Chapter I

10
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja, China, Indonesia, Korea, Laos, Filipina, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam, beras merupakan pangan pokok. Sebanyak 75% masukan kalori harian masyarakat di negara-negara Asia tersebut berasal dari beras. Lebih dari 50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama (Childs, 2004). Buat Indonesia, beras menjadi komoditas unik tidak saja dilihat dari sisi produsen, konsumen, pemerintah tetapi juga pemanfaatan investasi yang telah dikeluarkan pemerintah serta multi fungsi sawah itu sendiri. Dari sisi produsen, beras/padi dihasilkan oleh 18 juta rumah tangga pangan, dan 49% diantaranya adalah petani sempit yaitu menguasai lahan kurang dari 0,24 Ha/keluarga. Dari sisi konsumen, pentingnya beras tidak dapat dipungkiri yaitu sebagai makanan pokok utama negeri ini dengan tingkat partisipasi konsumsi beras mencapai sekitar 95%, artinya 95% rumah tangga di indonesia mengkonsumsi beras, angka partisipasi ini tentunya bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya (Amang, 1995). Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan pangan nasional. Beras sebagai bahan makanan pokok tampaknya tetap mendominasi pola makan orang Indonesia. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi konsumsi di Indonesia yang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

description

Chapter I

Transcript of Chapter I

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi

    manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh,

    Myanmar, Kamboja, China, Indonesia, Korea, Laos, Filipina, Sri Lanka, Thailand

    dan Vietnam, beras merupakan pangan pokok. Sebanyak 75% masukan kalori

    harian masyarakat di negara-negara Asia tersebut berasal dari beras. Lebih dari

    50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama

    (Childs, 2004).

    Buat Indonesia, beras menjadi komoditas unik tidak saja dilihat dari sisi produsen,

    konsumen, pemerintah tetapi juga pemanfaatan investasi yang telah dikeluarkan

    pemerintah serta multi fungsi sawah itu sendiri. Dari sisi produsen, beras/padi

    dihasilkan oleh 18 juta rumah tangga pangan, dan 49% diantaranya adalah petani

    sempit yaitu menguasai lahan kurang dari 0,24 Ha/keluarga. Dari sisi konsumen,

    pentingnya beras tidak dapat dipungkiri yaitu sebagai makanan pokok utama

    negeri ini dengan tingkat partisipasi konsumsi beras mencapai sekitar 95%,

    artinya 95% rumah tangga di indonesia mengkonsumsi beras, angka partisipasi ini

    tentunya bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya (Amang, 1995).

    Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia,

    tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu

    faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan pangan nasional. Beras

    sebagai bahan makanan pokok tampaknya tetap mendominasi pola makan orang

    Indonesia. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi konsumsi di Indonesia yang

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

  • masih diatas 95%. Bahkan diperkirakan tingkat partisipasi konsumsi beras baik di

    kota maupun di desa, di jawa maupun di luar jawa sekitar 97% hingga 100%. Ini

    berarti hanya sekitar 3% dari total RT di Indonesia yang tidak mengkonsumsi

    beras. Yang cukup menarik adalah bahwa penduduk di provinsi Maluku yang

    semula konsumsi pokoknya adalah sagu, tingkat partisipasi konsumsi berasnya

    mencapai 100%. Alasan mengapa beras tetap dominan adalah karena beras lebih

    baik sebagai sumber energi maupun nutrisi dibandingkan dengan jenis makanan

    pokok lainnya. Selain itu, beras juga menjadi sumber protein utama, yaitu

    mencapai 40% (Suryana, 2003).

    Jika dilihat dari aspek konsumsi, perwujudan ketahanan pangan juga mengalami

    hambatan karena sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini memenuhi

    kebutuhan pangan sebagai sumber karbohidrat berupa beras. Dengan tingkat

    konsumsi beras sebesar 130 kg/kap/th membuat Indonesia sebagai konsumen

    beras tertinggi di dunia, jauh melebihi Jepang (45 kg), Malaysia (80 kg), dan

    Thailand (90 kg). Penduduk Indonesia yang berjumlah 212 juta membutuhkan

    beras untuk keperluan industri dan rumah tangga lebih dari 30 juta ton per tahun.

    Kebutuhan beras tersebut akan terus meningkat sesuai dengan pertambahan

    jumlah penduduk. Jika rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per tahun, maka

    jumlah penduduk Inonesia tahun 2010 diperkirakan 238,4 juta dan tahun 2015

    menjadi 253,6 juta. Dengan melihat kondisi potensi produksi padi nasional,

    diperkirakan tahun 2015 persediaan beras akan mengalami defisit sebesar 5,64

    juta ton (Siswono et al dalam Dodik Briawan et al, 2004).

    Masyarakat Sumatera Utara mengkonsumsi bahan pangan umumnya belum

    beragam, bergizi dan berimbang sesuai pola pangan harapan, dimana kalori yang

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

  • dihasilkan lebih kurang 60% masih bersumber dari karbohidrat dengan makanan

    pokok utama adalah beras dengan tingkat konsumsi lebih kurang 140

    kg/kapita/tahun dan tergolong sebagai daerah konsumsi beras terbesar di

    Indonesia karena rata-rata nasional lebih kurang 112 kg/kapita/tahun (Lubis,

    2005).

    Tingginya konsumsi beras tergambar dari besarnya alokasi pengeluaran. Dalam

    struktur pengeluaran keluarga, beras merupakan pengeluaran yang cukup besar.

    Menurut World Bank (1999) diperkirakan 70% pengeluaran keluarga miskin

    digunakan untuk pangan dan sebesar 34% pengeluaran rumah tangga dialokasikan

    untuk membeli beras sebagai makanan pokok.

    Tingkat hidup atau kemakmuran suatu masyarakat pada umumnya tercermin dari

    tingkat dan pola konsumsinya yang dapat dilihat dari unsur-unsur seperti pangan,

    sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Kelima unsur ini bagi

    kebanyakan masyarakat masih kurang terpenuhi baik secara kuantitatif maupun

    kualitatif dalam tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan secara wajar, hal

    ini diakibatkan karena begitu kompleksnya dimensi kehidupan sosial yang tidak

    mudah diukur dari semua sisi. Tinggi atau rendahnya biaya konsumsi seseorang

    atau rumah tangga/masyarakat adalah faktor yang dianggap dapat mempengaruhi

    peningkatan dan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Teori ekonomi

    menyatakan bahwa baik tingkat atau pola konsumsi erat kaitannya dengan

    pendapatan, dimana konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya,

    semakin besar pendapatan maka semakin besar pula pola pengeluaran

    konsumsinya. Namun, bukan faktor pendapatan saja yang dapat mempengaruhi

    konsumsi. Ini dapat juga dipengaruhi oleh harga (berdasarkan tingkat inflasi),

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

  • tabungan, jumlah anggota keluarga, selera, umur, dan lain sebagainya (Ariani,

    2004).

    Tingkat konsumsi masyarakat juga selalu berubah-ubah dari tahun ke tahun

    disebabkan oleh tingkat pendapatan masyarakat yang semakin tinggi dan jenis

    barang yang ada dipasar. Tingkat hidup atau kemakmuran dari suatu masyarakat

    tercermin dalam tingkat dan pola konsumsinya yang meliputi unsur-unsur pangan,

    sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Kelima unsur ini bagi

    kebanyakan penduduk masih kurang terpenuhi baik secara kualitatif maupun

    kuantitatif untuk mempertahankan derajat kehidupan secara wajar, hal ini

    diakibatkan karena begitu kompleksnya dimensi kehidupan sosial yang tidak

    mudah diukur dari semua sisi. Dinegara berkembang, seperti halnya di Indonesia

    pengeluaran pangan masih merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah

    tangga. Biasanya pengeluaran itu lebih 50% dari seluruh pengeluaran. Tingginya

    pengeluaran pangan dinegara berkembang berkaitan dengan proses perbaikan

    pendapatan yang dirasakan masyarakatnya. Disamping itu untuk menaikkan

    nutrisi penduduk dinegara berkembang adalah menambah pengeluaran pangan.

    Sementara untuk kebutuhan diluar pangan, seperti sandang baru dipenuhi setelah

    pengeluaran konsumsi makanan tercapai (Cahyono, 2003).

    Tingkat konsumsi seseorang dipengaruhi oleh banyak hal yang berkaitan.

    Seseorang membelanjakan uang yang dimiliki sebelumnya dipengaruhi oleh

    banyak pertimbangan akibat adanya kalangkaan. Berikut ini dipaparkan penyebab

    perubahan tingkat pengeluaran atau konsumsi dalam rumah tangga :

    A. Penyebab Faktor Ekonomi

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

  • 1.Pendapatan

    Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti dengan

    peningkatan pengeluaran konsumsi. Contoh : seseorang yang tadinya makan nasi

    aking ketika mendapat pekerjaan yang menghasilkan gaji yang besar akan

    meninggalkan nasi aking menjadi nasi beras rajalele. Orang yang tadinya makan

    sehari dua kali bisa jadi 3 kali ketika dapat tunjangan tambahan dari pabrik.

    2.Kekayaan

    Orang kaya yang punya banya aset riil biasanya memiliki pengeluaran konsumsi

    yang besar. Contonya seperti seseorang yang memiliki banyak rumah kontrakan

    dan rumah kost biasanya akan memiliki banyak uang tanpa harus banyak bekerja.

    Dengan demikian orang tersebut dapat membeli banyak barang dan jasa karena

    punya banyak pemasukan dari hartanya.

    3.Tingkat Bunga

    Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi yang tinggi karena

    orang lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau deposito

    yang tinggi dibanding dengan membelanjakan banyak uang.

    4. Perkiraan Masa Depan

    Orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang akan menekan

    konsumsi. Biasanya seperti orang yang mau pensiun, punya anak yang butuh

    biaya sekolah, ada yang sakit buatuh banyak biaya perobatan, dan lain sebagainya.

    B. Penyebab Faktor Demografi

    1. Komposisi Penduduk

    Dalam suatu wilayah jika jumlah orang yang usia kerja produktif banyak maka

    konsumsinya akan tinggi. Bila yang tinggal di kota ada banyak maka konsumsi

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

  • suatu daerah akan tinggi juga. Bila tingkat pendidikan sumber daya manusia di

    wilayah itu tinggi-tinggi maka biasanya pengeluaran wilayah tersebut menjadi

    tinggi.

    2. Jumlah Penduduk

    Jika suatu daerah jumlah orangnya sedikit sekali maka biasanya konsumsinya

    sedikit. Jika orangnya ada sangat banyak maka konsumsinya sangat banyak pula.

    C. Penyebab / Faktor Lain

    1. Kebiasaan Adat Sosial Budaya

    Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi

    seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana

    biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan daerah yang

    memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya memeiliki pengeluaran yang besar.

    2. Gaya Hidup Seseorang

    Seseorang yang berpenghasilan rendah dapat memiliki tingkat pengeluaran yang

    tinggi jika orang itu menyukai gaya hidup yang mewah dan gemar berhutang baik

    kepada orang lain maupun dengan kartu kredit (Suparmoko, 2001).

    Kemudian hubungan konsumsi dengan pendapatan dijelaskan dalam teori Keynes

    yang menjelaskan bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan

    disposible saat ini. Dimana pendapatan disposible adalah pendapatn yang tersisa

    setelah pembayaran pajak. Jika pendapatn disposible tinggi maka konsumsi juga

    naik. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan

    pendapatan disposibel. Selanjutnya menurut Keynes ada batas konsumsi minimal,

    tidak tergantung pada tingkat pendapatan yang disebut konsumsi otonom. Artinya

    tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi walaupun tingkat pendapatan = nol, dan

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

  • hal ini ditentukan oleh faktor di luar pendapatan, seperti ekspektasi ekonomi dari

    konsumen, ketersediaan dan syarat-syarat kredit, standar hidup yang diharapkan,

    distribusi umur, lokasi geografis (Nanga,2001).

    Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dapat pula dikatakan membaik apabila

    pendapatan meningkat dan sebagian pendapatan tersebut digunakan untuk

    mengkonsumsi non makanan, begitupun sebaliknya. Pergeseran pola pengeluaran

    untuk konsumsi rumah tangga dari makanan ke non makanan dapat dijadikan

    indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan anggapan bahwa setelah

    kebutuhan makanan telah terpenuhi, kelebihan pendapatan akan digunakan untuk

    konsumsi bukan makanan. Oleh karena itu motif konsumsi atau pola konsumsi

    suatu kelompok masyarakat sangat ditentukan pada pendapatan. Atau secara

    umum dapat dikatakan tingkat pendapatan yang berbeda-beda menyebabkan

    keanekaragaman taraf konsumsi suatu masyarakat atau individu.

    Namun, bila dilihat lebih jauh peningkatan pendapatan tersebut tentu mengubah

    pola konsumsi anggota masyarakat luas karena tingkat pendapatan yang

    bervariasi antar rumah tangga sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemampuan

    mengelolanya. Dengan perkataan lain bahwa peningkatan pendapatan suatu

    komunitas selalu diikuti bertambahnya tingkat konsumsi semakin tinggi

    pendapatan masyarakat secara keseluruhan maka makin tinggi pula tingkat

    konsumsi. (Sayuti, 1989:46-47).

    Hal tersebut di atas, yang menjadi dasar ketertarikan penulis mengadakan

    penelitian dengan objek masyarakat Desa Pematang Cengal yang dalam

    kenyataanya mempunyai mata pencaharian yang beragam sehingga menyebabkan

    masyarakat memiliki tingkat pendapatan yang jumlahnya berbeda-beda yang

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

  • mengakibatkan tingkat konsumsi beras di daerah tersebut cukup bervariasi.

    Selain itu, beragamnya usia, tingkat pendidikan dan suku juga turut serta

    menyebabkan bervariasinya tingkat konsumsi beras di daerah tersebut.

    Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian

    yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat

    Konsumsi Beras di Desa Pematang Cengal Kabupaten Langkat.

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

  • 1.2 Identifikasi Masalah

    Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa masalah

    sebagai berikut :

    1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras di daerah penelitian?

    2. Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap konsumsi beras di daerah

    penelitian?

    3. Berapa rata-rata tingkat konsumsi beras per kapita / tahun penduduk Desa

    Pematang Cengal menurut suku, tingkat pendidikan dan umur?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumsi beras

    di daerah penelitian.

    2. Untuk mengetahui faktor apa yang paling berpengaruh terhadap konsumsi

    beras di daerah penelitian.

    3. Untuk menganalisis rata-rata tingkat konsumsi beras per kapita / tahun

    penduduk Desa Pematang Cengal menurut suku, tingkat pendidikan dan umur.

    1.4 Kegunaan Penelitian

    Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Penelitian dan penulisan ini dilakukan sebagai masukan untuk pihak-pihak

    yang berkepentingan.

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

  • 2. Penelitian dan penulisan ini ditujukan bagi kalangan akademisi, yang dapat

    menambah dan memperkaya bahan kajian teori untuk pengembangan

    penelitian berikutnya.

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA