTRIP dan koordinat peta bidang dari pengukuran teristris yang diikatkan pada TDT orde-4.

ABSTRACTMain obstacles in activity of measurement and mapping parcels of land in Indonesia is the lack of available TDT used as tie points in these activities. In addition, the number of human resources and vast territory of Indonesia little into other inhibiting factors that led to mapping the field in Indonesia is not running optimally. To overcome these problems, performs measurement by using applications of GPS CORS. The purpose of this research is to create a map of the field by using the method of application of GPS CORS RTK (Real Time Kinematic) NTRIP (networked Transport of RTCM via Internet Protocol) and to determine whether there is any significant difference in the yield of field measurements using GPS-RTK CORS coordinates NTRIP compared with teristrial field map measurements. Research conducted in the Village Banyuraden, District Gamping Sleman District, Yogyakarta by taking 80 sample plots of land. Measurements performed using GPS CORS station (GMU 01) as a base station and with RTK NTRIP.Measurements with this method can produce parcel maps in the open field up to seven parcels of land six times faster than conventional methods. On the analysis and statistical tests that have been conducted, there were significant differences between the coordinates of CORS-RTK GPS Survey NTRIP and map coordinate fields from teristrial measurements tied to the TDT.

Kata Kunci : Pemetaan bidan tanah, peta bidang, GPS CORS, RTK-NTRIP

1. PENDAHULUANTertib administrasi bidang di Indonesia diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah No 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Hal hal yag dilakukan pada kegiatan pendaftaran tanah yang meliputi kegiatan pengukuran, pemetaan bidang tanah, dan pembukuan tanah yang direalisasikan dengan dilakukannya pengadaan titik dasar teknik nasioanal orde 0, 1, 2, 3, dan orde 4 oleh suatu instansi pemerintah yaitu BPN RI dan Bakosurtanal.Dalam melaksanakan tugas pemetaan bidang tanah, BPN (Badan Pertanahan Nasional ) dihadapkan pada kendala dan masalah yang berakibat pada belum terdaftarnya seluruh bidang tanah di wilayah Indonesia. Sampai saat ini bidang tanah yang sudah terdaftar resmi dan dipetakan di BPN baru 30 juta dari total 80 juta bidang tanah di Indonesia (Sunarto,2007). Pemetaan bidang di Indonesia dapat dikatakan sangat lambat karena masih banyak sekali bidang tanah yang belum terpetakan dan terdaftar sehingga menyusahkan beberapa pihak instansi untuk melakukan pengembangan untuk fungsi bidang tanah tersebut.Pemetaan bidang yang dilakukan oleh instansi pemerintah BPN masih menggunakan metode yang konvensional, sehingga pelaksanaan lebih lama, biaya lebih mahal dan tidak efisen.Selain itu kendala lainnya dalam pengukuran bidang tanah di Indonesia adalah penyediaan dan persebaran Titik Dasar Teknik yang digunakan sebagai referensi pengukuran bidang tanah yang belum mencakup seluruh wilayah Indoensia.Di Indonesia penggunaan peta bidang sebagian besar hanya digunakan untuk keperluan pendaftaran tanah dan penghitungan nilai pajak.Sehingga peta bidang yang dibuat kebanyakan belum mencakup seluruh kawasan Indonesia. Sampai saat ini peta bidang tanah belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal selain untuk dua fungsi utama yang telah sebutkan di atas. Di saat peta bidang tanah di negara lain sudah digunakan sebagai salah satu basic building block dalam pengembangan kebijakan geospasial mereka dan digunakan sebagai salah satu fundamental dataset.Berdasarkan dari fakta - fakta di atas, tergambar jelas bahwa kondisi peta bidang tanah di Indonesia membutuhkan perhatian yang lebih serius. Kurangnya sumber daya dan luasnya wilayah Indonesia sepertinya menjadi kendala tersendiri.Salah satu teknologi pemetaan yang mulai dikembangkan di Indonesia yaitu GNSS CORS (Global Navigation Sattelite System Continuously Operating Reference Stations). Banyak dari instansi pemerintah maupun swasta yang mengembangkan teknologi ini untuk kebutuhan rekayasa dan penelitian yang berkaitan dengan posisi. CORS merupakan jaring kerangka geodetik aktif berupa stasiun permanen yang dilengkapi dengan receiver yang dapat menerima sinyal dari satelit GPS dan satelit GNSS lainnya, yang beroperasi secara kontinyu selama dua puluh empat jam(Yustia 2008).Sehingga terobosan terbaru pemetaan bidang tanah nantinya menggunakan GPS CORS dengan menggunakan metode RTK ( Real Time Kinematik) menggunkan NTRIP (Networked Transport of RTCM via Internet Protocol). RTK merupakan metode yang berbasiskan pada carrier phase dalam penetuan posisi secara relatif dengan tingkat ketelitian mencapai satuan centimeter secara real time.Tanpa mengabaikan data spasial lainnya, idealnya peta bidang tanah harus mulai menjadi fokus pengembangan kebijakan geospasial di Indonesia.Adanya teknologi GPS CORS yang baru muncul di Indonesia diharapkan dapat membantu permasalahan pemetaan bidang tanah di Indonesia yang terkesan lambat dan menghabiskan biaya yang cukup besar. Teknologi GPS CORS menggunakan metode RTK -NTRIP dapat melakukan pengukuran dan pemetaan bidang tanah lebih cepat karena pengukuran yang dihasilkan langsung dalam sistem koordinat nasional TM 30 dengan men-setting langsung dalam receiver GPS CORS tanpa harus melalui proses transformasi koordinat dan pembuatan jaring GPS. Selain itu pengukuran dan pemetaan bidang tanah menggunakan GPS CORS RTK NTRIP dapat memberikan kualitas data posisi yang teliti dan cakupan pengukurannya lebih luas.

2. METODOLOGITujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu untuk pembuatan peta bidang hasil pengukuran menggunakan GPS CORS-RTK NTRIP dan menentukan ada tidaknya perbedaan signifikan koordinat batas bidang tanah hasil pengukuran menggunakan GPS CORS-RTK NTRIP yang dibandingkan dengan koordinat bidang tanah hasil pengukuran teristris yang diikatkan pada TDT orde-4. Penelitian ini menggunakan sistem GNSS CORS dengan metode RTK menggunakan NTRIP.CORS merupakan salah satu teknologi berbasis GNSS (Global Navigation Sattelite System)yang dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi yang terkait dengan penentuan posisi. CORS merupakan jaring kerangka geodetik aktif berupa stasiun permanen yang dilengkapi dengan receiver yang dapat menerima sinyal dari satelit GPS dan satelit GNSS lainnya (Sunantyo,2009).Sistem RTK merupakan prosedur DGPS (Differential Global Positioning System) menggunakan data pengamatan fase, yang mana data atau koreksi fase dikirim secara seketika dari stasion referensi ke receiver pengguna.Penggunaan data pengamatan fase membuat informasi posisi yang dihasilkan memiliki ketelitian tinggi. Sistem RTK berkembang setelah diperkenalkannya suatu teknik untuk memecahkan ambiguitas fase disaat receiver dalam keadaan bergerak yang dikenal dengan metode penentuan ambiguitas fase secara On The Fly (OTF).Dengan adanya radio modem sehingga proses pengiriman data atau koreksi fase dapat dilakukan secara seketika, membuat informasi posisi yang dihasilkan oleh sistem ini dapat diperoleh secara seketika (Rahmadi, 1997).Penelitian ini dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan persiapan pengumpulan data dan alat,tahap survei pendahuluan lokasi penelitian, tahap pengaturan alat, tahap pengukuran batas bidang tanah dengan menggunakan GPS CORS RTK-NTRIP, tahap pengolahan data, dan tahap analisis hitungan dan uji statistik. Tahap persiapan meliputi pemilihan lokasi penelitian, persiapan bahan penelitian, persiapan alat, dan persiapan prosedur penelitian.Lokasi dilaksanakannya penelitian yaitu di daerah Desa Banyuraden Kec. Gamping Kab. Sleman, DIY.Bahan penelitian yang berupa data skunder adalah peta bidang tanah dengan skala 1:2500 (sesuai dengan lokasi penelitian) dari instansi STPN. Persiapan alat meliputi persiapan peralatan yang digunakan untuk pemetaan bidang menggunakan sistem GPS CORS-RTK NTRIP antara lain Javad Triumph-1 Receiver, Antena UHF/GSM, Pen Stylus, Victor Data Collector, Hand Strap, Victor Bracket, Kabel Serial, Kabel USB, Power Supply, Extension cable, Power cable, Tripod, Hardcase, dan Tribach. Pada tahap ini, base station CORS Teknik Geodesi UGM (GMU1) harus dipastikan aktif dan tidak ada masalah pada sistem dan software-nya, sehingga setiap saat dapat dilakukan pengukuran.

Gambar 2.1 Peralatan Javad Triumph-1

Persiapan mengenai prosedur penelitian yaitu persiapan tentang cara penggunaan receiver Javad Triumph-1 secara manual yang diperoleh dari vendor alat tersebut. Dalam tahapan persiapan sebelum dilakukan pengukuran juga dipersiapkan Petunjuk Teknis atau Juknis untuk pengukuran dan pemetaan bidang yang akan digunakan sebagai acuan atau pedoman untuk pengukuran bidang secara teknis di lapangan. Juknis yang digunakan sebagai acuan pada pengukuran bidang ini berasal dari PMNA No. 3 Tahun 1997 mengenai Petunjuk Teknis Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah sesuai dengan PP no 24 Tahun 1997 dengan LMPDP BPN (Land Management and Policy Development Program). Setelah didapat bahan penelitian yang berupa peta bidang tanah kawasan Desa Banyuraden Kec. Gamping Kab. Sleman, DIY dengan skala 1:2500 kemudian dilakukan penentuan jumlah sampel bidang tanah untuk penelitian. Sampel bidang tanah yang digunakan untuk penelitian sebanyak 80 sampel bidang. Pengambilan sampel bidang tersebut letaknya berdekatan dengan TDT orde 4 no 166. Kondisi lokasinya lebih banyak persawahan dan sedikit bangunan rumah. Pemilihan lokasi ini dikarenakan kondisi batas-batas bidang pada daerah tersebut masih bagus dan masih banyak terdapat tanda batas bidang berupa patok batas. Setelah menentukan lokasi penelitian, dilakukan perencanaan pengukuran dengan tujuan mendapatkan koordinat titik batas bidang tanah pada daerah yang telah ditentukan.Pada pengukuran batas bidang ini menggunakan metode RTK yang menggunakan NTRIP, dimana yang digunakan sebagai base station adalah GPS CORS Teknik Geodesi UGM (GMU1). Dalam proses ini juga, ditentukan waktu pengukuran dan lama perekaman data dengan sampling rate 1 detik selama 10 sampai 15 detik per titik dengan solusi pengukuran fix/float.Pekerjaan pengukuran titik batas bidang menggunakan aplikasi GPS CORS-RTK NTRIP dapat dilihat pada gambar ilustrasi sebagai berikut :

Gambar 2.2 Ilustrasi pengukuran batas bidang menggunakan GPS CORS RTK-NTRIP

Prinsip pengukurannya yaitu stasiun CORS Teknik Geodesi UGM (GMU1) berfungsi sebagai stasiun referensi (base station) yang aktif 24 jam yang telah diketahui koordinatnya, dan receiver GPS Javad Triumph-1 berada di lapangan sebagai rover dengan metode RTK menggunakan NTRIP. Rover ini bergerak (mobile) dari satu titik batas bidang ke titik batas bidang yang lainnya untuk merekam setiap titik batas bidang sampai mendapatkan sampel 80 bidang tanah. Bidang tanah yang diambil untuk sempel adalah bidang tanah yang masih mempunyai tanda batas bidang, seperti Gambar 2.3 pengambilan titik batas bidangnya pada tengah patok .

Gambar 2.3 Pengambilan titik tengah pada patok batasSetelah tahap pengumpulan data selesai, kemudian masuk pada tahapan pengolahan data.Data pengukuran sebelumnya di-download terlebih dahulu menggunakan softwareActiveSync. Data yang sudah di-download berupa file raw data (*.txt), lalu dipindahkan ke software Microsoft Excel agar mudah diolah data koordinatnya. Data koordinat hasil pengolahan lalu diplot pada software Autocad Land Deskstop 2004, sehingga diperoleh peta bidang tanah dengan koordinat titik batas bidang hasil pengukuran menggunakan aplikasi GPS CORS-RTK NTRIP.Pada penelitian juga ini akan dilakukan uji signifikasi perbedaan antara koordinat bidang tanah hasil pengukuran GPS CORS menggunakan metode RTK NTRIP dengan koordinat peta bidang hasil pengukuran teristris yang diikatkan pada TDT orde-4 dengan uji-t. Pengujian pada penelitian ini menggunakan uji two tail test yang berdasarkan jenis statistik parametris dengan asumsi bahwa sampel yang diambil berdistribusi nomal atau hamper normal dan dilakukan dengan sampel yang besar (n > 30). Pertama mencari nilai dE dan dN antara koordinat batas bidang tanah hasil pengukuran GPS CORS dengan koordinat di peta bidang hasil pengukuran teristris yang diikatkan pada TDT orde-4 pada setiap titik batas bidang. Rumus dE dan dN :dE = Xi xi, dN = Yi yi .....(2.1)Kemudian, dihitung pergeseran lateral antara koordinat yang diukur dengan GPS CORS dengan koordinat di peta bidang hasil pengukuran teristris.

Secara umum rumusnya:

..(2.2)Keterangan : dLi = Besarnya pergeseran Lateral ke-i(Xi,Yi)= Koordinat batas bidang hasil pengukuran GPS CORS ke-i(xi,yi)= Koordinat batas bidang hasil pengukuran teristris

Setelah itu, dicari nilai rata rata selisih koordinat (dL) dengan rumus:

( 2. 3 )Kemudian dicari nilai simpangan baku atau standar deviasi (S) untuk mengetahui batas kesalahan yang disyaratkan dengan rumus

..( 2. 4 )

Keterangan :dLi = Besarnya pergeseran Lateral ke-idL = nilai rata rata selisih koordinatS = dicari nilai simpangan baku atau standar deviasin = jumlah dataSetelah didapat simpangan baku atau standar deviasi, Uji Normalitas data dengan tabel Z (Observasi Distribusi Normal) (Sugiyono, 2007) dilakukan untuk mengetahui distribusi normal data dengan menggunakan rumus

Zhit = ...(2.5)Setelah Nilai Zhit didapat, nilai Z tabel dengan tingkat kepercayaan 95 % dilihat kemudian dibandingkan dengan Zhit. Jikamaka data telah terdistribusi normal. Setelah didapat data yang sudah memenuhi normalitas data, maka uji signifikasi perbedaan koordinat dengan menggunakan analisis uji-two tail test. Pertama, kita tentukan dulu thit dengan rumus

...( 2.6)Dalam ilmu statistika, ada 2 asumsi yaitu :H0 = Tidak terdapat perbedaan signifikan antara koordinat batas bidang tanah hasil pengukuran GPS CORS RTK NTRIP dengan koordinat batas bidang tanah di Peta Bidang hasil pengukuran teristris.H1 = Terdapat perbedaan signifikan antara koordinat batas bidang tanah hasil pengukuran GPS CORS dengan koordinat batas bidang tanah di Peta Bidang hasil pengukuran teristrisKriteria uji-t untuk penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95% dengan rumus :

Jika , maka H0 diterima..( 2.7 )Untuk dapat menguji apakah harga t hasil perhitungan dengan rumus (2.26) diatas sama dengan nol atau perbedaan secara signifikan , maka perlu dikonsultasikan dengan t table , dengan memakai tingkat kepercayaan 95 % dan besar derajat kebebasan untuk uji t sampel berhubungan adalah dengan n-1.

3. HASIL DAN PEMBAHASANPada hasil dan pembahasan penelitian kali inidisajikan hasil dari pengolahan data yang terdiri dari hasil :1. Koordinat batas bidang tanah hasil pengukuran RTK-NTRIP sebanyak 80 bidang (190 titik batas bidang tanah)2. Peta bidang tanah3. Hasil dan Analisis Uji Statistik perbedaan signifikasi antara Koordinat titik batas bidang hasil pengukuran GPS CORS-RTK NTRIP dengan Koordinat titik batas bidang hasil pengukuran teristris.Pada pembahasan ini pertama akan dibahas mengenai hasil pengukuran batas bidang tanah dalam bentuk data mentah. Data mentah tersebut didapat setelah melakuan download data pada Victor data dan dilakukan pemindahan data antara Victor data dengan Laptop yang menggunakan bantuan software Microsoft ActiveSync. Data mentah dalam bentuk Raw Data (*.txt) ini nantinya dilakukan pengolahan dalam tabel Excel, untuk setiap titik batas bidang yang didapat dari pengukuran GPS CORS dilakukan adjustment, kemudian setiap titik hasil pengolahan data tadi diplot dalam software Autocad Land Deskstop 2004, sampai membentuk bidang-bidang tanah sesuai dengan bidang tanah yang diukur, untuk gambar peta bidangnya dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.1 Contoh peta bidang tanah hasil pengukuran CORSPeta bidang yang dihasilkan dari pengukuran menggunkan GPS CORS-RTK NTRIP dapat langsung menghasilkan koordinat dalam sistem proyeksi TM30, sehingga peta bidang nantinya dapat diketahui nomor lembar petanya.Pada pengukuran bidang tanah menggunakan aplikasi CORS memiliki keunggulan dari segi produktifitas bidang tanah yang lebih banyak dari bidang tanah hasil pengukuran yang diikatkan pada titik dasar teknik orde-4. Pengukuran bidang tanah dengan menggunakan CORS dapat menghasilkan sekitar 72 bidang tanah (untuk daerah terbuka seperti persawahan) setiap harinya, sedangkan pengukuran bidang dengan menggunakan metode teristris dalam seharinya hanya dapat sekitar 10 sampai 12 bidang tanah dalam sehari. Sehingga hasil pengukuran batas bidang menggunakan GPS CORS - RTK NTRIP memiliki keunggulan dalam menghasilkan produktifitas bidang tanah 6 sampai 7 kali lebih cepat dibandingkan dengan pengukuran bidang secara teristris, tetapi kondisi tersebut tergantung juga pada banyak hal, seperti lokasi bidang tanah yang terbuka, luas bidang, jaringan stasiun CORS, jaringan internetnya, satelit yang didapat, dan beberapa faktor yang lainnya yang dapat mempengaruhi kondisi dari siyal receiver pada saat pengukuran.Koordinat peta bidang hasil pengukuran dengan menggunakan CORS kemudian dibandingkan dengan koordinat peta bidang hasil pengukuran teristris, dari hasil perbandingan koordinat dari kedua peta bidang tersebut didapat pergeseran Lateral (dL) sebesar 0,724 m sedangkan untuk rata-rata pergeseran terhadap Easting (dE) adalah 0,239 m dan rata-rat pergeseran Northing (dN)sebesar 0,227 m(pengukuran dalam solusi fix dan float). Berikut ini adalah grafik pergeseran Lateral (dL), Easting(dE), Northing(dN) .Pergesean lateral (dL) terbesar terjadi pada titik batas bidang no 148 dan 197 yang lebih dari 3,5 meter, hal ini disebabkan karena tanda batas bidang yang rusak dan sepertinya posisinya telah dipindahkan dari posisi sebenarnya.

Gambar 3.2.Grafik Pergeseran Lateral (dL), Easting (dE),Northing (dN)pada titik batas bidang no 1 sampai149

Gambar 3.3 pergeseran lateral (seperti pada gambar 3.2) terlihat pegeseran yang sangat signifikan pada titik batas bidang no 148 yang lebih dari 3,5 m , hal ini dikarenakan posisi tanda batas bidang yang sudah rusak dan sepertinya posisinya telah dipindahkan dari posisi sebenarnya.

Gambar 3.3.Grafik Pergeseran Lateral (dL), Easting (dE),Northing (dN)pada titik batas bidang no 150 sampai 206Gambar 3.3 adalah pergeseran lateral titik batas bidang no 150 sampai 206 , titik-titik batas bidang yang mengalami pergeseran yang signifikan terdapat pada titik batas bidang no 152, 197 dan 205. Pergeseran dL paling besar terdapat pada titik 197 sebesar 4,728 m sedangkan pergeseran dL paling kecil adalah titik 151 sebesar 0,218 m.

Gambar 3.4.Grafik Pergeseran Lateral (dL), Easting (dE),Northing (dN)padatitik batas bidang no 207 sampai 260

Gambar 3.4 adalah pergeseran lateral titik batas bidang no 207 sampai 260. Pergeseran dL paling besar terdapat pada titik 260 sebesar 1,857 m. Titik-titik batas bidang yang mengalami pergeseran yang signifikan terdapat pada titik batas bidang no 258, 259 dan 260 dikarenakan titik batas bidang tersebut rusak dan miring.

Gambar 3.5.Grafik Pergeseran Lateral (dL), Easting (dE),Northing (dN)pada titik batas bidang no 261 sampai 344

Gambar 3.5 adalah pergeseran lateral titik batas bidang no 261 sampai 344 , titik-titik batas bidang yang mengalami pergeseran yang signifikan terdapat pada titik batas bidang no 262, 263, 311, 313, 314,dan 319. Pergeseran dL paling besar terdapat pada titik 311 sebesar 3,138 m . pada titik 261 sampai dengan 263 dan 308 sampai dengan 320 mengalami perubahan posisi yang tidak stabil, hal tersebut dikarenakan titik tanda batas bidang pada daerah tersebut banyak yang rusak. Setelah nilai dL ( nilai pergesaran lateral rata-rata seluruh sampel ) sebesar 0,724 m dan S (Sandart Deviasi) telah diketahui sebesar 0,558, untuk selanjutnya dilakukan proses Uji Normalitas Data dengan menggunakan tabel Z dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% untuk dicari Zhit. Nilai Ztabel diketahui 1,96 ( karena jumlah sampel untuk titik batas bidang ada 190 sampel), sehingga didapat uji normalitas data.Pada Uji normalitas data ini terdapat 7 titik batas bidang yang tidak masuk syarat normalitas data dikarenakan mengalami perubahan bentuk dan posisi yang sangat segnifikan.

Tabel 3.1. Titik batas bidang yang tidak masuk syarat normalitas data

Setelah Uji Normalitas Data, terdapat 183 sampel titik batas bidang tanah yang telah terseleksi untuk masuk ke tahapan untuk signifikasi two tail test dalam solusi fix dan float, nilai rata-rata (dL) dari pergeseran lateral tiap titik (dLi) akan bisa didapatkan sebesar dL = 0,638 m. Setelah mendapatkan nilai rata-rata pergeseran lateral (dL), kemudian dicari nilai Standar Deviasi (S) dari 183 sampel titik batas bidang dan didapat S sebesar 0,346 . Nilai S sebesar 0,346 digunakan untuk menghitung thityang dipakai untuk melakukan uji signifikasi uji-t (two tail test) dengan o sebesar 20 cm, sehingga diperoleh thit= 17,109.Nilai thit= 17,109 menjadi parameter untuk melihat signifikasi pada uji-t (two tail test) dengan menggunakan dk(derajat kebebasan) >>n-1 = 120 , melihat nilai dk pada table t-test maka dengan tingkat kepercayaan 95% nilai ttabel= 1,96.Oleh karena itu, daerah penerimaan H0 pada interval antara -1,96 sampai +1,96, yang digambarkan pada kurva t sebagai berikut :

Gambar 3.4. Nilai Kritis Pengujian Two tail Test untuk taraf signifikansi 0.05 (95%)

Setelah melihat kurva di atas, nilai thit terletak pada daerah penolakan H1 sehingga ada perbedaan signifikan antara koordinat batas bidang hasil pengukuran GPS CORS-RTK NTRIP dengan koordinat titik batas bidang hasil pengukuran teristris yang diikatkan pada TDT orde-4.Perbedaan signifikan ini juga dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean) dE sebesar 0,239 m dan dN sebesar 0,227 m. Dari pengukuran batas bidang tanah ini ini mengalami pergeseran yang mencapai fraksi dm, disebabkan beberapa hal. Salah satunya bentuk dan perubahan posisi patok batas bidang , misalnya patok yang miring ataupun yang sudah hancur. Disamping itu, faktor prgeseran lempeng bumi akibat gempa bumi juga bisa menyebabkan pergeseran koordinat meski efeknya tidak terlalu signifikan.Berikut ini adalah contoh gambar tanda (patok) batas bidang yang miring ataupun yang sudah hancur.

Gambar 3.5. Patok yang rusak/miringPada gambar 3.5 telihat bahwa kondisi pada beberapa tanda batas (patok) bidang tanah mengalami pergeseran akibat rusak , miring atau dipindahkannya dari posisi aslinya, sehingga dapat menyebabkan pergeseran koordinat titik batas bidang tanah.

4. KESIMPULAN DAN SARANDari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat ditarik kesimpulan :1. Peta bidang yang dihasilkan dari pengukuran titik batas bidang menggunakan GPS CORS-RTK NTRIP pada daerah persawahan mempunyai perbandingan dengan peta bidang hasil pengukuran teristris yang diikatkan dengan TDT orde-4 mempunyai pergeseran lateral rata-rata untuk keseluruhan batas bidang untuk dE(Easting) = 0,239 m sedangkan untuk dN(Northing) = 0,227 m.2. Peta bidang yang dihasilkan dari pengukuran menggunkan GPS CORS-RTK NTRIP dapat langsung menghasilkan koordinat dalam sistem proyeksi TM30, sehingga peta bidang nantinya dapat diketahui nomor lembar petanya.3. Pengukuran bidang tanah menggunakan aplikasi GPS CORS metode RTK menggunakan NTRIP untuk daerah terbuka (misalnya persawahan) dapat melakukan pemetaan lebih cepat antara 6 sampai 7 kali dibandingkan pemetaan bidang menggunakan metode teristris (pita ukur) selain itu tergantung juga pada beberapa faktor seperti jaringan internat, jumlah satelit yang didapat pada saat pengukuran .4. Koordinat titik batas bidang hasil pengukuran terhadap 80 bidang tanah menggunakan GPS CORS RTK NTRIP memiliki rata-rata nilai HRMS 0,015 m pada kondisi pengukuran (solution type) fix, sedangkan pada saat float memiliki rata-rata nilai HRMS sebesar 0,076 m.5. Setelah dilakukan pengolahan data dan uji statistika (uji two tail test) pada 80 bidang sampel yang mempunyai 190 sampel titik batas bidang ( solusi fix dan float ) dengan tingkat kepercayaan 95%, standar deviasi 0,346 m serta Nilai thit = 17,109, ada perbedaan signifikan antara koordinat batas bidang tanah hasil pengukuran GPS CORS-RTK NTRIP dengan koordinat bidang tanah hasil pengukuran teristris yang diikatkan pada TDT orde-4. Hal ini terjadi karena faktor percepatan pembangunan infrastruktur daerah urban seperti jalan, rumah, dan lain-lain sehingga Titik Dasar Teknik orde-4 yang digunakan untuk pengikatan ikut juga bergeser. Di samping itu, faktor pergeseran lempeng bumi akibat gempa bumi juga bisa menyebabkan pergeseran koordinat meski efeknya tidak terlalu signifikan.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka untuk pengembangan lebih lanjut disarankan agar :Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka untuk pengembangan pengukuran dengan aplikasi GPS CORS lebih lanjut dapat disarankan agar :1. Perlu adanya kajian yang lebih khusus mengenai jarak optimal untuk pengukuran RTK NTRIP menggunakan stasiun CORS sebagai base stasion. 2. Diperlukan kajian yang lebih lanjut mengenai studi pemanfaatan sistem GPS CORS dalam pengukuran bidang tanah pada kawasan yang mempunyai obstraksi yang lebih tertutup, dengan demikian dapat diketahui kualitas pengukuran bidang yang dihasilkan.3. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi solusi pengukuran (fix dan float) menggunakan RTK NTRIP.4. Untuk pengukuran yang lebih optimal menggunakan aplikasi CORS diperlukan tambahan siyal satelit yang dapat diterima oleh receiver GNSS CORS, misalnya Glonass.5. Aplikasi GPS CORS menggunakan RTK NTRIP dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk pengukuran bidang pada kawasan yang terbuka seperti persawahan, tetapi untuk pengukuran bidang pada kawasan yang memiliki bangunan-bangunan padat tetap menggunkan metode dengan pita ukur atau teodolit.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H.Z. 2005. Rekonstruksi Batas Persil Tanah di Aceh Pasca Tsunami : Beberapa Aspek dan Permasalahannya. Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan. ISSN 1858-1390, Vol. I, No. 2, December, pp. 1-10.Lenz, Elmar. 2004. Networked Transport of RTCM via Internet Protocol (NTRIP) Application and Benefit in Modern Surveying Systems. Applications Engineer : EuropeLMPDP BPN. 2008. Land Management and Policy Development ProgramPetunjuk Teknis PMNA/ KBPN Nomor 3 Tahun 1997 Materi Pengukuran Dan Pemetaan Pendaftaran TanahPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997. Tentang Pendaftaran Tanah.Rahmadi,Eko. 1997. Penentuan Dan Perekonstruksian Batas-Batas Bidang Tanah Dengan Sistem RTK - GPS ( Real Time Kinematic Global Positioning System ). Skripsi. Jurusan Teknik Geodesi. FTSP ITB. BandungRizos, Chris.2009.Global and National Geodesy, GNSS Surveying, and CORS Infrastructure. 7th FIG Regional Conference, Spatial Data Serving People: Land Governance and the Environment Building the Capacity 19-22 October 2009. Hanoi. Vietnam.Sunantyo, Aris T. 2009,GNSS CORS Infrastructure And Standard In Indonesia. 7th FIG Regional Conference, Spatial Data Serving People: Land Governance and the Environment Building the Capacity 19-22 October 2009. Hanoi. Vietnam.Sunarto, K. 2007. Percepatan Ketersediaan Peta Kadaster Sebagai Data Dasar Pembangunan Lingkungan. URL: 202.51.30.13 8/gwan/MAKALAH/ Kris%20Sunarto.pdf. Diunduh pada : 5 Desember 2009Yustia, W. S. 2008. Studi Pemanfaatan Sistem GPS CORS Dalam Rangka Pengukuran Bidang Tanah. Sripsi. DepartemenTeknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Institut Teknologi Bandung