CONTOH KASUS
-
Upload
sayhidoen-cepex -
Category
Documents
-
view
26 -
download
0
description
Transcript of CONTOH KASUS
CONTOH KASUS
Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dirawat di Rumah sakit Umum
Daerah (RUD) M Zein Painan Pesisir Selatan, Sumatera Barat bulan ini
(September) meningkat tajam dari bulan sebelumnya (Agustus).Ya, kasus DBD
banyak bulan ini. Pasien DBD yang dirawat hingga hari ini sejak awal September
tercatat 38 orang. Satu orang diantaranya, seorang boca laki-laki warga Laban
Kecamatan IV Jurai meninggal dunia setelah dirawat 2 hari di rumah sakit ini,
kata Direktur RSUD M Zein Painan, Syahrial Antoni ketika dikonfirmasi Senin
(12/9).
Kasus DBD yang dirawat di RSUD M Zein Painan September ini meningkat dari
Agustus, dari 16 kasus meningkat menjadi 38 kasus yang dinyatakan positif.
Pasien (penderita) mayoritas anak-anak dari umur satu - belasan tahun.
Dari 38 pasien yang dirawat di RSUD M Zein Painan terbanyak berasal dari
Kecamatan IV Jurai dari 12 kecamatan yang ada. Di kecamatan itu tercatat 18
pasien DBD disusul kecamatan Sutera 8 pasien, selebihnya tersebar di tiga
kecamatan yakni Batangkapas, Koto XI Tarusan dan Lengayang.
Kepala Dinas Kesehatan Pesisir Selatan ketika di konfirmasi membenarkan
berjangkitnya penyakit yang disebabkan penularan nyamuk itu di kabupaten
bagian selatan Sumbar tersebut. Ia menyebutkan, Pesisir Selatan merupakan salah
satu daerah rawan penularan penyakit DBD. Setiap bulannya, penyakit itu selalu
menggerogoti masyarakat di daerah itu.
Untuk pencegahan penularan dan berjangkitnya penyakit tersebut, Pemerintah
melalui Dinas Kesehatan kabupaten setempat telah dan terus melakukan berbagai
upaya. Upaya tersebut dengan melakukan "Fogging" (penyemprotan) ke sarang
nyamuk di rumah-rumah masyarakat dibeberapa kecamatan yang dianggap paling
rawan bersarang nyamuk"Aedes aegypti" yang merupakan penyebab penyakit itu.
Namun demikian penyemprotan tersebut tidaklah menjamin untuk berhentinya
berkembang biakan (perkembangan) nyamuk tersebut. Menurut ia, cara yang
paling ampuh memberantas atau membasmi perkembangan nyamuk itu itu adalah
dengan melakukan 3 M yakni Menguras, Menutup dan Mengubur. Maksudnya,
masyarakat harus melakukan berbagai hal di lingkungannya masing-masing untuk
menjaga kebersihan.
Selain itu semua bahan atau peralatan yang bisa digenangi air harus dikuras,
ditutup, dan dikubur. Sehingga nyamuk "Aedes Aegypti" tidak bisa bersarang
pada tempat-tempat yang tidak digenangi air tersebut. Penyemprotan itu tidaklah
menyelesaikan masalah untuk memberantas berkembang biaknya nyamuk penular
DBD. Namun yang pas aadalah dengan menjaga kebersihan lingkungan dari
genangan air dengan melakukan 3 M, " kata Mirsal.(04)
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
1. DEFINISI
Demam berdarah merupakan suatu penyakit demam akut
disebabkan oleh virus yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk
apecies Aides Aegypti yang menyerang pada anak, remaja, dan dewasa
yang ditandai dengan: demam, nyeri otot dan sendi, manifestasi
perdarahan dan cenderung menimbulkan syok yang dapat menyebabkan
kematian. (Hendaranto, Buku ajar IPD, FKUI, 2003)
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic
Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue
Famili Flaviviridae,d engan genusnya adalah flavivirus. Virus ini
mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi
yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit
DBD menyebar di negara-negara Tropis dan Subtropis (Masjoer Arif,
2003)
Dengue haemoragic fever adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
arbovirus (arthropodborn virus) dan di tularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti).(ngastiyah,2005 : 368 )
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti.(Suriadi,Rita Yuliani,2006 : 57 )
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh 4 tipe serotipe virus dengue dan ditandai dengan 4 gejala
klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan,
hepatomegali, dan tanda tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya
renjatan ( sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma
yang dapat menyebabkan kematian.(Abdul Rohim,dkk,2003 : 45)
Demam dengue / DHF dan demam berdarah dengue / DBD
( Dengue haemoragic fever / DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,nyeri otot
dan / atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis haemoragic.(Suhendro,dkk,2006 : 1709)
2. ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-
4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe
dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese encehphalitis
dan west nille virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan
mamalia seperti tikus, kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei
epidemiologi pada hewan ternak di dapatkan antibodi terhadap virus
dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes
( stegomyia ) dan toxorhynchites. ( Suhendro,2006).
Berkembangnya populasi nyamuk pada daerah pesisir diakibatkan
terjadinya genangan air rob pada saat pasang air laut. Hali ini
mengakibatkan perkembangbiakan nyamuk menjadi lebih cepat, dengan
demikian kasus DBD di daerah pesisir menjadi merajarela.
3. DAMPAK
Ada 4 tipe dari penyakit Demam Berdarah. Jadi, seseorang yang
sudah pernah terkena penyakit demam berdarah, tidak berarti dia tidak
akan terkena penyakit ini lagi karena ada 3 tipe lainnya yang dapat
menyebabkan DBD juga.
Saat terkena DBD, seseorang akan mengalami 3 fase. Yang
pertama adalah fase demam selama 3 hari pertama. Berlanjut pada 3 hari
selanjutnya yang merupakan fase kritis. Pada fase ini, demam sudah tidak
terjadi, tetapi di fase inilah harus waspada agar tidak terkecoh dengan
menganggap sudah sembuh dan tidak diberi pengobatan. Tiga hari
selanjutnya adalah fase penyembuhan.
Salah satu bahaya dari demam berdarah adalah menganggap
demam yang dialami sebagai demam biasa sehingga dianggap ringan dan
tidak mendapat perawatan khusus. Apalagi, pada fase kedua, biasanya
demam sudah turun sehingga dianggap sudah sembuh.
4. Pencegahan Penyakit Demam Berdarah
Hingga kini, belum ada vaksin atau obat antivirus untuk obat ini.
Tindakan paling efektif untuk menekan epidemi demam berdarah yaitu
dengan mengontrol keberadaan dan sedapat mungkin menghindari vektor
nyamuk pembawa virus langue. Pencegahan nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, antara lain :
Lingkungan
Pencegahan demam berdarah dapat dilakukan dengan mengendalikan
vektor nyamuk, antara lain dengan menguras bak mandi/penampungan air
sekurang-kurangnya sekali seminggu, mengganti/menguras vas bunga dan
tempat minum burung seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat
penampungan air, mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas
di sekitar rumah dan perbaikan desain rumah.
Biologis
Secara biologis, vektor nyamuk pembawa virus dengue dapat dikontrol
dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri.
Kimiawi
Pengasapan dapat membunuh nyamuk dewasa, sedangkan pemberikan
bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air dapat membunuh
jentik-jentik nyamuk. Selain itu dapat juga digunakan larvasida.
Karena nyamuk aedes aktif pada siang hari beberapa tindakan pendegahan
yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan senyawa anti nyamuk
yang mengadung deet, pikaridin atau minyak lemon eucalyptus serta
gunakan pakaian tertutup untuk dapat melindungi tubuh dari gigitan
nyamuk bila sedang beraktivitas di luar rumah. Selain itu, segeralah
berobat bila muncuk gejala-gejala penyakit demam berdarah sebelum
berkembang menjadi semakin parah.
Tahapan pencegahan yang dapat diterapkan untuk menghindari
terjadinya fase suseptibel dan fase subklinis atau yang sering disebut
dengan fase prepatogenesis ada dua, yaitu:
a. Health Promotion, dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
1) Pendidikan dan Penyuluhan tentang kesehatan pada masyarakat.
Cara Mnenghindari DBD
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan dan meningkatkan
pengetahuan masyrakat tentang kesehatan. Selain itu juga
dilakukan untuk membina peran serta masyarakat melalui berbagai
jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat, seperti melalui
televisi, radio dan media massa lainnya, kerja bakti dan lomba-
lomba yang berkaitan dengan kesehatan di kelurahan atau desa,
sekolah atau tempat-tempat umum lainnya.
2) Memberdayakan kearifan lokal yang ada.
Misalnya kearifan lokal masyarakat di pedesaan yaitu gotong
royong. Hal ini jika dilakukan secara rutin tiap minggunya dalam
bentuk bersama-sama membersihkan lingkungan sekitar akan
sangat berguna untuk meningkatkan status kesehatan.
3) Perbaikan suplai dan penyimpanan air.
Air sebagai sumber kehidupan memegang peranan yang sangat
penting dalam kelanjutan dan kesejahteraan hidup manusia.
Permasalahan sanitasi air bersih menjadi salah satu permasalahan
kesehatan lingkungan di Indonesia. Oleh karena itu, perbaikan
suplai dan penyimpanan air sangat penting untuk dilakukan
mengingat permasalahan atau penyakit berupa water borne disease
sangat beraneka ragam. Bahkan air juga bisa menjadi tempat hidup
dan perkembangbiakan vektor penyakit lain seperti demam
berdarah dengue (DBD).
4) Menekan angka pertumbuhan penduduk.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Antonius (2005) dalam
Suyasa (2008) bahwa daerah yang terjangkit DBD pada umumnya
adalah kota atau wilayah yang padat penduduk. Rumah-rumah
yang saling berdekatan memudahkan penularan penyakit ini,
mengingat nyamuk Aedes aegypti jarak terbangnya maksimal 200
meter. Hubungan yang baik antar daerah memudahkan penyebaran
penyakit ke daerah lain. Selain itu, hal ini juga berkaitan erat
dengan mobilitas penduduk yang memudahkan penularan dari satu
tempat ke tempat lainnya dan biasanya penyakit menjalar dimulai
dari satu sumber penularan kemudian mengikuti lalu lintas
penduduk. Hal ini juga didukung oleh pernyataan (Gubler, 2002)
bahwa ada banyak faktor yang bertanggung jawab untuk
kebangkitan dramatis epidemi DF / DBD pada tahun-tahun dari
abad ke-20, namun beberapa di antaranya tidak dipahami dengan
baik. Demografis dan perubahan sosial seperti pertumbuhan
penduduk, urbanisasi dan transportasi modern memberikan
kontribusi besar terhadap kejadian meningkat dan penyebaran
geografis aktivitas demam berdarah.
5) Perbaikan sanitasi lingkungan, tata ruang kota dan kebijakan
pemerintah. Hal ini erat kaitannya dengan pemukiman penduduk,
tempat-tempat umum, sarana dan prasarana kota, dan lain-lain.
Penataan ruang kota yang baik akan meningkatkan status kesehatan
masyarakat setempat.
b. Specific protection
1) Abatisasi
Program ini secara massal memberikan bubuk abate secara cuma-
cuma kepada seluruh rumah, terutama di wilayah yang endemis
DBD semasa musim penghujan. Tujuannya agar kalau sampai
menetas, jentik nyamuknya mati dan tidak sampai terlanjur
menjadi nyamuk dewasa yang akan menambah besar populasinya
(Nadesul, 2007). Abitasasi selektif atau larvasidasi selektif, yaitu
kegiatan memberikan atau menaburkan larvasida ke dalam
penampungan air yang positif terdapat jentik aedes (Widoyono,
2008).
2) Fogging focus (FF).
Fogging focus adalah kegiatan menyemprot dengan insektisida
(malation, losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius
1 RW per 400 rumah per 1 dukuh (Widoyono, 2008).
Penyemprotan bisa membahayakan kesehatan jika dilakukan tidak
dengan hati-hati. Oleh karena itu, takaran insektisida yang dipakai
harus diukur dengan cermat, dan tidak sampai berlebihan (Nadesul,
2007).
3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
Pemeriksaan Jentik Berkala adalah kegiatan reguler tiga bulan
sekali, dengan cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan.
Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara random atau
metode spiral (dengan rumah di tengah sebagai pusatnya) atau
metode zig-zag. Dengan kegiatan ini akan didapatkan angka
kepadatan jentik atau House Index (HI) (Widoyono, 2008).
Pembersihan jentik bisa dilakukan dengan pogram Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN), menggunakan ikan, dan larvasidasi. Tidak
semua jenis ikan memangsa jentik nyamuk Aedes, hanya ikan jenis
gambusia, seperti ikan kepala timah. Selain itu ada beberapa
pemangsa jentik nyamuk Aedes yang ada di alam, yaitu burung air,
serangga, dan ikan. Namun pemangsa itu sudah semakin langka,
sehingga campur tangan manusia memang diperlukan (Nadesul,
2007).
4) Penggerakan PSN
Kegiatan PSN dengan menguras dan menyikat TPA seperti bak
mandi atau WC, drum seminggu sekali, menutup rapat-rapat TPA
seperti gentong air atau tempayan, mengubur atau menyingkirkan
barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan serta
mengganti air vas bunga, tempat minum burung seminggu sekali
merupakan upaya untuk melakukan PSN DBD. Masyarakat
diharapkan rutin melakukan kegiatan tersebut dan pihak
pemerintah melakukan pemeriksaan jentik berkala, sehingga
pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD dapat berjalan
dengan baik.
5) Pencegahan gigitan nyamuk.
Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan pemakaian
kawat kasa, menggunakan kelambu, menggunakan obat nyamuk
(bakar, oles), dan tidak melakukan kebiasaan beresiko seperti tidur
siang, dan menggantung baju. Pemakaian kasa pada ventilasi yang
dilakukan merupakan pencegahan secara fisik terhadap nyamuk
yang bertujuan agar nyamuk tidak sampai masuk rumah ataupun
kamar tidur.
6) Pengendalian vektor.
Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam
Kepmenkes No.581 tahun 1992, bahwa kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) dilakukan secara periodik oleh masyarakat
yang dikoordinir oleh RT/RW dalam bentuk PSN dengan pesan
inti 3M plus. Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur
dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama
dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau
dikurangi. Sejak tahun 2004 telah diperkenalkan suatu metode
komunikasi atau penyampaian informasi atau pesan yang
berdampak pada perubahan perilaku dalam pelaksanaan PSN
melalui pendekatan sosial budaya setempat yaitu Metode
Communication for Behavioral Impact (COMBI) (Pusat Data dan
Surveilans Epidemiologi, Kemenkes RI, 2010).