ch 14docx

8
1 AKUNTANBILITAS PEMERINTAH DAERAH A. Skop Pengembangan Pengauditan Pemerintah Akuntabilitas publik adalah kewajiban pemerintah sebagai pihakpemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapka segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada masyar pihak pemberiamanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Kewajiban pemerintah dimaksud terutama berkaitan dengan aktivitas biro memberikan pelayanan sebagai kontraprestasi atas hak-haknya yang telah dipu maupun tidak langsung dari masyarakat. Oleh sebab itu perlu pertanggungjaw media yang disusun berdasarkan standar eksplisit selanjutnya dikomunikasikan internal dan eksternal secara periodik maupun insidental sebagai keharusan semata-mata karena kesukarelaan. Jenis-jenis Akuntabilitas Publik Menurut Mardiasmo akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: “1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability) 2. Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability) .” (2004:21) Lebih lanjut jenis-jenis akuntabilitas publik tersebut dapat dijelaskan sebag (1) Akuntabilitas vertikal (vertical accountability) adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Misalnya pertanggungjawab unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemeri kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusatkepada MPR. Berlaku bagi setiap tingkatan dalam organisasi internal penyelenggaraan negaratermasukpemerintah. Dimana setiap pejabat atau petugas publik baik individu atau kelompo berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada atasan langsungnya men perkembangan kinerja atau hasil pelaksanaan kegiatannya secara periodik maupun sewaktu-waktu bila dipandang perlu.

Transcript of ch 14docx

AKUNTANBILITAS PEMERINTAH DAERAH

A. Skop Pengembangan Pengauditan Pemerintah Akuntabilitas publik adalah kewajiban pemerintah sebagai pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada masyarakat sebagai pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Kewajiban pemerintah dimaksud terutama berkaitan dengan aktivitas birokrasi dalam memberikan pelayanan sebagai kontraprestasi atas hak-haknya yang telah dipungut langsung maupun tidak langsung dari masyarakat. Oleh sebab itu perlu pertanggungjawaban melalui media yang disusun berdasarkan standar eksplisit selanjutnya dikomunikasikan kepada pihak internal dan eksternal secara periodik maupun insidental sebagai keharusan hukum bukan semata-mata karena kesukarelaan.

Jenis-jenis Akuntabilitas Publik Menurut Mardiasmo akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: 1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability) 2. Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability). (2004:21) Lebih lanjut jenis-jenis akuntabilitas publik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Akuntabilitas vertikal (vertical accountability) adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Misalnya pertanggungjawaban unitunit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR. Berlaku bagi setiap tingkatan dalam organisasi internal penyelenggaraan negara termasuk pemerintah. Dimana setiap pejabat atau petugas publik baik individu atau kelompok secara hirarki berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada atasan langsungnya mengenai perkembangan kinerja atau hasil pelaksanaan kegiatannya secara periodik maupun sewaktu-waktu bila dipandang perlu.1

(2)

Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability) adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas. Melekat pada setiap lembaga negara sebagai satu organisasi untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk dikomunikasikan kepada pihak eksternal dan lingkungannya.

Dimensi Akuntabilitas Publik Menurut Mahmudi dimensi akuntabilitas publik yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik antara lain: 1. Akuntabilitas hukum dan kejujuran (accountability for probity and legality), 2. Akuntabilitas manajerial (manajerial accountability), 3. Akuntabilitas program (programe accountability), 4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability), dan 5. Akuntabilitas finansial (financial accountability). (2007:9) Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa akuntabilitas publik hendaknya dipahami bukan sekedar akuntabilitas finansial saja, akan tetapi akuntabilitas lainnya yaitu akuntabilitas kejujuran dan hukum, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, dan akuntabilitas kebijakan. Lebih lanjut dimensi akuntabilitas publik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1)

Akuntabilitas hukum dan kejujuran Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga-lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati ketentuan hukum yang berlaku. Akuntabilitas hukum berkaitan dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam menjalankan organisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), korupsi, dan kolusi.

(2)

Akuntabilitas manajerial Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif. Akuntabilitas manajerial juga dapat

2

diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability) dan berkaitan pula dengan akuntabilitas proses (process accountability). (3) Akuntabilitas program Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. Lembagalembaga publik harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan program. (4) Akuntabilitas kebijakan Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu diambil, siapa sasarannya, pemangku kepentingan (stakeholder) mana yang akan terpengaruh dan memperoleh manfaat dan dampak (negatif) atas kebijakan tersebut. (5) Akuntabilitas finansial Akuntabilitas finansial adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan uang publik (public money) secara ekonomi, efisien, dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja finansial organisasi kepada pihak luar. Audit sektor publik secara jelas menunjukkan perbedaan antara kewajiban dengan tugas, mulai dari sertifikasi akuntan sampai audit terhadap organisasi khusus, penugasan atas pemeriksaan kecurangan, korupsi, dan nilai uang dari audit (value for money audit). Kegiatan audit sektor publik meliputi perencanaan, pengendalian, pengumpulan data, pemberian opini, dan pelaporan. Permasalahan pokok dalam proses audit adalah memberikan sasaran yang jelas dalam pelaksanaannya dengan diperoleh melalui proses pengetesan. Audit sektor publik di Indonesia dikenal sebagai audit keuangan negara. Audit keuangan negara ini diatur dalam UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. Undang-undang ini merupakan pengganti ketentuan warisan Belanda, yaitu Indische Comptabiliteitswet (ICW) dan Instructie en verdere bepalingen voor de Algemene

3

Rekenkamer (IAR), yang mengatur prosedur audit atas akuntabilitas pengelolaan keuangan oleh pemerintah. Pemerintahan yang bersih atau good governance ditandai dengan tiga pilar utama yang merupakan elemen dasar yang saling berkaitan (Prajogo, 2001). Ketiga elemen dasar tersebut adalah partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Suatu pemerintahan yang baik harus membuka pintu yang seluas-luasnya agar semua pihak yang terkait dalam pemerintahan tersebut dapat berperan serta atau berpartisipasi secara aktif, jalannya pemerintahan harus diselenggarakan secara transparan dan pelaksanaan pemerintahan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam bahasa akuntansi, akuntabilitas (kemampuan memberikan pertanggungjawaban) merupakan dasar dari pelaporan keuangan (Wilopo, 2001). Pelaporan keuangan pemerintah tersebut memegang peran yang penting agar dapat memenuhi tugas pemerintahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dalam suatu masyarakat yang demokratis. Dalam negara demokrasi, "pelaporan keuangan yang transparan" merupakan sesuatu yang dituntut oleh rakyat kepada pemerintahnya. Sebaliknya, dalam negara demokrasi, pemerintah berkewajiban memberikan laporan keuangan yang transparan kepada rakyat. Pemerintah demokratis harus bertanggung jawab atas integritas, kinerja dan kepengurusan, sehingga pemerintah harus menyediakan informasi yang berguna untuk menaksir akuntabilitas serta membantu dalam pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik. Pemerintah adalah entitas pelapor (reporting entity) yang harus membuat laporan keuangan dengan beberapa pertimbangan berikut : (Partono, 2000) : 1.Pemerintah menguasai dan mengendalikan sumber-sumber yang signifikan

2.Penggunaan sumber-sumber tersebut oleh pemerintah dapat berdampak luas terhadap kesejahteraan ekonomi rakyat 3.Terdapat pemisahan antara manajemen dan pemilikan sumber-sumber tersebut Laporan keuangan yang dihasilkan oleh organisasi sektor publik pemerintah merupakan instrumen utama untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik (Mardiasmo, 2002). Akuntabilitas mengacu pada kewajiban perseorangan, suatu kelompok atau suatu organisasi yang diasumsikan harus melaksanakan kewenangan dan/atau pemenuhan tanggung jawab. Kewajiban tersebut meliputi : 1.Answering, usaha untuk memberikan penjelasan atau justifikasi untuk pelaksanaan dan/atau pemenuhan tanggung jawab4

2.Reporting,

pelaporan

hasil

atas

pelaksanaan

dan/atau

pemenuhan

3.Producing, asumsi kewajiban atas hasil yang dicapai Adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas publik menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk memberikan informasi kepada publik, salah satunya melalui informasi akuntansi yang berupa laporan keuangan. Dilihat dari sisi internal organisasi, laporan keuangan sektor publik merupakan alat pengendalian dan evaluasi kinerja manajerial dan organisasi. Sedangkan dari sisi eksternal, laporan keuangan merupakan alat pertanggungjawaban kepada publik dan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Menurut GASB, tujuan laporan keuangan sektor publik adalah (Mardiasmo, 2002) : 1.Mempertanggungjawabkan 2.Melaporkan 3.Melaporkan hasil kondisi pelaksanaan operasi keuangan fungsinya (demonstrating operating financial accountability) result) condition)

(reporting (reporting

4.Melaporkan sumber daya jangka panjang (reporting long live resources) Seiring dengan munculnya tuntutan dari masyarakat agar organisasi sektor publik mempertahankan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik serta value for money dalam menjalankan aktivitasnya serta untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh organisasi sektor publik, maka diperlukan audit terhadap organisasi sektor publik tersebut. Audit yang dilakukan tidak hanya terbatas pada audit keuangan dan kepatuhan, namun perlu diperluas dengan melakukan audit terhadap kinerja organisasi sektor publik tersebut.

JENIS-JENIS AUDIT DALAM AUDIT SEKTOR PUBLIK

Audit yang dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang dilakukan pada sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang institusional dan hukum, dimana audit sektor publik pemerintah mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas dibanding audit sektor swasta (Wilopo, 2001). Secara umum, ada tiga jenis audit dalam audit sektor publik, yaitu audit keuangan (financial audit), audit kepatuhan (compliance audit) dan audit kinerja (performance audit). Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi keuangan diotorisasi serta dicatat5

secara benar. Audit kepatuhan adalah audit yang memverifikasi/memeriksa bahwa pengeluaranpengeluaran untuk pelayanan masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan undang-undang peraturan. Dalam audit kepatuhan terdapat asas kepatutan selain kepatuhan (Harry Suharto, 2002). Dalam kepatuhan yang dinilai adalah ketaatan semua aktivitas sesuai dengan kebijakan, aturan, ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Sedangkan kepatutan lebih pada keluhuran budi pimpinan dalam mengambil keputusan. Jika melanggar kepatutan belum tentu melanggar kepatuhan. Audit yang ketiga adalah audit kinerja yang merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakantindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit. Audit kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektifitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.

B. Pilihan dan Kesempatan Audit Pemerintah Daerah

Pemberian otonomi daerah berarti pemberian kewenangan dan keleluasaan (diskresi) kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan, pemberian wewenang dan keleluasaan harus diikuti dengan pengawasan dan pengendalian yang kuat, serta pemeriksaan yang efektif. Pengawasan dilakukan oleh pihak luar eksekutif (dalam hal ini DPRD dan masyarakat); pengendalian, yang berupa pengendalian internal dan pengendalian manajemen, berada di bawah kendali eksekutif (pemerintah daerah) dan dilakukan untuk memastikan strategi dijalankan dengan baik sehingga tujuan tercapai; sedangkan pemeriksaan (audit) dilakukan oleh badan yang memiliki kompetensi dan independensi untuk mengukur apakah kinerja eksekutif sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2001). Penguatan fungsi pengawasan dapat dilakukan melalui optimalisasi peran DPRD sebagai kekuatan penyeimbang antara eksekutif dengan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak6

langsung, dan melalui LSM serta organisasi sosial kemasyarakatan di daerah. Perlu dipahami oleh anggota DPRD bahwa pengawasan terhadap eksekutif adalah pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan yang telah digariskan, bukan pemeriksaan (audit). Pemeriksaan tetap harus dilakukan oleh badan atau lembaga yang memiliki otoritas dan keahlian profesional, seperti BPK, BPKP, atau Kantor Akuntan Publik (KAP) yang selama ini menjalankan fungsinya lebih pada sektor swasta sehingga fungsinya pada sektor publik perlu ditingkatkan. Harus disadari bahwa saat ini masih terdapat beberapa kelemahan dalam melakukan audit pemerintah di Indonesia. Kelemahan pertama bersifat inherent sedangkan kelemahan kedua bersifat struktural. Kelemahan pertama adalah tidak tersedianya indikator kinerja yang memadai sebagai dasar mengukur kinerja pemerintah. Kelemahan kedua adalah masalah kelembagaan audit Pemerintah Pusat dan Daerah yang overlapping satu dengan lainnya, sehingga pelaksanaan pengauditan tidak efisien dan tidak efektif.

MEMPERKUAT VALUE FOR MONEY (VFM) AUDIT Good governance akan tercapai jika lembaga pemeriksa berfungsi dan tertata dengan baik. Setelah itu, pengembangan pengauditan perlu dilakukan. Salah satunya dengan memperluas cakupan audit, tidak hanya audit keuangan (financial audit) tetapi juga value for money audit atau sering disebut performance audit. Audit kinerja merupakan suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi serta efektivitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan, dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan, dan hukum yang berlaku, serta menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut (Malan et al., 1984). Secara lebih rinci, audit kinerja dibagi menjadi audit ekonomi dan efisiensi (management audit) dan audit efektivitas (program audit) (Herbert, 1979). Audit ekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan: (1) apakah suatu entitas telah memperoleh, melindungi, dan menggunakan sumber dayanya (seperti karyawan, gedung, dan peralatan kantor) secara hemat (ekonomis) dan efisien, (2) penyebab ketidakhematan dan ketidakefisienan, dan (3) apakah entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kehematan dan efisiensi. Sedangkan, audit efektivitas bertujuan untuk menentukan tingkat7

pencapaian hasil program, efektivitas pelaksanaan program, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program (Malan et al., 1984). Tujuan memperkuat pelaksanaan VFM audit adalah meningkatkan akuntabilitas sektor publik. Hal ini penting untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Nantinya DPR atau DPRD, menteri-menteri dan lembaga-lembaga pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, harus memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat, dan akhirnya akuntabilitas publik merupakan bagian penting dari sistem politik dan demokrasi.

8