Chapter II (1)

33
Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Diabetes Melitus Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup (Soegondo, 2005). 2.2. Anatomi Fisiologi Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah lambung dalam abdomen. Organ ini memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan fungsi eksokrin (Sloane, 2003). Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus halus (Sloane, 2003). Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, Sloane (2003), yaitu: a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum. b. Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi, menyekresikan insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50µ, sedangkan yang terbesar 300µ, terbanyak adalah yang besarnya 100-225µ.

description

ss

Transcript of Chapter II (1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1. Pengertian Diabetes MelitusDiabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup (Soegondo, 2005).

2.2. Anatomi FisiologiPankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah lambung dalam abdomen. Organ ini memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan fungsi eksokrin (Sloane, 2003).

Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus halus (Sloane, 2003).

Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, Sloane (2003), yaitu:

a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

b. Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi, menyekresikan insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50, sedangkan yang terbesar 300, terbanyak adalah yang besarnya 100-225. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta (Sloane, 2003).

Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang tersebar di seluruh organ.Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut, Sloane (2003):

a. Sel alfa, jumlah sekitar 20-40 %, memproduksi glukagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.b. Sel beta menyekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.

c. Sel delta menyekresi somastatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang menghambat sekresi glukagon dan insulin.

d. Sel F menyekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang tidak jelas.

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah (Manaf, 2006).

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, prepoinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicle) dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel (Guyton, 2007).

Mekanisme secara fisiologis di atas, diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilasi glukosa dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta memproduksi insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, juga dapat memiliki efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan terhadap sel beta cukup rumit, dan belum sepenuhnya dipahami secara jelas (Manaf, 2006).

Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin, setelah molekul glukosa memberikan rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel yang membutuhkan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat dalam berbagai sel yang berperan proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai "kenderaan" pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam jaringan tubuh. Glucose transforter 2 (GLUT 2) yangterdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini merupakan langka h penting, agar selanjutnya ke dalam sel, molekul glukosa tersebut dapat mengalami proses glikolisis dan fosforilasi yang akan membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K channel yang terdapat pada membran sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga meningkatkan kadar ion Ca intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan (Manaf, 2006).

2.3. Klasifikasi Diabetes MelitusWalaupun secara klinis terdapat 2 macam diabetes tetapi sebenarnya ada yang berpendapat diabetes hanya merupakan suatu spektrum defisiensi insulin. Individu yang kekurangan insulin secara total atau hampir total dikatakan sebagai diabetes juvenile onset atau insulin dependent atau ketosis prone, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan oleh ketoasidosis. Pada ekstrem yang lain terdapat individu yang stable atau maturity onset atau noninsulin dependent. Orang-orang ini hanya menunjukkan defisiensi insulin yang relatif dan walaupun banyak diantara mereka mungkin memerlukan suplementasi insulin (insulin requiring), tidak akan terjadi kematian karena ketoasidosis walaupun insulin eksogen dihentikan. Bahkan diantara mereka mungkin akan terdapat kenaikan jumlah insulin secara absolut bila dibandingkan dengan orang normal. Tetapi ini biasa berhubungan dengan obesitas dan/atau aktivitas fisik (Gustaviani, 2006).

Klasifikasi DM menurut World Health Organization (2009) adalah:

I. Diabetes tipe 1 : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) II. Diabetes tipe 2 : Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (Noninsulin Dependent Diabetes Melitus) [NIDDM]. Menurunnya produksi insulin atau berkurangnya daya kerja insulin atau kedua-

duanya

III. Diabetes tipe lain menurut (Powers, 2005):

A. Defek genetik dari fungsi sel dikarakteristikkan dengan mutasi pada:

1. Faktor transkripsi inti hepatosit (HNF) 4 (MODY 1)

2. Glukokinase (MODY 2)

3. HNF-1 (MODY 3)

4. Faktor promotor insulin (IPF) 1 (MODY 4)

5. HNF-1 (MODY 5)

6. NeuroD1 (MODY 6)

7. DNA mitokondr ia8. Konversi insulin atau proinsulinB. Defek insulin pada kerja insulin

1. Resistensi insulin tipe A

2. Leprekaunism

3. Sindrom rabson-mendenhall

4. Sindrom lipodistrofi

C. Penyakit dari eksokrin pankreaspankreatitis, pankreatektomi, neoplasia, kistik fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati fibrokalkulous.

D. Endokrinopatiakromegali, sindrom cushing, glukagonoma, feokromasitoma, hipertiroid, stomatostatinoma, aldosteronoma.E. Induksi obat atau kimiapentamidine, asam nikotinik, glukokortikoid, hormon tiroid, -bloker.

F. Infeksirubella kongenital, citomegalivirus, koksakie.

G. Bentuk yang tidak umum dari diabetes yang diperantarai oleh imun

"stiff-man" sindrom.

IV. Diabetes melitus gestasional (diabetes selama kehamilan) (ADA,2003).

2.4. Etiologi Diabetes MelitusNon Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran,

2001).

2.5. Patofisiologi Diabetes Melitus (Brunner and Suddarth, 2002)

1. Diabetes Tipe 1

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel- sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

2. Diabetes Tipe II

Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan ganggua n sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.

3. Diabetes Gestasional

Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali didapat selama kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren G. Solomon, 2005).

2.6. Epidemiologi Diabetes MelitusTingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar

16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis

600.000 ribu kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab kebutaan pada orang dewasa akibat retino diabetik. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan mereka yang tidak terkena serangan jantung. Tiga puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi yang paling utama. Selain kematian fetus intrauterin pada ibu- ibu yang menderita diabetes melitus tidak terkontrol juga meningkat (Schteingart,

2005).

2.7. Faktor Resiko Diabetes MelitusFaktor resiko diabetes melitus dari emedicine health:

1. Obesitas (kegemukan)

Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.

2. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.

3. Riwayat Keluarga Diabetes MellitusSeorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.

4. Dislipedimia

Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien

Diabetes.5. Umur

Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena DiabetesMellitus adalah > 45 tahun.

6. Riwayat persalinan

Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000 gram.

2.8. Gejala Klinis Diabetes MelitusMenurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes

Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:

a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.

c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.

Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).

2.9. Diagnosa DMKeluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM

pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat (Budiyanto, 2009).

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL