Chapter I (1)

11
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitment internasional untuk mewujudkan sasaran pembangunan global telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai MDGs (Millenium Development Goals) pada tahun 2000. Program kependudukan, khususnya hak-hak dan kesehatan reproduksi, yang didalamnya mencakup keluarga berencana mulai tahun 2005 secara eksplisit telah dimasukkan sebagai target baru dalam MDGs (BKKBN, 2008). MDGs adalah target yang harus dicapai sedangkan strategi untuk mencapai target tersebut tetap mengacu kepada berbagai komitment pembangunan yang telah disepakati oleh PBB, diantaranya ICPD (International Conference Population and Development). Keterkaitan Target MDGs dengan tujuan ICPD diantaranya dalam tujuan 3 (tiga) MDGs yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Hal ini berkaitan dengan prinsip ke 4 (empat) ICPD yang berbunyi : peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan penghapusan segala kekerasan terhadap perempuan untuk mengontrol fertilitasnya adalah kunci dari program yang mengkaitkan masalah kependudukan dan pembangunan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi adalah langkah yang tepat dalam upaya mendorong kesetaraan gender (Ekasari, 2008). 1 Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter I (1)

Page 1: Chapter I (1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komitment internasional untuk mewujudkan sasaran pembangunan global

telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

MDGs (Millenium Development Goals) pada tahun 2000. Program kependudukan,

khususnya hak-hak dan kesehatan reproduksi, yang didalamnya mencakup keluarga

berencana mulai tahun 2005 secara eksplisit telah dimasukkan sebagai target baru

dalam MDGs (BKKBN, 2008).

MDGs adalah target yang harus dicapai sedangkan strategi untuk mencapai

target tersebut tetap mengacu kepada berbagai komitment pembangunan yang telah

disepakati oleh PBB, diantaranya ICPD (International Conference Population and

Development). Keterkaitan Target MDGs dengan tujuan ICPD diantaranya dalam

tujuan 3 (tiga) MDGs yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan

perempuan. Hal ini berkaitan dengan prinsip ke 4 (empat) ICPD yang berbunyi :

peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan penghapusan

segala kekerasan terhadap perempuan untuk mengontrol fertilitasnya adalah kunci

dari program yang mengkaitkan masalah kependudukan dan pembangunan.

Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi adalah langkah yang

tepat dalam upaya mendorong kesetaraan gender (Ekasari, 2008).

1

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter I (1)

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) tahun

2008, pertambahan jumlah penduduk merupakan masalah di suatu negara

apabila tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Saat ini penduduk Indonesia

berjumlah 224,9 juta pada tahun 2007, sebelumnya 205,8 juta jiwa (Sensus

Penduduk, 2000) dan berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah

penduduk Indonesia sudah mencapai sekitar 237,6 juta jiwa dan berada di peringkat

ke 4 (empat) di dunia berpenduduk tertinggi, berdasarkan kuantitasnya penduduk

Indonesia tergolong sangat besar namun dari segi kualitasnya masih memprihatinkan

dan tertinggal dibandingkan negara Asean lainnya.

Berdasarkan Human Development Report tahun 2007, posisi kualitas

penduduk dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indonesia berada pada

peringkat 107 dari 177 negara. Penduduk yang besar disertai dengan kualitas yang

tidak memadai nampaknya bukan menjadi aset tetapi justru beban pembangunan, dan

menyulitkan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan (BKKBN, 2008).

Meskipun telah dilakukan pembangunan secara terus menerus, namun

sampai saat ini Indonesia masih menghadapi masalah kependudukan yang belum

banyak berbeda dengan kondisi tahun 1970. Hal tersebut berkaitan dengan

kecepatan dan efektifitas keberhasilan pembangunan yang tidak seimbang

dengan tingkat ketertinggalan di Indonesia dibanding kemajuan Internasional.

Dan salah satu masalah terbesarnya adalah jumlah dan petumbuhan penduduk

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter I (1)

di Indonesia yang sangat besar lebih kurang 210 juta jiwa atau no 4 di dunia.

Tingkat pertumbuhannya cepat sekitar 1,85% pertahun (Meilani, 2010).

Program KB yang bertujuan untuk mengendalikan laju pertumbuhan

penduduk melalui pengaturan kelahiran, serta sebagai salah satu program peningkatan

kualitas SDM, diapresiasi oleh masyarakat sebagai program yang terpinggirkan

dalam era reformasi. Implikasi pencapaian KB dalam sepuluh tahun terakhir hasilnya

adalah stagnan. Secara nasional angka kelahiran total 2007 berdasarkan hasil Survey

Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) adalah 2,6 anak, masih sama dengan

keadaan tahun 1997. Kondisi ini tentu dikhawatirkan oleh banyak pihak, oleh karena

penduduk yang terlalu banyak dengan kualitas SDM yang kurang akan menjadi beban

pembangunan (Mudita, 2009).

Pemerintah Indonesia telah mulai melaksanakan pembangunan yang

berorientasi pada kesetaraan dan keadilan jender, namun masalah utama yang kita

hadapi saat ini adalah rendahnya partisipasi pria dalam melaksanakan program KB

dan kesehatan reproduksi. Partisipasi pria baik dalam praktek KB maupun dalam

pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk pencegahan kematian maternal hingga

saat ini masih rendah. Sedangkan faktor lain yang menyebabkan rendahnya kesertaan

pria dalam ber-KB adalah faktor psikologis dimana masyarakat masih berpandangan

bahwa vasektomi akan mengurangi kejantanan laki-laki (Pramesti, 2012).

Indikatornya antara lain masih sangat rendahnya kesertaan KB pria, yaitu hanya lebih

kurang 4,4 persen meliputi: pengunaan kondom 0,9 persen, vasektomi/metode operasi

pria (MOP) 0,4 persen, senggama terputus 1,5, persen dan pantang berkala 1,6 persen

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter I (1)

(SDKI, 2007). Dimana program RPJM mengharuskan partisipasi pria dalam program

KB khususnya pemakaian kontrasepsi oleh para pria harus mencapai target minimal

4,5% (Saputra, 2008).

Terdapat sekitar 50 juta pria di seluruh dunia telah mengandalkan

vasektomi untuk kontrasepsi. Data-data pengguna vasektomi di negara-negara

Islam seperti Pakistan pada tahun 1999, memiliki peserta vasektomi (5,2%),

Bangladesh tahun 1997 (13,9%) dan Malaysia tahun 1998 (16,8%). Sementara

di Indonesia sendiri peserta vasektomi masih tergolong rendah yaitu 0,4%

(BKKBN, 2007).

Disisi lain kebutuhan pasangan usia subur (PUS) untuk ikut KB yang saat ini

sebesar 70,6 persen, dan masih ada kebutuhan PUS untuk KB belum dapat dipenuhi

(unmeet need) sebesar 9,1 persen yang terdiri dari kebutuhan untuk spacing sebesar

4,3 persen dan untuk limiting sebesar 4,7 persen. Upaya pemenuhan kebutuhan

(unmeet need) merupakan tantangan mendasar dalam pelaksanaan program KB.

Sebagai suatu kebutuhan, kontrasepsi terkait dengan kebutuhan fisik dan sosial.

Sebagai kebutuhan fisik, kontrasepsi memiliki peranan dalam setiap fase reproduksi,

yaitu untuk menunda kehamilan, menjarangkan serta mencegah kehamilan.

Sedangkan sebagai kebutuhan sosial, kontrasepsi terkait dengan upaya mewujudkan

program pembangunan suatu negara (BKKBN, 2008).

Upaya meningkatkan kesertaan pria dalam ber-KB khususnya peserta

vasektomi, tidak terlepas dari peran motivator KB pria dalam mengajak para pria lain

untuk berpartisipasi menjadi peserta KB. Motivator yang tepat biasanya adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter I (1)

pengurus atau anggota kelompok KB pria yang aktif di masyarakat, tokoh

masyarakat/panutan atau warga yang diterima masyarakat setempat (BKKBN, 2008).

Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB menurut hasil penelitian

Suprihastuti, dkk (2002), yaitu pria pengguna metode kontrasepsi hanya

menyumbang 3% dari total peserta KB aktif pada tahun 1997 yang berjumlah 57,4%.

Bahkan dari hasil SDKI dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1997 tampak adanya

kecenderungan penurunan pemakaian alat kontrasepsi pria, khususnya pada metode-

metode kontrasepsi modern (kondom dan vasektomi). Perlunya peningkatan peranan

pria sebagai suami juga lebih ditekankan dengan adanya keluhan dari wanita

berkenaan dengan kurangnya partisipasi pria dalam KB, padahal peran dan dukungan

suami sangat berHubungan terhadap kelestarian KB (Suprihastuti, 2002).

Salah satu rendahnya partisipasi pria dalam KB dilihat dari laporan bulanan

Badan Kesejahteraan Keluarga (BKK) Kabupaten Bantul Juni 2007 yang dikutip oleh

Budisantoso (2009), dimana partisipasi pria dalam ber-KB masih rendah yaitu hanya

4,3% dari total peserta aktif, yang terdiri dari Metode Operasi Pria (MOP) 0,6% dan

Kondom 3,7%. Dilihat dari pengetahuan responden tentang partisipasi pria dalam KB

khususnya pengetahuan KB tentang Vasektomi masih kurang dipahami responden,

yaitu 44 % berpengetahuan salah yang menganggap vasektomi dapat menurunkan

kejantanan pria (Budisantoso, 2009).

Rendahnya penggunaan kontrasepsi oleh pria terutama karena keterbatasan

macam dan jenis kontrasepsi pria serta rendahnya pengetahuan dan pemahaman

tentang hak-hak reproduksi serta rendahnya partisipasi pria dalam pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter I (1)

program KB baik dalam praktik KB, mendukung istri dalam menggunakan

kontrasepsi, sebagai motivator atau promotor dan merencanakan jumlah anak. Faktor

lain adalah (a) Kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan keluarga yang

masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting dilakukan,

(b) Pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarganya dalam ber KB rendah, dan

(c) Keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas pelayanan kontrasepsi pria, selain itu

juga karena pelayanan KIP/Konseling kontrasepsi pria masih terbatas (d) Adanya

anggapan, kebiasaan serta persepsi dan pemikiran yang salah yang masih cenderung

menyerahkan tanggung jawab KB sepenuhnya kepada para istri atau perempuan

(BKKBN, 2007).

Pendapat suami mengenai KB cukup kuat hubungannya untuk menentukan

penggunaan metode KB. Menurut hasil penelitian Anggraeni, dkk (2007), tentang

peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi yang berwawasan gender adalah

belum optimalnya peran suami dalam pelaksanaan pelayanan KB dan kesehatan

reproduksi, sehingga laki-laki dan perempuan belum dapat secara seimbang

berpartisipasi serta memperoleh manfaat yang sama dari informasi dan pelayanan KB

dan kesehatan reproduksi. Akses pengetahuan yang masih rendah tentang KB, sosial

ekonomi keluarga, stigma di masyarakat bahwa KB adalah urusan wanita, pilihan

metode KB bagi pria masih terbatas, dan faktor pemahaman terhadap masalah

kesetaraan gender dalam pembagian tugas dan tanggung jawab keluarga (Anggraeni,

2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter I (1)

Secara umum kedudukan perempuan dalam hukum adat masih mencerminkan

sub-ordinasi dan bias gender. Disamping adanya perbedaan, terdapat pula adanya

persamaan terutama yang menyangkut kekuasaan dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan hasil penelitian Suprihastuti, dkk (2002), tentang pengambilan

keputusan pengunaan alat kontrasepsi pria di Indonesia menyimpulkan bahwa pada

pengguna vasektomi, variabel-variabel yang berHubungan secara bermakna meliputi

diskusi tentang KB, alasan utama pengunaan alat kontrasepsi, jumlah anak ideal,

pendidikan, agama, tempat tinggal sedangkan variabel yang tidak berHubungan

secara siqnifikan : preferensi jenis kelamin, nilai ekonomis anak, umur, pekerjaan dan

mortalitas anak, sedangkan menurut Budisantoso (2009), mengungkapkan beberapa

faktor yang memiliki hubungan secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi

KB pria dikalangan pria yaitu: pengetahuan, sikap, persepsi, sikap istri terhadap

partisipasi suami dalam KB, praktik istri dalam ber-KB, sikap teman sedangkan

faktor-faktor yang tidak memiliki hubungan yaitu Akses pelayanan, Pendidikan,

jumlah anak, umur, dan sifat inovasi.

Hal ini terlihat juga dari data Badan Kependudukan Keluarga Berencana

Nasional Sumatera Utara untuk kota Medan pada bulan Agustus 2009 diperoleh

317.084 pasangan usia subur 209.337 (66,02%) pasangan merupakan peserta

KB aktif, sedangkan 107.747 (33,98%) pasangan tidak merupakan akseptor KB.

Data pemakaian kontrasepsi menunjukkan bahwa jumlah peserta KB perempuan

lebih tinggi dibandingkan pria. Dari akseptor KB yang ada 200.920 orang

(95,81%) adalah wanita yang ber-KB, sedangkan pria yang menjadi akseptor

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter I (1)

KB sebanyak 8.417 orang (4,19%). Padahal selayaknya pria juga diharapkan

berperan aktif, karena pria mempunyai hak-hak reproduksi yang sama dengan

perempuan, pria juga bertanggung jawab secara sosial, moral dan ekonomi

dalam membangun keluarga (BKKBN, 2008).

Menurut Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga

Berencana kecamatan Lubuk Pakam kabupaten Deli Serdang tahun 2011,

keikutsertaan pria dalam kontrasepsi masih rendah, walaupun demikian Badan

Pemberdayaan Perempuan, Anak dan KB masih terus berupaya untuk meningkatkan

keikutsertaan pria dalam Keluarga Berencana, hal ini terbukti dengan didapatkannya

peserta KB pria dari tahun 2010 sampai Oktober 2011 yaitu KB pria yang

menggunakan kondom sebanyak 610 orang (14,2%) dari 4.296 PUS dan yang

melakukan kontrasepsi vasektomi sebanyak 46 orang (1,07%) dari 4.296 PUS,

data ini didapatkan dari 13 desa kelurahan yang ada di kecamatan Lubuk Pakam

kabupaten Deli Serdang (Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga

Berencana Deli Serdang, 2011).

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan bulan Februari di kantor

kecamatan Lubuk Pakam di desa sekip diperoleh data bahwa peserta vasektomi pada

suami PUS yang mengikuti vasektomi berjumlah 14 orang dari total PUS 830 orang.

Hal ini berarti hanya sekitar 1,6% suami yang mengikuti vasektomi, angka ini jauh

dibawah target pemerintah yang harus mencapai target 4,5%, yang menjadi alasan

rendahnya peserta vasektomi di desa Sekip antara lain: karena beberapa tanggapan

dari beberapa suami menyebutkan bahwa vasektomi dapat menyebabkan gangguan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter I (1)

terhadap ejakulasi, menganggap vasektomi sama dengan kebiri, dan menganggap

vasektomi adalah tindakan operasi yang menyeramkan, dan dari 14 orang yang telah

mengikuti vasektomi menyebutkan bahwa alasan mengikuti vasektomi dikarenakan

adanya insentif berupa uang yang diberikan setelah mengikuti vasektomi.

Berdasarkan BKKBN (2008), Sebab lain mengapa vasektomi kurang

diminati oleh kaum pria adalah karena selama ini kaum pria takut bila daerah

kemaluan mereka mendapat cedera/luka. Mereka selalu membayangkan bahwa

luka di daerah tersebut dapat berakibat fatal terutama impotensi, oleh karena

itu, sekarang ini telah dikembangkan teknik vasektomi yang baru yaitu

vasektomi tanpa pisau.

Rumor dan fakta lain tentang vasektomi sama dengan kebiri, dapat

membuat pria impotensi, dapat menurunkan libido, membuat pria tidak bisa

ejakulasi, tindakan operasi yang menyeramkan, pria/suami dapat dengan mudah

untuk selingkuh, dan beberapa pria cemas terhadap prosedur pelaksanaan MOP.

Ternyata turut memHubungani rendahnya keikutsertaan pria dalam melakukan

vasektomi (Everett, 2008).

Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk membuat

penelitian mengenai Hubungan Motivasi dan Psikis terhadap Keikutsertaan Suami

dalam Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter I (1)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dilihat bahwa keikutsertaan suami

dalam vasektomi masih rendah, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Hubungan Motivasi dan Psikis terhadap Keikutsertaan Suami dalam Vasektomi di

Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui hubungan motivasi dan psikis terhadap

keikutsertaan suami dalam vasektomi

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan signifikan antara motivasi

dan psikis terhadap keikutsertaan suami dalam vasektomi.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan

Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan dalam rangka

pengambilan kebijakan untuk program peningkatan keikutsertaan suami

dalam vasektomi dan dapat dijadikan sebagai contoh bagi kecamatan lain

dalam upaya peningkatan keikutsertaan suami dalam vasektomi.

1.5.2. Bagi Sub Dinas Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Deli

Serdang.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter I (1)

Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam melakukan upaya

peningkatan keikutsertaan suami dalam Vasektomi.

1.5.3. Bagi Keilmuan

Penelitian ini dapat menambah khasana keilmuan dibidang kesehatan

reproduksi khususnya dalam upaya peningkatan keikutsertaan suami

dalam vasektomi .

Universitas Sumatera Utara