CONTOH!!!1111
-
Upload
dimas-hervian-putera -
Category
Documents
-
view
235 -
download
0
description
Transcript of CONTOH!!!1111
LAPORAN KASUS
MOLA HIDATIDOSA
Pembimbing :
dr. Bambang Widjanarko, SpOG
Disusun oleh :
Amyra Fitria Jasmin
2012737001
KEPANITERAAN STASE KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA UTARA SUKAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Mola Hidatidosa”. Laporan
kasus ini penulis ajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
kepanitraan klinik stase Obstetri dan Ginekologi di Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Penulis menyadari laporan kasusini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya. Atas selesainya
laporan kasus ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada dr. Bambang Widjanarko,SpOG, yang telah memberikan persetujuan
dan pembimbingan. Semoga laporan kasus ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi
penulis dan para pembaca.
Jakarta, Oktober 2015
Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 42 tahun
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 02 Desember 1972
Alamat : Jl. Sukapura Rt 010/01 Kel. Sukapura. Kec. Cilincing,
Jakarta Utara
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan terakhir : SMA
Status Pernikahan : Menikah
Nama Suami : Tn. CR
Masuk RS : 16 Oktober 2015
No. Rekam Medis : 00214578
B. Anamnesis
1. Keluhan utama
Keluar darah pervaginam semenjak kemarin sebelum masuk rumah sakit
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dating ke rumah sakit dengan keluhan keluar darah dari vagina sejak
kemarin, darah yang keluar begumpal-gumpal dan banyak, berwarna merah
kecoklatan. Pasien mengaku hamil anak ke – 4 dan sejak 3 bulan yang lalu
pasien mengelukan keluarnya flek coklat dari vagina, dalam jumlah sedikit.
Pasien juga merasa pusing dan lemas. Pasein juga mengeluhkan adanya mual
hingga muntah semenjak 2 hari sebelum masuk rumah sakit..
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanyan riwayat penyakit jantung, hipertensi, asma, dan
diabetes mellitus.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit
diabetes mellitus, hipertensi, ataupun asma.
5. Riwayat Perkawinan
Perkawinan pertama, masih kawin, lama kawin 20 tahun
6. Riwayat Haid
Pertama usia 12 tahun, teratur, dan sakit, lama haid 7 hari, Siklus 28 hari, ibu
mengaku lupa hari pertama haid terakhir.
7. Riwayat Operasi
Pasien menyangkal pernah mengalami operasi
8. Riwayat Persalinan
Tempat Penolong Tahun AtermJenis
persalinan
Anak
Sex Berat Keadaan
Puskesmas Bidan 1996 Aterm Spontan Laki-laki 3000 Sehat
Puskesmas Bidan 1998 Aterm Spontan Perempuan 2900 Sehat
BPS Bidan 2006 Aterm Spontan Perempuan 2500 Sehat
Hamil ini - - - - - - -
9. Riwayat pengobatan
Pasien menyangkal sudah mengkosumsi obat sejak mengalami gejala seperti t
ini
10. Riwayat alergi
Pasien menyangkal memiliki alergi terhadap makanan, debu, cuaca, dan lain-
lain
11. Riwayat psikososial
Pasien mengaku memiliki pola makan istirahat yang teratur, namun pola olah
raga tidak teratur. Pasien juga menyangkal mengkonsumsi rokok, obat, atau
alkohol.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tekanan darah : 120/70 mmHg
4. Suhu : 36,5oC
5. Pernapasan : 18 kali/menit
6. Nadi : 97 kali/menit
7. Tinggi badan : 156 cm
8. Berat badan : 41 kg
9. Rambut : Bersih
10. Mata : Konjungtiva anemis (+/+) , Sklera ikterik (-/-)
11. Mulut : Mukosa bibir lembab
12. Gigi : gigi caries (-), perdarahan gusi (-)
13. Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)
14. Dada : Cor : Bunyi jantung I & II regular (+), murmur (-). gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-). Ronkhi (-/-)
15. Payudara : Simetris, Puting susu menonjol, Colostrum (-)
16. Abdomen : Membesar tidak sesuai kehamilan, Striae gravidarum (-),
Linea nigra (-), Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat,
bising usus (+)
17. Vagina : Pengeluaran pervaginam ada, darah, (+), banyak
Lendir, (-), Fluor albus (-)
18. Ekstremitas : Odema (-/-), Simetris, akral hangat (+/+), CRT < 2 detik
Rencana tindakan
- Pemeriksaan lab
- USG
- Tes kehamilan
D. Pemeriksaan Penunjang
No Jenis pemeriksaan Nilai hasil Nilai normal Satuan
1 Hemoglobin 4,3 11,3-15,5 g/dl
2 Hematocrit 14,3 36,0-46,0 %
3 Leukosit 13,6 4,3-10,4 103/µL
4 Trombosit 369 132-402 10s/µL
5 Bleeding time 3’ 1-3 Menit
6 Clotting time 5’ 2-6 Menit
7 Plano test Negatif
8 Ultrasonography Tampak gambaran snow storm, uterus membesar, adneksa
kanan dan kiri normal
E. Diagnosis
G4P3Ao dengan anemia dan Mola hidatidosa
F. Rencana Tindakan
Transfusi darah 1000 cc (Whole Blood)
Dilatasi dan Kuretase
G. Follow up Pre kuretase
Tangga
l
Catatan Perkembangan
17
Oktobe
r 2015
S : keluar darah pervaginam, pusing dan lemas
O : Ku : tampak sakit sedang
Kes : Composmentis
TD : 110/70 mmHg
R R : 17 x/mnt
N : 87 x/mnt
S : 36,0 o C
Mata : Anemis (+/+), ikterik (-/-)
Leher : Pem. KGB (-), pem. Tiroid (-)
Thorax : Cor : Bunyi jantung I & II regular (+), murmur (-). gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-). Ronkhi (-/-)
Abdomen : BU (+),
Vagina : Darah (+), lendir (-), fluor albus (-)
Ekstrimitas : Hangat (+/+), CRT < 2 dtk , edema (-/-)
Otonom : Flatus (+), BAK (+), BAB (+)
Hasil Lab : Hb : 6,7 g/dl
A : G4P3Ao dengan Mola hidatidosa
P : Kuretase
H. Laporan operasi
Kuretase tanggal 17 Oktober 2015
• Asepsis dan antisepsis daerah tindakan
• Mengosongkan Vesika Urinaria dengan kateter female
• Tutup duk steril kecuali daerah tindakan
• Pasang spekulum dan kogel tang
• Evaluasi hasil konsepsi dengan suction kuretase dilanjutkan sampai bersih
• Jaringan PA (+)
• Perdarahan (+) à ± 1500 cc
• Lepas alat
• Tindakan selesai
Terapi post kuretase :
• Infus RL 10 tpm
• Transfusi Whole Blood 500cc
• Cefixime 200 mg 2x1
• Methergin 3 x 1
• Beri ketorolac bila kesakitan
• Beri inj ondancentron bila muntah
I. Follow up Post kuretase
Tangga
l
Catatan Perkembangan
18
Oktobe
r 2015
S : nyeri pada perut
O : Ku : Baik
Kes : Composmentis
TD : 120/70 mmHg
R R : 21 x/mnt
N : 100 x/mnt
S : 37,0 o C
Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher : Pem. KGB (-), pem. Tiroid (-)
Thorax : Cor : Bunyi jantung I & II regular (+), murmur (-). gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-). Ronkhi (-/-)
Abdomen : BU (+), Luka operasi tertutup verban
Vagina : Darah (+), lendir (-), fluor albus (-)
Ekstrimitas : Hangat (+/+), CRT < 2 dtk , edema (-/-)
Otonom : Flatus (-), BAK (+), BAB (-)
Hasil lab : Hb : 12,5 g/dl post transfusi darah 500cc
A : Post Kuretase hari ke- 1
P : terapi oral lanjut, boleh pulang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada umumnya kehamilan normal berakhir dengan lahirnya bayi yang cukup
bulan dan sempurna secara fisik. Tetapi kenyataannya tidak selalu demikian,
sebagian kehamilan mengalami kegagalan, tergantung pada tahap dan jenis
gangguan yang terjadi. Kehamilan tersebut dapat berakhir dengan abortus,
kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin dalam rahim atau bayi lahir
dengan cacat bawaan. Salah satu bentuk kegagalan kehamilan yang berkembang
tidak normal yaitu mola hidatidosa, kehamilan ini tidak disertai janin namun
hanya berupa gelembung-gelembung seperti buah anggur berasal dari vili korialis
dengan sel-sel trofoblasnya.1,2
Lima belas sampai dua puluh persen penderita mola hidatidosa dapat
berubah menjadi ganas dan dikenal dengan tumor trofoblas gestasional. Jadi yang
dimaksud dengan penyakit trofoblas gestasional adalah mola hidatidosa yang
jinak dan tumor trofoblas gestasional yang ganas. Penyakit trofoblas adalah suatu
istilah umum yang digunakan bagi sekumpulan penyakit yang ditandai dengan
adanya proliferasi berlebihan dari sel-sel trofoblas. Penyakit ini dibagi menjadi 2
kelompok berdasarkan asalnya, yaitu:
1. Penyakit trofoblas gestasional yang berasal dari jaringan trofoblas kehamilan
2. Penyakit trofoblas non gestasional yang berasal dari jaringan embrional
Penyakit trofoblas gestasional adalah sekumpulan penyakit yang berkaitan
dengan vili korialis, terutama sel trofoblasnya dan berasal dari suatu kehamilan,
terdiri dari mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial yang bersifat
jinak dan mola invasif, koriokarsinoma, placental site trophoblastic tumor yang
bersifat ganas.1.2.3
Hingga saat ini penyakit trofoblas gestasional masih merupakan masalah
obstetri yang cukup serius, karena menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
cukup tinggi. Morbiditas yang dapat timbul dari penyakit ini umumnya karena
penyulit yang menyertainya, seperti perdarahan, preeklamsi berat dan
tiroktosikosis dan bila terlambat ditangani dapat menyebabkan kematian. Selain
itu bila koriokarsinoma atau mola invasif terjadi pada pasien usia muda yang
masih memerlukan fungsi reproduksi, upaya pengobatannya dapat menyebabkan
pasien tersebut kehilangan fungsi reproduksinya karena tindakan histerektomi.
Hal ini berarti PTG selain merupakan masalah karena memberikan kontribusi
yang cukup besar bagi angka mortalitas dan morbiditas ibu, juga menjadi masalah
bagi kesehatan reproduksi. Dengan demikian diperlukan upaya yang menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan untuk menurunkan insidensi penyakit ini, mulai
dari upaya prevensi, deteksi dini dan pengobatan yang rasional, termasuk
registrasi dan pemantauan kasus yang cermat.
Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada golongan sosio ekonomi rendah. Di
Amerika Serikat berdasarkan penelitian pada terminasi kehamilan elektif, mola
kurang lebih 1 dari 120 kehamilan. Di Indonesia dilaporkan kasus mola 1 dari 100
kehamilan, Meksiko 1 dari 200 kehamilan, 1 dari 500 kehamilan di Paraguay.4
A. DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Mola hidatidosa suatu istilah umum untuk dua bentuk yang berbeda yaitu
mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial. Merupakan suatu kegagalan
reproduksi yang secara histopatologis merupakan hiperplasia jaringan trofoblas
yang sebagian atau seluruh jaringan ikat vilinya menunjukan degenerasi hidropik.
Persamaan keduanya adalah gambaran hidropik pada sebagian atau seluruh vili
korialis dan adanya hyperplasia trofoblas. Perbedaannya, pada mola hidatidosa
komplit tidak didapatkan janin, sedangkan pada mola hidatidosa parsial terdapat
janin yang cenderung mati secara dini. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan
yang berkembang tidak wajar, tidak ditemukan embrio dan hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidropik. Keadaan ini disebut sebagai mola
hidatidosa komplit (complete mole/true mole/complete mole). Bila diantara
gelembung mola ditemukan embrio disebut mola hidatidosa parsialis
(transtitional mole/incomplete mole).1,2,3,4
Kelainan yang sudah dikenal sejak abad keenam ini telah mengalami
berbagai perkembangan, baik dalam pengertian teori, istilah, klasifikasi, maupun
cara penanggulangannya. Namun, masih banyak aspek yang belum terungkap
secara jelas ataupun kontroversial, seperti perbedaan insidensi secara geografis,
etiologi, patogenesis dan faktor resiko.
Walaupun sebagian besar penderita mola hidatidosa dapat sembuh spontan,
namun bila diagnosis dan pengelolaannya terlambat, penderita dapat meninggal
karena perdarahan, infeksi maupun akibat tumor trofoblas gestasional pasca mola
hidatidosa.
Ada kalanya pada sediaan abortus atau plasenta aterm, ditemukan beberapa
bagian yang mengalami degenerasi hidropik. Keadaan semacam ini tidak
dimasukan ke dalam mola hidatidosa, tetapi disebut sub molaire. Baru setelah
diadakan penelitian sitogenik pada tahun 1970-an oleh antara lain Kajii,
Vassilokos, Szulman dan lain-lain, dicapai kesepakatan bahwa mola hidatidosa itu
terdiri dari dua jenis
1. Mola hidatidosa komplit (MHK)
2. Mola hidatidosa parsialis (MHP)
B. FAKTOR RESIKO
MH dapat terjadi pada semua wanita dalam masa reproduksi, pasien termuda
yang pernah dilaporkan berusia 12 tahun (Bobrow) dan tertua 57 tahun (A
Pearson). Di RSHS yang termuda 15 tahun dan yang tertua 53 tahun.6
Di samping umur, faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap kejadian
MH. Acosta Sison, menganggap bahwa MH adalah suatu kehamilan patologis,
sedangkan faktor yang menyebabkan ovum patologis ini adalah defisiensi protein
kualitas tinggi (highclass protein). Acosta Sison mengaitkan dengan kenyataan
bahwa di Asia banyak sekali ditemukan MH, yang penduduknya sebagian
termasuk golongan sosioekonomi rendah yang kurang mengkonsumsi protein.
Reynold mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke-13
dan ke-21, mengalami asam folat dan histidine akan mengalami gangguan
pembentukan thymidine, yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat
kekurangan gizi ini akan menyebabkan kematioan embrio dan gangguan
angiogenesis, yang pada gilirannya akan mengalami perubahan hidropik.
WHO Scientific Group, 1983 berkesimpulan bahwa selain usia dan gizi,
riwayat obstetri juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian MH dan kehamilan
kembar tetapi multiparitas tidak merupakan faktor resiko.
Laporan dari Amerika Serikat (1970 – 1977) mengatakan bahwa insidensi
MH pada kulit hitam hanya setengahnya dari wanita kulit lainnya. Menurut Teoh,
di Singapura, insidensi MH pada wanita Euroasian, dua kali lebih tinggi dari
China, Melayu dan India. Di Indonesia yang terdiri dari berpuluh-puluh etnis,
sampai sekarang belum ada yang melaporkan adanya perbedaan insidensi antar
suku bangsa. Yang ada hanya laporan dari pusat pendidikan.
Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik. Hasil penelitian
Kajii et al dan Lawler et al, menunjuakn bahwa pada kasus MH lebih banyak
ditemukan kelainan Balance translocation dibandingkan dengan populasi normal
(4,6% dan 0,6%). Ada kemungkinan pada wanita dengan kelainan sitogenetik
seperti ini, lebih banyak mengalami gangguan proses meosis berupa
nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau yang
intinya tidak aktif.1,2,6,7
C. MOLAHIDATIDOSA KOMPLIT (MHK)
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya
mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur hingga sama sekali tidak
ditemukan unsur janin. Secara mikroskopik tampak edema stroma vili tanpa
vaskularisasi disertai hyperplasia dari kedua lapisan trofoblas.1,5
Kadang – kadang pembuahan terjadi oleh dua buah sperma 23 X dan 23 Y
(dispermi) sehingga terjadi 46 X atau 46 Y. Disini MHK bersifat heterozigot,
tetapi tetap androgenetik dan bisa terjadi, walaupun sangat jarang terjadi hamil
kembar dizigotik yang terdiri dari satu bayi normal dan satu lagi MHK.
Secara makroskopis MHK mempunyai gambaran yang khas, yaitu berbentuk
kista atau gelembung-gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai 2-
3cm, berdinding tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan seperti cairan
asites atau edema. Kalau ukurannya kecil, tampak seperti kumpulan telur katak,
tetapi kalau besar tampak seperti serangkaian buah anggur yang bertangkai. Oleh
karena itu MHK disebut juga kehamilan anggur. Tangkai tersebut melekat pada
endometerium. Umumnya seluruh endometerium dikenai, bila tangkainya putus
terjadilah perdarahan. Kadang-kadang gelembung-gelembung tersebut diliputi
oleh darah merah atau coklat tua yang sudah mengering. Sebelum ditemukan
Ovum Kosong 46 XX23 X
USG, MHK dapat mencapai ukuran besar sekali dengan jumlah gelembung
melebihi 2.000 cc.
1. Patogenesis
Banyak teori yang telah dilontarkan tentang patogenesis MHK ini,
antara lain teori hertig dan teori park.
Hertig et al menganggap bahwa pada MH terjadi insufisiensi peredaran
darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3 – 5 (missed abortion),
sehinggga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkhim vili dan
terbentukah kista – kista yang makin lama makin besar, sampai akhirnya
terbentuklah gelembung mola, sedangkan proliferasi trofoblas merupakan
akibat dari tekanan vili yang oedemateus tadi.1
Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya
jaringan trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasi, displasi, maupun
neoplasi. Bentuk yang abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang
abnormal. Keadaan ini menekan pembuluh darah, yang akhirnya
menyebabkan kematian embrio.
Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Secara sitogenetik
umumnya kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti
(kosong) atau yang intinya tidak berfungsi, dibuahi oleh sperma yang
mengandung haploid 23 X, terjadilah hasil konsepsi dengan kromosom 23 X,
yang kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umumnya MHK
bersifat homozigot, wanita dan berasal dari bapak (androgenetik) 80% dari
semua kasus mola komplit. Jadi tidak ada unsur ibu sehingga disebut Diploid
Androgenetik
Teori Diploid Androgenetik (modifikasi dari buku Novak’s Gynecology)
endoreduplikasi
Homozigot
Ovum Kosong 46 XX23 X
23 X
OvumKosong
46 XY
23 Y
23 X
Heterozigot
Nonviable
Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu
yang akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang
diperlukan untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban,
dll) secara seimbang. Karena tidak ada unsur ibu, pada MHK tidak ada bagian
embrional (janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang patologis
berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur.
Ovum kosong dapat terjadi karena gangguan pada proses miosis, yang
seharusnya diploid 46 XX pecah menjadi 2 haploid 23 X, terjadi peristiwa
yang disebut nondysjunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan 46
XX. Pada MHK ovum inilah yang dibuahi. Gangguan proses miosis ini,
antara lain terjadi pada kelainan struktural kromosom, berupa balance
translocation.
MHK dapat terjadi pula akibat pembuahan ovum kosong oleh 2 sperma
sekaligus (dispermi). Bisa oleh dua haploid 23X, atau satu haploid 23 X dan
atau haploid 23Y. Akibatnya bisa terjadi 46 XX atau 46 XY, karena pada
pembuahan dengan dispermi tidak terjadi endoreduplikasi. Kromosom 46 XX
hasil reduplikasi dan 46 XX hasil pembuahan dispermi, walaupun tampak
sama, namun sesungguhnya berbeda, karena yang pertama berasal dari satu
46 YY
sperma (homozigot) sedangkan yang kedua berasal dari dua sperma
(heterozigot). Ada yang menganggap bahwa 46XX heterozigot mempunyai
potensi keganasan lebih besar. Pembuahan dispermi dengan dua haploid 23 Y
(46 YY) dianggap tidak pernah bisa terjadi (nonviable)
2. Gambaran Klinis
MHK adalah suatu kehamilan, walaupun bentuknya patologis. Oleh
karena itu, pada bulan-bulan pertama, tanda-tandanya tidak berbeda dengan
kehamilan biasa, yaitu dimulai dengan amenorea, mual dan muntah. Ada
beberapa laporan yang mengatakan bahwa MHK, lebih sering terjadi
hiperemesis, dan keluhannya lebih hebat dari kehamilan biasa. Kemudian
perkembangannya mulai berbeda. Pada kehamilan biasa pembesaran uterus
terdai melalui dua fase, yaitu fase aktif, sebagia akibat pengaruh hormonal,
dan fase pasif, akibat hasil pembesaran kehamilan. Pada MHK tidak
demikian, vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik, berkembang
dengan cepat mengisi kavum uteri. Akibatnya uterus ikut membesar pula,
sehingga ukuran uterus lebih besar dari tuanya kehamilan atau lamanya
amenorea. 1,2,3,4,5
Pada kehamilan biasa, segmen bawah rahim (SBR baru terbentuk pada
kehamilan yang sudah besar (semester tiga). Pada MHK, karena pengisian
kavum uteri oleh gelembung mola berlangsung cepat, maka pembentukan
SBR, sudah terjadi pada kehamilan yang lebih muda (24 minggu). Kemudian
karena kehamilan ini abnormal badan akan berusaha untuk mengeluarkannya,
terjadilah perdarahan pervaginam. Bedanya dengan abortus biasa adalah
pada abortus biasa besarnya uterus sama dengan lamanya amenorea.
Perdarahan pada MHK dapat berupa bercak – bercak sedikit intermiten atau
sekaligus banyak, sehingga dapat menyebabkan syok hipovolemik.
Adakalanya perdarahan disertai dengan gelembung mola sehingga
mempermudah diagnosis.1,2,3,4,5,6,7
Di samping uterus yang lebih besar, pada MHK ditemukan peningkatan
kadar hCG (human choriogonadotrophin). Pada kehamilan biasa kadarnya
naik terus sampai usia kehamilan 60-80 hari, kemudian turun lagi setelah
mencapai umur 85 hari. Pada MHK seluruh kavum uteri diisi oleh jaringan
trofoblas. Oleh karena itu, berbeda dengan kehamilan biasa, pada MHK tidak
ada penurunan kadar hCG. Selama ada pertumbuhan trofoblas atau sebelum
gelembung mola keluar atau dikeluarkan, hCG akan terus meningkat, sampai
bisa mencapai di atas 5.000.000 mIU/ml.1,2,7
Sudah lama diketahui bahwa MHK kadang-kadang ditemukan
perubahan pada kelenjar tiroid, baik anatomis maupun fungsional. Walaupun
ada peningkatan kadar plasma tiroksin, tetapi gejala klinik yang ditimbulkan
tidak selalu disertai dengan tiroktosikosis.
Pada kehamilan normal, plasenta membentuk Thyroid Stimulating
Peptide yang disebut Human Chorionic Thyrotropin (hCT). Pada trimester
pertama, T4 meningkat antara 7 – 12 ng/100 ml, sedangkan T3
peningkatannya tidak terlalu banyak. Karena pengaruh estrogen, terjadi
peningkatan kadar TBG sehingga tidak terjadi tirotoksikosis.1.8
Pada mola hidatidosa terjadi perubahan kadar hormon tiroid. Kadar T4
dalam serum biasanya melebihi 12 ng/100 ml, tetapi TBG sendiri rendah,
akibatnya T4 dan T3 bebas lebih tinggi. Karena itu pada mola terjadi
tirotoksikosis.
Pada mola, kadar hCG (human chorionic gonadotropin) dalam darah
sangat tinggi yang dan ini mempunyai efek stimulasi terhadap tiroid. Pada
kehamilan biasa puncak hCG biasanya tidak melebihi 100.000 mUI/ml yang
tercapai antara minggu 8-12 dan kemudian menurun kembali dan bertahan
sekitar 10.000-20.000 mIU/ml sampai waktu melahirkan. Pada mola
hidatidosa kadar hCG, sebagian besar diatas 300.000mIU/ml bahkan dapat
mencapai kadar diatas 12.000.000 mIU/ml. Berbagai penelitian menunjukkan
adanya korelasi positif antar kadar hCG dan tingginya fungsi tiroid.
Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa terjadinya hiperfungsi tiroid
terjadi akibat adanya stimulator yang dibentuk dalam jaringan trofoblas.
Hershman menyebutnya sebagai molar thyrotropin. Yang masih kontroversial
adalah substansi zat tersebut. Yang jelas ada korelasi positif antara tingginya
kadar hCG dengan meningkatnya kadar T3 dan T4. Setelah jaringan mola
dievakuasi, kadar hCG akan menurun secara drastis. Hali ini diikuti dengan
turunnya T4 dan T3 sampai kembali ke kadar normal. 1,8
Sehubungan dengan fenomena ini banyak pakar yang menganggap
bahwa stimulator itu adalah hCG sendiri. Molar thyrotropin secara
imunologis berbeda dari TSH, hCT dan ATS
Adanya Aktivitas Stimulasi Tiroid (AST) dari hCG serta ciri-ciri
stimulatornya telah dibuktikan melalui penelitian invitro maupun in vivo.
Dikatakan bahwa struktur dan reseptor hCG dan TSH adalah homolog,
sedangkan derajat AST-nya dipengaruhi metabolisme hCG sendiri. Yang
lebih poten adalah hCG varian yang kehilangan gugusan beta CTP-nya yang
merupakan hasil proses deglikosiasi atau desialisasi.
Hasil penelitian di atas dapat menerangkan mengapa pada kehamilan
biasa tidak terjadi tirotoksikosis. Pada kehamilan biasa kadar hCG yang
rendah akan meningkatkan sedikit T4 dan menekan TSH, tetapi tidak cukup
untuk menyebabkan tirotoksikosis.
Diagnosis tiroktosikosis pada MHK dipersulit karena sering disertai
adanya penyuli-penyulit, seperti preeklamsi, payah jantung, emboli paru dan
anemia yang masing-masing dapat memberikan gejala seperti tiroktosikosis
Dapat digunakan indeks Wayne
3. Dasar Diagnosis
Kita harus memikirkan adanya MHK bila ditemukan hal-hal seperti di
bawah ini:
1. Anamnesis
Wanita mengeluh :
a. terlambat haid (amenorea)
b. adanya perdarahan pervaginam
c. perut merasa lebih besar dari lamanya amenorea
d. walaupun perut besar, tidak merasa adanya pergerakan anak
e. hipertensi pada usia muda kehamilan
f. hiperemesis
2. Klinis Ginekologi
Pada pemeriksaaan ditemukan
a. uterus lebih besar dari tuanya kehamilan
b. tidak ditemukan tanda pasti kehamilan, seperti detak jantung anak,
balotemen atau gerakan anak.
3. Laboratorium
Kadar B-hCG lebih tinggi dari normal
4. USG
Tampak gambaran snowstorm intrauterin,
4. Terapi
Terdiri dari 4 tahap, yaitu :
1. Perbaikan keadaan umum
2. Evakuasi jaringan
3. Profilaksis
4. Follow up
Perbaikan Keadaan Umum
Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum
penderita harus distabilkan dahulu. Tergantung pada bentuk penyulitnya,
kepada penderita harus diberikan :
1. Tranfusi darah, untuk mengatasi syok hipovolemik
2. antihipertensi/konvulsi, seperti pada terapi terapi preeklamsi/eklamsia
3. Obat anti tiroid, bekerja sama dengan penyakit dalam
Evakuasi Jaringan
Karena MHK itu adalah suatu bentuk kehamilan yang patologis yang
disertai dengan penyulit, pada prinsipnya gelembung harus dievakuasi secepat
mungkin
Ada 2 cara yaitu :
a. Kuret vakum
Setelah sebagian besar jaringan dikeluarkan dengan vakum, sisanya
dibersihkan dengan kuret tajam. Tindakan kuret hanya dilakukan satu
kali. Kuretase berikutnya harus ada indikasi.
b. Histerektomi
Apa bila usia dan paritas sudah mencukupi sehingga wanita tidak
lagi memerlukan kehamilan, mungkin histerektomi lebih menjadi pilihan.
Usia 4o tahun keatas mejadi pilihan karena pada usia iru frekwensi
penyakit trofoblastik ganas meningkat. 37% dari wanita berusia 40 tahun
keatas mengalami tumor protoblastik gestasional.
Profilaksis
Ada dua cara :
1. histerektomi totalis
2. kemoterapi diberikan bila menolak atau tidak bisa dilakukan HT, atau
wanita muda dengan hasil PA yang mencurigakan.
Caranya :
1. MTX 20 mg/hari, IM, Asam folat 10 mg 3dd1 dan cursil 35mg 2dd1,
selama 5 hari berturut-turut.
Profiklaksis dengan tablet MTX, dianggap tidak bemanfaat. Asam folat
adalah antidote dari MTX, cursil sebagai hepatoprotektor
2. Actinomycin D 1 flacon sehari, selama 5 hari berturut-turut. Tidak perlu
antidote ataupun hepatoprotektor
Follow Up
Seperti diketahui, 15-20% dari penderita pasca MHK bisa mengalami
transformasi keganasan menjadi TTG. Menurut hertig, keganasan bisa dalam
waktu satu minggu sampai tiga tahun pasca evakuasi.
Tujuan dari follow up ada dua :
1. untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal. Baik
anatomis, laboratoris maupun fungsional, seperti involusi uterus,
turunnya kadar β-hCG dan kembalinya fungsi haid.
2. Untuk menentukan adanya transformasi keganasan terutama pada tingkat
yang sangat dini.
Dalam tiga bulan pertama pasca evakuasi, penderita diminta datang
untuk kontrol setiap 2 minggu. Kemudian, dalam tiga bulan berikutnya, setiap
satu bulan, selanjutnya enam bulan terakhir, kontrol tiap dua bulan.
Prognosis
Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap, sebagian
besar penderita MHK akan sehat kembali, kecuali 15 – 20% yang mungkin
akan mengalami keganasan (TTG).
Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk
golongan resiko tinggi, seperti :
1. umur diatas 35 tahun
2. besar uterus di atas 20 minggu
3. kadar β-hCG di atas 105 mIU/ml
4. gambaran PA yang mencurigakan
D. MOLA HIDATIDOSA PARSIALIS
MHP harus dipisahkan dari MHK, karena keduanya terdapat perbedaan
yang mendasar, baik dilihat dari segi patogenesisnya (sitogenetik), klinis,
prognosis, maupun gambaran PA-nya.
sebagian dari vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik sehingga
unsur Pada MHP hanya janin selalu ada. Perkembangan janin akan tergantung
kepada luasnya plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin biasanya tidak
dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim, walaupun dalam kepustakaan
ada yang melaporkan tentang kasus MHP yang janinnya hidup sampai aterm.1
Secara epidemiologi klinis, MHP tidak sejelas MHK, kita tidak mengetahui
dengan tepat berapa insidensinya, apa yang menjadi faktor resikonya dan
bagaimana penyebaran penyakitnya.
1. Patogenesis
Secara sitogenetik MHP terjadi karena ovum normal dari ibu (23 X)
dibuahi secara dispermi. Bisa oleh dua haploid 23 X, satu haploid 23 X san
satu haploid 23Y atau dua haploid 2 Y. Hasil konsepsi bisa berupa 69 XXX,
69 XXY, 69 XYY. Kromosom 69 YYY tidak pernah ditemukan. Jadi MHP
mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid ayah sehingga disebut Diandro
Triploid. Karena disini ada unsur ibu, ditemukan bayi. Tetapi komposisi
unsur ibu dan unsur ayah tidak seimbang, satu berbanding dua. Unsur ayah
yang tidak normal itu menyebabkan pembentukan plasenta yang tidak wajar,
yang merupakan gabungan dari vili korialis yang normal dan yang mengalami
degenerasi hidropik. Oleh karena itu fungsinya pun tidak bisa penuh sehingga
janin tidak bisa bertahan sampai besar. Biasanya kematian terjadi sangat
dini.1,2,3
Teori Diandro Triploid
Homozigot
Heterozigot
Ovum normal
Ovum Kosong
69 XXX
69 XXY
23 X
23 Y
23 X
23 X
Nonviable
2. Gejala Klinis
Berbeda dengan MHK, pada MHP sama sekali tidak ditemukan gejala
maupun tanda-tanda yang khas. Keluhannya pada permulaan sama seperti
kehamilan biasa. Kalau ada perdarahan sering dianggap seperti abortus biasa.
Jarang sekali ditemukan MHP dengan besar uterus yang melebihi tuanya
kehamilan. Biasanya sama atau lebih kecil. Dalam hal terakhir disebut Dying
Mole.
Gambaran USG tidak selalu khas, tapi menurut Fine C. Et al., MHP dapat
didiagnosis bila ditemukan hal-hal sebagai berikut. Pada jaringan plasenta
tampak gambaran yang menyerupai kista-kista kecil disertaipeningkatan
diameter transversa dari kantong janin.
Kadar β-hCG juga meninggi, tetapi biasanya tidak setinggi MHK. Hal ini
mungkin disebabkan pada MHP masih ditemukan vili korialis normal. Kadar
yang tidak terlalu tinggi ini tidak menyebabkan rangsangan pada ovarium. Pada
MHP jarang sekali ditemukan kista lutein. Di samping itu, MHP jarang sekali
disertai penyulit seperti PEB, tiroktosikosis atau emboli paru.
3. Diagnosis
OvumKosong
69 XYY
23 Y
23 Y
69 YY
Dengan tidak ditemukannya tanda-tanda yang khas, maka sulit untuk
membuat diagnosis kerja, kecuali pada kehamilan yang cukup besar, yang
diagnosisnya dapat ditentukan oleh hasil USG, dimana kita akan melihat
gambaran vesikuler yang khas di samping kantong janin, dengan atau tanpa
janin.
Biasanya diagnosis dibuat secara tidak sengaja, setelah dilakukan tindakan
dan diperkuat dengan hasil pemeriksaan PA, dimana ditemukan gambaran khas
sebagai berikut.
1. vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropk, kavitasi, dan
hiperplasia trofoblas
2. scalloping yang berlebihan dari vili
3. inklusi stroma trofoblas yang menonjol
4. ditemukan jaringan embrionik atau janin
4. Prognosis
Dibandingkan dengan MHK, prognosis MHP jauh lebih baik. Hal itu
disebabkan oleh tidak adanya penyulit dan derajat keganasannya rendah (4%).
Walupun demikian, dalam kepustakaan ditemukan laporan tentang kasus MHP
yang disertai metastase ke tempat lain. Penderita pasca-MHP harus difollow up
sama ketatnya seperti MHK.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Gant NF et al. Williams Obstetrics, 21th ed. Philadelphia :
Appleton and Lange, 2006 : 931-937.
2. Mochtar Rustam, Sinopsis Obsetri Edisi.2.Jakarta, EGC, 1998: Hlm:238-240.
3. Chrisdiono M, Prosedur tetap Obsetri dan Ginekologi, Jakarta, EGC, 2004, hal
90-93.
4. Hydatidiform Mole; http://emedicine.medscape.com/article/254657
5. Ross S. Berkowitz, Molar Pregnancy. N Engl J Med 360;16 nejm.org, 2009.
6. Kariadi SH. Identifikasi Penduga Potensial untuk Diagnosis Tiroktosikosis Pada
Penderita Mola Hidatidosa. Disertasi UNPAD 1992
7. Martaadisoebrata D. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas
Gestasional. Jakarta : EGC, 2005 ; 7 – 42
8. Katherine Hughes, Thyrotoxicosis complicating a molar pregnancy,
http://www.endocrine-abstracts.org/ea/0013/ea0013p327.htm