Chapter 7

download Chapter 7

of 11

description

Chapter 7

Transcript of Chapter 7

  • STMIK TRIGUNA DHARMA Buku Panduan Belajar perpajakan

    Langkah Pasti Menuju Sukses 65

    Chapter 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

    pengertian

    PPh Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

    Pihak pemotong PPh Pasal 26

    1. Badan Pemerintah; 2. Subjek Pajak dalam negeri; 3. Penyelenggara kegiatan; 4. BUT; 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

    obyek dan PPh Pasal 26

    1. 20% (bersifat final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :

    a. dividen; b. bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan

    sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan

    penggunaan harta; d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan

    kegiatan; e. hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam

    bentuk apa pun; f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

    2. 20% dari perkiraan penghasilan neto berupa : a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;

  • Langkah Pasti Menuju Sukses 66

    b. premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri;

    3. 20% dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia.

    4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara domisili penerima hasil.

    terutang PPh Pasal 26

    Saat Terutang PPh Pasal 26

    PPh Pasal 26 terutang pada saat penghasilan dibayarkan atau terutang , yang mana terjadi lebih dahulu.

    kewajiban pemotong PPh Pasal 26

    Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 rangkap 3

    o Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri, o Lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak, o Lembar ketiga untuk arsip Pemotong.

    penyetoran PPh Pasal 26

    PPh Pasal 26 wajib disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

  • STMIK TRIGUNA DHARMA Buku Panduan Belajar perpajakan

    Langkah Pasti Menuju Sukses 67

    Contoh :

    Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 1996,penyetoran selambat-lambatnya tanggal 10 Juni 1996. Bila tanggal 10 Juni 1996 jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.

    pelaporan PPh Pasal 26

    Pelaporan PPh Pasal 26 dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 26, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. SPT Masa harus dilampiri lembar kedua SSP, lembar kedua bukti pemotongan, dan daftar bukti pemotongan.

    Contoh :

    Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 1996,pelaporan selambat-lambatnya tanggal 20 Juni 1996. Bila tanggal 20 Juni 1996 jatuh pada hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja sebelumnya.

    Pengecualian pemotongan PPh Pasal 26

    1. Khusus untuk BUT dikecualikan dari pemotongan apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia yang dapat menunjang kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka peningkatan dan pemerataan penanaman modal dengan syarat :

    a. Penanaman kembali dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan ;

  • Langkah Pasti Menuju Sukses 68

    b. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut ;

    c. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.

    2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

    (bahan tambahan) PPH PASAL 26 JILID II

    PPh pasal 26 atas Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia

    Pasal 26 ayat (2) undang-undang PPh mengatur bahwa atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.

    Sebagai petunjuk pelaksanaan ketentuan pasal 26 ayat (2) tersebut, pada tanggal 22 April 2009 Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan menteri Keuangan nomor PMK-82/PMK.03/2009 yang mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan

    Tarif PPh pasal 26 ayat (2) *

    Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang telah diatur dalam pasal 4 (2) UU PPh, yang diterima

  • STMIK TRIGUNA DHARMA Buku Panduan Belajar perpajakan

    Langkah Pasti Menuju Sukses 69

    atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) selain Bentuk Usaha tetap (BUT), dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final

    Bagi WPLN yang berkedudukan di negara treaty partner Indonesia, pemotongan PPh hanya dilakukan apabila hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia

    Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% dari harga jual, sehingga tariff efektif PPh 26 adalah 5% dari harga jual.

    Penjualan harta yang merupakan obyek PPh pasal 26 ayat (2)

    Penjualan atau pengalihan harta yang dimaksud dalam PMK ini adalah penjualan atau pengalihan harta berupa :

    Perhiasan mewah; Berlian; Emas; Intan; Jam tangan mewah; Barang antik; Lukisan; Mobil; Kapal pesiar; dan/atau Pesawat terbang ringan

    Pemotong PPh pasal 26 ayat (2)

    Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indoneisa yang diterima atau diperoleh WP LN dipotong PPh pasal 26 oleh

  • Langkah Pasti Menuju Sukses 70

    pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak dan kepada WPLN selaku penjual diberikan bukti pemotongan PPh pasal 26.

    Dikecualikan dari obyek PPh pasal 26 ayat (2)

    WP Orang Pribadi LN yang menerima atau memperoleh penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta yang besarnya tidak melebihi Rp 10.000.000 (Sepuluh juta rupiah) untuk setiap jenis transaksi, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 ayat (2).

    Kewajiban pemotong PPh pasal 26 ayat (2)

    1. Kewajiban memotong dan menyetor PPh

    Pemotong PPh pasal 26 ayat 2 (yg telah ditungjuk sebagai pemotong) wajib memotong dan menyetorkan PPh pasal 26 yang terutang dengan menggunakan nama WPLN yang menjual atau mengalihkan harta , palinglama tanggal 10 bulan berikutnya setelah terjadinya transaksi

    2. Kewajiban lapor.

    Pemotong PPh pasal 26 ayat (2) wajib melaporkan PPh pasal 26(2) yang dipotong kepada Direktur Jenderal pajak paling lama tanggal 20 bulan berikutnya

    3. Sanksi

    Pemotong PPh pasal 26 (2) yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam PMK-82 akan dikenai sanksi sesuai peraturan perpajakan.

  • STMIK TRIGUNA DHARMA Buku Panduan Belajar perpajakan

    Langkah Pasti Menuju Sukses 71

    PPh pasal 26 yang berlaku sejak 22 April 2009

    Dengan berlakunya PMK-82 tersebut, maka terhitung sejak tgl 22 April 2009, penghasilan yang merupakan obyek PPh pasal 26 dan besarnya tariff PPh pasal 26 adalah sbb :

    Dasar hukum Jenis Penghasilan Tarif dan dasar pengenaan PPh

    Pasal 26 ayat (1) UU PPh

    TaxTreaty masing-masing negara

    a. dividen;

    b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;

    c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

    d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

    e. hadiah dan penghargaan;

    f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

    g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau

    h. keuntungan karena pembebasan utang.

    Tarif : 20% atau sesuai tax treaty *

    DPP = Jumlah Bruto

    Tarif Efektif = 20% x Jumlah Bruto

    Pasal 26 ayat Penghasilan dari penjualan atau Tarif = 20% dari

  • Langkah Pasti Menuju Sukses 72

    Dasar hukum Jenis Penghasilan Tarif dan dasar pengenaan PPh

    (2) UU PPh

    PMK-82 /PMK.03/ 2009

    Tax Treaty masing-masing negara

    -KMK-434/KMK.04/ 1999

    pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, yg terdiri dari :

    Perhiasan mewah; Berlian; Emas; Intan; Jam tangan mewah; Barang antik; Lukisan; Mobil; Kapal pesiar; dan/atau Pesawat terbang ringan

    Kecuali yang diterima/diperoleh oleh WPOP Luar Negeri yang nilainya tidak melebihi Rp 10.000.000 (Sepuluh juta rupiah) untuk setiap transaksi

    Penghasilan dari penjualan sahamdi dalam negeri yang diperoleh atau diterima WPLN

    perkiraan penghasilan neto

    Perkiraan penghasilan neto = 25% x harga jual

    Tarif efektif = 5% x harga jual

    tax treaty applied *)

    Pasal 26 ayat (2) UU PPh

    KMK -624/ KMK.04/1994

    TaxTreaty

    Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri :

    1. atas premi dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar

    Tarif = 20% dari perkiraan penghasilan neto

    Perkiraan penghasilan neto :

  • STMIK TRIGUNA DHARMA Buku Panduan Belajar perpajakan

    Langkah Pasti Menuju Sukses 73

    Dasar hukum Jenis Penghasilan Tarif dan dasar pengenaan PPh

    masing-masing negara

    negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah premi yang dibayar;

    2. atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar;

    3. atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% (lima persen) dari jumlah premi yang dibayar.

    1. 50% dari jumlah premi yang dibayar;

    b. 10% dari jumlah premi yang dibayar;

    1. 5% dari jumlah premi yang dibayar.

    Tarif efektif :

    - 10% dari Premi dibayar oleh tertanggung

    - 2% dari premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi

    - 1% dari pemi yang dibayar oleh perusahaan re-asuransi

  • Langkah Pasti Menuju Sukses 74

    Dasar hukum Jenis Penghasilan Tarif dan dasar pengenaan PPh

    Pasal 26 ayat (2a)

    PMK-258/ PMK.03/2008

    Tax Treaty masing-masing negara

    Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) UU PPh

    Tarif = 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto

    Perkiraan penghasilan neto = 25% x harga jual

    Tarif efektif = 5% dari harga jual

    tax treaty applied *)

    Pasal 26 ayat (4)

    PMK-257/ PMK.03/2008

    Tax Treaty masing-masing negara

    Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia

    Tarif : 20% (dua puluh persen) dari Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi Pajak

    Atau sesuai tax treaty

    *) tax treaty applied, Bagi WPLN yang berasal dari Negara treaty partner,hanya akan dikenakan PPh 26 jika hak pemajakan atas penghasilan dari penjualan harta ada pada pihak Indonesia

  • STMIK TRIGUNA DHARMA Buku Panduan Belajar perpajakan

    Langkah Pasti Menuju Sukses 75

    Latihan :

    1) mike (warga negara Amerika) bekerja pada PT bakeri Plantition sebagai tenaga ahli dengan penghasilan perbulan Rp 5.000.000,- mulai bertugas januari 2009. hitunglah pph pasal 26 yang dibayar mike

    2) penghasilan kena pajak PT mujur timber untuk tahun 2008 berjumlah Rp 2.500.000.000,hitunglah PPh pasal 26 yang dibayar oleh PT mujur timber.