Ckd

43
BAB I PENDAHULUAN Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau uriner (tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Fungsi ginjal secara umum antara lain yaitu sebagai ultrafiltrasi yaitu proses ginjal dalam menghasilkan urine, keseimbangan elektrolit, pemeliharaan keseimbangan asam basa, eritropoiesis yaitu fungsi ginjal dalam produksi eritrosit, regulasi kalsium dan fosfor atau mengatur kalsium serum dan fosfor, regulasi tekanan darah, ekresi sisa metabolik dan toksin (Baradewo, 2009). Chronic kidney disease adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal ireversibel, yang pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal, berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). Chronic kidney disease merupakan masalah medik yang berdampak sosial dan ekonomi besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang yang memiliki sumber terbatas dalam hal pembiayaan (Kher, 2002). Kelainan yang ditemukan dapat terjadi secara struktural akibat kelainan patologis organ, adanya benda asing, atau adanya kelainan fungsional ginjal (Lukman, 2009). Perjalanan

description

ckd

Transcript of Ckd

BAB IPENDAHULUAN

Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau uriner (tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Fungsi ginjal secara umum antara lain yaitu sebagai ultrafiltrasi yaitu proses ginjal dalam menghasilkan urine, keseimbangan elektrolit, pemeliharaan keseimbangan asam basa, eritropoiesis yaitu fungsi ginjal dalam produksi eritrosit, regulasi kalsium dan fosfor atau mengatur kalsium serum dan fosfor, regulasi tekanan darah, ekresi sisa metabolik dan toksin (Baradewo, 2009).Chronic kidney disease adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal ireversibel, yang pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal, berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). Chronic kidney disease merupakan masalah medik yang berdampak sosial dan ekonomi besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang yang memiliki sumber terbatas dalam hal pembiayaan (Kher, 2002). Kelainan yang ditemukan dapat terjadi secara struktural akibat kelainan patologis organ, adanya benda asing, atau adanya kelainan fungsional ginjal (Lukman, 2009). Perjalanan penyakit ginjal kronik yang progresif akan melewati fase-fase tertentu yang menggambarkan menurunnya kondisi fungsi ginjal, dari kondisi paling ringan, sedang atau berat, dan berakhir dengan timbulnya gagal ginjal terminal atau End-Stage Renal Disease (ESRD) (Maddal, 2011).Insidensi tahunan chronic kidney disease bervariasi mulai dari 4 per 1 juta di Bolivia sampai 254 per 1 juta penduduk di Puerto Rico (Kher, 2002). National Health and Nutrition Examination Survey melaporkan tahun 1988-1994, sebanyak 7,6 juta orang penderita chronic kidney disease berada pada stadium 3 dan 400.000 orang pada stadium 4. Prevalensi stadium 3 dan 4 lebih dari 65 tahun di Amerika Serikat sebesar 20,6% (Lederer et al., 2007). Di Indonesia, angka kejadian chronic kidney disease diperkirakan 100 per 1 juta penduduk atau sekitar 20.000 kasus baru dalam setahun. Jumlah kasus baru berdasarkan data di beberapa pusat nefrologi diperkirakan berkisar 100-150/ 1 juta penduduk, sedangkan prevalensinya mencapai 200-250/ 1 juta penduduk. Peningkatan ini mungkin diakibatkan oleh meningkatnya populasi usia tua dan penigkatan prevalensi obesitas, diabetes, dan hipertensi. (Santoso et al., 2003).

BAB IILAPORAN KASUS

ANAMNESIS1. Identitas PenderitaNama: Ny.HUsia: 65 tahunJenis kelamin : PerempuanStatus : MenikahAgama : IslamPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat : Banjarsari Wetan, SumbangTanggal masuk : 18 April 2014Tanggal periksa : 24 April 2014No. CM : 335761

2. Keluhan Utama: badan terasa lemas3. Keluhan Tambahan:Mual, muntah, bengkak di kaki, sering buang air kecil, pusing, badan gatal-gatal, nafsu makan berkurang, kepala pusing, leher kaku, diare.

4. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD RSMS tanggal 18 april dengan keluhan badan terasa lemas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Badan lemas dirasakan semakin lama semakin lemas hingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas dan hanya berbaring dalam 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemas sedikit membaik setelah beristirahat, tetapi setelah melakukan aktifitas sedikit, pasien merasakan lemas kembali. Selain badan lemas, pasien juga mengeluhkan sering buang air kecil. Pasien mengakui adanya bengkak pada kaki kira-kira 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, sehingga menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Pasien juga mengeluhkan kepala terasa pusing, leher kaku, diare dan badan terasa gatal. Sebelumnya pasien tidak pernah dirawat karena keluhan tersebut. 5. Riwayat Penyakit Dahulua. Riwayat keluhan serupa: disangkalb. Riwayat mondok: diakuic. Riwayat kejang berulang: disangkald. Riwayat hipertensi: diakuie. Riwayat kencing manis: diakuif. Riwayat asma: disangkalg. Riwayat alergi: disangkalh. Riwayat merokok: disangkal

6. Riwayat Penyakit Keluargaa. Riwayat keluhan serupa: disangkalb. Riwayat mondok: disangkalc. Riwayat hipertensi: disangkald. Riwayat kencing manis: disangkale. Riwayat asma: disangkalf. Riwayat alergi: disangkal

7. Riwayat Sosial Ekonomia. Occupational Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.b. Personal habitPasien menyukai makan-makanan manis dan semua jenis makanan. Pasien makan teratur sehari tiga kali.c. LingkunganPasien tinggal di lingkungan pedesaan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat baik. Sebelum sakit, pasien aktif dalam kegiatan pengajian dan arisan RT..

PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan di Paviliun Supardjo Roestam, 24 April 20141. Keadaan umum: Sedang2. Kesadaran: Compos mentis / GCS E4M6V53. Tanda vital:Tekanan darah: 150/90 mmHgNadi: 92 x/ menitRespirasi: 20 x/ menitSuhu: 36.2 CBB: 60 kgTB: 160 cm4. Status Generalisa) KepalaBentuk dan ukuran: normocephalRambut dan kulit kepala: hitam terdistribusi rata, tidak mudah dicabutb) Mata: palpebra superior edema (-), mata cekung (-), konjungtiva anemis (+), sklera ikterik(-)c) Telinga: otorrhoae (-), sekret (-)d) Hidung: septum deviasi (-), sekret (-), napas cuping hidung (-)e) Mulut: bibir kering (-), sianosis (-), darah (-)f) Tenggorokan: faring hiperemis (-), tonsil T1/T1g) Leher: kelenjar tiroid, submandibula, supra-infra clavicula dan cervical tidak teraba

5. Status Lokalisa. ParuInspeksi: Dinding dada tampak simetris, tidak tampak ketertinggalan gerak, kelainan bentuk dada (-), eksperium diperpanjang(-), retraksi interkostalis (-)Palpasi : Vokal fremitus apeks kanan = kiri Vokal fremitus basal kanan = kiriPerkusi: Batas paru-hepar SIC V LMCDAuskultasi: Apeks : Suara dasar vesikuler +/+ Basal : Suara dasar vesikuler +/+ Ronki basah halus -/- Ronki basah kasar -/- Wheezing -/-b. JantungInspeksi: iktus kordis tampak di sela iga V LMCSPalpasi: iktus kordis teraba di sela iga V linea midclavikula sinsitra, tidak kuat angkatPerkusi : Batas kanan atas SIC II LPSD Batas kiri atas SIC II LPSS Batas kanan bawah SIC IV LPSD Batas kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS Auskultasi : S1>S2 Tidak ada suara tambahanc. AbdomenInspeksi : cembung, tidak terdapat massa, tidak terdapat jejasAuskultasi : bising usus (+) NPalpasi : supel, nyeri tekan (-), test undulasi (-) Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok costovertebrae (-)Hepar : tidak terabaLien : tidak teraba6. Ekstremitas:Ekstremitas superiorEkstremitas inferior

DextraSinistraDextraSinistra

Edema--++

Sianosis----

Reflek fisiologis++++

Reflek patologis----

7. Status VegetativeBAB (+), BAK (+), Flatus (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG8. Pemeriksaan Darah LengkapTanggal 18 April 2014PEMERIKSAANHASILSATUANNILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI

Darah Lengkap

HemoglobinL 8,2g/dl14,0 18,0

Leukosit5500/L4800- 10800

HematokritL 26%42-52

EritrositL 2,8106 /L4,7 6,1

Trombosit314000/L150.000 450.000

MCV93,1fL79,0 99,0

MCH29,8Pg27,0 31,0

MCHCL 32,0%33 37

RDW14,0%11,5 14,5

MPV10,0fL7,2 11,1

Hitung Jenis

Basofil0,20 1

EosinofilH 6,22 4

Batang L 0,42 5

Segmen52,140 70

Limfosit32,925 40

MonositH 8,22 8

Kimia Klinik

Ureum DarahH 111,9mg/dL14,98 - 38,52

Kreatinin DarahH 7,10mg/dL0,80 - 1,30

Glukosa sewaktu90mg/dL< = 200

KaliumH 5,2mmol/L3,5 5,1

Tanggal 21 April 2014PEMERIKSAANHASILSATUANNILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI

Darah Lengkap

HemoglobinL 10,1g/dl14,0 18,0

Leukosit6840/L4800- 10800

HematokritL 31%42-52

EritrositL 3,6106 /L4,7 6,1

Trombosit257000/L150.000 450.000

MCV85,7fL79,0 99,0

MCH28,4Pg27,0 31,0

MCHC33,1%33 37

RDWH 15,8%11,5 14,5

MPV9,5fL7,2 11,1

Hitung Jenis

Basofil0,30 1

Eosinofil H 6,42 4

Batang L 0,32 5

Segmen51,840 70

Limfosit35,225 40

Monosit6,02 8

Kimia Klinik

Ureum DarahH 128,8mg/dL14,98 - 38,52

Kreatinin DarahH 9,36mg/dL0,80 - 1,30

Glukosa sewaktu100mg/dL< = 200

Tanggal 23 April 2014PEMERIKSAANHASILSATUANNILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI

Darah Lengkap

HemoglobinL 10,5g/dl14,0 18,0

Leukosit5560/L4800- 10800

HematokritL 30%42-52

EritrositL 3,6106 /L4,7 6,1

Trombosit269000/L150.000 450.000

MCV82,3fL79,0 99,0

MCH29,1Pg27,0 31,0

MCHC35,4%33 37

RDWH 15,5%11,5 14,5

MPV9,9fL7,2 11,1

Hitung Jenis

Basofil0,20 1

EosinofilH 5,62 4

Batang L 0,22 5

Segmen53,540 70

Limfosit35,625 40

Monosit4,92 8

Kimia Klinik

Ureum DarahH 65,9mg/dL14,98 - 38,52

Kreatinin DarahH 5,49mg/dL0,80 - 1,30

Sero Imunologi

HBSAGNon reaktifNon reaktif

Anti HCVNon reaktifNon reaktif

9. USG Abdomen19 Oktober 2013 di RSMSKesan :1) Hepatomegali ringan2) Ekogenitas kedua ginjal meningkat sama dengan hepar, ukuran masih normal: Gambaran proses kronis ginjal (Breinbridge 1)RESUME1. AnamnesisPasien datang ke IGD RSMS tanggal 18 april dengan keluhan badan terasa lemas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Badan lemas dirasakan semakin lama semakin lemas hingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas dan hanya berbaring dalam 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemas sedikit membaik setelah beristirahat, tetapi setelah melakukan aktifitas sedikit, pasien merasakan lemas kembali. Selain badan lemas, pasien juga mengeluhkan sering buang air kecil. Pasien mengakui adanya bengkak pada kaki kira-kira 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, sehingga menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Pasien juga mengeluhkan kepala terasa pusing, leher kaku, diare dan badan terasa gatal. Sebelumnya pasien tidak pernah dirawat karena keluhan tersebut. 2. Pemeriksaan PenunjangKimia Klinik 18 April 2014Ureum Darah: H 111,9Kreatini Darah: H 7,10

Kimia Klinik 21 April 2014Ureum Darah: H 128,8Kreatini Darah: H 9,36

Kimia Klinik 23 April 2014Ureum Darah: H 65,9Kreatinin Darah: H 5,49

USG Abdomen (dilakukan di Poli RSMS 10 maret 2014)Kesan: 3) Hepatomegali ringan4) Ekogenitas kedua ginjal meningkat sama dengan hepar, ukuran masih normal: Gambaran proses kronis ginjal (Breinbridge 1)DIAGNOSIS KLINIS Chronic Kidney Disease Hipertensi AnemiaPENATALAKSANAANa. Farmakologi IVFD Martos 10 tpm Inj Ranitidine 2x1 amp PO Cefixime 2x1 tab PO Furosemide 1x1 tab PO Amlodinin 1x10 mg PO Candisartan 1x8 mgb. Non Farmakologi Hemodialisa Bedrest Diet rendah garam Diet tinggi kalori Diet tinggi protein

PROGNOSISAd vitam : dubia ad bonamAd fungsionam: dubia ad malamAd sanationam: dubia ad malam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiPenyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan patofisiologis dengan penyebab yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang menetap, yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). Penyakit ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal progresif dan irreversible yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001). B. Epidemiologi dan InsidensiInsidensi tahunan chronic kidney disease bervariasi mulai dari 4 per 1 juta di Bolivia sampai 254 per 1 juta penduduk di Puerto Rico (Kher, 2002). National Health and Nutrition Examination Survey melaporkan tahun 1988-1994, sebanyak 7,6 juta orang penderita chronic kidney disease berada pada stadium 3 dan 400.000 orang pada stadium 4. Prevalensi stadium 3 dan 4 lebih dari 65 tahun di Amerika Serikat sebesar 20,6% (Lederer et al., 2007). Di Indonesia, angka kejadian chronic kidney disease diperkirakan 100 per 1 juta penduduk atau sekitar 20.000 kasus baru dalam setahun. Jumlah kasus baru berdasarkan data di beberapa pusat nefrologi diperkirakan berkisar 100-150/ 1 juta penduduk, sedangkan prevalensinya mencapai 200-250/ 1 juta penduduk. Peningkatan ini mungkin diakibatkan oleh meningkatnya populasi usia tua dan penigkatan prevalensi obesitas, diabetes, dan hipertensi (Santoso et al., 2003).Indonesia sendiri belum memiliki sistem registri yang lengkap di bidang penyakit ginjal, namun di Indonesia diperkirakan 100 per sejuta penduduk atau sekitar 20.000 kasus baru dalam setahun. chronic kidney disease merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Di Amerika Serikat (AS), ditemukan peningkatnya insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik. Prevalensi dari chronic kidney disease secara umum didefinisikan sebagai penyakit yang bertahan lama, kerusakan fungsi ginjal yang irreversible, dan memiliki angka kejadian lebih tinggi dibandingkan penyakit ginjal stadium akhir atau terminal. Sekarang ditemukan > 300.000 pasien menderita penyakit ginjal kronik di negara Amerika Serikat. Di negara negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40 - 60 kasus perjuta penduduk per tahunnya (Lederer et al,, 2007).

C. EtiologiEtiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain.

Tabel 3.1 Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat (1995-1999)Di Indonesia berdasarkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000, penyebab chronic kidney disease tersering adalah glomerulonefritis (46,39%), DM (18,55%), obstruksi dan infeksi (12,85%), hipertensi (8,46), dan sebab lain (13,65%) (Santoro, 2009).

D. PatogenesisTerlepas dari etiologi, chronic kidney disease ditandai dengan glomerulosklerosis dan fibrosis tubulointerstitial (Matovinovic, 2009).a) GlomerulosklerosisFaktor risiko utama dari glomerulosklerosis adalah hipertensi, dislipidemia dan merokok. Dicirikan dengan adanya kerusakan dan disfungsi endotel, proliferasi sel otot atau mesangial, dan cedera pada perisit dan podosit. Hal ini mengakibatkan cedera, aktivasi dan disfungsi endotel glomerulus dan terjadi mikroinflamasi glomerulus yang menyebabkan interaksi antara sel inflamasi (makrofag/ foam cells) dan mesangial dengan aktivasi, proliferasi dan disfungsi yang kedua. Komunikasi antar sel tergantung pada pelepasan berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan. Dibawah pengaruh faktor pertumbuhan terutama transforming growth factor 1 (TGF 1), sel mesangial regresi ke mesenchymal embrio fenotipe (mesangioblas) yang menyebabkan produksi matriks ekstraseluler (Extra Cellular Matrix/ ECM) berlebih, berakibat pada ekspansi mesangial, merupakan tanda awal glomerulosklerosis. Selain itu, kerusakan podosit juga merupakan faktor penting dalam patogenesis glomerulosklerosis. Kerusakan glomerulus epitel endothelial mesangial glomerulus terus menerus akan menyebabkan kematian sel melalui apoptosis dan ECM. Selanjutnya akan terjadi jaringan parut yang tidak dapat dirubah dan glomerulosklerosis (Nahas et al., 2005).b) Fibrosis TubulointerstitialDalam chronic kidney disease, baik limfosit dan makrofag yang hadir dalam interstitial ginjal berperan penting dalam fibrosis ginjal. Makrofag mengeluarkan sejumlah faktor selama cedera ginjal akut yang berkontribusi terhadap peradangan interstitial kronik dan fibrosis. Komplemen kaskade diaktifkan dan dapat menyebabkan cedera tubular dan peradangan interstitial. Cedera tubular menyebabkan kematian sel (apoptosis) yang dapat menyebabkan atrofi tubular. Makrofag melepaskan TGF- dan faktor lain yang berkontribusi terhadap fibrosis. Makrofag juga melepaskan spesies oksigen reaktif yang berkontribusi terhadap kerusakan ginjal (Eddy, 2005). Dibawah pengaruh TGF 1, beberapa sel tubular berubah menjadi fenotipe embrio, sehingga memperoleh mesenchymal yang sifatnya mirip dengan fibroblas dan myofibroblas dan terjadi aktivasi atau proliferasi fibroblas yang menyebabkan ECM berlebih, dan pada akhirnya terjadi fibrosis (Nahas et al., 2005).Beberapa fibroblast hadir dalam interstitial normal, tetapi dapat berkembang dalam kondisi tertentu. Fibroblas ini juga merupakan salah satu faktor berkembangnya fibrosis. Faktor pertumbuhan TGF- dan platelet adalah dua faktor pertumbuhan yang mempromosikan proliferasi fibroblas dan transformasi myofibroblas. Sel-sel ini memiliki peran utama dalam penyakit ginjal kronik. Tahap awal fibrosis ginjal ditandai dengan produksi matriks ekstraselular (ECM), yang mengandung fibronektin dan serat kolagen. Seiring kemajuan fibrosis, glikoprotein, proteoglikan dan protein membran basal ditambahkan ke ECM. Tubular ginjal melepaskan mediator pro inflamasi, spesies oksigen reaktif, protein matriks, protease dan molekul profibrotik lain yang berkontribusi terhadap fibrosis ginjal (Eddy, 2005).Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang prograsif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF-) (Suwitra, 2009). Aktivasi sistem ini meningkatkan tekanan darah sistemik dan mengakibatkan hipertensi glomerulus, mengaktifkan beberapa jalur fibrosis. Hipoksia dalam nefron karena vasokonstriksi menyebabkan rusaknya aktivasi jalur melalui faktor hypoxia-inducible, yang menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas dan apoptosis epitel tubular. Akhirnya, berubahnya metabolisme mineral berperan dalam kalsifikasi vaskular dan banyak efek kardiovaskular lain dan risiko yang terkait dengan penyakit ginjal kronik (Lederer, 2007).Pada tingkat yang lebih luas, ada tiga mekanisme kerusakan ginjal yang benar-benar menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada ginjal. Pertama adalah kurangnya ekskresi elektrolit dan air, yang menyebabkan retensi air dan natrium serta tingginya kalium dan fosfat. Asidosis metabolik juga terjadi karena keseimbangan asam-basa tidak lagi dipertahankan. Kedua, berkurangnya ekskresi zat terlarut organik seperti kreatinin dan urea. Hal ini menghasilkan racun yang dapat masuk ke plasma dan merusak jaringan ginjal dan jaringan lain di seluruh tubuh. Ketiga, kerusakan ginjal menyebabkan sedikitnya produksi eritropoietin dan kalsitriol (bentuk aktif dari vitamin D). Penurunan tingkat hormon ini memberikan kontribusi untuk anemia dan penyakit tulang (Obrador et al., 2002).Pada stadium dini chronic kidney disease, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), keadaan basal LFG masih normal atau meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60% pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. GFR kurang dari 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2009).

E. KlasifikasiMenurut American Journal of Kidney Diseases tahun 2007, derajat penyakit ginjal kronik diklasifikasikan seperti tertara pada tabel 1:

Tabel 3.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Glomerular Filtration Rate (GFR) atau derajat penyakit (American Journal of Disease, 2007)DerajatGFR (ml/min/1,73m2)Penjelasan

1 90Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat

260 89Kerusakan ginjal dengan GFR menurun ringan

330 59Kerusakan ginjal dengan GFR menurun sedang

415 29Kerusakan ginjal dengan GFR menurun berat

5< 15Gagal ginjal

F. Manifestasi KlinisGambaran klinis dari chronic kidney disease meliputi: (1) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya, seperti diabetes mellitus, hipertensi, infeksi traktus urinarius. (2) Sindrom uremia, seperti lemah, anorekisa, letargi, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, kejang sampai koma. (3) Gejala komplikasi seperti hipertensi, anemia, payah jantung, asidosis metabolik (Suwitra, 2009).Berdasarkan National Kidney Center tahun 2009, pada chronic kidney disease didapatkan gejala seperti perubahan buang air kecil, contohnya buang air kecil lebih sering pada malam hari atau dalam jumlah yang lebih banyak, urin berbusa, berbuih atau terdapat darah dan kesulitan buang air kecil. Selain itu juga terdapat pembengkakan, ruam kulit atau gatal, rasa logam di mulut atau nafas bau ammonia, mual dan muntah, pusing, sesak napas, kelelahan dan dingin yang diakibatkan oleh keadaan anemia.Tanda dan gejala (Soenarso,2004):a. Gangguan pada sistem pencernaan5) Tidak ada nafsu makan, mual hingga muntah-muntah. Ini terjadi karena gangguan metabolisme tubuh. Akibat fungsi ginjal terganggu, metabolisme protein di usus menjadi terganggu dan terbentuk zat-zat seperti amonia, dan lain-lain. Usus menjadi sembab.6) Bau yang khas. Uremik adalah bau yang khas yang keluar dari mulut penderita yang disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur. Oleh bakteri di mulut (yang biasanya memang ada), ureum ini diubah menjadi amoniak sehingga bernapas dan berbicarapun berbau amonia. Selain itu juga bisa timbul luka-luka kecil pada bibir (stomatitis).7) Sering mengalami cegukanb. Gangguan pada kulit1. Kulit gatal, pucat dan kekuning-kuningan.Penderita gagal ginjal kronik akan menjadi lebih putih (pucat) akibat anemia dan berwarna kuning akibat penimbunan urokrom. Selain itu bisa terdapat luka-luka gores akibat sering menderita gatal dan digaruk. Gatal terjadi karena racun yang tidak bisa dikeluarkan pada air seni 'keluar' melalui kulit. Tentunya peranan kulit tidak sehebat ginjal dalam hal pengeluaran racun. Akibatnya hanya sebagian kecil saja racun yang bisa dikeluarkan kulit, namun efeknya sangat besar bagi kulit karena memang kulit tidak dipersiapkan untuk itu.2. Sering terjadi memar akibat terganggunya fungsi pembekuan darah.c. Sistem hematologi/darahAnemiad. Gangguan pada sistem saraf dan otot1) Sering merasa pegal pada kaki2) Rasa seperti terbakar3) Kelemahan otote. Gangguan pada sistem Jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)1) Peningkatan tekanan darah (hipertensi)2) Nyeri dada dan sesak napas

G. Penegakan Diagnosis Diagnosis chronic kidney disease ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1. Gambaran Klinika. Anamnesis1. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya, seperti diabetes mellitus, hipertensi, infeksi traktus urinarius.2. Sindrom uremia, seperti lemah, anorekisa, letargi, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, kejang sampai koma.3. Perubahan buang air kecil, buang air kecil jadi lebih banyak, urin berbusa, berbuih atau terdapat darah dan kesulitan buang air kecil4. Bengkak pada tungkai ataupun tangan5. Ruam kulit atau gatal6. Rasa logam di mulut atau nafas bau amonia7. Sesak napasb. Pemeriksaan Fisik1. Conjungtiva anemis2. Edema tungkai ataupun tangan2. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan LaboratoriumGambaran laboratorium penyakit ginjal kronik yaitu sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Terdapat penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan GFR yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault (Suwitra, 2009). Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiperkalemia atau hipokalemia, hiponatremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuri (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008).b. Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi foto polos abdomen, bisa tampak batu radioopak, pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi, ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa dan pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi (Suwitra, 2009).c. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi GinjalKerusakan ginjal dapat dideteksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Bukti langsung dapat dilihat pada pencitraan atau pada pemeriksaan histopatologi dari biopsi ginjal (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008).

H. PenatalaksanaanRencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya menurut Suwitra dalam Sudoyo (2006) antara lain:

Tabel 3.3 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik berdasarkan Derajat

a. Terapi KonservatifPenatalaksanaan CKD bersifat konservatif. Pengobatan konservatif ini terdiri dari 3 strategi, yaitu :1. Memperlambat laju penurunan fungsi ginjala. Pengobatan hipertensi. Target penurunan tekanan darah yang dianjurkan < 140/90 mmHg.b. Pembatasan asupan protein, bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus dengan demikian diharapkan progresifitas akan diperlambat.c. Retriksi fosfor, untuk mencegah hiperparatirodisme sekunderd. Mengurangi proteinuria. Terdapat korelasi antara proteinuria dan penurunan fungsi ginjal terutama pada glomerulonefritis kronik dan diabetes. Dalam hal ini ACE inhibitor biasanya digunakan.e. Mengendalikan hiperlipidemia. Telah terbukti bahwa hiperlipidemia yang tidak terkendali dapat memepercepat progresifitas gagal ginjal. Pengobatan meliputi diet dan olahraga. Pada peningkatan yang berlebihan diberikan obat-obat penurun lemak darah.2. Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjuta. Pencegahan kekurangan cairanDehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat menyebabkan gangguan prerenal yang masih dapat diperbaiki. Oleh sebab itu perlu ditanyakan mengenai keseimbangnan cairan ( muntah, keringat, diare, asupan cairan sehari-hari), penggunaan obat (diuretik, manitol, fenasetin), dan penyakit lain (DM, kelaian gastrointestinal, ginjal polikistik)b. Sepsis Sepsis dapat disebabkan berbagai macam infeksi, terutama infeksi saluran kemih. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengkoreksi kelainan urologi dan antibiotik yg telah terpilih untuk mengobati infeksi.c. Hipertensi yang tidak terkendaliTekanan darah umumnya meningkat sesuai dengan perburukan fungsi ginjal. Kenaikan tekanan darah ini akan menurunkan fungsi ginjal. Akan tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan juga aka menyebabkan perfusi ginjal menurun. Obat yang dapat diberikan adalah furosemid, beta blocker, vasodilator, calsium antagonis dan alfa blocker. Golongan tiazid kurang bermanfaat. Spironolakton tidak dapat digunakan karena meningkatkan kalium.d. Obat-obat nefrotoksikObat-obat aminoglikosida, OAINS, kontras radiologi, dan obat-obat yang dapat menyebabkan nefritis interstitialis harus dihindari.3. Pengelolaan uremia dan komplikasinyaa. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolitPasien dengan CKD sering mengalami peningkatan jumlah cairan ekstrasel karenan retensi cairan dan natrium. Peningkatan cairan intravaskular menyebabkan hipertensi, sementara ekspansi cairan ke interstitial menyebabkan edema. Hiponatremia sering juga dijumpai. Penatalaksanaan yang tepat meliputi retriksi asupan cairan dan natrium, dan pemberian terapi diuretik. Asupan cairan dibatasi < 1 liter/hari, pada keadaan berat < 500ml/hari. Natrium diberikan 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).b. Dialisis peritoneal (DP)Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGTA (gagal ginjal tahap akhir) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai comorbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).c. Transplantasi ginjalTransplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Menurut (Sukandar, 2006) pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah2. Kualitas hidup normal kembali3. Masa hidup (survival rate) lebih lama4. Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

I. Komplikasi Pada keadaan penyakit ginjal kronik derajat 3, kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi yaitu hiperfosfatemia, hipokalsemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi dan hiperhomosistinemia. Pada penurunan GFR berat kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi seperti malnutrisi, asidosis metabolik, cenderung hiperkalemia dan dislipidemia. Sedangkan pada penyakit ginjal kronik derajat 3, dimana sudah terdapat keadaan gagal ginjal, komplikasi yang dapat terjadi yaitu gagal jantung dan uremia (Suwitra, 2009).Tabel 3.4 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik

J. PrognosisPenyakit ginjal kronik tidak dapat disembuhkan, sehingga prognosis jangka panjangnya buruk, kecuali bila dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini hanya untuk mencegah progresivitas dari penyakit ginjal kronik itu sendiri. Pasien dialisis kronis memiliki insidensi morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) yang menjalani transplantasi ginjal bertahan lebih lama dibanding yang menjalani dialisis kronis. Cardiovascular disease adalah penyebab paling umum kematian pada pasien dengan CKD. Kematian kardiovaskular dua kali lipat pada pasien dengan GFR di bawah 70 ml / menit (Levey, 2011).

BAB IVKESIMPULAN

Penyakit ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal progresif dan irreversible yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit. Di Indonesia, angka kejadian chronic kidney disease diperkirakan 100 per 1 juta penduduk atau sekitar 20.000 kasus baru dalam setahun. Jumlah kasus baru berdasarkan data di beberapa pusat nefrologi diperkirakan berkisar 100-150/ 1 juta penduduk, sedangkan prevalensinya mencapai 200-250/ 1 juta penduduk. Penatalaksanaan CKD bersifat konservatif, yaitu dengan memperlambat laju penurunan fungsi ginjal, mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan pengelolaan uremia, dan juga terapi pengganti, dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal. Penyakit ginjal kronik tidak dapat disembuhkan, sehingga prognosis jangka panjangnya buruk, kecuali bila dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini hanya untuk mencegah progresivitas dari penyakit ginjal kronik.

DAFTAR PUSTAKA

Eddy, A.A. (2005). Progression in Chronic Kidney Disease. Advances in Chronic Kidney Disease. 12 (4) : 353 365.Kher, V. 2002. End stage renal disease in developing countries. Kidney Int. pp.62: 350.Lederer, E., R. Ouseph. 2007. Chronic Kidney Disease. American Journal of Kidney Diseases. 49(1) : 162-171. Levey, A.S., Coresh J. 2012. Chronic kidney disease. Lancet. Epub. Pubmed.gov. 379:165-80.Maddal, U. Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Yang Dirawat Inap di RSU Dr Pirngadi Medan Tahun 2010. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2011.National Kidney Center. 2009. Chronic Kidney Disease (http://www.nationalkidneycenter.org/chronic-kidney-disease/symptoms/). Diakses 26 November 2012.Obrador, G.T., B.J.G. Pereira. (2002). Systemic Complications of Chronic Kidney Disease: Pinpointing Clinical Manifestations and Best Management. Post graduate Medicine. 111 (2) : 115.Santoso D, Mardiana N, Irwanadi C, Pranawa, Yogiantoro,Soewanto. 2003. Referral Pattern in Chronic Dialysis Patients. Annual meeting nephrology 2001. 1-3.Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2008. Diagnosis and management of chronic kidney disease. Edinburgh 50 hal.Sukandar, Enday.(2006). Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Bandung: PII. Fakultas Kedokteran UNPAD / RS. Dr.Hasan Sadikin.Suwitra, Ketut. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, Aru W; Bambang, Setiyohadi; Idrus, Alwi; Marcellus, Simadibrata K; Siti, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pp. 1035-1039.

28

30