Contoh Jurnal Case Series

5
Laporan Kasus Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia Pra-Sekolah Muchtarudin Mansyur,* Andreas Ari Wibowo,** Annie Maria,** Arie Munandar,** Arif Abdillah,** Aseanne Femelia Ramadora** *Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. **Dokter Muda FKUI, KDK Kiara Maret 2006. Abstrak: Studi kasus ini menyajikan penatalaksanaan skabies pada seorang pasien usia pra sekolah dengan pendekatan kedokteran keluarga yang bersifat holistik, komprehensif, terpadu, dan berkesinambungan. Didapatkan perbaikan masalah klinis pasien. Dilaksanakan pula pemutusan rantai penyebaran dengan perbaikan perilaku kesehatan pasien, keluarga, dan komunitas sekitar, serta perbaikan lingkungan. Kata kunci: sarcoptes scabiei, kedokteran keluarga, anak pra-sekolah. Family Medicine Approach on Scabies in Pre-School Children Muchtarudin Mansyur,* Andreas Ari Wibowo,** Annie Maria,** Arie Munandar,** Arif Abdillah,** Aseanne Femelia Ramadora** *Department of Community Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia **Assistant Doctor FMUI, KDK Kiara, March 2006 Abstract: The case study presents management of scabies on pre-school toddler with holistic, comprehensive, integrated, and continuous family medicine approach. The symptoms of scabies are clinically recovered. Infection chain was stopped by improving health behavior of the patient, his family, and environmental condition. Keywords. Sarcoptes scabiei, family medicine, pre-school children. 63

description

Case Series

Transcript of Contoh Jurnal Case Series

Page 1: Contoh Jurnal Case Series

Laporan Kasus

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

Pendekatan Kedokteran Keluargapada Penatalaksanaan Skabies

Anak Usia Pra-Sekolah

Muchtarudin Mansyur,* Andreas Ari Wibowo,** Annie Maria,** Arie Munandar,**

Arif Abdillah,** Aseanne Femelia Ramadora**

*Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

**Dokter Muda FKUI, KDK Kiara Maret 2006.

Abstrak: Studi kasus ini menyajikan penatalaksanaan skabies pada seorang pasien usia pra

sekolah dengan pendekatan kedokteran keluarga yang bersifat holistik, komprehensif, terpadu,

dan berkesinambungan. Didapatkan perbaikan masalah klinis pasien. Dilaksanakan pula

pemutusan rantai penyebaran dengan perbaikan perilaku kesehatan pasien, keluarga, dan

komunitas sekitar, serta perbaikan lingkungan.

Kata kunci: sarcoptes scabiei, kedokteran keluarga, anak pra-sekolah.

Family Medicine Approach on Scabies in Pre-School Children

Muchtarudin Mansyur,* Andreas Ari Wibowo,** Annie Maria,** Arie Munandar,**

Arif Abdillah,** Aseanne Femelia Ramadora**

*Department of Community Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia

**Assistant Doctor FMUI, KDK Kiara, March 2006

Abstract: The case study presents management of scabies on pre-school toddler with holistic,

comprehensive, integrated, and continuous family medicine approach. The symptoms of scabies

are clinically recovered. Infection chain was stopped by improving health behavior of the patient,

his family, and environmental condition.

Keywords. Sarcoptes scabiei, family medicine, pre-school children.

63

Page 2: Contoh Jurnal Case Series

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Skabies Anak Usia Pra-Sekolah

Pendahuluan

Skabies merupakan penyakit kulit akibat infestasi

tungau Sarcoptes scabiei. Penyakit yang mempengaruhi

semua jenis ras di dunia tersebut ditemukan hampir pada

semua negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi

yang bervariasi. Di beberapa negara berkembang

prevalensinya dilaporkan 6-27% populasi umum dan insidens

tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja. Perkembangan

penyakit ini juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi

yang rendah, tingkat higiene yang buruk, kurangnya

pengetahuan, dan kesalahan dalam diagnosis serta pena-

talaksanaan .1,2

Di Indonesia, penyakit ini masih menjadi masalah tidak

saja di daerah terpencil, tetapi juga di kota-kota besar bahkan

di Jakarta. Kondisi kota Jakarta yang padat merupakan faktor

pendukung perkembangan skabies. Berdasarkan pengum-

pulan data Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia

(KSDAI) tahun 2001, dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di

Indonesia, jumlah penderita skabies terbanyak didapatkan

Jakarta yaitu 335 kasus di 3 rumah sakit.1,2

Pelayanan kesehatan primer memegang peranan

penting pada penyakit skabies dalam hal penegakan diag-

nosis pertama kali, terapi yang tepat, dan edukasi komunitas

dalam pencegahan penyakit dan menularnya penyakit ke

komunitas, karena penyakit ini mudah sekali menular terutama

pada pemukiman yang padat. Transmisi atau perpindahan

antar penderita dapat berlangsung melalui kontak kulit

langsung yang erat dari orang ke orang. Hal tersebut dapat

terjadi bila hidup dan tidur bersama, misalnya anak-anak yang

mendapat infestasi tungau dari ibunya, hidup dalam satu

asrama, atau para perawat. Selain itu perpindahan tungau

juga dapat terjadi melalui kontak tidak langsung, yaitu melalui

pakaian atau alat mandi yang digunakan bersama. 1,2,3

Kasus adalah seorang anak laki laki berusia 5 tahun

yang datang dengan keluhan gatal selama satu tahun, telah

berulang kali berobat di Puskesmas untuk keluhannya, tetapi

tidak mengalami penyembuhan. Penatalaksanaan kasus

dilakukan di Klinik Dokter Keluarga (KDK) FKUI, Kiara,

Jakarta oleh dokter muda FKUI dengan bimbingan dokter

staf pengajar, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas.

Masalah kesehatan yang terkait dengan faktor yang

berpengaruh diidentifikasi dengan memperhatikan konsep

Mandala of Health, dan diselesaikan dengan pendekatan

individual untuk penatalaksanaan klinisnya dan pendekatan

keluarga dan komunitas untuk penyelesaian faktor yang

berpengaruh. Pendekatan tersebut diterapkan secara

menyeluruh, paripurna, terintegrasi dan berkesinambungan

sesuai konsep dokter keluarga.

Penatalaksanaan kasus bertujuan mengidentifikasi

masalah klinis pada pasien dan keluarga serta faktor-faktor

yang berpengaruh, menyelesaikan masalah klinis pada pasien

dan keluarga, dan mengubah perilaku kesehatan pasien dan

keluarga serta partisipasi keluarga dalam mengatasi masalah

kesehatan.

Ilustrasi Kasus

Anak D datang ke KDK Kiara dibawa oleh ibunya

dengan keluhan gatal-gatal hampir di seluruh tubuh sejak

satu tahun yang lalu. Gatal dirasakan terutama pada malam

hari di daerah sela-sela jari, lipatan bokong, leher, punggung

dan perut. Gatal sudah pernah diobati di Puskesmas beberapa

kali dengan krim antibiotik dan puyer namun keluhan tidak

pernah hilang. Selain pasien, anggota keluarga lainnya yang

tinggal serumah juga memiliki keluhan yang serupa begitu

juga para tetangga. Pasien sering menggaruk bagian tubuh

yang gatal sehingga timbul koreng dan bekas luka. Pasien

sering menggunakan pakaian yang sama berulang kali

sebelum dicuci. Pasien menggunakan handuk bergantian

dengan ibunya yang juga memiliki keluhan gatal serupa.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum

baik, tampak sakit ringan, status generalis dalam batas nor-

mal. Status gizi pasien baik: berat badan 23 kg, tinggi badan

112 cm. Status dermatologik: di seluruh tubuh terutama di

daerah lipatan paha dan bokong, sela jari tangan dan kaki

terdapat papul multipel berukuran milier sewarna kulit seba-

gian eritematosa. Juga terdapat pustul, erosi dan ekskoriasi

yang ditutupi krusta merah kehitaman. Tampak bekas garukan

(scratch mark). Dari pemeriksaan parasitologi yang telah

dilakukan pada pasien, nenek pasien, dan seorang tetangga

dengan gejala gatal serupa, ditemukan tungau dan telur Sar-

coptes scabiei dari kerokan kulit.

Pasien adalah anak tunggal dari pasangan usia subur

yang tinggal di rumah tidak layak huni, hanya berupa satu

kamar kontrakan di lantai dua berukuran 2 m x 1.5 m. Sinar

matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah, penerangan

tergantung pada satu lampu pijar 25 watt. Ventilasi kurang,

rumah terasa lembab, hanya ada jendela kecil 30 cm x 50 cm.

Kebersihan dan kerapian rumah kurang. Kamar mandi dan

jamban menggunakan fasilitas umum. Fasilitas dapur

digunakan bersama-sama dengan penghuni kontrakan lain.

Air minum dan masak didapat dengan membeli air mineral

dalam galon, dan air untuk mandi-cuci-kakus dari pompa

tangan. Saluran air dialirkan ke got di depan rumah yang

mengalir. Tidak ada tempat sampah baik di dalam maupun di

luar rumah sehingga banyak terlihat sampah berserakan baik

di dalam maupun di luar rumah.

Kegiatan di rumah hanya terbatas untuk tidur, makan,

dan mandi. Sepanjang harinya pasien dan ibunya lebih sering

beraktivitas di rumah nenek pasien yang berjarak 25 m dari

rumah. Rumah nenek berukuran 4 m x 12 m terdiri dari dua

lantai, pada siang hari penghuni mencapai 15 orang.

Kebersihan rumah kurang, lantai kotor, keadaan rumah

lembab, banyak pakaian tergantung di dinding dan berserakan

di lantai dan kasur. Sprei, sarung bantal, sarung kursi serta

tirai jarang dicuci. Tidak ada tempat sampah baik di dalam

maupun di luar rumah sehingga banyak terlihat sampah

berserakan baik di dalam maupun di luar rumah.

Gaji kepala keluarga (KK) ± Rp 500.000 / bulan dengan

biaya mengontrak rumah Rp 150.000 / bulan. Keluarga pasien

64

Page 3: Contoh Jurnal Case Series

Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Skabies Anak Usia Pra-Sekolah

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

tidak mempunyai sumber dana kesehatan khusus, seperti

tabu-ngan kesehatan. Selama ini keluarga berobat ke layanan

kesehatan jika keluhan sudah benar-benar mengganggu dan

tidak teratasi dengan obat warung.

Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mem-

pengaruhi, digunakan konsep Mandala of Health (Gambar

1). Diagnosis holistik yang ditegakkan pada pasien adalah

sebagai berikut. Pada poin I, alasan kedatangan: gatal-gatal

di seluruh tubuh sejak satu tahun yang lalu dengan harapan

gatal-gatal bisa hilang dan tidak timbul lagi, keluarga memiliki

kekhawatiran penyakit gatal ini sulit disembuhkan. Pada poin

II, diagnosis kerja yang ditegakkan adalah skabies. Pada poin

III didapatkan masalah perilaku berupa higiene pasien dan

keluarga kurang serta perilaku berobat yang buruk. Pada

poin IV didapatkan masalah pendapatan keluarga yang

kurang dan tidak adanya tabungan kesehatan. Pada poin V

ditetapkan skala fungsional pasien derajat 3 yang sesuai

dengan usia pasien.

Tindakan yang dilakukan meliputi tindakan terhadap

pasien, keluarga, dan lingkungannya. Pada pasien dan

keluarga diberikan krim permetrin 5% yang dioleskan pada

seluruh tubuh (dari leher hingga ke ujung jari kaki), dan

dilakukan edukasi terhadap keluarga mengenai skabies

(penyebab, gejala, cara penularan, terapi), dan mengenai

higiene pribadi serta lingkungan. Keluarga diberikan motivasi

untuk mencuci, menjemur, dan menyeterika pakaian dan seprai

yang digunakan dalam 1 minggu terakhir.

Tindakan untuk mengatasi masalah lingkungan antara

lain dengan melakukan penyuluhan mengenai skabies yang

dihadiri oleh kader, wakil dari Puskesmas, dan para warga.

Pada kesempatan tersebut juga disampaikan pentingnya

menjaga higiene lingkungan dan perilaku berobat yang baik.

Hasil pembinaan yang telah dilakukan dievaluasi dengan

menggunakan indeks koping, dengan hasil peningkatan skor

dari 2,2 menjadi 3. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Gambar 1. Mandala of Health

65

PASIEN

- Gatalgatal seluruh tubuh sejak 1 th

- Pemuatan Fiak

- Status generalis dalam batas

normal

- Status dermatologik Papul

muilti-pel milier sebagian

eritematosa, seluruh tubuh terutama

lipatan paha dan bokong serta sela

jari tangan. Pustul, erosi, ekskoriasi, scratch mark (+)

- Lab: ditemukan telur dan

LINGK. PSIKO-SOSIO-EKONOMI

- Pendapatan keluarga rendah

- Kehidupan sosial dengan lingkungan � baik

LINGK. FISIK

- Ventilasi dan penerangan di

dalam rumah kurang

- Banyak pakaian ditumpuk

dan digantung di sembarang

tempat

PERILAKU KESEHATAN

- Higiene pribadi dan

lingkungan kurang

- Berobat hanya jika ada keluhan

FAKTOR BIOLOGI

- Pasangan KK dan

seluruh keluarga di

rumah kakek pasien menderita skabies

PELAYANAN

KESEHATAN

- Jarak

rumah–

KDK �

dekat

LINGK. KERJA

- Tidak ada

hubungan

GAYA HIDUP

- Pemenuhan

kebutuhan

primer �

prioritas utama

- Alokasi khusus

untuk kesehatan

FAMILY

Komunitas:

- pemukiman padat dengan sanitasi buruk

- warga sekitar juga menderita skabies

Page 4: Contoh Jurnal Case Series

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Skabies Anak Usia Pra-Sekolah

Tabel 1. Skoring Kemampuan Penyelesaian Masalah Dalam Keluarga

No. Masalah Skor Upaya Penyelesaian Resume Hasil Akhir Skor

Awal Perbaikan Akhir

Fungsi biologis

− Pasangan KK dan anggota keluarga 2 − Edukasi mengenai penyakit dan − Terselenggara penyuluhan 4

yang tinggal di rumah kakek pasien pencegahannya melalui penyuluhan- − Keluhan berkurang

menderita skabies − Pengobatan − Ditemukannya tungau, tero-

− Pemeriksaan tungau dan terowongan wongan dan telur

Fungsi ekonomi dan pemenuhan

kebutuhan

− Pendapatan keluarga yang rendah 2 − Motivasi untuk menambah penghasilan − Istri KK berniat memanfaatkan 3

dengan memanfaatkan waktu luang waktu luang untuk memperoleh

penghasilan tambahan

− Keluarga tidak memiliki tabungan 3 − Motivasi mengenai perlunya memiliki

tabungan − Keluarga berniat menyisihkan 4

pendapatan untuk tabungan

Faktor perilaku kesehatan keluarga

− Higiene pribadi dan lingkungan kurang 3 − Edukasi mengenai higiene − Keluarga mencuci baju setelah 3

− Berobat jika hanya ada keluhan 3 − Edukasi dan motivasi untuk memerik- dipakai, rumah masih kotor

sakan kesehatan berkala karena adanya − Keluarga sudah berkeinginan 3

risiko untuk terjadi kekambuhan untuk memeriksakan kesehatan

berkala

Lingkungan rumah

− Ventilasi dan penerangan di dalam 2 − Memperbaiki ventilasi dan penerangan − Pintu rumah belum dibuka dan 2

rumah kurang dengan membuka pintu rumah pada kipas angin belum dibersihkan,

siang hari dan menggunakan kipas angin ventilasi dan penerangan di

yang selalu dibersihkan dalam rumah masih kurang

− Banyak pakaian ditumpuk dan digan- 2 − Edukasi untuk mencuci dan menyeterika

tung di sembarang tempat baju yang menumpuk. · Pakaian masih ditumpuk dan 2

digantung di sembarang tempat

Total Skor : 17 21

Rata-rata Skor : 2,2 3

Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah

Skor 1 Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.

Skor 2 Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya keinginan); penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya

oleh provider.

Skor 3 Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian

besar oleh provider

Skor 4 Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung pada upaya provider

Skor 5 Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

99 Not Applicable

Pembahasan

Studi kasus dilakukan pada pasien An. D, usia 5 tahun

2 bulan, dengan keluhan gatal di seluruh tubuh sejak 1 tahun

yang lalu. Pasien merupakan anak tunggal dari pasangan

usia subur. Penyebab keadaan ini adalah lingkungan rumah

yang padat, higiene lingkungan dan higiene perorangan yang

kurang yang dapat menjadi tempat hidup tungau Sarcoptes

scabiei.

Diagnosis skabies pada pasien ditegakkan atas dasar

keluhan gatal pada seluruh tubuh terutama pada daerah

lipatan yang dirasakan terutama pada malam hari dan

ditemukannya gejala gatal serupa pada anggota keluarga

yang tinggal serumah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

lesi berupa papul-papul milier sewarna kulit sebagian

eritematosa tersebar di seluruh tubuh terutama di daerah

lipatan paha dan bokong, sela jari tangan dan kaki, sebagian

berupa pustul dan erosi dan tampak bekas garukan/scratch

mark. Ditemukannya tungau pada pemeriksaan kerokan kulit

memastikan diagnosis skabies. Penegakkan diagnosis skabies

dilakukan atas dasar terpenuhinya 2 dari 4 tanda kardinal,

yaitu pruritus nokturna, menyerang manusia secara

berkelompok, ditemukannya terowongan, dan ditemukannya

tungau. 4,5 Diagnosis pasti ditetapkan dengan menemukan

tungau atau telur, namun tungau sulit ditemukan. Dari 900

pasien skabies rata-rata hanya terdapat 11 tungau per

penderita dan pada sebagian besar penderita hanya terdapat

1-5 tungau per penderita.6 Selain itu, skabies juga dapat

menyerupai berbagai macam penyakit sehingga disebut juga

the great imitator.6

Pada kunjungan ke KDK Kiara pertama kali terapi

medikamentosa yang diberikan adalah Permetrin krim 5% yang

dioleskan pada seluruh tubuh kecuali bagian wajah. Hal ini

66

Page 5: Contoh Jurnal Case Series

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Skabies Anak Usia Pra-Sekolah

sesuai dengan tatalaksana skabies. Pasien juga diberikan

antihistamin klasik sedatif ringan untuk mengurangi rasa

gatal yaitu klortrimeton sekali sehari pada malam hari.

Permetrin sebagai anti skabies lebih poten jika dibandingkan

dengan lindan (gameksan) atau krotamiton, juga lebih poten

dan aman pada bayi dan anak. Obat ini efektif untuk kasus

skabies yang gagal dengan pengobatan skabies lain

khususnya lindan. Penularan skabies terutama melalui kontak

langsung yang erat, maka untuk keberhasilan terapi seluruh

keluarga yang tinggal dalam 1 rumah harus diobati dengan

anti skabies secara serentak. 4-8

Penularan melalui kontak tidak langsung seperti melalui

perlengkapan tidur, pakaian, atau handuk memegang peranan

penting, maka dilakukan edukasi kepada keluarga pasien

untuk mencuci pakaian, sprei, gorden dan menjemur sofa

dan tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk mematikan semua

tungau dewasa dan telur sehingga tidak terjadi kekambuhan.6

Dalam menatalaksana pasien, seorang dokter perlu

memperhatikan pasien seutuhnya, tidak hanya tanda dan

gejala penyakit namun juga psikologisnya. Pembinaan

keluarga yang dilakukan pada kasus ini tidak hanya mengenai

penyakit pasien, tetapi juga mengenai masalah-masalah

lainnya seperti fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan

keluarga, perilaku kesehatan keluarga, dan lingkungan.9

Masalah ekonomi yang dialami adalah tidak adanya

tabungan keluarga. Hal ini karena rendahnya pendapatan

keluarga sehingga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan

pangan dan sandang. Keluarga dimotivasi untuk menambah

sumber pendapatan tambahan melalui pemanfaatan waktu

luang, seperti berdagang atau menjadi pramuwisma paruh

waktu. Masalah lingkungan rumah pada keluarga adalah

ventilasi dan penerangan di dalam rumah yang masih kurang

serta banyaknya pakaian ditumpuk dan digantung di

sembarang tempat, yang merupakan lingkungan yang baik

untuk berkembang biaknya parasit seperti skabies. Keluarga

dimotivasi untuk memperbaiki ventilasi dan penerangan

dengan membuka pintu rumah pada siang hari dan meng-

gunakan kipas angin yang selalu dibersihkan, serta selalu

mencuci dan menyeterika pakaian setelah digunakan dan

menyimpannya dalam lemari.

Intervensi yang dilakukan terhadap lingkungan adalah

memberi penyuluhan mengenai skabies (gejala, penata-

laksanaan, penyebaran penyakit, dan pencegahannya)

terhadap warga masyarakat dalam satu RW. Selain itu,

penemuan kasus skabies pada lingkungan telah dilaporkan

kepada Puskesmas setempat. Setelah dilakukan pelaporan

ke pihak Puskesmas, mereka hanya dapat menyediakan Salep

2-4 untuk pengobatan skabies. Salep 2-4 yang mengandung

belerang endap (sulfur presipitatum) dengan konsentrasi 4-

20% tidak efektif terhadap stadium telur, oleh karena itu

penggunaannya tidak boleh kurang dari tiga hari. Kekurangan

lain dari obat ini yaitu berbau, lengket, mengotori pakaian,

dan kadang mengiritasi kulit.4,6

Daftar Pustaka

1. Tabri F. Skabies pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito

TL, Kurniati DD, editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI, 2003.p.62-79.

2. Meinking T, Taplin D. Scabies, infestation. Dalam: Schachner

LA, Hansen RC, editor. Pediatric Dermatology, edisi ke-2. New

York: Churchill Livingstone Inc., 1995.1347-89.

3. Kramer WL, Mock DE. Scabies. Insect and pests. Available at:

http://www.Ianr.uw.edu/pubs/g_1295.htm. Diunduh pada 10 Maret

2006.

4. Handoko RP. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, 2002.

5. Bagian Kulit dan Kelamin. Pedoman pelayanan medis

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Perjan RSCM.

Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 2005.

6. Sungkar S. Skabies. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter In-

donesia, 1995.

7. Amer M, El-Gharib I. Clinical trials permethrin versus crotamiton

and lindane in the treatment of scabies. International Journal of

Dermatology 1992;31:357-8.

8. Schultz MW, Gomez M, Hansen RC, et al. Comparative study of

5% permethrin cream and 1% lindane lotion for the treatment of

Scabies. Archives of Dematology 1990;126:167-70.

9. Gan GL, Azwar A, Wonodirekso S. A primer on family medicine

practice. Singapore: Singapore International Foundation, 2004.

HQ

67