Civil Society

5
CIVIL SOCIETY DISUSUN OLEH RIFDAH ADILAH A. SOFYAN 50700114032 FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

description

Bagaimana peran dari masyarakat madani di Negara Indonesia sebagai peran yg sangat berpengaruh

Transcript of Civil Society

Page 1: Civil Society

CIVIL SOCIETY

DISUSUN OLEH

RIFDAH ADILAH A. SOFYAN

50700114032

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

MAKASSAR

2015

Page 2: Civil Society

PENDAHULUAN

Pembinaan kerukunan umat beragama berada di tangan kementerian agama secara formal. Hal ini bisa dilihat dalam salah satu tugas kementerian agama yang menyebutkan kerukunan umat beragama (religious harmony).

Kerukunan umat beragama dibagi menjadi 3 (tiga):

1. Kerukunan intern umat beragama2. Kerukunan antar umat beragama3. Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah

Rumusan kerukunan umat beragama merupakan sebuah rumusan yang telah dibakukan dan disosialisasikan pada semua agama di Indonesia. Tetapi, seiring dengan perkembangan social politik akhir-akhir ini rumusan kerukunan umat beragama tidak lagi memiliki kemampuan menghantarkan umat beragama untuk hidup berdampingan secara damai dan harmonis mengiringi perubahan social yang begitu cepat.

KONSEP DAN SEJARAH CIVIL SOCIETY

Sebagai konsep, civil society berkembang melalui proses sejarah masyarakat barat. Dalam pembicaraan modern, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, civil society dimaknai sebagai ruang public dimana hak-hak individu di jamin keberadaannya.Dengan demikian, civil society lebih merupakan bentuk upaya mensintesiskan kepentingan individu dan Negara dalam suatu ruang dimana ruang tersebut dapat menjamin terpenuhinya kepentingan individu dan tertibnya kehidupan umum.

Secara harfiah, civil society mengandung arti sebagai ruang public dimana hak-hak individu seperti hak bersuara, hak menyampaikan pendapat, hak politik bisa di jamin keberadaannya. Akar civil society sebenarnya bisa dirujuk dari pemikiran Durkheim, misalnya tulisannya mengenai homo duplex dan perbedaan makna dari individualisme, Adam B.Selikman, ( 1992 ).

Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan masyarakat beradab yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi peneiptaan tatanan demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 

Gagasan masyarakat madani atau civil society seperti yang sedang dikembangkan di tanah air dipelopori oleh Cak Nur dkk- merupakan suatu model menmembangkan kembali khazanah doktrin agama Islam. Civil Society diorientasikan kepada model eksperimen masyarakat Madinah pasca hijrah Nabi SAW. Dengan demikian Civil Society tidak harus dipahami seperti civil society atau al-Mujtama' al-Madanisebagairnana dikembangkan di Dunia Arab yang merupakan translasi dari konsep civil society seperti dikembangkan di Barat, Amerika Latin, Eropa Selatan dan Eropa Timur, yaitu sekedar sebagai masyarakat di luar negara, melainkan lebih merupakan suatu sistem yang meliputi dimensi sosial, politik, budaya, dan ekonomi (Nur Sayyid Santoso Kristeva,2011:168).

Page 3: Civil Society

Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.

CIVIL SOCIETY DI INDONESIA

Tumbuhnya realitas Civil Society dalam dinamika politik Indonesia secara historikal lahir sebagai gagasan yang telah ada sejak sebelum Negara ini terbentuk. Embrio civil society muncul sebagai perlawanan sosial terhadap struktur otoritarian kolonialisme Belanda. Negara Kesatuan RI lahir sebagai idealisasi pemikiran para pendirinya, sehingga ia berada pada posisi yang dominan.  Bahkan, hingga dalam pengalaman praktik demokrasi Terpimpin sejak 1959 hingga kekuasaan Orde Baru, pertumbuhan civil society mengalami marjinalisasi dan menjadi kekuatan yang minor.

 Dramatisasi demokrasi ala rejim Soekarno dan Soeharto turut mematikan peran-peran kemasyarakatan yang mandiri,  akibatnya peran negara kian masif dan  hegemonik –yang mengakar melalui kekuatan korporasi yang  dikonstruksikannya. Dalam konteks inilah, Indonesia lebih banyak pengalaman sebagai model state coorporation dan  otoritarianismenya  sejak kemerdekaan. Kini, era reformasi telah membuka peluang kembalinya ruang publik bagi penguatan civil society dan berupaya turut mengimbangi peran negara melalui liberalisasi politik dibalik reform menuju Indonesia Baru. 

Presentasi dalam diskusi ini, penulis membatasi pada kajian sekitar pertumbuhan civil society di tanah air melalui sub topik: (1) Munculnya wacana civil society kontemporer di tanah air; (2) Akar-akar civil society di Indonesia; (3) Seputar perdebatan konsepsi civil society dalam bangunan negara Indonesia Merdeka.

Sejak permulaan di atas, istilah civil society menjadi wacana akademik masyarakat Indonesia yang direspon melalui diskusi-diskusi, seminar hingga penerbitan. Mulai dari oleh LP3ES dan CESDA melalui seminar “Mencari Konsep dan Keberadaan Civil Society di Indonesia” pada 20 September 1994. Kemudian di Kupang, NTT dalam seminar “Dimensi Kepemimpinan dan Masyarakat Kewargaan: Menuju Abad XXI” pada 24-25 Januari 1995 yang menerjemahkannya menjadi “Masyarakat warga” atau “Masyarakat Kewargaan”. Dan, Istilah ini pun direspon kembali dalam Qolloqium yang mengangkat “Masyarakat Warga” oleh Lembaga Etika Atmajaya, Universitas Katolik Atmajaya pada 10 April 1997. Hingga meluas diberbagai kota, terutama oleh beberapa lembaga yang konon disuplay oleh lembaga penyandang dana internasional --salah satunya The Asia Foundation, oleh LSAF dan Lakspendam NU yang banyak menyelenggarakan sosialisasi gagasan civil society di Indonesia.