CITRA PEREMPUAN (NYAI ONTOSOROH) DALAM NOVEL BUMI...
Transcript of CITRA PEREMPUAN (NYAI ONTOSOROH) DALAM NOVEL BUMI...
CITRA PEREMPUAN (NYAI ONTOSOROH) DALAM NOVEL
BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN
SASTRA DI SEKOLAH DASAR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
SITI NURUL FAIZAH
NIM 230-40-160160
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
ii
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
iv
v
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
فى رضى سخط الوالدين و رضى الله الوالدين سخط فى الله
Keridhaan Allah itu di dalam keridhoan orang tua dan kemurkaan Allah itu
di dalam kemurkaan kedua orang tua (HR. Al-Tirmidzi)
PERSEMBAHAN
“Tulisan ini saya persembahkan untuk Allah SWT, kedua orang tua
saya yang tercinta, Bapak Mufrodli S.Pd.I dan Ibu Siti Zulfah yang
telah memberikan dukungan secara materi dan moril serta tak pernah
henti-hentinya mendo’akan demi kesusuksesaan saya. Untuk mbak
Anis, mas Sofi, dek Afif, dan keluarga saya yang selalu mendukung
dan mendo’akan demi keberhasilan saya”
vii
KATA PENGANTAR
بسم الل الرحمن الر حيم
Segala puji Bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-
Nya yang telah membimbing penulis, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini yang berjudul “Citra Perempuan (Nyai Ontosoroh) dalam Novel Bumi
Manusia karya Pramoedya Ananta Toer serta Implikasinya terhadap pembelajaran
sastra di Sekolah Dasar”. Shalawat serta salam semoga senantiasa kita junjungkan
kepada beliau baginda Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing
manusia dari zaman kegelapan hingga terang benerang, semoga kita semua diakui
sebagai umatnya yang kelak mendapatkan syafaatnya di akhirat.
Selanjutnya penulis menyadari dalam penulisan ini penulis tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dariberbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan
terimakasih, khusunya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyyudin Baidhawi, M.Ag. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ibu Peni Susapti, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah
(PGMI) IAIN Salatiga.
4. Ibu Aprilian Ria Adisti, M.Pd., sebagai dosen pembimbing yang telah setia
dan sabar serta meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Nur Hasanah, M.Pd., sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
setia dan sabar membimbing saya selama ini dan Seluruh dosen dan
viii
karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga
menyelesaikan skripsi.
6. Kedua orang tua penulis, Bapak Mufrodli S.Pd.I dan Ibu Siti zulfa yang telah
mendukung penulis baik secara moril maupun materil, dan setiap saat selalu
mendo’akan penulis. Kedua kakakku Mbak Anis dan Mas Sofi, adikku Afif
dan keluarga yang selalu memberikan penulis semangat untuk menyelesaikan
skripsi ini
7. Ibu Nyai Nafisah serta keluarga ndalem, KH.Muhammad Hanif, M.Hum dan
Ibu Nyai Rosyidah, Lc, selaku pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro
yang telah memberikan ridho dan bimbingan dalam menuntut ilmu.
8. Untuk sahabat dan teman-temanku kamar 16 di Ponpes Edi Mancoro
khususnya Mbak Kholis, Emma, yang selalu menemani, menasihati, dan
berjuang bersama. Serta teman-teman seperjuangan di PGMI 2016 IAIN
Salatiga yang mampu memotivasi penulis dan berjuang bersama.
Meskipun banyak pihak yang terlibat dalam penulisan ini, penulis menyadari
bahwa skripsi ini kurang dari sempurna, untuk itu penulis membutuhkan segala
kritik, saran, dan masukan yang dapat disampaikan.
Salatiga, 26 Juli 2020
Penulis,
Siti Nurul Faizah
ix
ABSTRAK
Faizah, Nurul Siti. 2020. Citra Perempuan (Nyai Ontosoroh) dalam Novel
Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer serta Implikasinya
terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar. Skripsi. Salatiga.
Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Kata Kunci : Citra Perempuan, Novel
Tujuan dari penelitian ini adalah : untuk mendeskripsikan citra
perempuan yang terdiri dari dua aspek yaitu citra diri dan citra sosial
perempuan. Citra diri perempuan terdapat dua kategori yaitu fisik dan psikis,
dan untuk citra perempuan dalam aspek sosial terdiri dari aspek keluarga,
yang perempuan berperan sebagai anak, istri, dan ibu, dan citra perempuan
dalam aspek masyarakat.
Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian pustaka atau library
research. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer
yaitu novel Bumi Manusia dan sumber data sekunder dapat berupa literatur-
literatur yang relevan dengan objek yang diteliti. Untuk pengumpulan data,
penulis menggunakan teknik dokumentasi sedangkan untuk analisis data yang
digunakan adalah analisi isi.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa citra Nyai Ontosoroh dalam
fisiknya sebagai wanita yang cantik, manis, wajah jernih, berumur tiga
puluhan, dan fisik kuat. Dari aspek psikis yaitu cerdas, humoris, ramah, tegas,
optimis, penyayang, dan memiliki sebuah trauma di masa remaja. Citra sosial
Nyai Ontosoroh dalam keluarga yaitu perannya sebagai seorang anak
perempuan yang penurut, dan pendendam terhadap kedua orang tuanya.
Sebagai seorang istri ia dicitrakan sebagai perempuan yang setia, mandiri,
penurut. Dan sebagai seorang ibu ia adalah ibu yang penyayang, kreatif,
bijaksana, terbuka, berwibawa dan berusaha selalu menuruti apa yang
anaknya inginkan. Sedangkan citra Nyai Ontosoroh di masyarakat terkesan
menutup diri, dan dikenal masyarakat sebagai wanita rupawan, berwibawa,
pekerja keras, dan bijaksana yang mampu menegakkan hak perempuan di
mata masyarakat. Implikasi yang dapat diterapkan dari citra perempuan
dalam Novel Bumi Manusia karya Pramoeda Ananta Toer terhadap
pembelajaran sastra Indonesia di Sekolah Dasar yaitu dalam Menelusuri
tuturan dan tindakan tokoh serta penceritaan penulis dalam teks fiksi dan
Mengaitkan peristiwa yang dialami tokoh dalam cerita fiksi dengan
pengalaman pribadi. Melalui penelusuran, penceritaan, dan pengaitan
pengalaman pribadi dalam karya sastra dapat menumbuhkan aspek afektif
peserta didik yang diharapkan dapat meneladani sikap dan nilai positif dari
tokoh perempuan Nyai Ontosoroh, sedangkan dalam aspek sosial diharapkan
peserta didik mampu peka terhadap keadaan di lingkungan sosial.
x
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i
LEMBAR GAMBAR LOGO ............................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................................... iv
LEMBAR DEKLARASI ....................................... Error! Bookmark not defined.v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 9
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 10
E. Definisi Operasional................................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 14
G. Metodologi Penelitian ................................................................................15
BAB II .................................................................................................................. 22
LANDASAN TEORI ........................................................................................... 22
A. Kajian Teori .................................................................................................. 22
1. Novel ......................................................................................................... 22
2. Citra Perempuan ........................................................................................ 30
3. Pembelajaran Sastra....................................................................................45
B. Kajian Pustaka .............................................................................................. 49
BAB III ................................................................................................................. 53
xi
GAMBARAN UMUM NOVEL BUMI MANUSIA ........................................ 53
A. Sekilas Tentang Novel Bumi Manusia ......................................................... 53
B. Profil Pengarang ........................................................................................... 55
C. Sinopsis Novel .............................................................................................. 56
BAB IV ................................................................................................................. 61
ANALISIS HASIL PENELITIAN .................................................................... 61
A. Tokoh Penokohan ......................................................................................... 61
B. Citra Perempuan ........................................................................................... 65
1. Citra Diri Nyai Ontosoroh ......................................................................... 65
2. Citra Sosial Nyai Ontosoroh ...................................................................... 80
C. Implikasi dalam Pembelajaran Sastra..........................................................111
BAB V ................................................................................................................. 117
PENUTUP .......................................................................................................... 117
A. Kesimpulan ................................................................................................. 117
B. Saran ........................................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 120
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1-21 Dokumentasi
Lampiran 22-23 Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 24 Nilai SKK mahasiswa
Lampiran 25 Riwayat Hidup Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan wujud kreativitas seorang pengarang yang
diwujudkan dan diekspresikan lewat tulisan kedalam bahasa yang
berdasarkan sebuah pemikiran imajinasi atau diambil dari kisah nyata atau
fakta dari seseorang yang kemudian dituangkan ke dalam tulisan, karena
sebagian tulisan dari sastrawan 50% dari pengalaman atau cerita hidup
dari penulis itu sendiri. Sastra adalah suatu bentuk hasil seni kreatif yang
objeknya manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai
;mediumnya (Semi, 1993:8)
Karya sastra merupakan sebuah gambaran yang dapat dinikmati
oleh kalangan masyarakat luas yang dapat dibaca, dihayati, dinikmati,
dipahami, dan dimanfaatkan oleh kebanyakan masyarakat. Karya sastra
adalah sebuah ungkapan dari dalam hati seseorang melalui bahasa dan
dengan cara penggambaran terhadap kenyataan hidup seseorang, dan
pengarang terhadap kenyataan hidup dengan intuisi yang pengarang buat.
Karya sastra dapat menampilkan berbagai permasalahan yang terjadi di
dalam kehidupan pada masa dan kurun waktu tertentu sesuai dengan latar
belakang sosial, budaya, politik, ekonomi maupun religi di mana karya
sastra itu dihasilkan.
Dalam sastra banyak karya yang dapat dihasilkan seperti prosa,
puisi dan sebuah drama. Karya-karya sastra banyak yang telah dibukukan,
2
meskipun peristiwa dalam sebuah karya sastra itu sendiri telah terjadi
dalam kurun waktu yang telah lampau atau baru terjadi. Sebuah sastra
diciptakan akibat adanya hubungan sosial yang berkaitan dengan ikatan
batin oleh pengarang yang berupa sebuah kejadian atau masalah yang
menarik ataupun jarang terjadi dalam masyarakat yang kemudian
diceritakan dan dituangkan kembali dan dipadukan dengan sebuah
imajinasi-imajinasi pengarang. Karya sastra yang paling banyak diminati
oleh masyarakat adalah novel.
Novel merupakan cerita drama yang panjang dari cerita atau
sebuah kisah dari manusia atau sebagai karangan fiksi dari daya imajinasi
pengarang yang menggambarkan sebuah watak dan sifat setiap tokohnya.
Dengan menggunakan bahasa yang sederhana yang dipakai setiap hari
hingga menggunakan bahasa sastranya yang tinggi, yang kadang kali
membuat pembaca tidak mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan
oleh pengarang. Novel adalah pengungkapan dari cerita atau kisah
kehidupan manusia dalam waktu jangka yang panjang dan mengalami
perubahan alur cerita dari tokohnya (Esten, 1987: 12).
Dilihat dari segi tokoh dalam ceritanya, novel biasanya
menampilkan tokoh-tokoh yang saling berhubungan antara satu dengan
yang lain sehingga terbentuklah suatu cerita yang akan menyambung.
Pemahaman pembaca dalam penokohan pada novel dapat
mengekspresikan pesan dari pengarang ke dalam kehidupan sebagai
pengalaman batin dan untuk menambah pengetahuan. Seperti pendapat
3
yang menyatakan bahwa novel ditulis oleh pengarang untuk menawarkan
kehidupan yang diimpikan atau yang diinginkan oleh setiap orang
(Nurgiyantoro, 2017 : 321). Cerita kehidupan yang diinginkan tersebut
disajikan dalam bentuk karya sastra yang digambarkan oleh tokoh yang
ditampilkan dalam cerita. Hal itu bisa pembaca ketahui ketika dapat
memahami seluruh rangkaian isi cerita dari karya sastra berupa novel
lewat gambaran karakter-karakter setiap tokoh yang diciptakan oleh
pengarang.
Penokohan pada novel tergantung pada pengarang dalam
pemberian sifat dan watak yang akan diberikan. Tidak jarang novel
ataupun karya sastra saat ini banyak menceritakan tentang perempuan.
Entah itu menceritakan tentang lemah dan kuatnya seorang perempuan.
Tokoh perempuan dalam karangan fiksi merupakan sebuah imajinasi dari
pengarang terhadap realita kehidupan yang terjadi dalam lingkungan
pengarang, atau sebuah realita yang dialami oleh pengarang itu sendiri.
Tidak jarang dalam sebuah novel yang menjadi tokoh utama adalah
perempuan, entah itu menggambarkan tentang kelemahan perempuan
ataupun kuatnya seorang perempuan dalam menjalani hidup.
Citra merupakan gambaran, rupa, atau gambar yang dimiliki orang
banyak mengenai pribadi atau kesan mental (bayangan) visual yang
ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat dan merupakan dasar
yang khas dalam karya prosa maupun puisi. Sastra adalah suatu bentuk
hasil seni kreatif yang objeknya manusia dan kehidupan, yang
4
menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 1993:8). Dalam
eksistensinya citra perempuan banyak dijadikan pada sebuah karya, karena
perempuan adalah makhluk yang istimewa yaitu ada hal yang dimiliki
perempuan yang tidak bisa dimiliki oleh laki-laki.
Melakukan pembicaraan tentang perempuan memang sangat
menarik untuk diperbincangkan mulai dari kodratnya, perannya, dan
aktivitasnya. Perempuan memiliki dua hal, yaitu dalam hal keindahannya
perempuan mampu membuat laki-laki dapat tergila-gila padanya, ataupun
dalam hal sosialnya dengan perilaku dan sifat yang dimiliki. Namun,
sebenarnya perempuan bukanlah makhluk yang lemah akan tetapi
perempuan merupakan makhluk sosial yang terkadang membutuhkan
bantuan dari orang lain untuk menjalankan hidupnya. Dan kelemahan itu
terkadang dimanfaatkan oleh laki-laki untuk menindas dan menjadikannya
budak yang tidak ada nilainya di mata laki-laki.
Perempuan dapat mengemban banyak peran, tidak hanya sebagai
ibu bagi anak-anaknya, tapi juga sebagai seorang istri yang setia
mendampingi suaminya, serta lebih banyak lagi peran yang dapat
dilakukan oleh perempuan. Perempuan ketika telah menjadi ibu, dia
merupakan sekolah pertama untuk anak-anaknya. Meskipun perempuan
telah disibukkan dengan dunia pekerjaan maupun hal rumah tangga
lainnya, perempuan tetap harus selalu ingat kodratnya sebagai istri dan
sebagai ibu bagi anaknya. Dahulu perempuan hanya dipandang sebelah
mata untuk hal pekerjaan diluar rumah, karena perempuan dianggap tidak
5
bisa berpikir seperti laki-laki, perempuan selalu mengedepankan
perasaannya daripada logikanya. Seiring berjalannya zaman, peran
perempuan sekarang hampir sama dengan peran laki-laki, itu semua karna
ada perlawanan dan pergerakan kaum feminisme di zaman dahulu.
Dimana dahulu perempuan sangat dianggap rendah, dan hanya dijadikan
budak nafsu oleh laki-laki, ditindas, disiksa dan diperlakukan tidak
manusiawi.
Feminisme berasal dari bahasa latin yang berarti perempuan.
Menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, feminisme merupakan
suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan
dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam keluarga, serta tindakan
sadar perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.
sedangkan menurut Yunahar Ilyas, feminisme adalah kesadaran akan
ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempuan, baik dalam
keluarga maupun masyarakat, serta tindakan sadar oleh perempuan
maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut (Mardety, 2018:16).
Jadi dapat disimpulkan dari pendapat diatas feminisme yaitu gerakan
perlawanan dari perempuan yang tidak mendapat keadilan gender dari
masyarakat maupun keluarga, atau perlawanan untuk memperjuangkan
hak, keadilan dalam bidang politik maupun sosial di masyarakat, agar
tidak ada lagi penindasan dan ketidakadilan oleh perempuan.
Melihat pada zaman dahulu karya sastra telah banyak mengangkat
seorang perempuan tokoh feminis yang tidak melupakan kodratnya
6
sebagai istri dan sebagai ibu untuk mendidik anak-anaknya, namun juga
dapat berperan aktif dalam pekerjaan, politik maupun sosial yang ada di
masyarakat. Karya sastra merupakan merupakan cerminan dari masyarakat
yang terjadi pada saat itu. Jadi, tidak menutup kemungkinan jika tokoh
feminis pada masa itu yang telah menyeimbangkan perannya tidak hanya
sebagai ibu dan istri melainkan juga di lingkungan publik. Tokoh feminis
pada masa itu salah satunya adalah Nyai Ontosoroh tokoh pada Novel
Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Nyai Ontosoroh dalam
perannya dicitrakan sebagai perempuan masyarakat pribumi pada masa
Belanda, dia tak mengenyam pendidikan formal, namun pada masa itu dia
menjadi terpelajar dan dapat berperan dalam masyarakat luas pada
umumnya yang berpendidikan.
Nyai Ontosoroh juga perempuan yang memiliki bisnis dimana-
mana, meskipun tak berpendidikan dia dapat mengetahui perusahaan dan
istilah-istilah Eropa dengan baik. Namun, meskipun pekerjaan kantor yang
membuatnya sibuk dan lelah, dia juga tidak melupakan perannya sebagai
ibu dari dua anaknya yaitu Robert Mellema dan Annelies Mellema.
Meskipun Nyai Ontosoroh memiliki pelayan yang dapat mengurus anak-
anaknya, dia tidak mau anak-anak-anaknya diurus oleh pelayan, karna bagi
Nyai Ontosoroh anak-anaknya merupakan harta yang sangat berharga
yang harus ia jaga dan ia lindungi sendiri. Nyai Ontosoroh juga memiliki
pelayan yang banyak yaitu laki-laki dan perempuan, namun dia tidak
7
pernah membedakan bias gender antara laki-laki dan perempuan. Dia
selalu memperlakukan pelayan-pelayannya dengan sama.
Nyai Ontosoroh merupakan seorang gundik atau istri simpanan
dari seorang dari Belanda yang bernama Herman Mellema, dia dijual
sendiri oleh ayahnya yang gila jabatan dan gila harta pada suaminya,
dengan imbalan akan menjadikan ayahnya Sastrotomo menjadi seorang
juru bayar dan mendapatkan gulden. Perjuangannya membesarkan anak-
anaknya berliku-liku karena tidak diakui oleh negara, karena anak yang
diakui oleh negara adalah anak hasil dari perkawinan yang sah dan bukan
dari seorang gundik. Perjuangannya semakin sulit ketika suaminya mati
terbunuh, meskipun ia sebagai penguasa penuh pabrik, dirinya sadar tidak
akan mendapatkan hak sedikitpun karena dia hanyalah seorang istri
simpanan sekalipun itu adalah anak-anaknya. Dia berusaha bangkit untuk
melawan dan mempertahankan hak-haknya bersama menantunya Minke
yang telah menikahi putrinya Annelies. Kendati demikian, Nyai Ontosoroh
benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa di bawah hukum kolonial
Belanda.
Meskipun Nyai Ontosoroh merasa gagal mendidik anak sulungnya
yaitu Robert Mellema, karena dia tidak mau menjadi pribumi yang setiap
saat dapat direndahkan. Robert menghendaki dirinya seperti ayahnya yaitu
golongan kulit putih. Nyai tetap mendidik Annelies anak bungsunya
dengan sekuat tenaga untuk mempertahankannya sampai akhir, meskipun
8
akhirnya Nyai Ontosoroh tidak dapat melawan untuk mempertahankan hak
asuh anak kandungnya sendiri di bawah hukum Belanda.
Dari cerita yang ditulis oleh pengarang, citra dari seorang tokoh
perempuan yang diperankan oleh Nyai Ontosoroh mampu
menggabungkan antara isu ideologi dengan perempuan yang berusaha
untuk mempertahankan hak-hak dalam sosial, ekonomi, budaya dan
dampak hukum kolonialisme, serta mampu berperan ganda untuk
mendidik anak-anaknya dengan baik. Maka dari itu penulis merasa tertarik
untuk meneliti tentang citra perempuan dalam novel bumi manusia.
Meskipun tokoh utama dalam novel Bumi Manusia adalah Minke, namun
yang dibutuhkan penulis adalah tokoh perempuan feminis.
Novel Bumi Manusia merupakan novel yang dibuat atau ditulis
oleh Pramoedya Ananta Toer sekitar tahun 1975 saat Indonesia ada
dibawah penjajahan Hindia-Belanda dan saat dirinya masih mendekam
dibalik jeruji besi pulau buru . Maka dari itu, novel ini berlatar belakang
kolonialisme Belanda. Setelah bebas dari penjara Pramoedya Ananta Toer
mulai mengeluarkan terbitan pertama pada bulan Agustus tahun 1980 yang
diterbitkan oleh Mitra Hasta.
Berdasarkan uraian dan paparan diatas penulis tertarik memilih
novel Bumi Manusia untuk dijadikan sebagai penelitian karena Nyai
Ontosoroh adalah perempuan yang berkarakter kuat yang mampu
dijadikan motivator oleh pendidik maupun peserta didik di sekolah dasar.
Penulis tidak hanya menyajikan tentang citra perempuan saja dari Nyai
9
Ontosoroh namun juga mendeskripsikan pengajaran sastra Indonesia di
sekolah dasar. Sesuai Kurikulum 2013 pembelajaran Bahasa Indonesia di
Sekolah menggunakan pendekatan berbasis teks. Pembelajaran sastra
diajarkan bukan hanya sebagai pengetahuan bahasa melainkan sebagai
teks yang berfungsi mengemban fungsi sosial dengan tujuan untuk
mengembangkan aktualisasi diri dan saintifik/kegiatan ilmiah.
Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang melibatkan
langsung peserta didik untuk belajar secara mandiri, kreatif, dan lebih
intens. Bentuk nyata dalam penerapan pembelajaran sastra dengan
melakukan berbagai aktivitas yang dilakukan oleh siswa untuk
menciptakan karya sastra, mengekspresikan karya sastra, serta memahami
dan memaknai karya sastra. Ketiga aktivitas itu harus dilakukan secara
seimbang, agar peserta didik mampu memperoleh pengetahuan dan
pengalaman bersastra sedari dini yang dimulai dari tingkat Sekolah Dasar.
Untuk itu penulis mengambil penelitian yang berjudul :
Citra Perempuan (Nyai Ontosoroh) dalam Novel “Bumi Manusia”
karya Pramoedya Ananta Toer serta Implikasinya terhadap
Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ditulis diatas, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana citra perempuan tokoh Nyai Ontosoroh dalam novel Bumi
Manusia karya Pramoedya Ananta Toer
10
2. Bagaimana Implikasi hasil penelitian pada novel Bumi Manusia karya
Pramoedya Ananta Toer terhadap pembelajaran bahasa indonesia di
Sekolah Dasar
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditulis diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui :
1. Mendeskripsikan citra perempuan oleh Nyai Ontosoroh dalam novel
Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.
2. Mendeskripsikan implikasi hasil penelitian pada novel Bumi Manusia
karya Pramoedya Ananta Toer terhadap pembelajaran bahasa indonesia di
Sekolah Dasar
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan secara teoritis
maupun secara praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah salah satu khazanah ilmu
pengetahuan dalam perkembangan penelitian yang berbasis
kepustakaan atau wacana teks, khususnya dalam analisis novel. Serta
untuk membuktikan bahwa sebuah novel tidak hanya untuk dijadikan
sebagai hiburan melainkan mampu memberikan pengalaman positif
yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
11
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan tambahan informasi
tentang sastra pada pembelajaran bahasa Indonesia. Cerita tersebut
dapat dijadikan sebagai sarana untuk pembinaan dan pembentukan
karakter peserta didik.
b. Peneliti Lain
Hasil penelitian ini mampu dijadikan pijakan untuk melakukan
penelitian yang lebih dalam lagi, serta mampu memberikan inspirasi.
E. Definisi Operasional
1. Citra Perempuan
Citra perempuan merupakan gambaran sebuah sifat atau rupa
dari seorang wanita dalam sebuah puisi maupun frasa. Citra merupakan
gambaran seseorang dalam eksistensinya sebagai perempuan dalam
kehidupan sosial masyarakat. Citra perempuan dibagi menjadi dua,
yaitu citra diri perempuan dalam segi fisik seperti rupa atau anggota
tubuh dan psikis yaitu mencakup tentang perasaan, tingkah laku seorang
perempuan dalam sosial dan budayanya, dan citra perempuan dalam
segi sosial yaitu peran dalam keluarga yang melingkupi perannya
sebagai anak, ibu, dan istri serta citra perempuan dalam masyarakat.
Citra perempuan merupakan wujud gambaran mental spiritual
serta tingkah laku dalam kehidupan sehari-sehari yang diekspresikan
oleh perempuan dalam berbagai aspeknya, yaitu aspek psikis dan fisik
citra diri dari seorang perempuan, serta citra sosial yaitu dalam aspek
keluarga dan masyarakat. (Sugihastuti, 2000 : 7 )
12
2. Nyai Ontosoroh
Salah satu tokoh pemeran utama perempuan dalam novel Bumi
Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, yang berusaha melawan
hukum dibawah naungan Belanda untuk mempertahankan apa yang
telah dimilikinya, serta untuk menegakkan keadilan kepada setiap
perempuan pada masa itu. Posisinya hanya sebagai gundik atau istri
simpanan dari seorang Eropa membuat kehidupannya sangat sulit dalam
mempertahankan apa yang telah dimiliki.
Kehidupannya semakin sulit ketika suaminya meninggal
dibunuh. Dibalik kesibukannya mengelola pabrik, dia tetap tak lupa
untuk merawat anak-anaknya. Dia mengajarkan kepada anak-anaknya
untuk tetap kuat dan tidak lemah di depan orang-orang. Meskipun
memiliki banyak perewang yang membantunya di rumah dan pabrik,
dia tetap merawat anaknya sendiri ketika sakit dengan tetap bekerja.
Tak pernah membedakan hak-hak antara perempuan dan laki-laki,
baginya semua sama.
3. Novel Bumi Manusia
Novel Bumi Manusia merupakan buku pertama dari tetralogi
Buru karya Pramoedya Ananta Toer yang pertama kali diterbitkan oleh
Hasta Mitra pada tahun 1980. Novel ini ditulis pertama kali tahun 1973
ketika masih mendekam di pulau buru dan menceritakan ke teman-
temannya secara berulang-ulang. Setahun setelah diterbitkan novel ini
13
dilarang terbit olek jaksa agung. Kemudian pada tahun 2005 novel ini
kembali terbit dan diubah menjadi 33 bahasa.
Novel ini tidak hanya menceritakan tentang cinta, namun juga
budaya Jawa, pertarungan ideologi, pertautan rasa, perlawananya
dibawah hukum Belanda, serta era tumbuhnya pembangunan
pergerakan Nasionalis yang menjadikan Indonesia menjadi modern, dan
emansipasi wanita yang diperankan oleh Nyai Ontosoroh. Tokoh utama
dalam novel ini diperankan oleh Minke yang memiliki semangat jiwa
muda dalam menempuh pendidikan yang dipercayakan orang tuanya
yang sepadan dengan Eropa. Meskipun dia sendiri adalah keturunan asli
Jawa, namun bahasa dan ilmu Eropa sudah berhasil diraih di masa
mudanya.
4. Pembelajaran Sastra
Pembelajaran sastra di sekolah dasar diarahkan pada proses
pemberian pengalaman bersastra. Siswa diajak untuk mengenal isi dan
kerangka sebuah karya sastra melalui kegiatan mengenal dan
mengakrabi cipta sastra sehingga tumbuh pemahaman dan sikap
menghargai dari cipta sastra sebagai suatu karya yang indah dan
bermakna. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia mulai dikenalkan
di tingkat sekolah dasar sejak kelas 1 bahkan di taman kanak-kanak.
Memasukkan materi pembelajaran sastra di sekolah dasar
memang penting, karena pada dasarnya sastra mampu mengaitkan
antara realita dan fiksi. Melalui karya sastra, pembaca belajar dari
14
pengalaman orang lain untuk direfleksikan ketika dihadapkan masalah
dalam kehidupan. Pembelajaran bahasa di SD diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan baik
dan benar, baik secara lisan maupun tulisan, serta mampu
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya sastra yang diciptakan
oleh pengarang (Susanti, 2015).
F. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini penulis akan memaparkan sistematika penulisan agar
pembaca mudah untuk memahami skripsi data pustaka sebagai berikut :
1. Bagian Awal
Bagian awal terdiri dari : cover, lembar logo, lembar persetujuan,
pengesahan skripsi, pernyataan keaslian tulisan, motto dan
persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, dan daftar lampiran
2. Bagian Inti
Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi
operasional, sistematika penulisan, metodologi penelitian.
Bab II berisi tentang landasan teori yaitu kajian teori dan kajian
pustaka.
Bab III terdiri dari gambaran umum objek penelitian
Bab IV terdiri dari analisis hasil penelitian
Bab V berisi penutup yaitu kesimpulan dan saran
3. Bagian Akhir
15
Bagian akhir mencakup daftar pustaka, lampiran, nilai SKK, dan daftar
riwayat penulis.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan terhadap penelitian ini adalah
kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan merupakan
penelitian yang menggunakan literatur, yaitu peneliti menggunakan
buku-buku, catatan, maupun hasil penelitian terdahulu (Hasan,2002:11).
Dalam sebuah penelitian pastilah ada faktor pendukung sumber-sumber
data lain, untuk memperoleh bahan-bahan dan informasi penunjang
yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Karena
penelitian saat ini pasti menggunakan penelitian-penelitian terdahulu
sebagai rujukan dan pijakan maupun pedoman penelitian-penelitian
yang berhubungan dengan penelitiannya.
Dalam sebuah penelitian kepustakaan peneliti memerlukan
sebuah riset pustaka untuk menyiapkan sebuah kerangka penelitian
dengan data yang sejenis atau yang memiliki kriteria sama dengan
objek yang diteliti. Menurut Mestika Zed (2008:2) Penelitian dengan
riset pustaka memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh
data penelitiannya tanpa memerlukan riset lapangan.
Adapun ciri-ciri utama penelitian kepustakan dalam bukunya
Mestika Zed (2008: 4-5), yakni :
16
a. Peneliti dihadapkan langsung dengan teks atau data angka dan bukan
dengan pengetahuan langsung dari lapangan. Dimana setiap teks
memiliki sifat-sifat tersendiri dan memerlukan pendekatan sendiri
pula.
b. Data pustaka bersifat siap pakai. Artinya peneliti hanya pergi ke
tempat bahan sumber penelitian yang tersedia untuk mencari data
yang sesuai dengan objek penelitian, yaitu perpustakaan atau
perpustakaan online yang bisa langsung digunakan.
c. Data pustaka umumnya adalah data sumber sekunder. Dalam artian
data/bahan yang didapatkan berasal dari tangan kedua dan bukan
data asli dari tangan pertama di lapangan.
d. Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Artinya,
data tersebut tidak akan berubah karena ia telah tersimpan dalam
bentuk tertulis (teks, angka, gambar,rekaman tape atau film).
2. Objek Penelitian
Objek yang diteliti oleh peneliti dalam penelitian ini adalah citra
perempuan yang meliputi citra diri (citra fisik dan psikis), citra sosial
(keluarga dan masyarakat) dari seorang tokoh Nyai Ontosoroh dalam
novel yang berjudul Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.
Menurut Fitrah dan Luthfiyah dalam bukunya (2017 : 156) objek adalah
apa yang akan diselidiki selama kegiatan penelitian. Menurut Nyoman
Kutha Ratna (2004 : 47) objek penelitian bukan gejala sosial sebagai
bentuk substantif, melainkan makna-makna terkandung dibalik
17
tindakan, yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut.
Objek penelitian merupakan sebuah pilihan yang penting untuk dikaji
dan harus dilakukan penelitian, ketika penelitian itu merupakan hal
yang jarang ditemukan dan dilakukan di masyarakat secara otomatis
penelitian tersebut memberikan manfaat kepada orang lain atau
pembaca.
Objek penelitian ini terdapat pada Novel Bumi Manusia yang
merupakan novel pertama dari tetralogi buru karya Pramoedya Ananta
Toer yang diterbitkan oleh Hasta Mitra pada tahun 1980. Buku ini
ditulis ketika Pramoedya Ananta Toer masih mendekam di penjara di
Pulau Buru. Setelah diterbitkan, buku ini dilarang diterbitkan oleh Jaksa
Agung, dan kemudian diterbitkan kembali pada tahun 2005 dengan
menggunakan 33 bahasa dan diterbitkan oleh Lentera Dipantara.
3. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2020, dimana penulis melakukan
pra-penelitian dengan melakukan literatur yang berkaitan tentang Citra
Perempuan atau pada objek yang diteliti, kemudian penulis baru
melakukan penelitian pada objek penelitian,dimana penulis membaca
novel Bumi Manusia kemudian mencari hal-hal yang bersangkutan
dengan objek penelitian berdasarkan kalimat, paragraf, dan dialog antar
tokoh.
18
4. Sumber Data
Karena penelitian kepustakaan, maka sumber data yang
diperoleh ada dua yaitu :
a. Sumber Primer merupakan sumber referensi yang menjadi acuan
utama dalam penelitian. Data primer dalam penelitian ini terdapat
pada sebuah teks yang diambil dari sebuah novel Bumi Manusia
karya Pramoedya Ananta Toer. Dengan ketentuan-ketentuan yang
mendekati ciri-ciri pada objek penelitian. Dalam penelitian yang
yang menjadi dasar objek penelitian adalah citra perempuan yang
terdiri dari citra diri perempuan yaitu terdiri dari psikis dan fisik,
serta citra sosial yaitu keluarga dan masyarakat.
Sumber data dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul Bumi
Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Berikut adalah rincian
identitas sumber data Primer sebagai berikut :
Judul Buku : Bumi Manusia
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Tahun Terbit : 2005, Cetakan ke-10
Kota Terbit : Jakarta Timur
Tebal Buku : 535 halaman
b. Sumber Sekunder adalah sumber referensi-referensi pendukung
untuk melengkapi sumber primer. Penulis juga membutuhkan
sumber data lain untuk menunjang penelitian ini, sumber data
19
tersebut seperti pencarian referensi pada buku, internet, dan jurnal
atau penelitian-penelitian terdahulu untuk menggali informasi secara
aktual dan faktual serta sebagai pedoman pada objek penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang tepat dan sesuai dalam penelitian
pustaka adalah menggunakan teknik dokumentasi. Yaitu berarti peneliti
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa buku, catatan,
artikel, surat kabar, majalah, transkrip, dan lain sebagainya (Arikunto,
2006 : 231). Serta yang berhubungan dengan judul yang diangkat oleh
penulis, yakni tentang citra perempuan.
Pengambilan data dengan memainkan peran sentra, karena
kualitas penelitian ditentukan olehnya. Hal tersebut memiliki maksud
bahwa keakuratan perolehan data bergantung sepenuhnya pada peneliti
sehingga proses pengambilan data tidak terjadi hanya sekali saja,
namun dengan proses pengulangan dengan membolak-balik antara
maju dan mundur. Sehingga harus sabar dalam mengumpulkan data
agar terjadi kehati-hatian dan tidak tergesa-gesa. Seperti bukunya
Siswantoro (2005:136) teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Pertama yaitu diawali dengan membaca teks secara terus menerus
dengan memahami isi ceritanya. Kemudian peneliti menandai di
sekitar kata-kata kalimat/paragraf/kunci dan gagasan pada teks yang
ada. Dalam hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti pada saat
20
pengecekan ulang dan mempermudah dalam usaha pengelompokan
data menurut kriteria yang ada dalam pembahasan.
b. Melakukan pencatatan setiap data dari teks yang ditemukan
(kalimat/kunci/paragraf) disertai dengan kode atau kata-kata yang
dipahami. Dilanjutkan dengan memasukkan data-data yang telah
dikelompokkan dalam kriteria masing-masing pada penelitian ini
terkait dengan citra perempuan yang terdapat pada novel Bumi
Manusia
6. Teknik Analisis Data
Tahap selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti setelah data
terkumpul adalah menganalisis data. Menurut Rasimin (2018 : 103)
Analisis data dapat diartikan sebagai kegiatan pengolahan data. Metode
analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis isi, karena pada
penelitian ini penulis menggunakan penelitian library research yaitu
penulis dihadapkan langsung dengan teks langsung dan bukan
lapangan. Oleh karena itu, teks memiliki sifat unik tersendiri, sehingga
membutuhkan pendekatan tersendiri pula. Penulis perlu pendekatan
yang mampu untuk mengungkapkan, mengumpulkan, serta mengolah
data dengan baik yang ditemukan dalam novel Bumi Manusia karya
Pramoedya Ananta Toer.
21
Menurut Eriyanto dalam bukunya (2011:10) analisis isi adalah
metode ilmiah untuk mempelajari dan menarik kesimpulan atas suatu
fenomena dengan memanfaatkan dokumen (teks). Dari sinilah analisis
isi banyak dipakai oleh berbagai disiplin ilmu, seperti komunikasi,
sosiologi, ekonomi, dan lain-lain. Asalkan ada dokumen atau teks yang
tersedia, analisis isi dapat diterapkan. Dasar pelaksanaan analisis isi
adalah penafsiran pada suatu teks. Jika metode kualitatif memberikan
perhatian pada situasi alamiah, maka dasar penafsiran dalam metode
analisis isi memberikan perhatian pada makna isi pesan.
22
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Novel
a. Pengertian Novel
Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang
berbentuk prosa baru yang paling terkenal di dunia. Karya sastra satu
ini paling banyak beredar karena bentuk penyampaian dan
komunikasi yang mudah dari seorang pengarang yang dituangkan
dalam tulisan. Bahkan sekarang banyak film layar lebar yang
diangkat dari sebuah novel. Kata novel berasal dari bahasa Italia,
yaitu yang berarti sebuah kisah, sepotong berita, dan secara harfiah
memiliki arti “sebuah barang yang baru kecil: Novel merupakan
bagian sebuah cerita baru dari prosa.
Menurut Sumaryanto (2019 :29) novel adalah hasil
kesusatraan yang berbentuk prosa yang menceritakan suatu kajian
dan dari kejadian itu lahirlah suatu konflik yang merubah nasib
mereka. Menurut Lubis (1994: 161) novel adalah hasil kesusastraan
yang berbentuk prosa yang menceritakan suatu kejadian yang luar
biasa dan dari kejadian itu lahirlah satu konflik dari suatu pertikaian
yang mengubah nasib mereka. Sedangkan menurut Kosasih (2012
:60) novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan beberapa orang
tokoh dari sisi yang utuh atas problematika kehidupan.
23
Dari beberapa pengertian novel yang dikemukakan menurut
beberapa para ahli diatas, maka peneliti dapat mengambil
kesimpulan bahwa novel merupakan hasil karya imajinasi dari
pengarang yang menyajikan dan menggambarkan peristiwa atau
konflik yang terjadi pada kehidupan sehari-hari yang diperankan
oleh beberapa tokoh untuk menjiwai karakter dan watak yang
diperankan dalam cerita tersebut untuk merubah nasib mereka. Oleh
karena itu pendapat beberapa ahli cukup logis terhadap sastra yang
menyatakan bahwa novel juga dianggap sangat berjasa
mengungkapkan cerita kehidupan batin tokoh-tokohnya. (Warsiman,
2017 : 131)
b. Ciri-ciri Novel
Sebagai salah satu karya sastra, dibanding dengan karya
sastra lainnya novel memiliki ciri khas tersendiri. Dari segi jumlah
kata maupun kalimat novel memang relatif lebih mudah untuk
dipahami dibandingkan dengan puisi. Bahasa dalam novel dapat
dibuat dengan sesuka hati oleh pengarang untuk memudahkan
pembaca dalam membacanya, lain lagi dengan puisi yang indah
adalah puisi yang menggunakan bahasa sastra yang tinggi di
dalamnya. Berikut adalah ciri-ciri novel menurut Hendy (1993 : 225)
sebagai berikut :
24
1) Sajian cerita lebih pendek dari roman dan lebih panjang dari
cerita pendek. Biasanya cerita dalam novel dibagi menjadi
beberapa bagian.,
2) Bahan cerita kebanyakan diangkat dari keadaan yang ada dalam
masyarakat dengan perpaduan fiksi pengarang.,
3) Penyajian berita dilandaskan pada alur pokok atau alur utama
sebagai batang tubuh cerita, dan dirangkai dengan beberapa alur
penunjang yang bersifat otonom (mempunyai latar tersendiri).,
4) Tema sebuah novel terdiri atas tema utama dan tema bawahan
yang mendukung tema utama tersebut.,
5) Karakter tokoh-tokoh utama yang terdapat di novel berbeda-
beda. Demikian juga dengan karakter tokoh lainnya. Selain itu
dijumpai pula tokoh statis yang digambarkan berwatak tetap
sejak awal hingga akhir dan tokoh dinamis ia bisa mempunyai
beberapa karakter yang berbeda atau tidak tetap.
Dari pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa novel
memiliki ciri-ciri cerita yang disajikan tidak panjang namun juga
tidak pendek, ceritanya diambil di masyarakat hasil dari perenungan-
perenungan pemikiran kreatif pengarang, sebuah karya yang menarik
pembacanya untuk turut merasakan cerita dalam novel tersebut
kemudian dapat diambil makna kehidupan dalam masyarakat, serta
memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Ciri-ciri novel tersebut dapat
dijadikan referensi atau tolak ukur dalam penulisan novel atau karya
25
fiksi dari penulis agar bisa dinikmati oleh pembaca menjadi lebih
hidup.
c. Tokoh dan Penokohan
Seperti telah diketahui dalam pembuatan novel harus ada
unsur-unsur di dalamnya, karna pembuatan novel merupakan sebuah
totalitas dari seorang pengarang. Unsur-unsur dalam novel ada dua
yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur tersebut
merupakan unsur pendukung dan saling berkaitan satu dengan yang
lainnya untuk membangun cerita yang runtut dalam sebuah novel.
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra
itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi kerangka bangunan
atau sistem organisme karya sastra (Nurgiyantoro, 2017 : 23).
Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang membangun
dari dalam karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur intrinsik merupakan
unsur yang dapat ditemukan secara langsung oleh pembacanya,
karena unsur intrinsik terdapat dalam cerita pada novel tersebut.
Unsur intrinsik secara langsung juga dapat membangun pada cerita
novel tersebut. jika unsur intrinsiknya sangat mendukung maka
banyak pembaca yang ikut turut andil dalam membacanya. Unsur-
unsur intrinsik yang dimaksud adalah tema, plot, penokohan, latar,
dan sudut pandang pengarang. Dalam penelitian ini penulis hanya
menjelaskan tentang tokoh penokohan karena penelitian ini
26
membahas tentang citra dari seorang tokoh perempuan (Nyai
Ontosoroh) yaitu citra diri dan citra sosial.
1) Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan Penokohan merupakan salah satu bagian yang
disajikan oleh pengarang dalam susunan cerita. Tokoh dalam
sebuah cerita harus menganggap dirinya sebagai manusia pada
umumnya, sebagaimana pendapat Forster dalam bukunya
Warsiman (2017:139) “ the actors in a story are, or pretend to
be, human being” Tokoh merupakan seseorang yang berperan
dalam sebuah cerita kemudian mendapat sebuah proses
penokohan. Penokohan dalam istilah lain yaitu karakterisasi dari
seorang tokoh. Penokohan (perwatakan) atau karakterisasi
merupakan sebuah cara dari seorang pengarang untuk
menggambarkan dari wujud tokoh-tokohnya. Warsiman
(2017:139)
Tokoh dalam sebuah cerita fiksi selalu memiliki sikap,
watak, dan perilaku, bahkan tak jarang pengarang juga
menuliskan ciri-ciri fisik atau psikis dari seorang tokoh secara
rinci lewat penggambaran tokoh. Meskipun tokoh cerita hanya
sebuah tokoh ciptaan dari pengarang, ia juga harus dapat hidup
secara wajar seperti manusia pada umumnya yang memiliki
pikiran dan perasaan. Seperti menurut (Nurgiyantoro 2017 :165)
bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang terdapat dalam
27
suatu karya naratif atau drama, yang ditafsirkan oleh pembaca
dengan memiliki kualitas moral yang dilakukan dalam tindakan.
diekspresikan dalam ucapan.
Cara pengarang dalam menampilkan karakter sebuah tokoh
disebut penokohan. Karakterisasi atau penokohan adalah
perkembangan watak yang meliputi pandangan pelaku,
keyakinan, dan kebiasaan yang dimiliki para tokoh yang
dimunculkan dalam sebuah karya sastra itu sendiri. Jadi
penokohan merupakan sebuah gambaran atau lukisan yang
secara jelas dalam mengembangkan karakter tokoh-tokoh cerita
yang berfungsi untuk memainkan cerita dan menyampaikan ide,
tema, motif, plot yang ditampilkan dalam suatu karya naratif
yang dapat ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas moral
atau pendidikan karakter.
Berdasarkan perbedaannya, Nurgiyantoro (2017 : 258)
membagi tokoh ke dalam beberapa kategori yaitu sebagai
berikut :
a) Tokoh utama dan tokoh tambahan
Berdasarkan peran pentingnya seorang tokoh dalam
cerita fiksi secara menyeluruh dibedakan atas: tokoh utama
dan tokoh tambahan. Tokoh utama (central character) adalah
tokoh yang selalu diutamakan dan selalu muncul dalam
sebuah cerita. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh
28
pendukung adanya tokoh utama, biasanya pemunculannya
kurang mendapatkan perhatian dan diabaikan.
Perbedaan tokoh dalam cerita tidak dapat dilakukan
secara hitungan, melainkan perbedaan itu bersifat bermacam-
macam karena kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat:
tokoh utama (yang) utama, tokoh utama tambahan, tokoh
tambahan (periferal) utama, dan tokoh tambahan (yang
memang) tambahan.
b) Tokoh protagonis dan tokoh antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang dianggap oleh
pembaca sebagai tokoh baik atau tokoh yang banyak
diimpikan. Sedangkan tokoh antagonis adalah kebalikan dari
tokoh protagonis, yaitu tokoh yang berwatak jahat yang
menjadi musuh dari tokoh baik. Keberhasilan tokoh
protagonis tergantung pada keberhasilan tokoh antagonis
menimbulkan konflik-konflik dan pertikaian dalam sebuah
cerita.
Tokoh berdasarkan perwatakannya dibagi menjadi
dua, yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana
adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas diri..
Sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki tidak
hanya satu kualitas dalam diri dan diungkap berbagai
29
kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati
dirinya. Tokoh bulat disebut juga dengan tokoh kompleks.
c) Tokoh statis dan tokoh berkembang
Berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh
dalam cerita berdasarkan kriteria dibagi menjadi dua, yaitu
tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh statis adalah tokoh
yang tidak mengalami perkembangan atau perubahan watak
sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi di
dalam cerita. Sedangkan tokoh berkembang merupakan
kebalikannya yaitu, tokoh cerita yang mengalami perubahan
dan perkembangan watak yang sejalan dengan perkembangan
peristiwa di dalam cerita.
d) Tokoh tipikal dan tokoh netral
Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit
menampilkan keadaan sendiri dan lebih menonjolkan kualitas
pekerjaan atau kebangsaan untuk mewakili sifat tokoh
tersebut. Sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang
akan berekstensi demi cerita itu sendiri. Pembedaan tokoh ini
didasarkan pada kemungkinan penggambaran wujud tokoh
cerita terhadap sekelompok manusia dari dunianya.
30
2. Citra Perempuan
a. Pengertian Citra
Seorang pengarang membuat sebuah imaji tokoh yang
kemungkinan dapat ditafsiri oleh pembaca dan diungkapkan melalui
sebuah citra yang menyerupai gambaran atau bayangan yang
dihasilkan oleh sebuah tafsiran pembaca terhadap sebuah objek. Citra
tak lepas pentingnya dari penokohan, karena dari penokohan dapat
diketahui citra dari seorang tokoh yang diperankannya dalam cerita.
Citra artinya rupa atau gambaran, dapat berupa gambaran yang
dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental
(bayangan) visual yang disajikan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat,
dan merupakan unsur dasar yang khas dari citra perempuan
Sugihastuti (2000:45).
Gambaran pikiran ini adalah sebuah gambaran yang dihasilkan
oleh pengungkapan sebuah objek atau sebuah efek pikiran yang
menyerupa,. Yang dimaksud citra perempuan adalah semua wujud
gambaran mental spiritual dan tingkah laku sehari-hari yang
diekspresikan oleh seorang wanita (Sugihastuti 2000:45). Menurut
Pradopo (1990:78) mengemukakan bahwa citra didefinisikan sebagai
kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh frasa, kata,
dan kalimat yang merupakan unsur dasar yang khas dari karya prosa
dan puisi.
31
Jadi menurut pendapat diatas penulis menyimpulkan citra
perempuan adalah sebuah gambaran atau bayangan secara lahiriah
atau batiniah dalam diri perempuan yang diungkapkan pada sebuah
frasa, kata, kalimat yang memberikan kesan mental spiritual oleh
pembaca. Citra dalam sebuah tokoh merupakan sebuah wujud
pemikiran imaji oleh seorang pengarang. Semakin pandai pengarang
untuk memainkan dan merangkai sebuah frasa dan kata menjadi
kalimat, maka sebuah novel akan banyak diminati oleh pembaca.
Karena kebanyakan pembaca terkadang juga ingin cerita
kehidupannya seperti yang diceritakan pengarang dalam tokoh.
b. Jenis Citra
Citra diri dari seorang wanita merupakan sosok individu yang
mempunyai pendirian dan memiliki pilihan sendiri atas berbagai
aktivitasnya yang berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pribadi maupun
sosialnya (Sugihastuti, 2000 :112 ). Dalam citra diri perempuan, ada
dua aspek yang mendasar dari diri perempuan yaitu aspek fisik dan
aspek psikis. Dua aspek ini hanya merupakan aspek diri dari seorang
perempuan, belum termasuk aspek sosial dalam kehidupannya.
Aspek fisik dari seorang perempuan mencakup anggota tubuh,
sikap, dan kebiasaan sehari-hari yang dilakukan seorang perempuan.
Aspek psikis mencakup pada perasaan, aspirasi dan ingatan
perempuan. Ditinjau dari aspek psikisnya, wanita merupakan makhluk
psikologis, makhluk yang berpikir, berperasaan, dan beraspirasi
32
(Sugihastuti, 2000 : 95). Sedangkan citra perempuan dalam aspek
sosial mencakup pada peran perempuan dalam keluarga dan perannya
dalam masyarakat.
Dalam penelitian citra perempuan pada sebuah novel
menganggap teks-teks sastra sebagai bukti adanya berbagai jenis
peranan perempuan. Dalam novel Bumi Manusia penulis menemukan
peran perempuan (Nyai Ontosoroh) dalam novel yaitu seperti, peran
dalam keluarga seperti (sebagai anak, ibu, dan istri) serta peran dalam
masyarakat. Berikut penjelasan tentang citra seorang perempuan.
1) Citra Diri Perempuan
a) Citra Fisik
Citra diri perempuan dalam aspek fisik merupakan wujud
gambaran diri perempuan meliputi kelengkapan anggota tubuh,
indahnya paras wanita atau perawakan yang dimilikinya, serta
kebiasaan yang dilakukannya selama sehari-hari. Menurut
Sugihastuti (2000:94) citra fisik perempuan dapat dicirikan pada
perempuan dewasa yang telah menikah dan dikonkretkan seperti
pecahnya selaput dara, melahirkan, menyusui dan merawat,
serta kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dengan
kerumahtanggaan. Berdasarkan sebuah riset menunjukkan
bahwa dari segi fisik wanita sering dianggap sebagai makhluk
yang lebih lemah daripada laki-laki, tidak berdaya dan
menempati posisi yang tidak menguntungkannya.
33
Dari aspek fisik perempuan memang kalah dalam hal
pekerjaan yang terlalu menggunakan otot, karena memang
perempuan diciptakan hanya sebagai tulang rusuk bagi laki-laki.
Dalam hal ini perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan yang
sangat menonjol dalam fisiknya, seperti paras wajah maupun
bentuk anggota tubuh perempuan yang dapat membuat laki-laki
tergila-gila padanya.
Citra perempuan di kalangan masyarakat dianggap
kondisi alamiah yang dirasa kurang memiliki intelektualitas
pada kemampuan fisiknya. Oleh karena itu, perempuan tidak
bisa bergerak bebas di kalangan publik. Perempuan yang
dianggap lemah secara biologisnya lebih dominan hanya bekerja
dilingkungan rumah tangga karena lingkungan publik dianggap
bahaya bagi perempuan. Oleh karena itu, jika seorang
perempuan ingin menyamai pria harus bekerja keras dengan
semua usahanya. Dengan demikian dapat disimpulkan
keterbelakangan perempuan dalam pekerjaan tidak disebabkan
oleh aspek fisik dari perempuan.
b) Citra Psikis
Perempuan diciptakan sebagai makhluk individu, selain
terbentuk dari aspek fisik juga tercipta oleh aspek psikis.
Ditinjau dari aspek psikisnya wanita termasuk makhluk yang
berperasaan, psikologis, makhluk yang berpikir, dan beraspirasi.
Dengan mengingat kedua aspek yaitu fisik dan psikis, keduanya
34
ikut mempengaruhi dan menentukan citra perilaku yang
dilakukannya. Sugihastuti (2000 : 95).
Perempuan memang tercipta sebagai makhluk yang
selalu mengedepankan yang namanya perasaan atau ego dari
pada mengutamakan logika atau pikiran mereka terlebih dahulu
dalam memutuskan suatu perkara. Dalam anggapan masyarakat
pun perempuan hanyalah makhluk yang lemah, hal ini dapat
mengakibatkan ruang gerak perempuan dalam masyarakat
menjadi momok atau hal yang menakutkan bagi mereka.
Aspek psikis perempuan digambarkan bagaimana keadaan
jiwa perempuan seperti bagaimana perempuan bersikap
bertanggung jawab penuh atas dirinya sendiri, serta menentukan
nasib pada diri sendiri. Citra perempuan juga telah digambarkan
dalam pribadi perempuan itu ketika bersikap di lingkungannya
sehari-hari. Gambaran psikis perempuan dewasa sifatnya
merupakan hal yang sudah terbentuk dengan karakteristiknya yang
relatif stabil pada sifatnya.
2) Citra Sosial Perempuan
Pengalaman pribadi perempuan mempengaruhi tanggapan
yang akan dilakukan dan penghayatannya terhadap rangsangan
sosial, termasuk pada lawan jenisnya. Tanggapan tersebut
menjadi salah satu terbentuknya sikap perempuan dalam aspek
sosial (Sugihastuti, 2000:142).
a) Citra Perempuan dalam Keluarga
35
Citra perempuan dalam keluarga, perempuan berperan
sebagai ibu dan istri (Hellwig 2003 : 35). Istri merupakan
teman sekaligus sahabat karib suami, karena istri merupakan
orang yang selalu mendampingi suami disaat susah maupun
senang. Sedangkan perempuan sebagai seorang ibu merupakan
segala yang berhubungan dengan anak. Sudah menjadi kodrat
seorang perempuan untuk mengandung, melahirkan, menyusui,
serta mendidik anak-anak mereka untuk tumbuh dewasa
dengan karakter yang baik. Sebelum perempuan menjadi
seorang istri dan ibu, perempuan juga merasakan tumbuh dari
seorang anak yang dirawat dan dididik oleh orang tuanya
hingga tumbuh dewasa, barulah perempuan menjadi seorang
istri dan ibu.
1. Peran Perempuan sebagai Anak
Anak merupakan titipan dari tuhan untuk kedua
orang tua yang harus dijaga, dididik dan disayangi dengan
sepenuh hati. Seorang anak dapat menjadi tabungan orang
tua di masa tuanya nanti. Karena jika orang tua mendidik
anak dengan berhasil menanamkan perilaku-perilaku dan
pendidikan karakter yang baik, anak akan memiliki sifat
yang baik pula terhadap orang tuanya.
Anak harus dipersiapkan semasa kecilnya dengan
melakukan peranan yang diinginkan oleh kedua orang tua
36
dimasa depan sebagai wujud tumpuhan harapan yang besar
untuk jaminan orang tua di hari tua. Seorang anak harus
dipersiapkan sejak lahir di dunia, bagaimana pendidikan
yang akan membantunya dalam hal menumbuhkan
kecerdasan ilmu dan akhlaknya. Sifat dan perilaku anak bisa
juga dituruni oleh kedua orang tuanya. Seperti kata pepatah
buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya.
2. Peran Perempuan sebagai Istri
Dalam firman-Nya surat an-Nisa’ ayat 4 yaitu yang
memiliki arti “kaum laki-laki (suami) ialah pemimpin bagi
kaum perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah
memberikan nafkah dari hartanya. (Q.S. an-Nisa’ [4] :34).
Arti firman diatas menyampaikan bahwa laki-laki
diberi kepercayaan menjadi pemimpin bagi istrinya dan
dalam keluarga. Dalam hal ini perempuan bukan tidak
mungkin bila menjadi seorang pemimpin, seiring
berkembangnya zaman, perempuan atau seorang istri dapat
mandiri dan mampu menjadi seorang pemimpin ketika
berada di luar rumah. Namun ketika berada dalam rumah
perempuan tetap harus patuh dan menghormati suaminya
37
sebagai pemimpin keluarga, meskipun diluar rumah istri
memiiki jabatan yang lebih tinggi dari suami.
3. Peran perempuan sebagai Ibu
Sejak seorang wanita melahirkan anaknya, maka
sejak itulah ia mendapat sebuah predikat sebagai seorang
ibu. Ibu adalah madrasah atau sekolah pertama bagi anak-
anaknya. Kata-kata yang tidak asing di pendengaran ketika
menjelaskan peran utama seorang ibu untuk anaknya.
Sebagai sekolah pertama bagi anaknya, niscaya seorang ibu
harus menyiapkan kompetensi pada dirinya sebagai guru
yang terbaik bagi anak-anak. Guru yang mampu
memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya adalah guru
terbaik.
Menurut Zakiyah ( 2013: 4) bahwa tidak ada
sekolah yang lebih baik kecuali rumah mereka sendiri, tidak
ada guru terbaik selain ibu mereka sendiri, dan tidak ada
kepala sekolah terbaik selain ayah mereka sendiri. Namun
bukan berarti anak-anak hanya belajar di rumah, karena
pendidikan anak dalam rumah merupakan pendidikan
pertama yaitu non-formal sedangkan pendidikan anak di
sekolah merupakan pendidikan kedua yaitu pendidikan
formal. Anak-anak masih tetap harus pergi ke sekolah untuk
menemukan teman baru, serta anak-anak perlu melihat
38
dunia yang lebih luas agar mudah bersosialisasi dengan
orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda.
Allah SWT telah menitipkan anak-anak pada orang
tua dan akan mempertanggungjawabkan amanah itu
dihadapanNya. Maka dari itu ibu harus terus belajar untuk
menjadi guru terbaik bagi anak-anaknya. Guru yang mampu
menginspirasi mereka untuk menjadi insan yang mampu
membawa jutaan manfaat bagi lingkungannya dan mampu
menjawab tantangan zaman. Menurut Zhakiyah ( 2013 : 4).
Ibu yang baik akan menghasilkan anak-anak dengan
karakter yang baik pula. Karena berhasilnya seorang ibu
adalah mampu mencetak anak-anaknya menjadi orang yang
sukses dan berkarakter baik.
Maka dari itu sebagai sekolah pertama seorang ibu
lebih baik menghindari hal-hal sebagai berikut yang dapat
menciptakan perilaku negatif terhadap anak menurut
Musthafa dalam bukunya (2008: 25-26) , antara lain :
1) Bentakan
Bentakan dapat merusak bahasa komunikasi dan sikap
saling memahami antara dua pihak yang saling
bersangkutan. Bentakan juga dapat membuat bingung
seorang anak bingung, antara takut dan ingin membela
diri. Bentakan juga akan mengakibatkan trauma
39
sepanjang hidup dalam diri seorang anak. Meskipun dia
telah besar, setiap suara keras yang diucapkan di
hadapannya akan menyadarkan kembali pada perasaan
negatif yang pernah dirasakannya ketika masih kecil.
2) Mencela dan mengomel
Seringnya mencela dan mengomel dapat menanamkan
rasa dendam dalam hati, dapat membunuh perasaan
positif dalam diri kedua belah pihak, serta dapat
merusak hubungan dan ikatan.
3) Terlalu mendikte
Seringnya memberi perintah kepada sang anak tanpa
disertai pemberian kepercayaan penuh kepadanya dapat
menyebabkan sang anak merasa hanya menjadi alat
pelaksana perintah saja, serta pribadinya dapat
melemah.
4) Mengancam
Seringnya memberikan ancaman, baik lembut maupun
keras langsung maupun tidak, sama sekali tidak dapat
membantu memecahkan suatu masalah, justru
mendekatkan anak pada perilaku yang tidak
menyenangkan.
5) Membanding-bandingkan
40
Jangan suka membanding-bandingkan seorang anak,
karena hanya dapat menghilangkan rasa percaya diri,
kemampuan, dan menimbulkan apatisme, dan
kompetitif sang anak.
6) Menasihati secara berlebihan
Pada dasarnya manusia tidak membutuhkan nasihat
yang terlalu berlebihan mengakibatkan seorang anak
akan merasa tertuduh apabila terus-menerus dinasihati
secara berlebihan.
7) Berprasangka buruk
Selalu menafsirkan perilaku anak secara negatif sama
dengan berprasangka buruk kepadanya. Prasangka
negatif menunjukkan tidak adanya kepercayaan orang
tua kepada sang anak. Jika rasa saling percaya ini telah
menipis, maka pintu komunikasi antara anak dan
orangtua pun akan tertutup.
8) Suka menghukum
Hukuman memang bisa memunculkan efek jera dalam
diri seorang anak, meski hanya bersikap sementara.
Tapi, hukuman juga bisa mengajarkan kepribadian
ganda sang anak ketika berjauhan atau berdekatan
dengan orang tua.
9) Hujan kritik
41
Kritikan yang terus menerus dilontarkan justru akan
mengendurukan belajar dan etos kerja sang anak.
Akibatnya anak akan senang mencari ketenangan
dengan mengasingkan diri.
10) Memberi peringatan
Memberikan peringatan hanya dapat membuat arsip
baru dalam pikiran sang anak, akibatnya sebuah
peringatan terkadang anak tidak dapat menerima dan
menjadikannya sebagai pelarian.
Jadi menurut peneliti disini dapat disimpulkan
bahwa seorang anak tak bisa diperlakukan secara
berlebihan, orang tua harus bisa mengontrol diri ketika anak
melakukan sebuah kesalahan yang disengaja maupun tidak
sengaja. Apalagi seorang ibu tutur katanya adalah sebagian
dari do’a untuknya, ketika ibu melabeli dan menjudge anak
seorang anak yang nakal dan bandel maka hal itupun akan
berakibat buruk bagi anak. Label itu akan terus bersemayam
dipikiran anak, bisa jadi anak akan memberontak dan akan
bertindak kedalam hal yang negatif. Karena dia sudah
dianggap sebagai anak nakal.
Seorang pendidik dapat dikatakan sukses ketika
dapat berbicara dengan baik saat dihadapkan dengan
keadaan sulit dan sentimental. Demikian, pula seorang
42
pendidik yang baik adalah seseorang yang pandai
membantu anaknya untuk mengarahkan dan memahami
perasaan-perasaan anak sendiri. Berikut adalah cara untuk
membantu pemahaman perasaan sang anak dalam hal
positif. Musthafa (2008: 28) antara lain :
1. Arahkan emosinya secara baik
Ketika anak sedang cemas, stres, tegang, dan
mendramatisir masalah yang dihadapinya, maka peran
yang harus diambil sebagai orang tua atau ibu yang lebih
dekat dengan anaknya adalah dengan menjauhkan
perasaan-perasaan negatif tersebut dengan menggantinya
dengan berpikir positif, hiburlah anak agar dapat
terhibur, dan lakukan cara yang tepat dengan diri anak.
2. Nasihatilah secara bijak
Nasihati anak dengan cukup tanpa berlebihan. Usahakan,
nasihat tersebut membantu memahami perasaannya
dengan cara yang baik.
3. Bertanyalah secara terbuka
Ajukan pertanyaan yang dapat mengeluarkan anak dari
perasaan negatif serta mengarahkannya menemukan
perasaan positif. Pertanyaan itu bersifat optimis dengan
membangun untuk berpikir positif.
4. Sayangilah anak
43
Sentuhlah emosi anak dikala ibu mengungkapkan rasa
sayang kepada anak dengan berbagai ekspresi.
5. Jadi pendengar yang baik
Mendengarkan anak dengan penuh perhatian dan
seksama dapat menanamkan kepercayaan diri dan
meningkatkan harga dirinya. Anak akan merasakan
bagaimana kasih sayang dan perhatian yang diberikan
oleh ibu. Hal ini dapat menguatkan perasaan positif
dalam diri anak.
6. Identifikasikan perasaannya
Bantulah anak untuk mengungkapkan perasaannya
dengan mengidentifikasi masalah yang tengah
dialaminya.
7. Bantulah anak berimajinasi secara bebas
Perluaslah ruang imajinasi anak, dengan begitu ibu telah
mengawal anak menuju perasaan positif. Cara ini juga
dapat menumbuhkan ide kreatif anak-anak.
Gambaran penting tugas seorang ibu tercakup dalam
pernyataan yang diungkap oleh Dr. A Madjid Katme,
presiden asosiasi dokter muslim di London dalam
konferensi dunia tentang wanita di Beijing dalam bukunya
Ibnu Watiniyah (2015 :21) Berikut tuturannya :
44
“Tugas keibuan adalah pekerjaan yang paling
terhormat dan membutuhkan ketrampilan di dunia. Dan
terlaksananya tugas ini sangat penting bagi perlindungan
anak dan merawatnya, terutama pada masa awal-awal
pertumbuhannya. Tidak ada jenis suatu pekerjaan pun yang
dapat mengambil alih seorang ibu dari tugas keibuannya.
Serta tidak ada seorang pun yang dapat merampas tugas
keibuan tersebut”.
Dalam Islam juga telah menerangkan bagaimana
kemuliaan seorang ibu. Sejarah juga telah membuktikan
yaitu banyak orang hebat yang lahir dari rahim seorang ibu
yang hebat. Tidak pernah ada cacat atau kekurangan ketika
ibu berperan mendidik anak-anaknya. Tidak pernah ada
celah yang tergambar pada sebuah nama yaitu seorang ibu.
Maka tidak berlebihan dengan sebuah ungkapan bahwa
surga ada di bawah telapak kaki ibu. Ibu merupakan
sambungan simpul penting dari sebuah sambungan
peradaban, dialah yang akan mencetak generasi muda yang
gemilang (Ibnu Watiniyah, 2015 : 22)
b) Citra Perempuan di Masyarakat
Selain peran keluarga, citra sosial perempuan yang
terakhir adalah peran perempuan di masyarakat. Dalam aspek
masyarakat, citra perempuan merupakan sebuah peran yang
45
dilakukan oleh perempuan di tengah masyarakat. Citra
perempuan di masyarakat merupakan hubungan sosial antara
perempuan dengan masyarakat luas, hubungan dengan satu
individu dengan individu lain, serta hubungan yang melatar
belakangi karier seorang perempuan.
Dalam hal pekerjaan dulu perempuan memang lebih
dominan untuk berdiam di rumah melakukan hal-hal yang
berurusan dengan masalah rumah tangga, serta mendidik dan
mengasuh anak dengan baik. Sedangkan laki-laki yang
bertugas untuk mencari nafkah untuk keluarga. Karena dalam
hal fisik dan psikis laki-laki lebih unggul dari perempuan.
Seperti pendapat Sugihastuti (2000:142) yang membahas
tentang terbentuknya citra sosial perempuan yaitu pengalaman
pribadi perempuan akan mempengaruhi penghayatannya dan
tanggapannya terhadap rangsangan sosial, termasuk dengan
lawan jenisnya.
3. Pembelajaran Sastra
a. Pengertian Sastra Anak-anak
Pengertian sastra anak sebenarnya hampir sama dengan sastra
orang dewasa. Keduanya sama-sama mencakup kehidupan dengan
segala perasaan, pikiran, dan wawasan kehidupan yang memiliki
segala perasaan, wawasan kehidupan, dan pikiran, yang
membedakannya hanya pada titik fokusnya saja. Yaitu sastra anak
46
menitikkan fokusnya pada anak-anak sedangkan sastra dewasa
dipusatkan pada orang dewasa. Seperti pendapatnya Norton (1988)
bahwa sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan,
dan pengalaman anak-anak, yang mampu dipahami dan dilihat melalui
mata anak-anak (through the eyes of a child).
Usia anak-anak merupakan fase perkembangan yang labil dari
karakternya. Pada usia tersebut anak mudah menerima berbagai hal
yang bersifat positif maupun negatif. Apa yang mereka terima di fase
anak-anak akan menentukan perkembangan moral maupun intelektual
mereka pada saat dewasa kelak. Jika mereka dibiasakan dan diajarkan
lebih banyak dengan gemar membaca, santun, sopan, dan berbagai
perilaku positif lainnya, maka ketika mereka tumbuh besar hal-hal
baik yang telah diajarkan akan terus dilakukan karena hal tersebut
telah menjadi kebiasaan sejak dini.
Sastra anak-anak tidak hanya sekedar tentang karya sastra
yang dibuat oleh anak-anak, tidak pula dibatasi siapa pengarangnya,
melainkan untuk siapa karya tersebut diciptakan. Dengan begitu sastra
anak boleh dibuat maupun diciptakan oleh orang dewasa, tetapi tetap
harus memperhatikan bagaimana mencerminkan perasaan anak-anak,
pemahaman anak, dan pengalaman anak. Bacaan seperti itulah yang
harus disediakan sebagai bahan pembelajaran sastra di Sekolah Dasar.
b. Tujuan Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SD
47
Pada pembelajaran bahasa dan sastra indonesia di Sekolah
Dasar lebih ditujukan pada kompetensi siswa untuk berapresiasi sastra
dan berbahasa. Pada pelaksanan pembelajaran BI di kelas, siswa harus
dilatih untuk lebih banyak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi,
bukan dituntut untuk lebih banyak menguasai tentang bahasa.
Sedangkan pengajaran sastra diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam memahami, menghayati, dan menikmati
karya sastra. Pengetahuan tentang sastra hanya dijadikan sebagai
penunjang dalam mengapresiasi karya sastra (Djuanda, 2014).
Pernyataan tentang tujuan pembelajaran sastra dapat dilihat
bahwa yang paling utama adalah kegiatan apresiasi, sedangkan
perangkat pengetahuan sastra dibutuhkan untuk menunjang
terwujudnya pembelajaran bahasa secara umum dan apresiasi. Dengan
demikian yang harus terjadi dalam pembelajaran sastra ialah kegiatan
apresiasi sastra dan bukan hanya pada teori. Menurut Huck dkk, dalam
Djuanda (2014) pembelajaran sastra di SD memiliki tujuan yang
mencakup 4 hal, yaitu diantaranya :
1) Menumbuhkan kesenangan terhadap buku
Salah satu tujuan dalam pembelajaran sastra di SD yaitu
memberikan kesempatan terhadap anak untuk mendapatkan
pengalaman dari bacaan, serta masuk dan ikut terlibat di dalam
suatu buku. Pembelajaran sastra harus membuat anak merasa
48
senang membaca, membolak-balik buku dan gemar mencari
bacaan.
2) Menginterpretasi bacaan sastra
Membantu siswa dalam menginterpretasikan bacaan itu dengan
cara mengidentifikasi beberapa pelaku yang ada pada cerita. hal itu
dapat dipraktekkan dengan mendramatisasikan adegan tertentu
yang ada pada cerita.
3) Mengembangkan keasadaran bersastra
Anak-anak yang masih duduk di Sekolah Dasar harus diajak untuk
mulai mengembangkan kesadaran untuk bersastra. Tak dapat
dipungkiri pemahaman dalam membaca suatu karya sastra mampu
meningkatkan kenikmatan anak terhadap bacaan.
4) Mengembangkan apresiasi
Terdapat tiga tahap yang terdapat dalam apresiasi sastra yaitu
diantaranya (1) tahap kenikmatan yang tidak sadar (2) tahap
apresiasi ragu-ragu (3) tahap kesenangan secara sadar. Pengajaran
sastra ditahap awal-awal SD lebih ditujukan dan difokuskan pada
tahap pertama yaitu kesenangan yang tidak disadari oleh anak-
anak.
c. Manfaat Sastra Anak-anak
Sangat penting karya sastra anak dibiasakan sejak dini untuk
anak-anak, karena didalamnya memuat berbagai realitas kehidupan
dunia anak yang diwujudkan dalam bahasa yang indah. Sastra anak
49
dapat menampilkan dua kebutuhan utama yang dibutuhkan oleh anak-
anak, yaitu pendidikan dan hiburan. Secara tidak langsung dengan
belajar sastra anak-anak dididik untuk meneladani berbagai ajaran,
nasihat, maupun moral yang disampaikan dalam karya sastra. Menurut
Tarigan ada enam manfaat sastra terhadap anak-anak yang dapat
diambil diantaranya :
1) Sastra dapat memberikan kegembiraan, kesenangan, serta
kenikmatan yang dapat dirasakan oleh anak.
2) Sastra mampu mengembangkan daya imajinasi anak, dan dapat
membantu mereka memikirkan dan mempertimbangkan manusia,
pengalaman, alam, serta gagasan.
3) Sastra dapat mengembangkan pengetahuan serta wawasan anak
menjadi perilaku setiap individu.
4) Sastra dapat memberikan berbagai pengalaman-pengalaman aneh
yang seakan-akan dialami oleh setiap anak.
5) Sastra dapat memperkenalkan luasnya pengalaman kepada anak-
anak.
6) Sastra dijadikan sumber utama bagi penerus warisan dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
B. Kajian Pustaka
Penelitian yang membahas tentang citra perempuan dalam
pandangan feminisme telah banyak dilakukan. Dalam penelitian ini,
50
penulis juga memaparkan penelitian-penelitian terdahulu yang terkait pada
penelitian penulis, diantaranya yaitu :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Anthonia Paula Hutri Mbulu Jurusan
Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2017),
dengan judul skripsi Citra Perempuan Dalam Novel Suti Karya Sapardi
Djoko Damono : Kajian Kritik Sastra Feminis. Sastra feminis
merupakan sebuah usaha persamaan antara laki-laki dengan perempuan
dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial yang mempertahankan
hak-haknya sebagai perempuan. Hasil penelitian ini dalam citra
perempuan digambarkan sebagai sosok wanita yang kuat dalam
menjalani kehidupannya dari kecil hingga dewasa setelah menikah.
Penelitian ini lebih pada kajian struktural unsur tokoh dan penokohan
oleh setiap tokoh yang berada dalam novel suti, tidak hanya satu tokoh
utama melainkan semua tokoh dalam novel Suti. Dan dalam citra
perempuan juga dideskripsikan pada citra fisik, psikis, sosial, dan
masyarakat oleh setiap tokoh perempuan di novel Suti. Suti disini
diceritakan sebagai gadis yang lemah dalam hal percintaan, karena dia
mudah jatuh hati kepada pria lain meskipun dia telah resmi menikah
hasil dari perjodohan oleh orang tuanya.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Ayu Nutrisia Syam, Jurusan Ilmu
Komunikasi di Universitas Hasanuddin (2013), dengan judul skripsi
Representasi Nilai Feminisme Tokoh Nyai Ontosoroh dalam Novel
Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Analisis Wanita).
51
Dalam peneliti Tri Ayu membahas tentang pesan yang ingin
disampaikan oleh pengarang serta bagaimana representasi nilai
feminisme dalam novel Bumi manusia. Analisis wacana Sara Mills
merupakan teks negosiasi dari pengarang dan pembaca. Analisis ini
melihat posisi aktor sebagai orang yang melakukan pencitraan dan
siapakah yang ditampilkan sebagai objek penelitian Tri Ayu tidak
hanya membahas tentang pesan yang berusaha disampaikan oleh
pengarang untuk pembaca namun juga nilai representasi citra
perempuan dan membahas tentang Minke sebagai tokoh utama dalam
novel Bumi Manusia serta bagaimana posisi pembaca dalam novel.
3. Penelitian yang relevan juga dengan objek yang sama dalam penelitian
dilakukan oleh Ahsani Taqwiem, program studi pendidikan Bahasa
Indonesia di Universitas Lambung Mangkurat dengan judul Perempuan
Dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer yang
ditulis dalam jurnal Tarbiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan Vol. 7, No. 2
tahun 2018. Ahsani Taqwiem dalam penelitiannya mengungkapkan
bagaimana gambaran tentang paham Ideologis Feminisme pada zaman
dahulu dalam menemukan kebudayaan patriarki yang banyak
merugikan pihak perempuan. Disini diceritakan pula tokoh utama
Minke yang membantu Nyai Ontosoroh dalam melawan hukum
Belanda untuk merebut dan memperjuangkan hak-hak yang harus
dilindunginya. Tokoh Minke disini juga diceritakan sebagai tokoh
feminis.
52
Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan
penelitian-penelitian sebelumnya. Persamaannya ialah sama-sama
membahas tentang citra tokoh perempuan dipandang dari segi feminisme,
Sedangkan perbedaan penelitian ini penulis ingin lebih mendalami
bagaimana citra perempuan yang diperankan oleh Nyai Ontosoroh dalam
hal 1) citra diri yaitu fisik dan psikis, 2) citra sosial yaitu citra dalam
keluarga dan masyarakat. Namun penulis lebih memperdalam citra
keluarga yaitu peran sebagai ibu, karena penulis merupakan anak
pendidikan yang lebih fokus ke dalam hal mendidik anak serta
implikasinya dalam pembelajaran sastra dan bahasa indonesia di Sekolah
Dasar.
53
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG NOVEL BUMI MANUSIA
A. Sekilas Tentang Novel Bumi Manusia
Novel Bumi Manusia merupakan novel keluaran pertama dari
Tretalogi Buru yang ditulis oleh seorang sastrawan Indonesia bernama
Pramoedya Ananta Toer ketika beliau masih menjadi tahanan dan
mendekam di penjara Pulau Buru pada tahun 1975. Novel ini pertama kali
diterbitkan oleh Hasta Mitra pada tahun 1980. Sebelum diterbitkan buku
ini, penulis telah bercerita berulang-ulang kepada teman-temannya tentang
isi cerita buku ini sejak tahun 1973, baru kemudian diterbitkan pada tahun
1980. Buku ini pertama kali diterbitkan sukses dengan 10 kali cetak ulang
dalam setahun pada 1980-1981.
Setelah diterbitkan, buku ini menuai kontroversi dari berbagai
pihak sehingga dilarang beredar olek Jaksa Agung setahun kemudian.
Kemudian barulah tahun 2005 novel Bumi Manusia kembali terbit dengan
warna baru, yaitu dengan menerbitkan menjadi 33 bahasa. Pada bulan
September 2005 novel Bumi Manusia diterbitkan oleh Lentera Dipantara
dari Jakarta Timur. Bumi Manusia berisi kejadian-kejadian dari tahun
1989 sampai tahun 1918.
Tetralogi Buru merupakan nama untuk empat novel yang ditulis
oleh Pramoedya Ananta Toer yang terbit dari tahun 1980-1988. Keempat
karya itu diterbitkan setelah Pramoedya Bebas dari tahanan, yaitu
54
diantaranya Bumi Manusia (1980 ; 1981), Anak Semua Bangsa (1981 ;
1981), Jejak Langkah (1985 ; 1985), Rumah Kaca ( 1988 ; 1988). Dari
keempat karya tersebut, ketiga karya terakhir yang diterbitkan langsung
dilarang oleh Kejaksaan Agung hanya sekitar 1-2 bulan setelah terbit.
Naskah pertama yang terpilih adalah Bumi Manusia, kesepakatan
itu membuat Pramoedya berkejaran dengan waktu. Setelah berhasil
mengumpulkan seluruh catatan yang berhasil diselamatkan dari Pulau
Buru, karena hampir semua naskah asli tak pernah diberikan lagi kepada
Pram ketika disita. Setelah tiga bulan lamanya Pramoedya berhasil
mengumpulkan dan menulis kembali teks baru menjadi sebuah jilidan
buku.
Cetakan pertama terbit pada tanggal 25 Agustus, yang meleset dari
rencana awal. Namun, dalam kurun waktu 12 hari novel ini menghabiskan
5.000 eksemplar yang terjual. Dan pada bulan November Hasta Mitra telah
sampai pada cetakan ketiga dan berhasil menjual 10.000 eksemplar.
Kemudian pada tahun 1981 Jaksa Agung sangat melarang diterbitkannya
buku tulisan Pramoedya. Pemerintah Indonesia menuduh karya-karyanya
mengandung pesan Marxisme-Leninisme yang dianggap tersirat dalam
cerita-ceritanya.
Akhirnya pada tanggal 29 Mei mengeluarkan surat perintah yang
berisi tentang pelarangan Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa untuk
terbit dalam masyarakat. Pelarangan terbit itu merupakan hanya kasus
politik bukan karena bentuk dari karya sastra, kajian ilmiah, maupun
55
alasan-alasan yang disebutkan sebelumnya. Semua toko didatangi oleh
kejaksaan dan menyita buku Bumi Manusia dan Anak Manusia dengan
jumlah 972 eksemplar yang berhasil diterima oleh Kejaksaan Agung,
padahal ada 20.000 eksemplar yang telah beredar di masyarakat maupun
masih berada di agen buku.
Novel Bumi Manusia merupakan novel yang sangat bersejarah dan
berwibawa dari 240 hasil karya sastra yang berhasil dikembangkan dalam
sejarah perkembangan sastra di Indonesia. Novel ini memiliki kedudukan
berbeda dari 14 novel sejarah yang terpilih dari 240 buah novel. Novel ini
memberikan gagasan dan ide dalam pemikiran identitas baru dalam
perkembangan sejarah. Nyai Ontosoroh merupakan sosok pribadi yang
sangat tangguh, ulet, dan pantang menyerah dalam berjuang, serta
memiliki jiwa nasionalisme. Proses pembangunan kararakter yang mampu
menghadapi dan melawan kekuasaan dengan tanpa merusak nilai
seseorang, meskipun akhirnya dia harus mengalah dan menyerahkan
anaknya di bawah hukum Belanda.
B. Profil Pengarang Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora sebuah kota kecil yang
terkenal dengan peradaban orang samin, pada tanggal 6 Februari 1925.
Nama aslinya bukanlah Pramoedya Ananta Toer, melainkan Pramoedya
Ananta Mastoer. Nama Pramoedya itu sendiri merupakan berasal dari kata
slogan revolusioner yang pertama di medan perang. Ia lahir dari sembilan
saudara sebagai sulung dari pasangan kedua orang tuanya yang bernama
56
Mastoer Imam Badjoeri dan Saidah. Ayahnya berasal dari keluarga bupati
kediri yang berdarahkan jawa asli, namun ayahnya menempuh pendidikan
sekolah Barat. Sedangkan ibunya merupakan anak dari penghulu
Rembang, dan berpendidikan Islam pesisir, ibunya juga pernah sekolah
Belanda sewaktu SD.
Selama mendekam di penjara ia berhasil menghasilkan sebuah
karya Tetralogi yaitu Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah,
dan Rumah Kaca. Ia juga menghasilkan karya-karya lainnya yaitu seperti
Arok Dedes, Mata Pusaran, Arus Balik, sebuah drama Mangir, dan non-fiksi
Nyanyian Tunggal Seorang Bisu. Sebelum menerbitkan Bumi Manusia pada
tanggal 17 Agustus tahun 1980 dan Anak Bangsa pada bulan Desember, ia
telah menceritakannya secara berulang-ulang kepada teman-temannya di
tahanan. Novel Bumi Manusia juga sempat diterbitkan kedalam Bahasa
Inggris dan diterbitkan oleh Penguins Books di Australia pada tahun 1982.
Bumi Manusia dipuji sebagai karya sastra agung internasional dan kemudian
diterjemahkan dalam 20 bahasa. Dan tahun 2005 diterbitkan kembali menjadi
33 bahasa asing. Masih banyak karya-karyanya juga yang telah diterbitkan
juga kedalam bahasa asing. Pada tanggal April 2006 Pramoedya Ananta Toer
menghembuskan nafas terakhirnya karena diabetes, sesak napas, dan jantung
yang lemah. Ia dikebumikan di TPU Karet Bivak Jakarta dengan usia 81
tahun.
57
C. Sinopsis Novel Bumi Manusia
Novel Bumi Manusia bercerita tentang kehidupan pada masa
kolonial Belanda. Yang menjadi pemeran utama dalam cerita tersebut ialah
Minke yang menjadi sebuah tokoh utama menjadi seorang pelajar yang
sekolah di H..B.S. Ia merupakan sosok yang berani melawan ketidakadilan
hukum yang ada di negeri ini kemudian diekspresikan melalui tulisan-
tulisannya. Ia bertemu seorang dara cantik Indo yang bernama Annelies
dan akhirnya menjadi istrinya. Annelies adalah anak dari seorang gundik
yang bernama Sanikem.
Sanikem adalah nama asli dari Nyai Ontosoroh ketika ia masih
remaja sebelum menjadi seorang gundik. Orang menyebutnya Nyai
Ontosoroh karena mereka tak dapat menyebutkan Buitenzorg, Buitenzorg
diambil dari nama sebuah perusahaan pertanian yang ia kuasai yaitu
Boerderij Buitenzorg, maka mereka menyebutnya dengan Nyai Ontosoroh.
Nyai sendiri adalah sebutan orang terdahulu masa kolonial Belanda
sebagai seorang gundik atau wanita simpanan. Karena statusnya sebagai
istri simpanan, ia dianggap tak memiliki norma kesusilaan. Karena
statusnya itu, ia hidup menderita, sebab tidak mempunyai hak asasi
manusia yang sepantasnya. Apalagi dirinya telah melahirkan anak dengan
tuannya Herman Mellema yang tetap saja masih dianggap oleh hukum
Belanda tidak syah, karena ia hanya sebagai istri simpanan yang tidak
menikah secara syah.
58
Nyai Ontosoroh adalah anak dari juru tulis Sastromo yang bekerja
pada pada pabrik gula Tulangan, Sidorejo. Ayahnya adalah tipe orang
yang gila akan jabatan dan kekayaan. Ia sangat dihormati di desanya
karena ia satu-satunya orang yang mampu membaca dan menulis, hal itu ia
pergunakan di kantor. Sastromo sangat bercita-cita untuk menjadi juru
bayar yaitu kassier pemegang uang kas pabrik gula Tulangan suatu kelak
nanti, hingga ia melakukan berbagai cara untuk mewujudkannya. Ia
mengorbankan anaknya Nyai Ontosoroh untuk dijual dan dijadikan istri
simpanan oleh tuan besar Belanda bernama Herman Mellema dengan
mendapatkan imbalan mendapatkan gulden dan jabatan sebagai juru bayar.
Semua itu lantas membuat Nyai Ontosoroh merasa harga dirinya
telah ditindas dan direbut secara paksa oleh orang tuanya. Hingga ia sangat
dendam pada orang tuanya, ia benci ayahnya yang begitu tega menukar
anaknya dengan jabatan dan kekayaan, dan ia juga benci dengan ibunya
yang hanya diam tak dapat melawan ketika Nyai Ontosoroh di serahkan
pada Herman Mellema. Dari semua kejadian itu lantas membuat Nyai
Ontosoroh bangkit dari keterpurukan dengan perlahan belajar segala
pengetahuan Eropa yang diajarkan oleh tuannya agar diakui menjadi
manusia yang beradab. Tak boleh ada berita tentang dirinya seorang
wanita hina-dina tanpa harga diri, tanpa kemahuan sendiri ini. Hal itu
membuat prinsip dirinya agar apa yang diperbuat oleh dirinya, ia harus
lebih berharga dari mereka, sekalipun ia hanya seorang Nyai.
59
Nyai Ontosoroh belajar tentang berdagang, beternak, bahasa
Belanda, belajar baca tulis Belanda, belajar membaca media Belanda,
belajar budaya dan hukum Belanda. Sebab ia yakin jika pengetahuan akan
hal itu semua akan bermanfaat bagi Nyai Ontosoroh dan anak-anaknya
kelak. Ia telah menemukan filosofi bahwa belajar adalah melawan rasa
takut, yaitu melawan kebodohan, penghinaan, kemiskinan dan sebagainya
hanya dengan belajar untuk menambah segala pengetahuan dan
pengawasan.
Nyai Ontosoroh tidak hanya mampu membaca dan menulis
menggunakan bahasa Belanda tanpa celah, ia bahkan mampu menjadi
seorang penguasa perempuan di perusahaan keluarganya. Ia adalah ibu
dari anak-anaknya Robert Mellema dan Annelies Mellema, ia pandai
berhias diri dengan rapi dan sopan layaknya seorang priyayi, meskipun
darah biru tak pernah mengalir dalam tubuhnya. Sosok Nyai Ontosoroh
adalah sosok yang sangat dikagumi oleh menantunya Minke yang
menikahi anaknya Annelies.
Konflik pun terjadi ketika suaminya mati terbunuh di sarang Baba
Ahjong, dimulai saat itu kehidupannya mulai terancam. Ia sadar meskipun
ia sepenuhnya menjadi penguasa, posisinya mulai terancam karena ia
hanyalah seorang gundik yang tak berhak mendapatkan hak sedikitpun
dari perusahaan sekalipun itu anaknya sendiri. Ia tak mau menyerah, lantas
berusaha agar bangkit melawan dengan menantunya Minke di bawah
hukum Belanda untuk mempertahankan haknya. Meskipun dengan sekuat
60
apapun ia berusaha dan melawan, statusnya tetap hanya seorang gundik, ia
dibuat tak berdaya di bawah hukum kolonial Belanda.
Mereka kalah telak di bawah hukum Kolonial Belanda. Annelies
diambil paksa hak asuhnya oleh orang-orang Belanda. Nyai Ontosoroh dan
Minke tak mampu berbuat banyak untuk mempertahankan anaknya
Annelies. Semua orang melepas kepergian Annelies dengan duka, karena
mereka tak dapat mengantarkan Annelies di tempat tujuannya. Akhirnya
apa yang selama ini Nyai Ontosoroh takutkan terjadi juga, ia kehilangan
semua yang selama ini dua puluh tahunan diperjuangkan. Anaknya
kembali mengulang peristiwa menyakitkan yang pernah ia alami.
61
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Tokoh dan penokohan.
Menurut Luken (dalam Nurgiyantoro, 2010: 75) tokoh itu sendiri
dapat dipahami sebagai seseorang (atau sosok) yang memiliki sejumlah
kualifikasi mental dan fisik yang membedakannya dengan (sosok) lain.
Sedangkan penokohan (perwatakan) atau karakterisasi merupakan sebuah
cara dari seorang pengarang untuk menggambarkan dari wujud tokoh-
tokohnya. Warsiman (2017:139). Berikut ini adalah beberapa tokoh dan
sifat yang ditemukan oleh penulis dalam buku novel Bumi Manusia karya
Pramoedya Ananta Toer :
Minke sebagai tokoh utama yang hadir sebagai tokoh protagonis.
Ia adalah seorang anak keturunan darah priyayi, yaitu seorang bupati dari
kota B yang berusaha keluar dari sangkar kejawaannya menuju kehidupan
yang ia inginkan dengan hidup bebas tanpa diperintah dan memerintah. Ia
juga ingin menguasai ilmu Eropa yang menjadi simbol kunci utama dari
ketinggian ilmu hukum dan peradaban.
“Aku lebih mempercayai ilmu-pengetahuan, akal.” Penggambaran
pikiran dan perasaan : Aku ini siswa H.B.S., haruskah merangkak
di hadapannya dan mengangkat sembah? Apa guna belajar ilmu
dan pengetahuan Eropa, bergaul dengan orang-orang Eropa, kalau
akhirnya toh harus merangkak, beringsut seperti keong dan
menyembah seorang raja kecil.(Toer,2005:179)
Dalam teks tersebut telah digambarkan bahwa Minke adalah siswa
H.B.S yang memiliki pengetahuan tinggi, bahkan hampir semua ilmu ia
kuasai. Ia berpikir apa yang benar ia akan lakukan dan yang salah ia akan
62
menentang. Sekalipun itu menyalahi adab kejawaannya yang berpegang
teguh untuk menghormati yang lebih tua. Ia juga cerdas, buktinya ia
mampu berbicara dan menulis Belanda dengan fasih dan selalu naik kelas.
Karena tak sembarang orang dapat sekolah di H.B.S.
Nyai Ontosoroh merupakan tokoh utama tambahan yang hadir
sebagai tokoh protagonis seorang gundik (wanita simpanan) dengan sifat
yang bijaksana dan penuh dengan wibawa. Ia juga seorang pemimpin dari
perusahaannya dan tak pernah meninggalkan perannya sebagai ibu yang
penuh kasih sayang dan tanggung jawab. Ia tak memiliki ijazah pendidikan
sekolah, namun pengetahuannya tentang Belanda sangat baik dan beradab,
bahkan dapat mengalahkan wanita Eropa pada umumnya, lantas hal itu
tidak menghilangkan dirinya sebagai wanita Pribumi.
“Dan tidak dapat aku katakan dia bodoh. Bahasa Belandanya cukup
fasih, baik, dan beradab; sikapnya pada anaknya halus dan
bijaksana, dan terbuka, tidak seperti ibu-ibu Pribumi; tingkah
lakunya tak beda dengan wanita Eropa terpelajar. Ia seperti seorang
guru dari aliran baru yang bijaksana itu.(Toer,2005:38)
Annelies Mellema hadir sebagai tokoh utama perempuan, karena
memiliki peran yang penting dalam isi cerita, karena sebagian cerita berisi
dirinya. Ia hadir sebagai tokoh protagonis yang sependapat dengan tokoh
utama tanpa adanya perlawanan dan selalu menurut untuk tidak menentang
setiap masalah yang muncul. Ia digambarkan sebagai tokoh yang rupawan,
karena ia terkenal sebagai wanita indo yang cantik dan lemah lembut
bahkan menjadi primadona banyak laki-laki diluar sana, yang dibuktikan
lewat kutipan berikut:
63
Di depan kami berdiri seorang gadis berkulit putih, halus, berwajah
Eropa, berambut dan bermata Pribumi. Dan mata itu, mata
berkilauan itu seperti sepasang kejora; dan bibirnya tersenyum
meruntuhkan iman. (Toer, Hal.26)
Robert Mellema merupakan tokoh tambahan, karena hanya
muncul beberapa kali dalam cerita. Ia hadir sebagai tokoh antagonis,
karena memilih untuk menentang tokoh utama, sehingga muncullah
sebuah konflik dalam keluarga mereka. Dia adalah orang yang tak ingin
dikekang pendapat dan keinginannya, seperti ibunya yang
mengeluarkannya dari sekolah untuk bekerja, namun hal itu enggan
dilakukan olehnya. Ia hanya ingin hidup enak dengan tanpa bekerja dan
selalu mengagungkan Hindia Belanda dalam kehidupannya sehingga
memandang rendah kehidupan Pribumi. Seperti kutipan berikut,
“Dia pembenci Pribumi, kecuali keenakannya, kata Mama. Bagi
dia tak ada yang lebih agung daripada jadi orang Eropa dan semua
Pribumi harus tunduk padanya.Mama menolak tunduk. Dia mau
menguasai seluruh perusahaan. Semua orang harus bekerja
untuknya termasuk Mama dan aku”(Toer,2005:97)
Robert Suurhof tokoh tambahan yang muncul hanya beberapa kali
dalam sebagian cerita. Ia digambarkan sebagai tokoh antagonis yang
memiliki pandangan yang sama dengan Robert Mellema. Ia hanya pandai
merendahkan, menyakititi, dan mencela orang lain, apalagi orang tersebut
keturunan Pribumi. Ia juga sangat licik, di balik perlakuannya ada maksud
lain. Berikut kutipannya,
“Aku akan hormati kau lebih daripada guruku sendiri. Kalau kau
kalah, awas, untuk seumur hidup kau akan jadi tertawaanku. Ingat-
ingat itu”.(Toer,2005:23)
64
Magda Peters tokoh tambahan yang muncul beberapa dalam
sebagian cerita. ia dihadirkan sebagai tokoh protagonis yang sejalan
dengan pemikiran tokoh utama, dan berperan sebagai guru yang memiliki
pemikiran yang sangat luas dan dihormati oleh murid-muridnya di HBS.
“Ia mengesankan diri seakan seekor monyet putih betina yang
bertampang kagetan. Tapi begitu mendengar pelajarannya yang
pertama semua jadi terdiam. Perasaan hormat menggantikan.
(Toer,2005: 312)
Herman Mellema (Tuan Mellema) sebagai tokoh tambahan yang
hanya ada di sebagian isi cerita. Ia memerankan dua sifat sekaligus yaitu
baik dan kemudian berubah menjadi sifat yang lain. Sifat baik itu adalah
cara ia memperlakukan Nyai Ontosoroh dengan baik di awal, karena ia
mau mengajarkan berbagai ilmu dan adab wanita Eropa. Ia berubah
menjadi seperti orang lain ketika anak dari perkawinan sahnya datang, dan
tidak dapat membela Nyai Ontosoroh.
“Aku senang mendengar puji-pujiannya, ia tak pernah mencela,
hanya pujian melulu. Tak pernah mendiamkan pertanyaanku, selalu
dijawabnya. Mama semakin berbesar hati, semakin
berani.”(Toer,2005:136)
Jean Marais merupakan tokoh tambahan yang muncul hanya
beberapa di setiap bagian cerita. ia hadir sebagai tokoh protagonis yang
sejalan dengan tokoh utama dan tidak menyebabkan suatu konflik. Ia
digambarkan memiliki sifat yang bersahabat, baik hati, dan bijaksana.
“Mulailah aku ceritakan padanya tentang gadis cilik yang
kehilangan ibunya. Dan nasib, ibunya. Dan kebaikan hati Jean
Marais. Dan kebijaksanaannya. Dan kesederhanaanya.” (Toer,
2005:102)
65
Darsam sebagai tokoh tambahan yang muncul hanya beberapa kali
dalam isi cerita, ia hadir sebagai tokoh protagonis yang sejalan dengan
tokoh utama dan tak pernah ada konflik. Ia berperan sebagai tangan
kirinya Nyai Ontosoroh. Memiliki sifat berani, penurut, dan patuh dalam
kesehariannya, tapi terkadang ia juga gegabah dalam mengambil
keputusan.
“Seorang pendekar Madura yang sangat patuh kepada majikannya.
Tapi karena sifatnya yang selalu bertindak tanpa berpikir
panjang,terkadang mengundang bahaya.
Dialog : “Darsam ini, Tuan muda, hanya setia pada Nyai. Apa yang
disayangi Nyai, disayangi Darsam. Apa yang di perintahkan, Darsam
lakukan. tak peduli macam apa perintah itu.”.(Toer,2005:226)
B. Citra Perempuan
Menurut Adib dan Sugihastuti dalam penelitian Ria Defrita
(2013:105) yaitu Citra merupakan sebagai wujud gambaran mental
spiritual dan tingkah laku dalam keseharian perempuan yang menunjukkan
Citra wajah dan tingkah laku seorang perempuan.
1. Diri Nyai Ontosoroh
Citra diri dari seorang wanita merupakan sosok individu yang
mempunyai pendirian dan memiliki pilihan sendiri atas berbagai
aktivitasnya yang berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pribadi maupun
sosialnya (Sugihastuti, 2000 :112 ). Citra Diri Nyai Ontosoroh dalam
novel ini banyak ditunjukkan dalam deskripsi cerita, dialog antar tokoh dan
tanggapan para tokoh dalam menyikapi sesuatu. Adapun citra diri Nyai
Ontosoroh yang diteliti oleh peneliti ada dua yaitu Citra Fisik dan Psikis
66
a) Citra Diri Nyai Ontosoroh dari Aspek Fisik
Ditinjau dari aspek psikisnya, wanita merupakan makhluk
psikologis, makhluk yang berpikir, berperasaan, dan beraspirasi
(Sugihastuti, 2000 : 95). Berdasarkan aspek fisik, tokoh Nyai
Ontosoroh merupakan wanita yang cantik, manis, wajah jernih,
berumur tiga puluhan, dan fisik kuat. Sehingga kecantikannya dapat
membuat laki-laki tergila-gila dan mengaguminya, perempuan yang
sudah memiliki pasangan hidup meskipun bukan suami dari
pernikahan yang syah, dan sebagai seorang ibu yang mendidik anak-
anaknya, serta seorang perempuan yang kuat dan tangguh.
“Sebaliknya orang lebih banyak menyebut-nyebut gundiknya:
Nyai Ontosoroh gundik yang banyak dikagumi orang,
rupawan, berumur tiga puluhan, pengendali seluruh
perusahaan pertanian besar itu”.(Toer, 2005 :25)
“Pemunculannya begitu mengesani karena dandanannya yang
rapi, wajahnya begitu mengesani karena dandanannya yang
rapi, wajahnya yang jernih, senyumnya yang keibuan, dan
riasnya yang terlalu sederhana. Ia kelihatan manis dan muda,
berkulit langsat.(Toer, 2005:32)
Dalam kutipan diatas menerangkan bahwa Nyai Ontosoroh
merupakan seorang gundik yang berpakaian rapi, memiliki wajah
yang jernih dan rupawan, senyumnya yang keibuan terlihat manis,
riasnya yang sederhana membuatnya ia terlihat semakin muda
karena masih berumur tiga puluhan. Kecantikan dan cara pakaiannya
yang rapi membuatnya semakin dikagumi oleh penduduk
Wonokromo. Kekaguman orang-orang oleh dirinya yang cantik tak
67
hanya ketika dirinya menjadi seorang Nyai, namun juga ketika ia
masih remaja, ia selalu dipuji-puji oleh wanita yang datang ke
rumahnya sebagai gadis yang cantik bunga Tulangan, Kembang
Sidoarjo.
Kecantikan, merupakan sebuah kata-kata yang banyak
diimpikan dan diinginkan oleh wanita. Semua orang ingin tampil
cantik dengan berbagai perangainya. Hal ini pun menjadi biasa jika
wanita berlomba-lomba dan menjadi faktor utama bagi kaum
perempuan ingin tampil cantik, kemungkinan pandangan tentang
kecantikan sudah banyak bergeser. Dulunya perempuan dikatakan
cantik ketika ia membersihkan diri nya dengan baik serta merawat
dirinya agar tidak terlihat kucel. Namun saat ini, bersih saja tidak
cukup, kecantikan dari dalam hanya sebagai faktor pendukung,
padahal ada pandangan bahwa cantik ada dua hal yaitu cantik secara
fisik dan cantik secara jiwa (inner beauty).
Zaman sekarang ini kecantikan seorang wanita menjadi tolak
ukur dan dijadikan sebagai strata sosial . Dimana-mana saat ini
orang memandang seorang perempuan cantik hanya dilihat dari
fisiknya saja. Pandangan masyarakat yang mengikuti perkembangan
zaman akibat arus globalisasi dari media massa tentang kecantikan
wanita, Khususnya wanita Indonesia hanya dilihat dari putih, tinggi,
langsing, hidung mancung, rambut lurus, dan lain sebagainya.
Pasalnya cantik itu relatif dan semua perempuan itu cantik dari lahir,
68
yaitu cantik dengan cara mereka sendiri. Penilaian seorang tentang
perempuan yang cantik itu muncul dilingkungan sendiri. Lingkungan
yang menciptakan, dan hal itu bukan menjadi tolak ukur bahwa
perempuan itu cantik atau tidak. Hal ini seperti penelitian yang
dilakukan oleh Ferguson (Grogan,1999)
“Jadi Nyai Ontosoroh melakukan pekerjaan kantor.
“Pekerjaan kantor macam apa yang dia bisa?”
“Administrasi? Tanyaku mencoba-coba”.
“Semua. Buku, dagang, surat menyurat, bank....”(Toer,
2005:45)
Dari penggalan dialog di atas citra Nyai Ontosoroh dalam
pekerjaan sangat luar biasa ia adalah wanita yang pekerja keras.
wanita pekerja keras merupakan wanita yang pantang menyerah
dalam berbagai hal pekerjaan. Nyai Ontosoroh mampu melakukan
segala pekerjaan tidak hanya dalam satu bidang saja, namun
beberapa bidang pekerjaan kantor dapat ia lakukan sendiri.
Meskipun ia bekerja tak perlu banyak menggunakan otot, namun ia
bekerja dengan mengandalkan skill dan pemikirannya atau bekerja
secara cerdas.
Pekerja keras tidak hanya berlaku untuk laki-laki saja, namun
juga bagi perempuan. Perempuan hebat selalu tahu tujuan akhir dari
apa yang ia lakukan saat ini, ia akan selalu berusaha dengan segala
upaya untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan dalam hidupnya.
Ia akan menganggap percuma jika ia telah mengetahui tujuan akhir
namun tak berusaha keras untuk mewujudkannya. Dan perempuan
69
hebat tak akan berhenti bekerja dengan apa yang ia lakukan sebelum
ia mencapai tujuan akhir dari apa yang ia kehendaki.
Seiring perkembangan zaman, pergeseran nilai-nilai
perempuan bekerja di masyarakat semakin maju dan mengalami
peningkatan dari masa ke masa. Salah satu faktor penyebabnya ialah
wanita telah memiliki kesempatan dalam hal pendidikan dan
pekerjaan yang sama dengan laki-laki, sehingga perempuan mampu
memerankan peran lebih dari satu, atau mampu berperan ganda.
Peran ganda merupakan peran yang dilakukan perempuan selain
menjadi ibu buat anak-anaknya dan selain menjadi istri dari
suaminya, ia memiliki pekerjaan di berbagai sektor bidang pekerjaan
atau profesi lain. Seperti yang dikemukakan dalam penelitian
(Marina dan Dhea, 2018).
Bekerja keras juga dapat membuat seseorang untuk melawan
rasa malas dalam dirinya. Bekerja keras merupakan bagian dari
seseorang untuk menjemput gerbang kesuksesannya. Seperti yang
telah diajarkan dalam syariat Islam yaitu seorang muslim yang
percaya akan memiliki sifat etos kerja yang tinggi. Percaya adalah
suatu keyakinan dalam hati seseorang untuk menjemput takdirnya. Ia
harus optimis dengan segala yang dikerjakannya kelak akan
membuahkan hasil, bukan suatu hal yang percuma dan sia-sia.
Dari pekerjaan yang diemban oleh Nyai Ontosoroh diketahui
bahwa ia adalah termasuk orang yang kuat dan tangguh. Perempuan
70
tangguh ialah seseorang yang senantiasa kuat dalam menghadapi
segala permasalahan yang ada dalam rumah tangga maupun
pekerjaan kantor. Ia dikatakan tangguh karena mampu mengerjakan
pekerjaan kantor tak hanya dalam satu bidang, namun seolah setiap
sudut bidang pekerjaan kantor ia telah mampu kuasai. Ia juga
membuktikan bahwa perempuan mampu menjadi seorang pemimpin
dalam sektor pekerjaan. Ia tetap bekerja dan tidak lupa dengan
tugasnya menjadi seorang ibu untuk anaknya.
b) Citra Diri Nyai Ontosoroh dari Aspek Psikis
Ditinjau dari aspek psikisnya, perempuan juga makhluk
psikologis, makhluk yang berpikir, berperasaan, dan berekspresi
(Sugihastuti, 2000:95). Citra diri Nyai Ontosoroh dalam aspek psikis
yaitu sebagai wanita yang cerdas, humoris, ramah, tegas, optimis,
penyayang, dan memiliki sebuah trauma di masa remaja. Meskipun
seorang gundik, Nyai Ontosoroh merupakan orang yang senang belajar
tentang pengetahuan yang membuat dirinya memiliki wawasan yang
tinggi entah tentang perdagangan, pertanian, peternakan dan lainnya. Ia
juga dapat berbahasa Belanda dan mengetahui istilah-istilah Eropa yang
biasanya hanya dimiliki oleh orang yang berpendidikan tinggi dalam
pendidikan Belanda maupun Eropa.
“Ternyata pengetahuanku tentangnya tiada artinya. Ia
mengenal banyak istilah Eropa yang aku tak tahu. Kadang ia
malah menerangkan seperti seorang guru. dan ia bisa
menerangkan! Nyai apa pula di sampingku ini?”(Toer,
2005:58)
71
“Lulusan sekolah apa dia maka nampak begitu terpelajar,
cerdas dan dapat melayani beberapa orang sekaligus dengan
sikap yang berbeda-beda? Dan kalau dia pernah lulus suatu
sekolah, bagaimana mungkin bisa menerima keadaan sebagai
nyai-nyai? Tak dapat aku temukan kunci untuk
mengetahui.”(Toer, 2005:68)
“Sekolah?” ia menggelengkan kepala seperti sedang
mengintai langit, menjernihkan ingatan “Seingatku belum
pernah”.
“Mana mungkin? Mama bicara, membaca, mungkin juga
menulis Belanda Mana bisa tanpa sekolah?”
“Apa salahnya? Hidup bisa memberikan segala pada barang
siap tahu dan pandai menerima”.(Pramoedya, 2005:105)
Beberapa petikan dialog dan kalimat diatas dapat diketahui
Nyai Ontosoroh adalah seorang yang cerdas, dan haus akan ilmu
pengetahuan yang membuatnya semakin berkuasa dan tidak
direndahkan. Nyai ontosoroh menemukan sebuah prinsip dalam
dirinya, bahwa belajar merupakan bukan suatu hal yang hanya
dilakukan di sekolah saja. Belajar merupakan menentang segala
sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Belajar adalah bisa
dilakukan oleh siapapun yang mau dan melakukan, karena belajar
yang sangat keras merupakan bagi dia orang yang tidak takut untuk
melangkah melawan segala kemungkinan di dunia ini.
Nyai Ontosoroh memang sangat cerdas dan begitu terpelajar
meskipun ia tak pernah lulus dari sekolah manapun. Ia mampu
membaca buku-buku tentang Eropa, mampu berbicara, dan bahkan
menulis menggunakan bahasa Belanda. Sikap dan wibawanya yang
seperti orang Eropa namun masih kental dengan adabnya seorang
72
Pribumi Jawa, membuat ia semakin dikagumi oleh orang-orang
kebanyakan. Ia mampu melakukan semua hal itu memang bukan dari
bangku sekolah, namun ia menuntut ilmu di rumahnya sendiri
sebagai seorang murid dan suaminya adalah guru satu-satunya yang
ia patuhi segala tutur kata dan tindakannya.
Seorang perempuan tidak hanya cantik untuk dapat dihormati
dan disukai oleh semua orang, apalagi untuk menarik hati seorang
laki-laki. Sebab perempuan cantik tak cukup hanya dari parasnya,
justru kecantikan itu juga akan terpancar dari kecerdasan dan pola
pikir mereka. Seorang perempuan yang cerdas akan mengedepankan
pikirannya dari pada logika, karena seorang yang cerdas mampu
membawanya menyelesaikan masalah dan memiliki ide-ide kreatif
yang dapat menginspirasi orang lain. Telah dibuktikan kebanyakan
pada saat ini perempuan yang cerdas mampu menduduki kursi
kepemimpinan seperti seorang laki-laki, sama halnya dengan Nyai
Ontosoroh yang mampu menguasai perusahaan-perusahaan besar
pertanian.
Seorang perempuan memang harus cerdas, karena kecerdasan
itu akan membuatnya menemukan bagaimana konsep dirinya untuk
merubah dirinya menjadi seorang yang berkarakter. Saat ini untuk
mencuri perhatian tak hanya dilihat dari paras cantik, namun
perempuan cantik juga harus didukung dengan akhlakul karimah.
Percuma cantik tapi tak memiliki akhlak yang baik. Seperti pepatah
73
mengatakan orang yang berilmu belum tentu beradab dan orang
yang beradab pasti berilmu. Pastilah seorang perempuan yang
beradab dia adalah orang cerdas. Buat apa cantik kalau tak didasari
akhlak yang baik?
Di zaman yang semakin keras ini cantik memang dapat
mencuri perhatian setiap mata yang memandang, namun dengan
kecerdasan akan membuat dunia dapat ditaklukan. Kalimat tersebut
penulis dapatakan dalam sebuah artikel dari blog www.hipwe.com
yang dapat menginspirasi bahwa perempuan hidup di zaman milenial
ini tak hanya bermodalkan cantik namun, juga harus belajar dan
menambah pengetahuan dengan mengikuti perkembangan zaman
dan arus global. Karena perempuan juga sebagai cikal bakal untuk
mencetak generasi yang bermoral dan berprinsip untuk kehidupan
yang semakin keras ini.
“Tutup mulut!” bentak Nyai dalam Belanda dengan suara
berat dan kukuh. “ia tamuku”.
Eropa gila sama dengan Pribumi gila,” sembur Nyai tetap
dalam Belanda. Matanya menyala memancarkan kebencian
dan kejijikan. “Tak ada hak apa-apa kau di rumah ini. Kau
tahu mana kamarmu sendiri”(Toer, 2005:65)
Dalam teks itu Nyai Ontosoroh digambarkan oleh pengarang
dengan sosok yang lain yaitu tegas, dan berani melawan apa yang
dianggapnya benar. Dia juga sangat sentimentil dengan apa yang
dikatakan oleh tuannya tentang Pribumi yang dianggap sangat
rendah. Dia berani mengucapkan kata-kata kasar dan sangat berat
dan kukuh akibat perlakuan tuannya yang tidak menerima tamunya
74
karena tuannya tau tamunya hanyalah seorang Pribumi. Nyai
melakukan perlawanan, karena baginya Pribumi maupun Eropa sama
saja, ia hanya membela diri meskipun terlihat hina di depan anak-
anak dan tamunya.
Kebanyakan orang menganggap sikap tegas sama dengan
sifat pemarah, padahal pemarah dan tegas adalah suatu hal berbeda.
Sikap pemarah itu muncul jika seorang dihadapkan masalah tak bisa
mengatasi ia akan menjadi marah, dan jiwanya selalu dihinggapi hal-
hal yang negatif. Sedangkan, sikap tegas seorang perempuan
merupakan sebuah sikap dari penentuan apa yang menjadi pilihan
yang diinginkan jika menghadapi suatu masalah yang membawanya
ke arah positif. Namun, jika perempuan hanya bersikap lemah
lembut dan tidak tegas, ia akan selalu dianggap lemah karena tak
mampu menyelesaikan apa yang telah dihadapinya.
Seorang perempuan memang harus memiliki sikap tegas
dalam dirinya, dengan adanya sikap tegas itu perempuan akan
menjadi seorang yang mandiri untuk menghadapi tantangan
kehidupan dengan pilihan yang diinginkan. Sikap tegas juga dapat
menumbuhkan rasa percaya diri pada diri sendiri, artinya jika
seorang perempuan berani melangkah untuk mengambil keputusan
itu, ia telah percaya pada potensi dan kekuatan dirinya sendiri. Hal
itu akan berdampak positif pada diri perempuan agar tak
meremehkan kekuatan yang ada dalam dirinya sendiri, dan tak perlu
75
mikirin dengan pendapat orang lin. Seperti dalam artikel yang
ditemukan pada sebuah blog di www.Ziliun.com.
“Ya, Annelies, siapa tamumu?”
“Ini Mama, Minke namanya.Pribumi Jawa, Mama”.
“Pelajar H.B.S Mama.”
“O-ya? Betul itu?” tanya Nyai padaku.
“Tamu Annelies juga tamuku,” katanya dalam bahasa
Belanda yang fasih.”Bagaimana aku harus panggil? Tuan?
Sinyo? Tapi bukan Indo..” (Toer, 20005:33)
Dari dialog diatas dapat dilihat bahwa Nyai Ontosoroh adalah
seorang yang humoris, ia menyambut tamu anaknya dengan baik dan
ramah. Meskipun tamunya adalah seorang Pribumi Jawa, yang
dibenci oleh anak sulungnya yang telah memperlakukannya tidak
adil. Namun, Nyai Ontosoroh malah menyambutnya dengan senang
hati. Ia mencoba mendekati, berkenalan untuk bisa akrab dengan
tamunya.
Dengan sikap humoris dan ramah yang Nyai tunjukkan antara
dirinya dan tamunya mampu mencairkan suasana yang asalnya
tegang menjadi sedikit rilex, dan hal itu membuat tamunya merasa
tak sungkan lagi terhadapnya. Namun, perlu diketahui perbedaan
antara humoris dengan menghina. Pasalnya, jika tak dapat
membedakan mana candaan dan mana menghina, ia akan merasa
sakit hati dengan apa yang telah dilontarkan seseorang dengan niatan
hanya untuk becanda.
Dengan sikap ramah Nyai Ontosoroh menunjukkan bahwa
Nyai adalah seorang yang mampu menghargai dan mengakui
76
keberadaan tamunya, dengan begitu tamunya merasa diterima dan
dihargai dengan sambutan tuan rumah. Hal itu juga dapat
mengajarkan anaknya untuk dapat bersikap ramah terhadap tamu
yang datang ke rumah atau dengan orang lain meskipun tak kenal.
Mengajarkan anak untuk bersikap ramah juga dapat mengajari anak
bagaimana bersikap sopan santun terhadap orang lain atau yang lebih
tua terutama orang tua sendiri.
“Aku telah bersumpah dalam hati: takkan melihat orang tua
dan rumahnya lagi. Mengingat mereka pun aku sudah tidak
sudi”(Toer, 2005:128).
Dalam hal ini, pengarang juga menampilkan sifat lain dari
seorang Nyai Ontosoroh sebagai orang yang pendendam. Ia menjadi
pendendam karna suatu alasan dimasa remajanya yang membuat
harga dirinya sebagai perempuan tak dihargai oleh kedua orang
tuanya. Dibuktikan dengan kalimat tersebut, ia merasa sakit hati apa
yang dilakukan oleh kedua orang tuanya terhadap dirinya, sehingga
ia tak mampu untuk memaafkan mereka, sekalipun mereka adalah
orang tua kandung Nyai Ontosoroh. Pengalaman masa lalu
merupakan sebuah penggalan dari cerita panjang yang ada bagiannya
dalam hidup seseorang. Pengalaman itu terkadang ada yang pahit
dan manis yang pernah dirasakan selama hidup.
Terkadang seseorang bingung untuk menghadapi bagaimana
untuk menghadapi pengalaman pahit yang pernah terjadi di dalam
hidupnya, dan masing-masing orang memiliki cara yang berbeda
77
ketika menghadapinya. Ada yang menghadapi pengalaman pahit
dengan melepas beban itu dengan lapang dada atau ikhlas segala
sesuatu yang terjadi memang yang telah ditakdirkan untuknya, dan
dijadikan sebagai pelajaran hidup untuk bekal melangkah kedepan
agar tak terjadi lagi peristiwa yang sama. Ada pula yang
menyimpannya rapat-rapat di dalam hati, dan terlalu menekan alam
bawah sadar, hal ini akan berpengaruh dengan kehidupannya.
Semakin seseorang berusaha untuk menutupi masa lalunya yang
pahit dan suram pengalaman itu akan secara sadar muncul dalam
pikiran dan hal ini membuat seseorang tidak bisa hidup dengan sehat
dan normal, baik secara psikologi maupun fisiknya.
Pengalaman yang menyakitkan membuat seeorang itu
memang sulit untuk memaafkan orang yang telah mengakibatkan
pengalaman itu terjadi, bahkan ia membenci orang tersebut. Rasa
sulit memaafkan bukan berarti orang yang kejam hingga tak mau
memaaflkan, bisa jadi kesalahan yang dilakukan terlalu melukai
batin yang tak terlupakan dan tumbuhlah kebencian. Pengalaman
tersebut akan menimbulkan sebuah kebencian, dan jika hal itu
dibiarkan terus menerus kebencian itu akan berubah menjadi hal
yang lebih buruk. Kebencian sesungguhnya dapat melukai si
pembenci sendiri melebihi orang yang dibenci.
Seperti pengalaman yang dialami oleh Nyai Ontosoroh,
pengalaman yang ditorehkan oleh kedua orang tuanya terlalu
78
melukai batin dan perasaannya sehingga tak akan pernah terlupakan.
Namun, pentingnya belajar memaafkan memberikan kedamaian hati
dan jiwa seseorang agar dapat terhindar dari sifat kebencian dan sifat
negatif. Dengan mencoba memahami alasan orang lain menyakiti
atau intropeksi sehingga ia dapat menerima perlakuan yang
menyakitkan maka akan berkurang atau hilanglah rasa kebencian itu.
Memaafkan merupakan kemauan untuk meninggalkan kekeliruan
dan kesalahan masa lalu, agar tidak mencari-cari lagi nilai dalam
amarah dan kebencian, serta menepis keinginan untuk menyakiti
orang lain terutama diri sendiri. Seperti tulisan artikel yang ditulis
oleh (Latifah dan Faturochman)
“Ya, Minke, Nak, Nyo, kita akan melawan”
“Kita telah kalah, Ma,” bisikku
“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-
hormatnya.”(Toer, 2005:534-535)
Dari kutipan dialog di atas menunjukkan bahwa Nyai
Ontosoroh adalah seorang yang optimis. Nyai Onsoroh dan Minke
tetap optimis pergi ke pengadilan untuk tetap mencoba melawan
orang Belanda, meskipun akhirnya ia kalah dan tak mampu
mempertahan Annelies. Namun setidaknya ia tidak hanya diam dan
pasrah dengan keadaan, ia memang kalah, tapi dengan cara yang
terhormat, karena Nyai dan Minke telah berusaha dengan segala
kemampuan.
Rasa optimis memang penting diterapkan dalam diri anak.
dengan mendidik dan mengajarkan anak untuk optimis dapat
79
membuat mentalnya semakin kuat untuk menghadapi tantangan
kehidupan juga dapat memberikan landasan mental yang baik untuk
anak. Orang tua yang mampu membangun rasa optimis pada diri
anak akan menjauhkan dari rasa frustasi, gampang menyerah, merasa
tersakiti, dan tidak percaya dengan kekuatan diri sendiri. Anak akan
cenderung memiliki sifat positif untuk mendorongnya mencapai
tujuan tersebut, anak akan selalu bersemangat dengan segala
tantangan yang tengah dihadapinya. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh (Rahman :2013). Dengan perlakuan dan sifat yang
ditunjukkan Nyai Ontosoroh, ia menunjukkan sikap optimis dan
percaya diri terhadap Minke, agar Minke tak merasa sedih dan
frustasi karena dirasa gagal dengan usaha yang telah dilakukannya.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa citra diri
perempuan dalam segi tokoh Nyai Ontosoroh dari aspek fisik yaitu
wajah yang jernih dan rupawan, senyumnya manis, berumur tiga
puluhan dan perempuan yang kuat. Ia bekerja sebagai pimpinan dari
perusahaan-perusahaan pertanian yang semakin berkembang besar,
memiliki kekayaan melimpah yang dapat membuatnya melakukan
apa saja yang ia inginkan sehingga wajah dan dirinya selalu terlihat
terawat, meskipun ia bekerja setiap hari tanpa mengenal kata libur.
Sedangkan dari aspek psikis tokoh Nyai Ontosoroh digambarkan
dengan sosok perempuan yang cerdas, humoris, ramah, tegas,
optimis, penyayang, dan memiliki sebuah trauma di masa remaja.
80
2. Citra Sosial Nyai Ontosoroh
Citra sosial perempuan dalam kajian ini disederhanakan menjadi
dua peran, yaitu peran perempuan dalam keluarga dan peran perempuan
dalam masyarakat. Peran merupakan bagian yang diperankan oleh
seseorang pada setiap keadaan dan cara bertingkah laku untuk
menyelaraskan diri dengan lingkungan (Wolfman dalam Udu, 2009:
108). Citra sosial Nyai Ontosoroh ini tumbuh melalui komunikasi
dalam menyikapi suatu masalah terhadap realitas yang dihadapinya.
a) Citra Nyai Ontosoroh dalam Keluarga
Salah satu peran yang menonjol dalam diri Nyai Ontosoroh
juga tumbuh dalam keluarganya. Di dalam keluarga peran seorang
ibu sangat dominan untuk membentuk karakter pada anak-anaknya
agar tumbuh menjadi individu yang baik (Cantor dan Bernay dalam
Udu, 2009: 109-110). Seperti peran Nyai Ontosoroh dalam keluarga
yang terkandung dalam novel Bumi Manusia terdiri dari seorang
anak, istri, dan ibu.
1) Citra Nyai Ontosoroh sebagai Anak
Seorang anak perempuan dalam keluarga tradisional yang
masih didominasi dengan membandingkan akan mendapatkan
proses degradasi mental sehingga anak tidak dapat
mengaktualisasikan potensi dirinya (Cantor dan Bernay dalam
Udu, 2009: 115). Citra Nyai Ontosoroh sebagai anak, merupakan
anak yang penurut, dan tidak membantah apa yang telah
81
diperintahkan oleh kedua orang tuanya. Karena dia dididik
sebagai Pribumi yang beralirkan darah Jawa yang memiliki adab
harus mematuhi dan menghormati orang yang lebih tua terutama
kedua orang tua. Ia juga diam-diam menyimpan dendam terhadap
kedua orang tua yang selalu dihormati.
“Ayahku, jurutulis Sastrotomo, memerintahkan aku keluar
menyuguhkan kopi susu kental dan kue. Ayah memang
sudah berpesan: bikin yang kental. Keluarlah aku
menanting talam, kopi susu, dan kue di atasnya”.(Toer,
2005:120)
Dalam teks diatas digambarkan sosok Nyai Ontosoroh
sebagai anak penurut dan patuh terhadap orang tua. Ia melakukan
apa yang bapaknya katakan dan perintahkan, tak sekalipun ia
melupakan apa yang telah dikehendaki ayahnya. Sekalipun ia
dijual oleh ayahnya untuk mendapatkan kekayaan dan sebuah
jabatan yang telah lama di inginkan oleh ayahnya.
Seorang anak memang wajib untuk menghormati kedua
orang tuanya. Namun kebanyakan orang tua mendidik anak-
anaknya secara otoriter dengan segala tuntutan dan perintah orang
tua untuk menjadi apa yang mereka inginkan dan agar tidak dicap
sebagai anak durhaka. Hal ini orang tua telah menyalahgunakan
kekuasaan terhadap anaknya. Orang tua selalu mengatur keadaan
anaknya dengan mengucapkan “ini demi kebaikanmu” dalam hal
ini orang tua telah memaksa anak untuk bertindak sesuai dengan
yang mereka inginkan. Terkadang anak juga terjebak dengan
82
tradisi yang telah ada dalam lingkungannya untuk mematuhi
segalanya.
“Mama tak mau mengenangkan kembali peristiwa
penghinaan itu. Mereka telah bikin jadi nyai begini. Ya.
Ann aku telah mendendam orangtuaku sendiri”.(Toer,
2005 :128)
Dalam hal ini Nyai patuh dan hormat kedua orang tuanya
karena itu memanglah telah menjadi sebuah tradisi yang memang
ia harus patuhi di adat Jawa. Ia memang diam dan menuruti
segala perintah bapaknya, namun hatinya memberontak dan
mencoba melawan. Disinilah terjadi konflik batin antara Nyai
dengan kedua orang tuanya, ia menyimpan dendam yang tak
berkesudahan. Inilah yang mengakibatkan penyakit hati dalam
diri Nyai Ontosoroh, ia terlihat kuat dan tangguh di luar, namun
di dalamnnya menanggung dendam yang terus melekat dalam
dirinya. Dari dendam itulah ia yakin akan menjadi sosok yang
lebih baik lagi dari kedua orang tuanya. Nyai Ontosoroh tak akan
rela anaknya mengulang kejadian yang sama seperti dirinya,
hingga ia berusaha sekuat tenaga untuk membuat anaknya
bahagia dengan menuruti apa yang anaknya inginkan.
Seorang anak hidup dalam keluarga memiliki hak utama
untuk dicintai, disayangi, dan dilindungi, yang harus dipenuhi
oleh kedua orang tua. Hak itu harus dipenuhi agar anak tumbuh
kembang secara sehat dan optimal. Seorang anak dalam keluarga
juga memiliki hak untuk berpartisipasi, dalam hal ini anak juga
83
diberikan hak untuk mengutarakan pendapatnya untuk
didengarkan dan dijadikan sebagai pertimbangan. Dalam hal ini
Nyai Ontosoroh sama sekali tak diberikan hak untuk ditanyakan
pendapatnya sebagai seorang anak, sehingga ia menganggap
dunianya gelap tak ada yang mampu menolongnya, karena kedua
orang tuanya yang selama ini menjadi pegangan hidupnya telah
menjerumuskannya kedalam jurang kehinaan dan kenestapaan.
Keegoisan orang tua menimbulkan rasa benci dan dendam itu
muncul secara bersamaan.
Mendidik anak dengan memaksakan keingin orang tua
akan mengakibatkan psikologis anak tidak berkembang secara
sehat atau akan terganggu mentalnya. Anak-anak tak akan
memiliki pandangan yang rasional, karena segala pilihannya telah
ditentukan oleh orang tua. Jika orang tua mendidiknya dengan
kasih sayang dan mengarahkan pandangan anak kearah positif,
maka anak akan tersadar sendiri untuk menghormati orang tua
mereka yang telah mengorbankan segalanya untuknya tanpa ada
unsur paksaan dalam diri mereka. Orang tua tak boleh seenaknya
saja melakukan kekuasaannya terhadap anak. Seperti artikel yang
terdapat di www.vice.com.
2) Citra Nyai Ontosoroh sebagai Istri
Kedudukan perempuan sebagai istri merupakan yang
menyangkut tentang kerumahtanggaan, misalnya mendampingi
84
serta melayani suami dan merawat anak. Istri juga melakukan
kegiatan untuk menunjang kehidupan rumah tangganya dalam
segi ekonomi ia harus bekerja diluar rumah (Subardini, 2007: 44).
Citra Nyai Ontosoroh sebagai seorang istri adalah tipe orang yang
setia, meskipun ia hanya sebagai istri simpanan dari tuannya
Herman Mellema. Kendati demikian, ia sangat patuh, setia, dan
tunduk apa yang diperintahkan tuannya pada awalnya ia juga istri
yang mandiri. Namun, suatu ketika terjadi konflik yang membuat
Nyai Ontosoroh kecewa, pasalnya tuannya telah mengingkari
segala sesuatu yang telah diajarkan, dan disitu hilanglah
kehormatan Nyai Ontosoroh pada tuannya.
“Ah betapa berbahagia dengannya, Ann. Betapa dia
pandai memuji dan membesarkan hati. Maka aku rela
serahkan seluruh jiwa dan ragaku padanya. Kalau umurku
pendek, aku ingin mati di tangannya,
Ann”.(Toer,2005:135)
Dari kutipan di atas Nyai Ontosoroh merupakan tipe orang
yang setia, ia rela mengorbankan jiwa raganya untuk tuannya.
Meskipun ia hanya sebagai istri simpanan, ia tak pernah ada
niatan sedikitpun untuk menghianati tuannya sebagai suaminya
yang telah mengajarkan berbagai hal tentang pekerjaan, hidup,
kebersihan, hingga merawat diri sendiri. Tuannya yang mengajari
dan mengembalikan jati diri Nyai Ontosoroh sebagai wanita yang
ingin dihormati pada masyarakat, tidak hanya dipandang sebelah
mata lagi hanya sebagai gundik. Meskipun ia tahu, gundik
85
memang sehina itu di mata masyarakat, ia tetap berusaha bangkit
dari segala keterpurukan.
Tuan Herman Mellema yang sangat sayang dengan Nyai
Ontosoroh selalu memuji dirinya ketika melakukan suatu hal, atau
ketika ia tengah berdandan. Pujiannya yang selalu membuat hati
Ontosoroh sangat senang dan semakin percaya diri. Dalam Islam
juga telah diajarkan seorang suami juga harus pandai
menyenangkan hati seorang istri. Salah satunya adalah dengan
memuji apa yang dilakukan oleh istrinya meskipun hal sekecil
apapun. Karena kodrat perempuan memang senang dipuji apalagi
dipuji oleh orang yang disayanginya. Dengan begitu perempuan
akan merasa diperhatikan dan akan memberikan timbal balik
dengan mengorbankan segala apa yang ia punya kepada orang
yang ia cintai.
Seperti yang terkandung dalam surat An-Nisa’ ayat 34
merupakan hak antara suami dan istri bukan daam artian faktor
biologis namun dalam artian peran sosiala yang dimiliki antara
suami dan istri. Ayat tersebut bukan antara yang memimpin dan
dipimpin melainkan prinsip cinta dan kasih sayang serta
kebersamaan antara istri dan suami, tidak ada yang lebih tinggi
atau lebih rendah dalam peranan sosial tersebut, seperti penelitian
yang dilakukan oleh (Setyawati, 2014). Lain hal Nyai Ontosoroh
yang rela umurnya mati ditangan tuannya karena kebaikan atas
86
perlakuan dalam menjaga dan pelajaran yang diberikan suaminya.
Ia masih setia mengurus anak-anaknya dengan menjadi orang tua
tunggal, meskipun tuannya telah berubah dan kemudian ditinggal
mati.
Dalam setahun telah dapat kukumpulkan lebih dari seratus
gulden. Kalau pada suatu kali Tuan Mellema pergi pulang
atau mengusir aku, aku sudah punya modal pergi ke
Surabaya dan berdagang apa saja.(Toer,2005:129)
Sisi lain peran Nyai Ontosoroh sebagai istri merupakan
istri yang mandiri. Ia hidup tak hanya ingin berpangku tangan
kepada tuannya, yang suatu saat dapat mengusir Nyai dan
dibuang begitu saja. Nyai memikirkan masa depannya jika suatu
hari tuannya pergi meninggalkannya, ia telah siap dengan apa
yang telah lakukan sebelumnya. Ia belajar mengelola keuangan
kantor dengan menghemat, menyimpan, dan menabung
penggunaan uang belanja rumah tangga atau hasil kerjanya di
kantor.
Dari perilaku Nyai Ontosoroh sebagai seorang istri yang
pandai mengatur keuangan dan pandai menabung yang dapat
menjadikannya sebagai orang istri mandiri meskipun tanpa
seorang suami disampingnya. Ia mampu hidup sendiri, yang
terpenting baginya adalah dapat memenuhi segala kebutuhan
anak-anaknya di masa depan. Menabung juga dapat memberikan
pelajaran hidup untuk hidup secara sederhana dan berlaku tidak
boros dengan segala apa yang ingin di beli.
87
Pentingnya pengelolaan keuangan dalam keluarga dapat
menentukan kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga.
Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh (Setyawati, 2014).
Seorang istri yang pandai mengatur keuangan akan
menjadikannya untuk menahan diri dan berpikir untuk jangka
panjang demi masa depan. Sama halnya yang dilakukan Nyai
Ontosoroh yang belajar berhemat dan menyisihkan upah atau
uang belanja rumah tangga untuk bekalnya di masa depan
bersama anak-anaknya.
3) Citra Nyai Ontosoroh sebagai Ibu
Peran perempuan sebagai ibu rumah tangga merupakan
peran perempuan yang memiliki tanggung jawab yang ganda. Ia
memiliki tanggung jawab agar tetap menjaga keharmonisan
keluarganya, di sisi lain perempuan harus mempertahankan
peranya untuk bekerja di dunia publik (Santoso dalam Udu, 2009:
110).
Peran Nyai Ontosoroh dalam mendidik anak-anaknya
dirasa telah mengajarkan anaknya untuk selalu kuat, mandiri,
pekerja keras, dan mengajari dalam kreativitas. Adanya campuran
aliran darah dalam diri anak-anak Nyai Ontosoroh membuat
kedua anaknya memiliki cara pandang yang berbeda dan
timbullah konflik yang serius, karena bapaknya seorang Belanda
dan Ibunya seorang Pribumi. Hal itu lantas membuat anak
88
pertamanya Robert Mellema ingin seperti ayahnya yaitu Belanda
Totok dan Annelise ingin menjadi seperti ibunya yaitu Pribumi.
Akibat konflik tersebut Nyai Ontosoroh memiliki didikan yang
berbeda dengan anak-anaknya. Berikut didikan Nyai Ontosoroh
terhadap anak perempuannya :
Pertama adalah mengajarkan kreativitas. Dengan mengajarkan
membuat suatu karya atau keterampilan tangan yang dapat
membuat menumbuhkan daya kreativitas dan imajinasi anak
secara bebas. Karena dengan begitu ibu mengajak anak ke arah
pikiran yang positif.
“Di atasnya berdiri jambang bunga dari timbikar bikinan
Eropa. Bunga-bungaan bersembulan dari dalamnya dalam
karangan yang serasi. Annelis mengikuti arah pandangku
dan berkata :
“Aku sendiri yang merangkai.”
“Siapa gurunya?”
“Mama, Mam sendiri.”
“Bagus sekali”(Toer,2005:31)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Nyai Ontosoroh telah
mengajarkan anaknya Annelies untuk berkreativitas yaitu dengan
membuat rangkaian bunga tembikar yang terbuat dari Eropa.
Untuk menanamkan sikap positif terhadap anak, ibu harus
memiliki rasa sabar pada kreativitas anaknya. The power of Nyai
Ontosoroh tidak hanya pada sikapnya, namun ia juga memiliki
daya kreativitas yang dapat menghasilkan sebuah keindahan.
Menumbuhkan kreativitas pada anak merupakan suatu hal
yang dapat mengajarkan anak pada nilai Estetika. Nilai Estetika
89
merupakan suatu hal yang membahas tentang keindahan, entah
suatu hal keindahan itu dapat terbentuk dan dapat dirasakan oleh
manusia. Nilai Estetika dapat mengajarkan anak bagaimana
mengapresiasi suatu karya seni dan menumbuhkan kecintaan anak
pada keadaan alam. Apalagi seorang perempuan, mereka harus
belajar bagaimana keindahan itu dapat diciptakan dan dapat
dinikmati oleh setiap mata yang mampu mengarahkan kedalam
hal yang positif.
Dengan adanya nilai estetika anak juga akan belajar
tentang warna dan bagaimana anak dapat memadukan warna agar
terlihat cantik dan enak dipandang oleh setiap orang. Memadukan
warna juga tak hanya dapat diterapkan dalam suatu karya seni,
anak juga dapat menerapkan ke dalam kehidupannya sehari-hari
misalnya ketika berpakaian. Jika seorang anak perempuan dapat
memadukan warna baju yang ia kenakan, bukti bahwa anak
memiliki pemikiran yang cerdas. Warna merupakan hal yang
disukai oleh anak, karena warna menimbulkan sebuah keindahan,
nilai estetika, dan kebahagiaan. Warna juga berpengaruh dengan
psikologi seseorang. Hal ini sama dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh (Alma dan Untung) tentang mengembangkan
kreativitas anak melalui warna.
Anak perempuan memang identik dengan kelembutan dan
keindahan. Dengan membuat karya-karya bunga membuat anak
90
tahu bahwa bunga itu adalah bentuk dari keindahan, karena bunga
dapat mempercantik suatu tempat entah berada dalam ruangan
atau di alam yang bebas. Membuat kreativitas juga dapat
menumbuhkan daya imajinasi pada anak, serta dapat
menghilangkan kebosanan pada anak ketika di rumah. Anak akan
cenderung mengalami perasaan yang senang karena dapat
menghasilkan karya baru hasil dari tanganya sendiri. Ibu dapat
melatih kesabaran anak untuk membuat karya-karya yang rumit
maupun mudah dengan menghasilkan suatu barang atau
keindahan.
“Kan aku sudah sering bilang kau memang cantik? Dan
cantik luar biasa? Kau memang cantik, Ann. Sinyo tidak
keliru”.
“Oh Mama” Annelies berseru sambil mencubit ibunya.
Wajahnya kemerahan dan matanya memandangi aku,
berkilau berbinar-binar” (Toer ,2005:37)
Kedua adalah untuk menumbuhkan sikap positif anak
dengan sering memberikannya pujian. Dari teks di atas Nyai
Ontosoroh sering memberikan pujian terhadap anaknya Annelies.
Setiap orang akan merasa senang ketika mendapat pujian dari
orang lain, apalagi pujian yang membangun dari orang dekat yang
disayang, dimana hal ini pun juga menjadi sebuah ekspektasi dari
setiap anak. Ketika ibu memberikan pujian terhadap anaknya
yang masih kecil maka lihatlah reaksi wajah si anak yang begitu
terlihat memancarkan sebuah kebahagiaan, bahkan hanya dengan
sebuah kalimat atau beberapa kata yang singkat.
91
Sebuah pujian tidak hanya dapat membuat anak terlihat
bahagia, namun juga akan mengakibatkan dampak positif bagi
keadaan psikologis dari sang anak. Kata-kata positif sebagai
pujian dapat mempengaruhi perilaku dan kebiasaan anak dalam
berkata-kata yang baik. Jika seorang ibu sering memuji anaknya,
ia tentu akan belajar menjaga perasaan orang lain dengan menjaga
lisannya agar tidak menyakiti lawan bicaranya. Namun, jangan
memberikan pujian secara berlebihan, karena juga dapat berakibat
buruk pada psikologi anak dan pujian tersebut akan hilang
keefektifannya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Sawitri,
2017) tentang memberikan pujian yang tepat.
Dengan memuji anak secara fisik, ibu juga telah
mengajarkan anaknya untuk pandai bersyukur dengan apa yang
telah anak miliki dan yang telah diberikan sang pencipta terhadap
makhluknya. Dengan bersyukur anak akan belajar menghargai
sesuatu yang telah ia miliki dan tidak melihat keatas untuk
membandingkan dengan yang lain. Jika anak tak diajarkan rasa
syukur dalam dirinya ia cenderung akan merasa kecewa dengan
apa yang telah ia punya atau terima, sedangkan anak yang pandai
bersyukur ia akan menerima, menghargai, dan menjaga apapun
yang telah menjadi miliknya.
Terkadang orang tua lupa untuk mengajarkan pada anak
mereka bagaimana mensyukuri segala yang telah didapatkan pada
92
dunia ini, namun sebagian orang tua lebih memilih menuruti
segala keinginan anak dengan alasan agar anak bahagia. Lantas
hal itu, membuat anak akan terus meminta pertolongan kepada
orang tua jika keinginan tersebut tak sesuai dengan apa yang anak
inginkan, berbeda lagi jika orang tua telah melatihnya untuk
mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan, anak akan mulai
terbiasa dengan segala hal yang membuatnya untuk mensyukuri
segala hal apapun yang diterima. Orang tua harus mampu
membimbing dan mengomunikasikan terhadap anak, agar anak
tidak salah paham jika permintaannya tak dituruti bukan berarti
orang tuanya tak menyayanginya.
“Jangan tanyai aku, Ma, ceritalah.”
“Ann, Annelies, mungkin kau tak merasa, tapi memang
aku didik kau secara keras untuk bisa bekerja, biar kelak
tidak harus tergantung pada suami, kalau ya, moga-moga
tidak, kalau-kalau suami itu semacam ayahmu
itu”(Toer,2005:109)
Ketiga adanya keterbukaan antara Nyai Ontosoroh dengan
anaknya, Nyai mampu memberikan respon terhadap Annelies
yang memintanya untuk bercerita tentang masa lalunya. Dengan
memberikan respon melalui perkataan atau gerakan-gerakan
tubuh tanda setuju apa yang diinginkan oleh anak dapat
menumbuhkan perasaan nyaman dan tenang terhadap anak bahwa
anak akan merasa diperhatikan.
Dengan meluangkan waktu untuk sekedar bercerita pada
anak, dapat memberikan hubungan yang positif dengan adanya
93
komunikasi yang intens. Orang tua harus mengajarkan sikap
terbuka dengan menanyakan segala hal yang terjadi pada anak.
Jika anak telah terbuka dengan orang tua, maka sebaliknya orang
tua juga harus menunjukkan keterbukaannya terhadap anak.
Karena sikap keterbukaan dan adanya komunikasi sangat penting
agar anak merasa nyaman untuk berbagi rasa terhadap orang
tuanya.
Orang tua yang mampu menggunakan gaya komunikasi
yang tepat dan seimbang, akan membuat anak lebih terbuka dan
sering bercerita dengan nyaman. Dengan begitu anak yang
mampu terbuka dan bercerita dengan orang tua ia memiliki
kepercayaan yang lebih baik dibanding dengan anak yang
tertutup, ia cenderung insecure terhadap sekitar. Terkadang masih
banyak orang tua yang cuek dan tidak peduli dengan anak, orang
tua cenderung bersikap tidak mau tahu dengan apa yang telah
dilakukan oleh anaknya. Jika komunikasi orang tua dan anak telah
berlangsung dengan baik, maka kepercayaan diri anak pun akan
berkembang dengan baik. Seperti penelitian yang telah dilakukan
oleh (Frida dan Daniel, 2019)
“Kau terlalu keras, Ma, terlalu”
“Bakal jadi apa kau ini kalau aku tidak sanggup bersikap
keras? Terhadap siapa saja. Dalam hal ini biar cuma aku
yang jadi kurban, sudah kurelakan jadi budak belian.
Kaulah yang terlalu lemah, Ann, berbelas kasihan tidak
pada tempatnya.”(Toer,2005:139)
94
Keempat mendidik anaknya dengan keras dan kuat. Dari
teks tersebut Nyai Ontosoroh mengajarkan dan menasihati
Annelies untuk selalu bersikap keras agar dapat menjadi pribadi
yang tidak lemah. Ia harus bisa menempatkan belas kasihan
terhadap situasi yang tepat, karena perempuan pada saat itu
dianggap sangat rendah yang dapat ditindas dan dapat diremehkan
jika dirinya tak memiliki pendirian yang kuat. Perempuan tak
boleh tunduk hanya terhadap laki-laki, ia harus mampu menjadi
pribadi yang mandiri dan tidak bergantung pada laki-laki.
Setiap orang tua pasti memiliki cara mendidik anak
dengan berbeda-beda. Mereka melakukan berbagai cara agar
anaknya memiliki sifat yang positif di kehidupan di masa
depannya. Tak jarang para orang tua selalu menekan dan
mendidik anak-anak mereka dengan usaha yang keras. Orang tua
tak ingin anaknya menjadi lemah dan tak bisa bertahan di masa
yang akan dengan segala konflik yang akan ditemui. Mendidik
secara keras tidak diartikan dengan memukuli atau berkata secara
kasar terhadap anak. Namun, keras yang dimaksudkan ialah
sungguh-sungguh dalam mendidik untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
Namun jangan mendidik anak dengan terlalu keras, hal
tersebut akan berpengaruh juga terhadap psikologi mental anak.
Ketika orang tua mendidik anak dengan tegas maka akan tumbuh
95
pula mental yang tegas terhadap anak. Jika orang tua mendidik
dengan kasar maka akan menumbuhkan sifat anak yang penakut,
individualis, dan akan memberontak jika dalam hatinya telh
dipenuhi rasa kesal dan amarah, ia akan menganggap omelan
orang tua seperti angin yang berlalu. Seperti artikel yang ditulis di
blog www.iainmadura.ac.id. tentang dampak pendidikan keras
orang tua.
Nyai Ontosoroh mendidik anak perempuannya dengan
keras karena tak ingin anak perempuannya memiliki nasib yang
sama dengan dirinya yang tak dapat menentukan kehidupannya di
masa depan, bahkan ia tak bisa memilih menikah dengan orang
yang ia cintai. Ia dijual oleh ayahnya sendiri seperti barang yang
ditukarkan dengan nilai kekayaan atau jabatan. Nyai Ontosoroh
sebagai ibu memiliki sifat yang bijaksana dan berwibawa untuk
dibutuhkan setiap anak.
“Nyai rasai suhu Annelies mulai naik. Anak itu memang
jatuh sakit. Dan ibunya sangat cemas.
“Taruh sofa di kantor, Darsam. Biar aku tunggui sambil
bekerja. Jangan lupa selimut. Kemudian kau panggil
dokter Martinet.”Ia dudukkan anaknya di kursi.”sabar,
Ann,sabar. Cinta benar kau padanya?”(Toer,2005:237)
Kelima merawatnya dengan penuh kasih sayang. Seorang
ibu dalam mendidik anaknya harus dengan penuh kasih sayang
agar tumbuh perilaku positif yang diinginkan oleh orang tuanya.
Nyai Ontosoroh sangat menyayangi Annelies, dilihat dari kutipan
di atas, Nyai Ontosoroh sangat cemas dengan anaknya yang
96
sedang sakit. Ia rela menunggu dan merawatnya sambil bekerja.
Sebagai ibu ia tak melupakan tugas dan tanggung jawabnya untuk
merawat anaknya, ia juga tetap bekerja sebagai rasa tanggung
jawabnya terhadap pekerjaan sebagai seorang pemimpin yang
harus memiliki sikap tanggung jawab dan disiplin.
Nyai Ontosoroh juga memberikan perhatiannya dengan
menanyakan keadaan dan perasaan yang dialami oleh anaknya.
Hal ini dapat membuat anak merasakan betapa kasih sayang yang
didapatkan dari sang ibu, anak juga dapat belajar bahwa sikap
peduli terhadap sesama haruslah dilakukan secara inisiatif bukan
atas unsur keterpaksaan dari orang lain. Anak biasanya akan
mencontoh perilaku seorang ibu untuk peka terhadap keadaan
orang dan mau membangun jaringan komunikasi terhadap satu
sama lain.
Kasih sayang memang hal yang paling utama untuk
membangun kedekatan antara orang tua dengan anak-anak. Orang
tua menjadi sosok yang sangat berperan dalam memberikan kasih
sayangnya untuk tumbuh kembang anak, bagaimana kasih sayang
seorang ibu yang mampu menumbuhkan rasa nyaman, aman, dan
mampu diterima, dan seorang ayah yang mampu menanamkan
kepribadian yang baik, kedisiplinan, dan mampu mengarahkan
anak untuk berani dalam menghadapi tantangan zaman. Kasih
sayang orang tua pada anak juga harus sewajarnya, dengan
97
maksud tidak berlebihan. Jika rasa sayang itu terlalu berlebihan
juga akan mengakibatkan rusaknya mental dan psikologi anak.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh dosen salah satu perguruan
tinggi di Indonesia (Nurbayani, 2019) tentang kasih sayang
terhadap anak.
“Kau jadi sakit begini Ann. Tidak, Mama tidak melarang
kau mencintai dia. Tidak, sayang. Kau boleh kahwin
dengannya, kapan pun kau suka dan kapan pun kau mau.
Sekarang ini bersabarlah”
“Tapi kau jangan sakit. siapa akan bantu ku? Tega kau
melihat Mama bekerja sendirian seperti kuda?”
“Mama aku akan selalu bantu kau”
“Aku tidak mau sakit,Ma”
“Badanmu bertambah panas begini, Ann. Belajar
bijaksana, Nak, dalam soal begini orang hanya bisa
berusaha, dan hanya bisa bersabar menunggu
hasilnya.”(Toer, 2005:237)
Keenam yaitu menasihati dengan bijaksana dan
mengarahkan emosinya secara baik. Dalam dialog di atas
menggambarkan tentang Nyai Ontosoroh yang menasihati
anaknya Annelies dengan bijaksana disaat ia jatuh sakit hanya
karna menunggu kabar dari seorang yang dirindukannya. Sebagai
ibu ia menasihati anaknya dengan bijaksana agar dapat diterima
pernyataan itu. ia juga berusaha mengarahkan emosinya agar
tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan kekhawatiran yang
menghinggapi anaknya.
Seorang ibu harus mampu mengarahkan emosi anaknya
ketika anak sedang stres terlalu mendramatisir apa yang tengah
dihadapinya, serta merasa cemas dan tegang, ibu harus berusaha
98
mendekati anak untuk menjauhkan sifat-sifat atau pikiran-pikiran
negatif dan menggantinya ke arah positif. Hiburlah anak agar lupa
dengan masalah yang tengah dihadapi. Jangan sekali-kali
menginterupsi sesuatu masalah dengan nada yang tinggi dan
penuh penekanan. Hal tersebut justru membuat anak merasa tidak
nyaman dan merasa dibawah kungkungan orang tua.
Nyai Ontosoroh berusaha mengarahkan emosi Annelies
untuk lebih bersabar dan jangan terlalu memikirkan masalah
tersebut. Meskipun perempuan memang memiliki kodrat tak mau
menunggu, apa lagi dengan keadaan menunggu suatu
ketidakpastian. Anak yang memiliki rasa sabar cenderung mampu
mengalihkan perhatiannya ke dalam hal lain, sedangkan anak
yang tak memiliki rasa sabar akan terus memikirkan hal itu, yang
mengakibatkan psikisnya terganggu dan kemungkinan jatuh sakit.
karena anak terlalu menekan masalah itu dan membiarkannya
untuk berfantasi liar di dalam pikirannya yang terlalu jauh.
“Kau dengar itu sendiri itu, Ann. Ayoh, katakan
terimakasihmu. Hmm, nanti dulu. Begini , Nyo, coba
ulangi lagi puji-pujiannmu, biar aku ikut dengar.”(Toer,
2005:40)
Ketujuh Nyai Ontosoroh mendidik anaknya dengan
mengajarkannya mengucapkan terimakasih terhadap orang lain,
jika ia telah dipuji atau orang tersebut telah berbuat baik
kepadanya. Meskipun kata sederhana, ucapan terima kasih wajib
diajarkan oleh semua orang tua sejak kecil, karena hal ini juga
99
akan berpengaruh terhadap psikologi dan karakter diri anak.
Ucapan terimakasih yang tulus dari seseorang dapat
menumbuhkan kualitas hubungan dengan sesama. Pentingnya
penuturan rasa terimakasih dapat diartikan juga sebagai tanda
wujud kesopanan dan bentuk dari sebuah penghormatan dan
menghargai apa yang orang lain lakukan terhadapnya.
Pentingnya pembiasaan-pembiasaan yang perlu diterapkan
meskipun terlihat sederhana merupakan dasar pembentukan
karakter anak. pembiasaan-pembiasaan itu dapat dilakukan oleh
seorang Ibu, karena ibu merupakan orang pertama yang menjadi
tauladan bagi anak, jadi ibu harus mampu mengajarkan anak dari
hal sederhana kedalam hal yang lebih rumit. Pembiasaan juga
harus dilakukan dengan konsisten, agar anak menjadi terbiasa,
dan hal itu akan mendarah daging di dalam diri seorang anak.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Afifah dkk,
2016) menjelaskan bahwa selain kata terima kasih yang perlu
diterapkan dalam kebiasaan diri anak, ada juga kata maaf, tolong,
dan salam. Kata-kata jitu itu memang terlihat sederhana, namun
sebagian orang terkadang enggan mengucapkan kata-kata itu
karena tak terbiasa untuk mengungkapnya. Nyai Ontosoroh
mengajarkan Annelies untuk mengucapkan terimakasih karena
telah mendapatkan pujian dari tamunya. Karena rasa terima kasih
100
menunjukkan bentuk dari kesederhanaan dan kerendahan hati
orang tersebut.
Di lain sisi Nyai Ontosoroh merasa gagal mendidik anak
sulungnya yang bernama Robert Mellema. Memang tak bisa
disalahkan, jika keluarga yang memiliki dua kebudayaan dan
aliran darah yang berbeda akan berdampak kepada anak-anaknya.
Maka tak jarang jika suatu keluarga tersebut akan ada suatu
konflik perdebatan antara anak dengan orangtua. Meskipun Nyai
Ontosoroh telah berusaha keras untuk menjadi ibu yang baik
untuk anak-anaknya, ia tetap tak bisa melawan pandangan hidup
anak sulungnya yang ingin sama seperti bapaknya yaitu Eropa.
Berikut sikap Nyai Ontosoroh terhadap anak sulungnya Robert
Mellema,
“Baik. Jadi kau membenci Minke hanya karena dia
Pribumi dan kau berdarah Eropa. Baik. Memang aku tak
mampu mengajar dan mendidik kau. Hanya orang Eropa
yang biasa lakukan itu untukmu.baik Rob. Sekarang aku
ibumu, orang Pribumi ini, tau orang yang berdarah Eropa
tentu lebih bijaksana, lebih terpelajar dari
Pribumi”.(Toer,2005:236)
Dari teks di atas menunjukkan bahwa Nyai Ontosoroh
tidak bisa menasehati anak sulungnya yang terlanjur tertutup hati
dan pemikirannya. Kurangnya komunikasi yang terjalin antara
mereka mengakibatkan kerenggangan hubungan antara ibu dan
anak. Setiap anak pasti memiliki persepsi dan pemikirannya
masing-masing, jika orang tua tak bisa mengarahkan pemikiran
101
tersebut maka berakibat ke hal negatif pada anaknya. Kurangnya
pengertian yang diberikan ibu oleh anaknya membuat anak
mengubah cara pandang mereka sendiri tanpa melibatkan apa
yang ada dalam diri ibunya.
Anak tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah
jika ia tidak dibimbing dan diarahkan dengan baik oleh orang tua
dengan lembut dan pelan. Kebanyakan anak akan meniru dan
mencontoh sifat orang tua sesuai dengan apa yang dia lihat.
seperti contoh ketika orang tua selalu marah secara otomatis anak
akan mengikuti orang tua dengan emosional yang sama seperti
apa yang pernah ia lihat. Nyai Ontosoroh dalam teks tersebut
terlalu mendikte, sehingga Robert Mellema beranggapan bahwa ia
hanya dijadikan sebagai alat perintah saja.
Pentingnya sebuah komunikasi dalam keluarga merupakan
hal yang utama dalam berkeluarga. Setiap bagian kecil dalam
keluarga konflik bisa saja muncul sebuah masalah yang menuntut
penjelasan. Setiap individu anggota dalam keluarga pasti
memiliki cara pandang yang berbeda dari masalah yang muncul.
Perbedaan pendapat dan pikiran tersebut sangatlah wajar, asalkan
satu dengan yang lain berusaha memiliki perasaan untuk saling
menghargai. Maka dari itu, sebuah diskusi dalam keluarga sangat
penting dan dibutuhkan, agar setiap anggota keluarga mengetahui
keinginan dan pendapat lain. Tidak hanya dengan sikap diam, dan
102
pasrah apa yang telah dipikirkan salah satu anggota keluarga, tapi
juga memberikan pengarahan bagaimana yang terbaik dari setiap
masalh yang muncul.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Budi
Andayani, 2002) menjelaskan keluarga merupakan konsep dasar
pembentukan organisasi sosial pertama dalam diri anak. interaksi
yang terjadi dalam keluarga akan membuat anak belajar
bagaimana bersosialisasi dengan dunia luar selain keluarga. Jadi
keluarga merupakan pembentukan konsep diri anak yang akan
terkait dengan pengembangan kepercayaan diri dan harga diri.
Konsep diri anak terbentuk berdasarkan umpan balik dari
lingkungan keluarga, dapat berupa hal yang positif maupun
negatif.
“Dua bulan setelah peristiwa itu Robert lulus dari E.L.S.
Dia tak pernah memberitakan pada Mama, dan Mama
tidak ambil peduli. Ia keluyuran ke mana-mana.
Permusuhan dia-diam antar Mama dan abangku berjalan
sampai sekarang Lima tahun”.(Toer, 2005:153)
Dari teks diatas dapat dilihat betapa ketidakpedulian ibu
terhadap apa yang dilakukan oleh anaknya, sekalipun anaknya
telah pergi meninggalkan rumah. Nyai membiarkan anak
sulungnya dengan segala apa yang dipikirkannya, tak mencoba
untuk memberikan pemahaman yang dapat merekatkan kembali
hubungan antara ibu dan anak. Sebagai orang tua ia harus dapat
menanamkan sikap bijaksana terhadap anak yang semakin
103
bertambah umurnya. Sebab, anak akan melakukan semua hal
berdasarkan pengalaman-pengalaman masa lalu mereka dari
semasa kecil, terutama apa yang telah anak pelajari dari orang tua
mereka.
Nyai Ontosoroh tak menunjukkan kasih sayangnya
terhadap Robert Mellema, karena dirasa telah menentang Prinsip
hidupnya. Oleh karena itu, Robert merasa tak ada tempat untuk
pulang, meskipun itu adalah rumahnya sendiri. Tak ada orang
yang dapat menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dalam
keluarganya, Ia hanya melihat kejadian itu tanpa adanya
penjelasan dari ibu maupun bapaknya, sehinggga ia memberontak
dengan melakukan segala hal yang ia sukai, tak perduli lagi
dengan keluarganya yang telah hancur terpecah menjadi dua
kubu.
Disinilah pentingnya menunjukkan kasih sayang terhadap
anak, karena hal itu sangatlah dibutuhkan oleh setiap anak,
dengan begitu anak akan merasa sangat dicintai dan dihargai
posisinya dalam keluarga. Namun, Nyai pilih kasih terhadap
anak-anaknya, ia hanya mengistimewakan annelies, dan hal itu
berakibat buruk terhadap hubungan antar keluarga. Seperti yang
terdapat pada sebuah artikel yang ditemukan di blog
www.theconversation.com. Kunci utama dalam pembentukan
pribadi anak ada dalam keluarga, sedangkan faktor sosial
104
merupakan faktor pendukungnya. Oleh sebab itu, apabila ibu dan
ayah dapat berperan secara optimal dalam membina perasaan
kasih sayang terhadap anak, orang tua dikatakan telah
memberikan bekal yang sangat berharga dalam menyesuaikan
terhadap lingkungannya.
Nyai Ontosoroh hanya peduli dengan anak bungsunya
Annelies, ia mencurahkan segala kasih sayangnya terhadap
Annelies. Ia berhasil mendidik Annelies dengan keras dan mampu
mengarahkannya. Namun, ternyata terlalu kerasnya didikan yang
diberikan terhadap Annelies dapat melemahkan pendirian dan
psikologinya.
“Kasihan anak ini. Dia tak bisa menghadapi kekerasan.
Dia mengimpikan seorang yang mengasihi,
menyayanginya dengan tulus. Dia merasa hidup seorang
diri, tanpa pelindung, tak tahu dunia. Digantungkannya
sepenuh harapannya terhadap tuan.”
Tentu ia berlebih-lebihan. Maka:
“Dia ada ibu yang memimpin, mendidik, menyayang”
“Hati kecilnya tidak mempercayai kelestarian sikap
ibunya. Setiap saat ia menunggu datangnya ketika ibunya
meledak dan memutuskan diri dari padanya”.(Toer,
2005:301)
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa anaknya
memiliki psikologi yang lemah, ini merupakan wujud karakter
yang tidak dapat mandiri dalam menyelesaikan setiap masalah,
hingga hal tersebut dapat membahayakan hidupnya sendiri
dengan terjatuh sakit. Hal ini dapat terjadi karena terlalu
kerasnya didikan yang dilakukan oleh Nyai membuat anaknya tak
105
percaya akan sifat keselarasan yang dimiliki ibunya. Pasalnya
sifat ibunya yang terlihat kuat di luar, namun di dalam terlihat
banyak luka dan dendam yang dapat ia tutupi dan seolah-olah
ibunya baik-baik saja dan tumbuh menjadi wanita yang kuat.
Namun kenyataanya hal itu membuat anaknya merasa tidak yakin
dan merasa tidak aman berada dalam lingkungannya sendiri.
Hatinya yang tidak pernah kukuh dan kuat dengan persoalan
terpendam yang tidak dapat ia curahkan.
Sebuah cerita dan pengalaman yang dialami Nyai seolah-
olah membuat peringatan baru terhadap hidup anaknya, yang
mengakibatkan sebuah pengarsipan baru dipikiran anaknya
tertanam. Ia selalu memperingatkan anaknya perempuan agar tak
memiliki nasib yang sama. Hal ini berakibat anaknya merasa
takut, cemas, dan merasa tak ada orang yang bisa menolongnya
sebagai tempat berlindung, bahkan ibunya sendiri tak dapat
melakukan perlindungan itu sendiri. Seperti yang terdapat dalam
artikel yang ditulis di blog www.iainmadura.ac.id.
Untuk itulah dalam membentuk anak yang berkarakter
baik, dibutuhkan pendidikan yang konsisten mengarahkan anak
dalam hal yang positif dan jauhi sikap sebagai pendidik yang
dapat mengakibatkan anak kedalam hal negatif atau sifat yang
berubah-ubah. Anak-anak juga membutuhkan ketulusan kasih
sayang dan keteguhan dari orang tua, agar mereka tidak
106
terombang-ambing dalam memutuskan dan menetapkan suatu
masalah yang dihadapi dirinya.
Sebagai ibu Nyai Ontosoroh tak sepenuhnya dikatakan
gagal dalam mendidik anak-anaknya, meskipun akhirnya ia tak
dapat mempertahankan kedua anaknya untuk berada disisinya.
Dalam mendidik ia memang telah gagal mendidik putranya yang
pergi menghilang entah dimana keberadaanya. Namun tidak
dengan putrinya Annelies, Nyai Ontosoroh hanya tak dapat
melakukan perlawanan di bawah hukum Belanda, sehingga ia
kehilangan hak asuh sebagai ibu yang melahirkannya.
Jadi citra dalam keluarga yang digambarkan Nyai
Ontosoroh yang berperan sebagai anak adalah anak yang penurut,
tidak membangkan apa perintah orang tua, dan memiliki sifat
dendam kepada kedua orang tua. Perannya sebagai istri yang
digambarkan adalah sebagai istri yang patuh, setia, dan tunduk
dengan segala perintah tuannya. Yang terakhir citra perempuan di
masyarakat yang digambarkan Nyai Ontosoroh adalah sebagai
ibu, peran yang digambarkan sebagai ibu adalah penyayang,
kreativ, keras dan bijaksana.
b) Citra Nyai Ontosoroh dalam Masyarakat
Hubungan manusia dalam masyarakat dimulai dari hubungan
pribadi dengan masyarakat, hubungan antarpribadi, termasuk
tanggapan seorang perempuan terhadap lingkungan sekitarnya (Udu,
107
2010: 129). Citra Nyai Ontosoroh dalam masyarakat menunjukkan
bahwa ia adalah sosok yang tertutup rapat masalah dirinya yang
menjadi seorang budak belian, karena ia tak ingin masyarakat
mengenalnya sebagai budak lemah yang tak memiliki pilihan. Ia
disebut-sebut masyarakat luas sebagai wanita yang rupawan,
tangguh, bijaksana dan berwibawa karena sebagai kendali seluruh
perusahaan pertanian besar. Kendati demikian, pengetahuannya
tentang dunia luar tiada tara. Ia suka membaca buku-buku dan surat
kabar yang mampu membantunya mendapatkan informasi.
“Ia berjalan menghampiri aku dengan sederhananya. Dan
inilah rupanya Nyai Ontosoroh yang banyak dibicarakan
orang, buah bibir penduduk Wonokromo dan Surabaya, Nyai
penguasa Boerderij Buitenzorg.”(Toer,2005:33)
“Sekarang sedang ada pesta besar”. Mengapa mereka tak
diberi libur?”
Mereka boleh berlibur kalau suka. Mama dan aku tak pernah
berlibur. Mereka pekerja harian(Toer,2005:45)
Dari teks diatas pengarang menunjukkan bahwa Nyai
Ontosoroh adalah tipe wanita pekerja keras. lewat kerja kerasnya dan
kepemimpinannya di perusahaan besar ia dikenal masyarakat luas
sebagai Nyai yang berwibawa dan terlihat memiliki pendidikan yang
tinggi seperti wanita-wanita Eropa. Meskipun sebelum menjadi buah
bibir penduduk Wonokromo, Nyai Ontosoroh merupakan orang yang
tertutup, ia menutup kemungkinan dari berita bahwa dirinya sebagai
gundik belian. Nyai hanya tak ingin orang lain tahu perjalan kisah
hidupnya sebagai budak yang tak memiliki martabat.
108
Dengan usaha yang keras menuju perubahan agar diakui
secara hormat, Nyai Ontosoroh mencoba bangkit dari keterpurukan.
Ia tak pernah mengeluh dengan segala apa yang terjadi, dan
menjadikan pengalaman hidup di masa lalu sebagai prinsip hidupnya
agar terus melangkah untuk hidup makmur bersama anak-anaknya.
Dalam hal ini citra perempuan Nyai Ontosoroh berdasarkan
pengalaman dan kebudayaan yang ada pada dirinya tidak menjadi
penghalang bagi kehidupannya, justru menjadi sebuah prinsip agar
hidup dengan kuat dan apa yang dialami tak terulang kembali pada
anaknya.
Dengan kebaikan yang ditunjukkan, Nyai Ontosoroh
memberikan keringanan dan kebebasan para pekerja di pabrik
miliknya dengan berlibur sesuka hati mereka. Ia tak memaksa para
pekerja untuk selalu bekerja dan bekerja setiap harinya. Hanya Nyai
Ontosoroh dan anaklah yang setiap hari harus bekerja tanpa
mengenal hari libur. Dengan adanya perusahaan yang didirikannya
itu, ia mampu membuat masyarakat dalam hal pekerjaan dan
ekonomi yang pasti meskipun tidak harus selalu berangkat bekerja,
karena yang terpenting adalah tercapainya target produksi dari
perusahaan. Nyai mampu meningkatkan perekonomian masyarakat
pribumi terutama di daerah Wonokromo. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh (Marina dan Dhea, 2018) perempuan mampu
109
meningkatkan perekonomian terutama dalam keluarga, meskipun ia
berperan ganda dalam keluarga.
“Tidak semua lelaki. Sebagian perempuan, nampak dari kain
batik dibawah baju putihnya. Perempuan bekerja pada
perusahaan, mengenakan baju blacu pula. Perempuan
kampung berbaju. Dan tidak di dapur rumah tangga sendiri.
apakah mereka berkemban juga di balik baju belacu itu.
“Kau heran melihat perempuan bekerja?
Aku mengangguk. Ia menatap aku seakan hendak membaca
keherananku.(Toer, 2005:44)
Dari dialog di atas, membuktikan bahwa Nyai Ontosoroh
adalah seorang yang bijaksana, karena kebijaksanaannya dalam
bertindak dan berpikir ia memperlakukan para karyawannya dengan
setara, tidak membedakan para pekerjanya antara laki-laki dan
perempuan terhadap bias gender atau kedudukan strata sosial di
masyarakat. Baginya perempuan dan laki-laki sama yaitu mampu
bekerja di perusahaan. Lewat kekuasaannya ia menunjukkan bahwa
wanita tidak hanya dijadikan sebagai pemuas nafsu dan hanya bisa
bergantung pada laki-laki, ia bisa membuktikan bias gender antara
laki-laki dan perempuan di masyarakat dengan skillnya yang tidak
hanya mampu bekerja dalam ranah domestik tapi juga mampu
bekerja dalam ranah publik.
Peran perempuan dalam masyarakat tergantung pada budaya
dan norma dimana ia tinggal di lingkungannya. Dari sudut pandang
masyarakat Indonesia peran antara laki-laki dan perempuan dalam
pekerjaan keduanya sama-sama melakukan peran dalam ranah
domestik, publik, dan sosial, namun kenyataannya perempuanlah
110
yang lebih banyak bekerja di ranah domestik. Seorang perempuan
akan menghadapi harapan dan keinginan yang bertentangan dengan
perannya sebagai anak, istri, ibu, dan pekerjaannya dalam
masyarakat. Seperti dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh
(Indah Ahdiah, 2013) tentang bagaimana peran perempuan di
masyarakat.
Dari paparan di atas dijelaskan citra Nyai Ontosoroh sebagai ibu
dapat diterapkan oleh orang tua zaman milenial ini, namun dalam segi
positifnya saja. Segi negatif dari sosok Nyai Ontosoroh mampu dijadikan
sebagai pelajaran agar hal itu tidak dilakukan oleh orang tua dalam
mendidik anak, seperti mendidik anak dengan keras. Hal-hal positif yang
dilakukan Nyai Ontosoroh serta sifat yang dimilikinya baik dijadikan
sebagai tauladan dalam kehidupan saat ini, seperti sosok yang cerdas,
kreatif, tegas, penyayang, dan berwibawa.
Mendidik anak zaman sekarang memang memiliki tantangan
tersendiri, dimana zaman sekarang kehidupan serba instan dan gadget.
Orang tua harus memiliki strategi maupun cara dalam mendidik anak,
karena orang tua memegang peran besar dalam mengasuh anak. Orang
tua tidak boleh menutup diri dari kemajuan teknologi , namun anak juga
harus dibatasi penggunaan teknologi seperti gadget yang berlebihan
dapat merusak mental sang anak. Disinilah peran orang tua agar anak
tidak terlalu kecanduan dengan teknologi zaman sekarang, perlunya sikap
111
tegas dan kedisiplinan dari orang tua akan menentukan karakter sang
anak.
Kesalahan mendidik anak untuk membangun budaya keluarga
yaitu membiarkan mengenal dunia luar tanpa pengawasan dan batasan.
Semakin majunya perkembangan zaman, terkadang membuat orang tua
terlena dan lengah untuk memantau anak-anaknya dalam penggunaan
media. Hal inilah yang harus diperhatikan dalam mendidik anak, orang
tua harus cerdas mengajarkan anak tentang budaya dan etika keluarga,
akan nilai baik maupun buruk, salah atau benar. Sehingga anak akan
dapat membedakan apa yang mereka lihat dan alami dengan baik. Seperti
penelitian yang dilakukan oleh Ruli (2020) mengemukakan orang tua
tidak boleh menganggap bahwa pendidikan keluarga didalam keluarga
itu dianggap tidak penting, karena dasar utama yang harus orang tua
berikan kepada anak adalah pendidikan dalam keluarga.
C. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar
Sastra merupakan media yang sangat baik digunakan untuk
mengajarkan nilai pendidikan karakter kepada siswa, khususnya pada
anak yang masih duduk di Sekolah Dasar. Penanaman pendidikan karakter
pada anak Sekolah Dasar lebih efektif dibandingkan dengan mereka yang
telah tumbuh dewasa. Melalui karya sastra seperti novel, guru mampu
menyeimbangkan antara emosional, spiritual, logika, etika, dan kinestetik,
selain itu dengan sastra guru bisa mengembangkan belajar sepanjang
hayat, serta pendidikan menyeluruh (Wahyudi, 2008 :17).
112
Objek penelitian ini yaitu tentang Citra Nyai Ontosoroh dapat
diimplikasikan dalam pembelajaran sastra di Sekolah Dasar. Pembelajaran
sastra di Sekolah Dasar terdapat dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
yang menjadi tujuan dari pendidikan nasional. Salah satu dari tujuan
tersebut yaitu untuk membantu manusia agar memiliki pengetahuan,
kreativitas, dan keterampilan. Pendekatan ada Bahasa Indonesia
menggunakan pendekatan berbasis teks yaitu teks sastra dan nonsastra.
Teks sastra itu sendiri terdiri dari teks naratif yaitu seperti cerita pendek
dan prosa, kemudian ada teks non naratif seperti puisi.
Pada kurikulum 2013 pembelajaran Bahasa Indonesia
menggunakan pendekatan saintifik. Saintifik itu sendiri menekankan
keterlibatan siswa dalam pembelajaran yang kreatif, mandiri, dan lebih
intens. Oleh sebab itu keberhasilan dalam pembelajaran akan berpengaruh
pada siswa yang nampak melakukan langkah-langkah pembelajaran
saintifik. Langkah-langkah pembelajaran saintifik diantaranya adalah
mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan.
Melalui pendekatan tersebut guru mampu menumbuhkan keingintahuan
peserta didik pada karya sastra.
Untuk mengetahui Citra Nyai Ontosoroh dalam Novel Bumi
Manusia dapat diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa Indonesia perlu
dilakukan analisis kesesuaiannya pada kurikulum. Adapun kesesuaian
kurikulum yaitu mencakup standar kompetensi inti dan kompetensi dasar
113
(Abidin, 2014: 268). Berikut KI dan KD pelajaran Bahasa Indonesia kelas
6 Sekolah Dasar :
KOMPETENSI INTI 3 (PENGETAHUAN)
KOMPETENSI INTI 4 (KETERAMPILAN)
3. 3..Memahami pengetahuan faktual
dan konseptual dengan cara
mengamati, menanya dan
mencoba berdasarkan rasa ingin
tahu tentang dirinya, makhluk
ciptaan Tuhan dan kegiatannya,
dan benda-benda yang
dijumpainya di rumah, di sekolah
dan di tempat bermain
4. 4.Menyajikan pengetahuan faktual
dan konseptual dalam bahasa
yang jelas, sistematis, logis dan
kritis, dalam karya yang estetis,
dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan
dalam tindakan yang
mencerminkan perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR
3.1 3.1Menyimpulkan informasi
berdasarkan teks laporan hasil
pengamatan yang didengar dan
dibaca
4.1 4.1Menyajikan simpulan secara lisan
dan tulis dari teks laporan hasil
pengamatan atau wawancara
yang diperkuat oleh bukti
3.2 3.2Menggali isi teks penjelasan
(eksplanasi) ilmiah yang
didengar dan dibaca
4.2 4.2Menyajikan hasil penggalian
informasi dari teks penjelasan
(eksplanasi) ilmiah secara lisan,
tulis, dan visual dengan
menggunakan kosakata baku
dan kalimat efektif
3.3 3.3Menggali isi teks pidato yang
didengar dan dibaca
3.4 4.3Menyampaikan pidato hasil
karya pribadi dengan
menggunakan kosakata baku
dan kalimat efektif sebagai
bentuk ungkapan diri
3.4. 3.4Menggali informasi penting
dari buku sejarah menggunakan
aspek: apa, di mana, kapan,
siapa, mengapa, dan bagaimana
3.5 4.4Memaparkan informasi penting
dari buku sejarah secara lisan,
tulis, dan visual dengan
menggunakan aspek: apa, di
mana, kapan, siapa, mengapa,
dan bagaimana serta
memperhatikan penggunaan
kosakata baku dan kalimat
efektif
3.5. 3.5Membandingkan karakteristik
teks puisi dan teks prosa
4.5. 4.5Mengubah teks puisi ke dalam
teks prosa dengan tetap
memperhatikan makna isi teks
puisi
3.6. 3.6Mencermati petunjuk dan isi teks 4.6. 4.6Mengisi teks formulir
114
formulir (pendaftaran, kartu
anggota, pengiriman uang
melalui bank/kantor pos, daftar
riwayat hidup, dsb.)
(pendaftaran, kartu anggota,
pengiriman uang melalui
bank/kantor pos, daftar riwayat
hidup, dll.) sesuai petunjuk
pengisiannya
3.7. 3.7Memperkirakan informasi yang
dapat diperoleh dari teks
nonfiksi sebelum membaca
(hanya berdasarkan membaca
judulnya saja)
4.7..44.7Menyampaikan kemungkinan
informasi yang diperoleh
berdasarkan membaca judul
teks nonfiksi secara lisan, tulis,
dan visual
3.8. 3.8Menggali informasi yang
terdapat pada teks nonfiksi
4.8Menyampaikan hasil
membandingkan informasi yang
diharapkan dengan informasi
yang diperoleh setelah
membaca teks nonfiksi secara
lisan, tulis, dan visual
3.9. 3.9Menelusuri tuturan dan tindakan
tokoh serta penceritaan penulis
dalam teks fiksi
4.9.- 4.9 Menyampaikan penjelasan
tentang tuturan dan tindakan
tokoh serta penceritaan
penulis dalam teks fiksi
secara lisan, tulis, dan visual
3.10. 3.10 Mengaitkan peristiwa yang
dialami tokoh dalam cerita
fiksi dengan pengalaman
pribadi
4.10.. 4.10 Menyajikan hasil pengaitan
peristiwa yang dialami tokoh
dalam cerita fiksi dengan
pengalaman pribadi secara
lisan, tulis, dan visual
Dalam silabus diatas Kompetensi Inti yang relevan dengan
pembelajaran citra perempuan yaitu KI-3 Memahami pengetahuan faktual
dan konseptual dengan cara mengamati, menanya dan mencoba
berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan
di tempat bermain. Sedangkan kompetensi dasar / KD yang sesuai yakni
pada 3.9 Menelusuri tuturan dan tindakan tokoh serta penceritaan penulis
dalam teks fiksi dan 3.10 Mengaitkan peristiwa yang dialami tokoh dalam
cerita fiksi dengan pengalaman pribadi.
115
Berdasarkan analisis tokoh Nyai Ontosoroh dan pendidikan
karakter yang terkandung di dalamnya, dalam penelitian ada kandungan
nilai karakter yang negatif maupun positif. Namun pada penelitian ini
karakter Nyai Ontosoroh banyak yang mengandung sisi positifnya,
sehingga dapat diambil dari segi positifnya dan segi negatifnya
ditinggalkan. Dilihat dari silabus di atas citra Nyai Ontosoroh dapat
dijadikan sebagai sumber pembelajaran sastra pada anak Sekolah Dasar di
kelas 6, dikarenakan pada KD 3.9 dan 3.10 menelusuri tentang karakter
dari tokoh dalam karya sastra, kemudian mengaitkan apa yang dialami
tokoh sama dengan pengalaman pribadi anak-anak. Hal ini dapat
memberikan manfaat kepada peserta didik kedalam dua aspek yaitu afektif
dan sosial. Dalam aspek afektif peserta didik diharapkan dapat meneladani
sikap dan nilai positif dari tokoh perempuan Nyai Ontosoroh, sedangkan
dalam aspek sosial diharapkan peserta didik mampu peka terhadap
keadaan di lingkungan sosial. Hal ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Munaris (2011), yang mengemukakan bahwa pendidikan
karakter bisa diintegrasikan dalam pembelajaran sastra pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia untuk tingkat SD / MI.
Nilai karakteristik Nyai Ontosoroh dalam novel Bumi Manusia dari
segi positif yang dapat dijadikan contoh dalam pembentukan watak peserta
didik atau sebagai suri tauladan, misalnya seperti cerdas dan haus akan
ilmu pengetahuan, optimis, pekerja keras, mampu bangkit dari
keterpurukan, serta tidak membedakan status sosial manusia. Melalui
116
pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013 yang berbasis
kompetensi dan penguatan nilai-nilai karakter, peserta didik dapat
memadukan dan meningkatkan pengetahuannya. Hal itu dimaksudkan
untuk mengembangkan kepribadian peserta didik yang berkarakter,
sehingga dapat terwujud dalam perilaku sehari-hari yang positif.
117
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis terhadap
buku novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer tentang citra
perempuan tokoh Nyai Ontosoroh dan implikasi pada pembelajaran sastra
di Sekolah Dasar sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini meliputi citra diri perempuan dan citra sosial
perempuan. Citra diri perempuan yaitu meliputi citra yang dilihat dari
aspek fisik maupun psikis. Sedangkan citra sosial perempuan yang
terdapat dalam novel Bumi Manusia meliputi peran perempuan dalam
keluarga yaitu perempuan di keluarga sebagai anak, ibu, dan istri, dan
peran perempuan dalam masyarakat. Citra diri dari tokoh Nyai
Ontosoroh dari aspek fisik menggambarkan dalam fisiknya sebagai
wanita yang cantik, manis, wajah jernih, berumur tiga puluhan, dan
fisik kuat. Dari aspek psikis yaitu cerdas, humoris, ramah, tegas,
optimis, penyayang, dan memiliki sebuah trauma di masa remaja.
Citra sosial Nyai Ontosoroh dalam keluarga yaitu perannya sebagai
seorang anak perempuan yang penurut , dan pendendam terhadap kedua
orang tuanya. Sebagai seorang istri ia dicitrakan sebagai perempuan
yang setia, mandiri, penurut. Dan sebagai seorang ibu ia adalah ibu
yang penyayang, kreatif, bijaksana, terbuka, berwibawa, dan berusaha
selalu menuruti apa yang anaknya inginkan. Sedangkan citra Nyai
118
Ontosoroh di masyarakat terkesan menutup diri, dan dikenal
masyarakat sebagai wanita yang rupawan , berwibawa, pekerja keras,
dan bijaksana yang mampu menegakkan hak seorang perempuan di
mata masyarakat.
2. Implikasi yang dapat diterapkan dari citra perempuan dalam Novel
Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer terhadap pembelajaran
sastra Indonesia di Sekolah Dasar yaitu dalam Menelusuri tuturan dan
tindakan tokoh serta penceritaan penulis dalam teks fiksi dan
Mengaitkan peristiwa yang dialami tokoh dalam cerita fiksi dengan
pengalaman pribadi. Melalui penelusuran, penceritaan, dan pengaitan
pengalaman pribadi dalam karya sastra dapat menumbuhkan aspek
afektif peserta didik yang diharapkan dapat meneladani sikap dan nilai
positif dari tokoh perempuan Nyai Ontosoroh, sedangkan dalam aspek
sosial diharapkan peserta didik mampu peka terhadap keadaan di
lingkungan sosial.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis terhadap novel Bumi Manusia karya
Pramoedya Ananta Toer, penulis memberikan beberapa saran sebagai
berikut :
1. Untuk peneliti selanjutnya, jika ingin meneliti novel ini masih dapat
dilakukan dengan pendekatan yang sama namun dalam lingkungan
yang lebih luas. Juga dapat menambahkan unsur moral, untuk
mengetahui keyakinan dari tokoh utama perempuan
119
2. Untuk pendidik, semua pembelajaran di Sekolah Dasar mampu
dijadikan sebagai dasar utama dalam pembentukan karakter anak
terutama pembelajaran sastera, oleh sebab itu, bimbinglah anak
menuju kearah hal yang positif, agar mental dan psikologinya tumbuh
dengan normal.
3. Untuk pembaca, bijaklah dalam memilih bacaan, terutama novel yang
mengandung suatu nilai-nilai, baik nilai karakter maupun nilai
religius. Ambillah sisi positif dari suatu bacaan novel sebagai bekal
dalam hidup, dan tinggalkan sisi negatif yang terdapat pada novel.
120
DAFTAR PUSTAKA
Ahdiah, Indah. 2013. Peran-Peran Perempuan dalam Masyarakat. Jurnal
Academica. Vol. 05, No. 02.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Yogyakarta : Rineka Cipta.
Arizona, Defrita Ria, dkk. 2013. Citra Perempuan dalam Novel Kekuatan Cinta
Karya Sastri Bakry. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol. 1,
No 2.
Djuanda, Dadan. 2014. Pembelajaran Sastra di SD dalam Gamitan Kurikulum
2013. Mimbar Sekolah Dasar, Vol. 1, No. 2.
Eriyanto.2011. Analisis isi: Pengantar Metodologi Untuk Pendidikan Komunikasi
dan Ilmu-Ilmu Social Lainnya. Jakarta : Kencana.
Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung:
Angkasa Bandung.
Fitrah, M. Dan Luthfiyah. 2017. Metodologi Penelitian : Penelitian Kualitatif,
Tindakan Kelas , dan Studi Kasus. Sukabumi : CV Jejak.
Fitria, Nur Afifah. 2016. Peran Orang Tua dalam Penanaman Disiplin pada Anak
Usia Pra Sekolah Melalui Pembiasaan di Kelurahan Cihaurgeulis
Bandung.
Frieda, Prima, dan Daniel Tamburian. 2019. Komunikasi antar Pribadi antara
Orang Tua dan Anak Usia Remaja dalam Pembentukan Kepercayaan Diri
Anak. Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 3, No. 2.
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Bogor : Ghalia Indonesia.
121
Hendy, Zaidan. 1993. Kesusasteraan Indonesia Warisan yang Perlu Diwariskan
2. Bandung : Angkasa.
Kosasih. 2002. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusasteraan. Bandung: Yrama
Widya.
Mardiansyah, Mardety. 2018. Hermeneutika Feminisme Reformasi Gender dalam
Islam. Jawa Barat : PT Lontar Digital Asia.
Mayangsari, Dwi Marina dan Dhea Amalia. 2018. Keseimbangan Kerja
Kehidupan pada Wanita Karir. Jurnal Ecopsy Vol. 5, No 1.
Mbulu ,Anthonia Paula Hutri. 2017. Citra Perempuan Dalam Novel Suti Karya
Sapardi Djoko Damono : Kajian Kritik Sastra Feminis. Skripsi:
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Munaris. 2011. “Pemanfaatan Buku Kecil-kecil Punya Karya sebagai Bahan
Pembelajaran Sastra untuk Pengembangan Karakter. Jurnal Pendidikan
Karakter, Vol. 1, No. 1.
Musthafa , Abu Sa’ad, . 2008. 30 Strategi Mendidik Anak Cerdas Emosional
Spiritual Intelektual. Jakarta : Maghfirah Pustaka.
Nurbayani. 2019. Pembinaan Iklim Kasih Sayang Terhadap Anak dalam
Keluarga. International Jurnal of Child and Gender Studies Vol. 5, No. 1.
Nurgiyantoro, Burhan. 2017. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Pradopo, Rachman Djoko. 1990. Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada.
Rahima Wa, dkk. Citra Perempuan dalam Novel Perempuan Batih Karya A.R.
Rizal. Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 4, No. 3.
122
Rahman, M Muzdalifah. 2013. Peran Orang Tua dalam Membangun Kepercayaan
Diri pada Anak Usia Dini. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam Vol. 8, No.
2.
Rara, Alma dan Untung Nopriansah.tt. Mengembangkan Kreativitas Anak
Melalui Permainan Warna dengan Media Benang di RAPerwanida 1
Bandar Lampung. Jurnal Pendidikan.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Ruli, Efrianus. 2020. Tugas dan Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak. Jurnal
Edukasi Non Formal.
Sawitri, Putu Dian Niluh. 2017. Memberikan Pujian yang Tepat menurut Growth
Mindset. Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 2, No. 2.
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa
Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra Analisis Psikologi. Surakarta :
Muhammadiyah University Press.
Subardini, Ni Nyoman, dkk. 2007. Kedudukan Perempuan dalam Tiga Novel
Indonesia Modern Tahun 1970-an. Jakarta: Pusat Bahasa.
Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita : Perspektif Sajak-Sajak Toeti Heraty.
Bandung : Nuansa Cendekia.
Sugihastuti dan Adib Sofia.2003. Feminisme dan Sastra : Menguak Citra
Perempuan dalam Layar Terkembang. Bandung : Katarsis
Sumaryanto. 2019. Karya Sastra Bentuk Prosa. Semarang : Mutiara Aksara.
123
Susanti, Dwi Rini. 2015. Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar. Vol. 3,
No. 1 Juni.
Syam, Tri Ayu Nutrisia. 2013. Representasi Nilai Feminisme Tokoh Nyai
Ontosoroh dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer
(Sebuah Analisis Wacana) Skripsi : Universitas Hasanuddin Makassar.
Tantawi, Isma. 2017. Bahasa Indonesia Akademik. Bandung: Cita Pustaka
Media
Taqwiem, Ahsani.2018. Perempuan Dalam Novel Bumi Manusia Karya
Pramoedya Ananta Toer. Jurnal Ilmiah Pendidikan Vol. 7, No. 2
Toer, Pramoedya Ananta . 2005. Bumi Manusia. Jakarta : Lentera Dipantara
Udu, Sumiman. 2009. Perempuan Dalam Kabanti. Yogyakarta: Diandra
Wahyudi, Siswanto.2008. Pengantar Teori Sastra. Bandung : Grasindo.
Warsiman, 2017. Pengantar Pembelajaran Sastra. Malang : UB Press
Wataniyah, Ibnu. 2015. Ibu Sekuat Seribu Laki-laki. Jakarta : Kaysa Media
Yunarwati, Zhakiyah. 2016. Inspiring Moms. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo.
Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta :Yayasan Obor
Indonesia.
https://www.google.com/url?q=http:fatur.staff.ugm.ac.id/file/psikologi%2520%25
20Pemaafan.
https://theconversation.com/pilih-kasih-orang-tua-terhadap-anak-ternyata-
berdampak-panjang-ini-tips-untuk-mencegahnya-114690
https://www.hipwee.com/?s=Wanita+harus+cantik.
124
https://www.ziliun.com/what-we-thinkcuma-cewek-yang-boleh-baca-artikel-ini-0/
https://www.vice.com/id_iid/article/ne8qxm/harus-selalu-patuh-pada-orang-tua-
merugikan-kesehatan-mentalku.
Https://iainmadura.ac.id/site/detberita/266-dampak-didikan-keras-orang-tua-
terhadap-mental-anak.
125
LAMPIRAN
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Siti Nurul Faizah
Nomor Induk Mahasiswa : 23040160160
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat & Tanggal Lahir : Grobogan, 04 Februari 1998
Alamat Asal : Wadak, rt 02, rw 08, Karangharjo-Pulokulon-
Grobogan
Agama : Islam
No. Hp : 085643297369
Status : Belum Menikah
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan Formal
SDN 02 Karangharjo Lulus 2010
Mts. Tsamrotul Huda Pulokulon Lulus 2013
MA Raudlatul Ulum Guyangan Pati Lulus 2016
S1 IAIN Salatiga Lulus 2020