Chapter 43

120
Obat-obat kardiovaskuler (Nicoara A, Abel M, Bronheim D, Thys D. Cardiovascular drugs. In: Longnecker DE, Brown DL, Newman WM, Zapol WM, eds. Anesthesiology. New York: McGraw Hills; 2008. p.945-80) Kata kunci 1. Pasien-pasien dengan peningkatan tekanan darah preoperatif memiliki fluktuasi tekanan darah perioperatif yang berlebihan, yang mungkin berhubungan dengan EKG yang menunjukkan miokard infark. Pedoman The American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) tentang Perioperative Cardiovascular Evaluation for Noncardiac Surgery merekomendasikan pengobatan antihipertensi dilanjutkan selama periode perioperatif. Asuhan yang teliti harus dilakukan untuk mencegah β-Blocker dan Clonidine withdrawal karena memungkinkan terjadinya sindrom withdrawal katastropik. 2. Rekomendasi untuk pasien yang menggunakan diuretik, dihentikan pada hari diamana operasi akan berlangsung kecuali ada bukti yang menunjukkan kelebihan volume atau tanda dan gejala gagal jantung kongestif yang jelas. Pada pasien stabil dengan hipokalemia ringan sampai sedang yang kronik tanpa tanda atau gejala hipokalemia (contoh: kelemahan otot, ileus, dan nefropati) dan tidak dysrhythmias atau penggunaan digitalis, anestesi dan operasi bisa dilaksanakan. 1

description

anest

Transcript of Chapter 43

Obat-obat kardiovaskuler(Nicoara A, Abel M, Bronheim D, Thys D. Cardiovascular drugs. In: Longnecker DE, Brown DL, Newman WM, Zapol WM, eds. Anesthesiology. New York: McGraw Hills; 2008. p.945-80)

Kata kunci1. Pasien-pasien dengan peningkatan tekanan darah preoperatif memiliki fluktuasi tekanan darah perioperatif yang berlebihan, yang mungkin berhubungan dengan EKG yang menunjukkan miokard infark. Pedoman The American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) tentang Perioperative Cardiovascular Evaluation for Noncardiac Surgery merekomendasikan pengobatan antihipertensi dilanjutkan selama periode perioperatif. Asuhan yang teliti harus dilakukan untuk mencegah -Blocker dan Clonidine withdrawal karena memungkinkan terjadinya sindrom withdrawal katastropik.2. Rekomendasi untuk pasien yang menggunakan diuretik, dihentikan pada hari diamana operasi akan berlangsung kecuali ada bukti yang menunjukkan kelebihan volume atau tanda dan gejala gagal jantung kongestif yang jelas. Pada pasien stabil dengan hipokalemia ringan sampai sedang yang kronik tanpa tanda atau gejala hipokalemia (contoh: kelemahan otot, ileus, dan nefropati) dan tidak dysrhythmias atau penggunaan digitalis, anestesi dan operasi bisa dilaksanakan.3. -agonis memiliki efek yang sangat dibutuhkan seperti menurunkan konsenterasi alveolar minimum (MAC), analgesik, anxiolisis, sedasi, dan simpatolitik. Penelitian sekarang ini mengevaluasi efek perioperatif -agonis selama operasi noncardiac menunjukkan angka kejadian iskemi miokard perioperatif yang sedikit. Pedoman ACC/AHA menjelaskan kegunaan -agonis sebagai obat rekomenasi kelas IIb untuk mengontrol tekanan darah perioperatif atau menurunkan resiko pada pasien dengan penyakit jantung koroner (CAD) atau faktor resiko mayor CAD.

4. Selama periode perioperatif, pasien yang diberikan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors dan angiotensin II receptor blockers pada awal operasi memiliki peningkatan angka kejadian episode hipotensi yang membutuhkan pengobatan dengan vasopressor. 5. Secara perioperatif, introglicerin intravena mungkin digunakan untuk mengobati iskemik miokard, CHF, acute volume overload, hipertensi sistemik dan pulmonal, dan spasme arteri koroner. Hal ini meninngkatkan aliran darah menuju subendokardium dan area iskemik dengan cara menurunkan preload dan volume dan tekanan end-diastolic ventrikel kiri.6. Fokus saat ini pada -blockade perioperatif yang menyebabkan banyak bukti bahwa penggunaan profilaksis akan menurunkan iskemik dengan cara menurunkan kebutuhkan oksigen miokard yang disebabkan peningkatan stres dan pelepasan katekolamin pada periode perioperatif. Pedoman ACC/AHA menyatakan bahwa bilamana dimungkinkan pemberian -blockers dimulai beberapa hari atau minggu sebelum operasi elektif pada pasien dengan resiko atau tanpa bukti iskemik. Dosis harus dititrasi untuk mendapatkan denyut jantung istirahat antara 50-60 kali permenit.7. Calcium Channel Blockers mewakili bermacam-macam kelompok komponen yang memiliki struktur yang tidak sama dan efek farmakologi. Tidak seperti -blockers, yang aktivitasnya bergantung pada blokade reseptor. Tempat dan mekanisme aksi dari setiap calcium channel blockers bermacam-macam, yang individual aksinya pada jaringan berbeda. 8. Dekade terakhir, penggunaan sebagian besar obat antidysrhythmic telah dikaji ulang dan dibatasi sebagai bentuk peningkatan kewaspadaan terhadap potensial proarrhythmicdan keuntungan dalam teknik ablasi. Lebih lanjut, percobaan klinik saat ini telah mendemonstrasikan efek negatif pada survival pada banyak situasi ketika obat ini diberikan pada masa lampau. Akhirnya, cardiodefibrilators implan telah menggantikan sebagian besar obat antidysrhythmic pada tatalaksana ventricular dysarhythmias.9. Amiodarone dipertimbangkan sebagai salah satu obat antidysrhythmic paling efektif; akan tetapi, ini berhubungan dengan tingginya efek samping yang ditimbulkan. Pada keadaan intraoperatif dan postoperatif, amiodarnone intravena dapat digunakan untuk mengobati varietas aritmia ventrikuler dan supraventrikuler. Ini dapat digunakan untuk mengubah onset baru fibrilasi atrium menjadi sinus rhythm. Sebagai tambahan, penggunaannya direkomendasikan sebagai advanvanced cardiac life support (ACLS) sebagai pengobatan pulselessventricular tachycardia dan ventricular fibrillationrefractorytodefibrillation, stable ventricular tachycardia, wide-complex supraventricular tachycardia, dan atrial fibrillation.10.Beberapa penelitian telah menganalisa efek dari golongan statin pada kematian kardiovaskuler perioperatif dan pemberat pada pasien yang menjalani operasi noncardiac. Hasil dari penelitian ini, sebagian besar retrospektif, memperlihatkan penurunan kejadian atau kematian kardiovaskuler perioperatif.

Penyakit kardiovaskuler sering terjadi populasi umum, menyerang pada sebagian besar orang dewasa diata 60 tahun; pertumbuhan jumlah populasi kelompok umur diatas 65 tahun adalah yang paling cepat. Sebagai contoh, pada tahun 1994 ada 33.2 juta jiwa dengan kelompok umur 65 tahun keatas di Amerika Serikat, hampir 500,000 (1,5%) menderita infark miokard. Pada tahun 2030 diperkirakan lebih dari 70 juta jiwa pada kelompok umur ini, diperkirakan lebih dari 1 juta jiwa mengalami infark.Tidak ada penyakit mengancam jiwa lainnya yang lazim dan mahal untuk masyarakat, dan orang dengan kelainan kardiovaskuler kemungkinan besar akan meninggal akibat penyakitnya. Usia lanjut dan penyakit kronis, termasuk penyakit kardiovaskuler, tidak lagi dianggap sebagai batasan mayor terhadap prosedur pembedahan kompleks. Sebagai Anestesiologis, kami merawat pasein orang tua dan sakit setiap tahun. Pasien-pasien ini diobati secara rutin dengan beberapa pengobatan kronik, manajemen anastesi yang optimal bergantung pada pemahaman farmakologi yang mendalam dan pemahaman interaksi obat-obat cardioactive dengan obat anastesi kami.Bab ini membahas penggunaan obat-obat kardiovaskuler yang digunakan secara rutin dan pertimbangan anastesi yang berhubungan dengan kegunaannya.

ANTIHIPERTENSIAnalisis National Health and Nutritional Examination Survey data tahun 1999-2000 dan United State Census Bureau Information menyatakan bahwa ada 58-56 juta kasus hipertensi pada populasi dewasa di Amerika Serikat. Lebih lanjut, seiring dengan pertambahan umur populasi dan peningkatan insiden obesitas, ini akan terus bertambah.Dengan banyaknya golongan antihipertensi saat ini yang tersedia untuk pengobatan hipertensi esensial, pemilihan satu dibandingkan yang lainnya bergantung pada efektifitas obat yang telah terpercaya dalam masyarakat. Efek samping, dan penyakit penyerta. Sebagai contoh pasien dengan hipertensi dan angina secara rutin diberikan regimen yang terdiri dari agen penghambat -adrenergic dan calcium channel blockers. Individu penderita hipertensi dengan penyakit paru obstruktif kronik tatalaksananya dengan obat yang tidak meningkatkan tekanan bronkial. Pasien dengan hipertensi dan gagal jantung atau insufisiensi renal biasanya akan diobati dengan angiotensin-converting enzyme inhibitors atau angiotensin II receptor blockers. Beberapa pengobatan lebih berguna pada kombinasi dengan diuretik, walaupun diuretik dapat memperberat beberapa penyakit (contohnya gout). Sebagai tambahan, pasien seringkali memiliki toleransi obat kombinasi yang lebih baik dengan dosis rendah daripada pengobatan tunggal dengan dosis tinggi.Pasien dengan peningkatan fluktuasi tekanan darah perioperatif, yang mana mungkin berhubungan dengan bukti infark myokard pada EKG. Perioperatif infark myokard telah dihubungkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas jantung. Ahli anestesi telah mengamati kontrol tekanan darah preoperatif selama lebih dari satu generasi. Pedoman The American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) Guidelinesfor Perioperative Cardiovascular Evaluationfor Noncardiac Surgery untuk terapi medis merekomendasikan obat antihipertensi dilanjutkan selama periode perioperatif. Lebih lanjut, pemantauan yang teliti harus dilakukan untuk mencegah -blockers dan clonidine withdrawal akibat potensial katastropik withdrawal syndrome.

DIURETIKPasien dengan bukti penyakit kardiovaskuler sering diobati dengan regimen yang terdiri dari diuretik sebagai kontrol hipertensi, sebagai pengobatan gagal jantung kongestif, dan keadaan overload cairan, dan penyakit terkait. Diuretik obat yang paling sering digunakan saat ini..

TiazidDiuretik tiazid adalah antihipertensi yang paling sering digunakan karena menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler yang lebih besar dibandingkan golongan lainnya. Ini digunakan sebagai terapi utama pada pasien hipertensi, terapi tunggal atau kombinasi dengan salah satu golongan lainnya (angiotensin-conerting enzyme [ACE] inhibitors, angiotensin receptor blocklers [ARBs], -blockers, calcium channel blockers). Tiazid bekerja langsung pada tubulus distal dan tubulus conectivus, untuk menurunkan reabsorbsi sodium, klorida, dan air. Akan tetapi, ini bukan mekanisme langsung tiazid dalam mengobati hipertensi, penggunaan tiazid jangka panjang menghambat reabsorbsi maksimal 3-5% dari sodium yang terfiltrasi, memiliki efek kecil pada cardiac output, dan menurunkan volume plasma hanya sekitar 5%. Tekanan darah langsung turun akibat dilatasi arteriol sekaligus menstimulasi ekskresi sodium. Obat ni dapat digunakan untuk mengobati gagal jantung kongestif, edema sekunder akibat penyakit hati, diabetes insipidus, dan batu saluran kemih pada pasien hiperkalsiuria. Efek samping yang mungkin adalah hiperurisemia, hipokalsemia, hiperglikemi, hipotensi ortostatik, dysrhythmias, dan gout. Sekarang ini, studi menganjurkan dosis diuretik tiazid yang lebih rendah daripada dosis konvesional sudah efektif, dimana tidak menghasilkan atau hanya menghasilkan perubahan metabolisme yang minimal.Loop diuretik

Furosemide, bumetanide, ethacrynic acid, dan torsemide tidak berhubungan secara kimiawi tetapi bekerja di ginjal pada level medula dan korteks dari thick ascending limb loop Henle untuk mencegah reabsorbsi sodium, klorida, dan air. Hal ini mungkin bukan satu-satunya efek loop diuretik. Ketika diberikan secara parenteral, furosemide menyebabkan vasodilatasi sistemik dan menurunkan tekanan pengisian ventrikel kiri sebelum efek diuresis muncul. Loop diuretik secara substansial lebih kuat daripada diuretik tiazid dan diindikasikan sebagai pengobatan gagal jantung kongestif akut dan kronik, seperti pengobatan untuk edema hepatik ataupun ginjal. Loop diuretik kurang efektif dalam pengobatan hipertensi dibandingkan tiazid, kecuali untuk hipertensi akibat gangguan ginjal. Pada keadaan ini, retensi cairan berperan besar dalam peningkatan tekanan darah dan tiazid menjadi kurang efektif ketika laju filtrasi glomerulus (GFR) turun dibawah 20 mL/menit. Efek samping meliputi ototoksik, hipokalemia, hipomagnesemia, hiperurisemia, alkalosis metabolik, dehidrasi, dan hiponatremia. Pengobatan dengan loop diuretik dapat menurunkan kadar kalsium serum. Kombinasi dengan hidrasi, digunakan sebagai terapi akut hiperkalsemia. Terakhir, loop diuretik digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial dan mengubah gagal ginjal oligouri akut menjadi gagal ginjal nonoligouri.

potassium-sparing agents

Spironoloctone dan eperenone secara kompetitif menghambat reseptor mineralcorticoid. Dengan efek menghambat aldosteron pada tubulus kontortus dan sistem kolektivus, golongan ini menurunkan absobrsi sodium di ginjal, dan ekskresi potasium. Aktivitas natriuretic Potassium-sparing agentslemah secara relatif, mengakibatkan ekskresi maksimum hanya 1-2% dari sodium yang terfiltrasi. Oleh karena itu, golongan ini sering dikombinasikan dengan loop diuretik atau diuretik tiazid, yang mana untuk mengurangi kehilangan potasium atau untuk meningkatkan diuresis pada pasien dengan edema refrakter. Spironoloactone sangat efektif pada pasien dengan sirosis dan asites dan meningkatkan harapan hidup pasien dengan gagal jantung ketika diberikan bersama dengan terapi konvensional.Triamterene dan amiloride juga merupakan golongan potassium-sparing diuretics. Obat ini bukan penghambat aldosteron tetapi bekerja secara langsung pada tubulus kontortus distal untuk mencegah pertukaran sodium-potasium. Sama seperti spironoloactone, triamterene, dan amiloride dikombinasikan dengan tiazid untuk mengobati hipertensi dan untuk mengembalikan atau mencegah hipokalemia. Semua obat ini dapat menyebabkan hiperkalemia.Pertimbangan anestesiPertimbangan anestesi dengan diuretik utamanya berkaitan dengan efeknya terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit. Direkomendasikan kepada pasien yang menggunakan diuretik, dianjurkan untuk menghentikan diuretik pada hari operasi kecuali bukti yang menunjukkan adanya overload cairan atau tanda dan gejala CHF yang jelas. Karena volume intravaskuler dapat menurun setelah penggunaan diuretik, pemeriksaan fisis harus termasuk evaluasi tanda vital yang cermat, dengan perhatian khusus terhadap hipotensi ortostatik dan tanda dan gejala dehidrasi. Jika hipovolemi terjadi tidak diketahui, induksi anestesi dapat menyebabkan hipotensi yang signifikan dan takikardi. Diuretik dapat menyebabkan gangguan elektrolit yang hebat, dan kadar elektrolit serum harus dicek sebelum operasi. Pasien yang diterapi lama dengan loop diuretik atau tiazid mungkin telah menurunkan potasium total dan memperlihatkan kadar serum potasium yang rendah. Penggunaan potassium-wasting diuretics yang lama, khusus pasien dengan hipokalemia, hal ini berhubungan dengan peningkatan insiden dysrhythmias. Koreksi cepat pada pasien asimptomatik terhadap hipokalemia mild-to-moderate sebelum operasi tidak diindikasikan karena :1. Penggantian akut sendiri dapat berbahaya dan menyebabkan hiperkalemia yang mengancam nyawa2. Sedikit yang dapat dilakukan dengan koreksi cepat potasium total tubuh (Perbedaan kadar potasium serum antara 2.5 mEq/L dan 3.5 mEq/L sekitar 200-400 mEq pada individu dengan berat 70 kg.)3. Beberapa studi memperkirakan bahwa hipokalemia kronik tidak meningkatkan insiden dysrhytmias intraoperatif.4. Pada pasien stabil dengan mild-to-moderate hipokalemia kronik tanpa tanda atau gejala hipokalemia (seperti: kelemahan otot, ileus, dan nefropati), dan tidak adanya dysrhythmias atau penggunaan digitalis, anestesi dan operasi dapat dilakukan. Diuretik meningkatkan efek dari neuromuscular blocking agents.

CENTRALLY ACTING 2- AGONISTTabel 43-2 daftar 2- agonis kerja sentral

ClonidineClonidine adalah obat antihipertensi dengan aksi kerja kompleks. Efek utamanya adalah untuk mengaktifkan reseptor 2 sentral dan menurunkan norephinephrine (NE) yang dilepas oleh nervus simpatis terminal. Obat ini menyebabkan penurunan aliran simpatis dan level katekolamin sebesar 60-80%. Efek antihipertensi clonidine dihasilkan oleh kerja sebagai agonis reseptor imidazoline-1yang berlokasi di medulla rostral ventrolateral, area vasopresor dari descending reticular formation. Clonidine menurunkan denyut jantung, resistensi vesikuler sistemik, aktifitas renin plasma, dan kadar epinephrine, dan norepinephrine. Efek samping seperti hipotensi ortostatik, sedasi, dry mouth, dan dizziness. Clonidine perlu diperhatikan pada penghentian mendadak yang dapat menyebabkan sindrom withdrawal berat, termasuk rebound hipertensi atau krisis hipertensi. Kurang istirahat, insomnia, agitasi, nausea, dan berkeringat berlebih juga dapat muncul. Kelainan ini dapat muncul pada 18-36 jam setelah dosis terakhir. Transdermal clonidine patch dapat diberikan pada pasien yang tidak bisa mendapatkan pengobatan oral, dengan demikian dapat mencegah withdrawal. Pada pemberian oral, clonidine mencapai konsentrasi puncak plasma sekitar 90 menit, sedangkan pada pemberian topikal sekitar 2-3 hari untuk mencapai level terapeutik. Clonidine patch tersedia dengan ukuran 3.5,7.0 dan 10.5 cm, setara dengan dosis oral 0.1, 0.2, dan 0.3 mg/d. Clonidine juga dapat diberikan melalui intratekal atau epidural untuk meningkatkan efektivitas anastesi regional.2-agonis memiliki efek yang sangat diperlukan, seperti menurunkan konsenterasi alveolar minimun (MAC), analgesik, anxiolisis, sedasi, dan simpatolitik. Pada keadaan ini, clonidine menurunkan kebutuhan isoflurane dan narkotik intraoperatif, serta meningkatkan stabilitas hemodinamik. Sebagai tambahan, clonidine melemahkan aliran simpatis selama drug addiction withdrawal, walaupun tidak cukup data yang mendukung penggunaan klinisnya. Beberapa penelitian baru-baru ini mengevaluasi efek perioperatif klonidin pada operasi noncardiac yang menunjukkan kurangnya kejadian infark miokard selama perioperatif. Meskipun bukti yang mendukung penggunaan rutin 2-agonis tidak sekuat untuk perioperatif -blokade, pedoman ACC/AHA menjelaskan kegunaan 2-agonis sebagai obat rekomenasi kelas IIb untuk mengontrol tekanan darah perioperatif atau menurunkan resiko pada pasien dengan penyakit jantung koroner (CAD) atau faktor resiko mayor CAD.Sayangnya, efek clonidine bekerja panjang dan tidak dengan cepat kembali seperti semula jika terjadi hipotensi berat atau bradikardi.Saat ini, clonidine kembali tertarik digunakan karena efek analgesiknya, baik dengan pemberian tunggal ataupun dikombinasi.DexmedetomidineDexmedetomidine adalah agonis reseptor 2-adrenergik sangat selektif (terhadap 2 dan 1 , rasio selektivitasnya 1600:1) dengan properti farmakologis yang mirip dengan clonidine. Obat ini menurunkan aliran simpatis yang berhubungan dengan penurunan denyut jantung dan tekanan darah. Seperti clonidine obat ini menghasilkan efek anxiolysis, dan sedasi dengan depresi pernapasan minimal. Dexmedetomidine dan 2-agonis lainnya diketahui mengganggu proses nosiseptif perifer, di medula spinalis, dan pada daerah supraspinal, dengan demikian dapat menjelaskan efek analgesiknya.Dexmedetomidine diberikan secara intravena kontinyu dan dosisnya harus dibedakan dari yang lain dan dititrasi untuk mencapai efek yang diinginkan. Pada pasien dewasa, pengobatan secara umum diberikan dengan loading infus 1 g/kg dalam 10 menit, diikuti infus maintenance 0.2-0.7 g/kg/jam. Infus maintenance disesuaikan untuk mencapai efek sedasi yang diinginkan. Ini tidak diindikasikan untuk lebih dari 24 jam. Ketika dexmedetodine diberikan untuk jangka panjang kemudian dihentikan tiba-tiba, gejala withdrawal dapat muncul seperti yang dilaporkan pada clonidine (seperti gelisah, agitasi, sakit kepala, peningkatan tekanan darah yang cepat). Selama pemberian loading dose, transient hypertension terjadi akibat tingginya kadar konsenterasi dexmedetodine yang menyebabkan efek awal vasokonstriksi perifer karena aktivasi dari 2-adenoreceptor yang berlokasi di sel otot halus pada pembuluh darah. Pengobatan tidak selalu dibutuhkan pada hipertensi ini, meskipun menguntungkan jika infus loading diturunkan. Dexmedetodine dapat menurunkan MAC lebih dari 50% sehingga menurunkan kebutuhan anastesi. Karena efek sedasi-analgesik, ini telah digunakan untuk menangani kesulitan airway, dipersiapan anastesi untuk prosedur bangun serta sedasi dan penyapihan ventilator di ICU .MivazerolMivazerol, 2-agonis intravena lainnya yang diberikan secara infus kontinyu (selektivitas reseptor 2-terhadap-1 119:1), juga telah diteliti bahwa melindungi miokard pada perioperatif.-Methyldopa-Methyldopaadalah agen hipertensi yang dulu banyak digunakan. Obat ini merupakan farmakologi metabolit aktif, -methylnorepinephrine, adalah 2-agonispoten yang menstimulasi reseptor 2 postsinaps di batang otak. Obat ini menurunkan aliran simpatis dan resistensi vesikuler sistemik. Sama seperti clonidine, -methyldopa sebaiknya digunakan bersama diuretik untuk mencegah toleransi sekunder terhadap ekspansi volume. Efek samping yang sering muncul seperti hipotensi ortostatik, dizziness, sedasi, dry mouth, kongesti nasal, sakit kepala, dan impotensi. Efek samping yang jarang muncul, tetapi lebih serius, seperti leukopenia, hepatitis, trombositopenia, dan lupus-like syndrome.Rebound syndromes dapat muncul akibat pemberhentian -methyldopa, tetapi lebih jarang terjadi dibandingkan dengan clonidine. Pasien postoperatif yang tidak bisa mendapatkan terapi oral dapat diberikan -methyldopa secara intravena.Guanabenz dan GuanfacineGuanabenz dan Guanfacine adalah agonis yang bekerja sentral dan pertimbangan anestesi sama seperti pada clonidine, termasuk sindrom withdrawal.

PERIPHERALLY ACTING SYMPATHOLYTIC AGENT-adrenergic blockersTable 43-3 daftar agen - adrenergic blocking

Prazosin, tetrazosin, dan doxasozin secara kompetitif memblok reseptor 1-adrenergic di otot halus pembuluh darah, fungsi kardiovaskuler utamanya menyebabkan dilatasi arteri dan vena. Obat-obat ini menurunkan tekanan darah dengan sedikit efek pada aliran pembuluh darah otak dan ginjal atau menurunkan denyut jantung. Tidak munculnya takikardi menyebabkan obat ini sangat berguna dibandingkan dengan -blockers nonselektif seperti phentolamine. Prazosin, tetrazosin, dan doxazosin telah digunakan untuk pengobatan hipertensi dan menurunkan afterload pada pasien dengan CHF. Saat ini, obat-obat tersebut sering dan berhasil digunakan sebagai pengobatan benign prostatic hypertrophy. Efek samping seperti hipotensi ortostatik, dizziness, dan bahkan sinkop nyata setelah pemberian dosis awal, khususnya pada pasien yang telah mendapatkan obat antihipertensi lainnya. Efek samping secara signifikan dapat dikurangi dengan penggunaan dosis awal yang kecil, dosis berikutnya akan ditoleransi. Disamping itu, efek samping yang jarang muncul seperti palpitasi, sakit kepala, sedasi, dry mouth, gejala gastrointestinal, takikardi, dan edema. Sama seperti clonidine dan minoxidil, diuretik harus ditambahkan untuk mencegah retensi cairan ketika obat ini digunakan sebagai agen antihipertensi.Phenoxybenzamine dan phentolamine adalah nonkompetitif, antagonis nonselektif. Mengingat phenoxybenzamine memiliki waktu paruh 24 jam, phentolamine memiliki waktu aksi 10-15 menit, maka baik diberikan secara infus intravena. Phenoxybenzamine sebagian besar digunakan untuk kontrol jangka panjang untuk hipertensi akibat pheochromacytomas. Phentolamine digunakan secara intravena untuk tatalaksana perioperatif untuk hipeertensi akibat pheochromacytomas dan melawan efek sekunder yang mengganggu dari obat-obat ekstavasasi (contohnya norepinephrine, dopamine). Efek samping yang sering muncul seperti hipotensi dan takikardi. Takikardi akibat aktivasi refleks baroreseptor dan blokade reseptor 2 presinaps mengganggu penghambatan respon normal pelepasan norepinephrine.Adrenergic Neuronal Blocking AgentsGuanethidine dan guanadrel adalah agen antihipertensi yang dulu sering digunakan. Penggunaannya saat ini telah dibatasi karena efek samping yang ditimbulkan. Obat-obat ini adalah penghambat neuron adrenergik postganglion selektif; akan tetapi mekanisme aksi sebenarnya belum diketahui secara jelas. Guanethidine diangkut secara aktif ke dalam neuron, dimanaterakumulasi dalam vesikel penyimpanan neuronal dan meyebabkan penurunan penyimpanan norepinephrine. Walaupun penyimpanan norepinephrine menurun, efek antihipertensi guanithidine tidak bergantung pada penurunan ini. Mekanisme aksi utama mungkin untuk menghambat transmisi saraf pada neuronal luar atau membran vesikuler. Pada menggunaan jangka panjang, terjadi penurunan resistensi vesikuler perifer.Efek samping termasuk ekspansi volume intravaskuler, diharuskan penggunaan bersama diuretik, dan juga hipotensi ortostatik dan hipotensi akibat olahraga, diare, dan disfungsi seksual. Antideprasan trisiklik, amphetamine, chlorpromazine, dan ephedrine dapat terganggu efektifitasnya akibat mekanisme uptake guanethidine. Guanethidine kontraindikasi pada pasien dengan pheochromacytomas dan sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mendapat pengobatan monoamine oxidase (MAO) inhibitors.Implikasi anestesi dari guanethidine menyebabkan penurunan konsenterasi norepinephrine, yang dapat menyebabkan farmakologikal ekuivalen dari hipersensitivitas penghambatan saraf. Oleh karena itu, direct-acting simpatomimetik dapat menyebabkan respon hemodinamik yang berlebihan. Penurunan penyimpanan norepinephrine jaringan neuronal mengakibatkan agen indirect-acting kurang efektif.Reserpine adalah alkaloid Rauwolfta, merupakan agen antihipertensi efektif yang pertama.Obat ini menyebabkan efek antihipertensi pada neuron postganglion. Diperkirakan kerja reserpine berhubungan dengan inhibisi norepinephrine dan dopamine uptake kedalam vesikel terminal, menghasilkan peningkatan degradasi norepinephrine dan menurunkan konversi dopamine menjadi norepinephrine.Reserpine melewati sawar darah otak dan menurunkan serotonin dan dopamine sistem saraf pusat (SSP). Meskipun efek ini tidak berhubungan dengan efek antihipertnsinya, hal ini mungkin merupakan mekanisme mengapa reserpine menyebabkan depresi, mimpi buruk dan sedasi.Oleh karena vasodilatasi, obat ini dapat meningkatkan volume intravascular, sehingga penggunaan obatdiuretik wajib diberikan. Seperti guanethidine, reserpine menginduksi deplesi norepinefrin membuat efedrin dan obat indirek lainnya menjadi kurang efektif sehingga efek agonis direk perlu ditekankan.

VASODILATOR

HydralazineHydralazine adalah salah satu antihipertensi paling lama yang masih digunakan. Obat ini adalah vasodilator arteriolar direk dengan sedikit atau tanpa efek vasodilator vena sirkulasi. Meskipun ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker (ATR) yang paling sering digunakan, hydralazine masih tetap digunakan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat tersebut, selama kehamilan dan secara intravena. Beberapa mekanisme aksi telah menunjukkan efek langsung pada otot polos arteriolar, termasuk mencegah akumulasi ion Ca2+ bebas di intraselular dan menyebabkan influx kalsium, dan meningkatkan produksi nitric oxide (NO).Sebagai respon dari vasodilatasi arteriolar, melalui baroreseptor maka akan terjadi peningkatkan volume plasma, denyut jantung, curah jantung dan volume sekuncup sering disertai dengan edema vasodilatorik. Sebagai hasilnya, b-blocker dan/atau diuretic diberikan bersama-sama untuk meminimalkan stimulasi reflex simpatis dan retensi cairan. Penambahan ACE inhibitor atau ARB lebih menguntungkan daripada diuretic untuk mengontrol edema vasodilatorik jika pasien dapat mentoleransi obat ini. Efek samping tambahan termasuk palpitasi, sakit kepala, flushing, kongesti nasal dan pada pasien dengan penyakit jantung koroner dapat memperberat angina. Karena hydralazine dimetabolisme oleh asetilasi di hati, pada dosis yang tinggi, khususnya dengan asetilator yang lambat, makan dapat menyebabkan gejala mirip lupus, tapi bersifat reversible jika pengobatan dihentikan. Obat ini dapat diberikan secara oral, IV atau intramuscular (IM) dan dapat digunakan untuk pengobatan hipertensi, gagal jantung kongestif (CHF) dan preeklampsi. Pada perioperative, hydralazine dititrasi secara intravena untuk kontrol hipertensi. Karena obat ini membutuhkan sampai 30 menit untuk dosis intravena sampai efek penuhnya, maka obat ini harus diberikan pada dosis yang dibagi sesuai interval waktunya.MinoxidilMinoxidil, seperti hydralazine adalah vasodilator direk arteri yang tidak memberikan efek pada sirkulasi vena. Obat ini berperan dengan membuka kanal adenosine trifosfat-sensitif kalium pada sel otot polos vaskular, Obat ini digunakan untuk mengontrol hipertensi yang resisten pada rejimen multiobat. Seperti hydralazine, minoxidil dapat meningkatkan denyut jantung dan menyebabkan retensi cairan. Untuk meminimalkan efek ini, maka diberikan diuretic dan b-blocker. Efek samping lainnya adalah hirsutisme wajah, hipertrichosis, dan jarang efusi perikard.Sodium NitroprussideSodium nitropusside (SNP) membuat dilatasi arteriol dan vena dan merupakan salah satu obat parenteral paling efektif untuk penanganan hipertensi darurat dan gagal jantung kongestif akut. Disisi lain pada nitrat organik, yang membutuhkan komponen yang khusus mengandung thiol tingi untuk menghasilkan NO, SNP secara spontan menghasilkan NO. Pada otot polos vaskular, NO mengaktivasi enzim guanylate cyclase yang membuat peningkatan cyclic guanosine monophosphate (cGMP) intraselular, yang akan menginhibisi masuknya kalsium ke dalam sel otot polos dan dapat meningkatkan uptake kalsium oleh reticulum endoplasma dan menyebabkan vasodilatasi.Semetara menghasilkan NO, SNP berinteraksi dengan oksihemoglobin untuk menghasilkan scyanmethemoglobin dan ion sianida. Ion sianida diubah menjadi thiosianida melalui transsulfurasi dalam hati oleh enzim rhodanese, yang mana menggunakan ion thiosulfate sebagai donor sulfur. Dalam pemberian infuse SNP melebih 2 mikrogram/kg/menit, donor sulfur dan methemoglobin akan berkurang dan radikal sianida akan berakumulasi dan meyebabkan klinis toksik sianida dengan berikatan dan menginaktviasi oksidasi sitokrom jaringan. Hal ini mencegah fosfolirasi oksidatif, sehingga menghasilkan hipoksia jaringan dan kematian sel walaupun terdapat oksigen yang adekuat. Karena kapasitasi thiosulfate terbatas dalam metabolisme sianida, infusi sodium thiosulfate diberikan untuk mencegah toksisitas. Thiocyanate sendiri dapat menyebabkan toksisitas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, tapi hanya pada konsentrasi yang jarang terjadi. Obat lain yang digunakan untuk menangani toksisitas sianida adalah natrium nitrit, yang mengubah hemoglobin di methemoglobin dan hidroxocobalamin. Methemoglobin dan hidroxocobalamin mengikat radikal sianida, membentuk cyanmethemoglobin dan sianocobalamin.SNP emmberikan efek vasodilatasi vena dan arteri direk dengan dosisn tertentu yang akan menurunkan tekanan darah dan menurunkan resistensi vaskular sistemik. Obat ini menyebabkan vasodilatasi pulmonal, menurunkan resistensi vaskular pulmonal dan secara langsung menginihibisi vasokonstriksi hipoksik pulomnal (HPV). Efek pada curah jantung tergantung dari volume akhir diastolik. Dengan menignkatnya volume akhir diastol, seperti pada pasien CHF, curah jantung akan menignkat dimana dengan volume normal, curah jantung tidak akan berubah. SNP dapat menghasilkan coronary steal dengan mengubah arah/shunting darah menjauh dari area iskmeik. Sebagai tambahan, meskipun SNP mengganggu agregasi platelet dengan NO pada dosis tertentu, durasi dari efek ini hanya berlangsung 5-25 menit. Efek yang penting dari obat ini masih dipertanyakan, dimana penelitian masih belum menunjukkan kehilangan darah atau transfuse darah dengan penggunaan SNP.SNP memiliki onset cepat dan durasi aksi yang sangat pendek (1-2 menit) sehingga membutuhkan keahlian dalam titrasi.SNP merupakan obat yang popular untuk menginduksi hipotensi intraoperatif. Pertimbangan mengenai toksisitasnya membuat ahli anestesi memberikan juga b-adrenergik blocker, CCB, nitrogliserin untuk mempertahankan kecepatan infusi SNP kurang dari 2 mikrogram/kg/menit.SNP juga memiliki kegunaan untuk hipertensi emergensi, penanganan gagal jantung akut dan kongestif, pheochromocytomas dan kontrol tekanan darah selama operasi aorta dan jantung.

VASODILATOR LAINNYAFenoldopamFenoldopam, selective dopamine type 1 (DA1) receptor agonist pertama yang digunakan untuk waktu pendek (smapai 48 jam) untuk penangnaan intravena hipertensi berat di rumah sakit. Obat ini lebih poten daripada dopamine pada reseptor DA1, tapi tidak bertindak sebagai agonis pada dopamine tipe 2 (DA2) reseptor atau pada reseptor dan .Fenoldopam menurunkan tekanan darah tanpa meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Obat ini membuat dilatasi berbagai arteri termasuk arteri koroner, arteriol aferen dan eferen ginjal dan arteri mesenteric. Sebagai hasilnya, obat ini menyebabkan peningkatan aliran darah ginjal, creatinine clearance, aliran urin dan ekskresi natrium. Fenoldopam dapat digunakan secara aman untuk hipertensi emergensi dan bermanfaat untuk pasien dengan insufisiensi ginjal. Infusi dimulai dengan 0.1 mikrogram/kg/menit dan dititrasi dengan interval 15 menit, tergantung padarespon tekanan darah . Meskipun fenoldopam dapat dipertimbangkan untuk kontrol tekanan darah perioperative, obat seperti nitroprusside lebih mudah dititrasi dan lebih baik untuk kontrol tekanan darah menit per menit selama periode perioperative.Fenoldopam seharusnya diberikan secara hati-hati pada pasien dengan glaucoma atau tekanan inrtaokular yang tinggi karena obat ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraocular. Efek samping terkait dengan efek vasodilatasi adalah sakit kepala, pusing, takikardi atau bradikardi.Karena efek renoprotektifnya, beberapa penelitian telah menginvestigasi kegunaan fenoldopam sebagai profilaksis gagal ginjal akut pada operasi jantung dengan bypass kardiopulmonal atau transplantasi hepar. Hasilnya menjadi kontroversial, semerntara beberapa penelitian menunjukkan fungsi ginjal dipertahankan pada pasien dengan risiko disfungis ginjal setelah operasi jantung atau transplantasi hepar ketika fenoldopam dosis rendah digunakan pada periode perioperatif, sementara yang lainnya menunjukkan tidak ada perbedaan pada hasil klinis dibandingkan dengan dopamine.

Elcosanoid.Prostaglandin E1 (PGE1) dan prostacyclin (PGI2) adalah vasodilator direk pada reseptor spesifik prostanoid pada otot polos vaskular. Meskipun obat ini menghasilkan efek reduksi pada resistensi vaskular sistemik, penggunaan paling umum dari obat ini adalah efeknya untuk pembuluh darah pulmonal. PGE1 digunakan untuk pada neonates atau bayi untuk secara selektif mendilatasi dan mempertahankan patensi ductus arteriosus. PGI2 digunakan untuk penanganan jangka panjang hipertensi pulmonal primer.

ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITOR

ACE inhibitor telah digunakan secara suskes untuk penanganan hipertensi, insufisiensi ginjal dan gagal jantung kongestig. Obat ini secara umum ditoleransi dengan baik, dan memberikan sedikit efek samping.Obat ini menginhibisi enzim yang mengubah angiotensin 1 menjadi vasokonstriktor poten, angiotensin II (gambar 43-1). Hal ini menurunkan angiotensin II plasma yang menyebabkan vasodilatasi pada kapasitans vena dan resistensi arteriolar tanpa reflex yang meningkatkan denyut jantung.ACE inhibitor juga menurunkan kadar aldosterone, potensial untuk vasodilatasi sistem kallikrein-kinin dan mempengaruhi kadar prostaglandin. Efek samping obat ini adalah hipotensi, gagal ginjal akut, dan hiperkalemi. Komplikasi lainnya adalah, batuk, bronkospasme, edema angioneuretik dan reaksi anafilaktoid dimana terkait dengan peningkatan kadar kinin karena ACE juga merupakan kininase. Penurunan presipitasi pada tekanan darah dapat terjadi pada saat memulai terapi, terutama pada pasien hipovolemik.Pada pasien dengan dengan fungsi ginjal yang normal, ACE inhibitor secara umum meningkatkan konsentrasi kalium plasma secara kurang dari 0.5 mEg/L. Hiperkalemi yang berlebih dapat terjadi pada pasien dengan gangguan ginjal, penggunaan bersama dengan diuretic hemat kalium atau obat NSAID dan pada pasien tua. Penurunan fungsi ginjal dapat muncul pada pasien dengan stenosis arteri renal bilateral, hipertensi nefrosklerosis, gagal jantung kongestif, penyakit polikistik ginjal atau insufisiensi renal kronik. Selain itu, sebagai hasil dari efek progresi penyakit jantung diabetik dan non diabetik, peningkatan kreatinin serum sebanyak 35% dari batas normal masih dapat diterima kecuali terjadi hyperkalemia.

Gambar 43-1 Skema dari sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem kallikrein-kinin dan interaksinya dengan angiotensin-converting enzyme.

Sebagai tambahan untuk menurunkan tekanan darah, ACE inhibitor menurunkan progresi disfungsi jantung pada gagal jantung , menurunkan progresi penyakit ginjal kronik, meningkatkan survival setelah infark miokard dengan menurunkan fungsi sistolik, dan menginduksi regresi hipertrofi ventrikel kiri. Oleh karena itu, obat ini sering digunakan sebagai pilihan antihipertensi. Obat ini juga meningkatkan kadar kinin yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin, dan menurunkan kadar glukosa darah pada pasien dengan diabetes tipe 2.Selama periode perioperative, pasien yang diberikan ACE inhibitor sejak awal operasi telah meningkatkan angka hipotensi yang membutuhkan tambahan vasopressor.

ANGIOTENSIN II RECEPTOR BLOCKER

Terdapat dua subtype angiotensin II receptor, yaitu AT1 dan AT2, yang keduanya memiliki afinitas yang tinggi terhadap angiotensin II. AT1 memediasi efek vasokonstriktor angiotensin II dan mungkin menginduksi perumbuhan ventrikel kiri dan dinding arteri. Reseptor AT2 memiliki peran yang masih belum dimengerti.ARB adalah blocker yang selektif untuk reseptor AT1 pada membran sel. ARB telah digunakan untuk penanganan hipertensi, dimana obat tersebut memiliki efek yang dengan efek monoterapi obat antihipertensi lainnya, termasuk ACE inhibitor. Nyatanya, ARB lebih efektif daripada b-blocker untuk menurunkan risiko jangka panjang morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. ARB memperlama survival pasien gagal jantung dengan gagal jantung sistolik yang tidak bisa toleransi dengan ACE inhibitor dan pasien yang diobati dengan ARB dan ACE inhibitor. Dua percobaan besar menunjukkan manfaat yang jelas untuk proteksi renal dengan ARB pada pasien dengan nefropati yang dikarenakan oleh diabetes tipe 2, meskipun percobaan ini tidak membandingkan ARB dengan ACE inhibitor.Angiotensin II receptor blocker secara umum ditoleransi. Obat ini menunjukkan efek samping yang mirip dengan ACE inhibitor dengan pengecualian yang berhubungan dengan kinin, seperti batuk, dimana merupakan alasan utama pasien berhenti menggunakan ACE inihibitor. Tidak seperti ACE inhibitor, obat ini efektif dan aman untuk pengobatan hipertensi disertai gejala asma. Akan tetapi, didapatkan beberapa kasus terjadi angioedema pada pasien yang mendapatkan losartan, yang muncul dengan bengkak pada mulut, lidah, faring dan kelopak mata dan bahkan kadang terjadi obstruksi laring. Oleh karena itu, dokter harus berhati-hati dalam memilih obat antihipertensi untuk pasien yang telah berhenti menggunakan ACE inhibitor karena angioedema.Sama dengan ACE inhibitor, pasien yang mendapatkan ARB cenderung untuk mengalami hipotensi intraoperative. Penelitian pada pasien operasi vaskular menunjukkan peningkatan yang signifikan pada jumlah episode hipotensi pada pasien yang mendapatkan ARB sebelum operasi dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan b-blocker atau calcium channel blocker.

DIGITALISLebih dari 200 tahun setelah William Withering mempublikasikan An account of the foxglove and some of its medical uses, digoxin tetap menjadi obat jantung yang selalu dipakai.Mekanisme aksi dari glikosida kardiak unik. Senyawa tersebut mengikat dan secara langsung menginhibisi membran yang terikat dengan pompa ATPase natrium-kalium dari sel miokard, menyebabkan peningkatan natrium intraselular dan penurunan kalium intraselular. Peningkatan natrium intraselular mengubah gradien konsentrasi natrium dan menyebabkan penurunan pertukaran natrium ekstraselular untuk kalsium intraselular. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium intraselular, menyebabkan peningkatkan kinerja kontraktil miosit (meningkatkan velositas pemendekan otot) dan fungsi sitolik ventrikel kiri. Digitalis tetap menjadi obat inotrope yang paling banyak dipakai untuk penggunaan kronik oral dan menunjukkan penurunan gejala CHF serta penurunan rawat inap. Tidak seperti inotrope, penggunaan digitalis tidak berhubungan dengan peningkatan mortalitas.

Glikosida kardiak memiliki efek elektrofisiologik. Digitalis secara tidak langsung memperbaiki tonus parasimpatetik dan menyebabkan penurunan aktivitas simpatis jantung.Efek ini merupakan alasan mengapa digitalis efektif untuk penanganan disritmia supraventrikular. Dengan mempengaruhi pompa ATPase natrium-kalium, digitalis juga memiliki efek konduksi yang tidak tergantung pada vagal tone. Pada subjek normal, digoxin juga memiliki efek yang kecil pada nodus sinoatrial (SA). Obat ini secara aman dapat digunakan pada pasien dengan sinus bradikardi tanpa menurunkan denyut jantung. Akan tetapi pasien dengan bukti adanya sick sinus syndrome yang diberikan digitalis akan memperpanjang konduksi nodus SA dan waktu recovery/kembali.Efek utama digitalis pada nodus atrial dan atrioventrikular (AV) jaringan dimediasi secara vagal. Pada manusia, dosis terapeutik menurunkan velositas konduksi dan tidak memiliki efek atau meningkatkan periode efektif refraktori atrial. Digitalis menyebabkan perpanjangan pada waktu konduksi dan periode efektif refraktori dari nodus AV. Pada jalur aksesorius, pasien dengan Wolff-Parkinson-White (WPW) syndrome, digitalis dapat menurunkan periode refraktori dari jalur antegrade tanpa mempengaruhi jalur retrograde. Oleh karena itu, obat ini tidak seharusnya digunakan pada pasien dengan WPW syndrome. Pada ventrikel, digitalis memperpendek periode efektif refraktori.Digitalis memiliki indeks terapeutik yang sangat rendah. Pada kadar toksik, menyebabkan anoreksia, nausea, lemas, gangguan visual dan kebingungan, digitalis dapat menyebabkan gangguan konduksi yang berat. Manifestasi EKG dapat menunjukkan sinus bradikardi atau blok eksit nodus SA, blok AV, konrtaksi prematur atrium, takikardi junctional, kontraksi prematur ventrikel, takikardi ventrikel dan fiibrilasi.Faktor tertentu seperti insufisiensi ginjal, abnormalitas elektrolit (hypokalemia, hipomagnesemia, dan hiperkalsemia), hipotiroidisme, penyakit pulmonal, dan interaksi farmakokinetik dengan obat lain yang dapat mempengaruhi metabolisme digoxin (quinidine, siklosporin, verapamil, rifampin) dapat meningkatkan risiko intoksikasi digitalis.Pengobatan toksisitas digitalis termasuk beberapa pengukuran, dari menghentikan dosis sampai secara agresif menangani hypokalemia dan hipomagnesemia, terapi oral dengan arang aktif atau penempatan pacemaker transvenous pada pasien dengan gejala bradikardi atau disosiasi AV. Transvenous cardiac pacing dapat menyebabkan disritmia jantung dan deteriorasi jantung dan harus jika memungkinkan, dihindari. Ektopi atrium, junctional dan ventricular diterapi denan fenitoin atau procainamide. Ektopi ventrikel biasanya ditangani dengan lidokain. Data anekdot menunjukkan bahwa magnesium, bretylium dan amiodarone dapat menekan disritmia berat yang mengancam jiwa meskipun amiodarone sendiri dapat meningkatkan kadar digoksin menjadi 100%. Secara umum, obat uang dapat meningkatkan kadar digitalis serum (contoh quinidine, propafenone, verapamil) dan pemberian garam kalsium harus dihindari.Ketersediaan fragmen Fab spesifik digoksin secara dramatis dapat mengubah terapi untuk toksisitas yang berat. Fragmen Gab berikatan pada digoksin di intravascular dan jaringan. Kompleks fragmen Fab digoksin berukuran kecil, dan secara cepat dapat diekskresi dengan filtrasi glomerulus pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal. Berbagai penelitian menunjukkan dukungan pada respon terhadap fragmen antibodi spesifik digoksin.Indikasi terapeutik untuk penggunaan digitalis adalah untuk mengontrol denyut jantung pada pasien fibrilasi atrium atau flutter atrium dan penanganan gejala gagal jantung kongestif.Dosis biasa dari digoxin adalah sekitar 0.25 mg/hari, dengan setengah dosis diberikan pada pasien yang sudah tua (>65 tahun) dan pasien dengan insufisiensi ginjal. Ketika terapi akut dibutuhkan, loading dose adalah 1-1.5 mg diberikan selama 24 jam. Digoksin yang menyebabkan aritmia dan manifestasi toksik lainnya akan meningkat ketika konsentrasi digoksin plasma meningkat diatas 2.0 ng/mL, diatas batas normal.Disritmia sering muncul selama periode perioperative. Pada pasien yang menerima terapi digitalis, kemungkinan toksisitas digitalis serta asal disrimia, harus selalu dipertimbangkan. Hal ini dapat memperlambat pemberian obat (contoh verapamil) yang dapat meningkatkan kadar digitalis serum atau menunda penggunaan kardioversi, yang mana dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel dengan adanya toksisitas digitalis. Pertimbangan ini menjadi lebih signifikan jika kita menyadari bahwa inotrope kuat dan antidisritmia dengan waktu paruh lebih pendek dari digitalis dibtuhkan pada pemberian akut jika dibutuhkan.Beberapa data menunjukkan bahwa halothane, enflurane, ether, methoxyflurane, ketamin, droperidol, dan curare dapat menunurkan kemungkinan digitalis induksi disritmia ventrikel. Thiopental dan fentanyl tidak memiliki efek, sedangkan succinylcholine, neostigmine, dan diazepam dapat menginduksi disritmia pada pasien yang menerima digitalis. Tidak laporan yang menunjukkan interaksi digoksin dengan sevoflurane atau desflurane. Lebih penting untuk didiskusikan adalah hubungan digitalis-disritmia dan toksisitasnya khususnya untuk mencegah terjadi hypokalemia, gangguan keseimbangan asam-basa, hipoksia, hiperkalsemia, dan kelebihan katekolamin, serta menghindari pengobatan yang dapat meningkatkan kadar digitalis serum secara akut.

ANTIANGINALSTiga kelompok obat yaitu nitrat, b-adrenergik blocker, dan calcium channel bloker atau kombinasi adalah jenis obat yang efektif dan secara umum digunakan untuk menangani angina. Memiliki kelas obat atau obat tertentu dari suatu kelas, tergantung dari toleransi efek samping setiap pasien, fungsi ventrikel, adanya atau tidak adanya penyakit konduksi dan indikasi atau kontraindikasi realtif yang disebabkan oleh penyakit lain.NitratNitrat dalam berbagai bentuk telah digunakan untuk penanganan dan pencegahan angina untuk lebih dari 100 tahun. Nitrat merupakan dilator poten untuk otot polos vaskular yang mempengaruhi kapasitans vena lebih dari resistensi arteri.Efek hemodinamik lainnya adalah menurunkan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri, resistensi vaskular pulmonal, dan tekanan akhir diastol ventrikel kanan. Penurunan pada tekanan arterial rerata biasanya hanya sedikit atau lebih kecil dibandingkan parameter hemodinamik lainnya. Dosis rendah memiliki sedikit efek pada curah jantung dan denyut jantung pada pasien dengan volume intravascular yang normal atau meningkat. Pemberian nitrat yang cepat atau tinggi, khususnya pada pasien dengan keadaan volume-contracted, dapat menurunkan tekanan akhir diastol ventrikel kiri, volume sekuncup, curah jantung dan tekanan arterial rerata dan menyebabkan peningkatan reflex pada denyut jantung dan tonus simpatetik. Nitrogliserin menginhibisi vasokonstriksi hipoksik pulmonal tapi lebih kecil dibandingkan dengan nitroprusside.Penggunaan nitrogliserin sebagai antianginal sebenarnya berkaitan dengan hubungan suplai oksigen miokard dan kebutuhan. Dengan meningkatkan kapasitans vena, dan menyebabkan penurunan tekanan dan volume diastolik akhir ventrikel kiri, nitrogliserin menurunkan tegangan dinding sistolik ventrikel, yang mana merupakan penentu utama untuk konsumpsi energi miokard.Manfaat tambahan dari nitrat adalah dengan memperbaiki aliran dari area iskemik. Efek ini terkait dengan tekanan perfusi miokard yang lebih tinggi, yang berasal dari tekanan diastolik ventrikel kiri yang lebih rendah dan redistribusi aliran darah koroner ke jaringan subendokardium. Hal ini menghasilkan peningkatan rasio endocardium ke epikardium dan kemungkinan menurunkan resisten pada aliran darah kolateral.Nitrogliserin adalah vasodilator arteri koroner langsung; khususnya pembuluh darai epikard yang besar. Dilatasi dari arteri koroner besar menjelaskan efek menguntungkan dari nitrat pada pasien dengan angina yang disebabkan oleh vasospasme koroner. Pada pasien dengan angina klasik yang disebabkan oleh insufisiensi koroner, aliran darah jaring koroner tidak meningkat setelah pemberian nitrogliserin. Telah didalilkan bahwa dilatasi dari pembuluh darah epikard yang besarl atau dengan meningkatnya tekanan perfusi jantung menyebabkan autoregulasi yang meningkat pada resistensi vaskular koroner pada pembuluh darah distal sampai arteri koroner besar. Hal ini meningkatkan resisten shunt aliran koroner sampai ke area iskemik dimana arteriol yang telah dilatasi secara maksimal. Efek nitrat pada distribusi aliran darah koroner berbeda (kebalikan) dari natrium nitroprusside dan diprydamole. Obat selanjutnya membuat dilatasi resistensi arteriol dan menyebabkan fenomena myocardial steal.Efek nitrogliserin pada sirkulasi sistemik dan koroner penting. Contohnya, injeksi intrakoroner nitrogliserin tidak seefektif nitrogliserin IV pada pengobatan pacer-induced iskemik. Efek sistemik yang menguntungkan ditunjukkan dengan adanya observasi yang menunjukkan bahwa injeksi intrakoroner kurang efektif meskipun meningkatkan aliran darah koroner. Sebaliknya, nitrogliserin intrakoroner pada dosis tanpa efek sistemik menurunkan elevasi segmen ST, memperbaiki fungsi sistolik dan diastolik dan meningkatkan aliran ke jaringan iskemik.Nitrat memberikan efek ini dengan memasuki sel otot polos vaskular, dimana akan dimetabolisme menjadi 1,2-glyceryl dinitrate dan nitrit melalui mitochondrial aldehyde dehydrogenase, yang termasuk kelompok sulfhydryl dimana dibutuhkan untuk aktivitas tersebut. Nitrit kemudian dioksidasi untuk membentuk nitric oxide. Nitric oxide dikombinasikan dengan dengan bentuk thiol jaringan s-nitroso-thiol, sebagai activator guanylate cyclase, enzim yang mengkatalasi pembentukan cGMP (gambar 43-2).Sebagai second messenger, cGMP memediasi banyak efek biologis dari nitric oxide, termasuk kontrol tonus vaskular.Defosfolirasi dari rantai ringan myosin terjadi melalui cGMP-mediated protein kinase menyebabkan relaksasi otot polos. Kadar cGMP intravaskular yang lebih tinggi juga menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, bilier, gastrointestinal, ureter dan uterus. Nitrat juga memiliki efek yang menguntungkan seperti antiplatelet dan antitrombotik. Peran yang baru-baru ini didapatkan adalah platelet-dependent thrombotic processes pada sindrom koroner akut yang menunjukkan bahwa nihibisi platelet denagan nitrat dapat memberikan efek tambahan untuk memperbaiki perfusi iskemik miokard. Efek ini merupakan hasil dari stimulasi platelet guanylate cyclase oleh nitrat yang mencegah fibrinogen berikatan dengan reseptor platelet IIb/IIIa, yang penting untuk agregasi platelet.Secara klinis, nitrat dapat digunakan secara transdermal atau oral untuk terapi kronik, untuk basis intermiten melalui rute sublingual atau intravena untuk terapi akut.Indikasi klinis, termasuk classic exertional, Prinzmetal dan angina tak stabil; Infark miokard akut dan spasme arteri koroner. Nitrat juga berguna untuk pasien dengan gagal jantung kongestif, terutama pada malam hari untuk pasien dengan dyspnea ortopneu atau paroksimal nocturnal. Toleransi menjadi masalah utama dengan penggunaan nitrat sebagai terapi antiangina kronik. Bagaimana toleransi terjadi masih belum dipahami, tapi hal ini dikarenakan efek vaskular yang melemah dari nitrat dan bukan karena perubahan farmakokinetik. Efek samping umum pada pasien dengan terapi nitrat adalah sakit kepala, flushing, dan hipotensi. Nitrat harus digunakan secara hati-hati pada pasien dengan stenosis aorta berat dan deplesi volume.

-adrenergic Blocking AgentsTabel 43-8 menunjukkan farmakologi obat -blocker agent

PropranololPropranolol merupakan prototipe yang melawan semua unsur dimana agen penghambat -adrenergik lain diukur. Ia bersifat nonkardioselektif dan tidak memiliki ISA. Meskipun propranolol mempunyai MSA, hal ini hanya terjadi pada dosis yang jauh melampaui terapi dan tidak relevan secara klinis kecuali terjadi kelebihan dosis yang besar.Propranolol hamper sepenuhnya diserap setelah pemberian oral, namun ia menjalani metabolisme hepatik tahap pertama. Dengan demikian, dosis oral propranolol yang biasa adalah 40-320 mg/d, sedangkan dosis IV hanya 0.025-0.15 mg/kg.Simetidin menurunkan metabolism hepatik dan aliran darah serta dapat menurunkan dosis terapi propranolol.Propranolol sangat bersifat lipofilik dan melintasi hambatan darah otak, yang mampu menjelaskan efek-efek CNSnya.Paruh waktu hidup oralnya kira-kira 4 jam.Propranolol ada sebagai persiapan jangka panjang, sebuah kelebihan bagi perawatan pasien penderita angina pektoris. Propranolol dapat diberikan secara perlahan secara intravena kepada pasien di bawah pengaruh anestesi pada dosis berjenjang yaitu 1 mg dengan pengecekan tekanan darah secara rutin.MetoprololMetoprolol ialah penghambat selektif 1 tanpa ISA ataupun MSA. Ia dimetabolisasi secara hepatik, dengan paruh waktu hidup 3-7 jam. Ketika digunakan dalam dosis rendah, metoprolol lebih dianjurkan dibanding propranolol bagi perokok dan pasien lainnya yang mungkin menderita penyakit bronkospastik namun yang membutuhkan terapi dengan penghambat . Walaupun secara relative bersifat kardioselektif, metoprolol dapat menimbulkan bronkospasma. Ada kemungkinan kecil bagi metoprolol dibandingkan propranolol untuk menutupi gejala hipoglikemia. Dosis oralnya adalah 50-200 mg dua kali sehari, meskipun formulasi rilis terbarunya juga tersedia dan secara luas diperjualbelikan. Layaknya propranolol, metoprolol tersedia dalam bentuk IV, dengan dosis umum sebanyak 0.15 mg/kg. Metoprolol digunakan dalam perawatan hipertensi, angina stabil, infark miokardial akut, dan serangan jantung kronik. Kemujaraban metoprolol dalam manajemen serangan jantung diteliti dalam beberapa percobaan klinik acak, yang menunjukkan adanya kebertahanan hidup yang baik, menurunkan tingkat kebutuhan perawatan rumah sakit sebagai dampak dari gagal jantung yang memburuk, memajukan kelas fungsional dari Asosiasi Jantung New York (NYHA) serta pengaruh positif pada kondisi baik pasien.

AtenololAtenolol ialah -blocker kardioselektif yang lama berproses tanpa ISA ataupun MSA. Atenolol dieliminasi oleh ekskresi ginjal, dan memiliki waktu paruh hidup 6-7 jam. Dosis umumnya adalah 50-200 mg per hari. Ia tersedia dalam bentuk IV, dengan dosis yang direkomendasikan sebanyak 5-10 mg serta diberikan secara berangsur. Selain bersifat kardioselektif dan hanya membutuhkan satu asupan harian, keuntungan lainnya meliputi hidrofilia relatif dan persimpangan hambatan darah otak. Sayangnya, pada percobaan klinik dengan atenolol, hal ini belum ditunjukkan melalui tingkat kejadian yag rendah dari efek samping CNS.BisoprololBisoprolol merupakan -blocker kardioselektif yang berproses lama serta sangat selektif tanpa ISA atau MSA. Bisoprolol diserap dengan baik sesudah pemberian oral dan dieliminasi melalui ekskresi ginjal, dimana 50% tidak berubah di dalam urin dan 50% tereliminasi sebagai metabolit yang tidak aktif. Waktu paruh hidupnya yang 9-13 jam membuatnya cocok untuk pemberian sekali sehari.Percobaan klinik acak yang baru-baru ini dilakukan menunjukkan bahwa bisoprolol mencegah kejadian kardiovaskular utama pada pasien dengan CHF.BetaxololBetaxolol adalah -blocker oral yang berproses lama serta bersifat kardioselektif tanpa ISA ataupun MSA.Kebanyakan menjalani metabolism hepatic, waktu paruh 16-22 jamnya membuatnya cocok untuk pemberian sekali sehari.Seperti halnya timolol, betaxolol tersedia bagi penggunaan oftalmik topikal dan bisa jadi ditoleransi dengan lebih baik oleh pasien penderita penyakit bronkopastik karena selektifitas 1.

NodololNodolol adalah -blocker yang berproses lama dan bersifat nonkardioselektif tanpa ISA dan MSA.Tidak seperti propranolol, nodolol dieskresi melalui ginjal, dengan waktu paruh hidup selama 20-24 jam, yang membuatnya mampu untuk pemberian sekali sehari.Dosis umumnya adalah 40-240 mg/d; dosis sebaiknya dikurangi pada pasien penderita gagal ginjal.TimololTimolol merupakan -blocker nonkardioselektif tanpa ISA ataupun MSA.Dosis umumnya adalah 10-30 mg dua kali sehari, dengan waktu paruh hidup selama 4-5 jam.Timolol menjalani ekskresi hepatik dan ginjal. Sebaliknya, timolol sama seperti propranolol. Timolol sering digunakan sebagai terapi tetes mata bagi glaukoma sudut terbuka. Pada bentuk ini, timolol seringkali diserap secara sistemik dan menghasilkan pengaruh yang sama setelah proses menelan.Asebutolol, Karteolol, Penbutolol, PindololAsebutolol, karteolol, penbutolol, dan pindolol merupakan -blocker nonselektif dengan ISA dan efek agonis parsial.Pada pasien yang beristirahat, obat-obatan ini dapat menurunkan denyut jantung hingga tingkatan yang lebih rendah dibanding -blocker lainnya.Obat-obatan ini juga bermanfaat dalam menurunkan respon hemodinamis yang dirangsang oleh aktifitas olahraga.Mereka juga dipercaya menghasilkan abnormalirtas lipid dan komplikasi vaskular yang lebih sedikit, dengan sedikit depresi miokardiak serta bronkopasma.Secara spesifik, pindolol sedikit menghasilkan depresi denyut jantung dan jeda nokturnal pada pasien penderita sindrom sinus dibandingkan dengan agen-agen yang kekurangan efek agonis.Keuntungan lainnya adalah ketiadaan pantulan setelah penghentian; namun, tidak ada percobaan berskala besar tersedia untuk mendukung anggapan ini.Tidak ada data tersedia untuk mendukung penggunaan obat-obatan ini setelah MI. Tabel 43-9 menunjukkan dosis bagi obat-obatan ini.LabetalolLabetalol adalah -blocker nonselektif yang unik diantara -blocker lainnya dalam hal hambatan -adrenergiknya dengan rasio 7:1 (:). Selain itu, labetalol memiliki aktifitas agonis parsial pada reseptor 2. Hambatan ini dapat digunakan untuk menurunkan tekanan arteri dengan perawatan output kardiak yang sedikit lebih baik. Labetalol tersedia baik pada bentuk IV dan oral, dan penggunaanya terbangun dengan baik dalam terapi akut hipertensi di ruang gawat darurat, ruang operasi, dan ruang pemulihan, namun jarang diberikan sebagai obat jangka panjang.EsmololEsmolol merupakan penghambat atau blocker adrenergik yang sangat kardioselektif dengan sedikit ISA dan tanpa MSA.Ia memiliki waktu paruh distribusi selama 2 menit dan waktu paruh selama 9 menit, sebagai dampak dari hidrolosis yang cepat melalui esterase sel darah merah. Durasi sinagkat prosesnya membuatnya bermanfaat dalam manajemen pasien perioperatif.Esmolol secara khusus digunakan sebagai bolus, dengan atau tanpa infusi.Level plasma dengan kondisi tetap didapatkan dalam waktu 5 menit.Dosis bolus adalah 0.5-1 mg/kg.Tingkat infusi 50-300 g/kg/menit dititrasi bagi efek klinik.Pada penghentian infusi esmolol, pemulihan yang signifikan terjadi dalam 10-20 menit, dan konsentrasi darah tak terdeteksi dalam 30 menit.Karena esmolol dimetabolisme oleh esterase sel darah merah, penghambat kolinesterase plasma tidak mempengaruhi metabolisme dan eliminasi.Esmolol telah digunakan secara interoperatif untuk melemahkan respon pada intubasi, mencegah dan/atau mengobati takikardia dan iskemia, serta menghasilkan hipotensi.Rangkaian waktu untuk pencapaian penurunan denyut jantung lebih cepat daripada perubahan tekanan darah.Ia telah digunakan untuk melemahkan denyut nadi yang meningkat serta tekanan arteri rata-rata yang dihubungkan dengan konsentrasi yang meningkat dengan cepat. Secara postoperatif, ia telah digunakan dalam perawatab hipertensi, iskemia mikokardiak, dan disritmias praventrikuler.CeliprololCeliprolol merupakan -blocker kardioselektif generasi ketiga tanpa MSA namun dengan ISA yang terbuktikan pada reseptor 2. Ia merupakan obat yang efektif dalam perawatan hipertensi dan angina. Celiprolol adalah bronkolidator dan vasalidator yang lemah sebagai dampak dari efek reseptor 2.Ia terbukti superior terhadap -blocker lainnya bagi pasien penderita asma.CarvedilolCarvedilol adalah -blocker nonselektif yang juga menghambat reseptor 1 dalam hal yang sama dengan labetalol. Ia memiliki MSA namun tanpa ISA. Carvedilol juga antioksidan yang ampuh dan bersifat antiproliferatif, yang menghambat perkembangan otot halus vaskular. Ciri ini membuatnya berguna dalam perawatan gagal jantung kongestif kronik. Dalam berbagai percobaan klinik, carvedilol secara signifikan menurunkan morbiditas dan kematian pada pasien gagal jantung. Terlihat efek positif pada proses pemodelan ulang dalam gagal jantung, dengan penurunan ukuran ventrikuler kiri dan perbaikan fraksi ejeksi. Percobaan klinis terbaru yang membandingkan metoprolol dan carvedilol pada pasien penderita gagal jantung kronis menunjukkan bahwa carvedilol memperpanjang kebertahanan hidup pasien.BucindololBucindolol adalah -blocker nonselektif generasi ke tiga dengan kemampuan hambatan 1 dan -agonis.Berbeda dengan -blocker yang diteliti, bucindolol gagal menunjukkan kelebihan kebertahanan hidup yang signifikan pada pasien penderita gagal jantung yang parah.NebivololNebivolol adalah penghambat reseptor 1 yang sangat selektif, serta dapat dibandingkan dari -blocker lainnya menurut profil hemodinamisnya.Nebivolol mengkombinasikan aktifitas hambatan dengan efek vasodilatasi yang dimediasi sekurang-kurangnya sebagian oleh NO endothelial. Efek penurunan tekanan darah dari nebivolol dikaitkan dengan penurunan dalam resistansi periferal dan peningkatan volume strok dengan perlindungan output jantung. Percobaan klinik terbaru menunjukkan bahwa perawatan gagal jantung di usia senja (usia > 65) merupakan hal yang efektif dan ditoleransi dengan baik.Pertimbangan AnestetikPertimbangan anastetik berkaitan dengan terapi -blocker jumlahnya banyak. Awalnya, -blocker dan antihipertensif tidak dilanjutkan sebelum anastesi dan operasi karena adanya perhatian bahwa pengaruhnya bersifat aditif dengan agen anestetik umum. Sayangnya, penghilangan ini cenderung berdampak pada efek pantulan yang memperburuk angina dan hipertensi. Panduan ACC/AHA bagi Evaluasi Kardiovaskular Perioperatif untuk Operasi Nonkardiak tahun 2002 menyarankan bahwa pasien yang sebelumnya memiliki -blocker sebaiknya melanjutkan agen-agen ini secara perioperatif.Fokus terhadap -bloker perioperatif terbaru telah mengarah pada keterangan bahwa penggunaan profilaktik -blocker akan menurunkan tingkat kematian akibat jantung begitupun dengan morbiditasnya. -blocker menurunkan iskemia dengan cara mengurangi permintaan oksigen miokardial yang disebabkan oleh peningkatan stress dan keluarnya katekolamin dalam periode perioperative. Telah ditunjukkan bahwa pada pasien dengan resiko tinggi yang harus menjalani tindakan operasi nonkardiak, hambatan perioperative dapat menurunkan tingkat kematian dan komplikasi kardiovaskular. Panduan ACC/AHA menyatakan bahwa kapanpun, jika memungkinkan, -blocker sebaiknya dimulai beberapa hari atau minggu sebelum tindakan operasi elektif pada pasien yang beresiko atau dengan keterangan adanya iskemia. Dosisnya sebaiknya dititrasi untuk mendapatkan denyut jantung antara 50 dan 60 detak/menit. Meski begitu, berdasarkan penelitian terbaru -blocker sedikit digunakan dalam periode perioperative. Data yang paling baru menunjukkan bahwa pasien dengan resiko rendah tidak mendapatkan manfaat, bahkan bisa membahayakan, dari hambatan perioperatif. Sebaliknya, pasien beresiko tinggi mengalami penurunan lebih dari 40% dalam hal tingkat kematian. Lebih lanjut lagi, -blocker menurunkan tingkat kejadian firbrilasi atrium setelah tindakan operasi kardiotorasik.Dikarenakan oleh efek farmakologis mereka, -blocker berinteraksi dengan banyak agen-agen anestetik. -blocker memiliki efek inotropik negatif aditif dengan agen inhalasi kuat. Pada anjing dengan 1.0 MAC efluran, propranolol menyebabkan penurunan kecil dalam kontraktilitas miokardial, denyut jantung, dan kondisi jantung. Perubahan-perubahan ini lebih dinyatakan dengan konsentrasi anestetik yang lebih dalam. Depresi sirkulasi, meskipun ada, tidak banyak terjadi saat halotan atau isofluran dikombinasikan dengan propranolol jika dibandingkan dengan enfluran. Pada anjing diberi anastesi dengan halotan, isofluran, atau enfluran, propranolol menghasilkan aditif yang memperlambat denyut jantung dan konduksi simpul AV.Pasien yang dirawat dengan -blocker, khususnya ketika dikombinasikan dengan penghambat saluran kalsium, beresiko bagi bradiaritmias saat anestesi dipengaruhi oleh fentanyl atau sufentanil dosis tinggi. Bradiaritmias ini muncul saat relaksan otot yang kekurangan efek vagolitik digunakan. Ketika obat bius dosis tinggi diberikan pada pasien yang menggunakan -blocker, dengan atau tanpa penghambat saluran kalsium, maka disarankan jika relaksan otot vagolitik (seperti pancuronium) untuk dapat digunakan. -blocker juga dihubungkan dengan bradikardia selama anestesi neuraksial.-blocker yang saat ini tersedia propranolol, metoprolol, atenolol, labetalol, dan esmolol dapat diberikan secara perioperatif untuk melemahkan respon terhadap intubasi atau tekanan operasi, mengobati hipertensi dan iskemia, memperlambat denyut jantung, atau mengobati disritmia, selain dari penggunaan profilaktik sebagaimana yang telah dijelaskkan diatas.

Calcium Channel Blocker

Penghambat Saluran Kalsium mewakili kelompok senyawa yang berbeda-beda dengan struktur dan efek farmakologi yang tak sama (Tabel 43-9). Mereka menghambat fungsi saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan (saluran tipe L atau lambat), yang memediasi masukan kalsium ekstrasel ke dalam otot halus (Gambar 43-3), mikosit kardiak, dan sel-sel simpul SA dan AV dalam responnya terhadap depolarisasi elektrik. Oleh karenanya mereka memiliki ciri vasodilatori, khususnya pada dasar arteri, dan memiliki efek kronotropik dan inotropik dengan tingkatan yang bermacam-macam. Tidak seperti -blocker, yang mana semua bergantung pada hambatan atau blokade reseptor untuk aktifitas mereka, tempat dan mekanisme tindakan dari penghambat saluran kalsium sifatnya berubah-ubah, begipula halnya dengan tindakan pada jaringanyang berbeda.Mereka tidak hampir tidak dapat dipertukarkan layaknya -blocker.Lebih banyak digunakan dalam terapi antiangina serta antihipertensif (Gambar 43-3), penghambat saluran kalsium juga igunakan dalam perawatan sindrom sama bedanya dengan takikardia supraventrikuler paroksimal, kardiomiopati obstruktif hipertropik, fenomena Raynaud, persalinan prematur, dan profilaksis sakit kepala sebelah. Penghambat salurn kalsium yang saat ini ada dapat dikategorikan berdasarkan struktur kimia yang berbeda: dihidropiridin (yang meliputi nifedipin, nisoldipin, nicardipin, nimodipin, amlodipine, isradipin, felodipin, nitrendipin), verapamil (fenilalkilamin), diltiazem (benzotiazepin), dan bepridil (diarilaminopropilamin)Verapamil Verapamil, yang secara structural sama dengan papaverin, memiliki moda tindakan yang kompleks. Ia merupakan campuran rasemat dengan L-verapamil yang menjadi penghambat saluran kalsium yang lebih ampuh dibanding D-verapamil. Efek bersihnya ialah depresi aktivasi saluran yang lambat dan pemulihan dari inaktifasi.Melalui efek yang diberikannya pada saluran kalsium, verapamil menurunkan kontraktilitas miokardial dan memperluas dasar vaskuler koroner dan periferal, meningkatkan alirah darah periferal dan menurunkan resistensi vaskular sistemik.Takikardia reflex, kedua setelah penurunan resistensi vaskular sistemik, tidak terjadi sebagai dampak efek kronotropik negatifnya.Layaknya penghambat saluran kalsium lainnya, verapamil mempunyai sedikit pengaruh terhadap pembuluh kapasitansi vena dalam dosis klinis.Dengan menurunkan denyut jantung, kontraktilitas, dan resistensi periferal, verapamil menurunkan konsumsi O2 miokardial. Dengan meningkatkan waktu pengisian diastolik dan aliran darah koroner sembari menurunkan resistansi vaskuler koroner, ia meningkatkan transfer oksigen miokardial. Pada pasien penderita gagal jantung kongestif, verapamil intravena dapat menyebabkan penurunan yang signifikan dalam kontraktilitas dan meninggalkan fungsi ventrikuler. Dengan langsung mengantagoniskan kejang vaskuler koroner, verapamil berguna dalam perawatan angina klasik dan Prinzmetal. Verapamil berguna dalam mengatur pasien setelah infarksi miokardial tanpa gagal jantung kongestif, dan penggunaannya dapat menurunkan tingkat kematian dalam jangka panjang.Efek elektrofisiologi dari verapamil sifatnya sangat penting. Verapamil memperlambat tingkat pemanasan spontan serta meningkatkan waktu pemulihan simpul AV, yang kemudian menurunkan denyut jantung.Kecepatan konduksi simpul AV mengalami penurunan sebagai dampak dari konduksi yang menurun dan refrakter yang meningkat. Dikarenakan oleh efek pada konduksi simpul AV ini, verapamil dapat menghentikan takikardia supraventrikuler paroksimal, memperlambat respon ventrikuler dalam debar atrium, fibrilasi, dan takikardia atrium multifokal. Ia dapat mengubah takikardia supraventrikuler paroksimal menjadi ritme sinus dengan keefektifitasan yang lebih besar dari 90%. Ia juga memiliki nilai profilaktik dalam mencegah munculnya kembali PSVT dan mengontrol respon ventrikuler dalam debar atrium serta fibrilasi selama terapi oral jangka panjang. Harus dicatat bahwa pada pasien penderita sindrom Wolff-Parkinson-White, verapamil mungkin meningkatkan denyut jantung dengan AV preferensial yang melambat, dimana hal itu dapat meningkatkan konduksi melalui jalur-jalur aksesori pada pasien dengan fibrilasi atrium.Efek keseluruhan dari verapamil dalam menurunkan tekana darah sistolik dan diastolik dengan sedikit efek samping membuatnya baik untuk perawatan hipertensi, meskipun penghambat saluran kalsium saat ini tidak disarankan sebagai terapi pertama untuk bagi hipertensi.Mungkin karena dampak positifnya terhadap fungsi diastolik, verapamil memperbaiki toleransi gerak tubuh dan menurunkan tingkat keparahan gejala pada pasien dengan kardiomiopati obstruktid hipertropik.Verapamil digunakan di pasien HOCM yang tidak bisa mentoleransi -blocker.Dalam terapi IV akut, dosis verapamil yangdirekomendasikan adalah 0.075-0.15 mg/kg yang dititrasi untuk dapat memberi pengaruh.Efek vasodilatori utamanya terjadi pada kira-kira 5 menit dan bisa bertahan selama 30 menit, meskipun efek antidisritmik bisa bertahan jauh lebih lama.Paruh waktu hidup distribusi IV adalah 3.5 menit dan waktu paruh eliminasinya 110 menit. Anestesi atau obat-obatan lainnya yang menurunkan aliran darah ke otak akan menurunkan paruh waktu hidup verapamil.Efek samping verapamil dihubungkan pada tindakan farmakologi dan terapinya.Verapamil dapat memperburuk disfungsi simpul SA dan AV, khususnya pada pasien dengan penyakit atau pasien yang dirawat dengan digitalis dan -blocker.Verapamil dapat memperburuk gejala CHF, khususnya jika digunakan dengan kombinasi -blocker.Level digitalis meningkat sebesar rata-rata 70% setelah inisiasi terapi dengan verapamil.DiltiazemDiltiazem, benzotiazepin, merupakan penghambat saluran kalsium dengan spectrum dari situs efek farmakologi antara verapamil dan dihidropiridin.Diltiazem, layaknya semua penghambat saluran kalsium, adalah dilator arteri koroner yang efektif, namun memberikan sedikit pengaruh pada pembuluh peripheral disbanding dihidropiridin.Ia merupakan inotrop negatif, namun kurang berefek dibanding verapamil. Takikardia refleks juga dilemahkan karena diltiazem menurunkan sifat otomatis dari simpul sinus serta konduksi, sekalipun masih ada sedikit jika dibanding dengan verapamil.Walaupun diltiazem dapat digunakan dengan kombinasi -blocker, efeknya mungkin saja bersifat aditif yang mana hal ini menyebabkan disfungsi simpul SA dan AV pada pasien dengan penyakit konduksi yang mendasar.Diltiazem dikenal dengan perubahan takikardia supraventrikuler paroksimal menjadi ritme sinus dan untuk kontrol sementara dari denyut ventrikuler dalam debar ritmik atau fibrilasi. Dosis umum diltiazem IV adalah 0.25 mg/kg, diikuti oleh infuse sebesar 0.15 mg/kg. Bolus tambahan sebesar 0.35 mg/kg bisa diberikan jika dibutuhkan.Diltiazem oral bisa digunakan untuk manajemen kronik dari masalah-masalah ini.

DIHIDROPIRIDINNifedipinSecara in vitro, nifedipin memiliki efek signifikan baik pada otot halus memiliki dan miokardium.Namun secara in vivo, nifedipin merupakan dilator arteri koroner dan sistemik yang efektif pada dosis yang memiliki efek kecil pada kontraktilisitas miokardial atau jaringan konduksi. Vasodilatasi dan peningkatan pada aliran darah arteri koroner berasal dari hambatan influks kalsium, begitupun dengan peningkatan dalam level oksida nitrat dan bradikin. Dikarenakan oleh reduksi beban akhirnya, nifedipin bisa menyebabkan peningkatan simpatetik refleks pada denyut jantung dan output kardiak. Stimulasi simpatetik ini lebih jelas dengan persiapan tindakan yang singkat dibanding =kan dengan nifedipin yang dikeluarkan secara terus-menerus.Secara klinis, dengan pengecualian terhadap formulasi tindakan singkat, yang terkadang memperburuk angina, nifedipin secara efektif memperbaiki toleransi gerak tubuh, memperpanjang waktu serangan angina dalam gerak tubuh serta menurunkan frekuensi timbulnya angina.Terapi yang berbarengan dengan nifedipin dan -blocker adalah lebih efektif dibandingkan agen yang diberikan sendiri.Memang benar, -blocker menghilangkan peningkatan refleks detrimental secara potensial yang dimiliki oleh nifedipin pada denyut jantung. Meskipun ia merupakan antihipertensif yang efektif, nifedipin dan semua penghambat saluran kalsium pada umumnya untuk saat ini tidak disarankan digunakan sebagai terapi tingkat pertama, kecuali kalau terdapat kontraindikasi terhadap antihipertensif lainnya. Meskipun nifedipin memili lebih sedikit efek kronotropik atau inotropik dibandingkan verapamil atau diltiazem, pada penelitian jangka panjang kemunduran hemodinamik terjadi pada beberapa pasien dengan gagal jantung kongestif yang dirawat dengan dihidropiridin.Karena sedikit sensitif, nifedipin IV tidak tersedia secara komersial di Amerika Serikat.Efek samping nifedipin meliputi sakit kepala, pedal edema (pembengkakan tungkai), hipotensi, dan angina yang memburuk. Seperti verapamil, nifedipin meningkatkan level digitalis serum. Karena tingkat kejadian penyakit jantung yang meninggi dilaporkan antara pasien yang dirawat dengan nifedipin tindakan singkat setelah infarksi miokardial, persipana ini tidak lagi disarankan pada pasien penderita angina.NikardipinNicardipin memiliki cirri khas structural dan farmakologi yang sama dengan nifedipin. Layaknya nifedipin, nicardipin adalah vasodilator koroner dan sistemik yang ampuh dengan efek kecil pada kontraktilitas.Ia tersedia sebagai agen IV untuk perawatan hipertensi pada kondisi perawatan akut, termasuk periode perioperatif dan kondisi darurat neurologik. Bolus intravena awal sebanyak 2 mg diikuti oleh tingkat infuse awal sebesar 5 mg/h, yang bisa ditingkatkan menjadi 2.5 mg setiap 15 menit, hingga tingkat infusi maksimum sebesar 15 mg/h. Nicardipin yang diberikan secara intraarteri membalikkan vasospasme dalam pendarahan subaraknoid dan prosedur koroner intervensional.NimodipinNimodipin, sebuah analog nifedipin, merupakan penghambat saluran kalsium dengan daya larut lipid yang tinggi serta preferensi nyata bagi otot halus serebrovaskular.Ia bermanfaat dalam menghambat vasospasme otak dan memperbaiki kondisi pasien dengan cacat neurologist yang berkaitan dengan vasospasme otak setelah pendarahan subaraknoid. Manfaatnya pada pasien dengan strok iskemik akut belum pernah terbukti.Amlodipin, Isradipin, Felodipin, Nisoldipin, dan NitrendipinAmlodipin, isradipin, felodipin, nisoldipin, dan nitrendipin adalah sama dengan nifedipin secara struktural dan farmakologis, yaitu prototipe dihidropiridin. Mereka memperluas arteri koroner dan periferal dengan pengaruh minimal pada konduksi kardiak dan kontraktiliditas.Seperti halnya nifedipin, obat-obatan ini digunakan untuk mengobati hipertensi dan angina, serta aman digunakan pada pasien CHF.Agen-agen individu berbeda satu sama lain dalam banyak hal. Karena isradipin memiliki efek penghambat terhadap sampul SA namun tidak pada mikosit kardiak, ia tidak atau hanya sedikit menghasilkan takikardia refleks. Felodipin dan nisoldipin memiliki tingkat spesifisitas vaskular yang lebih tinggi dibanding dihidropiridin lainnya.Beberapa percobaan telah menunjukkan bahwa amlodipin meningkatkan durasi gerak tubuh, menurunkan jumlah serangan angina, serta menurunkan konsumsi nitrogliserin. Percobaan Hipertensi Sistolik di Eropa (Syst-Eur) melaporkan bahwa terapi antihipertensif yang diinisiasi dengan nitrepindin menurunkan resiko strok baik yang fatal maupun non-fatal, begitupun semua kejadian cardiovascular, pada pasien yang lebih tua (usia > 65) penderita hipertensi sistolik terisolasi.MibefradilMibefradil adalah antagonis dari saluran kalsium tipe T. Dilator arteri ini mempunyai efek kronotropik negatif tapi hanya sedikit berefek inotropik.Mibefradil merupakan antiangina efektif yang efek vasodilatorinya dihubungkan dengan penurunan denyut jantung.Ada beberapa laporan kasus perpanjangan interval QT dan disritmias ventrikuler selama perawatan dengan menggunakan mibefradil.MonatepilMonatepil ialah penghambat saluran kalsium yang sama seperti nifedipin, yang juga memiliki bahan penghambat 1-adrenoreseptor. Ia menurunkan tekanan sistolik dan diastolik tanpa mengubah denyut jantung. Selain itu, monatepil secara signifikan menurunkan level kolesterol lipoprotein berkapasitas rendah (LDL), apoliporotein B, dan hemoglobin terglikosilasi (HgbA1c).

BepridilSecara struktural, bepridil tidak berhubungan dengan penghambat saluran kalsium lainnya.Ia menghambat saluran kalsium lamban baik pada otot kardiak maupun otot halus vaskular, begitupula saluran sodium laju pada otot kardiak. Bepridil memiliki efek kronotropik dan dromotropik negatif serta sedikit efek inotropik negatif.Bepridil menurunkan tekanan darah dan denyut jantung, memperbaiki kinerja ventrikular kiri pada pasien dengan angina, serta mengurangi frekuensi serangan angina akibat gerak tubuh.Bepridil dapat memperpanjang interval QT, khususnya dalam kondisi hipokalemia atau bradikardia, serta dapat mengendapkan takikardia ventrikuler polimorfik.Bepridil juga dihubungkan dengan agranulositosis dan pansitopenia.Dikarenakan efek samping serius ini, bepridil sebaiknya digunakan hanya dalam kasus refraktori angina pada terapi lainnya.Pertimbangan AnestetikTerdapat data yang terbatas mengenai resiko dan manfaat penghambat saluran kalsium dalam seting perioperatif.Meskipun sindrom penarikan klasik belum dijelaskan, ada beberapa laporan kasus vasospasme koroner berat yang terjadi setelah penghentian penghambat saluran kalsium secara mendadak. Secara keseluruhan, kebersinambungan penggunaan penghambat saluran kalsium pada pasien yang sudah mengkonsumsinya secara preoperatif memang disarankan, meskipun kurangnya informasi dalam kaitannya dengan interaksi obat-obatan tersebut dalam proses anestesi dan tindakan operasi.Ada potensi yang baik bagi interaksi obat antara obat-obatan anestetik dan penghambat saluran kalsium.Ketika dikombinasikan dengan obat bius dosis tinggi pada pasien dengan system konduksi normal serta fungsi ventrikuler, verapamil IV menurunkan daya tahan vaskular sistemik dan tekanan arteri rata-rata tanpa adanya perubahan dalam kondisi jantung ataupun tekanan pasak kapiler pulmonari. Meskipun perpanjangan interval PR telah diobservasi, blok AV tingkat pertama maupun teratas belum pernah terjadi.Pada kombinasi dengan agen-agen inhalasi, verapamil bisa menghasilkan berbagai tingkatan blok AV dan harus diberikan dengan hati-hati kepada pasien yang dianastesi dengan enfluran, halotan, dan, untuk tingkatan yang lebih rendah, isofluran pada pasien dengan blok simpul AV atau pada pasien yang secara kronis menggunakan -blocker.Verapamil memiliki banyak kegunaan perioperatif.Ia telah digunakan untuk control intraoperatif dari takikardia supraventrikuler paroksimal. Selama proses bypass kardiopulmonari, verapamil membatasi fibrilasi ventrikuler refraktori setelah pelepasan jepitan silang aorta. Verapamil berhasil merawat refraktori iskemia miokardial intraoperatif pada nitrogliserin IV.Antiangina LainnyaStrategi terapi yang baru telah dikebangkan bagi pasien dengan penyakit jantung iskemik dan angina pektoris yang tidak berhasil diatur dengan pendekatan medis konvensional atau intervensional.IvabradinIvabradin merupakan kelas obat baru pertama yg disebut penghambat If. Jenis obat ini secara selektif dan spesifik menghambat Ip sinus nod spesifik natrium potassium saat ini. Ivabradin juga mengurangi laju jantung pada masa istirahat atau gerak tubuh tanpa mengurangi kontrasilitas mikokardial, konduksi atrioventrikular dan durasi repolarisasi ventrikular. Percobaaan double-blind membandingkan pengaruh ivabradine antisemik dan antianginal terhadap atenolol dalam mencegah angina yg disebabkan oleh gerak tubuh dengan angina stabil yg kronik. Ivabradin telah disepakati di Eropa sebagai pengobatan simptomatik pectoris angina stabil yg kronis dengan ritme sinus yg normal bagi orang yg memiliki skontraindikasi atau intoleransi terhadap beta blocker.Dengan pengecualian dari reversible, gejala visual sementara di deskripsikan sebagai peningkatan dalam kecerahan pada area terbatas bidang visual.tidak ditemukan dampak lain yg merugikan yg berhubungan dengan terapi ivabradin. NikorandilNikorandil adalah ester nikotinamid yg mengaktifasi tripospat adenosin (ATP)- saluran potassium sensitif. Ia memperluas periperal dan arteriol resisten koroner, dan kerena pengaruh dari nitrate-like, ia melebarkan pembuluh darah sistemik dan pembuluh koroner epikardial. Dengan itu, nikorandil meningkatkan aliran darah koroner, mengurangi beban awal beban akhir, dan memiliki kemanjuran antianginal yg serupa dengan nitrat lisan, beta blokers, dan antagonis kalsium. Dengan membuka saluran2 potassium dependen- ATP, nikorandil juga dapat meniru proses alami prekondisi iskemik, yg melindungi jantung dari serangan iskemik berikutnya. Percobaan IONA (dampak Nikorandil pada angina)menunjukkan perubahan signifikan pada hasil sebagai akibat dari pengurangan kejadian koroner yg utama dengan menambahkan nikorrandil pada terapi antianginal standar pada pasien dengan angina yang stabil.Nikorandil tidak tersedia di Amerika.Penghambat Oksidasi Asam LemakDua agen, Ranolazin Dan trimetazidin, saat ini tersedia dan mewakili kelas baru dari obat ini.Selama masa iskemia miokardial akut, level asam lemak mengalami peningkatan yang kemudian menaikkan pasokan dan penggunaannya sebagai sumber energi oleh miokardium.Karena pada oksidasi asam lemak, oksigennya lebih tidak efisien dibanding oksidasi karbohidrat, peningkatan gangguan ini dalam mensirkulasi asam lemak bebas menyebabkan munculnya efek negatif pada kondisi suplai-permintaan oksigen yang sudah tak seimbang.Hambatan dari oksidasi asam lemak dapat meningkatkan oksidasi glukosa yang menghasilkan lebih banyak ATP bagi setiap molekul oksigen dibanding oksidasi asam lemak, serta dengan demikian meminimalisir akumulasi laktat.Kedua obat tersebut secara virtual tidak memiliki efek hemodinamik.Kemanjuran ranolazin telah diteliti dalam beberapa penelitian klinis, seperti percobaan MARISA (Evaluasi Monoterapi dari Ranolazin dalam Angina Stabil) dan CARISA (Evaluasi Kombinasi dari Ranolazin dalam Angina Stabil).Baik MARISA maupun CARISA menunjukkan bahwa ranolazin meningkatkan kapasitas gerak tubuh dan memberikan efek anti-angina pada pasien bergejala angina kronis.Manfaat yang sama ditunjukkan dalam percobaan TRIMPOL (Trimetazidin di Polandia) II, yang meneliti trimetazidin pada pasien yang menerima metopronol. Tambahan trimetazidin menghasilkan kemajuan yang signifikan dalam uji stress gerak tubuh dan gejala angina yang relatif pada monoterapi metoprolol. Ranolazin dan trimetazidin tidak tersedia di Amerika Serikat.ANTIDYSRHYTHMIC AGENTSAgen antidisritmik terindikasi untuk pencegahan dan perawatan disritmias simptomatik dengan potensi membahayakan. Alasan dalam memilih satu obat diantara obat yang lain seringkali menyulitkan; pilihan tersebut dapat bergantung pada jenis disritmia, indeks terapi obat tertentu, efektifitasan obat selama penelitian elektrofisiologi, atau toleransi pasien terhadap efek samping.Obat-obatan antidisritmia diklasifikasi berdasarkan efek farmakologi utama mereka pada elektrofisiologi miokardial, sebagaimana yang diusulkan oleh Vaughan William dan sekarang dimodifikasi dengan memasukkan agen-agen baru (Box 43-2).Meski sekarang jarang digunakan untuk mengelompokkan obat-obatan, klasifikasi ini awalnya di usulkan untuk mengklasifikasi pola-pola tindakan farmakologi dengan teliti.Ini merupakan perbedaan yang tajam namun penting. Banyak antidisritmik, meskipun diklasifikasikan ke dalam satu kelompok atau lainnya, memiliki (a) aki ganda pada jaringan tertentu, (b) aksi berbeda pada jaringan jantung yang berbeda, dan (c) metabolit aktif dengan aksi berbeda dibanding dengan senyawa induk.Sejak awal tahun 90an, penggunaan kebanyakan obat-obatan antidisritmik telah dievaluasi ulang dan sangat terbatas dikarenakan kesadaran terhadap potensi proaritmik dan kemajuan dalam teknik ablasi.Selain itu, percobaan klinik terbaru telah menunjukkan efek negatif pada kebertahanan hidup di banyak situasi dimana obat-obatan ini mungkin sudah pernah diberikan sebelumnya. Akhirnya, kardiodefibrilator yang dapat ditanam telah menggantikan pengobatan antidisritmik pada manajemen disritmias ventrikuler.Agen dengan tindakan kelas I meliputi obat-obatan yang mempengaruhi arus sodium inward fase O, periode depolarisasi yang cepat dari potensi tindakan (Gambar 43-5). Mereka dibagi menjadi tiga kelompok: IA, IB, dan IC.Tindakan kelas II merujuk pada efek disritmik yang dihubungkan dengan antagonisme -adrenergik.Oleh karena itu, agen-agen kelas II meliputi semua agen hambatan -adrenergik.Agen kelas III menghambat arus polarisasi potassium dan meningkatkan durasi potensi tindakan (APD) dan periode refraktori efektif (ERP) pada otot atrial dan ventrikuler, begitupula pada serat Purkinje.Rasio ERP dan APD juga meningkat.Agen kelas IV diwakili oleh penghambat dari saluran kalsium tipe L, yakni penghambat saluran kalsium.Diantara mereka, hanya verapamil dan diltiazem yang efektif bagi penggunaan antidisritmis.Beberapa obat yang lebih baru, seperti adenosine dan ibutilid, tidak cocok bagi kategori-kategori ini (meskipun ibutilid dikategorikan oleh beberapa orang ke dalam obat kelas III).Agen Kelas IAAntidisritmik dengan tindakan kelas IA meliputi quinidin, prokainamid, dan disopiramid (Tabel 43-10).Semuanya menurunkan kecepatan maksimal (Vmax) dan luas depolarisasi fase O dari potensi tindakan. ERP, APD, dan rasio ARP dengan APD mengalami peningkatan. Otomatisitas, yang diwakili oleh permukaan fase 4 dari potensi tindakan yang mengalami penurunan, berkurang melalui obat-obatan ini.Agen-agen ini menghasilkan peningkatan yang terukur di dalam refraktur jaringan kardiak serta pemanjangan interval QTc pada ECG.

QuinidinQuinidin meningkatkan otomatisitas dalam jaringan atrial dan ventrikuler serta di dalam serat His-Purkinje dan serat perintis.Efek langsung quinidin pada otomatisitas simpul SA diseimbangkan oleh efek antikolinergiknya, yang mempercepat konduksi melalui sampul SA dan AV, dimana hal ini menyebabkan sedikit perubahan pada denyut jantung. Perubahan ECG muncul dengan quinidin; yang paling diketahui, ia memperpanjang interval QT hingga 25% pada level terapi.Quinidin juga menghambat komponen cepat dari saluran K sehingga memperpanjang potensi tindakan di sel-sel kardiak, khususnya pada denyut jantung yang rendah.Ia telah digunakan dengan efektif untuk konversi fibrilasi atrial, debar atrial, dan PSVT, serta untuk perawatan ritme sinus setelah konversi. Selain itu, ia menekan etopy ventrikuler, takikardia, dan fibrilasi. Quinidin tersedia secara oral sebagai garam sulfat, glukonat, atau poligalakturonat dengan 83%, 62%, dan 60% konten quinidin, secara berurutan. Quinidin sulfat diawali dengan 200 mg setiap 6 jam dan meningkat menjadi 800-2400 mg/hari, dititrasi pada level obat serta efek terapi. Quinidin menjalai metabolisme hepatik (60-80%) dan ekskresi ginjal (20-40%), dengan paruh waktu hidup selama 4-10 jam.Metabolit quinidin juga mempunyai aktifitas antidisritmik. Meskipun ia tersedia dalam bentuk IV, rute ini biasanya dihindari dikarenakan hipotensif yang sangat besar dan efek otropik negatif.Dikarenakan oleh efek antikolinergik pada simpul AV, quinidin dapat menaikkan respon ventrikuler pada debar dan fibrilasi atrial. Akibatnya, jika ia digunakan untuk konversi disritmias, digoksin, verapamil, atau -blocker sebaiknya diberikan bersamaan. Jika terapi quinidin diinisiasi pada pasien yang menerima digitalis, seseorang harus sadar bahwa quinidin bisa menggandakan konsentrasi plasma digitilasi.Dosis digitalis sebaiknya dikurangi sebagian.Fakta mengenai toksisitas bisa dimanifestasi dengan peningkatan yang lebih besar 50% pada interval QT, perluasan kompleks QRS, dan gangguan simpul SA dan AV.

Quinidine meningkatkan blockade neuromuskuler suksinilkolin dan memperberat blockade neuromuskuler pada myasthenia gravis. Quinidin tidak menjadi pilihant terapi lagi karena memperberat survival pada pasien dengan disaritmia ventricular .Bahkan pada diasaritmia atrial, dimana kuinidin kemungkinan besar dapat mempertahankan irama sinus, kuinidin tetap mempunyai efek negatifpada tingkat survival.Procainamide ProkainamidProkainamid, analog anastesi local procain, mempunyai efek farmakologi dan indikasi klinis yang serupa, namun tidak sama, untuk kuidinin. Meskipun keduanya adalah agen kelas IA, masing-masing obat mungkin efektif dalam mengurangi disaritmia yang tidak merespon terhadap obat lain. Hal ini tidak mengejutkan, karena metabolit utama prokainamid, N-acetylprocainamide (NAPA), mempunyai efek seperti obat kelas III.197 Lebih laanjut lagi, karena prokainamid tersedia dalam bentuk IV, prkainamid sangat berguna untuk terapi akut seperti fibrilasi dan flutter atrium, PSVT, dan disaritmia terkait sindrom Wolff-Parkinson-White.Prokainamid juga dapat digunakan untuk supresi akut disaritmia ventricular setelah IMA dan juga sebagai terapi pada ventricular takikardi. Jika diberikan intravena, prokainamid dapat berefek vasodilatasi dengan memnghambat ringan aksi ganglion; oleh karena itu, loading dose harus diberikan perlahan sekitar 20-30 menit sambil mengawasi durasi QRS. Dapat diberikan dosis loading dose hingga 1 g, dilanjutkan 1-4 mg/menit. Prokainamid akan mengasetilasi NAPA, dimana setengah jumlahnya akan menjad asetilator cepat. Selanjutnya, kedua subtansi akan diekresikan lewat ginjal. Oleh kariena itu, dosis harus disesuaikan pada pasien dengan disfungsi renal.Prokainamid memiliki zat antikolinergik yang lebih sedikit dibanidngkan dengan kuinidin dan disopiramid.Sama seperti kuinidin, prokainamid dapat menimubulakn disritmia dan dapat menyebabkan torsade de pointes.194 Oleh karea itu sebaiknya tidak digunakan pada pasie