CIVIL SOCIETY DAN RADIKALISME (Studi Atas Dukungan...
Transcript of CIVIL SOCIETY DAN RADIKALISME (Studi Atas Dukungan...
CIVIL SOCIETY DAN RADIKALISME
(Studi Atas Dukungan Nahdlatul Ulama Terhadap Pembubaran
Hizbut Tahrir Indonesia)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Fahmil Rozi
NIM: 11141120000043
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2018 M
CIVIL SOCIETY DAN RADIKALISME: STUDI ATAS DUKUNGAN
NAHDLATUL ULAMA TERHADAP PEMBUBARAN HIZBUT TAHRIR
INDONESIA
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Fahmil Rozi
NIM: 11141120000043
Dosen Pembimbing
Dr. Sirojuddin Aly, MA
NIP : 19540605 2000112 1 001
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H / 2018 M
i
ABSTRAK
Nama : Fahmil Rozi
Judul : CIVIL SOCIETY DAN RADIKALISME
(Studi Atas Dukungan Nahdlatul Ulama Terhadap Pembubaran Hizbut
Tahrir Indonesia)
Skripsi ini memfokuskan kepada pembahasan tentang dukungan Nahdlatul
Ulama terhadap pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia. Pada bulan Juli 2017,
Pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi
Kemasyarakatan. Dampak dari terbitnya Perppu Ormas tersebut adalah
Pembubaran Organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), HTI dianggap melanggar
Perppu tersebut karena organisasinya bertentangan dengan Pancasila dan UUD
1945. Kebijakan pemerintah tersebut menimbulkan pro dan kontra dikalangan
masyarakat.
Salah satu organisasi yang mendukung pembubaran HTI adalah NU. NU
sebagai salah satu ormas terbesar di Indonesia, memiliki peranan yang sangat
penting dalam membendung gerakan radikal yang ingin merubah Pancasila dan
UUD 1945. Bagi NU Pancasila, UUD 1945 dan NKRI sudah final. Berbeda hal
nya dengan HTI yang hendak memperjuangkan Negara Islam/Khilafah di
Indonesia.
Penelitian ini menggunakan studi pustakadan wawancara dengan Dr. KH
Marsudi Syuhud (Ketua PBNU), KH Ahmad Ishomuddin (Rois Syuriah
PBNU/Saksi Ahli Pemerintah pada sidang PTUN), Ust. Ismail Yusanto (Juru
Bicara HTI), Gugum Ridho Putra (Kuasa Hukum HTI). Penelitian ini menjelaskan
tentang alasan pemerintah menerbitkan Perppu Ormas dan membubarkan HTI,
alasan kenapa NU mendukung pembubaran HTI, dan bagaimana peranan NU
dalam mencegah gerakan radikal di Indonesia.
Kata Kunci : Nahdlatul Ulama, Hizbut Tahrir Indonesia, Radikalisme, Civil
Society
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang maha pengasih dan maha penyayang atas
segala rahmat dan karunianya-lah skripsi ini dapat dirampungkan penulisannya
untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Prodi
Ilmu Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Peneliti yakin hanyalah atas berkat rahmat dan inayah Allah SWT jugalah
sehingga berbagai pihak berkenan memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan
kepada peneliti sejak proses pengajuan proposal, wawancara, hingga rampungnya
penelitian skripsi ini.
Meskipun peneliti merasa bahwa skripsi ini telah dituliskan secara
maksimal dan komprehensif, akan tetapi peneliti sadar bahwa pribahasa “tak ada
gading yang tak retak” juga menghampiri penulisan skripsi ini. Untuk itu peneliti
merasa bahwa setiap masukan, apakah itu saran maupun kritik yang dilayangkan
untuk penulisan skripsi ini adalah sangat penting. Sebagai salah satu karya ilmiah,
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang tentunya positif bagi semua
pihak yang membacanya ataupun yang terkait didalam penulisan skripsi.
Oleh karena itu, terasa tidak berlebihan jika kesempatan ini peneliti
menyampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zulkifli, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Dzuriyatun Toyibah, Bapak Dr. Ahmad Bakir, M.Si., dan Dr. Agus
Nugraha, M.Si. Selaku jajaran Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
3. Bapak Dr. Iding Rosyidin, M.Si dan Ibu Suryani, M.Si. Sebagai Kepala dan
Sekretaris Prodi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Sirojuddin Aly M.A. Sebagai pembimbing skripsi penulis, yang
dengan sabar dan penuh ikhlas memberikan arahan dan motivasi kepada
penulis termasuk juga kesediaan beliau untuk mau menjadi pembimbing
penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini.
5. Para dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta: Prof. Dr. Bahtiar Effendy., Dr Saiful Mujani., Ala’i Nadjib M.A., Dr
Shobahussurur M.Ag., Dr Nawiruddin M.Ag., RR Satiti Sakuntala M.Si., Idris
Thaha M.Si., Eva Fitriati MA., Dra Banun Binaningrum M.Pd., Drs. Haniah
Hanafie M.Si., Dr Achmad Ubaedillah M.A., Aktobi Ghozali M.A., Dr. M
Adlin Sila M.A., Devi Yusnita M.Pd., Bambang Ruswandi M.Stat., Chaider S.
Bamualim M.A., Ana Sabhana Azmy M.I.P., Suryani M.Si., Dra. Hj. Gefarina
M.A., Dr. Agus Nugraha M.A., H. Sya’ban M.M., M. Zaki Mubarak M.Si.,
Drs. Ismadi Ananda M.Si., Adi Prayitno, Pangi Syarwi Chaniago terimakasih
banyak atas ilmu dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
6. KH. Dr Marsudi Syuhud (Ketua PBNU), KH Ahmad Ishomudin (Rois Syuriah
PBNU), Ust Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), Gugum Putra Ridho, S.H.,
M.H. (Kuasa Hukum HTI) yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
diwawancara, serta membantu melengkapi dokumen-dokumen penelitian.
7. Ibunda tercinta yang sangat luar biasa dalam memperjuangkan anak-anaknya
demi pendidikan, tidak pernah lelah mencari nafkah dan mendoakan ananda
iv
untuk menyelesaikan pendidikan S1. Kedua kakak Ummi Islami & Fitri yang
turut membantu adik-adiknya untuk menyelesaikan pendidikan. Kepada adik-
adik Berli, Romi dan Laila.
8. Pengasuh Pesantren Ekonomi Darul Uchwah abah Dr. KH Marsudi Syuhud
beserta istri Ummi Mufizah yang selalu memberikan motivasi dan mendoakan
kepada ananda, para asatidz/asatidzah Pesantren Ekonomi Darul Uchwah.
9. Teman-teman seperjuangan Indra Surya Ramadhan yang turut memberikan
masukan dan koreksi dalam penulisan skripsi, teman-teman Ilmu Politik B
2014, teman-teman KKN grenade 079 khususnya Anisa Nur Rohmah yang
juga membantu dalam mencari referensi dan memberikan contoh-contoh
penyusunan, kader HMI Komisariat HOB UNUSIA, HMI Cab. Jakarta Barat
dan PB HMI, santri putra-putri MDT Darul Uchwah & Pesantren Ekonomi
Darul Uchwah.
Peneliti hanya dapat memohon kepada Allah SWT, semoga senantiasa
menerima kebaikan dan ketulusan mereka serta memberikan sebaik-baiknya atas
perbuatan mereka. Terakhir semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah
khazanah keilmuan kita
Jakarta, 13 September 2018
Fahmil Rozi
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ........................................................................ 1
B. Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 15
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 15
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 16
E. Metode Penelitian ........................................................................... 19
F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 21
BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP
A. Teori Civil Society ........................................................................... 21
B. Teori Radikalisme ........................................................................... 27
BAB III RADIKALISME DI INDONESIA
A. Fenomena Radikalisasi di Masyarakat ........................................... 33
B. Civil Society sebagai Counter Radikalisasi ..................................... 37
C. NU sebagai Civil Society ................................................................ 38
D. HTI dan Radikalisme ..................................................................... 41
BAB IV PRO KONTRA ATAS PEMBUBARAN HTI
A. Faktor-Faktor Pembubaran HTI ..................................................... 46
B. Sikap HTI terhadap Keputusan Pemerintah ................................... 49
C. Tanggapan Kementrian Hukum dan HAM .................................... 52
D. Dukungan NU terhadap Terbitnya Perpu Ormas dan Pembubaran HTI
......................................................................................................... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 71
B. Saran ............................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... viii
vi
DAFTAR SINGKATAN
AAUPB : Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
BPUPKI : Badan Pelaksanaan Usaha Persiapan Kemerdekan
DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
DR : Doktor
FPI : Front Pembela Islam
GP : Gerakan Pemuda
HAM : Hak Asasi Manusia
HTI : Hizbut Tahrir Indonesia
KH : Kyai Haji
LKiS : Lembaga Kajian Islam dan Sosial
LP2NU : Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama
LPBH : Lemabaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum
LSAF : Lembaga Studi Agama dan Filsafat
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
MMI : Majelis Mujahidin Indonesia
MUI : Majelis Ulama Indonesia
vii
NII/DII-TII : Negara Islam Indonesia/Darul Islam Indonesia-Tentara
Islam Indonesia
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
NU : Nahdlatul Ulama
ORMAS : Organisasi Masyarakat
P3M : Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat
PBNU : Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
PCINU : Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama
PCNU : Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama
PERPPU : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara
SARBUMUSI : Sarikat Buruh Muslimin Indonesia
SISMINBAKUM : Sistem Administrasi Badan Hukum
SK : Surat Keputusan
UTHM : University Tun Husein onn Malaysia
UU : Undang-Undang
UUD : Undang-Undang Dasar
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Civil society berasal dari sejarah peradaban Barat (Eropa Barat), secara
historis civil society ini tidak dapat dilepaskan dalam perjalanan intelektual dan
sosial Eropa Barat. Konsep civil society ini bertujuan untuk melakukan penolakan
terhadap segala bentuk otoritarianisme dan totalitarianisme.1 Civil Society mulai
digunakan pada tahun 1990 an dengan beragam terjemahannya, seperti
“masyarakat sipil”, “masyarakat madani”, “masyarakat warga”, “masyarakat
kewarganegaraan”.2
Di kawasan Asia Tenggara, istilah masyarakat madani dipopulerkan
pertama kali oleh cendikiawan Malaysia, Anwar Ibrahim. Menurutnya definisi
masyarakat madani adalah sebuah sistem sosial yang mampu menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dan sosial sesuai dengan prinsip moral
yang berlaku.3 Selain itu, masyarakat madani memiliki tiga ciri yang khas yaitu
kebudayaan yang beragam, hubungan timbal balik dan sikap saling memahami
dan menghargai.4
Civil society dan radikalisme adalah dua hal yang sangat bertentangan.
Definisi diatas menjelaskan bahwa civil society bertujuan untuk menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dan stabilitas sosial. Namun beda halnya
1 Hendro Prasetyo dan Ali Munhanif, Islam & Civil Society Pandangan Muslim
Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), 1. 2 Prasetyo dan Munhanif, Islam dan Civil Society,2.
3 A. Ubaedillah dan Abdrul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civil Education)
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Kencana, 2010), 217. 4 Ubaedillah dan Rozak, Pendidikan,217.
2
dengan radikalisme, justru radikalisme menyebabkan timbulnya ketidakstabilan
dimasyarakat karena sikap radikal menginginkan sebuah perubahan secara total.
Radikalisme berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata radix yang artinya
“akar”, yaitu paham yang menginginkan terjadinya perubahan dan perombakan
besar demi mencapai kemajuan. Dalam ilmu sosial, radikalisme dikaitkan dengan
sikap yang menginginkan perubahan terhadap status quo dengan cara
menghancurkan status quo yang sudah ada dan berjalan, perubahan tersebut
dilakukan secara total dan berbeda dengan sebelumnya.5
Islam radikal sebenarnya adalah sebuah gerakan politik yang menjadikan
Islam sebagai sebuah ideologi untuk mencapai apa yang telah dicita-citakan.
Gerakan tersebut dinamai oleh sebagian kalangan adalah gerakan politik Islam,
karena cita-cita dari gerakan tersebut adalah menegakkan kekuasaan politik Islam
yang cakupannya sangat luas secara global melampaui batas-batas negara bangsa,
dengan sistem kepemimpinan tunggal yang disebut sebagai khilafah Islam, pan
Islamic capliphate.6
Dalam politik Indonesia, terdapat gerakan/organisasi Islam radikal.
Kelompok tersebut muncul setelah tumbangnya orde baru dan munculnya era
reformasi yang dimanfaatkan oleh kelompok Islam radikal untuk bangkit
dikarenakan kebebasan tanpa batas.7 HTI adalah salah satu organisasi Islam
radikal yang berkeinginan merubah sistem negara menjadi negara khilafah.
5 Edi Susanto, “Kemungkinan Munculnya Paham Islam Radikal di Pesantren”, dalam
tadris Vol. 2, No. 1, (2007), 3, dalam Jurnal Emna Laisa,”Islam dan Radikalisme”, Islamuna, Vol
1 No 1, (Juni 2014), 3. 6 Hasbi Aswar, “Organisasi Nahdlatul Ulama Memerangi Radikalisme Politik Islam di
Indonesia” (Proposal Penelitian, Fak Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, UII, 2015), 7. 7 Emna Laisa, “Islam dan Radikalisme”, Jurnal Islamuna, Vol 1 No 1, (Juni 2014), 7-8.
3
Dalam menangkal gerakan Islam radikal di Indonesia terdapat beberapa
cara, seperti melalui jalur pendidikan dengan cara memberikan pemahaman
wawasan bahaya Islam radikal dan penguatan kebangsaan, melakukan
pengawasan terhadap keluarga atau kerabat-kerabat dekat, atau melalui peran civil
society yang ada di Indonesia. NU adalah salah satu civil society yang memiliki
komitmen kuat kebangsaan dengan mempertahankan dasar Pancasila dan menjaga
keutuhan NKRI dari gerakan Islam radikal yang berusaha untuk merubah sistem
negara menjadi negara khilafah.
Persentuhan Islam Indonesia dengan konsep civil society sebenarnya pada
tahun 1990-an yang dikenalkan oleh intelektual muda NU seperti Muhammad AS
Hikam, doktor alumni Universitas Hawaii, yang memperkenalkan konsep civil
society pada kalangan NU.
Dalam perkembangan wacana civil society dikalangan masyarakat Muslim
di Indonesia, khususnya masyarakat Muslim yang dibawah naungan Nahdlatul
Ulama (NU), adalah organisasi yang lebih awal bersentuhan dengan gagasan civil
society ini.8 Berbeda halnya dengan kalangan aktivis-intelektual Muslim
modernis, yang mengartikan civil society sebagai masyarakat madani. NU
mengartikan civil society sebagai masyarakat sipil. Perbedaan penerjemahan ini
dikarenakan pengalaman sosial politik yang dialami oleh NU.
NU menerjemahkan civil society sebagai masyarakat sipil karena
pengalamannya pada masa orde baru yang terpinggirkan dan menjadi oposisi
8 Islam dan Civil Society, 106.
4
pemerintahan.9 Oleh karena itu NU mengambil peran lain diluar pemerintahan,
yaitu mengambil peran untuk melakukan kontrol sosial politik sekaligus sebagai
counter hegemony terhadap dominasi negara yang begitu besar. Sebagai sebuah
organisasi keagamaan dengan memiliki basis massa yang begitu besar, maka NU
dapat dikatakan mewakili kekuatan besar umat Islam yang ada di Indonesia.10
Pada muktamar NU yang ke 27 pada bulan Desember 1984, para ulama
bersepakat mengambil keputusan untuk mengembalikan NU kembali kepada
garis-garis perjuangannya yang kemudian dikenal dengan kembali kepada Khittah
1926, menjadi organisasi sosial kemasyarakatan (jam‟iyyah) yang konsentrasinya
kepada gerakan pengembangan masyarakan bukan politik praktis.11
NU kembali
mengambil peranannya yang sempat ditinggalkan, sebagai organisasi keagamaan,
NU merespon isu-isu keagamaan yang berkembang, termasuk merespon isu
radikalisme Islam yang mulai berkembang.
NU adalah salah satu civil society yang ada di Indonesia memiliki peran
yang cukup besar khususnya di bidang sosial keagamaan. Secara perlahan NU
mampu menampakkan jati dirinya yang baru dengan pandangan yang
transformatif, progresif namun kritis dalam memecahkan sebuah permasalahan
melalui pemikiran tokoh-tokoh NU seperti KH Sahal Mahfudz, Gus Dur dan
tokoh muda lainnya.12
Tokoh di atas dapat dikatakan cukup berhasil dalam memecahkan
permasalahan-permasalah rumit yang berkaitan dengan agama, kemasyarakatan,
9 Pada pemerintahan Orde Baru, NU masih menjadi Partai Politik.
10 Hendro Prasetyo dan Ali Munhanif, Islam & Civil Society, 107-108.
11 Hendro Prasetyo dan Ali Munhanif, Islam & Civil Society, 110.
12 Muhammad A.S Hikam, Demokrasi dan Civil Society, (Jakarta: LP3ES, 1999), 246.
5
politik, ekonomi dan budaya karena mereka sebagai tokoh agama (ulama)
memiliki basis masa di pesantren maupun masyarakat. Termasuk pemikiran
tentang dasar negara Pancasila dan NKRI yang dianggap sudah final.13
Penegasan
NU tentang Pancasila dan NKRI sudah final di putuskan pada saat muktamar ke
27 di Situbondo tahun 1984. Dengan penegasan itu NU selalu memperjuangkan
untuk mempertahankan dasar negara dari kelompok-kelompok yang hendak
merubahnya, seperti HTI. Ketegasan sikap tersebut dapat ditunjukan dengan
dukungannya terhadap Perppu ormas yang diterbitkan oleh Pemerintah dan
disahkan menjadi UU oleh DPR RI.
Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No. 2 Tahun 2017. Penerbitan ini disampaikan melalui Menteri
Koordinator Politik, Hukum, dan HAM Bapak Wiranto. Perppu ini terbit sebagai
perubahan atas undang-undang No. 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan. Dampak dari terbitnya Perppu ini adalah pencabutan SK HTI
pada tanggal 17 Juli 2017. Dalam konferensi pers, Menkopolhukam Wiranto
menyampaikan 3 alasan HTI dibubarkan, yaitu:
1. HTI dianggap tidak memiliki peran positif yang membantu terhadap
pembangunan nasional.
2. Kegiatan HTI terindikasi bertentangan dengan asas Pancasila yang diatur
dengan UU No 17 Tahun 2013 tentang ormas.
13
Hikam, Demokrasi dan Civil Society, 246.
6
3. Aktivitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di
masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta
membahayakan keutuhan NKRI.14
Menurut Wiranto terbitnya Perppu ormas ini karena ada suatu kegentingan
yang memaksa. Karena adanya gerakan yang memaksakan ideologi baru kepada
masyarakat yang bertentangan dengan ideologi negara. Apabila dibiarkan maka
akan terus berkembang dan kemudian secara terang-terangan menentang dan
membuat sistem baru dari sistem negara yang sudah ada. Oleh karena itu
kewajiban pemerintah hadir untuk menjaga keselamatan negara. Salah satu
langkah pemerintah ini adalah menerbitkan Perppu ormas, pengganti UU No 17
Tahun 2013.
Penjelasan UU No 17 Tahun 2013 tentang ormas, menyebutkan bahwa
faham yang bertentangan dengan Pancasila adalah Ateisme, Komunisme,
Marxisme dan Leninisme. Tetapi dengan terbitnya Perppu ormas No 2 Tahun
2017 maka akan adanya perluasan pemahaman tentang organisasi yang
bertentangan dengan Pancasila. Dijelaskan dalam Pasal 59 ayat (4) huruf c bahwa:
“ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila antara lain ajaran
Ateisme, Komunisme/Marxisme-Leninisme, atau paham lain yang bertujuan
mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945”.15
HTI adalah organisasi politik Islam yang memiliki visi utama untuk
mendirikan negara Islam. HTI menganggap bahwa sistem demokrasi itu haram
14
http://m.tribunnews.com/nasional/2017/05/08/wiranto-jelaskan-5-alasanpemerintah-
bubarkan-hti di akses pada 6 Desember 2017. 15
Lihat penjelasan pasal 59 ayat 4 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan.
7
dan Pancasila harus dilenyapkan.16
Mahfud MD mengatakan telah ada fakta-fakta
secara terbuka dan berkali-kali, HTI berkampanye menggantikan Pancasila
sebagai dasar negara dengan khilafah.17
Karena HTI berkeinginan merubah
Pancasila sebagai dasar negara, maka HTI telah melanggar Perppu ormas No 2
Tahun 2017.
Dengan munculnya Perppu tersebut maka pemerintah dapat mempercepat
pembubaran ormas yang dinyatakan bertentangan karena tidak perlu melalui
peradilan terlebih dahulu. Dalam pasal 61 ayat (3) dikatakan bahwa “pencabutan
status badan hukum oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia”.18
Reaksi terhadap penerbitan Perppu ormas dan dibubarkannya HTI
menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Salah satunya Prof Yusril
Ihza Mahendra Pakar Hukum Tata Negara sekaligus pengacara HTI yang sangat
menentang akan terbitnya Perppu tersebut. Yusril menganggap Perppu tersebut
secara materil menimbulkan multi tafsir, misal pada pasal 59 ayat 4 huruf C
paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Tahun 1945. Tidak ada yang bisa menafsirkan paham yang bertentangan
dengan Pancasila. Jika yang berkuasa berwenang menafsirkannya maka penguasa
tersebut akan memberangus lawan-lawan politiknya salah satunya HTI. Jika
pemerintah mengatakan bahwa Perppu tersebut terbit karena ada kegentingan
16
Erni Sari Dwi Devi Lubis dan Ma’arif Jamuin. “Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI
di Indonesia”. Suhuf. Vol. 27. No. 2. (November 2015). 158-159 17
https://www.viva.co.id/berita/nasional/918922-mahfud-md-hti-memang-ingin-
mengganti-Pancasila di akses pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 10.37. 18
Lihat penjelasan pasal 61 ayat 3 huruf b Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 2 Taun 2017 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan.
8
yang memaksa, tetapi mengapa setelah Perppu tersebut diterbitkan tidak ada
satupun ormas yang langsung dibubarkan.19
Rocky Gerung seorang Peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi
mengatakan bahwa Perppu diterbitkan dalam suasana politis, “pemerintah
mengatakan kegentingan yang memaksa namun ragu dengan permasalahan
dasarnya dan tidak mampu menunjukan kegentingan seperti apa yang sedang
terjadi”. Rocky berpendapat bahwa:
“Tugas pemerintah adalah melindungi kebebasan, sedangkan isi Perppu
tersebut justru mengambil kebebasan yang telah diberikan. Terbitnya
Perppu ini karena adanya kebencian politik pada suatu kelompok dan
akhirnya kelompok tersebut di hukum dengan cara di bubarkan. Ini
bukanlah yang disebut dengan kegentingan yang memaksa, tetapi
memaksakan kegentingan”.20
Namun ada juga kelompok yang mendukung akan terbitnya Perppu ormas
itu. KH Said Aqil Siradj Ketua Umum PBNU mengatakan bahwa ada 14 ormas
Islam21
yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI)
mendukung dibubarkannya HTI. NU adalah salah satu organisasi masyarakat
yang mendukung Perppu ormas dan dibubarkannya HTI. Said Aqil juga
menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah dalam menerbitkan
Perppu ormas sebagai komitmen untuk menindak lanjuti ormas anti-Pancasila dan
19
ILC, “Panas Setelah Perppu Ormas”, yang diselenggarakan oleh TV One pada tanggal
18 Juli 2017. 20
ILC, “Panas Setelah Perppu Ormas”.
21
Adapun 14 ormas Islam yang mendukung terbitnya Perppu ormas yaitu PBNU, Al-
Irsyad Al-Islamiyah, Al-Washliyah, Persatuan Umat Islam (PUI), Persatuan Islam (Persis),
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Mathla’ul Anwar, Yayasan Az Zikra, Al –Ittihadiyah, Ikatan
Dai Indonesia (Ikadi), Rabithah Alawiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Nahdlatul
Wathan dan Himpunan Bina Mualaf Indonesia (HBMI). Namun Tengku Zulkarnaen ketua
Mathla’ul Anwar menegaskan bahwa organisanya tidak pernah menyatakan mendukung terbitnya
Perppu.http://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/20330571/14.ormas.Islam.desak.pemerintah.
percepat.pembuaran.hti di akses pada tanggal 6 Desember 2017.
9
UUD 1945. Ia juga menganggap bahwa HTI adalah salah satu ormas yang harus
dibubarkan.22
Dalam pandangan Said Aqil Siradj23
, Negara khilafah bukanlah solusi
terhadap persoalan bangsa. Konsep negara Indonesia menurutnya jauh lebih baik,
sebab Indonesia saat ini dengan komitmen keagamaan dan kebangsaan
membuatnya tak mudah untuk dipecah belah oleh pihak lain, Indonesia bukanlah
negara agama ataupun negara sekuler, tetapi Indonesia negara yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Bila Indonesia berubah menjadi negara khilafah, Siradj
mengkhawatirkan Indonesia akan hancur terpecah-pecah seperti yang terjadi di
beberapa negara Timur Tengah antaranya, Syiria, Yaman, Irak, Afghanistan dan
lain-lain.
Menurut Nusron Wahid mantan Ketua Umum GP Ansor mengatakan
bahwa terbitnya Perppu ormas adalah salah satu strategi negara untuk membuat
keamanan. Isi dari Perppu tersebut bukan memerangi ormas Islam, tetapi
memerangi ormas yang tidak setuju dengan Pancasila. Nusron juga mengatakan
bahwa Pancasila sudah final dan berdasarkan syariat Islam, karena dirumuskan
oleh para ulama24
yang sangat paham dengan nilai-nilai Islam termasuk konsep
khilafah, namun ulama tersebut tidak memilih sistem khilafah tetapi bersepakat
dengan Pancasila.25
22http://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/20330571/14.ormas.Islam.desak.pemerinta
h.percepat.pembuaran.hti di akses pada tanggal 6 Desember 2017. 23
http://Islaminesia.com/2015/05/kh-said-aqil-negara-khilafah-bukan-solusi-persoalan
bangsa / di akses pada tanggal 6 Desember 2017. 24
Nama ulama yang dimaksud adalah perwakilan tokoh-tokoh Islam dalam panitia
sembilan, yaitu Abikoesno Tjokrosoejoso, Abul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH Wahid
Hasyim. 25
ILC, “Panas Setelah Perppu Ormas”.
10
Dr. KH. Marsudi Syuhud ketua PBNU mengatakan terbitnya Perppu untuk
menghindari terjadinya kerusakan.
“Mengambil dari kaidah fikih dar‟u al mafasid muqoddamun ala jalbil
masholih (mencegah kerusakan harus lebih didahulukan dibandingkan
mendatangkan kebaikan). Selain itu terbitnya Perppu bertujuan untuk
mencari titik limashlahatil ammah (untuk kemaslahatan umat) yaitu
kemaslahatan untuk rakyat Indonesia. Untuk mencari kemaslahatan
tersebut maka pemerintah harus hadir dan segera mencegah terhadap hal-
hal yang menimbulkan kekacauan. Salah satu alat untuk mencegahnya
adalah Perppu”.26
KH Achmad Siddiq berpendapat bahwa NKRI sudah sesuai dengan
pandangan Islam dengan memberikan kesimpulan keagamaan sebagai berikut:
a. Untuk memelihara keluhuran agama dan mengatur kesejahteraan kehidupan
dunia, maka wajib hukumnya untuk mendirikan negara.
b. Kesepakatan bangsa Indonesia mendirikan negara Republik Indonesia adalah
sah dan mengikat semua pihak tanpa terkecuali umat Islam.
c. Kesepakatan sah yang dimaksud adalah mendirikan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dan menurut pandangan Islam juga sah, maka wajib untuk
dipertahankan dan dilestarikan eksistensinya.
d. Sahnya kesepakatan juga berlaku pada hal-hal sebagai berikut:
Kewajiban agar asas dan hukum tidak disimpangkan atau diselewengkan.
Kewajiban taat kepada penguasa yang sah selagi tidak menyeleweng dari
ajaran Islam.
Kewajiban untuk berperan aktif dalam mewujudkan tujuan didirikannya
negara.27
26
ILC, “Panas Setelah Perppu Ormas”. 27
Muktamar Situbondo, 1985-1986, dalam Einar Martahan Sitompul, M.Th., “NU
Pancasila”, (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2010), 189-190.
11
Dari pernyataan KH Achmad Siddiq telah terbukti bahwasanya pandangan
NU tentang sebuah negara tetap berdasarkan Syariat Islam meskipun tidak harus
dengan mendirikan negara Islam. Secara formal, bagi NU Pancasila dan NKRI
sudah final. Berbeda halnya dengah HTI yang aktifitas politiknya bertentangan
dengan Pancasila, karena memiliki cita-cita untuk mendirikan negara khilafah di
Indonesia yang akan mengancam keutuhan NKRI.
Pasca orde baru, gerakan-gerakan yang menentang Pancasila dan ingin
menegakkan Negara Islam ikut meramaikan pergerakan Islam di Indonesia
bahkan, opini gerakan-gerakan tersebut cenderung mendominasi dan
mengalahkan gerakan Islam seperti NU dan Muhammadiyah.28
Menurut Akhmad
Sahal Wakil Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) Amerika-Kanada,
dalam percaturan wacana keIslaman suara NU dan Muhammadiyah tidak lagi
tampak sebagai pemain utama, dan cenderung terdesak oleh organisasi lain seperti
HTI dan FPI, gaung gerakan kedua organisasi ini (HTI dan FPI) cenderung lebih
keras mengalahakan NU dan Muhammadiyah sebagai organsasi terbesar yang ada
di Indonesia. Contohnya NU dan Muhammadiyah mengusung dua agenda besar.
NU memiliki gagasan Islam Nusantara dan Muhammadiyah memiliki gagasan
Islam berkemajuan. Namun agenda ini justru banyak ditentang oleh gerakan Islam
radikal. Dengan adanya gelombang reformasi, kelompok Islam memiliki ruang
untung mengorganisir diri.29
28
Hasbi Aswar, “Respon Nahdlatul Ulama terhadap Gagasan Politik Islam Radikal di
Indonesia”, Thaqofiyyat, Vol. 17, No. 1, (Juni 2016), 7. 29
http://www.bbc.com/Indonesia/berita_Indonesia/2015/08/150802_Indonesia_muktamar
_nu_muhammadyah diakses pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 14.24 wib.
12
HTI muncul di Indonesia pada tahun 1980-an di Bogor, organisasi ini
didirikan sebagai organisasi politik Islam yang ingin mendirikan negara Islam di
Indonesia. Dalam doktrinnya HTI menyatakan bahwa sistem demokrasi adalah
haram dan Pancasila harus dilenyapkan di muka bumi. HTI mengkafir-kafirkan
umat Islam yang berbeda pendapat dengannya. Menurut Helmy Faisal Zaini
Sekjen PBNU mengatakan HTI sering kali dalam ceramah-ceramahnya
menyatakan bahwa “konsep negara Pancasila adalah sistem yang mereka sebut
pengkafiran, thagut karena memutus mata rantai Khilafah Utsmani”. Selain itu
mereka menganggap orang tua atau kerabat dekatnya kafir apabila tidak sejalan
dengan pemikirannya.30
Ia juga menyerukan untuk kembali kepada sistem
kekhalifahan. Pemikiran ini muncul diakibatkan karena kekecewaan terhadap
keterbelakangan umat Islam atas kemajuan Barat. Karena ketidakmampuannya
dalam menghadapi persaingan, maka HTI melakukan gerakan yang radikal yaitu
merubah sistem negara yang sudah sah.31
Menurut Prof. Mahfud MD, NU telah lama mengingatkan dan menuntut
pembubaran HTI. Pada tahun 2007, KH Hasyim Muzadi sudah menyampaikan
bahwa HTI itu berbahaya. Dalam acara Konferensi Hizbut Tahrir Internasional di
Gelora Bung Karno pada tahun 2013, ada beberapa kesimpulan dari konferensi
tersebut. “Pertama, ingin membentuk Negara transnasional. Kedua, demokrasi itu
30
https://news.detik.com/berita/d-3503053/pbnu-hti-mengkafirkan-orang-yang-tak-
sepaham-ini-memecah-umat diakses pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 14.09 wib 31
Erni Sari Dwi dan Ma’arif Jamuin ”Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di Indonesia”
Jurnal Suhuf, Vol. 27 No. 2, (November 2015), 1-2.
13
haram.” Keputusan HTI tersebut jelas bertentangan dengan Negara Indonesia
yang menganut Negara Nasional dan memperbolehkan demokrasi.32
Penolakan NU terhadap sistem negara Islam sebenarnya telah banyak
didiskusikan oleh KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Pendirian tegas Gus
Dur terhadap ide formalisasi negara Islam yang menurutnya absurd dan ahistoris.
Gus Dur lebih menyetujui Islam sebagai bagian dari kehidupan setiap individu
dalam masyarakat. Ketaatan seorang hamba tidak diukur apakah dia menerapkan
negara Islam atau bukan tapi ketaatannya secara individual kepada Tuhannya.33
Dari rangkaian perdebatan tentang terbitnya Perppu tersebut, NU adalah
salah satu ormas yang mendukung penerbitan Perppu ormas dan mendukung
dibubarkannya HTI. Peneliti melihat, Pertama, NU sebagai civil society memiliki
peran besar dalam mencegah gerakan radikal yang hendak merubah Pancasila
sebagai dasar negara, di antara banyak organisasi Islam yang ada, NU secara
terang-terangan bersebrangan dengan HTI bahkan NU mendukung untuk
dibubarkannya HTI. Sikap yang bersebrangan inilah yang membuat peneliti ingin
menggali lebih dalam alasan NU mendukung Perppu ormas yang berdampak
dibubarkannya HTI, meskipun sesama organisasi Islam.
Kedua, HTI dikatakan sebagai organisasi radikal yang hendak mengubah
sistem negara menjadi khilafah dan ingin menerapkan syariat Islam di Indonesia.
terdapat bukti-bukti bahwa HTI sebagai organisasi radikal, seperti hasil keputusan
konferensi Hizbut Tahrir Internasional, yaitu ingin membentuk negara
transnasional dan menganggap demokrasi itu haram. Pidato pada muktamar
32
http://www.nu.or.id/post/read/78642/soal-pembubaran-hti-ini-penjelasan-mahfud
diakses pada tanggal 6 Desember 2017. 33
Hasbi Aswar, “Respon Nahdlatul Ulama Terhadap Gagasan”, 7.
14
khilafah di Gelora Bung Karno pada tahun 2013 pun menginginkan merubah
kedaulatan rakyat, merubah sistem nasionalisme, dan memperjuangkan penegakan
sistem khilafah. Namun saat dikatakan HTI sebagai organisasi radikal, mereka
selalu membantah. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui alasan apa saja yang
membuat HTI dikatakan sebagai organisasi radikal.
Ketiga, terbitnya Perppu ormas ini menuai pro dan kontra dikalangan
masyarakat. Ada anggapan terbitnya Perppu ormas ini bertujuan untuk
memberangus lawan-lawan politiknya, isi Perppu tersebut telah mengambil
kebebasan yang diberikan. Setelah terbitnya Perppu ini baru HTI saja yang
dibubarkan, terkesan Perppu tersebut memang bertujuan untuk melemahkan HTI.
selain respon kontra, ada juga yang merespon untuk mendukung terbitnya Perppu
ormas tersebut seperti NU. Setelah terbitnya Perppu ormas ini kemudian dibahas
dan di sahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang. Dalam kebijakan ini eksekutif
dan ligislatif saling mendukung. Oleh karena itu hal ini menarik untuk diteliti
kenapa Perppu tersebut dapat disahkan menjadi undang-undang tanpa melalui
proses yang begitu alot karena didukung oleh tujuh fraksi dan hanya tiga fraksi
yang menolak.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti mengambil judul “Civil Society
dan Radikalisme: Studi Atas Dukungan NU terhadap Pembubaran HTI”. Peneliti
melihat kasus tersebut penting untuk diteliti dikarenakan dapat memberikan
gambaran peran civil society dalam hal ini adalah NU yang konsisten mencegah
gerakan radikalisme dari masa kemasa, dalam skripsi ini juga meneliti HTI
15
sebagai organisasi radikal sehingga HTI dibubarkan oleh pemerintah melalui
Perppu ormas tersebut.
B. Pertanyaan Penelitian
Sesuai dengan penjabaran pernyataan masalah di bagian awal, maka
peneliti menyusun pertanyaan yang berkesinambungan untuk mendapat pokok-
pokok permasalahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pertanyaan-
pertanyaan ini diharapkan dapat mengarah pada tema besar penulisan skripsi,
yaitu Civil Sociey dan Radikalisme “Studi atas Dukungan Nahdlatul Ulama
Terhadap Pembubaran HTI”. Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan disusun
sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan NU terhadap HTI?
2. Apa faktor-faktor yang menyebabkan NU mendukung dibubarkannya HTI?
3. Bagaimana peran NU dalam mencegah gerakan radikalisme?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui pandangan NU terhadap HTI.
b. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan NU mendukung
dibubarkannya HTI.
c. Mengetahui peran NU dalam mencegah gerakan radikalisme.
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian dibagi ke dalam dua bagian, diantaranya
adalah:
Manfaat Akademik
16
Untuk memperkaya khazanah intelektual keIslaman dan kebangsaan di
Indonesia. Peneliti berharap agar penelitian ini dapat berguna bagi studi
Ilmu Politik khususnya dalam mata kuliah gerakan politik Islam di
Indonesia dengan fokus NU sebagai civil society dalam menjaga keutuhan
NKRI dari gerakan Islam radikal, yang dikaji secara mendalam dengan
memakai teori Politik.
Manfaat Praktis
Penelitian ini pada dasarnya memiliki dua keuntungan, bagi peneliti dan
pembaca. Bagi peneliti, penelitian ini bertujuan untuk menambah ilmu
yang dapat dimiliki oleh Peneliti, dan juga dapat mengetahui serta
mempelajari bagaimana Peran NU dalam menghadapi gerakan Islam
radikal, salah satunya NU mendukung dibubarkannya HTI sebagai
organisasi Islam radikal melalui UU ormas tersebut. Dan bagi para
pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menjawab kenapa Nahdlatul
Ulama mendukung UU ormas yang berdampak pada pembubaran HTI.
D. Tinjauan Pustaka
Pada saat diterbitkannya Perppu ormas, NU adalah salah satu organisasi
yang sangat mendukung terbitnya Perppu tersebut hingga disahkan menjadi UU.
Alasan dukungan NU tersebut bertujuan untuk mempertahankan Pancasila dari
ormas-ormas yang hendak merubah ideologi negara. Pembahasan ini diharapkan
mampu menjelaskan kenapa NU mempertahankan Pancasila dan sangat
menentang gerakan radikalisme Islam.
17
Pertama, Mochamad Parmudi dalam sebuah jurnal yang berjudul
“Kebangkitan Civil Society di Indonesia”.34
Jurnal ini menjelaskan bahwa
kebangkitan civil society dimanifestasikan dalam beberapa jenis gerakan sosial.
Gerakan sosial ini bertujuan untuk mengurangi dan mengontrol peran negara
dengan cara melalui tulisan, pertunjukan seni, diskusi yang bernada kritik ataupun
demosntrasi penolakan terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah. Berbeda dengan
skripsi peneliti, disini peneliti memposisikan civil society menjadi penguat
terhadap kebijakan Pemerintah, bukan memperlemah dengan pengurangan kontrol
Pemerintah terhadap berbagai bidang kehidupan di masyarakat. Adapun bentuk
penguatan kebijakan Pemerintahnya adalah dengan cara mendukung terbitnya
Perppu ormas dan mendukung untuk disahkan menjadi undang-undang.
Kedua, Anzar Abdullah, dalam jurnalnya yang berjudul “Gerakan
Radikalisme dalam Islam: Perspektif Historis”.35
Jurnal ini menjelaskan
radikalisme dalam Islam di era kontemporer ini lebih menekankan terhadap
respon Islam atas Barat. Kelompok Islam radikal ini menolak sekularisme Barat
yang memisahkan agama dan politik. Oleh karena itu muncul gerakan yang
bercita-cita membangun khilafah Islamiyah, termasuk di Indonesia dengan adanya
kehendak kelompok Islam radikal yang ingin mendirikan negara Islam dibawah
satu komando khilafah. HTI adalah salah satu organisasi yang bersifat radikal
dalam hal ide politiknya.
34
Mochamad Parmudi, “Kebangkitan Civil Society di Indonesia”. At taqaddum. Vol. 7.
No. 2. (November 2015). 35
Anzar Abdullah. “Gerakan Radikalisme dalam Islam: Persepkti Historis”. Addin. Vol.
10. No. 1. (Februari 2016).
18
Yang menjadi pembeda dalam skripsi peneliti adalah peneliti ingin
menjelaskan tentang peran civil society yaitu NU dalam memerangi gerakan
radikal. Kelompok radikal yang dimaksud adalah HTI. Sedangkan dalam jurnal
Anzar hanya menjelaskan HTI sebagai kelompok radikal dan tidak menyinggung
peranan civil society dalam memerangi kelompok radikal tersebut.
Ketiga, Hasbi Aswar, melakukan penelitian yang berjudul “Organisasi
Nahdlatul Ulama Memerangi Radikalisme Politik Islam di Indonesia”.36
Dalam
penelitiannya itu, Hasbi Aswar menyebutkan bahwa ideologi baru di Indonesia,
seperti negara Islam dan Khilafah Islamiyah dalam pandangan NU adalah
ancaman bagi NKRI. Dan dijelaskan juga peran NU dalam menangkal
radikalisme dilakukan bukan hanya bekerja sama dengan pemerintah saja, namun
dengan lembaga-lembaga dari berbagai negara.Perbedaannya dalam skripsi yang
ditulis, dukungan yang dilakukan NU dalam mencegah gerakan radikal yaitu
dengan cara mendukung Perppu ormas dan undang-undang ormas, dalam aturan
tersebut dapat mencegah kelompok radikal yang berkeinginan merubah dasar
negara.
Keempat, jurnal yang ditulis oleh Erna Sari Dwi dan Ma’arif Jamuin yang
berjudul ”Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di Indonesia”.37
dalam jurnal ini
menjelaskan tentang perjalan HTI, pemikiran-pemikiran HTI dan infiltrasi-
infiltrasi yang dilakukan di Indonesia. Dalam upaya pencegahan gerakan radikal,
dalam jurnal ini pencegahannya mengarah kepada individu dari masyarakatnya
36
Hasbi Aswar, “Organisasi Nahdlatul Ulama Memerangi Radikalisme Politik Islam di
Indonesia” Proposal Penelitian, Fak Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, UII, (2015). 37
Erni Sari Dwi dan Ma’arif Jamuin ”Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di
Indonesia”, Suhuf, Vol. 27 No. 2, (November 2015).
19
seperti bersikap waspada dan menambah pengetahuan tentang keIslaman dan
kebangsaan. Sedangkan dalam skripsi yang ditulis peneliti, bentuk pencegahan
gerakan radikalismenya melalui peran civil society.
Kelima, buku yang ditulis oleh Hendro Prasetyo dan Ali Munhanif yang
berjudul “Islam & Civil Society Pandangan Muslim Indonesia”. Dalam buku ini di
jelaskan peran NU sebagai civil society pada saat menjadi partai politik dan pada
saat kembali ke khittah 1926, namun dalam penjelasan peranannya tersebut masih
bersifat umum seperti menjadi kontrol sosial politik di Indonesia.
Dalam penjelasan tulisan diatas cukup menggambarkan peranan civil
society dalam mencegah gerakan radikalisme Islam. Namun karena Perppu ormas
dan undang-undang ormas baru disahkan, maka belum banyak yang menulis
permasalahan ini, khususnya respons NU dalam menanggapi Perppu dan undang-
undang ormas tersebut dan sikap NU mendukung kebijakan pemerintah yaitu
mencegah gerakan radikal dengan membubarkan HTI.
E. Metode Penelitian
a) Metode dan Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan unit
analisis organisasi (institusi/kelompok). Studi kasus merupakan tipe
penelitian yang penelaahannya pada satu kasus yang dilakukan secara
intensif, mendalam, detail, dan konfrehensif. Penelitian ini termasuk ke dalam
jenis penelitian deskriptif atau disebut juga taksonomik, dimaksudkan untuk
20
eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena sosial-politik dengan
jalan mendeskripsikan.38
b) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dokumen dan wawancara. Dokumen meliputi, keputusan dan hasil-hasil
muktamar, fatwa organisasi, hasil putusan sidang PTUN, pernyataan resmi
organisasi dan surat kabar atau jurnal resmi organisasi NU. Pihak yang
diwawancarai adalah pengurus di PBNU yang memiliki kewenangan dalam
mengambil sikap organisasi.
Dalam penelitian terkait “Studi atas Dukungan Nahdlatul Ulama Terhadap
Pembubaran HTI”, dengan menggunakan teori civil society dan radikalisme.
Langkah yang dilakukan oleh peneliti mengumpulkan data dari berbagai
sumber, seperti hasil-hasil muktamar, artikel, buku NU yang menyatakan
menentang gerakan radikalisme, wawancara ke tokoh-tokoh NU terutama
pemangku kebijakan seperti KH Marsudi Syuhud (Ketua PBNU), KH Ahmad
Ishomuddin (Rois Syuriah PBNU). Selai itu sebagai penyeimbang, peneliti
mewawancarai Ust. Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), Gugum Ridho Putra
S.H., M.H (Kuasa Hukum HTI)
F. Sistematika Penulisan
Bab I, merupakan bagian pendahuluan yang akan menjelaskan keadaan
objek, metode dan teori yang digunakan dalam penelitian. Selain itu juga,
termasuk mengulas sedikit penelitian terdahulu yang masih relevan. Adapun
38
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Jakarta: Rajawali Press, 2010), 18.
21
rincian dari bab pertama adalah: Pernyataan masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoretis, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II, menjelaskan teori yang digunakan, adapun teori yang digunakan
adalah teori civil society dan radikalisme.
Bab III, memaparkan tentang radikalisme di Indonesia, pertama
fenomena radikalisasi dimasyarakat. Kedua Civil society sebagai counter
radikalisasi. Ketiga NU sebagai civil society. Keempat HTI dan radikalisme.
Bab IV, menyajikan analisis penulis terkait Pro Kontra Pembubaran HTI.
Dalam pembahasan ini mengupas tentang faktor-faktor pembubaran HTI, , Sikap
HTI terhadap kebijakan pemerintah, Tanggapan Kementrian Hukum dan HAM,
alasan NU kenapa mendukung Perppu ormas dan pembubaran HTI, dan peran NU
dalam mencegah gerakan radikal.
Bab V adalah bab penutup. Didalamnya dibagi menjadi dua bagian,
pertama adalah kesimpulan penelitian. Kedua adalah saran, yang akan memuat
saran penulis yang dirasa perlu tentang bagaimana peran NU dalam mencegah
gerakan radikal dan tetap menjaga keutuhan NKRI.
22
BAB II
KERANGKA TEORI
Kerangka teori pada bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang akan
dijadikan pisau analisa dalam melihat fenomena-fenomena politik yang akan
dibahas pada skripsi ini. Dalam kerangka bab ini hanya ada dua teori besar yang
akan dijelaskan yaitu teori civil society dan teori radikalisme.
A. Civil Society
Civil society adalah sebuah gagasan yang baru digunakan pada akhir tahun
1990-an, istilah civil society mengandung beberapa arti, seperti “masyarakat
sipil”, “masyarakat madani”, “masyarakat warga”, atau “masyarakat kewargaan”.1
Civil society memiliki perkembangan sejarah yang berbeda-beda dalam
perkembangan pemahamannya. Aristoteles mendefinisikan civil society (koinoia
politike) sebagai entitas masyarakat yang dapat terlibat langsung dalam
pengambilan kebijakan ekonomi politik.2 Cicero memahami civil society
(societies civviles) sebagai kebudayaan politik masyarakat kota yang
mendominasi komunitas lainnya.3
Lebih lanjut, Thomas Hobbes mendefinisakan civil society sebagai alat
negara dalam meredam konflik dan menjaga ketertiban. John Locke,
mendefinisikan secara terbalik dengan Hobbes, bahwa Civil Society merupakan
1 Hendro Prasetyo dan Ali Munhanif, Islam & Civil Society Pandangan Muslim
Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), 1. 2 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani
(Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), 217. 3 Ubaedillah dan Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, 217.
23
pelindung dari kebebasan dan hak milik warga negara. Dua orang tersebut
memadang bahwa perkembangan masyarakat membentuk civil society sebagai
sesuatu yang alamiah.4
Wacana civil society kemudian oleh Hegel, Marx dan Gramsci
dikembangkan, mereka memiliki kesamaan bahwa civil society merupakan sebuah
kelompok kelas dominan. Hegel menjelaskan bahwa komponen civil society dapat
dicampuri oleh negara sebagai bagian dari ide absolut agar civil society dapat
terhindar dari segala kepentingan pribadi.5 Sedangkan Marx mejelaskan bahwa
civil society adalah masyarakat borjuis yang mesti dihilangkan.6 Gramsci juga
menjelaskan bahwa civil society merupakan arena perebutan hegemoni ideologis
sebuah masyarakat.7
Periode berikutnya, teori civil society dikembangkan oleh Alexis de
Tocqueville dalam buku Democracy in America sebagai entitas pengembangan
kekuatan negara. Bagi Tocqueville, kekuatan politik civil society yang menjadikan
demokrasi di Amerika mempunyai daya tahan. Dengan terwujudnya pluralitas,
kemandirian dan kapasitas politik di dalam civil society, warga negara akan
mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara.
Dawam Rahardjo berusaha mengelaborasi pemahaman civil society
Tocqueville dengan menampilkan unsur pasar (market) berperan dalam
membentuk masyarakat madani. lalu Dawam membandingkan dengan pendapat
Robert Wuthrow yang menjelaskan faktor volutary atau kesedian masyarakat
4 Ubaedillah dan Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, 217.
5 Ubaedillah dan Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, 217.
6 Ubaedillah dan Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, 221.
7 Ubaedillah dan Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, 221.
24
sangat menentukan pola relasi pasar dan negara. Hal ini berlanjut dengan
pendapat Hannah Arendt dan Jurgen Habermas tentang ruang publik yang bebas
(free Public Sphere). Dengan adanya ruang publik yang bebas masyarakat dapat
secara bebas dan merdeka untuk menyampaikan pendapat, berkumpul dan
berserikat untuk kepentingan publik yang umum. Kemunculan kebebasan ruang
publik ini ditandai dengan kemunculan media massa, sekolah, partai politik, LSM
sukarela, dan lembaga pelayanan masyarakat.8
Dalam hubungannya dengan negara, civil society dapat menjalankan salah
satu fungsi dari tiga hal berikut yaitu, pertama, civil society berdiri sebagai perisai
yang dapat melindungi masyarakat dari kecendrungan negara yang represif dan
hegemonik. Kedua, civil society dapat bertindak sebagai mitra negara dalam
melaksanakan kepentingan publik. Ketiga, apabila kehidupan publik sudah di
akomodasi negara maka civil society dapat berfungsi sebagai komplementer.9
Civil Society sebagai wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi,
memiliki ciri, antara lain: kesukarelaan (voluntary), kesewasembadaan (self
generating), dan keswadayaan (self supporting), kemandirian tinggi berhadapan
dengan negara, dan keterikatan dengan normanorma atau nilai-nilai hukum yang
diikuti oleh warganya. Robert W Hefner menggambarkan bahwa konsep
masyarakat sipil berarti sesuatu yang membedakan secara luas dalam tradisi
teoritis yang berbeda. Dalam pemikirannya, gagasan ini mengacu pada sebuah
klub, organisasi keagamaan, kelompok bisnis, perserikatan buruh, elompok HAM,
dan asosiasi-asosiasi lainnya, yang berada diantara rumah tangga dan negara yang
8 Ubaedillah dan Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, 221.
9 Prasetyo dan Munhanif, Islam dan Civil Society,16.
25
diatur secara suka rela dan saling menguntungkan. Idenya adalah agar institusi
yang bersifat formal dapat bekerja, warga negara harus belajar berpartisipasi
dalam asosiasi sukarela lokal. Hal ini bisa melalui jaringan perjanjian masyarakat
sipil.10
Dalam kajian Islam dan Civil Society, Hendro Prasetyo dan Ali Munhanif
memberikan gambaran Islam yang dibedakan dalam dua kategori yaitu
Tradisionalis dan Modernis, memahami Civil Society secara mirip namun secara
posisi konsep hubungan dengan negara berbeda. Hal in akhirnya memberikan
penamaan yang berbeda pada konsep civil society dari dua kategori tersebut.
Persentuhan Islam Indonesia dengan konsep civil society sebenarnya pada tahun
1990-an yang dikenalkan dari intelektual muda NU seperti Muhammad AS
Hikam, doktor alumni Universitas Hawaii, yang memperkenalkan konsep civil
society pada kalangan NU. Respon NU yang positif akhirnya memberikan LSM
dari kalangan NU dalam pengembangan masyarakat diantaranya Lembaga Kajian
Islam dan Sosial (LKiS) di Yogyakarta, Perhimpunan Pengembangan Pesantren
dan Masyarakat (P3M) dan sebagainya yang bergerak pada pengembangan
masyarakat. Kajian yang diterbitkan sebuah buku yang membahas isu-isu
demokrasi, hak perempuan dan representasi fikih politik, HAM, dan masalah
gender.11
Dari kalangan Modernis, Sejumlah tokoh seperti Nurcholish Madjid,
Dawam Rahardjo, Amien Rais.atau Kuntowijoyo, memberikan pemahaman Islam
yang rasional, modern, dan cenderung liberal yang dekat dengan permasalahan
10
Robert W Hefner, Civil Islam, Islam dan Demokrasi di Indonesia, (Yogyakarta: ISAI
The Asia Foundation, LKIS edisi XXI, 2000), 67. 11
Prasetyo dan Munhanif, Islam dan Civil Society, 20.
26
HAM, demokrasi, pluralisme, inklusivisme, dan keadilan. Mereka bergerak dalam
lembaga kajian keagamaan dan sosial seperti yayasan Paramadina, Lembaga
Studi Agama dan Filsafat (LSAF). Mereka menggunakan terjemahan civil society
dengan bahasa masyarakat madani dikarenakan lebih terdengar akrab bagi
kalangan muslim. Hal ini juga dikemukakan oleh Wakil (Deputi) Perdana Menteri
Anwar Ibrahim yang mempopulerkan masyarakat madani sebagai sinonim dengan
civil society.12
Namun berbeda dengan modernis, tradisionalis memberikan kata civil
society bersinonim dengan Masyarakat Sipil. Bahasa ini memberikan pemaknaan
dengan posisi Islam Tradisionalis pada masa orde baru yang beroposisi sehingga
mereka menggunakan masyarakat sipil untuk memberikan penjelasan posisi
masyarakat yang ditindas negara. Sedangkan Modernis menggunakan bahasa
masyarakat madani untuk menunjukan sikap yang tidak oposisi dengan negara.13
Civil society secara intitusional dapat diartikan sebagai sebuah
pengelompokan dari anggota-anggota masyarakat sebagai warga negara mandiri
yang dapat dengan bebas dan egaliter bertidak aktif dalam wacana dan praksis
mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada
umumnya.14
Termasuk didalamnya adalah jaringan-jaringan, pengelompokan-
pengelompokan sosial yang mencakup mulai dari rumah tangga, organisasi-
orgaisasi sukarela (termasuk partai politik), sampai dengan organisasi-organisasi
yang mungkin pada awalnya dibentuk oleh negara, tetapi melayani kepentingan
12
Prasetyo dan Munhanif, Islam dan Civil Society, 20. 13
Prasetyo dan Munhanif, Islam dan Civil Society, 20. 14
Muhammad AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society, (Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia, 1996), 85.
27
masyarakat yaitu sebagai perantara dari negara di satu pihak dan individu dan
masyarakat dipihak lain.. namun demikian, civil soiety harus dibedakan dengan
suku, klan, atau jaringan-jaringan klientelisme, karena variabel yang utama di
dalamnya adalah sifat otonomi (kemandirian), publik dan civil. Hal ini
menyiratkan keharusan adanya kebebasan dan keterbukaan untuk berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat serta kesempatan yang sama dalam
mempertahankan kepentingan-kepentingan di depan umum.15
15
Hikam, Demokrasi dan Civil Society, 85.
28
B. Radikalisme
Radikalisme berasal dari bahasa latin yaitu radix yang artinya akar. Untuk
mencapai kemajuan, paham radikal melakukan suatu perubahan dan perombakan.
Dalam perspektif ilmu sosial, radikalisme adalah suatu keinginan untuk merubah
status quo yang sudah ada dengan cara menghancurkan status qou tersebut secara
total kemudian menggantikannya dengan yang baru.16
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, radikalisme adalah sebuah paham atau aliran yang
menginginkan suatu perubahan dengan cara kekerasan.17
Ada pengertian radikalisme menurut para tokoh. Pertama, menurut
Sartono Kartodirjo radikalisme adalah suatu gerakan sosial dengan menolak
seluruh aturan sosial yang sedang berjalan dengan menunjukan kebencian yang
kuat kepada yang sedang berkuasa.18
Sedangkan menurut KH. Hasyim Muzadi,
radikal, radikalisme dan radikalisasi adalah suatu hal yang berbeda. Radikal
adalah suatu pemikiran yang mendalam sampai ke akar-akarnya dan pemikiran ini
sangat diperbolehkan selagi itu masih dalam sebatas pemikiran saja. Karena
pimikiran seseorang tidak dapat dijadikan sebuah tindak kejahatan atau diadili
kecuali pemikiran tersebut berubah menjadi sebuah tindakan yang salah.19
Radikalisme adalah sebuah pemikiran radikal yang telah menjadi ideologi
atau madzhab. Sedangkan radikalisasi adalah tindakan seseorang yang begitu
16
Edi Susanto, “Kemungkinan Munculnya Paham Islam Radikal di Pesantren”, Tadris
(Vol. 2, No. 1, 2007), 3. 17
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1990), 354. 18
Sartono Kartodirjo, Ratu Adil, (Jakarta: Sinar Harapan, 1995), 38. 19
Abu Rokhmad, “Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal”, Wali
Songo, Vol. 20, No. 1 (Mei 2012), 82-83.
29
reaktif dikarenakan adanya ketidakadilan di masyarakat. Bentuk ketidakadilan di
masyarakat bisa dalam beberapa bidang seperti ekonomi, politik, ataupun
ketidakadilan dalam penegakan hukum.20
Apabila masalah-masalah dan
ketidakadilan masih terjadi dimasyarakat, maka radikalisasi masih akan tetap
muncul.
Radikalisme Islam adalah suatu gerakan pemurnian ajaran Islam yaitu
kembali kepada Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang
telah diamalkan oleh generasi awal Islam. Gerakan ini dipelopori oleh kelompok
salafiyah (wahabi) yang semula hanya dalam hal ibadah, namun dalam
perkembangannya kini telah menyentuh dimensi intelektual dan politik.21
Kelompok Islam radikal tidak hanya memandang Islam sebagai sebuah
agama saja yang hanya memberikan pedoman terhadap amalan-amalan dalam
ibadah, tetapi Islam juga dianggap sebagai pedoman hidup yang mengatur seluruh
aspek kehidupan manusia dan menjadi sebuah solusi dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan kehidupan di masyarakat. Pandangan ini berdampak
kepada keinginan kelompok Islam radikal untuk menjadikan syariat Islam sebagai
landasan bernegara.
Ada empat kriteria tentang Islam radikal yaitu: pertama, memiliki
keinginan untuk merubah tata nilai dan sistem yang telah ada, dengan keyakinan
ideologi dan sifat fanatik yang begitu tinggi. Kedua, apabila ada kelompok lain
yang dianggap bertentangan dengan mereka, maka mereka akan melakukan aksi-
aksi yang keras bahkan bertindak kasar. Ketiga, kelompok radikal memiliki ciri
20
Rokhmad, “Radikalisme Islam, 83. 21
Emna Laisa, “Islam dan Radikalisme”, Islamuna, Vol. 1, No. 1 (Juni 2014), 4.
30
khas baik dari segi penampilan ataupun ritual sebagai identitas mereka. Keempat,
kelompok Islam radikal dalam menyebarkan pahamnya bergerak secara geriliya,
meskipun ada juga yang dengan terang-terangan.22
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gerakan Islam radikal,
antara lain sebagai berikut: pertama, faktor agama. Yaitu dikarenakan kehidupan
umat manusia di dunia yang sudah jauh dari nilai agama oleh karena itu perlu
adanya semangat Islamisasi secara global sebagai suatu solusi untuk memperbaiki
permasalahan-permasalahan yang terjadi (penerapan sistem khilafah Islamiyah di
muka bumi).
Kedua, faktor sosial-politik. Dalam peradaban global, umat Islam sangat
tidak diuntungkan dengan sistem yang diterapkan oleh negara Barat, terjadinya
ketimpangan sosial yang merugikan kelompok muslim sehingga kelompok
muslim melakukan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi tersebut.
Perlawanan tersebut mengatasnamakan agama dengan melakukan gerakan
radikalisme.23
Ketiga, faktor pendidikan. Rendahnya jenjang pendidikan seseorang,
membuat orang tersebut minim dalam mendapatkan informasi, ditambah dengan
pemahaman keagamaan seseorang yang tidak begitu mendalam sehingga orang
tersebut dengan mudah menerima informasi ataupun ilmu dari seseorang yang
memiliki pemikiran radikal. Orang yang rendah pemahaman keagamaannya dapat
22
Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi
(Jakarta: Gema Insani Press, 2006), 243. 23
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalis, Modernisme, hingga
Post-Modernisme (Jakarta: Paramadina, 1996), 18.
31
dipengaruhi dan didoktrin dengan pemahaman keagamaan yang radikal sehingga
orang tersebut dapat bertindak radikal pula.
Keempat, faktor kultural. Negara Barat dikenal dengan sistem
sekularismenya yaitu sistem pemisahan antara agama dengan negara. Paham ini
dinggap oleh kelompok Islam telah mengotori budaya bangsa Timur dan umat
Islam. Dengan paham sekularisme dapat membahayakan moralitas umat Islam
dan membuat sendi-sendi kehidupan umat Islam termarjinalisasikan.24
Kelima, faktor ideologis anti westernisasi. Dalam menegakkan syariat
Islam, menurut kelompok Islam radikal simbol-simbol Barat harus dihancurkan.
Adanya westernisasi membuat umat Islam menjadi tertinggal dan terbelakang,
karena ketidakmampuan kelompok Islam radikal bersaing dalam budaya dan
peradaban global oleh karena itu mereka menggunakan jalur kekerasan.25
Ada dua makna Islam radikal, yaitu sebagai wacana dan aksi. Radikal
dalam wacana hanya keinginan atau pemikiran untuk mendirikan negara Islam,
tanpa adanya tindakan kekerasan. sedangkan radikal dalam aksi adalah keinginan
wacana tersebut direalisasikan dalam bentuk aksi atau tindakan kekerasan atas
nama agama.26
Dalam makna yang kedua, gerakan Islam radikal dalam
mewujudkan tujuannya untuk mendirikan khilafah Islamiyah di Indonesia, mereka
menggunakan jalur kekerasan dan menentang hukum yang berlaku. Untuk
24
Musa Asy'arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-qur'an (Yogyakarta: 1992),
95. 25
Laisa, Islam dan Radikalisme, 7. 26
Ismail Hasani dan Bonar T.N, Dari Radikalisme Menuju Terorisme (Jakarta: Pustaka
Masyarakat Setara, 2012), 11.
32
melakukan perlawanan kelompok Islam radikal membangun opini bahwa posisi
Pemerintah saat ini adalah bentuk yang thaghut.27
Dalam perkembangan politik di Indonesia, gerakan Islam radikal dapat
dibagi menjadi 3 bentuk jika dilihat dari awal mula berdiri dan perkembangannya.
Pertama, kelompok yang ingin menerapkan syariat Islam dalam kehidupan
bermasyarakat tanpa harus mendirikan negara Islam atau merubah bentuk negara
menjadi khilafah Islamiyah. Contoh dari kelompok ini yaitu Fron Pembela Islam
(FPI) dan Laskar Jihad. Kelompok ini hanya ingin menerapkan syariat Islam di
masyarakat, namun cara mereka cenderung menggunakan pendekatan kekerasan.
Kedua, kelompok yang memperjuangkan berdirinya Negara Islam Indonesia,
kelompok ini dinamai NII/DI-TII yang diprakarsai oleh Kartosoewiryo sebagai
imam NII. Kelompok ini telah berhasil ditumpas dan dilarang keberadaannya,
meskipun pada saat ini kelompok ini masih ada dalam jumlah yang kecil tanpa
memakai struktur organisasi kenegaraan NII. Ketiga, kelompok yang ingin
mendirikan khilafah Islamiyah di Indonesia, kelompok ini diwakili oleh HTI.28
dalam metode perjuangan HTI ada yang disebut dengan istilamu al-hukmi yaitu
pengambil alihan kekuasaan. Di beberapa negara Timur Tengah, Hizbut Tahrir
telah melakukan upaya pengambilalihan kekuasaan dan tindakan ini membuat
organisasi tersebut dilarang. Begitupun di Indonesia, HTI menganggap bahwa
27
Laisa, Islam dan Radikalisme, 7. 28
Nur Khalik Ridwan, Regenerasi NII: Membedah Jaringan Islam Jihadi di Indonesia,
(Jakarta: Erlangga, 2008), 9-12.
33
sistem demokrasi itu haram dan Pancasila harus dilenyapkan,29
kemudian mereka
menawarkan sistem khilafah Islamiah sebagai solusinya
29
Erni Sari Dwi Devi Lubis dan Ma’arif Jamuin. “Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI
di Indonesia”. Suhuf. Vol. 27. No. 2. (November 2015). 158-159.
34
BAB III
RADIKALISME DI INDONESIA
A. Fenomena Radikalisasi di Masyarakat
Dalam studi ilmu sosial, radikalisme merupakan suatu pandangan yang
menginginkan perubahan yang paling mendasar melalui apa yang
diinterpretasikannya sesuai dengan keadaan sosial yang sedang terjadi atau
ideologi yang dianutnya.1 Jadi radikalisme dapat diartikan sebagai suatu gejala
umum yang bisa terjadi di masyarakat dengan berbagai motif, baik sosial, budaya,
politik, maupun agama, yang ditandai dengan perbuatan kekerasan sebagai bentuk
penolakan terhadap keadaan yang sedang dihadapi.
Radikalisme tidak hanya dilabelkan kepada Islam saja, tetapi juga
dilebelkan peada penganut agama lainnya seperti agama Hindu, Budha, Yahudi
dan Kristen. Radikalisme yang terjadi pada agama Hindu seperti kekerasan agama
yang terjadi di India Selatan, yaitu diantara kaum Sikh Haluan keras dengan
Islam. Umat Yahudi di Israel juga melakukan tindakan radikal kepada umat Islam
Palestina. Penduduk beragama Budha di Myanmar melakukan tindakan radikal
terhadap Muslim minoritas di Rohinya.
Fenomena radikalisasi di masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak pasca
kemerdekaan hingga reformasi. Pasca kemerdekaan, radikalisasi mulai tampak
pada saat Kartosuwirjo memimpin sebuah operasi yang dilakukan pada tahun
1950 an dibawah bendera Darul Islam. Gerakan ini mengatasnamakan agama,
gerakan ini dapat ditumpas dan digagalkan, namun pada zaman pemerintahan
1 Ismail Hasani dan Bonar Tigor, Radikalisme Agama di Jobedetabek dan Jawa Barat:
Implikasinya terhadap Jaminan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan, (Jakarta: Pustaka
Masyarakat Setara, 2010), 19.
35
Soeharto gerakan ini muncul kembali, tetapi gerakan tersebut muncul atas
rekayasa yang dilakukan oleh militer. Bekas anggota DI/TII direkrut untuk
melakukan berbagai aksi seperti komando jihad dengan tujuan untuk memojokkan
Islam.2 Memasuki era reformasi, kelompok radikal menampakkan dirinya lebih
nyata lagi.
Pasca reformasi muncul gerakan radikal yang dipimpin oleh Azhari dan
Nurdin M Top yang kita kenal sebagai gembong teroris, selain itu ada juga
gerakan radikal lainnya seperti kejadian di Ambon, Poso dan daerah lannya.
Semangat radikalisme ini pastinya tidak luput dari permasalahan politik, sehingga
berdampak kepada kenyamanan keberagaman umat beragama di Indonesia.3
Di Indonesia, gerakan-gerakan radikal ini memiliki pendukung yang
cukup besar dan semakin meningkat. Serta memiliki tujuan yang berbeda-beda.
Ada kelompok yang hanya ingin memperjuangkan implementasi syariat Islam
tanpa harus mendirikan negara Islam, tetapi ada juga sebaliknya, yaitu ingin
mendirikan negara Islam “khilafah Islamiyah” seperti HTI.4
Kemunculan gerakan Islam radikal di Indonesia disebabkan oleh tiga
faktor: pertama, faktor internal yaitu dari umat Islam itu sendiri, karena terjadinya
penyimpangan norma-norma agama. Kedua, faktor eksternal yaitu yang dilakukan
diluar umat Islam seperti hegemoni Barat.5 Ketiga, ketidak sesuaian sistem di
Indonesia dengan pandangan/ideologi yang dianut oleh kelompok radikal,
2 Ahmad Asrori, “Radikalisme di Indonesia: Antara Historisitas Antropisitas”, Kalam,
(Vol. 9, No. 2, Desember 2015), 256. 3 Asrori, “Radikalisme di Indonesia”, 256.
4 Asrori, “Radikalisme di Indonesia”, 257.
5 Asrori, “Radikalisme di Indonesia”, 257.
36
sehingga kelompok tersebut melakukan gerakan-gerakan radikal demi
menegakkan ideologi yang dianutnya.
Paham radikalisme ini terjadi karena adanya proses Islamisasi yang
dilakukan secara tertutup, dan tidak membuka diri terhadap keberagaman
pandangan Islam lainnya, apalagi yang berbeda keyakinan, proses ini dilakukan
dikalangan anak-anak muda. Apabila paham ini dibiarkan, maka akan
menyebabkan disintegrasi bangsa, karena mereka menganggap bahwa ideologi
Pancasila tidak sesuai dengan ajarannya dan harus dirubah.6 Proses ini dilakukan
di mesjid-mesjid yang dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu, sehingga
kosekuensinya para pengikutnya memiliki sikap intoleran, yang menjadi
kekhawatiran apabila nanti mereka menjadi pejabat yang memiliki kebijakan di
Pemerintahan, maka yang ada dalam benak mereka adalah sikap intoleransi dan
keinginan untuk merubah Pancasila.
Esensi dari gerakan Islam radikal adalah bahwa gerakan tersebut bukanlah
sebuah gerakan keagamaan ataupun gerakan yang memperjuangkan keimanan.
Akan tetapi gerakan Islam radikal tersebut merupakan gerakan politik
(religionized politics) yang memperjuangkan tatanan kehidupan politik yang
bersumber dari Allah bukan dari kedaulatan rakyat. Gerakan Islam radikal
memiliki sebuah ideologi yang menjadikan agama dan negara menjadi sebuah
tatanan politik yang berlandaskan syariat Islam dengan cakupan kekuasaan
global.7
6 Asrori, “Radikalisme di Indonesia”, 260.
7 Hasbi Aswar, “Respon Nahdlatul Ulama terhadap Gagasan Islam Radikal di Indonesia”,
Thaqafiyyat (Vol. 17, No. 1, Juni 2016), 3.
37
Sebuah ideologi sangat dibutuhkan dalam sebuah negara untuk mengikat
masyarakatnya agar dapat hidup rukun dalam satu naungan ideologi. Di
Indonesia, para pendiri bangsa telah merumuskan dan menetapkan ideologi negara
yaitu Pancasila, oleh karena itu maka Pancasila sebagai ideologi negara harus
dijalankan dan dipatuhi. Pancasila memiliki sebuah prinsip bhineka tunggal ika
yang mengajarkan kita untuk hidup toleran dalam keberagaman. Karena di
Indonesia terdapat banyak agama, suku, budaya, ras.
Pasca reformasi kian marak ideologi baru yang dapat meresahkan
masyarakat seperti ideologi Islam radikal, yaitu sebuah ideologi yang bersifat
eksklusif yang selalu mengedepankan kekerasan dalam mewujudkan tujuannya.
Nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam ditafsirkan secara dangkal untuk
meligitimasi perbuatan radikalnya.
Ideologi radikal biasanya tumbuh subur di daerah-daerah yang
masyarakatnya terpinggirkan. Mereka menuntut pertanggungjawaban peran
pemerintah dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Keterpinggiran ini menimbulkan kecemburuan sosial, masyarakat yang
mengalami nasib seperti ini akan bersatu untuk membangun sebuah kekuatan baru
dalam naungan satu ideologi yang sama.8
Perkembangan teknologi yang begitu canggih, banyaknya pengguna media
sosial, kini dapat dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menyebarkan
fahamnya yang dapat mengancam idelogi Pancasila. Oleh karena itu perlu adanya
sebuah usaha yang dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah, ormas,
8 Nur Khamid, “Bahaya Radikalisme terhadap NKRI”, Millati, (Vol. 1, No. 1, Juni 2016),
124.
38
mahasiswa, LSM, media (pers) untuk membentengi masyarakat dari pengaruh
paham radikal.9
B. Civil Society Sebagai Counter Radikalisasi
Agenda tentang mengatasi radikalisasi saat ini, tidak hanya melibatkan
organisasi setingkat dunia atau sesama negara, tetapi penyelesaian permasalahan
radikalisasi juga melibatkan civil society. Sebenarnya negara juga memiliki
kekuatan untuk memberantas gerakan radikal, namun perlu juga ada pendekatan
secara persuasif untuk menyelesaikannya, dengan cara melakukan pendampingan
dan penangkalan ide-ide radikal ditengah masyarakat. Yang dapat melakukan
pendampingan tersebut dengan melakukan pendekatan persuasif adalah civil
society.10
Ditingkat internasional, pelibatan civil society dalam melalukan
pemberantasan gerakan radikal telah dipraktekan oleh Amerika Serikat dengan
membentk jaringan civil society baik yang liberal maupun yang moderat dalam
proses pengembangan pendidikan dan aktifitas kebudayaan. Begitu pula di
Indonesia, dalam mencegah gerakan radikal melakukan pendekatan persuasif
dengan cara bekerjasama dengan institusi dan seluruh komponen masyarakat.11
Pada prinsipnya, civil society bukanlah bagian dari pemerintah. Civil
society beraktifitas dari tingkatan lokal, nasional sampai internasional, bertujuan
untuk mengatasi permasalahan dalam mendukung kepentingan publik.12
9 Khamid, “Bahaya Radikalisme”, 126.
10 Aswar, “Respon Nahdlatul Ulama”, 2.
11 Aswar, “Respon Nahdlatul Ulama”, 2.
12 Aswar, “Respon Nahdlatul Ulama”, 5.
39
Dalam tingkatan nasional maupun global, civil society memiliki peran
dalam menghadapi berbagai isu dan permasalahan yang ada dimasyarakat, seperti
permasalahan lingkungan, sosial, kebijakan negara, memperjuangkan nasib
masyarakat, memobilisasi untuk mendapat dukungan publik, mengawasi
kebijakan pemerintah, memberikan edukasi terhadap masyarakat dan mencegah
perpecahan dalam berbangsa dan bernegara.
Civil society juga berperan dalam membendung gerakan radikal dengan
cara membantu pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi, sosial,dan
politik. Karena permasalahan tersebut dapat memacu kemunculan gerakan radikal.
Civil society juga memiliki peran dalam menyebarkan pesan dan pendidikan
kepada masyarakat untuk membendung ide radikal. Karena civil society dianggap
mampu berbaur dengan masyarakat,memperkuat solidaritas antar masyarakat dan
mampu membangun diolog dengan masyarakat untuk mendiskusikan terkait isu-
isu kontroversi yang berkaitan dengan radikalisme. Selain itu civil society juga
dapat terlibat langsung dan mengidentifikasi potensi-potensi munculnya gerakan
radikal dalam masyarakat sekaligus dapat langsung mengambil tindakan
pencegahan dengan melibatkan segala aktor yang ada di masyakarat seperti
pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan tokoh agama.13
C. NU Sebagai Civil Society
NU didirikan pada tahun 1926 oleh para kyai dan ulama tradisional yang
berasal dari pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sejak berdirinya, NU
telah berupaya untuk mempertahankan kepercayaan dan praktek keagamaan yang
13
Aswar, “Respon Nahdlatul Ulama”, 6.
40
bersifat tradisional dari serangan kaum reformis. Pada zaman pendudukan Jepang,
NU telah menunjukan pergerakannya dengan cara bergabung dengan organisasi
Islam lainnya seperti Muhammadiyah untuk membentuk Masyumi. Setelah
kemerdekaan Masyumi mulai dikenal oleh masyarakat Jawa sebagai partai politik.
Namun dalam perkembangannya Masyumi mengalami perpecahan. Pada tahun
1952, NU memisahkan diri dari Masyumi dan menjadi partai politik sendiri.
Dengan memisahkan diri dari Masyumi, NU masih bisa mengambil bagian
pemerintahan karena NU termasuk empat partai pemenang pemilu.14
NU dapat dikatakan sebagai civil society, meskipun NU selalu terlihat
kooperatif dengan pemerintah dan kurang berani dalam mengkritisi pemerintahan.
Di era Soekarno, NU memiliki cukup kursi di pemerintahan namun pada era
Soeharto karena memiliki kebijakan fusi partai, NU melebur dengan PPP hingga
tahun 1984. Dominasi negara terlalu kuat sehingga NU tidak mampu menjadi
penyeimbang negara.
Hasil Muktamar ke 27 di Situbondo, NU menyatakan kembali ke khittah
1926 dan melepaskan peranannya sebagai partai politik. NU kembali kepada
peranan awalnya yaitu sebagai organisasi sosial, keagamaan dan pendidikan.
Munurut A.S Hikam, NU sebagai organisasi sosial ataupun politik berupaya untuk
mengembangkan independensinya dan memiliki potensi untuk menjadi civil
society yang kuat di Indonesia, layaknya kelompok pro demokrasi lainnya.15
14
Esty Ekawati, “Nahdlatul Ulama (NU) Sebagai Civil Society di Indonesia”, Nuansa,
(Vol. 13, No. 2, Juli-Desember, 2016), 243. 15
Ekawati, “Nahdlatul Ulama“, 244.
41
Sebagai civil society di Indonesia, NU memiliki peranan sebagai berikut16
a. NU berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di masyarakat melalui
pesantren-pesantren yang tersebar di Nusantara. Selain memberikan pendidikan
keagamaan, NU juga bekerjasama dengan LP3ES untuk mengajarkan nilai-
nilai demokrasi khususnya untuk masyarakat lokal.
b. Untuk melakukan advokasi perempuan dan pengembangan peranan perempuan
di masyarakat, NU memiliki fatayat yang secara konsisten memberikan
pembekalan dan pendampingan.
c. Sejak berdirinya NU sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antar umat
beragama, NU juga menentang kelompok yang memperjuangkan penegakan
syariat Islam di negara dengan merubah menjadi negara khilafah.
d. Mendirikan lembaga-lembaga intelektual dan pro demokrasi, seperti
Lakpesdam, Sarbumusi (Sarikat Buruh Muslimin Indonesia), LPBH
(Lemabaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum), LP2NU (Lembaga
Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama).
NU termasuk civil society karena NU merupakan organisasi kultural
keagamaan yang memiliki kemandirian dan bertujuan untuk mempertahankan
kebenaran dan kepercayaan ajaran agama yang dianutnya.17
NU sebagai civil
society memiliki kekuatan politik tersendiri, yang dapat menjadi pengimbang dari
kekuatan negara dengan melakukan check and balance, organisasi NU memiliki
ciri kesukarelaan dan swadaya apabila berhadapan dengan negara, tetapi masih
16
Ekawati, “Nahdlatul Ulama“, 244. 17
Ekawati, “Nahdlatul Ulama”, 246.
42
dalam jalurnya atau tidak melanggar norma dan nilai hukum yang telah
ditetapkan. NU akan tetap mendukung kebijakan pemerintah yang memihak dan
mensejahterakan rakyatnya dan akan mengkritisi kebijakan yang dapat merugikan
rakyat Indonesia. oleh karena itu, NU adalah salah satu civil society yang berperan
aktif dalam pembangunan dalam negeri.18
D. HTI dan Radikalisme
Hizb Al-Tahrir didirikan oleh Taqiy Al-Din Al-Nabhani di Al Quds
Palestina pada tahun 1953. Sejak awal didirikan gerakan Islamis ini menyebut
organisasinya sebagai Partai Politik yang membedakan dengan Ikhwanul
Muslimin. Pada awalnya Hizb Tahrir juga telah mencoba mendaftarkan
organisasinya ke Departemen Dalam Negeri Pemerintahan Yordania sebagai
partai politik, namun oleh pemerintah Yordania permohonan tersebut ditolak
bahkan organisasinya dilarang.19
Latar belakang didirikannya HTI dapat ditinjau dari dua aspek yaitu,
historis dan normatif. Dari aspek historis, Hizb Tahrir menilai bahwa umat Islam
telah lama mengalami kemunduran, terhitung sejak abad ke 19 umat Islam telah
mengalami kemunduran pemikiran dan peradaban. Kehidupan sosial, politik,
ekonomi semakin menurun. Dengan keadaan seperti itu, Hizb Tahrir berupaya
untuk melepaskan keterpurukan umat Islam.20
18
Ekawati, “Nahdlatul Ulama“, 247. 19
Yahya Abdurrahman, “Biografi Singkat Pendiri Hizbut Tahrir Syaikh Taqiyuddin an-
Nabhani”, Al-Wa‟ie, (Vol. 5, No. 55, Maret 2005), 35-36. 20
Ainur Rofiq Al-Amin, “Demokrasi Perspektif Hizbut Tahrir Versus Religious Mardom
Salari Ala Muslim Iran”, Islamica, (Vol. 8, No. 1, September 2013), 29.
43
Menurut Taqiyudin An Nabani, setelah runtuhnya kehkhalifahan Turki
Ottoman pada tahun 1924, umat Islam mulai mengalami penurunan dari segala
aspek kehidupan. Umat Islam semakin direndahkan oleh bangsa Barat. Oleh
karena itu munurut Taqiyudin, umat Islam harus kembali kepada sistem ke
khalifahan agar umat Islam kembali kepada puncak kejayaannya dan tidak lagi
direndahkan derajatnya.21
Sedangkan dari aspek normatif, didirikannya Hizb Tahrir karena perintah
Allah yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 104. Dalam tafsiran ayat tersebut,
menurut HTI, umat Islam harus melakukan dakwah dengan amar ma‟ruf nahyi
munkar. Dakwah yang dilakukan juga harus memiliki jamaah yang terorganisir
berupa partai politik.22
Menurut Ainur Rofiq, berdirinya Hizb Tahrir disebabkan karena telah
berdirinya negara Israel pada tahun 1948, setelah itu Israel malakukan penjajahan
kenegara-negara sekitarnya termasuk ke Palestina tanah kelahiran pendiri Hizb
Tahrir. Hizb Tahrir melakukan perlawanan terhadap penjajahan itu, karena
negara-negara dunia memiliki solidaritas tinggi untuk membela Palestina, peluang
itu dimanfaatkan oleh Hizb Tahrir untuk melebarkan organisasinya ke negara-
negara lain.23
Tujuan didirikannya Hizb Tahrir adalah untuk melanjutkan kehidupan
umat Islam dan mengemban misi dakwah. Menurut Hizb Tahrir untuk
21
Al-Amin, “Demokrasi Perspektif Hizbut Tahrir”, 29. 22
Al-Amin, “Demokrasi Perspektif Hizbut Tahrir”, 29. 23
Masdar Hilmy, Islam sebagai Realitas Terkonstruksi, (Yogyakarta: Kanisius, 2009),
133.
44
menyelesaikan persoalan umat Islam yang begitu komplek yaitu dengan cara
mengembalikan hukum syariat Islam dan menegakkan negara khilafah.24
Hizb Tahrir masuk ke Indonesia pada tahun 1980, pada awal gerakannya
di Indonesia HTI melakukan dakwah-dakwah di kampus besar seluruh Indonesia.
Setelah orde baru tahun 1990, dakwah HTI mulai berkembang dan menyebar
kemasyarakat, dakwah tersebut dilakukan di mesjid-mesjid, perkantoran dan
perusahaan.25
HTI merupakan organisasi radikal jika dilihat dari ide politiknya, namun
upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuannya menggunakan cara-cara yang
damai. HTI dikatakan radikal karena yang diperjuangkan adalah melakukan
perubahan politik fundamental dengan cara melakukan penghancuran secara total
negara bangsa yang sudah berdiri sampai saat ini. Setelah dihancurkan, negara
tersebut digantikan dengan negara Islam dibawah satu kepemimpinan khilafah.26
HTI dalam melakukan suatu gerakan tidak dengan cara frontal seperti
organisasi radikal lainnya, contohnya Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Tetapi
HTI melakukan gerakan secara bertahap, oleh karena itu sampai sekarang belum
ada bukti yang cukup kuat yang dilakukan HTI dalam melakukan tindakan
kekerasan ataupun terorisme. Adapun tahap-tahap yang dilakukan oleh HTI untuk
mencapai tujuan politiknya sebagai berikut:
24
Al-Amin, “Demokrasi Perspektif Hizbut Tahrir”, 30. 25
Al-Amin, “Demokrasi Perspektif Hizbut Tahrir”, 31. 26
Anzar Abdullah, “Gerakan Radikalisme dalam Islam: Perspektif Historis”, Addin,
(Vol.10, No.1, Februari 2016), 10.
45
a. Tahap Tatsqif (pembinaan dan perkaderan), tahapan ini dilakukan untuk
merekrutrut orang-orang bergabung dengan HTI dan memiliki tujuan politik
yang sama, tahapan ini adalah modal awal untuk membentuk kerangka sebuah
partai.
b. Tahap tafa‟ul (interaksi), tahapan ini bertujuan untuk melakukan interaksi
dengan umat agar mampu mengemban dakwah Islam, sehingga umat akan
menjadikan dakwah sebagai urusan utama dalam hidupnya. Dengan terus
melakukan dakwah maka dapat mempengaruhi masyarakat lebih luas
c. Tahap istilamul hukmi (pengambil alihan kekuasaan), apabila kekuasaan sudah
diambil alih maka HTI mampu menerapkan hukum Islam secara total dan juga
dapat menyebarkannya keseluruh dunia.27
Dari ketiga tahapan inilah HTI melakukan upaya pendirian negara Islam.
perjuangan HTI dilakukan dari bawah mulai dari melakukan perekrutan anggota,
proses perkaderan, berdakwah ke masyarakat, menyebarkan informasi melalui
media massa, famplet, seminar-seminar dan angkah-lagkah strategis lainnya.
Pengambil alihan kekuasaan yang dilakukan HTI tidak dilakukan melalui
jalur konstitusional seperti mendirikan partai politik dan mengikuti pemilu untuk
mendapatkan kekuasaan. Tetapi HTI melakukannya secara sistematis dari
menggalang basis massa, melakukan doktrin, dan ketika sudah pada waktu yang
tepat, HTI melakukan revolusi seperti yang pernah dilakukan di Hizbut Tahrir
dinegara Palestina dan beberapa negara lainnya. Dalam portal resmi HTI pada
tahun 2014 pun ketua DPP HTI pernah menyerukan kepada militer untuk merebut
27
Abdullah, “Gerakan Radikalisme dalam Islam”, 11.
46
kekuasaan. Dalam portalnya HTI mengatakan “Wahai tentara, wahai polisi, wahai
jenderal-jenderal tentara Islam, ambil kekuasaan itu, dan serahkan kepada Hizbut
Tahrir untuk mendirikan khilafah”.28
HTI ini lahir pada masa kontemporer sekarang ini, organisasi ini lebih
merespon terhadap permasalah luar Islam, HTI lebih memperjuangkan terhadap
dominasi dan hegemoni Barat melului proyek-proyek konolonisasi yang menjajah
negara-negara muslim di dunia. HTI selalu mengagungkan dan mengunggulkan
kejayaan Islam pada masa lampau, yang ditekankan adalah benturan budaya
dengan Barat, bukan melakukan upaya harmonisasi antara Barat dan Islam.29
28
https://IslamIndonesia.id/berita/portal-hti-seru-militer-rebut-kekuasaan-kembali-jadi-
sorotan.htm di unduh pada Jumat, 07 September 2018. 29
Abdullah, “Gerakan Radikalisme dalam Islam”, 13.
47
BAB IV
PRO KONTRA ATAS PEMBUBARAN HTI
A. Faktor-Faktor Pembubaran HTI
Pada tahun 2006, HTI tercatat di Kementrian Dalam Negeri sebagai
organisasi sosial keagamaan dengan nama Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia.
Setelah itu pada tanggal 2 Juli 2014, Setelah pendiriannya, lengkap dengan
anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan susunan kepengurusannya,
perkumpulan ini juga telah memohon untuk mendapatkan pengesahan sebagai
perkumpulan berbadan hukum kepada Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia. melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM
tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan, HTI berhasil
mendapatkan status Badan Hukum Perkumpulan di Kementrian Hukum dan HAM
melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum), yaitu suatu sistem
layanan pengesahan akta perkumpulan/persekutuan secara online.
Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an. Namun para
pendiri dan penggiat HTI menyembunyikan identitas sesungguhnya, dengan tidak
mendeklarasikan dan mendaftarkan sebagai partai politik, melainkan hanya
sebagai organisasi masyarakat (perkumpulan) atau organisasi non-politik bernama
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pengelabuan ini merupakan bagian dari strategi
penyusupan kedalam berbagai struktur pemerintahan dan tatanan masyarakat.1
1 Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 3.
48
Melalui pengamatan pemerintah yang sudah dilakukan sejak lama terhadap
kegiatan yang dilakukan HTI, atas fakta dan pemikiran serta pertimbangan, demi
melindungi kepentingan yang lebih besar dan demi keselamatan seluruh rakyat
Indonesia, maka Kementrian Hukum dan HAM mencabut status pendirian badan
hukum perkumpulan HTI, tertanggal 19 Juli 2017. Pencabutan status badan
hukum perkumpulan HTI mengacu pada penerbitan Perppu ormas No. 2 Tahun
2017 tentang organisasi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam
pencabutan SK dan pembubaran HTI, yaitu sebagai berikut:
Pertama HTI ingin Mendirikan Khilafah. Sebagai suatu organisasi politik,
HTI membawa konsep khilafah yang menurut interpretasinya sebagai satu-
satunya model pemerintahan dalam Islam. Dalam konsep ini, seluruh rakyat
Indonesia harus tunduk pada pemerintahan khilafah, yang dipimpin oleh seorang
khalifah yang mungkin saja berada di luar Indonesia. sebagai konsekuensinya dari
pandangan tersebut, HTI tidak percaya pada nasionalisme dan karenanya tidak
percaya pada konsep NKRI yang berdaulat. Menurut mereka Indonesia
seharusnya adalah bagian dari khilafah Islam.2
Kedua, HTI tidak mempercayai Pancasila dan UUD 1945. Ketiga, HTI
juga tidak mempercayai demokrasi dan sistem pemilihan umum. Apabila saat ini
HTI menerimanya, maka itu dilakukan hanyalah dalam retorika dan untuk
2 Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 3.
49
sementara. Prinsip dan tujuan HTI, suatu saat nanti Indonesia harus menjadi
bagian dari khilafah Islam.3
Keempat, dalam doktrin radikal HTI semua negara di dunia saat ini
merupakan dar al kufur (negara orang kafir) dan dar al-harb (negara yang boleh
diperangi). Kelima, HTI menginginkan kedaulatan rakyat diganti dengan
kedaulatan Tuhan, khalifah hanya laki-laki muslim, bahasa kehalifahan hanya
bahasa Arab. Keenam HTI menganggap demokrasi, HAM, kesetaraan gender,
pluralisme adalah paham kafir.4
Dalam konsep kekhalifahan Islam yang dibayangkan HTI, sebuah negara
baru dikatakan sah sebagai negara Islam apabila negara tersebut telah menerapkan
hukum Islam dan kekuasaan pemerintahannya harus dikendalikan oleh kaum
muslim, sedangkan non-muslim adalah masyarakat kelas dua yang tidak memiliki
hak politik yang sama.5
Tujuan HTI mendirikan suatu negara Islam berbentuk khilafah tersebut
tentu saja sangat bertentangan dengan tujuan NKRI yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945, yang sangat menjamin kesetaraan dalam segala aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda suku,
agama, budaya dan bahasa.
3 Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 3. 4 Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 4. 5 Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 4.
50
Oleh karena itulah, HTI yang mempunyai ideologi bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945, maka seharusnya HTI tidak boleh dan tidak punya hak
hidup di bumi Indonesia yang penuh dengan kemajemukan ini. Hizbut Tahrir juga
telah dilarang dan dibubarkan di beberapa negara seperti Mesir, Yordania, Arab
Saudi, Libya, Turki, Malaysia dan negara lainnya, kurang lebih sudah ada 20
negara yang melarang keberadaan Hizbut Tahrir.6
B. Sikap HTI terhadap Keputusan Pemerintah
Dicabutnya status pendirian badan hukum perkumpulan HTI dengan
terbitnya keputusan Menteri Hukum dan HAM, membuat HTI merasa dirugikan
karena tidak dapat lagi melakukan kegiatan seperti dakwah, mengadakan
pengajian, seminar, menerbitkan buku dan kegiatan lainnya. Selain tidak dapat
melakukan kegiatan, dampak yang terjadi adalah adanya intimidasi kepada para
anggota HTI ditengah-tengah masyarakat, seperti tuntutan mempidanakan anggota
HTI, pemberian sanksi dalam pekerjaannya, pemburuan dosen-dosen HTI dan
bentuk intimidasi lainnya. Oleh karena itu HTI melakukan upaya hukum dengan
mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).7
Dalam pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No 9 Tahun 2004 tentang
perubahan atas Undang-Undan No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara menyatakan:
“orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
oleh keputusan Tata Usaha Negara, dapat mengajukan gugatan tertulis
kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar keputusan
6 Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 5. 7 Wawancara dengan Ust Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), pada tanggal 4 Juni 2018.
51
Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah,
dengan atau tanpa disertai ganti rugi dan/atau direhabilitasi”.8
Dalam pengajuan gugatan ke PTUN ini, Prof Yusril Ihza Mahendra
menjadi kuasa hukum HTI. Pihak HTI menganggap bahwa keputusan Tata Usaha
Negara yang diterbitkan oleh Kementrian Hukum dan HAM, bertentangan dengan
peraturan perudang-undangan yang berlaku dan bertentangan dengan Asas-Asas
Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).9
Menurut Ust. Ismail Yusanto bahwa semenjak berdiri dan memperoleh
status berbadan hukum, HTI selalu menjalankan kegiatan dengan tetap
berpedoman kepada hukum yang berlaku, kegiatan yang dilakukan selalu
mendapatkan izin, berjalan aman, damai dan tidak menimbulkan gangguan bagi
kelompok masyarakat. Bahkan selama menjalankan kegiatannya baik pengurus
maupun anggotanya, baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah, HTI tidak
pernah disangka/didakwa melakukan tindakan-tindakan yang dilarang oleh
hukum, tidak ada satupun pegurus atau anggotanya yang pernah dipanggil,
diperiksa, ataupun diberi surat peringatan karena diduga melakukan pelanggaran
administratif atau pidana.10
Ust. Ismail Yusanto menyatakan bahwa HTI juga memiliki identitas dan
asas yang jelas sebagaimana dituangkan dalam pasal 4 AD HTI yaitu “gerakan
dakwah Islam berasaskan Islam didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
8 UU No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan tata Usaha Negara, dalam Dokumen Gugatan
HTI dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan Oktober dan
diperbaiki pada bulan November 2017, 8. 9 Dokumen Gugatan HTI dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, yang
diajukan pada bulan Oktober dan diperbaiki pada bulan November 2017, 3. 10
Wawancara dengan Ust Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), pada tanggal 4 Juni 2018.
52
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945” sedangkan tujuan didirikannya HTI
adalah untuk “melanjutkan kehidupan Islam dengan menegakkan syariat Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (kaffah)”.11
Bagi
HTI, identitas, asas dan tujuan berdirinya HTI adalah suatu hal yang normal dan
sah, dan tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan dasar negara Pancasila dan
UUD1945. HTI juga mengakui keberadaan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
Dalam dakwah yang dilakukan HTI yang selalu membawakan materi
tentang khilafah, dianggap oleh HTI sebagai bagian dari ajaran Islam yang
dibahas dalam begitu banyak literatur Islam dari zaman awal Islam hingga
sekarang. Dalam sejarah pemikiran Islam, khilafah termasuk kajian dalam bidang
politik dan fiqih siyasah, yang dalam sejarahnya terbuka untuk didiskusikan dan
terdapat banyak tafsir yang berbeda dari para ulama, pemikir dan fuqaha.12
HTI
beranggapan khilafah yang sering dijadikan materi dakwah itu tidak bertentangan
dengan Pancasila.
Menurut salah satu kuasa hukum HTI, Gugum Ridho Putra, S.H., M.H.
bahwa Perppu ormas yang diterbitkan oleh pemerintah dianggap memang
ditargetkan untuk membubarkan HTI. Dalam membubarkan HTI pemerintah tidak
pernah mengajak berdialog untuk saling menjelaskan perbedaan pandangan
mengenai suatu masalah. Sampai dicabutnya status badan hukum pendirian HTI,
tidak diketahui atas dasar dan alasan apa pemerintah membubarkannya. Dalam
11
Wawancara dengan Ust Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), pada tanggal 4 Juni 2018. 12
Wawancara bersama Ust Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), pada tanggal 4 Juni 2018.
53
SK pencabutannya pun pemerintah tidak mencantumkan penjelasan
dibubarkannya.13
Tindakan yang dilakukan Menko Polhukam juga dianggap telah
melanggar norma dan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, yang dalam
pasal 55 ayat (1) dikatakan “setiap keputusan harus diberi alasan pertimbangan
yuridis, sosiologi, dan filosofis yang menjadi dasar penetapan keputusan”.14
Dalam SK nya juga tidak secara jelas dasar hukum apa yang dijadikan sebagai
landasan untuk mengambil keputusan dan konsideran mengingatnya, sehingga
HTI tidak mengetahui pasal mana yang telah dilanggar. Penyebutan secara umum
norma peraturan perundang-undangan tanpa secara spesifik menyebutkan pasal
mana yang dilanggar adalah melanggar asas kecermatan, yang merupakan salah
satu AAUPB tentang Administrasi Pemerintahan.15
Oleh karena itu, berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut, HTI meminta agar SK yang telah
diterbitkan itu untuk dibatalkan dan dinyatakan tidak sah.
C. Tanggapan Kementrian Hukum dan HAM
Dalam menjawab gugatan HTI yang diajukan dalam bentuk tertulis di
PTUN, Kementrian Hukum dan HAM sebagai pihak tergugat memberikan
jawaban dan uraian tentang dasar alasan kenapa HTI dibubarkan melalui SK
pencabutan status badan hukum pendirian HTI. Kementrian Hukum dan HAM
13
Wawancara bersama Gugum Ridho Putra, S.H., M.H. (Kuasa Hukum HTI), pada
tanggal 4 Juni 2018. 14
Dokumen Gugatan HTI dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, yang
diajukan pada bulan Oktober dan diperbaiki pada bulan November 2017, 18. 15
Wawancara dengan Gugum Ridho Putra, S.H., M.H. (Kuasa HTI), pada tanggal 4 Juni
2018.
54
menyatakan bahwa SK pembubaran yang dikeluarkan tidak bertentangan dengan
hukum dan telah sesuai dengan AUPB karena: pertama, ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang. Kedua, dibuat sesuai prosedur. Ketiga, substansinya sesuai
dengan objek keputusan.16
Pertama, Pejabat berwenang yang dimaksud dalam menerbitkan SK
pembubaran HTI adalah Dirjen Administrasi Hukum Umum atas nama Menteri
Hukum dan HAM sesuai dengan pasal 61 ayat (3) Perppu Ormas yang
menyatakan bahwa sanksi administratif berupa pencabutan SK dan pencabutan
status badan hukum langsung dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atau Menteri
Hukum dan HAM.
Kedua, Selain memiliki kewenangan secara hukum, SK pembubaran HTI
juga telah dibuat sesuai prosedur. Adapun prosedur yang telah dilalui yaitu:
pertama, mencabut status badan hukum yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan
HAM terhadap ormas yang ideologinya dan kegiatannya dengan nyata
mengancam kedaulatan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Mengacu
pada pasal 61 ayat (3) yang berbunyi “penjatuhan sanksi administratif berupa
pencabutan status badan hukum”17
dan pasal 61 ayat (4) Perppu Ormas yang
berbunyi “dalam melakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Menteri yang menyelenggarakan pemerintahan dibidang hukum dan ham dapat
meminta pertimbangan dari instansi terkait”18
Mengacu pada pasal tersebut,
16
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 11. 17
Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Pasal 61 Ayat 3, 16. 18
Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Pasal 61 Ayat 4, 16.
55
penerbitan SK telah melalui pertimbangan intansi terkait yang dimaksud yaitu
Kementrian Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Ketiga, substansinya sesuai dengan objek keputusan. Adapun substansi
yang dimaksud bahwa dalam SK yang diterbitkan telah memberikan sanksi
berupa pencabutan status badan hukum, terhadap ormas yang mengancam
kedaulatan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.19
Menurut, kuasa hukum pihak pemerintah menjelaskan bahwa HTI telah
mengingkari asas-asas umum yang berlaku untuk organisasi kemasyarakatan yang
berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945 didalam NKRI. Pengingkaran yang
dilakukan oleh HTI tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif
untuk mengganti Pancasila dengan sistem khilafah yag berbahaya bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara, antara lain:20
a. HTI mendaftarkan diri sebagai organisasi kemasyarakatan, padahal HTI adalah
organisasi politik (partai) yang bertujuan untuk merebut kekuasaan. Secara
etimologis hizb artinya partai, sedangkan tahrir adalah pembebasan, sehingga
menjadi partai pembebasan.
b. HTI memiliki kesamaan tujuan politikdengan seluruh organisasi politik Hizbut
Tahrir diberbagai negara yaitu membubarkan negara-negara bangsa (nation
states) termasuk NKRI, untuk menjadi bagian dari suatu kekhalifahan
19
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 13. 20
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 15.
56
c. HTI telah membuat Rancangan Undang-Undang Dasar Islami versi Hizbut
Tahrir (AD Dustur Al Islami) sebagai pengganti UUD 1945, yang ditulis oleh
Taqiyudin An-Nabhani.
d. HTI telah berulangkali melakukan kegiatan di berbagai daerah yang telah nyata
bertentangan dan bahkan hendak menggantikan Pancasila.
e. HTI dengan terbuka mengadakan Konferensi Internasional tentang khilafah
yang dihadiri oleh ribuan peserta di Gelora Bung Karno.
f. HTI mengadakan muktamar khilafah tanggal 2 Juni 2013 di Gelora Bung
Karno
g. Dalam Anggaran Dasarnya, HTI mencantumkan NKRI, Pancasila, dan UUD
1945 namun dalam kegiatan-kegiatannya HTI mengingkari keberadaan NKRI,
Pancasila dan UUD 1945.
HTI selalu melakukan dotrin kepada masyarakat melalui media atau forum
dakwah, diskusi, seminar, pengajian, penerbitan buku, dan demonstrasi yang
berisikan penyampaian ideologi politik. Dalam penyampaian doktrin-doktrin
ideologisnya tersebut, HTI selalu mengangkat isu kondisi sosial politik dari sisi
negatif sebagai bentuk kekeliruan pemerintah, hukum positif (undang-undang dan
berbagai peraturan dibawahnya), konstitusi dan dasar negara Pancasila, yang
semuanya dianggap sebagai produk darul kufur yang bertentangan dengan ajaran
Islam.
Doktrin yang dilakukan HTI bertujuan untuk menghilangkan kepercayaan
masyarakat terhadap dasar negara, yang semuanya diinternalisasikan secara
ideologis kedalam pikiran setiap kader dan calon-calon kader HTI.
57
HTI tidak mengakui sistem kenegaraan NKRI yang menurutnya sebagai
dar al-kufur (negara orang-orang kafir) dan dar al-harb (negara yang harus
diperangi), serta bermaksud menegakkan paham khilafah untuk mengganti dasar
negara Pancasila dan UUD 1945 beserta seluruh sistem hukumnya yang menurut
HTI adalah sistem thagut yaitu sistem pemerintahan yang tidak mengatur tatanan
kehidupan rakyatnya dengan menggunakan hukum Allah.21
Apa yang telah
dicantumkan didalam anggaran dasar HTI yang mengakui Pancasila dan UUD
1945, namun tidak sesuai dengan implementasinya, maka itu merupakan suatu
pelanggaran asas-asas organisasi kemasyarakatan dan merupakan wujud pikiran
dan niat jahat yang telah ada sejak organisasi kemasyarakatan didaftarkan.22
HTI menganggap bahwa syariat Islam adalah salah satu hukum positif
NKRI. Namun sebenarnya dalih yang disampaikan oleh HTI tersebut
mengandung logika berpikir yang keliru dan manipulatif. Hukum syariat Islam
adalah hukum yang secara jelas, tegas,dan nyata hanya berlaku kepada Warga
Negara Indonesia yang beragama Islam saja. Sedangkan HTI ingin mendirikan
suatu Daulah Khilafah Islamiyah yang berdasarkan akidah Islamiyah sebagai
dasar negara dan memberlakukan syariat Islam bagi seluruh warga negaranya
tanpa terkecuali.23
Kekeliruan pernyataan HTI yang lain adalah tentang paham khilafahnya
tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dan masih bisa
21
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 16. 22
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 16. 23
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 16.
58
diperdebatkan/didiskusikan. Dari pandangan tersebut, ada dua hal yang sangat
penting untuk disampaikan yaitu:24
a. Pertentangan antara paham khilafah dengan konsep NKRI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 sangatlah nyata karena:
Konsep negara yang dianut HTI adalah Negara Agama, bukan Negara Hukum.
Prinsip ini ditegaskan oleh Taqiyudin An-Nabhani dalam Daulah Islam:
“Wajib bagi seluruh kaum muslimin untuk menegakkan Daulah
Islamiyah, karena apabila tidak diwujudkan, maka Islam tidak akan
pernah terwujud dan berpengaruh dalam bentuk apapun kecuali dengan
adanya sebuah Negara. Negara manapun tidak akan pernah dikatakan
sebagai Negara Islam, kecuali Negara tersebut menegakkan Daulah
Islamiyah dalam menjalankan pemerintahannya.”
Undang-Undang Dasar dalam sistem Daulah Khilafah Islamiyah bukanlah
UUD 1945 melainkan akidah Islamiyah. Hal ini disebutkan dalam Daulah
Islamiyah:
Akidah Islam menjadi dasar Negara, apapun yang dilakukan oleh
Negara seperti mengeluarkan kebijakan dan meminta
pertanggungjawaban harus berdasarkan Akidah Islam. Karena pada
hakikannya, Akidah Islam asas undang-undang dasar Negara dan
merupakan perundang-undangan syari’i”.
Paham khilafah tidak mengenal pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif, dan
yudikatif, sebagaimana yang ditulis oleh Taqiyudin An-Nabhani:
“khalifah melegislasi hukum-hukum syara tertentu yang dijadikan
sebagai undang-undang dasar dan undang-undang negara, yang telah
disahkan oleh khalifah menjadi hukum syara yang wajib dilaksanakan
menjadi perundang-undangan resmi yang wajib ditaati oleh setiap
individu rakyat, secara lahir maupun batin”.
HTI menyatakan bahwa konsep demokrasi dan HAM sebagai paham kafir:
24
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 17-18.
59
“untuk saat ini, segala gagasan atau ide yang merupakan akidah kufur
harus di tentang dan dijelaskan kebatilannya. Misalnya sekularisme,
pluralisme, dan liberalisme merupakan ide yang harus ditentang.
Begitu juga gagasan cabang seperti demokrasi, HAM, kesetaraan
gender dan lain-lain”.
Prinsip kekhilafahan bertentangan dengan prinsip equality before the law
karena hak kaum muslim lebih besar dibandingkan umat beragama lainnya,
sebagaimana ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Khilafah
Hizbut Tahrir.
b. Fatwa MUI hasil ijtima ulama komisi fatwa se-Indonesia ketiga tahun 1430
H/2009M di Padang Panjang tanggal 24-26 Januari 2009 yaitu fatwa tentang
masail asasiyah wathaniyah (masalah-masalah strategis kebangsaan)
menyatakan antara lain:25
Kesepakatan bangsa Indonesia untuk membentuk NKRI dengan Pancasila
sebagai falsafah bangsa dan UUD 1945 sebagai konstitusi merupakan ikhtiar
untuk memelihara keluhuran agama dan mengatur kesejahteraan bersama
dimana kesepakatan ini mengikat seluruh elemen bangsa.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk baik suku, ras, budaya,
maupun agama, karenanya bangsa Indonesia sepakat untuk mengidealisasikan
bangsa ini sebagai bangsa yang majemuk dengan semboyan bhineka tunggal
ika.
Umat Islam sebagai bagian terbesar dari bangsa ini harus terus menjaga
konsensus nasional tersebut.
25
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 19.
60
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, setelah proklamasi 1945, Islam
memandang posisi umat beragama merupakan bagian warga bangsa yang
terikat oleh komitmen kebangsaan sehingga harus hidup berdampingan secara
damai dengan prinsip mu‟ahadah dan muwatsaqah, bukan posisi muqatalah.
Paham yang dianut, dikembangkan, dan disebarluaskan oleh HTI, pada
faktanya menimbulkan bahaya tersendiri bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
karena menimbulkan kecenderungan terjadinya kekerasan fisik dan potensi
memunculkan konflik horizontal dalam upaya mencapai tujuan, diantaranya:26
Adanya seruan terhadap militer untuk mengambil alih kekuasaan dan
menyerahkan kepada penggugat.
Adanya penolakan dari elemen masyarakat lain terhadap paham ayang
disebarluaskan, sehingga menimbulkan gesekan dimasyarakat
Adanya fakta bahwa terdapat tokoh-tokoh radikal, baik yang sudah berstatus
terpidana maupun yang belum menjalani proses hukum, yang mempunyai
paham yang sama dan terafiliasi dengan HTI.
SK yang dikeluarkan kemenkumhampun tidak bertentangan dengan
ketentuan pasal 55 ayat (1) UU Adminsitrasi Pemerintahan seperti yang
disampaikan oleh HTI untuk minta segera dibatalkan keputusan tersebut.
Ketentuan pasal 55 ayat (1) UU Administrasi Pemerintahan menyatakan: “setiap
keputusan harus diberi alasan pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis yang
26
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 19-20.
61
menjadi dasar penetapan keputusan”. Penjelasan pasal 55 ayat (1) UU
Administrasi Pemerintahan sebagai berikut:
“Yang dimaksud dengan pertimbangan yuridis adalah landasan yang
menjadi dasar pertimbangan hukum kewenangan dan dasar hukum
substansi.
Yang dimaksud dengan pertimbangan sosiologis adalah landasan yang
menjadi dasar bagi masyarakat.
Yang dimaksud dengan pertimbangan filosofis adalah landasan yang
menjadi dasar kesesuaian dengan tujuan penetepan keputusan”.27
Pengertian dari pertimbangan yuridis, sosiologis dan filosofis adalah
mempunyai kata kunci “landasan”. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai
bentuk dari pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis ini. Dengan demikian
dapat diartikan bahwa alasan pertimbangan ini tidak menekankan pada bentuk
atau format, melainkan lebih menekankan pada keberadaan landasan atau dasar
yang digunakan sebagai alasan penerbitan SK. Dengan kata lain, bentuk landasan
disini dapat berupa aturan hukum atau produk lainnya dan tidak harus dalam
bentuk narasi deskriptif.28
SK yang telah memuat landasan penerbitan SK dalam bagian konsideran
yang merupakan alasan pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis dengan
penjelasan sebagai berikut:
Pertimbangan yuridis. Landasan yang menjadi dasar pertimbangan hukum
kewenangan dan dasar hukum substansi terdapat dalam bagian “mengingatnya”
didalam konsideran SK.
27
Pasal 55 ayat (1) UU Administrasi Pemerintahan, dalam Dokumen Jawaban Tergugat
(Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan
November 2017, 22. 28
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 22.
62
Pertimbangan sosiologis. Landasan yang menjadi dasar manfaat bagi
masyarakat terdapat dalam bagian “menimbangnya” didalam konsidera SK.
Pertimbangan filosofis. Landasan yang menjadi dasar kesesuaian dengan
tujuan penetapan SK terdapat dalam bagian “memperhatikannya” didalam
konsideran SK, khususnya Perppu ormas. Dalam penjelasan umum Perppu
ormas telah diuraikan pokok-pokok pikiran mengenai alasan filosofis yang
mendasari penerbitan SK.29
Dengan demikian terbukti bahwa SK telah memuat alasan pertimbangan
yuridis, sosiologis, dan filosofis. Oleh karena itu, alasan HTI yang mengatakan
bahwa tidak ada alasan yuridis, sosiologis, dan filosofis dalam SK yang
diterbitkan oleh kemenkumham, merupakan alasan yang tidak dibenarkan dan
tidak dapat dibatalkan. Hasil sidangp PTUN pun, terkait gugatan HTI untuk
membatalkan pencabutan SK yang dikeluarkan oleh kemenkumhan tidak diterima
oleh majelis hakimdan menolak permohonan HTI sebagai penggugat untuk
diterbitkannya penetapan penundaan. Sikap yang dilakukan HTI setelah
ditolaknya gugatan di PTUN adalah melakukan banding untuk tetap
memperjuangkan agar pembubaran HTI dibatalkan.
D. Dukungan NU terhadap Terbitnya Perppu Ormas dan Pembubaran HTI
Penerbitan Perppu ormas yang dilakukan pada tanggal 10 Juli
mendapatkan reaksi pro dan kontra dikalangan masyarakat maupun ormas. NU
adalah salah satu organisasi masyarakat yang menyatakan dukungannya terhadap
29
Dokumen Jawaban Tergugat (Kemenkumham) dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, yang diajukan pada bulan November 2017, 23.
63
penerbitan Perppu tersebut. NU dengan 14 organisasi masyarakat yang tergabung
dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) menyatakan dukungannya atas
keputusan pemerintah tersebut. KH Said Aqil Siradj menyatakan bahwa dukungan
tersebut adalah bentuk komitmen untuk menindak lanjuti ormas anti-Pancasila
dan UUD 1945.30
terbitnya Perppu ormas adalah salah satu strategi negara untuk
membuat keamanan. Isi dari Perppu tersebut bukan memerangi ormas Islam,
tetapi memerangi ormas yang tidak setuju dengan Pancasila.
Dr. KH. Marsudi Syuhud ketua PBNU mengatakan terbitnya Perppu untuk
menghindari terjadinya kerusakan.
“Mengambil dari kaidah fikih dar‟u al mafasid muqoddamun ala jalbil
masholih (mencegah kerusakan harus lebih didahulukan untuk
mendatangkan kebaikan). Selain itu terbitnya Perppu bertujuan untuk
mencari titik limashlahatil ammah (untuk kemaslahatan umat) yaitu
kemaslahatan untuk rakyat Indonesia. Untuk mencari kemaslahatan
tersebut maka pemerintah harus hadir dan segera mencegah terhadap hal-
hal yang menimbulkan kekacauan. Salah satu alat untuk mencegahnya
adalah Perppu”.31
Selain itu NU juga mendukung dibubarkannya HTI, pembubaran HTI
tersebut adalah kelanjutan dari diterbitkannya Perppu ormas, HTI dianggap
sebagai organisasi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
KH Ahmad Ishomuddin (Rais Syuriah PBNU) memberikan definisi Hizbut
Tahrir sebagai berikut:
“Hizbut Tahrir memiliki arti yaitu Parta Politik, HT memiliki ideologi
Islam, maka kegiatan yang dilakukannya adalah kegiatan politik, Islam
dijadikan sebagai ideologi yang diperjuangkan. HT mengajak umat Islam
dan pengikutnya untuk mengembalikan kekhilafahan. HTI merupakan
30
http://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/20330571/14.ormas.Islam.desak.pemerinta
h.percepat.pembuaran.hti di akses pada tanggal 6 Desember 2017. 31
ILC, “Panas Setelah Perppu Ormas”.
64
bagian dari Hizbut Tahrir, oleh karena itu, HTI juga merupakan Partai
Politik bukan organisasi keagamaan, sosial, pendidikan ataupun ilmiah
seperti yang selalu disampaikan oleh orang-orang HTI”.32
Dalam website resmi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) juga menyatakan
bahwa Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologi Islam, bukan
organisasi kerohanian, bukan lembaga ilmiah, bukan lembaga pendidikan dan
bukan lembaga sosial. HTI bermaksud ingin membangun kembali Daulah
Khilafah Islamiyah dunia.33
Dari berbagai kutipan yang telah disampaikan diatas cukup jelas
mengambarkan bahwa HTI merupakan sebuah partai politik yang masih bagian
dari Hizbut Tahrir yang didirikan oleh Taqiyudin An-Nabhani yang juga masih
partai politik, bahkan satu-satunya partai politik Islam yang memiliki skala
Internasional.
Adapun alasan NU mendukung dibubarkannya HTI adalah sebagai berikut:
1. HTI Menyimpangkan Makna Khilafah
Menurut HTI, khilafah merupakan sebuah kepemimpinan politik yang
ingin menegakkan sistem khilafah Islam yang memiliki cakupan global (al-
khilafah al-Islamiyyah al-„alamiyyah). Akan tetapi, tidak ada satupun menurut
ulama mazhab sunni, dalam kitab-kitabnya yang menjelaskan akan kewajiban
memilih seorang pemimpin yang disebut khalifah untuk memimpin sebuah
wilayah yang memiliki cakupan global dalam sistem Islam.
32
Wawancara dengan KH. Ahmad Ishomuddin Pada Tanggal 28 Agustus 2018. 33
Wawancara dengan KH. Ahmad Ishomuddin Pada Tanggal 28 Agustus 2018.
65
Tetapi dalam kitab fikih empat madzhab, hanya mewajibkan mengangkat
pemimpin saja (bukan pemimpin politik), Sebagaimana kewajiban tersebut
berdasarkan dalil al-Qur’an, al-Sunnah dan al-ijma’ (konsensus ulama). Dalam
teks fikih klasik tersebut, tidak ada satupun yang menyatakan bahwa khilafah
seperti yang dimaksudkan oleh HTI, yaitu memilih pemimpin politik dalam
cakupan global. Bahkan, dalam Al-Quran maupun hadits yang secara nyata dan
rinci menjelaskan tentang kewajiban mendirikan negara khilafah sesuai yang
dimaksud oleh HTI.34
Dalam hal ini HTI telah melakukan pengalihan makna kata khalifah yang
disebut dalam al-Qur’an dan yang tercantum dalam kitab-kitab fikih klasik kepada
makna khilafah sebagai sistem politik dan pemerintahan atau sebagai bentuk
Negara Islam yang berskala Internasional, ulama pada masa itu tidak menafsirkan
kekhilafahan seperti itu, apalagi dengan keadaan dunia pada saat ini sudah terbagi
menjadi Negara-negara bangsa.
Oleh karena itu, telah terbukti bahwa HTI telah membuat penafsiran yang
keliru dengan cara mengutip dalil-dali dalam Al-Quran dan hadits. HTI juga
mengutip penjelasan ahli fikih tentang hukum pengangkatan seorang pemimpin
itu merupakan pendapat sepihak dan klaim saja.Pada intinya tidak ada kaitannya
sama sekali antara dalil yang dikutip dengan kewajiban menegakkan khilafah
Islamiyah.
2. HTI Menghianati Konsensus Kebangsaan NKRI
34
Wawancara dengan KH. Ahmad Ishomuddin Pada Tanggal 28 Agustus 2018.
66
Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia pada tahun 1980, yang diberi nama
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sejak masuknya HTI ke Indonesia, tidak ada bukti
sama sekali bahwa HTI memiliki kontribusi yang nyata dalam membangun
negara, mengusir para penjajah di Indonesia, dan mempertahankan kemerdekaan.
Tetapi malah sebaliknnya, kehadiran HTI di Indonesia malah membuat gaduh
dengan kampanye dan propagandanya melalui dakwah-dakwah, pengajian untuk
memperjuangkan khilafah, HTI secara terang-terangan ingin merubah NKRI
dengan negara transnasional.
NKRI merupakan hasil kesepakatan yang sudah bersifat final yang
dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Keinginan HTI dalam mendirikan sebuah
negara yang berbentuk kekhilafahan sudah sangat jelas mengkhianati kesepakatan
bersama yaitu konsensus kebangsaan. HTI telah melakukan perlawanan secara
nyata terhadap kesepakatan yang sudah final tentang bentuk negara Indonesia,
yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sikap HTI yang seperti ini
cukup jelas bertentangan denga sikap kebangsaan para pendiri bangsa, terkhusus
yang memperjuangkan NKRI dari para penjajah yang juga diperjuangkan oleh
para santri, kyai NU, dan masyarakat lainnya.35
Pasca kemerdekaan Indonesia, setelah perjuangan mengusir penjajah yang
dimana santri dan ulama NU terlibat didalamnya, mereka juga berupaya untuk
mengisi kemerdekaan tersebut dengan membangun bangsa dan negara, dengan
cara mempertahankan keutuhan dan kedaulatan NKRI. Para Ulama, tokoh-tokoh
NU dan warganya menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI. KH
35
Wawancara dengan KH. Ahmad Ishomuddin Pada Tanggal 28 Agustus 2018.
67
Hasyim Asy’ari pernah memberikan pernyataan yang kini kita kenal dengan
resolusi jihad yaitu membela tanah air hukumnya adalah wajib. Spirit inilah yang
membakar semangat para santri dan warga sekitar untuk turut berperang mengusir
penjajah.36
Tidak ada yang salah dengan NKRI, dalam hukum Islam NKRI adalah
sebuah negara yang sah. NKRI merupakan wadah yang cukup besar untuk dapat
hidup secara bersama-sama bagi seluruh rakyatnya yang sangat beragam.
Kebebasan beragama sangat dijamin, sehingga agama manapun dapat
menjalankan ibadahnya secara aman.
HTI mengklaim bahwa gerakannya merupakan gerakan dakwah, padahal
dalam dakwahnya dibungkus suatu kegiatan untuk mendirikan khilafah
Islamiyyah di Indonesia dan akan menggantikan NKRI, maka gerakan tersebut
merupakan pengkhianatan terhadap konsensus nasioal yang telah disepakati oleh
para pendiri dan rakyat Indonesia. Justru dengan mendirikan khilafah inilah
dikategorikan sebagai sebuah perbedaan yang dilarang oleh agama Islam, karena
akan berdampak terhadap perpecahan dan menimbulkan bahaya besar, hal ini
disebabkan karena dirombaknya ideologi negara yaitu Pancasila yang sejak awal
ideologi tersebut menjadi pemersatu bangsa.37
Oleh karena itu, ide dan kegiatan yang dilakukan oleh HTI tidak
menunjukan sejalannya dengan apa yang telah diperjuangkan oleh para pendiri
bangsa, mereka adalah para ulama besar NU yang turut terlibat sebagai anggota
36
Wawancara dengan KH. Ahmad Ishomuddin Pada Tanggal 28 Agustus 2018. 37
Wawancara dengan KH. Ahmad Ishomuddin Pada Tanggal 28 Agustus 2018.
68
BPUPKI seperti KH Wahid Hasyim, KH Masykur dan lainnya. Dalam
musyawarah alim ulama pun yang dilakukan di Sokorejo, Jawa Timur pada
tanggal 21 Desember 1983 telah disepakati tentang hubungan Islam dengan
Pancasila yang isinya sebagai berikut: “Pancasila bukanlah agama, tetapi
Pancasila merupakan sebuah falsafah Negara. Penerimaan Pancasila sebagai
falsafah Negara ini telah disepakati dan merupakan perwujudan dari umat Islam
untuk menjalankan syari’at agamanya”. 38
3. HTI Anti Demokrasi
Secara terang-terangan HTI pernah mengatakan bahwa demokrasi adalah
produk orang kafir yaitu Barat, menurut HTI demokrasi merupakan sistem yang
haram. Pernyataan ini diperkuat oleh salah seorang pendiri Hizbut Tahrir bernama
Abdul Al Qodim Zallum dalam tulisannya ia mengatakan:
“Demokrasi yang dipasarkan oleh Barat ke negara-negara kaum muslimin
adalah sistem kafir (nidzamu kufrin), Islam tidak ada hubungan dengan
sistem tersebut, tidak dari dekat maupun tidak dari jauh. Demokrasi
menentang hukum-hukum Islam dengan penentangan yang bersifat
menyeluruh, baik dalam perkara yang bersifat universal maupun perkara
yang bersifat parsial.”39
Penolakan HTI terhadap sistem demokrasi diwujudkan oleh HTI dengan
tidak melibatkan dalam proses demokrasi berbangsa dan bernegara, seperti
pemilihan umum presiden, legislatif dan kepala daerah. Sesungguhnya apa yang
dilakukan oleh HTI dalam menolak sistem demokrasi tersebut justru tidak sejalan
dengan ajaran Islam itu sendiri. Dalam demokrasi masih banyak terdapat nilai-
38
Musyawarah Alim Ulama NU di Sukerejo, Bondowoso, Jawa Timur, pada tanggal 21
Desember 1983, dalam Wawancara dengan KH. Ahmad Ishomuddin Pada Tanggal 28 Agustus
2018. 39
Wawancara dengan KH. Ahmad Ishomuddin Pada Tanggal 28 Agustus 2018.
69
nilai yang sejalan dengan ajaran Islam dan tidak dapat dikatakan sebagai sistem
kufur, seperti memilih seorang pemimpin, bermusyawah dalam menyelesaikan
permasalahan negara, bermusyawarah dalam urusan keumatan seperti
musyawarah yang dilakukan oleh para ulama melalui lembaga MUI, memutuskan
suatu perkara dalam suatu persidangan dan lain sebagainya. Pada intinya
demokrasi tidak kontradiksi dengan prisip-prinsip Islam, termasuk dalam hal
politiknya.40
4. HTI Mengharamkan Kecintaan Kepada Tanah Air dan Nasionalisme
Abd Al Qodim Zullum menulis dalam bukunya yang berjudul Nidzam al-
Hukmi fi al-Islam, dibuku tersebut ia melarang cinta terhadap tanah air dan
melarang ada paham kebangsaan, karena paham tersebut tidak berdasarkan aqidah
Islamiyah, adapun penjelasannya sebagai berikut:
“Paham yang diperbolehkan hanyalah paham yang bersumber dari al-
aqidah Islamiyyah, selain paham itu tidak diperbolehkan termasuk paham
kebangsaan, karena paham kebangsaan atau nasionalisme tidak bersumber
dari Aqidah dan sangat berbahaya”.41
Lahirnya negara-negara bangsa yang ada di dunia merupakan kesepakatan
para pendiri bangsa dan masyarakatnya, hal ini merupakan sebuah kenyataan dan
bukti yang ada di dunia ini. Justru wacana Hizbut Tahrir tentang mendirikan
negara khilafah Islamiyah yang bersifat al-alamiyyah (internasional) yang tidak
40
Wawancara dengan KH. Ahmad Ishomuddin Pada Tanggal 28 Agustus 2018. 41
Abd al-Qadim Zallum, Nidzam al-Hukm fi al-Islam, (Beirut-Lebanon: Dar al-Ummat,
2002/1422), 19-20, dalam Wawancara dengan KH. Ahmad Ishomuddin Pada Tanggal 28 Agustus
2018.
70
ada buktinya, apalagi dipimpin oleh seorang imam, ini merupakan wacana yang
utopis untuk diwujudkan.42
5. Penegakan Kembali Khilafah Islamiyah Mengancam Keutuhan NKRI
Ada beberapa alasan tentang hal yang tidak mungkin dapat diwujudkan
dalam menegakkan kembali al-khilafah al-Islamiyyah yang pada saat ini negara-
negara di dunia sudah menyepakati sebagai negara bangsa, termasuk Indonesia
berikut alasan-alasannya:43
Didunia ini manusia sangat beragam agamanya, tidak mungkin mendirikan
kehilafahan dalam cakupan Internasional sedangkan agamanya saja beragam,
untuk umat Islamnya saja menganut madzhab yang berbeda-beda yang selalu
menjadi perdebatan sesama umat Islam, dalam hal menentukan seorang
pemimpin/khalifah saja sulit untuk disepakati dan menentukan siapa yang
layak untuk memimpinya, tidak mungkin pula umat Islam akan tunduk pada
satu sistem pemerintahan khilafah Islamiyyah sebagaimana yang
diperjuangkan oleh HTI.
Dalam cakupan nasional saja perebutan kekuasaan selalu terjadi sengketa baik
dari bawah maupun atasnya, apalagi dalam cakupan internasional untuk
perebutan kekuasaan, merubah sistem pemerintahan dan bentuk negara-negara
akan berpotesi menimbulkan sengketa, perpecahan, konflik dan pertumpahan
darah.
42
Wawancara dengan KH. Ahmad Ishomuddin Pada Tanggal 28 Agustus 2018. 43
Wawancara dengan KH. Ahmad Ishomuddin Pada Tanggal 28 Agustus 2018.
71
Negara-negara bangsa yang telah lama berdiri tidak mungkin menyerahkan
kedaulatannya kepada Hizbut Tahrir begitu saja secara gratis dan damai.
Tidak mungkin dapat menyatukan berbagai negara dalam bentuk negara yang
beragam didunia ini.
Di Indonesia sendiri tidak dapat merubah sistem NKRI yang sudah ada apalagi
membubarkannya, karena undang-undang di Indonesia telah mengatur dan
menegaskan dalam pasal 37 ayat 5 UUD 1945 menyatakan bahwa untuk
bentuk Negara tidak dapat dirubah, bentuk Negara harus tetap Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu apabila negara Indonesia
berubah sistemnya seperti sistem yang diperjuangkan oleh HTI, maka HTI
dengan nyata menentang dan melanggar undang-undang yang telah disepakati.
E. Peran NU Dalam Mencegah Gerakan Radikal
Radikalisme di Indonesia sudah kian mengancam, NU menyadari akan
bahayanya gerakan tersebut oleh karena itu NU telah melakukan banyak hal untuk
mencegah gerakan radikal tersebut. Baik secara individu yaitu melalui tokoh-
tokoh NU dari berbagai ceramah, diskusi atau seminar nasional, buku yang ditulis
dan melalui media sosial. Selain itu NU jua melakukan kerjasama-kerjasama
dengan berbagai pihak, baik dengan lembaga, pemerintah, bahkan lembaga
internasional lainnya.
KH As’ad Said Ali (Wakil Ketua PBNU periode 2010-2015)
menyampaikan bahwa untuk mencegah gerakan radikal dimasyarakat, NU akan
melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan melalui tiga bidang, yaitu dakwah,
sosial dan pemberdayaan perekonomian masyarakat. Karena tiga bidang inilah
72
yang menjadi permasalah dasar masuknya pemikiran radikal ditengah-tengah
masyarakat.44
Pertama melalui bidang dakwah, yaitu dengan memperkuat nilai-nilai
ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyah secara berkesinambungan serta berupaya
mewujudkan kehidupan yang damai dimasyarakat. Kedua dibidang sosial, yaitu
turut terlibat dalam memberikan pelayanan sosial dan meningkatkan
kesejarahteraan masyarakat melalui zakat, infaq dan sedekah. Upaya ini telah
dilakukan NU melalui Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Sedekah NU (LAZISNU).
Untuk meningkatkan mutu pendidikan masyarakat, NU juga melakukan
pengembangan kurikulum agar para siswa terbentuk karakter cinta terhadap tanah
airnya. Ketiga dibidang ekonomi, NU juga terlibat untuk mendorong masyarakat
untuk berwirausaha dan mengembangkan konsep ekonomi syariah.45
Program-
program tersebut bukan hanya dilakukan NU melalui struktur yang paling atasnya
saja yaitu PBNU, tetapi tingkatan cabang, lembaga otonom dan lembaga
pendidikan milik NU pun seperti pesantren, sekolah-sekolah turut berperan untuk
menjalankannya.
Untuk mencegah gerakan radikal lainnya, NU juga bekerjasama dengan
lembaga-lembaga dipemerintahan dan ormas-ormas yang sejalan dengan NU
seperti dengan lembaga otonom NU, Wahid Institute dan BNPT dengan
melakukan MoU pada tahun 2012. Kerjasama yang dilakukan NU dengan BNPT
adalah bertujuan untuk mencegah gerakan radikal dengan memperkuat jaringan
anti radikal dikalangan ulama-ulama muda. Pesantren-pesantren NU yang tersebar
44
Aswar, “Organisasi Nahdlatul Ulama, 37. 45
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,58396-lang,id-c,kolom-
t,Peran+NU+dalam+Menangkal+Radikalisme-.phpx Diakses 10 September 2018.
73
diseluruh Indonesia juga sering dipakai untuk mengadakan kegiatan untuk
mengkampanyekan gerakan anti radikal. NU juga bekerjasama dengan
Kemendikbud dengan melakukan penandatanganan nota kesepahaman untuk
memberikan pendidikan kepada para pelajar tentang Islam moderat dan bahaya
radikalisme. Dibidang kepemudaanpun Pemerintah melalui kemenpora mengajak
NU untuk bekerjasama membentengi para pemuda dan santri-santri dari
radikalisme.46
Dalam skala internasional, NU juga bekerjasama dengan berbagai pihak
diluar negeri untuk menyebarkan gagasannya tentang Islam yang moderat. Seperti
melakukan pertukaran pelajar NU dengan Uni Emirat Arab pada tahun 2015.
Aswaja center NU juga bekerjasama dengan Universiti Tun Husein onn Malaysia
(UTHM) untuk memperkuat Islam yang moderat dengan membentuk majelis
aswaja, majelis tersebut akan mengajarkan nilai-nilai ahlussunnah wal jamaah.
Bentuk kerjasama dari lembaga tersebut yaitu melakukan pertukaran guru, ustadz,
dan saling bertukan informasi tentang penyebaran gerakan radikalisme diantara
dua negara tersebut.47
NU juga memiliki sebuah gagasan yang besar tentang Islam di Indonesia
yaitu menawarkan sebuah konsep Islam Nusantara, gagasan ini muncul pada
muktamar ke 33 di Jombang pada yahun 2015, tema yang diusung dalam
muktamar tersebut adalah “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban
Indonesia dan Dunia”.48
46
Wawancara dengan KH Marsudi Syuhud Pada Tanggal 13 Agustus 2018. 47
Wawancara dengan KH Marsudi Syuhud Pada Tanggal 13 Agustus 2018. 48
Wawancara dengan KH Marsudi Syuhud Pada Tanggal 13 Agustus 2018.
74
Islam Nusantara, menurut KH Said Aqil Siradj adalah sebuah konsep
Islam yang melebur dengan kebudayaan Indonesia.49
Islam Nusantara merupakan
Islam yang santun, berbudaya , dan tidak suka mengkafir-kafirkan kelompok lain
yang berbeda paham dengannya. Ajaran Islam di Indonesia tetap dijalankan tanpa
menghilangkan tradisi-tradisi Nusantara, seperti contoh tahlilan, maulidan,
barzanji, perayaan hari raya ketupat yang dimana tradisi tersebut telah ada
sebelum masuknya Islam di Indonesia, dan ketika Islam masuk tradisi tersebut
tidak dihilangkan, tetapi tetap dipertahankan dengan memasukan nilai-nilai Islam,
konsep ini merupakan warisan yang telah dicontohkan oleh wali songo
mengedepankan nilai-nilai dakwah Nusantara tanpa menggunakan kekerasan.
Dengan gagasan Islam Nusantara yang disampaikan oleh NU tersebut,
sangat jelas bahwa tujuannya agar membentengi Negara dari gerakan ormas
radikal yang memperjuangkan Negara Islam seperti HTI.
Muhammad Idrus Ramli Sekretaris Lembaga Batsul Masail NU Kencong
Jawa Timur juga menolak perjuangan khilafah Islamiyah dengan beberapa alasan.
Pertama, makna kepemimpinan yang diwajibkan dalam Islam masih bersifat
umum tidak mesti khilafah. Kedua, kewajiban umat Islam untuk mengangkat
seorang pemimpin tunggal yang akan memimpin umat Islam seluruh dunia dapat
dilakukan apabila memungkinkan untuk dilaksanakan, jika tidak mampu
dilaksanakan maka kewajiban tersebut gugur untuk dilaksanakan. Ketiga, menurut
imam Al-Haramain Al-Juwani, mengangkat pemimpin di tingkat lokal di
perbolehkan apabila tidak dapat mengangkat pemimpin dalam cakupan global.
49
http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,60458-lang,id-c,kolom-
t,Maksud+Istilah+Islam+Nusantara-.phpx diakses 10 September 2018
75
Keempat, era kekhalifahan hanya berusia 30 tahun setelah itu berubah menjadi
kerajaan. Kelima, disaat umat Islam tidak memiliki seorang khalifah, justru Rosul
tidak memerintahkan umatnya untuk berpartisipasi dalam menegakan kehalifahan,
Rosul mengajak umatnya untuk menghindari kelompok-kelompok yang mengajak
terhadap perpecahan.50
Menurut Ainur Rofiq Al-Amin pimred majalah PCNU Jombang ia
mengkritik konsep khilafah yang ditawarkan oleh HTI yang dianggap berpotensi
otoriter karena pembagian kekuasaan dan kepemimpinannya tidak dibatasi atau
seumur hidup. Hizbut Tahrir juga dalam memandang sistem khilafah tidak jujur,
ia hanya memandang dari sisi positifnya saja dan mengabaikan sisi negatifnya,
yaitu dalam sejarahnya pergantian kepemimpinanya dilakukan melalui
penunjukan putra mahkotanya. Dalam sistem khilafah juga sering kali terjadi
pertumpahan darah dan pelanggaran-pelanggaran. Amin mengambil kesimpulan
bahwa Islam tidak menetapkan sistem apapun, menurutnya NKRI juga sah dalam
pandangan Islam dan diakui oleh ulama Nusantara. NKRI juga merupaka ijma
para ulama, sistem ini tidak perlu dirubah dengan sistem lain. Mestinya kita cukup
mengisi NKRI ini dengan nilai-nilai yang ideal malah bukan
mempertentangkannya karena akan menimbulkan konflik dan perpecahan.51
Secara Institusional dalam musyawarah Alim Ulama NU pada tanggal 1-2
November 2014, merespon tentang konsep khilafah dan NKRI. Pembahasan
tentang khilafah, ulama NU telah bersepakat menyatakan bahwa khilafah telah
50
Wajibkah Memperjuangkan Khilafah? Diakses pada tanggal 10 Juli 218 dari
http://www.idrusramli.com/2013/wajibkah-memperjuangkan-khilafah/. 51
Muktamar Khilafah HTI, Penyimpangannya, dan NKRI. Diakses pada tanggal 10 Juli
2018 http://www.nu.or.id/post/read/45181/muktamar-khilafah-hti-penyimpangannya-dan-
nkri
76
kehilangan relevansinya pada era negara bangsa ini. Islam hanya mewajibkan
untuk mendirikan sebuah negara, tetapi tidak menetapkan tentang sistem
kekhalifahan Islam yang baku. NKRI termasuk sistem yang sah, umat Islam
Indonesia hanya perlu memperjuangkan dan mempertahankan keutuhan bangsa
dan negaranya. Berikut pemaparan lengkapnya: 52
Islam sebagai agama yang sempurna, juga turut mengurusi permasalahan
negara dan pemerintahan untuk dibahas dan dicarikan solusinya. Oleh karena
itu Islam memiliki pedoman dasar dalam bentuk nilai-nilai (mabadi asasiyyah).
Hukum mengangkat seorang pemimpin adalah wajib, karena tanpa adanya
seorang pemimpin dalam sebuah negara maka kehidupan manusia akan
berantakan.
Dalam Islam tidak ada ketentuan tentang kewajiban bentuk negara dan sistem
pemerintahan tertentu. Umat Islam diberikan kebebasan untuk membentuk
suatu sistem pemerintahan sesuai dengan perkembangan zaman yang ada dan
kondisi lingkungannya. Namun tetap melindungi dan menjamin warga
negaranya untuk tetap menjalankan agama yang dianutnya dan mampu
mensejahterakan rakyatnya.
Khalifah adalah salah satu sistem pemerintahan merupakan fakta sejarah yang
terjadi pada zaman khulafa al-rasyidin dan model khilafah itu sesuai pada
zaman itu. Yaitu pada saat kehidupan manusia masih belum terbagi-bagi dalam
suatu negara bangsa. Umat Islam pada saat itu masih dapat bernaung dalam
52
Khilafah dalam Pandangan NU. diakses tanggal 10 Juli 2018 dari
http://www.nu.or.id/post/read/55557/khilafah-dalam-pandangan-nu
77
suatu sistem khilafah. Namun sekarang khilafah telah hilang relevansinya dan
untuk mewujudkannya sangat tidak memungkinkan (utopis).
NKRI merupakan suatu perjanjian luhur bangsa. Tujuan dibentuknya NKRI
adalah untuk mewadahi bangsa Indonesia yang sangat majemuk baik dari segi
agama, ras, suku, dan budaya. dan mempertahankan NKRI adalah suatu
kewajiban. Apabila terdapat suatu gerakan yang memecah persatuan NKRI,
maka perlu di cegah agar tidak menimbulkan perpecahan yang besar.
Umat Islam jangan terjebak kepada simbol-simbol agama yang bersifat
formalitas, tetapi yang harus dianut adalah substansi dari nilai-nilai agama
Islamnya dalam sebuah negara.
Dengan sikap NU yang memiliki komitmen kebangsaan dan menentang
gerakan politik Islam radikal, membuat NU menjadi mitra pemerintah untuk
menjaga spirit umat Islam yang bersifat moderat dan mempertahankan NKRI. NU
juga menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga tinggi negara untuk
membentengi masyarakat Indonesia dari gagasan politik Islam yang radikal.
Dengan adanya wacana politik Islam radikal yang diperjuangkan oleh HTI untuk
mendirikan negara Islam secara otomatis ditentang oleh NU. Gerakan politik
Islam radikal ini di anggap oleh NU akan mengancam keutuhan NKRI yang telah
diperjuangkan oleh umat Islam dari zaman kemerdekaan.53
53
Aswar, “Respon Nahdlatul Ulama”,14.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pandangan NU, HTI bukanlah organisasi masyarakat yang
bergerak dibidang kerohanian, sosial, ataupun pendidikan. Tetapi HTI adalah
organisasi politik (partai politik) yang masih merupakan bagian dari Hizbut
Tahrir. Politik adalah aktivitas HTI, sedangkan Islam adalah ideologinya dan yang
diperjuangkan adalah membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah dimuka
bumi ini dan tidak mengakui negara bangsa (nation state). Karena HTI bertujuan
ingin membentuk suatu pemerintahan yang baru, maka HTI telah mengkhianati
konsensus kebangsaan nasional yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa
dan disepakati oleh seluruh rakyat Indonesia yaitu Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), Pancasila dan UUD 1945.
Ada empat faktor yang menyebabkan NU mendukung dibubarkannya HTI
melalui Perpu ormas. Pertama, HTI telah menyimpangkan makna khilafah,
menurut HTI khilafah adalah sebagai entitas kepemimpinan politik dalam
menegakkan sistem khilafah Islamiyah yang bersifat Internasional, padahal dalam
kitab fikih empat mazhab hanya mewajibkan pengangkatan pemimpin saja.
Kedua, HTI telah mengkhianati konsensus kebangsaan NKRI. Ketiga, HTI
menganggap demokrasi adalah sistem kufur, padahal demokrasi itu sendiri
merupakan bagian dari ajaran Islam. Keempat, HTI mengharamkan kecintaan
terhadap tanah air dan nasionalisme, karena tidak bersumber dari aqidah Islam.
79
NU secara konsisten dan tegas menolak keberadaan gerakan yang ingin
menggantikan dasar negara. Bentuk penolakannya dapat dilihat dari pernyataan
tokoh-tokoh NU dari periode sebelumnya sampai sekarang seperti Gus Dur, KH
Hasyim Muzadi, dan KH Said Aqil Sirajd. Bentuk penolakan lainnya dituangkan
dalam musyawarah alim ulama NU dalam merespon konsep khilafah dan NKRI.
Dalam keputusannya, ulama NU menyatakan bahwa NKRI termasuk sistem yang
sah, Pancasila dan UUD 1945 sudah final. Selain itu, NU selalu memberikan
pemahaman kepada masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam di Indonesia
untuk memperjuangkan dan mempertahankan keutuhan bangsa. NU menjadi mitra
pemerintahan untuk menjaga spirit umat Islam untuk tetap bersifat moderan dan
mempertahankan NKRI. Oleh karena itu, NU sering menjalin kerjasama dengan
berbagai lembaga tinggi negara untuk membentengin masyarakat Indonesia dari
gagasan politik Islam radikal.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan, sekiranya ada beberapa saran
yang dapat dilakukan oleh NU sebagai civil society untuk membendung gerakan
radikal di Indonesia demi menjaga keutuhan NKRI. Pertama, NU harus terus
konsisten untuk menjadi pelopor terhadap organisasi keagamaan lainnya untuk
terus meningkatkan sikap toleransi antar umat beragama serta menghindarkan diri
dari sikap intoleran terhadap kelompok yang berbeda keyakinan, mencegah
tindakan kekerasan kepada kelompok lain baik secara fisik maupun penyebaran
kebencian.
80
Kedua, kepada para pemimpin organisasi keagamaan harus terus
mendorong dan melakukan dialog-dialog yang produktif untuk memberikan
edukasi kepada masyarakat tentang menjaga keutuhan NKRI dan bahaya gerakan
radikal yang akan merubah dasar negara menjadi khilafah. Hendaknya para
pemimpin organisasi keagamaan perlu mengajarkan prinsip-prinsip hubungan
sosial kepada umatnya tentang hal-hal yang dibolehkan dan dilarang oleh agama.
Ketiga, NU sebagai organisasi terbesar di Indonesia bahkan dunia, perlu
meningkatkan peranannya melalui jaringan dan lembaga yang dimiliki seperti
pesantren-pesantren, sekolah dan perguruan tinggi, madrasah diniyyah untuk
membendung gerakan radikal. Selain itu, NU juga dapat menjadi mitra
pemerintah dalam menjaga keutuhan NKRI dari ideologi-ideologi yang hendak
mengubah dasar negara.
Keempat, kita sebagai masyarakat perlu bersikap lebih waspada terhadap
doktrin-doktrin radikal, kita juga perlu menyeleksi kepada siapa kita belajar ilmu
agama seperti belajar kepada ulama/kyai yang sudah jelas sanad keilmuannya dan
cinta terhadap NKRI, bukan melalui media sosial atau ustadz-ustadz yang masih
dangkal keilmuannya namun ajarannya penuh dengan kebencian dan mengajak
untuk menegakkan khilafah.
viii
Daftar Pustaka
Buku
Agusta, Ivanovic, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kualitatif, Bogor: Pusat
Penelitian Sosial-Ekonomi IPB, 2003.
Asy’arie, Musa, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-qur'an, Yogyakarta:
LKIS, 2000.
Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalis, Modernisme,
hingga Post-Modernisme, Jakarta: Paramadina, 1996.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Faisal, Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta: Rajawali Press, 2010.
Fakih, Mansour, Masyarakat Sipiluntuk Transformasi Sosial: Pergolakan
Ideologi LSM Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Hasani, Ismail dan Bonar T.N, Dari Radikalisme Menuju Terorisme, Jakarta:
Pustaka Masyarakat Setara, 2012.
Hefner, Robert W, Civil Islam, Islam dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta:
LKIS, 2000.
Hikam, Muhammad A.S, Demokrasi dan Civil Society, Jakarta: LP3ES, 1999.
Hilmy Masdar, Islam sebagai Realitas Terkonstruksi, Yogyakarta: Kanisius,
2009.
Husaini, Adian, Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi,
Jakarta: Gema Insani Press, 2006.
Kartodirjo, Sartono, Ratu Adil, Jakarta: Sinar Harapan, 1995.
ix
Prasetyo, Hendro dan Ali Munhanif, Islam dan Civil Society: Pandangan Muslim
Indonesia, Jakarta: Gramedia dan PPIM-IAIN Jakarta.
Rachman, Budhy Munawar, Ensiklopedia Nurcholis Madjid: Pemikiran Islam di
Kanvas Peradaban, Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi, 2011.
Ridwan, Nur Khalik, Regenerasi NII: Membedah Jaringan Islam Jihadi di
Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2008.
Sitompul, Einar Martahan, NU Pancasila, Yogyakarta: LKIS, 2010.
Ubaedillah A, Rozak Abdrul, Pendidikan Kewarganegaraan (Civil Education)
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Jakarta:
Kencana, 2010.
Wahid, Abdurrahman, Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama, Masyarakat,
Negara, Demokrasi, Jakarta: Democracy project, 2011.
Hasani, Ismail dan Bonar Tigor, Radikalisme Agama di Jabodetabek dan Jawa
Barat: Implikasinya Terhadap Jaminan Kebebasan
Beragama/Berkeyakinan, Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2010.
Jurnal
Abdullah, Anzar, “Gerakan Radikalisme dalam Islam: Perspektif Historis”, Addin,
Vol. 10 No. 1, (Februari 2016).
Abdurrahman, Yahya, “Biografi Singkat Pendiri Hizbut Tahrir Syaikh Taqiyuddin
an-Nabhani”, Al-Wa’ie, Vol. 5, No. 55, (Maret 2005).
Al-Amin, Ainur Rofiq, “Demokrasi Perspektif Hizbut Tahrir Versus Religious
Mardom Salari Ala Muslim Iran”, Islamica, Vol. 8, No. 1, (September
2013).
x
Asrori, Ahmad, “Radikalisme di Indonesia: Antara Historisitas Antropisitas”,
Kalam, Vol. 9, No. 2, (Desember 2015).
Aswar, Hasbi, “Organisasi Nahdlatul Ulama Memerangi Radikalisme Politik
Islam di Indonesia”. Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII, Mei
2016.
Aswar, Hasbi, “Respon Nahdlatul Ulama terhadap Gagasan Politik Islam Radikal
di Indonesia”, Thaqofiyyat, Vol. 17, No. 1, (Juni 2016).
Dwi, Erni Sari, dan Ma’arif Jamuin, “Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di
Indonesia”, Suhuf, Vol. 27 No. 2, (November 2015).
Ekawati, Esty, “Nahdlatul Ulama (NU) Sebagai Civil Society di Indonesia”,
Nuansa, Vol. 13, No. 2, (Juli-Desember 2016).
Farih, Amir, “Nahdlatul Ulama dan Kontribusinya dalam Memperjuangkan
Kemerdekaan dan Mempertahankan NKRI”, Jurnal Walisongo, Vol. 24
No. 2, (November 2016).
Khamid, Nur, “Bahaya Radikalisme terhadap NKRI”, Millati, Vol. 1, No. 1, (Juni
2016).
Laisa, Emna, “Islam dan Radikalisme”, Islamuna, Vol 1 No 1, (Juni 2014).
Parmudi, Mochamad, “Kebangkitan Civil Society di Indonesia”, At Taqaddum,
Vol. 7 No. 2, (November 2015).
Rokhmad, Abu, “Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal”,
Wali Songo, Vol. 20, No. 1, (Mei 2012).
xi
Saefullah, “Civil Society dan Kebebasan Beragama di Indonesia: Studi Kasus The
Wahid Institute”. Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sidqi, Ahmad, “Respon NU Terhadap Wahabisme dan Implikasinya Bagi
Deradikalisasi Pendidikan Islam”,Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 2 No. 1,
(Juni 2013).
Susanto, Edi, “Kemungkinan Munculnya Paham Islam Radikal di Pesantren”,
Tadris Vol. 2, No. 1, 2007.
Dokumen
Dokumen gugatan HTI dalam sidang PTUN (Oktober-November 2017)
Dokumen jawaban tergugat (Kemenkumham) dalam sidang PTUN (November
2017)
Internet
http://Islaminesia.com/2015/05/kh-said-aqil-negara-khilafah-bukan-solusi-
persoalan-bangsa/?.
http://m.tribunnews.com/nasional/2017/05/08/wiranto-jelaskan-5-
alasanpemerintah-bubarkan-hti
http://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/20330571/14.ormas.Islam.desak.pe
merintah.percepat.pembuaran.hti
http://www.nu.or.id/post/read/78642/soal-pembubaran-hti-ini-penjelasan-mahfud
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/08/150802_indonesia_mukt
amar_nu_muhammadyah
xii
https://news.detik.com/berita/d-3503053/pbnu-hti-mengkafirkan-orang-yang-tak-
sepaham-ini-memecah-umat
http://www.salafynews.com/said-agil-nu-menolak-segala-khilafah-kecuali-
khilafah-nasionalis.html
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,58396-lang,id-c,kolom
t,Peran+NU+dalam+Menangkal+Radikalisme-.phpx
http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,60458-lang,id-c,kolom-
t,Maksud+Istilah+Islam+Nusantara-.phpx
http://setkab.go.id/wp-content/uploads/2017/07/Perpu_Nomor_2_Tahun_2017.pdf
http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/175343/UU%20Nomor%2016%20Tahun%202
017.pdf
https://www.youtube.com/results?search_query=panas+setelah+perppu+ormas+il
c
http://www.muslimedianews.com/2014/03/pandangan-kh-hasyim-muzadi-
terhadap.html
https://islamindonesia.id/berita/portal-hti-seru-militer-rebut-kekuasaan-kembali-
jadi-sorotan.htm
Wawancara
Wawancara Pribadi bersama Gugum Ridho Putra, S.H., M.H. (Kuasa Hukum
HTI), 4 Juni 2018.
Wawancara Pribadi bersama Ust Ismail Yusanto (Juru bicara HTI), 4 Juni 2018.
xiii
Wawancara Pribadi bersama KH Marsudi Syuhud (Ketua PBNU), 13 Agustus
2018.
Wawancara Pribadi bersama KH Ahmad Ishomuddin (Rois Syuriah PBNU), 28
Agustus 2018.
xiv
Transkip Hasil Wawancara
Dengan Gugum Ridho Putra, S.H., M.H. (Kuasa Hukum HTI)
Bagaimana tanggapan Anda atas putusan hakim PTUN yang menolak gugatan
penggugat (HTI) untuk seluruhnya, menerima atau menolak? Mengapa?
Dari awal kita menilai putusan pemerintah yang mencabut status Badan
Hukum Perkumpulan (BHP) HTI adalah sebuah kedzaliman. Mengapa kita
katakan dzalim? Karena putusan itu tanpa dasar yang jelas. Coba sebutkan, atas
kesalahan apa BHP HTI harus dicabut? Hingga sekarang tidak pernah jelas.
Dalam agama, setiap kedzaliman itu arus dihentikan, tidak boleh diteruskan. Nah,
melalui putusannya, PTUN alih-alih menghentikan kedzaliman, yang terjadi justru
melegalkan atau mensahkan kedzaliman itu.
Sudah begitu, kita menilai pengadilan di PTUN juga tidak benar. Kita
tahu, PTUN itu adalah pengadilan formil (tentang prosedur), bukan pengadilan
meteriil (tentang substansi). Nah, di pengadilan TUN kemaren secara telak kita
diadili berdasar asumsi dan persepsi. Kita diasumsikan melanggar Pasal 59 ayat 4
huruf c, yang berisi ketentuan tentang larangan Ormas untuk menganut,
menyebarkan dan mengembangkan paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Padahal dalam SK Pencabutan BHP HTI, ini tidak disebut. Lalu darimana bisa
dikatakan bahwa kita itu melanggar pasal itu? Dalam pengadilan itu memang
terbukti bahwa bahwa HTI itu kelompok dakwah yang sangat giat melaksanakan
dakwah, menyampaikan ajaran Islam, termasuk soal syariah dan khilafah. Nah,
khusus tentang khilafah, lalu dipersepsikan sebagai paham yang bertentangan
xv
dengan Pancasila tadi, dan dikaitkan dengan Pasal 59 tadi. Mereka mendasarkan
hal itu pada keterangan para ahli dari pihak pemerintah, yang kesemuanya
memang menolak khilafah. Padahal, sepanjang menyangkut persepsi, orang bisa
saja berbeda pendapat. Prof Suteki, Guru besar Fakultas Hukum Undip, ahli yang
kita ajukan dalam pengadilan itu, mempunyai persepsi berbeda. Dia katakan,
khilafah itu tidak bertentangan dengan Pancasila karena sila pertama dari
Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sementara bentuk nyata dari sila ini
adalah agama, termasuk Islam. Nah, khilafah itu bagian dari ajaran Islam. Karena
itu, bisa disimpulkan bahwa khilafah itu sesuai atau tidak bertentangan dengan
ajaran Islam. Mengapa persepsi semacam ini tidak dipakai sebagai dasar
pertimbangan hakim? Disinilah, kita menolak putusan PTUN, dengan cara
mengajukan banding
Upaya hukum apa yang akan dilakukan?
Kita akan melakukan upaya banding. Kita sedang menyiapkan akte
banding dan memori banding. Kita berharap hakim pengadilan banding nanti bisa
membaca seluruh argumen kita dengan lebih jernih tanpa terpengaruhi oleh opini
dan tekanan politik dari pihak pemerintah yang selalu mengatakan bahwa HTI itu
anti ini, anti itu.
Apakah tidak khawatir hasilnya sama saja dengan di PTUN? Mengapa?
Mungkin saja. Tapi sebagai ikhtiar, upaya banding adalah cara untuk terus
melakukan perlawanan terhadap kedzaliman itu. Sekali lagi, kedzaliman tidak
boleh dibiarkan. Sampai kapanpun. Dan andai di tingkat banding kita kalah lagi,
xvi
tetap saja kita akan terus melawan dengan mengajukan kasasi. Andai di tingkat
kasasi kalah lagi, kita akan ajukan PK.
Kenapa Prof. Yusril bersedia menjadi kuasa hukum HTI? Apakah untuk
ngangkat suara PBB di pemilu 2019?
Yang dilakukan Prof Yusril ini untuk menegakkan keadilan saja, karena
apa yang dilakukan pemerintah merupakan tindakan inkonstitusional, beliau
membela tanpa dibayar sepeserpun. Belum ada pembicaraan mengenai ajakan
agar HTI bergabung dengan PBB apabila gugatan HTI ditolak sampai tingkat
akhir, tetapi memang tokoh-tokoh HTI sudah ada yang bergabung untuk menjadi
caleg di PBB.
Apakah diterbikannya Perppu ormas oleh pemerintah memang bertujuan
untuk membubarkan HTI?
Ya memang ditargetkan untuk membubarkan HTI, Pemerintah tidak
pernah mengajak HTI berdialog untuk memberikan penjelasan terkait tuduhan-
tuduhan kepada HTI. Dalam pembubaran HTI pun pemerintah tidak memiliki
dasar yang kuat.
xvii
Transkip Hasil Wawancara
Dengan Ust. Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI)
Apa Hizbut Tahrir itu ustad, dan mohon dijelaskan seperti apa tujuan Hizbut
Tahrir?
Hizbut Tahrir adalah partai atau kutlah atau kelompok politik Islam.
(Dakwah) politik kegiatannya. Islam sebagai dasar atau mabdanya. Hizbut Tahrir
berasal dari kata hizbun artinya partai, dan tahrir artinya pembebasan. Jadi,
Hizbut Tahrir berarti Partai Pembebasan atau Liberation Party atau Party of
Liberation.
Hizbut Tahrir berjuang atau berdakwah untuk melanjutkan kehidupan
Islam (li isti’nafil hayatil islamiyyah). Artinya, Hizbut Tahrir dengan dakwahnya
ingin mengajak kaum muslimin semua kepada pengamalan kembali seluruh
hukum-hukum Islam baik dalam masalah aqidah, ibadah, makanan, minuman,
pakaian, akhlaq, dakwah, muamalah dan uqubah dengan jalan menegakkan
syariah Islam secara kaffah dalam naungan khilafah. HT percaya bahwa hanya
melalui khilafah sajalah syariah lslam dapat diterapkan secara kaffah, ukhuwah
dapat diujudkan secara hakiki dan dakwah ke seluruh penjuru dunia bisa
dilancarkan kembali. Dan saat itulah kerahmatan Islam yang dijanjikan akan bisa
dirasakan oleh seluruh manusia, muslim atau non muslim.
Jadi, nyatalah bahwa sesungguhnya apa yang diperjuangkan oleh HT
adalah demi umat manusia secara keseluruhan. Bukankah kehidupan masyarakat
yang adil, damai dan sejahtera itu yang mereka inginkan? Kapitalisme yang kini
xviii
memimpin dunia telah nyata terbukti gagal mewujudkan tatanan masyarakat yang
diidam-idamkan itu. Yang terjadi bukan keadilan dan kesejahteraan, tapi justru
ketidakadilan dimana-mana. Bukan pula kedamaian, melainkan konflik dan
peperangan yang terus terjadi. Negeri yang semula damai bahkan sekarang hancur
diacak-acak oleh mereka.
Menurut ahli dari pemerintah, KH Ahmad Ishomudin, bahwa mendirikan
Khilafah di Indonesia hukumnya haram, karena menyalahi kesepakatan
berbangsa dan bernegara.
Iya, memang dia mengatakan begitu. Sebagai kelompok dakwah yang
mendakwahkan Islam dari masalah aqidah, ibadah, makanan, minuman, pakaian,
akhlaq, muamalah, termasuk didalamnya soal politik, kita tahu, HTI juga
mendakwahkan khilafah sebagai ajaran Islam di bidang politik. Pemerintah lalu
berusaha mencoba mengembangkan opini, bahwa yang mereka persoalkan adalah
khilafah ala HTI. Padahal, tidak ada itu yang disebut khilafah ala HTI. Semua ide,
konsepsi, ajakan, seruan dan penjelasan HTI soal khilafah bersumber dari kitab-
kitab muktabar (terkemuka) yang ditulis oleh para ulama salaf maupun khalaf.
Setelah tak berhasil memojokkan khilafah sebagai ide ala HTI, akhirnya
dengan sangat serampangan beberapa ahli dari pihak pemerintah menyatakan
bahwa memperjuangkan khilafah di Indonesia itu hukumnya haram. Tapi ketika
ditanya apa dalilnya, tak ada satupun yang bisa menjelaskan dengan semestinya.
Ada yang menyatakan haram hukumnya memperjuangkan Khilafah di
Indonesia karena telah melanggar kesepakatan para pendiri bangsa, bahkan ulama.
xix
Andai benar argumen itu, secara syar’iy dan teori, apakah tidak boleh ada
kesepakatan baru yang merubah atau mengganti kesepakatan lama? Prof Azra,
mengatakan boleh. Begitu juga ahli lain dari pihak pemerintah, meski mereka
buru-buru menambah, hanya untuk soal ini (khilafah di Indonesia) itu tidak boleh.
Kenapa tidak boleh, balik lagi ke argumen tadi. Karena, katanya, sudah ada
kesepakatan. Bahkan ada ahli dari pihak pemerintah yang dengan beraninya
mengatakan bahwa ijmak shahabat pun telah dinasakh oleh kesepakatan para
pendiri bangsa. Sementara, apakah benar di masa lalu telah terjadi kesepakatan
para ulama tentang beberapa hal pokok menyangkut negara ini, juga masih bisa
diperdebatkan. Mengapa? Karena faktanya, Pancasila yang sudah disepakati
itupun satu hari kemudian masih bisa berubah.
Menurut mereka, penegakkan kembali Khilafah Islamiyah mengancam NKRI.
Mereka menggunakan kaedah daf’ul mafashid muqaddamun min jalbil
mashalih, sebagai alasan untuk menyatakan haram mendirikan khilafah di
Indonesia karena pasti akan memberikan mudharat atau mafsadar atau ancaman
kepada negara ini. Tapi ketika ditanya, atas dasar apa bahwa khilafah disebut pasti
akan mendatangkan mafsadat atau madharat, dia hanya mengatakan berdasarkan
dugaan. Dan ketika disampaikan bahwa hasil penelitian Balitbang Kemenag
beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa khilafah tidak mengancam NKRI, ia
tolak hasil penelitian itu.
Lalu ada lagi yang berargumen, bahwa kalau khilafah diperjuangkan atau
tegak di Indonesia akan seperti ISIS atau akan menimbulkan konflik seperti
xx
Suriah. Pernyataan seperti ini, diluar dugaan, justru dimentahkan oleh Prof
Azyumardi Azra, yang notabene adalah ahli dari pihak pemerintah. Katanya,
konflik di Timur Tengah sama sekali tidak terkait khilafah. Konflik itu lebih
terjadi karena perebutan kekuasaan dan karena invasi negara luar untuk
menguasai sumber daya alam disana. Bahwa di Suriah berdiri khilafah, itu
ditegaskan oleh Prof Azra, juga ditolak oleh HT karena dianggap tidak sesuai
syariah. Oleh karena itu, membawa situasi Timur Tengah sebagai contoh bakal
timbulnya mudharat bila di negeri ini ditegakkan khilafah tidaklah tepat.
HTI mengharamkan cinta tanah air atau nasionalisme. Benarkah?
Ada dua macam nasionalisme atau cinta tanah air. Nasionalisme naturalis
dan nasionalisme chauvinis. Nasionalisme naturalis adalah kecintaan kepada
tanah air yang wajar karena manusia memang punya keterikatan emosional
dengan tempat ia tinggal, apalagi di situ juga ia dilahirkan dan dibesarkan,
sebagaimana dialami oleh Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang lahir dan
dan dibesarkan di Makkah. Tentang Makkah, Rasulullah berkata, “Seandainya
tidak ada hijrah, niscaya aku tetap tinggal di Makkah. Sesungguhnya aku belum
pernah melihat langit begitu dekat dengan bumi selain di Makkah. Hatiku belum
pernah merasakan ketentraman selain di Makkah...” (Diriwayatkan dari Ibnu
Najih, dikutip dari al-Azraqy, Akhbar Makkah)
Kecintaan pada tanah air itu harus ditunjukkan, pertama, tak membiarkan
pihak asing melakukan penjajahan terhadap tanah air kita ini. HTI, sebagai wadah
perjuangan umat, pun dengan tegas menolak segala bentuk penjajahan, dan tak
henti mengingatkan umat terhadap ancaman penjahan baru atau neoimperialisme.
xxi
Karena, meski sebuah negara, termasuk Indonesia sudah merdeka, tapi secara
politik dan ekonomi, bahkan juga sosial dan budaya, tetap saja menjadi incaran
negara-negara imperialis itu.
Selanjutnya, cinta tanah air juga harus ditunjukkan dengan kewaspadaan
terhadap kemungkinan terjadinya disintegrasi. Maka harus ditolak dengan tegas
gerakan-gerakan seperatisme seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka) atau RMS
(Republik Maluku Selatan) yang nyata-nyata juga didukung oleh negara-negara
imperialis. Ketika dulu hendak dilakukan referendum di Timor Timur, HTI
menolak keras rencana itu karena, dalam pandangan HTI, itu akan menjadi jalan
lepasnya wilayah Indonesia yang paling muda itu. Dan benar, pasca jajak
pendapat, lepaslah Timor Timur dari kesatuan wilayah Indonesia.
Kedua, kecintaan pada Indonesia harus ditunjukkan dengan penolakan
terhadap sekularisme, karena sekularisme adalah paham yang ditanamkan oleh
penjajah untuk melemahkan negara terjajah, khususnya negeri-negeri muslim
termasuk Indonesia.
Tapi kecintaan terhadap tanah air tidak boleh berkembang menjadi
kecintaan yang chauvitik. Sauvinisme (chauvinism) adalah ajaran atau paham
mengenai cinta tanah air dan bangsa (patriotisme) yang berlebihan. Saking
berlebihannya hingga menabrak batas-batas agama (Islam). Istilah ini diambil dari
nama Nicolas Chauvin, seorang prajurit pada zaman Napoleon Bonaparte, yang
fanatik terhadap Kaisarnya meskipun Chauvin sendiri miskin, cacat, dan
menerima perlakuan buruk.
xxii
Kecintaan HTI pada Indonesia bukan kecintaan yang semu apalagi
chauvistik seperti yang dilakukan oleh banyak kelompok nasionalis sekuler, yang
di satu bilang cinta Indonesia, tapi di sini lain justru menggerogoti pilar-pilar
penting tegaknya kedaulatan negeri ini seperti membiarkan berbagai kebijakan
yang sangat pro asing, lalu membiarkan lahirnya aturan-aturan yang jelas-jelas
sangat merugikan negara, yang semua itu terbukti justru telah membawa negeri ini
pada jurang kehancuran.
Jadi bisa disimpulkan bahwa pemerintah gagal membuktikan kesalahan HTI?
Yang utama adalah karena fakta hingga persidangan terakhir, pemerintah
tak mampu menunjukkan apa kesalahan HTI. Mengapa HTI dibubarkan, tak jelas.
Bahkan di SK pembubarannya pun tidak disebut untuk kesalahan apa sehingga
HTI harus dibubarkan. Disana hanya disebutkan setelah menimbang surat
Menkopolhukam tentang HTI. Tapi setelah dibaca oleh Kuasa Hukum kita,
didalamya juga tidak disebut mengapa HTI harus dibubarkan. Menurut ketentuan
hukum, utamanya ketentuan dalam UU Administrasi Negara, tidak boleh
pemerintah mengambil keputusan tanpa jelas alasan yuridis, filosofis dan
sosiologisnya. Nah, ketika alasan itu tidak ada, maka sesungguhnya putusan itu
tidak sah, sehingga pantas dibatalkan. Dari sinilah, kita bisa katakan HTI optimis
akan memenangkan gugatan. Insya Allah
Salah satu alasan HTI dibubarkan karena dianggap tidak memberikan peran
positif. Tanggapan Ustadz?
xxiii
Memang, dalam salah satu poin yang disampaikan pemerintah sebagai
alasan pembubaran HTI adalah bahwa HTI dinilai tidak mengambil peran positif
dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Ini tudingan sangat
aneh. Mengapa? Karena secara faktual, HTI melalui kegiatan dakwah yang
dilakukan secara intensif di seluruh wilayah Indonesia selama lebih dari 25 tahun
justru telah terbukti memberikan kontribusi penting bagi pembangunan SDM
negeri ini yang bertakwa dan berkarakter mulia, sesuatu yang sangat diperlukan di
tengah berbagai krisis yang tengah dialami oleh negara ini seperti korupsi yang
berpangkal pada lemahnya integritas SDM yang ada. Selain itu, HTI juga terlibat
dalam usaha menjaga negeri ini dari ancaman neoliberalisme dan neoimperialisme
dengan jalan mengkritisi berbagai peraturan perundangan liberal yang bakal
merugikan bangsa dan negara seperti UU Migas, UU SDA, UU Penanaman
Modal, juga UU Sisdiknas dan lainnya, juga menentang gerakan separatisme dan
upaya disintegrasi. HTI juga terlibat dalam kegiatan sosial seperti membantu para
korban bencana alam di berbagai tempat, seperti tsunami Aceh (2004), gempa
Jogjakarta (2006) dan lainnya. Oleh karena itu, tudingan bahwa HTI tidak
memiliki peran positif tidaklah benar. Sementara mereka yang korup, menjual aset
negara, menyerukan separatisme, dan lainnya malah dibiarkan saja. Aneh sekali.
HTI juga dituding anti Pancasila. Benarkah?
Sebagai organisasi dakwah, kegiatan HTI adalah menyampaikan ajaran
Islam. Tidak ada yang disampaikan oleh HTI, baik itu terkait aqidah, syakhsiyyah,
syariah, dakwah maupun khilafah dan lainnya kecuali ajaran Islam. Dan menurut
UU yang ada, ajaran Islam tidak pernah disebut sebagai paham yang
xxiv
bertentangan dengan Pancasila. Oleh karena itu tudingan bahwa kegiatan HTI
bertentangan dengan Pancasila adalah tidak benar, dan bertentangan dengan
peraturan perundangan yang ada. Kita justru menengarai, saat ini tengah
berlangsung politisasi Pancasila. Yakni menjadikan Pancasila sebaga alat untuk
menggebuk lawan politik dengan alasan anti Pancasila, sementara yang menuduh
tak lebih baik dari yang dituduh.
Disebut juga anti NKRI karena akan mendirikan negara khilafah. Bagaimana
tanggapan Ustadz?
Khilafah itu justru kita tegakkan untuk menyelamatkan negara ini dari
ancaman neoliberalisme dan neoimperialisme. Syariah, sebagai salah satu
substansi dari khilafah, akan menggantikan liberlisme. Sedang persatuan umat
akan mencegah negeri ini makin masuk kedalam cengkeraman neoimperialisme.
Jadi salah besar kalau ada yang mengatakan khilafah ini akan menghancurkan
NKRI. Sementara ada banyak sekali tindakan seperti menjual aset negara,
korupsi, hutang gila-gilaan, yang sangat berbahaya bagi kedaulatan negara malah
dibiarkan saja.
Pemerintah juga menyebut HTI menimbulkan benturan.
Ini tudingan mengada-ada. Selama ini HTI juga terbukti mampu
melaksanakan kegiatan dakwahnya secara tertib, santun dan damai, serta
diselenggarakan sesuai prosedur yang ada. Boleh cek, mana ada benturan.
Dimana? Tak ada. Yang ada adalah dibenturkan. Ada skenario untuk
membenturkan HTI dengan ormas lain. Tapi skenario ini gagal total, karena kita
xxv
tahu dan tak mudah terpancing. Oleh karena itu, tudingan bahwa kegiatan HTI
telah menimbulkan benturan yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban
masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI sama sekali tidak benar.
Tuduhan lainnya adalah HTI radikal. Bagaimana tuh?
Ngawur. Memang sekarang istilah itu, sebagaimana juga istilah
fundamentalis, garis keras (hard-liner) acap dipakai untuk melebeli siapa saja
yang menginginkan Islam yang sebenarnya, menginginkan tegaknya syariah,
apalagi khilafah. Ini tudingan semena-mena, ala Barat. Aneh sekali kalau tudingan
seperti ini bisa keluar dari mulut seorang muslim.
Di berbagai negara Hizbut Tahrir juga sudah dilarang, salah satunya Arab
Saudi yang dikenal sebagai negara Islam. Apa pendapat Ustadz?
Di Saudi, tidak hanya HT, organisasi apapun juga tidak boleh berdiri.
Yang pasti, Hizbut Tahrir adalah kelompok dakwah yang istiqamah dan berani
menyampaikan kebenaran terhadap penguasa di negara manapun. Kelompok
dakwah memang harusnya seperti itu. Bila kemudian dibubarkan, itulah risiko
dakwah. Tapi harus dicatat, organisasi yang dibubarkan oleh penguasa, tidak bisa
serta merta disimpulkan pasti buruk. Contohnya Masyumi. Partai politik Islam itu
dulu dibubarkan oleh Bung Karno, apakah lantas itu berarti Masyumi adalah
partai yang buruk atau salah, dan membubarkan itu pihak yang baik atau benar?
Menurut Ustadz, masalah sebenarnya apa sih sehingga pemerintah
membubarkan HTI?
xxvi
Kita tidak tahu pasti. Tapi dari informasi yang kita dapat, hal itu terkait
erat dengan kekalahan pihak mereka dalam Pilkada DKI lalu. HTI dituding ikut
bertanggungjawab karena HTI lah yang dinilai pertama kali mencetuskan haram
pemimpin kafir. Selain itu, HTI dianggap sebagai bagian utama kekuatan 212,
yang kekuatan itu bila dibiarkan dianggap akan sangat membahayakan
kepentingan politik mereka. Karena itu harus dihabisi. HTI dibubarkan. Tokoh
utamanya, Habib Rizieq, terus dikriminalisasi.
Nah, khilafah sendiri kedudukannya dalam pandangan Islam bagaimana?
Khilafah adalah ajaran Islam. Bersumber dari al-Quran maupun Sunnah,
termasuk ijma sahabat yg bersepakat untuk mengangkat Khalifah Abu Bakar
pasca wafatnya Nabi. Dan khilafah ini telah menjadi bagian dari sejarah dunia
Islam lebih dari 1400 tahun.
xxvii
Transkip Hasil Wawancara
Dengan DR KH Marsudi Syuhud (Ketua PBNU)
Kenapa NU mendukung diterbitkannya Perppu ormas?
Mengambil dari kaidah fikih dar’u al mafasid muqoddamun ala jalbil
masholih (mencegah kerusakan harus lebih didahulukan dibandingkan
mendatangkan kebaikan). Selain itu terbitnya Perppu bertujuan untuk mencari
titik limashlahatil ammah (untuk kemaslahatan umat) yaitu kemaslahatan untuk
rakyat Indonesia. Untuk mencari kemaslahatan tersebut maka pemerintah harus
hadir dan segera mencegah terhadap hal-hal yang menimbulkan kekacauan. Salah
satu alat untuk mencegahnya adalah Perppu
Apakah keuntungan NU dari segi politik mendukung Perppu ormas dan
pembubaran HTI?
Dukungan NU terhadap terbitnya perppu ormas dan dibubarkannya HTI
merupakan bentuk konsisten NU dalam mengawal dan mempertahankan NKRI
dari gerakan kelompok radikal yang ingin merubah Pancasila dan UUD 1945
yang sudah final dan tidak dapat lagi dirubah. Semua ini alasan kebangsaan.
Sejak kapan NU mensinyalir bahwa HTI adalah ormas radikal?
Sudah sejak lama, pada masa kepengurusan KH Hasyim Muzadi pun pada
tahun 2007, beliau sudah mengatakan bahwa HTI itu berbahaya dan harus
dibubarkan.
xxviii
Bagaimana peranan NU dalam menghadapi kelompok/ormas radikal?
Pertama NU dengan tegas menolak kelompok radikal yang ingin merubah
dasar Negara. Kedua, NU memberikan pemahaman dan pendidikan kepada
masyarakat baik melalui lembaga pendidikan NU (Pesantren, sekolah-sekolah,
pengajian dimasyarakat) akan bahaya ormas radikal dan menjelaskan tentang
bahayanya mendirikan Negara Islam terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.
Ketiga, melalui keputusan-keputusan institusional, NU juga telah mengkaji dan
merespon tentang bahayanya gerakan radikal, konsep khilafah dan NKRI.
Keempat, NU telah mendorong dan memberi masukan kepada pemerintah secara
maksimal.Selain itu NU juga memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
menjaga keutuhan NKRI dan bahayanya gerakan radikal. Kelima, banyak sikap-
sikap NU lainnya yang sejak lama telah menolak gerakan kelompok radikal,
karena NU memiliki komitmen kebangsaan dan selalu menjaga spirit umat Islam
untuk tetap bersifat moderat.
Bagaimana pandangan tentang khilafah?
Secara teologis, semua Ulama Islam Ahlussunnah wal Jamaah tidak
meletakkan imamah sebagai bagian dari akidah. Khilafah bukanlah sesuatu
kewajiban umat Islam untuk memperjuangkan membentuk pan Islamisme di
dunia dan sejarahpun telah membenarkannya. Kita dapat ambil contoh praktik
pemilihan pemimpin setelah Nabi (khulafaar-rasyidin) dilakukan dengan cara
yang berbeda-beda. Setelah empat khalifah tersebut mulai muncul dinasti-dinasti,
dan hanya pada dinasti Bani Umayyah saja khalifah itu satu, setelahnya tidak
kekhalifahan terpecah-pecah kedalam beberapa dinasti.
xxix
Jika ada organisasi yang ingin mengganti Pancasila dengan khilafah, inilah
yang menjadi persoalan karena bertentangan dengan dasar Negara kita. Selain itu
apabila gagasan tersebut dipaksakan maka akan menimbulkan gesekan
dimasyarakat. Hizbut Tahrir dibeberapa negara terlibat dalam beberapa kudeta,
oleh karena itu 17 negara melarang HT.
Dalam kegiatan HTI yang sudah pernah dilakukan, menurut HTI kegiatan
tersebut telah mendapatkan izin, berlangsung dengan damai dan tidak
dipermasalahkan. Tetapi kenapa sekarang baru dipermasalahkan?
Kegiatan HTI yang lalu dibiarkan itu bukan bearti tidak salah, bisa jadi
ada kepentingan politik untuk mendulang suara, jadi HTI dimanfaatkan oleh
penguasa.
HTI dalam AD ART nya berdasarkan Pancasila
Jangan kita berlindung dalam suatu badan hukum, tegak pada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar. Disisi lain kita menggerogoti itu dalam keseharia
kita.Semua itu terbukti dari kegiatan-kegiatannya yang bertentangan.
Bagaimana peran NU dalam mencegah gerakan radikal?
Banyak upaya yang dilakukan oleh NU dalam mencegah gerakan radikal.
Dari kerjasama dengan lembaga, pemerintahan, bahkan sampai lembaga
internasional. NU telah melakukan tindakan pencegahan melalui lembaga NU itu
sendiri seperti muslimat, Wahid Institute, Pesantren-pesantren, sekolah, masjid
dan lembaga NU lainnya. Selain itu NU juga bekerjasama dengan BNPT, NU juga
bekerjasama dengan kemendikbud untuk memberikan pendidikan karakter kepada
xxx
siswa agar cinta kepada tanah airnya, melalui kemenpora untuk mengajak pemuda
dan para santri untuk mencegah gerakan radikal. Dalam skala internasional NU
juga bekerjasama dengan Negara lain seperti Arab Saudi, Malaysia dan Negara-
negara lainnya, NU juga memiliki sebuah gagasan besar tentang Islam yaitu Islam
Nusantara. Islam Nusantara ini adalah Islam yang moderat dan dengan tetap
mempertahankan kebudayaan Nusantara dan masih banyak lagi peranan NU
dalam mencegah gerakan radikal.
xxxi
Transkip Hasil Wawancara
Dengan KH Ahmad Ishomuddin
(Rois Syuriah PBNU/Saksi Ahli Pemerintah dalam Sidang PTUN)
Salah satu alasan pemerintah membubarkan HTI karena HTI tidak memiliki
peran positif di Indonesia, bagaimana tanggapan kyai?
Pertama, PBNU member apresiasi terhadap pemerintah yang
membubarkan HTI. Dalam Negara demokrasi tidak diharamkan membubarkan
organisasi sepanjang pembubaran tersebut sesuai dengan prosedur hukum yang
berlaku di Negara kita. HTI memang harus dibubarkan oleh pemerintah, tujuan
tertinggi HTI adalah untuk merubah sistem yang mereka anggap sistem thogut
yang tidak sesuai dengan syariat Islam menurut pandangan tokoh HTI dan
pengikutnya. Mereka ingin merubah nation state diseluruh dunia yang ada di
Indonesia dengan sistem khilafah, satu sistem yang pernah ada dalam sejarah
Islam. Dan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Negara Indonesia, yang
berdasarkan demokrasi Pancasila, HTI jelas anti terhadap demokrasi Pancasila,
mereka ingin mengganti sistem ini. Selain akan menimbulkan kekacauan di
Negara kita, akan timbul perselisihan antar umat Islam atau umat beragama yang
ada di Indonesia, karena mereka akan memilih seorang khalifah sebagai pengganti
presiden.
Yang perlu dicermati, HTI itu ingin khilafah yang sifatnya alamiyah
(internasional), yang slogan mereka dikenal dari sabang sampai maroko, akan
menggelar kekuasaan yang sangat luas diseluruh dunia. Ini adalah khayalan-
xxxii
khayalan mereka. Mereka ingin merubah sistem perundang-undangan yang
dianggap sebagai sistem kafir, dengan syariat Islam yang dikenal dengan taqdiqu
syariah. Ini Negara kaum beragama bukan Negara agama.
HTI harus dipahami sebagai suatu gerakan politik, bukan sebagai gerakan
keagamaan. Apa yang mereka sebut sebagai gerakan keagamaan hanyalah cover
untuk menutupi gerakan mereka, untuk mendirikan sebuah Negara. Dan ini wajib
dibubarkan oleh pemerintah, karena tidak boleh mendirikan Negara dalam
Negara.
Apakah PBNU mengamati bahwa gerakan HTI begitu masif?
Secara kasat mata, dalam musyawarah alim ulama di asrama haji sukolilo
Surabaya, saya menyaksikan sendiri betapa orang-orang HTI sangat berani
membagikan buletin-buletin ke lokasi musyawarah alim ulama. Dan isinya
mengajak semua orang untuk mendirikan khilafah dan syariat Islam. Dan ada
dibeberapa masjid saya juga melihat buletin-buletin HTI disebar setiap shalat
Jumat.
Ada berapa besar kekuatan HTI?
Saya kira bukan karena besarannya, tetapi jumlahnya yang kecil itu
menyebabkan mereka menjadi solid. Karena kelompoknya kecil tapi suaranya
nyaring teriak dimana-mana. Karena mereka bukan hanya saja menguasai media
masa tetapi masuk kedalam struktur-struktur pemerintahan.
Sudah tepatkah HTI dibubarkan pada saat ini atau terlambat?
xxxiii
Indonesia, seperti selalu terlambat mengambil keputusan dalam hal-hal
yang akan mengancam Negara. NU sebagai salah satu organisasi yang memiliki
komitmen dalam menajaga persatuan dan kesatuan Negara, sering kali
menyampaikan pentingnya membubar organisasi yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip hidup dinegara kita terutama tentang Pancasila.
Apa yang membuat HTI menjadi bertahan dan bertambah pengikutnya?
Karena kita adalah Negara demokrasi yang kurang selektif menerima
nilai-nilai dari luar. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat peniru.
Apa yang berasal dari luar negeri mereka tiru tanpa diseleksi terlebih dahulu.
Padahal dinegara asal Hizbut Tahrir itu sendiri sudah dilarang, karena organisasi
itu betul-betul merupakan gerakan politik bukan agama, melarang HTI bukan
bearti melawan Islam, karena HTI itu sendiri merupakan bagian kecil dari umat
Islam. Propaganda HTI di Indonesia yang mengatakan bahwa pemerintah anti
Islam adalah suatu penyesatan yang harus dilawan oleh semua organisasi. NU
mendukung pemerintah, dan tidak boleh HTI mengatasnamakan Islam karena HTI
adalah gerakan politik yang bisa merusak NKRI.
Jadi HTI melakukan gerakan politik dalam bungkus kegiatan keagamaan?
Iya, itu adalah politisasi agama, dan khilafah adalah suatu yang harus
sudah dilupakan oleh umat Islam kecuali prinsip-prinsipnya. Banyak hukum-
hukum agama yang sudah diterapkan dinegara kita, oleh karena itu tidak perlu
menerapkan sistem khilafah untuk menggantikan NKRI.
xxxiv
Bagaimana sikap pemerintah terhadap orang-orang yang terlibat dalam
organisasi HTI?
Jangan sampai pemerintah tidak mampu melindungi orang-orang yang
terlibat dalam gerakan HTI, mereka harus tetap dilindungi sebagai warga Negara,
mereka sedang khilaf maka kita haru smengingatkan agar mereka kembali cinta
terhadap tanah air. Kewajiban juru dakwah adalah mengajak mereka kembali
kejalan yang benar dan cara mengajaknyapun harus bijak.
Bagaimana dengan ajaran HTI ?
Ajaran HTI tidak bisa dibenarkan dari sisi diman amereka bergerak
dibidang politik (mendirikan Negara dalam Negara). Setelah runtuhnya Turki
Utsmani, Negara berubah menjadi nation state, dan ini tidak bisa diingkari dan
sudah diterima oleh manusia didunia ini. HTI tidak suka dengan sistem
demokrasi, oleh karena itu mereka matian-matian menyatakan perang terhadap
sesuatu yang berbeda dengan mereka. Mereka adalah sekelompok kecil yang
memaksakan kehendak. Dalam bernegara, keamanan lebih diutamakan dari
keimanan karena keimanan bersifat individu.
Bagaimana PBNU akan mengawal proses pembubaran HTI?
Pembubaran harus melalui jalur hukum, anggotanya harus diobati agar
mereka kembali seperti masyarakat Indonesia pada umumnya yang tidak
menjadikan agama untuk dijadikan kepentingan politik untuk meruntuhkan
kekuasaan yang ada.
Bagaimana mencegah ajaran-ajaran sepert ini kedepannya?
xxxv
Ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah harus bekerjasama dengan
pemerintah, untuk saling menjaga Negara ini. Untuk tokoh-tokoh yang
membangkang harus ditindak tegas, anak buahnya masih bisa diobati.
Bagaimana pandangan Kyai tentang tafsir HTI tentang mengangkat khilafah
didunia dalam Quran, Hadits dan Kitab-kitab Fikih?
Dalam tafsir fikih empat madzhab hanya mengangkat pemimpin saja,
bukan pemimpin politik apalagi satu pemimpin untuk dunia (kekhilafahan). Tidak
adapun tafsir yang menyatakan seperti yang HTI maksud, begitupun tafsir dalam
Al-Quran dan Hadist, tidak ada himbauan untuk mengangkat pemimpin dalam
skala internasional.
Apakah tindakan dan cita-cita HTI bertentangan dengan NKRI?
HTI telah melakukan perlawanan secara nyata terhadap kesepakatan yang
sudah final tentang bentuk negara Indonesia, yaitu Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Sikap HTI yang seperti ini cukup jelas bertentangan denga
sikap kebangsaan para pendiri bangsa, terkhusus yang memperjuangkan NKRI
dari para penjajah yang juga diperjuangkan oleh para santri, kyai NU, dan
masyarakat lainnya.
Gerakan HTI itu gerakan dakwah bukan gerakan politik seperti yang dituduh
oleh pemerintah
HTI mengklaim bahwa gerakannya merupakan gerakan dakwah, padahal
dalam dakwahnya dibungkus suatu kegiatan untuk mendirikan khilafah
Islamiyyah di Indonesia dan akan menggantikan NKRI, maka gerakan tersebut
xxxvi
merupakan pengkhianatan terhadap konsensus nasioal yang telah disepakati oleh
para pendiri dan rakyat Indonesia. Ideolgi Pancasila adalah ideology pemersatu
bangsa, justru dengan munculnya ideology baru akan memecah belah persatuan.
Apakah demokrasi bertentangan dengan Islam?
Justru penolakan terhadap sistem demokrasi itulah yang bertentangan
dengan Islam. Karena demokrasi merupakan bagian dari Islam seperti kewajiban
memilih seorang pemimpin, melakukan musyawarah dari segi politiknya pun
tetap tidak bertentangan dengan Islam. HTI menolak sistem pemilihan presiden,
lembaga legislatif, kepala daerah, justru inilah yang dilarang dan bertentangan
dengan nilai-nilai Islam.
Apakah menegakkan khilafah Islamiyyah di dunia ini adalah sesuatu yang
mungkin terjadi?
Tidak mungkin itu terjadi karena ada beberapa pertimbangan. Pertama,
agama didunia ini beragam tidak hanya Islam. Kedua, sulit menentukan satu
khalifah didunia ini, jangankan dunia dalam sebuah Negara saja dalam memilih
pemimpin selalu ada sengketa. Ketiga, Negara-negara bangsa tidak mungkin
menyerahkan kedaulatannya kepada pihak lain, apalagi kepada Hizbut Tahrir.
Keempat, Negara di dunia ini beragam baik sistem ataupun bentuknya, tidak
mungkin dijadikan satu sistem. Kelima, di Indonesia sendiri dalam undang-
undangnya, NKRI tidak dapat dirubah, jadi tidak mungkin berubah sistem
menjadi khilafah.
xxxvii
Gambar I
Gambar II