Chd

download Chd

of 33

Transcript of Chd

UJIAN AKHIR SEMESTER MIKROBIOLOGI III

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui jumlah penduduk di Indonesia adalah yang kelima terbesar di dunia. Ini merupakan suatu potensi nasional yang besar bila dapat dibina kualitas insaninya. Pada dasarnya kualitas manusia ditentukan oleh derajat kesehatannya. Sebagaimana dilihat, piramida kependudukan di Indonesia pada saat ini menunjukkan besarnya jumlah anak-anak umur 0-15 tahun yaitu 38,6% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Dengan demikian untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, hendaknya perlu diperhatikan masalah kesehatan terhadap generasi muda untuk melanjutkan pembangunan bangsa.1

Dalam 50 tahun terakhir ilmu pengetahuan tentang jantung dan penyakitnya berjalan sangat cepat terutama pada tahun-tahun terakhir, sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi dibidang-bidang lain. Ini mengakibatkan berbagai pembaharuan baik mengenai konsep pendekatan kardiovaskuler, cara diagnostik, penanggulangan maupun pemulihan dari penyakit jantung dan pembuluh darah.1

Penyakit jantung dan pembuluh darah yang banyak di Indonesia adalah penyakit jantung koroner, penyakit jantung reumatik, dan penyakit darah tinggi (hipertensi). Namun penyakit jantung bawaan juga semakin banyak ditemukan karena perbaikan diagnostik dan pelayanan perawatan perinatal, sehingga perlu sekali pengetahuan dan penanganannya oleh dokter agar dapat mengatasi masalah kesehatan terutama penyakit jantung bawaan yang banyak didapat pada anak-anak.

1.1Definisi

Penyakit jantung bawaan (congenital heart disease) adalah suatu kelainan jantung yang disebabkan karena terganggunya proses pembentukan jantung (sebelum akhir trimester pertama).

1.2Insidensi

Penyakit jantung bawaan dapat ditemukan sekitar 8 dari 1000 bayi lahir hidup. Di Indonesia, penyakit jantung bawaan cukup banyak ditemukan, yaitu sekitar 6-10 dari 1000 bayi lahir hidup. Terdapat kecenderungan timbulnya beberapa penyakit jantung bawaan dalam satu keluarga. Resiko menderita PJB untuk anak dari orang tua dengan PJB meningkat sebesar 4-5%.2,3

Sebagian besar kelainan terjadi antara gestasi 18-50 hari. Defek septum ventrikel merupakan jenis PJB yang terbanyak, kemudian diikuti dengan duktus arteriosus persisten, tetralogi Fallot, dan ASD.3

Penyakit jantung bawaan lebih sering dijumpai pada bayi-bayi prematur. Tetapi menurut penulis lain dikatakan bahwa sebagian besar neonatus yang menderita kelainan ini merupakan bayi cukup bulan dengan ukuran antropometri normal. Duktus arteriosus persisten dan defek septum atrium lebih banyak ditemukan pada anak perempuan, sedangkan stenosis aorta lebih sering dijumpai pada anak lelaki.2,3

Sekitar 30% bayi dengan kelainan jantung diikuti dengan malformasi ekstrakardiak yang juga mempengaruhi morbiditas dan mortalitasnya. Sebagian besar (90%) kasus PJB tidak berhubungan dengan defek pada gen tunggal atau teratogen. Beberapa kasus berhubungan dengan kelainan kromosom (delesi atau trisomi), sindrom anomali kongenital (Vater atau Charge), atau kelainan metabolik maternal (misalnya fenilketonuria atau diabetes).3

1.3Etiologi

Terjadinya penyakit jantung bawaan masih belum jelas, namun dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang berperan terhadap terjadinya penyakit ini adalah sebagai berikut :

1.Genetik

2.Lingkungan : seperti paparan sinar rontgen, trauma fisik dan psikis, minum jamu atau pil KB, rubella

1.4Klasifikasi

Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi dalam 2 kelompok, yaitu:

1. Penyakit jantung bawaan non-sianotik

2. Penyakit jantung bawaan sianotik

Penyakit jantung bawaan non-sianotik merupakan kelompok penyakit terbanyak, yaitu sekitar 75% dari semua PJB, sisanya merupakan PJB sianotik (25%).2

Sebenarnya klasifikasi PJB secara tradisional yang membagi PJB menjadi sianotik dan non-sianotik telah banyak ditinggalkan karena pada tingkat desaturasi darah arterial yang ringan atau sedang, sianosis secara klinis sulit dideteksi terutama pada neonatus. Selanjutnya sianosis secara klinis dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti pneumonia, sepsis, hipoglikemi, dan gangguan sirkulasi pada gagal jantung kongestif. Dengan demikian klasifikasi sianotik dan non sianotik tidak mempunyai implikasi diagnosis yang memadai.3

Berdasarkan hemodinamiknya, PJB non sianotik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1.Kelompok dengan pirau kiri ke kanan seperti duktus arteriosus persisten, defek septum atrium, dan defek septum ventrikel.

2.Kelompok dengan obstruksi jantung kanan seperti stenosis katup pulmonal.

3.Kelompok dengan obstruksi jantung kiri seperti stenosis katup aorta, koartasio aorta, dan stenosis mitral.

Penyakit jantung sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri, diantaranya Tetralogi Fallot (TF), Transposisi arteri besar(TAB), Double Outlet Right Ventricle (DORV).4

Pada referat ini pembahasan dibatasi hanya untuk PJB yang sering dijumpai, yaitu defek septum ventrikel, defek septum atrium, stenosis pulmoner, stenosis aorta,stenosis mitral, duktus arteriosus persisten, dan tetralogi Fallot.

BAB II

ANAMNESA DAN PEMERIKSAAN FISIK

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

3.1Tahapan Diagnosis

Evaluasi awal untuk menegakkan diagnosis PJB meliputi 4 tahap, yakni

1. Evaluasi klinis yang meliputi yang meliputi riwayat penyakit/anamnesis dan pemeriksaan fisik

2. Pemeriksaan penunjang sederhana termasuk EKG dan foto thoraks

3. Ekokardiografi yang terdiri dari M mode, 2 dimensi, dan Doppler/Color flow mapping

4. Kateterisasi jantung yang meliputi penghitungan hemodinamik dan angiografi.

Saat ini dengan makin berkembangnya alat ekokardografi, kateterisasi hanya dilakukan bila dengan pemeriksaan ekokardiografi kelainan anatomi jantung masih belum pasti.4

Saat ini terdapat kecenderungan kardiologi pediatri intervensi nonbedah mulai mengambil alih peran bedah jantung dalam penanganan beberapa PJB seperti penutupan VSD muskular dan perimembran (misalnya dengan Amplatzer Muscular Ventricular septal defect Occluder/AMVO dan Amplatzer Perimembranous Ventricular septal defect Occluder/APMVO), penutupan duktus arteriosus persisten (misalnya dengan Amplatzer Ductal Occluder/ADO), dan penutupan defek septum atrium sekundum (misalnya dengan Amplatzer Septal Occluder).2

3.2 Anamnesis

Pada anamnesis, harus dicari keluhan-keluhan nonspesifik maupun keluhan-keluhan spesifik untuk kelainan jantung. Di samping itu, juga harus ditanyakan riwayat penyakit keluarga.

1. Riwayat keluarga

Adanya kelainan jantung kongenital pada anggota keluarga yang lain, juga perlu ditanyakan karena suatu kelainan jantung yang sama, dapat terjadi pada satu keluarga.

Perlu ditanyakan apakah ibu penderita pada waktu hamil pernah menderita rubela karena ibu hamil yang menderita rubela, dapat menyebabkan kelainan jantung kongenital.8

2. Keluhan nonspesifik

Keluhan nonspesifik yang kemungkinan ada kaitannya dengan kelainan jantung, perlu ditanyakan yaitu: sukar makan, sering muntah, pertumbuhan terlambat, pemapasan cepat dan radang paru, serta sering berkeringat.

Sukar makan atau sering muntah, perlu ditanyakan karena keluhan ini ada hubungannya dengan kelainan jantung kongenital pada anak.

Pertumbuhan terlambat, kelainan jantung sering kali menyebabkan pertumbuhan anak terlambat, tetapi sebagian besar anak dengan kelainan jantung tidak mengalami hambatan pertumbuhan.

Pernapasan cepat, bayi biasanya mempunyai frekuensi pernapasan pada waktu istirahat sekitar 40-50 per menit. Akan tetapi, bila frekuensi pernapasan lebih cepat lagi, kita harus berpikir pada kelainan jantung.

Bila anak sering menderita radang paru atau batuk-batuk, kita juga. harus memikirkan pada kelainan jantung terutama kelainan jantung yang mengakibatkan penambahan aliran darah pada arteria pulmonalis, misalnya PDA, ASD, atau VSD besar.

Bila. anak sering berkeringat, kita juga harus berpikir pada kelainan jantung dengan gagal jantung.8

3. Ke1uhan spesifik

Gangguan fungsional. Anak dengan kelairtan jantung, fidak dapat bermain-main seperti anak normal lainnya. Anak dengan tetralogi Fallot atau transposisi arteri-arteri besar komplit, sama sekaliti tidak dapat bermain karena dengan bermain sebentar, menangis atau makan, sudah dapat menjadikannya tidak sadar akibat anoksia. Akan tetapi, kelainan seperti VSDdan stenosis katup pulmonal ringan, tidak menimbulkan keluhan kelainan.8

Sering jongkok (squatting). Anak dengan kelainan jantung sianosis, bila melakukan. pekerjaan ringan. atau berjalan jalan sebentar saja sudah berhenti untuk istirahat. Istirahatnya khas, yaitu jongkok, lutut difleksikan kuat-kuat. Posisi ini mempunyai efek menguntungkan pada sirkulasi karena mengurangi volume bantalan vaskular perifer, dan ini dapat memperbaiki sirkulasi pada organ-organ penting. Posisi jongkok ini tidak hanya terjadi pada anak dengan tetralogi Fallot, tetapi juga terjadi pada anak dengan kelainan jantung sianosis lain.8

Sianosis. Riwayat sianosis yang didapat dari orang tua harus ditafsirkan dengan hati-hati karena kadang-kadang orang tua mengatakan anaknya sianosis, tetapi ternyata setelah diperiksa tidak demikian. Sianosis dapat mudah dilihat pada bantalan kuku maupun bibir. Sianosis condong lebih jelas pada waktu kerja. Sianosis yang sebenarnya tampak pada bibir, bukan pada sekeliling bibir. Sianosis yang sering tampak pada sekeliling bibir pada bayi adalah anyaman vena yang mudah dilihat pada bayi. Perlu juga diingat bahwa adanya sianosis, tidak mutlak terjadi hanya pada kelainan jantung kongenital dan gagal jantung, tetapi dapat juga terjadi pada fistula arteriovenosus, methaemoglobinemia, kelainan pada paru, dan penyakit-penyakit pada susunan saraf pusat.8

3.3Pemeriksaan fisik

Pada perneriksaan fisik, jangan dilupakan inspeksi karena dengan inspeksi kita dapat menduga sesuatu pada jantung bila ada sindrom. tertentu. Misalnya saja kalau ada anak dengan sindrom Down atau mongoloid, kita dapat menduga bahwa anak tersebut kemungkinan menderita defek bantalan endokardium atau defek septum ventrikel supaya pada pemeriksaan fisik tidak ada yang ketinggalan, perlu dibuat suatu daftar urut-urutan pemeriksaan.8

1. Keadaan umum

Apakah anak tampak sakit atau tampak cerah dan senang bermain-main, atau tampak sering jongkok? Apakah anak tampak tertekan? Apakah berat badan sesuai standar? Apakah tinggi badan sesuai standar? Juga diperhatikan bentuk tubuh karena kelainan kongenital atau kromosom. Misalnya, Sindrom Down. Bila anak dengan sindrom ini semasa masih bayi telah mengalami kelainan/kesukaran dengan jantungnya, biasanya anak tersebut menderita kelainan jantung: kanal atrioventrikular. Bila anak dengan sindrom ini sudah agak besar, biasanya kelainan pada VSD. Sindrom Turner XO: cenderung bersama dengan kelainan jantung, koarktasio aortae. Sedang sindrom Turner XY (Turner laki-laki) atau campuran (XO/XY): cenderung pada kelainan stenosis katup pulmonal. Sindrom Marfan: biasanya bersama dengan insufisiensi katup aorta atau katup mitral, ASD atau penyakit miokardium. Sindrom Ellis van Creveld: (kondrodistrofi, polidaktilisme) mungkin bersama dengan atrium tunggal atau kanal atrioventrikular. Sindrom Holt-Oram: (anomali ibu jari dan radius) biasanya bersama dengan defek septum atrium atau anomali pada sistem konduksi.8

Posisi tertentu yang khas ialah posisi jongkok (squatting)

2.Pola perturnbuhan.

Bila kelainan jantung hanya sedikit mempengaruhi hemodinamik jantung, seperti defek septum ventrikel kecil maka pola pertumbuhan tinggi dan berat badan akan normal. Jika anak ini pertumbuhannya tidak sesuai dengan umurnya maka masalah pertumbuhan ini jangan dikaitkan dengan cacat jantung tersebut. Biasanya pertumbuhan juga normal pada anak dengan gangguan obstruksi, misalnya koarktasio aortae, stenosis aorta atau stenosis pulmonal. Bahkan, meskipun obstruksinya berat, perkembangan tubuh masih superior dan toleransi terhadap pengerahan tenaga masih normal. Akan tetapi, bila shunt dari kiri-ke-kanan besar, pertumbuhan dapat sangat menurun, dan pertumbuhan berat biasanya lebih menurun daripada pertumbuhan tinggi. Pada anak dengan penyakit jantung kongenital asianosis dan terjadi keterlambatan pertumbuhan yang berat, berarti diagnosis yang paling mungkin adalah shunt dari kiri-ke-kanan yang berat.8

3.Kulit

Kulit Pucat. Kulit pucat dapat terjadi karena anemia kronis, yang terjadi pada penderita dengan Endokarditis Bakterial Subakut (SBE atau endokarditis infektif). Pada SBE kulit pucat kekuning-kuningan. Pada dernam reumatik, kepucatan biasanya disebabkan vasokonstriksi perifer, bukan karena Hb yang berkurang.

Seluruh permukaan tubuh termasuk konjungtiva dan pangkal kuku perlu diperiksa untuk mencari petekie, ini terjacli pada endokarditis infektif. Perhatikan ruam yang khas.

Sianosis. Jika ada sianosis harus diperhatikan apakah ringan atau berat. Pada kelainan jantung yang menyebabkan sianosis, misalnya stenosis katup pulmonal, penyakit Ebstein atau hipertensi pulmonal, sianosis tidak jelas, hanya bisa tampak merah dengan sedikit biru. Klinisi yang berpengalaman kadang-kadang dapat keliru dengan anak sehat karena udara panas. Sianosis ringan ini biasanya punya saturasi oksigen arterial antara. 85-90% (saturasi oksigen normal 96%).8

4.Kepala

Anak yang menderita sianosis sejak lahir sering mempunyai kepala relatif tampak besar daripada badannya, bila dipandang secara. keseluruhan. Kepala bagian frontal mencolok dan fontanela anterior tetap membuka sampai umur 3 tahun. Kombinasi antara kepala kecil dan cacat jantung memberi kesan adanya sindrom pascarubela. Sindrom rubela keseluruhannya mudah dikenali, yaitu bayi menderita gagal jantung dengan mikrosefali kelainan mata (terutama katarak dan glaukoma) dan tuli. Pada saat neonatus mungkin ditemukan ikterus dan trombositopenia. Kelainan jantung yang paling sering adalah Duktus Arteriosus Paten (PDA), banyak koarktasio pada arteria pulmonalis dan stenosis katup pulmonal. Kadang-kadang sindrom. rubela sukar dideteksi. Ketulian dapat menyebabkan anak lambat belajar dan mengecilnya lingkaran kepala mungkin tidak jelas. Bising sistolik akibat banyak koarktasio arteria pulmonalis terkeras di salah satu atau di kedua aksila, tetapi mungkin tidak mudah terdengar jika yang diauskultasi hanya prekordium. Bila ada hidrosefalus dan padanya dipasang pipa pengalir (drain) dengan katup, pada ujung pipa pengaliran yang terletak di dalam vena kava superior akan terjadi emboli berulang dari ujung kateter ke dalam bantalan-bantalan kapiler paru dan akan menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal pada lebih dari 10% kasus. jika foramen ovale tidak menutup secara anatomik, dapat terjadi shunt dari kanan-ke-kiri pada tingkat atrium. Penderita demikian dapat menderita gagal jantung.8

5.Muka.

Muka anak dengan stenosis aorta supravalvular sangat khusus. Sepasang mata yang berjarak lebar pada muka yang bundar dengan dahi lebar dan dagu kecil adalah khas. Hipertelorisme saja dengan muka bundar seperti bulan ditemukan pada stenosis katup pulmonal murni. Udem palpebra, terutama tampak pada saat bangun, merupakan tanda yang berarti pada adanya gagal jantung. Udem palpebra, hipertensi sistemik, dan sering udem paru memberi kesan ke arah penyakit ginjal, terutama glomerulonefritis akut. Teleangiektasia kecil banyak, di lidah dan membran mukosa individu sianosis memberi kesan teleangiektasia herediter (sindrom Weber Osler Rendu) dengan banyak fistula arteriovenosus paru.

6.Leher

Pemeriksaan leher dapat menemukan tiroid yang membesar, memberi kesan bahwa takikardia, kardiomegali, dan bising aliran mungkin akibat hipertiroidisme. Pemeriksaan leher sangat penting pada penderita dengan kelainan jantung. Pulsasi yang kuat pada fosa suprasternalis biasanya terdapat pada penderita dengan kelainan aorta (koarktasio aortae, PDA, dan insufisiensi katup aorta) dan hipertrofi idiopatik miokardium. Adanya getaran (thrill) yang kuat di daerah ini juga merupakan petunjuk adanya stenosis katup aorta atau stenosis katup pulmonal.

Desakan venosa, pada leher perlu diperhatikan, tetapi pemeriksaan ini kurang dapat dilaksanakan pada bayi, anak gemuk, atau anak yang tidak kooperatif Yang dimaksud dengan desakan venosa adalah desakan vena jugularis. Pengukuran desakan venosa ini berguna untuk mengetahui desakan atrium kanan. Cara memeriksa desakan venosa ada dua macam, yaitu:1. Anak duduk tegak (900). Menurut Lewis, vena jugularis eksterna pada keadaan normal seharusnya tidak kelihatan di atas fosa suprastemalis, bila desakan venosa naik, vena kelihatan. Pengukuran desakan venosa ini ialah mengukur tinggi vena jugularis eksterna yang terlihat (terisi) pada keadaan duduk/berdiri terhitung dari fosa suprasternalis.

2. Anak tidur telentang, posisi setengah duduk (dengan sudut 450) Normal, vena jugularis eksterna yang terisi tidak boleh melebihi garis yang ditarik horizontal dari manubrium sterni. Bila melebihi garis tersebut, berarti desakan pada atrium kanan naik.

7.Desaturasi arterial dan sianosis.

Sianosis adalah penentuan secara kolorimetri yang mata pengamat berperan sebagai spektrofotometer terhadap warna darah. Agar mata dapat melihat sianosis, kadar hemoglobin yang tereduksi atau tidak teroksigenasi harus kurang dari 3g/dI. Jumlah ini adalah minimum dan tidak bergantung pada hemoglobin total. Saturasi oksigen yang sebenarnya dari individu sianosis mungkin sangat bervariasi bergantung pada berapa banyak hemoglobin yang tersedia. Misalnya penderita dengan hemoglobin total 20 g/dl akan tampak sianosis bila, 3 g/dl darinya berupa hemoglobin yang tereduksi, sisanya 17 g/ dl (85%) hemoglobin teroksidasi. Penderita dengan hemoglobin total 10 g/dl agar terjadi sianosis harus mengandung 3 g/dl hemoglobin yang tereduksi, sisa hemoglobin yang teroksigenasi 7 g/dl (70%). Artinya bahwa pada anak dengan anemia agar menjadi sianosis dia harus mempunyai saturasi 02 yang lebih rendah daripada anak dengan kadar hemoglobin yang tinggi.8

Bila ada sianosis yang jelas, saturasi 02 arterial biasanya di bawah 85%. Desaturasi darah arterial yang kadarnya lebih sedikit dari ini sukar dideteksi. Kemerahan bibir, pipi, dan ujung-ujung jari (bagi anak yang berwarna putih) dapat memberi kesan desaturasi bila sianosis yang jelas tidak tampak. Hematokrit yang naik sangat bernilai dalarn memperkuat kesan sianosis secara klinik. Sianosis yang cukup lama akan menimbulkan jari tabuh (clubbing fingers), yang tampak paling nyata pada jempol kaki dan jempol tangan. Sudut bantalan kuku menghilang dan kuku sendiri lebih lunak dan lebih lengkung daripada normal. Warna bantalan kuku tidak seragam, bagian proksimal biasanya lebih biru.8

Sianosis yang berbeda (differential cyanosis) terjadi pada adanya aliran "shunt balik" pada duktus arteriosus paten. Pada bayi dengan koarktasio aortae yang berat, terutama bila dengan arkus aorta yang hipoplastik atau atresi, darah desaturasi dapat dibawa dari arteria pulmonalis melalui duktus ke aorta desendens, sedang aorta asendens secara normal menerima darah dari vena pulmonalis yang tersaturasi. Penderita semacam ini . pada bagian atas badan berwarna merah sedang bagian bawah, yaitu abdomen, dan ekstremitas inferior akan sianosis. Jika arteria subklavia. kiri muncul dari sebelah distal obstruksi aorta maka yang berwarna merah adalah dada bagian atas, kepala, dan lengan kanan. Sebaliknya, kebanyakan bayi dengan arkus yang terganggu. juga menderita defek septum ventrikel, dalarn hal ini pencampuran terjadi pada setinggi ventrikel, mengurangi perbedaan antara kadar oksigen aorta dan arteria pulmonalis dan karenanya tidak terjadi sianosis yang berbeda.8

Anak sianosis, terutama mereka yang dengan penurunan aliran darah paru, dapat melakukan posisi jongkok lutut-dada (knee-chest squatting position). Posisi jongkok menghambat aliran balik vena dari kaki sehingga saturasi sejumlah darah yang kembali ke jantung naik. Dengan demikian, darah teroksigenasi yang mengalir ke otak lebih besar. Jantung juga mendekati kaki, dan karenanya gaya gravitasi berkurang.8

Dokter yang dihadapkan dengan neonatus penderita sianosis harus membedakan antara sianosis karena shunt dari kanan-ke-kiri akibat penyakit jantung kongenital dan sianosis nonkardial. Sianosis nonkardial meliputi penyakit paru primer; penguatan akrosianosis normal; sindrom transfusi intrauterin maternal-janin (menyebabkan hematokrit naik), menimbulkan sianosis, dan bahkan gagal jantung; cedera otak dengan depresi respirasi; anomali jalan napas intrinsik atau ekstrinsik; serta hemoglobinopati kongenital dan didapat.8

8. Dada dan pernapasan

Sifat respirasi harus dianalisis dengan teliti. Takipnea (pernapasan cepat dan dangkal) sering merupakan manifestasi pertama gagal jantung, dan ini biasanya karena bertarnbahnya aliran darah dalam paru. Beberapa penderita yang sianosis, misalnya transposisi arteri-arteri besar komplet, biasanya tampak selalu takipnea. Hiperpnea (pemapasan dalam.) biasanya terjadi pada hipoksemia akibat kurangnya aliran darah dalam. paru. Pada tetralogi Fallot, saturasi dalam darah arteri bervariasi bergantung pada aktivitas dan kebutuhan 02. Jadi, pada waktu tidur, respirasi penderita mungkin normal karena aliran darah di paru cukup untuk kebutuhan metabolisme pada waktu istirahat. Bila aktivitas bertambah, aliran darah sistemik bertambah, tetapi aliran darah paru tidak dapat mengimbangi penambahan tersebut maka akan timbul sianosis dan hiperpnea.8

Deformitas dada. Defek septum atrium (ASD) pada wanita remaja dihubungkan dengan insiden anomali rongga dada dan spinal yang berarti. Prolaps katup mitral juga dihubungkan dengan anomali skeleton, terutama skoliosis toraks. Bila tulang punggung sangat lurus (straight back syndrome) menyebabkan perubahan posisi jantung. Arteria pulmonalis menonjol (prominent) pada foto rontgen dada, hal ini menimbulkan bising fungsional yang lebih jelas dariipada biasanya.8

9.Abdomen

Perabaan hati dan lien sangat penting pada evaluasi penyakit jantung. Pembesaran hati dapat terjadi pada gagal jantung, dan evaluasi pembesaran hati dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidak adanya respons terhadap digitalisasi. Bila hati teraba sama besar pada kedua sisi abdomen, memberi kesan adanya sindrom. Ivemar (yaitu, sindrom tanpa lien, asplenia). Sindrom ini biasanya bersama dengan kelainan jantung yang kompleks, misalnya ventrikel tunggal dengan obstruksi saluran keluar arteriat pulmonalis, anomali. muara vena pulmonalis, transposisi arteri-arteri besar, ASD L anomali pemutaran jantung, dan anomali vena sistemik.8

Pada keadaan normal, hati teraba 2-3 cm di bawah arkus kostarum, sedang pada anak yang agak besar, hati tidak teraba. Pada, keadaan tertentu, misalnya hiperinflasi paru, hati dapat terdorong ke bawah Oleh, karena itu, harus hati-hati dalam menentukan pembesaran hati.8

Lien pada umumnya tidak membesar pada gagal jantung atau pada kelainan jantung kongenital. Bila lien membesar kita harus memikirkan endokarditis infektif. Asites biasanya terjadi pada gagal jantung berat dan lama. MIA asites ada pada penderita yang relatif tidak bergejala, kita harus, ingat pada perikarditis konstriktiva.8

10.Ekstremitas

Pada ekstremitas perlu dicari adanya jari-jari tabuh (clubbingfingers). Nodulus subkutan yang biasa terdapat pada demam reumatik dapat dicari di daerah ekstensor. Udem dapat ditemukan pada kaki bila anak mulai berjalan. Pada bayi, udem harus dicari pada daerah sakrum atau muka. Pada bayi dengan. sindrom Turner, sering didapat limfedema, terutama pada kaki.8

11.Pengukuran tekanan darah

Pengukuran tekanan darah harus dilakukan pada kedua lengan dan satu kaki. Di samping itu, manset untuk pengukuran tekanan darah harus sesuai dengan panjang dan lingkaran lengan. Panjang manset. harus menutupi 2/3-3/4 panjang lengan, sedang lebarnya gelembung udara dalarn manset harus, melebihi setengah lingkaran lengan, sebaiknya memenuhi lingkaran lengan. Juga manset jangan sampai dilipat, misalnya, karena kepanjangan.8

Manset dipompa sedemikian rupa sehingga tekanannya 20-30 mmHg di atas tekanan sistole, kemudian dilepaskan perlahan-lahan 2-3 mmHg per detik. Tekanan normal pada anak lihat pada Pada anak, tensi kaki lebih baik diukur dalam posisi tiarap, dengan lutut sedikit difleksikan. Pemeriksa mendengarkan dengan stetoskop, pada fosa poplitea.8

Bila dengan auskultasi tekanan darah tidak dapat diukur, kita dapat memakai cara palpasi. Tetapi dengan cara ini kita hanya mendapat angka sistole, sedang angka diastole tidak dapat. Untuk bayi dapat dipakai cara flash. Caranya adalah manset dilingkarkan pada lengan bawah atau pada lutut. Kemudian manset dipompa sehingga kulit di sebelah distal manset terlihat pucat. Tekanan manset dikurangi sedikit demi sedikit lebih kurang antara 5 mmHg dan dipertahankan 2-3 detik. Pada waktu darah dapat mengatasi tekanan manset, saat itu kulit sebelah distal manset mulai tampak merah. Hasil pengukuran ini bukannya angka sistole maupun diastole, tetapi merupakan harga rata-rata tekanan darah.8

12.Pemeriksaan jantung

Palpasi. Palpasi pada prekordium. dapat meraba lokalisasi dan aktivitas jantung dan iktus kordis. Pada anak dengan kelainan jantung kongenital yang kompleks, kadang-kadang sukar membedakan antara aktivitas yang ditimbulkan oleh ventrikel kanan atau kiri karena pada anak ini belurn tentu. ada pernisahan antara ventrikel kanan dan kiri.8

Seluruh prekordiurn dapat hiperaktif, terutama pada kelainan jantung dengan penambahan volume, misalnya pada shunt dari kiri-ke-kanan, atau pada insufisiensi katup. Sebaliknya, pulsasi prekordium dapat berkurang, misalnya pada perikarditis, anomali Ebstein, dan beberapa kardiomiopati.8

Pada anak yang lebih besar, terutama bila kelainannya hanya tunggal, dengan mudah kita dapat menganalisis aktivitas ventrikel. Dengan memakai pangkal telapak tangan yang ditempelkan pada daerah sternum dan jari-jari menuju apeks kordis maka bila impuls sistolik pada daerah sternum kiri mengangkat pangkal telapak tangan, ini merupakan tanda hiperaktivitas ventrikel kanan. Bila terjadi juga hiperaktivitas ventrikel kiri, jari-jari akan terangkat. Pada VSD, baik ventrikel kanan maupun ventrikel kiri menunjukkan aktivitas yang lebih. Impuls yang terasa tajam dan cepat diduga adanya suatu beban volume ventrikel berlebihan (volume overload), sedang bila impuls itu panjang dan lama, diduga ke arah beban tekanan dalam ventrikel yang berlebihan (pressure overload).8

Bila ada bising yang keras, pada palpasi akan teraba getaran (thrill). Getaran sistolik jauh lebih sering daripada getaran diastolik. Untuk meraba getaran. ini, kebanyakan pemeriksa lebih suka memakai ujung telapak tangan karena lebih peka, tetapi pemeriksa lain lebih suka memakai ujung jari.8

Auskultasi. Pada auskultasi kita harus memperhatikan pertama-tama suara kedua (S2) dan komponen-komponennya (P2 dan A2).. S2 ini merupakan kombinasi dari penutupan katup pulmonal (P2) dan katup aorta (A2). Pada S2 ini harus diperhatikan apakah tunggal, mendua konstan, atau mendua tidak konstan dan juga harus diperhatikan intensitasnya. S2 yang tunggal, terjadi bila suara penutupan katup pulmonal (P2) dan suara penutupan katup aorta (A2) terjadi simultan, atau dapat juga karena salah satu katup ini tidak terdengar, Bila komponen pulmonal S2 mengeras, harus dipikirkan adanya hipertensi pulmonal. Suara ketiga (S3) pada anak yang agak besar atau pada remaja normal agak mengeras. Suara keempat (S4) lebih sukar didengar karena suara ini sangat dekat dengan Sl dan nadanya sangat rendah. Bila S3 dan S4 kedua-duanya keras, ada kemungkinan penyakit pada miokardium.8

Diduga bahwa sekitar 75% dari anak normal dapat didengar bising pada suatu waktu tertentu. Di sini dokter harus memutuskan apakah bising yang terdengar tersebut tidak berbahaya, atau memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Kadang-kadang sangat sukar membedakan antara bising anorganik dan bising organik, bila memakai cara auskultasi saja. Oleh karena itu, berikut ini kita berikan beberapa petunjuk.8

1. Auskultasi dan interpretasi bising pada bayi umur sampai satu minggu sukar. Bila kita mendengar bising pada bayi ini jangan segera mengambil suatu keputusan, terutama pada bayi yang asianosis yang keadaan umumnya baik- Bising yang terdengar pada bayi umur beberapa hari dapat menghilang sama sekali dan bising lain dapat terdengar. Jika keadaan bayi tersebut tidak gawat, pemeriksaan lanjutan dapat dilakukan beberapa minggukemudian.

2.Bising yang keras, yang tidak terdengar pada minggu pertama, tetapi terdengar pada pemeriksaan, minggu keempat sampai keenam, biasanya disebabkan oleh shunt dari kiri-ke-kanan, terutama VSD.

3.Bising yang cukup keras yang menimbulkan getaran, selalu harus dipandang tidak normal.

4.Pada anak yang demam sering terdengar bising karena demam dapat menambah curah jantung (cardiac output) dan ini dapat memperkeras bising. Anak ini perlu dievaluasi kembali sesudah sembuh karena kita harus memutuskan apakah bising itu anorganik atau organik. Bising lain yang dapat terdengar karena naiknya curah jantung adalah bising yang disebabkan oleh anemia, tirotoksikosis, fistula arteriovenosa besar, pengerahan tenaga atau kegembiraan.

5.Anak atlet mempunyai frekuensi jantung rendah dan isi sekuncup ,(stroke volume) tinggi dan ini akan memperkeras intensitas bising anorganik.

6.Anak tanpa gejala yang padanya terdengar bising sistolik derajat 1 atau 2 jarang menderita kelainan jantung yang berarti. Kelainan radiologik dan elektrokardiografi yang ringan merupakan suatu variasi dari anak normal. Bila ragu-ragu, pemeriksaan fisik terutama auskultasi, sering merupakan pedoman yang paling baik.

7. Jangan menduga-duga kelainan anatomi pada jantung bila hanya melakukan pemeriksaan fisik. Bila menemukan bising yang diduga patologik terutama pada bayi, sudah merupakan alasan untuk berkonsultasi dengan dokter.

BAB III

3.1 KELAINAN JANTUNG KONGENITAL ASIANOTIK

3.1.1 DEFEK SEKTUM ATRIUM (DSA)

BATASAN

Defek pada septum yang memisahkan atrium kiri dan kanan sebagian besar merupakan defek septum atrium sekundum (pedoman diagnosis dan terapi 2005) . namun defek dapat juga terjadi pada bagian-bagian lain seperti primum atau sinus venosus tergantung dari struktur embrionik septum yang gagal berkembang secara normal. Bahkan secara jarang terdapat kasus dengan septum atrium yang hampir tidak ada yaitu dengan pembentukan atrium tunggal yang fungsional (Nelson 2003)

EPIDEMOLOGI

Kelainan defek septum atrium sekitar 10% dari semua kelainan jantung kongenital, dimana defek septum atrium lebih banyak terjadi pada wanita (56%) (Penyakit jantung Anak 2003)

KLASIFIKASI Berdasarkan lokalisasi dan terjadinya defek dibagi atas tiga jenis yaitu

1. Defek sinus venosus. Defek ini terletak di bagian superior dan posterior sekat, sangant dekat dengan Vena cava Superior. Juga dekat dengan salah satu muara vena pulmonalis

2. Defek sekundum. Defek ini terletak ditengah sekat atrium. Defek ini juga terletak pada foramen ovale.

3. Defek sekat primum. Defek ini terletak di bagian bawah sekat primum. Bagian bawah hanya dibatasi oleh sekat ventrikel. (Penyakit jantung anak 2003)

PATOFISIOLOGI

Derajat pirau dari kiri ke kanan tergantung dari :

1. Ukuran defek : dengan defek yang besar darah teroksigenasi melintas dari atrium kiri ke atrium kanan dan bercampur dengan venous return kemusian dipompa ke ventrikel kanan dank e paru

2. Compliance relative ventrikel kiri dan kanan.Kurangnya gejala pada bayi dengan DSA berhubungan dengan struktur ventrikel kanannya pada awal kehidupan dimana dinding otot jantung yang tebal dan kurang compliant sehingga membatasi pira dari kiri ke kanan3. Resistensi vaskuler relative pada sirkulasi paru dan sistemik. Seiring bertambahnya usia bayi, Tekanan vaskualr paru menurun, dinding ventikel kanan jantung menipis dan pirau dari kiri ke kanan meningkat

Aliran darah yang besar dari sisi kanan jantung menyebabkan perrbesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteri pulmonalis, namun ukuran ventrikel kiri dan aorta normal. Meskipun aliran darah paru besar tekanan arteri paru biasanya normal. Resistensi vaskuler paru pada anak-anak masih rendah namun meningkat pada saat dewasa. (Nelson 2003)

MANIFESTASI KLINIS

Bayi dan anak-anak paling sering asimtomatik. Pada masa bayi jarang terjadi gagal jantung. Anak yang lebih muda biasanya terjadi gagal tumbuh kembang. Anak yang lebih tua dapat terlihat berbagai tingkat exercise intolerancePada pemeriksaan fisik dapat ditemukan mild left precordial bulge (Nelson 2003). Pulsasi yang kuat pada sela iga 2-3 linea parasternalis kiri (Penyakit jantung anak 2003). Suara jantung I yang keras dan kadang2 suara klik ejeksi pulmonal dapat didengar. pada kebanyakan pasien suara jantung I terpecah lebar dan kembali menyatu pada semua fase respirasi. Murmur ejeksi sitolik dapat terdengar(nelson 2003).

DIAGNOSIS

Anamnesis, pada bayi asimtomatis, tumbuh kembang biasanya normal; pirau kecil

Gangguan pertumbuhan, sesak nafas, sering mengalami infeksi paru; pirau besar (pedoman diagnosis dan terapi 2005). Roentgenogram dada ditemukan perbesaran ventrikel dan atrium kanan, arteri pulmoner serta peningkatan vaskularisaai pulmoner. Ekokardiogram ditemukan overload volume ventrikuler kanan, peningkatan ukuran ventikel kanan dengan akhir diastolik, flattening dan pergerakan abnormal septum ventrikuler. Kateterisasi tidak perlu kecuali jika ada tanda-tanda hipertensi pumonal(nelson 2003)

TERAPI

Medis

Tidak diperlukan pembatasan latihan. Tidak diperlukan profilaksis terhadap endokarditis infektif. Kecuali bila terdapat prolaps katup mitral. Terapi gagal jantung bila terdapat gagal jantung Penutupan tanpa operasi : atrial septal ocluder (ASO)(Pedoman diagnosis dan terapi 2005).Operasi penutupan defek dianjurkan untuk pasien pasien simptomatik dan asimtomatik dengan rati QP;QS paling sedikit 2 :1, sedang pada DSA sekundum kecil dan minimal left to the right shunt, secara konsensus tidak dilakukan operasi penutupan (Nelson 2003)

3.1.2 DEFEK SEPTUM VENTRIKEL (DSV)

BATASAN

Defek pada septum yang memisahkan ventrikel kiri dan kanan (pedoman diagnosis dan terapi 2005). Merupakan malformasi jantung paling umum 25% dari penyakit jantung bawaan. Tipe yang paling banyak adalah tipe membranosa(Nelson 2003)

KLASIFIKASI

Ditinjau dari segi patofisiologi maupun klinis ada 4 tipe yaitu :

1. DSV kecil dengan tahanan pada a.pulmonalis masih normal

2. DSV sedang dengan tahanan pada a.pulmonalis masih normal

3. DSV besar dan sudah disertai hipertensi pulmonal yang dinamis artinya hipertensi pulmonal erjadi karena bertambahnya volume darah pada a. pulmonalis,tetapi belum ada kenaikan tahanan a.pulmonalis

4. DSV besar dengan hipertensi pulmonal yang permanen karena pada kelainan ini sudah diserta arteriskelorosis a. pulmonalis.(Penyakit jantung anak 2003)

PATOFISIOLOGI

Darah arterial mengalir dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan melalui lubang (defek) pada septum. Perbedaan tekanan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan besar sehingga darah mengalir dengan deras dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan sehingga menimbulkan bising.

Darah dari ventrikel kanan didorong masuk ke a.pulmonalis. Makin besar defek, makin banyak darah masuk ke a.pulmonalis. Tekanan yang terus-menerus meninggi pada a.pulmonalis akan menaikkan tekanan pada kapiler paru. Mula-mula naiknya tekanan kapiler ini masih reversibel, artinya padanya belum ada perubahan pada endotelnya, dan juga belum ada perubahan pada tunika muskularis arteri-arteri kecil paru. Akan tetapi, lama-lama pembuluh darah paru menjadi sklerosis dan ini akan mengakibatkan naiknya tahanan yang permanen. Bila tahanan pada a.pulmonalis sudah tinggi dan permanen, tekanan pada ventrikel kanan juga jadi tinggi dan permanen. Pada keadaan demikian, operasi penutupan defek suclah merupakan kontraindikasi.Pada waktu lahir, tahanan pembuluh darah paru dan tahanan pembuluh darah sistemik sama. Sesudah 4-6 minggu, tahanan pembuluh darah paru menurun perlahan-lahan. Dengan demikian, tekanan pada a.pulmonalis dan tekanan pada ventrikel kanan menjadi turun. Akibatnya, darah dari ventrikel kiri akan mengalir ke ventrikel kanan melalui defek.8

MANIFESTASI KLINIS

DSV kecil biasanya teridentifikasi dengan mendeteksi adanya murmur yang timbul karena menurunnya resistensi vaskuler paru pada beberapa hari pertama keshidupan. Murmur bernada tinggi, harsh, holosistolik dan terletak di batas kiri sternum. Tanda tanda fisik lain yang bias di temukan seperti prekordium yang tenang, thrill local yang teraba, S1 dan S2 normal dan pada bayi kecil terdapat takipnew ringan. Pasien engan DSV besar, gejala dapat tidak tampak pada bayi karena peningkatan resistensi vascular paru yang memperlambat (delay) perkembangan murmur. Bayi dapat memperlihatkan gejala CHF (misalnya iritabilitas, peningkatan usaha nafas, BB yang sulit naik) dan infeksi saluran pernafasan berulang (mis Pnemonia). Tanda fisik yang bias ditemukan termasu tanda-tanda CHF (takikarfia, takipnew, peningkatan usaha nafas, pallor, diaphoresis, ganguan pertumbuhan) ; precordium hipereaktif, tril local ang terba, penyempitan pecahan S2 ; keras, nada rendah, harsh, holosistolik. Murmur paling baik didengar di batas kiri sternum. Dengan CHF berat, nadi dapat menurun (diminish) dan perbesaran Hati dan limfa. Anak yang lebih tua dengan Advanced Pulmonary Vascular Obstructive Diseases (APVOD) mengalami sianosis saat istirahat (karena Pirau reversal), exercise intolerance dan nail-bed clubbing ; jika murmur DSV tidak terdengar, murmur sistolik dari regurgitasi tricuspid atau murmur diastolic dari regurgitasi pulmonik mungkin terdeteksi (Oskis pediatrics 1999)

DIAGNOSIS

Roentgenogram dada menunjukkan berbagai derajat pembesaran atrium dan ventrikel kanan tergantung dari besarnya shunt. Pembesaran arteri pulmoner serta peningkatan vaskularitas paru. Tanda-tanda ini bevarisasi dan mungkin tidak begitu menyolok pada kasus ringan (Nelson 2003). EKG pada DSV kecil gambarannya normal, sedangkan pada DSV yang sedang dan besar terjadi perbesaran ventrikel kiri atau hipertrofi biventrikuler degan hipertrofi atrium murni. Pada DSV besar dengan hipertensi pulmonal permanen, gambaran EKGnya hipertrofi Ventrikel kanan murni. (Penyakit jantung anak)

Ekokardiografi dua dimensi maupun eknik Doppler, terutama pemetaan aliran dopler berwarna dapat menampakkan DSV asalkan ada shunt yang cukup (Penyakit jantung anak)

Pemerikasaan lainnya seperti radiologi untuk menggambarkan ukuran dari left to the right shunt, sedangkan sinar x thorax dapat menunjukkan normal atau hanya menunjukkan perbesaran jantung yang ringan pada DSV kecil, kardiomegali difuse peningkatan tanda2 vaskuler paru atau edem paru pada DSV besar, pemerikasaan diagnostic lainnya seperti kateterisasi jantung, angigrafi dan MRI (Oskiss pediatrics 1999)

PROGNOSIS

DSV kecil tanpa gejala , menutup spontan dalam jangka 10 tahun (penyakit jantung anak)

KOMPLIKASI

Hipertensi pulmoner

Disritmia atrial

Insufisinsi tricuspid dan mitral

Gagl jantung

Endokarditis sangat jarang (Nelson 2003)

PENATALAKSANAAN

Jika terjadi gagal jantung : terapi gagal jantung

Jika gagal jantung tak teratasi ; intervensi bedah diperlukan berupa

Pulmonari arteri banding (PAB) atau penutupan DSV tergantung kesiapan institusi (operasi atau intervensi karsiologi)

Bila tidak terdapat gagal janung ; intervensi bedah dapat ditunda, selanjutnya pada usia 5-8 tahun ditentukan besarnya pirau dengan penyadapan jantung

Bila aliran pirau (Flow rate =FR) > 1,5 ; DSV harus ditutp

Jika terdapat hipertensi pulmonal berdasarkan pemeriksaan klini, foto thoraks dan ekokardiografi tanpa ada penyakit vaskuler paru (PVP) ; penutupan dilakukan tanpa didahului pemeriksaan penyadapan

Apabila terdapat PVP ; penyadapan terlebih dahulu, dan bila pulmonary artery resistency index (PARI) setelahpemberian oksigen 100% >8HRU/m2 ; penutupan DSV tidak dianjurkan (Pedoman diagnosis dan terapi 2003)

3.1.3 DUKTUS ARTERIOSUS PERSISTENT

BATASAN

Kegagalan duktus arteriosus menutup setelah kelahiran, menghasilkan peningkatan volum beban kerja jantung kiri. Normalnya, Secara fungsional duktus menutup pada umur 72 jam kehidupan dan secara structural menutup pada umur 3 bulan (Oskis pediatrics 1999)

PATOFISILOGI

Karena tekanan yang tinggi di aorta, darah pirau dari kiri kekanan melalui duktus, dari aorta ke arteri pulmoner, besarnya pirau tergantung dari ukuran duktus dan rasio tahanan vaskuler paru terhadap sistemik. Jika duktus kecil, tekanan atrium ka, ventrikeln ka dan arteri pulmoner Normal, namun jika besar, tekanan arteri pulmoner dapat meningkat terhadap sistemik selama sistol dan diastole (Nelson 2003)

MANIFESTAI KLINIS

DAP kecil ; asimtomatik, ukuran jantung normal (nelson) , nadi dengan amplitude yang lebar iktus kordis tampak normal, bising kontinu terkeras pada sela ida 2 parasternalis kiri dan dibawah klavikula (Penyakit jantung anak)

DAP sedang dan lebar : ukuran jantung membesar, terdapat bisingmurmur kontinu, low pitched mitral mid diastolic murmur dapat terdengar di ape sebagai akibat peningkatan volume aliran darah melintasi katup mitral (nelson), pada umur 6-8 minggu mulai timbul gejal2 klinis, tampak lelah, makan sukar dan banyak berkeringat, makin ama makin takipne dan sering menderita radang paru dan sukar diobati, pertumbuhan terlambat, anak tampak kecil dengan gejal2 jantung (Penyakit jantung anak 2003)

DIAGNOSIS

DAP kecil

Anamnesis : biasanya asimtomatik

Pemeriksaan fisisk :

Auskultasi : P2 Normal, bising kontinu derajat 1-4/6, jelas terdengar di daerah infra klaviularis kiri atau kanan (pedoman diagnosis dan terapi)

EKG ; Normal, gambaran ruang jantung dengan Ekokardiografi normal (Nelson)

DAV besar

Anamnesi : CHF, gagal tumbuh, takipne

Pemeriksaan fisik

Takikardi dan takipne terutama melakukan aktivis

Peningkatan aktivitas prekordiumtrill teraba pada LSB atas

Pulsasi darah perifer yang teraba keras dengan tekanan nadi yang lebar akibat tekanan sistolik menurun dan tekanan diatolik menurun

Auskultasi

Bising sistolik kresendo pada LSB atas

Diastolic rumble didaerah apeks, mungkin dapat P2 mengeras bila terdapat hipertensi pulmonal

(pedoman diagnosis dan terapi)

EKG; hipertrofi ventrikuler, biventrikluler

Radiologi ; pelebaran arteri pulmoner dengan peningkatan tanda tanda vascular intra pulmoner

Ekokardiografi ; Dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri meningkat, kateterisasi diindikasikan jika ditemukan lesi di jantung atau temuan-temuan atifikal (Nelson 2003)

PROGNOSIS

DPA kecil ; dapat hidup normal tapi manifestasi lanjut dapat terjadi. Penutupan spontan sangat jarang

DPA besar ; gagal jantung bias terjadi pada saat early infancy (oskis pediatric 1999)

TERAPI

Tidak diperlukan pembatasan aktifitas jika tdak ditemukan hipertensi pulmonal Diberikan profilaksis endokarditis infektif

Medis

Bayi kurang bulan diberikan ibuprofen sebeum usia 10 hari

Bila penutupan dengan medikamentosa ini gagal dan CHF enetap, bedah ligasi DAP perlu segera dilakukan

Bila tanda2 CHF (-), bedah ligase dapat ditunda, tapi tidak melampaui umur tahun

Semua DAP yang ditemukan pada usia .12 mg, harus dilakukan intervensi tanpa menghiraukan besarnya aliran pirau (Pedoman diagnosis dan terapi 2005)

3.1.4 STENOSIS AORTA

BATASANObstruksi ejeksi ventrikel kiri dengan terdapatnya perbedaan tekanan sistolik antara ventikel kiri dan aorta (pedoman diagnosis dan terapi). Kelainan ini sekitar 7 % dari seluruh CHD dan berdasarkan anatomisnya dibagi menjadi 4 tipe :

1. Valvular (75%)

2. Subvalvular membranosa diskrit (20%)

3. Kardiomiopati hipertofi (3-4%)

4. Supravalvular (1-2%)

(current pediatric diagnosis and treatment 2002)

DIAGNOSIS

Berdasarkan pemeriksaan fiksik

Beratnya obstruksi dikonfirmasi melalui uji lab

(Nelson 2003)

TERAPI

Intervensi kardiologi

Operasi ; hasil memuaskan

Pencegahan terhadap endokarditis infeksi (Pedoman diagnosis dan terapi 2005)3.1.5 STENOSIS PULMONAL

BATASAN

suatu obstruksi anatomis pada jalan keluar ventrikel kanan, dan karenanya ada perbedaan tekanan anatara a. pulmonalis dan ventrikel kanan. Obstruksi anatomis ini dapat terletak subvalvular, valvular dab supravalvular (Penyakit jantung anak 2003)

PATOFISIOLOGI

Obstruksi ejeksi ventrikel kanan ke arteri pulmoner menyebabkan penigkatan tekanan sistolik dan stress dinding jantung sehingga terjadi hiopertrofi ventrikel kanan. Beratnya abnormalitas tergantung dari ukuran katup yang dibatasi oleh stenosis. Pada kasus yang berat tekanan ventrikuler dapat lebih besar dar tekanan sistolik arteri sistemik, sedangkan pada obstruksi lebih ringan tekanan ventrikel kanan hanyan meningkat sedikit atau sedang. Saturasi 02 arterial akan normal bahkan pada kasus berat, kalau hubungan intrakardiak seperti VSD atau DSA menyebabkan pirau dari kanan ke kiri. Ketika stenosis pulmonik yang berat terjadi pada neonates,penurunan yang signifikan compliance ventrikel kanan dapat mengarah ke right to the left shunting melalui foramen ovele, yang di kenal sebagai stenosis pulmonal kritikal (Nelson 2003)

Berdasarkan berat ringannya stenosis, dibagi dalam tiga tingkatan yaitu :

1. Tingkat I (ringan) : tekanan ventrikel kanan sampai 50 mmHg atau perbedaan antara tekanan ventrikel kanan dan a. pulmonalis sekitar 15 mmHg

2. Tingkat II (sedang) : tekanan ventrikel kanan antara 50 -100 mmHg atau bila tekanan sistolik vemtrikel kanan sekitar 50% dari tekanan sisitemik

3. Tingkat III (berat) : tekanan pada ventrikel kanan lebih besar dari 100 mmHg atau tekanan dari ventrikel ka lebih besar dari 75% tekanan sistemik

Bila tekanan dalam ventrikel a kanan pada waktu di kateterisasi mencapai 300 mmHg atau lebih ; harus segera operasi (Penyakit jantung anak 2003)

DIAGNOSIS

Pemeriksaan fisik tergantung berat ringannya stenosis

Pada stenosis ringan omponen pulmonal bunyi jantung 2 normal

Pada stenosis berat terdenganr wide splitting S2

(Pedoman diagnosis dan terapi 2005).PENATALAKSANAAN

Moderat- berat : balloon-dilation valvuoplasty

Neonatal dengan critical obstruction ; infuse prostaglandin untuk mempertahankan PDA

Profilaksis diindikasikan untuk prosedur bedah gigi mulut

(Oskis pediatric 1999)

3.1.6 STENOSIS MITRAL

BATASAN

Obstruksi ejeksi ventrikel kiri dengan terdapatnya perbedaan sistolik antara ventrikel kiri dan aorta (pedoman diagnosis dan terapi 2005).

Merupakan anomaly yang jarang dengan daun katup yang menebal dan berfusi untuk membenuk seperti dapragma atau struktur seperti corong dengan lubang dibagian tengahnya. (nelson, current pediatric diagnosis and treatment 2005)

TERAPI

Operasi : penggantian katup dengan katup mitral prostetik telah memungkinkan bahkan sewaktu berat badan bayi 3 5 kg (current pediatric diagnosis and treatment)

Pencegahan terhadap endokarditis infeksi (pedoman diagnosis dan terapi)

3.2 KELAINAN JANTUNG KONGENITAL SIANOSIS

3.2.1 TETRALOGI FALLOT (TF)

BATASAN :

Kelainan jantung kongenital yang berupa adanya :

1. Stenosis pulmonal, baik valvular maupun infundibular.

2. Defek Sekat Ventrikel (DSV) besar.

3. Hipertrofi ventrikel kanan.

4. Dekstroposisi (Overriding) aorta pada sekat ventrikel.

(Nelson 2003)

EPIDEMIOLOGI

Kelainan ini kurang lebih 10 % dari seluruh kelainan jantung kongenital. Pada umur 4 tahun diduga 3 dari 4 penderita kelainan jantung sianosis adalah tetralogi Fallot.

(Penyakit jantung anak 2003)

KLASIFIKASI

1. TF tipe asianotik : - Terdapat shunt kiri-kanan yang ringan sampai sedang.

Tekanan sistolik ventrikel kanan sama dengan ventrikel kiri dan aorta.

Terdapat perbedaan tekanan a. Pulmonalis dengan ventrikel kanan akibat adanya stenosis ringan pada a. Pulmonalis.

Akibat adanya stenosis a. Pulmonalis maka shunt dari ventrikel kiri ke kanan akan meningkat sehingga ukuran jantung dan corakan vaskular paru hanya sedikit menurun.

2. TF tipe sianotik : - Stenosis a. Pulmonalis berat

Shunt dari ventrikel kanan-kiri.

Penurunan aliran darah ke paru.

Tekanan sistolik ventrikel kanan sama dengan di ventrikel kiri dan aorta.

(Pedoman diagnosis dan terapi 2005)

Secara klinis kelainan ini dibagi menurut derajat beratnya kelainan sebagai berikut :

1. Penderita tidak sianosis, kemampuan kerja normal.

2. Sianosis baru timbul pada waktu kerja, kemampuan kerja kurang.

3. Sianosis sudah timbul pada waktu istirahat, bila kerja fisik sianosis juga bertambah, juga ada dispnea.

4. Sianosis dan dispnea sudah ada waktu istirahat, ada jari tabuh.

(Penyakit jantung anak 2003)PATOFISIOLOGI

Menurut Kirklin, tetralogi Fallot yang mumi tidak hanya sederetan kompleks tersebut di atas, tetapi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: VSD harus besar, paling sedikit harus sebesar lubang aorta, stenosis pulmonal derajat tinggi, sedemikian sehingga tekanan pada ventrikel kanan sama atau lebih besar daripada tekanan pada ventrikel kiri. Dengan demikian, jelas akan ada shunt dari kanan-ke-kiri. Sebenamya, secara hemodinamik yang memegang peranan adalah adanya VSD dan stenosis pulmonal. Dan dari kedua kelainan ini yang terpenting adalah obstruksi (stenosis) pulmonal. Misalnya, VSD sedang kombinasi dengan stenosis pulmonal ringan, tekanan pada ventrikel kanan masih lebih rendah daripada tekanan pada ventrikel kiri. Tentu saja shunt akan berjalan dari kiri-ke-kanan. Bila anak dan jantung semakin besar (karena pertumbuhan), defek pada sekat ventrikel relatif lebih kecil, tetapi derajat stenosis menjadi lebih berat, arah shunt dapat berubah. Pada suatu saat dapat terjadi tekanan ventrikel kanan sama dengan tekanan ventrikel kiri, meskipun defek pada sekat ventrikel besar, shunt tidak ada. Tetapi bila keseimbangan ini terganggu, misalnya karena melakukan pekerjaan, isi sekuncup bertambah, tetapi obstruksi pada ventrikel kanan tetap, tekanan pada ventrikel kanan lebih tinggi daripada tekanan pada ventrikel kiri, shunt menjadi dari kanan-ke-kiri dan terjadilah sianosis. Jadi, sebenarnya gejala klinis sangat bergantung pada derajat stenosis, juga pada besarnya defek sekat.

Kadang-kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri melalui foramen ovale yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi lebih besar daripada tekanan pada atrium kiri(penyakit jantung anak 2003).

GEJALA KLINIK

Pada bayi, keterangan tentang adanya sianosis sangat bergantung pada pengamatan ibunya. Ada orang tua penderita yang tidak begitu menaruh perhatian terhadap anaknya sehingga adanya sianosis ringan tidak diperhatikan. Pada bayi memang keluhan sianosis sangat ringan. Bila pada bayi ada sianosis berat, ada kecenderungan bahwa ada atresi jalan keluar ventrikel kanan (infundibulum dan atresi a.pulmonalis). Akan tetapi, ketika sianosis mulai tampak, sianosis ini makin lama maktn kelihatan jelas. Pada anak ini di samping keluhan sianosis, orang tuanya juga melaporkan adanya dispnea, kelelahan, dan pertumbuhan terlambat.

Gejala hipoksia biasanya mulai timbul pada umur 18 bulan. Pada waktu anak bangun tidur malam atau tidur siang atau sesudah makan, atau pada waktu menangis, sianosis bertambah jelas. Anak menjadi dispnea dan pucat, hilang kesadaran dan apnea, kadang-kadang menjadi kaku. Kehilangan kesadaran dapat agak lama sehingga anak seperti dalam keadaan meninggal. Sebab-sebab terjadinya serangan hipoksia diduga karena otot infundibulum ventrikel kanan berkontraksi sehingga aliran darah ke dalam puimo berkurang. Untuk mengatasi keadaan ini, biasanya lutut anak ditekuk pada dada, dan ini dimaksudkan untuk memperbesar tahanan pada sirkulasi besar, dan mengurangi jumlah darah vena yang kembali ke jantung dari ekstremitas inferior. Dengan demikian, dapat diharapkan mengurangi tahanan pada infundibulum. Dapat juga otot infundibulum dikendorkan dengan pemberian morfin atau obat golongan blokade beta (beta blacker). Dapat juga serangan hipoksia ini dikurangi dengan pemberian sedativa.

Anak yang sudah dapat berjalan sering menunjukkan gejala sering jongkok (squatting = hocken (Jerman). Bila berjalan sekitar 20-50 m, anak ini lalu jongkok, kegiatan ini selalu dikerjakan berulang-ulang. Jongkok ini maksudnya sama dengan usaha kita menekuk lutut seperti di atas, dan ternyata mengurangi gejala dispnea.

Pada pemeriksaan, biasanya sianosis terlihat terutama pada kulit dan mukosa. Jari-jari berbentuk, seperti trommel (jari tabuh), kuku seperti gelas arloji, dan gingiva hiperplasi. Takipnea pada saat istirahat dan bertambah berat pada saat kerja fisik sedikit saja. Vena jugularis biasanya terisi penuh sehingga kelihatan sedikit menonjol, dan gelombang A (gelombang atrium) jelas kelihatan. Sering dapat teraba suara ke-2, yaitu suara penutupan katup aorta, suara pertama normal. Getaran kadang-kadang dapat diraba sepanjang linea parasternalis kiri, tetapi jarang teraba pada fosa suprasternalis.

Pada auskultasi sangat khas. Bisingnya ada 2 macam, yaitu: bising sistolik keras dengan nada rendah terdengar terkeras pada sela iga 4 linea parasternalis kiri (bising VSD) dan bising sistolik ejeksi dengan nada sedang, berbentuk fusiform dengan amplitude maksimum pada akhir sistole dan berakhir dekat suara ke-2. Bising kedua ini adalah bising stenosis pulmonal. Pada stenosis ringan, bising kedua ini akan lebih keras dengan amplitude maksimum pada akhir sistole, suara ke-2 masih membelah. Sedang bila stenosisnya berat, bisingnya lemah dan terdengar pada permulaan sistole. Suara ke-2 keras dan biasanya tunggal (A2), P2 tidak terdengar. Bising diastolik tidak ada. Bila terjadi pertumbuhan pembuluh darah kolateral/ dapat terdengar Bising kontinu pada punggung.

Pada beberapa penderita, hepar sedikit membesar. Bila hepar ditekan, v.jugularis akan tampak lebih berisi. Fenomena ini disebut fenomena: Hepatojugular reflux merupakan petunjuk bahwa atrium kanan dan vena-vena penuh darah.

Gambaran darahMakin berat sianosisnya makin tinggi jumlah eritrosit. Kadang-kadang jumlah eritrosit dapat mencapai 6 juta atau lebih. Hemoglobin 17 gr%, hematokrit lebih besar dari 50%, dapat sampai 80%. Kadang-kadang dapat dijumpai adanya anemia hipokrom relatif.

ElektrokardiografiSumbu frontal jantungberdeviasi ke kanan. P meninggi pada hantaran II dan VI (= hipertrofi atrium kanan). Ada gambaran hipertrofi ventrikel kanan; bila tidak ada gambaran ini diagnosis tetralogi Fallot dengan atau tanpa atresia pulmonalis, diragukan. Gambaran khas pada tetralogi Fallot ialah adanya transisi mendadak gambaran kompleks QRS pada VI dan V2. Pada VI kompleks QRS hampir seluruhnya positif, tetapi pada V2, kompleks QRS berbentuk rS. Sumbu frontal jantung yang mengarah ke superior kiri, mencurigakan ke arah tetralogi Fallot dengan defek kanal atrioventrikular. Bila stenosis pulmonal minimal, gambaran EKG-nya dapat menunjukkan hipertrofi biventrikular(penyakit jantung anak 2003).

Radiologi

Corak pembuluh darah paru sangat berkurang, pembuluh darah hilus berdiameter kecil karena batang a.pulmonalis dan cabang-cabangnya hipoplasi, pada tempat yang semestinya ada tonjolan pulmonal, digantikan cekungan pulmonal.

Besar jantung biasanya normal, apeks agak terangkat ke kranial, tepi kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kanan, ada cekungan pulmonal sehingga gambaran ini tampak seperti sepatu. Bila anak sianosis dengan besar jantung relatif normal, kemungkinan besar adalah tetralogi Fallot. Gambaran erosi pada kosta sering tampak bila ada sirkulasi kolateral.

Ekokardiografi

Dengan ekokardiografi dapat ditampakkan defek sekat ventrikel, khas konuventrikular dengan sekat infundibulum berdeviasi ke anterior. Akar aorta besar dan sangat menumpangi (overriding). Penyempitan aliran saluran keluar a.pulmonalis biasanya mudah ditampakkan; obstruksi padanya dapat direkam dengan teknik Doppler. Dengan teknik Doppler berwarna, dimungkinkan menemukan defek lain pada sekat ventrikel. Dengan teknik ini, anatomi arteria koronaria sering dapat dengan jelas ditampakkan sampai mengenali cabang-cabang konus abnormal pada saluran aliran keluar ventrikel kanan, pada tempat yang diperlukan untuk irisan pembedahan. Stenosis pulmonal perifer proksimal dan hipoplasia relatif pembuluh darah paru dapat ditampakkan. Belum ada cukup data untuk merekomendasikan pembedahan tetralogi Fallot hanya dengan hasil pemeriksaan ekokardiografi.

Defek sekat ventrikel, penumpangan aorta, dan obstruksi saluran aliran keluar ventrikel kanan, paling jelas ditampakkan dengan pandangan subsifoid dan parasternal. Percabangan arteria pulmonalis biasanya terlihat pada pandangan sumbu-pendek parasternal dan suprasternal. Anatomi arteria koronaria kiri dapat tampak pada pandangan sumbupendek parasternal atau pandangan sumbu-panjang yang dibelokkan ke arah bahu kiri. Sayangnya, ketika anak semakin besar gambaran ekokardiografi makin tidak jelas sehingga harus dilakukan angiokardiografi(penyakit jantung anak 2003).

Prognosis

Prognosis bayi dengan tetralogi Fallot sangat bergantung pada beratnya lesi. Bayi dengan atresi pulmonal atau stenosis pulmonal yang berat bila tidak segera dioperasi akan meninggal karena hipoksia. jarang hidup melebihi umur satu tahun. Bila penderita seperti ini dapat hidup melebihi tahun pertama, berarti pada penderita tersebut timbul sirkulasi kolateral bronkial yang intensif. Pada penderita dengan sianosis berat dengan polisitaemia dan tidak dapat bekerja karena dispnea, biasanya sukar mencapai umur 20 tahun.

Penderita yang lebih ringan (penderita golongan 3) yang sianosisnya timbul pada waktu umur setahun. Serangan hipoksia hanya kadang-kadang terjadi pada umur sebelum setahun, tetapi sebagian besar penderita tanpa keluh-kesah sampai dapat berjalan. Oleh karena itu, penderita tipe ini dapat hidup sampai umur 30 tahun.

Penderita yang pada waktu bayi sampai masa kanak-kanak tidak sianosis (penderita golongan 2) dan kalau bekerja hanya timbul keluh kesah ringan, penderita tipe ini dapat hidup sampai kurang lebih umur 40 tahun. Komplikasi lain pada anak dengan tetralogi Fallot dan dengan sianosis berat ialah adanya polisitaemia, abses otak, endokarditis lenta, episode trombosis, dan gangguan perdarahan(penyakit jantung anak 2003).

TerapiUntuk mengurangi serangan hipoksia dapat diberi sedativa dan O2. Bila terjadi serangan sianosis harus diobati dengan morfin dan propanolol (dapat juga digunakan untuk mengurangi serangan hipoksia). Morfin menekan rasa tercekik dan menghilangkan rasa takut, sedang propanolol merelaksasikan spasme infundibulum, kadang-kadang juga memperbaiki saturasi oksigen arterial secara dramatis. Biasanya digunakan oksigen, namun pengaruhnya sedikit. Dalam beberapa menit serangan berat, akan menimbulkan asidosis metabolik, yang biasanya dapat dikendalikan dengan bikarbonat natrikus yang dapat diberikan berulang-ulang bila serangan sianosis berlanjut. Namun, untungnya jarang, jika serangan ini telah tidak berespons pada segala upaya medik, pembedahan gawat darurat harus dilakukan. Biasanya dilakukan operasi paliatif (lihat di bawah).

Digitalis jarang sekali digunakan pada penderita dengan tetralogi Fallot karena digitalis akan memperkuat kontraksi infundibulum, dan ini akan menyebabkan lebih beratnya hipoksia. Digitalis hanya diberikan pada anak dengan gagal jantung berat.

Pada tetralogi Fallot golongan satu, tidak perlu terapi. Operasi pada golongan ini menimbulkan lebih banyak risiko daripada hasilnya. Pada anak di bawah umur 6 tahun dengan keluh-kesah yang jelas (termasuk golongan 3 dan 4) perlu dilakukan operasi paliatif. Operasi paliatif ini merupakan operasi pertolongan sebelum dilakukan operasi koreksi total. Operasi koreksi total pada bayi dan anak dengan berat badan yang masih rendah mengandung banyak risiko. Meskipun demikiap, dengan majunya teknik operasi pada akhir-akhir ini, banyak senter penyakit jantung yang berusaha melakukan operasi koreksi total sedini mungkin.

Operasi paliatif pada umumnya membuat anastomosis antara aorta dan a.pulmonalis. Dengan demikian, diharapkan darah dari aorta mengalir kedalam a.pulmonalis. Paru akan mendapat cukup darah sehingga jumlah darah yang dioksigenasi lebih banyak. Operasi ini, di samping menyelamatkan nyawa, namun dapat juga membantu mencegah cedera otak. Ada beberapa rnacam teknik operasi paliatif:

1. Anastomosis Blalock-Taussig: menghubungkan salah satu a.subklavia dan salah satu a.pulmonalis. Hubungan ini dapat secara end to side dapat juga secara end to end.2. Anastomosis Pott: menghubungkan sisi sama sisi antara a.pulmonalis kiri dengan aorta desendens di luar perikardium.

3. Anastomosis Waterston: menghubungkan sisi sama sisi antara a.pulmonalis kanan dengan aorta asendens.

Pada beberapa senter penyakit jantung, operasi koreksi total dilakukan pada umur sekitar 3-5 tahun. Angka kematian operasi koreksi total pada pusat jantung yang baik sebanyak 5%, dengan gambaran angka kematian lebih tinggi pada bayi kecil.

Umumnya, defek sekat ventrikel yang beriokasi dalam sekat muscular akan menutup dengan spontan, atau mengecil sehingga tidak memerlukan operasi khusus. Namun, hal ini tidak semuanya benar karena adanya VSD muskular kedua, besar, dan yang tidak diperbaiki dalam perawatan intensif, teryata memerlukan operasi kedua yang tidak diharapkan(penyakit jantung anak 2003).

DAFTAR PUSTAKA

Behrman et all., 2003 Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition : WB Saunders, Philadelphia

USA

Catherine et all., 1999 Oskis Pediatrics 3rd edition : Lippincot Williams& wilkins publise

Garna H, Melinda H., 2005 Pedoman Diagnosis dan Terapi RSHS Ed 3 Bandung

Wahab A Samik., 2003 Penyakit Jantung Anak Edisi 3 : EGC Jakarta

William W H,. 2002 Current Pediatrics Diagnosis and Treatment 16th edition :Mc Grow-Hill Edu.

Europe

PAGE 32