BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik...

17
BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di Indonesia Tanah merupakan bagian dari alam yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia. Hampir seluruh kegiatan manusia dilakukan di atas bidang tanah. Tanah merupakan sumber daya alam yang tidak pernah berubah luasnya meskipun jumlah bidang tanah terus bertambah. Dengan jumlah yang terus bertambah itu, diperlukan suatu ketentuan mengenai kepemilikan dan hal-hal lain terkait bidang tanah. Peraturan mengenai administrasi pertanahan di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka yaitu dengan adanya Hukum Barat yang merupakan hukum tertulis, dan Hukum Adat yang berupa hukum tidak tertulis, namun adanya kedua hukum ini menyebabkan dualisme hukum pertanahan di Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, diberlakukan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang lahir pada tanggal 24 September 1960, sebagai satu-satunya dasar hukum yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan bidang tanah. Dalam UUPA tersebut salah satunya dicantumkan mengenai kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam kegiatan pendaftaran tanah diperlukan adanya suatu referensi yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi seluruh bidang tanah di Indonesia. Di Indonesia, referensi ini diwujudkan dalam bentuk pilar titik dasar teknik berorde yang harus dapat mencakup seluruh area pengukuran. Seiring perkembangan teknologi yang semakin maju, realisasi kerangka referensi ini tidak lagi berupa pilar di lapangan seperti yang selama ini dikenal sebagai titik dasar teknik. Diadakan suatu titik ikat yang permanen, stabil, dan beroperasi secara kontinyu serta dapat menjangkau area pengukuran bidang tanah sampai daerah pelosok, yang dinamakan sistem GPS CORS. GPS CORS merupakan istilah yang dikembangkan oleh sebuah perusahaan produsen receiver GPS. Teknologi serupa yang diterapkan di seluruh dunia oleh sponsor yang berbeda memiliki nama dan istilah yang berbeda-beda, misalnya ACS (Active Control System) di Kanada, MOLDPOS di Republic Moldova, Hongkong GPS Network di Hongkong, dan SIMRSN (Singapore Integrated Multiple Reference

Transcript of BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik...

Page 1: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

BAB II

CORS dan Pendaftaran Tanah di Indonesia

Tanah merupakan bagian dari alam yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan umat manusia. Hampir seluruh kegiatan manusia dilakukan di atas bidang

tanah. Tanah merupakan sumber daya alam yang tidak pernah berubah luasnya

meskipun jumlah bidang tanah terus bertambah. Dengan jumlah yang terus bertambah

itu, diperlukan suatu ketentuan mengenai kepemilikan dan hal-hal lain terkait bidang

tanah. Peraturan mengenai administrasi pertanahan di Indonesia sebenarnya sudah

ada sejak sebelum Indonesia merdeka yaitu dengan adanya Hukum Barat yang

merupakan hukum tertulis, dan Hukum Adat yang berupa hukum tidak tertulis,

namun adanya kedua hukum ini menyebabkan dualisme hukum pertanahan di

Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, diberlakukan Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA) yang lahir pada tanggal 24 September 1960, sebagai satu-satunya dasar

hukum yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan bidang tanah. Dalam UUPA

tersebut salah satunya dicantumkan mengenai kegiatan pendaftaran tanah yang

dilakukan oleh pemerintah.

Dalam kegiatan pendaftaran tanah diperlukan adanya suatu referensi yang

dapat dijadikan sebagai acuan bagi seluruh bidang tanah di Indonesia. Di Indonesia,

referensi ini diwujudkan dalam bentuk pilar titik dasar teknik berorde yang harus

dapat mencakup seluruh area pengukuran. Seiring perkembangan teknologi yang

semakin maju, realisasi kerangka referensi ini tidak lagi berupa pilar di lapangan

seperti yang selama ini dikenal sebagai titik dasar teknik. Diadakan suatu titik ikat

yang permanen, stabil, dan beroperasi secara kontinyu serta dapat menjangkau area

pengukuran bidang tanah sampai daerah pelosok, yang dinamakan sistem GPS

CORS. GPS CORS merupakan istilah yang dikembangkan oleh sebuah perusahaan

produsen receiver GPS. Teknologi serupa yang diterapkan di seluruh dunia oleh

sponsor yang berbeda memiliki nama dan istilah yang berbeda-beda, misalnya ACS

(Active Control System) di Kanada, MOLDPOS di Republic Moldova, Hongkong

GPS Network di Hongkong, dan SIMRSN (Singapore Integrated Multiple Reference

Page 2: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

Station Network) di Singapura [Rizos, C. et al, 2003]. Sampai saat ini belum ada

istilah umum dan baku yang digunakan untuk penyebutan sistem ini, tergantung

kepada masing-masing negara pengelola dan penyedia sistem.

2.1 Kadaster

Kadaster adalah suatu sistem informasi pertanahan berbasis persil yang berisi

informasi terkini tentang segala kepentingan yang terkait dengan tanah, seperti hak

atas tanah, batasan-batasan dan tanggung-jawab yang harus dipenuhi dalam

pemilikan dan pengelolaan tanah [http://surkad.gd.itb.ac.id, 2007]. Umumnya

kadaster meliputi deskripsi geometris bidang tanah atau persil yang dikaitkan dengan

catatan lain mengenai kepentingan yang terkait dengan bidang tanah tersebut,

kepemilikan atau kontrol terhadap kepentingan-kepentingan tersebut, selain itu sering

pula berisi informasi mengenai nilai bidang tanah dan pengembangan yang telah

dilakukan diatas bidang tanah tersebut. Secara umum kadaster dimaksudkan untuk

pengelolaan hak atas tanah, nilai tanah, dan pemanfaatan tanah. Untuk menuangkan

data-data dan informasi suatu bidang tanah agar tersusun menjadi suatu sistem yang

baik, dilakukan kegiatan pendaftaran tanah yang kemudian menghasilkan peta

kadaster atau peta pendaftaran tanah.

2.2 Dynamic Cadastre

Konsep dynamic cadastre dilatarbelakangi fenomena geodinamika yang

terjadi di dalam bumi dan menimbulkan efek bagi kestabilan posisi dan terutama

titik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di

suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika ini, koordinat batas-batas

bidang tanah yang dinyatakan dalam suatu referensi koordinat akan berubah

mengikuti pergerakan yang terjadi pada tanah di bawahnya. Dynamic cadastre

merupakan suatu program yang dikembangkan dalam rangka mengatasi perubahan

koordinat yang diakibatkan geodinamika ini. Konsepnya adalah membangun jaringan

kontrol modern untuk menggantikan jaringan kontrol statik yang ada sebelumnya,

dan menempatkan receiver GPS di atas titik tersebut. Receiver GPS ini kemudian

Page 3: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

mengontrol perubahan jaring yang terjadi akibat pergerakan tanah di tempat titik

jaring tersebut melalui informasi posisi yang diperoleh dari sinyal satelit. Selanjutnya

pengukuran titik-titik batas bidang tanah tinggal mengacu pada stasiun jaringan dan

koordinatnya telah terdefinisi dalam referensi yang sama dengan jaringan kontrol

geodetik yang baru dan fleksibel mengikuti pergerakan geodinamika [Blick and

Grant, 2007].

Di Indonesia konsep dynamic cadastre belum diterapkan. Salah satu negara

yang sudah menerapkan sistem dynamic cadastre di negaranya adalah Selandia Baru.

Di negara tersebut konsep ini dikembangkan dengan latar belakang kondisi

geografisnya yang mirip dengan Indonesia, dimana terdapat lempeng Pasifik dan

lempeng Australia yang dinamis dan menyebabkan pergerakan dan dinamika bagi

tanah Selandia Baru. Perubahan yang diakibatkan pergerakan lempeng ini mencapai

angka 5 cm per tahun dan mengakibatkan perubahan posisi batas-batas bidang tanah

di Selandia Baru. Hal ini kemudian diatasi dengan membangun kerangka referensi

yang dinamis dan diintegrasikan dengan teknologi GPS, dan mampu menyingkirkan

30.000 titik kontrol geodesi sebelumnya dengan ribuan titik kerangka yang baru dan

dinamis [Blick and Grant, 2007].

2.3 Pendaftaran Tanah di Indonesia

Administrasi pertanahan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman sebelum

Indonesia merdeka, dimana saat itu berlaku Hukum Barat yang berlaku pada tanah-

tanah yang dikuasai oleh orang-orang Barat / Belanda di Indonesia, dan Hukum Adat

yang mengatur tanah-tanah adat di Indonesia (misalnya tanah ulayat). Adanya dua

jenis peraturan ini kemudian menimbulkan dualisme hukum pertanahan di Indonesia.

Sejak 24 September 1960 dikeluarkanlah Undang-Undang Pokok Agraria sebagai

satu-satunya dasar hukum di Indonesia yang berkaitan dengan bidang tanah. UUPA

berdasar pada hukum adat yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi

seluruh rakyat Indonesia dan memuat seluruh hak-hak atas tanah, fungsi tanah,

subjek-subjek yang berwenang memiliki bidang tanah, kedudukan pemerintah dalam

pertanahan nasional, dan pendaftaran tanah.

Page 4: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

Menurut PP No.24 tahun 1997, pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan

yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur,

meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan

data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang

tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya

bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah

susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Dalam PP No 24 Tahun 1997

disebutkan bahwa kegiatan pendaftaran tanah meliputi :

1. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, yang terdiri dari :

o Pengukuran atau pengadaan titik dasar teknik.

o Pengukuran batas bidang tanah.

o Pembuatan Peta Pendaftaran Tanah

2. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

3. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian

yang kuat.

Salah satu tujuan pendaftaran tanah adalah menjamin kepastian hukum dan

perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah. Jaminan kepastian

hukum ini dituangkan dalam bentuk sertipikat. Sertipikat merupakan surat tanda bukti

hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data

yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut

sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

Sertipikat menjadi suatu jaminan dan pegangan agar objek bidang tanah yang dimiliki

seseorang tidak tertukar dan tidak berpotensi menimbulkan konflik, yang

diidentifikasikan melalui koordinat yang unik dan tunggal. Definisi bidang tanah

sendiri adalah bagian dari permukaan bumi yang dengan sengaja telah diberikan

tanda-tanda batas penguasaannya oleh seseorang atau badan hukum maupun badan

kekuasaan negara ataupun masyarakat hukum adat sehingga menjadi suatu lahan

mandiri [Haroen, 2008].

Gambar 2.1 menunjukkan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam kegiatan

pendaftaran tanah. Diawali dengan pengadaan titik dasar teknik sebagai referensi

Page 5: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

pengukuran bidang tanah yang kemudian dicantumkan dalam Peta Dasar Pendaftaran.

Selanjutnya Peta Dasar Pendaftaran diintegrasikan dengan informasi bidang tanah

dan selanjutnya dilakukan pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang akan

dibuatkan Daftar Tanah dan Surat Ukur atas tanah tersebut.

Gambar 2.1 Tahapan Kegiatan Pendaftaran Tanah

2.3.1 Kerangka Referensi di Indonesia

Pengukuran batas bidang tanah harus mengacu atau diikatkan ke titik ikat

yang permanen dan memiliki cakupan luas. Titik acuan yang disebut sebagai

kerangka klasik adalah titik dasar teknik, yang merupakan titik tetap yang

mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu pengukuran dan perhitungan dalam

suatu sistem tertentu yang berfungsi sebagai titik acuan ataupun titik ikat untuk

keperluan pengukuran dan rekonstruksi batas. Syarat untuk tugu yang akan dijadikan

Pengukuran dan pemetaan

batas bidang tanah

Pembuatan Daftar Tanah

Pengadaan titik dasar

teknik orde 2, 3, dan 4

Penetapan batas

bidang tanah

Pembuatan Peta

Pendaftaran Tanah

Pembuatan Surat Ukur

Peta Dasar

Pendaftaran

Pengumpulan data

bidang tanah

Page 6: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

titik dasar adalah sebaiknya ditempatkan pada lokasi yang aman dari gangguan dan

dibangun di atas suatu daerah atau tanah yang dianggap stabil.

Titik dasar teknik atau titik kerangka klasik diklasifikasikan menurut

kerapatannya (orde) yaitu titik dasar teknik orde 0, titik dasar teknik orde 1, titik

dasar teknik orde 2, titik dasar teknik orde 3, dan titik dasar teknik orde 4.

Pengukuran titik dasar teknik orde 2 dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional

dengan mengikatkan ke titik-titik dasar teknik orde 0 dan orde 1 dari KDGN

(Kerangka Dasar Geodesi Nasional) yang dibangun oleh Badan Koordinasi Survei

dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Pengukuran titik dasar teknik orde 3

dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional dengan mengikatkan ke titik-titik dasar

teknik orde 2. Pengukuran titik dasar teknik orde 4 dilaksanakan dalam sistem

koordinat nasional dengan mengikatkan ke titik-titik dasar teknik orde 3, dan

dibangun dengan kerapatan 150-200 m. Apabila tidak memungkinkan, pengukuran

titik dasar teknik orde 4 dapat dilaksanakan dalam sistem koordinat lokal dimana

kemudian hari harus ditransformasikan ke dalam sistem koordinat proyeksi nasional.

[Riandoko, 1996]. Sistem koordinat nasional menggunakan sistem koordinat proyeksi

Transverse Mercator dengan lebar zone 3° atau sering disebut sebagai TM3°.

Pembagian orde titik dasar yang digunakan di Indonesia saat ini ditunjukkan

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Pembagian orde titik dasar [Handoko, 1998]

Orde Kerapatan Penyelenggara Metode Pengukuran

Orde 0 250-600 km Bakosurtanal Pengamatan GPS

Orde 1 30 km Bakosurtanal Pengamatan GPS

Orde 2 10 km BPN Pengamatan GPS

Orde 3 2 km BPN Pengamatan GPS

Orde 4 150-200 m BPN Pengamatan GPS / terestris

Pengukuran titik dasar orde 2 dan 3 dilakukan dengan menggunakan metode

GPS dan berbentuk jaringan yang dinamakan Kerangka Dasar Kadastral Nasional

(KDKN). Untuk pengukuran dan pemetaan bidang tanah secara klasik, titik ikat yang

menjadi acuan adalah titik dasar teknik orde 4 yang merupakan perapatan dari titik-

Page 7: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

titik dasar teknis orde 3. Realisasi pengukuran titik orde 4 di BPN dilakukan dengan

metode GPS atau pengukuran terestris dengan poligon. Untuk lebih jelas mengenai

karakteristik geometrik titik-titik dasar ini ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Karakteristik geometrik titik dasar teknik orde 2, 3, dan 4

[Abidin, 2000]

2.3.2 Permasalahan Pendaftaran Bidang Tanah Dikaitkan dengan Keadaan

Referensi Klasik di Indonesia Saat Ini

Menurut PP No.24 tahun 1997 Bab III Pasal 5 dinyatakan bahwa Pendaftaran

Tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN adalah

Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang tugasnya meliputi bidang pertanahan.

Beberapa fungsi BPN diantaranya adalah penyelenggaraan dan pelaksanaan survey,

pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan, dan pelaksanaan pendaftaran tanah

dalam rangka menjamin kepastian hukum.

Dalam melakukan pemetaan bidang tanah, diperlukan titik-titik ikat yang

permanen dan mencakup seluruh kawasan pengukuran dalam rangka konsistensi

referensi objek yang diukur. Dalam hal ini titik ikat yang dimaksud adalah titik dasar

= titik dasar teknik orde 2

= titik dasar teknik orde 3

Page 8: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

teknik. Titik dasar teknik adalah titik yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari

suatu pengukuran dan perhitungan dalam suatu referensi tertentu yang berfungsi

sebagai titik kontrol atau titik ikat untuk keperluan pengukuran dan rekonstruksi batas

[PP No.24 Tahun 1997, Pasal 1 Ayat 13]. Pengadaan titik dasar ini dilakukan oleh

badan pemerintah yang berewenang, dalam hal ini BPN dan Bakosurtanal. BPN

melakukan pembangunan titik dasar orde 2, 3, dan 4 yang pada prinsipnya merupakan

densifikasi titik kontrol geodesi nasional orde 0 dan 1 atau disebut juga Jaring

Kontrol Geodesi (Horisontal) Nasional yang diukur dan dibangun oleh Bakosurtanal.

Titik dasar teknik orde 2 dibangun dengan kerapatan ± 10 km, titik dasar orde 3

dibangun dengan kerapatan ± 1-2 km, dan titik dasar orde 4 dibangun dengan

kerapatan ± 150-200 m, dengan mengacu pada datum WGS 1984.

Pada tahun 2007 Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan

Presiden no.85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional. Dalam PerPres

ini disebutkan bahwa saat ini data spasial sebagai data yang berkaitan dengan unsur

keruangan belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh instansi pemerintah

maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibentuklah Jaringan Data

Spasial Nasional (JDSN) sebagai suatu sistem penyelenggaraan pengelolaan data

spasial secara bersama, tertib, terukur, terintegrasi, dan berkesinambungan serta

berdayaguna.

Dalam Pasal 9 PerPres tersebut dicantumkan bahwa Bakosurtanal adalah

Penghubung Simpul Jaringan yang bertugas membangun sistem akses JDSN,

memfasilitasi pertukaran data spasial, memelihara sistem akses JDSN, dan melakukan

pembinaan kepada Simpul Jaringan. Simpul Jaringan adalah institusi yang

bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pengumpulan, pemeliharaan,

pemutakhiran, pertukaran, dan penyebarluasan data spasial tertentu, termasuk

diantaranya adalah Badan Pertanahan Nasional. Sebagai lembaga pemerintah yang

melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang pertanahan, BPN bertugas

menyiapkan data spasial berupa kerangka dasar kadastral dan bidang tanah, termasuk

diantaranya penyediaan data batas-batas bidang tanah seluruh Indonesia yang

mengacu pada satu sistem koordinat nasional dan terintegrasi dengan referensi global.

Page 9: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

Terkait fungsi BPN dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, BPN memiliki

target untuk dapat memetakan seluruh bidang tanah di Indonesia dalam waktu 18

tahun [Kompas, 2007]. Jumlah bidang tanah yang ada di seluruh wilayah Indonesia

saat ini adalah kurang lebih 80 juta bidang, dan yang sudah terpetakan dan terdaftar

adalah sekitar 30 juta bidang [Sunarto, 2007]. Hal ini berarti masih ada 50 juta bidang

tanah yang belum didaftarkan dan menjadi tugas BPN.

Dalam melakukan pengukuran bidang tanah banyak masalah dan kendala

yang dihadapi oleh BPN. Salah satunya adalah tingginya permintaan pembuatan

sertipikat oleh para pemilik bidang tanah yang tidak diimbangi dengan ketersediaan

fasilitas dan sumber daya pengukuran dan pemetaan bidang tanah, salah satunya

keberadaan titik dasar yang masih sangat kurang di Indonesia. Saat ini pilar orde 4

yang sudah dibangun di Indonesia sebanyak ± 20.000 titik dari ratusan ribu titik yang

seharusnya dibangun di seluruh wilayah Indonesia [Soemarto, 2008, komunikasi

personal]. Kurangnya sebaran ini menyebabkan pengukuran dan pemetaan bidang

tanah sulit dilakukan di daerah-daerah yang belum tersedia pilar titik dasar disana,

terutama daerah-daerah pelosok. Padahal informasi jumlah dan batas bidang tanah di

daerah ini sangat penting dalam menunjang program dan target BPN yang ingin

memetakan bidang-bidang tanah di seluruh wilayah Indonesia.

Indonesia merupakan wilayah yang dinamis dan banyak mengalami

pergerakan geodinamika di dalam bumi yang data mempengaruhi kestabilan posisi

titik-titik di muka bumi, salah satunya pilar titik-titik dasar. Sebagai konsekuensi dari

pergerakan geodinamika di Indonesia, saat ini banyak pilar titik dasar teknik yang

mengalami perubahan posisi baik secara vertikal maupun horisontal dalam lingkup

temporal dan spasial, namun nilai koordinat dan posisinya tidak pernah diperbaharui.

Banyak titik yang letaknya sudah bergeser beberapa centimeter atau bahkan dalam

orde meter, tetapi koordinatnya masih dianggap sama dengan waktu pertama kali

pengukuran dan pemasangan yang dilakukan sebelum titik tersebut bergeser. Padahal

dengan adanya perubahan fisik dari pilar-pilar titik dasar ini maka nilai koordinat pun

harus berubah untuk menjaga konsistensi posisi sebenarnya di lapangan. Tidak

sedikit pula titik yang fisiknya sudah rusak atau dipindahkan tanpa pemberitahuan

Page 10: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

kepada kantor pertanahan setempat, namun masih kerap digunakan dalam kegiatan

survei dan pemetaan sebagai titik acuan, terutama titik-titik yang dibangun di daerah

yang sekarang menjadi wilayah pemukiman.

2.4 Sistem Referensi Spasial

Selain masalah-masalah di atas, ada masalah lain yang terkait dengan

keberadaan dan kestabilan titik-titik dasar teknik di Indonesia. Indonesia merupakan

wilayah yang dinamis sehingga termasuk daerah rawan bencana, diantaranya yang

paling mengguncang adalah kasus gempa dan tsunami yang melanda Aceh pada 26

Desember 2004. Salah satu dampak dari bencana ini yaitu terjadi ketidakjelasan

subjek dan objek bidang tanah yang ditandai dengan hilangnya penanda batas dari

puluhan ribu persil tanah di lapangan serta tenggelamnya sejumlah persil tanah akibat

rendaman air laut, dan hilangnya pemilik sah bidang tanah yang meninggal dunia

akibat bencana tersebut. Menurut [Kompas, 2005], sekitar 12.000 lembar sertipikat

tanah yang merupakan dokumen legal yang berisikan informasi tentang lokasi posisi

persil tanah juga turut hilang. Bahkan dilaporkan juga bahwa sedikitnya 40.000

lembar sertipikat tanah yang tersimpan di Kanwil BPN Provinsi NAD dapat

diselamatkan meski kondisinya tidak seluruhnya utuh [Abidin et al, 2005].

Mengingat kejelasan status, kepemilikan, dan lokasi persil tanah sangat

dibutuhkan untuk menggerakkan roda kehidupan masyarakat, maka dilakukan proses

rekonstruksi batas persil di wilayah Aceh yang melibatkan berbagai instansi. Namun,

berkaitan dengan usaha rekonstruksi tersebut, timbul beberapa permasalahan yang

terkait dengan kerangka referensi dan acuan yang digunakan dalam pengukuran dan

pemetaan batas bidang tanah di Indonesia selama ini, diantaranya sebagian besar

(atau bahkan semua) persil-persil tanah yang terkena dampak gempa dan tsunami

titik-titik batasnya tidak mempunyai koordinat dalam sistem global WGS 1984.

Selain itu, banyak tugu-tugu survei (orde 2, 3 dan 4) yang rusak dan hilang akibat

bencana gempa dan tsunami ini, sehingga menyulitkan proses rekonstruksi titik-titik

batas bidang tanah yang koordinatnya diketahui dalam sistem koordinat lokal dan

Page 11: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

terikat secara langsung ataupun tidak langsung dengan koordinat tugu-tugu survei

tersebut.

Sulitnya rekonstruksi bidang tanah di Aceh pasca tsunami menimbulkan suatu

pemikiran bahwa dalam pelaksanaan pengukuran bidang tanah diperlukan suatu

acuan yang stabil, cepat, konsisten dalam hal akurasi, murah, dan terintegrasi dalam

sistem referensi global. Hal ini berlaku tidak hanya untuk kejadian gempa dan

tsunami saja, tetapi untuk keadaan seluruh wilayah Indonesia. Untuk mengatasi

permasalahan ini diperlukan adanya suatu sistem referensi yang dapat dijadikan

sebagai acuan dalam pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah, yang dianggap

stabil dan mampu mengatasi masalah geodinamika ini.

Spatial Reference System (SRS) adalah suatu sistem berbasis koordinat, baik

lokal, regional maupun global yang digunakan untuk menentukan lokasi atau posisi

suatu objek di muka bumi. Sistem ini dikembangkan dalam rangka mencegah adanya

referensi ganda untuk satu posisi di seluruh dunia, dan menjamin adanya konsistensi

dalam menyatakan koordinat.

Menurut NOAA1, suatu sistem referensi harus memenuhi beberapa

persyaratan untuk menjadi suatu sistem referensi spasial, diantaranya :

• Akurat akurasi mencapai cm dengan cakupan global

• Multiguna dapat digunakan dalam segala aplikasi disiplin

ilmu, baik bidang geodesi, geofisik, surveying,

pemetaan, navigasi, dan aktivitas GIS

• Aktif datanya dapat diakses via internet

• Terpadu terintegrasi dengan layanan sistem referensi

global, seperti International Earth Rotation,

Reference System Service, International GPS

Service, dll.

1http://www.ngs.noaa.gov/CORS/CorsPP/WA-SlideShow

Page 12: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

2.5 Global Navigation Satellite System (GNSS)

GNSS (Global Navigation Satellite System) adalah suatu sistem satelit

navigasi dan penentuan posisi geo-spasial dengan cakupan dan referensi global yang

menyediakan informasi posisi dengan ketelitian bervariasi, yang diperoleh dari waktu

tempuh sinyal radio yang dipancarkan dari satelit dan ditangkap oleh receiver.

Beberapa satelit navigasi yang merupakan bagian dari GNSS diantaranya adalah GPS

milik Amerika Serikat, GLONASS milik Rusia, Galileo milik Eropa, dan Compass

yang dimiliki dan dikelola oleh China. Gambar 2.2 menunjukkan prinsip penentuan

posisi yang dilakukan dengan metode dengan satelit, baik menggunakan satelit-satelit

GPS, Glonass, Galileo, maupun Compass.

Gambar 2.3 Prinsip Penentuan Posisi dengan Satelit [Abidin, 2000]

2.6 Continuously Operating Reference Station (CORS)

IGS (International GNSS Service) adalah suatu organisasi internasional yang

merupakan kumpulan dari agensi di seluruh dunia yang mengumpulkan sumber dan

data permanen dari stasion GNSS dan memelihara sistem GNSS. IGS menyediakan

data dan produk berkualitas tinggi yang digunakan untuk kepentingan penelitian

ilmiah, aplikasi multidisiplin, pendidikan, yang merupakan salah satu komponen

kunci penghubung ke ITRF sebagai kerangka realisasi sistem koordinat referensi

global. Setiap negara berkontribusi dalam IGS dengan membangun stasiun-stasiun

Page 13: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

IGS di seluruh dunia dan saat ini IGS menangani dua stasiun GNSS, yaitu GPS dan

GLONASS.

CORS (Continuously Operating Reference Stations) adalah suatu teknologi

berbasis GNSS yang berwujud sebagai suatu jaring kerangka geodetik yang pada

setiap titiknya dilengkapi dengan receiver yang mampu menangkap sinyal dari satelit-

satelit GNSS yang beroperasi secara kontinyu 24 jam per hari, 7 hari per minggu

dengan mengumpulkan, merekam, mengirim data, dan memungkinkan para pengguna

memanfaatkan data untuk penentuan posisi, baik secara post-processing maupun

real-time.

CORS pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat sejak Oktober 2001

oleh The National Geodetic Survey (NGS) yang merupakan bagian dari NOAA

(National Oceanic and Atmospheric Administration) dan mulai dioperasikan secara

kontinyu sejak November 2005. Kini CORS mulai merambah dan banyak digunakan

oleh negara-negara maju di Eropa, Australia, Korea, bahkan Irak, untuk berbagai

aplikasi dan keperluan tak hanya dalam bidang geodesi, tetapi juga dalam bidang

geofisik, survey dan pemetaan, GIS, navigasi, militer, meteorologi, dan lain-lain.

Sejak tahun 2006 di Indonesia telah dibangun stasiun-stasiun CGPS

(Continuous GPS) oleh Bakosurtanal yang ditempatkan di beberapa daerah di

Indonesia, diantaranya di Kantor Pusat Bakosurtanal di Cibinong Bogor, Bali,

kawasan industri di Selat Sunda, dan di Bandung tepatnya di Pusat Peneropongan

Bintang Bosccha, Lembang. Sampai saat ini jaringan CGPS di Indonesia sudah

mencakup Jawa Barat sebanyak 15 stasiun dan Bali sebanyak 7 stasiun. Diharapkan

dalam beberapa tahun mendatang stasiun-stasiun CGPS ini dapat dikembangkan

menjadi sistem yang aktif dan multiguna.

CORS menyediakan data pengamatan kode (C/A, P1, dan P2) dan data fase

(L1 dan L2), GPS ephemerides, dan koreksi untuk DGPS, model ionosfir, troposfer,

dan lain-lain. Data yang diamati dapat diatur dan disesuaikan dengan keperluan. Data

dapat disimpan per jam atau per hari, dengan selang waktu pengamatan per 1 detik, 5

detik, 10 detik, 15 detik, dan 30 detik, kemudian dikirim melalui jaring

telekomunikasi berkecepatan tinggi ke pusat pengendali jaringan untuk selanjutnya

Page 14: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

disimpan, didistibusikan, atau diolah untuk kepentingan lainnya. Selain menyediakan

data-data tersebut, CORS juga menyediakan layanan untuk pengolahan data GPS

secara online, transformasi datum, sistem proyeksi, dan penentuan tinggi ortometrik,

yang semuanya dapat diakses dalam waktu 15 menit sejak pengguna mengirimkan

data yang ingin diolah sampai data selesai diolah dan dikirimkan langsung melalui

email kepada pengguna.

Stasiun CORS dibangun permanen dan ditentukan koordinatnya yang diukur

setiap hari, kemudian ditempatkan receiver diatasnya. Jaringan stasiun CORS

dikontrol jarak jauh dan diawasi dengan menggunakan sistem jaminan kualitas yang

diotomatisasi, serta dilakukan pemeliharaan secara ilmiah. Selain itu sistem CORS

terintegrasi dengan International Earth Rotation and Reference System Service,

sehingga memberikan posisi yang bereferensi global dan datanya dapat diakses lewat

internet oleh pengguna.

Tujuan utama dibangun CORS adalah sebagai titik ikat yang memiliki radius

cukup dekat dengan titik pengukuran untuk memperoleh kualitas data yang baik.

Dalam hal titik ikat yang mengacu pada satu referensi global dengan cakupan luas

dan jarak baseline panjang, tidak hanya kerangka CORS yang dapat dijadikan sebagai

referensi dalam pengukuran bidang tanah di Indonesia. Keberadaan stasiun-stasiun

IGS sebenarnya dapat juga dijadikan sebagai referensi dalam pengukuran batas

bidang tanah di Indonesia. Cakupan IGS sangat luas dan bervariasi jika dibandingkan

dengan cakupan dari kerangka CORS bisa mencapai beberapa ratus kilometer.

Namun ada banyak kendala jika kita menggunakan IGS sebagai titik ikat langsung

pengukuran bidang tanah. Selain akan mempengaruhi nilai ketelitian yang dihasilkan

dikarenakan jarak yang jauh, pengolahan data dari pengukuran yang terikat pada IGS

juga membutuhkan kemampuan perangkat lunak yang memadai dan tidak mudah

dalam pengolahannya. Untuk itu diperlukan SDM (Sumber Daya Manusia) yang

memadai dan berkualitas agar strategi pengolahan data yang diterapkan dapat

menghasilkan data yang berkualitas.

Karena CORS digunakan sebagai titik acuan yang digunakan untuk berbagai

aplikasi yang menuntut ketelitian tinggi, posisi CORS sendiri harus memiliki kualitas

Page 15: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

yang baik. Posisinya terus dipantau dan terus diperbaharui terutama jika terjadi

pergerakan di bawah tanah tempat stasiun CORS berada, CORS mampu

mengakomodir adanya pergerakan lempeng dalam skala lokal maupun global, dan

ditentukan dengan mengolah data dari stasiun-stasiun CORS lain yang merupakan

bagian dari jaringan CORS global yang sudah ada, dengan metode double-difference

untuk mengeliminir kesalahan jam atom pada satelit GPS.

2.6.1 Pengukuran Bidang Tanah Yang Mengacu Pada Kerangka CORS

Menurut survey yang dilakukan NOAA, secara umum aplikasi CORS dalam

survey dan pemetaan kadaster mencapai 39.6% dari pasar dan aplikasi CORS di

dunia2. Dalam pengukuran bidang tanah dengan kerangka CORS, CORS berfungsi

sebagai titik ikat atau acuan dalam pelaksanaan pengukuran bidang tanah. Posisi titik

batas bidang tanah ditentukan secara relatif terhadap titik CORS tersebut dengan

metode penentuan posisi secara diferensial.

Prinsip pelaksanaannya yaitu CORS sebagai titik acuan yang telah diketahui

koordinatnya (stasion), dan receiver GPS di lapangan sebagai rover, bergerak dari

satu titik batas bidang tanah ke titik batas bidang tanah lainnya. Receiver yang

dibawa ke lapangan cukup satu buah saja sebagai rover. Penentuan posisi ditentukan

secara diferensial dengan data fase. Lama pengamatan disesuaikan dengan ketelitian

posisi yang diinginkan, metode yang dipilih, jarak antara persil tanah dengan titik

dasar teknik yang digunakan, serta jenis data pengamatan yang digunakan untuk

perhitungan posisi.Sedangkan pengamatan di titik acuan dilakukan selama selang

pengukuran seluruh titik batas berlangsung termasuk selama selang waktu pergerakan

receiver antar titik-titik batas.

Posisi yang dihasilkan dari pengukuran dengan CORS adalah posisi tiga

dimensi (φ, λ, h) yang mengacu pada sistem referensi global, ITRF dengan akurasi

yang diperoleh dapat mencapai level cm.

2http://www.ngs.noaa.gov/CORS/CorsPP/WA-SlideShow

Page 16: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

Data koordinat yang diperoleh kemudian disimpan sebagai basis data yang dapat

terus diperbaharui dan dijadikan suatu sistem informasi pertanahan yang terstruktur.

Agar pengukuran dapat dilakukan dengan baik dan menghasilkan posisi yang minim

kesalahan, syarat-syarat pengukuran harus dipenuhi diantaranya lokasi pengukuran

mempunyai ruang pandang yang terbuka ke langit untuk memudahkan sinyal GPS

mencapai antena receiver, jauh dari objek / benda yang mudah memantulkan sinyal

GPS, untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya multipath.

Pengukuran batas bidang tanah dengan CORS sebagai titik acuan dapat

dilakukan di daerah yang cukup jauh dari cakupan titik dasar orde 3 atau bahkan tidak

ada titik dasar di daerah tersebut asalkan masih dalam cakupan 50-100 km. Selama

syarat teknis pengukuran masih dapat dipenuhi, CORS dapat memberikan akurasi

yang baik sampai level cm. Namun, pengukuran batas bidang tanah dengan metode

satelit dengan CORS sebagai acuan mempunyai beberapa kekurangan, diantaranya

tidak dapat digunakan pada daerah yang banyak memiliki hambatan pandangan ke

langit (obstruksi) seperti daerah perkotaan, bawah tanah, dan kondisi daerah yang

tidak memungkinkan lainnya. Selain itu proses pengolahan data dari metode ini tidak

termasuk hal yang mudah, apalagi jika menginginkan ketelitian yang tinggi.

Prinsip pengukuran bidang tanah yang mengacu pada kerangka CORS

ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Prinsip Pengukuran Bidang Tanah dengan CORS

Page 17: BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di · PDF filetitik-titik jaring kontrol geodesi statik sebagai acuan atau referensi yang digunakan di suatu wilayah. Karena adanya pergerakan geodinamika

2.6.2 Kombinasi Pengukuran GPS, ETS, dan CORS

Pengukuran batas bidang tanah dapat dilakukan dengan metode kombinasi

antara ETS, GPS, dan CORS. Dalam hal ini digunakan alat ETS dan GPS untuk

mengukur batas-batas bidang tanah di daerah yang belum memiliki titik acuan

permanen, dengan CORS sebagai titik acuan.

Pelaksanaannya yaitu dibangun dua buah titik bantu sementara berupa patok

yang dipasangi alat GPS di sekitar titik batas persil. Dengan diikatkan kepada CORS,

dapat diketahui nilai koordinat titik bantu sementara ini. Dari dua titik yang diketahui

koordinatnya ini dapat ditentukan nilai azimuth awal yang menjadi acuan untuk

pengukuran dengan ETS. Selanjutnya pengukuran titik batas bidang tanah dilakukan

dengan ETS yang mengukur sudut dan jarak dari tiap titik batas bidang tanah. Nilai

koordinat yang diperoleh dari ukuran sudut dan jarak ETS akan mengacu pada sistem

koordinat GPS.

Metode ini digunakan seandainya bidang tanah yang akan diukur terletak di

daerah yang banyak obstruksinya, misalnya pemukiman padat, dan gedung-gedung

bertingkat. Dengan metode kombinasi pengukuran bidang tanah masih dapat

dilakukan dengan tingkat ketelitian yang relatif baik dan waktu yang cukup cepat.

Ilustrasi metode kombinasi ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.5 Pengukuran batas bidang tanah metode kombinasi ETS dan GPS