Communicating Across Cultures

17
Communicating Across Cultures ( Oleh : I Gede Putu Anggara Diva, 9 halaman, Bakrie School of Management) Abstraksi Komunikasi antarbudaya semakin disadari peranannya dalam era pasar bebas yang akan segera datang. Dunia sebagai suatu pasar global telah memungkinkan aktifitas ekonomi bergerak tanpa mengenal batas lintas antar Negara. Diperlukan kemampuan komunikasi antarbudaya yang efektif untuk berhasil dalam kompetisi perusahaan ditingkat global. Perbedaan budaya telah memberikan tantangannya tersendiri. Perbedaan budaya kerap kali menyebabkan terjadinya misscommunicating. Misscommunicating tersebut menyebabkan kegiatan bisnis terganggu sehingga kerugian yang diderita akibatnya tidaklah kecil. Komunikasi merupakan satu dari disiplin-disiplin yang paling tua tetapi yang paling baru. Orang Yunani kuno melihat teori dan praktek komunikasi sebagai sesuatu yang kritis. Popularitas komunikasi merupakan suatu berkah (a mixed blessing) sehingga saat ini komunikasi merupakan sebuah aktifitas, sebuah ilmu social, sebuah seni liberal dan sebuah profesi. Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”), secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis

Transcript of Communicating Across Cultures

Page 1: Communicating Across Cultures

Communicating Across Cultures

( Oleh : I Gede Putu Anggara Diva, 9 halaman, Bakrie School of Management)

Abstraksi

Komunikasi antarbudaya semakin disadari peranannya dalam era pasar bebas yang akan

segera datang. Dunia sebagai suatu pasar global telah memungkinkan aktifitas ekonomi

bergerak tanpa mengenal batas lintas antar Negara. Diperlukan kemampuan komunikasi

antarbudaya yang efektif untuk berhasil dalam kompetisi perusahaan ditingkat global.

Perbedaan budaya telah memberikan tantangannya tersendiri. Perbedaan budaya kerap kali

menyebabkan terjadinya misscommunicating. Misscommunicating tersebut menyebabkan

kegiatan bisnis terganggu sehingga kerugian yang diderita akibatnya tidaklah kecil.

Komunikasi merupakan satu dari disiplin-disiplin yang paling tua tetapi yang paling baru.

Orang Yunani kuno melihat teori dan praktek komunikasi sebagai sesuatu yang kritis.

Popularitas komunikasi merupakan suatu berkah (a mixed blessing) sehingga saat ini komunikasi

merupakan sebuah aktifitas, sebuah ilmu social, sebuah seni liberal dan sebuah profesi. Kata atau

istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”), secara etimologis atau menurut asal

katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata

communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’

yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna. Komunikasi

secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang

kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia.

Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward (1998:16) mengenai komunikasi

manusia yaitu, “Human communication is the process through which individuals in relationships,

group, organizations and societies respond to and create messages to adapt to the environment

and one another”. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu

dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan

Page 2: Communicating Across Cultures

pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain. Untuk memahami pengertian

komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif dalam Effendy (1994:10) bahwa

para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold

Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell

mengatakan bahwa sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk

(encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima

yang menimbulkan efek tertentu.

Kemajuan teknologi informasi dan teknologi penerbangan merupakan pendorong dibalik

globalisasi pasar ini. Dengan kemajuan teknologi informasi dan penerbangan, sekarang ini

memungkinkan orang-orang melakukan aktifitas bisnisnya dengan cepat dan efisien melintasi

lintas batas antar Negara. Hal ini mengakibatkan kemampuan komunikasi antarbudaya sangat

penting dalam era global ini, mengingat dalam dunia bisnis saat ini orang-orang berinteraksi

dengan berbagai budaya yang berbeda, dunia sudah menjadi sebuah pasar global.Oleh karena itu,

bisnis internasional memerlukan kecakapan komunikasi yang mendukung, diantaranya

pemahaman mengenai komunikasi lintas budaya, untuk memperlancar operasi bisnis global.

Adapun pengertian dari Komunikasi Antarbudaya (Intercultural Communication) adalah proses

komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-

perbedaan sosio ekonomi). Penggolongan kelompok budaya tidak bersifat mutlak, kita boleh

memilih satu atau lebih untuk menandai sebuah kelompok yang memiliki budaya yang sama,

misalnya di USA, Orang Amerika berbicara tentang orang-orang asli California, Nebraska, dan

New Hampshire sebagai berasal dari budaya-budaya regional yang berbeda (West Coast,

Midwest, dan New England), Kita boleh menyebut masing-masing sebagai anggota sebuah

budaya kota atau budaya desa, atau sebagai anggota budaya Irlandia atau budaya Yahudi. Kita

boleh menganggap mereka sebagai anggota-anggota budaya Barat yang lebih luas lagi.

Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi

dalam komuniksai bisnis namun sebelumnya ada baiknya jika kita mengetahui perbedaan budaya

sebelumnya sehingga nantinya dapat mempermudah kita dalam mengidentifikasi permasalahan

yang tengah kita hadapai. Perbedaan budaya dapat menjadi hambatan dalam berkomunikasi yang

sulit diatasi. Perbedaan budaya dapat dilihat dari konteks budaya, perbedaan aspek legal dan

etika, Perbedan social dan perbedaan tanda-tanda non-verbal.

Page 3: Communicating Across Cultures

1) Perbedaan konteks budaya

Konteks budaya merujuk pada pola petunjuk fisik, stimulus lingkungan, dan pemahaman

tersirat yang menyampaikan arti antara dua anggota dalam budaya yang sama. Dari budaya satu

ke budaya lain orang- orang menyampaikan arti contextual secara berbeda. Context budaya di

dunia terbagi menjadi dua jenis budaya, yaitu konteks tinggi dan budaya konteks rendah. Budaya

konteks tinggi dan budaya konteks rendah mempunyai beberapa perbedaan penting dalam cara

penyandian pesannya. Anggota budaya konteks tinggi lebih terampil membaca perilaku

nonverbal dan "dalam membaca lingkungan", dan mereka menganggap bahwa orang lain juga

akan mampu melakukan hal yang sama. Jadi mereka berbicara lebih sedikit daripada anggota-

anggota budaya konteks rendah. Umumnya komunikasi mereka cenderung tidak langsung dan

tidak ekplisit. Budaya konteks rendah, sebaliknya menekankan komunikasi langsung dan

ekplisit: pesan-pesan verbal sangat penting, dan informasi yang akan dikomunikasikan disandi

dalam pesan verbal. Budaya konteks tinggi antara lain budaya Cina, Korea, Jepang, Indonesia.

Adapun perbedaan ciri-ciri antara kedua budaya konteks tersebut adalah sebagai berikut

Indikator Low Context High Context

Dalam pengambilan keputusan

Lebih cepat karena fokus pada tujuan, dan terbiasa berterus- terang

Tidak efisien, karena lebih menjaga perasaan orang lain, sehingga lebih lama dalam pengambilan keputusannya

Pemecahan masalah Fokus pada penyebabnya, sehingga tidak bertele-tele

Lebih lama karena tidak berorientasi kepada akar penyebab masalah, namun lebih menjaga perasaan orang lain

Negosiasi Lebih cepat memutuskan bila ada kekuasaan untuk memutuskan

Seringkali tidak dapat memutuskan secara langsung

Page 4: Communicating Across Cultures

Pemisahan antara masalah pribadi dan pekerjaan

Adanya pemisahan antara masalah pribadi dengan pekerjaan

Tidak ada pemisahaan antara masalah pribadi dan pekerjaan

2) Perbedaan aspek legal dan etika

Konteks budaya juga mempengaruhi perilaku legal dan etika. Perbedaan-perbedaan legas

dan etika tersebut dapat terlihat dari beberapa aspek berikut ini:

a) Pada budaya dengan konteks rendah:

Mengutamakan perjanjian tertulis

Seseorang dinyatakan bersalah pada saat dinyatakan bersalah oleh pengadilan.

Sebelum pengadilan memutuskan tidak boleh dinyatakan bersalah.

b) Pada budaya dengan konteks tinggi

Lebih mengutamakan perjanjian secara lisan

Seseorang dinyatakan bersalah saat polisi melakukan penangkapan sampai hakim

memutuskan di pengadilan

Saat berkomunikasi secara lintas budaya, maka pesan anda haruslah bersikap etis, dengan

mengaplikasikan 4 prinsip dasar, sebagai berikut:

1. Secara aktif mencari kesesuaian untuk mendapatkan pemahaman bersama.

2. Tidak boleh ada prasangka atau penilaian secara terburu-buru dimuka.

3. Menunjukkan rasa hormat pada budaya lain yang berbeda

4. Mengirim pesan secara jujur

3) Perbedaan dalam aspek sosial

Page 5: Communicating Across Cultures

Perbedaan budaya berdasarkan sosial terbagi menjadi empat bagian, yaitu: konsep

terhadap materi, peran dan status, penggunaan cara dan sopan santun, dan konsep waktu).

a. Konsep terhadap materi

a) Konteks budaya rendah:

Berorientasi pada tujuan dan kenyamanan materi diperoleh dari usaha individu.

b) Konteks budaya tinggi:

Mendapatkan pekerjaan lebih penting dibandingkan bekerja secara efisien.

b. Peran dan status

a) Konteks budaya rendah:

Dapat menyapa atasan tanpa menggunakan gelar, seperti “Bapak” atau “Ibu”, “Mr”

atau “Mrs”.

Hubungan antara atasan dan bawahan bersifat terbuka, tidak terdapat perbedaan

antara atasan dan bawahan. Diluar pekerjaan, atasan dan bawahan dapat berteman

dengan baik, dan mengesampingkan status mereka dalam pekerjaan.

b) Konteks budaya tinggi:

Menyapa pelaku bisnis/atasan dengan gelar. Status sosial sangat penting, bahkan

diluar pekerjaan atau diluar kedinasan.

Tertutup, atasan dan bawahan harus dibedakan. Cenderung ada jarak antara atasan

dan bawahan.

c. Penggunaan cara dan sopan santun

a) Konteks budaya rendah:

Memberikan hadiah kepada istri teman dianggap sopan dan biasa. Atau mencium

istri orang sebagai ungkapan kehangtan dan persahabatan dianggap wajar dan biasa.

b) Konteks budaya tinggi:

Memberikan hadiah kepada istri teman dianggap tidak sopan, apalagi mencium istri

teman, akan dianggap sebagai bentuk kekurangajaran.

d. Konsep waktu

Page 6: Communicating Across Cultures

Konteks budaya rendah menganggap waktu sebagai cara untuk merencanakan hasil kerja

dengan efisien. Waktu diperlakukan dengan sangat berharga. Sebaliknya pada budaya dengan

konteks budaya tinggi cenderung tidak menghargai waktu, sehingga istilah jam karet merupakan

hal yang biasa.

Setelah mengetahui mengenai perbedaan budaya seperti yang telah ditulis di atas, maka

berikut akan dibahas mengenai masalah-masalah yang dihadapi dalam komunikasi bisnis

antarbudaya sehingga kita dapat lebih memahami mengenai perbedaan budaya itu sendiri.

Berikut merupakan contoh kasus yang terjadi ketika melakukan komunikasi antarbudaya dalam

lingkungan bisnis.

A. Alan’s case

“Alan is U.S. sales representative in mexico. He makes

appointments and is careful to be on time. But the person he’s

calling on is frequently late. To save time, Alan tries to get right

to business. But his host wants to talk about sightseeing and his

family. Even worse, his appointment are interrupted constantly,

not only by business phone calls, but also by conversations with

other cotumer’s children who come into the office. Alan’s first

progress report is very negative. He hasn’t yet made a sale.

Perhaps mexico just isn’t the right place to sell his company’s

product.”

Dalam kasus ini yang menjadi masalah adalah perbedaan budaya dalam aspek sosial.

Yang mana konsep waktu antara Alan dan rekan kerjanya yang berasal dari Meksiko berbeda,

Alan yang berasal dari negara high context melihat waktu sebagai sesuatu yang harus

direncanakan dan dipergunakan secara efisien, berfokus hanya pada tugas pekerjaan tiap periode

yang sudah terjadwal. Waktu adalah terbatas, jadi mereka mencoba langsung mendapatkan

sesuatu (informasi, pendapat, masukan, pengarahan, dan lain-lain) secepat mungkin ketika

berkomunikasi. Hal itu tercermin ketika Alan datang tepat waktu dan menginginkan diskusi

mereka langsung pada point-point yang penting.

Page 7: Communicating Across Cultures

Disisi lain, rekan kerja Alan melihat waktu sebagai sesuatu yang fleksibel. Karena dalam

budaya mereka, membangun sebuah dasar / fondasi hubungan bisnis adalah jauh lebih penting

daripada batas waktu pertemuan untuk tugas tertentu. Sehingga ia tidak langsung melakukan

komunikasi bisnis ketika bertemu, melainkan melakukan pembicaraan lain sehingga dapat lebih

dekat dengan lawan bicaranya.

B. Susan’s case

“To help her company establish a presence in Japan, Susan

wants to hear a local interpreter who can advice her on business

custom. Kana Tamori has superb qualification on paper. But when

Susan tries to probe about her experience, Kana just say, “I will

do my best. I will try very hard”. She never gives detail about any

of the previous positions she’s held. Susan begin to wonder if

resume is inflated.”

Dalam kasus yang menimpa Susan ini, seharusnya Susan telah mengetahui bagaimana

perbedaan budaya yang ada di Jepang. Sebagai negara yang masuk kategori high context Jepang

memiliki konsep terhadap materi bahwa mendapatkan pekerjaan lebih penting daripada bekerja

secara efisien. Mungkin hal tersebut berbeda dengan social value yang dimiliki oleh Susan yang

berorientasi pada tujuan dan efesiensi.

C. Stan’s case

“Stan wants to negotiate a joint venture with a Chinese

company. He ask Ting-Sen Lee If the Chinese people have

enough discretionary in come to afford his product. Mr. Lee is

silent for a time, and then says, “your product is good. People in

West must like it”. Stan smiles, pleased that Mr. Lee recognize

the quality of his product, and he gives Mr. Lee a contract to sign.

Weeks later, Stan still hasn’t heard anything. If China is going to

Page 8: Communicating Across Cultures

be so inefficient, he wonders if he rally should try to do business

there.”

Dalam kasus yang dihadapi oleh Stan ini terdapat dua kemungkinan kesalahpahaman

yang terjadi. Yang pertama dalam konteks budaya. Stan nampaknya salah menafsirkan hal yang

terjadi, pujian terhadap produk dari Ting Sen Lee tersebut belum berarti bahwa dirinya telah

menyetujui kegiatan bisnis yang Stan tawarkan, sikap positif merupakan hal mutlak yang biasa

dilakukan oleh orang China, bahkan dalam pepatah Cina kuno mengatakan, “orang tanpa senyum

tidak boleh membuka toko". Jika mengingat kecenderungan orang high context dalam hal

negosiasi yang sering kali tidak dapat memutuskan secara langsung maka kemungkinan Ting Sen

Lee belum membuat keputusan untuk bekerjasama semakin besar. Sebenarnya Stan tidak boleh

langsung mengambil kesimpulan bahwa usulan kerjasamanya telah disepakati hal ini mengingat

salah satu dari empat prinsip dasar dalam berkomuniksai dalam bisnis antarbudaya yaitu tidak

boleh ada prasangka atau penilaian secara terburu-buru dimuka.

Kemungkinan kedua, masih dalam konteks budaya, jika dilihat dari pengambilan

keputusannya Ting Sen Lee sebagai seorang yang berasal dari budaya yang high cultur

cenderung lama dalam pengambilan keputusan, sebab dalam kegiatan pengambilan

keputusannya Ting Sen Lee mempergunakan perasaan.

D. Elizabeth’s case

“Elizabeth is very proud of her participatory management style.

On assignment in India, she’s careful not to give order but to ask

for suggestion. But people rarely suggest anything. Even a formal

suggestion system doesn’t work. And to make matters worse, she

doesn’t sense the respect and camarederle of the plant she

managed in the United States. Perhaps she decides gloomly,

people in India just aren’t ready for a women boss.”

Dalam kasus Elizabeth ini nampaknya terdapat dua kemungkinan yang terjadi. Yang

pertama yaitu terhadap management style yang diterapkan. Nampaknya Elizabeth hendak

membuat kondisi yang terbuka. Namun tampaknya hal tersebut tidak berhasil baik sebab orang

Page 9: Communicating Across Cultures

India yang memiliki high context berdasarkan konsep peran dan statusn ya menempatkan

hubungan antara pekerja dan atasan dalam keadaan yang tertutup, atasan dan bawahan harus

dibedakan. Cenderung ada jarak antara atasan dan bawahan, hal inilah yang membuat pekerjanya

telihat tidak respect terhadap Elizabeth..

Kemungkinan kedua yang dihadapi oleh Elizabet, masih terkait dengan masalah Role dan

status, adalah gender-nya sebagai seorang wanita. Dibanyak negara, termasuk di India wanita

masih belum memainkan peranan yang menonjol dalam bisnis, pemerintahan bahkan dalam

praktek kesehariannya masih ada batasan-batasan. Hal ini disebabkan adanya sistem nilai,

kepercayaan, dan pengaruh kuat agama. Yang mana menempatkan wanita dalam kelas yang

berbeda dengan pria. Sehingga jika ada wanita yang menjadi seorang pemimpin, dirinya akan

kurang mendapat respect dari bawahannya.

Berdasarkan Keempat kasus diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarnegara,

apalagi berbeda culture context, akan membawa dampak yang cukup besar dalam kegiatan bisnis

karena sering kali terjadi kesalahpahaman. Kesalahpahaman tersebut nampaknya senantiasa

terjadi akibat adanya Etnosentrisme dari tiap orang. Dalam berkomunikasi, kita cenderung untuk

menghakimi nilai, adat istiadat atau aspek-aspek budaya lain menggunakan kelompok kita

sendiri dan adat istiadat kita sendiri sebagai standar bagi semua penilaian. Disadari atau tidak,

kita sering mengganggap kelompok kita sendiri, negeri kita sendiri, budaya kita sendiri, sebagai

yang terbaik, yang paling bermoral, dan sebagainya. Sehingga sering menilai sikap seseorang

salah jika tidak sesuai dengan kebiasaan kita, yang mana dalam kasus Alan, menyebabkan kesan

pertama Alan terhadap rekan bisnisnya dari Meksiko menjadi negative; kemudian pada kasus

Susan, menjadi ragu untuk merekrut Kana Tamori; dan pada kasus Stan, Stan menjadi ragu untuk

berbisnis di China; serta pada kasus Elizabeth, karena menganggap orang India lebih senang jika

system dibuat terbuka maka dirinya kurang mendapat respect dari bawahannya. Etnosentrisme

sulit dihilangkan, karena ia bersumber pada psikologi manusia (memperoleh dan memelihara

penghargaan diri). Dan ini merupakan keinginan yang sangat manusiawi dari tiap orang yang

berlatar budaya yang berbeda. Namun dalam bisnis hendaknya kita mulai membiasakan untuk

mengendalikan sikap ini demi suksenya hubungan kerjasama yang hendak kita bangun. Untuk

dapat mengendalikan sikap Etnosentrisme tersebut hal-hal yang dapat dilakukan adalah aware

terhadap nilai budaya kita dan budaya rekan bisnis kita sehingga kita mengendalikan pemikiran

bahwa budara kita adalah yang “benar”, perlunya dikembangkan usaha untuk menjadi fleksibel

Page 10: Communicating Across Cultures

dan terbukan untuk berubah, sensitive terhadap verbal dan non verbal behavior dari rekanbisnis

kita, serta sensitive terhadap perbedaan antar individu dengan budayanya. Sehingga rasanya

perlu kita selalu ingat pribahasa dari negeri sendiri yaitu “Lain ladang lain belalang, lain lubuk

lain ikannya”. Dengan mengingat pribahasa itu semoga kita dapat berhasil dalam menghadapi

komunikasi antarbudaya sehingga dapet menjalin kerjasama yang baik dengan rekan bisnis kita.

Page 11: Communicating Across Cultures

Daftar Pustaka

Locker, K.O. and Kaczmarek, S. K. 2007. Business Communication: Building Critical Skills, 3rd edn. McGraw-Hill, New York.

Nishiyama, K. (2000).  Doing business with japan: successful strategies for intercultural

communication.  Honolulu: University of Hawaii  Press.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya, Bandung

http://www.stekpi.ac.id/skin/Kombis/Bab%20XII%20-%201.pdf. 17 september 2008

http://highered.mcgraw-hill.com/sites/0072932104/student_view0/ 17 september 2008

http://www.deni-ds.blogspot.com Tanggal 17 september 2008

http://www.cyborlink.com/besite/china.htm Tanggal 17 september 2008

http://faculty.petra.ac.id/ido/courses/3b_tantangan_komunikasi.pdf. 19 september 2008

http://www.cyborlink.com/besite/india.htm Tanggal 20 september 2008

Page 12: Communicating Across Cultures

Communicating Across Cultures

(Business Communication)

I GEDE PUTU ANGGARA DIVA

1071001054

MANAGEMENT 3

Lecture

NENEN ILAHI

22 september 2008