Consent Pada Visum Et Repertum

4

Click here to load reader

description

Consent Pada Visum Et Repertum

Transcript of Consent Pada Visum Et Repertum

Page 1: Consent Pada Visum Et Repertum

4/14/2015

1

Consent pada Visum et Repertum

Disusun oleh:

Moh. Akbar C111 08 327

Rizna Ariani Said C111 10 262

Pembimbing:

dr. Stephanie Ranni Anindita

Supervisor:

dr. Muh. Husni Cangara, Ph.D, DFM

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Visum et repertum adalah keterangan yang

dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik

yang berwenang mengenai hasil

pemeriksaan medis terhadap manusia, baik

hidup atau mati ataupun bagian atau diduga

bagian dari tubuh manusia, berdasarkan

keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk

kepentingan peradilan.

Pendahuluan

Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im T, Sidhi, Hertian S, et al. Visum et repertum. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta:

Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 5-16

Pendahuluan

Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im T, Sidhi, Hertian S, et al. Visum et repertum. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta:

Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 5-16

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kewajiban

Pemberi Layanan Kesehatan untuk Memberikan Informasi atas Adanya Dugaan Kekerasan terhadap Anak. Jakarta; 2013. p. 1-25

Visum et repertum

Alat bukti sah

Jembatan ilmu kedokteran

dengan ilmu hukum

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1226/Menkes/SK/XII/2009 Tentang

Pedoman Penatalaksanaan Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Rumah Sakit. Jakarta; 2009.

p.1-27

FORENSIK-MEDIKOLEGAL

lampiran

Pemeriksaan medis

SPV datang

Pemeriksaan & penanganan

medis

Rekam medis

Resume medis

Korban datang

Ada SPV

Tanpa SPV

PROSEDUR MEDIS STANDAR VeR

VeR

Page 2: Consent Pada Visum Et Repertum

4/14/2015

2

Solichin S. Persetujuan tindakan kedokteran. In: Hoediyanto, Hariadi A, editors. Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.

Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2012. p. 405-11

Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang.

Korban datang dengan didampingi polisi atau penyidik karena tubuh korban merupakan benda bukti.

Memperoleh persetujuan (informed consent) dari korban.

Pemeriksaan dilakukan sedini mungkin untuk mencegah hilangnya alat bukti yang penting bagi pengadilan.

Informed Consent

Solichin S. Persetujuan tindakan kedokteran. In: Hoediyanto, Hariadi A, editors. Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.

Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2012. p. 405-11

Persetujuan yang diberikan

oleh pasien atau keluarga

terdekat setelah

mendapatkan penjelasan

secara lengkap mengenai

tindakan kedokteran atau

kedokteran gigi yang akan

dilakukan terhadap pasien

Informed Consent

Solichin S. Persetujuan tindakan kedokteran. In: Hoediyanto, Hariadi A, editors. Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.

Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2012. p. 405-11

Kompeten Usia

Kesadaran

Kesehatan Mental

Bila meragukan,

maka harus ditentukan

dokter yang kompeten Kesadaran tidak terganggu,

mampu berkomunikasi secara wajar

Tidak mengalami kemunduran perkembangan

(retardasi mental)

≥ 18 tahun atau telah menikah

orang tua / wali / pengampu

Page 3: Consent Pada Visum Et Repertum

4/14/2015

3

Korban

Anak

Korban

Kejahatan

Susila

Korban

Gangguan

Fisik

Berat

Korban

Gangguan

Psikis

dan

Mental

Korban

Kejahatan

Susila

• Korban akan diperiksa di daerah

“sensitif”, maka harus didampingi oleh

perawat

• Informasi tentang pemeriksaan harus

diberikan sebelum pemeriksaan dimulai

dan antara lain mencakup:

– tujuan pemeriksaan dan kepentingannya

untuk pengungkapan kasus,

– prosedur atau teknik pemeriksaan,

– tindakan pengambilan sampel atau barang

bukti,

– dokumentasi dalam bentuk rekam medis dan

foto,

– serta pembukaan sebagian rahasia

kedokteran guna pembuatan visum et

repertum

Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im T, Sidhi, Hertian S, et al. Visum et repertum. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta:

Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 5-16

Korban

Anak

• Orang yang dianggap memiliki tanggung jawab

sebagai orang tua meliputi :

• Orang tua si anak, apabila lahir dari pasangan

suami istri yang sah

• Ibu si anak, apabila anak lahir dari pasangan

yang tidak sah

• Wali, orang tua angkat atau lembaga pengasuh

yang sah

• Orang yang secara adat/budaya dianggap

sebagai wali si anak, dalam hal tidak terdapat

yang memenuhi ketiga poin di atas

• Menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, anak – anak yang berusia 16

tahun, namun belum mencapai 18 tahun, dapat

membuat persetujuan tindakan kedokteran apabila

mereka dapat menunjukkan kompetensinya dalam

membuat keputusan.

Solichin S. Persetujuan tindakan kedokteran. In: Hoediyanto, Hariadi A, editors. Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.

Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2012. p. 405-11

Korban

Gangguan

Fisik

Berat

Penjelasan dan pembuatan persetujuan

dapat diberikan kemudian segera setelah

pasien sadar atau dalam kondisi yang sudah

memungkinkan atau ketika keluarga korban

sudah berada di tempat.

Forensic Clinical Examiner SATU. Recent rape/ sexual assault: national guidelines on referral and forensic clinical examination in

Ireland. Dublin: SATU; 2010. p. 40-8

Page 4: Consent Pada Visum Et Repertum

4/14/2015

4

• Mampu memahami dalam bahasa

sederhana mengenai pemeriksaan medis

forensik, beserta tujuan dan alasan

dilakukan

• Mampu memahami berbagai manfaat-

manfaat, risiko, serta alternatif

• Mampu memahami konsekuensi yang

akan dihadapi jika pemeriksaan medis

forensik tidak dilakukan

• Mampu mempertahankan informasi yang

diterima dalam waktu yang cukup lama

Korban

Gangguan

Psikis

dan

Mental

Solichin S. Persetujuan tindakan kedokteran. In: Hoediyanto, Hariadi A, editors. Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.

Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2012. p. 405-11

Korban dengan riwayat gangguan psikis bisa

memberikan persetujuan, jika :

Penolakan Pemeriksaan Forensik

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan

Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Jakarta; 2010. p. 45-6

Forensic Clinical Examiner SATU. Recent rape/ sexual assault: national guidelines on referral and forensic clinical examination in

Ireland. Dublin: SATU; 2010. p. 40-8

Setiap korban yang memiliki kapasitas untuk

membuat keputusan menolak untuk diperiksa,

maka hendaknya dokter meminta pernyataan

tertulis secara singkat tentang penolakan

tersebut dari korban disertai alasannya atau

bila hal itu tidak mungkin dilakukan, agar

mencatatnya di dalam rekam medis.

Terima Kasih