Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

11
6. Menilai Kinerja Sistem-Kesehatan Pengalaman mengajarkan kita bahwa ketika reformis sektor kesehatan mencoba memahami penyebab hasil tak memuaskan, beberapa karakteristik tertentu dari sistem berperan penting. Karakteristik-karakteristik ini secara sendirinya bukan akar penyebab kesukaran kinerja maupun manifestasi dari kesulitan-kesulitan tersebut pada tingkat hasil akhir. Kami mengacu pada faktor- faktor ini sebagai karakteristik ukuran kinerja menengah, karena merupakan perantara penting yang menghubungkan akar masalah dengan sasaran kinerja akhir. Dalam bab berikut, kami akan membahas gagasan mengenai “perjalanan diagnosis”, yang dimulai dengan identifikasi masalah kinerja tertentu, kemudian bergerak menjelajahi penyebab dari masalah-masalah tersebut melalui beberapa langkah yang berkesinambungan. Proses ini membawa reformis sektor kesehatan memeriksa penurunan kinerja melalui karakteristik sistem kesehatan seperti efisiensi atau mutu, dan bab ini menjelaskan pengertian dan pengukuran konsep-konsep tersebut. Karakteristik kinerja menengah ini telah dibahas dalam literatur selama bertahun-tahun. Kinerja yang rendah pada dimensi seperti itu sering—dan menurut kami tidak pada tempatnya—dicirikan sebagai “permasalahan” atau “penyebab” dari masalah lainnya dalam sektor kesehatan. Kami memandang bahwa perumusan tersebut tidak tepat. Variabel-variabel yang akan kami bahas merupakan karakteristik kinerja yang relatif luas, yang secara kausal berada di antara akar penyebab dan tujuan akhir kinerja. Dalam menyeleksi karakteristik kinerja yang patut diperhatikan dalam proses diagnosis, kami mengenali karakteristik yang menjadi penyebab penting – relatif terhadap tujuan kinerja kami. Kemudian, kami menghendaki karakteristik yang mencolok dalam pertimbangan politik dan kebijakan. Karakteristik kinerja menengah yang kami soroti juga harus dipengaruhi oleh pilihan dalam reformasi sektor kesehatan. Jika pilihan-pilihan yang ada memainkan peran “perubahan” yang efektif antara kebijakan dan hasilnya, maka pilihan tersebut harus responsif dan berpengaruh. Dengan kriteria seperti di atas, tiga karakteristik kinerja menengah yang menurut kami perlu diperhatikan adalah efisiensi, akses dan mutu. Ketiganya

Transcript of Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

Page 1: Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

6. Menilai Kinerja Sistem-Kesehatan

Pengalaman mengajarkan kita bahwa ketika reformis sektor kesehatan

mencoba memahami penyebab hasil tak memuaskan, beberapa karakteristik

tertentu dari sistem berperan penting. Karakteristik-karakteristik ini secara

sendirinya bukan akar penyebab kesukaran kinerja maupun manifestasi dari

kesulitan-kesulitan tersebut pada tingkat hasil akhir. Kami mengacu pada faktor-

faktor ini sebagai karakteristik ukuran kinerja menengah, karena merupakan

perantara penting yang menghubungkan akar masalah dengan sasaran kinerja akhir.

Dalam bab berikut, kami akan membahas gagasan mengenai “perjalanan diagnosis”,

yang dimulai dengan identifikasi masalah kinerja tertentu, kemudian bergerak

menjelajahi penyebab dari masalah-masalah tersebut melalui beberapa langkah

yang berkesinambungan. Proses ini membawa reformis sektor kesehatan memeriksa

penurunan kinerja melalui karakteristik sistem kesehatan seperti efisiensi atau mutu,

dan bab ini menjelaskan pengertian dan pengukuran konsep-konsep tersebut.

Karakteristik kinerja menengah ini telah dibahas dalam literatur selama

bertahun-tahun. Kinerja yang rendah pada dimensi seperti itu sering—dan menurut

kami tidak pada tempatnya—dicirikan sebagai “permasalahan” atau “penyebab” dari

masalah lainnya dalam sektor kesehatan. Kami memandang bahwa perumusan

tersebut tidak tepat. Variabel-variabel yang akan kami bahas merupakan

karakteristik kinerja yang relatif luas, yang secara kausal berada di antara akar

penyebab dan tujuan akhir kinerja.

Dalam menyeleksi karakteristik kinerja yang patut diperhatikan dalam proses

diagnosis, kami mengenali karakteristik yang menjadi penyebab penting – relatif

terhadap tujuan kinerja kami. Kemudian, kami menghendaki karakteristik yang

mencolok dalam pertimbangan politik dan kebijakan. Karakteristik kinerja menengah

yang kami soroti juga harus dipengaruhi oleh pilihan dalam reformasi sektor

kesehatan. Jika pilihan-pilihan yang ada memainkan peran “perubahan” yang efektif

antara kebijakan dan hasilnya, maka pilihan tersebut harus responsif dan

berpengaruh.

Dengan kriteria seperti di atas, tiga karakteristik kinerja menengah yang

menurut kami perlu diperhatikan adalah efisiensi, akses dan mutu. Ketiganya

Page 2: Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

memiliki ragam arti dan penggunaan yang bermacam-macam, sehingga kami akan

memperjelas konsepnya agar para pembaca dapat menggunakan kerangka yang

kami kemukakan dengan cara yang tepat.

Efisiensi

Kata “efisiensi” telah digunakan dan dijelaskan dengan berbagai cara dalam

literatur ekonomi dan kebijakan. Gagasan utama yang mencakup semua penggunaan

tersebut yaitu pencapaian tujuan seseorang pada tingkat setinggi mungkin dengan

sumber daya yang terbatas. Beberapa contoh penggunaan kata tersebut adalah

• Para ahli ekonomi menyebut suatu ekonomi “efisien” jika menciptakan hasil yang

menarik para utilitarian subjektif; yaitu ketika tak ada seorang pun yang lebih

bahagia kecuali orang lain berkurang kebahagiaannya (Pareto Optimal) (Reinhardt

2001).

• Para insinyur industri menyebut suatu bangunan “efisien” jika beroperasi dengan

biaya minimum per unit hasil produksinya (Carr dab Howse 1964).

• Eksekutif bisnis mencirikan investasi uang yang “efisien” ketika menghasilkan

tingkat perolehan maksimum. Kalimat ini terkadang muncul pula dalam departemen

keuangan pada penetapan anggaran saat membandingkan pengeluaran di berbagai

sektor (Bierman dan Smidt 1993).

Efisiensi dalam konteks reformasi sektor kesehatan menggunakan dua

gagasan penting, yaitu cara penyediaan layanan dan macam-macam layanan yang

dihasilkan. Sistem secara keseluruhan “efisien” ketika menghasilkan pelayanan yang

tepat dan dihasilkan dengan cara yang benar. Dengan demikian, terdapat dua jenis

efisiensi. Pertama adalah efisiensi teknis, mengacu pada keadaan yang menghasilkan

barang atau jasa dengan biaya minimum. Rumusan lain yang serupa adalah jika kita

mendapatkan hasil maksimum dengan pengeluaran seadanya. Singkatnya, efisiensi

teknis menjadi tanggung jawab utama pengelola sistem pelayanan kesehatan,

karena hal itu mengacu pada cara kita memproduksi sesuatu. Dalam lingkup

pelayanan kesehatan, cara mendapatkan hasil yang lebih dari suatu produk adalah

dengan mengurangi produksi dari yang lainnya.

Jenis efisiensi kedua adalah efisiensi alokatif, mengacu pada ketepatan suatu

negara dalam menghasilkan produk guna mencapai semua sasarannya. Para

perencana sektor kesehatan membahas efisiensi alokatif ketika mempertanyakan

Page 3: Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

peningkatan status kesehatan yang diperoleh atas serangkaian layanan tertentu

(kadang disebut juga sebagai “keefektifan”) (Crystal dan Brewster 1996). Dengan

demikian, efisiensi alokatif menjadi pertanyaan implisit yang dihadapi ketika

mencoba mengubah ragam hasil yang diproduksi sistem kesehatan. Evaluasi efisiensi

alokatif ini cukup kompleks. Pertama, kita harus menentukan konseptualisasi dan

menilai setiap tujuannya, kemudian memperjelas tarik-menarik di antara berbagai

sasaran. Setelah itu reformis dapat mengetahui pencapaian tujuan mereka.

Peningkatan efisiensi teknis dan alokatif akan membantu sistem kesehatan

melakukan hal-hal yang lebih baik dengan sumber yang ada, oleh karena itu negara-

negara yang terdesak kinerjanya terkait biaya cenderung meningkatkan efisiensi

melalui reformasi sektor kesehatan. Akan tetapi, meningkatkan efisiensi alokatif

sering kali lebih sulit daripada efisiensi teknis. Menurunkan biaya produksi untuk

menambah efisiensi teknis bukan hal yang mudah. Sebaliknya, meningkatkan

efisiensi alokatif sama saja dengan mengganti produk dan sepertinya akan menuntut

biaya tinggi pada produksinya serta konsumsi pada hasil yang dikurangi.

Dalam kerangka kami, “efisiensi” sistem (baik alokatif maupun teknis)

ditentukan oleh pencapaiannya terhadap tujuan masyarakat dengan biaya minimum.

Maka dalam pemahaman kami, tidak ada alasan untuk mempertentangkan efisiensi

dan pemerataan. Peningkatan efisiensi sebenarnya dapat menambah pemerataan

dengan cara meringankan biaya sehingga mencapai tujuan-tujuan pemerataan

(Reinhardt 2001). Secara ringkas, kedua jenis efisiensi tersebut mengacu pada

hubungan antara input dan hasil yang diinginkan. Efisiensi teknis berarti

memproduksi hasil dengan “cara yang benar” pada biaya minimum, sedangkan

efisiensi alokatif berarti memproduksi “hasil yang benar” untuk memaksimalkan

pencapaian tujuan. Pencapaian tertinggi sistem kesehatan adalah pada saat efisien

secara teknis dan alokatif. Itulah sebabnya efisiensi menjadi bagian dari karakteristik

kinerja menengah. Ketidakefisienan akan menyebabkan penurunan kinerja.

Selanjutnya, perubahan insentif atau tata kelola sistem akan berdampak pada

efisiensi jika dilakukan dengan tepat.

Akses

Page 4: Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

Akses sering menjadi pertimbangan utama dalam diskusi reformasi sektor

kesehatan. Tingkat akses yang rendah sering kali dianggap sebagai penyebab

rendahnya status kesehatan di wilayah pedesaan atau rendahnya tingkat kepuasan

di kalangan orang miskin. Di sini kami perlu menguraikan beberapa penggunaan kata

ini supaya dapat memahami peran konsep tersebut dalam karakteristik kinerja

menengah.

Pertama, secara sederhana akses diartikan sebagai ketersediaan pelayanan di

wilayah tertentu; atau dengan kata lain ketersediaan secara fisik yang dapat diukur

dengan distribusi input (tempat tidur, dokter, perawat) dibandingkan dengan

populasi yang ada. Kedua, ketersediaan efektif, yakni kemudahan warga

mendapatkan perawatan. Perbedaan antara ketersediaan fisik dan ketersediaan

efektif muncul ketika ada halangan yang merintangi orang-orang dalam

memanfaatkan fasilitas yang tersedia secara fisik. Meski demikian, tidak mudah

mengumpulkan data mengenai harga, tingkat pelayanan, waktu tunggu dan

penerimaan tradisi dalam rangka mengevaluasi ketersediaan yang efektif secara

langsung. Akibatnya, kata “akses” sering mengacu pada pemanfaatan. Sebenarnya,

pemanfaatan hanya sebagian mencerminkan ketersediaan yang efektif, karena

pasien bisa memilih untuk tidak menggunakan pelayanan walaupun pelayanan itu

tersedia. Meski begitu jika kita mengabaikan tingkat penggunaan yang rendah

sebagai cerminan keputusan pasien, dan menganggap bahwa penggunaan yang

rendah selalu disebabkan oleh keterbatasan perawatan, maka ketersediaan efektif

bukanlah konsep independen karena tidak lagi terpisah dari pemanfaatan.

Sekilas, akses yang didefinisikan sebagai ketersediaan efektif merupakan

karakteristik kinerja menengah – karena mempengaruhi status kesehatan dan

kepuasan konsumen. Lebih lanjut ketersediaan efektif jelas-jelas dipengaruhi oleh

jenis pelayanan yang tersedia di tempat tertentu dan pada harga tertentu, juga

pembiayaan, pembayaran dan tata kelola sistem akan mempengaruhi barang serta

bentuk yang ditawarkan. Walau demikian beberapa pendapat mengemukakan

bahwa ketersediaan efektif adalah tujuan kinerja akhir—sebagai hasil akhir, bukan

rata-rata. Dalam pandangan penganut egaliter, ketersediaan efektif dari pelayanan

kesehatan akan menjadi tujuan kinerja akhir, bukan kesehatan itu sendiri. Begitu

pula beberapa komunitarian yang terpusat pada distribusi pelayanan kesehatan

Page 5: Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

sebagai masalah keadilan bagi berbagai komunitas lokal. Sebagai tambahan,

perubahan dalam ketersediaan fisik pelayanan kesehatan juga sering menjadi fokus

pertentangan politik. Padahal di negara-negara berkembang, dampak perubahan

ketersediaan fisik yang sering dipertengkarkan sering kali tidak terlalu dirasakan

karena tingkat pelayanannya cenderung tetap tinggi di saat apapun (Kolata 2002).

Menurut kami, akses lebih cocok sebagai karakteristik kinerja menengah

daripada sebagai tujuan kinerja akhir. Ketersediaan efektif memang mempengaruhi

kesehatan dan kepuasan. Lagipula, kontroversi menyangkut ketersediaan fisik dapat

dipandang sebagai efek kepuasan konsumen, yang termasuk sebagai perolehan

dalam kerangka kami.

Pandangan tentang akses (ketersediaan efektif) sebagai alat peningkatan

status kesehatan dan kepuasan memberikan dampak yang nyata. Maksudnya, misal

kita harus meragukan pendapat bahwa setiap kota patut mendapatkan pelayanan

tertentu—atas nama “keadilan”—jika fasilitas tersebut bukan bagian dari rencana

hemat-biaya untuk menghasilkan distribusi yang diinginkan atas kepuasan dan status

kesehatan. Selanjutnya, jika pelayanan hanya bernilai ketika memberikan hasil, maka

kebalikannya juga dapat dikatakan benar. Kurangnya pelayanan akan sangat

signifikan ketika hasilnya tidak memuaskan. Perdebatan tentang reformasi

kesehatan jarang terjadi tepat seperti ini. Akan tetapi, kami percaya bahwa di

negara-negara bersumber daya rendah, pandangan mengenai akses sebagai sesuatu

untuk meraih tujuan negara terkait dengan distribusi kesehatan dan kepuasan yang

diinginkan memberikan beban argumentatif yang berguna bagi orang-orang yang

berpendapat sebaliknya. Kami yakin bahwa pemikiran seperti ini semakin

menimbulkan kekakuan secara analitis dalam perbincangan mengenai prioritas

reformasi sektor kesehatan.

Mutu

Mutu, karakteristik ketiga dalam kinerja menengah, hadir karena perannya

dalam pencapaian tujuan kinerja akhir. Seperti halnya akses, kualitas rendah menjadi

penyebab kegagalan kinerja. Seperti efisiensi, “mutu” juga menjadi sesuatu yang

dihargai semua orang. Ungkapan ini digunakan dengan berbagai macam cara.

Kadang-kadang “mutu” diambil dari sudut pandang pasien dan di saat lain dari

Page 6: Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

perspektif dokter. Kata ini kadang dikenakan pada perawatan kasus tertentu, atau

pada perawatan yang disediakan oleh rumah sakit tertentu, atau pada sistem

nasional secara keseluruhan.

Cara termudah untuk menjelaskan “mutu” adalah pada lingkup terpisah,

yaitu sebagai suatu karakteristik perawatan pada pasien dengan penyakit yang

dialami. Penilaian yang lebih inklusif mencerminkan kesamaan dalam pengalaman

yang dihadapi, walaupun pada tingkat pengalaman ini pun “mutu” mengacu pada

beberapa fenomena yang berlainan. Menurut pengalaman kami, secara umum ada

tiga penggunaan kata “mutu”—dua di antaranya memiliki subkomponen. Pertama,

“mutu” dapat diartikan sebagai kuantitas perawatan yang diberikan kepada pasien,

misalnya “Berkualitas tinggi karena melakukan segalanya bagi pasien.” Arti kedua

sering digunakan oleh petugas kesehatan, yaitu mutu klinis. Hal ini meliputi

kecakapan petugas, ketepatan diagnosis dan keputusan penanganan, juga

ketersediaan input (obat-obatan, peralatan) untuk menyelenggarakan tindakan yang

tepat. Mutu klinis juga bergantung pada sistem produksi yang memadukan input-

input tersebut ke dalam pelayanan yang diberikan (Berwick, Godfrrey, dan Roessner

1991). Makna ketiga paling sering diungkapkan oleh pasien yang kesulitan menilai

mutu klinis, yaitu mutu pelayanan (Cunningham 1991). Dimensi interpersonal dalam

hal ini menyangkut kesopanan dan dukungan emosional yang diberikan penyedia

layanan, juga penyampaian informasi yang tepat dan pelayanan yang penuh hormat.

Data yang terperinci diperlukan untuk mengukur mutu secara umum. Mutu

pelayanan dapat diukur dalam berbagai cara. Misalnya, sistem administratif dapat

mengambil data tentang parameter-parameter seperti waktu tunggu dan penundaan

janji pertemuan dengan dokter. Sistem pemantauan mutu untuk tujuan khusus pun

dapat diciptakan. Pengukuran mutu klinis telah menghasilkan banyak literatur

beberapa tahun terakhir. Salah satu cara mengetahui ketepatan perawatan adalah

dengan membandingkan perawatan klinis dengan opini ahli. Sayangnya, penilaian

seperti ini menghabiskan banyak waktu dan biaya. Mutu dapat pula diukur secara

tidak langsung dengan data hasil perawatan seperti taraf infeksi, mortalitas dan

sebagainya. Pemahaman mengenai sistem produksi yang menghasilkan variasi mutu

klinis dan perawatan memerlukan penelitian yang lebih mendalam.

Page 7: Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

Distribusi mutu pun sering kali penting dalam menghubungkan kualitas

dengan kinerja sistem. Misalnya, suatu negara dihadapkan pada masalah ketika

pasien memilih mendapatkan perawatan di pusat pelayanan wilayah atau nasional.

Analisis pada mutu klinis maupun pelayanan—juga kuantitas pelayanan yang

tersedia—pada tingkat lokal perlu dilakukan untuk mengatasi hal itu. Jika mutu pada

lingkup yang bersangkutan rendah, maka akan sulit mencegah perilaku seperti di

atas. Lebih lanjut, mempertahankan mutu yang rendah seperti itu akan menambah

persoalan pemerataan, karena hal itu akan merugikan kaum miskin yang tidak dapat

menanggung waktu atau biaya untuk menempuh jarak jauh demi mendapatkan

perawatan. Itulah sebabnya situasi seperti ini menuntut peningkatan mutu klinis

pada tingkat lokal.

Menentukan ketepatan mutu yang dihasilkan sistem pelayanan kesehatan

melibatkan penilaian yang rumit. Pelayanan kesehatan terdiri atas berbagai dimensi

kualitas. Meningkatkan mutu di satu bagian mungkin akan menurunkan mutu di

bagian yang lain. Peningkatan mutu mungkin pula tidak sepadan dengan biaya yang

dikeluarkan, tergantung nilai yang ditentukan orang dalam membuat pengukuran.

Dalam hal ini, terdapat tiga penilaian yang harus dilakukan (Rosen 1974).

Pertanyaan pertama yang patut diajukan tentang mutu pelayanan kesehatan

berkaitan dengan efisiensi teknis. Suatu pelayanan yang menghasilkan mutu kurang

dari tingkat maksimum yang dapat dicapai secara teknis dinilai tidak efisien dalam

mutu produksi. Taraf acuan diperlukan manajer untuk mengetahui posisi pencapaian

mutu. Misalnya, kita dapat membandingkan suatu tindakan dengan penanganan

yang dilakukan di negara-negara lain (atau wilayah lain di negara yang sama) untuk

mengetahui fasilitas-fasilitas yang memiliki tingkat pengeluaran yang sama.

Kemudian, kita evaluasi waktu tunggu relatif atau kebersihan fasilitas atau laporan

pasien mengenai perawatan yang mereka terima – untuk mengevaluasi mutu

pelayanan. Di sisi klinis, kita dapat melihat ketersediaan input atau indikator hasil

(infeksi luka, tingkat kematian saat operasi). Perumusan tentang pencapaian mutu

atas dana yang ada sangat penting guna menentukan program reformasi. Perbedaan

besar terjadi di kala kinerja mutu yang rendah disebabkan oleh pengelolaan yang

buruk atau kekurangan anggaran, atau keduanya.

Page 8: Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

Pertanyaan kedua mengenai kesesuaian batas anggaran dengan mutu

produksi. Dari anggaran yang ada, kita menentukan rancangan kualitas yang akan

diajukan. Sebagai contoh kita mempertimbangkan alokasi dana pengembangan klinik

pada ruang tunggu yang nyaman namun dengan peralatan sinar-X yang terbatas,

atau sebaliknya. Kemudian, terdapat persoalan ketiga yakni evaluasi pengeluaran

untuk setiap pelayanan, yang nantinya menentukan tingkat mutu yang dihasilkan

dari pelayanan tersebut.

Berbagai macam reformis dengan pandangan filsafat masing-masing menilai

kinerja sistem pelayanan kesehatan dengan cara berbeda. Utilitarian objektif tertarik

pada pemaksimalan kesehatan, oleh karena itu mereka akan memproduksi mutu

klinis secara maksimal seberapapun besar anggarannya. Mereka akan memeriksa

pengelolaan pelayanan dan mengevaluasi anggaran melalui analisis keefektifan biaya

marginal. Meski begitu dengan batas anggaran yang ditentukan, utilitarian objektif

mungkin akan melakukan kesalahan karena menduga bahwa mereka akan selalu

dapat meningkatkan mutu klinis dengan menurunkan mutu pelayanan hingga titik

tertentu. Penurunan ini dapat mengurangi pemanfaatannya, menurunkan tingkat

kepatuhan pasien dan menghalangi komunikasi, kemudian menimbulkan hasil klinis

yang tidak memuaskan. Utilitarian subjektif tertarik untuk memaksimalkan kepuasan

konsumen, maka mereka harus menentukan kesesuaian mutu dan tingkat

pengeluaran dari setiap pelayanan dengan berbagai keinginan individu dari

konsumennya. Reformis praktis mengejar mutu baik dari pelayanan dan klinis

melalui manajemen yang lebih baik sebagai prioritas utama reformasinya –

khususnya jika anggaran terbatas.

Kualitas merupakan karakteristik penting kinerja menengah yang

mempengaruhi status kesehatan dan kepuasan konsumen. Karakteristik mutu sistem

dipengaruhi oleh berbagai penentuan kebijakan. Bermacam-macam unsur dalam

organisasi sistem mempengaruhi kinerja. Sistem pembiayaan dan pembayaran serta

tata kelolanya menentukan insentif yang dihadapi para manajer. Penilaian mutu

sistem tidak sekadar “lebih banyak lebih baik”. Meskipun suatu sistem memproduksi

kualitas secara efisien, akan tetap ada pertanyaan tentang tingkat dan dimensi

kualitas yang akan memaksimalkan kemampuan masyarakat meraih tujuan.

Page 9: Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

Mengembangkan Fokus Persoalan Performa Strategis

Setelah mengemukakan kerangka pengenalan masalah yang dapat digunakan

para reformis sesuai situasi yang mereka hadapi, kami akan mengajukan beberapa

saran tentang masalah kinerja yang perlu diperhatikan. Pemilihan perumusan

masalah adalah langkah pertama dari proses panjang reformasi sektor kesehatan,

dan harus dilakukan dengan perhatian penuh pada dampak keputusan tersebut.

Proses reformasi sering kali dipicu oleh banyak peristiwa di luar kendali

reformis. Ekonomi merosot, dugaan dan/atau biaya kesehatan melunjak, terjadinya

perubahan politis, dan sebagainya. Kami mendorong para reformis untuk berupaya

mengambil inisiatif dan memberi pengaruh pada perumusan masalah yang

mendominasi diskusi politik maupun proses pengembangan kebijakan. Para reformis

harus menyadari bahwa orang biasanya memiliki banyak tujuan. Pertama, tujuan-

tujuan untuk masyarakat itu sendiri. Banyak orang yang turut serta dalam proses

reformasi yang memperhatikan pula konsekuensi untuk diri mereka sendiri dan

teman-temannya, untuk partai politik atau kelompok profesinya, untuk rumah sakit

atau departemennya, dan seterusnya. Konsekuensi-konsekuensi tersebut tidak

hanya bergantung pada masalah yang dipilih tetapi juga pada kebijakan yang

ditetapkan serta hasil-hasil yang mungkin timbul dari kebijakan tersebut. Perolehan

hasil jangka pendek dapat muncul dari sekadar mencoba memecahkan masalah,

namun peningkatan jangka panjang dalam perkembangan hasilnya, dan

penghargaan atas peningkatan tersebut, tergantung pada pencapaian reformasi

yang sebenarnya.

Untuk menegaskan prioritas yang ada, sebaiknya para reformis mengajukan

tiga pertanyaan kepada diri mereka sendiri sebagai bentuk pemaduan etika, politik

dan pertimbangan substantif dalam memilih fokus reformasi kesehatan:

• Peningkatan apa yang paling penting secara etis dalam kinerja sektor kesehatan?

• Wilayah kinerja rendah mana yang mungkin dapat dikerjakan seseorang?

• Konsekuensi politik seperti apa yang muncul jika mengurus persoalan ini?

Perhatian khusus kepada pertanyaan pertama mencakup pemberian prioritas

pada nilai-nilai. Pertanyaan kedua memerlukan pertimbangan tentang keberadaan

kebijakan atau program yang mungkin dapat diterapkan di suatu negara. Pertanyaan

ketiga menyangkut pertimbangan konsekuensi politis. Dengan demikian, saran kami

Page 10: Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

adalah: Mulai dengan hal-hal yang ingin dicapai dan perhatikan jika ada cara yang

mungkin dilakukan secara teknis dan dapat diterima secara politis untuk

mewujudkannya. Tuas kendali bukan satu-satunya kekuatan yang menentukan

kinerja sektor kesehatan. Mencari tahu tentang kebijakan yang efektif,

memungkinkan dan dapat diterapkan bukan pula hal yang mudah tanpa riset

mendalam pada wilayah permasalahan tertentu. Saran kami adalah pertimbangkan

pertanyaan tentang kemungkinan untuk dijalankan, sebaik mungkin sebelum

bertindak terlalu jauh. Para reformis sebaiknya menyadari hal-hal yang

dipertaruhkan sebelum menentukan sasaran yang kemungkinan suksesnya

cenderung mustahil. Kenyataannya, menentukan perumusan masalah tidak dapat

dilakukan dengan sudut pandang secara ringkas. Seharusnya pemilihan rumusan

masalah ini dipandang sebagai respon kepada keadaan seseorang atau kelompok.

Ketika reformis menentukan rumusan masalah, mereka biasanya

mempertimbangkan tentang cakupan. Cakupan yang sempit mungkin menimbulkan

reformasi yang relatif bertarget, sedangkan permasalahan yang lebih luas akan

membawa kita kepada agenda reformasi yang lebih rumit dan melebar. Pada saat

memikirkan cakupan masalah yang akan ditangani, para reformis dianjurkan untuk

memikirkan kemungkinan pelaksanaan administratif dan politis dari agenda yang

ada. Pada prakteknya, salah satu jalan yang dapat dilalui reformis adalah “penetapan

acuan/pengacuan (benchmarking)”, yaitu membandingkan kinerja nasional dengan

berbagai standar untuk melihat bagian-bagian kinerja yang tidak sesuai atau dapat

ditingkatkan. Proses ini dapat berupa:

• Pengacuan etis membandingkan kinerja dengan norma-norma etika umum

• Pengacuan internal membandingkan kinerja antara kelompok atau eilayah dalam

negara yang sama

• Pengacuan historis membandingkan kinerja dengan kinerja utama negara yang

bersangkutan

• Pengacuan eksternal membandingkan kinerja satu sama lain dari negara-negara

yang memiliki situasi serupa

Dua pembandingan pertama mengarah pada persoalan nilai-nilai etika. Tiga

pembandingan terakhir dapat membantu mengatasi masalah kemungkinan

Page 11: Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance and equity

pelaksanaan. Jika suatu negara, kita, atau di tempat lain kita pernah melakukannya

dengan baik maka itu berarti ada kemungkinan kita bisa meraih kemajuan.

Kebijakan perlu dinilai tidak hanya pada keefektifannya, tetapi juga pada

keefektifan biayanya. Biaya selalu menjadi bagian dari perumusan masalah, entah itu

secara implisit maupun eksplisit. Dalam proses pemilihan prioritas, pandangan teori

etis yang berlainan akan condong pada pertimbangan yang berbeda. Utilitarian

objektif akan fokus pada peningkatan yang hemat biaya pada semua status

kesehatan, sedangkan perhatian utama utilitarian subjektif adalah kepuasan

konsumen. Liberal egaliter akan fokus kepada status kesehatan dan ekonomi dari

kaum terendah di masyarakat. Selain kesehatan, perlindungan risiko finansial bagi

kaum miskin akan sangat berarti bagi mereka. Utilitarian objektif akan memandang

norma komunitas tertentu sebagai rintangan terhadap alokasi sumber. Tidak

semuanya menyetujui arti penting relatif dari klinik jika dibandingkan dengan mutu

pelayanan; namun tidak pula memberikan prioritas yang sama ketika memberikan

pilihan kepada pasien dalam proses perawatan. Maka dari itu, menentukan masalah

kinerja yang diprioritaskan merupakan suatu pilihan—sesuatu yang harus ditentukan

dengan penuh pertimbangan dan bijaksana.

Perumusan masalah—menentukan wilayah kinerja yang diberi perhatian

khusus—merupakan keputusan strategi yang penting bagi para reformis kesehatan.

Perumusan tersebut mempengaruhi pemusatan perhatian, tindakan-tindakan yang

akan dilakukan dan penilaian terhadap reformis yang bersangkutan. Pemutusan itu

adalah pilihan untuk mengalokasikan sumber-sumber terbatas politik dan sosial ke

dalam satu cara. Pilihan-pilihan seperti itu akan menimbulkan akibat di berbagai

tingkatan—mulai dari perseorangan dan organisasi yang terlibat hingga masyarakat

secara keseluruhan—dan harus dilaksanakan secara transparan dan menyenangkan.

Pencarian cara terbaik yang mungkin dilakukan reformis dalam menangani pekerjaan

sulit untuk mewujudkan reformasi sebenarnya merupakan proses itu sendiri.

Sumber : Chapter 6 dari Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving

Performance and equity