City of God.pdf

1
Muhammad Alghofiqi 1306384744 City of God mengangkat fenomena yang sangat menarik di kota Rio de Jenairo, Kota Tuhan. Film ini menggambarkan sisi gelap perkotaan yang kumuh dengan angka kejahatan yang sangat tinggi. Tidak dipungkiri lagi, Rio adalah kota dengan ekonomi yang masih belum stabil. Ditambah lagi dengan populasi kota ini yang begitu tinggi membuat kota ini sangat rawan dalam segi kejahatan. Kota Rio de Janeiro yang berpendudukan 6 juta orang lebih yang memiliki tingkat kejahatan dan pembunuhan yang tinggi. Geng-geng perdagangan narkoba bersenjata lengkap menguasai banyak daerah miskin di Rio, yang membuat kota itu sering dilanda konflik dan kekerasan lainnya. Kota Tuhan adalah salah satu kota paling rawan kejahatan di kawasan Amerika Latin. Terdapat dua kelompok geng narkoba besar yang menguasai kota ini, yang pertama adalah geng yang di pimpin oleh LilZe, dan lawannya adalah geng yang dipimpin oleh Carrot. Dua kelompok ini membuat sub culture yang mendominasi sistem sosial kota. Dua-duanya saling berlawanan kepentingan demi kekuasaan dan bisnis narkoba. Institusi kepolisan kurang bisa berkutik, pasalnya mereka dapat dengan mudah menerima godaan suap oleh pihak geng narkoba. Budaya gangster dengan segala aksi kekerasan dan narkoba yang dilakukannya sangat mendominasi kota. Bahkan hal seperti ini sudah menjadi hal yang biasa di kalangan warga slum area di kota Tuhan. Kota Tuhan yang sejatinya adalah kota dengan segala kegiatan yang manusiwi dan religious, justru dihiasi dengan fenomenena kebiadaban manusia dengan segala keburukannya. Jika dianalisis lebih dalam, film ini juga menggambarkan bagaimana pola perebutan kekuasaan antar gangster di kawasan slum area. Kontrol pemerintah yang jauh dari kata maksimal seakan-akan memberikan legitimasi terhadap budaya menyimpang di kalangan anak muda. Hal ini tentu sangat fatal mengingat anak muda adalah motor kehidupan perkotaan yang memberikan harapan akan kota yang lebih baik sebagai tempat tinggal. Sektor pendidikan yang seharusnya berfungsi sebagai revolusi mentalternyata hanya jalan di tempat.

Transcript of City of God.pdf

Page 1: City of God.pdf

Muhammad Alghofiqi

1306384744

City of God mengangkat fenomena yang sangat menarik di kota Rio de

Jenairo, “Kota Tuhan”. Film ini menggambarkan sisi gelap perkotaan yang

kumuh dengan angka kejahatan yang sangat tinggi. Tidak dipungkiri lagi, Rio

adalah kota dengan ekonomi yang masih belum stabil. Ditambah lagi dengan

populasi kota ini yang begitu tinggi membuat kota ini sangat rawan dalam

segi kejahatan.

Kota Rio de Janeiro yang berpendudukan 6 juta orang lebih yang memiliki

tingkat kejahatan dan pembunuhan yang tinggi. Geng-geng perdagangan

narkoba bersenjata lengkap menguasai banyak daerah miskin di Rio, yang

membuat kota itu sering dilanda konflik dan kekerasan lainnya. Kota Tuhan

adalah salah satu kota paling rawan kejahatan di kawasan Amerika Latin.

Terdapat dua kelompok geng narkoba besar yang menguasai kota ini, yang

pertama adalah geng yang di pimpin oleh Lil’Ze, dan lawannya adalah geng

yang dipimpin oleh Carrot. Dua kelompok ini membuat sub culture yang

mendominasi sistem sosial kota. Dua-duanya saling berlawanan kepentingan

demi kekuasaan dan bisnis narkoba. Institusi kepolisan kurang bisa berkutik,

pasalnya mereka dapat dengan mudah menerima godaan suap oleh pihak geng

narkoba.

Budaya gangster dengan segala aksi kekerasan dan narkoba yang

dilakukannya sangat mendominasi kota. Bahkan hal seperti ini sudah menjadi

hal yang biasa di kalangan warga slum area di kota Tuhan. Kota Tuhan yang

sejatinya adalah kota dengan segala kegiatan yang manusiwi dan religious,

justru dihiasi dengan fenomenena kebiadaban manusia dengan segala

keburukannya.

Jika dianalisis lebih dalam, film ini juga menggambarkan bagaimana pola

perebutan kekuasaan antar gangster di kawasan slum area. Kontrol

pemerintah yang jauh dari kata maksimal seakan-akan memberikan legitimasi

terhadap budaya menyimpang di kalangan anak muda. Hal ini tentu sangat

fatal mengingat anak muda adalah motor kehidupan perkotaan yang

memberikan harapan akan kota yang lebih baik sebagai tempat tinggal. Sektor

pendidikan yang seharusnya berfungsi sebagai “revolusi mental” ternyata

hanya jalan di tempat.