Chapter II 6

37
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Definisi Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Terdapat berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan kebutuhan tambahan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2007) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons. Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang memiliki unsur-unsur perilaku dengan sakit dan penyakit, perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour), perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour), perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour), perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, perilaku terhadap 9 Universitas Sumatera Utara

description

fhgfhgfhg

Transcript of Chapter II 6

Page 1: Chapter II 6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

2.1.1. Definisi Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang

bersangkutan. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,

sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri

manusia. Terdapat berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan

kebutuhan tambahan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2007) merumuskan bahwa perilaku

merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,

dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut “S-O-R”

atau Stimulus Organisme Respons.

Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan

adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang

memiliki unsur-unsur perilaku dengan sakit dan penyakit, perilaku peningkatan dan

pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour), perilaku pencegahan penyakit

(health prevention behaviour), perilaku pencarian pengobatan (health seeking

behaviour), perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, perilaku terhadap

9

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II 6

makanan, dan minuman, serta perilaku terhadap lingkungan. Untuk lebih jelasnya

dapat diuraikan sebagai berikut (D.J. Maulana, 2007).

1. Perilaku terhadap sakit dan penyakit

Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respons internal dan eksternal

seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk

respon tertutup (sikap, pengetahuan) maupun dalam bentuk respons terbuka

(tindakan nyata)

2. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion

behaviour)

Perilaku seseorang untuk memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh

terhadap masalah kesehatan.

3. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)

Segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari

penyakit, misalnya imunisasi pada balita, melakukan 3M dll.

4. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)

Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita

penyakit dan/atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri (self-treatment)

sampai mencari bantuan ahli.

5. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)

Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi

hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara

fisik, mental dan social.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II 6

6. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan

Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan

modern dan atau tradisional.

7. Perilaku terhadap makanan

Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta

unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan

makanan.

8. Perilaku terhadap kesehatan lingkungan

Perilaku ini merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai

determinan agar tidak memengaruhi kesehatannya.

Bloom dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa aspek perilaku yang

dikembangkan dalam proses pendidikan meliputi tiga ranah yaitu : ranah Kognitif

(pengetahuan), ranah afektif (sikap), dan ranah Psikomotor (keterampilan). Dalam

perkembangannya, teori Bloom dimodifikasi untuk mengukur hasil pendidikan

kesehatan, yakni : pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktik atau

tindakan (practise).

Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktifitas

organisme (makluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakekatnya perilaku manusia

adalah tingkatan atau aktifitas manusia yang memiliki bentangan yang sangat luas

antra lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca,

dan sebagainya. Maka dapat disimpulkan bahwa yang di maksud dengan perilaku

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II 6

manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang diamati langsung

maupun yang tidak langsung.

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena

perilaaku merupakan resultansi dari berbagai faktor baik internal maupun eksternal.

Pada garis besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yakni : aspek fisik,

psikis, dan sosial. Akan tetapi dari ke 3 aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang

tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia.

2.1.2. Teori yang Mendasari Perilaku

1. Health Believe Model

Ada beberapa model perilaku kesehatan yang dapat menggambarkan

bagaimana sebuah perilaku terbentuk, teori Health Believe Model (HBM) dan Becker

& Rosenstock. Teori ini berpendapat bahwa persepsi kita terhadap sesuatu lebih

menentukan keputusan yang kita ambil dibandingkan dengan kejadian yang

sebenarnya. Teori HBM oleh Rosenstock (1966) didasarkan pada empat elemen

persepsi seseorang, yaitu:

a. Perceived suscepilbility: penilalan Indlvidu mengenai kerentanan mereka

terhadap suatu penyakit

b. Perceived seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius kondisi dan

konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut

c. Perceived barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui

untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan

fmansial, fisik, dan psikososial

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II 6

d. Perceived benefits: penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat dengan

mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan.

Selanjutnya, teori ini kemudian dikembangkan dan ditambahkan dengan

faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, yaitu:

a. Variabel demografi; seperti usia, jenis kelamin, ras, pekerjaan, dan sebagainya.

b. Variabel sosio-psikologis; seperti kepribadian, sosial-ekonomi, dan sebagainya.

c. Variabel struktural; seperti pengetahuan, pengalaman, dan sebagainya.

d. Cues to action; pengaruh dari luar dalam mempromosikan perilaku kesehatan

disarankan, seperti pemberian informasi melalui media massa, artikel surat kabar

dan majalah, saran dan ahli, dan sebagainya (Smet, 1994; Damayanti, 2004).

Persepsi Individu

Gambar 2.1. Model Kepercayaan Kesehatan

Sumber : Glanz dkk,l (2002)

Persepsi Individu Faktor Perubahan Tindakan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II 6

2.1.3. Perilaku Pemanfaatan Pelayanan

Menurut Kwick dalam Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan

suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner dalam Azwar

(2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dan luar). Namun dalam memberikan

respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang

berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua

yaitu:

a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan

yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional,

jenis kelamin, dan sebagainya.

b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan

faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Terdapat berbagai macam model utilisasi kesehatan yang digunakan untuk

menggambarkan perilaku pemanfaatan pelayanan, model-model tersebut adalah:

1. Model Andersen (1975)

Menurut Andersen dalam Ilyas (2003), model ini merupakan suatu model

kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan

kesehatan. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi adalah:

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II 6

a. Karakteristik Presdisposisi

Karakter ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu

memiliki kecenderungan menggunakan pelayanan kesebatan yang berbeda-beda

dilihat dari ciri demografi, struktur sosial dan kepercayaan.

b. Karakteristik Kemampuan

Karakteristik kemampuan merupakan suatu keadaan dari kondisi yang membuat

seseorang mampu untuk melakukan sebuah tindakan untuk memenuhi kebutuhan

akan pelayanan kesehatan. Berdasarkan sumbernya karakteristik kemampuan

dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sumber daya keluarga dan sumber daya

masyarakat

c. Karakteristik Kebutuhan

Andersen meggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan akan

pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari

faktor kebutuhan, penilaian kebutuhan didapatkan dari 2 sumber yaitu penilaian

individu dan penilaian klinik.

2. Model Green (1930)

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa tindakan

seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu:

a. Faktor Predisposisi

Faktor-faktor ini mencakup mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial/ekonomi

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II 6

b. Faktor Pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan bagi masyarakat.

c. Faktor Penguat

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh

agama, sikap dan perilaku para petugas ternasuk petugas kesehatan, ternasuk juga

disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dan pusat maupun pemerintah

daerah yang terkait dengan kesehatan.

2.2. Persalinan

Melahirkan merupakan puncak peristiwa dan serangkaian proses kehamilan,

oIeh karena itu, banyak wanita hamil merasa khawatir, cemas dan gelisah menanti

saat kelahiran tiba. Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan

dapat melahirkan bayi yang sehat dan sempurna. Ada dua cara persalinan yaitu

persalinan pervaginam yang lebih dikenal dengan persalinan normal atau alami dan

persalinan dengan operasi disebut dengan sectio caesaria, yaitu bayi yang dikeluarkan

lewat pembedahan perut (Kasdu, 2003).

Masa persalinan merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian ibu

dan bayi, terutama kematian yang disebabkan karena perdarahan. Selama kala IV,

petugas harus memantau keadaan ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah

kelahiran plasenta, dan setiap 30 menit pada jam ke dua setelah persalinan. Jika

kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau lebih sering. Tujuan asuhan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II 6

persalinan ialah memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya

mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan

aspek sayang ibu dan sayang bayi (Prawirohardjo, 2008).

Ibu yang menjalani persalinan terkadang mengalami berbagai hambatan atau

komplikasi, bahkan menyebabkan kesakitan/kematian. Untuk menurunkan AKI,

pemerintah menyelenggarakan Program Making Pregnancy Safer (MPS) memiliki 3

pesan kunci yaitu: (a) setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih,

(b) setiap komplikasi obstetrik dan neonatal ditangani secara adekuat, dan (c) setiap

perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak

diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran dengan empat strategi utama yaitu:

1. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir

berkualitas.

2. Membangun kemitraan yang efektif melaui kerjasama lintas program, lintas sektor

dan mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan sumber daya

yang tersedia.

3. Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga melalui peningkatan

pengetahuan untuk menjamin perilaku yang menunjang kesehatan ibu/bayi baru

lahir serta pemanfaatan pelayanan yang tersedia.

4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan

pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II 6

Sectio caesaria adalah salah satu bentuk pengeluaran fetus melalui sebuah

irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu (laparotomi) dan uterus

(hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih (sebuah prosedur yang

sebelumnya disebut hysterectomy). Sectio caesaria adalah lahirnya janin melalui insisi

di dinding abdomen atau laparotomi dan dinding uterus (Cuningham, 2005).

2.3. Persalinan Sectio Caesaria

Sectio caesaria merupakan suatu tindakan untuk melahirkan

bayi dengan berat di atas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih

utuh. Sectio caesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan

diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh

(Syaifuddin, 2001).

Berdasarkan pendapat di atas, maka persalinan sectio caesaria merupakan

sesuatu prosedur pembedahan yang melahirkan fetus melalui insisi pada dinding

abdominal dan uterus, baik yang direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat).

Suatu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kelahiran seorang anak bukan

melalui per vaginam.

2.3.1 Tipe Sectio Caesaria

Menurut Oxorn (2003), jenis-jenis persalinan sectio caesaria dapat

digolongkan menjadi:

1. Sectio caesaria transperitonealis

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II 6

a. Sectio caesaria klasik

Pembedahan ini dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira

sepanjang 10 cm. Keuntungan tindakan ini adalah mengeluarkan janin lebih

cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik dan sayatan bisa

diperpanjang proksimal dan distal. Kerugian yang dapat muncul adalah infeksi

mudah menyebar secara intraabdominal dan lebih sering terjadi ruptura uteri

spontan pada persalinan berikutnya.

b. Sectio caesaria Profunda

Dikenal juga dengan sebutan low cervical yaitu sayatan pada segmen bawah

rahim. Keuntungannya adalah penjahitan luka lebih mudah, kemungkinan ruptura

uteri spontan lebih kecil dibandingkan dengan sectio caesaria dengan cara klasik,

sedangkan kekurangannya yaitu perdarahan yang banyak dan keluhan pada

kandung kemih postoperative tinggi.

2. Sectio caesaria ekstraperitonealis yaitu sectio caesaria berulang pada seorang

pasien yang pernah melakukan sectio caesaria sebelumnya. Biasanya dilakukan di

atas bekas luka yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan fasia

abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan

segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum. Pada

saat ini pembedahan ini tidak banyak dilakukan lagi untuk mengurangi bahaya

infeksi puerperal.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II 6

2.3.2 Indikasi Sectio Caesaria

Indikasi sectio caesaria menurut Wiknyosastro (2002) dibagi atas 2 bagian

yaitu a) pada ibu antara lain : panggul sempit absolut (CV kurang dari 8 cm), tumor-

tumor jalan lahir, stenosis serviks atau vagina, plasenta previa totalis/ sub totalis,

disproporsi sefalo pelvic, ruptura uteri membakat, dan partus lama; b) pada janin

antara lain kelainan letak, dan gawat janin.

Selain indikasi medis terdapat indikasi non medis atau indikasi sosial untuk

melakukan sectio caesaria. Persalinan sectio caesaria karena indikasi sosial timbul

karena adanya permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk

melakukan persalinan normal. Indikasi sosial biasaya sudah direncanakan terlebih

dahulu untuk dilakukan tindakan sectio caesaria (Cunningham, 2006).

2.3.3. Kontra Indikasi Sectio Caesaria

Kontraindikasi sectio caesaria dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun

bayi, oleh sebab itu, sectio caesaria tidak dilakukan kecuali tidak dalam keadaan

terpaksa, sectio caesaria tidak boleh dilakukan pada kasus-kasus seperti : janin sudah

mati dalam kandungan, dalam hal ini dokter memastikan denyut jantung janin tidak

ada lagi, tidak ada lagi gerakan janin anak dan dari pemeriksaan USG untuk

memastikan keadaan janin; b) janin terlalu kecil untuk mampu hidup di luar

kandungan c) terjadi infeksi dalam kehamilan dan d) anak dalam keadaan cacat

seperti hidrocefalus dan anecepalus (Cunningham, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II 6

2.3.4. Anastesi

Ada beberapa anastesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk

operasi sectio caesaria, baik spinal maupun general. Pada anastesi spinal

atau epidural yang lebih umum digunakan saat ini, sang ibu tetap sadar kala operasi

berlangsung, Anastesi general bekerja secara jauh lebih cepat, dan mungkin

diberikan jika diperlukan proses persalinan yang cepat (Gallagther, 2000).

a. Anastesi general

Anastesi general biasanya diberikan jika anastesi spinal atau epidural tidak

mungkin diberikan, baik karena alasan teksin maupun karena dianggap tidak aman.

Pada prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui masker wajah

selama tiga sampai empat menit sebelum obat diberikan melalui penetesan intravena.

Dalam waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan terlelap. Saat pasien tidak sadar

akan diselipkan sebuah selang ke dalam tenggorokan pasien untuk membantu pasien

bernafas dan mencegah muntah. Pasien yang menggunakan anastesi general harus

dimonitor secara konstan oleh seseorang ahli anastesi.

b. Anastesi spinal

Dalam operasi sectio, pasien diberi penawaran untuk menggunakan anastesi

spinal atau epidural. Anastesi ini dari pertengahan ke bawah tubuh pasien mati rasa tetapi pasien akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang terjadi. Hal ini

berarti pasien bisa merasakan kelahiran tanpa merasa sakit dan pasangan juga bisa

mendamping untuk memberikan dorongan dan semangat.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II 6

2.3.5. Risiko Persalinan Sectio Caesaria

Operasi Sectio Caesaria sudah merupakan alternatif yang dapat dipilih

seorang ibu yang akan melahirkan, walaupun ibu hamil tersebut masih dapat

melahirkan secara normal. Namun secara medis, operasi sectio caesaria tidaklah

dianjurkan bagi ibu yang masih dapat melahirkan secara normal. Indiarti (2010)

mengungkapkan bahwa alasan ibu memilih operasi sectio caesaria ialah agar

terhindari dari rasa sakit sewaktu persalinan. Alasan ini sebenarnya tidak terlalu tepat.

Bagaimanapun juga, melahirkan secara normal lebih ringan risikonya daripada

bantuan operasi.

a.

Keuntungan bedah sectio caesaria:

b.

Lebih aman bagi kesehatan ibu dan bayi, misalnya posisi bayi yang sungang, jika

dilahirkan secara normal, dikhawatirkan bayi akan berhenti di jalan lahir sehingga

jalan nafasnya terjepit, bila lebih dari 7 menit dapat menyebabkan bayi

mengalami gangguan pernapasan.

c.

Ibu tidak akan merasa cemas oleh rasa nyeri saat kontraksi sebelum dan selama

proses bersalin.

Ibu maupun ayah bisa memilih kapan jam dan tanggal bayi mau dilahirkan.

a.

Indiarti (2010) menambahkan tindakan caesar juga dapat mengalami berbagai

efek samping diantaranya:

Pada anak, anastesi yang terlalu lama (semula dimaksudkan untuk ibu dapat

membuat anak susah bernafas spontan, sehingga harus dirangsang sesaat untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II 6

bisa menangis. Keterlambatan menangis ini mengakibatkan kelainan

hemodinamika dan mengurangi penilaian terhadap anak.

b.

c.

Kesadaran yang pulih beberapa saat sesudah proses penjahitan selesai akan

menghilang saat-saat pertama berinteraksi dengan bayi. Efek anastesi juga akan

memengaruhi produksi ASI yang maana air susu yang keluar pertama kali tidak

dapat diberikan kepada bayi.

d.

Pengeluaran lendir atau sisa air ketuban di saluran nafas anak juga tidak

sempurna. Pada persalinan normal, tubuh bayi harus melalui lorong jalan lahir

sempit seakan-akan dadanya diperas sehingga sisa cairan dalam saluran nafas

terperas keluar.

e.

Pada persalinan alamiah, bayi akan melewati vagina yang dalam keadaan normal

mengandung bakteri dan jamur. Pada tubuh sehat itu sudah terkandung antibodi

terhadap antigen asing tersebut dan secara pasif membagikan sebagian

antibodinya kepada janin.

f.

Ibu akan mendapat luka operasi baru di perut dan kemungkinan timbulnya

infeksi bila luka operasi tidak dirawat dengan baik.

Ibu juga akan dibatasi pergerakan tubuhnya karena adanya luka operasi, sehingga

proses penyembuhan luka dan pengeluaran cairan atau bekuan darah kotor dari

rahim ibu ikut terpengaruh.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II 6

g.

h.

Waktu pemulihan pasca melahirkan juga lebih lama karena pemulihan bekas luka

operasi memerlukan tempo yang lebih lama.

2.3.6. Perawatan Setelah Persalinan Sectio Caesaria

Adanya parut luka di rahim akan membatasi jumlah tindakan operasi caesar

sehingga jumlah anak yang akan dilahirkan juga terbatas, karena tindakan

pembedahan berikutnya harus melalui pengawasan tenaga medis.

Perawatan wanita setelah melahirkan secara sesaria merupakan kombinasi

antara asuhan keperawatan bedah dan maternitas. Setelah pembedahan selesai, ibu

akan dipindahkan ke area pemulihan. Pengkajian keperawatan segera setelah

melahirkan meliputi pemulihan dari efek anastesi, status pasca operasi dan pasca-

melahirkan, dan derajat nyeri. Kepatenan jalan nafas dipertahankan dan posisi diatur

untuk mencegah kemungkinan aspirasi. Tanda-tanda vital diukur selama 15 menit

selama 1 sampai 2 jam atau sampai kondisi ibu stabil. Kondisi balutan insisi, fundus,

dan jumlah lokhea dikaji, demikian pula masukan dan haluaran. Membantu

mengubah posisi dan melakukan nafas dalam serta obat-obatan mengatasi nyeri dapat

diberikan (

Bobak, 2004).

2.4. Pengambilan Keputusan

2.4.1 Pengertian Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan yang optimal menurut Robbins (2001) adalah

rasional. Artinya, dia membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II 6

batas-batas tertentu. Pilihan-pilihan dibuat mengikuti model pengambilan keputusan

rasional enam langkah sebagai berikut: (1) menetapkan masalah; (2) mengidentifikasi

masalah; (3) mengalokasikan bobot dan kriteria; (4) mengembangkan alternatif; (5)

mengevaluasi alternatif; dan (6) memilih alternatif yang terbaik.

Langkah-angkah pengambilan keputusan dalam bidang pelayanan kesehatan

(health care) yang meliputi: (1) manfaat dari tindakan; (2) resiko tindakan;

(3) alternatif terhadap tindakan ke depan; (4) tidak melakukan tindakan apapun;

(5) keputusan (Wikipedia Encyclopedia, 2006). Berdasarkan teori pengambilan

keputusan, maka relevansinya dengan pengambilan keputusan pada ibu hamil

terhadap pemilihan jenis persalinan didasari pada beberapa hal, antara lain

(Rivai, 2004):

1. Berdasarkan pemikiran yang rasional, tentang pentingnya memilih jenis

persalinan yang tepat dan tidak menimbulkan masalah lain berdasarkan

kemampuan pikirannya dan berdasarkan studi empiris yang ada;

2. Berdasarkan perasaan, yaitu suatu proses tak sadar yang diciptakan dari dalam

pengalaman yang tersaring. Intuisi ini berjalan beriringan atau saling

melengkapi dengan analisis rasional. Instuisi adalah kekuatan di luar indera

atau indera keenam. Seseorang kemungkinan mengambil keputusan intuitif ini

jika menghadapi pada delapan kondisi, yaitu (a) bila ada ketidakpastian dalam

tingkat tinggi, (b) bila variabel-variabel kurang bisa diramalkan secara ilmiah,

(c) bila ada sedikit preseden yang diikuti, (d) bila fakta terbatas, (e) bila faka

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II 6

menunjukkan dengan jelas jalan untuk diikuti, (f) bila data analisis kurang

berguna, (g) bila ada beberapa penyelesaian alternatif yang masuk akal untuk

dipilih yang masing-masing memiliki argumen yang baik, dan (f) bila waktu

terbatas dan ada tekanan untuk segera diambil keputusan yang tepat.

3. Berdasarkan pilihan yang ada, yaitu adanya pertimbangan-pertimbangan

membuat pilihan alternatif lain setelah mengkaji untung ruginya.

4. Berdasarkan perbedaan budaya, yaitu adanya perbedaan latar belakang budaya

yang dianutnya sehingga keputusan yang diambil didasari oleh norma, kaedah

dan adat istiadat yang ada.

Lawrence Green dalam Notoadmojo (2007) mencoba menganalisis perilaku

manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi

oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor luar

lingkungan (nonbehavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau

terbentuk dari 3 faktor.

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), merupakan faktor internal yang

ada pada diri individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang mempermudah

individu untuk berperilaku (Herawani et all, 2001) yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dansebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II 6

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor ) merupakan faktor yangmenguatkan

perilaku, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, teman

sebaya, orang tua, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Hal senada juga diungkapkan Rosenstock (1988) bahwa dalam teori health

believe model mencakup lima komponen utama dalam mencari pertolongan medis

yaitu: perceived susceptibility (Kerentanan yang dirasakan), perceived severity

(Keparahan yang dirasakan), .perceived benefit (Persepsi Manfaat), perceived cost

(Persepsi Biaya/Halangan) dan cues to action (Isyarat untuk bertindak).

2.4.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Ibu Mengambil Keputusan Persalinan Sectio Caesaria

1. Pengetahuan

a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu Pengindraan terjadi melalui panca indra

manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overbehaviour). Berdasarkan pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri

seseorang terjadi proses yang berurutan yakni :

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II 6

a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya.

d. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku tidak selalu

harus melewati tahap-tahap di atas. Rogers mengemukakan ada empat tahapan proses

adopsi perilaku dalam Teori Difusi Inovasi yaitu :

1. Tahap pengetahuan: Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi

mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus

disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media

elektronik, media cetak , maupun komunikasi interpersonal diantara masyarakat

2. Tahap persuasi: Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran

calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika

mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi

dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi

tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II 6

3. Tahap pengambilan keputusan: Dalam tahap ini, seseorang membuat keputusan

akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun

bukan berarti setelah melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup

kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.Tahap implementasi:

Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih jauh tentang

inovasi tersebut.

4. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan

mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi

ataupun tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka

buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan

yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti

ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka

perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku

itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi

pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku

sehingga perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

(Notoatmodjo, 2007), yaitu :

a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II 6

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang I pelajari atau

rangsangan yang telah di terima. Oleh sebab itu, “tahu”ini adalah merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan,menyatakan dan sebagainya.

b) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah

dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan yang bergizi.

c) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil. Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi

seperti penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam

konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam

penghitungan-penghitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip

siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan masalah

kesehatan dari kasus yang diberikan.

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek

kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II 6

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata-kata kerja ,dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokan, dan sebagainya.

e) Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk yang baru. Dengan kata lain,

sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukn justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahauan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan :

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi

maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II 6

b. Ekonomi (pendapatan)

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder,

keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila dibandingkan

keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan memengaruhi pemenuhan

kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk ke dalam kebutuhan

sekunder.

c. Lingkungan sosial ekonomi

Manusia adalah mahluk sosial dimana didalam kehidupan berinteraksi satu dengan

yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan

lebih besar dan terpapar informasi.

d. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian respon terhadap

sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan

memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan

berfikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.

e. Paparan media massa atau informasi

Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat

diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media

massa (TV, radio, majalah dan lai-lain) akan memperoleh informasi yang lebih

banyak dibandingkan dengan orang tidak pernah terpapar informasi media massa.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II 6

f. Akses layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan

Mudah atau sulitnya dalam mengakses kesehatan tentunya akan berpengaruh

terhadap pengetahuan khususnya dalam hal kesehatan.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dan subjek penelitian atau

respon (Notoatmodjo, 2003).

b. Dimensi Pengetahuan

Dimensi pengetahuan pada taksonomi Bloom yang baru menurut Anderson

dkk, (Widodo, 2003) dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:

1. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual meliputi unsur-unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin

ilmu tertentu yang biasa digunakan oleh ahli di bidang tersebut. Pengetahuan faktual

pada umumnya merupakan abstraksi level rendah. Pengetahuan ini dibedakan

menjadi dua kelompok, yaitu:

a) Pengetahuan tantang terminologi: mencakup pengetahuan tentang label, atau

simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun nonverbal. Sebagai contoh

dalam biologi terdapat istilah gamet, mitosis, genus, dan sebagainya.

b) Pengetahuan tentang bagian detail dari unsur-unsur: mencakup pengetahuan

tentang kejadian tertentu, ternpat, orang, waktu dan sebagainya. Sebagai contoh

proses persalinan sectio saecaria dan efek samping yang dapat terjadi.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II 6

2). Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual rneliputi pengetahuan tentang saling keterkaitan

antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi

secara bersama-sama. Pengetahuan konseptual terdiri dalam tiga bentuk yaitu:

a) Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori: mencakup pengetahuan tentang

kategori, kelas, bagian atau susunan yang berlaku dalam bidang ilmu tertentu.

Sebagai contoh dalam kesehatan misalnya perbedaan antara sectio caesaria

dengan vakum.

b) Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: mencakup abstraksi dan hasil

observasi ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip dan generalisasi. Sebagai

contoh dalam kesehatan dikenal prinsip adaptasi, hukum mendel, dan sebagainya.

c) Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur: mencakup pengetahuan tentang

prinsip dan generalisasi serta saling keterkaitan antara keduanya yang

menghasilkan kejelasan terhadap suatu fenomena yang kornpleks. Sebagai contoh

dalam kesehatan dikenal teori rnodel DNA dan RNA.

3. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan

pengetahuan tentang cara untuk melakukan sesuatu. Pengetahuan prosedural berisi

tentang langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan sesuatu.

Pengetahuan prosedural terdiri dari:

a) Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu bidang

tertentu dan algoritma: mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II 6

diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau tentang algoritma yang

harus ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan. Dalam kesehatan misalnya

dikenal cara mengatasi rasa nyeri setelah persalinan sectio saecaria.

b) Pengetahuan tentang teknik khusus dan metode yang berhubungan dengan bidang

tertentu: meliputi pengetahuan yang pada umunmya merupakan hasil konsensus,

perjanjian, atau aturan yang berlaku dalam disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan ini

lebih mencerminkan cara seorang dalam berpikir dan memecahkan masalah yang

dihadapi. Dalam kesehatan misalnya dikenal cara menerapkan metode relaksasi

ibu hamil dalam menghadapi persalinan.

c) Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan menggunakan prosedur

yang benar: mencakup pengetahuan tentang penggunaan suatu teknik, strategi

atau metode dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dihadapi pada

saat itu.

4. Pengetahuan Metakognitif

Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan

kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Pengetahuan metakognitif

terdiri dari:

a) Pengetahuan strategik mencakup pengetahuan tentang strategi umum untuk

belajar, berpikir dan memecahkan masalah. Contoh: penggunaan strategi belajar

yang disesuaikan dengan sifat materi.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II 6

b) Pengetahuan tentang tugas kognitif: mencakup pengetahuan tentang jenis operasi

kognitif yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tertentu sesuai dengan situasi

dan kondisinya. Contoh: mempersiapkan diri ibu hamil dalam menghadapi

persalinan sectio caesaria.

c) Pengetahuan tentang diri sendiri: mencakup pengetahuan tentang kelemahan dan

kemampuan diri sendiri dalam belajar. Contoh: mencari informasi kesehatan

untuk mengambil keputusan.

Menurut Dirkes (1998) strategi metakognitif dasar adalah menghubungkan

informasi baru dengan pengetahuan terdahulu, memilih strategi berpikir secara

sengaja, merencanakan, memantau, dan mengevaluasi proses berpikir. Arends (1997)

mengemukakan pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan seseorang tentang

pembelajaran diri sendiri atau kemampuan untuk menggunakan strategi-strategi

berpikir tertentu dengan benar.

2. Kepercayaan

a. Definisi Kepercayaan

Menurut Alwi (2005), definisi kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan

bahwa sesuatu yg dipercayai itu adalah benar atau nyata. Pendapat Fishbein dan

Azjen dalam Dahniar (2009) kepercayaan atau keyakinan dengan kata ”believe’”

memiliki pengertian sebagai inti dari setiap tingkah laku manusia. Aspek kepercayaan

tersebut merupakan acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi terhadap suatu

objek.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II 6

Menurut pendapat Robin (2007) bahwa kepercayaan adalah pengharapan

positif bahwa orang lain tidak akan bertindak oportunistik. Istilah pengharapan positif

ialah mengasumsikan bahwa pengetahuan dan keakraban dengan pihak lain.

Sedangkan istilah oportunistik merujuk pada risiko dan kerentanan yang inheren

dalam setiap hubungan kepercayaan, misalnya kita menyingkapkan informasi intim

atau bergantung pada janji-janji lain.

Berdasarkan pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa kepercayaan

merupakan harapan atau keinginan yang dimiliki pasien sectio caesaria tanpa ada rasa

kuatir sedikitpun. Secara umum dalam suatu hubungan diperlukan adanya rasa

percaya. Kepercayaan menjadi dasar sebagai jaminan awal dari suatu hubungan dua

orang atau lebih dalam kerja sama. Kepercayaan itu sendiri dapat tumbuh dengan

sendirinya seiring berjalannya waktu.

Pada masa lalu, melahirkan dengan sectio caesaria menjadi hal yang

menakutkan karena berisiko kematian. Oleh karena itu, pembedahan hanya dilakukan

jika persalinan normal dapat membahayakan ibu dan janinnya. Seiring dengan

berjalannya waktu serta berkembangnya ilmu dan teknologi kedokteran, pandangan

tersebut kemudian bergeser. Kini sectio caesaria kadang dapat menjadi alternatif

persalinan tanpa pertimbangan medis. Bahkan bagi sekelompok orang, sectio caesaria

dianggap sebagai alternatif persalinan yang mudah dan nyarnan. Anggapan ini

membuat mereka memilih persalinan secara sectio caesaria daripada persalinan

alamiah, meskipun tanpa indikasi medis (Kasdu, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II 6

b. Dimensi Kepercayaan

Robbin (2007) mengidentifikasi lima dimensi kunci yang melandasi konsep

kepercayaan, antara lain: a) integritas, merujuk pada kejujuran dan kebenaran,

b) kompetensi, mencakup pengetahuan dan keterampilan teknis dan interpersonal,

c) konsistensi, terkait dengan kehandalan, prediktibilitas dan pertimbangan baik

seseorang dalam menangani situasi-situasi (ketidaksesuaian antara kata-kata dengan

tindakan mengikis kepercayaan), d) loyalitas adalah keinginan untuk melindungi dan

menyelamatkan orang lain. Kepercayaan menuntut bahwa seseorang dapat

bergantung pada orang lain dan tidak bertindak oportunitis, dan e) dimensi yang

terakhir kepercayaan adalah keterbukaan yang artinya adalah mengandalkan orang

untuk memberikan kebenaran yang senyatanya.

Dimensi kepercayaan menurut Sarafino (2002) terdiri dari motivasi dan

emosional.

1. Motivasi dalam Kepercayaan

Temuan penelitian menunjukkan bahwa keinginan dan preferensi orang-orang

berpengaruh terhadap utilitas dan keabsahan informasi baru yang mereka buat,

melalui suatu proses yang disebut penalaran termotivasi (Kunda, 1990). Di dalam

satu bentuk penalaran termotivasi, individu-individu lebih suka mencapai suatu

kesimpulan tertentu, misalnya terus makan makanan yang mengandung lemak atau

merokok kretek, cenderung memakai proses bias; mereka mencari tahu tentang

alasan-alasan menerima dukungan informasi dan mengurangi penyampaian

informasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II 6

Alasan-alasan yang mereka pilih kelihatannya dapat mereka terima,

walaupun secara logika benar-benar salah. Orang-orang tampaknya cenderung

menggunakan proses penalaran bias menjadi cukup stabil dan konsisten di berbagai

situasi. (Sarafino, Groff, & DePaulo, 2000).

Penelitian memperlihatkan proses berpikir yang tidak rasional pada beberapa

tipe keputusan yang berhubungan dengan kesehatan. Pertama, orang dengan sakit

kronis, seperti diabetes, yang cenderung menggunakan pola berpikir tidak logis pada

situasi yang berkaitan dengan kesehatannya cenderung tidak mengikuti saran medis

dalam memanajemen kesehatannya (Christensen, Moran, & Weibe, 1999). Kedua,

orang-orang yang menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi stres

informasi lebih disukai daripada individu lain yang menyangkal bahwa mereka

terancam AIDS, terutama jika risiko terinfeksi mereka tinggi (Gladis, Michela,

Walter & Vaughan, 1992). Mungkin perasaan terancam yang tinggi memotivasi

mereka menggunakan penyangkalan. Sama halnya, individu-individu yang kelihatan

menggunakan informasi yang tidak relevan, seperti daya tarik pasangan seksual lebih

di utamakan tanpa memperhitungkan resiko berhubungan seks dengan orang tersebut

(Blanton & Gerrard, 1997; Gold & Skinner, 1996). Ketiga, resiko orang yang

merokok kretek lebih rendah daripada yang bukan perokok ketika diminta untuk

menilai resiko mereka sendiri terhadap penyakit yang berhubungan dengan rokok,

seperti kanker paru-paru (Lee, 1989; McCoy, 1992). Kepercayaan seperti itu sangat

resisten terhadap perubahan (Kreuter & Stretcher, 1995; Weinstein & Klein, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter II 6

2. Emosional dalam Kepercayaan

Stress juga berdampak pada proses kognitif orang yang sedang dalam

pengambilan keputusan. Teori konflik memberikan satu model untuk menilai

pengambilan keputusan secara rasional dan tidak rasional, dan stress adalah faktor

penting dalam model ini (Janis, 1984; Janis & Mann, 1977). Model ini

menggambarkan urutan kognitif dimana orang-orang membuat keputusan penting,

termasuk keputusan yang berhubungan dengan kesehatan. Menurut teori konflik,

urutan kognitif yang digunakan orang untuk sampai pada suatu keputusan stabil

dimulai saat suatu peristiwa petualangan mereka atau pada gaya hidup. Petualangan

juga dapat menjadi satu ancaman, seperti gejala sakit atau satu berita sejarah tentang

bahaya merokok, atau suatu peluang, seperti kesempatan mengikuti suatu program

gratis pada acara untuk menghentikan rokok. Langkah pertama dalam urutan kognitif

termasuklah menilai tantangan, yang pada dasarnya menjawab pertanyaan: “Adakah

resiko serius jika saya tidak berubah?” Jika jawabannya ‘tidak’ perilaku tetap sama

dan proses pengambilan keputusan berakhir; tetapi jika jawabannya adalah ‘ya’,

proses berlanjut-misalnya, dengan sebuah alternatif survey untuk menyetujui

perubahan.

Teori konflik mengajukan bahwa pengalaman stres orang-orang dengan

keputusan besar, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan, karena konflik akibat

apa yang dilakukan. Sesuai dengan Irving Janis (1977), individu-individu ini

menyatakan bahwa dimanapun mereka bertindak atau tidak bertindak mereka bisa

memilih mengatasi kehilangan materi atau sosial, seperti menjadi tidak mampu secara

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter II 6

fisik atau kehilangan salah satu hal yang mereka cintai. Jadi, cara manusia mengatasi

stres memainkan peran penting dalam perilaku kesehatannya.

Apakah determinan bagaimana individu-individu secara efektif setuju dengan

keputusan yang berkaitan dengan kesehatan? Teori konflik menunjukkan bahwa

koping orang-orang dengan konflik keputusan bergantung pada persepsi mereka

tentang ada tidaknya ketiga faktor yaitu: risiko, harapan, dan waktu adekuat.

Kombinasi-kombinasi perbedaan dari ketiga faktor ini memberikan pola koping yang

berbeda pula, dua di antaranya adalah:

a. Hyervigilance; kadang-kadang orang mengalami resiko yang serius dalam

perilaku mereka dan alternatif-alternatif itu mereka telah duga. Jika mereka

percaya mereka masih tetap menemukan satu solusi yang lebih baik tetapi cara

berpikir mereka cepat kehabisan waktu, mereka mengalami stres tinggi. Orang-

orang ini cenderung bingung mencari satu solusi dan bisa saja memilih alternatif

secara buru-buru. Khususnya jika ia berjanji segera berubah.

b. Vigilance; orang-orang dengan resiko serius dalam keseluruhan ketidak

mungkinannya mereka mempunyai pertimbangan tetapi percaya mereka bisa

menemukan alternatif yang lebih baik dan mempunyai waktu untuk

bereksperimen menata tingkat stres. Di bawah kondisi ini, orang cenderung

mencari secara menyeluruh dan mempunyai pilihan yang rasional.

Menurut Goleman (2007) sistem pemahaman impulsif yang berpengaruh

besar, adalah pikiran emosional. Lebih lanjut, dikemukakan ciri utama pikiran

emosional, yakni respons yang cepat tetapi ceroboh. Pikiran emosional jauh lebih

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter II 6

cepat dari pada pikiran rasional, langsung melompat tanpa mempertimbangkan apa

yang dilakukannya. Kecepatan itu, mengesampingkan pikiran hati-hati dan analitis

yang merupakan ciri khas akal yang berpikir atau tindakan pikiran rasional.

Tindakan pikiran rasional dan tindakan pikiran emosional secara fundamental

berbeda, tetapi bersifat saling memengaruhi dalam membentuk kehidupan mental

manusia. Pikiran rasional adalah model pemahaman yang lazimnya disadari, lebih

menonjol kesadarannya, bijaksana, mampu bertindak hati-hati, dan reflektif. Tetapi,

bersamaan dengan itu ada sistem pemahaman lain yang impulsif dan berpengaruh

besar, yakni pikiran emosional. Biasanya, ada keseimbangan antara pikiran emosional

dan pikiran rasional, emosi memberikan masukan dan informasi kepada proses

pikiran rasional dan pikiran rasional memperbaiki dan terkadang memveto masukan-

masukan emosi tersebut. Namun, pikiran emosional dan pikiran rasional merupakan

kemampuan-kemampuan yang semi-mandiri; masing-masing mencerminkan kerja

jaringan sirkuit yang berbeda, namun saling terkait, di dalam otak (Goleman, 2007).

2.5. Landasan Teori

Pasien dalam mengambil keputusan jenis persalinan sangat dipengaruhi faktor

pengetahuan. Dimensi pengetahuan menurut Anderson & Krathwohl, 2001 (dalam

Widodo, 2003) terdiri dari 4 kelompok yaitu : pengetahuan faktual, pengetahuan

konseptual, pengetahuan prosedural dan pengetahuan metakognitif.

Pengambilan keputusan juga dipengaruhi oleh kepercayaan pasien dalam

menentukan jenis persalinannya. Sarafino mengungkapkan (2002) bahwa keinginan

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter II 6

dan preferensi orang-orang berpengaruh terhadap utilitas dan keabsahan informasi

baru yang mereka buat, melalui suatu proses yang disebut penalaran termotivasi.

Emosional atau stress juga berdampak pada proses kognitif ibu hamil dalam

pengambilan keputusan memilih sectio saecaria sebagai jenis persalinannya.

Health Believe Model (Model Kepercayaan Kesehatan) adalah teori yang telah

mapan dalam bidang psikologi dan ilmu perilaku. Dalam teori ini disebutkan bahwa

orang tidak akan mencari pertolongan medis atau pencegahan penyakit bila mereka

kurang mempunyai pengetahuan dan kepercayaan yang relevan dengan kesehatan,

bila mereka memandang keadaan tidak cukup berbahaya, bila tidak yakin terhadap

keberhasilan suatu intervensi medis, dan bila mereka melihat adanya beberapa

kesulitan dalam melaksanakan perilaku kesehatan yang disarankan (Glanz, 2008).

Health Believe Model mencakup lima komponen utama yaitu:

1). Perceived Susceptibility (Kerentanan yang dirasakan). 2). Perceived Severity

(Keparahan yang dirasakan). 3). Perceived Benefit (Persepsi Manfaat). 4). Perceived

Cost (Persepsi Biaya/Halangan). 5). Cues to Action (Isyarat untuk bertindak).

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter II 6

BACKGROUND PERCEPTION ACTION

Gambar 2.2. The Health Believe Model-Revised (Sumber : Rosenstock, Strecher & Becker,1988)

2.6. Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan - Faktual - Konseptual - Prosedural - Metakognitif

Kepercayaan - Motivasi - Emosional

Pengambilan Keputusan Pasien dalam Persalinan Sectio Saecaria

Sociodemographic Factors (education, age, sex, race,

ethnicity, etc) Sociopsycological variabels

Structural variabels (knowledge, experience)

Expectation

Perceived benefits of action (minus)

Perceived barriers to action Perceived self-efficacy to

perform action

Threat

Perceived susceptibility (or acceptance of the

diagnosis) Perceived severity of ill-health

condition

Cues to Action

Media Personal Influence

Reminders

Behavior to reduce Threat based on

expectation

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter II 6

Merujuk pada Teori Health Believe Model oleh Rosenstock (1974),

Taksonomi Bloom yang diperbaharui Anderson & Krathwohl (2011) dan pendapat

sarafino (2002) serta berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti, terkait

dengan perilaku ibu hamil dalam mengambil keputusan persalinan sectio caecaria

dapat dijelaskan bahwa tingkat pemahaman dan persepsi ibu tentang tindakan sectio

caecaria dapat berbeda–beda. Namun, keputusan untuk memilih persalinan sectio

caecaria ini lebih dipengaruhi pengetahuan dan kepercayaan.

Universitas Sumatera Utara