Clinical Significance

4
Signifikansi klinis dan kegunaan diagnostik penanda serologi hasil tonsilektomi pada pasien dewasa dengan tonsilitis kronik Abstrak Latar belakang : tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengeksplorasi biomarker serologi yang memprediksi hasil tonsilektomi untuk Tonsilitis Kronis (CTH). Metode : sebanyak 24 pasien dengan tonsilitis kronis dibandingkan dengan 24 pasien dengan abses peritonsilar. Sampel darah untuk tes darah rutin dan parameter serologi dinilai sebelum operasi (T-1) dan 5 hari setelah tonsilektomi (T5). Hasil 6 bulan kemudian (T180) didokumentasikan menggunakan Glasgow Benefit Inventory (GBI) dan Specific Benefits from Tonsillectomy Inventory (SBTI). Hasil : Pada T- 1, jumlah linfosit, basofil, dan eosinofil pasien tonsilitis kronis lebih tinggi tetapi sel darah putih, monosit, neutrofil, alpha-1, alpha-2, beta globulins, immunoglobulin, dan C-reactive protein dan nilai procalcitoninnya lebih rendah daripada pasien abses peritonsilar. Dalam setiap kelompok, perubahan perbedaan yang signifikan dari parameter serum terlihat antara T-1 dan T5. Skor SBTI pada T-1 lebih rendah pada pasien CTH. Sebaliknya, skor GBI T180 lebih tinggi pada pasien CTH. Antara T-1 dan T180 skor SBTI membaik dalam tiga perempat dari pasien CTH tetapi hanya dalam tiga perlima dari pasien PTA. Tinggi jumlah eosinofil dan kadar imunoglobulin E di T-1 diprediksi skor GBI lebih tinggi pada T180 pada kelompok CTH. Kesimpulan : Studi percontohan ini menunjukkan pola serologis spesifik untuk pasien dengan tonsillitis kronis berubah setelah tonsilektomi. Tetapi tidak ada peran yang ditetapkan untuk biomarker saat ini digunakan dalam praktek

description

c

Transcript of Clinical Significance

Signifikansi klinis dan kegunaan diagnostik penanda serologi hasil tonsilektomi pada pasien dewasa dengan tonsilitis kronikAbstrak Latar belakang : tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengeksplorasi biomarker serologi yang memprediksi hasil tonsilektomi untuk Tonsilitis Kronis (CTH). Metode : sebanyak 24 pasien dengan tonsilitis kronis dibandingkan dengan 24 pasien dengan abses peritonsilar. Sampel darah untuk tes darah rutin dan parameter serologi dinilai sebelum operasi (T-1) dan 5 hari setelah tonsilektomi (T5). Hasil 6 bulan kemudian (T180) didokumentasikan menggunakan Glasgow Benefit Inventory (GBI) dan Specific Benefits from Tonsillectomy Inventory (SBTI). Hasil : Pada T-1, jumlah linfosit, basofil, dan eosinofil pasien tonsilitis kronis lebih tinggi tetapi sel darah putih, monosit, neutrofil, alpha-1, alpha-2, beta globulins, immunoglobulin, dan C-reactive protein dan nilai procalcitoninnya lebih rendah daripada pasien abses peritonsilar. Dalam setiap kelompok, perubahan perbedaan yang signifikan dari parameter serum terlihat antara T-1 dan T5. Skor SBTI pada T-1 lebih rendah pada pasien CTH. Sebaliknya, skor GBI T180 lebih tinggi pada pasien CTH. Antara T-1 dan T180 skor SBTI membaik dalam tiga perempat dari pasien CTH tetapi hanya dalam tiga perlima dari pasien PTA. Tinggi jumlah eosinofil dan kadar imunoglobulin E di T-1 diprediksi skor GBI lebih tinggi pada T180 pada kelompok CTH. Kesimpulan : Studi percontohan ini menunjukkan pola serologis spesifik untuk pasien dengan tonsillitis kronis berubah setelah tonsilektomi. Tetapi tidak ada peran yang ditetapkan untuk biomarker saat ini digunakan dalam praktek klinis untuk memprediksi hasil tonsilektomi untuk tonsilitis kronis.Latar belakangTonsilitis kronik (CTH) adalah salah satu penyakit tersering pada bidang THT. Standar pengobatannya ialah tonsilektomi. Kriteria pembedahan setidaknya 3-7 tonsilitis per tahun, namun kriteria yang datang berubah-ubah dan tidak ada konsensus internasonal. Selain itu, kriteria klinis terkesa terlalu dangkal dan subjektif. Sebagai contoh, perbaikan ataupun perburukan dari waktu ke waktu tidak dinilai. Selain itu, tingkat keparahan reaksi sistemik belum diperhitungkan kedalam keputusan pembedahan. Masalah lain adalah kurangnya literatur pembedahan mengenai tonsilitis yang berulang, khususnya pada orang dewasa, dan efek CTH atau tonsilektomi pada sistem imu regional atau efek sistem imunoregulator yang akibatnya tidak terdeskripsi dengan jelas.Pendekatan pertama untuk mengkarakterisikkan respon sistemik pasien dewasa dengan CTH, mendeskripsikan efek tonsilektomi pada respon sistemik, dan untuk menganalisis respon sistemik yang dapat diprediksikan sebagai hasil tonsilektomi pada CHT, maka dilakukan penelitian penanda serologis sebelum dan setelah tonsilektomi yang dihubungkan dengan hasil klinis 6 bulan setelahnya dengan menggunakan Glasgow Benefit Inventory (GBI) dan Specific Benefits from Tonsillectomy Inventory (SBTI).Metode Desain penelitiannya adalah menggunakan studi kohort, yang dilakukan di Departemen THT, Universitas Jena, German. Setiap pasien yang mengikuti penelitian menandatangani informed consent. Subjek penelitian ini adalah pasien dewasa usia 18-80 tahun dengan tonsilitis kronis (CTH) mengaku untuk tonsilektomi. Pasien dengan abses peritonsilar unilateral dan indikasi untuk tonsilektomi dijadikan kontrol. Semua pasien dengan abses peritonsilar menerima tonsilektomi a chaud bilateral, yaitu pengangkatan tonsil selama radang akut. Penilaian hasilnya, setiap pasien melengkapi SBTI, pertanyaan 1 sampai 6 pada hari sebelum pembedahan, dan 8 pertanyaan SBTI 180 hari setelah pembedahan (T180). Semua pasien melengkapi GBI pada T180. Di T-1 pasien menjawab kuisioner di rumah sakit dan pada T180 pasien menerima pertanyaan melalui email. GBI bermanfaat bagi pasien terutama dalam intervensi di bidang otolaringologik. Pada GBI, terdapat 18 pertanyaan dengan rata-rata bobot nilai yang sama. SBTI adalah versi pengembangan dari GBI untuk mengukur respon gejala spesifik pada tonsilitis dan tonsilektomi. Gejala yang menyertai tonsilitis kronik dirangkum dibawah skala symptom change (pertanyaan 1-3), reduced use of resources seperti penggunaan antibiotik dan kunjungan dokter (pertanyaan 4-6) dengan skala penilaian lebih sering, sering, sama seperti sebelumnya, jarang, sangat jarang. Dampak dari tonsilektomi pada kesehatan dan kualitas hidup dinilai dalam skala general benefit (pertanyaan 7 dan 8). Pilihan jawabannya sangat positif, positif, tidak ada perubahan, negatif, sangat negatif. GBI dan SBTI kemudian dialihkan ke skala manfaat terus-menerus mulai dari -100 sampai +100, dimana -100 yang artinya keuntungan negatif maksimal dan +100 diindikasikan sebagai keuntungan positif maksimal untuk kualitas hidup pasien. Sampel darah digunakan untuk pemeriksaan hematologi dan serologi lalu dilakukan analisis kultur pada T-1 dan 5 hari setelah pembedahan (T5). Statistik yang digunakan ialah SPSS 19.0.0