contoh Proposal Penelitian Tindakan Kelas
-
Upload
alexandra-yunita-kristanti -
Category
Documents
-
view
136 -
download
0
Transcript of contoh Proposal Penelitian Tindakan Kelas
A. Judul Penelitian
Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Matematika dengan
Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas X/E SMA
Negeri 6 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014.
B. Bidang Kajian
Sehubungan dengan judul penelitian di atas maka bidang kajian dari
penelitian ini adalah Pendidikan Matematika.
C. Latar Belakang Masalah
Masalah belajar adalah masalah yang selalu aktual dan dihadapi oleh setiap
orang. Tidak disangkal bahwa dalam belajar seseorang dipengaruhi oleh banyak
faktor. Dari faktor-faktor inilah muncul masalah belajar. Begitu pula dengan belajar
yang mengandalkan guru sebagai satu-satunya sumber belajar telah membawa siswa
benar-benar bergantung pada guru. Interaksi pembelajaran yang terjadi hanya searah,
ide atau gagasan tidak berkembang, bahkan siswa merasa takut bila jawab pertanyaan.
Sehingga suasana kelas sangat pasif.
Kondisi tersebut dapat mengakibatkan ketergantungan siswa terhadap guru
sangat tinggi, sehingga kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik kurang.
Pembelajaran yang menekankan pada kemandirian siswa akan dapat mendorong siswa
termotivasi untuk belajar, dan selalu siap untuk saling bekerjasama dalam
pembelajaran sehingga menambah kepercayaan diri dan kreatif.
Berdasarkan wawancara dengan guru kelas X/E SMA Negeri 6 Yogyakarta,
diperoleh informasi tentang prestasi belajar matematika yang masih rendah. Begitu
pula dengan keaktifan para siswa yang cenderung kurang. Guru masih bersifat
informatif, guru yang aktif dalam proses pembelajaran, sementara siswa terlihat pasif.
Dengan kata lain guru hanya menggunakan model pembelajaran langsung yang
sifatnya monoton, tidak menggunakan metode pembelajaran yang sifatnya bervariasi,
sehingga siswa hanya diam, pasif, bahkan cenderung telihat bosan.
Melihat kenyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
belum tercapai secara maksimal. Dan dari beberapa fakta di atas, maka penulis
mencoba mencari solusi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT). Dengan model ini diharapkan adanya peningkatan
aktifitas serta prestasi belajar dalam pembelajaran matematika.
1
D. Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari belakang masalah di atas faktor-faktor yang menyebabkan
belum tuntasnya pembelajaran matematika siswa kelas X/E SMA Negeri 6
Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 adalah sebagai berikut:
1. Siswa masih menganggap bahwa mata pelajaran matematika sulit.
2. Siswa menganggap bahwa mata pelajaran matematika sangat
membosankan.
3. Masih ditemui tindakan yang sifatnya berkelompok sehingga sangat
individual antar siswa maupun antar kelompok sehingga komunikasi saat
pembelajaran matematika kurang baik.
E. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini peneliti membatasi pada aspek upaya meningkatkan
keaktifan dan prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran Numbered
Heads Together (NHT) siswa kelas X/E SMA Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran
2013/2014.
F. Rumusan Masalah
Bagaimana pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together agar dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar
matematika siswa kelas X/E SMA Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 ?
G. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar
matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT) pada siswa kelas X/E SMA Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014.
H. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan daat memberi manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Melalui hasil penelitian ini, diharapkan guru dan calon guru
memiliki pengetahuan tentang teori model pembelajaran kooperatif
khususnya tipe Numbered Heads Together (NHT) yang merupakan
salah satu bentuk inovasi pembelajaran.
2
b. Hasil penelitian ini diharapkan guru dan calon guru memiliki teori
serta model maupun metode pembelajaran yang dapat dijadikan
acuan untuk meningkatkan pemahaman dan hasil belajar
matematika.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Meningkatkan rasa senang dan termotivasi untuk belajar
matematika, serta menghilangkan rasa jenuh saat
pembelajaran.
2) Dapat meningkatkan aktivitas dalam pembelajaran dan
tertarik dengan mata pelajaran matematika.
3) Dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
4) Adanya kebebasan bagi siswa untuk menemukan hal-hal
baru bagi dirinya dalam pembelajaran matematika.
b. Bagi Guru
1) Memberikan pengalaman, menambah wawasan,
pengetahuan dan keterampilan dalam merancang metode
yang tepat dan menarik serta mempermudah proses
pembelajaran matematika.
2) Dapat meningkatkan minat untuk melakukan penelitian
dalam upaya meningkatkan profesionalisme.
I. Kajian Pustaka
1. Proses Belajar-Mengajar
1.1. Pengertian Belajar
Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar
terutama di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar.
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi
termasuk ahli psikologi pendidikan.
Menurut pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu
proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari
3
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek
tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut :
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksidengan lingkungannya “ (Slameto, 2004:2).
1.2. Pengertian Mengajar
Mengajar didefinisikan oleh Nana Sudjana (2000 : 37) sebagai
alat yang direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi
yang memungkinkan siswa melakukan berbagai kegiatan belajar
seoptimal mungkin.
Menurut Slameto (2004 : 29) mengajar adalah penyerahan
kebudayaan berupa pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita.
Adapun definisi lain di negara-negara modern yang sudah maju
mengatakan bahwa mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam
proses belajar. Definisi ini menunjukkan bahwa yang aktif adalah
siswa, yang mengalami proses belajar. Guru hanya membimbing,
menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa.
Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan
kepada siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah
suatu kegiatan membimbing dan mengorganisasikan lingkungan sekitar
anak didik, agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang
memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal.
2. Keaktifan Belajar
Menurut Nana Sudjana (2000:72), keaktifan siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam:
a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.
b. Terlibat dalam pemecahan masalah.
c. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak
memahami persoalan yang dihadapinya.
4
d. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah.
e. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.
f. Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya.
g. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis.
h. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah
diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang
dihadapinya.
Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran matematika
sangat penting, karena dalam matematika banyak kegiatan pemecahan
masalah yang menuntut kreatifitas siswa aktif. Siswa sebagai subyek didik
adalah yang merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar.
Implikasi keaktifan bagi siswa terwujud perilaku-perilaku seperti
mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisa hasil, ingin
mengetahui hasil. Implikasi keaktifan guru sebagai pengelola dan
penyelenggara dari belajar mengajar adalah memberikan kesempatan
belajar kepada siswanya. Setelah mencermati pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa keaktifan belajar matematika adalah aktivitas
melakukan matematisasi yang melibatkan fisik, intelektual, dan
emosional.
3. Prestasi Belajar
Prestasi belajar berasal dari kata “prestasi“ dan “belajar” prestasi
berarti hasil yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan
sebagainya). Sedangkan pengertian belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau lmu. Jadi prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan
atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditunjukan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru. Prestasi
dalam penelitian yang dimaksudkan adalah nilai yang diperoleh oleh
siswa pada mata pelajaran matematika dalam bentuk nilai berupa angka
yang diberikan oleh guru kelasnya setelah melaksanakan tugas yang
diberikan padanya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan
5
hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang sedang prestasi belajar
adalah hasil yang dapat dicapai oleh seseorang setelah melakukan
kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu.
Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar matematika,
dapat diukur prestasinya setelah melakukan kegiatan belajar tersebut
dengan menggunakan suatu alat evaluasi. Jadi prestasi belajar matematika
merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari
matematika dalam kurun waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan
alat evaluasi (tes).
4. Pembelajaran Kooperatif
Menurut Wina (2006 : 240), Pembelajaran Kooperatif merupakan
model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/ tim
kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar
belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang
berbeda (heterogen).
Pembelajaran Kooperatif mempunyai dua komponen, yaitu
komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur
insentif kooperatif (cooperative incentive structure). Tugas kooperatif
berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas kelompok; sedangkan struktur insentif kooperatif
merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individuuntuk bekerja
sama mencapai tujuan kelompok.
Jadi, hal yang menarik dari Pembelajaran Kooperatif adalah
adanya harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa
peningkatan prestasi belajar peserta didik (student achievement) juga
mempunyai dampak pengiring seperti relasi sosial,penerimaan terhadap
peserta didik yang dianggap lemah, harga diri, norma akademik,
penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi pertolongan pada yang
lain.
6
4.1. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Menurut Wina (2006 : 242-243) karakteristik pembelajaran
kooperatif sebagai berikut.
a. Pembelajaran Secara Tim
Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Semua
anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran
ditentukan oleh keberhasilan tim.
Setiap tim bersifat heterogen. Hal ini dimaksudkan agar
setiap anggota dapat saling memberikan pengalaman, saling
memberi dan menerima, sehingga diharapkan setiap anggota dapat
memberi kontribusi terhadap keberhasilan tim.
b. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat
fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi
pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Fungsi perencanaan menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang
matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif. Fungsi
pelaksanaan menunjukkan pembelajaran kooperatif harus
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah
pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan
yang sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukkan
pembelajaran kooperatif adalahh pekerjaan bersama antar setiap
anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung
jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol pembelajaran
kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes
maupun nontes.
c. Kemauan untuk Bekerja Sama
Prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses
pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja
harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi
juga ditanamkan perlunya saling membantu.
7
d. Keterampilan Bekerja Sama
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan
melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam
keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu
didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi
dengan anggota lain.
4.2. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif
Empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif menurut Wina
(2006:244-245), seperti dijelaskan di bawah ini.
a. Prinsip Ketergantungan Positif ( Positive Interdependence)
Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap
anggota kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai
dengan tujuan kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan
dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat
ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa
diselesaikan manakala ada anggota yang tak bisa menyelesaikan
tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari
masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang
mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu
membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya.
b. Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability)
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang
pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada
anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki
tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus
memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk
mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap
individu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa berbeda, akan
tetapi penilaian kelompok harus berbeda.
8
c. Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction)
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan
yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka
saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi
tatap muka akan memberikan pengalaman berharga kepada setiap
anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap
perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan
mengisi kekurangan masing-masing. Kelompok belajar kooperatif
dibentuk s ecara heterogen, yang berasal dari budaya, latar
belakang sosial, dan kemampuan akademik yng berbeda.
Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama dalam proses
saling memperkaya antar anggota kelompok.
d. Partisipasi dan Komunikasi (Participation Communication)
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu
berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat
penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat
kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif, guru perlu
membekali siswa dengan kemampuan komunikasi.
Untuk dapat melakukan partisipasi dan komunikasi, siswa
perlu dibekali dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi.
Misalnya, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah
pendapatorang lain secara santun, tidak memojokkan; cara
menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggapnya baikdan
berguna.
Keterampilan berkomunikasi memang memerlukan waktu.
Siswa tak mungkin dapat menguasainya dalam waktu sekejap.
Oleh sebab itu, guru perlu terus melatih dan melatih, sampai pada
akhirnya setiap siswa memiliki kemampuan untuk menjadi
komunikator yang baik.
9
4.3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum
oleh Ibrahim (2000), yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan
sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis
penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul
dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para
pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur
penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan
hasil belajar.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil
belajar, pembelajaran kooperatif dapat member keuntungan baik
pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja
bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan
secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya,
kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran
kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang
dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar
saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah,
mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab
saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
10
4.4. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model
pembelajaran kooperatif yang diuraiakan oleh Arends (1997) adalah
sebagaimana terlihat pada tabel berikut :
Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1 :
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaian semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
dan memotivasi siswa belajar
Fase 2 :
Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi kepada
siswa dengan jalan demostrasi atau lewat
bahan bacaan
Fase 3 :
Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok - kelompok
belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Fase 4 :
Membimbing kelompok bekerja
dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka.
Fase 5 :
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil
belajarnya.
Fase 6 :
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok.
5. Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
Metode pembelajaran ini dikembangkan oleh Spencer Kagen pada
tahun 1993. Metode pembelajaran ini merupakan salah satu metode
11
diskusi kelompok yang sangat baik untuk membuat siswa memiliki rasa
tanggung jawab besar terhadap keberhasilan kelompoknya.
5.1. Langkah-Langkah Pembelajaran Numbered Heads Together
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif model Numbered
Heads Together (NHT) atau disebut kepala bernomor menurut Kagen
(Riyanto 2009:273) yaitu:
1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan
tiap kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui
jawabannya.
4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
5) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor
yang lain.
6) Kesimpulan.
J. Kerangka Berfikir
Pembelajaran dengan Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur yang heterogen.
Agar diperoleh maksimal maka pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh siswa itu
sendiri sesuai petunjuk guru atau dalam bentuk pertanyaan yang tertulis yang tertuang
dalan Lembar Kerja Siswa (LKS).
Dengan pembelajaran seperti ini diharapkan siswa terlibat aktif dalam
mengembangkan pengetahuan, sikap,dan keterampilannya dalam suasana belajar yang
bersifat terbuka, demokratis, serta mampu mengembangkan dan melatih berbagai
sikap, nilai dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan
dimasyarakat.
12
Menurut beberapa ahli pendidikan nilai – nilai positif yang terkadung dalam
pembelajaran koopertif seperti Numbered Heads Together (NHT) antara lain, siswa
bekerja sama dalam mencapai tujuan dan menjunjung tinggi norma kelompok, siswa
aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil, siswa aktif
berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok, dan
interaksi siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
Selain memiliki nilai positif pembelajaran kooperatif dengan Numbered Heads
Together (NHT), memiliki kelemahan yang harus dihindari, yakni adanya anggota
kelompok yang tidak aktif. Kelemahan ini dapat dihindari dengan cara :
1. Masing–masing anggota kelompok bertanggung jawab pada bagian-
bagian tertentu dari permasalahan kelompok.
2. Masing-masing anggota kelompok harus mempelajari materi secara
keseluruhan. Hal ini karena skor perkembangan tidak hanya pada
kelompok tetapi juga masing-masing individu dalam kelompok.
Berdasarkan kerangka berfikir diatas diharapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together mampu meningkatkan keaktifan dan
prestasi belajar matematika.
K. Metodologi Penelitian
1. Setting Penelitian
a. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 6 Yogyakarta yang
beralamatkan di Jl. C. Simanjuntak 2 Yogyakarta.
b. Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XE SMA N 6
Yogyakarta, dimana dalam satu kelas terdapat 35 siswa yang
terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 26 siswa perempuan. Kondisi
siswa kelas XE adalah
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa.
13
3. Teknik dan Alat Pengumpul Data
Dalam penelitan ini teknik dan alat pengumpul data yang digunakan
adalah :
a. Observasi
Teknik observasi ini dilakukan dengan cara mengamati
secara langsung proses pembelajaran matematika yang
berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran Numbered
Heads Together (NHT) maupun pada saat tidak menggunakan
model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT).
b. Tes
Teknik tes pada umumnya digunakan untuk menilai
kemampuan siswa yang mencakup pengetahuan dan keterampilan
hasil belajar. Demikian pula teknik tes ini dilakukan untuk
mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal
matematika melalui penggunaan model pembelajaran Numbered
Heads Together (NHT). Tes ini berisi pertanyaan tertulis yang
dberikan pada akhir tindakan setiap siklus dengan isi tes berbeda.
Sebuah tes dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus
memenuhi prasyarat tes (Suharsimi Arikunto, 2006: 57-63) yaitu
memiliki:
1) Validitas Tes
Menurut (Suharsimi Arikunto, 2010:211) validitas
adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kevalidan/kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen
atau tes dikatakan valid apabila mempunyai validitas
tinggi dan sebaliknya untuk instrumen atau tes dikatakan
tidak valid apabila mempunyai validitas rendah. Adapun
untuk menghitung validitas item yaitu dengan cara
mengkorelasikan skor butir dan skor total. Dalam hal ini
peneliti menggunakan teknik korelasi product momen
dari pearson dengan angka kasar sebagai berikut :
14
Dengan:
r xy : koefisien korelasi producy moment
N : jumlah peserta tes
∑Y : jumlah skor total
∑ X : jumlah skor butir soal
∑ X2 : jumlah kuadrat skor butir soal
∑ XY : jumlah hasil kali skor butir soal
2) Reliabilitas
Reliabilitas menurut (Suharsimi Arikunto,
2006:178) menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik. Reliabel artinya dapat dipercaya atau dapat
diandalkan.
Untuk mengetahui koefisian reliabilitas instrumen
tes digunakan rumus Alpha Cronbanch. Rumus ini lebih
bersifat umum dibandingkan dengan KR-20 karena
dapat digunakan baik untuk instumen jawabannya
bersekala misal (1-4, 1-5) maupun dikhotomis (0 dan 1)
Adapun rumus koefisien Alpha Cronbanch
adalah
r=( kk−1 )(1− σ b
2
σ t2 )
15
dimana
r = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
σ b2
=jumlah varians skor tiap butir
σ t2
=varians skor total
Tes dianggap reliabel jika r hit > r tabel
(Suharsimi Arikunto, 2010 :238-241)
3) Obyektivitas
Sebuah tes dikatakan memililiki obyektivitas
apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor
subyektif yang mempengaruhi. Hal ini terutama terjadi
pada sistem skoringnya.
4) Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang
tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah
pengadministrasiannya.
5) Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis disini adalah
bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan
biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang
lama.
4. Validasi Data
Untuk mendapatkan data yang valid atau kesahihan data, maka
dalam menyusun tes tulis perlu membuat kisi-kisi terlebih dahulu. Dengan
menyusun kisi-kisi maka soal tidak akan mengelompok, sesuai dengan
kurikulum,sesuai dengan tujuan pembelajaran dan sesuai dengan indikator
16
yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk menyusun non tes yaitu
observasi, perlu membuat lembar observasi.
5. Analisis Data
Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan
pembelajaran perlu diadakan analisis data. Pada penelitian ini digunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif. Untuk menganalisis tingkat
keberhasilan setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan
evaluasi berupa soal tertulis pada setiap akhir siklus.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana
yaitu :
a. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh
siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di
kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat
dirumuskan :
X=∑ X
∑ N
Dengan :
X = Nilai rata-rata
∑ X = Jumlah seluruh nilai siswa
∑ N = Jumlah siswa
b. Untuk lembar observasi
Untuk menghitung lembar observasi aktivitas siswa
digunakan rumus sebagai berikut :
%= X
∑ X×100 %
dengan
X= jumlah hasil pengamatanjumla h pengamat
Dimana :
% = presentase angket
X = rata-rata
17
Perencanaan
SIKLUS II
Pengamatan
Pelaksanaan Refleksi
?
Perencanaan
SIKLUS I
Pengamatan
Pelaksanaan Refleksi
∑ X = jumlah data
6. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian ini adalah setelah tindakan, ada
peningkatan keaktifan dan prestasi belajar matematika dari siklus ke
siklus, dan telah mencapai kategori baik. Menurut ketentuan Depdiknas,
apabila terdapat 85% siswa yang memperoleh skor minimal 65 maka kelas
dianggap tuntas secara klasikal.
7. Prosedur Penelitian
Dalam Penelitian ini peneliti menggunakan 4 tahap dalam PTK
sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2007: 16) :
a. Perencanaan (Planning),
b. Pelaksanaan (Acting),
c. Pengamatan (Observing) dan
d. Refleksi (Reflecting).
Adapun siklus yang peneliti rencanakan ada dua siklus, model dan
penjelasan untuk masing-masing tahap pada setiap siklus adalah sebagai
berikut:
18
Tahapan Penelitian Tindakan Kelas
1. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menyusun rencana
tindakan sesuai dengan temuan masalah dengan pembelajaran kooperatif
Numbered Heads Together (NHT). Adapun rencana tindakan sebagai
berikut :
a. Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
b. Menyiapkan media pembelajaran
c. Penyusunan lembar kerja siswa
d. Penyusunan lembar observasi
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dilakukan oleh guru, pada tahapan ini akan
dilakukan pengimplementasian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang telah dibuat.
3. Pengamatan
Kegiatan ini dilakukan oleh observer pada saat pelaksanaan
tindakan dengan pedoman lembar observasi. Sehingga tindakan dan
pengamatan dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
4. Refleksi
Setelah dilakukan tindakan dan pengamatan, maka langkah
selanjutnya adalah menganalisis data hasil observasi, hasil evaluasi
pembelajaran, evaluasi siswa dalam aktivitas dalam proses pembelajaran,
baik data kualitatif maupun data kuantitatif. Hasil analisis yang berkaitan
dengan keberhasilan dan kekurangan pada saat tindakan yang telah
dilakukan, dipakai untuk merumuskan dan menentukan tindakan
selanjutnya pada dengan menitikberatkan pada masalah yang belum
terselesaikan.
19
L. Jadwal Penelitian
No
.Kegiatan Penelitian
Waktu Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Bulan
Januari
Bulan
Februari
Bulan
Maret
Bulan
April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A. Persiapan
1. Pendekatan/identifikasi
masalah
2. Penyusunan konsep
pelaksaan/proposal
3. Penyusunan instrumen
4. Perizinan
5. Pertemuan dengan pihak
sekolah
B. Pelaksanaan
1. Persiapan kelas dan alat
2. Pelaksanaan siklus I
3. Pelaksanaan siklus II
4. Pengumpulan data
C. Penyusunan dan Evaluasi PTK
1. Analisis Data
2. Penyusunan Skripsi
3. Ujian Skripsi
4. Revisi dan Penggandaan
Skripsi
5. Penyerahan Skripsi
20
Daftar Pustaka
Arikunto Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
PT. Rineka Cipta
Daryanto. 2011. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah.
Yogyakarta: Gava Media
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media
Slameto. 2004. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Cetakan II.
Jakarta: Rineka Cipta
Suharsimi, Suhardjono dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT
Bumi Aksara
Sudjana, Nana. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru
Algensindo
21